0% found this document useful (0 votes)
105 views10 pages

Nomor 1 Maret 2016 - 7 Mowitu Poso OK

Effect Of Compost And Irigation Practices On The Behavior Of Iron In The Soil Of Paddy Fields In Areas Of High Rainfall Regime In Poso Distric by Mowidu, I., Sunarminto, B. H., Purwanto, B. H. , dan Utami, S. N. H The iron in the soil may be the form of crystalline, amorphous or organic. To assess the effect of compost and irrigation practices to form Fe in the soil, greenhouse experiments have been conducted using paddy soil of high rainfall regime in Poso. Experiment 2 factors consisted of factors compost 5 t ha-1 (K0: without compost, K1: straw compost 100%, K2: straw compost 75% + pod husks (ph) 25%, K3: straw compost 50% + ph 50%, K4: straw compost 25% + ph 75%, K5: pod husks 100%), and irrigantion practices factor (I1: saturated and I2: intermittent). Observation was made of the Fe-d, Fe-o and Fe-p using the selective solvent (0.1 M Na-pyrophosphate, 0.2 M ammonium oxalate pH 3, and Na-dithionite citrate pH 7.3). The results showed that significantly affect the application of compost to Fe-d and Fe-o at 14 days after planting (DAT), and the Fe-p at 40 and 70 DAT. Irrigation practices significantly effect on Fe-o at 70 DAT and harverst time, the Fe-p at 40, 70, 75 DAT and harverst time, wherewas the Fe-d effect not significant. Watering saturated lead levels of fe-o and Fe-p higher. The interaction between the application of compost and irrigation practices significantly affect to Fe-d and Fe-p at harvest, while the Fe-o effect is no signicant. Fe-d levels highest in K4I1 at harvest were significantly different with straw compost applications with higher composition and water saturation, as well as the applications of compost pod husks composition higher and intermittent irrigation. Fe-p levels were lower in K0I1 and significantly different from the composting with different compositions
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOC, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
105 views10 pages

Nomor 1 Maret 2016 - 7 Mowitu Poso OK

Effect Of Compost And Irigation Practices On The Behavior Of Iron In The Soil Of Paddy Fields In Areas Of High Rainfall Regime In Poso Distric by Mowidu, I., Sunarminto, B. H., Purwanto, B. H. , dan Utami, S. N. H The iron in the soil may be the form of crystalline, amorphous or organic. To assess the effect of compost and irrigation practices to form Fe in the soil, greenhouse experiments have been conducted using paddy soil of high rainfall regime in Poso. Experiment 2 factors consisted of factors compost 5 t ha-1 (K0: without compost, K1: straw compost 100%, K2: straw compost 75% + pod husks (ph) 25%, K3: straw compost 50% + ph 50%, K4: straw compost 25% + ph 75%, K5: pod husks 100%), and irrigantion practices factor (I1: saturated and I2: intermittent). Observation was made of the Fe-d, Fe-o and Fe-p using the selective solvent (0.1 M Na-pyrophosphate, 0.2 M ammonium oxalate pH 3, and Na-dithionite citrate pH 7.3). The results showed that significantly affect the application of compost to Fe-d and Fe-o at 14 days after planting (DAT), and the Fe-p at 40 and 70 DAT. Irrigation practices significantly effect on Fe-o at 70 DAT and harverst time, the Fe-p at 40, 70, 75 DAT and harverst time, wherewas the Fe-d effect not significant. Watering saturated lead levels of fe-o and Fe-p higher. The interaction between the application of compost and irrigation practices significantly affect to Fe-d and Fe-p at harvest, while the Fe-o effect is no signicant. Fe-d levels highest in K4I1 at harvest were significantly different with straw compost applications with higher composition and water saturation, as well as the applications of compost pod husks composition higher and intermittent irrigation. Fe-p levels were lower in K0I1 and significantly different from the composting with different compositions
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOC, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 10

Jurnal AGRI PEAT, Vol. 17 No.

1 , Maret 2016 : 51 - 60

ISSN :1411 - 6782

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS DAN CARA PENGAIRAN TERHADAP PERILAKU BESI


PADA TANAH SAWAH DI DAERAH REGIM CURAH HUJAN TINGGI DI KABUPATEN POSO

(Effect Of Compost And Irigation Practices On The Behavior Of Iron In The Soil Of Paddy
Fields In Areas Of High Rainfall Regime In Poso Distric)
Mowidu, I.1), Sunarminto, B. H. 2), Purwanto, B. H.2) , dan Utami, S. N. H 2).
1)
Fakultas Pertanian, Universitas Sintuwu Maroso, Poso, Indonesia
2)
Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia
e-mail: [email protected]
Diterima : 1/3/2016

