0% found this document useful (0 votes)
151 views18 pages

1006 ID Kekuasaan Negara Dalam Struktur Adat Masyarakat Miangas

The document discusses the power of the state within the traditional social structure of the Miangas community. It finds that government interventions have weakened local institutions and traditions, replacing local wisdom with more pragmatic values. While Miangas people were self-sufficient with skills like boat-building and fishing, excessive state interference changed society and disrupted traditional values. Both society and government must play a role in preserving local knowledge and defending Indonesia's integrity.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
151 views18 pages

1006 ID Kekuasaan Negara Dalam Struktur Adat Masyarakat Miangas

The document discusses the power of the state within the traditional social structure of the Miangas community. It finds that government interventions have weakened local institutions and traditions, replacing local wisdom with more pragmatic values. While Miangas people were self-sufficient with skills like boat-building and fishing, excessive state interference changed society and disrupted traditional values. Both society and government must play a role in preserving local knowledge and defending Indonesia's integrity.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 18

KEKUASAAN NEGARA DALAM STRUKTUR ADAT MASYARAKAT

MIANGAS 1

Oleh : ZENITH TIMOTIUS MALLI ANAADA2


NIM : 0908145039

ABSTRACT

Characteristics of the border region is often described as the outermost regions are
isolated, backward, and so forth. With the myriad of issues concerning the welfare of
society in general were below the poverty line with low levels of education. But life does
not always belong to border communities in naming above, Miangas for example, the
community has its own traditions how to survive in conditions of isolation and
backwardness, have skills in producting seafood, farming and other skills. Long before
the existence of state power, the unit from Miangas sides of residence lives bound by
customs and a sense of shared identity.

Results from this research show that, due to the presence of markers of the state's power
infrastructure in this locations, many facilities built by the government in Miangas
impressed as empty and wasteful projects that looks abandoned. As well as the presence
of power by government intervention ultimately weaken the social institutions in lives of
indigenous people, and tends to make people more spoiled and more pragmatic, and left
the local wisdom and traditional values that have been practiced for generations by their
ancestors and was bequeathed to offspring.

Conclusion of this study, the Miangas known as hard working people, many skills are
acted by people in meeting their needs, such as reliable in making boats, intelligent
processing of marine products such as making wooden fish (smoked fish) and salted fish
being traded to the island- Talaud large island in the district. But when the excessive
government interference in the end there is a change in society itself and shift traditional
values. Neglect of traditional values by society, increasingly indicates that the presence of
state power in Miangas, indicating the government has failed in maintaining traditional
values, language and traditions into local wisdom as mandated in the constitution of this
country, which is poured into 1945. Should society and government both have important
roles in maintaining the integrity and sovereignty of the Republic of Indonesia to
maintain local knowledge as part of the national defense.

Keywords: Power, the State, Indigenous Peoples

1
Merupakan Skripsi Penulis sebagai syarat untuk meraih gelar S1 di Jurusan Ilmu Pemerintahan
Program Studi Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi.
2
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Program Studi Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi
PENDAHULUAN

Karakteristik wilayah perbatasan bagi sebagian orang seringkali digambarkan sebagai


wilayah terluar yang terisolir, terbelakang, halaman belakang, pagar belakang, penuh
dengan segudang permasalahan menyangkut tingkat kesejahteraan masyarakat yang pada
umumnya berada di bawah garis kemiskinan dengan tingkat pendidikan yang
rendah.Namun dalam penamaan ini yang seringkalidilupakan oleh sebagian orang bahwa
kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan tidak selamanya tergolong apa yang
disebutkan diatas, disetiap wilayah masyarakat memiliki budaya dan tradisi berbeda
bagaimana bertahan hidup dalam kondisi keterisolasian dan ketebelakangan.

Seperti yang di ungkapkan oleh Ralp Linton dimana kegiatan-kegiatan kebudayaan


atau culture activity di bagi ke dalam trait complex, misalnya sebagai contoh masyarakat
memiliki ketrampilan dalam proses pencaharian hidup dan ekonomi, dengan
mengandalkan hasil alam seperti melaut, bercocok tanam dan peternakan (Ralp Linton,
1936: 397). Apabila dicermati hal ini merupakan kearifan lokal.Demikian halnya jauh
sebelum adanya program pembangunan di wilayah perbatasan, masyarakat yang oleh
Koentjraningrat disebut sebagaii suatu kesatuan hidup manusia yang bersifat mantap dan
terikat oleh satuan adat istiadat dan rasa identitas bersama(Koentjraningrat, 2009:120).

Wilayah perbatasan sebagai garis pangkal penentu kedaulatanNKRI, perlu adanya


perhatian khusus baik dari segi pembangunan infrastruktur dansuprastruktur,
pembangunan kualitas sumber daya manusia, sampai pada pembangunan pusat
penyelenggara kekuasaan negara yang memberi pelayanan terhadap masyarakat. Namun
persoalan yang dihadapi sekarang wilayah perbatasan yang diwacanakan sebagai
beranda depan ternyata masih jauh dari harapan dan tinggallah sebuah wacana.Dengan
adanya kehadiran kekuasaan negara bukan memoles wilayah perbatasan menjadi wilayah
terdepan, malah cenderung membuat masyarakat untuk terus bergantung kepada
pemerintah dan meninggalkan tradisi-tradisi yang dulu terpelihara, seperti nilai-nilai atau
norma-norma adat-istiadat dan keterikatan oleh suatu rasa identitas komunitas (Maciver
dan Page dalam Koenjtraningrat, 2009:119).

Seperti yang dikatakan oleh Burhan Bugin kajian tentang masyarakat sipil atau civil
society penting di kaji setelah dominasi kekuasaan negara begitu kuat. Selain menjadikan
masyarakat sipil tidak berdaya, dominasi kekuasaan negara dapat menunjukan fakta
bahwa seakan-akan pembangunan yang dilakukan oleh Negara ditunjukan bagi
kepentingan rakyat (Burhan Bugin, 1993: 6), namun kenyataannya malah kekuasaan
Negara yang pada umumnya terlalu dominan lebih cederung memberikan efek negatif
terhadap kearifan lokal masyarakat adat di Miangas, di sisi lain masyarakat sendiri tidak
mampu untuk mempertahankan kearifan lokal yang ada.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana kekuasaan negara terhadap struktur adat masyarakat Miangas?


2. Mengapa terjadi perubahan atau pergeseran nilai adat ketika pemerintah melakukan
intervensi kekuasaan di Miangas?

Manfaat dan Tujuan Penelitian.

a. Adapun tujuan dari penelitian ini, adalah:


1. Untuk mengetahui sejauh mana kekuasaan negara terhadap struktur adat masyarakat
Miangas!
2. Untuk mengetahui Sejauhmana terjadinya perubahan atau pergeseran nilai-nilai adat
ketika pemerintah melakukan intervensi kekuasaan di Miangas!
b. Manfaat Ilmiah, bahwasannya penelitian ini kiranya dapat memberikan kontribusi
berarti untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi Jurusan Ilmu Pemerintahan
terlebih khusus bagi Program Studi Ilmu politik.
Manfaat praktis,diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi
terselenggaranya program pemerintahpusat dan daerah dalam pembangunan
kawasan perbatasan yang sesuai dengan karakteristik wilayah perbatasan, agar ke
depan program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah
tepat dan berguna bagi masyarakat perbatasan, guna untuk menjaga tetap tegaknya
keutuhan dan kesatuan NKRI.

