0% found this document useful (0 votes)
145 views

JNN

This document discusses the optimization of family cuddling and sitting position interventions when mounting intravenous infusions to meet fluid and electrolyte needs in children. The author conducted this study to fulfill requirements for a specialist pediatric nursing degree. Nursing care and applying Levine's Conservation Model principles can maintain energy balance, structural integrity, and personal and social conservation. Key nursing interventions include collaborating on intravenous fluid administration. This can be accompanied by applying family-centered care and atraumatic care concepts through family cuddling and sitting position interventions during infusion. The results can inform nursing practice for children with fluid and electrolyte imbalance issues.

Uploaded by

Mega Unzila
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
145 views

JNN

This document discusses the optimization of family cuddling and sitting position interventions when mounting intravenous infusions to meet fluid and electrolyte needs in children. The author conducted this study to fulfill requirements for a specialist pediatric nursing degree. Nursing care and applying Levine's Conservation Model principles can maintain energy balance, structural integrity, and personal and social conservation. Key nursing interventions include collaborating on intravenous fluid administration. This can be accompanied by applying family-centered care and atraumatic care concepts through family cuddling and sitting position interventions during infusion. The results can inform nursing practice for children with fluid and electrolyte imbalance issues.

Uploaded by

Mega Unzila
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 128

UNIVERSITAS INDONESIA

OPTIMALISASI INTERVENSI DEKAPAN KELUARGA dan POSISI


DUDUK saat PEMASANGAN INFUS untuk MEMENUHI KEBUTUHAN
CAIRAN dan ELEKTROLIT dengan PENDEKATAN MODEL
KONSERVASI LEVINE

KARYA ILMIAH AKHIR

TRI PURNAMAWATI
1306346374

PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK, JUNI 2016

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


UNIVERSITAS INDONESIA

OPTIMALISASI INTERVENSI DEKAPAN KELUARGA dan POSISI


DUDUK saat PEMASANGAN INFUS untuk MEMENUHI KEBUTUHAN
CAIRAN dan ELEKTROLIT dengan PENDEKATAN MODEL
KONSERVASI LEVINE

KARYA ILMIAH AKHIR

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis
Keperawatan Anak

TRI PURNAMAWATI
1306346374

PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK, JUNI 2016

i
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
Nama : Tri Purnamawati
Program Study : Specialist Pediatric Nurse Program
Title : Optimization of Intervention Family’s Cuddles and
Sitting Position when Mounting Infusion to Meet the
Fluid Need and Electrolytes with Levine Conservation
Model Approach.

Abstract

The child's condition is difficult to install a drip affect the treatment given,
among other things can be problems of fluid and electrolyte imbalance. This can
lead to dehydration and hypovolemic shock. Children who experience fluid and
electrolyte imbalance requires energy to meet the metabolic needs in order to
maintain body functions. Nursing care and the application of the principle of
conservation Levine can maintain energy balance, structural integrity
conservation, personal and social. Nursing interventions that can be done is
collaboration in the provision of intravenous fluids. The action can be
accompanied by the application of the concept of family centered care and
atraumatic care through the intervention arms of the family and the sitting
position when infusion to meet the needs of fluid and electrolytes. These results
can be used as reference for nursing practice in children with fluid and electrolyte
imbalance problems.

Keywords : Family’s Cuddles and Sitting Position, fluid imbalance and


electrolytes, Levine Conservation Model

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Nama : Tri Purnamawati
Program Studi : Program Ners Spesialis Keperawatan Anak
Judul : Optimalisasi Intervensi Dekapan Keluarga dan Posisi
Duduk saat Pemasangan Infus untuk Memenuhi
Kebutuhan Cairan dan Elektrolit dengan Pendekatan
Model Konservasi Levine.

Abstrak

Kondisi anak yang sulit untuk dipasang infus berdampak kepada pengobatan
yang diberikan antara lain dapat terjadi masalah ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi dan syok hipovolemik. Anak
yang mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit memerlukan energi
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme agar dapat mempertahankan fungsi
tubuhnya. Pemberian asuhan keperawatan dan penerapan prinsip konservasi
Levine dapat mempertahankan keseimbangan energi, konservasi integritas
struktural, personal dan sosial. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan
adalah kolaborasi dalam pemberian cairan intravena. Tindakan tersebut dapat
diiringi dengan penerapan konsep family centered care dan atraumatic care
melalui intervensi dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus
untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit. Hasil ini dapat dijadikan acuan
praktik keperawatan pada anak dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

Kata Kunci : Dekapan Keluarga dan Posisi Duduk, Ketidakseimbangan cairan


dan elektrolit, Model Konservasi Levine

vi

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah
Akhir (KIA) yang berjudul “Optimalisasi Intervensi Dekapan Keluarga dan
Posisi Duduk saat Pemasangan Infus untuk Memenuhi Kebutuhan Cairan dan
Elektrolit dengan Pendekatan Model Konservasi Levine”. Penyusunan Karya
Ilmiah Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar
Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.

Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini, banyak bimbingan dan arahan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
penghargaan, rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Nani Nurhaeni S.Kp., MN., selaku Supervisor Utama yang telah
memberikan waktu, dukungan, bimbingan, perhatian dan pemahaman dalam
penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
2. Ibu Dessie Wanda, S.Kp., MN., Ph.D., selaku Supervisor yang telah
memberikan waktu, bimbingan, arahan dan masukan dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir ini.
3. Dr. Budi Purnomo, Sp. A (K) yang telah memberikan koreksi dan masukan
untuk kesempurnaan Kaya Ilmiah Akhir ini,
4. Gusgus Ghraha Ramdhanie, Ns., Sp.Kep. An yang telah memberikan koreksi
dan masukan untuk kesempurnaan Kaya Ilmiah Akhir ini,
5. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M. App.Sc., PhD., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
6. Ibu Dr. Novy H. Catharina Daulima, S.Kp., M.Sc., selaku Ketua Program
Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
7. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi
kelancaran penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.

vii

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


8. Direktur, Kepala Ruangan serta perawat ruang Infeksi Anak Rumah Sakit
Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Anak dan Bunda
Harapan Kita atas dukungan dan kesempatan yang diberikan kepada residen
keperawatan anak untuk melakukan praktik di setiap unit perawatan anak..
9. Direktur, dosen serta staf Akper Hang Tuah Jakarta yang telah memberikan
kebijakan dan motivasi demi kelancaran studi ini.
10. Yang tercinta suami dan anak ku (Hegar Budi Santoso dan Alif Fatin Alfazli
Santoso) serta keluarga besarku yang senantiasa memberikan dukungan baik
moril maupun materil demi kelancaran selama menjalani studi ini.
11. Rekan-rekan Residensi Ners Spesialis Keperawatan Anak Universitas
Indonesia angkatan 2015/2016, yang telah memberikan semangat dan
masukan kepada penulis selama studi ini.

12. Pihak-pihak terkait lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga setiap bantuan yang telah diberikan, dicatat sebagai amal baik oleh Allah
SWT. Penulis menyadari Karya Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis mengharapkan Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk pengembangan
ilmu keperawatan anak selanjutnya.