Disetujui : 15 Maret 2016


ABSTRAK

The iron in the soil may be the form of crystalline, amorphous or organic. To assess the effect of
compost and irrigation practices to form Fe in the soil, greenhouse experiments have been conducted
using paddy soil of high rainfall regime in Poso. Experiment 2 factors consisted of factors compost 5 t
ha-1 (K0: without compost, K1: straw compost 100%, K2: straw compost 75% + pod husks (ph) 25%,
K3: straw compost 50% + ph 50%, K4: straw compost 25% + ph 75%, K5: pod husks 100%), and
irrigantion practices factor (I1: saturated and I2: intermittent). Observation was made of the Fe-d, Fe-o
and Fe-p using the selective solvent (0.1 M Na-pyrophosphate, 0.2 M ammonium oxalate pH 3, and
Na-dithionite citrate pH 7.3). The results showed that significantly affect the application of compost to
Fe-d and Fe-o at 14 days after planting (DAT), and the Fe-p at 40 and 70 DAT. Irrigation practices
significantly effect on Fe-o at 70 DAT and harverst time, the Fe-p at 40, 70, 75 DAT and harverst time,
wherewas the Fe-d effect not significant. Watering saturated lead levels of fe-o and Fe-p higher. The
interaction between the application of compost and irrigation practices significantly affect to Fe-d and
Fe-p at harvest, while the Fe-o effect is no signicant. Fe-d levels highest in K4I1 at harvest were
significantly different with straw compost applications with higher composition and water saturation,
as well as the applications of compost pod husks composition higher and intermittent irrigation. Fe-p
levels were lower in K0I1 and significantly different from the composting with different compositions.
Keywords: Fe amorphous, crystalline Fe, Fe organic, compost, irrigation
ABSTRACT
Besi dalam tanah mungkin terdapat dalam bentuk kristalin, amorf dan organik. Untuk mengkaji
pengaruh pemberian kompos dan cara pengairan terhadap bentuk Fe dalam tanah, telah dilakukan
percobaan rumah kaca menggunakan tanah sawah dari regim curah hujan tinggi di kabupaten Poso.
Percobaan 2 faktor terdiri dari faktor kompos 5 t ha -1 (K0: tanpa kompos, K1: kompos jerami 100%,
K2: kompos jerami 75% + kulit buah kakao (KBK) 25%, K3: kompos jerami 50% + KBK 50%, K4:
kompos jerami 25% + KBK 75%, dan K5: kompos KBK 100%), dan faktor cara pengairan (I1: macakmacak dan I2: berselang). Komponen amatan Fe-d,Fe-o dan Fe-p menggunakan pelarut selektif (0.1 M
Na-pirofosfat; 0.2 M ammonium oksalat pH 3, dan Na-dithionit sitrat pH 7.3). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Pemberian kompos berpengaruh nyata terhadap Fe-d dan Fe-o pada 14 hst, serta
terhadap Fe-p pada 40 dan 70 hst. Cara pengairan berpengaruh nyata terhadap Fe-o pada 70 hst dan
saat panen, terhadap Fe-p pada 40, 70, 75 hst dan saat panen, sedangkan terhadap Fe-d pengaruhnya
tidak nyata. Pengairan macak-macak menyebabkan kadar Fe-o dan Fe-p lebih tinggi. Interaksi antara
pemberian kompos dan cara pengairan berpengaruh nyata terhadap Fe-d dan Fe-p saat panen,
sedangkan terhadap Fe-o pengaruhnya tidak nyata.Kadar Fe-dK4I1 paling tinggi saat panen yang

51

Mowidu, I., dkk

Pengaruh Pemberian Kompos dan Cara Pengairan.

berbeda nyata dengan pemberian kompos jerami dengan komposisi yang makin tinggi dan pengairan
macak-macak, serta dengan pemberian kompos KBK dengan komposisi yang makin tinggi dan
pengairan berselang. Kadar Fe pada K0I1 lebih rendah dan berbeda nyata dengan pemberian kompos
dengan berbagai komposisi.
Kata kunci: Fe amorf, Fe kristalin, Fe organic, kompos, pengairan.
mengatur suasana rhizosfer agar tidak terlalu
reduktif (Maas, 2011) melalui tata air
intermittent (digenangi dan dikeringkan
berselang 1 minggu) dengan waktu tanam 14
hari setelah digenangi (Khairullah, 2012), dan
memberikan pupuk organik dengan nisbah C/N
< 25 agar potensial redokstidak turun hingga
<100 mV (Maas, 2011).
Pengairan berselang dan macak-macak
selama pertanaman dapat mempengaruhi
kelarutan Fe dalam tanah. Suasana anaerob
karena penggenangan melarutkan Fe sebagai
akibat turunnya potensial redoks (Eh), tetapi
suasana
aerob
karena
pengeringan
menyebabkan Fe mengalami presipitasi sebagai
akibat naiknya potensial redoks sampai ke
tingkat oksidatif
yang mengoksidasi Fe2+
3+
menjadi Fe .Pada suasana digenangi dan
dikeringkan terjadi perubahan konsentrasi Fe
amorf menjadi bentuk yang lebih kristalin
dengan potensi erapan P yang tinggi (Sah et al.,
1989 cit. Reddy & Delaune, 2008).
Bahan organik berupa jerami padi dan
kulit buah kakao (KBK) sebagai limbah
pertanian lokal, belum dimanfaatkan oleh petani
di kabupaten Poso.Jerami sisa panen biasanya
dibakar di tempat perontokan dan kulit buah
kakao ditumpuk di tempat pemecahan
buah.Limbah tersebut merupakan bahan
potensial untuk diolah menjadi kompos yang
dapat digunakan sebagai amelioran untuk
meningkatkan kualitas lahan.Penelitian Yusuf
(2010) menggunakan jerami padi dan purun
tikus pada berbagai tingkat dekomposisi pada
tanah sulfat masam menunjukkan bahwa
pemberian
bahan
organik
menurunkan
konsentrasi Fe2+ setelah inkubasi. Hasil
penelitian Khairullah (2012) pada lahan rawa
pasang surut sulfat masam menunjukkan bahwa
pemberian amelioran (5 t ha-1 jerami + 2,5 t ha-1
purun tikus) secara nyata
menurunkan
konsentrasi Fe tanah. Syafruddin (2012)

PENDAHULUAN
Besi merupakan penyusun utama
(keempat terbesar) dari litosfir. Kandungannya
dalam litosfir sekitar 5.1% (Lindsay, 1979) atau
sangat bervariasi mulai dari 200 ppm sampai
10% (Tisdale & Nelson, 1975) atau 0.7%
sampai 55% (Havlin et al., 2005), dan menurut
Goldschmidt
(1958)
kebanyakan
tanah
mempunyai kandungan Fe sekitar 50,000
ppm.Besi tersebut terdapat dalam bentuk
kristalin, amorf dan membentuk kompleks
dengan bahan organik tanah.
Tanah sawah di kabupaten Poso pada
umumnya memiliki kendala kesuburan rendah
dan kadar besi tinggi. Hasil analisis tanah awal
pada 7 satuan peta lahan sawah yang mewakili
daerah dengan regim curah hujan tinggi, sedang
dan rendah, serta formasi geologi pompangeo
complex, alluvium coastal deposits dan lake
deposits di kabupaten Poso menunjukkan bahwa
kandungan Fe total tanah berkisar antara 1.16%2.26% dengan harkat sangat tinggi. Menurut
Patrick and Reddy (1978) sifat kimia tanah
sawah lebih didominasi oleh sifat besi daripada
unsur-unsur lain, karena jumlah besi dalam
tanah yang dapat tereduksi sangat banyak, yaitu
10 kali lebih banyak dari total unsur-unsur lain
yang dapat direduksi.
Tanah dengan kadar Fe tinggi dalam
kondisi tergenang akan melarutkan besi sebagai
Fe2+. Kelarutannya dapat menjadi 6,000-8,000
ppm (Patrick & Reddy, 1978), padahal pada
konsentrasi Fe2+ 1,000-2,000 ppm dapat
mempengaruhi produksi padi sawah (Asch et
al., 2005). Menurut Amnal (2009) batas kritis
cekaman Fe yang masih dapat ditenggang oleh
tanaman padi adalah 250-500 ppm.
Tanah dengan kadar Fe tinggi perlu
pengelolaan khusus untuk mengendalikan
kelarutan Fe agar tidak sampai pada aras
meracun. Cekaman Fe dapat dikurangi dengan