KERANGKA KONSEPTUAL

Konsep Kekuasaan

1. Menurut Robert M. Mac Iver,kekuasaanadalah kemampuan untuk mengendalikan


tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah,
maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang
tersedia (Robert M. Mac Iver, 1961:87).
2. Menurut Negel, kekuasaan adalah suatu hubungan kausal nyata atau potensial antara
yang disukai oleh yang berbuat sehubungan dengan hasil dan hasil itu sendiri (Negel
dalam Robert Dahl Analisis Politik Modern, 1980; 169).
3. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, kekuasaan adalah hubungan
antara yang berkuasa dan yang di kuasai, atau dengan kata lain antara pihak yang
memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dan pihak lain yang menerima
pengaruh ini, dengan rela atau karena terpaksa (Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi, 1964:337).
4. Menurut Soerjono Soekanto, kekuasaan adalah suatu kemampuan memerintah (agar
yang diperintah patuh) dan juga memberikan keputusan-keputusan yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak-pihak
lainnya (Soerjono Soekanto, 1981:163)
5. Menurut Max Weber, kukuasaan adalah kesempatan dari seseorang atau sekelompok
orang-orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri,
dengan sekaligus menterapkannya terhadap tindakan-tindakan dari orang-orang atau
golongan-golongan tertentu (Max Weber (Max Weber, Essay in Sociology, translated
and edited by H-H Gerth and C. Wright Mills. 1946: 180).
6. Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan individu untuk
mencapai tujuannya saat berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan
pada penolakan mereka (Gilbert W. Fairholm, Organizational Power Politics:
Tactics in Organizational Leadership, 2009:5).
7. Stephen P. Robbins mendefinisikan kekuasaan sebagai ... kapasitas bahwa A harus
mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh A. Definisi Robbins menyebut suatu potensi sehingga kekuasaan bisa jadi ada
tetapi tidak dipergunakan. Sebab itu, kekuasaan disebut sebagai kapasitas atau
potensi (Stephen P. Robbins, 2009:15).
8. Menurut Harold D Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikan kekuasaan
adalahsustu hubungan di mana seseorang atau kelompok orang dapat menentukan
tindakanseseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau
kelompoklain agar sesuai dengan tujuan dari pihak pertama.(Harold D Laswell dan
Abraham Kaplan dalam Leo Agustino, 2007:72).

Unsur-Unsur dan Saluran-Saluran Kekuasaan


Kekuasaan dapat di jumpai dalam hubungan sosial di antara manusia maupun antar
kelompok, adapun menurut (Soerjono Soekanto 1981:164-166) membaginya sebagai
berikut:

1. Rasa takut
2. Rasa cinta
3. Kepercayaan
4. Pemujaan

Selain dari keempat unsur diatas, di dalam masyarakat Soerjono Soekanto membagi
serta membatasinya ke dalam beberapa saluran-saluran, antara lain sebagai berikut;

1. Saluran Militer
2. Saluran Ekonomi
3. Saluran Politik
4. Saluran Tradisi
5. Saluran Ideologi
6. Saluran-saluran lainnya

Bentuk Pelapisan-pelapisan Kekuasaan


Adapun menurut Soekanto sosiolog dari Indonesia, memandang bentuk kekuasaan
pada satu pola umum dari sekian banyak pola dalam masyarakat.Yaitu, bahwa dalam
bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan dirinya pada masyarakat dengan adat-
istiadat perikelakuannya (Soerjono Soekanto, 1981:169).Adapun bentuk pelapisan-
pelapisan kekuasaan sebagai berikut:

Wewenang

Menurut Soerjono Soekanto, wewenang adalah hak yang telah ditetapkan dalam
suatu tata tertib untuk menetapkan kebijaksanaa, menentukan keputusan-keputusan
mengenai masalah-masalah yang penting dan untuk menyelesaikan pertetangan-
pertentangan ( Soerjono Soekanto, 198:172).

1. Wewenang kharismatis, tradisionil dan rasionil (legal).


2. Wewenang resmi dan tidak resmi
3. Wewenang pribadi dan territorial
4. Wewenang terbatas dan menyeluruh

Konsep Negara

Hakekat pengertian tentang Negara pada dasarnya merujuk pada konsep


kebangsaaan, dimana dari kata dasar Bangsa.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
edisi kedua, Depdikbud halalam 89, bahwa bangsa adalah orang-orang yang memiliki
kesamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarah serta berpemerintahan
sendiri(Sumarsono, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan, 2005:8).Menurut Parangtopo
(1993) kebangsaan adalah sebagai tindak-tanduk kesadaran dan sikap yang memandang
dirinya sebagai suatu kelompok bangsa yang sama dengan keterikatan Sosiokultural
yang disepakati bersama untuk hidup bersama membentuk organisasi yang disebut
negara (Idup Suhady dan A.M. Sinaga, 2009:4).Adapun beberapa konsep negara sebagai
organisasi kekuasaan politik menurut para ahli sebagai berikut:
1. George Jellinek, Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang
telah berkediaman diwilayah tertentu (George Jellenik dan Efriza, 2008:43).

2. Menurut Miriam Budiardjo, negara adalah bagian dari integrasi kekuasaan politik
dan merupakan oraganisasi kekuasaan politik, yang merupakan alat (agency) dari
masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan
manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam
masyarakat (Miriam Budiardjo, 2006; 38).

3. Menurut R. Djokosoetono, negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan


manusia yang berada dibawah suatu pemerintahan yang sama (R. Djokosoetono
dalam Indup Suhady dan A. M. Sinaga, 2009:6).

4. Menurut Harold J. Laski, negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena
mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah lebih agung daripada
individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyaraka(Harold J. Laski
dalam Miriam Budiardjo,2006: 39).

5. Menurut Epicurus, negara adalah merupakan hasil daripada perbuatan manusia, yang
diciptakan untuk menyelenggarakan kepentingan anggota-anggotanya (Epicurus
dalam Soehino, 1986:31).

6. Menurut Norberto Bobbio, negara adalah dimana kekuasaan public diatur oleh
norma-norma umum (yang fundamental maupun konstitusional) dan ia harus
dijalankan dalam pengaturan undang-undang, di mana warga Negara mempunyai
hak perlindungan dari jalan-jalan lain untuk menuju kepada satu pengadilan yang
mandiri dalam upaya meneggakan aturan main dan berjaga dari penyalahgunaan atau
tindakan berlebihan dari kekuasaan (Norberto Bobbio dalam Ali Sugihardjanto,dkk.
2003; 154).

7. Menurut Thomas Aquinas berangkat dari pemikiran klasiknya, negara adalah


lembaga sosial manusia yang paling tinggi dan luas yang berfungsi menjamin
manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya yang melampaui kemampuan
lingkungan sosial lebih kecil, seperti desa dan kota (Thomas Aquinas Efriza,
2008:43).

8. C.F. Strong seorang pemikir modern, dimana dalam perumusannya negara


merupakan masyarakat yang terorganisir secara politik, negara sebagai suatu
masyarakat teritorial yang dibagi menjadi yang memerintah dan di perintah (C.F.
Strong, 2004; 5-7).