Depok, Juli 2016

Penulis

viii

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………… I
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………………………….. iv
ABSTRACK .……………………………………………………………….. v
ABSTRAK ..………………………………………………………………… vi
KATA PENGANTAR.................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................. x
DAFTAR SKEMA ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 11
1.1 Latar Belakang..... .......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................ 5
1.3. Sistematika Penulisan .................................................................. 6

BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN


KEPERAWATAN ............................................................................ 7
2.1 Gambaran Kasus …...................................................................... 7
2.2 Cairan dan Elektrolit …………………………………………… 11
2.3 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses
Keperawatan ……………………………………………..……...…… 24
2.4 Aplikasi Konsep Model Konservasi Levine pada Kasus Kelolaan
Utama …………………………………………………………. 29

BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI ………………......................... 43


3.1 Kompetensi Berdasarkan Ruang Rawat....................................... 43
3.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam
Pencapaian Kompetensi ............................................................... 46
3.3 Implementasi Evidence Based Practice ..................................... 50

BAB 4 PEMBAHASAN……………............................................................. 55
4.1 Penerapan Model Konservasi Levine dalam Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Masalah Pemenuhan
Kebutuhan Cairan dan Elektrolit .................................................. 55
4.2 Kelebihan dan Keterbatasan Penerapan Model Konservasi
Levine …………………………………………………………… 62

BA 5 SIMPULAN DAN SARAN ……………….……………………….. 63


5.1 Simpulan ……………….…………..…………………………. 63
5.2 Saran …………… ……………..………………………………. 64

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 65

ix

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 : Model Konservasi Levine………………………………………. 22


Skema 2.2 : Integrasi Konservasi Levine dalam Asuhan
Keperawatan Anak dengan Gangguan Keseimbangan
Cairan dan Elektrolit ………………………………………….. 24

xix
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Format Pengkajian Myra E. Levine


Lampiran 2 Laporan Hasil Inovasi

xi

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan suatu bentuk stressor utama
pada anak. Anak-anak sangat rentan mengalami stress sebagai akibat
perubahan keadaan sehat dan rutinitas lingkungan di rumah sakit, hal ini
terjadi akibat keterbatasan anak dalam mekanisme pertahanannya untuk
menghadapi stressor (Wong et al, 2009). Hospitalisasi merupakan proses
secara darurat maupun disengaja yang membuat anak harus dirawat di
rumah sakit karena penyakit yang diderita anak. Di Amerika Serikat,
diperkirakan lebih dari 5 juta anak menjalani hospitalisasi karena prosedur
tindakan invasif dan lebih dari 50% dari jumlah tersebut, anak mengalami
kecemasan dan stres. Diperkirakan juga lebih dari 1,6 juta anak dan anak
usia antara 2-6 tahun menjalani hospitalisasi disebabkan karena injury dan
berbagai penyebab lainnya (Disease Control, National Hospital Discharge
Survey (NHDS), 2014 dalam Apriany, 2015). Sedangkan angka kesakitan
anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun
2010 yang dikutip oleh Apriany (2015), di daerah perkotaan menurut
kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia 5-12 tahun sebanyak 14,91%,
usia 13-15 tahun sekitar 9,1%, usia 16-21 tahun sebesar 8,13%. Angka
kesakitan anak usia 0-21 tahun apabila dihitung dari keseluruhan jumlah
penduduk adalah 14,44%. Anak yang dirawat di rumah sakit akan
berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologinya, hal ini disebut dengan
hospitalisasi.

Selama hospitalisasi pada umumnya asuhan keperawatan pada anak


memerlukan tindakan invasive berupa injeksi, pengambilan darah, maupun
pemasangan infus. Pemasangan infus merupakan tindakan medis yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit, transfuse darah,
nutrisi dan pemeberian obat melalui intravena (Potter & Perry, 2005).

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


2

Memasang infus pada anak bukan merupakan hal yang mudah karena anak
memiliki vena yang kecil dan rapuh, sehingga sering ditemui pemasangan
infus yang berulang kali karena gagal memasang kanul intra vena. Hal ini
berdampak terhadap timbulnya cedera tubuh dan nyeri pada anak serta
ketakutan anak yang lebih besar.

Salah satu terapi non farmakologi yang digunakan untuk mengurangi nyeri
saat dilakukan pemasangan infus. Penelitian yang dilakukan oleh Axelin,
Salantera, Kiriavainen dan Lehtonen (2009) menunjukkan bahwa respon
nyeri pada bayi prematur berkurang saat diberikan cairan glukosa dan
dekapan orang tua dengan posisi side-lying flexed dibandingkan pemberian
opium. Namun berdasarkan observasi penulis selama bulan Februari sampai
dengan April 2016 di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan
Kita, posisi pemasangan infus pada anak yang dilakukan adalah dengan
memberikan posisi supinasi dan dipegang/restraint oleh perawat di daerah
ekstremitas. Dilakukan sebagai penahan gerakan dengan tujuan untuk
memudahkan pelaksaan prosedur tindakan. Selain itu, pada saat pelaksanaan
prosedur tindakan keluarga diminta untuk meninggalkan ruangan, kondisi
ini membuat anak jadi distress, yang ditunjukkan dengan perilaku anak
menangis, meronta, ekspresi wajah ketakutan terhadap perpisahan dan
menolak tindakan yang sedang dilakukan, menyebabkan semakin sulitnya
perawat melakukan pemasangan infus, jika hal ini berdampak kepada
kebutuhan anak untuk mendapatkan terapi pengobatan.

Strategi keperawatan yang baik untuk mengarahkan anak dan orang tua
terhadap dampak positif hospitalisasi yaitu meningkatkan hubungan orang
tua dengan anak, memberikan kesempatan orang tua dan anak untuk
mendapatkan informasi, dan meningkatkan penguasaan diri serta
memfasilitasi sosialisasi (Hockenberry, 2009). Dampak positif yang lain
yaitu dapat meningkatkan perkembangan yang actual dari ketrampilan
koping anak dan meningkatkan harga diri (James & Ashwill,2013). Anak
lebih percaya diri dalam mengurangi kecemasan selama dihospitalisasi dan

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
3

lebih mampu untuk melakukan perawatan diri sendiri. Tindakan lain yang
dapat dilakukan perawat adalah mendorong partisipasi orang tua, memberi
informasi, mempersiapkan pemulangan dan perawatan dirumah
(Harisson,2009).

Hal diatas sesuai dengan dua prinsip perawatan anak yang berfokus pada
keluarga. Prinsip pertama adalah didasarkan pada saling menghormati dan
bekerja sama antara keluarga dengan perawat yang memberikan pelayanan
sehingga dapat terbina hubungan kemitraan. Prinsip kedua adalah kolaborasi
antara orang tua dengan perawat yang dapat menentukan tingkat keterlibatan
keluarga dan pengasuhan. Analisis konsep Family Centred Care (FCC)
seperti yang dilakukan di Neonatal Intensive Care Unit (NICU)
menggambarkan bahwa terdapat lima karakteristik dalam FCC yaitu (1)
“koalisi” yang mengandung makna menghormati tim perwatan kesehatan
dan keluarga yang bertujuan untuk pengambilan keputusan dalam perwatan
bayi, (2) “komunikasi terbuka antara dokter dan keluarga dengan focus
khusus dari penyedia pelayanan kesehatan” yang mengandung arti aktif
untuk mencari pemahaman persepsi dan keprihatinan keluarga, (3)
menyadari dan mendukung kekuatan keluarga, (4) menerima individual dan
keragaman, dan (5) mengakui keluarga sebagai ahli dalam perawatan anak
mereka (Harisson, 2009).

Spark, Setlik dan Luhman (2007) dalam penelitiannya mengatakan dampak


dekapan orang tua dan posisi duduk dapat menurunkan distress anak pada
saat dilakukan pemasangan infus. Kehadiran orang tua selama prosedur
merupakan kemitraan antara keluarga dan tenaga profesional perawat, yang
merupakan aplikasi dari family centered care (FCC). Penelitian yang
dilakukan Bauchner, et, al (2006) yang menyatakan kehadiran keluarga tidak
berdampak negatif terhadap kinerja medis yang berada bersama anak
mereka serta menunjukkan berkurangnya kecemasan orang tua. Kustati
(2013) dalam penelitiannya dampak dekapan orang tua dan pemberian posisi

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
4

duduk saat dilakukan pemasanga infus terbukti berdampak menurunkan


skor distress pada anak.