52

Jurnal AGRI PEAT, Vol. 17 No. 1 , Maret 2016 : 51 - 60

ISSN :1411 - 6782

menemukan bahwa dengan pemberian 5,0 t ha -1


kompos jerami padi in situ pada tanah dengan
kadar Fe tinggi di Morowali dapat menurunkan
secara nyata Fe tersedia. Oleh karena itu,
penelitian ini mengamati pengaruh kompos
jerami dengan KBK dari limbah lokal dan cara
pengairan terhadap perilaku Fe pada tanah
sawah yang berasal dari daerah dengan regim
curah hujan tinggi di kabupaten Poso Sulawesi
Tengah.

Untuk pengairan digunakan air sumur


bor dan pemberiannya sesuai perlakuan.Pada
perlakuan pengairan macak-macak (I1), selama
pertumbuhan sampai 7 hari sebelum panen
tanah dipertahankan dalam keadaan macakmacak. Pada perlakuan pengairan berselang (I2)
pemberian air diatur sebagai berikut: pada saat
tanam sampai umur 7 hst air dipertahankan
dalam keadaan macak-macak, pada 8-65 hst
digenangi setinggi 3 cm, pada 66-70 hst
genangan diturunkan sampai macak-macak,
pada 71-80 hst digenangi lagi setinggi 5 cm,
pada 81-84 hst genangan diturunkan lagi sampai
macak-macak
untuk
menyeragamkan
pembungaan, pada 85-98 hst digenagi setinggi 5
cm untuk pengisian biji, dan pada 99 hst, saat
malai mulai menguning pot dikeringkan untuk
menyeragamkan pemasakan.
Pengamatan dilakukan terhadap Fe
kristalin (Fe-d), Fe amorf (Fe-o) dan Fe organik
(Fe-p) sampel tanah kering udara (diambil pada
14, 40, 70, 75 hst dan saat panen),menggunakan
metode pelarutan selektif. Ada 3 metode
pelarutan selektif yang digunakan yaitu (1) 0.1
M Na-pirofosfat, (2) 0.2 M ammonium oksalat
pH 3, dan (3) Na-dithionit sitrat pH 7.3, diukur
dengan AAS, dianalisis di Laboratorium Balai
Penelitian Tanah Bogor sesuai prosedur USDA
(2004).Ekstraksi pirofosfat untuk mengesktrak
Fe yang berikatan dengan C organik.Ekstraksi
oksalat untuk mengekstrak oksida Fe nonkristalin dan yang berikatan dengan C
organik.Ekstraksi dithionite untuk mengekstrak
oksida Fe kristalin dan yang terekstrak oksalat.
Dengan demikian maka Fe terekstrak pirofosfat
adalah Fe organik (Fe-p), Fe terekstrak oksalat
dikurangi Fe terekstrak pirofosfat adalah Fe
amorf (Fe-o), dan Fe terekstrak dithionite
dikurangi Fe terekstrak oksalat adalah Fe
kristalin (Fe-d).

METODE PENELITIAN
Percobaan rumah kaca menggunakan
media tanah dari daerah dengan regim curah
hujan tinggi. Perlakuan yang diterapkan terdiri
dari 2 faktor, yaitu faktor kompos 5 t ha -1(K0:
tanpa pemberian kompos, K1: kompos jerami
padi 100% , K2: kompos jerami padi 75% +
kulit buah kakao 25%, K3: kompos jerami padi
50% + kulit buah kakao 50%, K4: kompos
jerami padi 25% + kulit buah kakao 75%, dan
K5: kompos kulit buah kakao 100%), dan cara
pengairan (I1: pengairan macak-macak (jenuh
air), dan I2 = pengairan berselang. Tiap
perlakuan diulang 3 kali, kecuali Kontrol,
sehingga terdapat 5 x 2 x 3 + 2 kontrol = 32 unit
percobaan.
Unit-unit percobaan diatur menurut
pola rancangan acak lengkap (RAL). Wadah
media
tanam
menggunakan
bak
plastikberdiameter sekitar 56 cm dan ember
berdiameter sekitar 20 cm,yang diisi tanah
kering udara lolos ayakan 2 mm sebanyak 15 kg
dan 2 kg, yang dicampur secara homogen
dengan kompos 5 t ha-1sesuai perlakuan pada 2
minggu sebelum tanam.Sebagai pupuk basal
diberikan pupuk N sebanyak 90 kg ha-1 , P2O5
sebanyak 60 kg ha-1, dan K2O sebanyak 60 kg
ha-1. Urea diberikan secara bertahap, yaitu 1/3
bagian diberikan bersamaan dengan semua
takaran pupuk P dan K pada 7 hst, 1/3 bagian
lagidiberikan pada 28 hst dan sisanya 1/3 bagian
diberikan pada 56 hst. Bibit padi berumur 15
hari setelah sebar ditanam 3 batang per rumpun,
4 rumpun tiap pot besar dengan jarak tanam 20
cm x 20 cm, dan 1 rumpun tiap pot kecil.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada 14 hst, pemberian kompos berpengaruh
nyata terhadap Fe-d dan Fe-o, sedangkan
terhadap Fe-p pengaruhnya tidak nyata. Cara
pengairan dan interaksi antara pemberian

