Tinjauan Visual Kuantitatif Gaya Tekan Dan Tarik Pada Struktur Rangka
Tinjauan Visual Kuantitatif Gaya Tekan Dan Tarik Pada Struktur Rangka
Abstract
A truss is a structural element composed of a stable arrangement of
slender interconnected bars. Since no moment can be transferred a friction pin
joint, truss members are assumed to carry only axial force-either tension or
compression. Load position influence to the element forces and support reaction.
Determine the tension and compression of the element of truss is important in
truss structure analysis in this research was made truss structure model use
aluminium material to show the tension and compression in a visually and
quantitave.
Elasticity characteristic aluminium material was modificates by spring
to connect the top of element and the below elements. The tension and
compression be caused the load external can be shown in a visually and than the
spring shortened or contracted and elongated or stretched can be measured. In
this research, vertical external load 1122,5 gram at join of the truss.
The result of this test shown the compression force occurred at the bar
GH and tension force occurred at the bar BC. The maximum spring shortened at
0,55 cm and the maximum spring elongated at 0,21 cm occurs when the load at
joint B. by analytic method the maximum spring shortened at 0,264 cm and the
maximum spring elongated at 0,153 cm occurs when the load at joint B
Keywords : tension, compression, axial force, truss
I. PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Konstruksi rangka batang terdiri-dari batang-batang yang lurus dan
yang disambung pada titik simpul. Beban-beban luar pada konstruksi rangka
batang hanya boleh bekerja pada titik simpul (engsel) ( H. Frick, 1979 ).
Beban-beban luar yang bekerja pada struktur rangka batang terdiri-dari
beban mati dan beban hidup. Beban mati berupa berat sendiri dan meterial-
material yang dipasang permanen dan beban hidup berupa beban yang dapat
bergerak atau dapat digerakan seperti : kendaraan dan lain sebagainya.
Konstruksi rangka batang hanya menerima gaya tekan dan tarik.
Besarnya gaya-gaya itu dapat dipengaruhi oleh panjang konstruksi dan besarnya
beban yang bekerja pada konstruksi rangka batang tersebut. Dengan besar beban
yang sama tetapi letak beban berbeda, maka reaksi perletakannyapun berbeda.
Pada alat peraga ini digunakan alumunium yang tiap batangnya disusun
membentuk rangka batang dengan pola segitiga. Sebelumnya ukuran-ukuran
ditentukan terlebih dahulu. Karena alumunium ini cukup kaku dan sulit
memberikan perlakuan tekan atau tarik, maka salah satu batangnya diganti pegas
yang cukup elastis. Pegas dihubungkan pada batang di bawah sebagai tarik dan
dihubungkan pada batang atas sebagai tekan., Dengan pegas itu maka akan
terlihat perlakuan tekan dan tarik yang timbul akibat gaya-gaya luar.
2.Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penentuan gaya tekan dan tarik secara visual sangat diperlukan untuk
keperluan praktisi di lapangan di mana keputusan-keputusan yang sangat segera
untuk penempatan batang dan penempatan beban. Salah satu tujuan studi ini
adalah untuk menujukan gaya tekan dan tarik secara visual dan kuantitatif.
Manfaat yang diharapkan secara teoritis sebagai alat bantu untuk memahami
gaya tekan dan tarik khususnya pada rangka batang dan secara praktis untuk
memberikan gambaran dengan jelas secara visual tentang prinsip gaya tekan dan
tarik.
1. Pengetahuan dasar
Konstruksi rangka batang sebetulnya masih semacam konstruksi batang,
dengan batang masing-masing hanya menerima gaya tekan atau tarikan.
Konstruksi rangka batang terdiri dari batang-batang yang lurus dan yang
disambung pada titik simpul. Perhitungkan konstruksi rangka batang berdasarkan
ketentuan-ketentuan seperti berikut:
a. Menurut ketentuan Karl culmann 1852 pada tiap-tiap titik simpul garis
sumbu sebagai engsel.
b. Beban-beban pada konsruksi rangka batang hanya boleh bekerja pada titik
simpul.
c. Garis sumbu batang masing-masing harus lurus.
d. Jikalau pada suatu titik simpul garis sumbu masing-masing tidak bertemu
pada satu titik, maka harus diperhatikan supaya jumlah momen yang timbul
oleh eksentrisitas ini menjadi nol (H. Frick, 1979).
