Skripsi Implementasi Hukum Bagi Pengguna Narkotika Di Wilayah Hukum Polsek Binjai Timur
Skripsi Implementasi Hukum Bagi Pengguna Narkotika Di Wilayah Hukum Polsek Binjai Timur
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TJUT NYAK DHIEN YAYASAN
APIPSU MEDAN 2021
Abstrak
Implementasi Hukum Bagi Pengguna Narkotika Di Wilayah Hukum Polsek Binjai Timur
(Desember 2020 – Januari 2021)
Helman Simarmata1
Andi Nova Bukit, SH, MH2
Mospa Darma, SE, SH, M.Kn3
Dalam membangun masyarakat yang kuat dan sehat sehingga menjadikan suatu negara
menjadi sosok negara yang kuat dari sudut sumber daya manusianya. Pengaruh narkoba
menjadikan sumber daya manusia menjadi hancur dan tak berguna sebab efek narkoba
menjadikan setiap individu mnjadi rusak fisik dan mentalnya terlebih lagi narkoba yang
beredar melalui proses kimiawi yang secara nyata menghancurkan segala elemen didalam
tubuh manusia.Penindakan terhadap pemyalahgunaan narkotika dilingkungan Kepolisian
sektor Binjai Timur.Dilakukan secara intensif dan menghormati aturan rehabilitasi dari Badan
Nasional Narkotika dengan tujuan memberikan pembinaan terhadap masyarakat dengan
secara aturan yang berlaku dan dengan mengacu pada hak asasi manusia baik terhadap korban
sebagai pengguna narkoba ataupun terhadap masyarakat yang menjadi dampaknya.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 3 Undang-Undang tentang Narkotika
diselenggarakan berasaskan: keadilan; pengayoman; kemanusiaan; ketertiban; perlindungan;
keamanan; nilai-nilai ilmiah; dan kepastian hukum.
Pada UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 54 menyatakan pecandu narkotika
dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.
Rehabilitasi medis yakni terkait pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sedangkan rehabilitasi
sosial terkait pemulihan sosial dan mental pecandu narkoba.
Pada Pasal 55 menyebutkan permohonan rehabilitasi ini dilaporkan oleh si pecandu atau
keluarga ke lembaga rehabilitasi medis dan sosial. Sedangkan untuk pecandu narkoba di
bawah umur, dilaporkan oleh walinya.
Kata kunci:Implementasi hukum, Bagi pengguna narkotika, Di wilayah hukum, Polsek Binjai
Timur.
1
Mahasiswa Fakultas Tjut Nyak Dhien
2
Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Tjut Nyak Dhien Medan
2
Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Tjut Nyak Dhien Medan
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga
penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul: IMPLEMENTASI HUKUM BAGI
PENGGUNA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM POLSEK BINJAI TIMUR. Skripsi ini
untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Strata Satu pada Program Studi Ilmu Hukum Universitas Tjut Nyak
Dhien.
Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda tercinta Alm,
Kaliaman Simarmata dan Ibunda yang kusayangi Mariani Lbn.Raja yang telah mencurahkan
segenap cinta dan kasih sayang serta perhatian moril maupun materil. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan keberkahan di dunia dan di
akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.
Penghargaan dan terima kasih penulis berikan kepada Bapak Andi Nova
Bukit,S.H.,M.H. selaku Pembimbing I dan Bapak Mospa Darma, SE.,SH.,Mkn. selaku
Pembimbing II yang telah membantu penulisan skripsi ini. Serta ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Cut Sartini selaku Ketua Yayasan APIPSU Universitas Universitas Tjut Nyak
Dhien.
2. Bapak Dr. Kurniawan, ST.,MT. selaku Rektor Universitas Universitas Tjut Nyak
Dhien.
3. Ibu Elyani SH., M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Tjut Nyak Dhien.
4. Bapak Andi Nova Bukit, S.H.,M.H. selaku Ketua Program Studi Hukum Universitas
Tjut Nyak Dhien Universitas Tjut Nyak Dhien dan selaku dosen Pembimbing satu.
6. Terima Kasih Kepada istri Sunita Siska Lumban Raja dan anak-anakku tercinta,
Ananta, Dwika, Iin ivanka dan Aldrich Samuel.
7. Sahabat-sahabatku Pinten, Inal, Ade dan Dimas dan rekan-rekan mahasiswa khususnya
program studi S1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Tjut Nyak Dhien
Universitas Tjut Nyak Dhien.
8. Seluruh teman-teman di Polsek Binjai Timur, buat teman yang keseluruhan saya yang
selalu membantu di dalam penyusunan skripsi dan juga ucapan terimakasih atas
perhatiannya selama ini terhadap Penulisan Skripsi saya.
ii
Akhir kata penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Karena itu, penulis memohon saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
kesempurnaannya dan semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan diucapkan Trima Kasih.
iii
DAFTAR ISI
Abstrak…………………………………………………………………………………………i
Kata Pengantar………………………………………………………………………………...ii
Daftar isi……………………………………………………………………………………….iii
BAB I
A. Pendahuluan...…………………………………………………………………………1
B. Perumusan Masalah…………………………………………………………….……11
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………………….…11
D. Batasan Masalah.……………………………………………………………….……11
E. Penjelasan Istilah…………………………………………………………….………11
F. Kegunaan Penelitian…………………………………………………………………12
G. Sistematika Pembahasan…………………………………………………….………13
H. Landasan Teori………………………………………………………………………13
I. Kajian Terdahulu……………………………………………………………………15
J. Metodologi Penelitian………………………………………………………………16
BAB II
TINAJAUAN PUSTAKA
B. Pengertian Narkotika…………………………………………………………..……27
BAB III
PENERAPAN UNDANG-UNDANG 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DI
POLSEK BINJAI TIMUR TERHADAP PENGGUNA NARKOBA
iv
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT PENGGUNA 0.5 GRAM
AKAN NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM POLSEK BINJAI TIMUR
A. Perlindungan Hukum…....……………………………………………………………64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…...………………………………………………………………………74
B. Saran…...……………………………………………………………………………..74
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………...……75
v
vi
BAB I
A. Pendahuluan
Pengertian hukum juga dijabarkan oleh para ahli, di antaranya Plato yang menyebut
hukum merupakan sebuah peraturan yang teratur dan tersusun dengan baik, serta dapat
mengikat terhadap masyarakat ataupun pemerintah.Menurut Soedjono Dirdjosisworo bahwa
pengertian hukum dapat dilihat dari delapan arti, yaitu hukum dalam arti penguasa, hukum
dalam arti para petugas, hukum dalam arti sikap tindakan, hukum dalam arti sistem kaidah,
hukum dalam arti jalinan nilai, hukum dalam arti tata hukum, hukum dalam arti ilmu hukum,
hukum dalam arti disiplin hukum.
W.L.G Lemaire memberikan pengertian mengenai hukum pidana itu terdiri dari norma-norma
yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang oleh pembentuk undang-undang
telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat
khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu
sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu keharusan untuk melakukan
sesuatu) dan dalam keadaaan-keadaan bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-
tindakan tersebut2.
Kehidupan dalam masyarakat yang sedikit banyak berjalan dengan tertib dan teratur ini
tidak lepas dari adanya dukungan oleh adanya suatu tatanan. Karena dengan adanya tatanan
inilah kehidupan menjadi tertib. Sehingga hukum di sini dengan adanya tatanan inilah
kehidupan menjadi tertib, hukum disini merupakan bagian intergral dari kehidupan
manusia.Hukum mengatur dan menguasai manusia dalam kehidupan manusia dalam
1
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Alumni, Bandung,
2000, h. 21.
2
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung: 1984,h. 1-2.
1
kehidupan bersama, maka perlindungan hukum dari situlah sangatlah dibutuhkan bagi
manusia demi perkelakuan di masyarakat untuk memberikan suatu nilai keadilan bagi
masyarakat. Intinya, perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang diikuti oleh subjek hukum dalam Negara
hukum, berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan3.
Hingga saat ini, pengertian hukum belum ada yang pasti. Atau dengan kata lain, belum
ada sebuah pengertian hukum yang dijadikan standar dalam memahami makna dan konsep
hukum4. Notohamidjojo mendefinisikan hukum adalah sebagai keseluruhan peraturan yang
tertulis dan tidak tertulis yang biasanya bersifat memaksa, untuk kelakuan manusia dalam
masyarakat negara (serta antar negara), yang mengarah kepada keadilan, demi terwujudnya
tata damai, dengan tujuan memanusiakan manusia dalam masyarakat5. Sedangkan menurut
Soedarto pidana adalah penderitaan yang sengaja di bebankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu6.
Hans Kelsen menjelaskan bahwa hukum merupakan teknik sosial untuk mengatur
perilaku masyarakat7.Beberapa arti hukum dari berbagai macam sudut pandang yang
dikemukakan oleh Soedjono Dirdjosisworo menggambarkan bahwa hukum tidak semata-mata
peraturan perundang-undangan tertulis dan aparat penegak hukum seperti yang selama ini
dipahami oleh masyarakat umum yang tidak tahu tentang hukum. Tetapi hukum juga meliputi
hal-hal yang sebenarnya sudah hidup dalam pergaulan masyarakat 8.Pengertian Hukum
menurut Utrecht adalah himpunan peraturan-peraturan atau perintah, dan larangan yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyarakat itu9.Menurut
Hans Kelsen, hukum adalah ilmu pengetahuan normatif dan bukan ilmu alam10.
Hukum bisa berfungsi untuk mengendalikan masyarakat dan bisa juga menjadi sarana
untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat11.Menurut E. Utrecht: “Hukum
merupakan himpunan petunjuk hidup perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam
3
M. Hadjon, Philipus, Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia (Surabaya: Bina Ilmu, 1987),
h.105.
4
Ranidar Darwis, Pendidikan Hukum dalam Konteks Sosial Budaya bagi Pembinaan Kesadaran
Hukum Warga Negara, Bandung: Departemen Pendidikan Indonesia UPI, 2003,h. 6.
5
O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media, Salatiga, 2011,h.121.
6
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung: 2005, h. 2.
7
Hans Kelsen, Dasar-Dasar Hukum Normatif, (Jakarta: Nusamedia, 2009), h. 343.
8
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008 ), h. 25-
43.
9
C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. 1986, h.38
10
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (Jakarta: Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, 2006), h. 12.
11
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996, h. 189
2
suatu masyarakat yang seharusnya ditaai oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu
pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah/penguasa
itu12.”
Roscoe Pound menyatakan bahwa: “Hukum dalam arti sebagai tata hukum atau
hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan tingkah laku para individu yang
memengaruhi individu lainnya, atau tata sosial, atau tata ekonomi. Hukum juga dalam arti
selaku kumpulan dasar-dasar dari kewenangan sebuah putusan–putusan pengadilan dan
tindakan administratif (harapan–harapan) atau tuntutan – tuntutan) oleh manusia sebagai
individu ataupun kelompok –kelompok manusia yang memengaruhi hubungan mereka atau
menentukan tingkah laku mereka, hukum juga merupakan realitas sosial, negara didirikan
demi kepentingan umum dan hukum adalah sarana utamanya13.”
Eksistensi hukum diperlukan untuk mencegah timbulnya bahaya-bahaya yang mampu
meresahkan kehidupan masyarakat sehingga setiap anggota masyarakat merasa aman dan
tentram karena memperoleh suatu perlindungan hukum”14. Karakteristik hukum adalah
memaksa disertai dengan ancaman dan sanksi. Tetapi hukum bukan dipaksa untuk
membenarkan persoalan yang salah, atau memaksa mereka yang tidak berkedudukan dan tidak
beruang. Agar peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan benar-benar dipatuhi dan ditaati
sehingga menjadi kaidah hukum, maka peraturan kemasyarakatan tersebut harus dilengkapi
dengan unsur memaksa. Dengan demikian, hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa
setiap orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas
(berupa hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mau mematuhinya15.
Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak hanya menyangkut
masalah substansinya saja, akan tetapi selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang ada. Untuk itu
dalam pandangannya beliau menyatakan : “ Pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya
mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana
yang sesuai dengan nilai-nilai sosio politik, sosio filosofik dan sosio kultural masyarakat
Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan
hukum di Indonesia16.
12
H. Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, h. 11.
13
Ibid, h. 12.
14
Wahyu Afandi. Hukum Pengakan Hukum. Alumni Bandung. 1981. h: 4.
15
Suharto dan Junaidi Efendi, Panduan Praktis Bila Menghadapi Perkara Pidana, Mulai Proses
Penyelidikan Sampai Persidangan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010, h. 25-26.
3
Secara kebahasaan, kata perlindungan dalam bahasa Inggris disebut dengan protection.
Istilah perlindungan menurut KBBI dapat disamakan dengan istilah proteksi, yang artinya
adalah proses atau perbuatan memperlindungi, sedangkan menurut Black’s Law Dictionary,
protection adalah the act of protecting17. Yang berarti tindakan melindungi.
Sedangkan fungsi hukum dapat disebutkan seperti:
Fungsi Hukum adalah:
1. Fungsi hukum sebagai alat untuk ketertiban dan keteraturan masyarakat“a Tool of
Social Control”
2. Fungsi Hukum sebagai alat perubahan sosial (penggerak pembangunan)“a Tool of
Engineering”
3. Fungsi Hukum sebagai Simbol
4. Fungsi Hukum sebagai melindungi kepentingan manusia“a political instrument”,
5. Fungsi Hukum Sebagai Integrator18
Manfaat Hukum didalam masyarakat yaitu:
1. Fungsi hukum sebagai sosial kontrol bertujuan untuk memberikan suatu batasan
tingkah laku masyarakat yang menyimpang dan akibat yang harus diterima dari
penyimpangan itu. Misalnya membuat larangan-larangan, tuntutan ganti rugi dan
sebagainya. Penggunaan hukum sebagai sarana sosial control dapat berarti hukum
mengontrol tingkah laku masyarakat, maksudnya bahwa hukum berfungsi memberikan
batasan tingkah laku warga masyarakat yang dianggap menyimpang dari aturan
hukum.
2. Fungsi ini sebagai sarana perekayasa sosial yaitu mengubah masyarakat dengan
menciptakan perubahan-perubahan dalam masyarakat menuju kemajuan yang
terencana, artinya untuk menata kembali kehidupan masyarakat secara secara
terencana sesuai dengan tujuan pembangunan bangsa kehidupan masyarakat namun
sampai kini ternyata selalu mengalami perubahan atau dinamika yang sangat pesat.