Menurut Ahli berkebangsaan Inggris L. Oppenheim, sebuah negara berdiri bila suatu
bangsa telah menetap di suatu negeri dibawah pemerintahannya sendiri, defenisi ini
mencakup 4 unsur yang sangat jelas, rakyat, wilayah, pemerintahan dan sifat
kedaulatannya (Oppenheim dalam J. Frankel, 1991: 9-13), adapun penjelasan unsur-unsur
negara menurut Oppenheim sebagai berikut:

1. Rakyat
2. Wilayah
3. Pemerintahannya
4. Kedaulatan
Selain apa yang disebutkan diatas, negara memiliki tujuan dan fungsi negara.
Adapun tujuan negara sebagai berikut;
1. Menurut Miriam Budiardjo negara dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup
dan bekerjasama, dimana tujuan akhir negara adalah menciptakan kebahagiaan bagi
rakyatnya (Miriam Budiardjo, 2006:45).
2. Negara sebagai organisasi kekuasaan teori ini dianut oleh H.A.Logemann dalam
bukunya Over De Theorie van Eeen Stelling Staatsrecht. Dikatakan bahwa
keberadaan negara bertujuan untuk mengatur serta menyelenggarakan masyarakat
yang dilengkapi dengan kekuasaan tertinggi (H. A. Logemann, 1948).
3. Menurut Roger H. Soltau, tujuan negara ialah memungkinkan rakyatnya
berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (R. H.
Soltau dalam Miriam Budiardjo,2006:45).
Selain daripada tujuan dan fungsi diatas, Negara yang oleh Soekanto pada umumnya
memiliki kekuasaan yang secara formil negara mempunyai hak untuk melaksanakan
kekuasaan tertinggi, kalau perlu dengan paksaan; juga negaralah yang membagi-bagikan
kekuasaan yang lebih rendah derajatnya (Soerjono Soekanto, 1981:164).

Konsep Masyarakat

Dalam bahasa Inggris masyarakat adalah society berasal dari bahasa latin, societas,
yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata
socius yang berarti teman (Konjtraningrat,2009:16).

1. Menurut Koentjaraningrat, pengertian masyarakat adalah kesatuan hidup manusia


yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu
dan yang terikat oleh suatu rasa identitas tertentu (Koenjtraningrat, 2009;118).
2. Menurut Mac Iver dan Page, masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaantata-cara,
dari wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari
pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia, keseluruhan yang
selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan
hubungan sosial, dan masyakat selalu berubah (R. M. Mac Iver and Charles H. Page,
1961: 5).
3. Menurut S. R. Steinmetz, masyarakat adalah sebagai kelompok manusia yang tebesar
dan yang meliputi pengelompokkan yang lebih kecil, yanng mempunyai hubungan
erat dan teratur (S. R. Steinmetz dalam Harsojo, 1967: 145).
4. Menurut Miriam Budiardjo, masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup
dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama
(Miriam Budiardjo, 2006;39).
5. Menurut Warner,masyarakat adalah suatu kelompok perorangan yang berinteraksi
timbal balik(Warner dalam Pokok-pokok Antropologi Budaya. Editor , T.O Ihromi,
1996;107).
6. J. L.Gillin dan J. P. Gillin dalam buku mereka Cultural Sociology (1954:139), bahwa
masyarakat atau society adalah the largest grouping in which common customs,
traditions, attitudes and feelings of unity are operative. (J. L. Gillin dan J.P. Gillin
dalam Koenjtraningrat, 2009; 118).

Organisasi Sosial atau Struktur Masyarakat


Melville J. Herskovits,antropolog berkebangsaan Amerika, mengemukakan bahwa
organisasi sosial atau struktur masyarakat dapat dilihat dari pranata-pranata yang
menentukan kedudukan lelaki dan perempuan dalam masyarakat, dan dengan demikian
menyalurkan hubungan pribadi mereka (Melville J. Herskovits dalam Ihromi, 1996;82).
Melvillemembagi lagi pranata-pranata dalam dua kategori yaitu, pranata yang tumbuh
dari hubungan kekerabatan dan pranata dari hasil ikatan antara individu berdasarkan
keinginan sendiri.
Pranata Sosial Atau Lembaga Kemasyarakatan
Menurut Koenjtraningrat, pranata adalah suatu sistem norma khusus menata suatu
rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan pola khusus dari
manusia dalam kehidupan masyarakat (Koenjtraningrat, 2009:133).
Dari semua hal mengenai apa yang telah dijabarkan oleh Koenjtraningrat diatas,
kesemuanya itu dapat tercapai karena adanya interaksi sosial antarindividu dan kelompok
dalam kehidupan masyarakat.Menurut Soerjono Soekanto, dikatakan bahwa unsur-unsur
pokok dalam struktur sosial adalah interaksi sosial dan lapisan-lapisan sosial (Soerjono
Soekanto, 1981:192).Adapun ciri-ciri umum lembaga kemasyarakatan atau pranata sosial
menurut (Gillin and Gillin dalam Soerjono Soekanto, 1981:84), sebagai berikut:

1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah suatu organisasi daripada pola-pola


perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga
kemasyarakatan.
3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang akan digunakan
untuk mencapai tujuan dari lembaga yang bersangkutan.
5. Adanya lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas dari lembaga
kemasyarakatan.
6. Suatu lembaga kemasyarakatan, mempunyai suatu tradisi yang tertulis ataupun yang
tidak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata-tertib yang berlaku dan lain-lain.
Selain daripada ciri-ciri lembaga kemasyarakatan diatas, Gillin dan Gillin
mengklasifikasikan beberapa tipe lembaga kemasyarakatan dari berbagai sudut pandang,
sebagai berikut:
1. Crescive institutions dan enacted institutions yang merupakan klasifikasi dari sudut
perkembangannya.
2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas Basic
institutions dan subdiary institutions.
3. Dari sudut penerimaaan masyarakat dapat dibedakan aaproved atau social
sanctioned-institutions dan unsanctioned institutions.
4. Perbedaan antara general istitutions dengan restricted institutions, timbul apabila
klasifikasi timbul didasarkan pada faktor penyebarannya.
5. Akhirnya dari sudut fungsinya, terdapat perbedaan operative institutions dan
regulaitve institutions.

Intervensi Politik (Negara) dalam Struktur Masyarakat Adat Di Indonesia

Dalam konteks NKRI, di zaman orde baru (Soeharto) negara dijalankan dengan
skema totaliter berbasis militer, hal ini telah memberikan pengaruh besar pada
penciptaan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di era reformasi ada pergesaran
serta adanya dekadensi terhadap nilai-nilai adat dalam komunitas masyarakat, hal ini
diakibatkan adanya campur tangan (intervensi) negara yang berlebihan terhadap pranata
sosial didalam masyarakat.