Kondisi anak yang sulit untuk dipasang infus berdampak kepada pengobatan
yang diberikan antara lain dapat terjadi masalah kekurangan volume cairan
sehingga dapat terjadi dehidrasi, syok hipovolemik oleh karena itu
pemasangan infus harus tetap dilakukan. Anak yang mengalami masalah
keperawatan kekurangan volume cairan memerlukan energi untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme agar dapat mempertahankan fungsi
tubuhnya, yang mencakup tindakan untuk memfasilitasi konservasi energi
pada anak. Salah satu model keperawatan yang memfasilitasi konservasi
energi adalah model konservasi Levine. Model keperawatan Levine
memfokuskan asuhan keperawatan pada proses adaptasi dan pemeliharaan
kesehatan berdasarkan prinsip konservasi. Prinsip konservasi tersebut
mencakup 4 hal yaitu konservasi energy, konservasi integritas struktur,
integritas personal dan integritas sosial yang berfokus pada peningkatan
klien untuk dapat beradaptasi semaksimal mungkin untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal. Pendekatan model konservasi yang dipelopori oleh
Myra E. Levine sesuai untuk mengatasi tropicognosis gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit pada anak (Tomey & Alligod, 2006).

Konsep utama model Levine terdiri dari wholism (menyeluruh/integritas),


adaptasi dan konservasi. Sehat yang wholism (menyeluruh) adalah sesuatu
yang bersifat organik, mengalami perubahan/kemajuan, saling
menguntungkan antara perbedaan fungsi dan bagian yang ada di dalam
tubuh, bersifat terbuka dan saling mempengaruhi dengan lingkungan sekitar.
Kondisi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit memerlukan adaptasi
internal tubuh maupun eksternal agar mampu mempertahankan dan
mengembalikan kondisi homeostasis tubuh (Tomey & Alligood, 2006).

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
5

Model konservasi memungkinkan perawat dapat membantu seorang anak


mencapai integritas dirinya. Dalam kondisi terganggunya kebutuhan cairan
dan elektrolit, anak perlu mempertahankan konservasi energi untuk
keseimbangan energi dan menghasilkan energi untuk menjalani kehidupan.
Energi diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan. Pada kondisi
gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit agar klien dapat mempertahankan
integritas struktur, perawat dituntut untuk melakukan intervensi keperawatan
dengan mengacu pada satu bagian prinsip konservasi, perawat juga harus
mengkaji pengaruh prinsip konservasi lainnya yang berfokus pada
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan energi dalam realitas biologis
yang unik setiap individu. Perawat harus mempertahankan integritas
personal klien, selalu mengajarkan pengetahuan dan kekuatan sehingga
individu dan keluarga dapat hidup mandiri dan perawat dapat
mempertahankan konservasi integritas sosial anak melalui hubungan
interpersonal, walaupun kondisi anak sedang, salah satunya saitu pemberian
dekapan keluarga dan posisi duduk pada saat dilakukan tindakan invasif
(Tomey & Alligood, 2006).

Terapi mendekap dapat diberikan pada semua keadaan baik untuk anak
maupun dewasa yang menerima perawatan dan pengobatan. Pinsip yang
perlu diperhatikan menurut Royal College of Nursing (2010) yaitu
mendekap harus seizin anak, menjelaskan tindakan yang dilakukan,
membuat kesepakatan anatara perawat, anak dan keluarga, adanya kebijakan
yang diperlukan pada saat dilakukan terapi mendekap sebagai pembatasan
fisik, adanya kepercayaan diri dari tenaga kesehatan yang terlatih dan aman,
tepat dalam melakukan pembatasan fisik sehingga perawat dapat melakukan
tindakan invasive secara optimal.

Model keperawatan konservasi Levine dapat dijadikan pedoman dalam


melakukan pengkajian, penegakan diagnosa dan perumusan intervensi
keperawatan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada anak yang dirawat
di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita Jakarta.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
6

Melalui pendekatan model Levine diharapkan klien dapat mencapai tingkat


kesehatan yang menyeluruh (wholism) dengan memperhatikan aspek fisik,
psikologis dan sosial anak sehingga masalah yang terjadi pada anak dengan
penyakit infeksi dapat diatasi secara komprehensif. Hal inilah yang menjadi
latar belakang penulis menerapkan konservasi yang dipelopori oleh Myra
Estrin Levine untuk mengatasi trophicognosis gangguan pemenuhan
kebutuan cairan dan elektrolit pada anak di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo dan RSAB Harapan Kita Jakarta.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaran pelaksanaan intervensi dekapan keluarga dan
pemberian posisi duduk pada anak saat pemasangan infus pada anak
yang mengalami gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
dengan pendekatan model konservasi Levine.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Memberikan gambaran proses intervensi dekapan keluarga dan
pemberian posisi duduk saat dilakukan tindakan pemasangan infus.
b. Memberikan gambaran pendekatan model konservasi pada masalah
gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Memberikan gambaran dan analisis kasus pada anak yang mengalami
gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Memberikan gambaran pencapaian kompetensi dalam praktek spesialis
keperawatan
anak.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
7

1.3 Sistematika Penulisan


Karya ilmiah ini terdiri dari lima bab yang masing-masing bab berisi pokok
bahasan. Bab satu pendahuluan yang mencakup latar belakang, tujuan dan
sistematika penulisan. Bab dua aplikasi teori keperawatan dalam praktik
meliputi gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi teori dan konsep
keperawatan dalam proses keperawatan, aplikasi teori keperawatan pada kasus
terpilih. Bab tiga mencakup pencapaian kompetensi praktik keperawatan anak.
Bab empat adalah pembahasan yang terdiri dari penerapan model konservasi
Levine dalam asuhan keperawatan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
pada anak serta pembahasan praktik spesialis keperawatan anak dalam
pencapaian target kompetensi. Karya ilmiah ini diakhiri dengan Bab lima
mencakup simpulan dan saran untuk proses perbaikan praktik residensi
keperawatan anak serta lampiran-lampiran yang terkait dengan pelaksanaan
praktik ini.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 2
APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN

Bab ini menguraikan tentang kasus yang dikelola selama praktik residensi yang
berhubungan dengan masalah keperawatan yang diambil sebagai penerapan teori
keperawatan, tinjauan teoritis terkait dengan kasus yang dipilih, terintegrasi dalam
teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan serta aplikasi teori
keperawatan pada kasus terpilih.
2.1 Gambaran Kasus
Kasus – kasus dalam laporan ini adalah kasus pada klien anak yang dirawat di
ruang anak infeksi. Kasus utama yang menjadi pembahasan di laporan ini adalah
kasus Pneumonia dan diare akut pada By. A. kasus lain yang menjadi
pembahasan adalah kasus dengan HIV, DHF, Morbili dan pneumonia dan VSD.
2.1.1 Kasus I
By. A, perempuan, usia 8 bulan 14 hari. dirawat pada tanggal 21 Maret 2016
dengan keluhan demam sejak 2 hari, batuk, pilek, BAB cair 10 kali/hari,
nafas sesak, mual, muntah, sudah dibawa ke puskesmas dan klinik. Saat
dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil berat badan 7.5 kg, tinggi badan 69
cm, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 120 x/menit, pernapasan 36 x/menit
(menggunakan oksigen 2 liter), Suhu 390 C. kesadaran compos mentis,
terlihat ada retraksi dada, suara nafas vesikuler dengan irama pernapasan
cepat dan dangkal, terdengar bunyi ronchi dan tidak ada wheezing, tidak ada
sianosis, sklera tidak ikterik, konjungtiva pucat, mulut kering dan pecah-
pecah, waktu pengisian kapiler < 3 detik, diare 6 kali dengan konsistensi cair
tidak berampas, bising usus 30 kali, urin spontan, turgor kulit elastis.
Tropicognosis yang ditegakkan adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, hipertermi.

Intervensi keperawatan utama yang dilakukan adalah mengkaji status


pernafasan, memberikan posisi semi fowler/fowler, kolaborasi pemberian
inhalasi dan mengkaji status hidrasi, menghitung balance cairan setiap 8 jam,
melakukan kolaborasi pemberian cairan rehidrasi parenteral,
mengikutsertakan keluarga dalam tindakan keperawatan yaitu pemberian
8

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


9

dekapan orang tua dan posisi duduk saat anak dilakukan pemasangan infus,
melakukan kompres hangat tepid water sponge jika suhu diatas 39o C,
kolaborasi pemberian antipiretik. Klien diizinkan pulang oleh dokter pada
hari perawatan keempat.