3. Fungsi ini dimaksudkan untuk menyederhanakan rangkaian tindakan atau peristiwa
tertentu, sehingga mudah diperoleh pengertian yang bersifat umum. Penyimbolan yang
dilakukan oleh hukum, jelas akan memudahkan baik oleh para pelaksananya maupun
16
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, h.
28.
17
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ninth edition, (St. Paul: West, 2009), h. 1343.
18
Tuti Haryanti, Jurnal Hukum Dan Masyarakat, Vol. X No. 2, Desember 2014, Fakultas Syariah dan
Ekonomi Islam.
4
masyarakat untuk saling mamahami tentang makna suatu peristiwa yang terjadi dalam
interaksi warga masyarakat.
4. Fungsi hukum sebagai sarana politik adalah untuk memperkokoh kekuasaan politik
atau mengefektifkan pelaksanaan kekuasaan negara. Melihat fungsi tersebut,
menunjukkan keberadaan hukum tertulis yang dibuat secara prosedural. Keberadaan
hukum dan politik dalam kenyataannya memang tidak mungkin dapat dipisahkan,
karena keberadaan hukum sebagai kaidah tertulis merupakan pesan pesan politik
politik, tetapi setelah ditetapkan pemberlakuannya, tidak boleh lagi ditafsirkan secara
politik yang bermuatan kepentingan, api harus ditafsirkan secara yuridis.
5. Fungsi hukum ini untuk mengurangi konflik yang terjadi dan memperlancar proses
interaksi pergaulan social.Artinya hukum menjadi sarana untuk menciptaan keserasian
berbagai kepentingan masyarakat, sehingga proses pergaulan hidup berlangsung
dengan tertib dan lancar19.
Narkoba adalah singkatan dari narkoba dan obat/bahan berbahaya . Selain Narkoba,
istilah yang di perkenalkan yang khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia
adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkoba Psikotropika dan Zat Adiktif. Semua
istilah ini baik Narkoba atau napza mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai
risiko kecanduan bagi penggunanya20.
Narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan-bahan zat adiktif lainnya) merupakan jenis
obat-obatan didalam medis yang bertujuan untuk membius pasien yang akan
dioperasi.Narkoba mempunyai dampak negatif yang sangat luas; apakah secara fisik, psikis,
ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan lain sebagainya. Jika penyalah gunaan narkoba tidak
diantisipasi dengan baik, maka akan rusak bangsa dan negara ini, sehingga, diperlukan kerja
sama yang baik dari seluruh komponen bangsa untuk penanggulangan penyalah gunaan
narkoba.21
Awalnya narkotika hanya digunakan sebagai alat bagi ritual keagamaan dan disamping
itu juga dipergunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada
mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat atau opium22.
19
Ibid.
20
Setijo Pitojo, Ganja, opium, dan coca komoditas terlarang (narkoba musuh kita bersama), cet.
Pertama, Angkasa Bandung 2006. h.10.
21
Fransiska Novita Eleanora, Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Pencegahan Dan
Penanggulangannya(Suatu Tinjauan Teoritis) Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1, April 2011,h.440.
22
Kusno Adi, Diversi Sebagai Upaya Alternative Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh
Anak, Umm Press, Malang, 2009, h. 3.
5
Narkotika asal kata dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius
sehingga tidak merasakan apa-apa.Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya
sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong),
bahan-bahan pembius dan obat bius23.
Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka yang
menggunakan dengan cara memasukan obat tersebut dalam tubuhnya, pengaruh tersebut
merupakan pembiasan, hilangnya rasa sakit rangsangan, semangat dan halusinasi24.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baiksintesis maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, membuat hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagai mana
terlampir dalam undang-undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika25.
Narkotika, menurut Pasal 1 angka 1,2 dan 3, Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika (“UU 35/2009”) disebutkan yaitu:
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
2. Prekusor Narkotika adalah zat atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagai mana terlampir dalam
Undang-Undang ini.
3. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan
menghasilkan Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau
non ekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya termasuk
mengemas dan atau mengubah bentuk Narkotika.
Menurut Soedjono, narkotika adalah bahan bahan yang terutama efek kerja pembiusan,
atau dapat menurunkan kesadaran, juga dapat menimbulkan gejala-gejala fisik dan mental
23
Mardani, Penyalahgunaan Narkotika dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Nasional,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, h. 782.
24
Juliana lisa, Nengah Sutrisna, Narkoba, psikotropika dan gangguan jiwa, Nuha Medika, Yogyakarta,
2003, h. 1.
25
Ferawati Royani dan Yurike, Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyalah gunaan
Narkotika Golongan I Menurut Studi Kriminologi (Di BNNP Bengkulu), Jurnal Hukum SehasenVol.2
No.1Tahun 2019.
6
lainnya apabila dipakai secara terus menerus dan secara liar dengan akibat antara lain
terjadinya ketergantungan pada bahan tersebut26.
Disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (“UU 5/1997”)27, pengertian psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psiko aktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Narkotika berasal dari bahasa inggris “Narcotics” yang berarti obat yang menidurkan atau
obat bius28.Kebanyakan orang menggunakan narkotika, psikotropika, dan minuman keras
karena adanya sensasi psikologis berupa perasaan menyenangkan yang mucul setelahnya.
Faktanya, semua jenis zat yang masuk ke dalam tubuh manusia akan diproses secara fisiologis
sebelum akhirnya dinilai oleh otak: enak atau tidak enak, nyaman atau tidak nyaman, lagi atau
berhenti dan sejenisnya29.
“Kata narkotika atau narcois berarti narkose atau menidurkan yaitu zat atau obat-obatan
yang membiuskan. Dengan pengertian yang lain narkotika adalah zat atau obat yang dapat
mengakibatkan ketidak sadaran atau pembiusan, karena zat-zat tersebut bekerja
mempengaruhi susunan syaraf sentral.30”
Narkoba saat ini tidak lagi menjadi hal yang mengherankan, mulai dari miras dan
kemudian dikemas kembali kedalam bentuk lain. Narkoba sudah dikemas sedemikian rupa,
baik dalam bentuk pil-pil kecil ataupun serbuk menjadikannya kelihatan lebih efisien (mudah)
untuk dibawa. Tampaknya perkembangan narkotika dan obat-obat berbahaya juga mengikuti
perkembangan teknologi yang menunjukkan keefisiennya. Bila ditelusuri, peredaran narkoba
sangatlah sistematis. Narkoba mudah diperoleh dan diedarkan karena gampang menjadi uang.
Dengan mudah, narkoba dapat terdistribusikan dengan baik untuk kemudian digunakan. Tanpa
hambatan berarti seseorang dapat menikmatinya secepat dan sebanyak yang ia inginkan.
Dengan syarat biaya ada, barang yang dipesan pun akan ada31.
26
Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Rineka Cipta, Jakarta, 2005), h. 68.
27
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (“UU 5/1997”).
28
S.Warjowarsito dan Tito W, Kamus Lengkap Bahasa Ingrris – Indonesia, Indonesia – Ingrris,
(Bandung,2002), h. 122.
29
Reza Indragiri Amriel, Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, ( Jakarta: Salemba Humanika,
2008), h.27.
30
Jeanee Mandagi, dkk, Pramuka Saka Bhayangkara. 1996.h. 33.
31
A. Qadir Gassing, Pelaksanaan Pendidikan Islam dan Implementasinya terhadap Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkoba, Alauddin University Press, Makassar, 2012, h. 195-197.
7
itu pada dasarnya merupakan rumusan yang nisbi.Mustafa mengatakan bahwa yang disebut
kejahatan sebagai gejala sosial tidak semata-mata merupakan tindakan yang dilarang hukum,
tindakan yang merupakan kelaianan biologis maupun kelaianan psikologis, tetapi tindakan-
tindakan tersebut merugikan dan melanggar sentimen masyarakat32.Jika banyak remaja yang
banyak mengkonsumsi narkoba dan banyak pula remaja yang sekolah akan kehilangan
prestasi belajarnya33.
Ganja dan bahan narkotik harganya sangat mahal. Sedang untuk kebutuhan rutin di
perlukan supply yang membanjir secara continue, karena itu betapapun besarnya harta
kekayaan, pemilik pasti jadi bangkrut tidak tertolong lagi. Bila pecandu sudah tidak berduit,
namun badan dan jiwa terus menerus ketagihan durgs, sedang minta kepada orang tua tidak di
beri lagi, dan harta milik udah habis, maka para pecandu itu lalu melakukan macam–macam
tindak kriminal dan amoral34.
Kriminologi adalah manusia sebagai mahluk sosial dan sekaligus menjadi mahluk
individu yang tidak lepas dari masalah kebutuhan (needs) yang untuk memperolehnya
senantiasa memerlukan pemikiran dan usaha semaksimal35.Menurut E.H Sutherland
kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomenal
sosial36.
Tingkah-laku menyimpang secara sosial tadi juga disebut sebagai diferensial sosial,
karena terdapat diferensiasi atau perbedaan yang jelas dalam tingkah-lakunya, yang berbeda
dengan ciri-ciri karakteristik umum.Masyarakat dan pemerintah secara bersama–sama
melakukan aktivitas-aktivitas penanganan masalah kejahatan anak tersebut antara lain dengan
jalan menyelenggarakan upaya37.
32
Mustafa, Muhammad, Krimonologi: Kajian Sosiologi terhadap Kriminalitas, Perilaku menyimpang,
dan Pelanggar Hukum, FISIP UI Press, 2007, h.17.
33
Martono, Lydia Harlina, Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis
sekolah, cet. 1 : Jakarta, Balai Pustaka, 2006, h.1
34
Kartini Kartono, Gangguan-Gangguan Kejiwaan,Cet.VII, Rajawali Pers, Jakarta:2012, h. 60.
35
Buku, Makmur, Kriminologi Administra Pemeritahan h. 40-46.
36
Susanto, Kriminologi, fakultas Hukum Universitas Ponogoro Semarang.
37
Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, Cet. XII; Rajawali Pers, Jakarta, 2014, h. 4.
8
berkaitan dengan bidang yang ditanganinya38.Penegakan hukum dengan sarana non penal
mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi39.
Pemberantasan tindak pidana narkotika melibatkan seluruh bangsa di dunia, namun
ternyata tingkat peredaran gelap narkotika sermakin tinggi dan merajalela.Beberapa indikasi
memperlihatkan bahwa kejahatan narkotika merupakan extraordinary crime.Pengertiannya
adalah sebagai suatu kejahatan yang sangat berdampak besar dan multi dimensional terhadap
sosial, budaya, ekonomi dan politik serta begitu dahsyatnya dampak negatif yang diakibatkan
oleh kejahatan ini. Untuk itu extraordinary punishment (hukuman luar biasa) sangat
diperlukan untuk jenis kejahatan yang sangat luar biasa dewasa ini yang sudah terjadi di
seluruh bangsa-bangsa di dunia ini sebagai transnational crime (kejahatan transnasional) 40.
Dari aspek kepentingan nasional, konvensi ini dapat menjamin kepastian dan keadilan
hukum dalam upaya penegakan hukum peredaran gelap narkotika dan psikotropika yang
melibatkan para pelaku kejahatan lintas batas teritorial Indonesia, disamping itu, untuk
kepentingan nasional khususnya kepentingan dalam negeri, akan diperoleh suatu kepastian
dan kemanfaatan dalam rangka pengaturan peredaran narkotika dan psikotropika untuk
kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan41.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 54
menyebutkan bahwa “Pecandu Narkotika dan korban penyalah gunaan narkotika wajib
menjalani rehabilitas medis dan rehabilitas sosial. Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika menyebutkan” Hakim yang memeriksa perkara pecandu
narkotika dapat melakukan dua hal, pertama Hakim dapat memutuskan untuk yang
memerintahkan yang bersangkutan menjalani/pengobatan apabila pecandu narkotika tersebut
terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. kedua, Hakim dapat menetapkan untuk
memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan/atau perawatan, apa bila pecandu
narkotika tersebut tidak bersalah melakukan tindak pidana narkotika, secara tersifat
kewenangan ini mengakui bahwa pecandu narkotika, selain sebagai selain sebagai pelaku
tindakan pidana juga sekaligus korban dari kejahatan itu sendiri yang dalam sudut viktimologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang korban termasuk hubungan antara korban dan
pelaku.Dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Pasal 8
38
Wahyu Desna Nugroho, Prof. Dr. Sunarto, S.H.,M.H, Firganefi, S.H.,M.H, Penegakan Hukum
Terhadap Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Polisi(Sudi Wilayah Hukum Polda Lampung).h.2.
39
Siswantoro Sonarso. 2004. Penegakan Hukum Dalam Kajian Sosiologis. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. h.142.
40
Anton Sudanto, Penerapan Hukum Pidana Narkotika Di Indonesia, ADIL: Jurnal Hukum Vol. 7
No.1, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta.
41
Siswantoro Sunarso, Penegakan Hukum dalam kajian Sosiologis, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004, h 1.
9
menjelaskanakan “Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan”42.
Berdasarkan identifikasi tipologi korban sesuai keadaan dan status korban, yaitu:
a. Unrelated victims, yaitu korban yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan
pelaku dan menjadi korban karena memang potensial.
b. Provocative victims, yaitu seseorang atau korban yang disebabkan peranan korban
untuk memicu terjadinya kejahatan.
c. Participating victims, yaitu seseorang yang tidak berbuat, akan tetapi dengan
sikapnya justru mendorong dirinya menjadi korban.
d. Biologically weak victims, yaitu mereka yang secara fisik memiliki kelemahan yang
menyebabkan ia menjadi korban.
e. Socially weak victims, yaitu mereka yang memiliki kedudukan sosial yang lemah
yang menyebabkan ia menjadi korban.
f. Self victimizing victims, yaitu mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang
dilakukannya sendiri43.
Adapun upaya untuk menangani para penyalah gunaan narkoba yakni salah satunya
adalah dengan Rehabilitasi. Agar supaya para penyalah guna narkoba dapat memantapkan
kepribadian untuk kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam
pasal 54 Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkoba yang menyatakan bahwa :
pecandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial44.
Badan Narkotika Nasional (disingkat BNN) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan
alkohol. BNN dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada
Presiden.
Dasar hukum BNN adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
Narkotika.Sebelumnya, BNN merupakan lembaga non struktural yang dibentuk berdasarkan
42
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
43
Rena Yulia, Viktimologi, Graha ilmu,Yogyakarta, h. 53-54.