Menurut Adumiharja Kusnaka, bahwa selama ini para perencana pembagunan


nasional di Indonesia menganggap nilai budaya masyarakat sebagaisimbol
keterbelakangan. Dengan adanya UU No 72 Tahun 2005 tentang perubahan atas UU No
15 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Desa, adalah puncak dari kebijakan intervensi
Negara sejak masa kolonial hingga nasional sekarang yang melumpuhkan kekuatan
modal sosial, dan sekaligus merampas hak-hak komunal yang melekat pada ulayat
(wilayah kehidupan) dari entitas sosial yang disebut masyarakat hukum adat di Negara
ini (Zakaria, 2000).
Menurut Imam Soetiknya, akibat pemerintah menyalahgunakan UUPA No. 5 Tahun
1960, maka yang terjadi adalah suku-suku bangsa dan masyarakat adat yang tidak
mandiri lagi, tetapi sudah merupakan bagian dari satu bangsa Indonesia di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang wewenangnya berdasarkan hak rakyat yang
berhubungan dengan hak-hak atas tanah, yang dahulu mutlak berada di tangan kepala
suku atau masyarakat hukum adat sebagai penguasa tertinggi dalam wilayahnya, dengan
sendirinya beralih kepada pemerintah pusat sebagai penguasa tertinggi, pemegang hak
menguasai tanah ulayat wilayah Negara (Imam, Soetiknya, 1990; 20).

Di dalam UUD 1945 Amandemen IV, pasal 28I ayat 3, pasal 32 ayat 1 dan ayat 2,
serta UU Nomor 32 Tahun 2004. Dimana negara menghormati dan menghargai serta
memelihara bahasa, budaya masyarakat tradisional sebagai budaya nasional yang selaras
dengan perkembangan zaman.

Masyarakat Adat dan Kelembagaan Adat

Konsep Masyarakat Adat

Istilah masyarakat adat mulai mendapat perhatian dunia setelah pada tahun 1950-an
sebuah badan dunia di PBB bernama ILO (International Labour Organization)
mempopulerkan isu tentang Indigenous peoples dimana istilah ini digunakan ILO untuk
sebutan terhadap entitas penduduk asli (ILO dalam Keraf, 2010).
Keraf menyebutkan beberapa ciri yang membedakan masyarakat adat dari kelompok
lainnya (Keraf, 2010:362), adapun ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Mereka mendiami tanah-tanah milik nenek moyangnya, baik seluruhnya atau
sebagian.
2. Mereka mempunyai garis keturunan yang sama, berasal dari penduduk asli daerah
tersebut.
3. Mereka mempunyai budaya yang khas, yang menyangkut agama, sistem suku,
pakaian tarian, cara hidup, peralatan hidup, termasuk untuk mencari nafkah.
4. Mereka memiliki bahasa sendiri.
5. Biasanya hidup terpisah dari kelompok lain dan menolak atau bersikap hati-hati
terhadap hal-hal baru yang berasal dari luar komunitasnya.

Masyarakat dengan pola orientasi kehidupan tradisional, yang tinggal dan hidup di
desa. Menurut Suhandi ada beberapa sifat umum yang dimiliki masyarakat tradisional
(Suhandi dalam Ningrat, 2004:4):
1. Hubungan atau ikatan masyarakat desa dengan tanah sangat erat.
2. Sikap hidup tingkah laku sangat magis religius.
3. Adanya kehidupan gotong-royong.
4. Memegang tradisi dengan kuat.
5. Menghormati para sesepuh.
6. Kepercayaan pada pemimpin loka dan tradisional.
7. Organisasi yang relatif statis.
8. Tingginya nilai-nilai sosial.

Lembaga Adat Ratu mbanua dan Inangngu wanua

Di Zaman dahulu pemerintahan desa dilaksanakan secara adat oleh Ratumbanua dan
Inangnguwanua, mereka dianggap oleh sebagian masyarakat Talaud dan Miangas
khususnya sebagai kepala yang membawahi beberapa suku atau klan, dan dianggap
sebagai pemimpin dari beberapa kepala suku.Istilah pemerintah desa adat tersebut
disesuaikan dengan kemauan penguasa pada saat itu, dan setelah adanya perkembangan
pembagian wilayah Zending, maka terjadilah keputusan Residen Manado pada tanggal 1
April 1902 yang mencantumkan pengakuan terhadap wilayah ke-jogugu-andi kepulauan
Talaud maka saat itu juga di mulai pemerintahan desa.

1. Ratuntampa adalah seseorang yang memegang tampuk pimpinan adat yang


membawahi pimpinan adat, (Ratunbanua dan Inangnguwanua dari beberapa
desa/kampung).
2. Inangngu tampa sama dengan ratuntampa hanya di bedakan tugas dan fungsinya.
3. Ratu mbanua adalah seseorang yang memegang tampuk pimpinan adat bersama-sama
Inangngu wanua di suatu desa/kampung.
4. Inangngu wanua adalah seseorang yang memegang pimpinan adat bersama Ratu
mbanua di kampung, dia sebagai wakilnya Ratu mbanua.
5. Timade ruanga/Inangngu ruanga adalah seseorang yang memimpin rumpun keluarga
yang disebut suku.
Adapun istilah ruanga dalam istilah Indonesia adalah panguyuban, rukun, atau
suku (Hoetagaol dkk, 2012:19).

Ratu mbanua dan Inangngu wanua dalam Struktrur Pemerintahan Desa

Pada era demokrartisasi sebagaimana tengah berjalan di desa, masyarakat memiliki


peran cukup sentral untuk menentukan pilihan kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan
aspirasinya. Masyarakat memiliki kedaulatan yang cukup luas untuk menentukan
orientasi dan arah kebijakan pembangunan yang dikehendaki (Setiawan, 2009).Desa
sebagai kesatuan masyarakat hukum terkecil yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati oleh negara.

Masuknya ratu mbanua sebagai pemangku adat dalam keanggotaan BPD


memperjelas peranan ratumbanua dalam penetapan peraturan desa bersama Kepala desa,
termasuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakatnya.Selain posisi ratu
mbanua dalam keanggotaan BPD, ada beberapa kelembagaan desa dimana Ratumbanua
serta perangkatnya berperan di dalamnya yang sudah dikenal dalam rangka pembangunan
daerah pedesaan adalah Lembaga Ketahanan Desa (LKMD) dan Koperasi Unit
Desa.Hubungan ratu mbanua sebagai lembaga adat dalam lembaga kemasyarakatan
secara hukum nasional Indonesia maka kedudukan tugas dan fungsi Lembaga adat ratu
mbanuasebagai mitra pemerintahan desa.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif, yang artinya
masalah yang dibawa dalam penelitian ini bertujuan untuk mengobservasi, dan
memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran, interaksi dalam kelompok masyarakat.
Dalam penelitian ini juga masih bersifat holistik, belum jelas, kompleks, dinamis dan
penuh makna serta bersifat alamiah (Sugiyono, 2011:9). Metode pendekatan yang dipakai
adalah pendekatan Antropologi politik dimana kajian ini memusatkan perhatiannya
padaHubungan antara struktur dan masyarakat dengan struktur dan tebaran kekuasaan
dalam masyarakat tersebut (Koentjaraningrat Sejarah Teori Antropologi, hal 196-226).
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif-naturalistik peneliti akan lebih banyak menjadi instrumen,
karena dalam penelitian kualitatif peneliti merupakan key isnstruments (Sugiyono,
2011;92).

Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian ini dan yang mengacu pada fokus masalah yang
terjadi di Miangas, maka penelitian ini berlokasi di Desa Miangas Kecamatan Khusus
Miangas Kabupaten Kepulauan Talaud.

