0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
794 tayangan234 halaman

Persamaan Diferensial Parsial Dari Persamaan Linear Dan Kuasi Orde Pertama Sampai Materi Persamaan Laplace

1. Bab ini membahas teori persamaan diferensial parsial linier dan kuasi linier orde pertama, termasuk definisi solusi, klasifikasi berdasarkan kelinieran, integral umum, dan masalah nilai awal. 2. Persamaan diferensial parsial orde pertama dikelompokkan menjadi linier, kuasi linier, dan hampir linier berdasarkan bentuk koefisien dan fungsi di ruas kanan. 3. Integral umum adalah rumus yang sering menghasilkan solusi persamaan

Diunggah oleh

fitri
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
794 tayangan234 halaman

Persamaan Diferensial Parsial Dari Persamaan Linear Dan Kuasi Orde Pertama Sampai Materi Persamaan Laplace

1. Bab ini membahas teori persamaan diferensial parsial linier dan kuasi linier orde pertama, termasuk definisi solusi, klasifikasi berdasarkan kelinieran, integral umum, dan masalah nilai awal. 2. Persamaan diferensial parsial orde pertama dikelompokkan menjadi linier, kuasi linier, dan hampir linier berdasarkan bentuk koefisien dan fungsi di ruas kanan. 3. Integral umum adalah rumus yang sering menghasilkan solusi persamaan

Diunggah oleh

fitri
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 234

PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL ORDE PERTAMA

BAB III

TEORI PERSAMAAN LINIER DAN KUASI LINIER ORDE PERTAMA

Pada bab ini akan kita pelajari persamaan kuasi linier (dan linier) orde pertama.
Teori dan metode dari solusi masalah nilai awal untuk persamaan tersebut didapatkan
sebagai suatu aplikasi langsung dari teori dan metode dalam kontruksi integral kurva
dan permukaan dari medan vektor yang dijelaskan pada Bab II.
Pada bagian 1, kita akan mendefinisikan apa yang dimaksud solusi dari
persamaan orde pertama dan kita klasifikasi/kelompokan persamaan orde pertama
berdasarkan kelinieritasannya. Pada bagian 2, kita definisikan integral umum dari
persamaan kuasi linier orde pertama dan metode untuk mendapatkannya. Integral
umum adalah rumus yang sering menghasilkan solusi dari persamaan. Pada bagian 3,
kita akan mendeskripsikan masalah nilai awal untuk persamaan kuasi linier orde
pertama dan mendapatkan kondisi dimana terdapat solusi unik/tunggal untuk masalah
ini. Pada bagian 4, kita akan melihat bagaimana jika kondisi tidak dipenuhi yang
kemudian biasanya tidak terdapat solusi untuk masalah ini, dan pada kasus khusus
dimana terdapat solusi, terdapat tak terhingga solusi yang ada. Pada bagian 5, kita
mengaplikasikan teori umum untuk mempelajari hukum konservasi yang merupakan
persamaan kuasi linier orde pertama yang dibangkitkan pada berbagai bagian dari fisika.
Solusi dari persamaan tersebut biasanya mengembangkan diskontinuitas yang disebut
shocks atau gelombang shock, yang diketahui sebagai fenomena pada gas dinamik. Dua
contoh yang ada adalah pada arus lalu lintas dan gas dinamik, didiskusikan secara
detail pada bagian 6. Terakhir, pada bagian 7, kita perlihatkan aplikasi penting dari
persamaan linier orde pertama untuk peluang, secara spesifik untuk mempelajari proses
stokastik. Kita diskusikan pada dua contoh yang detail, yaitu mengenai masalah
trunking sederhana pada jaringan telepon dan kontrol dari penyakit tropis. Berbagai
contoh lain juga dideskripsikan dalam soal-soal pada bagian ini.

1
1. Persamaan Diferensial Parsial Orde Pertama
Sebuah persamaan diferensial parsial orde pertama dalam dua variabel
independen x,y dan z yang tidak diketahui adalah persamaan yang dapat dibentuk dalam
(1.1) F ( x , y , z , z x , z y ) =0

Fungsi F( x , y , z , z x , z y ) didefinisikan pada suatu domain di R5 . (x , y , z , p , q)

digunakan sebagai kordinat untuk titik-titik di R5 . Solusi persamaan (1.1) di domain

1
adalah sebuah fungsi z=f ( x , y ) yang terdefinisi dan C di sehingga

dua kondisi di bawah ini harus dipenuhi:


i. Untuk setiap (x , y ) , titik (x , y , z , z x , z y ) terdapat pada domain di fungsi F .

ii. Ketika z=f (x , y ) disubstitusikan ke persamaan (1.1) menghasilkan sebuah

persamaan identitas di x, y untuk setiap ( x , y )


Persamaan diferensial parsial orde pertama dapat dikelompokan berdasarkan

bentuk istimewa dari fungsi F . Pengelompokan persamaan diferensial parsial adalah

sebagai berikut:
1. Persamaan kuasi linier
Bentuk persamaan kuasi linier adalah
(1.2) P ( x , y , z ) z x +Q ( x , y , z ) z y =R ( x , y , z )

Pada persamaan di atas, fungsi F adalah sebuah fungsi linier pada turunan

zx zy P ,Q , R
dan dengan koefisien bergantung pada variabel independen

x, y seperti pada variable z yang tidak diketahui.


2. Persamaan hampir linier
Bentuk persamaan hampir linier adalah
(1.3) P ( x , y ) z x +Q ( x , y ) z y =R(x , y , z)

2
zx zy
Pada persamaan di atas, koefisien dari turunan dan adalah fungsi

variabel independen x , y .
3. Persamaan linier
Bentuk persamaan linier adalah
(1.4) a ( x , y ) z x + b ( x , y ) z y + c ( x , y ) z=d ( x , y )

F zx , z y z
Pada persamaan di atas, fungsi dari adalah linier pada dan

dengan semua koefisien hanya bergantung kepada variabel independen x dan y.


Apabila suatau persamaan tidak memenuhi bentuk di atas maka persamaan disebut
persamaan non-linier.
Untuk lebih memahami ketiga bentuk pengelompokan yang telah dijelaskan, akan
disajikan beberapa contoh bentuk persamaan serta pengelompokan sebagai berikut:
1. Persamaan diferensial parsial berikut
(1.6) a ( z ) z x + z y =0

zx a(z )
memiliki koefisien berupa fungsi yang bergantung dengan variabel z.

Persamaan (1.6) merupakan persamaan kuasi linier.


2. Persamaan diferensial parsial yang disebut eulers relation berikut
(1.7) x z x + y z y =nz

x z x + y z y nz=0
dapat kita tulis sebagai sehingga memiliki bentuk fungsi F yang

zx , z y z
linier pada dan dengan koefisien-koefisien yang bergantung hanya

pada variabel x dan y . Sehingga, persamaan (1.7) merupakan persamaan

linier.
3. Persamaan diferensial parsial berikut
(1.8) x z x + y z y =z 2

3
zx zy x
memiliki koefisien dan yang bergantung hanya pada variabel dan

y , serta fungsi di ruas kanan hanya bergantung pada variabel z yaitu z2 .

Sehingga, persamaan (1.8) merupakan persamaan hampir linier.


4. Persamaan diferensial parsial berikut
(1.9) 2 2
z x + z y =1

tidak memenuhi ketiga pengelompokan persamaan diferensial yang ada. Sehingga,


persamaan (1.9) merupakan persamaan non-linier.

Pada bab ini, kita mempelajari persamaan diferensial parsial kuasi linier orde
pertama. Ingat bahwa persamaan linier dan hampir linier adalah kasus khusus dari
persamaan kuasi linier.
Soal
1.1 Misalkan f merupakan fungsi C1 pada R2 dan perhatikan bahwa untuk beberapa
bilangan bulat n 1, f memenuhi kondisi
(1.12) f (tx ,ty)=t n f (x , y )

Untuk semua t R1 dan semua (x,y) R2. Maka fungsi tersebut dikatakan

homogen pada derajat n.


(a) Berikan contoh fungsi yang homogen pada derajat 1, 2, dan 3
- Contoh fungsi yang homogen pada derajat 1 adalah
f(x,y) = x+y
karena f(tx,ty)=tx+ty= t(x+y)=t1f(x,y)
- Contoh fungsi yang homogen pada derajat 2 adalah
f(x,y)=x2+y2
karena f(tx,ty)=(tx)2+(ty)2=t2x2+t2y2=t2(x2+y2)=t2f(x,y)
- Contoh fungsi yang homogen pada derajat 3 adalah
f(x,y)=x3+y3
karena f(tx,ty)=(tx) +(ty) =t x +t y =t3(x3+y3)=t3f(x,y)
3 3 3 3 3 3

(b) Buktikan bahwa jika f homogen pada derajat n maka z=f(x,y) memenuhi
persamaan diferensial parsial (1.7) [Petunjuk : Turunkan (1.12) terhadap t dan
substitusi t=1.]
f homogen pada derajat n artinya f(tx,ty)=tnf(x,y), misalkan f(x,y)=z maka
f(tx,ty)=tnz
apabila masing-masing ruas diturunkan terhadap t akan didapat

4
n
f (tx , ty) (t z) f (tx , ty) z
= =n t n1 z
t t t t
apabila disubstitusi t=1 maka akan didapat
f (x , y ) z
=nz
t t
1.2 Buktikan assertion pada contoh 1.4

5
2. Integral Umum dari Persamaan Kuasi Linier
Pada persamaan kuasi linier berikut
(2.1) P( x , y , z) z x + Q(x , y , z )z y =R (x , y , z )

P ,Q , R 1 ~
diasumsikan bahwa fungsi terdefinisi dan C pada suatu domain dari

R3 dan tidak terhubung secara simultan pada beberapa titik dalam domain. Suatu

solusi dari persamaan (2.1) pada domain dari R3 adalah fungsi z=f ( x , y )

1
yang terdefinisi dan C terdapat pada sehingga dua kondisi berikut terpenuhi:

~
(i) Untuk setiap (x , y ) , titik ( x , y , f (x , y)) termasuk domain dari fungsi P, Q, R.

(ii)Saat z=f(x,y) disubstitusikan pada (2.1), hasilnya merupakan identitas pada x, y

untuk semua (x , y ) .
Suatu solusi
(2.2) z=f ( x , y ),( x , y)

dari persamaan (2.1) dapat dilihat sebagai suatu permukaan dari R3 , yang disebut

solusi permukaan dari persamaan (2.1). Vektor normal permukaan (2.2) dapat dihitung

dengan menggunakan gradien dari fungsi (2.2) pada titik (x , y , z) yang hasilnya

adalah ( f x , f y ,1 ) =( z x , z y ,1) . Apabila vektor normal (z x , z y ,1) dikalikan dengan

V =(P ,Q , R) hasilnya akan sama dengan nol, sehingga vektor V ortogonal/ tegak

lurus dengan vektor normal ( z x , z y ,1 ) di setiap titik pada persamaan (2.2). Jadi,

suatu permukaan S disebut suatu solusi permukaan dari persamaan (2.1) jika S dapat

6
dinyatakan sebagai persamaan (2.2) dan jika pada setiap titik dari S, vektor

V =(P ,Q , R) adalah tangen/ vektor singgung dari S.

Suatu solusi permukaan dari persamaan (2.1) adalah integral permukaan dari

medan vektor V =( P ,Q , R) yang dapat dinyatakan sebagai persamaan (2.2). Ini

menyatakan bahwa untuk mencari suatu solusi permukaan dari persamaan (2.1) perlu

dicari integral permukaan V terlebih dahulu atau solusi permukaan dari persamaan

diferensial parsial
(2.3) Pu x +Q u y + Ru z =0

yang dapat dinyatakan sebagai persamaan (2.2).


Solusi permukaan dari (2.3) merupakan permukaan ketinggian, yaitu
~
(2.4) u(x , y , z)=0,(x , y , z)

dari suatu solusi u( x , y , z) dari (2.3). Jika persamaan (2.4) dapat diselesaikan untuk

z dalam bentuk x dan y , maka hasil dari fungsinya adalah solusi dari

persamaan (2.1). Sehingga didapatkan Lemma berikut ini:


Lemma 2.1
1 ~
Misalkan u ada pada C ( ) dan perhatikan bahwa setiap titik
pada ketinggian permukaan (2.4) memenuhi dua kondisi berikut :
Pu x +Q u y + Ru z =0
(i)
uz0
(ii)

kemudian persamaan (2.4) menyebabkan definisi z sebagai fungsi


Bukti :
Dari teorema fungsi implisit, didapatkan
u u
zx= x , z y= y
uz uz

dan karena itu, didapat


P u x + Qu y R u z
P z x +Q z y = = =R
uz uz

7
Lemma 2.1 memperlihatkan bagaimana mendapatkan solusi persamaan (2.1) dari
solusi persamaan (2.3). Karena kita telah mengetahui solusi umum dari persamaan
(2.3), Lemma 2.1 menghasilkan kelas yang lebih besar dari solusi persamaan (2.1).
Teorema 2.1
u u
Misalkan 1 dan 2 adalah dua solusi yang bebas fungsional dari
~
persamaan (2.3) pada domain pada R3. Misalkan F(u 1 , u2 )
merupakan suatu fungsi C1 dari dua variabel dan perhatikan
permukaan ketinggian

(2.5) F(u 1 ( x , y , z ) ,u2 ( x , y , z))=0

Maka, setiap bagian dari permukaan ini memiliki vektor normal dengan
Definisi 2.1
Persamaan (2.5) disebut integral umum dari persamaan (2.1) pada
~

Telah diketahui bahwa tidak setiap solusi dari persamaan (2.1) dapat dihasilkan
dari integral umum (2.5) seperti yang dijelaskan pada Teorema (2.1). Oleh karena itu,
persamaan (2.5) tidak bisa disebut solusi umum dari persamaan (2.1).
u1 u2
Pada penggunaannya fungsi dan yang dihasilkan dari integral umum

(2.5) diperoleh dari penyelesaian yang berhubungan dengan sistem persamaan


dx dy dz
= =
(2.6) p Q R

seperti yang sudah dijelaskan pada BAB 2 bagian 2.


Untuk lebih memahami materi di atas, perhatikan beberapa contoh berikut:
Contoh 2.1
Carilah integral umum dari
x z x + y z y =z
(2.7)
Sistem yang berhubungan dengan persamaan di atas adalah
dx dy dz
= =
x y z

8
y z
u1= , u2=
Dan dapat diambil x x . Integral umumnya adalah

(2.8) F ( yx , zx )=0
dimana F adalah sembarang fungsi 2 variabel pada C1 . Jika dipilih

F(u 1 , u2 )=u1 u2 , (2.8) menjadi

y z
=0
x x

Selesaikan z sehingga didapatkan z= y yang jelas merupakan solusi dari (2.7)

2 2 y2
pada R . Jika dipilih F(u 1 , u2 )=u u2
1 akan didapatkan solusi z= yang
, x

terdefinisi pada domain x> 0 atau x< 0 . Jika dipilih F(u 1 , u2 )=u1 u22 maka

persamaan (2.8) menjadi


y z2
=0
x x2

Bagian dari permukaan dengan z> 0 mendefinisikan z sebagai fungsi dari x dan y,

z= xy

Ini adalah solusi dari (2.7) pada salah satu domain x> 0, y > 0 atau x< 0, y < 0 .

Perlu diperhatikan bahwa jika salah satu dari integral pertama yang bebas linier secara

u1
fungsional, misalkan , tidak bergantung pada z, maka secara umum, integral umum

(2.5) dapat ditulis dalam bentuk


(2.9) u2 (x , y , z)=f (u1 (x , y))

9
1
Dimana F adalah sembarang fungsi 1 variabel pada C .

Contoh 2.2
Perhatikan persamaan linier berikut:
(2.10) a( x , y) z x +b( x , y) z y =0

Dimana a dan b adalah fungsi dari C1 dan tidak kosong secara silmultan.

Integral umum dari (2.10) adalah sebagai berikut


(2.11) z=f (x , y )
1
Dimana F adalah sembarang fungsi 1 variabel pada C dan u ( x , y )=c adalah

solusi umum dari persamaan diferensial biasa


dx dy
=
a(x , y ) b( x , y )

Tentunya, sistem dari persamaan difernsial biasa yang berhubungan dengan (2.10)
adalah
dx dy dz
= =
a(x , y ) b( x , y ) 0

Dan dua integral pertama yang bebas linier secara fungsional dari sistem ini adalah

fungsi u(x , y ) dan z . Dapat ditunjukan bahwa (2.11) adalah solusi umum dari

(2.10).

10
Soal
2.1. Untuk setiap persamaan berikut tentukan integral umum dan cari tiga solusi yang
berbeda. Jelaskan pada domain bidang (x,y) yang mana solusi tersebut terdefinisi?
2 2
(a) x z x + y z y =2 xy
z z x + y z y =x
(b)
Jawaban:
Dari persamaan di atas, nilai P=z ,Q= y , dan R=x .
u ,u u ,
Untuk mencari 1 2 ,dan 3 , selesaikan sistem persamaan berikut:

dx dy dz dx dy dz
= = = =
P Q R z y x
dx dz
=
1. Pilih persamaan z x
dx dz
=
z x
x dx=z dz

(integralkan kedua ruas) x dx= z dz

1 1
x 2 +c 1= z 2+ c 2
2 2
1 1
c= x 2 z 2
2 2
1 2 1 2 1 2 1 2
u1= x z u1= x z
Pilih 2 2 , periksa apakah 2 2 merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat


u1 x =x , u1 y =0 , u1 z =z

u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

11
u1 u u
P +Q 1 + R 1 =z u1 x + y u1 y + x u1 z
x y x
z ( x ) + y ( 0 ) + x (z )
zx+ 0xz
0
1 1
u1= x 2 z 2
Jadi, 2 2 , merupakan solusi.

d ( x+ z ) dy
2. Pilih persamaan =
( z + x) y

d ( x+ z ) dy
=
( z + x) y

d (x + z) dy
(integralkan kedua ruas) =
(z+ x ) y

1 1
(x + z) d ( x+ z )= y dy

ln ( x+ z ) +c 1=ln y+ c 2

c=ln ( x + z )ln y

c=ln ( x +y z )
ln ( x+y z )
c =e

c = ( x+y z )
x+ z x+ z
u2= u=
Pilih y , periksa apakah 2 y merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

12
1 x+ z 1
u2 x = ,u2 y = ,u 2 z=
y y
2
y

u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u2 u u
P + Q 2 + R 2 =z u2 x + y u2 y + x u2 z
x y x

z ( 1y )+ y (xy+ z )+ x( 1y )
2

z x+ z x
+
y y (+
y )
0

x+ z
u2=
Jadi, y , merupakan solusi.

d ( xz) dy
3. Pilih persamaan =
( zx ) y

d ( xz) dy
=
( zx ) y

d ( xz ) dy
( integralkankedua ruas ) =
( z x ) y

d ( xz ) dy
=
x z y

( xz ) d ( xz)= y dy
1 1

ln ( x z )+ c1 =ln y +c 2

13
c=ln ( xz ) +ln y

c=ln ( (xz) y )

c =e ln ( ( x z ) y )

c = ( x z ) y

Pilih u3=( xz ) y , periksa apakah u3=( xz ) y merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

u3 x = y , u3 y = ( x z ) , u3 z = y

u3 u u
Substitusi pada P + Q 3 + R 3 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u3
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u3 u u
P + Q 3 + R 3 =z u3 x + y u3 y + x u3 z
x y x

z ( y ) + y ( xz )+ x ( y )

zy + ( yx yz ) +(xy )

Jadi, u3=( xz ) y , merupakan solusi.

Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi dari 3 solusi

u2 u3
yang tersedia, misalkan diambil dan . Lakukan pengecekan terlebih

u2 u3
dahulu apakah dan bebas secara fungsional atau tidak. Cara

melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan menghitung

14
grad u2 x grad u3 u2 u3
, bila hasilnya bukan nol, maka dan bebas secara

fungsional.

| |
i j k
u2 u 2 u2
grad u2 x grad u3= x y z
u3 u 3 u3
x y z

| |
i j k
1 ( x+ z ) 1

y y2 y
y ( xz ) y

( x+y z xzy ,2, xzy z +y x )


( 2yz ,2, 2yz )
u u3
Nilainya 0 . Jadi, 2 dan bebas secara fungsional.
u2 u3
Karena dan bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu

u2 u3
integral umum dari dan . Integral umumnya adalah

F ( x +y z , ( xz ) y )=0
1
dengan F merupakan fungsi C dari dua variabel. Jika diambil

F ( u2 , u3 )=u 2u3
maka

F ( x +y z , ( xz ) y )=0 x+y z ( xz ) y=0


x + z( xz ) y 2
=0
y
2 2
x + zx y + z y
=0
y

15
2 2
x (1 y )+ z (1+ y )
=0
y

x( 1 y 2)+ z (1+ y 2 )=0

z ( 1+ y 2 ) =x (1 y 2)

x ( 1 y 2 )
z=
( 1+ y 2 )
x ( y 21 )
z=
( 1+ y 2 )
x ( y 21 )
z z x + y z y =x
sehingga didapatkan z= ( 1+ y 2 ) yang merupakan solusi dari

2
di seluruh R .
2 2
(c) x z x + y z y =(x + y ) z
(d) z y =3 y 2

Jawaban:
2
Dari persamaan di atas, nilai P=0, Q=1, dan R=3 y .
u1 ,u 2 u3 ,
Untuk mencari ,dan , selesaikan sistem persamaan berikut:

dx dy dz dx dy dz
= = = = 2
P Q R 0 1 3y

dx dy
1. =
Pilih persamaan 0 1
dx dy
=
0 1
dx=0

( integralkankedua ruas ) dx=0

x+ c1 =0

x=c 1

16
x=c
u1=x u1=x
Pilih , periksa apakah merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

u1 x =1, u1 y =0, u1 z=0

u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u1 u u
P +Q 1 + R 1 =0u 1 x + 1u1 y +3 y 2 u 1 z
x y x

0 ( 1 )+ 1 ( 0 )+3 y 2 ( 0 )

0+0+ 0

u1=x
Jadi, , merupakan solusi.

dy dz
=
2. Pilih persamaan 1 3 y2

dy dz
=
1 3 y2

3 y 2 dy =dz

( integralkankedua ruas ) 3 y2 dy= dz

y 3+ c 1=z+ c 2
3
c= y z

3 3
Pilih u2= y z , periksa apakah u2= y z merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat


17
2
u2 x =0,u2 y =3 y , u2 z =1

u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u2 u u
P + Q 2 + R 2 =0 u2 x +1u 2 y +3 y 2 u2 z
x y x

0 ( 0 ) +1 ( 3 y 2) + 3 y2 (1 )

0+3 y 23 y 2

3
Jadi, u2= y z , merupakan solusi.
dy d ( x + z )
=
3. Pilih persamaan 1 3 y2

dy d (x + z )
=
1 3 y2
2
3 y dy =d (x+ z)

( integralkankedua ruas ) 3 y2 dy= d ( x + z )

y 3+ c 1=( x+ z ) + c2
3
c=x + z y

3 3
Pilih u3=x + z y periksa apakah u3=x + z y merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

u3 x =1,u3 y =3 y 2 ,u 3 z=1

18
u3 u u
Substitusi pada P + Q 3 + R 3 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u3
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u3 u u
P + Q 3 + R 3 =0 u3 x +1 u3 y +3 y 2 u3 z
x y x

0 ( 1 )+ 1 (3 y 2 ) +3 y 2 ( 1 )

2 2
03 y +3 y

3
Jadi, u3=x + z y merupakan solusi.

Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi dari 3 solusi

u2 u3
yang tersedia, misalkan diambil dan . Lakukan pengecekan terlebih

u2 u3
dahulu apakah dan bebas secara fungsional atau tidak. Cara

melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan menghitung

grad u2 x grad u3 u2 u3
, bila hasilnya bukan nol, maka dan bebas secara

fungsional.

| |
i j k
u2 u 2 u2
grad u2 x grad u3= x y z
u3 u 3 u3
x y z

| |
i j k
2
0 3y 1
2
1 3 y 1

( 0,1,3 y 2 )

19
u u3
Nilainya 0 . Jadi, 2 dan bebas secara fungsional.
u2 u3
Karena dan bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu

u2 u3
integral umum dari dan . Integral umumnya adalah
F ( y 3z , x+ z y 3 )=0

dengan F merupakan fungsi C1 dari dua variabel. Jika diambil

F ( u2 , u3 )=u 2u3
maka
F ( y 3z , x+ z y 3 )=0 ( y 3z ) ( x + z y 3 )=0

2 z2 y 3x=0

2 z=2 y 3x
x
z= y 3
2
x
z= y 3 z y =3 y 2
sehingga didapatkan 2 yang merupakan solusi dari di

2
seluruh R .

(e) ( y + z) z x + y z y =x y
Jawaban:
Dari persamaan di atas, nilai P=( y + z ) ,Q= y , dan R=(x y) .

u1 ,u 2 u3 ,
Untuk mencari ,dan selesaikan sistem persamaan berikut:

dx dy dz dx dy dz
= = = =
P Q R ( y + z) y (x y )

d (x + z ) dy
1. =
Pilih persamaan ( y + z ) +( x y) y

d(x+z) dy
=
( y + z ) +( x y) y

20
d(x + z ) dy
=
( x + z) y

d(x+z) dy
( integralkankedua ruas ) =
(x + z) y

ln (x + z)+ c1=ln y+ c 2

c 3=ln ( x + z )ln y

x+ z
c 3=ln
y
x+ z
ln
e c =e3 y

x+ z
c=
y
x+ z x+ z
u1= u=
Pilih y , periksa apakah 1 y merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

1 x+ z 1
u1 x = , u1 y = ,u1 z=
y y 2
y

u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u1 u u
P +Q 1 + R 1 = ( y+ z ) u1 x + y u1 y +( x y )u 1 z
x y x

( y+z) ( 1y )+ y (xy+ z )+(x y )( 1y )


2

y +z x+ z x y
+
y y y

21
y + zx z+ x y

y

x+ z
u1=
Jadi, y merupakan solusi.

d (x y ) dz
=
2. Pilih persamaan ( y + z ) y ( x y)

d ( x y ) dz
=
( y + z ) y ( x y)

d ( x y ) dz
=
z ( x y )

( x y ) d ( x y ) =zdz

( integralkankedua ruas ) ( x y ) d ( x y ) = zdz

1 1
( x y )2+ c 1= z2 +c 2
2 2
1 1
c 3= (x y)2 z 2
2 2
2 2
2 c3 =( x y ) z

c=(x y)2 z2

2 2 2 2
Pilih u2=(x y ) z , periksa apakah u2=( x y ) z merupakan

solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

u2 x =2 ( x y ) , u2 y =2( x y ), u2 z=2 z

22
u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u2 u u
P + Q 2 + R 2 =( y+ z ) u2 x + y u2 y +( x y)u2 z
x y x

( y + z ) ( 2 ( x y ) ) + y (2 ( x y ) ) +(x y ) (2 z )

2 y ( x y ) +2 z ( x y ) 2 y ( x y )2 z (x y )

2 2
Jadi, u2=(x y ) z , merupakan solusi.
d( y+ z ) dx
3. Pilih persamaan =
y +( x y ) y + z

d( y+ z ) dx
=
y +(x y ) y + z

d ( y + z ) dx
=
x y+z

( y+ z ) d ( y + z )=xdx

( integralkan kedua ruas ) ( y+ z ) d ( y+ z ) = xdx

1 1
( y + z)2 +c 1= x 2 +c 2
2 2
1 1
c 3= ( y + z )2 x 2
2 2
2 2
2 c3 =( y + z ) x

c=( y+ z)2x 2

2 2 2 2
Pilih u3=( y + z) x , periksa apakah u3=( y + z) x merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

23
u3 x =2 x , u3 y =2( y+ z) ,u 3 z =2( y + z)

u3 u u
Substitusi pada P + Q 3 + R 3 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u3
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u3 u u
P + Q 3 + R 3 =( y + z ) u3 x + y u3 y +(x y)u3 z
x y x

( y + z )(2 x ) + y ( 2 ( y+ z ) ) +(x y ) ( 2( y + z ) )

2 x ( y+ z ) +2 y ( y+ z ) +2 x ( y + z )2 y ( y + z )

2 2
Jadi, u3=( y + z) x merupakan solusi.

Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi dari 3 solusi

u2 u3
yang tersedia, misalkan diambil dan . Lakukan pengecekan terlebih

u2 u3
dahulu apakah dan bebas secara fungsional atau tidak. Cara

melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan menghitung

grad u2 x grad u3 u2 u3
, bila hasilnya bukan nol, maka dan bebas secara

fungsional.

| |
i j k
u2 u 2 u2
grad u2 x grad u3= x y z
u3 u 3 u3
x y z

| |
i j k
2( x y ) 2( x y ) 2 z
2 x 2( y + z) 2( y + z )

24
[2 ( x y ) .2 ( y + z ) 2 z .2 ( y + z ) ] ,

[ ( 2 ( x y ) .2 ( y+ z ) ) 2 z (2 x ) ] ,

[2(x y) .2( y + z)(2(x y )) .(2 x )]

4 y ( yx ) 4 z ( x+ z ) ,4 y ( x yz ) ,

4 x ( zx )+ 4 y (2 x y z) )

0 x , y , z 0 . Jadi, u2 u3
Nilainya asalkan dan bebas secara

fungsional.
u u3
Karena 2 dan bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu

u2 u3
integral umum dari dan . Integral umumnya adalah
F ( ( x y )2z 2 ,( y + z )2x 2) =0

dengan F merupakan fungsi C1 dari dua variabel. Jika diambil

F ( u2 , u3 )=u 2+u 3
maka
F ( ( x y )2 z2 , ( y+ z )2 x2 ) =0

( x y)
2 2 2
( 2z )+( ( y + z ) x )=0

( x 22 xy + y 2 z2 ) +( y 2 +2 yz+ z 2x 2 )=0

2 y 2 2 xy +2 yz=0
2 y ( yx + z )=0
yx + z=0
z=x y

sehingga didapatkan z=x y yang merupakan solusi dari

( y + z ) z x + y z y =x y 2
di seluruh R .
25
2
(f) x z x + y z y =xy (z + 1)

(g) x ( yz )z x + y ( zx )z y =z (x y)
z z y = y
(h)
2.2. Perlihatkan bahwa integral umum dari relasi Euler (1.7) mengarahkan kita kepada

solusi dari bentuk z=x n f ( y / x) dimana f merupakan fungsi dari satu

variabel. Periksa bahwa solusi tersebut merupakan fungsi homogen dengan derajat

n .

Jawaban:
x z x + y z y =nz
Relasi Euler :

Dari persamaan di atas, didapat nilai P=x ,Q= y , R=nz .


u danu 2
Untuk mencari 1 , selesaikan sistem persamaan berikut:

dx dy dz dx dy dz
= = = =
P Q R x y nz
dx dy
=
1. Pilih persamaan x y
dx dy
=
x y
dx dy
( integralkankedua ruas ) =
x y
ln x+c 1=ln y +c 2

y
c 3=ln
x
y
ln
e c =e
3 x

y
c=
x
y y
u1= u=
Pilih x , periksa apakah 1 x merupakan solusi?

26
Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

y 1
u1 x = , u1 y = ,u 1 z=0
x 2
x

u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u1 u u
P +Q 1 + R 1 =x u1 x + y u1 y + nz u1 z
x y x

x
( x y )+ y ( 1x )+nz ( 0)
2

y y
+ +0
x x

y
u1=
Jadi, x merupakan solusi.

dx dz
=
2. Pilih persamaan x nz
dx dz
=
x nz
dx dz
( integralkankedua ruas )
x nz
=

1
ln x+ c 1= ln z +c 2
n
1
ln x+ c 1=ln z n + c2
1
c 3=ln z n ln x

27
1
n
z
c 3=ln
x
1
zn
ln
c3 x
e =e
1
zn
c=
x

1 1
zn zn
Pilih u2= , periksa apakah u2= merupakan solusi?
x x

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat


1 1
1
z n zn
u2 x = 2 ,u 2 y =0 , u2 z =
x nx

u2 u u
Substitusi pada P + Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u2 u u
P + Q 2 + R 2 =x u2 x + y u2 y +nz u 2 z
x y x

1 1

( ) ( )
1
n n
z z
x 2
+ y ( 0 ) +nz
x nx

1 1
n n
z z
+0+
x x

1
n
z
Jadi, u2= , merupakan solusi.
x

28
Untuk membuat suatu integral umum, gunakan 2 buah solusi yang tersedia, yaitu

u1 u2 u1 u2
dan . Lakukan pengecekan terlebih dahulu apakah dan

bebas secara fungsional atau tidak. Cara melakukan pengecekan bebas secara

grad u1 x grad u2
fungsional adalah dengan menghitung , bila hasilnya bukan nol,

u1 u2
maka dan bebas secara fungsional.

| |
i j k
u1 u1 u1
grad u1 x grad u2= x y z
u2 u2 u2
x y z

| |
i j k
y 1
0
2
x
x1 1
1
z n zn
0
x2 nx

1 1 1

( )
1 1
zn y zn zn
, ,
n x2 n x3 x3

u u2
Nilainya 0 asalkan x 0 . Jadi, 1 dan bebas secara fungsional.
u1 u2
Karena dan bebas secara fungsional, kita dapat membentuk suatu

1
n
u1 u2 y z
integral umum dari dan . Karena u1= dan u2= , dapat kita lihat
x x

u1
bebas dari z, sehingga integral umum dapat ditulis sebagai berikut
u2 (x , y , z)=f (u1 (x , y))
1
dengan f adalah fungsi C dari satu variabel. Sehingga

29
1
n 1
z y y
u2 ( x , y , z )=f ( u1 ( x , y ) )
x
=f
x ()
z n =xf
x ()
n
z= xf
( ( ))y
x
n
y
z=x n f ( ( )) x
n

Jadi, integral umumnya adalah


n
( ( ))
z ( x , y ) =x f
y
x . Akan diperiksa apakah

n
y
n
z ( x , y ) =x f
x ( ( )) merupakan fungsi yang homogen pada derajat n atau

tidak, artinya harus diperiksa apakah z ( x , y ) =x f


y
x
n
( ( )) memenuhi

f ( tx , ty ) =t n f ( x , y ) 1
untuk setiap t R .
1
Ambil sebarang t R ,
n n
ty y
n
z ( tx , ty ) =( tx ) f ( ( ))
tx
n
=t x fn
x ( ( )) =t n z ( x , y)

1 n
Karena untuk sebarang tR z memenuhi f ( tx , ty ) =t f ( x , y ) maka untuk

setiap t R1 z memenuhi f ( tx , ty ) =t n f ( x , y ) . Jadi, z ( x , y ) merupakan

fungsi yang homogen pada derajat n .