53

Mowidu, I., dkk

Pengaruh Pemberian Kompos dan Cara Pengairan.

kompos dan cara pengairan pengaruhnya tidak


nyata terhadap Fe-d, Fe-o dan Fe-p. Pengaruh
kompos dan cara pengairan terhadap Fe-d, Fe-o
dan Fe-p disajikan pada tabel 1. Pada tabel 1
tampak bahwa pada 14 hst, pada K0 kadar Fe-d
lebih tinggi dan berbeda nyata dengan K3 dan
K4. Asam organik yang dibebaskan oleh
kompos menghambat kristalisasi Fe dalam
tanah, dan penghambatan tersebut lebih besar
pada K3 dan K4.Kaizer & Zech (2000)
menyatakan oksida Fe mempunyai reaktivitas
tinggi terhadap bahan organik. Bahan organik
membebaskan asam organik melalui proses
dekomposisi.
Menurut
Yoshida
(1981)
konsentrasi asam organik dalam tanah
meningkat dengan penggenangan, mencapai
puncak, dan selanjutnya menurun sampai tidak
berarti secara praktis.Asam organik yang terdiri
dari asam format, asam asetat, asam propionate,
dan asam butirat terbentuk pada tanah
tergenang.Asam asetat umumnya adalah asam
organik utama yang dihasilkan.Anion organik
dapat mengganggu nukleasi Kristal dan
pertumbuhan Kristal goethite dari larutan
(Schwertmann et al., 1986) sehingga Fe-d
rendah pada pemberian kompos.Pada Fe-o
terjadi keadaan sebaliknya.Pada K0, kadarFe-o
lebih rendah dan berbeda nyata dengan
pemberian kompos pada berbagai komposisi.
Pemberian kompos meningkatkan Fe-opada 14
hst. Gangguan nukleasi kristal oleh asam
organikmenyebabkan pembetukanFe-o lebih
tinggi dengan pemberian kompos.
Pengaruh kompos terhadap kadar Fe
dalam tanah pada 14 hst berturut-turut makin
rendah Fe-p>Fe-o>Fe-d. Kadar Fe-p yang tinggi
dibandingkan bentuk Fe lainnya mungkin
disebabkan oleh afinitas asam organik terhadap
Fe yang tinggi pada 14 hst. Menurut
Ponnamperuma et al. (1967) jumlah Fe
terekstrak meningkat dengan meningkatnya
jumlah bahan organik terdekomposisi, suhu, dan
jumlah penyangga redoks tersedia, diperbesar
oleh pH tanah awal yang rendah, penambahan
bahan organik terus-menerus (Becker & Asch,
2005), dan ketiadaan senyawa dengan tingkat
oksidasi yang lebih tinggi dari Fe(III) oksida
(Ponnamperuma, 1972). Peningkatan tersebut

mencapai puncak pada 2-8 minggu setelah


penggenangan (Patra & Mohany, 1994) dan
setelah itu menjadi konstan (Sadana et al.,
1995).Eusterhues et al. (2014) menyatakan
ferrihydrite adalah Fe oksida amorf (kurang
kristalin) yang mudah terselubungi oleh bahan
organik secara alami di alam dan asam organik
yang paling efektif dalam membentuk khelat
mantap dengan ion logam adalah jenis di- dan
trikarboksilat, serta hidroksil seperti asam sitrat
(Stevenson & Fitch, 1986). Asam organik
menghambat kristalisasi Fe sehingga kadarFe-d
lebih rendah. Olumoet al. (1973) menemukan
bahwa semua Fe terlarut dalam beberapa tanah
tergenang terkompleks dengan bahan organik.
Pada 40 hst, pemberian kompos
pengaruhnya tidak nyata terhadap Fe-d dan Feo, tetapi terhadap Fe-p pengaruhnya nyata.
keadaan yang sama juga terjadi pada pengaruh
faktor cara pengairan. Sedangkan interaksi
antara pemberian kompos dan cara pengairan
pengaruhnya tidak nyata terhadap Fe-d, Fe-o
dan Fe-ppada 40 hst.Pada K0, Fe-p lebih rendah
dan berbeda nyata dengan pemberian kompos
pada berbagai komposisi. Menurut Olumo et al.
(1973) asam organik yang berasal dari bahan
organikdapat membentuk kompleks dengan Fe 2+
dan 40% dari Fe2+ total dalam tanah terdapat
dalam bentuk khelat. Kompos yang diberikan ke
dalam tanah melepaskan asam organik yang
mengompleks
dengan
Fe
membentuk
khelat.Selain itu, produk ekskresi akar
mencakup berbagai jenis asam organik alifatik;
banyak diantaranya (seperti asam sitrat, oksalat,
dan tartrat) mampu membentuk kompleks
dengan ion logam (Stevenson & Fitch,
1986).Akar yang makin berkembang seiring
dengan perkembangan tanaman menghasilkan
ekskresi (eksudat) yang makin tinggi.Ekskresi
tersebut bersama-sama dengan asam organik
dari kompos membentuk kompleks dengan Fe.
Kadar Fe-p pada pengairan macakmacak lebih tinggi dan berbeda nyata dengan
pengairan berselang. Molekul air yang menyelaputi permukaan Fe menghalangi serangan
asam organik pada Fe. Tingginya Fe-p juga
mungkin disebabkan oleh penurunan pHdan pH

54

Jurnal AGRI PEAT, Vol. 17 No. 1 , Maret 2016 : 51 - 60

ISSN :1411 - 6782

pada pengairan macak-macak lebih rendah dari


pengairan berselang pada 40 hst.
Schwertmann (1986) menyatakan penurunan pH meningkatkan jumlah anion organik
yang terjerap sebagai akibat peningkatan
muatan positif bersih pada permukaan oksida
Fe.Oleh sebab itu Fe-p lebih tinggi. Kadar Fe
pada 40 hst berturut-turut makin rendah Fed>Fe-p>Fe-o (tabel 1). Tampaknya, meskipun

terdapat pengaruh nyata pemberian kompos


terhadap Fe-p, pembentukan Kristal Fe juga
meningkat pada 40 hst, baik dengan maupun
tanpa pemberian kompos. Akibatnya kadar Fe-d
pada 40 hst lebih tinggi.
Menurut Eusterhues et al. (2014)
ferrihydrit yang mengalami co-presipitasi
cenderung berkembang menjadi ukuran Kristal
yang lebih kecil.