2.1.2 Kasus 2
By. J, laki-laki, usia 3 bulan 5 hari, dirawat pada tanggal 18 Februari 2016,
klien rujukan dari RS. Budi Kemulyaan dengan skrining HIV, BAB cair dan
demam sejak lahir. Riwayat penyakit sebelumnya klien lahir dengan
premature, satu hari setelah pulang dari RS badan klien demam, dan setiap
diberi susu langsung keluar lagi (BAB cair) sehingga dibawa ke RS dan
dirawat kembali selama 2 minggu. Saat dilakukan pemeriksaan fisik
didapatkan hasil berat badan anak 3.4 kg, panjang badan 54 cm, lingkar
kepala 40 cm, lingkar dada 38 cm, lingkar lengan 8 cm, nadi 128 x/menit,
pernapasan 48 x/menit, Suhu 390 C, kesadaran compos mentis, pernapasan
spontan, suara nafas vesikuler, ronchi dan tidak ada wheezing. tidak ada
sianosis, sklera tidak ikterik, konjungtiva pucat, mulut kering, terdapat
candisiasis oral, tidak terdengar bunyi mur-mur dan gallop, waktu pengisian
kapiler < 3 detik, diare 10 kali dengan konsistensi cair tidak berampas, bising
usus 30 kali, urin spontan, turgor kulit elastis. Tropicognosis yang ditegakkan
adalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dan hipertermi.

Intervensi keperawatan utama adalah mengkaji status hidrasi, menghitung


balance cairan setiap 8 jam, kolaborasi pemberian cairan rehidrasi parenteral,
mengikutsertakan keluarga dalam tindakan keperawatan yaitu pemberian
dekapan orang tua dan posisi duduk saat anak dilakukan pemasangan infus,
melakukan kompres hangat tepid water sponge jika suhu diatas 39o C,
melakukan kolaborasi pemberian antipiretik. mengkaji status nutrisi,
mencatat pemasukan dan pengeluaran, kolaborasi pemberian diet
makanan/susu. Klien pada hari keempat perawatan dipindah ke ruang
observasi dikarenakan mengalami penurunan kesadaran.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


10

2.1.3 Kasus 3
An. F, laki-laki, usia 9 tahun 9 bulan 17 hari, dirawat pada tanggal 4 Maret
2016 dengan keluhan demam timbul mendadak tinggi, tidak turun diberi obat
penurun panas, klien mengalami pilek, batuk tidak ada, muntah saat dirumah
3 kali, penurunan nafsu makan, hanya mau minum susu, nyeri pada bagian
persendian. Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil berat badan
anak 23 Kg, tinggi badan 134 cm, lingkar lengan 16,2 cm, tekanan darah:
95/62 mmHg, nadi 100 x/menit, pernapasan 24 x/menit, Suhu 390 C.
kesadaran compos mentis, pernapasan tidak terlihat retraksi dada, suara nafas
vesikuler, tidak ada ronchi dan wheezing. tidak ada sianosis, konjungtiva
pucat, mulut kering dan pecah-pecah, lidah berwarna putih, waktu pengisian
kapiler < 3 detik, pola defekasi 1 kali, urin spontan turgor kulit elastis.
Tropicognosis yang ditegakkan adalah ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan
hipertermi.

Intervensi keperawatan utama adalah mengkaji status hidrasi, menghitung


balance cairan setiap 8 jam, kolaborasi pemberian cairan rehidrasi
parenteral, mengikutsertakan keluarga dalam tindakan keperawatan yaitu
pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat anak dilakukan
pemasangan infus, melakukan kompres hangat tepid water sponge jika suhu
diatas 39o C, kolaborasi pemberian antipiretik, mengkaji status nutrisi,
kolaborasi pemberian diet makanan/susu. Pada hari keempat perawatan klien
diizinkan pulang oleh dokter.

2.1.4 Kasus 4
An. M, laki-laki, usia 4 tahun 20 hari, dirawat pada tanggal 30 Maret 2016
dengan keluhan Demam hari keempat, timbul kemerahan pada muka, dada,
perut, tangan, kaki dan diare sudah 1 hari sebelum masuk rumah sakit
sebanyak 10 kali, cair tidak ada ampas, batuk pilek. Saat dilakukan
pemeriksaan fisik didapatkan hasil Berat badan sebelum sakit : 25kg, Berat
badan saat ini 23 kg, Tinggi badan 100 cm, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi
0
100 x/menit, pernapasan 30 x/menit, Suhu 39 C. kesadaran anak compos
mentis, tidak terlihat retraksi dada, suara nafas vesikuler, terdengar bunyi
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


11

ronchi dan tidak ada wheezing. tidak ada sianosis, sklera tidak ikterik,
konjungtivitis, mulut kering, tidak terdengar bunyi mur-mur dan gallop, waktu
pengisian kapiler < 3 detik, diare 10 kali dengan konsistensi cair tidak
berampas, bunyi bising usus 35 kali, urin spontan, turgor kulit elastis, terdapat
rash pada bagian muka, dada, perut, punggung, tangan kanan, kiri dan kaki
kanan kiri. Tropicognosis yang ditegakkan adalah ketidakefektifan bersihan
jalan nafas, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan hipertermi.

Intervensi keperawatan utama yang dilakukan adalah mengkaji status


pernafasan, memberikan posisi semi fowler/fowler, kolaborasi pemberian
inhalasi. mengkaji status hidrasi, menghitung balance cairan setiap 8 jam,
melakukan kolaborasi pemberian cairan rehidrasi parenteral, mengikutsertakan
keluarga dalam tindakan keperawatan yaitu pemberian dekapan keluarga dan
posisi duduk saat anak dilakukan pemasangan infus, melakukan kompres
hangat tepid water sponge jika suhu diatas 39o C, melakukan kolaborasi
pemberian antipiretik. Klien diizinkan pulang oleh dokter pada hari perawatan
ketiga.

2.1.5 Kasus 5
An. Al, perempuan, usia 1 tahun 7 bulan 7 hari, dirawat pada tanggal 27
April 2016 dengan keluhan nafas sesak, ada batuk, pilek, demam tinggi sejak
2 hari yang lalu, BAB cair 10 kali dalam sehari, tidak ada ampas, makan
berkurang. Riwayat penyakit sejak usia 1 tahun terdiagnosa VSD sedang dan
rencana akan di oprasi saat klien usia 2 tahun. Saat dilakukan pemeriksaan
fisik didapatkan hasil berat badan 7,7 kg, Tinggi badan 78 cm, tekanan darah:
80/60 mmHg, nadi 120 x/menit, pernapasan: 56 x/menit (menggunakan
oksigen 1 liter), Suhu 390 C. kesadaran anak compos mentis, terlihat ada
retraksi dada, suara nafas vesikuler dengan irama pernapasan cepat dan
dangkal, terdengar bunyi ronchi dan tidak ada wheezing. tidak ada sianosis,
konjungtiva pucat, mulut kering dan pecah-pecah, terdengar bunyi mur-mur
dan gallop tidak ada, waktu pengisian kapiler < 3 detik, bising usus 30 kali,
urin spontan turgor kulit elastis. Tropicognosis yang ditegakkan adalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, hipertermi.
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


12

Intervensi keperawatan utama yang dilakukan adalah mengkaji status


pernafasan, memberikan posisi semi fowler/fowler, kolaborasi pemberian
inhalasi. mengkaji status hidrasi, menghitung balance cairan setiap 8 jam,
melakukan kolaborasi pemberian cairan rehidrasi parenteral,
mengikutsertakan keluarga dalam tindakan keperawatan yaitu pemberian
dekapan keluarga dan posisi duduk saat anak dilakukan pemasangan infus,
memberikan asupan cairan sesuai dengan kebutuhan, melakukan kompres
hangat tepid water sponge jika suhu diatas 39o C, melakukan kolaborasi
pemberian antipiretik. Pada hari keempat perawatan, klien pindah ke ruang
intensif.