Fokus Penelitian

Pada penelitian ini, dengan berbagai pertimbangan antara lain, faktor jarak yang
ditempuh, tenaga, waktu, dan dana, maka peneliti memfokuskan penelitian hanya di
Kecamatan Khusus Miangas, Desa Miangas, Dimana fokus kajianya adalah melihat
fenomena dari kekuasaan negara dalam struktur adat masyarakat Miangas dan mengapa
terjadi perubahan atau pergeseran nilai adat ketika pemerintah melakukan intervensi
kekuasaan di Miangas.

Jenis Data

Pada penelitian ini, data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Menurut Sugiyono di dalam pengumpulan data ada dua sumber data, pertama sumber
primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan
sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen, hasil yang diperoleh dari hasil
studi kepustakaan (Sugiyono; 224).

Informan Penelitian

Menurut Sugiyono (2011), dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi,


karena penelitian berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan
hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi (Sugiyono, 2011:216).Mengutip juga
pendapat Spradley dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan istilah populasi, tetapi
oleh Spradley dinamakan social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) (Spradley dalam
Sugiyono, 2011:215).Dimana penulis sendiri sebagai instrumen dalam penelitian ini,
penulis turun langsung ke tempat dimana menjadi fokus penelitian, mewawancarai nara
sumber, partisipan, informan yang dianggap tahu dengan situasi dan kondisi Miangas,
atau yang lebih berkompeten dan memiliki pengaruh di tempat itu. Serta mengamati
secara langsung aktivitas warga masyarakat yang ada di Miangas. Penentuan sumber data
orang-orang yang diwawancarai yaitu dipilih dengan pertimbangan tertentu, dan masih
bersifat sementara. Informan dalam hal ini kepala desa, ketua BPD, Ratumbanua dan
Inangnguwanua, tokoh masyarakat dan tokoh adat.

Teknik pengumpulan data

Dalam penelitian ini yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik
observasi, wawancara dan dokumentasi.
Prosedur Analisis Data

Menurut Sugiyono, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi.
Dalam proses analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis data kualitatif
bersifat induktif, yaitu suatu anilisis berdasarkan data yang diperoleh (Sugiyono, 2011;
245).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Fenomena Pembangunan Di Miangas

Pengalaman pahit Indonesia kalah dari Malaysia dalam memperebutkan Sipadan dan
Ligitan di Mahkamah Internasional (Ulaen, dkk. 2012;164), membuat pemerintah ekstra
hati-hati dalam menjaga wilayah teritorialnya.Pasca Soeharto, adanya pergeseran
pencitraan atas Miangas dan pulau perbatasan lainnya, kalau dulu Miangas dianggap
sebagai wilayah terluar, dan pos pintu keluar-masuk para pelintas-batas, maka sekarang
dalam setiap program pembangunan diwacanakan sebagai beranda depan benteng
Pancasila. Begitu banyak fasilitas yang dibangun oleh pemerintah di wilayah paling utara
Sulawesi utara ini. Namun banyak fasilitas-fasilitas aparatur sipil yang dibangun untuk
menunjang pelayanan terhadap masyarakat hanya terbengkalai dan dibiarkan kosong
akibatnya rusak dan terkesan hanyalah proyek mubazir.

Selain hal diatas ada beberapa bangunan yang disediakan pemerintah sebagai tempat
penampungan kebutuhan pokok masyarakat seperti, depot logistik, 4 buah tangki BBM.
Sejak dibangun pada tahun 2007 sampai sekarang terbengkalai dan hanya menjadi tempat
penyimpanan karung semen dan menjadi tempat bagi rayap dan kepiting laut. Perhatian
pemerintah terhadap pulau Miangas yang jumlah penduduknya sebanyak 209 KK, yang
didalamnya berjumlah 762 jiwa, dengan disediakannya berbagai fasilitas oleh
pemerintah, apabila dilihat sepintas memang terkesan negara dan orang-orang yang
bernaung didalamnya begitu serius dalam menangani persoalan di wilayah perbatasan.
Namun dari segi lain malah terlihat berlebihan, jika dibandingkan dengan pulau-pulau
yang berdekatan dengan Miangas yang dulunnya merupakan satu kesatuan administratif
dari kecamatan Nanusa, seperti pulau Marampit dan kecamatan Nanusa sendiri yang juga
sebagai pulau terluar.

Para Pelaut Handal Dari Utara NKRI

Generasi tua di Miangas merupakan generasi terakhir pendukung tradisi bahari,


mereka merupakan para pelaut-pelaut handal tanpa harus menggunakan layar disaat tidak
berangin untuk mencapai pulau-pulau terdekat, seperti pulau-pulau yang ada di selatan
daratan Filipina (Mindanao). Dimana tujuan mereka adalah menjajakan hasil olahan
tangkapan mereka dilaut dan hasil lain dari masyarakat Miangas seperti tikar-pandan,
kopra (Ulaen,dkk. 2012;67-68). Tradisi bahari yang sejak dulu ada dikalangan generasi
tua di Miangas, sekarang mulai kehilangan identitas sebagai pelaut handal, pembuat
perahu, dan ulet dalam pekerjaan khususnya sebagai seorang nelayan yang mahir dalam
membaca perbintangan. Masyarakat lebih memilih menjadi buruh di pelabuhan disaat ada
kapal yang masuk, dengan gaji seadanya asalkan dapat memenuhi kebutuhan hari ini, di
sisi lain Miangas yang kaya akan sumberdaya kelautan tidak dimanfaatkan secara
optimal. Tradisi yang dilakoni oleh generasi tua kini tidak lagi dipraktekkan oleh para
generasi muda Miangas yang ada hanyalah kenangan manis yang tersirat dan tidak pernah
tertuliskan.

Tradisi Mamancari Sebagai Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Miangas.

Pada zaman dulu hingga pertengahan abad ke 20, masyarakat Miangas sama seperti
halnya masyarakat yang ada di bagian bumi manapun pada umumnya, manusia memiliki
strategi atau cara bagaimana harus bertahan hidup. Masyarakat Miangas pada umumnya
di zaman dulu mengandalkan hasil laut, pertanian dan hasil kerajinan tangan yang dijual
baik di pulau-pulau Talaud maupun di pulau-pulau daratan Mindanao, namun sekarang
tradisi melaut mulai hilang sejak adanya bantuan pemerintah berupa sembilan bahan
pokok di Miangas, kalaupun ada yang melaut itu hanya untuk keperluan makanan.
Sedangkan hasil seperti keterampilan membuat ikan kayu (ikan asap) yang mereka dapat
disaat mereka bekerja di perusahan ikan Jepang yang ada di Filipina, dan kerajinan
tangan seperti tikar serta topi anyaman dari daun pandan tidak lagi ditemukan.

Masyarakat lebih memilih membuka warung untuk berjualan, sementara tempat


bertumbuhnya kelapa sebagai sumber mata pencaharian dan laluga atau puraha sebagai
bahanmakanan yang mereka andalkan disaat kehabisan bantuan, sekarang menjadi tempat
landasan pacu pesawat dimana proyek pemerintah cukup menelan biaya besar.