44
Ratna WP, Aspek Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Yogyakarta, Legality, 2017), h. 3
10
Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002, yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden
Nomor 83 Tahun 200745.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana Penerapan Undang-Undang 35 tahun 2009 tentang narkotika di Polsek
BinjaiTimur terhadap pengguna narkoba?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap masyarakat akan bahaya narkotika di
wilayah hukum Polsek Binjai Timur?
C. Tujuan Penelitian
“Menurut Soerjono Soekanto, bahwa tujuan penelitian dirumuskan secara deklaratif dan
merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang dicapai dengan penelitian tersebut”46.
1. Tujuan khusus: Untuk mengetahui penerapan Undang-Undang 35 tahun 2009 tentang
narkotika di Polsek BinjaiTimur.
2. Tujuan spesial: Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat
akan bahaya narkotika di wilayah hukum Polsek Binjai Timur.
D. Batasan Masalah
Uraian dalam latar belakang masalah di atas tentu menimbulkan banyak permasalahan
yang dipertanyakan dan perlu diidentifikasikan. Agar pembahasan ini tidak terlalu melebar
maka peneliti memberi batasan masalah yang ada, yakni : dibatasi pada dalil Undang-undang
No 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dalam masalah yang timbul akan penerapan hukum
diPolsek Binjai Timur dan Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat di Wilayah Hukum
Polsek Binjai Timur.
E. Penjelasan Istilah
Penegasan dan Konsep Istilah
Penelitian ini membahas untuk mengetahui arti dalam judul yang digunakan didalam
penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan tentang pengertian istilah-istilah penting
dalam penelitian ini untuk itu penulis memaparkan beberapa pengertian istilah yang berkaitan
dengan judul adalah sebagai berikut:
45
Badan Narkotika Nasional Indonesia - Wikipedia bahasa ...id.wikipedia.org › wiki › Badan_
46
Soerjono, Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1986.
11
1. Implementasi Hukum.
Pengertian penerapan hukum adalah suatu peraturan atau perundang-undangan yang
telah disahkan selanjutnya diundangkan dilembaran negara, posisi ini undang-undang atau
peraturan tersebut telah diterapkan47.
2. Bagi Pengguna.
Menyatakan proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu; pemakaian48.
3. Narkoba.
Narkoba adalah singkatan dari (Bahasa Indonesia:narkotika dan obat/bahan berbahaya).
Salain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari (Bahasa Indonesia:
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif)49.
4. Diwilayah hukum Polsek Binjai Timur.
Memberikan pengertian bahwa Yurisdiksi atau jurisdiksi adalah wilayah/daerah tempat
berlakunya sebuah undang-undang yang berdasarkan hukum. Kata ini berasal dari bahasa
Latin ius, iuris artinya "hukum" dan dicere artinya "berbicara"50 yang berarti berada didalam
wilayah hukum Polsek Binjai Timur.
F. Kegunaan Penelitian
Glatthorn dan Joyner (dalam Emelia,) menyarankan bahwa rekomendasi yang
diberikan hanya yang berkaitan dengan apa yang ditemukan oleh penelitian yang dilaporkan
sebagai sesuatu yang perlu dilakukan51.
Kegunaan Penelitian
1. Secara ilmiah :
Kegunaan teoritis, yakni dapat dijadikan sebagai bahan diskusi untuk pembahasan
mengenai narkotika dan dapat dijadikan sebagai referensi oleh mahasiswa dalam
penulisan-penulisan yang terkait dengan narkotika selanjutnya.
2. Secara institusi:
47
hendriesipahutar.blogspot.com › 2012/10 › Penegakan Hukum - wajah hukum indonesia,
48
https://typoonline.com/kbbi/pengguna
49
Wikipedia Minangkabau - Lubuak aka tapian ilimu Wikidata: Narkoba (Q940), alun ado pemerian
Namo lain: Alun ado.
50
Yurisdiksi - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas id.wikipedia.org › wiki › Yurisdiksi
51
NK Mirahayuni, “Struktur bagian pembahasan (discussion section) pada artikel penelitian
dalam bahasa inggris” 14, no. 2 (2014): 4.
12
Kegunaan praktis, yakni berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai aturan yang berlaku.
3. Secara publik:
Penelitian hukum khususnya mengenai penegakan hukum tindak pidana narkotika
serta penelitian ini bertujuan agar terciptanya ketertiban dimasyarakat di wilayah
hukum Polsek Binjai Timur akan bahaya narkotika.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan permasalahan yang ada maka sistematika
pembahasan dalam penelitian ini disusun menjadi lima bab yang secara garis besar dapat
diuraikan:
Bab I : Pendahuluan. Bab ini merupakan pengantar menuju penelitian yang menjelaskan
tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II :Tinjauan pustaka
BabIII :Penerapan Undang-Undang 35 tahun 2009 tentang narkotika di Polsek Binjai
Timur terhadap pengedar.
Bab IV :Bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat akan bahaya narkotika di wilayah
hukum Polsek Binjai Timur.
BabV : Penutup. Pada bab ini merupakan isi dari hasil pembahasan/analisis data yang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran.
H. Landasan Teori
Teori menurut pandangan para pakar yaitu:Teori menurut Djojosuroto Kinayati &
M.L.A Sumaryati, Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan
antar konsep52.
Menurut pendapat Emory Cooper, mengatakan “Teori adalah suatu kumpulan konsep,
definisi, proposisi, dan variabel yang berkaitan satu sama lain secara sistematis dan telah
digeneralisasi sehingga dapat menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena (fakta-fakta)
tertentu”53.
52
Kinayati,Djojosuroto & M.L.A Sumaryati, Prinsip-prinsip Penelitian Bahasa dan Sastra,Yayasan
Nuansa Cendekia, Bandung, 2004.
53
Umar, Husein. Metode Riset Ilmu Administrasi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.
13
Menurut Jonathan Turner menyatakan bahwa teori ilmu dalam bersosialiasi adalah
penjelasan sistematis tentang hukum-hukum dan kenyataan-kenyataan yang dapat diamati,
yang berkaitan dengan aspek khusus dari kehidupan manusia54.
Menurut Hoy & Miskel (dalam Sugiyono), “Teori adalah seperangkat konsep, asumsi,
dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku
dalam berbagai organisasi”55.
Dalam pandangan Neuman teori adalah merupakan seperangkat konstruk (konsep),
definisi, dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematis melalui
spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena56.
Menurut Siswoyo (dalam Mardalis), bahwa “Teori adalah sebagai seperangkat konsep
dan definisi yang saling berhubungan yang mencerminkan suatu pandangan sistematik
mengenai fenomena dengan menerangkan hubungan antar variabel, dengan tujuan untuk
menerangkan dan meramalkan fenomena”57.
Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketenuan atau ketetapan.Hukum secara
hakiki harus pasti dan adil.Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab
secara normative bukan sosiologis.Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu
peraturan dibuat dan diundangakan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis58.
Menurut Kelsen, Hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang
menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan
tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang
deliberatif .Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman
bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama
individu maupun dalam hubungan bermasyarakat.Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi
masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu.Adanya aturan itu
dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum59.
Teori kepastian hukum Gustav Radbruch tersebut menurut akan analisanya dimana
kepastian hukum itu adalah kepastian tentang hukum itu sendiri.Radbruch menuliskan bahwa
54
Moleong, Lexy.J, Metodologi Penelitian Kualitatif., PT. Remaja Rosdakarya,Bandung. 2002.
55
Sugiyono Prof, Dr.. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kulaitatif dan R & D. Cv.
Alfa Beta Bandung:, 2010.
56
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2010.
57
Mardalis, Metode Penelitian Kualitatif (Suatu Pendekatan Proposal). Bumi Aksara,Jakarta, 2003.
58
Cst kansil,at al, kamus istilah hukum, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2009, h. 385.
59
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu hukum, Kencana, Jakarta, 2008, h. 158
14
di dalam hukum terdapat 3 (tiga) nilai dasar, yakni:(1) Keadilan (Gerechtigkeit); (2)
Kemanfaatan (Zweckmassigkeit); dan (3) Kepastian Hukum (Rechtssicherheit)60.Keberadaan
asas kepastian hukum merupakansebuah bentuk perlindungan bagi yustisiabel (pencari
keadilan) terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dan dapat
memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu61.
Asal mula ajaran kepastian hukum yaitu dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang berdasarkan
pada aliran pemikiran positivis didunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai
sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain
hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar
menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum
dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum.Sifat umum
dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan
keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian62.
I. Keaslian Penulisan
Suatu Penelitian agar tidak terjadi plagiatisasi maka dijadikan perbandingan dari
penelitian yang relevan terdahulu tentang narkotika yaitu:
1. Skripsi tentang Pelaksanaan Fungsi Badan Narkotika Nasional Terhadap
Pemberantasan Peredaran Narkotika Di Provinsi Sulawesi Selatan.oleh Ilham Nur
Putra B 121 12 143 program Studi Hukum Administrasi Negara fakultas Hukum
universitas Hasanuddin 2016 dalam penelitian ini menggunankan bahasa Indonesia
dengan Penelitian ini bersifat penelitan lapangan dimana pengumpulan data dilakukan
dengan metode wawancara terhadap beberapa pihak yang terkait dengan topik
penelitian. Selain itu penulis juga melakukan penelitian kepustakaan melalui data-data
yang berkaitan dan buku-buku yang berkaitan dengan topic penelitian. Selanjutnya
data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif dari
Undang-Undang 35 tahun 2009 tentang narkotika.
2. Skripsi tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Upaya pencegahan Penyalah gunaan
Narkoba (Studi kasus di wilayah hukum Direktorat Reserse Narkoba Polda Sulsel)
Oleh Suandi Kadir B11112627 Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum
60
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,Citra Aditya Bakti: Bandung, 2012, h. 19
61
Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti: Bandung, 1993, h.2.
62
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum ( Suatu kajian filosofis dan sosiologis), Toko Gunung Agung,
Jakarta,2002, h. 82-83
15
Universitas Hasanuddin Makassar 2018 Metode penelitian yang digunakan adalah
dengan pendekatan studi kasus dengan teknik wawancara, observasi, studi dokumen
dan kuesioner.Penelitian ini dilakukan terhadap 5 (lima) orang responden, dari
berbagai profesi, serta masing-masing 2 orang dari aparat kepolisian, 1 orang tokoh
agama, 1 orang tokoh masyarakat dan 1 orang tokoh pemuda.
3. Skripsi strategi pencegahan narkoba pada Badan Narkotika Nasional Provinsi Aceh
skripsi diajukan oleh:Chayank Ichwati Aulia 421307251 mahasiswa Fakultas Dakwah
Dan Komunikasi Jurusan Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Dakwah Dan
Komunikasi Universitas Islam negeri Ar-Raniry Darussalam -Banda Aceh 2017 m/
1438 h.
Perbedaan-perbedaan dengan skripsi ini khusus tentang penindakan terhadap pelaku
narkotika di lingkungan Polsek Binjai Timur.
J. Metodologi Penelitian
“Menurut The Liang Gie metode adalah suatu cara yang berulang kembali sehingga
menjadi pola untuk menggali pengetahuan tentang suatu gejala”.63
“Metode merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada dalam penelitian. Metodologi
pada hakikatnya memberikan pedoman tentang cara-cara seorang ilmuwan mempelajari,
menganalisis dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi”64.Winarno Surachmad
mengatakan bahwa metode merupakan cara utama yang digunakan dalam mencapai tujuan65.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan peneliti adalah jenis
penelitian kuantitatif. Penelitian normatif empiris merupakan salah satu jenis kegiatan
penelitian yang spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak
awal hingga pembuatan design penelitian, baik tentang tujuan penelitian, subyek penelitian,
obyek penelitian, sampel data, sumber data, maupun metodologinya66.
b. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional.
Metode korelasional sebenarnya kelanjutan dari metode diskriptif, yaitu
menghimpun data, menyusunnya secara sistematis, faktual dan cermat67.
63
Joko Poerwono. Metode Penelitian Hukum. UNS Press. 1998. h. 54.
64
Soejono, Soekanto. loc cit.h. 6.
65
Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar-Dasar Metode dan Teknik, Tarsito
Rimbuan, Bandung, 1995, h. 121.
66
Puguh Suharso, Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Bisnis: Pendekatan Filosofi dan Praktis, (Jakarta:
Indeks, 2009), h.3.
67
Jalaluddin Rahmad, Metode Penelitian Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004), h. 27
16
Pada penelitian ini mengambil langkah-langkah:
1. Jenis penelitian
Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian yuridis empiris, atau disebut dengan
penelitian lapangan yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi
dalam kenyataannya dalam masyarakat.68 Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum
mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada
setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.69
Menurut Sutrisno Hadi, mengartikan penelitian sebagai usaha untuk menemukan,
mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan70.Dalam penelitian ini digunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan sebagai objek penelitian yaitu pada kantor Polisi Sektor
Kota Binjai Timur.
2. Populasi sampel atau informan penelitian
Pada penelitian ini akan disertakan populasi sampel terhadap kejahatan narkotika
dilingkungan Polsek Binjai Timur dan mengumpulkan data-data yang berkaitan
dengan penelitian.
3. Sumber Data
Pada penelitian ini sumber data yang menjadi acuan yaitu data tabel dari Polsek Binjai
Timur terhadap penindakan terhadap kejahatan narkotika serta hasil wawancara
terhadap petugas penenganan perkara.
4. Definisi operasional
Pada penelitian ini definisi operasionalnya agar mendapatkan fakta yang sesungguhnya
di Polsek Binjai Timur.
5. Alat dan Tehnik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini yang menjadi alat dan tehnik pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan data-data dari kantor Polsek Binjai Timur serta dengan cara informan
dan juga wawancara.
6. Hasil Uji Coba Instrumen
68
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 2012, h.
126
69
. Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2004, h. 134
70
Definsi Penelitian Menurut Para Ahli – Jasa Pembuatan ...idtesis.com › apa-yang-dimaksud-dengan-
penelitian.
17
Jumlah tindak pidana narkotika di Polsek Binjai Timur 3 tahun terakhir dari mulai
tahun 2018 hingga tahun 2020.71
Pada penelitian ini hasil uji coba instrumen yaitu ditemukan adanya Teknik Pengumpulan
Data.Penelitian ini menggunakan penelitian dengan cara Primer dan sekunder yaitu:
Data Primer berupa data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama),
sementara data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.