2.2 Tinjauan Teoritis


2.2.1 Cairan dan Elektrolit
Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu
(terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan
cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh
total dan elektrolit kedalam seluruh bagian tubuh.

Air merupakan salah satu komponen dalam tubuh, yang terdiri dari 50%-
80% dari total berat badan. Total berat badan (TBW) berbeda antar satu
individu dengan individu lain. Persentasi total berat badan dipengaruhi
oleh usia, jenis kelamin, masa otot dan komponen lemak. Pada orang
dewasa jumlah cairan berkisar antara 50% sampai 60% dari berat tubuh,
sedangkan pada anakdibawah usia satu tahun mencapai persentasi yang
lebih tinggi; terutama pada bayi prematur dan neonatus. Cairan tubuh pada
bayi baru lahir adalah 70% sampai 75%, jumlah ini akan berkurang pada
usia satu tahun kehidupan. Anak yang mencapai puberitas terjadi perubahan
jumlah cairan tubuh dikarenakan tersimpan dalam jaringan adipose,
demikian juga persentasi TBW pada wanita akan lebih rendah dibanding
dengan pria (Johnson, Lyons, & Vaughans, 2008).

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


13

Sifat alamiah membran biologis memungkinkan air bergerak bebas dalam


tubuh, tetapi zat yang terlarut didalamnya tidak berubah. Terdapat dua
kompartemen cairan utama dalam tubuh: air yang berada dalam sel disebut
cairan intraseluler (intraceullar fluid, ICF), yang merupakan 65 % dari total
tubuh, dan air yang berada diluar sel disebut cairan ekstraseluler
(extracellular fluid, ECF). Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh
membrane sel, dan sangat berbeda dalam hal konsentrasi ion yang terlarut
didalamnya. Sekitar 65 % cairan ekstraseluler menyusun cairan jaringan
yang terdapat diantara sel-sel disebut cairan intersitisial (interstitial fluid,
ISF), dan sisanya adalah komponen cair darah (plasma). Sawar diantara dua
cairan ini terdiri dari dinding pembuluh-pembuluh darah kecil yang disebut
kapiler (Ward, Clarke, & Linden, 2009).

Kompartemen cairan tubuh dipisahkan satu sama lain dengan membrane sel
dan membrane kapiler. Membran ini merupakan permeabel selektif karena
zat bergerak menyebrangi membran dengan berbagai tingkat kemudahan,
metode pergerakan elektrolit dan zat terlarut lain adalah dengan cara
osmosis, difusi, filtrasi, dan transport aktif (Kozier, Erb, Berman et al,
2010). Osmosis adalah pergerakan air menembus membran sel dan larutan
yang berkonsentrasi rendah ke larutan berkonsentrasi tinggi sebagai upaya
menyeimbangkan komsentrasi. Difusi merupakan campuran kontinyu
beberapa molekul di dalam cairan, gas, atau zat padat yang disebabkan oleh
pergerakan molekul secara acak. Molekul bergerak melalui pori-pori,
larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air berdifusi langsung
melewati pori-pori tersebut. Filtrasi merupakan sebuah proses pergerakan
cairan dan zat terlarut dari area yang bertekanan tinggi ke area yang
bertekanan rendah sehingga cairan bergerak dari satu kompartemen
menyebrangi membran ke kompartemen lain. Tekanan dalam kompartemen
yang menyebabkan cairan berpindah disebut tekanan filtrasi.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


14

Transport aktif merupakan sebuah proses dimana zat bergerak dari larutan
yang berkonsentrasi rendah ke larutan berkonsentrasi tinggi. Transpor aktif
berguna untuk mempertahankan konsentrasi ion natrium dan kalium di
dalam ICF dan ECF. Dalam kondisi normal natrium lebih banyak ada di
ECF dan kalium lebih tinggi di ICF, dalam kondisi tertentu untuk
mempertahankan kondisi ini, mekanisme transpor aktif digunakan untuk
memindahkan natrium ke luas sel dan kalium ke dalam sel (Roberts, 2005).

Beberapa faktor mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh dan e lektrolit


yaitu usia, jenis kelamin dan ukuran tubuh, suhu lingkungan, dan gaya
hidup (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010) :
a. Usia
Bayi dan anak yang sedang tumbuh memiliki perpindahan cairan yang
jauh lebih besar dibanding orang dewasa karena laju metabolisme
mereka yang lebih tinggi meningkatkan kehilangan cairan. Bayi
kehilangan cairan melalui ginjal karena ginjal yang belum matang
kurang mampu menyimpan air. Selain itu pernafasan bayi lebih cepat
dan area permukaan tubuhnya secara proporsional lebih besar
dibandingkan orang dewasa, sehingga meningkatkan kehilangan cairan
yang tidak dirasakan. Perpindahan cairan akibat penyakit dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan cairan yang kritis pada anak terjadi
lebih cepat dibanding orang dewasa. Pada usia lanjut, proses penuaan
dapat mempengaruhi keseimbangan cairan, respon haus terkadang tidak
dirasakan. Kadar horman ADH tetap normal namun nefron menjadi
kurang mampu menyimpan air sebagai respon ADH. Peningkatan faktor
natriuretik atrial yang tampak pada lansia dapat mempengaruhi
kemampuan untuk menyimpan air sehingga meningkatkan resiko
dehidrasi.
b. Jenis kelamin dan ukuran tubuh
Sel lemak mengandung lebih sedikit atau tidak ada air sama sekali.
Individu yang memiliki persentase lemak tubuh lebih tinggi, memiliki
cairan tubuh yang lebih sedikit. Pada individu gemuk, kandungan air
mungkin hanya berkisar 30% - 40% dari berat badan individu tersebut.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


15

c. Suhu lingkungan
Kehilangan cairan melalui keringat meningkat pada lingkungan yang
panas karena tubuh berupaya untuk menghilangkan panas. Garam dan
air tubuh hilang melalui keringat. Apabila hanya air yang digantikan,
terjadi risiko deplesi garam. Individu yang mengalami deplesi garam
dapat mengalami keletihan, kelemahan, sakit kepala, dan gejala
gastrointestinal seperti muntah.
d. Gaya hidup
Asupan cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh diet. Orang yang
mengalami bullimia atau anoreksia nervosa berisiko mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berat karena asupan tidak
adekuat atau karena mereka melakukan upaya pembuangan. Individu
dengan malnutrisi berat dapat mengalami penurunan kadar albumin
Serum dan dapat mengalami edema karena aliran osmotik cairan ke
kompartemen pembuluh darah menjadi berkurang. Stres dapat
meningkatkan metabolisme selular, kadar konsentrasi glukosa darah dan
kadar katekolamin. Selain itu, stres dapat meningkatkan produksi ADH
yang berpengaruh pada penurunan produksi urin. Seluruh respon tubuh
terhadap stres adalah meningkatkan volume darah.

2.2.2 Kebutuhan Cairan dan Elektrolit pada Anak

Bayi dan anak-anak memiliki perbedaan secara fisiologi dengan orang


dewasa sehingga mereka lebih rentan untuk mengalami
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Cairan tubuh ada dalam status
yang dinamis. Individu di semua usia, cairan dapat keluar dari tubuh
melalui kulit, feses dan urin, serta pada saat respirasi. Komposisi cairan
tubuh terdiri atas air. Cairan tubuh merupakan air yang didalamnya
terdapat zat terlarut. Elektrolit seperti Natrium, Kalium, Calsium,
Magnesium, Klorida, Phosfor harus ada dalam konsentrasi yang tepat agar
sel dapat berfungsi dengan baik (Ball & Bindler, 2003).

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


16

Persentase antara berat badan dan komposisi cairan tubuh berbeda- beda
untuk setiap usia. Persentase terbesar ada saat masa bayi dan berangsur-
angsur menurun seiring pertambahan usia. Neonatus dan bayi muda
memiliki proporsi terbesar untuk volume cairan ekstraselular dibandingkan
anak yang lebih tua atau remaja. Oleh karena itu, mereka lebih rentan
mengalami dehidrasi.