2.3. Tunjukan bahwa (2.11) adalah solusi umum dari (2.10). Lebih tepat lagi, buktikan

pernyataan berikut ini: Misalkan u ( x , y )=c adalah solusi umum dari

30
2
dx /a=dy /b pada domain di R , misalkan z(x, y) dari solusi umum

(2.10) pada dan misalkan (x 0 , y 0 ) merupakan suatu titik di . Maka

terdapat suatu fungsi f (u) dari satu variabel sehingga z ( x , y ) =f (u ( x , y ))

untuk semua (x , y ) pada suatu lingkungan dari (x 0 , y 0 ) . [Petunjuk: gunakan

fakta bahwa u dan z memenuhi (2.10) dan fakta bahwa a dan b tidak

( z , u)
kosong secara simultan untuk menunjukan bahwa (x , y) = 0. Kemudian

terapkan teorema V, Bagian 9.6 dari Taylor.]

2.4. PDP kuasi linier


z x + y (1z ) z y =( y 1 ) z

Cari satu integral pertamanya. Bukan pekerjaan mudah untuk mencari sebuah
integral pertama yang kedua.
Jawaban:

Dari persamaan di atas didapat nilai P=1, Q= y ( 1z ) , dan R=( y1 ) z . Untuk

mencari suatu integral pertama selesaikan sistem persamaan berikut:


dx dy dz dx dy dz
= = = =
P Q R 1 y ( 1z ) ( y 1 ) z

dy dz
=
Pilih persamaan y ( 1z ) ( y1 ) z

dy dz
=
y ( 1z ) ( y1 ) z

31
( y 1 ) dy ( 1z ) dz
=
y z

1( 1y ) dy =( 1z 1) dz
( integralkankedua ruas ) 1 ( 1y ) dy = ( 1z 1) dz
yln y +c 1=ln z z+ c2

c= y + zln y ln z

c= y + z( ln y + ln z )

c= y + zln yz

c= y + z +ln ( yz )1

1
c= y + z +ln
yz

1
u= y+ z + ln u
Pilih yz , periksa apakah merupakan integral pertama atau

bukan?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

1 1 1 1 1 1
z y ( )
u x =0,u y =1+ yz . . 2 =1 ,u z=1+ yz . . 2 =1
y y z z ( )
u u u
P +Q +R
Substitusi pada x y x dan periksa apakah bernilai nol atau tidak?

u2
(Bila bernilai nol, maka adalah integral pertama.)

u u u
P +Q +R =1 ux + y ( 1z ) u y + ( y1 ) z u z
x y x

32
1 1
1 ( 0 )+ y ( 1z ) 1 ( y )
+ ( y1 ) z 1
z( )
0+ y ( 1z ) ( y1
y )
+ ( y1 ) z (
z1
z )

0+ ( 1z ) ( y1 ) + ( y1 ) ( z1 )

0+ y1zy + z+ yz yz +1

1
u= y+ z + ln
Jadi, yz merupakan integral pertama.

2.5. Anggap pdp kuasi linier oder pertama dalam variabel yang tak diketahui, z ,

x 1 , ... , x n ,
dan n variabel bebas

(2.12) P1 ( x , z ) z x + + Pn ( x , z ) z x =R (x , z)
1 n

x=( x 1 , , x n ) . Diasumsikan bahwa fungsi P 1 , , Pn , R


Dimana terdefinisi dan

C1 pada suatu domain pada Rn+1 dan tidak hilang secara simultan pada

setiap titik ( x , z )=( x1 , , x n , z) pada .

(a) Definisikan apa yang dimaksud dari solusi (2.12) di suatu domain pada
n
R .

Untuk mencari solusi (2.12) kita mencari solusi u ( x , z )=u(x 1 , , x n , z )

pada
(2.13) P1 ( x , z ) u x ++ P n ( x , z ) ux + R ( x , z ) u z =0
1 n

33
Solusi ini u(x , z ) adalah integral pertama dari bidang vektor V ( x , z ) atau

dari sistem PDB yang bersangkutan.


(2.14) dx1 dx n dz
== =
P1 (x , z) Pn (x , z) R ( x , z)

Dalam praktiknya, n solusi bebas secara fungsional dari (2.13) diperoleh

dengan memecahkan sistem (2.14) menggunakan metode yang dijelaskan di


bab II. Sebuah tinggi permukaan solusi dari (2.13), mengatakan
(2.15) u ( x 1 , , x n , z )=0

menghasilkan sebuah solusi dari (2.12), jika (2.15) dapat diselesaikan dalam

z .

(b) Nyatakan dan buktikan perluasan Lemma 2.1 untuk n dimensi.


(c) Nyatakan dan buktikan perluasan Teorema 2.1 yang dengan singkat
mengatakan bahwa integral umum dari (2.12) diberikan oleh
(2.16) F ( u1 ( x , z ) , , un ( x , z ) )=0

F ( u1 , ,u n ) C1 n
Di mana adalah sebuah sembarang fungsi dari

variabel dan (16) adalah n integral pertama yang bebas fungsional dari

(2.14). Integral umum (2.16) mengimplikasikan sebagian besar solusi dari


(2.12).
2.6. Untuk setiap persamaan yang diberikan, tentukan integral umum dan hitung tiga
solusi berbeda.
x 1 z x + x 1 x 2 z x + x 1 x 3 z x =z
(a) 1 2 3

x 1 z x + x 1 x 2 z x + z z x =z
(b) 1 2 3

34
3. Masalah Nilai Awal untuk Persamaan Kuasi Linier Orde Pertama.
Keberadaan dan Keunikan Solusi.
Pada bagian ini, akan dibahas masalah nilai awal, atau masalah Cauchy, untuk
persamaan diferensial parsial kuasi linier orde pertama.

(3.1) P ( x , y , z ) z x +Q ( x , y , z ) z y =R( x , y , z )

Ingat kembali bahwa masalah nilai awal untuk sebuah persamaan diferensial biasa orde
pertama menginginkan sebuah solusi dari persamaan yang diberikan pada sebuah titik
1
di R . Masalah nilai awal untuk persamaan diferensial parsial (3.1) menginginkan

2
solusi dari (3.1) yang telah diberi nilai pada suatu kurva yang diberikan pada R .

Masalah Nilai Awal

Misalkan C sebuah kurva yang diberikan di R2

(3.2) x=x 0 ( t ) , y = y 0 (t ) ; t I

Di mana x0 ( t ) , y0 ( t ) berada pada C1 ( I ) . Misalkan z 0 (t) adalah sebuah fungsi

yang diberikan pada C1 ( I ) . Fungsi z 0 (t) dapat dianggap sebagai fungsi yang

mendefinisikan pada kurva C . Masalah nilai awal untuk persamaan (3.1)

2
menginginkan sebuah fungsi z=z ( x , y ) terdefinisi pada sebuah domain dari R

memuat kurva C dan sehingga:

(i) z=z (x , y ) adalah sebuah solusi dari (3.1) pada .

z0
(ii) Pada kurva C , z sama dengan fungsi yang diberikan, contohnya,

(3.3) z ( x 0 ( t ) , y 0 (t ) ) =z 0 ( t ) , t I .

35
z0
Kurva C disebut kurva awal dari persoalan, sementara fungsi disebut data awal.

Persamaan (3.3) disebut kondisi awal dari persoalan.

Gambar 3.1

Jika dipandang suatu solusi z=z (x , y ) dari (3.1) sebagai solusi permukaan dari

(3.1), dapat diberikan suatu pernyataan geometri sederhana dari masalah di atas yaitu
~
cari sebuah solusi permukaan dari (3.1) yang memuat kurva C di R3, dideskripsikan

secara parametrik oleh persamaan


(3.4) x=x 0 ( t ) , y = y 0 (t ) , z =z0 ( t ) ; t I

Teorema di bawah menegaskan bahwa pada kondisi tertentu masalah dapat


diselesaikan secara lokal, yaitu dapat dicari solusi unik dari permasalahan di lingkungan
~
pada suatu titik C dimana kondisi tertentu dipenuhi. Solusinya dapat dicari dengan

menggunakan metode untuk membentuk suatu integral permukaan dari medan vektor

V =(P ,Q , R) yang memuat kurva yang diberikan.

36
(x 0 , y 0 , z0 ) ~
Misalkan merupakan suatu titik dari sebuah kurva C yang

t=t 0 I
bersesuaian dengan nilai parameter ; sebagai contoh

~
( x 0 , y 0 , z0 ) =( x 0 (t 0 ), y 0 (t 0), z 0 (t0 )) . Misalkan merupakan domain di R3 yang

x ,y ,z
memuat ( 0 0 0 ) dan misalkan

(3.5) u( x , y , z)=0

merupakan suatu integral permukaan dari medan vektor V =( P ,Q , R) , atau, secara

ekuivalen, solusi permukaan dari persamaan


(3.6) Pu x +Q u y + Ru z =0
~ ~ ~
dalam memuat bagian dari C pada , sebagai contoh

(3.7) u ( x 0 ( t ) , y 0 ( t ) , z 0 ( t ) )=0

Misalkan, selanjutnya,
(3.8) u z (x 0 , y 0 , z 0 ) 0

Kemudian, oleh Lemma 2.1, persamaan (3.5) secara implisit mendefinisikan suatu

fungsi z=z (x , y ) di lingkungan U dari (x 0 , y 0 ) , dan fungsi ini merupakan solusi

dari masalah nilai awal untuk (3.1) di U (lihat Gambar 3.2).

37
Gambar 3.2
Dengan menggabungkan pengamatan di atas dengan teorema 4.2 bab II diperoleh
teorema dasar berikut.

Teorema 3.1.
~
Misalkan P ,Q , R adalah kelas C1 dalam dari R3 yang

mengandung titik ( x o , y 0 , z 0) dan misalkan bahwa

d y 0 (t 0) d x (t )
(3.9) P( x o , y 0 , z 0) Q(x 0 , y 0 , z 0 ) 0 0 0
dt dt

Maka pada lingkungan U dari (x o , y 0 ) terdapat solusi yang unik

Bukti:

38
Catat bahwa kondisi pertama (3.9) menyebabkan vektor V =( P ,Q , R) tidak

~ ( x o , y 0 , z 0)
bersinggungan dengan kurva C pada titik (mengapa?). Dengan

teorema 4.2 bab II dikatakan bahwa pada lingkungan dari ( x o , y 0 , z 0) terdapat integral

~
permukaan yang unik dari persamaan (3.6) yang memuat bagian dari C di

lingkungan ini. Integral permukaan ini dapat ditulis dalam bentuk (3.5). Untuk
menunjukkan kondisi (3.8) terpenuhi dapat diselesaikan (3.5) untuk z. Kondisi (3.8)

dilanjutkan dari kondisi (3.9). Pada kenyataannya, pada titik ( x o , y 0 , z 0) , grad u adalah

ortogonal terhadap V (dari persamaan (3.6)) dan vektor singgung T terhadap

~ u V xT .
C (dari persamaan (3.7)). Oleh karena itu, grad sejajar dengan

Sekarang, persamaan sebelah kiri dari (3.9) merupakan komponen z dari V xT

pada ( x o , y 0 , z 0) . Oleh karena itu, kondisi (3.9) menyiratkan bahwa komponen z

dari grad u berbeda dengan nol pada (x o , y 0 , z 0) , yang berarti bahwa kondisi (3.8)

terpenuhi.

Keunikan dari teorema dilanjukan dari fakta bahwa setiap kurva integral dari V

~
melewati suatu titik dari C harus berada pada solusi permukaan dari (3.1) yang

~
memuat C .

39
Secara geometri, kondisi (3.9) menyatakan bahwa proyeksi dari vektor

V (x o , y 0 , z 0) pada bidang (x, y) tidak bersinggungan dengan kurva awal C

pada (x o , y 0 ) .

Metode konstruksi solusi untuk masalah nilai awal terdiri atas melihat kondisi awal
~
sebagai suatu kurva yang diberikan C di R3 dan membentuk, dengan metode bagian

V =(P ,Q , R) ~
4 bab II, permukaan integral dari yang memuat kurva C . Kondisi

(3.9) dari teorema 3.1 menjamin bahwa dapat diselesaikan persamaan (3.5) dari

integral permukaan untuk z dalam x dan y pada lingkungan U di titik

(x o , y 0 ) . Ukuran dari lingkungan U tergantung pada persamaan diferensial, pada

~ z0
kurva awal C dan data awal . Dapat diilustrasikan metode solusi ini dalam

contoh berikut.
Contoh 3.1
Perhatikan persamaan kuasi linier
(3.10) ( y + z ) z x + y z y =x y

Misalkan kurva awal C diberikan oleh


(3.11) y=1,< x<

Cari solusi z=z ( x , y ) dari persamaan (3.10) dimana kurva awal C mempunyai nilai

(3.12) z=1+ x

Pertama, nyatakan kondisi awal (3.11) dan (3.12) dalam bentuk parametrik. Kurva
C diberikan oleh
(3.13) x=t , y=1 ; <t<

Dan pada C solusi harus memiliki nilai

40
(3.14) z=1+t

Pada bentuk geometri masalah yang ada adalah mencari solusi permukaan z=z (x , y )

~
dari persamaan (3.10) yang berisi kurva C yang diberikan oleh

(3.15) x=t , y=1, z=1+t ;<t <

Untuk persamaan (3.10), dimiliki


V =( P ,Q , R)=( y+ z , y , x y )

~
dan pada kurva C ,

dy dx
P Q = (1+1+t ) 01 1=1
dt dt

~
Jadi, kondisi (3.9) terpenuhi pada setiap titik dari C dan dengan teorema 3.1

diketahui bahwa ada solusi unik/tunggal untuk masalah pada persekitaran dari setiap
titik di C. Dengan menggunakan metode yang telah dideskripsikan dalam bagian 4, bab

II, untuk mencari solusi. Sistem persamaan yang berkaitan dengan medan vektor V

adalah
dx dy dz
= =
y+z y x y

Sistem ini diselesaikan dalam contoh 2.3 bab II dimana ditemukan dua buah integral
pertama
x+ z 2 2
u1= ,u 2=(x y) z
y

Integral pertama ini terdefinisi dan bebas secara fungsional dalam domain y >0 yang

~ V ~
memuat kurva C . Untuk mencari integral permukaan dari yang berisi C

dihitung
U 1=1+2 t , U 2=4 t

41
dan dengan mengeliminasi t diperoleh
2U 12+U 2=0

Integral permukaan yang disyaratkan adalah


x+z 2 2
2 2+(x y ) z =0
y

Persamaan ini memiliki dua solusi untuk z dan untuk memilih satu yang diinginkan,

gunakan kondisi awal persamaan (3.11)-(3.12). Jadi, didapatkan


2
z= + x y
(3.17) y

Ini diserahkan kepada pembaca untuk memeriksa bahwa persamaan (3.17) memenuhi
persamaan diferensial parsial (3.10) dan kondisi awal persamaan (3.11) dan (3.12) dan
oleh karena itu, solusi yang diisyaratkan pada masalah nilai awal. Catat bahwa solusi

(3.17) didefinisikan dalam domain y >0 .

Kita tutup subbab ini dengan aplikasi teorema 3.1 untuk menlanjutkan masalah
nilai awal khusus yang sering muncul dalam aplikasi,
(3.18) P ( x , y , z ) z x +z y =R ( x , y , z)

(3.19) z ( x , 0 )=f ( x ) ,

dimana f ( x) adalah fungsi yang terdefinisi untuk setiap x R 1 . Mudah diperiksa

untuk kasus itu, kondisi (3.9) selalu memenuhi setiap titik kurva awal, yang dalam

kasus ini merupakan sumbu x . Untuk itu teorema 3.1 mengakibatkan adanya

keberadaan dan keunikan solusi.

Akibat 3.1
1 3
Misalkan P dan R merupakan kelas C di R dan f

merupakan kelas C1 di R1 . Maka dalam sebuah persekitaran pada

42
Soal
3.1. Selesaikan masalah nilai awal berikut. Deskripsikan dengan hati-hati domain dari
solusi-solusinya.
z + z =z ; z=cos t
(a) x y pada kurva awal C: x=t , y=0,<t <

(b) x 2 z x + y 2 z y =z2 ; z=1 pada kurva awal C: y=2 x

Jawaban:
Pertama nyatakan kondisi awal dari soal di atas pada bentuk parametrik.
Kurva C diberikan sebagai berikut
x=t , y=2t , <t <

dan pada C, solusi harus memenuhi nilai


z=1

Pada bentuk geometri, permasalahannya adalah mencari solusi permukaan


z=z (x , y ) , dari x 2 z x + y 2 z y =z2 yang memuat kurva C yang diberikan oleh
x=t , y=2t , z=1,<t<

Dari persamaan di atas, kita memiliki


V =( P , Q , R ) =( x 2 , y 2 , z2 )

dan pada kurva C,


dy dx
P Q =( x2 ) 2( y 2 ) 1=2 x 2 y 2
dt dt
dy dx
P Q 0
Karena dt dt , maka terdapat solusi yang tunggal. Untuk mencari

solusinya, selesaikan sistem persamaan yang bersesuaian berikut:


dx dy dz dx dy dz
= = 2= 2= 2
P Q R x y z
dx dz
=
1. Pilih persamaan x
2
z

dx dz
=
x2 z 2

43
2 2
x dx=z dz
2 2
(integralkan kedua ruas) x dx= z dz

1 1
+ c1 = + c2
x z
1 1
c=
z x
1 1 1 1
u1= u1=
Pilih z x , periksa apakah z x merupakan solusi?

u1
Turunkan terhadap x , y , dan z
1 1
u1 x = 2
, u1 y =0, u1 z = 2
x z

u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u1 u u
P +Q 1 + R 1 =x 2 u1 x + y 2 u 1 y + z 2 u 1 z
x y x

x2
( x1 )+ y ( 0 )+ z ( 1z )
2
2 2
2

1+ 01

1 1
u1=
Jadi, z x merupakan solusi.

dy dz
=
2. Pilih persamaan y2 z2
dy dz
=
y2 z2

44
y2 dy =z2 dz

( integralkankedua ruas ) y2 dy = z2 dz

1 1
+ c 1= + c 2
y z
1 1
c=
z y

1 1 1 1
u2= u=
Pilih z y , periksa apakah 2 z y merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

1 1
u2 x =0,u2 y = 2
, u2 z= 2
y z

u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u2 u u
P + Q 2 + R 2 =x2 u2 x + y 2 u 2 y + z 2 u2 z
x y x

1
x2 ( 0) + y2
( ) ( )
y 2
1
+ z2 2
z

0+11

1 1
u2=
Jadi, z y , merupakan solusi.
u1 u2
Lakukan pengecekan apakah dan bebas secara fungsional atau

tidak. Cara melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan

45
grad u1 x grad u2 u1 u2
menghitung , bila hasilnya bukan nol, maka dan

bebas secara fungsional.

| |
i j k
u1 u1 u1
grad u1 x grad u2= x y z
u2 u2 u2
x y z

| |
i j k
1 1
0
x2 z2
1 1
0
y2 z2

1 1 1

( 2 2
, 2 2, 2 2
y z x z x y )
1 1 1 1
u1= u2=
Nilainya 0 asalkan x , y , z 0 . Jadi,
z x dan z y bebas

secara fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
1 1
U 1=1 dan U 2=1 2 t
t

Lakukan eliminasi t, sehingga kita dapatkan


U 12 U 2 +1=0

Integral permukaan yang disyaratkan adalah


1 1 1 1
( ) (
2 +1=0
z x z y )
Selesaikan persamaan di atas
1 1 2 2 1 1 2
+ +1=0 + + 1=0
z x z y z x y
1 1 2
= + +1
z x y

46
1 y+ 2 x + xy
=
z xy
xy
z=
y +2 x+ xy

Jadi, solusinya adalah


xy
z=
y +2 x+ xy

yang terdefinisi di seluruh R kecuali di x, y 0 .

2
t
(c) x ( y z ) z x + y ( z x ) z y =z ( x y ) ; z=t pada kurva awal C: (1), 0<t <1
x =t , y=2 t /

(d) x z x y z y =0; z=x 2 pada kurva awal C : y=x , x >0

Jawaban:
Pertama nyatakan kondisi awal dari soal di atas pada bentuk parametrik.
Kurva C diberikan sebagai berikut
x=t , y=t , t>0

dan pada C, solusi harus memenuhi nilai


2
z=t
Pada bentuk geometri, permasalahannya adalah mencari solusi permukaan
z=z (x , y ) , dari x z x y z y =0 yang memuat kurva C yang diberikan oleh
2
x=t , y=t , z=t , t> 0
Dari persamaan di atas, kita memiliki
V =( P , Q , R ) =( x , y , 0)

dan pada kurva C,


dy dx
P Q = ( x ) 1( y ) 1=x+ y
dt dt
dy dx
P Q 0
Karena dt dt , maka terdapat solusi yang tunggal. Untuk mencari

solusinya, selesaikan sistem persamaan yang bersesuaian berikut:


dx dy dz dx dy dz
= = = =
P Q R x y 0

47
dx dy
=
1. Pilih persamaan x y
dx dy
=
x y
dx dy
=
x y
dx dy
(integralkan kedua ruas) =
x y
ln x+ c 1=ln y+ c 2

c 3=ln x +ln y

c 3=ln xy
c3 ln xy
e =e
c=xy
u1=xy u1=xy
Pilih , periksa apakah merupakan solusi?
u1
Turunkan terhadap x , y , dan z
u1 x = y , u1 y =x ,u 1 z=0

u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u1 u u
P +Q 1 + R 1 =x u1 x y u1 y +( 0)u1 z
x y x

x ( y ) y ( x ) + ( 0 ) 0

xyxy +0

u1=xy
Jadi, merupakan solusi.

48
dx dz
=
2. Pilih persamaan x 0
dx dz
=
x 0
0=dz
dz=0

( integralkankedua ruas ) dz=0

z+c1 =0

c=z

u2=z u2=z
Pilih , periksa apakah merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

u2 x =0,u2 y =0 ,u 2 z=1

u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u2 u u
P + Q 2 + R 2 =x u2 x y u 2 y +(0)u 2 z
x y x

x ( 0 ) y ( 0 ) +(0) ( 1 )

0+0+ 0

u2=z
Jadi, , merupakan solusi.
u1 u2
Lakukan pengecekan apakah dan bebas secara fungsional atau

tidak. Cara melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan

49
grad u1 x grad u2 u1 u2
menghitung , bila hasilnya bukan nol, maka dan

bebas secara fungsional.

| |
i j k
u1 u1 u1
grad u1 x grad u2= x y z
u2 u2 u2
x y z

| |
i j k
y x 0
0 0 1

( x , y ,0 )

0 x , y 0 . Jadi, u1=xy u2=z


Nilainya asalkan dan bebas secara

fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
2 2
U 1=t dan U 2=t
Lakukan eliminasi t, sehingga kita dapatkan
U 1U 2 =0

Integral permukaan yang disyaratkan adalah


xyz=0

Bila persamaan di atas diselesaikan, maka akan didapatkan solusinya adalah


z=xy
1
yang terdefinisi di seluruh R .

(e) y z x x z y =2 xyz ; z =t 2 pada kurva awal C : x=t ; y =t ; t> 0

x z x + y z y =z ; z=1 2
y=x ; x >0
(f) pada kurva awal C:
Jawaban:
Pertama nyatakan kondisi awal dari soal di atas pada bentuk parametrik.
Kurva C diberikan sebagai berikut
x=t , y=t 2 , t >0
dan pada C, solusi harus memenuhi nilai

50
z=1

Pada bentuk geometri, permasalahannya adalah mencari solusi permukaan


z=z (x , y ) , dari x z x + y z y =z yang memuat kurva C yang diberikan oleh
2
x=t , y=t , z =1,t >0
Dari persamaan di atas, kita memiliki
V =( P , Q , R ) =( x , y , z)

dan pada kurva C,


dy dx
P Q = ( x ) 2t ( y ) 1=2 tx y
dt dt
dy dx
P Q 0
Karena dt dt , maka terdapat solusi yang tunggal. Untuk mencari

solusinya, selesaikan sistem persamaan yang bersesuaian berikut:


dx dy dz dx dy dz
= = = =
P Q R x y z
dx dy
=
1. Pilih persamaan x y
dx dy
=
x y
dx dy
=
x y
dx dy
(integralkan kedua ruas) =
x y
ln x+c 1=ln y +c 2

c 3=ln xln y

x
c 3=ln
y
x
ln
e c =e
3 y

x
c=
y

51
x x
u1= u1=
Pilih y , periksa apakah y merupakan solusi?

u1
Turunkan terhadap x , y , dan z
1 x
u1 x = , u1 y = 2 ,u 1 z=0
y y

u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u1 u u
P +Q 1 + R 1 =x u1 x + y u1 y + z u1 z
x y x

x ( 1y )+ y (xy )+ z (0)
2

x x
+0
y y

x
u1=
Jadi, y merupakan solusi.

dx dz
=
2. Pilih persamaan x z
dx dz
=
x z
dx dz
( integralkankedua ruas ) =
x z
ln x+c 1=ln z+ c 2

c 3=ln zln x

z
c 3=ln
x

52
z
ln
c3
e =e x

z
c=
x

z z
u2 = u2 =
Pilih x , periksa apakah x merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

z 1
u2 x = , u2 y =0 , u2 z =
x 2
x

u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u2 u u
P + Q 2 + R 2 =x u2 x + y u2 y + z u2 z
x y x

x
( zx )+ y ( 0) + z ( 1x )
2

z z
+ 0+
x x

z
u2 =
Jadi, x , merupakan solusi.
u1 u2
Lakukan pengecekan apakah dan bebas secara fungsional atau

tidak. Cara melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan

grad u1 x grad u2 u1 u2
menghitung , bila hasilnya bukan nol, maka dan

bebas secara fungsional.

53
| |
i j k
u1 u1 u1
grad u1 x grad u2= x y z
u2 u2 u2
x y z

| |
i j k
1 x
0
y y2
z 1
0
x2 x


( 1y , xy1 , x zy )
2 2

x z
0 x , y 0 . Jadi, u1= u2 =
Nilainya asalkan y dan x bebas secara

fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
1 1
U 1= dan U 2= t
t

Lakukan eliminasi t, sehingga kita dapatkan


U 1U 2 =0

Integral permukaan yang disyaratkan adalah


x z
=0
y x

Selesaikan persamaan di atas,


x z x z 1
=0 = z=
y x y x y

Jadi, didapatkan solusinya adalah


1
z=
y

yang terdefinisi di seluruh y >0 .


z z x + y z y =x ; z=2t x=t ; y =1,<t <
(g) pada kurva awal C:
Jawaban:
54
Pada bentuk geometri, permasalahannya adalah mencari solusi permukaan
z=z (x , y ) , dari z z x + y z y =x yang memuat kurva C yang diberikan oleh
x=t , y=1, z=2 t ,<t<

Dari persamaan di atas, kita memiliki


V =( P , Q , R ) =( z , y , x)

dan pada kurva C,


dy dx
P Q = ( z ) 0 ( y ) 1=y
dt dt
dy dx
P Q 0
Karena dt dt , maka terdapat solusi yang tunggal. Untuk mencari

solusinya, selesaikan sistem persamaan yang bersesuaian berikut:


dx dy dz dx dy dz
= = = =
P Q R z y x
dx dz
=
1. Pilih persamaan z x
dx dz
=
z x
xdx=zdz

(integralkan kedua ruas) xdx = zdz

1 2 1
x +c 1= z 2 +c 2
2 2
1 2 1 2
c 3= x z
2 2

2 c3 =x 2z 2

c=x 2z 2
2 2 2 2
Pilih u1=x z , periksa apakah u1=x z merupakan solusi?
u1
Turunkan terhadap x , y , dan z
u1 x =2 x ,u1 y =0,u 1 z=2 z

55
u1 u u
Substitusi pada P +Q 1 + R 1 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u1
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u1 u u
P +Q 1 + R 1 =z u1 x + y u1 y + x u1 z
x y x

z ( 2 x )+ y ( 0 ) +x (2 z )

2 xz +02 xz

2 2
Jadi, u1=x z merupakan solusi.

d ( x+ z ) dy
2. Pilih persamaan =
z+x y
d ( x+ z ) dy
=
z+x y
d ( x+ z ) dy
=
x+z y
d( x+ z ) dy
( integralkankedua ruas ) =
( x + z) y

ln (x + z )+ c1 =ln y +c 2

c 3=ln ( x+ z )ln y

x+ z
c 3=ln
y
x+ z
ln
c3 y
e =e
x+ z
c=
y

56
x+ z x+ z
u2= u2=
Pilih y , periksa apakah y merupakan solusi?

Turunkan terhadap x , y , z sehingga didapat

1 x+ z 1
u2 x = ,u2 y = ,u 2 z=
y y 2
y

u2 u u
Substitusi pada P +Q 2 +R 2 dan periksa apakah bernilai nol atau
x y x

u2
tidak? (Bila bernilai nol, maka adalah solusi.)

u2 u u
P + Q 2 + R 2 =z u2 x + y u2 y + x u2 z
x y x

z ( 1y )+ y (xy+ z )+ x( 1y )
2

z x+ z x
+
y y y

zx z+ x

y

x+ z
u2=
Jadi, y , merupakan solusi.
u1 u2
Lakukan pengecekan apakah dan bebas secara fungsional atau

tidak. Cara melakukan pengecekan bebas secara fungsional adalah dengan

grad u1 x grad u2 u1 u2
menghitung , bila hasilnya bukan nol, maka dan

bebas secara fungsional.

57
| |
i j k
u1 u1 u1
grad u1 x grad u2= x y z
u2 u2 u2
x y z

| |
i j k
2x 0 2 z

1 x+ z 1
2
y y y

2 z ( x+ z ) 2 x ( x+ z )

( y
2
,
2 x +2 z
y
,
y
2 )
x+ z
Nilainya 0 asalkan y 0 . Jadi, u1=x 2z 2 dan
u2=
bebas
y

secara fungsional.
Untuk mencari integral permukaan dari V yang memuat C, kita hitung
U 1=3 t 2 dan U 2=3 t
Lakukan eliminasi t, sehingga kita dapatkan
3 U 1U 22=0

Integral permukaan yang disyaratkan adalah


x+z 2
( 2 2
3 x z ( )
)
y
=0

Selesaikan persamaan di atas,


x
(x + z)2
( 2z 2 ) =0
y2
x+z 2
( )
3 ( x 2z 2)
y
=0 3

3 y 2 (x 2z 2) ( x + z)2
=0
y2 y2

3 y 2( x 2z 2 )( x + z )2=0
2 2 2 2
3 y ( x z )=( x + z )

58
2 2
3 y ( xz ) ( x+ z)=( x + z )

3 y 2 ( xz )=( x+ z )

3 y 2 xx=3 y 2 z+ z

x( 3 y 2 1)= z(3 y 2 +1)

x ( 3 y 21 )
z=
3 y 2+ 1

x ( 3 y 21 )
z=
3 y 2+ 1

Jadi, didapatkan solusinya adalah


x ( 3 y 21 )
z=
3 y 2 +1

yang terdefinisi di seluruh R .

3.2. Jawab Mengapa? dalam pembuktian teorema 3.1.


3.3. Periksa bahwa untuk masalah (3.18), (3.19), kondisi (3.9) selalu memenuhi pada
setiap titik garis awal y=0.
Jawaban:

P ( x , y , z ) z x +z y =R ( x , y , z)

z ( x , 0 )=f (x)

Akan dibuktikan bahwa kondisi 3.9 selalu dipenuhi pada setiap titik pada garis
awal y=0

Dalam bentuk parametrik kurva C diberikan

x=t , y=0,<t <

V =( P , Q , R ) =( P , 1, R)

Berdasarkan teorema 3.9 maka diperoleh

59
dy dx
P Q =P ( x 0 , y 0 , z 0 ) . ( 0 )1.1=1 0 (terbukti)
dt dt

3.4. Untuk masing-masing dua masalah nilai awal berikut

P ( x , y , z ) z x + z y =R ( x , y , z ) , z ( x , y 0 )=f (x)

z x +Q ( x , y , z ) z y =R ( x , y , z) z ( x 0 , y )=f (x)

Formulasikan dan buktikan hasil eksistensi dan keunikan analog dengan yang
dinyatakan dalam akibat 3.1.

Jawaban:

P ( x , y , z ) z x + z y =R ( x , y , z ) , z ( x , y 0 )=f (x)
(1)

z x +Q ( x , y , z )=R ( x , y , z ) , z ( x 0 , y )=f ( y )
(2)

Akan dibuktikan dua masalah nilai awal di atas mempunyai penyelesaian dan unik.

