Persamaan Diferensial Parsial Dari Persamaan Linear Dan Kuasi Orde Pertama Sampai Materi Persamaan Laplace
Persamaan Diferensial Parsial Dari Persamaan Linear Dan Kuasi Orde Pertama Sampai Materi Persamaan Laplace
BAB III
Pada bab ini akan kita pelajari persamaan kuasi linier (dan linier) orde pertama.
Teori dan metode dari solusi masalah nilai awal untuk persamaan tersebut didapatkan
sebagai suatu aplikasi langsung dari teori dan metode dalam kontruksi integral kurva
dan permukaan dari medan vektor yang dijelaskan pada Bab II.
Pada bagian 1, kita akan mendefinisikan apa yang dimaksud solusi dari
persamaan orde pertama dan kita klasifikasi/kelompokan persamaan orde pertama
berdasarkan kelinieritasannya. Pada bagian 2, kita definisikan integral umum dari
persamaan kuasi linier orde pertama dan metode untuk mendapatkannya. Integral
umum adalah rumus yang sering menghasilkan solusi dari persamaan. Pada bagian 3,
kita akan mendeskripsikan masalah nilai awal untuk persamaan kuasi linier orde
pertama dan mendapatkan kondisi dimana terdapat solusi unik/tunggal untuk masalah
ini. Pada bagian 4, kita akan melihat bagaimana jika kondisi tidak dipenuhi yang
kemudian biasanya tidak terdapat solusi untuk masalah ini, dan pada kasus khusus
dimana terdapat solusi, terdapat tak terhingga solusi yang ada. Pada bagian 5, kita
mengaplikasikan teori umum untuk mempelajari hukum konservasi yang merupakan
persamaan kuasi linier orde pertama yang dibangkitkan pada berbagai bagian dari fisika.
Solusi dari persamaan tersebut biasanya mengembangkan diskontinuitas yang disebut
shocks atau gelombang shock, yang diketahui sebagai fenomena pada gas dinamik. Dua
contoh yang ada adalah pada arus lalu lintas dan gas dinamik, didiskusikan secara
detail pada bagian 6. Terakhir, pada bagian 7, kita perlihatkan aplikasi penting dari
persamaan linier orde pertama untuk peluang, secara spesifik untuk mempelajari proses
stokastik. Kita diskusikan pada dua contoh yang detail, yaitu mengenai masalah
trunking sederhana pada jaringan telepon dan kontrol dari penyakit tropis. Berbagai
contoh lain juga dideskripsikan dalam soal-soal pada bagian ini.
1
1. Persamaan Diferensial Parsial Orde Pertama
Sebuah persamaan diferensial parsial orde pertama dalam dua variabel
independen x,y dan z yang tidak diketahui adalah persamaan yang dapat dibentuk dalam
(1.1) F ( x , y , z , z x , z y ) =0
1
adalah sebuah fungsi z=f ( x , y ) yang terdefinisi dan C di sehingga
sebagai berikut:
1. Persamaan kuasi linier
Bentuk persamaan kuasi linier adalah
(1.2) P ( x , y , z ) z x +Q ( x , y , z ) z y =R ( x , y , z )
Pada persamaan di atas, fungsi F adalah sebuah fungsi linier pada turunan
zx zy P ,Q , R
dan dengan koefisien bergantung pada variabel independen
2
zx zy
Pada persamaan di atas, koefisien dari turunan dan adalah fungsi
variabel independen x , y .
3. Persamaan linier
Bentuk persamaan linier adalah
(1.4) a ( x , y ) z x + b ( x , y ) z y + c ( x , y ) z=d ( x , y )
F zx , z y z
Pada persamaan di atas, fungsi dari adalah linier pada dan
zx a(z )
memiliki koefisien berupa fungsi yang bergantung dengan variabel z.
x z x + y z y nz=0
dapat kita tulis sebagai sehingga memiliki bentuk fungsi F yang
zx , z y z
linier pada dan dengan koefisien-koefisien yang bergantung hanya
linier.
3. Persamaan diferensial parsial berikut
(1.8) x z x + y z y =z 2
3
zx zy x
memiliki koefisien dan yang bergantung hanya pada variabel dan
Pada bab ini, kita mempelajari persamaan diferensial parsial kuasi linier orde
pertama. Ingat bahwa persamaan linier dan hampir linier adalah kasus khusus dari
persamaan kuasi linier.
Soal
1.1 Misalkan f merupakan fungsi C1 pada R2 dan perhatikan bahwa untuk beberapa
bilangan bulat n 1, f memenuhi kondisi
(1.12) f (tx ,ty)=t n f (x , y )
Untuk semua t R1 dan semua (x,y) R2. Maka fungsi tersebut dikatakan
(b) Buktikan bahwa jika f homogen pada derajat n maka z=f(x,y) memenuhi
persamaan diferensial parsial (1.7) [Petunjuk : Turunkan (1.12) terhadap t dan
substitusi t=1.]
f homogen pada derajat n artinya f(tx,ty)=tnf(x,y), misalkan f(x,y)=z maka
f(tx,ty)=tnz
apabila masing-masing ruas diturunkan terhadap t akan didapat
4
n
f (tx , ty) (t z) f (tx , ty) z
= =n t n1 z
t t t t
apabila disubstitusi t=1 maka akan didapat
f (x , y ) z
=nz
t t
1.2 Buktikan assertion pada contoh 1.4
5
2. Integral Umum dari Persamaan Kuasi Linier
Pada persamaan kuasi linier berikut
(2.1) P( x , y , z) z x + Q(x , y , z )z y =R (x , y , z )
P ,Q , R 1 ~
diasumsikan bahwa fungsi terdefinisi dan C pada suatu domain dari
R3 dan tidak terhubung secara simultan pada beberapa titik dalam domain. Suatu
solusi dari persamaan (2.1) pada domain dari R3 adalah fungsi z=f ( x , y )
1
yang terdefinisi dan C terdapat pada sehingga dua kondisi berikut terpenuhi:
~
(i) Untuk setiap (x , y ) , titik ( x , y , f (x , y)) termasuk domain dari fungsi P, Q, R.
untuk semua (x , y ) .
Suatu solusi
(2.2) z=f ( x , y ),( x , y)
dari persamaan (2.1) dapat dilihat sebagai suatu permukaan dari R3 , yang disebut
solusi permukaan dari persamaan (2.1). Vektor normal permukaan (2.2) dapat dihitung
dengan menggunakan gradien dari fungsi (2.2) pada titik (x , y , z) yang hasilnya
V =(P ,Q , R) hasilnya akan sama dengan nol, sehingga vektor V ortogonal/ tegak
lurus dengan vektor normal ( z x , z y ,1 ) di setiap titik pada persamaan (2.2). Jadi,
suatu permukaan S disebut suatu solusi permukaan dari persamaan (2.1) jika S dapat
6
dinyatakan sebagai persamaan (2.2) dan jika pada setiap titik dari S, vektor
Suatu solusi permukaan dari persamaan (2.1) adalah integral permukaan dari
menyatakan bahwa untuk mencari suatu solusi permukaan dari persamaan (2.1) perlu
dicari integral permukaan V terlebih dahulu atau solusi permukaan dari persamaan
diferensial parsial
(2.3) Pu x +Q u y + Ru z =0
dari suatu solusi u( x , y , z) dari (2.3). Jika persamaan (2.4) dapat diselesaikan untuk
z dalam bentuk x dan y , maka hasil dari fungsinya adalah solusi dari
7
Lemma 2.1 memperlihatkan bagaimana mendapatkan solusi persamaan (2.1) dari
solusi persamaan (2.3). Karena kita telah mengetahui solusi umum dari persamaan
(2.3), Lemma 2.1 menghasilkan kelas yang lebih besar dari solusi persamaan (2.1).
Teorema 2.1
u u
Misalkan 1 dan 2 adalah dua solusi yang bebas fungsional dari
~
persamaan (2.3) pada domain pada R3. Misalkan F(u 1 , u2 )
merupakan suatu fungsi C1 dari dua variabel dan perhatikan
permukaan ketinggian
Maka, setiap bagian dari permukaan ini memiliki vektor normal dengan
Definisi 2.1
Persamaan (2.5) disebut integral umum dari persamaan (2.1) pada
~
Telah diketahui bahwa tidak setiap solusi dari persamaan (2.1) dapat dihasilkan
dari integral umum (2.5) seperti yang dijelaskan pada Teorema (2.1). Oleh karena itu,
persamaan (2.5) tidak bisa disebut solusi umum dari persamaan (2.1).
u1 u2
Pada penggunaannya fungsi dan yang dihasilkan dari integral umum
8
y z
u1= , u2=
Dan dapat diambil x x . Integral umumnya adalah
(2.8) F ( yx , zx )=0
dimana F adalah sembarang fungsi 2 variabel pada C1 . Jika dipilih
y z
=0
x x
2 2 y2
pada R . Jika dipilih F(u 1 , u2 )=u u2
1 akan didapatkan solusi z= yang
, x
terdefinisi pada domain x> 0 atau x< 0 . Jika dipilih F(u 1 , u2 )=u1 u22 maka
Bagian dari permukaan dengan z> 0 mendefinisikan z sebagai fungsi dari x dan y,
z= xy
Ini adalah solusi dari (2.7) pada salah satu domain x> 0, y > 0 atau x< 0, y < 0 .
Perlu diperhatikan bahwa jika salah satu dari integral pertama yang bebas linier secara
u1
fungsional, misalkan , tidak bergantung pada z, maka secara umum, integral umum
9
1
Dimana F adalah sembarang fungsi 1 variabel pada C .
Contoh 2.2
Perhatikan persamaan linier berikut:
(2.10) a( x , y) z x +b( x , y) z y =0
Dimana a dan b adalah fungsi dari C1 dan tidak kosong secara silmultan.
Tentunya, sistem dari persamaan difernsial biasa yang berhubungan dengan (2.10)
adalah
dx dy dz
= =
a(x , y ) b( x , y ) 0
Dan dua integral pertama yang bebas linier secara fungsional dari sistem ini adalah
fungsi u(x , y ) dan z . Dapat ditunjukan bahwa (2.11) adalah solusi umum dari
(2.10).
10
Soal
2.1. Untuk setiap persamaan berikut tentukan integral umum dan cari tiga solusi yang
berbeda. Jelaskan pada domain bidang (x,y) yang mana solusi tersebut terdefinisi?
2 2
(a) x z x + y z y =2 xy
z z x + y z y =x
(b)
Jawaban:
Dari persamaan di atas, nilai P=z ,Q= y , dan R=x .
u ,u u ,
Untuk mencari 1 2 ,dan 3 , selesaikan sistem persamaan berikut:
dx dy dz dx dy dz
= = = =
P Q R z y x
dx dz
=
1. Pilih persamaan z x
dx dz
=
z x
x dx=z dz
1 1
x 2 +c 1= z 2+ c 2
2 2
1 1
c= x 2 z 2
2 2
1 2 1 2 1 2 1 2
u1= x z u1= x z
Pilih 2 2 , periksa apakah 2 2 merupakan solusi?
u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
11
u1 u u
P +Q 1 + R 1 =z u1 x + y u1 y + x u1 z
x y x
z ( x ) + y ( 0 ) + x (z )
zx+ 0xz
0
1 1
u1= x 2 z 2
Jadi, 2 2 , merupakan solusi.
d ( x+ z ) dy
2. Pilih persamaan =
( z + x) y
d ( x+ z ) dy
=
( z + x) y
d (x + z) dy
(integralkan kedua ruas) =
(z+ x ) y
1 1
(x + z) d ( x+ z )= y dy
ln ( x+ z ) +c 1=ln y+ c 2
c=ln ( x + z )ln y
c=ln ( x +y z )
ln ( x+y z )
c =e
c = ( x+y z )
x+ z x+ z
u2= u=
Pilih y , periksa apakah 2 y merupakan solusi?
12
1 x+ z 1
u2 x = ,u2 y = ,u 2 z=
y y
2
y
u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u2 u u
P + Q 2 + R 2 =z u2 x + y u2 y + x u2 z
x y x
z ( 1y )+ y (xy+ z )+ x( 1y )
2
z x+ z x
+
y y (+
y )
0
x+ z
u2=
Jadi, y , merupakan solusi.
d ( xz) dy
3. Pilih persamaan =
( zx ) y
d ( xz) dy
=
( zx ) y
d ( xz ) dy
( integralkankedua ruas ) =
( z x ) y
d ( xz ) dy
=
x z y
( xz ) d ( xz)= y dy
1 1
ln ( x z )+ c1 =ln y +c 2
13
c=ln ( xz ) +ln y
c=ln ( (xz) y )
c =e ln ( ( x z ) y )
c = ( x z ) y
u3 x = y , u3 y = ( x z ) , u3 z = y
u3 u u
Substitusi pada P + Q 3 + R 3 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u3
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u3 u u
P + Q 3 + R 3 =z u3 x + y u3 y + x u3 z
x y x
z ( y ) + y ( xz )+ x ( y )
zy + ( yx yz ) +(xy )
Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi dari 3 solusi
u2 u3
yang tersedia, misalkan diambil dan . Lakukan pengecekan terlebih
u2 u3
dahulu apakah dan bebas secara fungsional atau tidak. Cara
14
grad u2 x grad u3 u2 u3
, bila hasilnya bukan nol, maka dan bebas secara
fungsional.
| |
i j k
u2 u 2 u2
grad u2 x grad u3= x y z
u3 u 3 u3
x y z
| |
i j k
1 ( x+ z ) 1
y y2 y
y ( xz ) y
u2 u3
integral umum dari dan . Integral umumnya adalah
F ( x +y z , ( xz ) y )=0
1
dengan F merupakan fungsi C dari dua variabel. Jika diambil
F ( u2 , u3 )=u 2u3
maka
15
2 2
x (1 y )+ z (1+ y )
=0
y
z ( 1+ y 2 ) =x (1 y 2)
x ( 1 y 2 )
z=
( 1+ y 2 )
x ( y 21 )
z=
( 1+ y 2 )
x ( y 21 )
z z x + y z y =x
sehingga didapatkan z= ( 1+ y 2 ) yang merupakan solusi dari
2
di seluruh R .
2 2
(c) x z x + y z y =(x + y ) z
(d) z y =3 y 2
Jawaban:
2
Dari persamaan di atas, nilai P=0, Q=1, dan R=3 y .
u1 ,u 2 u3 ,
Untuk mencari ,dan , selesaikan sistem persamaan berikut:
dx dy dz dx dy dz
= = = = 2
P Q R 0 1 3y
dx dy
1. =
Pilih persamaan 0 1
dx dy
=
0 1
dx=0
x+ c1 =0
x=c 1
16
x=c
u1=x u1=x
Pilih , periksa apakah merupakan solusi?
u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u1 u u
P +Q 1 + R 1 =0u 1 x + 1u1 y +3 y 2 u 1 z
x y x
0 ( 1 )+ 1 ( 0 )+3 y 2 ( 0 )
0+0+ 0
u1=x
Jadi, , merupakan solusi.
dy dz
=
2. Pilih persamaan 1 3 y2
dy dz
=
1 3 y2
3 y 2 dy =dz
y 3+ c 1=z+ c 2
3
c= y z
3 3
Pilih u2= y z , periksa apakah u2= y z merupakan solusi?
u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u2 u u
P + Q 2 + R 2 =0 u2 x +1u 2 y +3 y 2 u2 z
x y x
0 ( 0 ) +1 ( 3 y 2) + 3 y2 (1 )
0+3 y 23 y 2
3
Jadi, u2= y z , merupakan solusi.
dy d ( x + z )
=
3. Pilih persamaan 1 3 y2
dy d (x + z )
=
1 3 y2
2
3 y dy =d (x+ z)
y 3+ c 1=( x+ z ) + c2
3
c=x + z y
3 3
Pilih u3=x + z y periksa apakah u3=x + z y merupakan solusi?
u3 x =1,u3 y =3 y 2 ,u 3 z=1
18
u3 u u
Substitusi pada P + Q 3 + R 3 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u3
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u3 u u
P + Q 3 + R 3 =0 u3 x +1 u3 y +3 y 2 u3 z
x y x
0 ( 1 )+ 1 (3 y 2 ) +3 y 2 ( 1 )
2 2
03 y +3 y
3
Jadi, u3=x + z y merupakan solusi.
Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi dari 3 solusi
u2 u3
yang tersedia, misalkan diambil dan . Lakukan pengecekan terlebih
u2 u3
dahulu apakah dan bebas secara fungsional atau tidak. Cara
grad u2 x grad u3 u2 u3
, bila hasilnya bukan nol, maka dan bebas secara
fungsional.
| |
i j k
u2 u 2 u2
grad u2 x grad u3= x y z
u3 u 3 u3
x y z
| |
i j k
2
0 3y 1
2
1 3 y 1
( 0,1,3 y 2 )
19
u u3
Nilainya 0 . Jadi, 2 dan bebas secara fungsional.
u2 u3
Karena dan bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu
u2 u3
integral umum dari dan . Integral umumnya adalah
F ( y 3z , x+ z y 3 )=0
F ( u2 , u3 )=u 2u3
maka
F ( y 3z , x+ z y 3 )=0 ( y 3z ) ( x + z y 3 )=0
2 z2 y 3x=0
2 z=2 y 3x
x
z= y 3
2
x
z= y 3 z y =3 y 2
sehingga didapatkan 2 yang merupakan solusi dari di
2
seluruh R .
(e) ( y + z) z x + y z y =x y
Jawaban:
Dari persamaan di atas, nilai P=( y + z ) ,Q= y , dan R=(x y) .
u1 ,u 2 u3 ,
Untuk mencari ,dan selesaikan sistem persamaan berikut:
dx dy dz dx dy dz
= = = =
P Q R ( y + z) y (x y )
d (x + z ) dy
1. =
Pilih persamaan ( y + z ) +( x y) y
d(x+z) dy
=
( y + z ) +( x y) y
20
d(x + z ) dy
=
( x + z) y
d(x+z) dy
( integralkankedua ruas ) =
(x + z) y
ln (x + z)+ c1=ln y+ c 2
c 3=ln ( x + z )ln y
x+ z
c 3=ln
y
x+ z
ln
e c =e3 y
x+ z
c=
y
x+ z x+ z
u1= u=
Pilih y , periksa apakah 1 y merupakan solusi?
1 x+ z 1
u1 x = , u1 y = ,u1 z=
y y 2
y
u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u1 u u
P +Q 1 + R 1 = ( y+ z ) u1 x + y u1 y +( x y )u 1 z
x y x
y +z x+ z x y
+
y y y
21
y + zx z+ x y
y
x+ z
u1=
Jadi, y merupakan solusi.
d (x y ) dz
=
2. Pilih persamaan ( y + z ) y ( x y)
d ( x y ) dz
=
( y + z ) y ( x y)
d ( x y ) dz
=
z ( x y )
( x y ) d ( x y ) =zdz
1 1
( x y )2+ c 1= z2 +c 2
2 2
1 1
c 3= (x y)2 z 2
2 2
2 2
2 c3 =( x y ) z
c=(x y)2 z2
2 2 2 2
Pilih u2=(x y ) z , periksa apakah u2=( x y ) z merupakan
solusi?
u2 x =2 ( x y ) , u2 y =2( x y ), u2 z=2 z
22
u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u2 u u
P + Q 2 + R 2 =( y+ z ) u2 x + y u2 y +( x y)u2 z
x y x
( y + z ) ( 2 ( x y ) ) + y (2 ( x y ) ) +(x y ) (2 z )
2 y ( x y ) +2 z ( x y ) 2 y ( x y )2 z (x y )
2 2
Jadi, u2=(x y ) z , merupakan solusi.
d( y+ z ) dx
3. Pilih persamaan =
y +( x y ) y + z
d( y+ z ) dx
=
y +(x y ) y + z
d ( y + z ) dx
=
x y+z
( y+ z ) d ( y + z )=xdx
1 1
( y + z)2 +c 1= x 2 +c 2
2 2
1 1
c 3= ( y + z )2 x 2
2 2
2 2
2 c3 =( y + z ) x
c=( y+ z)2x 2
2 2 2 2
Pilih u3=( y + z) x , periksa apakah u3=( y + z) x merupakan solusi?
23
u3 x =2 x , u3 y =2( y+ z) ,u 3 z =2( y + z)
u3 u u
Substitusi pada P + Q 3 + R 3 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u3
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u3 u u
P + Q 3 + R 3 =( y + z ) u3 x + y u3 y +(x y)u3 z
x y x
( y + z )(2 x ) + y ( 2 ( y+ z ) ) +(x y ) ( 2( y + z ) )
2 x ( y+ z ) +2 y ( y+ z ) +2 x ( y + z )2 y ( y + z )
2 2
Jadi, u3=( y + z) x merupakan solusi.
Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi dari 3 solusi
u2 u3
yang tersedia, misalkan diambil dan . Lakukan pengecekan terlebih
u2 u3
dahulu apakah dan bebas secara fungsional atau tidak. Cara
grad u2 x grad u3 u2 u3
, bila hasilnya bukan nol, maka dan bebas secara
fungsional.
| |
i j k
u2 u 2 u2
grad u2 x grad u3= x y z
u3 u 3 u3
x y z
| |
i j k
2( x y ) 2( x y ) 2 z
2 x 2( y + z) 2( y + z )
24
[2 ( x y ) .2 ( y + z ) 2 z .2 ( y + z ) ] ,
[ ( 2 ( x y ) .2 ( y+ z ) ) 2 z (2 x ) ] ,
4 y ( yx ) 4 z ( x+ z ) ,4 y ( x yz ) ,
4 x ( zx )+ 4 y (2 x y z) )
0 x , y , z 0 . Jadi, u2 u3
Nilainya asalkan dan bebas secara
fungsional.
u u3
Karena 2 dan bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu
u2 u3
integral umum dari dan . Integral umumnya adalah
F ( ( x y )2z 2 ,( y + z )2x 2) =0
F ( u2 , u3 )=u 2+u 3
maka
F ( ( x y )2 z2 , ( y+ z )2 x2 ) =0
( x y)
2 2 2
( 2z )+( ( y + z ) x )=0
( x 22 xy + y 2 z2 ) +( y 2 +2 yz+ z 2x 2 )=0
2 y 2 2 xy +2 yz=0
2 y ( yx + z )=0
yx + z=0
z=x y
( y + z ) z x + y z y =x y 2
di seluruh R .
25
2
(f) x z x + y z y =xy (z + 1)
(g) x ( yz )z x + y ( zx )z y =z (x y)
z z y = y
(h)
2.2. Perlihatkan bahwa integral umum dari relasi Euler (1.7) mengarahkan kita kepada
variabel. Periksa bahwa solusi tersebut merupakan fungsi homogen dengan derajat
n .
Jawaban:
x z x + y z y =nz
Relasi Euler :
dx dy dz dx dy dz
= = = =
P Q R x y nz
dx dy
=
1. Pilih persamaan x y
dx dy
=
x y
dx dy
( integralkankedua ruas ) =
x y
ln x+c 1=ln y +c 2
y
c 3=ln
x
y
ln
e c =e
3 x
y
c=
x
y y
u1= u=
Pilih x , periksa apakah 1 x merupakan solusi?