Tabel 2.1.
Proporsi Cairan Tubuh Dengan Berat badan
Presentase Cairan Tubuh dengan Berat Badan
Usia
ECF ICF Total
Neonatus cukup bulan 45 % 30 % 75 %
Bayi 6 bulan 25 % 40 % 65 %
Annak usia 2 tahun 20 % 40 % 60 %
Remaja laki-laki = dewasa 10 – 15 % 40 % 55 %
Remaja perempuan = dewasa 10 – 15 % 40 % 50 %
Sumber : Ball & Bindler (2003)

Kebutuhan rumatan = IWL + urin + cairan tinja, kebutuhan cairan perhari bisa
di perkirakan berdasarkan energy expenditure : 1 kcal = 1 ml H2O. rata-rata
pada pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan kebutuhan cairan perhari
sebagai berikut: Bayi 1 hari = 50 ml H2O/kg BB/hari, Bayi 2 hari = 75 ml
H2O/kg BB/hari, Bayi ≥ 3 hari = 100 ml H2O/kg BB/hari, BB 10 kg pertama
= 100 ml H2O/kgBB/hari, BB 10 kg kedua = 1000 ml + 50 ml H2O/
kgBB/hari, BB > 20 kg = 1500 ml + 20 ml H2O/kg BB/hari. Pada klien
dengan kesulitan kompensasi terhadap kelebihan atau kekurangan cairan dan
elektrolit (kelainan jantung, ginjal) harus dilakukan perhitungan secara ketat.
Perkiraan kebutuhan elektrolit perhari didasarkan pada kebutuhan metabolism
atau dengan kebutuhan cairan perhari: Natrium : 2-4 mEq/100 ml H2O/kg
BB/hari, Kalium : 1-2 mEq/100 ml H2O/kgBB/hari, Klorida : 2-4 mEq/100
ml H2O/kgBB/hari.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


17

Walaupun dalam beberapa kondisi bisa terjadi kehilangan banyak elektrolit


melalui kulit atau gastrointestinal, tetapi sebagian besar kehilangan elektrolit
perhari adalah melalui urin. Karena itu klien yang menderita oliguria
memerlukan elektrolit lebih sedikit untuk penggantiannya, sebaliknya pada
klien poliuri. Pada klien dengan unusual losses memerlukan monitoring dan
penyesuaian kebutuhan penggantian elektrolitnya.

2.2.3 Kondisi Berhubungan dengan Perubahan Volume Cairan


a. Dehidrasi
Dehidrasi terjadi karena adanya distribusi cairan tubuh antara ECF dan ICF
menggunakan trasnport aktif kalium ke dalam sel dan natrium keluar sel.
Natrium merupakan elektrolit utama yang ada di ECF dan kalium
seharusnya berada di ICF. Ketika volume ECF berkurang karena dehidrasi
akut total natrium dalam tubuh juga berkurang. Penggantian volume cairan
juga harus bisa menggantikan volume natrium. Deplesi natrium pada diare
terjadi karena dua cara, keluar bersama feses dan masuk ke dalam
kompartemen ICF mengganti kalium untuk keseimbangan ion (Hockenberry,
2009).

Gejala klinis dehidrasi dipengaruhi oleh berat ringannya kehilangan cairan (tabel
2.2) dan kadar natrium cairan ekstraseluler. Tanda yang dapat dijumpai antara
lain, berat badan turun, turgor kulit menurun, ubun-ubun cekung, mata cekung,
mukosa kering, nadi cepat dan tekanan darah turun, serta jumlah urin sedikit dan
pekat. Laboratorium menunjukan kenaikan hemotokrit dan kenaikan berat jenis
urin.
Tabel 2.2 Gejala Klinis Dehidrasi
Gejala Klinis Ringan Sedang Berat
Penurunan BB 5% 10 % 15 %
Turgor
Selaput lender Kering Sangat kering Pecah-pecah
Warna Kulit Pucat Kelabu Mottled
Urin Oliguria ringan Oliguria Oliguri berat
Tekanan Darah Normal ± Normal Turun
Nadi ±
Buku ajar pediatric gawat darurat, 2008

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


18

b. Overhidrasi
Overhidrasi terjadi jika air diperoleh dalam jumah berlebih dibanding
elektrolit, menghasilkan osmolalitas serum yang rendah dan kadar natrium
serum yang rendah, keadaan ini disebut juga ketidakseimbangan hipoosmolar
atau intoksikasi air. Air ditarik ke dalam sel yang menyebabkan sel
membengkak. Jika hal ini terjadi di otak akan mengakibatkan edema serebral
dan mengganggu fungsi neurologis. Intoksikasi air bisa terjadi jika cairan
dan elektrolit hilang secara berlebihan, namun yang tergantikan hanya air
saja. Kondisi lain yang menyebabkan overhidrasi adalah akibat tumor ganas,
SIDH (syndrom of inappropriate antidiuretic hormon), cedera kepala, atau
pemberian obat-obatan tertentu (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).
c. Gangguan Ginjal
Pada klien dengan Chronic Kidney Disease, ginjal tidak mampu lagi
menjaga struktur kimia cairan tubuh secara normal. Perburukan progresif yang
berlangsung dalam hitungan bulan atau tahun menghasilkan gangguan secara
klinis maupun biokimia yang berkumpul menjadi satu sindrom klinis uremia
(O’Callaghan, 2009).
d. Edema
Edema adalah kenaikan abnormal volume cairan ekstraseluler yang tampak
secara klinis. Berdasarkan luasnya, edema dapat dibagi dua menjadi edema
yang terlokalisir dan edema yang terjadi di seluruh tubuh (generalisata).
Berdasarkan sifatnya terhadap tekanan, edema dapat dibagi menjadi pitting
dan non pitting. Bila daerah edema diberi tekanan dan meninggalkan indentasi
disebut pitting edema. Jika tidak terjadi indentasi maka disebut non pitting
edema (Halim, 2011).

2.2.4. Pemasangan infus pada anak


Salah satu peran yang sangat penting dari perawat adalah menghitung pemasukan
dan pengeluaran cairan yang adekuat. Pemberian cairan intravena (Infus) yaitu
memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam
jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set (Potter & Perry, 2005).
Indikasi tindakan ini diberikan pada pasien dengan dehidrasi, sebelum tranfusi
darah, pra dan pasca bedah sesuai dengan program pengobatan, serta pasien
dengan gangguan sistem pencernaan.
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


19

2.2.5 Aplikasi Family Centered Care dalam Pemasangan infus


Anak yang dirawat di rumah sakit memerlukan keterlibatan orang tua dalam
perawatan anak. Perpisahan anak dan orang tua ketika dirawat dapat menimbulkan
dampak psikologis pada anak. Anak mengalami kecemasan yang tinggi ketika
dirawat di rumah sakit begitu juga orang tua menjadi stres, stres orang tua dapat
menyebabkan distress pada anak. Perawatan anak yang berkualitas, keterlibatan
keluarga dalam perawatan anak merupakan satu kesatuan dalam proses perawatan.
Keterlibatan keluarga dalam proses perawatan anak disebut dengan istilah Family
Centered Care (FCC). FCC merupakan konsep dasar yang menjadi pedoman
dalam kolaborasi perawatan anak.

Prinsip dukungan keluarga merupakan pernyataan keyakinan tentang bagaimana


dukungan dan pemberdayaan keluarga harus dilibatkann dalam FCC ada enam
prinsip dalam FCC yaitu meningkatkan kepedulian masyarakat, mengaktifkan
sumberdaya dan dukungan, tanggung jawab dan kolaborasi secara bersama,
melindungi integritas keluarga, memperkuat fungsi keluarga dan proaktif dalam
praktek pelayanan. Keterlibatan keluarga dalam prosedur pemasangan infus
diantaranya memberikan pendidikan dan instruksi terkait dengan peralatan dan
lokasi pemasangan, terapi intravena yang diberikan, penegndalian infeksi dan
rencana keperawatan, potensial terjadinya komplikasi terkait dengan pengobatan
atau terapi (Dougherty, 2008).