Persamaan (1)

P ( x , y , z ) z x + z y =R ( x , y , z ) , z ( x , y 0 )=f ( x )

Pada kurva C yang diberikan dengan persamaan parametrik

x=t , y= y 0 , <t<

V =( P , Q , R ) =( P , 1, R)

Berdasarkan teorema 3.9 maka diperoleh

dy dx
P Q =P ( x 0 , y 0 , z 0 ) . ( 0 )1.1=1 0
dt dt

60
Jadi, P ( x , y , z ) z x + z y =R ( x , y , z ) mempunyai penyelesaian dan unik.

Persamaan (2)

z x +Q ( x , y , z )=R ( x , y , z ) , z ( x 0 , y )=f ( y )
.(2)

Pada kurva C yang diberikan dengan persamaan parametrik

x=x 0 , y =t ,< t<

V =( P , Q , R ) =(1, Q , R)

Berdasarkan teorema 3.9 maka diperoleh

dy dx
P Q =1. ( 1 )Q ( x 0 , y 0 , z 0 ) .( 0)=1 0 (Mempunyai penyelesaian dan unik)
dt dt

4.Masalah Nilai Awal Untuk Persamaan Kuasi Linier Orde Pertama.

Tidak Ada Solusi dan Solusi Tidak Unik ( Banyak Solusi )

Dalam bagian sebelumnya, kita telah membuktikan bahwa solusi ada dan unik dari
nilai masalah awal pada persamaan (3.1)

P(x , y ,z )zx + Q(x, y, z)zy = R(x, y, z)

dalam persekitaran dari titik (x0 , y0) dari kurva awal C yang mana kondisi (3.9)

dy 0 (t 0) dx (t )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) 0 0 0
dt dt

adalah terpenuhi. Dalam bahasa geometri, kondisi (3.9) berarti bahwa proyeksi dari

vektor
V ( x0 y 0 z0 ) dalam bidang (x, y) bukan gari singgung dari kurva C di (

61
x 0 y 0 . Dalam bagian ini, kita akan menunjukan bahwa jika kondisi (3.9) tidak

tepenuhi, yaitu jika

dy 0 (t 0) dx (t )
(4.1) P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) 0 0 =0
dt dt

Maka tidak akan ada solusi untuk masalah nilai awal, dan dalam persamaan ini
memiliki solusi yang tak terhingga banyaknya.

Kita asumsikan bahwa P dan Q yang tidak berkurang secara simultan. Perhatikan
bahwa kondisi (4.1) mengatakan bahwa komponen vector

dx 0 (t 0) dy 0 (t 0 )
P ( x0 y 0 z0 ) , Q ( x 0 y 0 z 0 ) dan , adalah proporsional, yaitu
dt dt

dx 0 (t 0 ) dy 0 (t 0)
(4.1) dt dt
= =
P ( x0 y0 z0 ) Q ( x0 y0 z0 )

Dimana adalah konstanta proporsional.

Karena kondisi (4.1) tidak memiliki solusi masalah nilai awal, karena dengan
menggunakan persamaan differensial parsial (3.1) dan kondisi (4.1) kita akan
mendapat informasi yang kita dapatkan dari kondisi awal (3.3)

z ( x 0 ( t ) y 0 ( t ) ) =z 0 ( t ) ,t I

Kemudian persamaan differensial parsial dan masalah nilai awal mungkin akan
kontradiksi.

dx0 ( t 0 ) dy 0 ( t 0 )
z x ( x0 y 0 ) + z y ( x0 y0 )
dt dt

62
dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
dt dt
zx ( x0 y0 ) P ( x 0 y0 z0 ) + z y ( x0 y 0 ) Q ( x0 y0 z0 )
Q ( x0 y 0 z0 ) P ( x0 y0 z0 )

z x ( x 0 y 0 ) P ( x 0 y 0 z 0 ) + z y ( x0 y 0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 )

[ zx ( x0 y0 ) P ( x0 y0 z0 ) + z y ( x0 y0 ) Q ( x0 y0 z0 ) ]

R ( x0 y 0 z0 )

Tentu, dari kondisi awal kita tahu bahwa titik (


x 0 y0 adalah solusi turunan

dz 0 ( t 0 )
sepanjang kurva awal C harus sama dengan dt . Tetapi dari penjabaran

diatas dan dengan menggunakan persamaan (4.1) diperoleh

dz 0 ( t 0 )
dt

R ( x0 y0 z0 )

Terjadi kontradiksi dari turunan solusi masalah nilai awal, maka muncul teorema 4.1

Teorema 4.1

Menurut kondisi (4.1) dan (4.2), tidak memiliki solusi untuk masalah nilai awal (3.1)

(3.3) di persekitaran titik (


x0 y0

Kami menegaskan bahwa dalam membuktikan teorema 4.1 , kami menunjukan


bahwa menurut kondisi (4.1), pada sisi kiri dari persamaan differensial parsial (3.1)

63
ditaksir pada ( x 0 y0 z0 ) adalah proporsional untuk turunan dari z sepanjang kurva

awal C. Karena turunan dapat diperoleh dari data awal, disana tidak terdapat solusi
untuk masalah nilai awal kecuali dua nilai sama.

Dalam menyatakan urutan kondisi dari teorema 4.1 secara geometri,


misalkan V(t) dinotasikan sebagai nilai dari vector V dalam kurva C,

V(t) =
V ( x 0 ( t ) y 0 ( t ) z 0 (t) ) , t I


C
Dan misalkan T(t) dinotasikan sebagai garis singgung vector untuk

dx 0 ( t 0 ) dy 0 ( t 0 ) dz 0 ( t 0 )
T(t) = ( , ,
dt dt dt

Kondisi (4.1) berarti bahwa proyeksi dari V (t 0) dalam bidang (x, y ) adalah

garis singgung untuk kurva awal C pada (


x 0 y 0 . Kondisi (4.1)-(4.2) dari teorema

4.1 berarti bahwa vector


V ( t 0 ) dan T (t 0) tidak kolinear mengingat proyeksi dalam

bidang (x,y) adalah kolinear (lihat gambar 4.1).

64
Gambar 4.1

Secara alternative, kondisi dari teorema 4.1 berarti bahwa V bukan garis

singgung untuk

C pada ( x 0 y0 z0 ) saat proyeksi dalam bidang (x,y) adalah garis

singgung untuk C pada (


x0 y0 .

Jika, berdasarkan kondisi dari teorema 4.1, kami mencoba untuk mencari
solusi untuk masalah nilai awal menggunakan metode pada bagian 3, kami akan
mencari bahwa persamaan u(x, y, z) = 0 dari permukaan integral yang memuat


C tidak memecahkan nilai z sejauh ( x0 y0 z0 ) karena u ( x 0 y0 z0 ) =0.

Sekarang, kita misalkan bahwa kondisi (4.1) terpenuhi dan persamaan


differensial parsial dari kondisi awal juaga tidak kontradiksi, yaitu

65
dx 0 (t 0 ) dy 0 (t 0) dz 0 ( t 0 )
(4.3) dt dt dt atau
= = =
P ( x0 y0 z0 ) Q ( x0 y0 z0 ) R ( x0 y0 z0 )

(4.3)
T ( t 0 )= V ( t 0 )


C
Kita anggap hanya kondisi (4.3) terpenuhi di setiap titik dari , yaitu

(4.4) T(t)= ( t ) V (t ) , t I


C
Kondisi (4.4) berarti bahwa V adalah setiap garis singgung pada atau


C
bahwa adalah kurva integral dari V. Kondisi awal (3.3) membutuhkan

permukaan solusi dari (3.1) melewati ( x0 y 0 z0 ) harus memuat kurva integral V

yang memuat ( x 0 y0 z0 ) . disini kita mendapat banyak solusi permukaan .

Teorema 4.2

Berdasarkan kondisi (4.4), masalah nilai awal (3.1)-(3.3) mempunyai banyak solusi

dalam persekitaran pada titik (


x0 y0 .

Contoh Soal ( Problem )

4.1 Berdasarkan persamaan

zz x + y zy =x

Dan kurva awal

C : x=t, y=t; t>0


66
Tentukan apakah persamaan diatas memiliki solusi tunggal, tidak memiliki solusi,
atau memiliki banyak solusi di persekitaran dari titik (1,1), unruk setiap masalah
nilai awal dengan mengikuti data awal :

A. z = 2t di C

B. z = t di C

Jawab :

zz x + y zy =x

Dan kurva awal

C : x=t, y=t; t>0

Persamaan diatas mengakibatkan :

V(P, Q, R) = ( z, y, x )

Kita substitusikan nilai vector pada persamaan

dy 0 (t 0) dx (t )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) 0 0 =z ( 1 ) y ( 1 )=z y
dt dt

Untuk :

A. z = 2t

Maka,

dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) =z ( 1 ) y ( 1 ) =z y=2 tt=t
dt dt

67
Karena

dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) 0
dt dt

Maka bentuk persamaan

zz x + y zy =x

Dan kurva awal C : x=t, y=t; t>0

Memiliki tepat satu solusi.

B. z=t

Mengakibatkan

dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) =z ( 1 ) y ( 1 ) =z y=tt=0
dt dt

Menurut teorema 4.1, bentuk persamaan

dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
P ( x0 y 0 z0 ) Q ( x 0 y 0 z 0 ) =0
dt dt

Mempunyai dua kemungkinan yaitu tidak memiliki solusi atau punya solusi
banyak.

Untuk menentukannya kita hitung :

dx 0 ( t 0 )
dt 1 1
= =
P ( x0 y0 z0 ) z t

68
dy 0 ( t 0 )
dt 1 1
= =
Q ( x0 y0 z0 ) y t

dz 0 ( t 0 )
dt 1 1
= =
R ( x0 y0 z0 ) x t

dx 0 ( t 0 ) dy 0 ( t 0 ) dz 0 ( t 0 )
Karena dt dt dt 1 maka menurut teorema 4.2,
= = =
P ( x0 y0 z0 ) Q ( x0 y 0 z0 ) R ( x0 y0 z0 ) t

bentuk

zz x + y zy =x

Dan kurva awal C : x=t, y=t; t>0

Memiliki banyak solusi.

5. Masalah Nilai Awal untuk Hukum Konservasi.

Perkembangan dari Shocks

Hukum konservasi adalah order pertama persamaan differensial parsial kuasi linear
yang timbul dalam banyak aplikasi fisika (lihat bagian 6 untuk contoh). Mari kita
perhatikan permasalahan nilai awal berikut untuk hukum konservasi,

( 5.1 ) a ( z ) z x + z y =0 ,

( 5.2 ) z ( x , 0 ) =f ( x ) ,

69
1
Dimana a dan f menghasilkan fungsi C . Berdasarkan akibat 3.1, masalah

ini memiliki solusi yang tunggal pada suatu persekitaran dari setiap titik pada garis

awal y=0 . Dengan tujuan untuk menemukan solusi kita perhatikan persamaan

differensial biasa yang berhubungan dengan (5.1),

d x d y dz
= =
a (z ) 1 0

Dua integral pertama yang bebas secara fungsional dari sistim ini adalah

u1=z , u2=xa ( z ) y

Dan kemudian,

z=F ( xa ( z ) y )

Adalah suatu integral umum dari (5.1). Dengan tujuan untuk memenuhi kondisi

awal (5.2) kita harus gunakan F ( x )=f ( x ) . Kemudian, untuk | y| sekecil

mungkin, solusi dari (5.1), (5.2) secara implisit didefinisikan oleh persamaan

( 5.3 ) z =f ( xa ( z ) y ) .

Menggunakan teorema fungsi implisit, mudah untuk menunjukkan (lihat soal 5.1)
bahwa solusi dari(5.1), (5.2) ada dan didefinisikan secara implisit dengan (5.3)
asalkan kondisi

( 5.4 ) 1+f ' ( xa ( z ) y ) a' ( z ) y > 0

70
dipenuhi.Perhatikan bahwa (5.4) selalu dipenuhi jika | y| sekecil mungkin.

Berdasarkan solusi dari persamaan (5.1) kita artikan suatu fungsi turunan z(x, y) .

Dari rumus pada soal (5.1) kita lihat bahwa turunan


zx dan
zy cenderung tak

terbatas sebagai sisi kiri dari (5.4) cenderung nol. Kenyataannya ketika sisi kiri dari

(5.4) menjadi nol, solusi berkembang secara diskontinu dikenal sebagai shock .

Perkembangan dari shock dikenal sebagi fenomena dalam dinamika gas.Analisis


matematika dari shocks memerlukan generalisasi dari konsep solusi dari persamaan
differensial parsial memungkinkan untuk diskontinu. (Pada dinamika gas, kondisi ini
dikenal sebagai kondisi entropy dari peningkatan gas setelah melalui garis
diskontinu).Dalam buku ini kita tidak melanjutkan lebih jauh ke materi tentang
shock.Sebagai ganti kita mengacu kepada ketertarikan siswa untuk menyelidiki
artikel oleh P.D Lax.

Dengan tujuan untuk melihat dan menghitung nilai dari solusi yang didefinisikan
secara implisit oleh (5.3) dan pada waktu yang sama meningkatkan pemahaman

kita tentang perkembangan shock. Mari kita perhatikan titik


x0 pada sumbu aksis
71
x dan z 0=f ( x 0 ) . Maka himpunan dari titik-titik (x, y ,z) memenuhi pasangan

dari persamaan

( 5.5 ) x a ( z 0 ) y=x 0 , z=z 0 ,

Juga memenuhi persamaan (5.3).ini berarti bahwa garis lurus pada ruang ( x, y ,z)

didefinisikan dengan pasangan dari persamaan (5.3) berada pada permukaan yang
didefinisikan oleh persamaan (5.3). ini memenuhi bahwa sepanjang garis

( 5.6 ) xa ( z 0 ) y=x 0

pada bidang (x, y) melewati titik ( x 0 ,0 ) , solusi z dari masalah nilai awal

(5.1), (5.2) adalah konstan dan sama dengan


z 0=f ( x 0 ) (lihat gambar 5.1). Dalam

permasalahan fisika variabel y menunjukkan waktu dan kita biasanya kemudian

tertarik reaksi dari solusi (setelah pasangan awal y=0 ). Jika tidak ada dua garis

pada (5.6) yang berpotongan pada setengah bidang y >0 kita simpulkan bahwa

solusi ada sebagai suatu fungsi turunan y> 0 . Jika dua garis pada (5.6)

berpotongan ketika y >0 , maka pada titik perpotongan kita memiliki sebuah

ketidakserasian karena solusi tidak bisa sama dengan dua nilai berbeda. Sebagai

contoh, misalkan
x1 dan
x2 adalah dua titik pada garis awal y=0 , misalkan

z 1=f ( x 1 ) , z 2=f ( x 2 ) dan andaikan bahwa a ( z 1 ) >a ( z 2 ) . Maka garis-garis

72
xa ( z 1 ) y=x 1 , xa ( z 2 ) y=x 2 ,

Berpotongan pada titik ( x0 , y0 ) dimana

x 2x 1
y 0=
a ( z 1 )a ( z 2 )

(lihat gambar 5.2). pada titik ( x0 , y0 ) kita memiliki sebuah ketidakserasian karena

z 1 z2 dan z tidak sama dengan


z1 dan
z2 pada waktu yang sana. Jadi,

solusi tidak ada sebagai fungsi turunan untuk


y y0 dan Shock berkembang.

Garis-garis pada (5.6) sering disebut garis karakteristik untuk masalah nilai awal

( 5.1 ) ,(5.2) . (lihat Bab V, bagian 4.)

Contoh 5.1 solusi dari masalah nilai awal

( 5.7 ) z z x + z y =0 ,

( 5.8 ) z ( x , 0 )=x ,

Ada dan secara implisit didefinisikan oleh

( 5.9 ) z =( xzy )

73
Asalkan

kondisi

( 5.10 ) 1 y >0 ,

Dipenuhi. Dalam kasus ini persamaan (5.9) dengan mudah dapat diselesaikan untuk

z ,

x
( 5.11 ) z= , y <1 .
1 y

Jelas solusi terpecahkan dan shock berkembang ketika y=1 . Pada titik x0 dari

sumbu x , z=z 0=x 0 , dan solusinya konstan dan sama dengan x 0

sepanjang garis
74
( 5.12 ) x + x 0 y =x 0

Melewati titik ( x 0 ,0 ) . Perhatikan semua garis ( 5.12 ) melewati titik (0,1) .

6. Aplikasi pada Arus Lalu Lintas dan Dinamika Gas

Disini ditampilkan dua buah aplikasi pada analisis mengenai MNA untuk hukum
kekekalan.Hukum kekekalan muncul dalam banyak topik di bidang fisika dan dalam
topik mengenai fluida tidak ental yang dapat dipadatkan.Aplikasi pertama yang
berkaitan dengan hukum kekekalan adalah topik mengenai arus lalu lintas pada
sebuah jalan raya.Aplikasi kedua berkaitan dengan aliran bergantung waktu satu
dimensi pada fluida yang dapat dipadatkan dibawah asumsi tekanan yang konstan.

Arus Lalu Lintas pada Jalan Raya

Model arus lalu lintas yang didiskusikan saat ini didasarkan pada asumsi bahwa
pergerakan sebuah mobil dapat dianalogikan dengan arus pada fluida yang

kontinyu. Dimisalkan sumbu x adalah jalan raya dan arus lalu lintas pada arah

yang positif.

Misal = ( x ,t ) adalah kepadatan (mobil per satuan jarak) pada posisi ke- x di

jalan raya dalam waktu t . Dan q=q ( x , t) adalah kecepatan(rate) arus (mobil

per satuan waktu) dimana arus mobil melewati x pada waktu t .

75
Dapat diturunkan sebuah hubungan antara dan q dibawah asumsi bahwa

mobil tidak akan masuk atau keluar dari jalan raya dan ( x , y ) , q ( x , t ) adalah

fungsi C1 dari x .

Misalkan
[x 1 , x 2 ] adalah ruas dari sebuah jalan raya. Jumlah total mobil pada ruas

jalan ini didefinisikan sebagai

x2

( x , t ) dx
x1

dan perubahan waktu dari perubahan jumlah mobil pada ruas jalan ini adalah

x2 x2
d

dt x
( x ,t ) dx=
t
( x , t ) dx
1 x 1

Perubahan ini sama dengan

q ( x 1 ,t )q ( x 2 , t )

dimana ini dapat mengukur waktu mobil ketika masuk ruas jalan pada
x1

dikurangi dengan waktu mobil ketika keluar pada


x 2 . Sehingga

x2

t ( x ,t ) dx=q ( x 1 ,t )q ( x 2 , t )
x1

atau

76
x2 x2
q
t ( x ,t ) dx= x ( x , t ) dx
x 1 x 1

x2

(6.1)
x1
[
t
( x ,t ) +
q
x ]
( x , t ) dx=0

Karena integral pada (6.1) dan karena (6.1) ada pada setiap
[x 1 , x 2 ] maka jelas

integralnya dapat hilang, sehingga

q
+ =0
t x

Selajutnya, akan diperkenalkan asumsi tambahan yaitu validitas yang didukung


oleh pertimbangan teoritik sebagaimana data hasil eksperimen. Mengacu pada

asumsi ini, kecepatan arus q yang bergantung pada x dan t dapat

dipandang hanya dengan melihat , yaitu

q ( x ,t )=G ( ( x , t ) ) ,

atau secara sederhana

(6.3) q=G ( ) ,
untuk beberapa fungsi G. Asumsi ini terlihat beralasan karena kepadatan kendaraan
di sekitar kendaraan tertentu juga mengontrol kecepatan (speed) dari kendaraan

tersebut. Hubungan antaras dan q bergantung pada banyak faktor seperti

karakteristik jalan, kondisi cuaca, batas kecepatan, dan lain sebagainya. Salah satu

hubungan antara dan q adalah

77

(6.4)
q=c 1( 1),

dimana
1 merupakan kepadatan maksimum (mobil per satuan jarak ketika lalu

lintas sangat padat, hingga diibaratkan bumper bertemu bumper) dan c adalah

rata-rata kecepatan bebas dimana kecepatan bebas adalah kecepatan dari sebuah
kendaraan ketika kendaraan itu bergerak bebas dari interfensi (pengaruh)

kendaraan lain. Pada umumnya, c dapat didekati oleh batas kecepatan dari

sebuah jalan raya. Ingat, berdasarkan persamaan (6.4) q=0 jika =0 atau

= 1 .

Akan disubstitusikan (6.4) ke persamaan (6.2), yaitu sebagai berikut:

q
+ 0
t x


+
[ ( )]
c 1

1 0
t x



+
(
c 1
1 ) ( )
+c

1 0
t x
(6.5)
t
+c 12 (
1 x ) 0

Persamaan (6.5) dapat disederhanakan dengan membagi dengan


1 pada kedua


d=
ruas dan didefinisiskan bahwa 1 untuk memperoleh

78
d d
(6.6)
+c ( 12 d ) =0
t x
Persamaan (6.6) merupakan salah satu contoh hukum kekekalan. Jika diberikan
kepadatan normal awal

(6.7) d ( x , 0 )=f ( x ) ,
maka, berdasarkan bagian 5, solusi MNA dari (6.6) dan (6.7) terdefinisi secara

implisit, untuk t yang cukup kecil dengan persamaan

(6.8) d=f ( xc ( 12 d ) ) .

Jika f adalah fungsi C1 maka solusi ada dan berbentuk fumgsi C1 serta

terdefinisi secara implisit oleh (6.8) jika kondisi

'
(6.9) 12 ct f ( x ct ( 12d ) ) > 0
dipenuhi. Jika kondisi ini pernah tidak dipenuhi, shocks akan dihasilkan pada kondisi
dimana turunan dari kepadatan mobil menjadi tak berhingga dan kepadatan

'
menghasilkan shock yang diskontinyu. Jika f ( x ) 0 x kondisi (6.9) dipenuhi

t 0 . Ini mengarah pada kesimpulan bahwa jika kepadatan mobil awal adalah

konstan atau turun pada arah arus lalu lintas maka shock tidak akan pernah
dihasilkan dan arus lalu linta s akan berjalan lancar secara kontinyu. Sebaliknya,
jika ICD (Initial Card Density=Kepadatan Mobil Awal) bertambah pada setiap jarak di
jalan raya maka akibatnya shockakan dihasilkan. Sebagai ilustrasi akan terlihat
pada contoh dibawah ini.

Contoh

Misalkan ICD didefinisikan oleh fungsi dibawah ini, yaitu:

79
{
1
,x 0
3
f ( x )= 1 + 5 x , 1 x 0
3 12
3
,x 1
4

Grafik dari fungsi diatas terlihat pada gambar dibawah ini:

Turunan dari f (x) memiliki shock pada x=0, x=1 dan teori yang dimiliki tidak

dapat diaplikasikan karena f (x) bukan lah anggota C1 . Selanjutnya, f (x)

dapat dihaluskan didekat x=0 dan x=1 dengan mengganti setiap sudut pada

grafik f (x) dengan kurva belok yang halus.Oleh karena itu, penghalusan ini dapat

menemui banyak kesulitan saat perhitungan solusi dari masalah f (x)

ini.Untungnya, efek yang dihasilkan oleh shock pada turunan dari data awal adalah

jump pada turunan solusi yang melewati sebuah garis di bidang ( x , t ) . solusi

80
masih terdefinisi secara implisit untuk sebuah t yang cukup kecil, dengan

menggunakan persamaan (6.8).untuk menghitunya akan digunakan informasi

bahwa solusinya konstan disepanjang garis pada bidang ( x , t) . Karena variabel

t selalu dikalikan oleh kecepatan bebas c , maka selanjutnya akan digunakan

ct untuk menggantikan tempat t.

1
Jika
x0 0 dan
d=d 0=f ( x 0 ) = xc t (12 d 0)=x 0
3 sepanjang atau:

1
(6.11)
d= pada
ct=3 ( xx 0 ) , x0 0
3

3
(6.12)
d= pada
ct=2 ( xx 0 ) , x 0 1
4

1 3
Sehingga, diperoleh
d= disepanjang garis ct=3 x dan
d= disepanjang
3 4

garis ct=2( x1) . Karena dua garis ini berpotongan pada titik ( x , ct )= ( 52 , 65 )
maka shock muncul pada titik tersebut seperti yang terlihat pada gambar dibawah
ini.

81
Jika
0 x 0 1 maka
1 5
d=d 0= + x 0 sepanjang
3 12 [ (
xct 12
1 5
+ x =x 0
3 12 0 )] atau

6( xx 0)
1 5 ct= ,0 x 0 1
d= + x 0 2
(6.13) 3 12 sepanjang
(
5 x 0
5 )
2 6
Perhatikan bahwa garis pada persamaan (6.13) melewati
( x , ct )=( , ) . Garis
5 5

ct =3 x ,ct=2( x1) membagi setengah atas bidang (x , ct ) ke dalam empat

1 3
bagian, yaitu bagian kiri
d= d=
3 , bagian kanan 4 dan dalam bagian segitiga

82
dengan
( 0,0 ) , ( 1,0 ) , ( 25 , 65 ) dan d diperoleh dari persamaan (6.13). Seperti terlihat

pada gambar di bawah ini:

Selanjutnya, mengeliminasi
x 0 dari persamaan (6.13) akan diperoleh:

1 5( 6 x2 ct) 6 x2 ct 6
(6.14) d= + ,0 1,0 ct
3 12(65 ct ) 65 ct 5

Akibatnya, pada bagian shock solusinya memiliki jump diskontinyu san nilai dari
solusi tidak dapat dihitung dengan menggunakan analisis ini. Gambar di bawah ini

menunjukkan grafik dari d dan x pada empat macam nilai ct .

83
Kompresibel Aliran Fluida di Bawah Tekanan Konstan

Mari kita perhatikan aliran yang bergantung pada waktu dari fluida kompresibel
berdimensi satu di bawah asumsi p tekanan konstan. Jika u menunjukkan kecapatan
fluida, kecepatan dan e energi internal per satuan volume, persamaan dasar
dinamika gas :

(6.15)
ut +
uu x = 0,

84
(6.16)
t + (u)x = 0,

u
(6.17)
et + (eu) x + ( x = 0.

Kita ingin memecahkan persamaan hal ini ke persamaan / kondisi awal

(6.18) u( x, 0) = f(x)

(6.19) ( x, 0) = g(x)

(6.20) e( x, 0) = h(x)

dimanaf , g dan h diberikan fungsi C1 . Menurut bagian 5, solusi dari masalah nilai

awal (6.15), (6.18) selalu ada untuk t yang cukup kecil dan didefinisikan secara
implisit oleh persamaan

(6.21) u = f (x ut)

Jika f ' (x) 0 untuk semua x, solusiya ada sebagai fungsi C1 untuk semua t

0. Sebaliknya solusi akhirnya berkembang secara diskontinuitas yang dikenal

sebagai shocks, studi yang melibatkan generalisasi konsep larutan (see Noh and
1
Protter for details). Setelah u diketahui, dapat diganti atau disubstitusikan ke

dalam persamaan (6.16) dan masalah nilai awal (6.16), (6.19) kemudian dapat
diselesaikan untuk mendapatkan kepadatan . Hal ini berguna untuk mendapatkan
formula untuk dalam u (atau dipandang sebagai atau dari segi u). Untuk

melakukan hal ini kita perhatikan bahwa


ux (dalam hal ini), muncul dalam

persamaan (6.16) dan dari (6.21) kita peroleh/punya,

85
f ' (xut)
(6.22) u x=
1+t f ' ( xut)

Ini menunjukkan bahwa fungsi dari bentuk

G(xut)
(6.23) = '
1+t f (xut)

mungkin menjadi solusi dari persamaan (6.16) (lihat juga masalah 6.5). Agar (6.23)
memenuhi kondisi awal (6.19), fungsi G harus diambil untuk menjadi g. Itu kini
tersisa sebagai latihan (masalah 6.6) untuk menunjukkan bahwa

g( xut )
(6.24) = 1+t f ' (xut)

tidak hanya memenuhi kondisi awal (6.19) tetapi juga pdp (6.16) asalkan fungsi f

adalah C2 . Dalam pandangan teorema keunikan kita mengenai solusi dari

masalah nilai awal (6.16), (6.19), kita menyimpulkan bahwa solusi dari masalah ini
harus diberikan oleh (6.24). Samahalnya dengan, solusi dari masalah nilai awal
(6.17), (6.20) yang diberikan oleh

h ( xut )+ p
e= p
(6.25) 1+ t f ' ( xut )

7. Metode Fungsi Hasil Probabilitas.

86
Penggunaannya dalam Masalah Sambungan Jaringan Telepon dan Kontrol
Penyakit Tropis

Pada bagian ini kita akan membahas penggunaan persamaan diferensial parsial
linear orde satu untuk menyelesaikan masalah probabilitas/kemungkinan, yaitu
masalah yan timbul pada penyelidikan proses tertentu seperti proses skolastik.

Masalah Sambungan pada Jaringan Telepon

Jaringan telepon yang ideal memiliki jumlah saluran tak terbatas, dan asumsinya
awal mula dan akhir panggilan berada dalam interval waktu [0, ] berdasarkan
hipotesis tertentu yang kita jabarkan di bawah ini. Diketahui bilangan bulat non-
negatif n, yang digunakan dalam waktu t, 0 < t <, dengan probabilitas awal Pn(0),
0 n < , carilah probabilitas Pn(t).

Dalam menyatakan hipotesis yang berkenaan dengan permulaan dan penghentian


panggilan telepon dalam jaringan, kita gunakan simbol o(h) untuk menunjukan

kuantitas yang menghentikan lebih cepat daripada h pada h=0; i.e., lim
h0
[ ]
o ( h)
h
=0 .

Kelayakan dan validitas hipotesis ini dibahas dalam buku Feller. Hipotesisnya adalah
sebagai berikut:

(i) Bila sambungan terjadi pada waktu t, kemungkinan akhir percakapan


selama interval waktu (t, t + h) adalah h + o(h), dimana konstan.
(ii) Kemungkinan awal percakapan selama interval waktu (t, t + h) adalah h
+ o(h), dimana konstan.
(iii) Kemungkinan dua atau lebih pergantian (awal atau akhir panggilan)
selama interval waktu (t, t + h) adalah o(h).

Langkah awal penentuan kemungkinan Pn(t) adalah memperoleh sistem persamaan


diferensial biasa yang dipenuhi oleh Pn(t). Nilai t adalah tetap dan probabilitas Pn(t)
berlaku untuk semua n, 0 n < , dan mari kita tentukan Pn(t + h), probabilitas
yang mana nilai n digunakan dalam waktu t + h. Misalkan n 1. Akan ada

87
beberapa sambungan sebanyak n dalam waktu t + h hanya jika kondisi-kondisi
berikut ini terpenuhi:

(1) Dengan waktu t, sambungan n 1 digunakan dan satu kali panggilan bermula
selama interval waktu (t,t + h).
(2) Dengan waktu t, sambungan n + 1 digunakan dan satu kali panggilan
berakhir selama interval waktu (t,t + h).
(3) Dengan waktu t, sambungan n digunakan dan tak ada pergantian yang
terjadi dalam jaringan selama interval waktu (t,t + h), dan
(4) Dua atau lebih pergantian terjadi selama interval waktu (t,t + h).

Berdasarkan hipotesis kami, probabilitas poin (4) adalah o(h) sedangkan


probabilitas poin (1) adalah

[ h+o ( h ) ] Pn1 (t)

Probabilitas poin (2) yaitu

( n+1 ) [ h+ o ( h ) ] P n+1 (t)

Dan probabilitas poin (3) adalah

[ 1 hnh o ( h ) ] Pn (t)

Karena probabilitas poin (1), (2), dan (3) saling terpisah, jika di jumlahkan akan
menjadi seperti ini

(7.1) Pn (t+ h)=h Pn1(t )+(n+1) h Pn+ 1(t)+ ( 1 hnh ) P n (t)+o (h)

Dengan menggunakan rumus (7.1) untuk membentuk [Pn(t + h) Pn(h)] / h dan


memisalkan h 0, kita dapatkan persamaan diferensial biasa

(7.2) Pn (t)=( +n ) Pn (t )+ Pn 1(t)+(n+1) Pn +1(t )

88
Yang mana berlaku untuk semua n 1 dan 0 < t < . Akan muncul persamaan
berikut ini jika n = 0

(7.3) P0 (t)= P 0 (t)+ P1 (t)

Karena probabilitas awal Pn(0), 0 n < , diasumsikan telah diketahui, masalah


menemukan probabilitas Pn(t) untuk semua t > 0 telah berkurang menjadi seperti
persamaan (7.2), (7.3). Pertanyaan mengenai ada tidaknya dan keunikan dari
masalah nilai awal ini tidaklah mudah. Sekarang, kita akan menjabarkan metode
menemukan solusi untuk masalah nilai awal dalam persamaan diferensial parsial
linear orde satu.


n
(7.4) G(t , s)= Pn ( t ) s
n=0

Rumus diatas dikenal sebagai fungsi hasil probabilitas untuk probabilitas Pn(t).
Sebagai konsekuensi sistem o.d.e.s (7.2), G(t,s) mesti memenuhi persamaan
diferensial parsial linear orde satu. Dengan mendiferensiasikan rumus (7.4), kita
dapatkan rumus:


G n1 n
(7.5) = nP ( t ) s = ( n+1 ) Pn+1 ( t ) s
s n =1 n n=0


G n
(7.6) = P n ( t ) s
t n=0

Substitusi rumus (7.2) dan (7.3) untuk Pn(t) ke dalam rumus (7.6), diikuti dengan
penyusunan ulang dan identifikasi rumus (7.4) dan (7.5) menghasilkan p.d.e. untuk
G

G G
(7.7)
+ ( s1 ) = ( s1 ) G
t s

89
Di sisi lain, pengetahuan tentang probabilitas awal Pn(0) menyebabkan kondisi awal
G sejalan dengan t = 0 dari bidang (t,s),

(7.8) G(0, s)=g( s),

Dimana


n
(7.9) g( s)= Pn ( 0 ) s
n=0

Untuk mendapatkan solusi masalah nilai awal rumus (7.7) dan (7.8). Sistem asosiasi
o.d.e.s dari rumus (7.7) adalah

dt ds dG
= =
1 ( s1) ( s1 ) G

Dan dua rumus integral fungsional independen pertama yaitu


s

(7.10) u1=et ( s 1 ) , u2=e G

karenau1 tidak bergantung dengan nilai G, integral umum untuk rumus (7.7) adalah

u2 = f(u1)

dimanaf adalah fungsi C1 dari variabel tunggal. Dengan mensubstitusikan rumus


(7.10) dalam integral umum dan penyelesaian nilai G, kita dapatkan solusi rumus
(7.7),


s
(7.11) G(t , s)=e
f ( et ( s1 ) )

Kondisi awal rumus (7.8) menentukan fungsi f. Dengan mengatur t = 0 dalam


rumus (7.11) dan dengan menggunakan rumus (7.8) menghasilkan

90

s

g( s)=e f ( s1 )

dan selanjutnya,


(s +1)

(7.12) f (s)=g ( s+1)e

Terakhir, dengan mensubstitusikan rumus (7.12) ke dalam rumus (7.11) dan


menyederhanakannya, kita dapatkan solusi permasalahan nilai awal (7.7) dan (7.8)

(7.13)
G(t , s)=g(1+ et (s 1)) exp [

( s1)(1et ) ]
Ketika fungsi hasil probabilitas G(t,s) telah ditemukan, probabilitas Pn(t) dapat
ditemukan dari rumus yang sudah lazim untuk koefisien Taylor (7.4)

(7.14) Pn (t)=
1 n
[
n ! sn ]
G ( s , t ) s=0

Untuk mengilustrasikan metode fungsi hasil probabilitas (p.g.f.), digunakanlah t = 0


yang berarti seperti berikut

(7.15) P1 (0)=1 dan P n (0)=0 untuk n 1

Maka,

(7.16) g( s)= Pn ( t 0 ) sn =s
n=0

Substitusi rumus (7.16) ke dalam (7.13) menghasilkan rumus p.g.f.

