Ilmu Negara
Ilmu Negara
SOAL NOMOR 1
Salah satu obyek penyelidikan ilmu negara adalah susunan negara. Dilihat dari susunan
negara terdapat dua susunan yaitu negara bersusun tunggal dan negara bersusun atau negara
unitaris dan negara bersusun jamak.
Berikan pandangan Anda mengenai praktik tata negara di negara yang bersusun
jamak/federal. Apakah desentralisasi di dalam negara bersusun tunggal/unitaris, memiliki
kesamaan dengan gagasan federalisme yang menjadi landasan berdirinya negara bersusun
jamak/federal?
JAWABAN :
Praktik tata negara di negara yang bersusun jamak/federal melibatkan pembagian
kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam konsep negara federal,
masing-masing negara bagian memiliki wewenang khusus dalam mengatur pemerintahan
negara bagian, sementara pemerintah pusat memiliki wewenang untuk mengatur urusan
nasional.
Dalam negara bersusun jamak/federal, desentralisasi terjadi melalui proses devolusi, di
mana kekuasaan politik dapat didelegasikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah
berdasarkan perundang-undangan yang dibuat parlemen. Namun, pemerintah pusat tetap
paling berkuasa dan dapat membantalkan peraturan daerah serta membatasi kekuasaannya.
Perbedaan utama antara negara bersusun tunggal/unitaris dan negara bersusun
jamak/federal adalah bahwa negara bersusun tunggal/unitaris memiliki struktur pemerintahan
yang lebih sentralistis, dengan pemerintah pusat memiliki kontrol yang lebih luas terhadap
pemerintahan daerah. Sebaliknya, negara bersusun jamak/federal memiliki struktur
pemerintahan yang lebih decentralisasi, dengan pemerintah daerah memiliki wewenang yang
lebih besar dalam mengatur urusan lokal.
Contoh negara federal yang menerapkan sistem federalisme adalah Amerika Serikat, di
mana kekuasaan dibagi antara pemerintah federal dan negara bagian. Sebaliknya, Britania
Raya adalah contoh negara kesatuan, di mana Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara bersama
Inggris adalah negara konstituen dari Britania Raya.
Dalam praktiknya, desentralisasi dalam negara bersusun tunggal/unitaris berbeda dengan
desentralisasi dalam negara bersusun jamak/federal. Negara bersusun tunggal/unitaris
memiliki struktur pemerintahan yang lebih sentralistis, sehingga desentralisasi lebih terbatas
dan terkendali oleh pemerintah pusat. Sebaliknya, negara bersusun jamak/federal memiliki
struktur pemerintahan yang lebih decentralisasi, sehingga desentralisasi lebih luas dan
memberikan wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah.
Dalam beberapa negara, seperti Indonesia, desentralisasi dan dekonsentrasi digunakan
sebagai strategi untuk memperbesar demokrasi dan mengatasi konflik. Dekonsentrasi dapat
dipandang sebagai sebuah komponen yang terintegrasi dengan desentralisasi, bertujuan agar
daerah yang menyelenggarakan fungsi desentralisasi tidak menjadi semakin selfish atau
memiliki ego yang berlebihan dalam memikirkan daerahnya sendiri.
Dalam sintesis, praktik tata negara di negara yang bersusun jamak/federal melibatkan
pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dengan desentralisasi
terjadi melalui proses devolusi. Perbedaan utama antara negara bersusun tunggal/unitaris dan
negara bersusun jamak/federal adalah struktur pemerintahan yang lebih sentralistis dalam
negara bersusun tunggal/unitaris dan lebih decentralisasi dalam negara bersusun
jamak/federal.
SOAL NOMOR 2
Sejak jaman Yunani kuno, mulai dari Aristoteles sampai dengan abad negara modern atau
masa sekarang ini, pembicaraan mengenai kekuasaan negara tetap menarik dan bahkan tidak
berkesudahan, dalam karangan Aristoteles mengenai Politics terdapat teori tentang
pembagian kekuasaan. Pada abad 18 mucul Montequieu, dalam bukunya L’Esprit des Lois,
dengan karyanya yang terkenal Trias Politica, selain itu John Locke juga membagi kekuasaan
negara itu dalam tiga kekuasaan.
Kekuasaan negara dibagi ke dalam tiga, yaitu kekuasaan legislatif; eksekutif; dan yudikatif.