2.2.6 Terapi Mendekap


Terapi mendekap merupakan penggunaaan posisi yang nyaman, aman, dan temporer
yang memberikan kontak fisik yang erat dengan orang tua atau keluarga yang
dipercaya (Hockenbery & Wilson, 2012). Terapi mendekap adalah menahan fisik
anak setidaknya dua orang untuk membantu anak mengatasi perilaku kehilangan
kontrol untuk mendapatkan kembali kontrol emosi yang kuat (Brenner, Parahoo &
Taggarat, 2007) sedangkan menurut Giese (2010) pelukan merupakan salah satu
kenyamanan masa kecil yang ditinggalkan di masa dewasa dan menguntungkan
hampir semua orang selama masa stress dan digunakan untuk memfaslitasi
penyelesaian prosedur klinik.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


20

Keterlibatan keluarga dalam terapi mendekap sering dilakukan pada anak terutama
terapi dekapan melibatkan ibu/keluarga, mendekap anak secara erat dengan
mempertahankan adanya kontak mata diantara mereka, bertujuan untuk sengaja
memprovokasi tekanan pada anak sampai anak membutuhkan dan menerima
kenyataan. Hal ini dapat meningkatkan hubungan anak dan orang tua serta membuka
kemampuan anak untuk dapat berhubungan dengan orang lain.

Mercer (2009) menyatakan dalam penelitiannya bahwa dekapan orang tua dapat
membuat anak autis membuka hubungan dengan orang lain. Dengan diberikanya
dekapan anak akan menerima dan mengakui adanya kontrol otoritas dari orang
dewasa. Mendekap merupakan penyampaian otoritas dan kekuasaan orang tua kepada
anak melalui pelukan. Terapi memeluk/mendekap merupakan pembatasan gerak
menggunakan pembatasan aktivitas atau menggunakan kekuatan terbatas. Metode ini
membantu anak dengan mengijinkan mereka mengelola/mengatasi prosedur yang
menyakitkan dengan mudah dan efektif. Terapi mendekap ini berbeda dengan
pembatasan aktivitas fisik terletak pada tingkat kekuatan yang diperlukan dan
keterlibatan anak. Prinsip yang perlu diperhatikan menurut Royal College of Nursing
(2010) yaitu mendekap harus seijin anak, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan,
membuat kesepakatan antara perawat anak dan keluarga, adanya kebijakan yang
diperlukan pada saat dilakukan terapi mendekap sebagai pembatasan fisik, adanya
kepercayaan diri dari tenaga kesehatan yang terlatih dan aman, tepat dalam
melakukan pembatasan fisik dan mendekap pada anak dan remaja.

Giese (2010) menjelaskan pengaruh dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk
saat dilakukan pemasangan infus efektif untuk menurunkan distress pada anak, hal ini
disebabkan karena posisi duduk dan dekapan keluarga dapat memberikan
kenyamanan pada anak dan immobilisasi yang cukup untuk dilakukan tindakan
pemasangan infus. anak yang tenang sebelum pemasangan infus akan membutuhkan
waktu yang sedikit dan perawat yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak yang
sudah marah dan menolak dilakukan tindakan karena alasan tertentu.

Kehadiran orang tua/keluarga selama prosedur merupakan kemitraan antara keluarga


dan tenaga professional, dan tidak berdampak negative terhadap kinerja
medis/perawat yang berada bersama anak mereka, serta dapat menunjukkan
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


21

berkurangnya kecemasan keluarga/orang tua. Hal ini sejalan dengan Isoardi, et al


(2008) dalam penelitianya responden saat dilakukan pemasangan infus di damping
orang tua akan merasa tenang dan memudahkan perawat untuk melakukan tindakan.

The Children’s Mercy Hospital (2012) menyatakan terjadi perbedaan skor distress
karena pemberian posisi yang nyaman dari orang tua untuk meminimalkan distress
anak saat dilakukan pemasangan infus. Immobilisasi ekstremitas pada anak saat
dilakukan prosedur akan memberikan rasa aman dan senang serta kenyamanan
melalui kontak langsung dengan orang tua dan orang tua ikut berpartisipasi
memberikan bantuan positif dengan dekapan dan posisi duduk lebih menciptakan
rasa kontrol pada anak.

2.2.7 Perawatan Atraumatik (Atraumatic Care)


Perawatan Atraumatik adalah pemberian perawatan dengan cara meminimalkan
ancaman emosi dan fisik pada anak (Bowden & Greeberg, 2010). Berdasarkan
pengertian atraumatik diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perawatan atraumatik yaitu bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam tatanan kesehatan anak, melalui tindakan yang dapat mengurangi
stress fisik maupun stress psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya
2.2.7.1 Prinsip perawatan atraumatik
Pada umumnya anak yang dirawat di rumah sakit akan timbul perasaan takut kepada
petugas kesehatan yang memakai pakaian serba putih, selain mereka beranggapan
mereka adalah orang baru, hal ini juga dikarenakan anak-anak memiliki persepsi
tersendiri terhadap petugas kesehatan yang memakai pakaian serba putih, mereka
beranggapan bahwa petugas kesehatan di rumah sakit hendak menyakiti mereka.
Trauma yang sering dialami oleh anak yang itu disebabkan karena prosedur invasif
yang tak jarang meninggalkan rasa nyeri pada anak, selain itu perubahan lingkungan
anatara rumah sakit dan rumah juga dapat menimbulkan trauma pada anak. Reaksi
anak pertama selain ketakutan pada saat dirawat di rumah sakit yaitu tidak mau
makan atau minum, diam, atau bahkan menangis. Untuk mengatasi masalah tersebut,
maka perawat harus menerapkan perawatan atraumatik.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


22

Hockenberry dan Wilson (2012) menyebutkan prinsip perawatan atraumatik yaitu


mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orangtua, meningkatkan kontrol
diri anak selama perawatan, mencegah atau meminimalkan cedera tubuh/rasa nyeri.
Wong (2005) mengungkapkan terdapat tiga prinsip perawatan atraumatik yang harus
dimiliki oleh tim kesehatan dalam merawat pasien anak yaitu diantaranya adalah
mencegah atau meiminimalkan stressor fisik dan psikis yang meliputi prosedur yang
menyakitkan seperti suntikan, kegelisahan, ketidakberdayaan, tidur yang tidak
nyaman, pengekangan, suara bising, bau yang tidak sedap dan lain-lain, mencegah
dampak perpisahan orang tua dan anggota keluarga yang lain, bersikap empati
kepada keluarga dan anak yang sedang dirawat serta memberikan pendidikan
kesehatan tentang kondisi sakit yang dialami anak.

Sementara itu, Hidayat (2005) menuliskan di dalam bukunya bahwa perawat anak
harus memahami 5 prinsip perawatan perawatan atraumatik, yaitu :
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.
Dampak perpisahan dari keluarga, anak akan mengalami gangguan psikologis
seperti kecemasan, ketakutan, kurangmya kasih sayang, gangguan ini akan
menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. Bila anak dirawat di rumah sakit dan selama itu tidak boleh
berhubungan dengan orang tuanya, maka ia akan merasa ditolak oleh keluarga dan
mengakibatkan anak cendrung emosi saat kembali pada keluarganya. Pada
umumnya anak bereaksi negatif waktu pulang ke rumah.

Selama anak mengalami hospitalisasi, keluarga memainkan peran bersifat


dukungan moril seperti kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan dukungan materil
berupa usaha keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Jika
dukungan tersebut tidak ada, maka keberhasilan untuk penyembuhan sangat
berkurang. Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dari
keluarga dapat dilakukan dengan cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam
perawatan anak dengan cara membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak
selama 24 jam (rooming in), jika tidak mungkin untuk rooming in, beri
kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud
mempertahankan kontak antar mereka dan mempertahankan kontak dengan

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


23

kegiatan sekolah, diantaranya dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru,


teman sekolah dan lain-lain.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol tindakan anak selama
dirawat.
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu
dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati da lam melakukan aktivitas
sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta pendidikan terhadap
kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak.
Fokuskan intervensi keperawatan pada upaya untuk mengurangi ketergantungan
dengan cara memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan
orang tua.
c. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan
anak. Proses pengurangan rasa nyeri tidak dapat dihilangkan secara cepat akan
tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya, distraksi, relaksasi,
imaginary guidance. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera
dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak. Untuk meminimalkan rasa takut terhadap
cedera tubuh dan rasa nyeri dilakukan dengan cara mempersiapkan psikologis
anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang mnimbulkan rasa nyeri, yaitu
dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan
psikologis pada orang tua. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum
melakukan persiapan fisik anak, misalnya dengan bercerita yang berkaitan dengan
tindakan atau prosedur yang akan dilakukan pada anak.