Contoh data primer adalah data yang diperoleh langsung seperti dokumen, objek penelitian,
data hasil dari wawancara dengan nara sumber.Contoh data sekunder misalnya Undang-
undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika, Perundang-undangan yang berkaitan dengan
penelitian ini.
8. Tehnik Analisis Data
1) Pendekatan Penelitian
Penelitian ini melalui pendekatan yang dilakukan adalah secara pendekatan Undang-
undang dan aturan hukum lainnya tentang narkotika.
Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach).
Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang
bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi. Pendekatan
perundang-undangan ini misalnya dilakukan dengan mempelajari konsistensi/kesesuaian
antara Undang-Undang Dasar dengan Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu
dengan Undang-Undang yang lain.
Menurut Sunaryati Hartono terdapat beberapa manfaat penelitian seperti:
1. Mengetahui atau mengenal apa dan bagaimana hukum positif dari suatu masalah
tertentu.
71
Data Polsek Binjai Timur November 2020
18
2. Dapat menyusun dokumen-dokumen hukum (pekerjaan penegak dan praktisi hukum).
3. Menulis makalah atau buku hukum.
4. Dapat menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apa dan bagaimana hukum
mengenai peristiwa atau masalah tertentu.
5. Melakukan penelitian dasar (basic research) di bidang hukum.
6. Menyusun rancangan peraturan perundang-undangan.
7. Menyusun rencana pembangunan hukum.
8. Latar penelitian72.
2) Sumber hukum dalam penelitian yaitu:
a. Sumber Hukum Primer merupakan bahan yang sifatnya mengikat masalah-masalah
yang akan diteliti. adalah bahan-bahan data yang memberikan penjelasan tentang
bahan hukum data primer. adalah, hasil penelitian, karya ilmiah dari para sarjana
wawancara dan lain sebagainya.
b. Sumber Hukum Sekunder merupakan UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika,
Undang-undang, peraturan serta yuris prudensi dan lainnya.
c. Sumber Hukum Tersie rmerupakan bahan-bahan data yang memberikan informasi
tentang hukum primer dan sekunder. yaitu kamus bahasa hukum, ensiklopedi, majalah,
media massa dan internet.
3) Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan sumber-sumber yang menjadi alat ukur dalam melakukan
pembahasan penelitian agar terperinci.Penelitian ini menggunankan sumber pustaka dari
referensi buku, disertasi, jurnal, media,wawancara, data-data.
1. Manfaat Data Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memperkuat teori-teori yang telah banyak
dikemukakan oleh para ahli.
Manfaat Teoritis:
a. Bagi peneliti menambah ilmu pengetahuan dalam penangan tindak Pidana narkotika.
b. Bagi dunia Ilmu Pengetahuan agar supaya dapat memperkaya kajian ilmiah dan
menjadi kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
masyarakat.
Manfaat praktis:
72
Metodologi Penelitian Hukum Berdasarkan Sifatnya – Jasa ...idtesis.com › metodologi-penelitian-..
19
1. Bagi peneliti lain dapat mejadi tolok ukur terhadap penanganan penyalah gunaan
narkotika di wilayah Polsek Binjai Timur.
2. Dengan harapan agar dikembangkan ilmu pengetahuan khususnya akan tindak pidana
narkotika.
3. Agar masyarakat dapat lebih selektif terhadap penyalah gunaan narkotika.
4. Agar Pemerintah dengan membantu secara pengawasan dan penanggulangan terhadap
narkotika yang beredar dimasyarakat73.
Kegunaan penelitian ini adalah:
1. Memberikan gambaran kondisi produk yang beredar di masyarakat.
2. Memberikan pedoman bagi masyarakat secara hukum nasional.
3. Memberikan pengertian antara penindakan dan penanggulangan narkotika.
73
Ibid
20
BAB II
TINAJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Tindak Pidana
Pidana berasal bahasa Belanda yaitu straf, sering disebut dengan istilah hukuman. Istilah
pidana lebih tepat dari istilah hukuman karena hukum sudah lazim merupakan terjemahan dari
recht. Dapat dikatakan istilah pidana dalam arti sempit adalah berkaitan dengan hukum
pidana. Pidana didefinisikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan/diberikan oleh
negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum atau sanksi baginya atas
perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum pidana. Secara khusus larangan dalam
hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana atau strafbaar feit. Tindak pidana mempunyai
dua sifat yaitu sifat formil dan sifat materiil, sifat formil dalam tindak pidana dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah melakukan perbuatan atau dengan
selesainya tindak pidana itu, tindak pidana terlaksana, kemudian dalam sifat materiil, dalam
jenis tindak pidana yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah
timbulnya suatu akibat atau dengan timbulnya akibat, maka tindak pidana terlaksana.
Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam buku Azas-azas Hukum pidana di Indonesia
memberikan suatu pengertian mengenai tindak pidana adalah pelanggaran norma-norma
dalam tiga bidang hukum lain, yaitu Hukum Perdata, Hukum Ketatanegaraan, dan Hukum
Tata Usaha Pemerintah, yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukum
pidana, maka sifat-sifat yang ada dalam suatu tindak pidana adalah sifat melanggar hukum,
karena tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum.74
Pidana dapat berbentuk punishment atau treatment. Pidana merupakan pembalasan atau
pengimbalan terhadap kesalahan si pembuat. Sedangkan tindakan adalah untuk perlindungan
masyarakat dan untuk pembinaan si pembuat.
Istilah Tindak Pidana adalah dimaksudkan sebagai terjemahan dari istilah Belanda
“Strafbaar Feit” atau “Delik”. Menurut K. Wantjik Saleh, ada enam istilah yang tercipta
dalam bahasa Indonesia untuk menterjemahkan istilah “strafbaar feit” atau” delik” ini; yaitu:
74
Prodjodikoro, Wirjono, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama,
2003), h. 1.
21
1. Perbuatan yang boleh dihukum
Pengertian tindak pidana/ delik dapat diuraikan sebagaimana dikemukakan oleh Adam
Chazawi (2002: 72-73) sebagai berikut:
1. Menurut Halim, delik adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terlarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang (pidana).
2. Moeljatno mengatakan bahwa suatu strafbaarfeit itu sebenarnya adalah suatu
kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
3. Istilah strafbaarfeit kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh
Rusli Effendy (1986: 2) delik adalah perbuatan yang oleh Hukum Pidana
dilarang dan diancam pidana terhadap siapa yang melanggar larangan tersebut”.
Istilah tindak pidana dimana istilah ini yang digunakan pada perundang-undangan di
Indonesia. Istilah delik kadang-kadang digunakan juga, sebab mempunyai persamaan bunyi
dengan istilah aslinya yaitu Delict, maka selain menggunakan istilah tindak pidana juga
menggunakan istilah delik yang sama artinya dengan tindak pidana.
Pelaku pidana disebut seorang kriminal biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang
pencuri, pembunuh, perampok, atau teroris. Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak
berbeda dari kriminal karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif agama, politik
atau paham.
Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh para sarjana Barat dan sarjana Indonesia,
yaitu antara lain menurut Fletcher definisi pendek dari strafbaar feit adalah sebagai yang
ditentukan oleh undang-undang dapat dihukum; sedangkan definisi panjangnya adalah sebagai
75
Saleh, Wantjik K. Tindak Pidana Korupsi dan Suap, (Jakarta: Paramestika, 1996), h. 15.
22
perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja atau karena kekhilafan oleh orang
lain yang mampu dipertanggungjawabkan.76
Menurut H. J Van Schravendijk adalah perbuatan yang boleh dihukum, yaitu kelakuan
yang begitu bertentangan dengan keinsafan hukum asal dilakukan dengan seorang yang
karena itu dapat dipersalahkan.77Starfbaar feit menurut VOS yang merumuskan bahwa
strafbaar feit adalah suatu kelakuan (gedraging) manusia yang dilarang dan oleh undang-
undang diancam dengan pidana.
Perumusan “Strafbaar feit“ menurut Simons adalah: “Een strafbaar feit” adalah suatu
hendeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang,
bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh
seseorang yang mampu bertanggung jawab. Kemudian beliau membagikannya ke dalam dua
golongan unsur yaitu:78
1. Unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah
tertentu;
2. Unsur subjektif yang berupa kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab dari petindak
dan atau strafbaar feit adalah perbuatan manusia yang dilarang dan diancam hukuman
oleh undang-undang, mempunyai sifat melawan hukum, yang dilakukan oleh seorang
yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipersalahkan.
76
Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., h. 84-85.
77
Scharavendijk, van H.J, Buku Pelajaran tentang Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta, J.B. Wolters,
1996), h. 87.
78
S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya, Cet. 4, (Jakarta: Percetakan
BPK Gunung Mulia, 1996), h. 203
23
Wirjono Prodjodikoro merumuskan, berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat
dikenakan hukuman pidana, dan pelaku tersebut dapat dikatakan merupakan “subjek” tindak
pidana.79
Dari beberapa pengertian tindak pidana tersebut, melihat adanya sesuatu yang dilarang
oleh hukum pidana dan ada orang yang melakukan perbuatan tersebut. maka, pengertian
tindak pidana ini dapat dilihat dari dua segi yaitu:80
Perbuatan adalah perbuatan yang melawan hukum, dalam arti formil (suatu perbuatan
yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang; merupakan unsur tertulis
dalam suatu delik pidana) dalam arti materiil (tidak secara tegas dilarang dan diancam dengan
undang-undang; merupakan unsur tidak tertulis yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan
yang tidak tertulis yang hidup dimasyarakat, seperti asas-asas umum yang berlaku).
Orang harus mempunyai kesalahan dan dapat dipertanggung jawabkan dan semua tindak
pidana mempunyai persamaan sifat.
Istilah Tindak dari tindak pidana adalah merupakan singkatan dari Tindakan atau
Petindak, artinya ada orang yang melakukan suatu Tindakan, sedangkan orang yang
melakukan itu dinamakan Petindak. Sesuatu tindakan dapat dilakukan oleh siapa saja tetapi
dalam banyak hal sesuatu tindakan tertentu hanya mungkin dilakukan oleh seseorang dari
yang bekerja pada negara atau pemerintah, atau orang yang mempunyai suatu keahlian
tertentu.
Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang
ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar sebuah negara hukum,
seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya terbukti. Pelaku tindak kriminal yang
dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana
atau narapidana.
Sesuatu tindakan yang dilakukan itu haruslah bersifat melawan hukum, dan tidak
terdapat dasar-dasar atau alasan-alasan yang meniadakan sifat melawan hukum dari tindakan
79
S.R Sianturi, Op Cit., h. 205.
80
Ibid., h. 215.
24
tersebut. Setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum,
tidak disenangi oleh orang atau masyarakat, yang baik langsung maupun yang tidak langsung
terkena tindakan tersebut. Pada umumnya untuk menyelesaikan setiap tindakan yang sudah
dipandang merugikan kepentingan umum di samping kepentingan perseorangan, dikehendaki
turunnya penguasa, dan jika penguasa tidak turun tangan maka tindakan-tindakan tersebut
akan menjadi sumber kekacauan yang tidak akan habis-habisnya.
Suatu Tindak Pidana yang dilakukan oleh seseorang yang menurut kehendaknya dan
merugikan kepentingan umum atau masyarakat termasuk kepentingan perseorangan, lebih
lengkapnya harus ternyata bahwa tindakan tersebut terjadi pada suatu tempat, waktu dan
keadaan yang ditentukan. Artinya, dipandang dari sudut tempat, tindakan itu harus terjadi
pada suatu tempat dimana ketentuan pidana Indonesia berlaku, dipandang dari sudut waktu,
tindakan itu masih dirasakan sebagai suatu tindakan yang yang perlu diancam dengan pidana,
dan dari sudut keadaan, tindakan itu harus terjadi pada suatu keadaan dimana tindakan itu
dipandang sebagai tercela.
1. Subyek,
2. Kesalahan,
4. Suatu tindakan aktif/pasif yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang dan
terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana.
Penerapan unsur-unsur tindak pidana seperti yang telah dituliskan di atas maka unsur-
unsur tindak pidana atau delik sangatlah membantu dalam kebutuhan praktek, perumusan
seperti itu sangatlah memudahkan pekerjaan penegak hukum, baik sebagai peserta-pemain
(medespleger) maupun sebagai peninjau (toeschouwer). Apakah suatu peristiwa telah
memenuhi unsur-unsur delik yang dirumuskan dalam pasal undang-undang, maka diadakanlah
penyesuaian atau pencocokan (bagian-bagian/kejadian-kejadian) dari peristiwa tersebut
kepada unsur-unsur dan delik yang didakwakan, dalam hal ini unsur-unsur dari delik tersebut
disusun terlebih dahulu seperti tersebut di atas.
81
S.R Sianturi, Op Cit., h. 207.
25
Dengan demikian sering didengar bahwa penggunaan istilah perbuatan pidana dengan
pengertiannya sebagai aliran/teori dualisme, sedangkan penggunaan istilah tindak pidana
dengan pengertiannya sebagai aliran/teori monisme.
Perbuatan pidana atau tindak pidana dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu kejahatan dan
pelanggaran. Kejahatan dirumuskan dalam buku kedua KUHP, dan tindak pidana pelanggaran
dirumuskan dalam buku ketiga KUHP.
Penggolongan Perbuatan Pidana
1. Kejahatan meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam undang-undang
menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah
kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebut rechtsdelict (delik hukum). Dimuat
didalam buku II KUHP pasal 104 sampai dengan pasal 488. Contoh pencurian (pasal
362 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP), perkosaan (pasal 285 KUHP)82.
2. Pelanggaran orang baru menyadari hal tersebut merupakan tindak pidana karena
perbuatan tersebut tercantum dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict
(delik undang-undang ). Dimuat dalam buku III KUHP pasal 489 sampai dengan pasal
569. Contoh mabuk ditempat umum (pasal 492 KUHP/536 KUHP), berjalan di atas
tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya (pasal 551
KUHP).
Sebab
1. Pertentangan dan persaingan kebudayaan.
2. Perbedaan ideologi politik.
3. Kepadatan dan komposisi penduduk.
4. Perbedaan distribusi kebudayaan.
5. Perbedaan kekayaan dan pendapatan.
6. Mentalitas yang labil.
7. faktor dasar seperti faktor biologi, psikologi, dan sosio emosional.