91
(7.17)
G(t , s)=[1+ et (s 1)]exp [

(s1)(1et ) ]
Probabilitas Pn(t) dapat ditentukan menggunakan rumus (7.14). Untuk nilai n = 0
dan n = 1 kita dapatkan

P0(t) = G(t,0) = (1 - e-t) exp [ t



(e 1) ]
t
1e
P1(t) =
G
s
(t ,0) =[ e
t
+



2
) ] exp [ t

(e 1)
]

Masalah Mengontrol Penyakit Tropis

Schistosomiasis adalah penyakit infeksi parasit yang diperkirakan menjangkiti lebih


dari dua ratus juta orang di negara tropis dan subtropis di dunia.Hal ini ditandai
dengan kelemahan jangka panjang yang dianggap oleh banyak kalangan, menjadi
kendala yang signifikan untuk kemajuan negara-negara terbelakang di mana
banyak segmen besar penduduk kurang lebih terinfeksi secara
permanen.Persistensi infeksi di wilayah ini tergantung pada siklus kejadian yang
kompleks yang melibatkan manusia, cacing pipih parasit tertentu (schistosomes),
dan spesies siput tertentu.Sebuah penelitian tentang probabilitas dari siklus
peristiwa telah dimuat dalam jurnal Nasell dan Hirsch.Hasil dari penelitian ini
memungkinkan adanya perbandingan keefektifan relatif dari berbagai prosedur
yang ditujukan untuk pengendalian atau pemberantasan penyakit.Di sini kami
tunjukan masalah yang muncul di banyak penelitian mengenai penentuan fungsi
hasil probabilitas tertentu.

Fungsi hasil probabilitas G(t,s) harus memenuhi p.d.e.

92
G G 1
(7.18)
+ ( s1 ) = vY ( t ) ( s1 ) G
t s 2

Dan kondisi awalnya

m
(7.19) G(t 0 , s)=s

dengan t = t0 dalam (t,s). Maka selanjutnya diberikan fungsi Y(t), dengan nilai
dan v konstan dan m adalah bilangan bulat nonnegatif. Ini latihan yang mudah
untuk mendapatkan integral pertama dari rumus (7.18),

1
( t ) (s1)
2
(7.20) u1 = e -t
(s 1), u2=G e

dimana

t
( t )=e t
Y ( ) e d .
0

Sekarang, integral umum dari rumus (7.18) adalah

1
( t ) (s1)
(7.21) 2
=f (et ( s1 ))

dimana f adalah nilai sembarang fungsi C1. Dengan menyelesaikan rumus (7.21)
untuk G, kita dapatkan penyelesaian rumus (7.18),

1
( t ) (s1)
G(t,s) = e2 f (et ( s1 ))

Kondisi awal rumus (7.19) menentukan fungsi f karena memerlukan persamaan

1
( t 0) (s1)
(7.22) s =m
e2 f (e t ( s1 ) )
0

93
t 0
Dimisalkan z = e ( s1 ) , kita dapatkan s = 1 + z e t 0
dan rumus (7.23)

menghasilkan

ze t
0
1 t
(t 0) ze 0

f(z) = (1 + m exp [ 2

Maka,

tt
( 0) ( s1 )
1+e


f ( e ( s1 ) )=
t

tt
( 0)(s1)
1
(t 0 ) e ,
2
exp

dan dengan substitusi rumus (7.22), kita dapatkan solusi masalah nilai awal
(7.18)dan (7.19),

tt
tt ( 0)
( 0) ( s1 ) m ( t ) ( t0 ) e ( s1)}
(7.24) G(t,s) = 1+ e exp {
1

2

Deret Taylor, Fungsi Analitik

94

Misalkan f sebuah fungsi C dari suatu variabel x pada interval buka

IR
1
dan misalkan
x 0 sembarang titik di I. Deret


f (n ) ( x 0 )
( 1.1 ) (xx 0)n
n=0 n!

disebut deret Taylor dari fungsi f di sekitar titik


x0 .

f ( n)
menyatakan turunan ke- n dari f . Untuk sembarang fungsi f C ,
Deret Taylor (1.1) mungkin tidak konvergen atau jika ia konvergen, belum tentu

konvergen terhadap f (x) . Fungsi C khusus yang memiliki deret Taylor yang

konvergen terhadap f ( x) untuk semua x di sekitar


x 0 , disebut analitik pada

x0 .

Definisi 1.1

Misalkan f C ( I ) , dimana I adalah interval terbuka dari R1 , dan misalkan

x0 sembarang titik pada I . Jika deret Taylor (1.1) dari f di sekitar


x0

konvergen terhadap f ( x) untuk setiap x pada persekitaran


x 0 , maka f

disebut analitik pada


x 0 . Jika f analitik di setiap titik pada I maka f

disebut fungsi analitik pada interval I .

Contoh
x
Deret Taylor dari fungsi f ( x )=e di sekitar titik asal adalah


f ( n) ( x 0 )
1
n ! ( 0 ) n! x n
xx n
=
n=0 n=0

95
x 1 x
Deret di atas konvergen terhadap e untuk setiap xR . Maka, fungsi e

analitik pada titik asal. Selanjutnya, fungsi tersebut analitik di seluruh garis bilangan

real R1 sehingga


1 n
e =
x 1
x , xR
n=0 n!

Contoh lain

Fungsi sin x dan cos x analitik pada R1 dan

x3 x5
sin x=x + , x R1
3! 5 !

x2 x4
cos x=1 + , x R1
2! 4!

Misalkan f sebuah fungsi C yang terdefinisi pada beberapa domain R n

dan misalkan x 0 sembarang titik pada . Deret

1 2 n 0
D 1 D 2 Dn f ( x ) 0 0 0
( 1.2 ) 1 ! 2 ! n !
( x1 x1 ) ( x2 x2 ) ( x nx n)
1 2 n

(1 , , n)

0
disebut deret Taylor dari f disekitar x .

D j =/ x j , dan j bilangan bulat non-negatif, j=1, , n .

+ ++ f
1 2 n

D 1 D2 Dn f =
1 2 n

x1 x2 x n
1 2 n

96
Deret (1.2) dapat dituliskan dalam bentuk yang lebih singkat dengan notasi

=( 1 , 2 , , n )

x =x 1 x 2 x n
1 2 n

D =D 1 D 2 D n
1 2 n

!= 1 ! 2 ! n !

| |= 1 + 2+ + n

0
maka deret Taylor (1.2) dari f disekitar x dapat dituliskan dalam bentuk

D f ( x 0 ) 0
( 1.3 ) !
(xx )
|| 0

Definisi 1.2

Misalkan f C ( ) dimana adalah sebuah domain pada Rn dan misalkan

x0 sembarang titik pada . Jika deret Taylor (1.3) dari f di sekitar x0

konvergen terhadap f (x) untuk semua x dipersekitaran x 0 , maka f

0
disebut analitik pada x . Jika f analitik pada setiap titik di maka f suatu
fungsi analitik di .

Teorema Cauchy Kovalensky

Misalkan fungsi analitik pada persekitaran titik asal dari Rn dan misalkan

fungsi F analitik pada persekitaran titik

(0,0, , 0, ( 0,, , 0 ) , x ( 0,, , 0 ) , , x ( 0,, , 0 ))


1 n dari R
2 n+2
Maka masalah Cauchy

97
(2.7)-(2.8) memiliki solusi
u (t , x1 , , xn ) yang terdefinisi dan analitik pada
n+1
persekitaran di titik asal di R dan solusinya unik dalam kelas fungsi analitik.

Misalkan diketahui
du
( 2.1 ) =F (t ,u)
dt

( 2.2 ) u ( 0 )=u0

adalah masalah nilai awal untuk persamaan diferensial biasa berorde satu dengan
variabel yang tidak diketahui u dan variabel bebas t .

Akan dicari solusi u (t) dari masalah (2.1)-(2.2) yang terdefinisi di beberapa

interval pada sumbu- t yang memuat titik t=0 .

Asumsikan bahwa fungsi F analitik pada persekitaran titik ( t , u )= ( 0,u ) R 2 ,

sehingga F memiliki deret Taylor yang konvergen terhadap F( t , u) untuk

setiap titik (t , u) pada persekitaran titik ( 0, u0 ) . Maka teorema Cauchy-

Kovalevsky menunjukkan masalah nilai awal (2.1)-(2.2) memiliki solusi u(t) yang

terdefinisi dan analitik pada interval yang memuat titik t=0 .

Bagaimana mencari deret Taylor u(t ) di sekitar titik t=0 ?

Selanjutnya, misalkan diketahui

u u
( 2.4 )
t (
=F t , x , u ,
x )
( 2.5 ) u ( 0, x )= ( x ) .

98
adalah masalah nilai awal atau masalah Cauchy
untuk persamaan diferensial parsial berorde
satu dengan variabel tidak diketahui u dan

dua variabel bebas t dan x . Diberikan fungsi

yang terdefinisi pada beberapa interval

C dari sumbu- x yang memuat titik asal.

Akan dicari suatu solusi u(t , x ) dari masalah Cauchy (2.4)-(2.5) yang terdefinisi

untuk (t , x ) di beberapa domain pada bidang- (t , x) yang memuat kurva

awal C .

Asumsikan bahwa fungsi (x) yang diberikan, analitik pada persekitaran titik

asal di sumbu- x . Maka, dari kondisi awal (2.5) dapat dihitung seluruh turunan

parsial dari u terhadap x pada titik asal,

n u ( ) (n )
n
0,0 = ( 0 ) , n=0,1,2,
x

Asumsikan juga bahwa fungsi F analitik di persekitaran titik (0,0, ( 0 ) , (1 ) ( 0 ) )

di R4 . Maka teorema Cauchy-Kovalevsky menyatakan bahwa masalah (2.4)-(2.5)

memiliki solusi u ( t , x ) yang terdefinisi dan analitik pada persekitaran titik asal

dari bidang (t , x ) .

Untuk mencari deret Taylor dari u (t , x ) di sekitar titik asal, harus dihitung

nilai dari semua turunan parsial u pada titik asal.

99
n n
Turunan dari u/ x dapat dihitung dari kondisi awal (2.5). Dengan

mensubstitusikan pada (2.4) nilai t=0 , x=0 dan nilai u yang telah diperoleh

u u
sebelumnya. dan x pada (0,0), diperoleh nilai turunan t pada titik asal.

u
( 0,0 )=F ( 0,0, ( 0 ) , (1 ) ( 0 ) )
t

untuk memperoleh nilai 2 u/ x t , turunkan (2.4) terhadap x sehingga


diperoleh
2
u
=F 2 ( t , x , u ,u x ) + F 3 ( t , x , u ,u x ) u x + F 4 ( t , x , u , ux ) u xx
x t

kemudian substitusikan t=0, x=0 dan nilai


u ,u x .u xx pada (0,0) yang telah
diperoleh sebelumnya.
2 2
Selanjutnya, untuk mencari u/ t , turunkan (2.4) terhadap t ,

2 u
=F 1 ( t , x , u ,u x ) + F 3 ( t , x , u ,u x ) ut + F 4 ( t , x ,u , u x ) u xt
t2

dan substitusikan t=x=0 dan nilai


u ,u x ,u t dan
u xt pada titik asal yang telah
diperoleh sebelumnya.

Dengan menurunkan (2.4) terhadap t dan x dan mensubstitusikan nilai u

dan turunannya, diperoleh semua nilai turunan parsial dari u pada titik asal.

Deret Taylor untuk u(t , x ) di sekitar titik asal adalah

Dt Dx u ( 0,0 )
t x

t !x!
t x
t x

( t , x )

100
Teorema Cauchy-Kovalevsky menunjukkan bahwa deret ini konvergen untuk semua
(t , x) di beberapa persekitaran U dari domain asli dan mendefinisikan solusi

Dt Dx u (0,0)
t x

( 2.6 ) u ( t , x ) = t x t x

( t , x ) t !x!

fungsi yang didefinisikan oleh (2.6) memenuhi p.d.p. (2.4) untuk setiap (t , x) U

dan kondisi awal (2.5) untuk setiap titik (0, x) dari C yang termuat di U .

Misalkan diketahui

u
( 2.7 ) =F (t , x 1 , , x n ,u , u x1 , , uxn )
t

( 2.8 ) u ( 0, x 1 , , x n )= ( x1 , , xn )

adalah masalah nilai awal (masalah Cauchy) yang melibatkan sebuah persamaan
diferensial parsial orde satu dalam satu variabel yang tidak diketahui u dan

n+1 variabel bebas


t , x 1 , , x n . Fungsi F ( t , x 1 , , x n ,u , x 1 , , x n ) adalah

sebuah fungsi dari 2 n+2 variabel.

Teorema (Cauchy-Kovalevsky)

Misalkan fungsi analitik pada persekitaran titik asal dari Rn dan

misalkan fungsi F analitik pada persekitaran titik

(0,0, , 0, ( 0,, , 0 ) , x ( 0,, , 0 ) , , x ( 0,, , 0 ))


1 n dari R
2 n+2
.

Maka masalah Cauchy (2.7)-(2.8) memiliki solusi


u ( t , x 1 , , x n ) yang

terdefinisi dan analitik pada persekitaran di titik asal di Rn+1 dan solusinya unik

dalam kelas fungsi analitik.

Teorema ini menyatakan 2 hal yaitu :


1. Terdapat solusi analitik di beberapa persekitaran titik asal
2. Solusi unik pada kelas fungsi analitik
101
Maksud dari keberadaan adalah terdapat sebuah fungsi
u ( t , x 1 , , x n ) yang

n+1
terdefinisi dan analitik di persekitaran U dari titik asal di R sehingga pada

setiap titik (t , x1 , , xn ) dari U , memenuhi u ( t , x 1 , , x n ) memenuhi (2.7) dan

pada setiap titik ( 0, x1 , , xn ) pada bagian S yang termuat di U memenuhi


(2.8) kondisi awal.

bukti keberadaan menunjukan bahwa koefisien deret taylor adalah

Dt D1 D n u (0, , 0)
t 1 n

( 2.9 ) t ! 1 ! n !
( t , 1 , , n)

Contoh 2.1

Temukan semua suku yang berorde 3 dalam deret Taylor di sekitar titik asal dari
solusi masalah nilai awal

(2.10)
ut =u ux

2
(2.11) u ( 0, x )=1+x

Pada masalah ini ( x )=1+ x 2 dan fungsi adalah fungsi analitik pada
persekitaran titik asal dari sumbu-x (pada kenyataannya analitik di seluruh sumbu-
'( x)
x). u x ( 0,0 ) = =0 .

Selain itu, F ( t , x ,u , p )=up dan fungsi ini analitik di persekitaran dari (0,0,1,0) di

R4 (pada kenyataannya fungsi tersebut analitik di seluruh R4 ). Oleh karena itu,


dengan menggunakan teorema Cauchy-Kovalevsky, masalah Cauchy (2.10)-(2.11)

memiliki solusi analitik di persekitaran titik asal pada bidang (t , x) . . Kita

harus menghitung semua turunan dari u berorde 3 di titik asal.

Dari (2.11) kita memiliki


102
2
u ( 0, x )=1+ x ,u x ( 0, x )=2 x ,u xx ( 0, x )=2, u xxx ( 0, x )=0

Oleh karena itu,

u ( 0,0 )=1, u x ( 0,0 ) =0,u xx ( 0,0 )=2, u xxx ( 0,0 )=0

dari (2.10) kita mempunyai


2
ut =uu x , utx =uuxx +u x ,utxx =3 u x u xx +uu xxx

dan dengan menggunakan nilai yang telah diperoleh sebelumnya kita diperoleh

ut ( 0,0 ) =0,u tx ( 0,0 )=2, utxx ( 0,0 )=0

dari (2.10) didapat

utt =u t ux +u utx , uttx =ut u xx + 2u x utx +uutxx

dan dengan menggunakan nilai yang telah dperoleh sebelumnya diperoleh

utt ( 0,0 )=2, uttx ( 0,0 )=0.

akhirnya dari (2.10) didapat

uttt =utt u x +2 ut u tx +uuttx

oleh karena itu

uttt ( 0,0 )=0.

Deret Taylor untuk u(t , x ) di sekitar titik asal adalah

t x
D D u (0,0)
u ( t , x )= t x t x t x

( , )
t x
t !x!

1+ t 2 +2 tx+ x 2+

103
BAB V
PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL LINEAR
KARAKTERISTIK, KLASIFIKASI DAN BENTUK KANONIK

1. Operator Parsial Diferensial Linear dan Kurva Karakteristik dan Permukaan


Karakteristiknya
Beberapa notasi yang perlu diingat:
x=( x 1 , , x n ) merupakan sebuah titik di Rn


Dj
merupakan operator parsial diferensial x j

=( 1 , , n ) n -tuple bilangan bulat non-negatif. Kemudian


Misalkan merupakan

kita definisikan
x =x 1 x 2 x n
1 3 n

dan
D =D1 D 2 Dn
1 3 n

Misakan | | menotasikan penjumlahan komponen-komponen dari , | |=

1+ + n x

| | pada koordinat x1 , , xn
. Maka adalah monomial dari orde , dan

104

D adalah sebuah operator parsial diferensial dari orde | | . Berdasarkan notasi

sebelumnya, maka:
||
D =
x1 x 2 x n
1 2 n

Contoh :

Jika n = 3 dan = (2, 1, 3)

Maka: | | = 2 + 1 + 3 = 6

x =x 21 x 2 x 33 adalah monomial dari orde 6

6
D =D21 D2 D33=
x 21 x 2 x 33
1

Persamaan diferensial parsial linear dari orde m di Rn adalah persamaan dengan bentuk

(1.1 a D u=f
||m
)
Dimana

a dan f adalah fungsi dari x Rn

a
merupakan koefesien dari bentuk a D u

f merupakan sisi kanan dari persamaan

Penjumlahan dari sisi kiri pada persamaan tersebut bernilai mungkin untuk indeks vector

dengan | |m . Jadi, m adalah orde tertinggi dari turunan yang terlihat dalam persamaan.

Operator diferensial parsial linear dari sisi kiri pada persamaan (1.1) akan dinotasikan dengan

P( x , D) ,

105

(1.2 P ( x , D )= a (x) D
||m
)

Jika koefesien a konstan, hanya ditulis P( D) .

Contoh 1.1

Diberikan persamaan di R2

(1.3 2 2 2
D 1 u+ sin ( x1 x 2) D 2 ux 2 D 1 D 2 u+ x1 D 2 u+ e u=cos ( x 1+ x 2 )
x2

)
merupakan persamaan diferensial parsial linear orde kedua.

Karena persamaan ini merupakan persamaan diferensial parsial linear di R2 dan merupakan


persamaan diferensial parsial linear orde kedua maka | |= 1 + 2 2 . Kombinasi ( 1 , 2 )

yang mungkin adalah (0, 0); (0, 1); (0, 2); (1, 0); (1, 1); (2, 0). Maka diperoleh koefesien-
koefesian yaitu :
( 2,0) ( 0,2) ( 1,1) 2
a ( x )=1, a ( x ) =sin ( x1 x 2 ) , a =x 2 ,

a( 1,0)=0 , a( 0,1)=x 1 , a( 0,0)=e x 2

Operator dari persamaan (1.3) adalah


(1.4 P ( x , D )=D21 +sin ( x 1 x 2 ) D22x 22 D1 D 2+ x 1 D 2 u+ e x 2

)
Contoh 1.2

Bentuk umum operator parsial diferensial linear orde pertama di Rn :

( 1,0,0, ,0 ) ( 0,1,0, ,0 ) ( 0,0, , 0,1) ( 0,0, ,0 )


P ( x , D )=a (x) D 1+ a ( x ) D 2 ++ a (x ) Dn +a ( x)

2
Sebagai contoh, bentuk umum operator orde pertama di R adalah

106
(1.5 P ( x , D )=a 1( x ) D1 +a 2 ( x) D2+ c( x)
)

Contoh 1.3

Bentuk umum operator parsial diferensial linear orde kedua di R2 :

( 2,0 ) 2 ( 1,1) ( 0,2 ) 2 ( 1,0 ) ( 0,1 ) ( 0,0 )


P ( x , D )=a ( x ) D1 +a ( x ) D1 D 2+ a ( x ) D2 + a ( x ) D1 +a ( x ) D2 +a ( x )

Beberapa contoh penting operator persamaan diferensial linear parsial dengan koefesien konstan
adalah operator Laplace di dua variabel
(1.6 2
P ( D )=D1 + D2 ,
2

)
operator gelombang di satu variabel ruang
(1.7 P ( D )=D21D22 ,
)
dan operator panas di satu variabel ruang
(1.8 P ( D )=D21D2 .
)
x1 x2
Dalam (1.7) dan (1.8), adalah variabel ruang dan adalah variabel waktu.

Contoh lainnya adalah operator Tricomi yang muncul dalam hidrodinamik,


(1.9 P ( D )=x 2 D1 + D2 .
2 2

Contoh 1.4

Bentuk umum operator parsial diferensial linear orde kedua di R3 :

( 2,0,0 )
P ( x , D )=a ( x ) D21 +a ( 1,1,0 ) ( x ) D 1 D 2 +a( 1,0,1) ( x ) D1 D 3+ a(0,1,1 ) ( x ) D2 D3 +a (0,2,0 ) ( x ) D 22+ a(0,0,2 ) ( x ) D 23+ a(1,0,0 ) ( x ) D1+ a(0,1

Kasus khusus yang penting dengan koefisien konstan adalah operator Laplace dalam tiga
variabel

107
(1.10 P ( D )=D21 + D22+ D23 ,
)
operator gelombang di dua variabel ruang

(1.11) P ( D )=D21 + D 22D23 ,

dan operator panas di dua variabel ruang


(1.12 P ( D )=D21 + D 22D3 .
)
x1 x2 x3
Dalam (1.10) dan (1.11), dan adalah variabel ruang dan adalah variabel waktu.

Contoh 1.5

Operator biharmonik di R2 :

(1.13 P ( D )=D41 +2 D21 D22 + D24 .


)
Adalah operator parsial diferensial linear orde ke-4 yang muncul dalam studi elastisitas.

Principal part
Principal part adalah solusi dari PDP linear yang hanya bergantung pada orde tertinggi
dari persamaan yang diberikan.

(1.14)
P ( x, D )

a ( x).D
m

Bentuk Persamaannya menjadi:

(1.15)
Pm ( x, D)

a ( x).D
m

1
P( x, D) D12 sin( x1 x 2 ) D22 x 22 D1 D2 x1 D2 e x2
Principal part untuk operator diferensial

1
x1 D2 e x2
karena yang digunakan adalah orde tertinggi yaitu yang berorde 2 sehingga
dihilangkan. Jadi, persamaannya menjadi:
P2 ( x, D) D12 sin( x1 x2 ) D22 x22 D1 D2

108
P ( x, D) a1 ( x) D1 a2 ( x) D2 c( x )
Kemudian Untuk orde 1 dari persamaan karena orde tertinggi
1 maka konstanta c dihilangkan. Sehingga persamaan menjadi:

(1.15) P1 ( x, D) a1 ( x) D1 a2 ( x) D2

Principal part untuk operator laplace dan operator gelombang akan sama dengan operator

P( D ) D12 D2
sebelumnya. Sementara itu principal part untuk operator panas adalah :

(1.16) P2 ( D ) D12

(1 , 2 ,..., n ) R n
Terdapat vektor yang semuanya tak nol . Jika terdapat 0,

Rn
vektor dan arahnya sama. Arah yang di definisikan dari vektor tak nol di adalah

x, D
karakteristik di titik x R n yang berhubungan dengan P . Dengan persamaan

karakteristik yaitu:
Pm ( x, ) 0
(1.17)
Pm ( x, ) 0
Persamaan karakteristik pada Sisi kiri pada operator parsial P(x,D) yaitu

D ( D1 , D2 ,..., Dn ) (1 , 2 ,..., n )
diganti oleh Sehingga persamaan karakteristik menjadi:
Pm ( x, )

a ( x). 0
m

Sebagai contoh persamaan karakteristik dari operator (1.4) menjadi


12 sin( x1 x 2 ) 22 x 221 2 0

(1 , 2 ) (0,1)
( x 1 , x 2 )=(2, 2 )
Arah adalak karakteristik di titik cocok dengan operator diatas.

Kemudian untuk persamaan karakteristik untuk operator gelombang adalah

109
2 2 2
1 +2 3=0

Dengan arah (1 ,2 ,3 )=(1,1, 2) adalah karakteristik disetiap titik di ( x 1 , x 2 , x 3 ) di

R3 . Secara umum, jika koefisien dari principal part adalah sebuah operator yang konstan

kemudian arah karakteristiknya juga bebas dari x di Rn .

Permukaan Karakteristik
Rn x0
Misalkan ada permukaan mulus S di dan adalah titik di S. Permukaan S dikatakan

x0 x0
karakteristik di yang bersesuaian dengan P(x,D). Jika vektor normal S di mendefinisikan
arah yang bersesuaian dengan P(x,D) dan jika permukaan S adalah karakterisiti yg bersesuaian
dengan P(x,D) di semua titik di S maka S disebut permukaan karakteristik. Kurva karakteristik

R2
merupakan bagian dari permukaan karakteristik yang titik-titiknya berada di dan semua
titiknya karakteristik.

x 2= R2 x , x =(2, )
Sebuah garis di 2 di adalah karakteristik di titik ( 1 2 ) 2 yang

1
P( x, D) D12 sin( x1 x2 ) D22 x22 D1 D2 x1 D2 e x2
bersesuaian dengan operator karena vektor

norlanya (0,1)pada garis


x2
adalah sebuah arah karakteristik pada titik (2, 2 ) yang

1
P( x, D) D12 sin( x1 x2 ) D22 x22 D1 D2 x1 D2 e x2
bersesuain dengan operator .

110
3
Bidang x 1+ x 2 + 2 x 3=0 di R adalah permukaan karakteristik pada operator

gelombang. Karena (1,1, 2) pada bidang yang semua titiknya karakteristik yang bersesuain

2 2 2
dengan P ( D )=D1 + D 2D3 .

Gambar 1.1

Gambar 1.2

111
Soal

Tuliskan principal part Pm (x , D) untuk masing-masing operator parsial diferensial (1.6)

(1.13),
Jawab:
Principal part untuk masing-masing persamaan (1.6) (1.13) adalah:
2 2
P2 (x , D)=D1 + D 2

P2 ( x , D )=D21D22

P2 (x , D)=D21

P2 (x , D)=x 2 D21 + D22

P2 (x , D)=D21 + D 22 + D23
2 2 2
P2 (x , D)=D1 + D 2D3

P2 (x , D)=D21 + D 22
4 2 2 4
P4 (x , D)=D 1 +2 D1 D2 + D2

112
2. Metode untuk menentukan permukaan dan kurva karakteristik, Contoh-contoh
Langkah pertama untuk mencoba menemukan kurva atau permukaan karakteristik dari
sebuah operator differensial parsial linear adalah dengan menuliskan persamaan karakteristik.
Jika koefisien dari principal part dari operator adalah konstant kemudian persamaan

1, , n
karakteristik adalah sebuah polinomial homogen dalan dengan koefisien konstanta.

Ini memungkinkan untuk mendapatkan arah karakteristik dan menentukan permukaan

karakteristik dengan geometric reasoning sederhana. Berikut ini 5 contoh dalam R2

mengilustrasikan metode ini.

Contoh 2.1

Dalam R
2
misalkan P ( x , D )=D1 +c ( x ) .

Dengan orde m=1 dan principal part adalah P1 ( x , D )=D 1 .

1=0
Persamaan karakteristik adalah
2
Sehingga arah (0,1) adalah arah karakteristik pada setiap titik pada R . Kurva

x 2=const .
karakteristik adalah berupa garis

Contoh 2.2
2 2 2
Dalam R selesaikan operator Laplace P ( D )=D1 + D2 .
2 2
Persamaan karakteristik adalah 1+ 2 =0 .

, =(0,0)
Yang cocok dengan ( 1 2 ) .

Maka akibatnya tidak terdapat arah karakteristik sehingga operator Laplace tidak memiliki
kurva karakteristik.

113
Contoh 2.3

Selesaikan operator Panas P ( D )=D21D 2 pada R


2

2
Principal Part adalah P2 ( D ) =D1 .

2
Dan persamaan karakteristik adalah : 1=0.

x 2=const .
Seperti halnya dalam contoh 2.1, kurva karakteristik adalah garis

Contoh 2.4

Selesaikan operator gelombang P ( D )=D21D22 pada R2 .

2 2
Persamaan karakteristik adalah 1 2=0

Kurva tangent:

( dxdt , dydt )
dx
( dy
dt dt )
,

dx
dy
dt
+
dt( )
=0

dy+ ( dx ) =0

dy= dx

dy = dx

y= x+ c

y=x +c 1 dan y=x+ c 2

114
2= 1
Sehingga . Kurva karakteristik adalah berupa garis lurus membentuk sudut 450 garis

y=x +c 1 y=x+ c 2 0 0
dan ( lihat gambar 2.1). catatan bahwa setiap titik ( x , y )

melewati tepat dua kurva karakteristik. Seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1

Contoh 2.5
1
u xx u + au t +bu=0
Persamaan C
2 u

Dimana a , b , c adalah konstanta disebut persamaan telegraph.disini kita gunakan ( x , t)

dalam menetapkan dari (x 1 , x 2) . Principal part dari operator differensial parsial (p.d.o).

persamaan dapat ditulis :


2 1 2
Dx Dt
c2

2 1 2
x t =0
Persamaan karakteristik : c2

115
, =(1, c )
Vektor yang tepat adalah vektor ( x t ) .

x+ ct=c 1 xct=c2
Kurva karakteristik berupa garis lurus dan . Ambil setiap titik pada

bidang ( x , t) yang tepat melewati dua kurva karakteristik.

Contoh 2.6

Di R2 misalkan

P( x, D) a1 ( x) D1 a2 ( x) D2 c ( x)
.
m 1
Orde , principal partnya adalah
P( x, D ) a1 ( x) D1 a 2 ( x) D2

dan persamaan karakteristiknya adalah


a1 ( x )1 a 2 ( x ) 2 0
.
Misalkan, C adalah kurva karakteristik dengan parameter
x1 f 1 (t ), x 2 f 2 (t )
.
dx1 dx 2 dx 2 dx1
, ,
dt dt dt dt
Garis singgung kurva ini ditentukan oleh , maka adalah normal di C.
Oleh karena itu,
dx 2 dx
a1 ( x1 , x 2 ) a 2 ( x1 , x 2 ) 1 0
dt dt
.
Jadi, kurva karakteristik bisa diperoleh dengan menyelesaikan persamaan diferensial
a1 dx 2 a 2 dx1 0
.
D1 D 2
Misalnya, kurva karakteristik dari adalah solusi dari persamaan

116
dx2 dx1 0

x 2 x1 c
yaitu garis .(1)
D1 x1 D2
Kurva karakteristik dari adalah solusi dari persamaan
dx 2 x1 dx1 0

x 2 x12 2 c
yaitu parabola .(2) (Lihat Gambar 2.2)

117
Gambar 2.2
Contoh 2.7

Di R2 operator

118
P( x, D) x 2 D12 D22

disebut operator Tricomi dan muncul dalam hidrodinamika. Persamaan karakteristiknya adalah
x 2 12 22 0
.
x2 0
Di setengah bidang atas, , tidak ada arah karakteristik sehingga tidak ada kurva

x2 0 x1 , x 2
karakteristiknya. Untuk , arah karakteristik di setiap titik diberikan oleh vektor

1, x2
. Seperti dalam contoh 2.6 kita menyimpulkan bahwa kurva karakteristik adalah
solusi dari persamaan
d x 1= x 2 d x 2 , x 2 0

Solusi persamaan ini adalah


3
2
x 1c= (x2 ) 2 (3)
3

Jadi, kurva karakteristik dua parameter satu keluarga kurva diilustrasikan pada Gambar 2.3.

119
Gambar 2.3

Sekarang kita beralih untuk contoh dalam dimensi yang lebih tinggi.

Contoh 2.8

Di Rn kita pandang operator Laplace

2 2
P ( D )=D1 ++ Dn .

Persamaan karakteristiknya adalah


2 2
1+ + n =0

, , n) =(0, , 0)
satu-satunya solusi yaitu ( 1 . Oleh karena itu, tidak ada arah karakteristik

dan permukaan karakteristiknya.