Semua gaya P yang bekerja pada titik simpul m dan semua gaya batang S
harus seimbang. Ketentuan ini dapat ditulis sebagai berikut:
vi
x = Pm . cos m + s . cos = 0
(2.1.)
y = Pm . sin m + s . sin = 0
(2.2.)
Pada suatu konstruksi rangka batang dengan banyak titik simpul K, maka
akan dipunyai dua kali K. Ketentuan keseimbangan untuk menentukan
gaya batang S masing-masing dan reaksi tumpuan a masing-masing,
seperti terlihat pada rumus berikut :
s+a=2k
(2.3.)
dengan a = reaksi tumpuan, s = banyaknya batang, dan k = banyaknya
titik simpul .
3. Prinsip umum
Rangka batang adalah susunan elemen-elemen linier yang membentuk
segitiga atau kombinasi segitiga, sehingga membentuk rangka yang tidak dapat
berubah bentuk apabila diberi beban eksternal tanpa adanya perubahan bentuk
pada satu atau lebih pada batangnya. Semua elemen-elemen dianggap tergabung
dengan titik hubungnya dengan sambungan sendi. Semua beban diteruskan lewat
sambungan yang sering disebut titik simpul atau engsel. Prinsip utama yang
mendasari penggunaaan rangka batang sebagai strukstur pemikul beban adalah
penyusunan elemen menjadi konfigurasi segitiga yang menghasilkan bentuk
yang paling stabil. Tidak seperti bentuk segiempat, bila terkena beban akan
mudah perubahan bentuk yang membentuk mekanisme runtuh (collapse). Hanya
segitiga yang memiliki konfigurasi stabil karena tiap-tiap batangnya memberikan
perlawanan yang sama saat menerima beban, sehingga menjadi bentuk yang
seimbang.
Karena susunan segitiga dari batnag-batang adalah bentuk yang stabil, maka
sembarang susunan segitiga juga membentuk struktur stabil dan kukuh. Untuk
rangka batang yang hanya memikul beban vertikal, pada batang tepi atas
umumnya timbul gaya tekan, dan pada tepi bawah umumnya timbul gaya tarik.
Gaya tarik atau tekan ini dapat timbul pada setiap batang, dan mungkin berganti-
ganti antara tarik dan tekan.
vii
Perilaku gaya-gaya dalam setiap batang pada rangka batang dapat
ditentukan dengan menerapkan persamaan dasar keseimbangan. Akan tetapi,
untuk konfigurasi rangka batang sederhana, sifat gaya tersebut (tarik, tekan, nol)
dapat ditentukan dengan menerapkan sedikit teknik yang akan berguna dalam
memberikan gambaran mengenai bagaimana rangka batang tersebut memikul
beban.
Salah satu cara untuk menentukan gaya dalam batang pada rangka batang adalah
dengan menggambarkan bentuk deformasi yang mungkin dari struktur yang akan
terlihat apabila batang yang hendak diketahui sifat gayanya dibayangkan tidak
ada. Dengan demikian, sifat gaya (tarik atau tekan) batang itu dapat diketahui
berdasarkan analisis mengenai pencegahan deformasi tersebut. Cara yang sama
sekali berbeda untuk memperoleh gambaran tentang gaya-gaya pada suatu
rangka batang ialah dengan menggunakan analogi pelengkung dan kabel. Namun
metode-metode tersebut hanya untuk rangka batang sederhana, dan akan menjadi
sulit bila diterapkan pada rangka batang yang kompleks.
viii
Gambar 3.1 Diagram benda bebas pada rangka batang.
5. Keseimbangan Potongan
Dalam metode yang dikembangkan oleh Ritter dibuat potongan khayal
melalui truss atau rangka dan gaya diterapkan pada masing-masing bagian dari
struktur supaya dalam keseimbangan. Gaya yang diterapkan ini besar dan
arahnya dengan gaya batang yang terpotong. Karena hanya ada tiga persamaan
keseimbangan, maka tidak akan didapatkan besar gaya, apabila lebih dari tiga
batang yang terpotong dalam memisahkan kedua bagian rangka ini, kecuali
beberapa batang telah diketahui (J.D.Todd,1984).
Diagram benda bebas untuk bagian-bagian ini diperlihatkan pada
Gambar 3.2. Kumpulan gaya-gaya internal yang terlihat pada gambar merupakan
akibat beban luar pada struktur dan merupakan bagian yang mempertahankan
keseimbangan. Sebelum gaya-gaya batang dicari, terlebih dahulu diselidiki sifat
gaya batang tersebut, apakah tarik atau tekan dan jumlah momen yang
diakibatkan oleh semua gaya harus sama dengan nol pada sembarang titik.