Kelembagaan Adat (Ratu mbanua Dan Inangngu wanua) Di Miangas

Politik tidak lepas dari persoalan kekuasaan, wewenang, kebijaksanaan dan


pembagian yang pada umumnya berada pada negara, sejauh negara merupakan organisasi
kekuasaan. Namun tidak bisa dipungkiri ada gejala-gejala kekuasaan yang sifat dan
tujuannya sewaktu-waktu dapat mempengaruhi negara. Sifat dan tujuan dari gejala
kekuasaan yang nonnegara dalam hal ini salah satunya adalah lembaga adat. Pranata
sosial atau lembaga masyarakat inilah yang membentuk negara sebagai organisasi
kekuasaan.

Struktur Pemerintahan Desa Dan Struktur Kepemimpinan Adat Di Miangas

Miangas di zaman keresidenan Manado, merupakan satuan wilayah adaministratif ke-


jogugu-an Nanusa, semenjak adanya keputusan pemerintah pusat (Surat Menteri Dalam
Negeri No. 5/1/69 tertanggal 29 April 1969), pemukiman warga Miangas dinamakan desa
dan dipimpin oleh kapitelaut atau sehari-harinya disebut apitaau ditemani jurutulis.
Secara politis kapitenlaut ini pada umumnya dipilih berdasarkan keputusan dari 12 suku
yang ada di Miangas dan tidak melalui proses dan mekanisme kerajaan yang
pemimpinnya berdasarkan garis keturunan.

Selain struktur kepemimpinan formal dalam hal ini pemerintah desa, ada juga
struktur kepemimpinan tradisional. Kepemimpinan tradisional di Talaud pada umumnya
dan Miangas khususnya di warisi secara turun-temurun dan oleh warga di sebut
kepemimpinan adat di Miangas seperti yang telah dijelaskan diatas terdapat 12 (suku),
Ratumbanua dan Inangnguwanua merupakan yang membawahi 12 suku, dan setiap
kelompok suku dipimpin oleh tetua yang disapa Timaddu ruangnga/ kepala suku, atau
pemangku adat.

Peran Ratu mbanua dan Inangngu wanua Dalam Struktur Pemerintahan Desa di
Miangas

Dalam struktur adat di Miangas ratu mbanua dan inangngu wanua, sebelum adanya
struktur pemerintahan desa dan struktur keagamaan, sangat dihargai dan dihormati, serta
memiliki perannya masing-masing. masalah pertahanan dan pemerintahan dalam wilayah
itulah tugas dari ratumbanua, kalau inangguwanua tugas dan perannya adalah membantu
ratumbanua dalam menjalankan roda-roda pemerintahan adat, dimana tugas dan
perannya adalah menyangkut masalah kesejahtraan masyarakatnya, menjembatani konflik
dalam keluarga serta mencari jalan keluar dari masalah kedua belah pihak yang
berkonflik, dimana bukan pada persoalan mencari letak kesalahan atau mencari siapa
yang menyebabkan konflik untuk diberikan sanksi (hukum adat). Melainkan baik
ratumbanua dan inangnguwanua merupakan mediator dalam mengumpulkan tetua adat
serta masyarakatnya untuk menyelesaikan persoalan diatas dengan cara kekeluargaan.

Dengan adanya struktur pemerintahan desa, lembaga adat yang ada di Miangas mulai
dilebur menjadi bagian dari struktur kelembagaan desa. Peran ratumbanua dan
inangnguwanua hanya sekedar simbolisasi dalam mengisi acara seremonial. Seperti
upacara adat, kunjungan pejabat, dan acara perkawinan.

Dari amatan peneliti serta hasil wawancara dengan narasumber, bahwa kelembagaan
adat serta peran ratu mbanua dan inangngu wanua sebagai primus inter pares. Tidak lagi
seperti dulu, dimana peran ratumbanua dan inangnguwanua serta kelembagaan adat pada
umunya menjadi lemah dengan hadirnya beberapa struktur kelembagaan kekuasaan di
dalam negara, sehingga apa yang disebut sebagai kearifan lokal tidak terpelihara malah
dari hari-kehari semakin terkikis.

Didalam UUD 1945 Amandemen IV, pasal 28I ayat 3 dan pasal 32 ayat 1 dan Ayat
2. Serta UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Bab I pasal 2 ayat 9.
Negara Indonesia dengan kemajemukannya memiliki kewajiban untuk mengakui,
menghormati, menjamin dan memelihara serta memajukan identitas budaya dan
masyarakat tradisional yang didalam terdapat nilai-nilai budaya seperti, hukum adat,
bahasa daerah yang selaras dengan perkembangan zaman, sejauh nilai-nilai budaya itu
hidup dan sesuai dengan prinsip NKRI. Di Miangas Misalnya, dalam penamaan ratu
mbanua dan inangngu wanua mereka alih bahasakan kedalam istilah jawa yaitu,
mangkubumi I dan Mangkubumi II, sepintas istilah mangkubumi terkesan enak di dengar,
namun apabila peneliti meninjau kembali baik dari UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun
2004, penamaan mangkubumi yang dipakai oleh para pejabat yang berkunjung atau para
penyelenggara kekuasaan negara di Miangas dalam menyapa ratu mbanua dan
inangnguwanua, tentunya menyalahi apa yang menjadi aturan perundang-undangan
Negara Kesatuan Republik Indonesia diatas.

PENUTUP

Kesimpulan

1. Sebagai beranda depan ataupun penamaan lain yang teralamatkan, seperti benteng
Pancasila, garda terdepan, sampai didirikannya 4 buah tugu sebagai penanda
supremasi pertahanan bangsa oleh pemerintah, hanyalah sebatas membangkitkan
phobia nasionalisme semata, dan sekedar wacana dari pemerintah untuk mengisi
lembar halaman dalam media cetak maupun online.
2. Program pembangunan yang telah diagendakan oleh pemerintah baik pusat maupun
daerah, secara kasat mata memberi kemudahan bagi masyarakat di Miangas. Fasilitas
yang telah disediakan oleh pemerintah, hanya fasilitas yang menunjang kerjasama
antar kedua negaralah yang sampai sekarang selalu siap ditempat. Sedangkan
fasilitas-fasilitas yang dibangun untuk pelayanan akan kebutuhan masyarakat
hanyalah proyek mubazir, kosong dan hanya menjadi tempat rayap dan kepiting laut,
selain itu Keterbatasan akan kebutuhan pendidikan dengan minimnya tenaga pengajar
tidak menjadi perhatian serius dari pemerintah.
3. Dengan adanya penempatan beberapa personil aparatur sipil dan aparatur pertahanan
keamanan di Miangas dari luar daerah, mempengaruhi struktur sosial masyarakat
Miangas, contohnya penamaan Ratu mbanua dan Inangngu wanua dialih bahaskan ke
dalam istilah Jawa Mangkubumi I dan Mangkubumi II semakin mengambarkan
adanya dominasi kekusaan negara. dimana wilayah yang kecil tidak berimbang
dengan adanya penempatan beberapa personil aparatur negara. Hal ini merupakan
pelemaham terhadap nilai-nilai bahasa daerah sebagai budaya nasional.
4. Pengabaian terhadap nilai-nilai adat oleh masyarakat, menandakan pemerintah gagal
didalam memelihara nilai-nilai adat, bahasa dan tradisi yang menjadi kearifan lokal
seperti yang diamanatkan di dalam konstitusi negara ini, yang dituangkan ke dalam
UUD 1945. Seyogyanya masyarakat dan pemerintah sama-sama mempunyai peran
penting dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI dengan memelihara kearifan
lokal sebagai bagian dari ketahanan nasional.
5. Masyarakat cenderung pragmatis dan bersikap selalu bergantung dan berharap
kepada pemerintah, sehingga terjadi pergeseran nilai-nila kearifan lokal yang dulu
dilakoni oleh para generasi sebelumnya tidak ditemukan lagi.
6. Dengan adanya pembangunan infrastruktur dan struktur kelembagaan desa, peran
lembaga adat (ratu mbanua dan inangngu wanua) mulai direduksi dalam struktur
kekuasaan negara dan terkesan hanyalah simbolisasi dalam mengisi acara-acara
seremonial.
7. Dengan hadirnya kekuasaan negara di Miangas, bukan memudahkan pelayanan
kepada masyarakat. Malah oknum-oknum penyelenggara kekuasaan negara dengan
mengatasnamakan negara untuk kepentingan pribadi dan golongan.
8. Ditengah-tengah keterisolasian dan keterbelakangan dengan faktor ekonomi yang
rendah dan minimnya sumberdaya manusia, serta jauh dari pusat perekonomian yang
tidak ditunjang dengan sarana transportasi yang memadai, tidak adanya ketersediaan
BBM untuk melaut, serta ketidaktersediaanya infrastruktur yang memadai membuat
perekonomian masyarakat terlihat stagnan. Sehingga dengan adanya pengaruh
budaya materialisme dan pemanjaan oleh pemerintah pusat dan daerah
mengakibatkan terjadi pergeseran nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Miangas.