26
Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat
y 1
u1 x = , u1 y = ,u 1 z=0
x 2
x
u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u1 u u
P +Q 1 + R 1 =x u1 x + y u1 y + nz u1 z
x y x
x
( x y )+ y ( 1x )+nz ( 0)
2
y y
+ +0
x x
y
u1=
Jadi, x merupakan solusi.
dx dz
=
2. Pilih persamaan x nz
dx dz
=
x nz
dx dz
( integralkankedua ruas )
x nz
=
1
ln x+ c 1= ln z +c 2
n
1
ln x+ c 1=ln z n + c2
1
c 3=ln z n ln x
27
1
n
z
c 3=ln
x
1
zn
ln
c3 x
e =e
1
zn
c=
x
1 1
zn zn
Pilih u2= , periksa apakah u2= merupakan solusi?
x x
u2 u u
Substitusi pada P + Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u2 u u
P + Q 2 + R 2 =x u2 x + y u2 y +nz u 2 z
x y x
1 1
( ) ( )
1
n n
z z
x 2
+ y ( 0 ) +nz
x nx
1 1
n n
z z
+0+
x x
1
n
z
Jadi, u2= , merupakan solusi.
x
28
Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi yang tersedia, yaitu
u1 u2 u1 u2
dan . Lakukan pengecekan terlebih dahulu apakah dan
bebas secara fungsional atau tidak. Cara melakukan pengecekan bebas secara
grad u1 x grad u2
fungsional adalah dengan menghitung , bila hasilnya bukan nol,
u1 u2
maka dan bebas secara fungsional.
| |
i j k
u1 u1 u1
grad u1 x grad u2= x y z
u2 u2 u2
x y z
| |
i j k
y 1
0
2
x
x1 1
1
z n zn
0
x2 nx
1 1 1
( )
1 1
zn y zn zn
, ,
n x2 n x3 x3
u u2
Nilainya 0 asalkan x 0 . Jadi, 1 dan bebas secara fungsional.
u1 u2
Karena dan bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu
1
n
u1 u2 y z
integral umum dari dan . Karena u1= dan u2= , dapat kita lihat
x x
u1
bebas dari z, sehingga integral umum dapat ditulis sebagai berikut
u2 (x , y , z)=f (u1 (x , y))
1
dengan f adalah fungsi C dari satu variabel. Sehingga
29
1
n 1
z y y
u2 ( x , y , z )=f ( u1 ( x , y ) )
x
=f
x ()
z n =xf
x ()
n
z= xf
( ( ))y
x
n
y
z=x n f ( ( )) x
n
n
y
n
z ( x , y ) =x f
x ( ( )) merupakan fungsi yang homogen pada derajat n atau
f ( tx , ty ) =t n f ( x , y ) 1
untuk setiap t R .
1
Ambil sebarang t R ,
n n
ty y
n
z ( tx , ty ) =( tx ) f ( ( ))
tx
n
=t x fn
x ( ( )) =t n z ( x , y)
1 n
Karena untuk sebarang tR z memenuhi f ( tx , ty ) =t f ( x , y ) maka untuk
2.3. Tunjukan bahwa (2.11) adalah solusi umum dari (2.10). Lebih tepat lagi, buktikan
30
2
dx /a=dy /b pada domain di R , misalkan z(x, y) dari solusi umum
fakta bahwa u dan z memenuhi (2.10) dan fakta bahwa a dan b tidak
( z , u)
kosong secara simultan untuk menunjukan bahwa (x , y) = 0. Kemudian
Cari satu integral pertamanya. Bukan pekerjaan mudah untuk mencari sebuah
integral pertama yang kedua.
Jawaban:
dy dz
=
Pilih persamaan y ( 1z ) ( y1 ) z
dy dz
=
y ( 1z ) ( y1 ) z
31
( y 1 ) dy ( 1z ) dz
=
y z
1( 1y ) dy =( 1z 1) dz
( integralkankedua ruas ) 1 ( 1y ) dy = ( 1z 1) dz
yln y +c 1=ln z z+ c2
c= y + zln y ln z
c= y + z( ln y + ln z )
c= y + zln yz
c= y + z +ln ( yz )1
1
c= y + z +ln
yz
1
u= y+ z + ln u
Pilih yz , periksa apakah merupakan integral pertama atau
bukan?
1 1 1 1 1 1
z y ( )
u x =0,u y =1+ yz . . 2 =1 ,u z=1+ yz . . 2 =1
y y z z ( )
u u u
P +Q +R
Substitusi pada x y x dan periksa apakah bernilai nol atau tidak?
u2
(Bila bernilai nol, maka adalah integral pertama.)
u u u
P +Q +R =1 ux + y ( 1z ) u y + ( y1 ) z u z
x y x
32
1 1
1 ( 0 )+ y ( 1z ) 1 ( y )
+ ( y1 ) z 1
z( )
0+ y ( 1z ) ( y1
y )
+ ( y1 ) z (
z1
z )
0+ ( 1z ) ( y1 ) + ( y1 ) ( z1 )
0+ y1zy + z+ yz yz +1
1
u= y+ z + ln
Jadi, yz merupakan integral pertama.
2.5. Anggap pdp kuasi linier oder pertama dalam variabel yang tak diketahui, z ,
x 1 , ... , x n ,
dan n variabel bebas
(2.12) P1 ( x , z ) z x + + Pn ( x , z ) z x =R (x , z)
1 n
C1 pada suatu domain pada Rn+1 dan tidak hilang secara simultan pada
(a) Definisikan apa yang dimaksud dari solusi (2.12) di suatu domain pada
n
R .
pada
(2.13) P1 ( x , z ) u x ++ P n ( x , z ) ux + R ( x , z ) u z =0
1 n
33
Solusi ini u(x , z ) adalah integral pertama dari bidang vektor V ( x , z ) atau
menghasilkan sebuah solusi dari (2.12), jika (2.15) dapat diselesaikan dalam
z .
F ( u1 , ,u n ) C1 n
Di mana adalah sebuah sembarang fungsi dari
variabel dan (16) adalah n integral pertama yang bebas fungsional dari
x 1 z x + x 1 x 2 z x + z z x =z
(b) 1 2 3
34
3. Masalah Nilai Awal untuk Persamaan Kuasi Linier Orde Pertama.
Keberadaan dan Keunikan Solusi.
Pada bagian ini, akan dibahas masalah nilai awal, atau masalah Cauchy, untuk
persamaan diferensial parsial kuasi linier orde pertama.
(3.1) P ( x , y , z ) z x +Q ( x , y , z ) z y =R( x , y , z )
Ingat kembali bahwa masalah nilai awal untuk sebuah persamaan diferensial biasa orde
pertama menginginkan sebuah solusi dari persamaan yang diberikan pada sebuah titik
1
di R . Masalah nilai awal untuk persamaan diferensial parsial (3.1) menginginkan
2
solusi dari (3.1) yang telah diberi nilai pada suatu kurva yang diberikan pada R .
(3.2) x=x 0 ( t ) , y = y 0 (t ) ; t I
yang diberikan pada C1 ( I ) . Fungsi z 0 (t) dapat dianggap sebagai fungsi yang
2
menginginkan sebuah fungsi z=z ( x , y ) terdefinisi pada sebuah domain dari R
z0
(ii) Pada kurva C , z sama dengan fungsi yang diberikan, contohnya,
(3.3) z ( x 0 ( t ) , y 0 (t ) ) =z 0 ( t ) , t I .
35
z0
Kurva C disebut kurva awal dari persoalan, sementara fungsi disebut data awal.
Gambar 3.1
Jika dipandang suatu solusi z=z (x , y ) dari (3.1) sebagai solusi permukaan dari
(3.1), dapat diberikan suatu pernyataan geometri sederhana dari masalah di atas yaitu
~
cari sebuah solusi permukaan dari (3.1) yang memuat kurva C di R3, dideskripsikan
menggunakan metode untuk membentuk suatu integral permukaan dari medan vektor
36
(x 0 , y 0 , z0 ) ~
Misalkan merupakan suatu titik dari sebuah kurva C yang
t=t 0 I
bersesuaian dengan nilai parameter ; sebagai contoh
~
( x 0 , y 0 , z0 ) =( x 0 (t 0 ), y 0 (t 0), z 0 (t0 )) . Misalkan merupakan domain di R3 yang
x ,y ,z
memuat ( 0 0 0 ) dan misalkan
(3.5) u( x , y , z)=0
(3.7) u ( x 0 ( t ) , y 0 ( t ) , z 0 ( t ) )=0
Misalkan, selanjutnya,
(3.8) u z (x 0 , y 0 , z 0 ) 0
Kemudian, oleh Lemma 2.1, persamaan (3.5) secara implisit mendefinisikan suatu
37
Gambar 3.2
Dengan menggabungkan pengamatan di atas dengan teorema 4.2 bab II diperoleh
teorema dasar berikut.
Teorema 3.1.
~
Misalkan P ,Q , R adalah kelas C1 dalam dari R3 yang
d y 0 (t 0) d x (t )
(3.9) P( x o , y 0 , z 0) Q(x 0 , y 0 , z 0 ) 0 0 0
dt dt
Bukti:
38
Catat bahwa kondisi pertama (3.9) menyebabkan vektor V =( P ,Q , R) tidak
~ ( x o , y 0 , z 0)
bersinggungan dengan kurva C pada titik (mengapa?). Dengan
teorema 4.2 bab II dikatakan bahwa pada lingkungan dari ( x o , y 0 , z 0) terdapat integral
~
permukaan yang unik dari persamaan (3.6) yang memuat bagian dari C di
lingkungan ini. Integral permukaan ini dapat ditulis dalam bentuk (3.5). Untuk
menunjukkan kondisi (3.8) terpenuhi dapat diselesaikan (3.5) untuk z. Kondisi (3.8)
dilanjutkan dari kondisi (3.9). Pada kenyataannya, pada titik ( x o , y 0 , z 0) , grad u adalah
~ u V xT .
C (dari persamaan (3.7)). Oleh karena itu, grad sejajar dengan
dari grad u berbeda dengan nol pada (x o , y 0 , z 0) , yang berarti bahwa kondisi (3.8)
terpenuhi.
Keunikan dari teorema dilanjukan dari fakta bahwa setiap kurva integral dari V
~
melewati suatu titik dari C harus berada pada solusi permukaan dari (3.1) yang
~
memuat C .
39
Secara geometri, kondisi (3.9) menyatakan bahwa proyeksi dari vektor
pada (x o , y 0 ) .
Metode konstruksi solusi untuk masalah nilai awal terdiri atas melihat kondisi awal
~
sebagai suatu kurva yang diberikan C di R3 dan membentuk, dengan metode bagian
V =(P ,Q , R) ~
4 bab II, permukaan integral dari yang memuat kurva C . Kondisi
(3.9) dari teorema 3.1 menjamin bahwa dapat diselesaikan persamaan (3.5) dari
~ z0
kurva awal C dan data awal . Dapat diilustrasikan metode solusi ini dalam
contoh berikut.
Contoh 3.1
Perhatikan persamaan kuasi linier
(3.10) ( y + z ) z x + y z y =x y
Cari solusi z=z ( x , y ) dari persamaan (3.10) dimana kurva awal C mempunyai nilai
(3.12) z=1+ x
Pertama, nyatakan kondisi awal (3.11) dan (3.12) dalam bentuk parametrik. Kurva
C diberikan oleh
(3.13) x=t , y=1 ; <t<
40
(3.14) z=1+t
Pada bentuk geometri masalah yang ada adalah mencari solusi permukaan z=z (x , y )
~
dari persamaan (3.10) yang berisi kurva C yang diberikan oleh
~
dan pada kurva C ,
dy dx
P Q = (1+1+t ) 01 1=1
dt dt
~
Jadi, kondisi (3.9) terpenuhi pada setiap titik dari C dan dengan teorema 3.1
diketahui bahwa ada solusi unik/tunggal untuk masalah pada persekitaran dari setiap
titik di C. Dengan menggunakan metode yang telah dideskripsikan dalam bagian 4, bab
II, untuk mencari solusi. Sistem persamaan yang berkaitan dengan medan vektor V
adalah
dx dy dz
= =
y+z y x y
Sistem ini diselesaikan dalam contoh 2.3 bab II dimana ditemukan dua buah integral
pertama
x+ z 2 2
u1= ,u 2=(x y) z
y
Integral pertama ini terdefinisi dan bebas secara fungsional dalam domain y >0 yang
~ V ~
memuat kurva C . Untuk mencari integral permukaan dari yang berisi C
dihitung
U 1=1+2 t , U 2=4 t
41
dan dengan mengeliminasi t diperoleh
2U 12+U 2=0
Persamaan ini memiliki dua solusi untuk z dan untuk memilih satu yang diinginkan,
Ini diserahkan kepada pembaca untuk memeriksa bahwa persamaan (3.17) memenuhi
persamaan diferensial parsial (3.10) dan kondisi awal persamaan (3.11) dan (3.12) dan
oleh karena itu, solusi yang diisyaratkan pada masalah nilai awal. Catat bahwa solusi
Kita tutup subbab ini dengan aplikasi teorema 3.1 untuk menlanjutkan masalah
nilai awal khusus yang sering muncul dalam aplikasi,
(3.18) P ( x , y , z ) z x +z y =R ( x , y , z)
(3.19) z ( x , 0 )=f ( x ) ,
untuk kasus itu, kondisi (3.9) selalu memenuhi setiap titik kurva awal, yang dalam
kasus ini merupakan sumbu x . Untuk itu teorema 3.1 mengakibatkan adanya
Akibat 3.1
1 3
Misalkan P dan R merupakan kelas C di R dan f
42
Soal
3.1. Selesaikan masalah nilai awal berikut. Deskripsikan dengan hati-hati domain dari
solusi-solusinya.
z + z =z ; z=cos t
(a) x y pada kurva awal C: x=t , y=0,<t <
Jawaban:
Pertama nyatakan kondisi awal dari soal di atas pada bentuk parametrik.
Kurva C diberikan sebagai berikut
x=t , y=2t , <t <
dx dz
=
x2 z 2
43
2 2
x dx=z dz
2 2
(integralkan kedua ruas) x dx= z dz
1 1
+ c1 = + c2
x z
1 1
c=
z x
1 1 1 1
u1= u1=
Pilih z x , periksa apakah z x merupakan solusi?
u1
Turunkan terhadap x , y , dan z
1 1
u1 x = 2
, u1 y =0, u1 z = 2
x z
u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u1 u u
P +Q 1 + R 1 =x 2 u1 x + y 2 u 1 y + z 2 u 1 z
x y x
x2
( x1 )+ y ( 0 )+ z ( 1z )
2
2 2
2
1+ 01
1 1
u1=
Jadi, z x merupakan solusi.
dy dz
=
2. Pilih persamaan y2 z2
dy dz
=
y2 z2
44
y2 dy =z2 dz
( integralkankedua ruas ) y2 dy = z2 dz
1 1
+ c 1= + c 2
y z
1 1
c=
z y
1 1 1 1
u2= u=
Pilih z y , periksa apakah 2 z y merupakan solusi?
1 1
u2 x =0,u2 y = 2
, u2 z= 2
y z
u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u2 u u
P + Q 2 + R 2 =x2 u2 x + y 2 u 2 y + z 2 u2 z
x y x
1
x2 ( 0) + y2
( ) ( )
y 2
1
+ z2 2
z
0+11
1 1
u2=
Jadi, z y , merupakan solusi.
u1 u2
Lakukan pengecekan apakah dan bebas secara fungsional atau
45
grad u1 x grad u2 u1 u2
menghitung , bila hasilnya bukan nol, maka dan
| |
i j k
u1 u1 u1
grad u1 x grad u2= x y z
u2 u2 u2
x y z
| |
i j k
1 1
0
x2 z2
1 1
0
y2 z2
1 1 1
( 2 2
, 2 2, 2 2
y z x z x y )
1 1 1 1
u1= u2=
Nilainya 0 asalkan x , y , z 0 . Jadi,
z x dan z y bebas
secara fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
1 1
U 1=1 dan U 2=1 2 t
t
46
1 y+ 2 x + xy
=
z xy
xy
z=
y +2 x+ xy
2
t
(c) x ( y z ) z x + y ( z x ) z y =z ( x y ) ; z=t pada kurva awal C: (1), 0<t <1
x =t , y=2 t /
Jawaban:
Pertama nyatakan kondisi awal dari soal di atas pada bentuk parametrik.
Kurva C diberikan sebagai berikut
x=t , y=t , t>0
47
dx dy
=
1. Pilih persamaan x y
dx dy
=
x y
dx dy
=
x y
dx dy
(integralkan kedua ruas) =
x y
ln x+ c 1=ln y+ c 2
c 3=ln x +ln y
c 3=ln xy
c3 ln xy
e =e
c=xy
u1=xy u1=xy
Pilih , periksa apakah merupakan solusi?
u1
Turunkan terhadap x , y , dan z
u1 x = y , u1 y =x ,u 1 z=0
u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u1 u u
P +Q 1 + R 1 =x u1 x y u1 y +( 0)u1 z
x y x
x ( y ) y ( x ) + ( 0 ) 0
xyxy +0
u1=xy
Jadi, merupakan solusi.
48
dx dz
=
2. Pilih persamaan x 0
dx dz
=
x 0
0=dz
dz=0
z+c1 =0
c=z
u2=z u2=z
Pilih , periksa apakah merupakan solusi?
u2 x =0,u2 y =0 ,u 2 z=1
u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u2 u u
P + Q 2 + R 2 =x u2 x y u 2 y +(0)u 2 z
x y x
x ( 0 ) y ( 0 ) +(0) ( 1 )
0+0+ 0
u2=z
Jadi, , merupakan solusi.
u1 u2
Lakukan pengecekan apakah dan bebas secara fungsional atau
49
grad u1 x grad u2 u1 u2
menghitung , bila hasilnya bukan nol, maka dan
| |
i j k
u1 u1 u1
grad u1 x grad u2= x y z
u2 u2 u2
x y z
| |
i j k
y x 0
0 0 1
( x , y ,0 )
fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
2 2
U 1=t dan U 2=t
Lakukan eliminasi t, sehingga kita dapatkan
U 1U 2 =0
x z x + y z y =z ; z=1 2
y=x ; x >0
(f) pada kurva awal C:
Jawaban:
Pertama nyatakan kondisi awal dari soal di atas pada bentuk parametrik.
Kurva C diberikan sebagai berikut
x=t , y=t 2 , t >0
dan pada C, solusi harus memenuhi nilai
50
z=1
c 3=ln xln y
x
c 3=ln
y
x
ln
e c =e
3 y
x
c=
y
51
x x
u1= u1=
Pilih y , periksa apakah y merupakan solusi?
u1
Turunkan terhadap x , y , dan z
1 x
u1 x = , u1 y = 2 ,u 1 z=0
y y
u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u1 u u
P +Q 1 + R 1 =x u1 x + y u1 y + z u1 z
x y x
x ( 1y )+ y (xy )+ z (0)
2
x x
+0
y y
x
u1=
Jadi, y merupakan solusi.
dx dz
=
2. Pilih persamaan x z
dx dz
=
x z
dx dz
( integralkankedua ruas ) =
x z
ln x+c 1=ln z+ c 2
c 3=ln zln x
z
c 3=ln
x
52
z
ln
c3
e =e x
z
c=
x
z z
u2 = u2 =
Pilih x , periksa apakah x merupakan solusi?
z 1
u2 x = , u2 y =0 , u2 z =
x 2
x
u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u2 u u
P + Q 2 + R 2 =x u2 x + y u2 y + z u2 z
x y x
x
( zx )+ y ( 0) + z ( 1x )
2
z z
+ 0+
x x
z
u2 =
Jadi, x , merupakan solusi.
u1 u2
Lakukan pengecekan apakah dan bebas secara fungsional atau
grad u1 x grad u2 u1 u2
menghitung , bila hasilnya bukan nol, maka dan
53
| |
i j k
u1 u1 u1
grad u1 x grad u2= x y z
u2 u2 u2
x y z
| |
i j k
1 x
0
y y2
z 1
0
x2 x
( 1y , xy1 , x zy )
2 2
x z
0 x , y 0 . Jadi, u1= u2 =
Nilainya asalkan y dan x bebas secara
fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
1 1
U 1= dan U 2= t
t
1 2 1
x +c 1= z 2 +c 2
2 2
1 2 1 2
c 3= x z
2 2
2 c3 =x 2z 2
c=x 2z 2
2 2 2 2
Pilih u1=x z , periksa apakah u1=x z merupakan solusi?
u1
Turunkan terhadap x , y , dan z
u1 x =2 x ,u1 y =0,u 1 z=2 z
55
u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u1 u u
P +Q 1 + R 1 =z u1 x + y u1 y + x u1 z
x y x
z ( 2 x )+ y ( 0 ) +x (2 z )
2 xz +02 xz
2 2
Jadi, u1=x z merupakan solusi.
d ( x+ z ) dy
2. Pilih persamaan =
z+x y
d ( x+ z ) dy
=
z+x y
d ( x+ z ) dy
=
x+z y
d( x+ z ) dy
( integralkankedua ruas ) =
( x + z) y
ln (x + z )+ c1 =ln y +c 2
c 3=ln ( x+ z )ln y
x+ z
c 3=ln
y
x+ z
ln
c3 y
e =e
x+ z
c=
y
56
x+ z x+ z
u2= u2=
Pilih y , periksa apakah y merupakan solusi?
1 x+ z 1
u2 x = ,u2 y = ,u 2 z=
y y 2
y
u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x
u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)
u2 u u
P + Q 2 + R 2 =z u2 x + y u2 y + x u2 z
x y x
z ( 1y )+ y (xy+ z )+ x( 1y )
2
z x+ z x
+
y y y
zx z+ x
y
x+ z
u2=
Jadi, y , merupakan solusi.
u1 u2
Lakukan pengecekan apakah dan bebas secara fungsional atau
grad u1 x grad u2 u1 u2
menghitung , bila hasilnya bukan nol, maka dan
57
| |
i j k
u1 u1 u1
grad u1 x grad u2= x y z
u2 u2 u2
x y z
| |
i j k
2x 0 2 z
1 x+ z 1
2
y y y
2 z ( x+ z ) 2 x ( x+ z )
( y
2
,
2 x +2 z
y
,
y
2 )
x+ z
Nilainya 0 asalkan y 0 . Jadi, u1=x 2z 2 dan
u2=
bebas
y
secara fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
U 1=3 t 2 dan U 2=3 t
Lakukan eliminasi t, sehingga kita dapatkan
3 U 1U 22=0
3 y 2 (x 2z 2) ( x + z)2
=0
y2 y2
3 y 2( x 2z 2 )( x + z )2=0
2 2 2 2
3 y ( x z )=( x + z )
58
2 2
3 y ( xz ) ( x+ z)=( x + z )
3 y 2 ( xz )=( x+ z )
3 y 2 xx=3 y 2 z+ z
x ( 3 y 21 )
z=
3 y 2+ 1
x ( 3 y 21 )
z=
3 y 2+ 1
P ( x , y , z ) z x +z y =R ( x , y , z)
z ( x , 0 )=f (x)
Akan dibuktikan bahwa kondisi 3.9 selalu dipenuhi pada setiap titik pada garis
awal y=0
V =( P , Q , R ) =( P , 1, R)
59
dy dx
P Q =P ( x 0 , y 0 , z 0 ) . ( 0 )1.1=1 0 (terbukti)
dt dt
P ( x , y , z ) z x + z y =R ( x , y , z ) , z ( x , y 0 )=f (x)
z x +Q ( x , y , z ) z y =R ( x , y , z) z ( x 0 , y )=f (x)
Formulasikan dan buktikan hasil eksistensi dan keunikan analog dengan yang
dinyatakan dalam akibat 3.1.
Jawaban:
P ( x , y , z ) z x + z y =R ( x , y , z ) , z ( x , y 0 )=f (x)
(1)
z x +Q ( x , y , z )=R ( x , y , z ) , z ( x 0 , y )=f ( y )
(2)
Akan dibuktikan dua masalah nilai awal di atas mempunyai penyelesaian dan unik.