Akibat
1. Merugikan pihak lain baik material maupun nonmaterial.
2. Merugikan masyarakat secara keseluruhan.
3. Merugikan negara.
4. Menggangu stabilitas keamanan masyarakat.
Solusi
82
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Cetakan/Edisi, Penerbit: Bogor; Penerbit:
Politeia; Tahun Terbit: 1988.
26
1. Mengenakan sanksi hukum yang tegas dan adil kepada para pelaku kriminalitas tanpa
pandang bulu atau derajat.
2. Mengaktifkan peran serta orang tua dan lembaga pendidikan dalam mendidik anak.
3. Selektif terhadap budaya asing yang masuk agar tidak merusak nilai budaya bangsa itu
sendiri.
4. Menjaga kelestarian dan kelangsungan nilai norma dalam masyarakat dimulai sejak
dini melalui pendidikan multi kultural; seperti sekolah, pengajian, dan organisasi
masyarakat.
B. Pengertian Narkotika
Narkoba adalah singkatan dari Narkotika dan obat-obatan berbahaya atau bisa disebut
juga NAPZA, singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan atau zat adiktif. Kata obat
disini menimbulkan kebingungan, bila obat dikatakan berbahaya atau terlarang istilah ini tidak
tepat karena kenyataannya yang disalahgunakan bukan obat dalam pengertian untuk
pengobatan melainkan zat atau bahan yang membahayakan kesehatan manusia.
Pada pandangan Hawari tahun 2001 bahwa Psikotropika memang banyak jenisnya
sebagian zat atau bahannya berbahaya, sebagian untuk pengobatan dan adiktif
sifatnya.Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetik maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan sesuai Undang-Undang No. 35 tahun 200983.
Disebutkan oleh Hawari pada tahun 2001 bahwa Zat adiktif merupakan zat yang dapat
menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan sampai pada ketergantungan, misalnya zat
yang tergolong amphetamine, sedative/hipnotika, termasuk tembakau .
Pada Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika pada pasal 1 ayat 15
disebutkan dimana “Penyalahguna adalah seorang yang menggunakan narkotika tanpa hak
atau melawan hukum.
Narkotika atau obat bius yang bahasa Inggrisnya disebut “narcotic”adalah semua bahan
obat yang mempunyai efek kelja pada umumnya berifat84:
27
c.Ketagihan (ketergantungan, mengikat, dependence); dan
Pengertian narkoba menurut para ahli yang tergabung di perusahan farmasi Smith Kline
dan French Clinical di Amerika Serikat.Narkoba adalah zat-zat atau obat yang dapat
mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja dengan
mempengaruhi susunan saraf sentral.
2. Ghoodse
Menurut Ghoodse, pengertian narkoba adalah zat kimia yang dibutuhkan untuk merawat
kesehatan, saat zat tersebut masuk kedalam organ tubuh maka akan terjadi satu atau lebih
perubahan fungsi didalam tubuh. Lalu dilanjutkan lagi dengan ketergantungan secara fisik dan
psikis pada tubuh, sehingga jika zat tersebut dihentikan pengkonsumsiannya maka akan terjadi
gangguan secara fisik dan psikis.
3. Kurniawan
Menurut Kurniawan, pengertian narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah
keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati, dan perilaku jika masuk ke dalam
tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain
sebagainya.
4. Jackobus
Menurut Jackobus, pengertian narkoba adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis ataupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
5. Wresniwiro
85
Mashuri Sudiro, IslamMelawan Narkotika,(Yogyakarta: CV. Adipura, 2000), h. 13
28
Menurut Wresniwiro, pengertian narkoba adalah zat atau obat yang bisa menyebabkan
ketidaksadaran atau pembiusan, karena zat-zat tersebut bekerja dengan mempengaruhi saraf
pusat manusia.
Selain diketahui bahwa narkoba menurut para ahli, dikenal juga narkoba menurut bahasa
yaitu narkotika, psikotropika, obat-obatan terlarang dan zat adiktif.Sehingga Departemen
Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan istilah tersebut sebagai Napza merupakan
singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat adiktif.Narkoba memiliki kepanjangan yakni
narkotika, psikotropika, obat-obatan terlarang, dan zat adiktif.
1) Pengertian Narkotika
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan obat terlarang 86.[1] Selain
"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa
yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan,
narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius
pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu,namun kini persepsi itu
disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
86
Narkoba - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasid.wikipedia.org › wiki › Narkoba
29
ketergantungan87, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang ini.
2. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir
dalam Undang-Undang ini.
Jenis narkotika sesuai Undang-Undang no. 35 tahun 2009 tentang narkotika pada pasal 2
a. Narkotika golongan I Narkotika golongan ini hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
golongan I yaitu :
2) Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri dan diperoleh dari papaver
87
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (“UU 35/2009”),
30
6) Tanaman ganja, semua genus cannabis dari tanaman ini termasuk biji, hasil
olahan tanaman ganja termasuk dammar ganja.b.
b. Narkotika golongan II Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat
dalampengobatan atau terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi akan ketergantungan. Jenis narkotika yang termasuk golongan ini adalah :
a) Morfina, merupakan zat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang sangat
seperti pada penderita kanker, pasien operasi, dan lain-lain. Bentuknya serbuk
berwarna putih.
b) Fentanil, digunakan untuk anastesi umum.
c) Petidina, banyak digunakan dalam persalinan ibu hamil, efeknya sama dengan
morfina.
c. Narkotika golongan III Narkotika golongan III merupakan narkotika yang berkhasiat
untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi yang ringan dalam ketergantungan. Jenis
narkotika yang termasuk dalam golongan ini adalah88 :
1) Kodein, terdapat dalam opium atau candu atau sintesis dari morfin yang
berwarna serbuk putih dalam bentuk tablet.
2) Etil morfina, hampir sama dengan kodeina.3.
Jenis Psikotropika Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
tentang psikotropika, psikotropika dibagi menjadi empat golongan berdasarkan
potensi tinggi rendahnya dalam mengakibatkan efek ketergantungan.
3) Kodein, terdapat dalam opium atau candu atau sintesis dari morfin yang
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi atau pengobatan,
88
Ibid
31
mempunyai potensi sangat kuat terhadap ketergantungan. Jenis psikotropika golongan
I antara lain:
halusinogen kuat, nama lain yang digunakan adalah Adam Essence, XTC, dan
lain-lain. Bentuknya tablet warna cokelat dan putih dan kapsul warna merah
muda, kuning dan bening.Pemakaian dilakukan dengan cara ditelan bersama air
mineral. Efek fisik yang dirasakan adalah berkeringat, mulut kering, rahang
kaku, tekanan darah dan detak jantung serta suhu badan meningkat, mata
berair, kelebihan tenaga, dan kehilangan nafsu makan. Sebagian bahkan mual
santai, gembira, hangat, bertenaga dan saling mengerti. Pemakaian dalam dosis
tinggi menyebabkan perasaan tertekan, panik, bingung dan tidak bisa tidur.
kejang89.
2) Siputih atau nama lainnya adalah Shabu-shabu. Zat ini termasuk metilam
fetamin yang merupakan turunan dari amfetamin. Bentuknya seperti vetsin,
kristal putih yang mudah larut dalam air. Asalnya merupakan obat perangsang
buatan, namun efeknya lebih kuat dan cepat dari ecstasy, bisa mempercepat
aktivitas tubuh, meningkatkan detak jantung dan tekanan darah, mulut kering
dan selalu berkeringat.Sedangkan efek secara psikis akan timbulnya rasa
gembira, tenaga bertambah, perasaan sehat, berkuasa dan percaya diri,
konsentrasi meningkat, nafsu makan turun, tidak mudah mengantuk dan
munculnya halusinasi. Pemakaian shabu-shabu bisa dilacak dari urinsampai 2-4
hari setelah pemakaian. Ketergantungan obat ini menimbulkan suasana hati
yang mudah berubah, rasa gelisah, mudah marah, bingung dan paranoid.
3) Psilobina dan psilosina, bahan ini mudah didapat dari sejenis jamur dan di
Indonesia biasa ditemukan pada kotoran sapi.
89
Ibid
32
4) LSD atau Lisergic Acid Dietilamine yang berasal dari sejenis jamu rergot yang
tumbuh pada gandum putih dan gandum hitam. Jenis ini mempunyai
halusinogen yang sangat kuat, menimbulkan gangguan persepsi yang salah
mengenai pikiran, suara dan warna. LSD mengakibatkan ketergantungan fisik,
psikis dan juga toleransi. Pada umumnya LSD berbentuk tablet atau stiker yang
dipakaikan dilidah pengguna.
5) Meskalina (peyote), berasal dari tanaman sejenis kaktus yang berasal dari
Amerika serikat barat daya, mengakibatkan ketergantungan fisikdan psikis90.
b. Psikotropika golongan II Psikotropika golongan ini berkhasiat sebagai pengobatan
danbanyak digunakan dalam terapi dan atau untuk maksud ilmu pengetahuan yang
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.Zat yang tergolong
ini adalah amfetamin, metham phetamine, matakualona, metilfenidat dan lain-lain.
c. Psikotropika golongan IIIGolongan psikotropika ini berkhasiat untuk untuk
penggunaan terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan, akan tetapi mempunyai
potensiyang sedang terhadap sindroma ketergantungan. Jenis psikotropika golongan
ini yaitu amobarbital, flunitrazepam, Katina dan lain-lain.
d. Psikotropika golongan IV Golongan psikotropika golongan ini mempunyai potensi
yang ringan terhadap ketergantungan, tetapi berkahsiat bagi pengobatan danbanyak
digunkan dalam pengobatan dan atau tujuan ilmu pengetahuan.Golongan ini contohnya
adalah barbital, bromazepam, diazepam, estazolam, fenobarbital, klobazam,
lorazepam, nitrazepam dan lain-lain.
A. Zat Adiktif Yaitu bahan/zat bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada
dan psikotropika. Yang sering disalah gunakan adalah :a.Alkohol, yang terdapat pada
berbagai jenis minuman keras.b.Inhalansia/solven, yaitu gas atau zat yang mudah
menguap yang terdapat pada berbagai keperluan pabrik, kantor dan rumah
90
Ibid
33
Dampak Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika Narkotika dan obat terlarang
serta zat adiktif/psikotropika dapat menyebabkan efek dan dampak negatif bagi pemakainya91.
Dampak yang negatif itu sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan
mental dan fisik.Meskipun demikian terkadang beberapa jenis obat masih dipakai dalam dunia
kedokteran, namun hanya diberikan bagi pasien-pasien tertentu, bukan untuk dikonsumsi
secara umum dan bebes oleh masyarakat.Oleh karena itu obat dan narkotik yang disalah
gunakan dapat menimbulkan berbagai akibat yang beraneka ragam92.
91
Dampak Langsung Dan Tidak Langsung Penyalahgunaan ...bnn.go.id › dampak-langsung-dan-tidak-
langsung-pen...
92
Ibid
34
kenaikan temperature tubuh pada tingkat membahayakan sampai pada terhentinya
kinerja otot tubuh93.
6. Penyakit neurologis Semua perilaku penyalahgunaan narkoba mendorong otak untuk
memproduksi efek euforis. Bagaimanapun, beberapa jenis psikotropika juga
memberikan dampak yang sangat negatif pada otak seperti stroke, dan kerusakan otak
secara meluas yang dapat melumpuhkan segala aspek kehidupan pecandunya.
Penggunaan narkoba juga dapat mengakibatkan perubahan fungsi otak, sehingga
menimbulkan permasalahan ingatan, permasalahan konsentrasi serta ketidak mampuan
dalam pengambilan keputusan.
7. Penyakit kelainan mental Penyalahgunaan narkoba yang sudah sampai pada level
kronis dapat mengakibatkan perubahan jangka panjang dalam sel-sel otak, mendorong
hormon didalam tubuh secara normal, yang mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat
pada pria, sebagaimana juga efek maskulinisasi yang terjadi pada wanita.
9. Penyakit kanker Aktifitas merokok nikotin ini biasa dihubungkan dengan penyakit
kanker mulut, leher, lambung dan paru-paru. Merokok mariyuana juga bisa
terhadap kesehatan janin yang dikandung memang tidak diketahui. Namun, beberapa
11. Permasalahan kesehatan lainnya Sebagai tambahan dari berbagai penjelasan tentang
penyakit yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkoba diatas, perlu diketahui bahwa
93
Ibid
94
Ibid
35
semua jenis narkoba tersebut memiliki potensi merubah fungsi tubuh secara
tubuh secara dramatis yang bisa melumpuhkan kesehatan dalam waktu singkat. Tidak
berkepanjangan, kepenatan mendalam, perubhan selera makan, nyeri otot dan tulang,
hilang ingatan, diare, keringat dingin, dan muntah-muntah. Dapat teinfeksi penyakit
3) Meningkatkan risiko bunuh Efek depresi bisa ditimbulkan akibat kecaman keluarga,
narkoba.Namun orang normal yang depresi dapat menjadi pemakai narkoba karena
mereka berpikir bahwa narkoba dapat mengatasi dan melupakan masalah dirinya,
akan tetapi semua itu tidak benar.Ketergantungan mental lebih susah untuk
akanakan lewat setelah GPO diatasi, tetapi setelah itu akan muncul ketergantungan
menganggap bahwa sakaw dan sugesti adalah hal yang sama, ini adalah anggapan
yang salah. Sakaw bersifat fisik, danmerupakan istilah lain untuk gejala putus obat,
untuk kembali menggunakan narkoba. Sugesti ini akan hilang saat tubuh sudah
berfungsi secara normal.Dampak mental yang lain adalah pikiran dan perilaku
36
satunya hal yang ada didalam pikirannya. Ia akan menggunakan semuadaya
pikirannya untuk memikirkan cara yang tercepat untuk mendapatkan uang membeli
3) Keluarga akan malu besar karena punya anggota keluarga yang memakai zat
terlarang.
4) Kesempatan belajar hilang dan mungkin dapat dikeluarkan dari sekolah atau
perguruan tinggi atau Drop Out (DO).
5) Tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya pecandu narkoba akan
gemar berbohong dan melakukan tindak criminal96.