Saran

1. bahwa dengan harapan ke depan hasil karya ilmiah ini dapat menjadi referensi,
serta panduan bagi para peneliti yang akan mengembangkan studi tentang
wilayah perbatasan.

2. Pemerintah seharusnya lebih mengutamakan pembangunan sumber daya manusia


dengan melaksanakan program-program yang tepat guna, membekali masyarakat
dengan berbagai keterampilan sesuai dengan karakteristik wilayah, sehingga
masyarakat lebih diorientasikan pada pembangunan ekonominya.

3. Lebih memperhatikan masalah yang menyangkut kebutuhan dasar masyarakat,


seperti penyediaan BBM bagi para nelayan agar mereka dapat melaut,
menyediakan tempat penampungan sementara dari hasil tangkapan, seperti
gudang es (cool store). Menyediakan fasilitas air bersih bagi masyarakat,
memperlancar sistem komunikasi dan transportasi ke Miangas, agar kedepan
masyarakat semakin diberdayakan.

4. Pemerintah seharusnya menggali kembali keterampilan yang ada di dalam


masyarakat berupa hasil-hasil kerajinan tangan, seperti topi dan tikar anyaman
dari pandan. Hasil-hasil ini kemudian menjadi tambahan pendapatan bagi
masyarakat dan menjadikan masyarakat lebih mandiri, dan tidak selamanya
bergantung pada pemerintah.

5. Pemerintah seyogyanya menjaga dan menghormati lembaga adat sebagai mitra


pemerintah sesuai dengan yang diatur oleh perundangan-undangan. Menghargai
nilai-nilai budaya serta memelihara kearifan lokal yang tumbuh berkembang di
dalam masyarakat, perlu adanya penguatan kembali terhadap pranata sosial serta
membangkitkan kembali identitas sosial untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan
NKRI.

6. Diharapkan masyarakat lebih menjaga tradisi yang ada, seperti upacara adat,
hukum adat, dan bahkan tradisi mancari atau mamancari untuk bertahan hidup.
Agar tidak selamanya harus bergantung kepada pemerintah.

7. Harapan terakhir peneliti agar para penyelenggara kekuasaan negara di Miangas,


diharapkan menjalankan tugas sesuai dengan peraturan yang sudah dibuat dan
tidak memanfaatkan atau mengatasnamakan negara hanya untuk sekedar
kepentingan pribadi dan golongan.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Mustafa Menata Pulau-pulau Kecil di Perbatasan. Belajar dari Kasus


Sipadan, Ligitan dan Sebatik. Penerbit Buku Kompas, 2006
Agustino, Leo. 2007. Perihal Memahami Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu
Asosiasi Ilmu Politik Indonesia, Jurnal Politik 16. Penerbit, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta:1996.
Bara, Gusti Andre Miangas: Cerita, Fakta dan Harap dari Utara dalam Cyber Sulut
(www.cybersulut.com/PeopleExpertColumn/8991246)
Budiardjo, Miriam 2006. Dasar- Dasar Ilmu Politik. Penerbit, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta: 2006.
________________, 1984. Aneka Pemikiran Tentang Kuasa dan Wibawa.Jakarta : Sinar
Harapan.
Bugin, Burhan. Bangsa Diantara Nasionalisme dan Primordialisme, Harian Surya, 21
Desember 1993, hlm. 6
Collins, T. James, 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia, Sejarah Singkat. KITLV-Jakarta,
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Dahl, Robert, A. Analisis Politik Modern. Diterjemahkan oleh Bayu Suryaningrat.,
(Dewaruci Press, Jakarta: 1980).
______________, Modern Political Analysis. Fifth printing. Englewood Cliffs, New
Jersey: Prentice Hall Inc., 1965.
Denis Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya. Batasbatas Pembaratan.1996, Penerbit PT
GramediaPustaka Utama, Jakarta.
Efriza, Ilmu Politik, Dari Ilmu Politik Sampai Sistem Pemerintahan (Bandung,
Alfabeta:2008).
Frankel Joseph, Hubungan Internasional. Diterjemahkan oleh Laila. H. Hasyim, Cetakan
kedua. Penerbit. Bumi Aksara, Anggota IKAPI, Jakarta, 1991.
Gilbert W. Fairholm, Organizational Power Politics: Tactics in Organizational
Leadership, 2nd Edition (Santa Barbara: Praeger, 2009)

Harsono, Andreas Miangas, nationalism and isolation. Dalam Tempo, No.