Tabel 1. Pengaruh pemberian kompos dan cara pengairan terhadap Fe-d, Fe-o dan Fe-p tanah dari
regim curah hujan tinggi
Waktu Pengamatan
Perlakuan
14 hst
40 hst
70 hst
75 hst
Panen
Kadar Fe kristalin (Fe-d, %)
K0
0.055a
0.33a
0.200a
0.210a
0.345a
a
a
a
a
K1
0.047
0.278
0.183
0.197
0.378a
ab
a
a
a
K2
0.040
0.277
0.198
0.305
0.367a
K3
0.032b
0.220a
0.197a
0.192a
0.360a
b
a
a
a
K4
0.028
0.275
0.220
0.193
0.378a
a
a
a
a
K5
0.050
0.268
0.208
0.207
0.365a
a
a
a
a
I1
0.043
0.265
0.201
0.214
0.371a
a
a
a
a
I2
0.038
0.267
0.201
0.223
0.365a
Kadar Fe amorf (Fe-o, %)
K0
0.075c
0.125a
0.235a
0.055a
0.075a
ab
a
a
a
K1
0.097
0.098
0.242
0.045
0.058a
a
a
a
a
K2
0.113
0.093
0.218
0.047
0.062a
ab
a
a
a
K3
0.107
0.097
0.213
0.057
0.058a
K4
0.103ab
0.100a
0.195a
0.047a
0.067a
b
a
a
a
K5
0.092
0.112
0.212
0.062
0.077a
a
a
a
a
I1
0.099
0.101
0.231
0.056
0.079a
a
a
b
a
I2
0.102
0.103
0.203
0.047
0.051b
Kadar Fe organik (Fe-p, %)
K0
0.135a
0.190b
0.070c
0.140a
0.155a
a
a
bc
a
K1
0.140
0.223
0.078
0.155
0.180a
a
a
ab
a
K2
0.135
0.230
0.083
0.155
0.173a
a
a
ab
a
K3
0.133
0.227
0.085
0.135
0.180a
a
a
a
a
K4
0.133
0.225
0.090
0.145
0.173a
K5
0.128b
0.213a
0.088a
0.138a
0.173a
a
a
a
a
I1
0.135
0.241
0.089
0.153
0.168b
a
b
b
b
I2
0.133
0.203
0.079
0.138
0.182a
Keterangan : K0 : tanpa kompos, K1: kompos jerami 100%, K2 : kompos jerami 75% + KBK 25%,
K3: kompos jerami 50% + KBK 50%, K4: kompos jerami 25% + KBK 75%, K5 :
kompos KBK 100%, I1: pengairan macak-macak, I2: pengairan berselang. Rerata yang
diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan
uji Duncan pada taraf nyata 5%.

55

Mowidu, I., dkk

Pengaruh Pemberian Kompos dan Cara Pengairan.

Kemungkinan lainnya adalah reduksi


bahan organik-ferrihydrit bebas dan ferrihydrit
telah terjadi karena Goethite hanya ditemukan
setelah reduksi bahan organik-ferrihydrit bebas
dan siderite hanya ditemukan ketika ferrihydrit
dengan jumlah kompleks mineral-bahan organik
relatif rendah telah tereduksi (Eusterhues et al.,
2014).Menurut
Langmuir
(1997)
pada
lingkungan aquatik yang kaya karbonat pada pH
yang lebih tinggi, oksihidroksida terpresipitasi
sebagian besar sebagai campuran bahan amorf
dan goethite.Oksida Fe ferrihydrit kurang
kristalin (amorf), biasanya membentuk agregat
Kristal individual berukuran nanometer
(Eusterhues et al., 2014).
Pada 70 hst, pemberian kompos
berpengaruh tidak nyata terhadap Fe-d dan Feo, tetapi terhadap Fe-p pengaruhnya nyata.
faktor cara pengairan pengaruhnya tidak nyata
terhadap Fe-d, tetapi terhadap Fe-o dan Fe-p
pengaruhnya nyata. Sedangkan interaksi antara
pemberian kompos dan cara pengairan
berpengaruh tidak nyata terhadap Fe-d, Fe-o
maupun Fe-p pada 70 hst. Kadar Fe-p paling
rendah pada K0 dan berbeda nyata dengan
pemberian kompos pada berbagai komposisi,
kecuali K1. Rendahnya kadarFe-ppada 70 hst
pada K1 mungkin disebabkan oleh asam
organik yang dibebaskan sudah berkurang.
Menurut Maas (2011) bahan organik yang
berasal dari jerami termasuk dalam kelompok
bahan organik mudah terlapukkan (easily
decomposable organi matter).Selama tahap
awal penggenangan, 60 80% bahan organik
yang mudah terdekomposisi pada tanah sawah
dimineralisasi
oleh
mikroorganisme
menggunakan Fe3+ sebagai akseptor electron
(Becker & Asch, 2005).Tanaka (1978)
menyatakan asam organik dapat terjadi pada
hari ke 2-10 setelah jerami dibenamkan dalam
lumpur sewaktu pengolahan tanah.Jerami yang
diaplikasikan pada penelitian ini adalah kompos
matang dengan nisbah C/N 11. Oleh karena itu
asam organik yang berpotensi untuk
mengompleks Fe berkurang pada 70 hst.
Tampaknya, peran asam organik dari eksudat
akar lebih menguasai pembentukan kompleks