Persamaan (1)
P ( x , y , z ) z x + z y =R ( x , y , z ) , z ( x , y 0 )=f ( x )
x=t , y= y 0 , <t<
V =( P , Q , R ) =( P , 1, R)
dy dx
P Q =P ( x 0 , y 0 , z 0 ) . ( 0 )1.1=1 0
dt dt
60
Jadi, P ( x , y , z ) z x + z y =R ( x , y , z ) mempunyai penyelesaian dan unik.
Persamaan (2)
z x +Q ( x , y , z )=R ( x , y , z ) , z ( x 0 , y )=f ( y )
.(2)
V =( P , Q , R ) =(1, Q , R)
dy dx
P Q =1. ( 1 )Q ( x 0 , y 0 , z 0 ) .( 0)=1 0 (Mempunyai penyelesaian dan unik)
dt dt
Dalam bagian sebelumnya, kita telah membuktikan bahwa solusi ada dan unik dari
nilai masalah awal pada persamaan (3.1)
dalam persekitaran dari titik (x0 , y0) dari kurva awal C yang mana kondisi (3.9)
dy 0 (t 0) dx (t )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) 0 0 0
dt dt
adalah terpenuhi. Dalam bahasa geometri, kondisi (3.9) berarti bahwa proyeksi dari
vektor
V ( x0 y 0 z0 ) dalam bidang (x, y) bukan gari singgung dari kurva C di (
61
x 0 y 0 . Dalam bagian ini, kita akan menunjukan bahwa jika kondisi (3.9) tidak
dy 0 (t 0) dx (t )
(4.1) P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) 0 0 =0
dt dt
Maka tidak akan ada solusi untuk masalah nilai awal, dan dalam persamaan ini
memiliki solusi yang tak terhingga banyaknya.
Kita asumsikan bahwa P dan Q yang tidak berkurang secara simultan. Perhatikan
bahwa kondisi (4.1) mengatakan bahwa komponen vector
dx 0 (t 0) dy 0 (t 0 )
P ( x0 y 0 z0 ) , Q ( x 0 y 0 z 0 ) dan , adalah proporsional, yaitu
dt dt
dx 0 (t 0 ) dy 0 (t 0)
(4.1) dt dt
= =
P ( x0 y0 z0 ) Q ( x0 y0 z0 )
Karena kondisi (4.1) tidak memiliki solusi masalah nilai awal, karena dengan
menggunakan persamaan differensial parsial (3.1) dan kondisi (4.1) kita akan
mendapat informasi yang kita dapatkan dari kondisi awal (3.3)
z ( x 0 ( t ) y 0 ( t ) ) =z 0 ( t ) ,t I
Kemudian persamaan differensial parsial dan masalah nilai awal mungkin akan
kontradiksi.
dx0 ( t 0 ) dy 0 ( t 0 )
z x ( x0 y 0 ) + z y ( x0 y0 )
dt dt
62
dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
dt dt
zx ( x0 y0 ) P ( x 0 y0 z0 ) + z y ( x0 y 0 ) Q ( x0 y0 z0 )
Q ( x0 y 0 z0 ) P ( x0 y0 z0 )
z x ( x 0 y 0 ) P ( x 0 y 0 z 0 ) + z y ( x0 y 0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 )
[ zx ( x0 y0 ) P ( x0 y0 z0 ) + z y ( x0 y0 ) Q ( x0 y0 z0 ) ]
R ( x0 y 0 z0 )
dz 0 ( t 0 )
sepanjang kurva awal C harus sama dengan dt . Tetapi dari penjabaran
dz 0 ( t 0 )
dt
R ( x0 y0 z0 )
Terjadi kontradiksi dari turunan solusi masalah nilai awal, maka muncul teorema 4.1
Teorema 4.1
Menurut kondisi (4.1) dan (4.2), tidak memiliki solusi untuk masalah nilai awal (3.1)
63
ditaksir pada ( x 0 y0 z0 ) adalah proporsional untuk turunan dari z sepanjang kurva
awal C. Karena turunan dapat diperoleh dari data awal, disana tidak terdapat solusi
untuk masalah nilai awal kecuali dua nilai sama.
V(t) =
V ( x 0 ( t ) y 0 ( t ) z 0 (t) ) , t I
C
Dan misalkan T(t) dinotasikan sebagai garis singgung vector untuk
dx 0 ( t 0 ) dy 0 ( t 0 ) dz 0 ( t 0 )
T(t) = ( , ,
dt dt dt
Kondisi (4.1) berarti bahwa proyeksi dari V (t 0) dalam bidang (x, y ) adalah
64
Gambar 4.1
Secara alternative, kondisi dari teorema 4.1 berarti bahwa V bukan garis
singgung untuk
C pada ( x 0 y0 z0 ) saat proyeksi dalam bidang (x,y) adalah garis
Jika, berdasarkan kondisi dari teorema 4.1, kami mencoba untuk mencari
solusi untuk masalah nilai awal menggunakan metode pada bagian 3, kami akan
mencari bahwa persamaan u(x, y, z) = 0 dari permukaan integral yang memuat
C tidak memecahkan nilai z sejauh ( x0 y0 z0 ) karena u ( x 0 y0 z0 ) =0.
65
dx 0 (t 0 ) dy 0 (t 0) dz 0 ( t 0 )
(4.3) dt dt dt atau
= = =
P ( x0 y0 z0 ) Q ( x0 y0 z0 ) R ( x0 y0 z0 )
(4.3)
T ( t 0 )= V ( t 0 )
C
Kita anggap hanya kondisi (4.3) terpenuhi di setiap titik dari , yaitu
(4.4) T(t)= ( t ) V (t ) , t I
C
Kondisi (4.4) berarti bahwa V adalah setiap garis singgung pada atau
C
bahwa adalah kurva integral dari V. Kondisi awal (3.3) membutuhkan
Teorema 4.2
Berdasarkan kondisi (4.4), masalah nilai awal (3.1)-(3.3) mempunyai banyak solusi
zz x + y zy =x
A. z = 2t di C
B. z = t di C
Jawab :
zz x + y zy =x
V(P, Q, R) = ( z, y, x )
dy 0 (t 0) dx (t )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) 0 0 =z ( 1 ) y ( 1 )=z y
dt dt
Untuk :
A. z = 2t
Maka,
dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) =z ( 1 ) y ( 1 ) =z y=2 tt=t
dt dt
67
Karena
dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) 0
dt dt
zz x + y zy =x
B. z=t
Mengakibatkan
dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) =z ( 1 ) y ( 1 ) =z y=tt=0
dt dt
dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) =0
dt dt
Mempunyai dua kemungkinan yaitu tidak memiliki solusi atau punya solusi
banyak.
dx 0 ( t 0 )
dt 1 1
= =
P ( x0 y0 z0 ) z t
68
dy 0 ( t 0 )
dt 1 1
= =
Q ( x0 y0 z0 ) y t
dz 0 ( t 0 )
dt 1 1
= =
R ( x0 y0 z0 ) x t
dx 0 ( t 0 ) dy 0 ( t 0 ) dz 0 ( t 0 )
Karena dt dt dt 1 maka menurut teorema 4.2,
= = =
P ( x0 y0 z0 ) Q ( x0 y 0 z0 ) R ( x0 y0 z0 ) t
bentuk
zz x + y zy =x
Hukum konservasi adalah order pertama persamaan differensial parsial kuasi linear
yang timbul dalam banyak aplikasi fisika (lihat bagian 6 untuk contoh). Mari kita
perhatikan permasalahan nilai awal berikut untuk hukum konservasi,
( 5.1 ) a ( z ) z x + z y =0 ,
( 5.2 ) z ( x , 0 ) =f ( x ) ,
69
1
Dimana a dan f menghasilkan fungsi C . Berdasarkan akibat 3.1, masalah
ini memiliki solusi yang tunggal pada suatu persekitaran dari setiap titik pada garis
awal y=0 . Dengan tujuan untuk menemukan solusi kita perhatikan persamaan
d x d y dz
= =
a (z ) 1 0
Dua integral pertama yang bebas secara fungsional dari sistim ini adalah
u1=z , u2=xa ( z ) y
Dan kemudian,
z=F ( xa ( z ) y )
Adalah suatu integral umum dari (5.1). Dengan tujuan untuk memenuhi kondisi
mungkin, solusi dari (5.1), (5.2) secara implisit didefinisikan oleh persamaan
( 5.3 ) z =f ( xa ( z ) y ) .
Menggunakan teorema fungsi implisit, mudah untuk menunjukkan (lihat soal 5.1)
bahwa solusi dari(5.1), (5.2) ada dan didefinisikan secara implisit dengan (5.3)
asalkan kondisi
70
dipenuhi.Perhatikan bahwa (5.4) selalu dipenuhi jika | y| sekecil mungkin.
Berdasarkan solusi dari persamaan (5.1) kita artikan suatu fungsi turunan z(x, y) .
terbatas sebagai sisi kiri dari (5.4) cenderung nol. Kenyataannya ketika sisi kiri dari
(5.4) menjadi nol, solusi berkembang secara diskontinu dikenal sebagai shock .
Dengan tujuan untuk melihat dan menghitung nilai dari solusi yang didefinisikan
secara implisit oleh (5.3) dan pada waktu yang sama meningkatkan pemahaman
dari persamaan
Juga memenuhi persamaan (5.3).ini berarti bahwa garis lurus pada ruang ( x, y ,z)
didefinisikan dengan pasangan dari persamaan (5.3) berada pada permukaan yang
didefinisikan oleh persamaan (5.3). ini memenuhi bahwa sepanjang garis
( 5.6 ) xa ( z 0 ) y=x 0
pada bidang (x, y) melewati titik ( x 0 ,0 ) , solusi z dari masalah nilai awal
tertarik reaksi dari solusi (setelah pasangan awal y=0 ). Jika tidak ada dua garis
pada (5.6) yang berpotongan pada setengah bidang y >0 kita simpulkan bahwa
solusi ada sebagai suatu fungsi turunan y> 0 . Jika dua garis pada (5.6)
berpotongan ketika y >0 , maka pada titik perpotongan kita memiliki sebuah
ketidakserasian karena solusi tidak bisa sama dengan dua nilai berbeda. Sebagai
contoh, misalkan
x1 dan
x2 adalah dua titik pada garis awal y=0 , misalkan
72
xa ( z 1 ) y=x 1 , xa ( z 2 ) y=x 2 ,
x 2x 1
y 0=
a ( z 1 )a ( z 2 )
(lihat gambar 5.2). pada titik ( x0 , y0 ) kita memiliki sebuah ketidakserasian karena
Garis-garis pada (5.6) sering disebut garis karakteristik untuk masalah nilai awal
( 5.7 ) z z x + z y =0 ,
( 5.8 ) z ( x , 0 )=x ,
( 5.9 ) z =( xzy )
73
Asalkan
kondisi
( 5.10 ) 1 y >0 ,
Dipenuhi. Dalam kasus ini persamaan (5.9) dengan mudah dapat diselesaikan untuk
z ,
x
( 5.11 ) z= , y <1 .
1 y
Jelas solusi terpecahkan dan shock berkembang ketika y=1 . Pada titik x0 dari
sepanjang garis
74
( 5.12 ) x + x 0 y =x 0
Disini ditampilkan dua buah aplikasi pada analisis mengenai MNA untuk hukum
kekekalan.Hukum kekekalan muncul dalam banyak topik di bidang fisika dan dalam
topik mengenai fluida tidak ental yang dapat dipadatkan.Aplikasi pertama yang
berkaitan dengan hukum kekekalan adalah topik mengenai arus lalu lintas pada
sebuah jalan raya.Aplikasi kedua berkaitan dengan aliran bergantung waktu satu
dimensi pada fluida yang dapat dipadatkan dibawah asumsi tekanan yang konstan.
Model arus lalu lintas yang didiskusikan saat ini didasarkan pada asumsi bahwa
pergerakan sebuah mobil dapat dianalogikan dengan arus pada fluida yang
kontinyu. Dimisalkan sumbu x adalah jalan raya dan arus lalu lintas pada arah
yang positif.
Misal = ( x ,t ) adalah kepadatan (mobil per satuan jarak) pada posisi ke- x di
jalan raya dalam waktu t . Dan q=q ( x , t) adalah kecepatan(rate) arus (mobil
75
Dapat diturunkan sebuah hubungan antara dan q dibawah asumsi bahwa
mobil tidak akan masuk atau keluar dari jalan raya dan ( x , y ) , q ( x , t ) adalah
fungsi C1 dari x .
Misalkan
[x 1 , x 2 ] adalah ruas dari sebuah jalan raya. Jumlah total mobil pada ruas
x2
( x , t ) dx
x1
dan perubahan waktu dari perubahan jumlah mobil pada ruas jalan ini adalah
x2 x2
d
dt x
( x ,t ) dx=
t
( x , t ) dx
1 x 1
q ( x 1 ,t )q ( x 2 , t )
dimana ini dapat mengukur waktu mobil ketika masuk ruas jalan pada
x1
x2
t ( x ,t ) dx=q ( x 1 ,t )q ( x 2 , t )
x1
atau
76
x2 x2
q
t ( x ,t ) dx= x ( x , t ) dx
x 1 x 1
x2
(6.1)
x1
[
t
( x ,t ) +
q
x ]
( x , t ) dx=0
Karena integral pada (6.1) dan karena (6.1) ada pada setiap
[x 1 , x 2 ] maka jelas
q
+ =0
t x
q ( x ,t )=G ( ( x , t ) ) ,
(6.3) q=G ( ) ,
untuk beberapa fungsi G. Asumsi ini terlihat beralasan karena kepadatan kendaraan
di sekitar kendaraan tertentu juga mengontrol kecepatan (speed) dari kendaraan
karakteristik jalan, kondisi cuaca, batas kecepatan, dan lain sebagainya. Salah satu
77
(6.4)
q=c 1( 1),
dimana
1 merupakan kepadatan maksimum (mobil per satuan jarak ketika lalu
lintas sangat padat, hingga diibaratkan bumper bertemu bumper) dan c adalah
rata-rata kecepatan bebas dimana kecepatan bebas adalah kecepatan dari sebuah
kendaraan ketika kendaraan itu bergerak bebas dari interfensi (pengaruh)
kendaraan lain. Pada umumnya, c dapat didekati oleh batas kecepatan dari
sebuah jalan raya. Ingat, berdasarkan persamaan (6.4) q=0 jika =0 atau
= 1 .
q
+ 0
t x
+
[ ( )]
c 1
1 0
t x
+
(
c 1
1 ) ( )
+c
1 0
t x
(6.5)
t
+c 12 (
1 x ) 0
d=
ruas dan didefinisiskan bahwa 1 untuk memperoleh
78
d d
(6.6)
+c ( 12 d ) =0
t x
Persamaan (6.6) merupakan salah satu contoh hukum kekekalan. Jika diberikan
kepadatan normal awal
(6.7) d ( x , 0 )=f ( x ) ,
maka, berdasarkan bagian 5, solusi MNA dari (6.6) dan (6.7) terdefinisi secara
(6.8) d=f ( xc ( 12 d ) ) .
Jika f adalah fungsi C1 maka solusi ada dan berbentuk fumgsi C1 serta
'
(6.9) 12 ct f ( x ct ( 12d ) ) > 0
dipenuhi. Jika kondisi ini pernah tidak dipenuhi, shocks akan dihasilkan pada kondisi
dimana turunan dari kepadatan mobil menjadi tak berhingga dan kepadatan
'
menghasilkan shock yang diskontinyu. Jika f ( x ) 0 x kondisi (6.9) dipenuhi
t 0 . Ini mengarah pada kesimpulan bahwa jika kepadatan mobil awal adalah
konstan atau turun pada arah arus lalu lintas maka shock tidak akan pernah
dihasilkan dan arus lalu linta s akan berjalan lancar secara kontinyu. Sebaliknya,
jika ICD (Initial Card Density=Kepadatan Mobil Awal) bertambah pada setiap jarak di
jalan raya maka akibatnya shockakan dihasilkan. Sebagai ilustrasi akan terlihat
pada contoh dibawah ini.
Contoh
79
{
1
,x 0
3
f ( x )= 1 + 5 x , 1 x 0
3 12
3
,x 1
4
Turunan dari f (x) memiliki shock pada x=0, x=1 dan teori yang dimiliki tidak
dapat dihaluskan didekat x=0 dan x=1 dengan mengganti setiap sudut pada
grafik f (x) dengan kurva belok yang halus.Oleh karena itu, penghalusan ini dapat
ini.Untungnya, efek yang dihasilkan oleh shock pada turunan dari data awal adalah
jump pada turunan solusi yang melewati sebuah garis di bidang ( x , t ) . solusi
80
masih terdefinisi secara implisit untuk sebuah t yang cukup kecil, dengan
1
Jika
x0 0 dan
d=d 0=f ( x 0 ) = xc t (12 d 0)=x 0
3 sepanjang atau:
1
(6.11)
d= pada
ct=3 ( xx 0 ) , x0 0
3
3
(6.12)
d= pada
ct=2 ( xx 0 ) , x 0 1
4
1 3
Sehingga, diperoleh
d= disepanjang garis ct=3 x dan
d= disepanjang
3 4
garis ct=2( x1) . Karena dua garis ini berpotongan pada titik ( x , ct )= ( 52 , 65 )
maka shock muncul pada titik tersebut seperti yang terlihat pada gambar dibawah
ini.
81
Jika
0 x 0 1 maka
1 5
d=d 0= + x 0 sepanjang
3 12 [ (
xct 12
1 5
+ x =x 0
3 12 0 )] atau
6( xx 0)
1 5 ct= ,0 x 0 1
d= + x 0 2
(6.13) 3 12 sepanjang
(
5 x 0
5 )
2 6
Perhatikan bahwa garis pada persamaan (6.13) melewati
( x , ct )=( , ) . Garis
5 5
1 3
bagian, yaitu bagian kiri
d= d=
3 , bagian kanan 4 dan dalam bagian segitiga
82
dengan
( 0,0 ) , ( 1,0 ) , ( 25 , 65 ) dan d diperoleh dari persamaan (6.13). Seperti terlihat
Selanjutnya, mengeliminasi
x 0 dari persamaan (6.13) akan diperoleh:
1 5( 6 x2 ct) 6 x2 ct 6
(6.14) d= + ,0 1,0 ct
3 12(65 ct ) 65 ct 5
Akibatnya, pada bagian shock solusinya memiliki jump diskontinyu san nilai dari
solusi tidak dapat dihitung dengan menggunakan analisis ini. Gambar di bawah ini
83
Kompresibel Aliran Fluida di Bawah Tekanan Konstan
Mari kita perhatikan aliran yang bergantung pada waktu dari fluida kompresibel
berdimensi satu di bawah asumsi p tekanan konstan. Jika u menunjukkan kecapatan
fluida, kecepatan dan e energi internal per satuan volume, persamaan dasar
dinamika gas :
(6.15)
ut +
uu x = 0,
84
(6.16)
t + (u)x = 0,
u
(6.17)
et + (eu) x + ( x = 0.
(6.18) u( x, 0) = f(x)
(6.19) ( x, 0) = g(x)
(6.20) e( x, 0) = h(x)
dimanaf , g dan h diberikan fungsi C1 . Menurut bagian 5, solusi dari masalah nilai
awal (6.15), (6.18) selalu ada untuk t yang cukup kecil dan didefinisikan secara
implisit oleh persamaan
(6.21) u = f (x ut)
Jika f ' (x) 0 untuk semua x, solusiya ada sebagai fungsi C1 untuk semua t
sebagai shocks, studi yang melibatkan generalisasi konsep larutan (see Noh and
1
Protter for details). Setelah u diketahui, dapat diganti atau disubstitusikan ke
dalam persamaan (6.16) dan masalah nilai awal (6.16), (6.19) kemudian dapat
diselesaikan untuk mendapatkan kepadatan . Hal ini berguna untuk mendapatkan
formula untuk dalam u (atau dipandang sebagai atau dari segi u). Untuk
85
f ' (xut)
(6.22) u x=
1+t f ' ( xut)
G(xut)
(6.23) = '
1+t f (xut)
mungkin menjadi solusi dari persamaan (6.16) (lihat juga masalah 6.5). Agar (6.23)
memenuhi kondisi awal (6.19), fungsi G harus diambil untuk menjadi g. Itu kini
tersisa sebagai latihan (masalah 6.6) untuk menunjukkan bahwa
g( xut )
(6.24) = 1+t f ' (xut)
tidak hanya memenuhi kondisi awal (6.19) tetapi juga pdp (6.16) asalkan fungsi f
masalah nilai awal (6.16), (6.19), kita menyimpulkan bahwa solusi dari masalah ini
harus diberikan oleh (6.24). Samahalnya dengan, solusi dari masalah nilai awal
(6.17), (6.20) yang diberikan oleh
h ( xut )+ p
e= p
(6.25) 1+ t f ' ( xut )
86
Penggunaannya dalam Masalah Sambungan Jaringan Telepon dan Kontrol
Penyakit Tropis
Pada bagian ini kita akan membahas penggunaan persamaan diferensial parsial
linear orde satu untuk menyelesaikan masalah probabilitas/kemungkinan, yaitu
masalah yan timbul pada penyelidikan proses tertentu seperti proses skolastik.
Jaringan telepon yang ideal memiliki jumlah saluran tak terbatas, dan asumsinya
awal mula dan akhir panggilan berada dalam interval waktu [0, ] berdasarkan
hipotesis tertentu yang kita jabarkan di bawah ini. Diketahui bilangan bulat non-
negatif n, yang digunakan dalam waktu t, 0 < t <, dengan probabilitas awal Pn(0),
0 n < , carilah probabilitas Pn(t).
kuantitas yang menghentikan lebih cepat daripada h pada h=0; i.e., lim
h0
[ ]
o ( h)
h
=0 .
Kelayakan dan validitas hipotesis ini dibahas dalam buku Feller. Hipotesisnya adalah
sebagai berikut:
87
beberapa sambungan sebanyak n dalam waktu t + h hanya jika kondisi-kondisi
berikut ini terpenuhi:
(1) Dengan waktu t, sambungan n 1 digunakan dan satu kali panggilan bermula
selama interval waktu (t,t + h).
(2) Dengan waktu t, sambungan n + 1 digunakan dan satu kali panggilan
berakhir selama interval waktu (t,t + h).
(3) Dengan waktu t, sambungan n digunakan dan tak ada pergantian yang
terjadi dalam jaringan selama interval waktu (t,t + h), dan
(4) Dua atau lebih pergantian terjadi selama interval waktu (t,t + h).
[ 1 hnh o ( h ) ] Pn (t)
Karena probabilitas poin (1), (2), dan (3) saling terpisah, jika di jumlahkan akan
menjadi seperti ini
(7.1) Pn (t+ h)=h Pn1(t )+(n+1) h Pn+ 1(t)+ ( 1 hnh ) P n (t)+o (h)
88
Yang mana berlaku untuk semua n 1 dan 0 < t < . Akan muncul persamaan
berikut ini jika n = 0
n
(7.4) G(t , s)= Pn ( t ) s
n=0
Rumus diatas dikenal sebagai fungsi hasil probabilitas untuk probabilitas Pn(t).