Selanjutnya, apakah dituliskan ΣFx = 0, akan ada dua gaya yang tidak diketahui,
sehingga persamaan tersebut dapat diselesaikan persamaan keseimbangan
momen terhadap titik yang hanya melibatkan satu gaya tak diketahui.
ix
Gambar 3.2. Diagaram benda bebas untuk mencari
Gaya batang dengan cara potongan.
6. Elastisitas
Jika suatu benda dikenakan gaya, maka bentuk benda itu akan berubah.
Dalam banyak situasi perubahan panjang (Δx) berbanding lurus dengan gaya F
yang diberikan seperti dilukiskan dalamn Gambar 3.3.
F = k . (Δx)……………………………(3.1)
dengan k = konstanta yang menunjukkan sifat pegas itu (disebut konstanta
Hook.)
x
dengan Δx = pertambahan panjang pegas, F = gaya batang, k = konstanta pegas.
xi
dengan y* = x yang terjauh dari garis grafik sehingga ralat k dapat
dirumuskan sebagai :
Δa/
Ralat k k (4.5)
a/
dengan a/ = ralat kemiringan, a/ = kemiringan, dan k = konstanta pegas
xii
tumpuan sendi di lambangkan RA dan untuk tumpu rol diberi lambang
RE , maka :
ME 0
Pa
RA (4.6)
L
MA 0
Pa
RE (4.7)
L
Setelah tiap-tiap reaksi pada tumpuan diketahui, maka
besarnya reaksi bisa digamparkan dengan skala. Sehingga gaya batang
dapat dicari dengan menarik garis sampai menutup tiap titik dan
melanjutkan ke titik berikutnya dengan syarat batang yang belum
diketahui hanya dua batang saja. Semua batang yang sudah tergambar
dikalikan dengan besarnya skala. Itulah besarnya gaya yang terjadi
pada tiap batang.
b. Titik hubung
Analisis titik hubung ini perhitungannya dilakukan dari titik ke titik
pada tiap Tiap titik buhul dihitung ke arah vertikal v = 0, dan ke arah
horisontal h = 0. Cara perhitungan untuk tanda plus dan minusnya
disesuaikan dengan letak koordinat.
c. Keseimbangan potong
Pada keseimbangan potong ini ditinjau dari bagian kiri dan bagian
kanan. Tiap bagian, keseimbangan momen dihitung terhadap titik
buhul. Keseimbangan tersebut juga ditinjau dari arah vertikal dan arah
horisontal.
1. Nilai k
Untuk mengetahui gaya tekan dan gaya tarik secara kualitatif, maka salah
satu batang tekan dan batang tarik diganti dengan per untuk mengetahui prinsip
kerjanya. Metode yang digunakan pada masing-masing kasus di pilih
sedemikian rupa sehingga dianggap lebih cocok. Data pemeriksaan per tekan dan
tarik disajikan pada Tabel 5.1 dan 5.2.
xiii
X1 X1 X 1 X1 X1 Grafik x per tekan
Beban X0 X X
No (1) (2) (3) (4) (5)
(gr) (cm) Rata2 (X1-X0) 1,7
(cm) (cm) (cm) (cm) (cm)
1,5
1 100 5,7 5,9 5,9 5,8 5,8 5,8 5,84 0,14
2 200 6,1 6,2 6,2 6,2 6,1 6,16 0,46 y=0,98
1,0
3 300 6,4 6,4 6,5 6,4 6,4 6,42 0,72
4 400 6,6 6,7 6,7 6,7 6,7 6,68 0,9 x=400
0,5
5 500 6,9 6,9 7,0 6,9 6,9 6,92 1,22
6 600 7,1 7,1 7,2 7,2 7,2 7,16 1,46 y*=0,1
7 700 7,3 7,5 7,4 7,4 7,4 7,4 1,7 500 1000
Δy 0,98 g 9,8
a= 0,00245 cm/gr k = 4000 cm/gr
Δx 400 a 0,00245
2 . y 2 . 0,1
ralat kemiringan (a) a = 0,0005
x 400
Δa
ralat k (k) k = .k =
a
0,0005
. 4000 816,33
0,00245
sehingga k = k k = 4000,00 816,33
Δy 0,66 g 9,8
a= 0,00165 cm/gr k= 5939, 4 cm/gr
Δx 400 a 0,00165
2 . y 2 . 0,1
ralat kemiringan (a) a = 0,0005
x 400
xiv
Δa 0,0005
ralat k (k) k = .k = . 5939, 4 1799,8
