Rekonstruksi Manajemen Pendidikan Pesantren: Moh. Slamet Untung
Rekonstruksi Manajemen Pendidikan Pesantren: Moh. Slamet Untung
REKONSTRUKSI MANAJEMEN
PENDIDIKAN PESANTREN
Moh. Slamet Untung*
PENDAHULUAN
Wacana yang berkembang dalam dinamika pemikiran dan pengalaman
praktis pesantren menegaskan bahwa pesantren merupakan bagian dari
infrastruktur masyarakat yang secara luas telah berperan menjadikan komunitas
masyarakat pesantren mempunyai idealisme, kemampuan intelektual, dan
perilaku mulia (akhlak al-karimah) dalam rangka menata dan membangun
karakteristik bangsa yang sempurna. Hal ini dapat dipahami dari peran strategis
pesantren yang dikembangkan dalam kultur internal dari pendidikan pesantren.
Sejalan dengan mainstream perkembangan dunia yang terdefinisikan
melalui terma globalization khususnya berkaitan dengan akselerasi di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi, institusi pesantren dihadapkan pada beberapa
perubahan sosial budaya (social cultural change) yang tidak dapat dihindari.
Sebagai konsekuensi logis dari perkembangan ini, pesantren la budda
mau tak mau harus memiliki kesanggupan untuk memberikan respon yang
mutualistis. Hal ini dapat dipahami, karena pesantren tidak dapat melepaskan
diri dari arus kuat perubahan-perubahan tersebut. Dinamika sosial-ekonomi
baik dalam skala lokal, nasional maupun internasional telah memaksa institusi
pesantren berani tampil dan terjun dalam kompetisi dunia pasar bebas (free
market word). Belum lagi persoalan lain yang terbungkus dalam dinamika
masyarakat, yang juga berujung pada pertanyaan seputar resistensi
(resistance), responsibilitas (responsibility), kapabilitas (capability) dan
kecanggihan pesantren dalam tuntutan perubahan besar agar dirinya tetap
exist dan survive. Pertanyaannya sekarang ialah bagaimana respon institusi
pesantren dalam menghadapi perubahan-perubahan tersebut.
Secara internal, dalam dunia pesantren sendiri tidak sedikit pesantren
yang didera berbagai masalah lebih-lebih dalam kaitannya dengan
sustainibilitas (sustainability) kelembagaan maupun peran yang dimainkannya.
Di sini para pengelola institusi pesantren dituntut untuk mampu mengantisipasi
dan menyesuaikan dinamika dan tuntutan masyarakat sekaligus memahami
ke mana kecenderungan arah dan sasaran kehidupan masyarakat (Azizy, 2000:
99). Pesantren harus mampu melakukan kaji ulang dan berani melakukan
assessment dan evaluasi diri (self-evaluation) terhadap mekanisme
manajerialnya selama ini dari sudut pandang paradigma manajemen modern.
Rekontruksi Manajemen Pendidikan Pesantren (Moh. Slamet Untung) 251
SIMPULAN
Perkembangan dunia telah melahirkan suatu kemajuan zaman yang
modern. Perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosio-kultural
seringkali berbenturan dengan berbagai kemampuan Hal ini berdampak pada
keharusan untuk mengadakan usaha kontekstualisasi bangunan-bangunan
sosio-kultural dengan dinamisasi modernitas, tidak terkecuali dengan sistem
pendidikan pesantren. Oleh karena itu, sistem pendidikan pesantren harus
selalu melakukan upaya rekonstruksi manajerial agar tetap relevant dan
survive.
Keharusan untuk mengadakan rekonstruksi manajerial ini sesungguhnya
sudah disadari oleh orang-orang dalam pesantren sendiri. Bukankah dunia
pesantren telah mengenalkan sebuah kaidah yang sangat akurat: al-muhafazah
ala al-qadim al-shalih wa al-akhaz bi al-jadid al-ashlah (mempertahankan
budaya-budaya klasik yang konstruktif disertai upaya pembinaan budaya-
budaya baru yang lebih konstruktif). Kaidah ini merupakan legalitas kuat atas
segala upaya rekonstruksi pesantren, termasuk rekonstruksi pada manajemen.
Rekonstruksi sebagai konsekuensi dari kemajuan dunia modern dengan aspek
ashlah sebagai kata kunci (key word) yang harus dipegang oleh dunia
pesantren.
Pesantren yang modern berarti pesantren yang selalu tanggap terhadap
perubahan dan tuntutan zaman, berwawasan ke depan, selalu mengutamakan
prinsip efektivitas dan efisiensi serta memuaskan masyarakatnya. Modernisasi
pesantren yang salah satu bentuknya adalah rekonstruksi manajemen
pendidikan haruslah tetap mempertahankan jati dirinya yang khas dan tidak
boleh keluar dari koridor cita-cita awal didirikannya sebuah pesantren yaitu
sebagai institusi tafaqquh fi ad-din. Demikianlah watak rekonstruksi
manajemen pendidikan pesantren yang ashlah yang menjadi pedoman
pesantren dalam rangka melakukan pembaharuan pendidikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Azizy, Ahmad Qodri A. 2000. Islam dan Permasalahan Sosial: Mencari
Jalan Keluar. Yogyakarta: LKiS.
Feisal, J. Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani
Press.
260 FORUM TARBIYAH Vol. 9, No. 2, Desember 2011