Dampak Fisik Adaptasi biologis tubuh kita terhadap penggunaan narkoba untuk jangka
waktu yang lama bisa dibilang cukup ekstensif, terutama dengan obat-obatan yang tergolong
dalam kelompok downers. Tubuh kita bahkan dapat berubah begitu banyak hingga sel-sel dan
96
Ibid
97
Ibid
37
organ-organ tubuh kita menjadi terganggu pada obat itu hanya untuk berfungsi normal.Salah
satu contoh adaptasi biologis dapat dilihat dengan alkohol.Alkohol mengganggu pelepasan
dari beberapa transmisi syaraf di otak.Alkohol juga meningkatkan cytocell dan mitokondria
yang ada di dalam liver untuk menetralisir zat-zat yang masuk. Sel-sel tubuh ini menjadi
terganggu pada alkohol untuk menjaga keseimbangan baru ini.Tetapi, bila penggunaan
narkoba dihentikan, ini akan mengubahsemua susunan dan keseimbangan kimia tubuh.
Mungkin akan ada kelebihan suatu jenis enzim dan kurangnya transmisi syaraf tertentu.Tiba-
tiba saja, tubuh mencoba untuk mengembalikan keseimbangan didalam. Biasanya, hal-hal
ditekan/tidak dapat dilakukan tubuh saat menggunakan narkoba, akan dilakukan secara
berlebihan pada masa gejala putus obat (GPO) ini. Misalnya, bayangkan efek-efek yang
menyenangkan dari suatu narkoba dengan cepat berubah menjadi GPO yang sangat tidak
Contoh saat menggunakan seseorang akan mengalami konstipasi, tetapi GPO yang dialaminya
adalah diare98.
ikut terpengaruh. Salah satu efek yang diciptakan oleh narkoba adalah perubahan mood.
Narkoba dapat mengakibatkan ekstrimnya perasaan, mood atau emosi penggunanya. Jenis-
jenis narkoba tertntu, terutama alkohol dan jenis-jenis narkoba yang termasuk dalam
kelompok uppers seperti shabu-shabu, dapat memunculkan perilaku agresif yang berlebihan
kekerasan.Terutama bila orang tersebut pada dasarnya memang orang yang emosional dan
bertemperamen panas99.
98
Ibid
99
Ibid
38
Dampak Spiritual Adiksi terhadap narkoba membuat seseorang pecandu
kehidupannya, dan semua hal/aspek lain dalam hidupnya berputar di sekitarnya. Tidak ada hal
lain yang lebih penting daripada narkoba, dan ia menaruh kepentingannya untuk
menggunakan narkoba diatas segala-galanya. Narkoba menjadi jauh lebih penting dari pada
istri, suami, pacar, anak, pekerjaan, sekolah.Secara spiritual, narkoba adalah pusat hidupnya,
dan bisa dikatakan mengganti posisi tuhan. Adiksi terhadap narkoba membuat penggunaan
narkoba menjadi jauh lebih penting dari pada keselamatan dirinya sendiri.Ia tidak lagi
memikirkan soal makan, tertular penyakit bila sharingneedle, tertangkap polisi, dll. Adiksi
adalah penyakit yang mempengaruhi semua aspek hidup seorang manusia, dan karenanya
harus disadari bahwa pemulihan bagi seorang pecadu tidak hanya bersifat fisik saja,tetapi juga
harus mencakup ketiga aspek lainnya sebelum pemulihan itudapat dianggap sebagai suatu
begitu, setiap kehidupan memiliki dua mata sisi uang. Dibalik dampak negatif, narkotika juga
memberikan dampak yang positif. Jika digunkan sebagaimana mestinya, terutama untuk
1) Opioid Opioid atau opium digunakan selama berabad-abad sebagai penghilang rasa
mendapatkan efek stimulant, seperti meningkatkan daya tahan dan stamina serta
bahanpembuat kantung karena serat yang dihasilkan sangat kuat. Biji ganja juga
39
digunakan sebagai bahan pembuat minyak.diri
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 tahun
2009). Narkotika digolongkan menjadi tiga golongan sebagaimana tertuang dalam lampiran 1
1. Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat,
(farmasi), melainkan sama artinya dengan drug, yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan
akan membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu:
1. mempengaruhi kesadaran
1. penenang
Pada dasarnya, narkotika memiliki khasiat dan bermanfaat digunakan dalam bidang
ilmu kedokteran, kesehatan dan pengobatan, serta berguna bagi penelitian dan pengembangan
ilmu farmasi atau farmakologi. Akan tetapi karena penggunaannya diluar pengawasan dokter
100
Undang-Undang No. 35 tahun 2009
40
atau dengan kata lain disalah gunakan, maka narkotika telah menjadi suatu bahaya
internasional yang mengancam terutama generasi muda yang akan menjadi tulang punggung
pembangunan bangsa.
Narkotika berasal dari bahasa Inggris "narcotics" yang artinya obat bius. Narkotika
adalah bahan yang berasal dari 3 jenis tanaman Papaper Somniferum (Candu), Erythroxyion
coca (kokain), dan cannabis sativa (ganja) baik murni maupun bentuk campuran 101. Cara
kerjanya mempengaruhi susunan saraf yang dapat membuat kita tidak merasakan apa-apa,
3. Methadone (MTD)
4. LSD atau Lysergic Acid atau Acid atau Trips atau Tabs
5. PC
6. mescalin
7. barbiturat
9. Dektropropoksiven
10. Hashish (Berbentuk tepung dan warnanya hitam. Ia dinikmati dengan cara diisap atau
dimakan. Narkotika jenis yang kedua ini dikatakan agak tidak berbahaya hanya karena
Psikotropika
101
Narkoba - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas id.wikipedia.org › wiki › Narkoba
41
Psikotropika adalah bahan lain yang tidak mengandung narkotika, merupakan zat
buatan atau hasil rekayasa yang dibuat dengan mengatur struktur kimia. Mempengaruhi atau
Amfetamin ada 2 jenis yaitu MDMA (metil dioksi metamfetamin) dikenal dengan nama
ekstasi. Nama lain fantacy pils, inex. Kemudian jenis lain adalah Metamfetamin yang bekerja
lebih lama dibanding MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan efek halusinasinya lebih kuat.
8.
Golongan narkotika yang diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009
tentang narkotika:
a. Narkotika Golongan I
Golongan narkotika ini hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan.
b. Narkotika Golongan II
102
Narkoba - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasid.wikipedia.org › wiki › Narkoba
42
Golongan narkotika ini berkhasiat untuk pengobatan, namun digunakan sebagai pilihan
terakhir. Selain itu, dapat digunakan untuk terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
Golongan narkotika ini berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.
tiga belas macam termasuk beberapa campuran lainnya.jenis-jenis Narkotika yang Sering
Pada saat ini (2015) terdapat 35 jenis narkoba yang dikonsumsi pengguna narkoba di
Indonesiadari yang paling murah hingga yang mahal seperti LSD. Di dunia terdapat 354 jenis
narkoba.103 Pemasok Narkoba di Indonesia diketahui berasal dari Afrika Barat, Iran, Eropa,
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No. 5/1997)105. Terdapat
UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, maka psikotropika golongan I dan II dimasukkan ke
dalam golongan narkotika. Dengan demikian saat ini apabila bicara masalah psikotropika
hanya menyangkut psikotropika golongan III dan IV sesuai Undang-Undang No. 5/1997. Zat
103
^"LSD, Kertas Si Pembuat Halusinasi 10 Jam". 22 Januari 2015.
104
^Ini Dia Daftar Negara Pemasok Narkoba ke Indonesia. Arah.com 23 Juni 2016. DIakses tanggal 23
Juni 2016
105
Undang-Undang No. 5/1997
43
1. Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandrax, Amfetamine,
sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat
berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang
dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya
3. Zat adiktif
Zat adiktif adalah zat-zat yang bisa membuat ketagihan jika dikonsumsi secara rutin.
a. Alkohol
b. Nikotin
c. Kafeina
d. Zat Desainer
a. Ganja
b. Heroin
c. Morfin
d. Kokain
1. Heroin
44
Heroin adalah derivatif 3.6-diasetil dari morfin (karena itulah namanya adalah
diasetilmorfin) dan disintesiskan darinya melalui asetilasi. Bentuk kristal putihnya umumnya
Pria akan Menggunakan jenis narkoba Heroin, Heroin alias diamorfin adalah hasil pengolahan
morfin secara kimiawi. Narkotika yang satu ini dapat menimbulkan efek yang lebih kuat
Beberapa efek samping yang timbul akibat penyalahgunaan heroin atau putaw, antara
lain:
2) Otot melemas
3) Pupil mengecil
2. Ganja
Jenis Narkoba Ganja adalah Jenis-jenis narkotika lain yang sering disalah gunakan
di Indonesia ialah ganja. Dikenal dengan nama lain kanabis atau marijuana, ganja adalah
2. Sulit mengingat.
107
Ibid
45
Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan budi daya penghasil
serat, tetapi lebih dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol
Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal ini
biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan opium
juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan
negara kapitalis terhadap negara berkembang. Di India, sebagian Sadhu yang menyembah
dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan ritual penyembahan
dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan dengan meminum Bhang.
Pemanfaatan Ganja
Tumbuhan ganja telah dikenal manusia sejak lama dan digunakan sebagai bahan
pembuat kantung karena serat yang dihasilkannya kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai
sumber minyak.
Namun, karena ganja juga dikenal sebagai sumber narkotika dan kegunaan ini lebih
bernilai ekonomi, orang lebih banyak menanam untuk hal ini dan di banyak tempat
disalahgunakan.
varietas yang ditanam harus mengandung bahan narkotika yang sangat rendah atau tidak ada
sama sekali.
Sebelum ada larangan ketat terhadap penanaman ganja, di Aceh daun ganja menjadi
komponen sayur dan umum disajikan. Bagi penggunanya, daun ganja kering dibakar dan
dihisap seperti rokok, dan bisa juga dihisap dengan alat khusus bertabung yang disebut bong.
46
Tanaman ini ditemukan hampir disetiap negara tropis. Bahkan beberapa negara beriklim
3. Kokain
Pengguna Kokain
Kokain adalah senyawa sintetis yg memicu metabolisme sel menjadi sangat cepat.
Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman Erythroxylon coca, yang berasal
dari Amerika Selatan, di mana daun dari tanaman ini biasanya dikunyah oleh penduduk
Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk
pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksif-nya juga membantu.
Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotika, bersama dengan morfin dan heroin karena
efek adiktif108.
Jenis-jenis narkotika yang juga tergolong sering disalahgunakan adalah kokain, yang
1. Perasaan gelisah
2. Kejang-kejang
4. Paranoid
4. Opium
Bunga Opium,Opium adalah narkotika yang terbuat dari getah tumbuhan Papaver
somniferum. Narkotika jenis ini dapat ‘diolah’ menjadi morfin dan kodein.
108
Ibid
109
Golongan Narkotika dan Jenis-jenisnya, Apa Saja? – KlikDokter www.klikdokter.com › Info Sehat › Info Sehat
47
Beberapa efek samping yang timbul akibat penyalahgunaan opium, di antaranya:
4. Birahi memuncak
sebagai berikut:
1. Halusinogen, yaitu efek dari narkoba bisa mengakibatkan seseorang menjadi ber-
halusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak ada / tidak nyata bila
2. Stimulan, yaitu efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti
jantung dan otak lebih cepat dari biasanya sehingga mengakibatkan penggunanya lebih
bertenaga serta cenderung membuatnya lebih senang dan gembira untuk sementara
waktu.
3. Depresan, yaitu efek dari narkoba yang bisa menekan sistem saraf pusat dan
4. Adiktif, yaitu efek dari narkoba yang menimbulkan kecanduan. Seseorang yang sudah
mengonsumsi narkoba biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam
48
langsung narkoba memutuskan saraf-saraf dalam otak. Contohnya: ganja, heroin, dan
putau.
5. Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun organ dalam
tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis
2. Kebingungan
3. Panik tiba-tiba
6. Kodein111
obat batuk orang dewasa. Pada dosis yang tepat, kodein bisa bermanfaat.
4. Depresi
7. Morfin
Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan agen aktif utama
yang ditemukan pada opium. Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk
110
Ibid
111
Ibid
49
menghilangkan sakit. Efek samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia,
rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang
zat-zat lainnya. Pasien morfin juga dilaporkan menderita insomnia dan mimpi buruk.
Kata "morfin" berasal dari Morpheus, dewa mimpi dalam mitologi Yunani. Morfin
adalah obat yang berfungsi untuk meredakan rasa nyeri derajat parah. Obat ini memengaruhi
tubuh dalam merespons sakit atau nyeri.Pada penggunaan di bawah pengawasan dokter yang
ahli, morfin bisa memberikan manfaat. Namun, jika disalahgunakan, morfin bisa memberikan
1. Penurunan kesadaran
3. Kebingungan
4. Jantung berdebar-debar
5. Mengakibatkan impotensi pada pria dan gangguan menstruasi atau haid pada wanita
8. Sabu-sabu
Wanita menggunakan sabu-sabu, sabu-sabu tergolong sebagai satu dari sekian jenis-
metamfetamin adalah jenis narkotika berbentuk seperti kristal berwarna putih yang memiliki
efek stimulan.Efek samping yang bisa terjadi akibat penyalah gunaan sabu-sabu, antara lain:
1. Gangguan tidur
3. Paranoid
BAB III
112
Ibid
50
PENERAPAN UNDANG-UNDANG 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
DI POLSEK BINJAI TIMUR TERHADAP PENGGUNA NARKOBA
113
Loc.cit Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
51
perizinan peredaran Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 111; Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman,
Pasal 112b.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I,
Pasal 113; c.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan I,
Pasal 114d.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengakut, atau mentransito Narkotika Golongan I,
Pasal 115 e.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan I terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan
orang lain,
Pasal 116f.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan II,
Pasal 117g.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II,
Pasal 118h.Setiap orang yang tanpa hak atau melawah hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan II,
Pasal 119 i.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II,
Pasal 20 j.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan
orang lain,
Pasal 121 k.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan III,
Pasal 122l.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III114,
Pasal 123m.Setiap orang yang tanpa hak atau melawah hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan
Narkotika Golongan III,
114
Ibid
52
Pasal 124 n.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III,
Pasal 125 29o.Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan III terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan
orang lain,
Pasal 126p.Setiap Penyalah Guna Narkotika Golongan I, II, dan III bagi diri sendiri Pasal
127; Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor,
Pasal 128q.Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Prekursor Narkotika
untuk perbuatan Narkotika; Memproduksi, menimpor, mengekspor, atau menyalurkan
Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika; Menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Prekursor
Narkotika untuk pembuatan Narkotika; Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito
Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika
Pasal 129 r.Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana
Narkotika Pasal
130s.Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika Pasal
131t.Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan
kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa
dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur
untuk melakukan tindak pidana Narkotika; Untuk menggunakan Narkotika Pasal
133u.Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri;
Keluarga dari Pecandu Narkotika yang dengan sengaja tidak melaporkan Pecandu Narkotika
tersebut Pasal 134.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 115
Pasal 111 (1)Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk
tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). (2)Dalam hal
perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya
115
Ibid
53
melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal 112 (1)Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). (2)Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 133 (1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu,
memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan
ancaman, memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang
belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111,
Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal
120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh
miliar rupiah).