a 0,00165
sehingga k = k k = 5939,4 1799,8
Cremona
Cremona Cremona Cremona
P = 1122,5 gr di titik
P = 1122,5 gr di titik B P = 1122,5 gr di titik C P = 1122,5 gr di titik D
No Batang B,C,D
Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik Tekan Tarik
(gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr)
1 AB 628,6 426,55 207,66 1262,81
2 BC 628,6 426,55 207,66 1262,81
3 CD 207,66 426,55 628,6 1262,81
4 DE 207,66 426,55 628,6 1262,81
5 FG 420,94 853,1 420,94 1696,66
6 GH 420,94 853,1 420,94 1696,66
7 AF 1055,15 707,18 353,59 2118,71
8 BF 1122,5 0 0 0 0 1122,5
9 CF 353,59 707,18 353,59 715,59
10 CG 0 0 0 0 0 0
11 CH 353,59 707,18 353,59 715,59
12 DH 0 0 0 1122,5 1122,5
13 EH 353,59 707,18 1055,15 2118,72
Cremona
b. Titik Hubung
xv
Beban P satuan dititik B
Titik hubung A
Keseimbangan dalam arah vertikal y = 0 Keseimbangan dalam arah
horisontal Fx = 0
+ 0,75 P + FAf Sin 53,13o = 0 FAF Cos 53,13o = 0
FAF = -0,9375 P (tekan) FAB = + 0,5625 P
= -1052,3438 (tekan) FBC = FAB = + 0,5625 P = +631,4063 (tarik)
Titik hubung di F
Keseimbangan dalam arah vertikal Fy = 0 Keseimbangan dalam arah
horisontal Fx = 0
- FFA Cos 36,87o-FFB - FFC . Cos 36,87o - FFA Sin 36,87o + FFC Sin
36,87o + FFG = 0
FFC = -0,313 P (tekan) FFG = -0,375 P
= -351,3425 (tekan) FFG = FGH = -0,375 P = -
420,9375 (tekan)
Beban P satuan di titik C
Titik Hubung A
Keseimbangan dalam arah vertikal y = 0 Keseimbangan dalam arah
horisontal Fx = 0
+ 0,05 P + FAf Sin 53,13o = 0 FAF Cos 53,13o + FAB = 0
FAF = -0,625 P FAB = + 0,375 P
= -701,5625 (tekan) FAB = FBC = + 0,375 = + 420,9375
(tarik)
Titik hubung di F
Keseimbangan dalam arah vertikal Fy = 0 Keseimbangan dalam arah
horisontal Fx = 0
- FFA Cos 36,87o-FFB - FFC . Cos 36,87o - FFA Sin 36,87o + FFC Sin
36,87o + FFG = 0
FFC = + 0,625 P FFG = -0,75 P
= + 701,5625 (tarik) FFG = FGH = -0,75 P
xvi
= + 351,3425 (tarik) FFG = FGH = -0,376 Pam = -422,06
(tekan)
Titik hubung di F
Keseimbangan dalam arah vertikal Fy = 0 Keseimbangan dalam arah
horisontal Fx = 0
- FFA Cos 36,87o-FFB - FFC . Cos 36,87o = 0 - FFA Sin 36,87o + FFC Sin 36,87o +
FFG = 0
FFC = + 0,625 P FFG = -1,5 P
= + 701,5625 (tarik) FFG = FGH = -1,5 P = -
1683,75 (tekan)
c. Keseimbangan potongan
Beban P satuan di titik B
Bagian kiri
Keseimbangan momen di titik C : MC = 0 Keseimbangan momen di titik F :
MF = 0
(0,75 P x 60) + (FGH . 40) – P . 30 = 0 + 0,75 P . 30 – FBC . 40 = 0
15 P + FGH . 40 = 0 FBC = + 0,5625 P
FGH = -0,375 Pam = -420,4063 (tarik) = + 631,4063 (tarik)
Beban P satuan di titik C
Bagian kiri
Keseimbangan momen di titik C : MC = 0 Keseimbangan momen di titik F :
MF = 0
0, 5 P . 60 + FGH . 40 = 0 - 0, 5 P . 30 – FBC . 40 = 0
FGH = -0,75 Pam FBC = + 0,375 P
= -841,8475 (tekan) = + 420,9375 (tekan)
Beban P satuan di titik D
Bagian kanan
Keseimbangan momen di titik C : MC = 0 Keseimbangan momen di titik F :
MF = 0
0, 25 P . 60 + FGH . 40 = 0 0, 25 P . 90 – FBC . 40 – P . 30 = 0
FGH = -0,375 P FBC = + 0,188 P
= -420,9375 (tekan) = + 211,03 (tarik)
Beban P satuan di titik B, C, D