Sebagai konsekuensi sistem o.d.e.s (7.2), G(t,s) mesti memenuhi persamaan
diferensial parsial linear orde satu. Dengan mendiferensiasikan rumus (7.4), kita
dapatkan rumus:
G n1 n
(7.5) = nP ( t ) s = ( n+1 ) Pn+1 ( t ) s
s n =1 n n=0
G n
(7.6) = P n ( t ) s
t n=0
Substitusi rumus (7.2) dan (7.3) untuk Pn(t) ke dalam rumus (7.6), diikuti dengan
penyusunan ulang dan identifikasi rumus (7.4) dan (7.5) menghasilkan p.d.e. untuk
G
G G
(7.7)
+ ( s1 ) = ( s1 ) G
t s
89
Di sisi lain, pengetahuan tentang probabilitas awal Pn(0) menyebabkan kondisi awal
G sejalan dengan t = 0 dari bidang (t,s),
Dimana
n
(7.9) g( s)= Pn ( 0 ) s
n=0
Untuk mendapatkan solusi masalah nilai awal rumus (7.7) dan (7.8). Sistem asosiasi
o.d.e.s dari rumus (7.7) adalah
dt ds dG
= =
1 ( s1) ( s1 ) G
s
(7.10) u1=et ( s 1 ) , u2=e G
karenau1 tidak bergantung dengan nilai G, integral umum untuk rumus (7.7) adalah
u2 = f(u1)
s
(7.11) G(t , s)=e
f ( et ( s1 ) )
90
s
g( s)=e f ( s1 )
dan selanjutnya,
(s +1)
(7.12) f (s)=g ( s+1)e
(7.13)
G(t , s)=g(1+ et (s 1)) exp [
( s1)(1et ) ]
Ketika fungsi hasil probabilitas G(t,s) telah ditemukan, probabilitas Pn(t) dapat
ditemukan dari rumus yang sudah lazim untuk koefisien Taylor (7.4)
(7.14) Pn (t)=
1 n
[
n ! sn ]
G ( s , t ) s=0
Maka,
(7.16) g( s)= Pn ( t 0 ) sn =s
n=0
91
(7.17)
G(t , s)=[1+ et (s 1)]exp [
(s1)(1et ) ]
Probabilitas Pn(t) dapat ditentukan menggunakan rumus (7.14). Untuk nilai n = 0
dan n = 1 kita dapatkan
92
G G 1
(7.18)
+ ( s1 ) = vY ( t ) ( s1 ) G
t s 2
m
(7.19) G(t 0 , s)=s
dengan t = t0 dalam (t,s). Maka selanjutnya diberikan fungsi Y(t), dengan nilai
dan v konstan dan m adalah bilangan bulat nonnegatif. Ini latihan yang mudah
untuk mendapatkan integral pertama dari rumus (7.18),
1
( t ) (s1)
2
(7.20) u1 = e -t
(s 1), u2=G e
dimana
t
( t )=e t
Y ( ) e d .
0
1
( t ) (s1)
(7.21) 2
=f (et ( s1 ))
dimana f adalah nilai sembarang fungsi C1. Dengan menyelesaikan rumus (7.21)
untuk G, kita dapatkan penyelesaian rumus (7.18),
1
( t ) (s1)
G(t,s) = e2 f (et ( s1 ))
1
( t 0) (s1)
(7.22) s =m
e2 f (e t ( s1 ) )
0
93
t 0
Dimisalkan z = e ( s1 ) , kita dapatkan s = 1 + z e t 0
dan rumus (7.23)
menghasilkan
ze t
0
1 t
(t 0) ze 0
f(z) = (1 + m exp [ 2
Maka,
tt
( 0) ( s1 )
1+e
f ( e ( s1 ) )=
t
tt
( 0)(s1)
1
(t 0 ) e ,
2
exp
dan dengan substitusi rumus (7.22), kita dapatkan solusi masalah nilai awal
(7.18)dan (7.19),
tt
tt ( 0)
( 0) ( s1 ) m ( t ) ( t0 ) e ( s1)}
(7.24) G(t,s) = 1+ e exp {
1
2
94
Misalkan f sebuah fungsi C dari suatu variabel x pada interval buka
IR
1
dan misalkan
x 0 sembarang titik di I. Deret
f (n ) ( x 0 )
( 1.1 ) (xx 0)n
n=0 n!
f ( n)
menyatakan turunan ke- n dari f . Untuk sembarang fungsi f C ,
Deret Taylor (1.1) mungkin tidak konvergen atau jika ia konvergen, belum tentu
konvergen terhadap f (x) . Fungsi C khusus yang memiliki deret Taylor yang
x0 .
Definisi 1.1
Contoh
x
Deret Taylor dari fungsi f ( x )=e di sekitar titik asal adalah
f ( n) ( x 0 )
1
n ! ( 0 ) n! x n
xx n
=
n=0 n=0
95
x 1 x
Deret di atas konvergen terhadap e untuk setiap xR . Maka, fungsi e
analitik pada titik asal. Selanjutnya, fungsi tersebut analitik di seluruh garis bilangan
real R1 sehingga
1 n
e =
x 1
x , xR
n=0 n!
Contoh lain
x3 x5
sin x=x + , x R1
3! 5 !
x2 x4
cos x=1 + , x R1
2! 4!
1 2 n 0
D 1 D 2 Dn f ( x ) 0 0 0
( 1.2 ) 1 ! 2 ! n !
( x1 x1 ) ( x2 x2 ) ( x nx n)
1 2 n
(1 , , n)
0
disebut deret Taylor dari f disekitar x .
+ ++ f
1 2 n
D 1 D2 Dn f =
1 2 n
x1 x2 x n
1 2 n
96
Deret (1.2) dapat dituliskan dalam bentuk yang lebih singkat dengan notasi
=( 1 , 2 , , n )
x =x 1 x 2 x n
1 2 n
D =D 1 D 2 D n
1 2 n
!= 1 ! 2 ! n !
| |= 1 + 2+ + n
0
maka deret Taylor (1.2) dari f disekitar x dapat dituliskan dalam bentuk
D f ( x 0 ) 0
( 1.3 ) !
(xx )
|| 0
Definisi 1.2
Misalkan f C ( ) dimana adalah sebuah domain pada Rn dan misalkan
0
disebut analitik pada x . Jika f analitik pada setiap titik di maka f suatu
fungsi analitik di .
Misalkan fungsi analitik pada persekitaran titik asal dari Rn dan misalkan
97
(2.7)-(2.8) memiliki solusi
u (t , x1 , , xn ) yang terdefinisi dan analitik pada
n+1
persekitaran di titik asal di R dan solusinya unik dalam kelas fungsi analitik.
Misalkan diketahui
du
( 2.1 ) =F (t ,u)
dt
( 2.2 ) u ( 0 )=u0
adalah masalah nilai awal untuk persamaan diferensial biasa berorde satu dengan
variabel yang tidak diketahui u dan variabel bebas t .
Akan dicari solusi u (t) dari masalah (2.1)-(2.2) yang terdefinisi di beberapa
Kovalevsky menunjukkan masalah nilai awal (2.1)-(2.2) memiliki solusi u(t) yang
u u
( 2.4 )
t (
=F t , x , u ,
x )
( 2.5 ) u ( 0, x )= ( x ) .
98
adalah masalah nilai awal atau masalah Cauchy
untuk persamaan diferensial parsial berorde
satu dengan variabel tidak diketahui u dan
Akan dicari suatu solusi u(t , x ) dari masalah Cauchy (2.4)-(2.5) yang terdefinisi
awal C .
Asumsikan bahwa fungsi (x) yang diberikan, analitik pada persekitaran titik
asal di sumbu- x . Maka, dari kondisi awal (2.5) dapat dihitung seluruh turunan
n u ( ) (n )
n
0,0 = ( 0 ) , n=0,1,2,
x
memiliki solusi u ( t , x ) yang terdefinisi dan analitik pada persekitaran titik asal
dari bidang (t , x ) .
Untuk mencari deret Taylor dari u (t , x ) di sekitar titik asal, harus dihitung
99
n n
Turunan dari u/ x dapat dihitung dari kondisi awal (2.5). Dengan
mensubstitusikan pada (2.4) nilai t=0 , x=0 dan nilai u yang telah diperoleh
u u
sebelumnya. dan x pada (0,0), diperoleh nilai turunan t pada titik asal.
u
( 0,0 )=F ( 0,0, ( 0 ) , (1 ) ( 0 ) )
t
2 u
=F 1 ( t , x , u ,u x ) + F 3 ( t , x , u ,u x ) ut + F 4 ( t , x ,u , u x ) u xt
t2
dan turunannya, diperoleh semua nilai turunan parsial dari u pada titik asal.
Dt Dx u ( 0,0 )
t x
t !x!
t x
t x
( t , x )
100
Teorema Cauchy-Kovalevsky menunjukkan bahwa deret ini konvergen untuk semua
(t , x) di beberapa persekitaran U dari domain asli dan mendefinisikan solusi
Dt Dx u (0,0)
t x
( 2.6 ) u ( t , x ) = t x t x
( t , x ) t !x!
fungsi yang didefinisikan oleh (2.6) memenuhi p.d.p. (2.4) untuk setiap (t , x) U
dan kondisi awal (2.5) untuk setiap titik (0, x) dari C yang termuat di U .
Misalkan diketahui
u
( 2.7 ) =F (t , x 1 , , x n ,u , u x1 , , uxn )
t
( 2.8 ) u ( 0, x 1 , , x n )= ( x1 , , xn )
adalah masalah nilai awal (masalah Cauchy) yang melibatkan sebuah persamaan
diferensial parsial orde satu dalam satu variabel yang tidak diketahui u dan
Teorema (Cauchy-Kovalevsky)
terdefinisi dan analitik pada persekitaran di titik asal di Rn+1 dan solusinya unik
n+1
terdefinisi dan analitik di persekitaran U dari titik asal di R sehingga pada
Dt D1 D n u (0, , 0)
t 1 n
( 2.9 ) t ! 1 ! n !
( t , 1 , , n)
Contoh 2.1
Temukan semua suku yang berorde 3 dalam deret Taylor di sekitar titik asal dari
solusi masalah nilai awal
(2.10)
ut =u ux
2
(2.11) u ( 0, x )=1+x
Pada masalah ini ( x )=1+ x 2 dan fungsi adalah fungsi analitik pada
persekitaran titik asal dari sumbu-x (pada kenyataannya analitik di seluruh sumbu-
'( x)
x). u x ( 0,0 ) = =0 .
Selain itu, F ( t , x ,u , p )=up dan fungsi ini analitik di persekitaran dari (0,0,1,0) di
dan dengan menggunakan nilai yang telah diperoleh sebelumnya kita diperoleh
t x
D D u (0,0)
u ( t , x )= t x t x t x
( , )
t x
t !x!
1+ t 2 +2 tx+ x 2+
103
BAB V
PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL LINEAR
KARAKTERISTIK, KLASIFIKASI DAN BENTUK KANONIK
Dj
merupakan operator parsial diferensial x j
kita definisikan
x =x 1 x 2 x n
1 3 n
dan
D =D1 D 2 Dn
1 3 n
1+ + n x
| | pada koordinat x1 , , xn
. Maka adalah monomial dari orde , dan
104
D adalah sebuah operator parsial diferensial dari orde | | . Berdasarkan notasi
sebelumnya, maka:
||
D =
x1 x 2 x n
1 2 n
Contoh :
Maka: | | = 2 + 1 + 3 = 6
6
D =D21 D2 D33=
x 21 x 2 x 33
1
Persamaan diferensial parsial linear dari orde m di Rn adalah persamaan dengan bentuk
(1.1 a D u=f
||m
)
Dimana
a
merupakan koefesien dari bentuk a D u
Penjumlahan dari sisi kiri pada persamaan tersebut bernilai mungkin untuk indeks vector
dengan | |m . Jadi, m adalah orde tertinggi dari turunan yang terlihat dalam persamaan.
Operator diferensial parsial linear dari sisi kiri pada persamaan (1.1) akan dinotasikan dengan
P( x , D) ,
105
(1.2 P ( x , D )= a (x) D
||m
)
Jika koefesien a konstan, hanya ditulis P( D) .
Contoh 1.1
Diberikan persamaan di R2
(1.3 2 2 2
D 1 u+ sin ( x1 x 2) D 2 ux 2 D 1 D 2 u+ x1 D 2 u+ e u=cos ( x 1+ x 2 )
x2
)
merupakan persamaan diferensial parsial linear orde kedua.
Karena persamaan ini merupakan persamaan diferensial parsial linear di R2 dan merupakan
persamaan diferensial parsial linear orde kedua maka | |= 1 + 2 2 . Kombinasi ( 1 , 2 )
yang mungkin adalah (0, 0); (0, 1); (0, 2); (1, 0); (1, 1); (2, 0). Maka diperoleh koefesien-
koefesian yaitu :
( 2,0) ( 0,2) ( 1,1) 2
a ( x )=1, a ( x ) =sin ( x1 x 2 ) , a =x 2 ,
)
Contoh 1.2
2
Sebagai contoh, bentuk umum operator orde pertama di R adalah
106
(1.5 P ( x , D )=a 1( x ) D1 +a 2 ( x) D2+ c( x)
)
Contoh 1.3
Beberapa contoh penting operator persamaan diferensial linear parsial dengan koefesien konstan
adalah operator Laplace di dua variabel
(1.6 2
P ( D )=D1 + D2 ,
2
)
operator gelombang di satu variabel ruang
(1.7 P ( D )=D21D22 ,
)
dan operator panas di satu variabel ruang
(1.8 P ( D )=D21D2 .
)
x1 x2
Dalam (1.7) dan (1.8), adalah variabel ruang dan adalah variabel waktu.
Contoh 1.4
( 2,0,0 )
P ( x , D )=a ( x ) D21 +a ( 1,1,0 ) ( x ) D 1 D 2 +a( 1,0,1) ( x ) D1 D 3+ a(0,1,1 ) ( x ) D2 D3 +a (0,2,0 ) ( x ) D 22+ a(0,0,2 ) ( x ) D 23+ a(1,0,0 ) ( x ) D1+ a(0,1
Kasus khusus yang penting dengan koefisien konstan adalah operator Laplace dalam tiga
variabel
107
(1.10 P ( D )=D21 + D22+ D23 ,
)
operator gelombang di dua variabel ruang
Contoh 1.5
Operator biharmonik di R2 :
Principal part
Principal part adalah solusi dari PDP linear yang hanya bergantung pada orde tertinggi
dari persamaan yang diberikan.
(1.14)
P ( x, D )
a ( x).D
m
(1.15)
Pm ( x, D)
a ( x).D
m
1
P( x, D) D12 sin( x1 x 2 ) D22 x 22 D1 D2 x1 D2 e x2
Principal part untuk operator diferensial
1
x1 D2 e x2
karena yang digunakan adalah orde tertinggi yaitu yang berorde 2 sehingga
dihilangkan. Jadi, persamaannya menjadi:
P2 ( x, D) D12 sin( x1 x2 ) D22 x22 D1 D2
108
P ( x, D) a1 ( x) D1 a2 ( x) D2 c( x )
Kemudian Untuk orde 1 dari persamaan karena orde tertinggi
1 maka konstanta c dihilangkan. Sehingga persamaan menjadi:
(1.15) P1 ( x, D) a1 ( x) D1 a2 ( x) D2
Principal part untuk operator laplace dan operator gelombang akan sama dengan operator
P( D ) D12 D2
sebelumnya. Sementara itu principal part untuk operator panas adalah :
(1.16) P2 ( D ) D12
(1 , 2 ,..., n ) R n
Terdapat vektor yang semuanya tak nol . Jika terdapat 0,
Rn
vektor dan arahnya sama. Arah yang di definisikan dari vektor tak nol di adalah
x, D
karakteristik di titik x R n yang berhubungan dengan P . Dengan persamaan
karakteristik yaitu:
Pm ( x, ) 0
(1.17)
Pm ( x, ) 0
Persamaan karakteristik pada Sisi kiri pada operator parsial P(x,D) yaitu
D ( D1 , D2 ,..., Dn ) (1 , 2 ,..., n )
diganti oleh Sehingga persamaan karakteristik menjadi:
Pm ( x, )
a ( x). 0
m
(1 , 2 ) (0,1)
( x 1 , x 2 )=(2, 2 )
Arah adalak karakteristik di titik cocok dengan operator diatas.
109
2 2 2
1 +2 3=0
R3 . Secara umum, jika koefisien dari principal part adalah sebuah operator yang konstan
Permukaan Karakteristik
Rn x0
Misalkan ada permukaan mulus S di dan adalah titik di S. Permukaan S dikatakan
x0 x0
karakteristik di yang bersesuaian dengan P(x,D). Jika vektor normal S di mendefinisikan
arah yang bersesuaian dengan P(x,D) dan jika permukaan S adalah karakterisiti yg bersesuaian
dengan P(x,D) di semua titik di S maka S disebut permukaan karakteristik. Kurva karakteristik
R2
merupakan bagian dari permukaan karakteristik yang titik-titiknya berada di dan semua
titiknya karakteristik.
x 2= R2 x , x =(2, )
Sebuah garis di 2 di adalah karakteristik di titik ( 1 2 ) 2 yang
1
P( x, D) D12 sin( x1 x2 ) D22 x22 D1 D2 x1 D2 e x2
bersesuaian dengan operator karena vektor
1
P( x, D) D12 sin( x1 x2 ) D22 x22 D1 D2 x1 D2 e x2
bersesuain dengan operator .
110
3
Bidang x 1+ x 2 + 2 x 3=0 di R adalah permukaan karakteristik pada operator
gelombang. Karena (1,1, 2) pada bidang yang semua titiknya karakteristik yang bersesuain
2 2 2
dengan P ( D )=D1 + D 2D3 .
Gambar 1.1
Gambar 1.2
111
Soal
(1.13),
Jawab:
Principal part untuk masing-masing persamaan (1.6) (1.13) adalah:
2 2
P2 (x , D)=D1 + D 2
P2 ( x , D )=D21D22
P2 (x , D)=D21
P2 (x , D)=D21 + D 22 + D23
2 2 2
P2 (x , D)=D1 + D 2D3
P2 (x , D)=D21 + D 22
4 2 2 4
P4 (x , D)=D 1 +2 D1 D2 + D2
112
2. Metode untuk menentukan permukaan dan kurva karakteristik, Contoh-contoh
Langkah pertama untuk mencoba menemukan kurva atau permukaan karakteristik dari
sebuah operator differensial parsial linear adalah dengan menuliskan persamaan karakteristik.
Jika koefisien dari principal part dari operator adalah konstant kemudian persamaan
1, , n
karakteristik adalah sebuah polinomial homogen dalan dengan koefisien konstanta.
Contoh 2.1
Dalam R
2
misalkan P ( x , D )=D1 +c ( x ) .
1=0
Persamaan karakteristik adalah
2
Sehingga arah (0,1) adalah arah karakteristik pada setiap titik pada R . Kurva
x 2=const .
karakteristik adalah berupa garis
Contoh 2.2
2 2 2
Dalam R selesaikan operator Laplace P ( D )=D1 + D2 .
2 2
Persamaan karakteristik adalah 1+ 2 =0 .
, =(0,0)
Yang cocok dengan ( 1 2 ) .
Maka akibatnya tidak terdapat arah karakteristik sehingga operator Laplace tidak memiliki
kurva karakteristik.
113
Contoh 2.3
2
Principal Part adalah P2 ( D ) =D1 .
2
Dan persamaan karakteristik adalah : 1=0.
x 2=const .
Seperti halnya dalam contoh 2.1, kurva karakteristik adalah garis
Contoh 2.4
2 2
Persamaan karakteristik adalah 1 2=0
Kurva tangent:
( dxdt , dydt )
dx
( dy
dt dt )
,
dx
dy
dt
+
dt( )
=0
dy+ ( dx ) =0
dy= dx
dy = dx
y= x+ c
114
2= 1
Sehingga . Kurva karakteristik adalah berupa garis lurus membentuk sudut 450 garis
y=x +c 1 y=x+ c 2 0 0
dan ( lihat gambar 2.1). catatan bahwa setiap titik ( x , y )
Gambar 2.1
Contoh 2.5
1
u xx u + au t +bu=0
Persamaan C
2 u
dalam menetapkan dari (x 1 , x 2) . Principal part dari operator differensial parsial (p.d.o).
2 1 2
x t =0
Persamaan karakteristik : c2
115
, =(1, c )
Vektor yang tepat adalah vektor ( x t ) .
x+ ct=c 1 xct=c2
Kurva karakteristik berupa garis lurus dan . Ambil setiap titik pada
Contoh 2.6
Di R2 misalkan
P( x, D) a1 ( x) D1 a2 ( x) D2 c ( x)
.
m 1
Orde , principal partnya adalah
P( x, D ) a1 ( x) D1 a 2 ( x) D2
116
dx2 dx1 0
x 2 x1 c
yaitu garis .(1)
D1 x1 D2
Kurva karakteristik dari adalah solusi dari persamaan
dx 2 x1 dx1 0
x 2 x12 2 c
yaitu parabola .(2) (Lihat Gambar 2.2)
117
Gambar 2.2
Contoh 2.7
Di R2 operator
118
P( x, D) x 2 D12 D22
disebut operator Tricomi dan muncul dalam hidrodinamika. Persamaan karakteristiknya adalah
x 2 12 22 0
.
x2 0
Di setengah bidang atas, , tidak ada arah karakteristik sehingga tidak ada kurva
x2 0 x1 , x 2
karakteristiknya. Untuk , arah karakteristik di setiap titik diberikan oleh vektor
1, x2
. Seperti dalam contoh 2.6 kita menyimpulkan bahwa kurva karakteristik adalah
solusi dari persamaan
d x 1= x 2 d x 2 , x 2 0
Jadi, kurva karakteristik dua parameter satu keluarga kurva diilustrasikan pada Gambar 2.3.
119
Gambar 2.3
Sekarang kita beralih untuk contoh dalam dimensi yang lebih tinggi.
Contoh 2.8
2 2
P ( D )=D1 ++ Dn .
, , n) =(0, , 0)
satu-satunya solusi yaitu ( 1 . Oleh karena itu, tidak ada arah karakteristik
Contoh 2.9
120
n+1
Pandang operator panas di R ,
P ( D )=D21 ++ D2nD1
Contoh 2.10
n+1
Di R pandang operator gelombang
2 2 2
P ( D )=D1 ++ DnDt
Untuk mencari panjang vektor unit yang memenuhi persamaan ini, kita harus memisalkan
21+ + 2n 2t =1
maka kita harus punya t= 1/ 2 . Karena komponen dari sebuah vektor yang membentuk
sudut terhadap koordinat axis-nya adalah cosinus dari sudut tersebut, maka arah karakteristiknya
0
membentuk sudut 45 terhadap sumbu t.
Setiap permukaan n dimensi yang normal di setiap titik yang membentuk sudut 45 0 terhadap
x
( 1 , x 02 , t 0 )
0
dalam ruang tiga dimensi, dimana setiap titik adalah puncak dari characteristic
cones-nya.
Umumnya, untuk menentukan permukaan karakteristik pada tiga dimensi atau lebih adalah hal
yang sulit.
Gambar 2.4
122
Pada bagian ini kita akan mengilustrasikan bagian terpenting dari sebuah karakteristik
dengan mendiskusikan operator diperensial parsial yang paling sederhana yang mungkin,
D 1= ( x , y ) . Seperti yang telah kita lihat pada bagian
operator x pada bidang
garis y= konstanta.