Contoh 2.9

120
n+1
Pandang operator panas di R ,

P ( D )=D21 ++ D2nD1

dimana kita menggunakan t untuk variabel ke (n+1). Pricipal partnya adalah


P2 ( D ) =D21+ + D 2n

dan persamaan karakteristiknya adalah


21+ + 2n =0

Satu-satunya arah karakteristik adalah ( 1 , , n , t ) =(0, , 0,1) dan permukaan

karakteristiknya adalah bidang t=const .

Contoh 2.10
n+1
Di R pandang operator gelombang
2 2 2
P ( D )=D1 ++ DnDt

dimana kita menggunakan t untuk variabel ke (n+1). Persamaan karakteristiknya adalah


21+ + 2n 2t =0 .

Untuk mencari panjang vektor unit yang memenuhi persamaan ini, kita harus memisalkan
21+ + 2n 2t =1

maka kita harus punya t= 1/ 2 . Karena komponen dari sebuah vektor yang membentuk

sudut terhadap koordinat axis-nya adalah cosinus dari sudut tersebut, maka arah karakteristiknya
0
membentuk sudut 45 terhadap sumbu t.

Setiap permukaan n dimensi yang normal di setiap titik yang membentuk sudut 45 0 terhadap

sumbu t adalah karakteristik.


121
t+ x 1=0 tx 1=0
Misalnya, bidang dan adalah karakteristik. Permukaan kerucut ganda
2 2 2
( tt 0 ) ( x 1x 01 ) ( x n x0n ) =0

adalah permukaan karakteristik yg berperan penting dalam mempelajari operator gelombang,


atau disebut juga characteristic cones. Gambar 2.4 menunjukkan sebuah characteristic cones

x
( 1 , x 02 , t 0 )
0
dalam ruang tiga dimensi, dimana setiap titik adalah puncak dari characteristic

cones-nya.
Umumnya, untuk menentukan permukaan karakteristik pada tiga dimensi atau lebih adalah hal
yang sulit.

Gambar 2.4

3. Bagian Terpenting pada Karakteristik. Sebuah Contoh yang Sangat Sederhana

122
Pada bagian ini kita akan mengilustrasikan bagian terpenting dari sebuah karakteristik
dengan mendiskusikan operator diperensial parsial yang paling sederhana yang mungkin,


D 1= ( x , y ) . Seperti yang telah kita lihat pada bagian
operator x pada bidang

sebelumnya, (0,1) hanya merupakan arah karakteristik dan karakteristiknya merupakan

garis y= konstanta.

Pertama tama kita lihat bahwa karakteristik adalah pengecualian untuk masalah (nilai
awal) Cauchy. Masalah Cauchy untuk suatu persamaan diferensial parsial orde pertama pada dua
variabel bebas menginginkan suatu solusi u dari persamaan pada suatu domain yang memuat
kurva c pada nilai dari u yang diberikan. Kurva c dinamakan kurva awal (manifold awal) dari
permasalahan dan pemberia, nilai u pada C dinamakan data awal. Pertama perhatikan bahwa

D1
kurva awal C bukan karakteristik terhadap . Kemudian vector normal terhadap C pada

setiap titik harus memiliki komponen yang tidak nol pada arah x dan oleh karena itu C harus
memenuhi persamaan dengan bentuk
x= ( y )

Misalkan masalah nilai awal


D 1 u=0

u ( ( y ) , y )=f ( y )

Dimana f(y) fungsi yang telah diberikan, persamaan diferensial (3.2) mengakibatkan sepanjang

garis y = konstanta, u(x,y) adalah konstan, bebas dari x. Oleh karena itu u(x,y) = u ( ( y ), y )

dan dari kondisi awal (3.3) kita lihat bahwa


u ( x , y )=f ( y )

Ini merupakan solusi tunggal (unik) dari masalah (3.2), (3.3) . Perhatikan bahwa sekarang kurva
awal c adalah kurva karakteristik, misalkan garis y = 0 dan anggap masalah Cauchy

123
D 1 u=0

Gambar 3.1

Andaikan C kurva awal yang karakteristik, misalkan garis y=0 . Anggap masalah Cauchy

D1 u=0
(3.2)

(3.4) U ( x , 0 )=f ( x )

Dimana f adalah fungsi yang diberikan. Jika f merupakan fungsi yang tidak konstan

maka f tidak dapat dijadikan sebagai solusi untuk masalah (3.2) dan (3.4) karena persamaan

diferensial pada (3.2) kontradiksi dengan kondisi awal (3.4) pada garis awal y=0 ( c

konstan, D1 u=0 U ( x , 0 )=c , sedangkan U ( x , 0 )=f ( x ) c ).

Jika f ( x )=c untuk setiap x maka untuk sebarang fungsi g( y ) yang memenuhi kondisi

( 0 )=c , fungsi

124
u ( x , y )=g( y)

adalah solusi untuk masalah (3.2) dan (3.4),

definisikan g( y ) , dengan g ( 0 )=c . U ( x , y )=g( y) dan U ( x , 0 )=g ( 0 )=c , karena

U ( x , 0 )=f ( x )=c jadi ini merupakan solusi. Karena U ( x , y )=g( y) jadi

memilikibanyaksolusi.Ketikakurvaawal C adalah karakteristik maka solusi untuk masalah

Cauchy yang diberikan tidak akan ada solusi atau memiliki tak hingga banyaknya solusi.
Ciri penting karakteristik adalah karakteristik merupakan suatu solusi persamaan diferensial

D1 f
parsial atau turunan fungsi yang tidak kontinu. Untuk kasus operator . Jika fungsi

dengan variabel tunggal, maka u ( x , y )=f ( y ) adalah solusi dari persamaan diferensial

D 1 u=0 y0
. Jika f memiliki fungsi yang tidak kontinu tangga di titik maka solusi

u( x , y ) y= y 0
memiliki fungsi yang tidak kontinu tangga di garis yang merupakan garis

f '( y) y0 u/ y
karakteristik. Jika memiliki fungsi tidak kontinu tangga di titik maka

y= y 0
memiliki fungsi tidak kontinu tangga di garis yang merupakan garis karakteristik.

Karakteristik berperan penting dalam menyelesaikan persamaan diferensial parsial orde pertama.
Sebagai contoh, solusi dari persamaan
u x =f ( x , y )
(3.5)

Diberikan oleh
x

(3.6) u ( x , y )= f ( , y ) d
x0

125
Dimana integral tersebut merupakan integral garis yang menjadi kurva karakteristik

y = konstanta. Perhatikan bahwa jika kurva karakteristik y = konstanta maka persamaan

diferensial parsial (pdp) pada (3.5) sebenarnya merupakan persamaan diferensial biasa (pdb).
Fakta ini umumnya benar untuk semua pdp linear orde pertama dan untuk menyelesaikan
masalah nilai awal persamaan ini, dapat diselesaikan dengan menyelesaikan masalah nilai awal
untuk pdb.
Karakteristik dapat digunakan untuk mengenalkan koordinat baru dalam persamaan diferensial
yang memiliki bentuk yang sederhana yang disebut persamaan bentuk kanonik (bentuk
alternatif).

Soal
D1 u=0 y=x
2
Anggap masalah nilai awal untuk persamaan dengan kurva awal parabola .

Perhatikan bahwa kurva ini karakteristik di (0,0) tapi tidak karakteristik di titik lainnya.

Tunjukkan bahwa kecuali data awal yang memenuhi kondisi ini, masalah nilai awalnya tidak

memiliki solusi global. Bagaimanapun, jika P sebarang titik dari kurva awal yang berbeda

dengan (0,0) , tunjukkan bahwa masalah nilai awal selalu memiliki sebuah solusi dalam suatu

persekitaran (yang cukup kecil) dari P . Apakah benar untuk P=(0,0) ?

Jawab:
D 1 u=0 U ( x , y )=c dengan c konstanta memiliki kurva karakteristik y= konstanta

2 2
sehingga titik (0, c) terletak di kurva tersebut. y=x yx =0 maka

2
U ( x , y )= y x =0 . Karena x=0 (dari titik (0, c) maka y yang memenuhi hanya

untuk y=0 . Jadi kurva karakteristik hanya di (0,0) .

126
2 2
Misalkan U ( x , y )=c 0 , sedangkan y=x yx =0 maka U ( x , y )=c 0 jelas

bukan merupakan solusi, jadi tidak memiliki solusi global.

Misalkan P=(a , b)(0,0) , karena P terletak pada kurva y=x 2 maka b=a2 , untuk

>0 maka persekitaran V (a , b) akan ada sebuah solusi yaitu yang memuat titik ( 0,0 )

2
dan kurva y=x .

Untuk P=(0,0) dan untuk >0 maka persekitaran V (0,0) akan ada sebuah solusi

yaitu yang memuat titik ( 0,0 ) dan kurva y=x 2 .

4. Masalah Nilai Awal untuk Persamaan Linear Orde Pertama dalam Dua Variabel
Bebas
Dalam subbab ini kita memandang masalah nilai awal untuk persamaan linear orde
pertama dalam dua variabel bebas secara umum. Karena persamaan linear adalah kasus khusus
dari persamaan quasi-linear, maka cara untuk menentukan keberadaan dan solusi tunggal yang
bisa didapat mengikuti cara dari bab sebelumnya, yakni tentang persamaan quasi-linear.
Masalah Nilai Awal
Misalkan diberikan kurva awal C secara parametris oleh persamaan :
( 4.1 ) x=x o (t ) y= y 0 ( t ) t I

1
Dimana x=x o (t ) , y= y 0 ( t ) C (I ) . Temukan suatu fungsi u(x , y ) yang didefinisikan

dalam suatu domain yang memuat C, sedemikian sehingga:

i) u=u ( x , y ) solusi di untuk persamaan

a ( x , y ) ux +b ( x , y ) u y +c ( x , y ) u=f ( x , y )
(4.2)
ii) Pada kurva C,
u ( x 0 ( t ) , y 0 ( t )) = ( t ) , t I
(4.3)

127
1
Untuk (4.2), kita asumsikan bahwa a,b,cC , dan a,b adalah koefisien dari principal

part dari (4.2) yang tidak nol secara bersamaan pada titik di .

Teorema 4.1
x ,y
Misalkan ( 0 0 ) adalah titik dari kurva awal C, dan anggap C bukan karakteristik pada

( x0 , y0) yang mengacu pada persamaan (4.2). maka suatu persekitaran U dari ( x0 , y0 ) ,

adalah suatu solusi tunggal dari (4.2), yang memenuhi (4.3) disetiap titik di C yang dimuat di U
t0 (x 0 , y 0 ) , maka vector
Jika nilai awal kurva parameter t sesuai dengan titik

0= ( dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
dt
,
dt ) normal terhadap C pada (x 0 , y 0 ) , dan C bukan karakteristik pada

(x 0 , y 0 ) 0 (x 0 , y 0 ) ,
artinya tidak memenuhi persamaan karakteristik dari (4.2) pada

yaitu
dy 0 ( t 0 ) dx 0 ( t 0 )
( 4.4 ) a ( x , y ) b ( x , y ) 0
dt dt

Ini memenuhi kondisi (3.9) pada Teorema 3.1 di BAB III khusus untuk menyajikan kasus linear.
Secara singkat, Teorema 4.1 menegaskan keberadaan dan ketunggalan solusi dari
masalah nilai awal (4.2), (4.3) di persekitaran dari setiap titik dari awal kurva C dimana C bukan
karakteristik sehubungan dengan persamaan.
Perbedaan antara kasus linear dan quasi-linear harus secara cermat dicatat. Pada kasus
quasi-linear, kondisi dasar (3.9) pada Teorema 3.1 pada BAB III tidak hanya melibatkan
persamaan diferensial dan kurva tetapi melibatkan juga data awal. Pada kasus linear, kondisi
awal (4.4) hanya melibatkan persamaan dan kurva awal dan tidak melibatkan data awal.
Kata karakteristik dapat digunakan (dan sering digunakan) pada kasus quasi-linear dan
nonlinear serta dalam kasus linear. Sehingga kondisi awal (3.9) pada Teorema 3.1 dapat
128
dinyatakan dengan mengatakan bahwa kurva awal C bukan karakteristik pada ( x0, y0)

sehubungan dengan persamaan diferensial dan diberikan data awal. Namun pada buku ini kita
telah memilih untuk menggunakan kata karakteristik hanya pada kasus linear.
Berikut ini masalah nilai awal khusus yang sering muncul dalam aplikasi:
a ( x , y ) ux +u y + c ( x , y ) u=f ( x , y )
(4.5)

(4.6) u ( x , 0 )= ( x )

Perhatikan bahwa kurva awal pada masalah ini adalah sumbu-x. Karena vector (0,1) normal
terhadap sumbu-x dan karena
a ( x , 0 ) .0+1.1 0

Sumbu-x adalah bukan karakteristik sehubungan dengan persamaan (4.5).


Oleh sebab itu, Teorema 4.1 menghasilkan Akibat.

Akibat 4.1
x ,0
Misalkan ( 0 ) adalah sebarang titik pada sumbu x dan misalkan a, c, dan f adalah dari

kelas C1 dalam suatu himpunan buka yang memuat ( x 0 ,0 ) dan adalah dari kelas C1

x0 ( x 0 ,0 ) terdapat
dalam suatu interval buka yang memuat . Maka, dalam persekitaran

solusi tunggal dari masalah nilai awal (4.5), (4.6).

Contoh 4.1
Selesaikan masalah nilai awal
y u x +u y =x
(4.7)

(4.8) u ( x , 0 )= x2

Penyelesaian:

129
Persamaan (4.7) bersesuaian dengan persamaan (4.5)
a ( x , y ) ux +u y +c ( x , y ) u=f ( x , y )

dimana
a ( x , y )= y

c ( x , y )=0

f ( x , y ) =x

dan persamaan (4.8) bersesuaian dengan persamaan (4.6)


u ( x , 0 )= ( x)

dimana
( x )=x 2

Berdasarkan Akibat 4.1 maka, terdapat solusi tunggal dari masalah ini pada persekitaran di setiap

titik pada sumbu x. Akan dicari sebuah solusi umum yang valid pada bidang ( x , y ) . Dengan

menggunakan sistem persamaan diferensial biasa yang berkaitan dengan persamaan diferensial
parsial (4.7), yaitu
dx dy du
= =
P Q R

dengan P= y , Q=1, dan R=x , maka

dx dy du
= =
(4.9) y 1 x

Misal dimulai dari persamaan diferensial biasa


dx dy
=
y 1

dx= ydy

dx= ydy
130
1
x+ c= y 2+ c 0
2

1
x y 2=c 0c
2

1
x y 2=c 1
(4.10) 2

1 2
u1 ( x , y , u ) =x y
Jadi, 2

1
u1 ( x , y , u ) =x y 2
Apakah 2 solusi?

1
u1 ( x , y , u ) =x y 2
(Apakah 2 integral pertama dari (4.9)?)

u1 Pu x +Q u y + Ru u=0
Substitusi ke

u x =1,u y = y , uu =0

y u x +u y + x u u=0

y (1 ) +1 ( y )+ x (0)=0

1
u1 ( x , y , u ) =x y 2
Jadi, 2 adalah integral pertama dari (4.9).

1 2
u1 ( x , y , u ) =x y
Jadi, 2 adalah solusi.

Misal
1 2
u1 ( x , y , u ) =x y =c 1
2

1 2
x=c 1 + y
maka, 2 substitusi pada persamaan diferensial biasa

131
dy du
=
1 x

dy du
=
1 1
c1 + y2
2

(c + 12 y ) dy=du
1
2

(c 1+ 12 y 2 ) dy= du

1 3
c1 y + y + c2 =u+c 3
6

1 3
c1 y + y u=c3 c 2
6

1 3
c1 y + y u=c 4
6

1 2 1 3
c 1=x y c y + y u=c 4
Substitusi 2 ke 1 6

( x 12 y ) y + 16 y u=c
2 3
4

1 1
xy y 2 y+ y 3u=c 4
2 6

1 1
xy y 3 + y 3u=c 4
2 6

1
xy y 3u=c 4
(4.11) 3

1 3
u2 ( x , y ,u ) =xy y u
Jadi, 3

132
1
u2 ( x , y ,u ) =xy y 3u
Apakah 3 solusi?

1
u2 ( x , y ,u ) =xy y 3u
(Apakah 3 integral pertama dari (4.9)?)

u2 Pu x +Q u y + Ru u=0
Substitusi ke
2
u x = y ,u y =x y ,uu =1

y u x +u y + x u u=0

y ( y )+1 ( x y 2 ) + x (1)=0

1 3
u2 ( x , y ,u ) =xy y u
Jadi, 3 adalah integral pertama dari (4.9).

1
u2 ( x , y ,u ) =xy y 3u
Jadi, 3 adalah solusi.

1 1
u1 ( x , y , u ) =x y 2 u2 ( x , y ,u ) =xy y 3u
Apakah 2 dan 3 adalah solusi yang bebas linear

secara fungsional?

| |
i j k
grad u1 grad u2= 1 y 0 =( y ,1, x ) (0,0, 0)
2
y x y 1

1 1
u1 ( x , y , u ) =x y 2 u2 ( x , y ,u ) =xy y 3u
Jadi, 2 dan 3 adalah solusi yang bebas linear

secara fungsional.

1
u1 ( x , y , u ) =x y 2
Karena 2 tidak bergantung pada u, maka integral umum dari persamaan

diferensial parsial (4.7)

133
u2=F (u1 )

1 1
(4.12)
xy y 3u=F x y 2
3 2 ( )
dimana F adalah fungsi C1 dengan variabel tunggal. Kondisi awal (4.8) menentukan F.

2
Dengan mensubstitusikan y=0 dan u=x ke (4.9), maka

1 1
(
xy y 3u=F x y 2
3 2 )
1 1
(
x (0) ( 0)3 x 2=F x (0)2
3 2 )
(4.13) x 2=F ( x )

Sehingga,
1 1
(
xy y 3u=F x y 2
3 2 )
2
1 1
(
xy y 3u= x y2
3 2 )
1 2 1
(4.14) ( 2 3 )
u= x y 2 +xy y 3

2
1 2 1 3
(
Jadi, solusi tunggal dari (4.7) dan (4.8) adalah u= x 2 y +xy 3 y )

Kasus berikutnya dimana kurva awal C diberikan oleh (4.1) adalah karakteristik yang

bersesuaian dengan persamaan diferensial parsial (4.2) pada titik ( x 0 , y 0 ) =( x 0 ( t 0 ) , y 0 ( t 0 ) ) .

134
d y0 (t 0 ) d x0 (t 0 )
Maka vektor normal 0= ( dt
,
dt ) harus memenuhi persamaan karakteristik dari

x ,y
(4.2) di ( 0 0 ) , yaitu

d y 0 (t 0) d x0 ( t 0 )
a ( x0 , y0 ) b ( x 0 , y 0 ) =0
dt dt

atau
d x0 (t 0 ) d y0 (t 0 )
(4.15) dt dt
=
a ( x0 , y 0 ) b ( x 0 , y 0 )

Teorema 4.2
x ,y ,
Misalkan kurva awal C adalah karakteristik sehubungan dengan (4.2) di ( 0 0 ) dan

(4.16)
d (t 0)
dt

f ( x 0 , y 0 ) c ( x 0 , y 0 ) (t 0)

Dimana adalah nilai umum dari rasio di (4.15). maka tidak ada solusi untuk nilai awal

x ,y
masalah (4.2),(4.3) di semua persekitaran dari titik ( 0 0 ) .

Teorema 4.3
Misalkan kondisi
(4.17)

135
x 0 ( t ) y 0 (t )

x 0 ( t ) y 0 (t )

b
a
d x 0 (t)
dt

t0
Terpenuhi untuk semua t I (atau setidaknya untuk semua t di persekitaran ). Maka

persekitaran dari ( x 0 , y 0 ) =( x 0 (t), y 0 (t) ) masalah nilai awal dari (4.2),(4.3) mempunyai solusi

yang tak berhingga.

5. Masalah Umum Cauchy. Teorema Cauchy-Kovalevsky dan Ketunggalan Teorema


Holmgren

Masalah Umum Cauchy


Dengan mempertimbangkan persamaan diferensial parsial berorder m,

(5.1)
a D u=f
||m

dimana koefisien a dan f pada ruas kanan merupakan fungsi dari ( x 1 , , x n ) di Rn .

n
Diberikan S adalah permukaan mulus di R dan n=n( x) menotasikan unit vector normal

ke S di x. Misalkan nilai u pada S dan semua turunan berarahnya pada arah n dan berorder lebih
dari m-1 diberikan sebagai berikut.

136
m1 u
s
nm1
u
(5.2) = , ,
n s 1
us = 0 ,

0 , 1 , , m1
Dimana adalah fungsi yang terdefinisi di S. Dengan menemukan solusi u pada

persamaan (5.1) yang terdefinisi pada domain yang memuat S dan memenuhi persamaan

(5.2) pada S.
Permukaan S disebut permukaan awal dan kondisi (5.2) disebut kondisi awal. Fungsi

0 , 1 , , m1
yang terdefinisi pada S disebut data awal.

Teorema Cauchy-Kovalevsky mensyaratkan semua fungsi yang muncul pada pernyataan


masalah serta permukaan awal S haruslah analitik. Permukaan S di R n dikatakan analitik jika S
ketinggian permukaan pada fungsi analitik, yakni jika digamabarkan dengan persamaan berikut:
F ( x 1 , , x n )=0

dimana F adalah fungsi analitik dengan gradien tidak nol.

Teorema 5.1 (Teorema Cauchy-Kovalevsky)

Misalkan x0 adalah titik pada permukaan awal S. Koefisien a ,f pada ruas kanan,

0 , 1 , , m1 x0 .
data awal dan permukaan awal S semuanya analitik di persekitaran

Selanjutnya permukaan awal S tidak karakteristik di x 0 berhubungan dengan persamaan (5.1)

yaitu:
x

a ( 0)[ n ( x 0 ) ] 0

(5.3)

|| m

137
Maka masalah Cauchy (5.10)-(5.2) memiliki solusi u(x) yang terdefinisi dan analitik di

persekitaran x 0 , dan solusinya tunggal di kelas fungsi analitik.

Teorema ini memiliki dua pernyataan yaitu:


0
1. Ada solusi analitik di persekitaran di x

2. Solusinya tunggal di kelas fungsi analitik


Dengan kata lain pernyataan ini menjelaskan bahwa ada fungsi u yang terdefinisi dan analitik
0
di persekitaran U dari x dan setiap titik x U , u memenuhi persamaan (5.1) dan di setiap

titik x bagian S mengandung U, u memenuhi kondisi awal (5.2).


Pernyataan ketunggalan tersebut menyatakan bahwa dua solusi analitik pada persamaan
u
=F ( t , x 1 , , x n , u , ux 1 , ,u xn )
(2.7) t

u ( 0, x1 , , x n ) = (x 1 , , x n)
(2.8)

harus tepat berada di persekitaran x0. Pernyataan ketunggalan ini masih berlaku jika adanya
kemungkinan lebih dari satu solusi problem Cauchy, dimana solusinya belum tentu analitik.
Sebagai contoh misalkan ada dua atau lebih solusi yang berbeda dalam kelas fungsi dimana C m
ada dalam persekitaran x0 .

Teorema 5.2 (Teorema Ketunggalan Holmgren)


Asumsikan Teorema Cauchy-Kovalevsky terpenuhi., lalu ada 2 solusi Cauchy pada persamaan
m 0
(5.1)-(5.2) yang terdefinisi dan ada pada kelas s C pada persekitaran x , haruslah tepat

0
sama di persekitaran x .

6. Bentuk Kanonik dari Persamaan Diferensial Orde Pertama

138
Pertimbangkan bentuk umum persamaan diferensial parsial orde pertama dalam dua
variabel bebas:

(6.1) a ( x , y ) ux +b ( x , y ) u y +c ( x , y ) u+d ( x , y )=0

Dimana koefisien-koefisien a , b , c ,d didefinisikan di beberapa daerah asal dari

1
R2 . Kita andaikan bahwa a dan b di C () dan tidak nol secara simultan pada

sebarang titik dari . Kita akan menunjukkan bahwa di sebuah persekitaran U pada

sebarang titik (x 0 , y 0 ) pada , kita dapat mengenalkan koordinat- koordinat baru

dan dalam istilah yang mana persamaan diferensial parsial (6.1) mengambil bentuk

sederhana
u + ( , ) u+ ( , )=0 .
(6.2)

Sehingga, dalam koordinat-koordinat yang baru, persamaan diferensial parsial (6.1)

menjadi sebuah persamaan diferensial biasa dengan sebagai variabel bebas dan

sebagai sebuah parameter yang mungkin dipandang sebagai sebuah konstanta. Persamaan (6.2)

disebut bentuk kanonik (alternatif) dari persamaan (6.1). Kita juga katakan bahwa di ( ,) ,

koordinat-koordinat persamaan dalam bentuk kanonik (alternatif). Seringkali bentuk kanonik


(6.2) dapat secara mudah terintegralkan dan, setelah mengembalikan pada koordinat-koordinat

awal yaitu x dan y , solusi umum dari persamaan diferensial parsial (6.1) dapat dihasilkan.

Contoh 6.1 mengilustrasikan tahap- tahap ini.

Misalkan koordinat- koordinat yang baru dan dihubungkan dengan koordinat-

koordinat awal x, y oleh persamaan

(6.3) = ( x , y ) =(x , y )

139
Karena kita hanya tertarik dengan transformasi tak singular yang mulus dari koordinat-

koordinatnnya , kita harus menginginkan bahwa fungsi-fungsi ( x , y ) , ( x , y) di C1

dan Jacobiannya tidak sama dengan nol, yaitu


( , )
J x y y x 0
(6.4) ( x , y )

Jika kondisi (6.4) dipenuhi pada titik (x 0 , y 0 ) dari , maka kita ketahui bahwa di

sebarang persekitaran dari (x 0 , y 0 ) kita juga memiliki hubungan invers :

(6.5) x=x ( , ) y= y ( , ) .

Sekarang dari aturan rantai, kita punya


u x =u x +u x ,u y =u y +u y
(6.6)

Dan dengan mensubstitusikan (6.5) dan (6.6) ke persamaan (6.1) kita menghasilkan
persamaan
A u + B u +cu +d=0
(6.7)

dimana
A=a x +b y , B=a x +b y
(6.8)

Dari (6.8) kita lihat B=0 jika adalah sebuah solusi dari persamaan diferensial

orde pertama
a x + b y =0.
(6.9)

Persamaan (6.9) memiliki solusi-solusi tak hingga banyaknya. Kita dapat menemukan
salah satu dari mereka dengan menetapkan nilai awal pada kurva awal nonkarakteristik dan
menyelesaikan hasil masalah nilai awal mengikuti metode yang dijelaskan pada bab III atau sub

bab 4 di bab ini. Andaikan untuk contoh bahwa a(x 0 , y 0) 0 , kita boleh menetapkan

( x0 , y )= y
(6.10) .

140
x=x 0
Karena kurva awal adalah bukan karakteristik dengan menghubungkan (6.9) pada

(x 0 , y 0 ) , terdapat sebuah solusi tunggal dari (6.9), (6.10) di sebuah persekitaran U dari

(x 0 , y 0 ) . [jika b(x 0 , y 0) 0 kita sederhanakan ulang peran dari x dan y .]

Misalkan ( x , y) adalah solusi dari (6.9) dan (6.10) di sebuah persekitaran pada

(x 0 , y 0 ) . Kita bebas mengambil fungsi (x, y) hanya untuk kondisi (6.4) yaitu j0 .

Dari (6.10) kita punya


y ( x 0 , y 0 ) =1

dan jika kita ambil


( x , y )=x

kondisi (6.4) dipenuhi pada (x 0 , y 0 ) . Sedemikian sehingga (dengan kekontinuan) itu jjuga

dipenuhi di sebuah persekitaran di (x 0 , y 0 ) . Misalkan U adalah sebuah persekitaran dari

(x 0 , y 0 ) yang mana ( x , y) terdefinisi dan pada waktu yang bersamaan J 0 . Maka

A 0 diU . Untuk jika A=0 pada beberapa titik dari U , maka pada titik tersebut

(karena B=0 juga ) persamaan (6.8) akan membentuk sebuah sistem persamaan linear

homogen di a dan b dengan J secara jelas merupakan determinan dari koefisien-

koefisiennya. Karena J 0 , a dan b keduanya harus nol pada titik tersebut,

mengkontradiksi pengandaian awal kita bahwa a dan b tidak nol secara simultan.

Akhirnya, karena B=0 dan A 0 di U kita dapat membagi persamaan (6.7) oleh A

dan menghasilkan bentuk kanonik yang diinginkan (6.2).


141
Itu harus diperluas bahwa fungsi-fungsi (x , y) dan ( x , y) menjelaskan

transformasi dari koordinat-koordinat (6.3) yang mana hasil dari bentuk kanonik (6.2) dapat

dipilih secara banyak (faktanya takhingga banyaknya) cara. Bagaimanapun, karena (x , y)

harus memenuhi persamaan (6.9), tingkatan kurva-kurva ( x , y )=konstan , selalu kurva

karakteristik dari persamaan (6.1). sehingga, himpunan pertama dari kurva-kurva koordinat yang
baru adalah kurva karakteristik dari (6.1). himpunan kedua dari koordinat kurva-kurva

( x , y )=konstan boleh diambil menjadi sebarang sebuah keluarga parameter dari kurva-

kurva mulus yang mana tempat bersinggungan dengan kurva-kurva karakteristik (lihat gambar
6.1). Dalam perbincangan di atas ,himpunan kedua dari koordinat-koordinat kurva-kurva telah
dipilih untuk menjadi himpunan dari garis-garis paralel pada sumbu-y

Gambar 6.1

142
Contoh 6.1
Perhatikan persamaan
u x+ x u y= y
(6.11)

Tentukan bentuk kanonik dan solusi umum dari persamaan diferensial parsial (6.11).

Penyelesaian

Dimana a=1 , b=x , c=0 , d= y , dan =R 2 . Kita boleh mengambil

x
( 0 , y 0)=(0,0) . Fungsi harus memenuhi

x + x y =0
(6.12)

dan kita boleh mengambik kondisi awal

(6.13) ( 0, y )= y

dx dy
= x2
Solusi umum dari adalah y =c , dan berdasarkan contoh 2.2 dari Bab III,
1 x 2

2
x
solusi umum dari (6.12) adalah =f ( y )
2 . Untuk memenuhi (6.13) kita harus mengambil

f ( y )= y dengan demikian kita memperoleh solusi dari (6.12), (6.13)

x2
(6.14) = y
2

2
yang termuat dalam R . Jika kita ambil

(6.15) =x

143
kita lihat bahwa Jacobiannya adalah
J = x y y x =1

2
Oleh karena (6.14), (6.15) memberi sebuah transformasi nonsingular dari koordinat dalam R

dan hubungan inversnya


2
x= dan y=+
2

Sekarang,
u x =u + u (x ) dan u y =u

Dan dalam koordinat baru ( , ) persamaan diferensial parsial (6.11) menjadi

2
(6.16) u =+
2

Solusi umum dari (6.16) adalah


2 ( )
(6.17) u=+ +f
6

dimana f () adalah sebuah fungsi dari . Kembalikan ke variabel x dan y kita

peroleh solusi umum dari (6.11)


x3 x3
(6.18) u=xy + f ( y )
3 2

Masalah
6.1 Gunakan solusi umum (6.18) dari (6.11) untuk mencari solusi dari masalah nilai awal dari
persamaan diferensial parsial (6.11) berikut
2
a) u ( 0, y ) = y

Penyelesaian
3 3
x x
Solusi umum (6.18) u=xy 3 + f ( y 2 )

144
2
Dalam kasus ini f ( y )= y
2
Sehingga, solusi umum untuk masalah nilai awal u ( 0, y ) = y adalah
2
x3 x3
u=xy
3 (
+ y
2 )

b) u ( 0, y ) =sin y

Penyelesaian
x3 x3
Solusi umum (6.18) u=xy + f ( y )
3 2

Dalam kasus ini f ( y )=sin y


2
Sehingga, solusi umum untuk masalah nilai awal u ( 0, y ) = y adalah

x3 x3
u=xy + sin y
3 2 ( )

7. Klasifikasi dan Bentuk Kanonik Persamaan Orde Dua dalam Dua Variabel Bebas

Bentuk umum persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam dua variabel bebas
adalah
a u xx+ 2b u xy +c u yy +d u x + e u y + fu+ g=0
(7.1)

dimana a , b , c ,d , e , f , dan g adalah fungsi dalam variabel (x , y ) . Pada bagian ini kita

2
asumsikan a , b , dan c adalah anggota C dan tidak nol secara simultan.

2
Kita akan mempelajari persamaan (7.1) di domain dari R dengan diskriminannya

adalah

145
2
(7.2) =b ac

yang bernilai positif, negatif atau nol.

Persamaan (7.1) akan dibuat dalam koordinat baru dan pada suatu persekitaran

U dari titik ( x 0 , y 0 ) sehingga memiliki bentuk principal part yang lebih sederhana

atau yang biasa disebut kanonik.

Misalkan koordinat baru dinotasikan oleh dan yang menggantikan koordinat lama

yaitu x dan y melalui persamaan

(7.3) = ( x , y ) =(x , y )

Misalkan = ( x , y ) dan =(x , y ) merupakan fungsi-fungsi di C2 dan

memiliki nilai Jacobian yang tidak sama dengan nol


( , )
J x y y x 0
(7.4) ( x , y )

maka ada relasi invers x=x ( ,) dan y= y ( , ) .