dengan Fe dibandingkan asam organik dari


kompos pada 70 hst.
Baik Fe-o maupun Fe-p, kadar masingmasing lebih tinggi dan berbeda nyata pada
pengairan
macak-macak
dibandingkan
pengairan berselang. Adanya air yang menyelimuti permukaan Fe telah menghalangi
pembentukan Fe-o dan Fe-ppada 70 hst. Kadar
Fe pada 70 hst makin rendah berturut-turut Feo>Fe-d>Fe-p (Tabel 1). Data tersebut
menunjukkan bahwa baik pemberian kompos
maupun
cara
pengairan
meningkatkan
pembentukan Fe-o pada 70 hst.Bobot tanaman
kering meningkat lebih dari dua kali dari
bobotpada 40 hst (data tidak ditampilkan). Hal
ini menunjukkan tanaman padi mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat
pada saat itu yang menciptakan lingkungan
rhizosfer oksidatif yang lebih luas.Selain itu,
pengeringan pada 66-70 hst memacu
pembentukan Fe-o lebih tinggi dan mungkin
karena waktu pengeringan yang singkat belum
memungkinkan terbentuknya Kristal Fe dengan
baik.
Pada 75 hst, pemberian kompos dan
interaksi antara pemberian kompos dengan cara
pengairan pengaruhnya tidak nyata terhadap Fed, Fe-o maupun Fe-p. Tetapi cara pengairan
berpengaruh nyata terhadap Fe-p, sedangkan
terhadap Fe-d dan Fe-o berpengaruh tidak
nyata. Pengaruh tidak nyata dari pemberian
kompos serta interaksi pemberian kompos dan
cara pengairan mungkin berkaitan dengan fase
pertumbuhan tanaman padi. Pada 75 hst,
tanaman padi telah melampaui fase vegetatif
aktif dan sudah memasuki fase reproduktif.
Rumpun tanaman yang berkembang sempurna,
yang ditunjukkan oleh peningkatan bobot
tanaman kering sekitar 1,2 kali dari bobotpada
70 hst (data tidak ditampilkan), dan volume
akar yang bertambah memungkinkan pelepasan
eksudat akar dan oksigen di daerah rhizosfer
menyebabkan rendahnya pengaruh kompos
terhadap pembentukan Fe-d, Fe-o maupun Fe-p
pada pada 75 hst. Go Ban Hong (1989)
menyatakan bilamana penyaluran oksigen hasil
fotosintesis daun ke aerenchym perakaran
berlangsung lambat, maka besar kemungkinan

56

Jurnal AGRI PEAT, Vol. 17 No. 1 , Maret 2016 : 51 - 60

ISSN :1411 - 6782

perakaran terhalang mempertahankan rhizosfer


yang oksidatif. Pada percobaan ini penyaluran
oksigen ke akar berlangsung lancar.Rerata
curahan hujan 200,14 mm dan jumlah hari
hujan 7 hari selama bulan Februari 2014 (data
pribadi), sehingga lingkungan rhizosfer dalam
keadaan oksidatif.Akibatnya
Fe-d yang
terbentuk tinggi.
Selanjutnya, pengairan macak-macak
menyebabkan kadarFe-p lebih tinggi dan
berbeda nyata dengan pengairan berselang.
Sampai umur 75 hst, selaput air di sekitar Fe
telah menghalangi pengompleksan asam
organik dengan Fe sehingga Fe-p yang
terbentuk pada pengairan berselang lebih
rendah.
Kadar Fe pada 75 hst makin rendah
berturut-turut Fe-d>Fe-p>Fe-o. Perkembangan
tanaman yang makin pesat dan pelepasan
eksudat akar yang makin tinggi menyebabkan
peningkatan pembentukan Fe-d dan Fep.Menurut Becker & Asch (2005) rhizosfer padi
adalah loka potensial terjadinya oksidasi Fe2+,
dapat juga sebagai loka reduksi Fe 3+.Produk
ekskresi akar mencakup berbagai jenis asam
organik alifatik; banyak diantaranya (seperti
asam sitrat, oksalat, dan tartrat) mampu
membentuk kompleks dengan ion logam
(Stevenson & Fitch, 1986) termasuk Fe.
Pada saat panen, pemberian kompos
berpengaruh tidak nyata terhadap Fe-d, Fe-o
Tabel 2. Pengaruh interaksi pemberian
panen
Kadar Fe-d (%) pada saat panen
K0
K1
I1
0.350c
0.367bc
I2
0.340c
0.390ab
Rerata K
0.345p
0.378p
Kadar Fe-p (%) pada saat panen
K0
K1
c
I1
0.130
0.173ab
a
I2
0.180
0.187a
p
Rerata K
0.155
0.180p
Keterangan :

maupun Fe-p.Cara pengairan berpengaruh nyata


terhadap Fe-o dan Fe-p, tetapi terhadap Fe-d
pengaruhnya tidak nyata.Selanjutnya, interaksi
antara pemberian kompos dan cara pengairan
berpengaruh nyata terhadap Fe-d dan Fe-p,
sedangkan terhadap Fe-o berpengaruh tidak
nyata. Asam organik yang berasal dari kompos
mungkin bersaing dengan asam organik dari
eksudat akar dan akar yang mati pada
pembentukan Fe-d, Fe-o dan Fe-p saat panen
sehingga pengaruhnya tidak nyata.Tanaman
padi yang telah mencapai fase matang panen,
klorofilnya
telah
berkurang
sehingga
fotosintesis rendah.Akibatnya oksigen yang
dapat dibebaskan melalui akar aerenchym
berkurang.
Pengairan macak-macak menyebabkan
Fe-o lebih tinggi dan berbeda nyata dengan
pengairan berselang, tetapi Fe-p lebih rendah
dan berbeda nyata pada pengairan macak-macak
dibandingkan pengairan berselang.Pada saat
panen, media sudah dikeringkan selama sekitar
7 hari.Fe-o yang telah terbentuk pada periode
sebelumnya terus bertambah dan tidak
dipengaruhi oleh pengeringan.Lain halnya
dengan Fe-d. Pengeringan pada saat panen
menyebabkan kenaikan kadarFe-d, baik pada
pengairan macak-macak maupun pengairan
berselang. Pengeringan telah menyebabkan
terjadinya co-presipitasi Fe pada pengairan
macak-macak dan berselang.