Pertama tama kita lihat bahwa karakteristik adalah pengecualian untuk masalah (nilai
awal) Cauchy. Masalah Cauchy untuk suatu persamaan diferensial parsial orde pertama pada dua
variabel bebas menginginkan suatu solusi u dari persamaan pada suatu domain yang memuat
kurva c pada nilai dari u yang diberikan. Kurva c dinamakan kurva awal (manifold awal) dari
permasalahan dan pemberia, nilai u pada C dinamakan data awal. Pertama perhatikan bahwa
D1
kurva awal C bukan karakteristik terhadap . Kemudian vector normal terhadap C pada
setiap titik harus memiliki komponen yang tidak nol pada arah x dan oleh karena itu C harus
memenuhi persamaan dengan bentuk
x= ( y )
u ( ( y ) , y )=f ( y )
Dimana f(y) fungsi yang telah diberikan, persamaan diferensial (3.2) mengakibatkan sepanjang
garis y = konstanta, u(x,y) adalah konstan, bebas dari x. Oleh karena itu u(x,y) = u ( ( y ), y )
Ini merupakan solusi tunggal (unik) dari masalah (3.2), (3.3) . Perhatikan bahwa sekarang kurva
awal c adalah kurva karakteristik, misalkan garis y = 0 dan anggap masalah Cauchy
123
D 1 u=0
Gambar 3.1
Andaikan C kurva awal yang karakteristik, misalkan garis y=0 . Anggap masalah Cauchy
D1 u=0
(3.2)
(3.4) U ( x , 0 )=f ( x )
Dimana f adalah fungsi yang diberikan. Jika f merupakan fungsi yang tidak konstan
maka f tidak dapat dijadikan sebagai solusi untuk masalah (3.2) dan (3.4) karena persamaan
diferensial pada (3.2) kontradiksi dengan kondisi awal (3.4) pada garis awal y=0 ( c
Jika f ( x )=c untuk setiap x maka untuk sebarang fungsi g( y ) yang memenuhi kondisi
( 0 )=c , fungsi
124
u ( x , y )=g( y)
Cauchy yang diberikan tidak akan ada solusi atau memiliki tak hingga banyaknya solusi.
Ciri penting karakteristik adalah karakteristik merupakan suatu solusi persamaan diferensial
D1 f
parsial atau turunan fungsi yang tidak kontinu. Untuk kasus operator . Jika fungsi
dengan variabel tunggal, maka u ( x , y )=f ( y ) adalah solusi dari persamaan diferensial
D 1 u=0 y0
. Jika f memiliki fungsi yang tidak kontinu tangga di titik maka solusi
u( x , y ) y= y 0
memiliki fungsi yang tidak kontinu tangga di garis yang merupakan garis
f '( y) y0 u/ y
karakteristik. Jika memiliki fungsi tidak kontinu tangga di titik maka
y= y 0
memiliki fungsi tidak kontinu tangga di garis yang merupakan garis karakteristik.
Karakteristik berperan penting dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial orde pertama.
Sebagai contoh, solusi dari persamaan
u x =f ( x , y )
(3.5)
Diberikan oleh
x
(3.6) u ( x , y )= f ( , y ) d
x0
125
Dimana integral tersebut merupakan integral garis yang menjadi kurva karakteristik
diferensial parsial (pdp) pada (3.5) sebenarnya merupakan persamaan diferensial biasa (pdb).
Fakta ini umumnya benar untuk semua pdp linear orde pertama dan untuk menyelesaikan
masalah nilai awal persamaan ini, dapat diselesaikan dengan menyelesaikan masalah nilai awal
untuk pdb.
Karakteristik dapat digunakan untuk mengenalkan koordinat baru dalam persamaan diferensial
yang memiliki bentuk yang sederhana yang disebut persamaan bentuk kanonik (bentuk
alternatif).
Soal
D1 u=0 y=x
2
Anggap masalah nilai awal untuk persamaan dengan kurva awal parabola .
Perhatikan bahwa kurva ini karakteristik di (0,0) tapi tidak karakteristik di titik lainnya.
Tunjukkan bahwa kecuali data awal yang memenuhi kondisi ini, masalah nilai awalnya tidak
memiliki solusi global. Bagaimanapun, jika P sebarang titik dari kurva awal yang berbeda
dengan (0,0) , tunjukkan bahwa masalah nilai awal selalu memiliki sebuah solusi dalam suatu
Jawab:
D 1 u=0 U ( x , y )=c dengan c konstanta memiliki kurva karakteristik y= konstanta
2 2
sehingga titik (0, c) terletak di kurva tersebut. y=x yx =0 maka
2
U ( x , y )= y x =0 . Karena x=0 (dari titik (0, c) maka y yang memenuhi hanya
126
2 2
Misalkan U ( x , y )=c 0 , sedangkan y=x yx =0 maka U ( x , y )=c 0 jelas
Misalkan P=(a , b)(0,0) , karena P terletak pada kurva y=x 2 maka b=a2 , untuk
>0 maka persekitaran V (a , b) akan ada sebuah solusi yaitu yang memuat titik ( 0,0 )
2
dan kurva y=x .
Untuk P=(0,0) dan untuk >0 maka persekitaran V (0,0) akan ada sebuah solusi
4. Masalah Nilai Awal untuk Persamaan Linear Orde Pertama dalam Dua Variabel
Bebas
Dalam subbab ini kita memandang masalah nilai awal untuk persamaan linear orde
pertama dalam dua variabel bebas secara umum. Karena persamaan linear adalah kasus khusus
dari persamaan quasi-linear, maka cara untuk menentukan keberadaan dan solusi tunggal yang
bisa didapat mengikuti cara dari bab sebelumnya, yakni tentang persamaan quasi-linear.
Masalah Nilai Awal
Misalkan diberikan kurva awal C secara parametris oleh persamaan :
( 4.1 ) x=x o (t ) y= y 0 ( t ) t I
1
Dimana x=x o (t ) , y= y 0 ( t ) C (I ) . Temukan suatu fungsi u(x , y ) yang didefinisikan
a ( x , y ) ux +b ( x , y ) u y +c ( x , y ) u=f ( x , y )
(4.2)
ii) Pada kurva C,
u ( x 0 ( t ) , y 0 ( t )) = ( t ) , t I
(4.3)
127
1
Untuk (4.2), kita asumsikan bahwa a,b,cC , dan a,b adalah koefisien dari principal
part dari (4.2) yang tidak nol secara bersamaan pada titik di .
Teorema 4.1
x ,y
Misalkan ( 0 0 ) adalah titik dari kurva awal C, dan anggap C bukan karakteristik pada
( x0 , y0) yang mengacu pada persamaan (4.2). maka suatu persekitaran U dari ( x0 , y0 ) ,
adalah suatu solusi tunggal dari (4.2), yang memenuhi (4.3) disetiap titik di C yang dimuat di U
t0 (x 0 , y 0 ) , maka vector
Jika nilai awal kurva parameter t sesuai dengan titik
0= ( dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
dt
,
dt ) normal terhadap C pada (x 0 , y 0 ) , dan C bukan karakteristik pada
(x 0 , y 0 ) 0 (x 0 , y 0 ) ,
artinya tidak memenuhi persamaan karakteristik dari (4.2) pada
yaitu
dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
( 4.4 ) a ( x , y ) b ( x , y ) 0
dt dt
Ini memenuhi kondisi (3.9) pada Teorema 3.1 di BAB III khusus untuk menyajikan kasus linear.
Secara singkat, Teorema 4.1 menegaskan keberadaan dan ketunggalan solusi dari
masalah nilai awal (4.2), (4.3) di persekitaran dari setiap titik dari awal kurva C dimana C bukan
karakteristik sehubungan dengan persamaan.
Perbedaan antara kasus linear dan quasi-linear harus secara cermat dicatat. Pada kasus
quasi-linear, kondisi dasar (3.9) pada Teorema 3.1 pada BAB III tidak hanya melibatkan
persamaan diferensial dan kurva tetapi melibatkan juga data awal. Pada kasus linear, kondisi
awal (4.4) hanya melibatkan persamaan dan kurva awal dan tidak melibatkan data awal.
Kata karakteristik dapat digunakan (dan sering digunakan) pada kasus quasi-linear dan
nonlinear serta dalam kasus linear. Sehingga kondisi awal (3.9) pada Teorema 3.1 dapat
128
dinyatakan dengan mengatakan bahwa kurva awal C bukan karakteristik pada ( x0, y0)
sehubungan dengan persamaan diferensial dan diberikan data awal. Namun pada buku ini kita
telah memilih untuk menggunakan kata karakteristik hanya pada kasus linear.
Berikut ini masalah nilai awal khusus yang sering muncul dalam aplikasi:
a ( x , y ) ux +u y + c ( x , y ) u=f ( x , y )
(4.5)
(4.6) u ( x , 0 )= ( x )
Perhatikan bahwa kurva awal pada masalah ini adalah sumbu-x. Karena vector (0,1) normal
terhadap sumbu-x dan karena
a ( x , 0 ) .0+1.1 0
Akibat 4.1
x ,0
Misalkan ( 0 ) adalah sebarang titik pada sumbu x dan misalkan a, c, dan f adalah dari
kelas C1 dalam suatu himpunan buka yang memuat ( x 0 ,0 ) dan adalah dari kelas C1
x0 ( x 0 ,0 ) terdapat
dalam suatu interval buka yang memuat . Maka, dalam persekitaran
Contoh 4.1
Selesaikan masalah nilai awal
y u x +u y =x
(4.7)
(4.8) u ( x , 0 )= x2
Penyelesaian:
129
Persamaan (4.7) bersesuaian dengan persamaan (4.5)
a ( x , y ) ux +u y +c ( x , y ) u=f ( x , y )
dimana
a ( x , y )= y
c ( x , y )=0
f ( x , y ) =x
dimana
( x )=x 2
Berdasarkan Akibat 4.1 maka, terdapat solusi tunggal dari masalah ini pada persekitaran di setiap
titik pada sumbu x. Akan dicari sebuah solusi umum yang valid pada bidang ( x , y ) . Dengan
menggunakan sistem persamaan diferensial biasa yang berkaitan dengan persamaan diferensial
parsial (4.7), yaitu
dx dy du
= =
P Q R
dx dy du
= =
(4.9) y 1 x
dx= ydy
dx= ydy
130
1
x+ c= y 2+ c 0
2
1
x y 2=c 0c
2
1
x y 2=c 1
(4.10) 2
1 2
u1 ( x , y , u ) =x y
Jadi, 2
1
u1 ( x , y , u ) =x y 2
Apakah 2 solusi?
1
u1 ( x , y , u ) =x y 2
(Apakah 2 integral pertama dari (4.9)?)
u1 Pu x +Q u y + Ru u=0
Substitusi ke
u x =1,u y = y , uu =0
y u x +u y + x u u=0
y (1 ) +1 ( y )+ x (0)=0
1
u1 ( x , y , u ) =x y 2
Jadi, 2 adalah integral pertama dari (4.9).
1 2
u1 ( x , y , u ) =x y
Jadi, 2 adalah solusi.
Misal
1 2
u1 ( x , y , u ) =x y =c 1
2
1 2
x=c 1 + y
maka, 2 substitusi pada persamaan diferensial biasa
131
dy du
=
1 x
dy du
=
1 1
c1 + y2
2
(c + 12 y ) dy=du
1
2
(c 1+ 12 y 2 ) dy= du
1 3
c1 y + y + c2 =u+c 3
6
1 3
c1 y + y u=c3 c 2
6
1 3
c1 y + y u=c 4
6
1 2 1 3
c 1=x y c y + y u=c 4
Substitusi 2 ke 1 6
( x 12 y ) y + 16 y u=c
2 3
4
1 1
xy y 2 y+ y 3u=c 4
2 6
1 1
xy y 3 + y 3u=c 4
2 6
1
xy y 3u=c 4
(4.11) 3
1 3
u2 ( x , y ,u ) =xy y u
Jadi, 3
132
1
u2 ( x , y ,u ) =xy y 3u
Apakah 3 solusi?
1
u2 ( x , y ,u ) =xy y 3u
(Apakah 3 integral pertama dari (4.9)?)
u2 Pu x +Q u y + Ru u=0
Substitusi ke
2
u x = y ,u y =x y ,uu =1
y u x +u y + x u u=0
y ( y )+1 ( x y 2 ) + x (1)=0
1 3
u2 ( x , y ,u ) =xy y u
Jadi, 3 adalah integral pertama dari (4.9).
1
u2 ( x , y ,u ) =xy y 3u
Jadi, 3 adalah solusi.
1 1
u1 ( x , y , u ) =x y 2 u2 ( x , y ,u ) =xy y 3u
Apakah 2 dan 3 adalah solusi yang bebas linear
secara fungsional?
| |
i j k
grad u1 grad u2= 1 y 0 =( y ,1, x ) (0,0, 0)
2
y x y 1
1 1
u1 ( x , y , u ) =x y 2 u2 ( x , y ,u ) =xy y 3u
Jadi, 2 dan 3 adalah solusi yang bebas linear
secara fungsional.
1
u1 ( x , y , u ) =x y 2
Karena 2 tidak bergantung pada u, maka integral umum dari persamaan
133
u2=F (u1 )
1 1
(4.12)
xy y 3u=F x y 2
3 2 ( )
dimana F adalah fungsi C1 dengan variabel tunggal. Kondisi awal (4.8) menentukan F.
2
Dengan mensubstitusikan y=0 dan u=x ke (4.9), maka
1 1
(
xy y 3u=F x y 2
3 2 )
1 1
(
x (0) ( 0)3 x 2=F x (0)2
3 2 )
(4.13) x 2=F ( x )
Sehingga,
1 1
(
xy y 3u=F x y 2
3 2 )
2
1 1
(
xy y 3u= x y2
3 2 )
1 2 1
(4.14) ( 2 3 )
u= x y 2 +xy y 3
2
1 2 1 3
(
Jadi, solusi tunggal dari (4.7) dan (4.8) adalah u= x 2 y +xy 3 y )
Kasus berikutnya dimana kurva awal C diberikan oleh (4.1) adalah karakteristik yang
134
d y0 (t 0 ) d x0 (t 0 )
Maka vektor normal 0= ( dt
,
dt ) harus memenuhi persamaan karakteristik dari
x ,y
(4.2) di ( 0 0 ) , yaitu
d y 0 (t 0) d x0 ( t 0 )
a ( x0 , y0 ) b ( x 0 , y 0 ) =0
dt dt
atau
d x0 (t 0 ) d y0 (t 0 )
(4.15) dt dt
=
a ( x0 , y 0 ) b ( x 0 , y 0 )
Teorema 4.2
x ,y ,
Misalkan kurva awal C adalah karakteristik sehubungan dengan (4.2) di ( 0 0 ) dan
(4.16)
d (t 0)
dt
f ( x 0 , y 0 ) c ( x 0 , y 0 ) (t 0)
Dimana adalah nilai umum dari rasio di (4.15). maka tidak ada solusi untuk nilai awal
x ,y
masalah (4.2),(4.3) di semua persekitaran dari titik ( 0 0 ) .
Teorema 4.3
Misalkan kondisi
(4.17)
135
x 0 ( t ) y 0 (t )
x 0 ( t ) y 0 (t )
b
a
d x 0 (t)
dt
t0
Terpenuhi untuk semua t I (atau setidaknya untuk semua t di persekitaran ). Maka
persekitaran dari ( x 0 , y 0 ) =( x 0 (t), y 0 (t) ) masalah nilai awal dari (4.2),(4.3) mempunyai solusi
(5.1)
a D u=f
||m
n
Diberikan S adalah permukaan mulus di R dan n=n( x) menotasikan unit vector normal
ke S di x. Misalkan nilai u pada S dan semua turunan berarahnya pada arah n dan berorder lebih
dari m-1 diberikan sebagai berikut.
136
m1 u
s
nm1
u
(5.2) = , ,
n s 1
us = 0 ,
0 , 1 , , m1
Dimana adalah fungsi yang terdefinisi di S. Dengan menemukan solusi u pada
persamaan (5.1) yang terdefinisi pada domain yang memuat S dan memenuhi persamaan
(5.2) pada S.
Permukaan S disebut permukaan awal dan kondisi (5.2) disebut kondisi awal. Fungsi
0 , 1 , , m1
yang terdefinisi pada S disebut data awal.
Misalkan x0 adalah titik pada permukaan awal S. Koefisien a ,f pada ruas kanan,
0 , 1 , , m1 x0 .
data awal dan permukaan awal S semuanya analitik di persekitaran
yaitu:
x
a ( 0)[ n ( x 0 ) ] 0
(5.3)
|| m
137
Maka masalah Cauchy (5.10)-(5.2) memiliki solusi u(x) yang terdefinisi dan analitik di
u ( 0, x1 , , x n ) = (x 1 , , x n)
(2.8)
harus tepat berada di persekitaran x0. Pernyataan ketunggalan ini masih berlaku jika adanya
kemungkinan lebih dari satu solusi problem Cauchy, dimana solusinya belum tentu analitik.
Sebagai contoh misalkan ada dua atau lebih solusi yang berbeda dalam kelas fungsi dimana C m
ada dalam persekitaran x0 .
0
sama di persekitaran x .
138
Pertimbangkan bentuk umum persamaan diferensial parsial orde pertama dalam dua
variabel bebas:
1
R2 . Kita andaikan bahwa a dan b di C () dan tidak nol secara simultan pada
sebarang titik dari . Kita akan menunjukkan bahwa di sebuah persekitaran U pada
dan dalam istilah yang mana persamaan diferensial parsial (6.1) mengambil bentuk
sederhana
u + ( , ) u+ ( , )=0 .
(6.2)
menjadi sebuah persamaan diferensial biasa dengan sebagai variabel bebas dan
sebagai sebuah parameter yang mungkin dipandang sebagai sebuah konstanta. Persamaan (6.2)
disebut bentuk kanonik (alternatif) dari persamaan (6.1). Kita juga katakan bahwa di ( ,) ,
awal yaitu x dan y , solusi umum dari persamaan diferensial parsial (6.1) dapat dihasilkan.
(6.3) = ( x , y ) =(x , y )
139
Karena kita hanya tertarik dengan transformasi tak singular yang mulus dari koordinat-
Jika kondisi (6.4) dipenuhi pada titik (x 0 , y 0 ) dari , maka kita ketahui bahwa di
(6.5) x=x ( , ) y= y ( , ) .
Dan dengan mensubstitusikan (6.5) dan (6.6) ke persamaan (6.1) kita menghasilkan
persamaan
A u + B u +cu +d=0
(6.7)
dimana
A=a x +b y , B=a x +b y
(6.8)
Dari (6.8) kita lihat B=0 jika adalah sebuah solusi dari persamaan diferensial
orde pertama
a x + b y =0.
(6.9)
Persamaan (6.9) memiliki solusi-solusi tak hingga banyaknya. Kita dapat menemukan
salah satu dari mereka dengan menetapkan nilai awal pada kurva awal nonkarakteristik dan
menyelesaikan hasil masalah nilai awal mengikuti metode yang dijelaskan pada bab III atau sub
bab 4 di bab ini. Andaikan untuk contoh bahwa a(x 0 , y 0) 0 , kita boleh menetapkan
( x0 , y )= y
(6.10) .
140
x=x 0
Karena kurva awal adalah bukan karakteristik dengan menghubungkan (6.9) pada
(x 0 , y 0 ) , terdapat sebuah solusi tunggal dari (6.9), (6.10) di sebuah persekitaran U dari
Misalkan ( x , y) adalah solusi dari (6.9) dan (6.10) di sebuah persekitaran pada
(x 0 , y 0 ) . Kita bebas mengambil fungsi (x, y) hanya untuk kondisi (6.4) yaitu j0 .
kondisi (6.4) dipenuhi pada (x 0 , y 0 ) . Sedemikian sehingga (dengan kekontinuan) itu jjuga
A 0 diU . Untuk jika A=0 pada beberapa titik dari U , maka pada titik tersebut
(karena B=0 juga ) persamaan (6.8) akan membentuk sebuah sistem persamaan linear
mengkontradiksi pengandaian awal kita bahwa a dan b tidak nol secara simultan.
Akhirnya, karena B=0 dan A 0 di U kita dapat membagi persamaan (6.7) oleh A
transformasi dari koordinat-koordinat (6.3) yang mana hasil dari bentuk kanonik (6.2) dapat
karakteristik dari persamaan (6.1). sehingga, himpunan pertama dari kurva-kurva koordinat yang
baru adalah kurva karakteristik dari (6.1). himpunan kedua dari koordinat kurva-kurva
( x , y )=konstan boleh diambil menjadi sebarang sebuah keluarga parameter dari kurva-
kurva mulus yang mana tempat bersinggungan dengan kurva-kurva karakteristik (lihat gambar
6.1). Dalam perbincangan di atas ,himpunan kedua dari koordinat-koordinat kurva-kurva telah
dipilih untuk menjadi himpunan dari garis-garis paralel pada sumbu-y
Gambar 6.1
142
Contoh 6.1
Perhatikan persamaan
u x+ x u y= y
(6.11)
Tentukan bentuk kanonik dan solusi umum dari persamaan diferensial parsial (6.11).
Penyelesaian
x
( 0 , y 0)=(0,0) . Fungsi harus memenuhi
x + x y =0
(6.12)
(6.13) ( 0, y )= y
dx dy
= x2
Solusi umum dari adalah y =c , dan berdasarkan contoh 2.2 dari Bab III,
1 x 2
2
x
solusi umum dari (6.12) adalah =f ( y )
2 . Untuk memenuhi (6.13) kita harus mengambil
x2
(6.14) = y
2
2
yang termuat dalam R . Jika kita ambil
(6.15) =x
143
kita lihat bahwa Jacobiannya adalah
J = x y y x =1
2
Oleh karena (6.14), (6.15) memberi sebuah transformasi nonsingular dari koordinat dalam R
Sekarang,
u x =u + u (x ) dan u y =u
2
(6.16) u =+
2
Masalah
6.1 Gunakan solusi umum (6.18) dari (6.11) untuk mencari solusi dari masalah nilai awal dari
persamaan diferensial parsial (6.11) berikut
2
a) u ( 0, y ) = y
Penyelesaian
3 3
x x
Solusi umum (6.18) u=xy 3 + f ( y 2 )
144
2
Dalam kasus ini f ( y )= y
2
Sehingga, solusi umum untuk masalah nilai awal u ( 0, y ) = y adalah
2
x3 x3
u=xy
3 (
+ y
2 )
b) u ( 0, y ) =sin y
Penyelesaian
x3 x3
Solusi umum (6.18) u=xy + f ( y )
3 2
x3 x3
u=xy + sin y
3 2 ( )
7. Klasifikasi dan Bentuk Kanonik Persamaan Orde Dua dalam Dua Variabel Bebas
Bentuk umum persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam dua variabel bebas
adalah
a u xx+ 2b u xy +c u yy +d u x + e u y + fu+ g=0
(7.1)
dimana a , b , c ,d , e , f , dan g adalah fungsi dalam variabel (x , y ) . Pada bagian ini kita
2
asumsikan a , b , dan c adalah anggota C dan tidak nol secara simultan.
2
Kita akan mempelajari persamaan (7.1) di domain dari R dengan diskriminannya
adalah
145
2
(7.2) =b ac
Persamaan (7.1) akan dibuat dalam koordinat baru dan pada suatu persekitaran
U dari titik ( x 0 , y 0 ) sehingga memiliki bentuk principal part yang lebih sederhana
Misalkan koordinat baru dinotasikan oleh dan yang menggantikan koordinat lama
(7.3) = ( x , y ) =(x , y )
dan
(7.6) u xx =u 2x +2 u x x +u 2x +
u xy =u x y +u x y +u x y +
u yy =u 2y +2u y y + 2y +
146
Pada persamaan diatas untuk turunan dari u yang berorde kurang dari dua, dituliskan sebagai
titik-titik agar lebih sederhana. Dengan mensubstitusikan (7.4) dan (7.5) diperoleh
A u +2 Bu +C u + =0
(7.7)
dimana
A=a 2x +2 b x y +c 2y
B=a x x + b x y + b y x +c y y
2 2
C=a x +2 b x y + c y .