Kemudian dengan menggunakan aturan rantai diperoleh,


u x =u x +u x ,u y =u y +u y
(7.5)

dan

(7.6) u xx =u 2x +2 u x x +u 2x +

u xy =u x y +u x y +u x y +

u yy =u 2y +2u y y + 2y +

146
Pada persamaan diatas untuk turunan dari u yang berorde kurang dari dua, dituliskan sebagai

titik-titik agar lebih sederhana. Dengan mensubstitusikan (7.4) dan (7.5) diperoleh
A u +2 Bu +C u + =0
(7.7)

dimana

A=a 2x +2 b x y +c 2y

B=a x x + b x y + b y x +c y y

2 2
C=a x +2 b x y + c y .

Persamaan (7.9) memiliki diskriminan


2
' =B 2AC =( b 2ac ) ( x y y x ) .

'
Berdasarkan (7.3) J 0 , maka tanda dari sama dengan tanda dari . Dari hasil ini

menurunkan teorema berikut.

Teorema 7.1
Tanda dari diskriminan persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam dua variabel
bebas akan sama (invariant) dalam transformasi koordinat baru.

Definisi 7.1

Misalkan adalah diskriminan dari persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam

dua variabel bebas.

a) Jika > 0 pada ( x 0 , y 0 ) , maka persamaan disebut hiperbolik pada ( x 0 , y 0 ) .

b) Jika =0 pada ( x 0 , y 0 ) , maka persamaan disebut parabolik pada ( x 0 , y 0 ) .

c) Jika < 0 pada ( x 0 , y 0 ) , maka persamaan disebut eliptik pada ( x 0 , y 0 ) .

147
2
Persamaan disebut hiperbolik, parabolik, atau eliptik pada domain di R jika berturut-

turut hiperbolik, parabolik, atau eliptik di setiap titik di .

Contoh 7.1
1) Persamaan gelombang
u xxu yy =0
2
hiperbolik di R .
2) Persamaan kalor
u xxu y =0
2
parabolik di R .
3) Persamaan Laplace
u xx+u yy =0

eliptik di R2 .

Bentuk kanonik dari persamaan orde dua (7.1) akan diklasifikasi berdasarkan definisi 7.1
dan dijelaskan melalui teorema-teorema berikut.

Teorema 7.2

Misalkan persamaan (7.1) hiperbolik di domain . Maka pada persekitaran U dari

sebarang titik (x 0 , y 0 ) di , dalam koordinat baru dan bentuk kanonik dari

persamaan tersebut adalah


u +=0

di U . Bentuk kanonik lain dari persamaan hiperbolik dapat dihasilkan dari bentuk (7.13)

dengan merotasi koordinat-koordinat baru. Bentuknya adalah


u u + =0 .

148
Jadi, pada persekitaran dari sebarang titik di , dengan koordinat baru, setiap

persamaan hiperbolik dalam dua variabel bebas dapat diubah dalam bentuk kanonik yang
memiliki principal part sama seperti persamaan gelombang.

Pembuktian:
Untuk mendapatkan bentuk persamaan kanonik (7.7) maka harus dipilih fungsi

= ( x , y ) dan =( x , y ) sedemikian sehingga koefisien A dan C pada

persamaan (7.6) nol secara bersamaan.


Sekarang pandang persamaan kuadrat
a 2 +2 b+ c=0

memiliki nilai diskriminan


D=( 2 b )24 ac

4 b24 ac

2
b ac> 0

Karena > 0 akan memiliki 2 akar yang berbeda .

= 1 y

= 2 y

Kemudian persamaan di atas substitusikan ke persamaan (7.8). Akan di cek A = C = 0

A=a2x +2b x y +c 2y

a 21 2y + 2b 1 y y + c 2y

2y (a 21 +2 b 1 +c )

149
2
y (0)

Periksa Jacobiannya

J x y y x =( 12 ) y y

( , )
J= =
( x , y) x y y x

0 ( 1 2 ) y y

Karena J 0 maka ia memiliki dua akar yang berbeda.

1 2 maka x = 1 y dan x =2 y juga 0 , maka J 0

Contoh 7.2

u xx u yy =0.
Tentukan solusi persamaan gelombang

Jawab:

Berdasarkan contoh 7.1, persamaan gelombang di atas adalah hiperbolik di R2 . Akibatnya

u +=0
berdasarkan Teorema 7.2, bentuk kanoniknya adalah . Namun harus dipilih terlebih

dahulu fungsi dan dari persamaan kuadrat

( 1)2=0

1=1 2=1
diperoleh dan , sehingga dan dipilih dari solusi persamaan diferensial

x = y , x = y .

150
Untuk ;

dx dy
=
1 1

diperoleh =x + y .

Untuk ;

dx dy
=
1 1

diperoleh =x y .

xx =0 yy =0
Ini berarti dan akibatnya titik-titik persamaan kanoniknya adalah 0,

sehingga diperoleh
u=0

Integralkan terhadap , diperoleh

u =f ( )

Integralkan kembali terhadap , diperoleh

u=F ( )+ g ( ) .

Lalu kembalikan ke dalam koordinat lama yaitu x dan y , maka diperoleh solusi dari

persamaan gelombang
u=F ( x+ y ) + g ( x y ) .

Teorema 7.3

151
Andaikan persamaan (7.1) parabolik di domain . Maka di beberapa persekitaran

U dari sebarang titik ( x 0 , y 0 ) pada , kita dapat memperkenalkan koordinat baru

dan dan bentuk kanonik dari persamaan tersebut adalah

u + =0
(7.3)

di U .

Jadi, pada persekitaran dari sebarang titik di dengan koordinat baru, setiap

persamaan parabolik dalam dua variabel bebas dapat diubah dalam bentuk kanonik yang
memiliki principal part sama seperti persamaan heat.

Pembuktian:

Sebelumnya kita lihat terlebih dahulu Persamaan heat : uxx + uy = 0

2 u u 2 u
+ konsep principal part orde tertinggi disini adalah orde 2 maka =u xx bentuk
x y x

u
kanonik sama dengan persamaan parabolik.

Misalkan (x 0 , y 0 ) sebarang titik di . Karena =0 , kita bisa asumsikan a dan c

tidak hilang secara bersamaan di ( x 0 , y 0 ) . Di lain pihak b bisa saja hilang di (x 0 , y 0 ) . Hal

ini kontradiksi dengan asumsi awal di (7.1) bahwa a,b,c tidak boleh hilang secara bersamaan.

Kita misalkan a ( x , y ) 0 di persekitaran U dari (x 0 , y 0 ) . Karena =0 , maka dari

2
persamaan (7.15) a +2 b+ c=0

152
Mempunyai akar tunggal yaitu ( 22 ab )=( ba )
Dan misalkan (x,y) adalah solusi dari persamaan

x= ( ba ) =( )
y x y

b
x =( ) y
Mengapa di pilih a ?

2
karena =0=b ac dan telah kita misalkan bahwa a 0 maka akan ditunjukan c=0

Dari persamaan (7.9) kita ingin menunjukan bahwa C=0 atau tidak.

C=a x2 +2 b x y + c y2

C=a( y )2 +2 b( y ) y +c y 2

a 2 y 2 +2 b y 2+ c y 2

C=(a 2 +2 b+c) y2 dari persamaan (7.15)

C=0 y 2

C=0

Untuk ( x , y ) kita dapat gunakan sembarang fungsi yang independen dari (x , y) di U.

153
( x , y )=x x =1 dan y =0 0/ 1
Untuk contoh kita ambil , (agar Jacobian

Kita akan menunjukan bahwa Jacobian 0

J = x y y x

b
J =1 y 0 ( ) y
a

J = y 0

J = y 0

(7.11) =0=b2ac

' = ( b2ac )( J 2) , dimana J selalu bernilai po sitif

' =0 j 2 0 dari (7.12)

Dari persamaan (7.12)

' =B2 AC diketahui dari perhitungan sebelumnya C = 0

' =B2 =0

'
B=0 Terbuti =0 persamaan parabolik

A=a a x 2 +2 b x y +C y2

a .1 2+2 b 1.0+c .0

154
a

Akhirnya dari persamaan pertama (7.9) kita mempunyai A=a(karena =x ) di U.

Karena di awal dikatakan A0 dan membagi (7.8) oleh A, kita dapatkan bentuk kanonik yang di
inginkan.

Diketahui C = 0 dan B = 0

' =0 Pers. Parabolik dari bentuk U + =0

A u +2 Bu + C u + =0 diketahui di atas B=C=0

A u
+ =0
A

u + =0

Maka teorema diatas terbukti.

Teorema 7.4

Andaikan bahwa persamaan (7.1) eliptik di domain . Maka di beberapa persekitaran

U dari sebarang titik ( x 0 , y 0 ) pada , kita dapat memperkenalkan koordinat baru

dan dan bentuk kanonik dari persamaan tersebut adalah

u +u + =0
(7.4)

di U .

155
Jadi, pada persekitaran dari sebarang titik di , dengan koordinat baru, setiap

persamaan eliptik dalam dua variabel bebas dapat diubah dalam bentuk kanonik yang memiliki
principal part sama seperti persamaan Laplace.

Catatan:

U xx+U yy=0
Sebelumnya kita lihat terlebih dahulu Persamaan Laplace

2 u 2 u
+ konsep pricipal part adalah mengambil orde tertinggi, orde tertinggi disini adalah
x y

2 u 2 u u +u nn
Jadi + =u xx +u yy=0 maka bentuk kanonik sama dengan persamaan
x y

eliptik.

Contoh Soal:

PERSAMAAN HIPERBOLIK

Contoh :

u =0

u
=0

u =0

u=f ()

u
=f ( )

156
u=f ()

u=f ( ) + g()

u=xf ( y ) + g( y )

Secara lengkap di jabarkan:

Berdasarkan contoh 7.1, persamaan gelombang di atas adalah hiperbolik di R2 . Akibatnya

u +=0
berdasarkan Teorema 7.2, bentuk kanoniknya adalah . Namun harus dipilih terlebih

dahulu fungsi dan dari persamaan kuadrat

1=0

1=1 2=1
diperoleh dan , sehingga dan dipilih dari solusi persamaan diferensial

x = y , x = y .

dx dy
Untuk ; diperoleh =x + y .
=
1 1

dx dy
Untuk ; diperoleh =x y .
=
1 1

xx =0 yy =0
Ini berarti dan akibatnya titik-titik persamaan kanoniknya adalah 0,

u=0
sehingga diperoleh

Integralkan terhadap , diperoleh u =f ( )

Integralkan kembali terhadap , diperoleh

u=F ( )+ g ( ) .

157
Kembalikan ke dalam koordinat lama x dan y , maka diperoleh solusi dari persamaan

gelombang u=F ( x+ y ) + g ( x y ) .

Contoh Soal

PERSAMAAN HEAT

Dengan cara yang sama seperti diatas, soalini pun dapat diselesaikan.

u xx u y =0 ... (7.23) yang parabolik in R2

a = 1, b = 0, c = 0, e = -1
2
Dari persamaan a x + 2bx +c=0

2 punya satu akar persamaan yaitu =0

Dari yang tadi kita peroleh

x = y

x =0 y

dx dy d
= =
1 0 0

dx dy
=
1 0

0 dx=1 dy

c 1= y

dx d
=
1 0

158
odx=1 d

c 2=

= y

Dan kita punya =x

J = x y x =1.10.0 0

u =0

u
=0
u

u =0

u =f ( )

u
=f ()

u=f ()

u=f ( )+ g ()

159
8. u=xf ( y ) + g( y ) Persamaan Orde Dua dalam Dua atau Lebih Variabel Bebas

Bentuk umum persamaan diferensial parsial linear orde dua dalam n variabel

bebas adalah
n 2 n

(8.1) i , j=1
(i j
)
aij x ux + bi xu + cu=d
i=1 i
( )
aij ,b i ,c , x1 , x2 , , xn
dimana koefisien dan d adalah fungsi dalam variabel bebas

. Pada persamaan dua variabel bebas (7.1), klasifikasi bentuk kanonik didasarkan

diskriminaan =b2 ac . Pandang koefisien dari principal part pada persamaan (7.1)

sebagai matriks

(8.2) [ ]
a b
b c

Nilai eigen dari matriks tersebut adalah akar-akar dari persamaan

|
a
b
b =0
c |
atau

(8.3) 2 ( a+c ) ( b2ac ) =0

1 , 2
Misalkan adalah solusi akar dari persamaan tersebut. Perhatikan bahwa

(8.4) 1 2=( b 2ac ) =

Sehingga dapat disimpulkan bahwa,


a) > 0 1 , 2 tak nol dan bertanda saling berlawanan.

=0 minimal salah satu dari 1 , 2


b) adalah nol.

c) < 0 1 , 2 tak nol dan bertanda sama.

Jadi, klasifikasi persamaan orde dua dalam dua variabel bebas dapat didasarkan
terhadap tanda dari nilai-nilai eigen koefisien matriks dari principal part-nya. Dari hasil
persamaan dalam dua variabel bebas ini, dapat digeneralisasi untuk persamaan dalam lebih
dari dua variabel bebas.
Nilai eigen koefisien matriks dari principal part persamaan yang lebih dari dua
variabel yang didefinisikan pada persamaan (8.1), didefinisikan sebagai akar-akar dari
persamaan

| |
a11 a12 a1 n
a21 a22 a2 n
(8.5)
an1 an 2 ann

Definisi 8.1
1 , , n [aij ]
Misal adalah nilai eigen dari koefisien matriks untuk principal

part pada persamaan (8.1).


1 , , n x 0 , maka
a) Jika tidak nol dan memiliki tanda yang sama di titik

persamaan tersebut disebut elliptic di x0 .


1 , , n x0 ,
b) Jika tidak nol dan memiliki satu tanda yang berbeda di titik

0
maka persamaan tersebut disebut hyperbolic di x .
1 , , n
c) Jika tidak nol dan setidaknya memiliki dua tanda positif dan dua

0 0
tanda negatif di titik x , maka persamaan tersebut disebut ultrahyperbolic di x .
1 , , n x 0 , maka persamaan tersebut disebut parabolic
d) Jika bernilai noldi titik

di x0 .

Persamaan (8.1) disebut elliptic, hyperbolic, dsb. di domain pada Rn apabila

persamaan tersebut elliptic, hyperbolic, dsb. secara berturut-turut pada setiap titik di .

Contoh 8.1
Persamaan Laplace :
u x x ++ ux x =0
1 1 n n

n
Persamaan ini disebut elliptic di R ,

| |
1 0 0
0 1 0 =0
Karena memiliki nilai eigen,
0 0 1

1= 2== n=1,
atau yang artinya semua bertanda sama.

Persamaan Gelombang :
u x x ++ ux u x x =0 x n adalah variabel waktu t.
1 1 n1 x n1 n n , dimana
n
Persamaan ini disebut hyperbolic di R ,
| |
1 0 0
0 1 0 =0
Karena memiliki nilai eigen,
0 0 1

yang artinya memiliki satu tanda yang berbeda.

Persamaan Kalor :
u x x ++ ux u x =0 x n adalah variabel waktu t.
1 1 n1 x n1 n , dimana
n
Persamaan ini disebut parabolic di R ,

| |
1 0 0
0 1 0 =0
Karena memiliki nilai eigen,
0 0

1= 2== n1=1, n =0
atau tetapi .

dan persamaan dibawah ini disebut ultrahyperbolic di Rn (karena memiliki setidaknya

dua tanda positif dan dua tanda negatif)


u x x +u x x u x x u x x =0
1 1 2 2 3 3 4 4

Kita dapat melihat pada pembahasan sebelumnya, bahwa untuk membuat


transformasi koordinat, setiap persamaan diferensial parsial orde dua dengan dua variabel
bebas dapat direduksi menjadi bentuk kanonik pada setiap titik di persekitarannya.
Pada umumnya, hal ini tidak dapat dilakukan untuk persamaan dengan dua variabel
bebas. Tetapi, jika kita menggunakan teorema aljabar linear, hal itu dapat dilakukan.

Misalkan diberikan titik P di Rn , maka ada transformasi linear


n

(8.6) i= b ik x k , i=1,2, , n ,
k=1

1 , 2 , , n
sedemikian sehingga dalam koordinat baru , persamaan (8.1) memiliki

bentuk
n 2 n
u u
(8.7) A ij + B i
i j i=1 i
+Cu=D
i , j=1

P , nilai dari koefisien A ij


dimana di titik adalah

A ij ( P ) =0,i j

A ii ( P )=+1,1, atau 0, i=1,2, ,n


(8.8)

Teorema 8.1
aij
Misalkan koefisien pada persamaan (8.1) adalah konstan di beberapa domain

R n , maka terdapat suatu transformasi linear kooordinat dalam bentuk (8.6) dengan

matriks nonsingular [ bij ] , sedemikian sehingga dalam koordinat baru


1 , 2 , , n

persamaan (8.1) memiliki bentuk kanonik


n 2 n

(8.9) Aii u2 + B i u +Cu=D


i=1 i i=1 i
, dimana A 11 , , A nn +1,1, 0 .
di bernilai salah satu dari atau di

Khususnya, jika persamaan (8.1) adalah elliptic di , persamaan tersebut dapat

direduksi menjadi bentuk kanonik


n 2 n

(8.10) u2 + Bi u + Cu=D
i=1 i i=1 i

di . Jika persamaan (8.1) adalah hyperbolic di , persamaan tersebut dapat

direduksi menjadi bentuk kanonik


n1 n
2 u 2 u
(8.11) 2 2 + Bi u +Cu=D
i=1 i n i=1 i

di .

Definisi 8.2

Misalkan [ aij ] ,i , j=1, , n adalah matriks simetrik. Polynomial homogeny

X1 , , Xn
berorde dua berikut pada variabel

(8.12) Q ( X )= aij X i X j
i , j=1
disebut bentuk kuadratik yang berasosiasi dengan matriks simetrik [ aij ] . Misalkan pula,

X =( X 1 , , X n ) Rn . Bentuk kuadratik (8.12) disebut definite


adalah titik-titik di

positif jika aij X i X j >0, X 0 R n


i , j=1

Sebuah teorema aljabar linear menyatakan bahwa nilai eigen dari matriks simetrik

[ aij ] adalah positif jika dan hanya jika bentuk kuadratik yang berasosiasi dengan [ aij ]

adalah positif definite. Dalam pandangan teorema tersebut, definisi eliptisitas tersebut pada

domain ekuivalen dengan definisi yang telah diberikan sebelumnya. Asumsikan

a11 > 0
bahwa tanda di depan persamaan (8.1) telah dipilih sehingga pada domain ,

persamaan (8.1) dikatakan eliptik pada jika bentuk kuadrat

(8.14) Q ( x , X )= a ij ( x ) X i X j
i , j=1

definite positif x .
Persamaan eliptik orde kedua biasanya muncul pada studi masalah-masalah fisika

yang berkaitan dengan fenomena keadaan tetap (steady state phenomena). Sebagai contoh,

jika u ( x ) adalah temperatur keadaan tetap (steady state temperature) pada titik x dari

isotropic nonhomogen tubuh, maka pada tiap titik interior ke tubuh, u haruslah

memenuhi persamaan eliptik orde dua

(8.15) x
i=1 i
[ k (x)
u
xi ]
=0

Fungsi k ( x ) selalu positif dan disebut koefisien konduktivitas termal dari tubuh

pada titik x . Jika tubuh homogeny, k (x ) konstan, dan persamaan (8.15) menjadi

persamaan Laplace.

Fenomena perambatan gelombang (wave propagation phenomena) seperti rambatan dari

suara atau dari gelombang elektromagnetik dideskripsikan sebagai persamaan hiperbolik

orde kedua dari bentuk umum

n
2 u 2 u
(8.16) aij +=0
t 2 i , j=1 x i x j
Dimana titik-titik terdapat pada bentuk dari order kurang dari dua dan bentuk kuadrat

berasosiasi dengan matriks [ aij ] adalah definite positif. Pada persamaan (8.16), terdapat

n+1 variabel bebas, n ruang variabel x1 , , xn


dan satu variabel waktu t .

Untuk menunjukkan bahwa persamaan (8.16) adalah hiperbolik sesuai dengan Definisi 8.1.

Fenomena seperti arus panas (flow of heat) atau difusi dari cairan melewati poros medium

biasanya dideskripsikan dengan persamaan parabolik orde dua

n n
2 u u u
(8.17) aij + b
xi x j t i=1 i xi
+cu=0
i , j=1

dimana bentuk kuadrat berasosiasi dengan matriks [ aij ] adalah definite positif. Pada

persamaan (8.17) terdapat n+1 variabel bebas. Perhatikan baik-baik peran khusus dari

variable waktu t . Principal part dari persamaan tersebut tidak meliputi turunan yang

u
berkaitan dengan t dan koefisien dari derivative orde pertama t adalah -1.

Persamaan (8.17) jelas parabolik menurut Definisi 8.1, dan karena karakter khususnya,

terkadang disebut juga parabolic in the narrow sense.


Kita tutup bahasan ini dengan beberapa catatan mengenai permukaan karakteristik

dari persamaan orde dua. Perhatikan bahwa jika persamaan (8.1) adalah eliptik, maka tidak

n
memiliki permukaan karakteristik. Nyatanya, vector tak nol =( 1 , , n) R

mendefinisikan arah yang karakteristik berkaitan dengan (8.1) jika

(8.18) aij i j=0


i , j=1

Menggunakan definisi dari eliptisitas pada bentuk ke-definite positif-an dari bentuk

kuadrat berasosiasi dengan [ aij ] dapat dilihat bahwa (8.18) tidak dapat dipenuhi oleh

vector tak nol . Oleh karena itu, persamaan eliptik orde dua tidak memiliki arah-arah

karakteristik. Oleh karena itu, tidak memiliki permukaan karakteristik. Sifat ketidak adaan

karakteristik ini biasanya mendefinisikan persamaan diferensial partial linear eliptik dengan

berorde banyak.

Perhatikan persamaan parabolic selanjutnya dalam bentuk (8.17). vector tak nol

=( 1 , , n , t ) Rn+1 mendefinisikan arah yang karakteristik berkaitan dengan (8.17)


jika (8.18) terpenuhi. Ke-definite positif-an dari bentuk kuadrat pada (8.18) mengakibatkan

1== n=0 , , n , t ) =(0, , 0, 1)


. Oleh karena itu, ( 1 adalah satu-satunya arah

karakteristik dari (8.17). oleh karena itu, hyperplane t=const adalah satu-satunya

permukaan karakteristik dari (8.17).

Karakteristik dari persamaan hiperbolik dari bentuk (8.16) lebih rumit lagi. Vector tak nol

=( 1 , , n , t ) Rn+1 mendefinisikan arah yang karakteristik berkaitan dengan (8.16)

jika t a ij i j =0.
2

i , j=1

Terdapat tak hingga banyaknya arah yang memenuhi persamaan tersebut dan struktur dari

aij
permukaan karakteristik lebih rumit lagi dengan kenyataan bahwa koefisien mungkin

fungsi dari x . Karena persamaan gelombang kasus khusus dari (8.16), pembaca harus

mengingat kembali diskusi dari karakteristiknya pada Contoh 10 Bahasan 2. Tiap titik di
Rn+1 adalah puncak kerucut karakteristik dari persamaan gelombang. Hal tersebut

adalah dua kerucut dengan parallel axis ke t -axis dan generatornya membuat sudut

45 dengan t -axis. Ini membagi ruang Rn+1 dalam tiga domain (kecuali ketika

n=1 ). Untuk persamaan umum (8.16) lain, tiap titik di Rn+1 adalah puncak dari

aij
konoid karakteristik. Ketika koefisien adalah variable, konoid karakteristik tidak

terbangun (not generated) oleh garis lurus, tapi tetap membagi Rn+1 dalam tiga domain

(kecuali ketika n=1 ).


Prinsip Superposisi

Misalkan P=P( x , D) adalah operator diferensial parsial linier orde m di Rn ,

P ( x , D )= a ( x ) D
1 ||m

dimana =( 1 , 2 , , n ) . Misalkan c 1 dan c 2 sebarang konstanta, maka

2 D ( c1 u1 +c 2 u 2) =c 1 D u1 +c 2 D u2 ,

dan

3
a ( x ) D ( c 1 u 1+ c 2 u2 ) =c 1 a D u1+ c 2 a D u2
||m ||m ||m

atau dapat ditulis

P ( c 1 u1 +c 2 u 2 )=c 1 P u1 +c 2 Pu 2 ,
4

u1 u2
Fungsi dan merupakan dua buah fungsi yang cukup terdiferensialkan.

Dalam aljabar linear, dapat dinyatakan bahwa pada persamaan (9.4) bekerja pada fungsi u

sebagai transformasi linear. Lebih tepatnya , jika kita hanya mempertimbangkan u fungsi

dalam Cm (), di mana adalah domain di Rn, maka P adalah transformasi linear dari ruang

vektor Cm () ke ruang vektor C 0 (). Sebagai konsekuensi dari properti linearitas (9.4) dari
P, solusi dari
persamaan homogen

5 Pu=0,
u1 u2
Memiliki ciri superposisi, jika dan adalah sembarang dua solusi dari persamaan

c1 c2
diferensial homogen dan dan sebarang konstanta, maka kombinasi linearnya,

c 1 u1 + c2 u2
juga merupakan solusi persamaan tersebut. Kombinasi tersebut disebut superposisi.

Prinsip superposisi dapat digenerlisasi untuk sebanyak k solusi yang dibuat kombinasi

u1 ,u 2 , , uk
linearnya, yaitu jika merupakan solusi persamaan diferensial (9.5), maka

6 ( c 1 u 1+ c2 u2 ++ c k uk )
c1 , c2 , , ck
juga merupakan solusi. Karena dipilih secara sebarang.

Contoh 9.1
u xx +u yy =0 u1=1, u2=x , u3= y
Persamaan Laplace memiliki solusi dan . Berdasarkan

prinsip superposisi, maka


c 1+ c 2 x +c 2 y

adalah solusi untuk persamaan laplace tersebut.


u1 ,u 2 ,
Untuk bentuk superposisi pada jumlah yang tak terbatas, misalkan merupakan solusi

Pu1=0 , Pu2=0,
untuk dan seterusnya.Misalkan deret

c k uk
k=1

konvergen. Akan ditunjukkan

ck uk

P (
=0
k=1

Perhatikan bahwa
c k uk

P ( c 1 u1 + c2 u2 +
=P (
k=1

= P ( c 1 u1 + P ( c 2 u 2 +

c1 P u1 c2 P u2
= ( ) + ( )+

= c 1 ( 0 )+ c 2 ( 0 ) +

=0

Kita juga dapat membentuk superposisi keluarga satu-parameter solusi dari (9.5). Misalkan

untuk setiap nilai parameter pada interval I di R1 , fungsi u( x , ) adalah solusi dari (9.5),

yaitu

Pu ( x , ) = 0 , untuk setiap I

Lebih lanjut, g fungsi bernilai real yang terdefinisi pada I, Misalkan integral


g
u ( x , ) d

I

konvergen. Maka fungsi


g
u ( x , ) d
u ( x ) =
I

Juga merupakan solusi untuk (9.5) dengan ketentuan


g( ) u ( x , ) d
g
=
Pu ( x , ) d
I
P I

Yaitu asalkan P dapat ditukar. Kita juga dapat membentuk solusi superposisi untuk (9.5) yang

bergantung pada beberapa parameter.

Misalkan u( x , ) , I merupakan keluarga satu-parameter untuk solusi (9.5), dan anggap

superposisi dari

1
v ( x , , h)=
h
[ u ( x , +h )u ( x , h ) ] , h 0

Yang merupakan solusi untuk (9.5) juga bergantung pada parameter h. Andaikan limit

u
lim v ( x , , h )= ( x , )
ada. Maka fungsi
h 0


v ( x , )= u(x, )

juga solusi untuk (9.5) asalkan

P [
]
u ( x , ) = [ Pu ( x , ) ]

Saat valid, semua metode superposisi memungkinkan kita untuk menambah koleksi solusi dari
persamaan homogen ke sebuah koleksi solusi yang lebih besar. Kita akan melihat banyak contoh
mengenai hal ini di bab selanjutnya.

Ini menunjukkan bahwa prinsip superposisi berlaku untuk persamaan diferensial parsial yang
linear dan tidak valid untuk persamaan diferensial parsial yang tidak linear.

Soal 9.1
Misalkan P merupakan operator persamaan diferensial parsial nonlinear di R2

2
u u
Pu= ( +
x y
u 2 )
Tunjukkan bahwa fungsi u1 ( x , y )=e x dan u2 ( x , y )=e y merupakan solusi persamaan

x y
homogen Pu=0 dimana u ( x , y )=e + e bukan merupakan solusi.

Jawab :

u1= ex maka u1 x = ex u1 y = 0
,

u2= e
y maka u2 x = 0 , u2 y = e
y

x 2 x 2 2x 2x
Pu 1=( e +0 ) ( e ) =e e =0

2 2
Pu2=( 0e y ) ( e y ) =e2 y e2 y =0

u1 u2
Jadi, dan solusi.

Untuk

u ( x , y )=e x + e y maka u x =e x y
, u y =e

2 2
Pu=( e x e y ) ( e x +e y )

( e 2 x 2 e x y +e2 y ) ( e 2 x +2 e x y +e2 y )

e 2 x 2 e x y +e2 y e 2 x 2 e x y e2 y
x y
4 e

x y
Jadi, u ( x , y )=e + e bukan solusi.

Pertanyaan-Pertanyaan:

Mengapa kita tidak boleh mengasumsikan bahwa a,b,c tidak boleh hilang secara
bersamaan?
Karena di Teorema (7.1) sudah dijelaskan bahwa a,b,c tidak boleh hilang hilang secara
simultan secara bersama-sama. Pada klasifikasi bentuk kanonik orde pertamapun sudah
dijelaskan bahwa a,b,c tidak boleh hilang secara bersamaan.
Menurut pendapat kami, jika a,b,c hilang secara bersama-sama maka hasilnya akan tidak
ada atau nol. Dan pengerjaan tidak dapat dilakukan.
Mengapa Jacobian tidak boleh sama dengan nol?
Tujuannya agar persamaan yang di olah kedalam bentuk kanonik dapat di balik atau
dikembalikan seperti persamaan awal. Membuat persamaan menjadi bentuk kanonik agar
lebih mudah di selesaikan dibanding jika persamaan masih dalam bentuk persamaan
diferensial biasa
BAB VI

PERSAMAAN-PERSAMAAN FISIKA MATEMATIKA

Pada Bab ini kita akan membicarakan tiga dari banyaknya persamaan-persamaan
diferensial parsial orde dua yang paling pentingyang adadalam
fisikamatematika:persamaankalor/panas, persamaan Laplace,
danpersamaangelombang. Pada bagian 1 kita akan mengingat kembali
pernyataanteorema divergensidankitamemperolehdua integral identitas yang berguna
yang dikenalsebagaiIdentitas Green. Pada bagian 2, kita memperoleh persamaan
konduksi kalor/panas dan menggambarkan berbagai macam masalah nilai batas awal
yang dikaitkan dengannya. Pada bagian 3, kita memaparkanfenomena yang berkaitan
dengan fisika, dikenal sebagai fenomena keadaan tetap, yang diatur dalam persamaan
Laplaces. Pada bagian 4, kita akan memaparkan tentang fenomena fisika untuk satu,
dua, dan tiga dimensi persamaan gelombang. Terakhir, pada bagian 5 kita
mendefinisikan apaitumasalahwell-posedyang
dikaitkandenganpersamaandiferensialparsial,dan diberikan contoh yang well-poseddan
yang tidak.

1. Teorema Divergensi dan Identitas Green


Teorema divergensi adalah salah satuteorema yang paling berguna dalam
persamaan diferensial parsial. Teorema Divergence ini biasanya dipelajari di Kalkulus
lanjutan. Pada bab ini kita mengingat kembalipernyataan teorema Divergensi dan
mencoba untuk mengaplikasikannya.
Misalkan merupakan domain yang terbatas di R3 dengan kondisisebagaiberikut

:
(a) Pembatas S= dari terdiri dari sejumlahpermukaanmulus yang berhingga.

1
(ingat lagi bahwa permukaan mulus adalah permukaanketinggian dari fungsi di C

dengan gradien yang taknol.)


(b) Sebarang garis lurus yangsejajarkesebarangsumbu-sumbukoordinat memotong S

disejumlahtitik-titik yang berhinggaatau mempunyaiseluruh interval yang bersamaan

dengan S .

Misalkan n=(n x ,n y , n z ) merupakan vektor normal satuanterhadap S mengarah

langsung ke bagian luar dari (lihat gambar 1.1).Misalkan

Gambar 1.1

( 1.1 ) V ( x , y , z )=( P ( x , y , z ) ,Q ( x , y , z ) , R ( x , y , z ) )


merupakanmedanvektor yang terdefinisipadapenutup dari sedemikian

sehingga setiap komponen-komponen fungsi P ,Q , R berada di C1 () dan

C0 () , danandaikanbahwa integral dari


P
x
+ Q R
( + )dxdydz
y z

adalah konvergen.

Berdasarkanasumsi-asumsi diatas pada dan V , teorema divergensi

menyatakan bahwa

P
x

+ Q R
( + )dxdydz= ( P n x +Q n y + R nz ) d
y z S

( 1.2 )
n

dimana d adalah bagian dari permukaan S . Integran pada sebelah kiri dari

persamaan (1.2) dikenal sebagai divergensi dari medanvektor V dan dinotasikan

sebagai

P Q R
( 1.3 )V = . V = + +
x y z


= + + =( D1 , D2 , D3 )
Dimana x y z . Integranpada sebelah kanan dari persamaan

(1.2) adalah komponen dari V yang memberi arah dari bagian luar untuk batas

S . Jika dinotasikan sebagai vektor maka persamaan (1.2) bisa dituliskan sebagai

( 1.4 ) V dxdydz= V . n d
S

atau, dalamnotasi yang lebihkompak,


( 1.5 ) . V dv= V .n d
S

Teoremadivergensimenyatakanbahwajika domain danmedanvektor V

memenuhikondisi-kondisi di atas, maka integral atas dari divergensi dari V adalah sama

dengan integral atas batas S dari dari komponen V yang mengarah vektor normal

luar terhadap S .