13/V/November 30- December 06, 2004; Asia Views, Edition:
47/1/December/2004.6 ps.
Hoetagaol, M. Sophia, Nono S.A Sumampouw, Julianto Parauba, Rony Tuage , Mulyadi
Pontororing. Studi Tentang Aspek-Aspek Sosial-Budaya
Masyarakat Daerah Pebatasan: Studi Kasus Masyarakat di
Pulau Miangas, Kerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai
Budaya Manado, (Kepel Press, Yogyakarta, 2012).
Keraf, S. A. 2010, Etika Lingkungan hidup. Penerbit, Buku Kompas, Jakarta: 2010.
Koentjaraningrat, 2009 : Pengantar Ilmu Antropologi. Edisi revisi ( Rineka Cipta,
Jakarta; 2009)
_____________, 1990. Sejarah Teori Antropologi II ( Universitas Indonesia (UI-Press),
Jakarta; 1990.
Kusnaka, Adimiharjo. Hak-hak sosial Budaya Masyarakat Adat, dalam Menggugat Posisi
Adat Terhadap Negara. Jakarta: Lembaga Pers dan
Pembangunan, 1999.
Korten, D.C., dan Sjahrir, Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Jakarta: Yayasan obor,
1988.
Lam Herman Johannes, Miangas (Palmas) (Batavia: G. Kolf & Co.,1932)
Lapian B. Adrian, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut Sejarah Kawasan Laut Sulawesi
Abad ke XIX. Komunitas Bambu. Jakarta.
Linton. Ralph. The Study of Man, an Introductory, Students Edition, Appleton-Century-
Crofts Inc., New York, 1936.
Logemann, J.H.A. 1948. Over de Theorie van een Stelling staatsrecht. Leiden :
Universiteit Pers Leiden.
Mac Iver, Robert M, The Web of Goverment (New York: The MacMillan Company,
1961)
Mac Iver, Robert. M and Page, Charles. H. Society. New York: Barnes and Noble College
Outline Series, 1960.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Sekretariat Jendral MPR RI,
2007.
Madjowa Verrianto: Warga Miangas Butuh Tambahan Guru, Tempo interaktif, Rabu,
23 Mei 2007
Pokok-Pokok Antropologi Budaya/editor T.O Ihromi.-ed.8.- ( Jakarta Yayasan Obor
Indonesia, 1996)
Rusadi Kantaprawira. 1988. Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar.Bandung:
Sinar Baru
Salindeho & Sombowadile, 2008.Kawasan Sangihe-Talaud-Sitaro: Daerah Perbatasan,
Keterbatasan, Perbatasan. Puspad, Jogja.
Sarundajang, S.H, 2011. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah. Cetakan ketiga edisi
revisi, (Kata Hasta Pustaka, Jakarta; 2011).
Selo Soemardjan- Soelaeman Soemardani (eds). Setangkai Bunga Sosioloogi. Edisi
Pertama. Djakarta: Jajasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1964.
Sjamsuddin, N, 1989. Integrasi Politik Di Indonesia. Penerbit, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta: 1989.
Soehino,1986, Ilmu Negara. (Liberty Yogyakarta; Jayeprawiran 21, 23, Yogyakarta
55112, 1986)
Soerjono Soekanto, 1981. Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan Ketujuh, Penerbit.
Universitas Indonesia-Press, Jakarta:1981.
Soetiknya, Imam. Politik Agraria Nasional. Yogyakarta: UGM,1990.
Stephen P. Robbins, Organisational Behaviour: Global and Southern African
Perspectives, 2nd Edition (Cape Town: Pearson Education South
Africa (Pty) Ltd., 2009)
Strong, C. F,. Konstitusi- konstitusi Politik Modern, Kajian Tentang Sejarah Dan Bentuk-
bentuk Konstitusi Dunia. Nusa Media: Bandung, 2004.
Sudarsono, Juwono, editor, 1991. Pembangunan Politik Dan Perubahan Politik; Sebuah
Bunga Rampai. Kumpulan tulisan-tulisan para ahli dari bidang
Ilmu Antropologi, Ilmu Politik, Ilmu Ekonomi, dan tulisan dari
Bapak Sosiologi Indonesia Selo Soemardjan. Cetakan kelima
oleh Yayasan Obor Indonesia, Jakarta; 1991.
Sugihardjanto Ali, dkk. Globalisasi Perspektif Sosialis. Cetakan Pertama. Penerbit.
Cubuc, Jakarta, 2003.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Penerbit, CV.
Alfabeta, Bandung; 2011.
Suhady Idup dan Sinaga A. M, 2009. Wawasan Kebangsaan Dalam Kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesi, Jakarta: Lembaga Administrasi
Negara.
Sumarsono, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Syafiie K Inu & Azhari, 2005. Sistem Politik Indonesia. Penerbit, PT Refika Aditama,
Bandung: 2005.
Ulaen J. Alex, Triana Wulandari, Yuda B. T Tangkilisan. Sejarah Wilayah Perbatasan
Miangas- Filipina 1928-2010; Dua Nama Satu Juragan.
Penerbit, Gramata Publishing, Jakarta: 2012.
____________, Paulina Nugrahini, Christian Setiawan, Asrullah Dukalang, Alinabur.
Studi Tentang Sosial Budaya Masyarakat Daerah Perbatasan:
Studi Kasus Masyarakat Pulau Marore Kabupaten Kepulauan
Sangihe, Kerjasama dengan Balai Pelestarian Nilai Budaya
Manado, Penerbit, Kepel Press, Yogyakarta, 2012.
____________, 2010. Nusa Utara Dalam Sejarah Bahari; Kumpulan Tulisan 2003-2004.
Penerbit, Yayasan Marin-CRC Manado, 2010.
____________, 2003, Nusa Utara Dari Lintasan Niaga ke Daerah Perbatasan. Pustaka
Sinar Harapan, 2003.
____________, Laut Yang Menyatukan:Mengungkap ruangjejaring Laut Maluku,
Maritim Sebagai FaktorPemersatu Bangsa dari
PerspektifSejarah Makalah Pengantar Dialog Kesejarahan di
Ambon, 2010
____________,Miangas (Las Palmas) dalam Dinamika Wilayah Perbatasan Bahari,
dalam Konferensi Nasional Sejarah ke- 9, di Jakarta, 5 7 Juli
2011
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 32 Tahun 2004TentangPemerintahan Daerah

Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pertanahan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005, Tentang Pemerintahan


Desa

Van Leur, J. C. Indonesian Trade and Society, Essay in Asian Sosial and Economic
History,1967.

Widodo, Joko, 2001. Good Governance,Telaah dari dimensi: Akuntabilitas Dan Kontrol
Birokrasi, Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah.
Penerbit, Insan Cendekia, Surabaya; 2001.
Weber Max, Essay in Sociology, translated and edited by H-H Gerth and C. Wright Mills,
Oxford University Press, New York 1946.
Zakaria, R. Yando, 2000. Abih Tandeh. Masyarakat Desa di Bawah Rezim Orde Baru,
Jakarta: ELSAM
Daftar Publikasi Media Tentang Miangas dalam Majalah Online dan Cetak:

Berkunjung ke pulau tempat transit para pelaku Bom Bali Jawa Pos 13 Oktober 2005.
www.jawapos.co.id. (Miangas disebut sebagai tempat transit
teroris).
Gatra, 19 Februari 2009 dalam http://www.gatra.com/artikel.php?id=123414) dan Gatra,
4 Juli 2005.
Tempo interaktif, Senin, 17 April 2006.Keterangan Pers Menteri Kelautan dan Perikanan
Freddy Numberi, dilaporkan oleh Endang Purwanti.
http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/15/03175473/nasionalisme.itu.mahal.
http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/1881037-sengketa-pulau-miangas-
bagian/#ixzz1UALABO1k
http://mdopost.com/news/index.php?option=com_content&task=view&id=3644&Itemid
=57
Sumber Lain:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 38 Tahun 2002, tentang Daftar
Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan
Indonesia

Profil dan Dinamika Penyiaran di Daerah Perbatasan NKRI Komisi Penyiaran


Indonesia (Lembaga Negara Independen), 2012, dalam
(www.kpi.go.id)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional dalam
(http://www.dephut.go.id/files/pp_26_08.pdf), diunduh 6 Maret
2013.

Video Dokumenter, Badan Pengelola Perbatasan Daerah Sulawesi Utara, 2011.

Pengembangan Pembangunan Daerah Perbatasan dalam seminar di hotel Granpuri


ruang pertemuan Anoa III, 24 April, Manado, 2013.

You might also like