'
Berdasarkan (7.3) J 0 , maka tanda dari sama dengan tanda dari . Dari hasil ini
Teorema 7.1
Tanda dari diskriminan persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam dua variabel
bebas akan sama (invariant) dalam transformasi koordinat baru.
Definisi 7.1
Misalkan adalah diskriminan dari persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam
147
2
Persamaan disebut hiperbolik, parabolik, atau eliptik pada domain di R jika berturut-
Contoh 7.1
1) Persamaan gelombang
u xxu yy =0
2
hiperbolik di R .
2) Persamaan kalor
u xxu y =0
2
parabolik di R .
3) Persamaan Laplace
u xx+u yy =0
eliptik di R2 .
Bentuk kanonik dari persamaan orde dua (7.1) akan diklasifikasi berdasarkan definisi 7.1
dan dijelaskan melalui teorema-teorema berikut.
Teorema 7.2
di U . Bentuk kanonik lain dari persamaan hiperbolik dapat dihasilkan dari bentuk (7.13)
148
Jadi, pada persekitaran dari sebarang titik di , dengan koordinat baru, setiap
persamaan hiperbolik dalam dua variabel bebas dapat diubah dalam bentuk kanonik yang
memiliki principal part sama seperti persamaan gelombang.
Pembuktian:
Untuk mendapatkan bentuk persamaan kanonik (7.7) maka harus dipilih fungsi
4 b24 ac
2
b ac> 0
= 1 y
= 2 y
A=a2x +2b x y +c 2y
a 21 2y + 2b 1 y y + c 2y
2y (a 21 +2 b 1 +c )
149
2
y (0)
Periksa Jacobiannya
J x y y x =( 12 ) y y
( , )
J= =
( x , y) x y y x
0 ( 1 2 ) y y
Contoh 7.2
u xx u yy =0.
Tentukan solusi persamaan gelombang
Jawab:
u +=0
berdasarkan Teorema 7.2, bentuk kanoniknya adalah . Namun harus dipilih terlebih
( 1)2=0
1=1 2=1
diperoleh dan , sehingga dan dipilih dari solusi persamaan diferensial
x = y , x = y .
150
Untuk ;
dx dy
=
1 1
diperoleh =x + y .
Untuk ;
dx dy
=
1 1
diperoleh =x y .
xx =0 yy =0
Ini berarti dan akibatnya titik-titik persamaan kanoniknya adalah 0,
sehingga diperoleh
u=0
u =f ( )
u=F ( )+ g ( ) .
Lalu kembalikan ke dalam koordinat lama yaitu x dan y , maka diperoleh solusi dari
persamaan gelombang
u=F ( x+ y ) + g ( x y ) .
Teorema 7.3
151
Andaikan persamaan (7.1) parabolik di domain . Maka di beberapa persekitaran
u + =0
(7.3)
di U .
Jadi, pada persekitaran dari sebarang titik di dengan koordinat baru, setiap
persamaan parabolik dalam dua variabel bebas dapat diubah dalam bentuk kanonik yang
memiliki principal part sama seperti persamaan heat.
Pembuktian:
2 u u 2 u
+ konsep principal part orde tertinggi disini adalah orde 2 maka =u xx bentuk
x y x
u
kanonik sama dengan persamaan parabolik.
tidak hilang secara bersamaan di ( x 0 , y 0 ) . Di lain pihak b bisa saja hilang di (x 0 , y 0 ) . Hal
ini kontradiksi dengan asumsi awal di (7.1) bahwa a,b,c tidak boleh hilang secara bersamaan.
2
persamaan (7.15) a +2 b+ c=0
152
Mempunyai akar tunggal yaitu ( 22 ab )=( ba )
Dan misalkan (x,y) adalah solusi dari persamaan
x= ( ba ) =( )
y x y
b
x =( ) y
Mengapa di pilih a ?
2
karena =0=b ac dan telah kita misalkan bahwa a 0 maka akan ditunjukan c=0
Dari persamaan (7.9) kita ingin menunjukan bahwa C=0 atau tidak.
C=a x2 +2 b x y + c y2
C=a( y )2 +2 b( y ) y +c y 2
a 2 y 2 +2 b y 2+ c y 2
C=0 y 2
C=0
153
( x , y )=x x =1 dan y =0 0/ 1
Untuk contoh kita ambil , (agar Jacobian
J = x y y x
b
J =1 y 0 ( ) y
a
J = y 0
J = y 0
(7.11) =0=b2ac
' =B2 =0
'
B=0 Terbuti =0 persamaan parabolik
A=a a x 2 +2 b x y +C y2
a .1 2+2 b 1.0+c .0
154
a
Karena di awal dikatakan A0 dan membagi (7.8) oleh A, kita dapatkan bentuk kanonik yang di
inginkan.
Diketahui C = 0 dan B = 0
A u
+ =0
A
u + =0
Teorema 7.4
u +u + =0
(7.4)
di U .
155
Jadi, pada persekitaran dari sebarang titik di , dengan koordinat baru, setiap
persamaan eliptik dalam dua variabel bebas dapat diubah dalam bentuk kanonik yang memiliki
principal part sama seperti persamaan Laplace.
Catatan:
U xx+U yy=0
Sebelumnya kita lihat terlebih dahulu Persamaan Laplace
2 u 2 u
+ konsep pricipal part adalah mengambil orde tertinggi, orde tertinggi disini adalah
x y
2 u 2 u u +u nn
Jadi + =u xx +u yy=0 maka bentuk kanonik sama dengan persamaan
x y
eliptik.
Contoh Soal:
PERSAMAAN HIPERBOLIK
Contoh :
u =0
u
=0
u =0
u=f ()
u
=f ( )
156
u=f ()
u=f ( ) + g()
u=xf ( y ) + g( y )
u +=0
berdasarkan Teorema 7.2, bentuk kanoniknya adalah . Namun harus dipilih terlebih
1=0
1=1 2=1
diperoleh dan , sehingga dan dipilih dari solusi persamaan diferensial
x = y , x = y .
dx dy
Untuk ; diperoleh =x + y .
=
1 1
dx dy
Untuk ; diperoleh =x y .
=
1 1
xx =0 yy =0
Ini berarti dan akibatnya titik-titik persamaan kanoniknya adalah 0,
u=0
sehingga diperoleh
u=F ( )+ g ( ) .
157
Kembalikan ke dalam koordinat lama x dan y , maka diperoleh solusi dari persamaan
gelombang u=F ( x+ y ) + g ( x y ) .
Contoh Soal
PERSAMAAN HEAT
Dengan cara yang sama seperti diatas, soalini pun dapat diselesaikan.
a = 1, b = 0, c = 0, e = -1
2
Dari persamaan a x + 2bx +c=0
x = y
x =0 y
dx dy d
= =
1 0 0
dx dy
=
1 0
0 dx=1 dy
c 1= y
dx d
=
1 0
158
odx=1 d
c 2=
= y
J = x y x =1.10.0 0
u =0
u
=0
u
u =0
u =f ( )
u
=f ()
u=f ()
u=f ( )+ g ()
159
8. u=xf ( y ) + g( y ) Persamaan Orde Dua dalam Dua atau Lebih Variabel Bebas
Bentuk umum persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam n variabel
bebas adalah
n 2 n
(8.1) i , j=1
(i j
)
aij x ux + bi xu + cu=d
i=1 i
( )
aij ,b i ,c , x1 , x2 , , xn
dimana koefisien dan d adalah fungsi dalam variabel bebas
. Pada persamaan dua variabel bebas (7.1), klasifikasi bentuk kanonik didasarkan
diskriminaan =b2 ac . Pandang koefisien dari principal part pada persamaan (7.1)
sebagai matriks
(8.2) [ ]
a b
b c
|
a
b
b =0
c |
atau
1 , 2
Misalkan adalah solusi akar dari persamaan tersebut. Perhatikan bahwa
Jadi, klasifikasi persamaan orde dua dalam dua variabel bebas dapat didasarkan
terhadap tanda dari nilai-nilai eigen koefisien matriks dari principal part-nya. Dari hasil
persamaan dalam dua variabel bebas ini, dapat digeneralisasi untuk persamaan dalam lebih
dari dua variabel bebas.
Nilai eigen koefisien matriks dari principal part persamaan yang lebih dari dua
variabel yang didefinisikan pada persamaan (8.1), didefinisikan sebagai akar-akar dari
persamaan
| |
a11 a12 a1 n
a21 a22 a2 n
(8.5)
an1 an 2 ann
Definisi 8.1
1 , , n [aij ]
Misal adalah nilai eigen dari koefisien matriks untuk principal
0
maka persamaan tersebut disebut hyperbolic di x .
1 , , n
c) Jika tidak nol dan setidaknya memiliki dua tanda positif dan dua
0 0
tanda negatif di titik x , maka persamaan tersebut disebut ultrahyperbolic di x .
1 , , n x 0 , maka persamaan tersebut disebut parabolic
d) Jika bernilai noldi titik
di x0 .
persamaan tersebut elliptic, hyperbolic, dsb. secara berturut-turut pada setiap titik di .
Contoh 8.1
Persamaan Laplace :
u x x ++ ux x =0
1 1 n n
n
Persamaan ini disebut elliptic di R ,
| |
1 0 0
0 1 0 =0
Karena memiliki nilai eigen,
0 0 1
1= 2== n=1,
atau yang artinya semua bertanda sama.
Persamaan Gelombang :
u x x ++ ux u x x =0 x n adalah variabel waktu t.
1 1 n1 x n1 n n , dimana
n
Persamaan ini disebut hyperbolic di R ,
| |
1 0 0
0 1 0 =0
Karena memiliki nilai eigen,
0 0 1
Persamaan Kalor :
u x x ++ ux u x =0 x n adalah variabel waktu t.
1 1 n1 x n1 n , dimana
n
Persamaan ini disebut parabolic di R ,
| |
1 0 0
0 1 0 =0
Karena memiliki nilai eigen,
0 0
1= 2== n1=1, n =0
atau tetapi .
(8.6) i= b ik x k , i=1,2, , n ,
k=1
1 , 2 , , n
sedemikian sehingga dalam koordinat baru , persamaan (8.1) memiliki
bentuk
n 2 n
u u
(8.7) A ij + B i
i j i=1 i
+Cu=D
i , j=1
A ij ( P ) =0,i j
Teorema 8.1
aij
Misalkan koefisien pada persamaan (8.1) adalah konstan di beberapa domain
R n , maka terdapat suatu transformasi linear kooordinat dalam bentuk (8.6) dengan
(8.10) u2 + Bi u + Cu=D
i=1 i i=1 i
di .
Definisi 8.2
X1 , , Xn
berorde dua berikut pada variabel
(8.12) Q ( X )= aij X i X j
i , j=1
disebut bentuk kuadratik yang berasosiasi dengan matriks simetrik [ aij ] . Misalkan pula,
Sebuah teorema aljabar linear menyatakan bahwa nilai eigen dari matriks simetrik
[ aij ] adalah positif jika dan hanya jika bentuk kuadratik yang berasosiasi dengan [ aij ]
adalah positif definite. Dalam pandangan teorema tersebut, definisi eliptisitas tersebut pada
a11 > 0
bahwa tanda di depan persamaan (8.1) telah dipilih sehingga pada domain ,
(8.14) Q ( x , X )= a ij ( x ) X i X j
i , j=1
definite positif x .
Persamaan eliptik orde kedua biasanya muncul pada studi masalah-masalah fisika
yang berkaitan dengan fenomena keadaan tetap (steady state phenomena). Sebagai contoh,
jika u ( x ) adalah temperatur keadaan tetap (steady state temperature) pada titik x dari
isotropic nonhomogen tubuh, maka pada tiap titik interior ke tubuh, u haruslah
(8.15) x
i=1 i
[ k (x)
u
xi ]
=0
Fungsi k ( x ) selalu positif dan disebut koefisien konduktivitas termal dari tubuh
pada titik x . Jika tubuh homogeny, k (x ) konstan, dan persamaan (8.15) menjadi
persamaan Laplace.
n
2 u 2 u
(8.16) aij +=0
t 2 i , j=1 x i x j
Dimana titik-titik terdapat pada bentuk dari order kurang dari dua dan bentuk kuadrat
berasosiasi dengan matriks [ aij ] adalah definite positif. Pada persamaan (8.16), terdapat
Untuk menunjukkan bahwa persamaan (8.16) adalah hiperbolik sesuai dengan Definisi 8.1.
Fenomena seperti arus panas (flow of heat) atau difusi dari cairan melewati poros medium
n n
2 u u u
(8.17) aij + b
xi x j t i=1 i xi
+cu=0
i , j=1
dimana bentuk kuadrat berasosiasi dengan matriks [ aij ] adalah definite positif. Pada
persamaan (8.17) terdapat n+1 variabel bebas. Perhatikan baik-baik peran khusus dari
variable waktu t . Principal part dari persamaan tersebut tidak meliputi turunan yang
u
berkaitan dengan t dan koefisien dari derivative orde pertama t adalah -1.
Persamaan (8.17) jelas parabolik menurut Definisi 8.1, dan karena karakter khususnya,
dari persamaan orde dua. Perhatikan bahwa jika persamaan (8.1) adalah eliptik, maka tidak
n
memiliki permukaan karakteristik. Nyatanya, vector tak nol =( 1 , , n) R
Menggunakan definisi dari eliptisitas pada bentuk ke-definite positif-an dari bentuk
kuadrat berasosiasi dengan [ aij ] dapat dilihat bahwa (8.18) tidak dapat dipenuhi oleh
vector tak nol . Oleh karena itu, persamaan eliptik orde dua tidak memiliki arah-arah
karakteristik. Oleh karena itu, tidak memiliki permukaan karakteristik. Sifat ketidak adaan
karakteristik ini biasanya mendefinisikan persamaan diferensial partial linear eliptik dengan
berorde banyak.
Perhatikan persamaan parabolic selanjutnya dalam bentuk (8.17). vector tak nol
karakteristik dari (8.17). oleh karena itu, hyperplane t=const adalah satu-satunya
Karakteristik dari persamaan hiperbolik dari bentuk (8.16) lebih rumit lagi. Vector tak nol
jika t a ij i j =0.
2
i , j=1
Terdapat tak hingga banyaknya arah yang memenuhi persamaan tersebut dan struktur dari
aij
permukaan karakteristik lebih rumit lagi dengan kenyataan bahwa koefisien mungkin
fungsi dari x . Karena persamaan gelombang kasus khusus dari (8.16), pembaca harus
mengingat kembali diskusi dari karakteristiknya pada Contoh 10 Bahasan 2. Tiap titik di
Rn+1 adalah puncak kerucut karakteristik dari persamaan gelombang. Hal tersebut
adalah dua kerucut dengan parallel axis ke t -axis dan generatornya membuat sudut
45 dengan t -axis. Ini membagi ruang Rn+1 dalam tiga domain (kecuali ketika
n=1 ). Untuk persamaan umum (8.16) lain, tiap titik di Rn+1 adalah puncak dari
aij
konoid karakteristik. Ketika koefisien adalah variable, konoid karakteristik tidak
terbangun (not generated) oleh garis lurus, tapi tetap membagi Rn+1 dalam tiga domain
P ( x , D )= a ( x ) D
1 ||m
2 D ( c1 u1 +c 2 u 2) =c 1 D u1 +c 2 D u2 ,
dan
3
a ( x ) D ( c 1 u 1+ c 2 u2 ) =c 1 a D u1+ c 2 a D u2
||m ||m ||m
P ( c 1 u1 +c 2 u 2 )=c 1 P u1 +c 2 Pu 2 ,
4
u1 u2
Fungsi dan merupakan dua buah fungsi yang cukup terdiferensialkan.
Dalam aljabar linear, dapat dinyatakan bahwa pada persamaan (9.4) bekerja pada fungsi u
sebagai transformasi linear. Lebih tepatnya , jika kita hanya mempertimbangkan u fungsi
dalam Cm (), di mana adalah domain di Rn, maka P adalah transformasi linear dari ruang
vektor Cm () ke ruang vektor C 0 (). Sebagai konsekuensi dari properti linearitas (9.4) dari
P, solusi dari
persamaan homogen
5 Pu=0,
u1 u2
Memiliki ciri superposisi, jika dan adalah sembarang dua solusi dari persamaan
c1 c2
diferensial homogen dan dan sebarang konstanta, maka kombinasi linearnya,
c 1 u1 + c2 u2
juga merupakan solusi persamaan tersebut. Kombinasi tersebut disebut superposisi.
Prinsip superposisi dapat digenerlisasi untuk sebanyak k solusi yang dibuat kombinasi
u1 ,u 2 , , uk
linearnya, yaitu jika merupakan solusi persamaan diferensial (9.5), maka
6 ( c 1 u 1+ c2 u2 ++ c k uk )
c1 , c2 , , ck
juga merupakan solusi. Karena dipilih secara sebarang.
Contoh 9.1
u xx +u yy =0 u1=1, u2=x , u3= y
Persamaan Laplace memiliki solusi dan . Berdasarkan
Pu1=0 , Pu2=0,
untuk dan seterusnya.Misalkan deret
c k uk
k=1
ck uk
P (
=0
k=1
Perhatikan bahwa
c k uk
P ( c 1 u1 + c2 u2 +
=P (
k=1
= P ( c 1 u1 + P ( c 2 u 2 +
c1 P u1 c2 P u2
= ( ) + ( )+
= c 1 ( 0 )+ c 2 ( 0 ) +
=0
Kita juga dapat membentuk superposisi keluarga satu-parameter solusi dari (9.5). Misalkan
untuk setiap nilai parameter pada interval I di R1 , fungsi u( x , ) adalah solusi dari (9.5),
yaitu
Pu ( x , ) = 0 , untuk setiap I
Lebih lanjut, g fungsi bernilai real yang terdefinisi pada I, Misalkan integral
g
u ( x , ) d
I
g
u ( x , ) d
u ( x ) =
I
Yaitu asalkan P dapat ditukar. Kita juga dapat membentuk solusi superposisi untuk (9.5) yang
superposisi dari
1
v ( x , , h)=
h
[ u ( x , +h )u ( x , h ) ] , h 0
Yang merupakan solusi untuk (9.5) juga bergantung pada parameter h. Andaikan limit
u
lim v ( x , , h )= ( x , )
ada. Maka fungsi
h 0
v ( x , )= u(x, )
P [
]
u ( x , ) = [ Pu ( x , ) ]
Saat valid, semua metode superposisi memungkinkan kita untuk menambah koleksi solusi dari
persamaan homogen ke sebuah koleksi solusi yang lebih besar. Kita akan melihat banyak contoh
mengenai hal ini di bab selanjutnya.
Ini menunjukkan bahwa prinsip superposisi berlaku untuk persamaan diferensial parsial yang
linear dan tidak valid untuk persamaan diferensial parsial yang tidak linear.
Soal 9.1
Misalkan P merupakan operator persamaan diferensial parsial nonlinear di R2
2
u u
Pu= ( +
x y
u 2 )
Tunjukkan bahwa fungsi u1 ( x , y )=e x dan u2 ( x , y )=e y merupakan solusi persamaan
x y
homogen Pu=0 dimana u ( x , y )=e + e bukan merupakan solusi.
Jawab :
u1= ex maka u1 x = ex u1 y = 0
,
u2= e
y maka u2 x = 0 , u2 y = e
y
x 2 x 2 2x 2x
Pu 1=( e +0 ) ( e ) =e e =0
2 2
Pu2=( 0e y ) ( e y ) =e2 y e2 y =0
u1 u2
Jadi, dan solusi.
Untuk
u ( x , y )=e x + e y maka u x =e x y
, u y =e
2 2
Pu=( e x e y ) ( e x +e y )
( e 2 x 2 e x y +e2 y ) ( e 2 x +2 e x y +e2 y )
e 2 x 2 e x y +e2 y e 2 x 2 e x y e2 y
x y
4 e
x y
Jadi, u ( x , y )=e + e bukan solusi.
Pertanyaan-Pertanyaan:
Mengapa kita tidak boleh mengasumsikan bahwa a,b,c tidak boleh hilang secara
bersamaan?
Karena di Teorema (7.1) sudah dijelaskan bahwa a,b,c tidak boleh hilang hilang secara
simultan secara bersama-sama. Pada klasifikasi bentuk kanonik orde pertamapun sudah
dijelaskan bahwa a,b,c tidak boleh hilang secara bersamaan.
Menurut pendapat kami, jika a,b,c hilang secara bersama-sama maka hasilnya akan tidak
ada atau nol. Dan pengerjaan tidak dapat dilakukan.
Mengapa Jacobian tidak boleh sama dengan nol?
Tujuannya agar persamaan yang di olah kedalam bentuk kanonik dapat di balik atau
dikembalikan seperti persamaan awal. Membuat persamaan menjadi bentuk kanonik agar
lebih mudah di selesaikan dibanding jika persamaan masih dalam bentuk persamaan
diferensial biasa
BAB VI
Pada Bab ini kita akan membicarakan tiga dari banyaknya persamaan-persamaan
diferensial parsial orde dua yang paling pentingyang adadalam
fisikamatematika:persamaankalor/panas, persamaan Laplace,
danpersamaangelombang. Pada bagian 1 kita akan mengingat kembali
pernyataanteorema divergensidankitamemperolehdua integral identitas yang berguna
yang dikenalsebagaiIdentitas Green. Pada bagian 2, kita memperoleh persamaan
konduksi kalor/panas dan menggambarkan berbagai macam masalah nilai batas awal
yang dikaitkan dengannya. Pada bagian 3, kita memaparkanfenomena yang berkaitan
dengan fisika, dikenal sebagai fenomena keadaan tetap, yang diatur dalam persamaan
Laplaces. Pada bagian 4, kita akan memaparkan tentang fenomena fisika untuk satu,
dua, dan tiga dimensi persamaan gelombang. Terakhir, pada bagian 5 kita
mendefinisikan apaitumasalahwell-posedyang
dikaitkandenganpersamaandiferensialparsial,dan diberikan contoh yang well-poseddan
yang tidak.
:
(a) Pembatas S= dari terdiri dari sejumlahpermukaanmulus yang berhingga.
1
(ingat lagi bahwa permukaan mulus adalah permukaanketinggian dari fungsi di C
dengan S .
Gambar 1.1
( 1.1 ) V ( x , y , z )=( P ( x , y , z ) ,Q ( x , y , z ) , R ( x , y , z ) )
merupakanmedanvektor yang terdefinisipadapenutup dari sedemikian
adalah konvergen.
menyatakan bahwa
P
x
+ Q R
( + )dxdydz= ( P n x +Q n y + R nz ) d
y z S
( 1.2 )
n
dimana d adalah bagian dari permukaan S . Integran pada sebelah kiri dari
sebagai
P Q R
( 1.3 )V = . V = + +
x y z
= + + =( D1 , D2 , D3 )
Dimana x y z . Integranpada sebelah kanan dari persamaan
(1.2) adalah komponen dari V yang memberi arah dari bagian luar untuk batas
S . Jika dinotasikan sebagai vektor maka persamaan (1.2) bisa dituliskan sebagai
( 1.4 ) V dxdydz= V . n d
S
( 1.5 ) . V dv= V .n d
S
memenuhikondisi-kondisi di atas, maka integral atas dari divergensi dari V adalah sama
dengan integral atas batas S dari dari komponen V yang mengarah vektor normal
luar terhadap S .
Kondisi ( a ) dan (b) bukan merupakan kondisi yang paling umum pada domain
DuapenerapandariteoremadivergensidikenaldenganIdentitas Green.Kita
gunakannotasibiasadarikalkulusvektor.