Bagian kiri
xvii
Keseimbangan momen di titik C : MC = 0 Keseimbangan momen di titik F :
MF = 0
1, 5 P . 60 + FGH . 40 – P . 30 = 0 1, 5 P . 30 – FBC . 40
FGH = -1,5 P FBC = + 1,125 P
= -1683,75 (tekan) = + 1262,8125 (tarik)
Tabel 5.1. Perbandingan antara xpegas pada peraga dengan xpegas pada
hitungan manual, komputer pada batang GH dan BC
Beban P = 1122,5
x Perpendekan pegas (cm)-Batang
gram pada titik x Perpendekan pegas (cm)-Batang BC
GH
buhul
Hitunga
Alat Hitungan n Alat Hitungan Hitungan
Peraga Manual kompute Peraga Analitik Komputer
r
B 0,2 0,132 0,176 0,2 0,132 0,176
C 0,4 0,264 0,264 0,4 0,264 0,264
D 0,2 0,133 0,132 0,2 0,133 0,132
B 0,8 0,529 0,528 0,8 0,529 0,528
xviii
d. Untuk x model dititik B, C, D = 0,8 cm, x hitungan manual = 0,529 cm,
sedangkan x komputer = 0,528 cm.
Perbedaan nilai yang terjadi hampir semua merata seperti pada titik B
dan D pada perhitungaan manual dan komputer hampir memiliki nilai yang
sama. Dalam arti lain pembuatan model tidak melenceng terlalu jauh. Perbedaan
tersebut disebabkan karena faktor ketelitian baik perhitungan, pemeriksaan
bahan terutama elastisitas per dan pembuatan model (tegak lurus, penentuan
garis sumbu dan perbandingan ukuran seperti terdapat pada Gambar).
Sedangkan batang tarik memiliki perbedaan yang cukup besar, hal ini
dikarenakan batang bawah pada tumpuan sendi dibuat kaku, walaupun M = 0,
namun pertambahan panjang x pada batang tarik dipengaruhi kekakuannya
yang masih merupakan batang menerus. Untuk kasus tersebut diperlihatkan pada
titik B dan pada titik C perbedaan mulai kecil sampai pada titik terjauh dari
tumpuan sendi yaitu titik D memiliki nilai yang sama. Hal ini diperlihatkan pada
perhitungan komputer.
Pada pengujian alat peraga ini Δx pegas perpanjangan terbesar terjadi
pada beban di titik buhul B dengan xBC = 0,21 cm dan Δx pegas perpendekan
terbesar terjadi pada beban di titik buhul C dengan xGH = 0,40 cm.
2. Saran
Oleh karena penting dan besarnya manfaat gaya tekan dan tarik bagi
banyak pihak, mulai dari perencana sampai pada pelaksana maupun pengawas,
perlu diadakan penelitian dalam kasus yang berbeda dan dari bahan dan alat yang
berbeda, yaitu :
a. Alat peraga yang tegak lurus, sehingga pada waktu dibebani tidak
berubah-ubah ukuran xper nya.
b. Supaya hasilnya baik maka perlu ditentukan per yang lebih kaku.
c. Semua batangnya dibuat ganda.
DAFTAR PUSTAKA
Ambler John S, 1992, Irigasi di Indonesia, Dinamika Kelembagaan Petani,
LP3ES, Jakarta.
xix
Bambang Triatmodjo, 1996, Metode Numerik, Beta Offset, Yogyakarta.
Dep. P.U. Direktorat Jendral Pengairan, 1997, Pedoman Umum Operasi dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi.
Edy Harseno, Diktat Kuliah Irigasi dan Bangunan Air, Yogyakarta.
Effendi Pasandaran, 1991, Irigasi di Indonesia, Strategi dan Pengembangan,
LP3ES, Jakarta.
Ismar Group UGM, Diktat Teknik Pengairan, Yogyakarta.
Raden Moh. Besari, 1953, Ilmu Teknik Pengairan, Jakarta.
Soetedjo C.I, Diktat Pengairan, jilid 2, Yogyakarta
Studi Grup Derupadi Likur, 1982, Mekanika Fluida, Yogyakarta
xx