Kondisi ( a ) dan (b) bukan merupakan kondisi yang paling umum pada domain

yang memenuhi teorema divergensi.Kondisi-kondisi yang lebih umum dapat ditemukan,

contohnya, dalambukuKellog.Domain-domain yang memenuhikondisiumuminidisebut


normal.Tentunyasemua domain yangdipertimbangkandalambukuiniadalah normal.

DuapenerapandariteoremadivergensidikenaldenganIdentitas Green.Kita
gunakannotasibiasadarikalkulusvektor.

2
Jika u( x , y , z) C , maka gradien u didefinisikan dengan

( 1.6 ) u=grad u= ( ux , uy , uz )
dan divergen gradien u didefinisikan dengan

2 2 2
( 1.7 ) 2 u= . u= grad u= u2 + u2 + u2
x y z
2
Operator differensial parsial dikenal sebagai operator Laplace dan juga disimbolkan oleh

(1.8) 2 u= u .

Identitas differensial

2
(1.9) u w= . ( u w ) ( u ) . ( w ) .

2 1
Andaikan u , w C ( ) dan u , w C ( ) dan integral

u 2 wdv

konvergen. Maka, pengintegralan dari persamaan (1.9) atas

u 2 wdv= . ( u w ) dv ( u ) . ( w ) dv .

Pengaplikasian teorema divergensi untuk integral pertama (dengan medan vektor V =u w )

w
dan penggunaan fakta bahwa w.n adalah turunan langsung n , maka akan diperoleh

identitas Green pertama


w
( 1.10 ) u wdv= u
2
d ( u ) . ( w ) dv
S n

Pertukaran u dengan w (pada persaman 1.9) dan pengurangan kedua persamaannya

akan menghasilkan
(1.11) u 2 ww 2 u= . ( u ww u ) .

2 1
Jika u , w C ( ) dan u , w C ( ) dan integral

( u 2 ww 2 u ) dv

konvergen, maka pengintegralan persamaan (1.11) atas dan pengaplikasian teorema

divergensi akan menghasilkan identitas Green kedua

(1.12) ( u 2 ww 2 u ) dv= u wn w u
n(d
. )

Identitas Green iniakandigunakandalammempelajaripersamaan Laplace (Bab VII).

Teoremadivergensidanidentitas Green benaruntukmedanvektordanfungsi-


fungsidarisebarangvariabel-variabelbebas.

Masalah-Masalah

1.1. Periksaidentitasdiferensial ( 1.9 ) .

Solusi : Akan ditunjukkan

u 2 w= . ( u w ) ( u ) . ( w )

Perhatikanpersamaan di sisikiri

. ( u w )= ( x , y , z ) .(u ( wx , wy , wz ))
( x , y , z ).( u wx , u wy , u wz )
u w 2 w u w 2 w u w 2 w
+u + +u + +u
x x x2 y y y2 z z z2

( u ) . ( w )= ( ux , uy , uz ).( wx , wy , wz )
u w u w u w
+ +
x x y y z z

kemudian,

2 2 2
. ( u w )( u ) . ( w ) = (
u w
x x
w u w
+u 2 +
x y y
+u
w u w
2
+
y z z
w
+u 2
z )
( ux wx + uy wy + uz wz )
2 w 2 w 2 w
u +u + u
x2 y2 z2

karena

2 2 w 2 w 2 w
u w=u + u +u
x2 y2 z2

maka, terbuktibahwa

u 2 w= . ( u w ) ( u ) . ( w )

1.2. Misalkan u berada di C2 ( ) dan di C1 ( ) , dimana

adalah domain terbatas yang normal di Rn , dan andaikan bahwa

2 u=0 di
u=0 pada S ,
dimana S adalah batas dari . Tunjukkan bahwa u 0 di . [petunjuk: pada

identitas Green pertama atur w=u . juga gunakan fakta bahwa jika integral atas

dari fungsi kontinu yang nonnegatif sama dengan nol, maka fungsi teridentifikasi di .

1.3. Misalkan u berada di C2 ( ) dan di C1 ( ) , dimana

adalah domain terbatas yang normal di Rn , dan andaikan bahwa

2 u=0 di
u
=0 pada S
n

Tunjukkanbahwa u konstan di
2 1
1.4. Misalkan u C ( ) C ( ) menjadi solusi nontrivial dari
2
u+u=0 di ,
u=0 pada S ,

dimana adalah domain terbatas yang normal, dan adalah konstanta. Tunjukkan

bahwa 0 .

2. PersamaanKonduksiKalor

Padabagianini, kitaperolehpersamaandiferensialparsial
yangharusdipenuhiolehsuatufungsi yang menggambarkandengan proses konduksikalor
disebuahbenda.Kitakemudianakanmembicarakantentangkondisitambahanharusdipenuhidalamme
nentukandistribusisuhupadabenda.

Misalkan menotasikanbagiandalambendadanfungsi u(x , y , z , t) dinotasikansebaga

isuhu di titik ( x , y , z) pada benda pada saat t . Kita asumsikanbahwa u(x , y , z , t)

2 1
anggota di C fungsi yang bergantung padaa variabel x , y , z dan C denganfungsi yang

bergantungpadavariabel t .
Proses konduksikalormengikutihukumfisika. Misalkan S permukaan mulus di dan

n dinotasikanvektor normal pada S . Jumlah kalor (energi termal) q yang

keluarmenembus S ke sisi vektor normal n pada interval waktu t 1 sampai


t2

diberikan
t2
u
( 2.1 ) q= k (x , y , z) ddt
t1 S
n

Pada (2.1) u/ n dinotasikanturunan u terhadap vektor normal n di titik (x , y , z)

pada S dan pada saat t . Fungsi k ( x , y , z )

bernilaipositifdandisebutkonduktivitastermalpadabenda di titik ( x , y , z) . Kita

asumsikankonduktivitastermal k ( x , y , z ) adalahfungsipadaposisi (x , y , z) dantidakbergantu

ngterhadapvektor normal n padapermukaan S di titik ( x , y , z . Jadi, suatu benda

dikatakan isotropik jika konduktivitas energi tidak bergantung terhadap vektor normal n .

Misalkan A daerah bagian dibatasi permukaan tertutup S dengan bagian luar

normal n . Perubahan jumlah kalor pada daerah bagian A dari t=t 1 sampai t=t 1

diberikanoleh


( 2.2 ) c ( x , y , z ) ( x , y , z ) [ u ( x , y , z , t 2 ) u ( x , y , z , t 1 ) ] dxdydz .
A

(dipresentasikanolehAyu Indri Astuti)

Pada persamaan ( 2.2 ) , c ( x , y , z ) adalah kalor jenis dan ( x, y ,z) adalah

kerapatan suatu benda pada titik ( x , y , z ) . Dengan mengikuti aturan konservasi energi
termal, perubahan kalor pada A harus sama dengan jumlah kalor yang masuk ke

A S t=t 1 t=t 2
melalui batas pada interval waktu sampai , dan jumlah kalor

diberikan oleh
t2
u
( 2.3 ) k ( x , y , z ) ddt .
t2 S
n

Menyamakanjumlah persamaan ( 2.2 ) dan ( 2.3 ) , kita peroleh

t2
u
( 2.4 ) c ( x , y , z ) ( x , y , z ) [ u ( x , y , z ,t 2 )u ( x , y , z ,t 1 ) ] dxdydz= k ( x , y , z ) ddt .
A t2 S
n

Sekarang,

t1
u
u ( x , y , z , t 2 ) u ( x , y , z , t 1 ) = ( x , y , z , t ) dt
t2
t

dan, karena u/ n= u . n , teorema divergensi diterapkan untuk medan vektor

V =k u


u
k n
d= . ( k u ) dxdydzdt
S A

Akibatnya, persamaan ( 2.4 ) menjadi,

t1 t1
u
t
c dxdydzdt= . ( k u ) dxdydzdt
t A
2 t A 2

atau

t1

[ u
c t . ( k u )
t2 A
] dxdydzdt=0
Karena integran pada persamaan ( 2.5 ) adalah kontinu dan karena persamaan ( 2.5 )

benar untuk daerahbagian A dan pada setiap interval [ t1 , t2 ] , (lihat dalam masalah

2.1 ), yaitu integran harus sama dengan nol untuk setiap ( x , y , z ) di dan untuk

setiap t . Kemudian,

u
c . ( k u )=0
t

atau

( 2.6 ) c
u
t


[ ( ) ( ) ( )]
k
u
+

k
u
+

x x y y z z
k
u
=0

Persamaan ( 2.6 ) disebut persamaan konduksi panas pada suatu benda

isotropik. Disebut juga Persamaan kalor atau persamaan difusi. Jika benda adalah

isotropik homogen, maka k, , dan c adalah konstan dan persamaan ( 2.6 )

membentuk

c u 2 u 2 u 2 u
( 2.7 )
k t
(+ +
x2 y 2 z 2
=0. )
Persamaan ( 2.7 ) dapat disederhanakan dengan mengubah skala waktu : atur

t ' = ( k /c ) t dan kemudian membuangkoefisienutamapada ( 2.7 ) menjadi

2 2 2
( 2.8 )
t
(
u u u u
2
+ 2 + 2 =0.
x y z )
Kita simpulkan bahwa jika suatu fungsi u( x, y ,z ,t) menggambarkan distribusi

suhu pada tubuh isotropik homogen selama interval waktu yang ditentukan, maka

u ( x, y , z , t) memenuhi persamaan ( 2.8 ) untuk setiap (x, y ,z) pada bagian dala

tubuh dan untuk setiap t pada interval waktu tersebut. Bagaimana pun

persamaan ( 2.8 ) mempunyai takhingga banyak solusi. Untuk memilih dari solusi yang

takhingga ini, solusi khusus yang menggambarkan distribusi suhu tubuh yang
sebenarnya, kondisi tambahan harus dinyatakan dengan jelas.

Dari pertimbangan fisika, cukup untuk mengharapkan bahwa spesifikasidari

t0
distribusi suhu pada benda di suatu waktu , bersama dengan spesifikasi dari

dari benda untuk setiap t t0


distribusi suhu pada batas , secara lengkap

t t0
menentukan distribusi suhu pada benda untuk setiap . Kondisi


( 2.9 ) u ( x , y , z ,t 0 ) = ( x , y , z ) , ( x , y , z )

t0
Yang menentukan distribusi suhu pada saat yang dikenal sebagai kondisi awal.

(x , y , z )
Fungsi adalah fungsi yang diberikan yang terdefinisi pada penutup dari

. Kondisi

( 2.10 ) u ( x , y , z ,t )=f ( x , y , z , t ) ; ( x , y , z ) , t t 0

t t0
yang menentukan distribusi suhu pada batas dari benda untuk setiap

dikenal sebagai kondisi batas. Fungsi f ( x , y , z) adalah fungsi yang diberikan yang
( x, y ,z) t t0
terdefinisi untuk pada batas dan untuk setiap . Masalah

mencari solusi dari persamaan diferensial parsial ( 2.8 ) yang memenuhi kondisi awal

( 2.9 ) dan kondisi batas ( 2.10 ) dikenal sebagai masalah nilai awal batas. Dapat

ditunjukkan dibawah suatu asumsi tambahan, yaitu masalah ini mempunyai solusi

u ( x, y , z , t) (x, y ,z)

tunggal yang didefinisikan untuk setiap pada dan untuk

t t0
setiap (Lihat pada bab IX). Fungsi ini menyatakan distribusi suhusebelumnya

t t0
pada bendauntuk setiap .

Kondisi persamaan ( 2.10 ) tidak hanya kondisi batas, yang bersama-sama

dengan kondisi awal ( 2.9 ) , menentukan sebuah solusi tunggal dari persamaan kalor.

Terlebih dalam menentukan suhu pada batas dari tubuh, seseorang


mungkinberharapuntukmenentukankalorfluks yang
melaluibatas.Inimengarahkepadakondisibatas

u
( 2.11 ) ( x , y , z , t ) =g ( x , y , z ,t ) ; ( x , y , z ) , t t 0
n

Dimana u/ n mennotasikan turunan berarah dari u pada vektor normal n terhadap

. Fungsi g ( x , y , z , t ) adalahfungsi yang diberikanterdefinisiuntuk ( x , y , z ) pada

t t0 g=0
dan untuk . Pada kasusbatas yang terisolasi, Kondisi batas lain dapat

dispesifikasikan. Pengetahuan tentang suhu pada medium di sekitar benda dandari


kalorfluksmelaluibatas mengarah kepada kondisi

u
( 2.12 ) ( x , y , z ) ( x , y , z , t ) + ( x , y , z ) u ( x , y , z ,t )
n
h ( x , y , z , t ) ; ( x , y , z ) , t t 0 .

Fungsi (x , y , z) dan ( x , y , z ) diberikan dan terdefinisi ( x , y , z ) pada , dan

t t0
h ( x, y , z , t) diberikan danterdefinisi ( x , y , z ) pada dan .

Sekarang misalkan kita pertimbangkan lempengan dari ketebalan konstan dengan dua
permukaan bidang yang terisolasi. Jika distribusi suhu awal tidak berbedamelalui ketebalan
lempengan, maka setiap waktu berikutnya suhu pada lempengan tidak berbedamelalui

ketebalannya,dan jika kita memilih sistem koordinat dengan sumbu- z tegak lurus dengan

lempengan, suhu pada lempenganadalah fungsi yang hanya bergantung pada x, y , dan t .

Persamaan kalor (2.8) untuk lempengan menjadi

u 2 u 2 u
( 2.13 )
t
2 (
+ 2 =0
x y )
Akhirnya, mari kita mempertimbangkan silinderbatang dengan permukaan silindernya terisolasi
dan suhu awal yang konstan di setiap bagian yang bersebrangan. Jika kita memilih sistem

koordinat dengan garis tengah pada batang sepanjang sumbu- x , maka suhu tidak berbedaatas

bagian yang bersebrangan dan hanya akan menjadi fungsi dari x dan t saja. Persamaan

kalor untuk silinder ini

2
( 2.14 ) u u2 =0
t x

Pada penutupan bab ini, disebutkan bahwa persamaan (2.6) dan (2.8) jugaterdapat pada
materi difusi darifluidamelalui porous medium dandipelajaridari proses difusi lain yang memuat
cairan dan gas.

Masalah-Masalah
f ( x1 , , xn) Rn
2.1. Misalkan fungsi kontinu pada suatu domain dari dan

andaikan bahwa untuk setiap daerah bagian A di ,


( 2.15 ) f ( x 1 , , x n ) d x 1 dxn =0.
A

Tunjukkanbahwa f pasti nol secara identikdi . [Petunjuk: Andaikan f positif

pada suatu titik P dari . Karena f kontinu, f akan positif pada suatu bola

yang berpusat pada P . Pertimbangkan ( 2.12 ) ketika diambil untuk menjadi bola

tersebut.]

f ( x1 , , xn) f ( x 1 , , x n ) >0
Solusi: Andaikan positif, yaitu maka

f ( x1 , , x n ) d x1 >0
A

f ( x 1 , , x n ) d x1 dx 2 >0
A

f ( x 1 , , x n ) d x1 dx n >0
A

f ( x 1 , , x n )=0
inikontradiksidenganpernyataanpersamaan 2.15 . Oleh karenanya, haruslah .

2.2. Turunkanpersamaan ( 2.8 ) dari ( 2.7 ) .

Solusi : Diketahui
2 2 2
( 2.7 )
k t
2 (
c u u u u
+ 2 + 2 =0.
x y z )
'
Misalkan t = ( k /c ) t , maka

dt ' k
=
dt c

Perhatikanbahwa

'
u u d t u k
= =
t t ' dt t ' c

substitusikepersamaan (2.8) diperoleh

c u 2 u 2 u 2 u
k t
+( +
x 2 y2 z2
=0 )
2 2 2

c u k
( '
k t c

u u u
2 )(
+ 2 + 2 =0
x y z )
u 2 u 2 u 2 u
(+ +
t ' x2 y 2 z 2
=0 )
'
kemudianganti t =t , diperoleh

u 2 u 2 u 2 u
( 2.8 )
t
( + +
x2 y2 z2
=0. )
2.3. Tulismasalahnilaiawalbatas yang
harusdiselesaikanuntukmengetahuidistribusisuhusebelumnyapadasilinderbatang yang

panjangnya L dengan permukaan silinder yang terisolasi,


t=t 0
diberikandistribusisuhuawaldaribatangpadasaat dan suhu pada bagian ujung batang

t t0
untuk setiap .

3. Persamaan Laplace

Persamaan Laplace

2 2 2
( 3.1 ) u2 + u2 + u2 =0
x y z

Berkembang dari studi tentang kelas besar dari fenomena fisika yang diketahui sebagai
fenomena keadaan tetap. Fenomena-fenomena ini dikarakterisasi oleh kenyataan bahwa

fenomena-fenomena tersebut tidak bergantung pada variabel waktu t . Mari kita

pertimbangkan kasus fungsi distribusi suhu dalam keadaan tetap yang homogen dan isotropik.

u
Karena fungsi u tidak bergantung pada variabel waktu t , =0
dan persamaan
t

konduksi kalor menjadi persamaan laplace (3.1).Jika adalah notasi untuk bagian dalam

benda, fungsi temperatur keadaan tetap u ( x , y , z ,) pasti memenuhi persamaan (3.1) pada

setiap titik ( x , y , z , ) pada .

Persamaan (3.1) memiliki banyak solusi tak terbatas. Untuk menentukan solusi khusus
yang mendeskripsikan distribusi temperatur yang sebenarnya pada benda, kondisi tambahan
harus dispesifikkan. Kenyataan ini sangat kontras dengan persamaan kalor (2.8) yang
mendeskripsikan fenomena yang bergantung pada waktu, tidak ada kondisi awal yang
dibutuhkan untuk menspesifikkan persamaan (3.1). Formula yang tidak bergantung pada waktu
pada kondisi terbatas (2.10), (2.11) dan (2.12) adalah
(3. 2) u ( x , y , z )=f ( x , y , z , ) ; ( x , y , z )

u
( 3.3 ) ( x , y , z , )=g ( x , y , z , t ) ; ( x , y , z )
n

u
( 3.4 ) ( x , y , z ) ( x , y , z ) + ( x , y , z ) u ( x , y , z )=h ( x , y , z ) ; ( x , y , z )
n

Masalah mencari solusi dari Persamaan Laplace (3.1) yang memenuhi salah satu dari
kondisi batas (3.2), (3.3), atau (3.4) disebut Masalah Nilai Batas. Lebih spesifiknya, masalah
masalah mencari solusi dari (3.1) yang memenuhi kondisi batas (3.2) dikenal sebagai Masalah
Dirichlet. Masalah untuk menyelesaikan subjek (3.1) terhadap kondisi batas (3.3) dikenal
sebagai Masalah Neumann. Terakhir, masalah untuk menyelesaikan subjek (3.1) terhadap
kondisi batas (3.4) dikenal sebagai Masalah Campuran atau Masalah Nilai Batas Ketiga.
Masalah-masalah ini akan lebih lanjut dipelajari pada Chapter VII.

2u 2u
0 ...(3.5)
x 2 y 2
Dalam kasus sebuah lempengan dengan ketebalan yang
konstan, temperatur keadaan tetap u adalah fungsi dengan hanya dua variabel dan memenuhi
Persamaan Laplace Dua Dimensi.

Persamaan Laplace dua dimensi mengatur bentuk dari sebuah selaput lentur seperti
contoh selaput drum. Selaput tersebut merupakan selaput yang tahan akan segala jenis
perentangan atau penarikan ke segala arah tanpa mengubah bentuk aslinya .Misalkan selaput
lentur tersebut menempati daerah pada bidang (x,y) yang dibatasi oleh kurva mulus C, dan
menyatakan interior dari daerah tersebut. Sumbu u ortogonal ke bidang (x,y)(lihat Gambar 3.1).
Misalkan batas kurva mulus C diparametrikkan oleh persamaan

x x( s ), y y ( s ); s I.
~~
CC
Misalkan setiap titik di batas selaput dipindahkan sepanjang garis tegak lurus bidang
(x,y) dan batas tersebut terikat di sepanjang kurva .
x x( s), y y ( s ), u (s); s I.
Kurva memproyeksikan bidang (x,y)
atas kurva C dan diberi persamaan

~
u u ( x, y ); ( x, y ) .
Selaput tersebut kemudian mengambil bentuk
permukaan yang diberikan oleh persamaan berbentuk

Sekarang kita membuat asumsi:


(a) Pada saat kita memindahkan selaput dari bidang (x,y) ke bentuk akhirnya yaitu u = u(x,
y), setiap titik di selaput bergerak hanya pada sepanjang garis yang paralel ke sumbu u.
(b) Selaput bentuknya hanya berubah sedikit, oleh karena itu nilai turunan
u y u x
dan adalah kecil.

2u 2u
0; (x, y)
x 2 y 2
Dari kedua asumsi (a) dan (b) dapat ditunjukkan bahwa
fungsi u(x, y) haruslah memenuhi Persamaan Laplace Dua Dimensi (3.5).Jadi, untuk menentukan
bentuk akhir dari selaput tersebut kita harus menyelesaikan Masalah Dirichlet.

u(x, y) ( x, y ); (x, y) C
Gambar 3.1

Persamaan Laplace juga muncul dalam pembelajaran medan gaya yang dapat diturunkan
dari sebuah potensial. Sebagai contoh misalakan F adalah medan gaya yang disebabkan dari
distribusi muatan listrik di ruangan. F(x, y, z) adalah vektor gaya yang bertindak sebagai sebuah
unit muatan yang ditempatkan di titik (x, y, z). Dapat ditunjukkan bahwa F dapat diturunkan dari
sebuah fungsi potensial u; sebagai contoh, terdapat fungsi u sebagai berikut

F = - grad u.

Potensial u memenuhi Persamaan Laplace di setiap titik di ruangan yang bebas dari
muatan listrik. Medan gaya gravitasi oleh karena distribusi massa di ruangan tersebut juga dapat
diturunkan dari sebuah potensial dan fungsi potensial itu sendiri memenuhi Persamaan Laplace
di setiap titik di ruangan yang bebas dari massa.
Bab VI
PERSAMAAN FISIKA MATEMATIKA

4. Persamaan Gelombang
Fenomena getaran dan perambatan gelombang dapat dibentuk sebuah persamaan
diferensial parsial yang dikenal sebagai persamaan gelombang.
Misalkan kita pertimbangkan getaran pertama pada sebuah bidang benang atau dawai
seperti dawai pada gitar. Andaikan panjang pada dawai adalah L dan ketika dawai dalam
keseimbangan, dawai tersebut menempati bagian dari sumbu x dari x = 0 sampai x = L (lihat
Gambar 4.1)

Kita asumsikan dawai tersebut bergetar pada sebuah bidang, bidang (x , u) , dan setiap

titik pada pergerakan dawai hanya sepanjang garis yang tegak lurus dengan sumbu x (parallel

dengan sumbu u). u(x ,t ) menotasikan perpindahan pada saat t dari titik pada

u
ditempatkannya dawai di x (ketika dalam keseimbangan). Dibawah penambahan asumsi x

kecil (yaitu getaran pada dawai memiliki amplitude yang kecil) dapat ditunjukan u(x ,t )

harus memenuhi persamaan diferensial parsial


2 2
( 4.1 ) T u2 u2 =0
x t

dimana T adalah tegangan pada dawai dan adalah kepadatan linear. Persamaan (4.1)

dikenal dengan persamaan getaran dawai atau persamaan dawai. Ini juga dikenal dengan

1
T
persamaan gelombang satu dimensi. Dengan membuat c= ( ) 2
, persamaan (4.1) menjadi

2 u 2 u
T =0
x2 t2

2 u 2 u
T =
x2 t2

T 2 u 2 u
=
x2 t 2

2 2 u 2 u
c 2
= 2
x t

2 u 1 2 u
2
= 2 2
x c t

2 2
( 4.2 ) u2 12 u2 =0
x c t

Seperti yang akan kita lihat pada Bab VIII, c adalah kecepatan rambatan gelombang pada

dawai. persamaan (4.2) dapat disederhanakan dengan mengganti skala waktu. Atur t ' =ct

kemudian turunkan, (4.2) menjadi :


'
Dengan t =ct , maka

t ' ( )
t ' =ct = ct
t t
'
t
=c
t

t ' t t'
t= ' = '
c t t c ()
t 1
=
t ' c

u u t
=
t' t t '

u u 1
=
t t c
'

atau
u u t'
=
t t' t

u u
= c
t t'

Sehingga
2 u u
=
t2 t t ( )
u

( )
t t '
c

u
c
( )
t t '

u
c ( )
t t
'

u
c '( )
t t
'
c
2 2 u
c
t '2

Sehingga persamaan
2 u 1 2 u
=0
x 2 c 2 t 2

2 u 1 2 2 u

x2 c2 (
c '2 =0
t )
2 u 2 u
2 '2 =0
x t

'
Misalkan kembali t =t(t baru) sehingga,
2 2
( 4.3 ) u2 u2 =0
x t

Fungsi u(x ,t ) menggambarkan sejarah dari pergerakan pada dawai harus memenuhi

persamaan (4.3) untuk setiap titik x pada interval terbuka 0< x < L dan untuk setiap t .

Persamaan (4.3) memiliki tak terhingga banyaknya solusi dan supaya memilih solusi khusus
yang menggambarkan getaran yang sebenarnya pada dawai kondisi tambahan harus ditentukan.
Seperti dalam kasus persamaan kalor, kondisi ini berada dalam dua kategori, kondisi awal dan
kondisi batas. Berbeda dengan persamaan kalor, dua kondisi awal perlu ditetapkan pada saat

t0
awal ,

( 4.4 ) u ( x , t 0 ) = ( x ) , 0 x L

u
( 4.5 ) ( x , t )= ( t ) , 0 x L
t

Kondisi (4.4) menentukan pemindahan awal pada dawai, sementara kondisi (4.5) menentukan

kecepatan awal. Beberapa jenis batasan kondisi pada ujung-ujung x=0 dan x=L pada

dawai yang mungkin, tergantung pada cara dimana ujungnya diikat atau dilepas. Kondisi ini
u
u t t0
menentukan nilai dari atau turunan x pada ujung-ujung dawai untuk semua .

Untuk contoh, jika kedua ujung dawai tetap, maka


( 4.6 ) u ( 0, t ) =0,u ( L , t ) =0,t t 0

Masalah menemukan solusi dari persamaan gelombang (4.3) bergantung pada kondisi awal (4.4),
(4.5), dan untuk kondisi batas (4.6) adalah sebuah masalah nilai awal terbatas.
Jika dawai tak terhingga tidak ada batas kondisi harus ditentukan, dan masalah
menemukan solusi dari persamaan gelombang (4.3) bergantung pada kondisi awal
( 4.7 ) u ( x ,t 0 ) = ( x ) ,< x <

u
( 4.8 ) ( x ,t 0 )= ( x ) ,< x <
t

adalah sebuah masalah nilai awal atau masalah Cauchy (bandingkan dengan Bab IV). Solusi dari
masalah ini dapat diperoleh menggunakan solusi umum (7.22) dari persamaan gelombang yang
berasal di Bab V.

Persamaan Gelombang Dimensi 2

Salah satu contoh gelombang pada dimensi 2 adalah pada membrane yang bergetar. Karena
ketebalan nya sangat tipis maka diabaikan sehingga hanya ada ukuran panjang dan lebar, maka

persamaan gelombangnya ada pada dimensi 2. Misalkan u( x , y , t) menunjuka perpindahan

saat t pada titik dalam membran yang berlokasi pada (x , y ) lihat gambar berikut
Dengan asumsi lokasi pada bagian 3 (persamaan la place), dapat ditunjukan bahwa u( x , y , t)

harus memenuhi persamaan

2 u 2 u 1 2 u
=0( 4.9)
x 2 y 2 c 2 t2

1/ 2
Dimana c=( T / ) , T adalah tegangan membrane dan adalah kerapatan permukaan.

Persamaan (4.9) dikenal sebagai persamaan dari getaran membrane atau persamaan gelombang
dua dimensi. Sebagaimana halnya pada getaran dawai, 2 kondisi harus ditetapkan,

(4.10)
u ( x , y , t 0 ) = ( x ) ,(x , y )

u
t
( x , y , t0 ) = ( t ) ,(x , y ) (4.11)
Juga batas-batas kondisi bermacam-macam dapat ditetapkan, tergantung kecepatan
menggetarkan membran. Untuk contoh, kondisi batas dipercepat sepanjang kurva bidang saat

melayang pada bidang (x , y ) , batas kondisi harus ditetapkan sebagai

t t 0 (4.12)
u ( x , y ,t )=0, ( x , y ) ,

Persamaan Gelombang Dimensi 3

Terakhir kita ingat kembali getaran dari gelombang suara atau bunyi. Ini merupakan getaran
yang kecil dari gas, seperti udara, menempati sebuah daerah pada ruang dimensi tiga. Misalkan

menotasikan bagian dalam dari daerah ini dan misalkan u(x , y , z , t) menotasikan

deviasi/penyimpangan dari tekanan lingkungan (normal) dari gas pada titik ( x , y , z) dari

dan saat t . Dibawah beberapa hipotesis, ini dapat ditunjukan bahwa u harus

memenuhi persamaan differensial parsial,

2 u 2 u 2 u 1 2 u
=0 (4.13)
x 2 y 2 z 2 c2 t 2

Dimana c adalah kecepatan merambat suara di udara.persamaan (4.13) dikenal sebagai

persamaan bunyi atau persamaan gelombang dimensi tiga. Kondisi awal dan kondisi batas
dihubungkan dengan persamaan (4.13) sama halnya pada kasusu persamaan gelombang dimensi
satu dan dua.

Getaran yang lain dan phenomena perambatan gelombang seperti pada getaran gelombang
elektromagnetik yang dapat digambarkan oleh persamaan gelombang.

Masalah 4.1
Pada bab V sub b 7, kita telah menunjukkan bahwa solusi umum dari persamaan gelombang
dimensi 1 (4.3) sebagai berikut:
u ( x , t )=F ( x+ t ) +G( xt)
Dimana F dan G adalah sembarang fungsi satu variabel.
a) Gunakan solusi umum ini untuk menentukan solusi dari masalah nilai awal (4.3), (4.7), (4.8)

t o=0
dengan
x+t
1 1
( 4.14 ) u ( x ,t )= [ ( x+ t ) + ( x t ) ] + ( ) d
2 2 xt

b) Tunjukkan dengan subtitusi langsung bahwa (4.14) memenuhi persamaan gelombang (4.3)
dan kondisi awal (4.7) dan (4.8) dengan t0 = 0.
Jawab :
Persamaan gelombang:
2 2
u u
2
2
=0
x t

Masalah nilai awalnya adalah


( 4.7 ) u ( x ,0 )= ( x )

( 4.8 ) ut ( x , 0 )= ( x )

Solusi umum

u ( x , t )=F ( x+ t ) +G ( xt ) (1)

Misalkan
=x +t , =xt

Sehingga persamaan (1) dapat ditulis menjadi U ( , ) =F ( )+ G()

Perhatikan bahwa
U t ( , )=U t +U t

'
F ( )G' ()

Akibatnya,
' '
U t ( x ,t )=F ( x +t ) G ( xt )

U t ( x ,0 )=F' ( x )G' ( x)
Dari persamaan (4.8) kita peroleh F' ( x ) G' ( x )= ( x ) . Dengan mengintegralkan kedua ruas

diperoleh

F ' ( x )G' ( x )= ( x )
x
F ( x )G ( x ) = ( ) d , a R (2)
a

Dari (4.7) kita peroleh F ( x )+ G ( x )= ( x ) (3)

Selesaikan persamaan (2) dam (3)


x
F ( x )G ( x )= ( ) d
a
F ( x ) +G ( x )= (x)
x
+
2 F ( x ) =( x ) + ( ) d
a
x
1 1
F ( x ) = ( x ) + ( ) d
2 2a

x
1 1
Sehingga diperoleh G ( x )= ( x )F ( x ) = 2 ( x ) 2 ( ) d
a

Karena
u ( x , t )=F ( x+ t ) +G ( xt ) , maka

[ ][ ]
x+ t xt
1 1 1 1
u ( x , t )= ( x+t ) + ( ) d + ( xt ) ( ) d
2 2 a 2 2 a

x+t xt
1 1 1 1
( x +t )+ ( xt ) + ( ) d ( ) d
2 2 2 a 2 a

a x+t
1 1 1
( ( x +t ) + ( x t ) ) + ( ) d + ( ) d
2 2 xt 2 a

x+t
1 1
u ( x , t )= ( ( x +t ) + ( xt ) ) + ( ) d
2 2 xt
Merupakan solusi khususnya.
x+0
1 1
u ( x , t 0=0 ) = ( ( x+ 0 ) + ( x 0 ) ) + ( ) d
2 2 x0

x
1 1
( ( x ) + ( x ) )+ ( ) d
2 2 x

1
( 2 ( x ) ) +0= ( x )
2

u ( x , 0 )= ( x ) , persamaan (4.7) terpenuhi.

u ( x , 0)
= ( ( x ) )=0= (x) , persamaan (4.8) terpenuhi.
t t

x +t
u 1
=
x x 2 ( 1 1
( x+t ) + ( x t ) + ( ) d
2 2 xt )
1 1 1 1
' ( x+ t ) + + ( x+ t ) ( xt )
2 2 2 2

2 u 1 ' ( 1 1 1
2
=
x x 2 (
x +t )+ + ( x +t ) ( xt )
2 2 2 )
1 1 1
'' (x +t )+ ' ( x +t ) ' ( xt )
2 2 2

x+t
u 1
=
t t 2 ( 1 1
( x +t ) + ( xt )+ ( ) d
2 2 xt )
1 1 1 1
' ( x+ t ) + ( x +t )+ ( xt )
2 2 2 2

2 u 1 ' ( 1 1 1
2
=
t t 2 (
x +t ) + ( x+ t ) + ( x t )
2 2 2 )
1 1 1
'' (x +t )+ ' ( x +t ) ' ( xt )
2 2 2
Sehingga
2 u 2 u 1 '' (
x 2
t 2 [ 1 ' ( x+t ) 1 ' ( xt )
2 = x +t ) +
2

2
1 '' 1
][ 1
(x +t)+ ' ( x+t ) ' ( xt )
2 2 2 ]
2 u 2 u
=0
x 2 t2

Persamaan (4.3) terpenuhi.