116
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
54
3. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang memiliki
wewenang umum Kepolisian.
4. Peraturan Kepolisian adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban
dan menjamin keamanan umum sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
5. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis
masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses
pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang
ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta
terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta
mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal,
mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-
bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
6. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
terjaminnyakeamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,
serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.
7. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan
bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri.
8. Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan. Penyelidikan
adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukansuatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.
9. Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan117.
10. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yangberdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan
117
Ibid
55
mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam
lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.
11. Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam
melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
12. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukantersangkanya.
13. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut
Kapolri adalahpimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
penanggung jawab penyelenggaraan fungsi kepolisian.Pasal 2 Fungsi
kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 6 tahun 2019 tentang
penyidikan Tindak Pidana Pasal 1Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia ini yang dimaksud dengan118:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri adalah alat
negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.
3. Penyidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
melakukan penyidikan.
4. Penyidik Pembantu adalah pejabat Polri yang diangkat oleh Kapolri berdasarkan syarat
kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan yang
diatur dalam undang-undang.
118
Ibid
56
5. Atasan Penyidik adalah Pejabat Polri yang mempunyai kewenangan penyidikan yang
secara struktural membawahi langsung Penyidik/Penyidik Pembantu.
6. Tindak Pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum berupa kejahatan atau
pelanggaran yang diancam dengan hukuman pidana penjara, kurungan atau denda.
7. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.8.Penyelidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk melakukan penyelidikan.
2) Kedudukan Kepolisian
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia Pasal 13 Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; danc. memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 14(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas119 :
a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan
masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran
hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan
peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium
forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
119
Ibid
57
i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkunganhidup
dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan
pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh
instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam
lingkup tugas kepolisian; sertal.melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 6 tahun 2019 tentang
penyidikan:
Pasal 3(1) Penyelidik berwenang menerima laporan/pengaduan baik secara tertulis, lisan
maupun menggunakan media elektronik tentang adanya tindak pidana.
(2) Laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterima di:
a. Satker pengemban fungsi Penyidikan pada tingkat Mabes Polri; atau
b. SPKT/SPKpada tingkat Polda/Polres/Polsek.
(3) Pada SPKT/SPK yang menerima laporan/pengaduan, ditempatkan Penyidik/Penyidik
Pembantu yang ditugasi untuk:a.menjamin kelancaran dan kecepatan pembuatan
laporan polisi;b.melakukan kajian awal guna menilai layak/tidaknya dibuatkan
laporan polisi;danc.memberikan pelayanan yang optimal bagi warga masyarakat yang
melaporkan atau mengadu kepada Polri.
(4) Setelah dilakukan kajian awal sebagaimana dimaksud pada ayat(3) huruf b, dibuat:
a. tanda penerimaan laporan; dan
b. laporan polisi.
(5) Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, terdiri atas120:
a. laporan polisi model A, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang
mengalami, mengetahui atau menemukan langsung peristiwa yang terjadi; dan
b. laporan polisi model B, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota Polri atas
laporan yang diterima dari masyarakat.portal.divkum.polri.
(6) Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5),diberi penomoran, sebagai
Registrasi Administrasi penyidikan.
(7)Laporan Polisi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), penanganannya dapat:
a. dilimpahkan ke kesatuan setingkat/tingkat bawah;
b. diambil alih oleh satuan tingkat atas;dan
120
Ibid
58
c. dilimpahkan ke instansi lain.
3) Disiplin Kepolisian
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia Pasal 8(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia berada di bawah
Presiden.(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam
pelaksanaantugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.Pasal 5(1)Penyelidikan dilakukan berdasarkan:
a. laporan dan/atau pengaduan; dan
b. surat perintah penyelidikan.(2) Dalam hal terdapat informasi mengenai adanya
dugaan tindak pidana, dibuat laporan informasi dan dapat dilakukan
penyelidikan sebelum adanya laporan dan/atau pengaduan dengan dilengkapi
surat perintah.
Pasal 6(1) Kegiatan penyelidikan dilakukan dengan cara121:
a. pengolahan TKP;
b. pengamatan (observasi);
c. wawancara (interview);
d. pembuntutan (surveillance);
e. penyamaran (undercover);
f. pembelian terselubung (undercoverbuy);
g. penyerahan dibawah pengawasan (control delivery);
h. pelacakan (tracking); dan/atau
i. penelitian dan analisis dokumen.
(2) Sasaran penyelidikan meliputi:
a. orang;
b. benda atau barang;
c. tempat;
d. peristiwa/kejadian; dan/atau
e. kegiatan.
121
Ibid
59
2. Kanit Sabhara : Ipda Mawardi
3. Kanit Binmas : Iptu Botang Nadeak
4. Kanit Reskrim : Iptu A.Sibuea.
5. Kanit Intel : Aiptu P.Siahaan.
6. Humas : Bripka Ramlan
7. Bhabinkamtibmas SM Rejo : Aiptu Ngadiman,
8. Babinkamtibmas Tunggurono : Aiptu P Ginting dan
9. Babinsa SM. Rejo : Serda Prianto dan Aiptu Rudi Andika.
Jumlah tindak pidana narkotika di Polsek Binjai Timur 3 tahun terakhir dari mulai tahun
2018 hingga tahun 2020.122
No Tahun Jumlah Jenis narkotika Usia/jenis kelamin
kasus
122
Data Polsek Binjai Timur November 2020
60
3. Zulfan Als Ijul, Umur 42 Th, Agama Islam, Pekerjaan Kuli Bangunan,
Jl.Enggang,Lk.III, Kel.Mencirim, Kec.Binjai timur, No.Lp/04/I/2019 Tg.02 Januari
2019 Tkp.Jl.Soekarno Hata Km.17, Kec. Binjai Timur, Didalam Bus Medan jaya.,
Bb:1 Bal Ganja, Berat:1 Kg.
Tahun 2020
1. Muhammad Irfan Yahya, Lk, Umur 29 Th, Tidak bekerja, Jl.Danau sentani,
Kel.Tunggu Rono, Kec. Binjai timur, No.Lp.650/IX/2020 Tg.22 September 2020,
Bb:1 Paket sabu, Berat:0.19 gr.
BINJAI - Polsek Binjai Timur melalui satuan unit Reskrim berhasil menangkap
tersangka Muaradona (36) warga Jalan Sukarno Hatta Lingkungan I, Kelurahan Sumber
Karya, Kecamatan Binjai Timur, karena kedapatan memiliki narkotika jenis sabu-
sabu.Penangkapan itu dilakukan di Jalan Megawati, Kelurahan Sumber Karya, Kecamatan
Binjai Timur, saat itu ditemukan satu plastik putih diduga berisikan narkotika jenis sabu-sabu,
katanya123.
Kasubag Humas Polres Binjai AKP Siswanto Ginting mengatakan kepada media,
ketika itu Kanit Reskrim Ipda H Sibuea SE dan anggota opsnal Polsek Binjai Timur
melaksanakan patroli ketempat yang diduga rawan keluar masuknya pembeli narkoba dari
Serba Jadi Desa Sumber Melati Diski, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.
Katanya, Jumat (23/10)124.
"Tim Unit Reskrim Polsek Binjai Timur melihat seseorang berjalan kaki dari Desa
Serba Jadi lewat rel kereta api mengarah ke wilayah Binjai Timur Jalan Trorb /Jalan
Megawati, mencurigai pelaku dengan gelagat ketakutan". Ujar Siswanto. Lalu, ketika tim
opsnal menghampirinya pelaku mencoba melarikan diri kemudian petugas mengejar dan
menangkap serta menggeledah pelaku dan menemukan satu paket kecil diduga narkoba jenis
sabu-sabu dari kantong celana sebelah kanan. Papar AKP Siswanto Ginting. Selanjutnya
tersangka beserta barang bukti di bawa ke Polsek Binjai Timur guna diproses lebih lanjut.
(Josef S)125
Binjai- Satuan Reskrim Polsek Binjai Timur berhasil menangkap 3 (tiga) orang
pemuda yang kerap menggunakan sabu dan sekaligus bandar narkoba jenis ekstasi. Kamis
(20/08/2020).Penangkapan bermula dari laporan masyarakat bahwa di Jln. Dr. Wahidin Kel.
123
Miliki sabu, Maradona ditangkap Polsek Binjai Timur ...sumut.antaranews.com › berita › miliki-sabu-
maradona
124
Reskrim Polsek Binjai Timur Bekuk Pemilik ... - Sinar Pagi Baruwww.sinarpagibaru.id › berita ›
detail › Reskrim_Polse...
125
Reskrim Polsek Binjai Timur Bekuk Pemilik Narkoba Jenis SabuSPB - Oct 23, 2020 10:32:57
61
Sumber Mulyo Rejo Kec. Binjai Timur sering terjadi transaksi narkoba.Dengan berdasarkan
laporan tersebut, satuan Reskrim Polsek Binjai yang dipimpin Ipda H. Sibuea, SE bersama
Anggota Opsnal langsung menuju ke lokasi.Dua orang pelaku berhasil di amankan yang
berinisial RA (23), dan HD (28) yang sedang duduk di depan penjual es pinggir jalan. Setelah
dilakukan pemeriksaan, petugas berhasil menemukan 4 (empat) butir ekstasi yang dibungkus
plastik klip.”terang Kanit Reskrim Polsek Binjai Timur Ipda H Subea126.
Setelah petugas dilakukan introgasi terhadap kedua pelaku, Salah satu pelaku berinisial
RA mengakui bahwa barang narkoba tersebut dia peroleh dari RI, RA mengatakan bahwa RI
sedang menginap di sebuah hotel Anita. Selanjutnya satuan Reskrim Polsek Binjai Timur
bergerak cepat menuju hotel Anita untuk dilakukan penangkapan terhadap RI. Alhasil, RI
berhasil di amankan di kamar hotel lantai 2 dan setelah petugas dilakukan pemeriksaan,
petugas berhasil menemukan 1 (satu) bungkus serbuk pil ekstasi yang telah halus di meja
kamarnya. 127
Selanjutnya, ketiga orang pelaku dan barang bukti dibawa ke Polsek Binjai Timur guna
proses lebih lanjut. Selanjutnya akan dilimpahkan ke Sat Narkoba Polres Binjai. Radar
medan.Com, Binjai - Sejumlah personil Unit Reskrim Polsek Binjai Timur turun ke lokasi
kejadian untuk memastikan laporan masyarakat yang resah karena kawasan itu kerap
dijadikan tempat transaksi narkoba.
Menurut Kasubbag Humas Polres Binjai, AKP Siswanto Ginting, warga kawasan Jalan
Medan-Binjai KM 16,5 Desa Sei Semayang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang,
Sumatera Utara seorang diamankan di kawasan Jalan Makalona Kelurahan Tunggurono
Kecamatan Binjai Timur, saat duduk di atas sepeda motornya. "Kita mendapatkan laporan
dari masyarakat jika ada suatu lokasi yang sering dijadikan sebagai tempat untuk melakukan
transaksi Narkoba. Hal ini tentu kita tindaklanjuti," ungkap AKP Siswanto di ruang kerjanya,
Rabu (01/07/2020).Saat melihat seorang pria dengan gelagat mencurigakan duduk di atas
sepeda motor, lanjutnya, sejumlah anggota Reskrim segera menghampiri dan melakukan
penggeledahan. Hasilnya, ditemukan satu plastik klip transparan berukuran sedang berisi
sabu-sabu dalam bungkus rokok yang berada di genggaman tangan kanannya.
"Tersangka mengaku membeli paket sabu-sabu itu dari seseorang bernama Paul, yang
tinggal di kawasan Ringroad Kecamatan Medan Sunggal," ungkapnya.AKP
126
Polsek Binjai Timur Berhasil Menggagalkan Tiga Anak Muda ...sumut.indeksnews.com › 2020/08/22
› polsek-binjai-ti..
127
Polsek Binjai Timur Berhasil Menggagalkan Tiga Anak Muda Untuk Dugem Oleh:Acong Sembiring-
22 Agustus 2020
62
Siswanto,menjelaskan saat ini tersangka masih menjalani pemeriksaan intensif di Mapolres
Binjai untuk menindak pengakuan tersangka.(Rahmad/PR)” 128
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT PENGGUNA 0.5 GRAM
AKAN NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM POLSEK BINJAI TIMUR
A. Perlindungan Hukum
Pada UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Pasal 54 menyatakan pecandu narkotika
dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.
Lagi-Lagi Polsek Binjai Timur Berhasil Menggagalkan Narkoba Oleh : Radar Medan | 02 Jul 2020,
128
63
Rehabilitasi medis yakni terkait pengobatan dan pemulihan kesehatan. Sedangkan rehabilitasi
sosial terkait pemulihan sosial dan mental pecandu narkoba.
Pada Pasal 55 menyebutkan permohonan rehabilitasi ini dilaporkan oleh si pecandu atau
keluarga ke lembaga rehabilitasi medis dan sosial. Sedangkan untuk pecandu narkoba di
bawah umur, dilaporkan oleh walinya.
Pasal 103 UU Narkotika menyebutkan:
a. Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat: memutus untuk
memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui
rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak
pidana Narkotika; atau
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau
perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah
melakukan tindak pidana Narkotika.
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani
hukuman.
Hakim terikat pada Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010. Salah satunya
memberikan batasan kadar narkoba yang didapati saat penangkapan. Di atas batas maksimal,
maka dikenakan aturan hukum yang berlaku di UU Narkotika, bukan pecandu lagi129.
Berikut ini daftar batasannya:
- sabu kurang dari 1 gram.
- ekstasi kurang dari 2,4 gram atau sama dengan 8 butir.
- Kelompok Heroin kurang dari 1,8 gram.
- Kelompok Kokain kurang dari 1,8 gram.
- Kelompok Ganja kurang dari 5 gram.
- Daun Koka kurang dari 5 gram.
- Meskalin kurang dari 5 gram.
- Kelompok Psilosybin kurang dari 3 gram.
- Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) kurang dari 2 gram.
- Kelompok PCP (phencylidine) kurang dari 3 gram.
- Kelompok Fentanil kurang dari 1 gram.
- Kelompok Metadon kurang dari 0,5 gram.
- Kelompok Morfin kurang dari 1,8 gram.
129
Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010
64
- Kelompok Petidin kurang dari 0,96 gram.
- Kelompok Kodein kurang dari 72 gram Kelompok.
- Bufrenorfin kurang dari 32 mg
dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.130
Dasar hukum BNN adalah Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Sebelumnya, BNN merupakan lembaga non struktural yang dibentuk berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 17 Tahun 2002, yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 83
Tahun 2007, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010, Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2007.
Sejarah
Sejarah penanggulangan bahaya Narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai
tahun 1971 pada saat dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6
Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk
menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang
palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan,
penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.
Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk Bakolak Inpres Tahun 1971
yang salah satu tugas dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkoba. Bakolak Inpres
adalah sebuah badan koordinasi kecil yang beranggotakan wakil-wakil dari Departemen
Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, dan lain-lain,
130
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional
65
yang berada di bawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN. Badan ini
tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari
ABPN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN131.
Pada masa itu, permasalahan narkoba di Indonesia masih merupakan permasalahan
kecil dan Pemerintah Orde Baru terus memandang dan berkeyakinan bahwa permasalahan
narkoba di Indonesia tidak akan berkembang karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang
ber-Pancasila dan agamis. Pandangan ini ternyata membuat pemerintah dan seluruh bangsa
Indonesia lengah terhadap ancaman bahaya narkoba, sehingga pada saat permasalahan
narkoba meledak dengan dibarengi krisis mata uang regional pada pertengahan tahun 1997,
pemerintah dan bangsa Indonesia seakan tidak siap untuk menghadapinya, berbeda dengan
Singapura, Malaysia dan Thailand yang sejak tahun 1970 secara konsisten dan terus menerus
memerangi bahaya narkoba.
Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat,
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mengesahkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika. Berdasarkan kedua Undang-undang tersebut, Pemerintah
(Presiden Abdurahman Wahid) membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN),
dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi
penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait.
BKNN diketuai oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) secara ex-
officio. Sampai tahun 2002 BKNN tidak mempunyai personel dan alokasi anggaran sendiri.
Anggaran BKNN diperoleh dan dialokasikan dari Markas Besar Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Mabes Polri), sehingga tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara
maksimal.
BKNN sebagai badan koordinasi dirasakan tidak memadai lagi untuk menghadapi
ancaman bahaya narkoba yang makin serius. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan
Narkotika Nasional (BNN). BNN, sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas
mengoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan
operasional, mempunyai tugas dan fungsi: 1. mengoordinasikan instansi pemerintah terkait
dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba; dan 2.
mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba.
131
Profil - Badan Narkotika Nasional RI - BNNbnn.go.id › profil
66
Mulai tahun 2003 BNN baru mendapatkan alokasi anggaran dari APBN. Dengan
alokasi anggaran APBN tersebut, BNN terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-
sama dengan BNP dan BNK. Namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memilki jalur
komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN
dinilai tidak dapat bekerja optimal dan tidak akan mampu menghadapi permasalahan narkoba
yang terus meningkat dan makin serius. Oleh karena itu pemegang otoritas dalam hal ini
segera menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika
Nasional, Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK),
yang memiliki kewenangan operasional melalui kewenangan Anggota BNN terkait dalam
satuan tugas, yang mana BNN-BNP-BN Kab/Kota merupakan mitra kerja pada tingkat
nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang masing-masing bertanggung jawab kepada
Presiden, Gubernur dan Bupati/Wali kota, dan yang masing-masing (BNP dan BN Kab/Kota)
tidak mempunyai hubungan struktural-vertikal dengan BNN.
Merespon perkembangan permasalahan narkoba yang terus meningkat dan makin
serius, maka Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 melalui Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Tahun 2002 telah merekomendasikan
kepada DPR-RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan dan
mengundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai
perubahan atas UU Nomor 22 Tahun 1997. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tersebut,
BNN diberikan kewenangan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan
prekursor narkotika. Yang diperjuangkan BNN saat ini adalah cara untuk memiskinkan para
bandar atau pengedar narkoba, karena disinyalir dan terbukti pada beberapa kasus penjualan
narkoba sudah digunakan untuk pendanaan teroris (Narco Terrorism) dan juga untuk
menghindari kegiatan penjualan narkoba untuk biaya politik (Narco for Politic)132.
Menurut Perpres di atas, BNN mempunyai tugas menyusun dan melaksanakan
kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau
dan alkohol. Selain tugas ini, BNN memiliki tugas-tugas lain yaitu:
Tugas dan Fungsi133yaitu:
Ibid
132
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang
133
67
1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika;
2. Mencegah dan memberantas penyalah gunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
3. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
4. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu
Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
5. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
6. Memantau, mengarahkan dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika Narkotika;
7. Melalui kerja sama bilateral dan multiteral, baik regional maupun internasional, guna
mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
8. Mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika;
9. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
10. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Selain tugas sebagaimana diatas, BNN juga bertugas menyusun dan melaksanakan
kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap psikotropika, prekursor dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau
dan alkohol.
Pasal 2Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Badan
Narkotika Nasional(1)BNN mempunyai tugas:
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika;
b. mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika;
c. berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Republik Negara Indonesia dalam
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
68
d. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat;
e. memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalah gunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f. memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam
pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika;
g. melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun
internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
h. mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika.
i. melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan tehadap perkara
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
j. membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BNN juga bertugas
menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan
penyalah gunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya
kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
Fungsi:134
1. Penyusunan dan perumusan kebijakan nasional di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan
prekursor serta bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol
yang selanjutnya disingkat dengan P4GN.
2. Penyusunan, perumusan dan penetapan norma, standar, kriteria dan prosedur P4GN.
3. Penyusunan perencanaan, program dan anggaran BNN.
4. Penyusunan dan perumusan kebijakan teknis pencegahan, pemberdayaan masyarakat,
pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama di bidang P4GN.
5. Pelaksanaan kebijakan nasional dan kebijakna teknis P4GN di bidang pencegahan,
pemberdayaan masyarakat, pemberantasan, rehabilitasi, hukum dan kerjasama.
6. Pelaksanaan pembinaan teknis di bidang P4GN kepada instansi vertikal di lingkungan
BNN.
134
Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010.
69
7. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait dan komponen masyarakat dalam rangka
penyusunan dan perumusan serta pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN.
8. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi di lingkungan BNN.
9. Pelaksanaan fasilitasi dan pengkoordinasian wadah peran serta masyarakat.
10. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan penyalah gunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
11. Pelaksanaan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi di bidang narkotika,
psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif untuk
tembakau dan alkohol.
12. Pengoordinasian instansi pemerintah terkait maupun komponen masarakat dalam
pelaksanaan rehabilitasi dan penyatuan kembali ke dalam masyarakat serta perawatan
lanjutan bagi penyalahguna dan/atau pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan
adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol di tingkat pusat dan
daerah.
13. Pengkoordinasian peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan
adiktif untuk tembakau dan alkohol yang diselenggarakan oleh pemerintah dan
masyarakat.
14. Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi penyalahguna dan/atau pecandu
narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif tembakau
dan alkohol berbasis komunitas terapeutik atau metode lain yang telah teruji
keberhasilannya.
15. Pelaksanaan penyusunan, pengkajian dan perumusan peraturan perundang-undangan
serta pemberian bantuan hukum di bidang P4GN.
16. Pelaksanaan kerjasama nasional, regional dan internasional di bidang P4GN.
17. Pelaksanaan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan P4GN di lingkungan
BNN135.
18. Pelaksanaan koordinasi pengawasan fungsional instansi pemerintah terkait dan
komponen masyarakat di bidang P4GN.
19. Pelaksanaan penegakan disiplin, kode etik pegawai BNN dan kode etik profesi
penyidik BNN.
20. Pelaksanaan pendataan dan informasi nasional penelitian dan pengembangan, serta
pendidikan dan pelatihan di bidang P4GN.
135
Ibid
70
21. Pelaksanaan pengujian narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan adiktif
lainnya, kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol.
22. Pengembangan laboratorium uji narkotika, psikotropika dan prekursor serta bahan
adiktif lainnya, kecuali bahan adiktif tembakau dan alkohol.
23. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang P4GN.
Struktur
Susunan organisasi BNN terdiri atas:
1. Kepala
2. Sekretariat Utama
3. Deputi Bidang Pencegahan
4. Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat
5. Deputi Bidang Pemberantasan
6. Deputi Bidang Rehabilitasi
7. Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama
8. Inspektorat Utama
9. Pusat Penelitian, Data, dan Informasi
10. Balai Besar Rehabilitasi
11. Balai Diklat
12. UPT Uji Lab Narkoba
13. Instansi vertikal:
a. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP)
b. Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK)
71
takut untuk memberikan informasi tentang peredaran Narkoba yang di lingkungan kita," ucap
Ngemat Surbakti.
"Narkoba sudah sangat meresahkan, sehingga berdampak negatif bagi lingkungan
tempat tinggal kita. Tujuannya agar kita merasa aman dan nyaman tinggal di lingkungan kita
sendiri," harapnya.Di tempat yang sama, Kepala BNNK Binjai AKBP Safwan Khayat,
menjelaskan tentang dampak bahaya narkoba kepada para pecandu Narkoba, khususnya
terhadap anggota keluarga, sehingga kita harus tanggap menyikapinya.
"Narkoba ini sangat berbahaya bagi para penggunanya, apalagi sempat angota keluarga
kita yang terkena. Sebaiknya apabila kita mengetahui ada saudara dan tetangga, maupun
kerabat kita yang menjadi pengguna barang haram ini, agar bisa mengambil sikap dan
melaporkannya ke BNN kota Binjai," ucap Safwan.Turut hadir dalam kegiatan penyuluhan
hukum ini, Camat Binjai Timur Nasrullah Effendi, Dandim 0203/Langkat, yang diwakili oleh
Letda Sudargo.[rgu]136
Bentuk perlindungan ketika terjadi penyimpangan terhadap anak menjadi pengguna
narkoba, negara perlu memberikan perhatian terhadap masalah ini. Anak adalah generasi
penerus bangsa yang memiliki keterbatasan dalam memahami dan melindungi diri dari
berbagai pengaruh yang ada. Secara hukum negara Indonesia telah memberikan perlindungan
kepada anak melalui berbagai peraturan perundang-undangan di antaranya UUD 1945 Pasal
34, Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Walaupun dalam pelaksanaannya sistem peradilan pidana anak di
Indonesia masih menghadapi berbagai persoalan. Prinsip-prinsip perlindungan terhadap anak
dalam sistem peradilan pidana anak diatur oleh sejumlah konvensi internasional dan peraturan
perundang-undangan secara nasional. Secara nasional perlindungan terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum diatur dalam perundang-undangan Republik Indonesia, yaitu: 1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34. 2. Undang-Undang
RI No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. 3. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1991
tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 4. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak. 5. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 6.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. 7. Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak. Perlindungan hukum terhadap anak dalam proses
persidangan secara umum dengan kasus narkotika perbedaan terletak pada keterangan saksi
136
BNNK Binjai Berikan Penyuluhan Narkoba di Binjai Timur Kamis, 03 November 2016 | 19:25
72
dalam kasus narkotika dapat didengar dan dihadiri oleh terdakwa anak kemudian pada sanksi
hukuman berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika serta adanya
pemberian rehabilitasi terhadap terdakwa anak pada kasus narkotika137.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
73
B. Saran
1. Bahwa Penerapan Undang-Undang 35 tahun 2009 tentang narkotika di Polsek
BinjaiTimur terhadap pengguna narkoba sudah sangat baik akan tertapi sebaiknya
lebih ditingkatkan akan penanganan pencegahan agar tidak berkembang dan tumbuh
Bahkan jika dimungkinkan agar tidak ada penyalahgunaan narkoba di wilayah hukum
Polsek Binjai Timur.
2. Bahwa perlindungan hukum terhadap masyarakat akan bahaya narkotika di wilayah
hukum Polsek Binjai Timur sudah memberikan nilai yang baik akan tetapi agar lebih
ditingkatkan pelayanan kepada masyarakat baik dari penyuluhan-penyuluhan bagi
masyarakat dan pelayanan rehabilitasi bagi pengguna narkoba agar lebih dipermudah
dan lembaganya agar lebih banyak lagi.
Daftar Pustaka
Buku
Abdulkadir, Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti,
2004.
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum ( Suatu kajian filosofis dan sosiologis), Toko
Gunung Agung, Jakarta,2002.
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002.
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ninth edition, St. paul: West, 2009.
74
Cst kansil,at al, kamus istilah hukum, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta:2009.
C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka.
Jakarta. 1986.
H. Zainal Asikin, Pengantar Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011.
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, Jakarta, 2006.
Juliana Lisa, Nengah Sutrisna. Narkoba, psikotropika dan gangguan jiwa, nuha medika,
Yogyakarta, 2003.
Junaidi dan Efendi Suharto, Panduan Praktis Bila Menghadapi Perkara Pidana, Mulai
Proses Penyelidikan Sampai Persidangan, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2010.
Kusumaatmadja Mochtar dan Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Alumni,
Bandung, 2000.
Lamintang P.A.F, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung: 1984.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni. Bandung,
2005.
75
O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media, Salatiga, 2011,
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia, Surabaya: Bina
Ilmu, 1987.
Pitojo, Setijo,Ganja, Opium, dan Coca Komoditas Terlarang (narkoba musuh kita
bersama), cet. Pertama, Angkasa Bandung 2006.
Reza Indragiri Amriel, Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, Salemba Humanika,
Jakarta, 2008.
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2008 .
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta,2012.
Wahyu Desna Nugroho, Prof. Dr. Sunarto, S.H.,M.H, Firganefi, S.H.,M.H, Penegakan
Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Polisi (Sudi Wilayah
Hukum Polda Lampung).
Haryanti, Tuti, Jurnal Hukum Dan Masyarakat, Vol. X No. 2, Desember 2014,
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam.
76
Ferawati Royani dan Yurike, Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana
Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Menurut Studi Kriminologi (Di BNNP
Bengkulu), Jurnal HukumSehasenVol.2No.1Tahun2019.
https://typoonline.com/kbbi/pengguna
77
78