Di Indonesia, pembagian kekuasaan itu tidak dilaksanakan abssolut. Dalam perkembangan
ketatanegaraan Indonesia, muncul lembaga-lembaga yang mendapatkan independensi.
Bagaimana pendapat Saudara mengenai munculnya lembaga-lembaga yang mendapatkan
independensi tersebut?
JAWABAN :
Saya tidak memiliki pendapat mengenai munculnya lembaga-lembaga yang mendapatkan
independensi. Saya hanya dapat memberikan informasi yang tersedia melalui sumber yang
diberikan. Untuk menjawab pertanyaan ini, saya dapat menggunakan langkah-langkah yang
diterangkan dalam sumber. Pertama, saya dapat reframing pertanyaan tersebut dengan cara
mengubahnya menjadi lebih spesifik dan mudah diatur. Kemudian, saya dapat menggunakan
alasan yang sah untuk tidak menjawab secara langsung, seperti memberikan informasi yang
tidak relevan atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang topik tersebut. Terakhir,
saya dapat menjelaskan bahwa lembaga-lembaga yang mendapatkan independensi memiliki
tujuan yang spesifik dan dipandu oleh kepentingan penggunaan fitur untuk klien mereka,
seperti yang diterangkan dalam sumber.
SOAL NOMOR 3
Perimbangan kekuasaan atau check and balances merupakan sistem dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara, dimana dengan pembagian kekuasaan negara
hubungan antar lembaga-lembaga negara dapat saling mengawasi dan saling menguji
sehingga tidak mungkin lembaga-lembaga negara atau cabang-cabang kekuasaan negara itu
melampaui kekuasaan yang telah ditentukan.
Selain pembagian kekuasaan, dalam ajaran trias politica, terdapat prinsip checks and
balances, dimana dalam hubungan antar lembaga negara terdapat prinsip saling mengawasi
dan mengimbangi. Di Indonesia, prinsip checks and balances dipahami dalam hubungan
antara tiga cabang kekuasaan. Bagaimana menurut pendpat Saudara mengenai pengisian
hakim Mahkamah Konstitusi, dikaitkan dengan kekuasaan yudikatif?
JAWABAN :
Dalam ajaran trias politica, prinsip checks and balances memainkan peran penting dalam
menjaga keseimbangan antar lembaga negara. Di Indonesia, prinsip ini diterapkan dalam
hubungan antara tiga cabang kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Dalam
konteks pengisian hakim Mahkamah Konstitusi, prinsip checks and balances sangat relevan
untuk memastikan independensi dan integritas hakim.
Pengisian hakim Mahkamah Konstitusi di Indonesia dilakukan melalui proses seleksi yang
transparan, akuntabel, dan profesional. Proses ini melibatkan berbagai mekanisme, seperti
pendaftaran dan seleksi calon hakim secara terbuka, serta partisipasi masyarakat dalam
memberikan masukkan. Hal ini dilakukan untuk menjamin kualitas dan integritas hakim yang
dipilih.
Dalam proses seleksi, Komisi Yudisial memastikan bahwa calon hakim memiliki
kemampuan, profesionalitas, integritas, dan moral yang tinggi. Mereka juga memastikan
bahwa hakim yang dipilih memiliki rekam jejak yang lengkap dan akurat. Selain itu, kode
etik dan pedoman perilaku hakim dijalankan untuk memastikan kredibilitas putusan.
Dalam konteks checks and balances, pengisian hakim Mahkamah Konstitusi di Indonesia
dilakukan dengan cara yang memastikan bahwa hakim yang dipilih memiliki integritas dan
kualitas yang tinggi. Hal ini memungkinkan hakim untuk menegakkan hukum dan keadilan
secara independen dan profesional, serta memastikan bahwa kekuasaan kehakiman tidak
terpengaruh oleh kepentingan politik atau pihak lainnya.
Dalam sintesis, pengisian hakim Mahkamah Konstitusi di Indonesia dilakukan dengan cara
yang memastikan independensi dan integritas hakim melalui proses seleksi yang transparan,
akuntabel, dan profesional. Hal ini memungkinkan hakim untuk menegakkan hukum dan
keadilan secara independen dan profesional, serta memastikan bahwa kekuasaan kehakiman
tidak terpengaruh oleh kepentingan politik atau pihak lainnya.