2
Jika u( x , y , z) C , maka gradien u didefinisikan dengan
( 1.6 ) u=grad u= ( ux , uy , uz )
dan divergen gradien u didefinisikan dengan
2 2 2
( 1.7 ) 2 u= . u= grad u= u2 + u2 + u2
x y z
2
Operator differensial parsial dikenal sebagai operator Laplace dan juga disimbolkan oleh
(1.8) 2 u= u .
Identitas differensial
2
(1.9) u w= . ( u w ) ( u ) . ( w ) .
2 1
Andaikan u , w C ( ) dan u , w C ( ) dan integral
u 2 wdv
u 2 wdv= . ( u w ) dv ( u ) . ( w ) dv .
w
dan penggunaan fakta bahwa w.n adalah turunan langsung n , maka akan diperoleh
w
( 1.10 ) u wdv= u
2
d ( u ) . ( w ) dv
S n
akan menghasilkan
(1.11) u 2 ww 2 u= . ( u ww u ) .
2 1
Jika u , w C ( ) dan u , w C ( ) dan integral
( u 2 ww 2 u ) dv
(1.12) ( u 2 ww 2 u ) dv= u wn w u
n(d
. )
Masalah-Masalah
u 2 w= . ( u w ) ( u ) . ( w )
Perhatikanpersamaan di sisikiri
. ( u w )= ( x , y , z ) .(u ( wx , wy , wz ))
( x , y , z ).( u wx , u wy , u wz )
u w 2 w u w 2 w u w 2 w
+u + +u + +u
x x x2 y y y2 z z z2
( u ) . ( w )= ( ux , uy , uz ).( wx , wy , wz )
u w u w u w
+ +
x x y y z z
kemudian,
2 2 2
. ( u w )( u ) . ( w ) = (
u w
x x
w u w
+u 2 +
x y y
+u
w u w
2
+
y z z
w
+u 2
z )
( ux wx + uy wy + uz wz )
2 w 2 w 2 w
u +u + u
x2 y2 z2
karena
2 2 w 2 w 2 w
u w=u + u +u
x2 y2 z2
maka, terbuktibahwa
u 2 w= . ( u w ) ( u ) . ( w )
2 u=0 di
u=0 pada S ,
dimana S adalah batas dari . Tunjukkan bahwa u 0 di . [petunjuk: pada
identitas Green pertama atur w=u . juga gunakan fakta bahwa jika integral atas
dari fungsi kontinu yang nonnegatif sama dengan nol, maka fungsi teridentifikasi di .
2 u=0 di
u
=0 pada S
n
Tunjukkanbahwa u konstan di
2 1
1.4. Misalkan u C ( ) C ( ) menjadi solusi nontrivial dari
2
u+u=0 di ,
u=0 pada S ,
dimana adalah domain terbatas yang normal, dan adalah konstanta. Tunjukkan
bahwa 0 .
2. PersamaanKonduksiKalor
Padabagianini, kitaperolehpersamaandiferensialparsial
yangharusdipenuhiolehsuatufungsi yang menggambarkandengan proses konduksikalor
disebuahbenda.Kitakemudianakanmembicarakantentangkondisitambahanharusdipenuhidalamme
nentukandistribusisuhupadabenda.
2 1
anggota di C fungsi yang bergantung padaa variabel x , y , z dan C denganfungsi yang
bergantungpadavariabel t .
Proses konduksikalormengikutihukumfisika. Misalkan S permukaan mulus di dan
diberikan
t2
u
( 2.1 ) q= k (x , y , z) ddt
t1 S
n
dikatakan isotropik jika konduktivitas energi tidak bergantung terhadap vektor normal n .
normal n . Perubahan jumlah kalor pada daerah bagian A dari t=t 1 sampai t=t 1
diberikanoleh
( 2.2 ) c ( x , y , z ) ( x , y , z ) [ u ( x , y , z , t 2 ) u ( x , y , z , t 1 ) ] dxdydz .
A
kerapatan suatu benda pada titik ( x , y , z ) . Dengan mengikuti aturan konservasi energi
termal, perubahan kalor pada A harus sama dengan jumlah kalor yang masuk ke
A S t=t 1 t=t 2
melalui batas pada interval waktu sampai , dan jumlah kalor
diberikan oleh
t2
u
( 2.3 ) k ( x , y , z ) ddt .
t2 S
n
t2
u
( 2.4 ) c ( x , y , z ) ( x , y , z ) [ u ( x , y , z ,t 2 )u ( x , y , z ,t 1 ) ] dxdydz= k ( x , y , z ) ddt .
A t2 S
n
Sekarang,
t1
u
u ( x , y , z , t 2 ) u ( x , y , z , t 1 ) = ( x , y , z , t ) dt
t2
t
V =k u
u
k n
d= . ( k u ) dxdydzdt
S A
t1 t1
u
t
c dxdydzdt= . ( k u ) dxdydzdt
t A
2 t A 2
atau
t1
[ u
c t . ( k u )
t2 A
] dxdydzdt=0
Karena integran pada persamaan ( 2.5 ) adalah kontinu dan karena persamaan ( 2.5 )
benar untuk daerahbagian A dan pada setiap interval [ t1 , t2 ] , (lihat dalam masalah
2.1 ), yaitu integran harus sama dengan nol untuk setiap ( x , y , z ) di dan untuk
setiap t . Kemudian,
u
c . ( k u )=0
t
atau
( 2.6 ) c
u
t
[ ( ) ( ) ( )]
k
u
+
k
u
+
x x y y z z
k
u
=0
isotropik. Disebut juga Persamaan kalor atau persamaan difusi. Jika benda adalah
membentuk
c u 2 u 2 u 2 u
( 2.7 )
k t
(+ +
x2 y 2 z 2
=0. )
Persamaan ( 2.7 ) dapat disederhanakan dengan mengubah skala waktu : atur
2 2 2
( 2.8 )
t
(
u u u u
2
+ 2 + 2 =0.
x y z )
Kita simpulkan bahwa jika suatu fungsi u( x, y ,z ,t) menggambarkan distribusi
suhu pada tubuh isotropik homogen selama interval waktu yang ditentukan, maka
u ( x, y , z , t) memenuhi persamaan ( 2.8 ) untuk setiap (x, y ,z) pada bagian dala
tubuh dan untuk setiap t pada interval waktu tersebut. Bagaimana pun
persamaan ( 2.8 ) mempunyai takhingga banyak solusi. Untuk memilih dari solusi yang
takhingga ini, solusi khusus yang menggambarkan distribusi suhu tubuh yang
sebenarnya, kondisi tambahan harus dinyatakan dengan jelas.
t0
distribusi suhu pada benda di suatu waktu , bersama dengan spesifikasi dari
t t0
menentukan distribusi suhu pada benda untuk setiap . Kondisi
( 2.9 ) u ( x , y , z ,t 0 ) = ( x , y , z ) , ( x , y , z )
t0
Yang menentukan distribusi suhu pada saat yang dikenal sebagai kondisi awal.
(x , y , z )
Fungsi adalah fungsi yang diberikan yang terdefinisi pada penutup dari
. Kondisi
( 2.10 ) u ( x , y , z ,t )=f ( x , y , z , t ) ; ( x , y , z ) , t t 0
t t0
yang menentukan distribusi suhu pada batas dari benda untuk setiap
dikenal sebagai kondisi batas. Fungsi f ( x , y , z) adalah fungsi yang diberikan yang
( x, y ,z) t t0
terdefinisi untuk pada batas dan untuk setiap . Masalah
mencari solusi dari persamaan diferensial parsial ( 2.8 ) yang memenuhi kondisi awal
( 2.9 ) dan kondisi batas ( 2.10 ) dikenal sebagai masalah nilai awal batas. Dapat
ditunjukkan dibawah suatu asumsi tambahan, yaitu masalah ini mempunyai solusi
u ( x, y , z , t) (x, y ,z)
tunggal yang didefinisikan untuk setiap pada dan untuk
t t0
setiap (Lihat pada bab IX). Fungsi ini menyatakan distribusi suhusebelumnya
t t0
pada bendauntuk setiap .
dengan kondisi awal ( 2.9 ) , menentukan sebuah solusi tunggal dari persamaan kalor.
u
( 2.11 ) ( x , y , z , t ) =g ( x , y , z ,t ) ; ( x , y , z ) , t t 0
n
t t0 g=0
dan untuk . Pada kasusbatas yang terisolasi, Kondisi batas lain dapat
u
( 2.12 ) ( x , y , z ) ( x , y , z , t ) + ( x , y , z ) u ( x , y , z ,t )
n
h ( x , y , z , t ) ; ( x , y , z ) , t t 0 .
t t0
h ( x, y , z , t) diberikan danterdefinisi ( x , y , z ) pada dan .
Sekarang misalkan kita pertimbangkan lempengan dari ketebalan konstan dengan dua
permukaan bidang yang terisolasi. Jika distribusi suhu awal tidak berbedamelalui ketebalan
lempengan, maka setiap waktu berikutnya suhu pada lempengan tidak berbedamelalui
ketebalannya,dan jika kita memilih sistem koordinat dengan sumbu- z tegak lurus dengan
lempengan, suhu pada lempenganadalah fungsi yang hanya bergantung pada x, y , dan t .
u 2 u 2 u
( 2.13 )
t
2 (
+ 2 =0
x y )
Akhirnya, mari kita mempertimbangkan silinderbatang dengan permukaan silindernya terisolasi
dan suhu awal yang konstan di setiap bagian yang bersebrangan. Jika kita memilih sistem
koordinat dengan garis tengah pada batang sepanjang sumbu- x , maka suhu tidak berbedaatas
bagian yang bersebrangan dan hanya akan menjadi fungsi dari x dan t saja. Persamaan
2
( 2.14 ) u u2 =0
t x
Pada penutupan bab ini, disebutkan bahwa persamaan (2.6) dan (2.8) jugaterdapat pada
materi difusi darifluidamelalui porous medium dandipelajaridari proses difusi lain yang memuat
cairan dan gas.
Masalah-Masalah
f ( x1 , , xn) Rn
2.1. Misalkan fungsi kontinu pada suatu domain dari dan
( 2.15 ) f ( x 1 , , x n ) d x 1 dxn =0.
A
pada suatu titik P dari . Karena f kontinu, f akan positif pada suatu bola
yang berpusat pada P . Pertimbangkan ( 2.12 ) ketika diambil untuk menjadi bola
tersebut.]
f ( x1 , , xn) f ( x 1 , , x n ) >0
Solusi: Andaikan positif, yaitu maka
f ( x1 , , x n ) d x1 >0
A
f ( x 1 , , x n ) d x1 dx 2 >0
A
f ( x 1 , , x n ) d x1 dx n >0
A
f ( x 1 , , x n )=0
inikontradiksidenganpernyataanpersamaan 2.15 . Oleh karenanya, haruslah .
Solusi : Diketahui
2 2 2
( 2.7 )
k t
2 (
c u u u u
+ 2 + 2 =0.
x y z )
'
Misalkan t = ( k /c ) t , maka
dt ' k
=
dt c
Perhatikanbahwa
'
u u d t u k
= =
t t ' dt t ' c
c u 2 u 2 u 2 u
k t
+( +
x 2 y2 z2
=0 )
2 2 2
c u k
( '
k t c
u u u
2 )(
+ 2 + 2 =0
x y z )
u 2 u 2 u 2 u
(+ +
t ' x2 y 2 z 2
=0 )
'
kemudianganti t =t , diperoleh
u 2 u 2 u 2 u
( 2.8 )
t
( + +
x2 y2 z2
=0. )
2.3. Tulismasalahnilaiawalbatas yang
harusdiselesaikanuntukmengetahuidistribusisuhusebelumnyapadasilinderbatang yang
t t0
untuk setiap .
3. Persamaan Laplace
Persamaan Laplace
2 2 2
( 3.1 ) u2 + u2 + u2 =0
x y z
Berkembang dari studi tentang kelas besar dari fenomena fisika yang diketahui sebagai
fenomena keadaan tetap. Fenomena-fenomena ini dikarakterisasi oleh kenyataan bahwa
pertimbangkan kasus fungsi distribusi suhu dalam keadaan tetap yang homogen dan isotropik.
u
Karena fungsi u tidak bergantung pada variabel waktu t , =0
dan persamaan
t
konduksi kalor menjadi persamaan laplace (3.1).Jika adalah notasi untuk bagian dalam
benda, fungsi temperatur keadaan tetap u ( x , y , z ,) pasti memenuhi persamaan (3.1) pada
Persamaan (3.1) memiliki banyak solusi tak terbatas. Untuk menentukan solusi khusus
yang mendeskripsikan distribusi temperatur yang sebenarnya pada benda, kondisi tambahan
harus dispesifikkan. Kenyataan ini sangat kontras dengan persamaan kalor (2.8) yang
mendeskripsikan fenomena yang bergantung pada waktu, tidak ada kondisi awal yang
dibutuhkan untuk menspesifikkan persamaan (3.1). Formula yang tidak bergantung pada waktu
pada kondisi terbatas (2.10), (2.11) dan (2.12) adalah
(3. 2) u ( x , y , z )=f ( x , y , z , ) ; ( x , y , z )
u
( 3.3 ) ( x , y , z , )=g ( x , y , z , t ) ; ( x , y , z )
n
u
( 3.4 ) ( x , y , z ) ( x , y , z ) + ( x , y , z ) u ( x , y , z )=h ( x , y , z ) ; ( x , y , z )
n
Masalah mencari solusi dari Persamaan Laplace (3.1) yang memenuhi salah satu dari
kondisi batas (3.2), (3.3), atau (3.4) disebut Masalah Nilai Batas. Lebih spesifiknya, masalah
masalah mencari solusi dari (3.1) yang memenuhi kondisi batas (3.2) dikenal sebagai Masalah
Dirichlet. Masalah untuk menyelesaikan subjek (3.1) terhadap kondisi batas (3.3) dikenal
sebagai Masalah Neumann. Terakhir, masalah untuk menyelesaikan subjek (3.1) terhadap
kondisi batas (3.4) dikenal sebagai Masalah Campuran atau Masalah Nilai Batas Ketiga.
Masalah-masalah ini akan lebih lanjut dipelajari pada Chapter VII.
2u 2u
0 ...(3.5)
x 2 y 2
Dalam kasus sebuah lempengan dengan ketebalan yang
konstan, temperatur keadaan tetap u adalah fungsi dengan hanya dua variabel dan memenuhi
Persamaan Laplace Dua Dimensi.
Persamaan Laplace dua dimensi mengatur bentuk dari sebuah selaput lentur seperti
contoh selaput drum. Selaput tersebut merupakan selaput yang tahan akan segala jenis
perentangan atau penarikan ke segala arah tanpa mengubah bentuk aslinya .Misalkan selaput
lentur tersebut menempati daerah pada bidang (x,y) yang dibatasi oleh kurva mulus C, dan
menyatakan interior dari daerah tersebut. Sumbu u ortogonal ke bidang (x,y)(lihat Gambar 3.1).
Misalkan batas kurva mulus C diparametrikkan oleh persamaan
x x( s ), y y ( s ); s I.
~~
CC
Misalkan setiap titik di batas selaput dipindahkan sepanjang garis tegak lurus bidang
(x,y) dan batas tersebut terikat di sepanjang kurva .
x x( s), y y ( s ), u (s); s I.
Kurva memproyeksikan bidang (x,y)
atas kurva C dan diberi persamaan
~
u u ( x, y ); ( x, y ) .
Selaput tersebut kemudian mengambil bentuk
permukaan yang diberikan oleh persamaan berbentuk
2u 2u
0; (x, y)
x 2 y 2
Dari kedua asumsi (a) dan (b) dapat ditunjukkan bahwa
fungsi u(x, y) haruslah memenuhi Persamaan Laplace Dua Dimensi (3.5).Jadi, untuk menentukan
bentuk akhir dari selaput tersebut kita harus menyelesaikan Masalah Dirichlet.
u(x, y) ( x, y ); (x, y) C
Gambar 3.1
Persamaan Laplace juga muncul dalam pembelajaran medan gaya yang dapat diturunkan
dari sebuah potensial. Sebagai contoh misalakan F adalah medan gaya yang disebabkan dari
distribusi muatan listrik di ruangan. F(x, y, z) adalah vektor gaya yang bertindak sebagai sebuah
unit muatan yang ditempatkan di titik (x, y, z). Dapat ditunjukkan bahwa F dapat diturunkan dari
sebuah fungsi potensial u; sebagai contoh, terdapat fungsi u sebagai berikut
F = - grad u.
Potensial u memenuhi Persamaan Laplace di setiap titik di ruangan yang bebas dari
muatan listrik. Medan gaya gravitasi oleh karena distribusi massa di ruangan tersebut juga dapat
diturunkan dari sebuah potensial dan fungsi potensial itu sendiri memenuhi Persamaan Laplace
di setiap titik di ruangan yang bebas dari massa.
Bab VI
PERSAMAAN FISIKA MATEMATIKA
4. Persamaan Gelombang
Fenomena getaran dan perambatan gelombang dapat dibentuk sebuah persamaan
diferensial parsial yang dikenal sebagai persamaan gelombang.
Misalkan kita pertimbangkan getaran pertama pada sebuah bidang benang atau dawai
seperti dawai pada gitar. Andaikan panjang pada dawai adalah L dan ketika dawai dalam
keseimbangan, dawai tersebut menempati bagian dari sumbu x dari x = 0 sampai x = L (lihat
Gambar 4.1)
Kita asumsikan dawai tersebut bergetar pada sebuah bidang, bidang (x , u) , dan setiap
titik pada pergerakan dawai hanya sepanjang garis yang tegak lurus dengan sumbu x (parallel
dengan sumbu u). u(x ,t ) menotasikan perpindahan pada saat t dari titik pada
u
ditempatkannya dawai di x (ketika dalam keseimbangan). Dibawah penambahan asumsi x
kecil (yaitu getaran pada dawai memiliki amplitude yang kecil) dapat ditunjukan u(x ,t )
dimana T adalah tegangan pada dawai dan adalah kepadatan linear. Persamaan (4.1)
dikenal dengan persamaan getaran dawai atau persamaan dawai. Ini juga dikenal dengan
1
T
persamaan gelombang satu dimensi. Dengan membuat c= ( ) 2
, persamaan (4.1) menjadi
2 u 2 u
T =0
x2 t2
2 u 2 u
T =
x2 t2
T 2 u 2 u
=
x2 t 2
2 2 u 2 u
c 2
= 2
x t
2 u 1 2 u
2
= 2 2
x c t
2 2
( 4.2 ) u2 12 u2 =0
x c t
Seperti yang akan kita lihat pada Bab VIII, c adalah kecepatan rambatan gelombang pada
dawai. persamaan (4.2) dapat disederhanakan dengan mengganti skala waktu. Atur t ' =ct
t ' ( )
t ' =ct = ct
t t
'
t
=c
t
t ' t t'
t= ' = '
c t t c ()
t 1
=
t ' c
u u t
=
t' t t '
u u 1
=
t t c
'
atau
u u t'
=
t t' t
u u
= c
t t'
Sehingga
2 u u
=
t2 t t ( )
u
( )
t t '
c
u
c
( )
t t '
u
c ( )
t t
'
u
c '( )
t t
'
c
2 2 u
c
t '2
Sehingga persamaan
2 u 1 2 u
=0
x 2 c 2 t 2
2 u 1 2 2 u
x2 c2 (
c '2 =0
t )
2 u 2 u
2 '2 =0
x t
'
Misalkan kembali t =t(t baru) sehingga,
2 2
( 4.3 ) u2 u2 =0
x t
Fungsi u(x ,t ) menggambarkan sejarah dari pergerakan pada dawai harus memenuhi
persamaan (4.3) untuk setiap titik x pada interval terbuka 0< x < L dan untuk setiap t .
Persamaan (4.3) memiliki tak terhingga banyaknya solusi dan supaya memilih solusi khusus
yang menggambarkan getaran yang sebenarnya pada dawai kondisi tambahan harus ditentukan.
Seperti dalam kasus persamaan kalor, kondisi ini berada dalam dua kategori, kondisi awal dan
kondisi batas. Berbeda dengan persamaan kalor, dua kondisi awal perlu ditetapkan pada saat
t0
awal ,
( 4.4 ) u ( x , t 0 ) = ( x ) , 0 x L
u
( 4.5 ) ( x , t )= ( t ) , 0 x L
t
Kondisi (4.4) menentukan pemindahan awal pada dawai, sementara kondisi (4.5) menentukan
kecepatan awal. Beberapa jenis batasan kondisi pada ujung-ujung x=0 dan x=L pada
dawai yang mungkin, tergantung pada cara dimana ujungnya diikat atau dilepas. Kondisi ini
u
u t t0
menentukan nilai dari atau turunan x pada ujung-ujung dawai untuk semua .
Masalah menemukan solusi dari persamaan gelombang (4.3) bergantung pada kondisi awal (4.4),
(4.5), dan untuk kondisi batas (4.6) adalah sebuah masalah nilai awal terbatas.
Jika dawai tak terhingga tidak ada batas kondisi harus ditentukan, dan masalah
menemukan solusi dari persamaan gelombang (4.3) bergantung pada kondisi awal
( 4.7 ) u ( x ,t 0 ) = ( x ) ,< x <
u
( 4.8 ) ( x ,t 0 )= ( x ) ,< x <
t
adalah sebuah masalah nilai awal atau masalah Cauchy (bandingkan dengan Bab IV). Solusi dari
masalah ini dapat diperoleh menggunakan solusi umum (7.22) dari persamaan gelombang yang
berasal di Bab V.
Salah satu contoh gelombang pada dimensi 2 adalah pada membrane yang bergetar. Karena
ketebalan nya sangat tipis maka diabaikan sehingga hanya ada ukuran panjang dan lebar, maka
saat t pada titik dalam membran yang berlokasi pada (x , y ) lihat gambar berikut
Dengan asumsi lokasi pada bagian 3 (persamaan la place), dapat ditunjukan bahwa u( x , y , t)
2 u 2 u 1 2 u
=0( 4.9)
x 2 y 2 c 2 t2
1/ 2
Dimana c=( T / ) , T adalah tegangan membrane dan adalah kerapatan permukaan.
Persamaan (4.9) dikenal sebagai persamaan dari getaran membrane atau persamaan gelombang
dua dimensi. Sebagaimana halnya pada getaran dawai, 2 kondisi harus ditetapkan,
(4.10)
u ( x , y , t 0 ) = ( x ) ,(x , y )
u
t
( x , y , t0 ) = ( t ) ,(x , y ) (4.11)
Juga batas-batas kondisi bermacam-macam dapat ditetapkan, tergantung kecepatan
menggetarkan membran. Untuk contoh, kondisi batas dipercepat sepanjang kurva bidang saat
t t 0 (4.12)
u ( x , y ,t )=0, ( x , y ) ,
Terakhir kita ingat kembali getaran dari gelombang suara atau bunyi. Ini merupakan getaran
yang kecil dari gas, seperti udara, menempati sebuah daerah pada ruang dimensi tiga. Misalkan
menotasikan bagian dalam dari daerah ini dan misalkan u(x , y , z , t) menotasikan
deviasi/penyimpangan dari tekanan lingkungan (normal) dari gas pada titik ( x , y , z) dari
dan saat t . Dibawah beberapa hipotesis, ini dapat ditunjukan bahwa u harus
2 u 2 u 2 u 1 2 u
=0 (4.13)
x 2 y 2 z 2 c2 t 2
persamaan bunyi atau persamaan gelombang dimensi tiga. Kondisi awal dan kondisi batas
dihubungkan dengan persamaan (4.13) sama halnya pada kasusu persamaan gelombang dimensi
satu dan dua.