5. Masalah Well Posed


Pada pembahasan sebelumnya,kita telah melihat banyak fenomena fisika yang
mengandung Persamaan Diferensial Parsial. Sebagai contoh bisa kita lihat pada dua

permasalahan sederhana berikut. Jika u(x, y) merupakan distribusi keadaan mantap

temperatur dalam ruang yang dibatasi plat homogen isotropik dan jika temperatur pada plat yang
dibatasi itu diketahui, maka u haruslah solusi masalah nilai terbatas.
2 2
( 5.1 ) u2 + u2 =0, ( x , y )
x y

( 5.2 ) u ( x , y ) =f ( x , y ) , ( x , y )

Dimana adalah bagian dalam dari plat dan adalah batas. Jika u(x,t) merupakan

perpindahan dari dawai yang tak hingga dan jika perpindahan dan kecepatannya diketahui

t=t o
pada t awal , maka u haruslah solusi dari masalah nilai awal
2 2
( 5.3 ) u2 u2 =0 ;< x < ,t 0 <t
x t

( 5.4 ) u ( x , t )= ( x ) ,< x<

u
( 5.5 ) ( x , t0 ) = ( x ) ,< x<
t

Hal ini masuk akal, untuk mengetahui temperatur pada batas plat untuk menentukan
temperatur pada setiap titik plat. Begitu juga, untuk permasalahan selanjutnya, yaitu kita
to
mengetahui perpindahan dan kecepatan pada dawai pada waktu awal untuk menentukan

t t0
gerakan dawai untuk setiap .

Definisi 5.1
Masalah yang melibatkan persamaan differensial parsial dikatakan masalah well-posed jika
memenuhi tiga syarat:
(a) Ada solusi
(b) Solusi tunggal
(c) Solusi tergantung pada kekontinuan data dari masalah
Mempelajari fenomena fisika dengan menjadikan masalah yang melibatkan persamaan
diferensial parsial, tidak cukup membuat masalah memiliki solusi tunggal. Ini penting untuk
mengetahui bahwa solusi tergantung pada kekontinuan data dari masalah. Sebaliknya kita tidak
yakin solusi dari masalah menggambarkan fenomena fisika diperlukan tingkat ketelitian.
Tujuan mempelajari persamaan diferensial parsial adalah:
1. Menentukan kondisi masalah well-posed
2. Menggambarkan cara menemukan solusi atau pendekatan solusi dari masalah well-posed
3. Menentukan sifat-sifat umum dari solusi
Kita akan menunjukkan pada Bab VIII bahwa memenuhi asumsi masalah nilai batas (5.1),
(5.2) adalah well-posed. Memenuhi asumsi, masalah nilai awal (5.3), (5.4), (5.5) juga well-
posed. Nyatanya kita sudah menentapkan solusi pada masalah 4.1 karena (4.14) adalah solusi
dari masalah. Pada bab VIII kita akan menunjukkan solusi tunggal (4.14). Menggunakan rumus
solusi, kita juga akan menunjukkan solusi tergantung pada kekontinuan data.
Perlu ditekankan bahwa tidak setiap masalah dikatakan well-posed. Sebagian besar fenomena
fisika mengarah pada masalah nilai awal, atau batas, atau batas awal yang well-posed.
Ternyata setiap persamaan diferensial parsial memiliki beberapa masalah yang berkaitan dengan
well-posed walaupun masalah lain tidak well-posed. Supaya mengilustrasikan hal ini, kita
perhatikan lagi masalah nilai batas (5.1), (5.2) dan masalah nilai awal (5.3), (5.4), (5.5). Masalah
ini well-posed, meskipun persamaan Laplace dan persamaan gelombang hanya berbeda tanda.
Periksa juga masalah nilai awal (masalah Cauchy) untuk persamaan Laplace dan masalah nilai
batas (masalah Dirichlet) untuk persamaan gelombang. Ternyata masalah ini bukan well-posed.
Masalah nilai awal untuk persamaan Laplace bukan well-posed yang ditunjukkan Hadamard
(lihat masalah 5.2). Kita tahu dari teorema Cauchy-Kovalevsky bahwa masalah memiliki solusi
tunggal jika data awal diasumsikan analitik. Tetapi, masalah tersebut bukan well-posed karena
solusi tidak tergantung pada kekontinuan data awal. Contohnya masalah nilai batas untuk
persamaan gelombang yang bukan well-posed digambarkan dalam masalah 5.3. Masalah ini
bukan well-posed karena memiliki solusi tak terhingga.

Masalah 5.3
Masalah Dirichlet untuk persamaan gelombang,
2 u 2 u
2
2 =0; 0< x< T , 0<t < T ,
x t

u ( 0,t )=u ( L , t ) =0 ; 0 t T ,

u ( x , 0 )=u ( x , T )=0 ; 0 x L

dimana rasio T/Ladalah bilangan rasional, katakan T/L = m/n dimana m dan n adalah bilangan
bulat positif.
nx mt
u ( x , t )=Csin sin
L T

adalah solusi dari permasalahan setiap konstan C yang berubah-ubah, dan selain itu masalah ini
memiliki solousi tak berhingga.

Masalah 5.2
Contoh Hadamard, bagian a dan c
a. Perhatikan masalah Cauchy untuk persamaan Laplace di R2

{
2 2
u u
2
+ 2 =0
y x
( 5.6 ) u ( x , 0 )=0
1
u y ( x ,0 )= sin nx
n

dimana n bilangan bulat positif, tunjukkan bahwa


1
( 5.7 ) u ( x , y )= 2
sinh ny sin nx
n

merupakan suatu solusi


c. Misal f dan g analitik, u1 solusi dari masalah Cauchy
2 u 2 u
2
+ 2 =0
y x

( 5.8 ) u ( x , 0 )=f (x)

u y ( x , 0 )=g (x)

dan u2 solusi dari masalah Cauchy


2 u 2 u
2
+ 2 =0
y x

( 5.9 ) u ( x , 0 )=f (x)

1
u y ( x , 0 )=g ( x ) + sin nx
n

tunjukkan bahwa
1
( 5.10 ) u 2 ( x , y ) u1 ( x , y )= sinh ny sin nx
n2

Jawab :

a. Akan ditunjukkan u ( x , 0 )=0


1 1 e ny eny
u ( x , y )= sinh ny sin nx= sin nx
n2 n2 2

1 1 e0 e0 1
u ( x , 0 )= 2
sinh 0 sin nx= 2
sin nx= 2 0 sin nx=0
n n 2 n
Jadi, terbukti bahwa

u(x , 0)=0
1
u y ( x , 0 )= sin nx
Akan ditunjukkan n
1
u ( x , y )= 2
sinh ny sin nx
n

1 1 eny +eny
u y ( x , y )= 2
cosh ny sin nx= 2
sin nx
n n 2

1 1 e 0 +e 0 1 1+ 1 1
u y ( x , 0 )= 2
cosh 0 sin nx= 2
sin nx= 2 sin nx= 2 sin nx
n n 2 n 2 n
Jadi, terbukti bahwa
1
u y ( x , 0 )= sin nx
n

2 u 2 u
Akan ditunjukkan + =0
y2 x2
1
u ( x , y )= sinh ny sin nx
n2
Dari pengerjaan sebelumnya didapat :
1
u y ( x , y )= 2 cosh ny sin nx
n
dengan demikian
2 u 1
= sinh ny sin nx
y 2 n2

2 u
Sedangkan untuk x2

1
u x ( x , y )= sinh ny cos nx
n2

2 u 1
2
= 2 sinh ny sin nx
x n

Oleh karena itu


2 u 2 u 1
2
1
(
+ 2 = 2 sinh ny sin nx+ 2 sinh ny sin nx =0
y x n n )
Jadi terbukti bahwa

2 2
u u
+ =0
y2 x2

Karena
1
u ( x , y )= sinh ny sin nx
n2

memenuhi
2 u 2 u
+ =0
y2 x 2

u ( x , 0 )=0

1
u y ( x , 0 )= sin nx
n

1
u ( x , y )= sinh ny sin nx
maka terbukti bahwa n
2 merupakan suatu solusi.

c. Diketahui :
u1 solusi dari masalah Cauchy (5.8)

2 u 2 u
2
+ 2 =0
y x

u ( x , 0 )=f (x )

u y ( x , 0 )=g (x)

dari pengerjaan soal bagian a, kita dapatkan


1
u ( x , y )= 2
sinh ny sin nx
n

merupakan solusi dari masalah Cauchy


2 u 2 u
+ =0
y2 x 2

u ( x , 0 )=0

1
u y ( x , 0 )= sin nx
n

u=u 3
Kita misalkan sehingga

1
u ( x , y )=u3 (x , y)= sinh ny sin nx
n2

2 ( u 1+u 3) 2 ( u1+u3 )
Akan dibuktikan + =0
y2 x2

2 2
( u 1+u 3) ( u1+ u3 )
+
y2 x2

2 2 2 2
( u1 ) ( u 3 ) ( u1 ) ( u3 )
+ + +
y2 y2 x2 x2

2 ( u1 ) 2 ( u1 ) 2 ( u3 ) 2 ( u3 )
(y
2
+
x
2
+)(y
2
+
x
2 )
=0+0=0

Jadi terbukti bahwa


2 ( u 1+u 3) 2 ( u1+u3 )
+ =0
y2 x2

Akan dibuktikan (u1 +u3 ) ( x , 0 )=f (x)

( u1 +u3 ) ( x , 0 )=( u1 ) ( x , 0 ) + ( u 3 ) ( x , 0 )=f ( x ) +0=f ( x )

Jadi terbukti bahwa


(u1 +u3 ) ( x , 0 )=f ( x)
1
u +u ( x , 0 )=g ( x ) + sin nx
Akan dibuktikan ( 1 3 ) y n

1
( u1 +u3 ) y ( x , 0 )=( u1 ) y ( x , 0 ) + ( u 1) y ( x , 0 )=g ( x )+ n sin nx

u1 +u3
Karena f dan g analitik maka u2 haruslah sama dengan

1
u2=u1 +u3 =u1 + sinh ny sin nx
n2

Sehingga didapat
1 1
u2u1 =u1+ 2
sinh ny sin nx u1= 2 sinh ny sin nx
n n

Jadi terbukti
1
u2u1 = sinh ny sin nx
n2

LapLaces Equation

Bab ini dikhususkan mempelajari persamaan Laplace. Persamaan ini mempunyai


ketertarikan yang sangat besar oleh matematikawan, insinyur, dan ilmuwan, karena
persamaan ini bangkit dalam pembelajaran banyak fenomena fisika. Dalam subbab
1, fungsi harmonik didefinisikan sebagai solusi persamaan Laplace yang turunan
keduanya kontinu. Dalam subbab 2 dan 3, banyak fungsi harmonik yang diperoleh
dengan menggunakan metode pemisahan variabel, pergantian variabel dan invers
yang bekerja pada lingkaran dan bola. Pada subbab 4, masalah nilai batas yang
berkaitan dengan persamaan Laplace dijelaskan dan diilustrasikan dengan contoh
fisika. Pada bab 5, ...

1. Fungsi Harmonik

Persamaan Laplace

2 u 2 u 2 u
+ ++ =0
x 21 x 22 x 2n
Merupakan persamaan diferensial parsial dari elliptic type yang sangat
sederhana dan sangat penting.

Definisi 1.1

Misal merupakan domain di R


n
. Sebuah fungsi u C 2 () yang

memenuhi persamaan Laplace di disebut fungsi harmonik di .

Fungsi harmonik didefinisikan sebagai fungsi kontinu yang memenuhi


persamaan Laplace.

Teorema 1.1

Misal u adalah solusi dari persamaan Laplace yang kontinu di domain

. Maka u analitik di .

Problems 1.1

Buktikan bahwa semua fungsi linear

u=a1 x 1 +a2 x 2+ +an x n+ a0

n
Adalah harmonik di R .

1.u x 1=a1 ; u x2=a2 ; ;u xn =an

2.u x 1 x 1=0 ; u x2 x2 =0 ; ; uxnxn =0

3.u x 1 x 1+ ux 2 x 2 ++u xnxn=0

Karena fungsi linear u kontinu di Rn dan dapat didiferensialkan dua kali

serta u memenuhi persamaan Laplace, jadi u adalah fungsi harmonik

di Rn .
Problems 1.2 (a)

Tunjukkan bahwa u=xy dan u=x 2 y2 harmonik di R2 .

2 2
u=xy u=x y

1.u x = y ; u y =x ; 1.u x =2 x ; u y =2 y ;

2.u xx=0 ;u yy =0; 2.u xx =2;u yy =2;

3.u xx +u yy =0+0=0 3.u xx +u yy =2+(2)=0

2. Beberapa Fungsi Harmonik Dasar Metode Pemisahan Variabel

Telah Dibahas pada bab VI bahwa potensial elektrostatis pada sebarang titik
( x , y , z ) (0,0,0) , berkaitan dengan sebuah unit charge pada titik asal di

1 1
R3 , adalah sebanding dengan dengan
2 2
r=(x + y + z ) 2 2
merupakan
r

jarak ( x , y , z) dari titik asal. Ini dikenal di Fisika dimana potensial berkaitan
dengan sebarang distribusi dari charges yang memenuhi persamaan Laplace
pada sebarang titik di space free from charge.

1
u= , r 0 (2.1)
r
3
adalah sebuah fungsi harmonik di R kecuali di titik asalnya.
Fungsi (2.1) dibedakan oleh simetrinya pada titik asal, ini hanya bergantung
pada jarak radial r dari titik asal dan tidak bergantung pada variabel sudut
dan .

n
adalah operator Laplace di R yang berkaitan dengan koordinat bola
2
(koordinat polar di R ).

1 u 1 2 u
Di R
2
, u= r +( )
r r r r 2 2

1 n1 u
Di Rn dengan n>2 , u=
r n1
r
r (r
+ n u )
Dimana
n adalah operator diferensial parsial orde kedua yang hanya berkenaan

dengan variabel sudut.

Karena fungsi harmonik hanya bergantung pada r di Rn , fungsi harmonik

u(r ) harus memenuhi persamaan

1 u
r
r r r
=0 ( )
Fungsi 1, logr (n=2)

adalah dua solusi untuk persamaan di atas yang bebas linear dan solusi umumnya
mengandung seluruh kombinasi linear dari fungsi-fungsi di atas.

Di Rn , dengan n>2 fungsi harmonik u(r ) harus memenuhi persamaan

1 n1 u
r
n1
r
r (r
=0 )
dan dua solusi bebas linear untuk persamaan di atas adalah
1
1, (n>2)
r n2 .

Penggunaan metode pemisahan variabel atau fourier method untuk


memperoleh fungsi harmonik lainnya. Pada R2 , metode ini dimulai dengan
mencoba menemukan fungsi harmonik u(r,) yang memiliki bentuk khusus

u(r,) = R(r)() (2.9)


Asumsikan u(r,) adalah hasil perkalian dari fungsi r dan fungsi .
Substitusi (2.9) ke persamaan Laplace di koordinat polar, diperoleh

R+ R+ R = 0

Dengan membagi persamaan dengan R dan mengalikan dengan r2,


diperoleh

}} over {R} =- {{} ^ {n}} over {}


r 2 R (2.10)

Sisi kiri persamaan 2.10 adalah fungsi dari r dan sisi kanan adalah fungsi dari
.

}} over {R} = =- {{} ^ {n}} over {}


Maka 2.10 adalah setara dengan r2 R .

Atau dengan pasangan persamaan


2 '
r +r R R=0(2.11)

' ' + =0 (2.12)

Dimana konstan. Dapat disimpulkan bahwa untuk u(r,) dari bentuk (2.9) untuk
memenuhi persamaan Laplace, fungsi R dan harus memenuhi persamaan
diferensial biasa (2.11) dan (2.12). Persamaan 2.11 dikenal sebagai persamaan
Euler dan memiliki dua solusi bebas linear.

{
R ( r ) = 1,log r if =0

r , r if 0 (2.13)

Dua solusi bebas linear dari (2.12) adalah

( )= {cos 1,, sinif =0


if 0 (2.14)

tidak dapat diasumsikan bahwa, untuk setiap nilai dan untuk fungsi (2.13) dan

(2.14) bentuk berikut u ( r , )=R ( r ) ()

(2.15)
terdefinisi sebagai sebuah fungsi harmonik di setiap domain dari R2. Hal ini hanya
berlaku jika (2.15) adalah fungsi yang well defined (C 2) di .

Ini berarti bahwa agar (2.15) untuk menentukan fungsi nilai tunggal di , fungsi

() harus periodik dengan periode 2 (misalkan) dan harus memenuhi


kondisi berikut

( +2 )= ( ) , (2.16)

Jika adalah domain yang berisi kurva mengelilingi titik asal, fungsi angular yang
dapat digunakan dalam (2.15) untuk menentukan fungsi harmonik di adalah

( )=cos n , sin n ; n=1, 2, (2.17)

Fungsi radial yang sesuai

R ( r ) =
{r 1,, r log; n=1,
n n
r ; n=0
2, (2.18)

u ( r , )=
{ 1, r n cos n , r n sin n ; n=1, 2,
log r , rn cos n , rn sin n ; n=1, 2, (2.19)

Jika tidak mengandung titik asal R2 , semua fungsi di (2.19) harmonik di . Jika
mengandung titik asal, hanya fungsi pada baris pertama adalah harmonik di .

Misalkan adalah domain dari R2 yang tidak mengandung titik asal. Maka

u(r,) = (2.20)

Pada koordinat segiempat, fungsi harmonik (2.20) adalah

u ( x , y )=arctan ( xy ) , 0< x< , < y < (2.21)

x
u ( x , y )= arctan
2 y ()
, < x< , 0< y< (2.22)

Menerapkan metode pemisahan variabel untuk mendapatkan fungsi harmonik


dalam domain dari R3. Dalam hal ini dicari fungsi harmonik u(r,,) dari bentuk

u(r,,) = R(r)Y(,) (2.23)


Dengan mensubstitusi (2.23) ke persamaan laplace, diperoleh
'
( r 2 R ' ) R=0 (2.24)

3 Y + Y =0 (2.25)

Dua solusi bebas linear dari (2.24) adalah


1 2
r , r (2.26)

Dimana 1 dan 2 adalah akar dari persamaan

( +1) =0

Persamaan (2.25) memiliki solusi nontrivial hanya ketika sama dengan salah satu
dari nilai

n = n(n+1), n=0,1,2,

Untuk setiap n , ada 2n+1 solusi bebas linear dari (2.25), disimbolkan dengan

Solusi ini disebut harmonik Laplace bola, dimana =n , maka fungsi radial nya

rn, r-n-1; n=0,1,2,

dan fungsi harmonik (2.23) adalah

3. Mengganti Variabel Untuk Menghasilkan Fungsi Harmonik Baru Invers Terhadap


Lingkaran dan Bola

Pada bagian sebelumnya kita memperoleh koleksi fungsi harmonik dengan


metode pemisahan variabel. Dengan prinsip superposisi semua kombinasi linear
dari fungsi ini juga harmonik. Dalam bagian ini dijelaskan cara untuk
memperoleh fungsi harmonik baru dari satu yang diketahui dengan merubah
variabel.
Pertama-tama kita pertimbangkan fungsi harmonik di R2. Diberikan dan
adalah domain di R2, misalkan ada pemetaan satu-satu dari ke diberikan
oleh :

x = x(x,y) y=y(x,y), (3.1)

dengan pemetaan invers dari ke diberikan oleh :

x=x(x,y) y=y(x,y) (3.2)

Kita asumsikan fungsi x(x,y) dan y(x,y) ada di C 2(), sedangkan fungsi x(x,y)
dan y(x,y) ada di C2().

Diberikan u(x,y) adalah fungsi yang terdefinisi di dan u(x,y) adalah fungsi
yang terdefinisi di dengan rumus :

u(x,y) = u(x(x,y) , y(x,y)) (3.3)

pemetaan (3.1), (3.2) dapat dikatakan sebagai transformasi koordinat atau


perubahan variabel.

Transformasi Dasar :

1. Translasi

x = x + x0, y = y + y0;

x = x x0, y = y y0,

dimana (x0, y0) adalah titik yang ditetapkan di R2.

2. Rotasi

x = (cos )x + (sin )y, y = -(sin )x + (cos )y;

x = (cos )x (sin )y, y = (sin )x + (cos )y,

dimana adalah sudut yang ditetapkan.

3. Refleksi : refleksi garis lurus di R2

contoh :

x = x, y = -y; x = x, y = -y

merupakan refleksi terhadap sumbu-x

x = -x, y = y; x = -x, y = y,

merupakan refleksi terhadap sumbu-y


dan

x = y, y = x; x = y, y = x,

merupakan refleksi terhadap garis x = y.

4. Transformasi yang dilatasi

x = x, y = y; x = (1/ )x, y = (1/ )y,

dimana adalah konstanta yang tak nol.

Contoh 3.2

Dengan rotasi bentuk (2.19) menjadi

Fungsi pada baris pertama harmonik di R2. Dimana, fungsi pada baris kedua juga
harmonik di R2 kecuali di titik (0,0).

Pada transformasi dasar yang telah kita definisikan di R 2 memiliki analog yang
jelas dalam R3 dan dalam ruang dimensi yang lebih tinggi. Contoh,

(x2 + y2 + z2)-1/2

fungsi ini harmonik dalam R3 kecuali di titik asal dan dengan translasi

[(x-x0)2+(y-y0)2+(z-z0)2]-1/2

fungsi ini harmonik dalam R3 kecuali titik (x0, y0, z0).

Pada notasi vector, r =(x,y,z), r0 =(x0,y0,z0), fungsi tersebut dapat ditulis menjadi

|r-r0|-1 (3.8)

Dan fungsi ini harmonic di R3 dengan titik awal r0.

Kecuali untuk translasi, semua transformasi dasar di R n diberikan oleh


persamaan dengan bentuk
xi = i=1,,n (3.9)

Atau dalam notasi matriks x=Ax (3.10)


Dan A = [aij] adalah matiks non singular nxn dengan invers A -1 oleh karena itu
x=A-1x (3.11)

Sebuah transformasi pada bentuk (3.10), (3.11) disebut transformasi linear dari
koordinat di Rn dan apabila diberikan sebuah matriks A.

Pertanyaan : mana transformasi linear dari koordinat yang dapat


mempertahankan keharmonikan dari sebuah fungsi?
Jawaban atas pertanyaan ini diberikan dalam teorema berikut.

Teorema 3.1
Sebuah transformasi linear dari koordinat mempertahankan keharmonikan dari
setiap fungsi harmonik jika dan hanya jika diberikan oleh matriks A dari bentuk

A=B (3.12)

B adalah sebuah matriks orthogonal dan positif konstan. B dikatakan


orthogonal jika
n

b ik b jk {1if i= j
0 if i j
k=1

(3.12) dapat ditulis dengan A=(I ) B

Dimana I adalah matriks kesatuan dan I mendefinisikan transformasi


kesamaan.

Teorema 3.1 menegaskan bahwa transformasi linear yang mempertahankan


keharmonikan adalah komposisi dari transformasi kesamaan, rotasi dan refleksi.

Sekarang beralih ke diskusi lain, transformasi penting dan berguna untuk R 2


dikenal sebagai inversi sehubungan dengan lingkaran.

Misalkan S (0,a) menunjukkan batas lingkaran di R2 dengan pusat (0,0) dan jari-
jari a. Dalam koordinat polar, titik (r,) dan (r,*) dikatakan inversi sehubungan
dengan S(0,a) jika
r r =a2 , = (3.13)

Perhatikan bahwa dua titik inversi sehubungan dengan S(0,a) terletak pada
garis radial yang sama. Pemetaan yang memetakan titik (r, ) ke (r*,*)
diberikan oleh
a2
r= , = (3.14)
r

Dengan pemetaan invers yang diberikan oleh


2
a
` r= ,= (3.15)
r

Pemetaan (3.14) didefinisikan untuk semua titik (r,) dalam R 2 kecuali titik (0,0).
Peta dari titik di luar lingkaran S(0,a) ke titik dalam S(0,a) dan sebaliknya,
sementara poin yang terletak pada lingkaran S(0,a) telah ditetapkan. Sebuah
adalah domain yang terletak di luar S(0,a) dipetakan ke domain * dalam S(0,a).

Misalkan berupa domain dalam R2 yang tidak mengandung titik (0,0) dan u(r,)
harmonik di . Kemudian u(r*,*) fungsi yang diperoleh dari u(r,) dengan
mengganti r dengan a2/r* dan dengan *, adalah harmonik dalam *.
Inversi sehubungan dengan bola dalam R3 didefinisikan dengan cara yang sama.
Misalkan S(0,a) adalah permukaan bola dengan pusat (0,0) dan jari-jari a.

Dalam koordinat bola, titik (r,,) dan (r*,*,*) dikatakan Inversi sehubungan
dengan S(0,a) jika
2
r r =a , = , = (3.16)

Misalkan menjadi domain dalam R3 yang tidak memuat titik (0,0) dan u(r,,)
fungsi harmonik di . Misalkan * menjadi citra omega berdasarkan inversi
(3.16) dan menentukan fungsi u*(r*,*,*) di * oleh rumus
a2
u (r , , )=u( , , ) (3.17)
r

Maka u* harmonic di * yang tergantung pada variabel r*,*,*.


Dalam invers, itu sering menggunakan notasi vektor. Jika r dan r* merupakan
vektor posisi dari dua titik Inversi sehubungan dengan S(0,a) maka
r r
= ,|r|=r ,|r |=r , (3.18)
r r

dan karenanya,
r r a2
r= r = r = r. (3.19)
r r r

sehingga,
r r a2
r= r= r = 2 r . (3.20)
r r r

Dalam R2, jika u(r) adalah harmonik dalam domain , maka


a2
u( 2 r ) (3.21)
r

harmonik di *. Dalam R3, jika u(r) adalah harmonik dalam domain , maka u
2
a a
u ( r )= u ( 2 r ) (3.22)
r r

harmonik di *.

4. Masalah Nilai Batas yang Terkait dengan Persamaan Laplace

Persamaan laplace muncul dalam banyak fenomena fisika. Contohnya, jika


fungsi u menyatakan distribui temperatur keadaan tetap, dalam tubuh
isotropik homogen, maka pada setiap titik interior untuk tubuh, u harus
memenuhi persamaan Laplace. Tentu saja, fakta ini saja tidak cukup untuk
menentukan u karena ada solusi tak terhingga dari persamaan laplace. Jika
kita mempunyai informasi tambahan sehingga distribusi temperatur pada
batas tubuh atau fluks panas diseluruh batas, maka u harus memenuhi
kondisi pada batas disebut kondisi batas. Masalah dalam menentukan fungsi
u yang memenuhi persamaan laplace di interior tubuh dan kondisi batas
disebut masalah nilai batas. Dalam sesi ini kita menetapkan tiga dasar
masalah nilai batas yang terkait dengan persamaan laplace.

Masalah Dirichlet atau masalah nilai batas pertama


Diberikan omega domain terbatas di Rn dengan batas mulus di

, dan f fungsi yang diberikan terdefinisi dan kontinu di . Cari




fungsi u yang terdefinisi dan kontinu di akhir(penutup) pada

sehingga u harmonik di dan u sama dengan f di . Lebih

eksplisitnya, cari fungsi u dimana dalam C2 ( ) dan dalam C0 () dan


memenuhi
u=0 (4.1)
u ( x ) =f ( x ) , x (4.2)
Persamaan (4.2) disebut kondisi batas dari masalah dan f fungsi yg diberikan
disebut sebagai data batas.
Dalam definisi masalah Dirichlet, kondisi yang kita telah kenakan pada
, dan f terlalu ketat. kita melakukan ini dalam rangka untuk
membuat diskusi, setidaknya pada awalnya sesederhana mungkin. Nanti kita
akan mempertimbangkan masalah dimana domain dapat tak terbatas,

batas mungkin memiliki sudut dan fungsi f mungkin diskontinu. Ketika


adalah bagian luar dari daerah dibatasi, maka masalah ini disebut
masalah Dirichlet eksterior.
Itu selalu berguna untuk diingat contoh fisika. diberikan fungsi u
menggambarkan distribusi temperatur steady state dalam tubuh isotropik
homogen interior yang merupakan domain. Dan biarkan f fungsi yang
diberikan menggambarkan distribusi temperatur pada permukaan tubuh.
Dalam rangka untuk mencari u distribusi temperatur kita harus memecahkan
masalah Dirichlet.
Dimana adalah domain terbatas di Rn . Dan c adalah konstanta

yang diberikan.
Dalam masalah ini f (x) = c. Hal ini jelas bahwa fungsi konstan u(x) = c
adalah solusi untuk masalah ini. Kami akan lihat nanti dalam bab ini bahwa
ini adalah satu-satunya solusi untuk masalah ini. Dalam hal contoh fisika kita,
ini berarti bahwa jika permukaan tubuh yang terbatas disimpan pada suhu c
konstan, suhu steady state di setiap titik di dalam tubuh juga sama dengan c.

Masalah Neumann atau masalah nilai batas kedua


n
Diberikan menjadi domain terbatas di R dengan batas halus

, dan biarkan n = n (x) menjadi vektor satuan luar normal doomega

pada titik x. Biarkan f menjadi fungsi terdefinisi dan kontinu pada doomega.


Cari fungsi u didefinisikan dan kontinu di sehingga u harmonik di

dan sedemikian rupa sehingga luar biasa derivatif u/ n pada sama


dengan f.
u=0, dalam (4.3)

u (x)
=f ( x ) , x (4.4)
n
Sebuah contoh fisik yang terkait dengan masalah Neumann ini, cari
distribusi temperatur steady state yang stabil dalam tubuh isotropik
homogen jika hukum fluks panas di permukaannya dikenal. Jika misalnya
permukaan tubuh disekat , fungsi f di kondisi batas Neumann (4.4) adalah
nol.
Contoh 4.3 Selesaikan masalah Neumann
u=0, dalam

u ( x )
=0, x
n

Dimana domain terbatas di Rn dan jelas di semua fungsi konstan


u ( x ) =c
Dimana c adalah setiap konstan, merupakan solusi dari masalah.
Dengan demikian, masalah ini memiliki takterhingga banyaknya solusi.
Dalam hal contoh fisika kita ini berarti bahwa distribusi temperatur steady
state dalam tubuh dengan permukaan yang disekat adalah konstan. Dalam
rangka untuk menentukan suhu konstan ini cukup untuk mengetahui suhu
tubuh pada satu titik.
Kombinasi kondisi batas Dirichlet dan Neumann juga muncul dalam
masalah konduksi panas dan menyebabkan masalah nilai batas.

Masalah Mixed (campuran) atau masalah nilai batas ketiga


Diberikan menjadi domain terbatas di Rn dengan batas halus

, dan biarkan n = n (x) menjadi vektor satuan luar normal pada

x. Biarkan , , dan f menjadi fungsi yang diberikan didefinisikan

dan terus menerus pada . Cari u fungsi yang ditetapkan dan kontinu



dalam .
Tiga tujuan utama dari bab ini adalah sebagai berikut;
1. Untuk menentukan kondisi di mana masalah nilai batas well-posed, yakni,
masalah memiliki solusi unik yang tergantung terus menerus pada data
batas.
2. Untuk menggambarkan metode untuk menemukan solusi dari masalah
well-posed/
3. Untuk menentukan sifat umum dari solusi.
Perlu ditekankan bahwa tidak setiap masalah yang kelihatannya masuk
akal well-posed Kita akan lihat misalnya bahwa Neumaan tidak memiliki
solusi kecuali fungsi f adalah sedemikian rupa sehingga terpisahkan selama
sama dengan nol. Bahkan saat ini kondisi yang diperlukan keberadaan
solusi dipenuhi, masalahnya mungkin memiliki solusi tak terhingga
banyaknya seperti dalam kasus dengan masalah contoh 4.3. Sebagai contoh
lain, masalah Dirichlet eksterior dalam dua variabel saling bebas memiliki
takterhingga banyaknya solusi kecuali kita memaksakan kondisi bahwa solusi
tersebut harus dibatasi.
Setelah kita tahu bahwa masalah well-posed kita dapat mencoba untuk
menemukan solusinya. Kecuali bila masalahnya adalah khusus sederhana,
kita tidak bisa berharap untuk menemukan rumus sederhana untuk solusi.
Namun, kami selalu dapat menemukan pendekatan numerik untuk solusi,
mungkin dengan bantuan komputer.
Dalam studi masalah batas nilai yang berkaitan dengan persamaan
Laplace ini linearitas operator Laplacian memainkan peran yang sangat

penting. Misalkan misalnya bahwa


u1 merupakan solusi dari masalah
Dirichlet
u=0 ; u=f 1 on

Dan
u2 merupakan solusi dari masalah Dirichlet
u=0 ; u=f 2 on

Kemudian untuk setiap


c 1 dan c 2 konstan dan kombinasi linear

u=c1 u1 +c 2 u 2 merupakan solusi dari masalah Dirichlet

u=0 ; u=c 1 f 1 +c 2 f 2 on

Secara khusus, jika


u1 dan
u2 merupakan solusi dari masalah Dirichlet

yang sama maka perbedaan


u=u 1u2 merupakan solusi dari masalah
Dirichlet dengan data batas nol.
u=0 ; u=0 on (4.7)
Dengan demikian, untuk membuktikan keunikan solusi dari masalah Dirichlet
(4.1), (4.2) itu sudah cukup untuk menunjukkan bahwa satu-satunya solusi
untuk (4.7) adalah fungsi yang identik dengan nol.

Anda mungkin juga menyukai