kompos dan cara pengairan terhadap Fe-d dan Fe-p pada saat
K2
0.363bc
0.370a-c
0.367p

K3
0.360bc
0.360bc
0.360p

K4
0.400a
0.357c
0.378p

K5
0.373a-c
0.357c
0.365p

Rerata I
0.371x
0.365x

K2
0.173ab
0.173ab
0.173p

K3
0.177ab
0.183a
0.180p

K4
0.157b
0.190a
0.173p

K5
0.170ab
0.177ab
0.173p

Rerata I
0.168x
0.182y

K0: tanpa kompos, K1: kompos jerami 100%, K2: kompos jerami 75% + KBK 25%, K3: kompos
jerami 50% + KBK 50%, K4: kompos jerami 25% + KBK 75%, K5: kompos KBK 100%, I1:
pengairan macak-macak, I2: pengairan berselang. Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama pada
baris dan atau kolom yang sama berbeda tidak nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%.

57

Mowidu, I., dkk

Gambar 1.

Pengaruh Pemberian Kompos dan Cara Pengairan.

macak menyebabkan Fe-d lebih rendah pada


pemberian kompos jerami dengan komposisi
lebih tinggi, dan pengairan berselang
menyebabkan Fe-d lebih rendah pada
pemberian kompos KBK dengan komposisi
yang lebih tinggi.
Penghalangan co-presipitasi tinggi
pada pemberian kompos jerami dengan
komposisi tinggi dan pengairan macak-macak,
serta pemberian kompos KBK dengan
komposisi
tinggi
dan
pengairan
berselang.Selanjutnya, kombinasi perlakuan
K0I1 menyebabkan Fe-p paling rendah dan
berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan
lainnya pada saat panen (tabel 2).
Selain pada K0I2, pemberian kompos
jerami dan KBK dengan berbagai komposisi
menyebabkan Fe-p lebih tinggi, baik pada
pengairan macak-macak maupun pengairan
berselang. Kadar Fe pada saat panen berturutturut makin rendah Fe-d>Fe-p>Fe-o, pola yang
sama dengan umur 75 hst. Pengeringan
(drainase) sebelum padi dipanen menyebabkan
re-oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ (Sahrawat, 1979)
sehingga Fe-d lebih tinggi.Dinamika perubahan
Fe-d, Fe-o dan Fe-p sebagai akibat pemberian
kompos pada tanah dari regim curah hujan
tinggi disajikan pada gambar 1. Pada gambar
tersebut terlihat bahwa kadarFe-o mencapai
puncak pada 70 hst lalu menurun secara tajam
pada 75 hst dan tetap rendah sampai panen.
Kadar Fe-d mencapai puncak pertama pada 40
hst lalu menurun pada 70 dan 75 hst, kecuali
K2 naik pada 75 hst, dan puncak kedua pada
saat panen. Kadar Fe-p mencapai puncak pada
40 hst lalu turun secara tajam pada 70 hst,
tetapi kemudian naik lagi pada 75 hst sampai
saat panen.

Dimanika perubahan Fe-o, Fe-d dan


Fe-p akibat pemberian kompos pada
tanah dari regim curah hujan tinggi
(K0: tanpa kompos, K1: kompos
jerami 100%, K2 kompos jerami 75%
+ kompos KBK 25%, K3: kompos
jerami 50% + kompos KBK 50%, K4:
kompos jerami 25% + kompos KBK
75%, K5: kompos KBK 100%).

KESIMPULAN

Pada interaksi antara pemberian


kompos dan cara pengairan, kombinasi
perlakuan K4I1 memberikan kadar Fe-d
tertinggi pada saat panen dan berbeda nyata
dengan kombinasi perlakuan K0I1, K0I2,
K1I1, K2I1, K3I1, K3I2, K4I2 dan K5I2 (tabel
2).
Data tersebut menunjukkan bahwa,
selain pada K0I1 dan K0I2, pengairan macak-

Pemberian kompos berpengaruh nyata


terhadap Fe-d dan Fe-o umur 14 hst, serta
terhadap Fe-p umur 40 dan 70 hst. Makin lama
umur tanaman atau makin berkembang
tanaman padi, pengaruh kompos terhadap Fe-d,
Fe-o dan Fe-p menjadi tidak nyata.

58

Jurnal AGRI PEAT, Vol. 17 No. 1 , Maret 2016 : 51 - 60

ISSN :1411 - 6782

Cara pengairan berpengaruh nyata


terhadap Fe-o umur 70 hst dan saat panen,
terhadap Fe-p umur 40, 70, 75 hst dan saat
panen, sedangkan terhadap Fe-d pengaruhnya
tidak nyata. Kadar Fe-o dan Fe-p pengairan
macak-macak lebih tinggi dan berbeda nyata
dibandingkan pengairan berselang, kecuali Fep pada saat panen.
Interaksi antara pemberian kompos dan
cara pengairan berpengaruh nyata terhadap Fed dan Fe-p pada saat panen, sedangkan
terhadap Fe-o pengaruhnya tidak nyata. Kadar
Fe-dK4I1paling tinggi pada saat panen yang
berbeda nyata dengan pemberian kompos
jerami dengan komposisi yang makin tinggi
dan pengairan macak-macak, serta dengan
pemberian kompos KBK dengan komposisi
yang makin tinggi dan pengairan berselang,
selain pada tanpa pemberian kompos. Kadar
Fe-pK0I1lebih rendah dan berbeda nyata
dengan pemberian kompos dengan berbagai
komposisi, baik pada pengairan macak-macak
maupun pengairan berselang, selain pada K0I2