Getaran yang lain dan phenomena perambatan gelombang seperti pada getaran gelombang
elektromagnetik yang dapat digambarkan oleh persamaan gelombang.
Masalah 4.1
Pada bab V sub b 7, kita telah menunjukkan bahwa solusi umum dari persamaan gelombang
dimensi 1 (4.3) sebagai berikut:
u ( x , t )=F ( x+ t ) +G( xt)
Dimana F dan G adalah sembarang fungsi satu variabel.
a) Gunakan solusi umum ini untuk menentukan solusi dari masalah nilai awal (4.3), (4.7), (4.8)
t o=0
dengan
x+t
1 1
( 4.14 ) u ( x ,t )= [ ( x+ t ) + ( x t ) ] + ( ) d
2 2 xt
b) Tunjukkan dengan subtitusi langsung bahwa (4.14) memenuhi persamaan gelombang (4.3)
dan kondisi awal (4.7) dan (4.8) dengan t0 = 0.
Jawab :
Persamaan gelombang:
2 2
u u
2
2
=0
x t
( 4.8 ) ut ( x , 0 )= ( x )
Solusi umum
u ( x , t )=F ( x+ t ) +G ( xt ) (1)
Misalkan
=x +t , =xt
Perhatikan bahwa
U t ( , )=U t +U t
'
F ( )G' ()
Akibatnya,
' '
U t ( x ,t )=F ( x +t ) G ( xt )
U t ( x ,0 )=F' ( x )G' ( x)
Dari persamaan (4.8) kita peroleh F' ( x ) G' ( x )= ( x ) . Dengan mengintegralkan kedua ruas
diperoleh
F ' ( x )G' ( x )= ( x )
x
F ( x )G ( x ) = ( ) d , a R (2)
a
x
1 1
Sehingga diperoleh G ( x )= ( x )F ( x ) = 2 ( x ) 2 ( ) d
a
Karena
u ( x , t )=F ( x+ t ) +G ( xt ) , maka
[ ][ ]
x+ t xt
1 1 1 1
u ( x , t )= ( x+t ) + ( ) d + ( xt ) ( ) d
2 2 a 2 2 a
x+t xt
1 1 1 1
( x +t )+ ( xt ) + ( ) d ( ) d
2 2 2 a 2 a
a x+t
1 1 1
( ( x +t ) + ( x t ) ) + ( ) d + ( ) d
2 2 xt 2 a
x+t
1 1
u ( x , t )= ( ( x +t ) + ( xt ) ) + ( ) d
2 2 xt
Merupakan solusi khususnya.
x+0
1 1
u ( x , t 0=0 ) = ( ( x+ 0 ) + ( x 0 ) ) + ( ) d
2 2 x0
x
1 1
( ( x ) + ( x ) )+ ( ) d
2 2 x
1
( 2 ( x ) ) +0= ( x )
2
u ( x , 0)
= ( ( x ) )=0= (x) , persamaan (4.8) terpenuhi.
t t
x +t
u 1
=
x x 2 ( 1 1
( x+t ) + ( x t ) + ( ) d
2 2 xt )
1 1 1 1
' ( x+ t ) + + ( x+ t ) ( xt )
2 2 2 2
2 u 1 ' ( 1 1 1
2
=
x x 2 (
x +t )+ + ( x +t ) ( xt )
2 2 2 )
1 1 1
'' (x +t )+ ' ( x +t ) ' ( xt )
2 2 2
x+t
u 1
=
t t 2 ( 1 1
( x +t ) + ( xt )+ ( ) d
2 2 xt )
1 1 1 1
' ( x+ t ) + ( x +t )+ ( xt )
2 2 2 2
2 u 1 ' ( 1 1 1
2
=
t t 2 (
x +t ) + ( x+ t ) + ( x t )
2 2 2 )
1 1 1
'' (x +t )+ ' ( x +t ) ' ( xt )
2 2 2
Sehingga
2 u 2 u 1 '' (
x 2
t 2 [ 1 ' ( x+t ) 1 ' ( xt )
2 = x +t ) +
2
2
1 '' 1
][ 1
(x +t)+ ' ( x+t ) ' ( xt )
2 2 2 ]
2 u 2 u
=0
x 2 t2
temperatur dalam ruang yang dibatasi plat homogen isotropik dan jika temperatur pada plat yang
dibatasi itu diketahui, maka u haruslah solusi masalah nilai terbatas.
2 2
( 5.1 ) u2 + u2 =0, ( x , y )
x y
( 5.2 ) u ( x , y ) =f ( x , y ) , ( x , y )
Dimana adalah bagian dalam dari plat dan adalah batas. Jika u(x,t) merupakan
perpindahan dari dawai yang tak hingga dan jika perpindahan dan kecepatannya diketahui
t=t o
pada t awal , maka u haruslah solusi dari masalah nilai awal
2 2
( 5.3 ) u2 u2 =0 ;< x < ,t 0 <t
x t
u
( 5.5 ) ( x , t0 ) = ( x ) ,< x<
t
Hal ini masuk akal, untuk mengetahui temperatur pada batas plat untuk menentukan
temperatur pada setiap titik plat. Begitu juga, untuk permasalahan selanjutnya, yaitu kita
to
mengetahui perpindahan dan kecepatan pada dawai pada waktu awal untuk menentukan
t t0
gerakan dawai untuk setiap .
Definisi 5.1
Masalah yang melibatkan persamaan differensial parsial dikatakan masalah well-posed jika
memenuhi tiga syarat:
(a) Ada solusi
(b) Solusi tunggal
(c) Solusi tergantung pada kekontinuan data dari masalah
Mempelajari fenomena fisika dengan menjadikan masalah yang melibatkan persamaan
diferensial parsial, tidak cukup membuat masalah memiliki solusi tunggal. Ini penting untuk
mengetahui bahwa solusi tergantung pada kekontinuan data dari masalah. Sebaliknya kita tidak
yakin solusi dari masalah menggambarkan fenomena fisika diperlukan tingkat ketelitian.
Tujuan mempelajari persamaan diferensial parsial adalah:
1. Menentukan kondisi masalah well-posed
2. Menggambarkan cara menemukan solusi atau pendekatan solusi dari masalah well-posed
3. Menentukan sifat-sifat umum dari solusi
Kita akan menunjukkan pada Bab VIII bahwa memenuhi asumsi masalah nilai batas (5.1),
(5.2) adalah well-posed. Memenuhi asumsi, masalah nilai awal (5.3), (5.4), (5.5) juga well-
posed. Nyatanya kita sudah menentapkan solusi pada masalah 4.1 karena (4.14) adalah solusi
dari masalah. Pada bab VIII kita akan menunjukkan solusi tunggal (4.14). Menggunakan rumus
solusi, kita juga akan menunjukkan solusi tergantung pada kekontinuan data.
Perlu ditekankan bahwa tidak setiap masalah dikatakan well-posed. Sebagian besar fenomena
fisika mengarah pada masalah nilai awal, atau batas, atau batas awal yang well-posed.
Ternyata setiap persamaan diferensial parsial memiliki beberapa masalah yang berkaitan dengan
well-posed walaupun masalah lain tidak well-posed. Supaya mengilustrasikan hal ini, kita
perhatikan lagi masalah nilai batas (5.1), (5.2) dan masalah nilai awal (5.3), (5.4), (5.5). Masalah
ini well-posed, meskipun persamaan Laplace dan persamaan gelombang hanya berbeda tanda.
Periksa juga masalah nilai awal (masalah Cauchy) untuk persamaan Laplace dan masalah nilai
batas (masalah Dirichlet) untuk persamaan gelombang. Ternyata masalah ini bukan well-posed.
Masalah nilai awal untuk persamaan Laplace bukan well-posed yang ditunjukkan Hadamard
(lihat masalah 5.2). Kita tahu dari teorema Cauchy-Kovalevsky bahwa masalah memiliki solusi
tunggal jika data awal diasumsikan analitik. Tetapi, masalah tersebut bukan well-posed karena
solusi tidak tergantung pada kekontinuan data awal. Contohnya masalah nilai batas untuk
persamaan gelombang yang bukan well-posed digambarkan dalam masalah 5.3. Masalah ini
bukan well-posed karena memiliki solusi tak terhingga.
Masalah 5.3
Masalah Dirichlet untuk persamaan gelombang,
2 u 2 u
2
2 =0; 0< x< T , 0<t < T ,
x t
u ( 0,t )=u ( L , t ) =0 ; 0 t T ,
u ( x , 0 )=u ( x , T )=0 ; 0 x L
dimana rasio T/Ladalah bilangan rasional, katakan T/L = m/n dimana m dan n adalah bilangan
bulat positif.
nx mt
u ( x , t )=Csin sin
L T
adalah solusi dari permasalahan setiap konstan C yang berubah-ubah, dan selain itu masalah ini
memiliki solousi tak berhingga.
Masalah 5.2
Contoh Hadamard, bagian a dan c
a. Perhatikan masalah Cauchy untuk persamaan Laplace di R2
{
2 2
u u
2
+ 2 =0
y x
( 5.6 ) u ( x , 0 )=0
1
u y ( x ,0 )= sin nx
n
u y ( x , 0 )=g (x)
1
u y ( x , 0 )=g ( x ) + sin nx
n
tunjukkan bahwa
1
( 5.10 ) u 2 ( x , y ) u1 ( x , y )= sinh ny sin nx
n2
Jawab :
1 1 e0 e0 1
u ( x , 0 )= 2
sinh 0 sin nx= 2
sin nx= 2 0 sin nx=0
n n 2 n
Jadi, terbukti bahwa
u(x , 0)=0
1
u y ( x , 0 )= sin nx
Akan ditunjukkan n
1
u ( x , y )= 2
sinh ny sin nx
n
1 1 eny +eny
u y ( x , y )= 2
cosh ny sin nx= 2
sin nx
n n 2
1 1 e 0 +e 0 1 1+ 1 1
u y ( x , 0 )= 2
cosh 0 sin nx= 2
sin nx= 2 sin nx= 2 sin nx
n n 2 n 2 n
Jadi, terbukti bahwa
1
u y ( x , 0 )= sin nx
n
2 u 2 u
Akan ditunjukkan + =0
y2 x2
1
u ( x , y )= sinh ny sin nx
n2
Dari pengerjaan sebelumnya didapat :
1
u y ( x , y )= 2 cosh ny sin nx
n
dengan demikian
2 u 1
= sinh ny sin nx
y 2 n2
2 u
Sedangkan untuk x2
1
u x ( x , y )= sinh ny cos nx
n2
2 u 1
2
= 2 sinh ny sin nx
x n
2 2
u u
+ =0
y2 x2
Karena
1
u ( x , y )= sinh ny sin nx
n2
memenuhi
2 u 2 u
+ =0
y2 x 2
u ( x , 0 )=0
1
u y ( x , 0 )= sin nx
n
1
u ( x , y )= sinh ny sin nx
maka terbukti bahwa n
2 merupakan suatu solusi.
c. Diketahui :
u1 solusi dari masalah Cauchy (5.8)
2 u 2 u
2
+ 2 =0
y x
u ( x , 0 )=f (x )
u y ( x , 0 )=g (x)
u ( x , 0 )=0
1
u y ( x , 0 )= sin nx
n
u=u 3
Kita misalkan sehingga
1
u ( x , y )=u3 (x , y)= sinh ny sin nx
n2
2 ( u 1+u 3) 2 ( u1+u3 )
Akan dibuktikan + =0
y2 x2
2 2
( u 1+u 3) ( u1+ u3 )
+
y2 x2
2 2 2 2
( u1 ) ( u 3 ) ( u1 ) ( u3 )
+ + +
y2 y2 x2 x2
2 ( u1 ) 2 ( u1 ) 2 ( u3 ) 2 ( u3 )
(y
2
+
x
2
+)(y
2
+
x
2 )
=0+0=0
1
( u1 +u3 ) y ( x , 0 )=( u1 ) y ( x , 0 ) + ( u 1) y ( x , 0 )=g ( x )+ n sin nx
u1 +u3
Karena f dan g analitik maka u2 haruslah sama dengan
1
u2=u1 +u3 =u1 + sinh ny sin nx
n2
Sehingga didapat
1 1
u2u1 =u1+ 2
sinh ny sin nx u1= 2 sinh ny sin nx
n n
Jadi terbukti
1
u2u1 = sinh ny sin nx
n2
LapLaces Equation
1. Fungsi Harmonik
Persamaan Laplace
2 u 2 u 2 u
+ ++ =0
x 21 x 22 x 2n
Merupakan persamaan diferensial parsial dari elliptic type yang sangat
sederhana dan sangat penting.
Definisi 1.1
Teorema 1.1
. Maka u analitik di .
Problems 1.1
n
Adalah harmonik di R .
di Rn .
Problems 1.2 (a)
2 2
u=xy u=x y
1.u x = y ; u y =x ; 1.u x =2 x ; u y =2 y ;
Telah Dibahas pada bab VI bahwa potensial elektrostatis pada sebarang titik
( x , y , z ) (0,0,0) , berkaitan dengan sebuah unit charge pada titik asal di
1 1
R3 , adalah sebanding dengan dengan
2 2
r=(x + y + z ) 2 2
merupakan
r
jarak ( x , y , z) dari titik asal. Ini dikenal di Fisika dimana potensial berkaitan
dengan sebarang distribusi dari charges yang memenuhi persamaan Laplace
pada sebarang titik di space free from charge.
1
u= , r 0 (2.1)
r
3
adalah sebuah fungsi harmonik di R kecuali di titik asalnya.
Fungsi (2.1) dibedakan oleh simetrinya pada titik asal, ini hanya bergantung
pada jarak radial r dari titik asal dan tidak bergantung pada variabel sudut
dan .
n
adalah operator Laplace di R yang berkaitan dengan koordinat bola
2
(koordinat polar di R ).
1 u 1 2 u
Di R
2
, u= r +( )
r r r r 2 2
1 n1 u
Di Rn dengan n>2 , u=
r n1
r
r (r
+ n u )
Dimana
n adalah operator diferensial parsial orde kedua yang hanya berkenaan
1 u
r
r r r
=0 ( )
Fungsi 1, logr (n=2)
adalah dua solusi untuk persamaan di atas yang bebas linear dan solusi umumnya
mengandung seluruh kombinasi linear dari fungsi-fungsi di atas.
1 n1 u
r
n1
r
r (r
=0 )
dan dua solusi bebas linear untuk persamaan di atas adalah
1
1, (n>2)
r n2 .
R+ R+ R = 0
Sisi kiri persamaan 2.10 adalah fungsi dari r dan sisi kanan adalah fungsi dari
.
Dimana konstan. Dapat disimpulkan bahwa untuk u(r,) dari bentuk (2.9) untuk
memenuhi persamaan Laplace, fungsi R dan harus memenuhi persamaan
diferensial biasa (2.11) dan (2.12). Persamaan 2.11 dikenal sebagai persamaan
Euler dan memiliki dua solusi bebas linear.
{
R ( r ) = 1,log r if =0
r , r if 0 (2.13)
tidak dapat diasumsikan bahwa, untuk setiap nilai dan untuk fungsi (2.13) dan
(2.15)
terdefinisi sebagai sebuah fungsi harmonik di setiap domain dari R2. Hal ini hanya
berlaku jika (2.15) adalah fungsi yang well defined (C 2) di .
Ini berarti bahwa agar (2.15) untuk menentukan fungsi nilai tunggal di , fungsi
( +2 )= ( ) , (2.16)
Jika adalah domain yang berisi kurva mengelilingi titik asal, fungsi angular yang
dapat digunakan dalam (2.15) untuk menentukan fungsi harmonik di adalah
R ( r ) =
{r 1,, r log; n=1,
n n
r ; n=0
2, (2.18)
u ( r , )=
{ 1, r n cos n , r n sin n ; n=1, 2,
log r , rn cos n , rn sin n ; n=1, 2, (2.19)
Jika tidak mengandung titik asal R2 , semua fungsi di (2.19) harmonik di . Jika
mengandung titik asal, hanya fungsi pada baris pertama adalah harmonik di .
Misalkan adalah domain dari R2 yang tidak mengandung titik asal. Maka
u(r,) = (2.20)
x
u ( x , y )= arctan
2 y ()
, < x< , 0< y< (2.22)
3 Y + Y =0 (2.25)
( +1) =0
Persamaan (2.25) memiliki solusi nontrivial hanya ketika sama dengan salah satu
dari nilai
n = n(n+1), n=0,1,2,
Untuk setiap n , ada 2n+1 solusi bebas linear dari (2.25), disimbolkan dengan
Solusi ini disebut harmonik Laplace bola, dimana =n , maka fungsi radial nya
Kita asumsikan fungsi x(x,y) dan y(x,y) ada di C 2(), sedangkan fungsi x(x,y)
dan y(x,y) ada di C2().
Diberikan u(x,y) adalah fungsi yang terdefinisi di dan u(x,y) adalah fungsi
yang terdefinisi di dengan rumus :
Transformasi Dasar :
1. Translasi
x = x + x0, y = y + y0;
x = x x0, y = y y0,
2. Rotasi
contoh :
x = x, y = -y; x = x, y = -y
x = -x, y = y; x = -x, y = y,
x = y, y = x; x = y, y = x,
Contoh 3.2
Fungsi pada baris pertama harmonik di R2. Dimana, fungsi pada baris kedua juga
harmonik di R2 kecuali di titik (0,0).
Pada transformasi dasar yang telah kita definisikan di R 2 memiliki analog yang
jelas dalam R3 dan dalam ruang dimensi yang lebih tinggi. Contoh,
(x2 + y2 + z2)-1/2
fungsi ini harmonik dalam R3 kecuali di titik asal dan dengan translasi
[(x-x0)2+(y-y0)2+(z-z0)2]-1/2
Pada notasi vector, r =(x,y,z), r0 =(x0,y0,z0), fungsi tersebut dapat ditulis menjadi
|r-r0|-1 (3.8)
Sebuah transformasi pada bentuk (3.10), (3.11) disebut transformasi linear dari
koordinat di Rn dan apabila diberikan sebuah matriks A.
Teorema 3.1
Sebuah transformasi linear dari koordinat mempertahankan keharmonikan dari
setiap fungsi harmonik jika dan hanya jika diberikan oleh matriks A dari bentuk
A=B (3.12)
b ik b jk {1if i= j
0 if i j
k=1
Misalkan S (0,a) menunjukkan batas lingkaran di R2 dengan pusat (0,0) dan jari-
jari a. Dalam koordinat polar, titik (r,) dan (r,*) dikatakan inversi sehubungan
dengan S(0,a) jika
r r =a2 , = (3.13)
Perhatikan bahwa dua titik inversi sehubungan dengan S(0,a) terletak pada
garis radial yang sama. Pemetaan yang memetakan titik (r, ) ke (r*,*)
diberikan oleh
a2
r= , = (3.14)
r
Pemetaan (3.14) didefinisikan untuk semua titik (r,) dalam R 2 kecuali titik (0,0).
Peta dari titik di luar lingkaran S(0,a) ke titik dalam S(0,a) dan sebaliknya,
sementara poin yang terletak pada lingkaran S(0,a) telah ditetapkan. Sebuah
adalah domain yang terletak di luar S(0,a) dipetakan ke domain * dalam S(0,a).
Misalkan berupa domain dalam R2 yang tidak mengandung titik (0,0) dan u(r,)
harmonik di . Kemudian u(r*,*) fungsi yang diperoleh dari u(r,) dengan
mengganti r dengan a2/r* dan dengan *, adalah harmonik dalam *.
Inversi sehubungan dengan bola dalam R3 didefinisikan dengan cara yang sama.
Misalkan S(0,a) adalah permukaan bola dengan pusat (0,0) dan jari-jari a.
Dalam koordinat bola, titik (r,,) dan (r*,*,*) dikatakan Inversi sehubungan
dengan S(0,a) jika
2
r r =a , = , = (3.16)
Misalkan menjadi domain dalam R3 yang tidak memuat titik (0,0) dan u(r,,)
fungsi harmonik di . Misalkan * menjadi citra omega berdasarkan inversi
(3.16) dan menentukan fungsi u*(r*,*,*) di * oleh rumus
a2
u (r , , )=u( , , ) (3.17)
r
dan karenanya,
r r a2
r= r = r = r. (3.19)
r r r
sehingga,
r r a2
r= r= r = 2 r . (3.20)
r r r
harmonik di *. Dalam R3, jika u(r) adalah harmonik dalam domain , maka u
2
a a
u ( r )= u ( 2 r ) (3.22)
r r
harmonik di *.
yang diberikan.
Dalam masalah ini f (x) = c. Hal ini jelas bahwa fungsi konstan u(x) = c
adalah solusi untuk masalah ini. Kami akan lihat nanti dalam bab ini bahwa
ini adalah satu-satunya solusi untuk masalah ini. Dalam hal contoh fisika kita,
ini berarti bahwa jika permukaan tubuh yang terbatas disimpan pada suhu c
konstan, suhu steady state di setiap titik di dalam tubuh juga sama dengan c.
pada titik x. Biarkan f menjadi fungsi terdefinisi dan kontinu pada doomega.
Cari fungsi u didefinisikan dan kontinu di sehingga u harmonik di
u (x)
=f ( x ) , x (4.4)
n
Sebuah contoh fisik yang terkait dengan masalah Neumann ini, cari
distribusi temperatur steady state yang stabil dalam tubuh isotropik
homogen jika hukum fluks panas di permukaannya dikenal. Jika misalnya
permukaan tubuh disekat , fungsi f di kondisi batas Neumann (4.4) adalah
nol.
Contoh 4.3 Selesaikan masalah Neumann
u=0, dalam
u ( x )
=0, x
n
dan terus menerus pada . Cari u fungsi yang ditetapkan dan kontinu
dalam .
Tiga tujuan utama dari bab ini adalah sebagai berikut;
1. Untuk menentukan kondisi di mana masalah nilai batas well-posed, yakni,
masalah memiliki solusi unik yang tergantung terus menerus pada data
batas.
2. Untuk menggambarkan metode untuk menemukan solusi dari masalah
well-posed/
3. Untuk menentukan sifat umum dari solusi.
Perlu ditekankan bahwa tidak setiap masalah yang kelihatannya masuk
akal well-posed Kita akan lihat misalnya bahwa Neumaan tidak memiliki
solusi kecuali fungsi f adalah sedemikian rupa sehingga terpisahkan selama
sama dengan nol. Bahkan saat ini kondisi yang diperlukan keberadaan
solusi dipenuhi, masalahnya mungkin memiliki solusi tak terhingga
banyaknya seperti dalam kasus dengan masalah contoh 4.3. Sebagai contoh
lain, masalah Dirichlet eksterior dalam dua variabel saling bebas memiliki
takterhingga banyaknya solusi kecuali kita memaksakan kondisi bahwa solusi
tersebut harus dibatasi.
Setelah kita tahu bahwa masalah well-posed kita dapat mencoba untuk
menemukan solusinya. Kecuali bila masalahnya adalah khusus sederhana,
kita tidak bisa berharap untuk menemukan rumus sederhana untuk solusi.
Namun, kami selalu dapat menemukan pendekatan numerik untuk solusi,
mungkin dengan bantuan komputer.
Dalam studi masalah batas nilai yang berkaitan dengan persamaan
Laplace ini linearitas operator Laplacian memainkan peran yang sangat
Dan
u2 merupakan solusi dari masalah Dirichlet
u=0 ; u=f 2 on
u=0 ; u=c 1 f 1 +c 2 f 2 on