Go Ban Hong, 1989. Dampak pemupukan


berlebihan pada tanah sawah.Makalah
seminar pada Balai Penelitian Tanaman
Pangan Malang.
Goldschmidt, V.M., 1958. Geochemistry.
Oxford University Press. London.
Havlin, J.L., Beaton, J.D., Nelson, S.L. and
Nelson, W.L., 2005. Soil Fertility and
Fertilizers: an Introduction to Nutrient
Management. Pearson Prentice Hall.
New Jersey.
Kaiser, K and Zech, W., 2000.Dissolved
Organik Matter Sorption by Mineral
Constituents of Subsoil Clay Fraction.
J. Plant Nutr. Soil Sci., 163:531-535.
Khairullah, I., 2012. Gatra Fisiologis dan
Agronomis Pengaruh Pengendalian
Keracunan Besi Padi Sawah di Lahan
Rawa Pasang Surut Sulfat Masam.
Disertasi.
Program
Pascasarjana
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta. 308 hlm.
Langmuir, D., 1997. Aqueous Environmental
Geochemistry. Prentice-Hall, Inc. New
Jersey.
Lindsay, W.L., 1979. Chemical Equilibria in
Soil. John wiley & Sons, Inc. Toronto.
449 hal.
Maas, A., 2011. Teknologi Antisipasi Cekaman
Abiotik Budidaya Padi.
Makalah
Seminar Nasional BB Padi, Balitabang
Prtanian, Sukamandi.
Olumo, M.O., Raczand, G.J. and Cho, C.M.,
1973.Effect of flooding on the Eh, pH
and concentrations of Fe and Mn in
several Manitoba soils.Soil. Sci. Soc.
Am. Proc. 37:220-224.
Patra, B.N. and Mohany, S.K., 1994. Effect of
nutrients and liming on changes in pH,
redox potential and uptake of iron and
manganese by wetland rice in irontoxic soil.Biol. Fertil. Soils 17:285288.
Patrick, W.H. and Reddy, C.N., 1978.
Chemical Change in Rice Soils in
International Rice Research Institute.
Soils and Rice.
Los Banos.
Philippines.p 361- 380.

DAFTAR PUSTAKA
Amnal, 2009. Respon Fisiologi Beberapa
Varietas Padi Terhadap Cekaman Besi.
Tesis. Sekolah Pascasarjana institut
Pertanian Bogor, Bogor. 69 hlm.
Asch, F., Becker, M., and Kpongor, D. S.,
2005. A guick and efficient screen for
tolerance to iron toxicityin in lowland
rice. J. Plant Nutrition Soil sci.
168:764-773.
Becker, M. and Asch, F., 2005. Iron Toxicity in
Rice: Conditions and Management
Concepts. J. plant Nutr. Soil Sci. 168 :
558 573.
Eusterhues, K., Hdrich, A., Neldhardt, J.,
Ksel, K., Keller, T.F., Jandt, K.D. and
Totsche, K.U., 2014.Reduction of
ferrihydrite with adsorbed and
coprecipitated
organik
matter:
microbial reduction by Geobacter
bremensis vs abiotic reduction by Nadithionite, Biogeosciences, 11:4953
4966.

59

Mowidu, I., dkk

Pengaruh Pemberian Kompos dan Cara Pengairan.

Ponnamperuma, F.N., 1972. The Chemistry of


Submerged
Soils.
Advance
in
Agronomy. Academic Press, Inc.Vol.
24 : 29-96.
Ponnamperuma, F.N., Tianco, E.M. and Loy,
T., 1967. Redox equilibria in flooded
soils: The iron hydroxides systems. Soil
Sci 103:374-382.
Reddy, K.R. and Delaune, R.D., 2008.
Biogeochemistry of Wetlands: Science
and Applications. CRC Press.
Sadana, U.S., Chahal, D.S. and Abadia, J.,
1995.
Iron
availability,
electrochemical changes and nutrient
content of rice as influenced by green
manuring in a submerged soil: Iron
nutrition in soil and plant. Develop.
Plant Soil Sci 59:105-109.
Sahrawat, K.L., 1979. Iron toxicity to rice in
an acid sulfate soil as influenced by
water regimes. Plant soil 51:143-144.
Schwertmann, U., Kodama, H. and Fisher,
W.R., 1986. Mutual Interactions
BetweenOrganiks and Iron Oxides.
inHuang & Schnitser (Editors),
Interactions of soil minerals with
natural organiks and microbes. Soil
Sci. Soc. Of America, Inc. Madison,
Wisconsin, USA. pp 223-250.
Stevenson, F.J. and Fitch, A., 1986.Chemistry
of complexation of metal ions with soil
soulution
organiks.inHuang
&
Schnitser (Editors), Interactions of soil
minerals with natural organiks and
microbes. Soil Sci. Soc. Of America,
Inc. Madison, Wisconsin, USA. pp 4190.

Syafruddin, 2012.
Kesinergian Kompos
Jerami dan Pupuk NPK dengan Sistem
Pemberian Air untuk Penanggulangan
Keracunan Besi, Ketersediaan dan
Serapan Hara N, P, K, dan Fe serta
Hasil Padi pada Lahan Sawah
Inceptisol Morowali.
Disertasi.
Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran. Bandung. 160 hlm.
Tanaka, A., 1978. Role of Organik matter. Rice
and Soil. IRRI. P 605-620.
Tisdale, S.L. and Nelson, W.L., 1975. Soil
Fertility and Fertilizers. 3rd Ed.
Macmillan Publishing Co. New York.
USDA, 2004.Soil Survey Laboratory Methods
Manual. P.167-365, 616-643. In Burt,
R. (ed.) Soil Survey Investigations
Report No. 42, Vers.4.0 Natural
Resources
Conservation
Service,
United
States
Department
of
Agriculture.
Yoshida, S., 1981.Fundamentals of Rice Crop
Science.The
International
Rice
Research
Institute.Los
Banos,
Languna, Philippines.
Yusuf, W.A., 2010. Pemberian Jerami Padi
dan Purun Tikus pada Berbagai
Tingkat
Dekomposisi
Terhadap
Konsentrasi Besi Dalam Tanah dan
Serapan Besi oleh Padi di Tanah Sulfat
Masam.Tesis.Program
Pascasarjana
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta. 121 hlm.

60

You might also like