Aktivitas bermain dilakukan perawat pada anak akan memberikan keuntungan


seperti meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga dan perawat
karena bermain merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dan klien,
aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak,
dan bisa mengekspresikan perasaan anak. Pertimbangkan untuk menghadirkan
orang tua pada saat dilakukan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri apabila
mereka tidak dapat menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya. Dalam
kondisi ini, tawarkan pada anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada
perawat sebagai pendamping anak. Tunjukkan sikap empati sabagai pendekatan
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


24

utama dalam mengurangi rasa takut akibat prosedur yang menyakitkanPada


tindakan pembedahan elektif, lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya
apabila memungkinkan. Misalnya, dengan mengorientasikan kamar bedah,
tindakan yang akan dilakukan dan lain-lain.

d. Tidak melakukan kekerasan pada anak


Secara umum kekerasan didefenisikan sebagai sutu tindakan yang dilakukan oleh
individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan psikis.
Kekerasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau individu
pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik
dan psikis terganggu. Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan
psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat
anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan
akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak
dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak seperti melakukan tindakan
keperawatan yang berulang-ulang (dalam pemasangan IVFD).
e. Modifikasi lingkungan fisik.
Melalui modifikasi lingkungan fisik rumah sakit yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak
sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya.
Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti di
rumah dan Ruangan tersebut memerlukan dekorasi yang penuh dengan nuansa
anak, seperti adanya gambar dinding berupa gambar binatang, bunga, tirai dan
sprei serta sarung bantal yang berwarna dan bercorak binatang atau bunga, cat
dinding yang berwarna, serta tangga yang berwarna ceria.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka penulis berpendapat


bahwa prinsip yang harus ada selama perawat merawat anak di rumah sakit adalah
perawatan atraumatik dengan melihat dimensi fisik dan psikologis seorang anak.
Seorang perawat yang melaksanakan perawatan atraumatik harus selalu
mengevaluasi apakah setiap tindakan yang dilakukannya mampu mengurangi
dampak perpisahan antara anak dengan keluarga, keluarga mampu mengontrol
tindakan anak selama dirawat di rumah sakit dan prosedur yang diberikan pada
anak tidak menciderai anak atau melukainya.
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


25

2.7.2 Prosedur yang berhubungan dengan perawatan atraumatik


Hockenberry dan Wilson (2012) menuliskan beberapa prosedur yang dapat digunakan
sebagai intervensi perawatan atraumatic, yaitu :
a. Mencegah atau meminimalkan perpisahan dengan melibatkan keluarga dalam
perawatan (family center care)
b. Manajemen terapi nyeri non farmakologi seperti relaksasi nafas dalam, terapi musik,
imagery guidance, touching
c. Manajemen Distress seperti pemberian dekapan dan posisi duduk saat tindakan
invasive.

Selain itu, terapi perawatan atraumatik yang dapat diterapkan di tatanan pelayanan
kesehatan adalah sebagai berikut (Bowden & Greenberg, 2010):
a. Meningkatkan hubungan orang tua – perawat selama perawatan di Rumah Sakit
b. Mengurangi rasa takut pada saat dilakukan prosedur dengan cara pelukan orang tua,
distraksi, menggunakan terapeutic play, mempraktekan prosedur kepada anak
c. Manajemen nyeri non farmakologi : distraksi, relaksasi, imagery guidance, positive
self talk, thought stopping, behavioral contracting
d. Memberi kesempatan, keleluasaan pribadi pada anak untuk menentukan perawatan
yang akan ia terima

2.3 Integrasi Teori dan Konsep Keperawatan dalam Proses Keperawatan


Teori konservasi Levine memfokuskan pada proses adaptasi dan pemeliharaan
kesehatan berdasarkan prinsip konservasi. Prinsip konservasi menggambarkan adanya
interaksi sistem yang kompleks agar fungsi tubuh dapat beradaptasi ketika
menghadapi tantangan yang berat. Melalui konservasi energy, integritas struktur,
personal dan sosial, individu diharapkan dapat menghadapi hambatan, beradaptasi dan
mempertahankan diri dengan keunikan masing-masing individu (Tomey & Alligood,
2006).

Adaptasi adalah proses perubahan. Adaptasi dapat diartikan sebagai proses dimana
pasien menyesuaikan integritasnya dengan kenyataan yang ada di lingkungan.
Adaptasi dicapai dengan cara menggunakan dan mengontrol sumber daya yang ada di
lingkungan oleh individu secara hemat dan ekonomis untuk memperoleh hasil yang
terbaik (Tomey & Alligood, 2006; Parker & Smith, 2010). Sedangkan prinsip
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


26

keutuhan (wholeness) menekankan bahwa hidup seseorang akan bermakna jika


secara sosial juga bermakna. Keutuhan terjadi jika adanya interaksi atau
adaptasi yang konstan antara manusia dengan lingkungannya. Peran perawat
untuk mencapai keutuhan menggunakan prinsip konservasi (Tomey & Alligood,
2006; Parker & Smith, 2010).
2.3.1 Konservasi
Konservasi berfokus pada keseimbangan antara suplai dan kebutuhan energi dalam
realitas biologis yang unik untuk setiap individu. Ada 4 (empat) prinsip konservasi,
yaitu sebagai berikut :
a. Konservasi Energi
Seseorang membutuhkan keseimbangan energi dan pembaharuan energi yang
terus menerus untuk memelihara aktifitas hidupnya. Proses penyembuhan dan
penuaan juga membutuhkan energi. Berdasarkan prinsip konservasi, seseorang
harus membatasi aktifitas atau gerakannya ataupun memelihara energinya untuk
menghadapi kebutuhan energi yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan
normal tubuh ataupun proses penyembuhan penyakit (Tomey & Alligood, 2006;
Parker & Smith, 2010)..
b. Konservasi Integritas Struktur
Penyembuhan adalah proses perbaikan struktur dan fungsi integritas fisiologis
tubuh dan merupakan cara mempertahankan kesatuan tubuh. Perawat dapat
membantu seseorang meminimalkan jaringan yang rusak akibat penyakit dengan
memfasilitasi seseorang untuk menyadari masalahnya dan membantu mengatasi
masalahnya dengan intervensi keperawatan (Tomey & Alligood, 2006; Parker &
Smith, 2010).
c. Konservasi Integritas Personal
Konservasi integritas personal digunakan untuk melindungi sistem nilai dan
keyakinan yang dimiliki seseorang. Integritas personal merupakan pengakuan
perawat dan wujud perhatian perawat terhadap harkat dan martabat seseorang.
Tujuan intervensi keperawatan terkait dengan konservasi integritas personal
adalah melindungi dan memperhatikan privasi klien, sesuatu yang berharga
bagi klien dan mekanisme pertahanan diri yang dipunyai serta mendukung
pilihan klien. Perawat harus mengakui dan menyadari bahwa salah satu sumber
harga diri klien adalah kemandirian. Oleh karena itu fokus asuhan
keperawatan yang penting adalah melakukan penyapihan secara bertahap dari
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


27

ketergantungan kien kepada petugas kesehatan ke kemandirian (Tomey &


Alligood, 2006).
d. Konservasi Integritas Sosial
Konservasi integritas sosial berawal pada kenyataan bahwa seseorang akan
bermakna jika berada di lingkungan sosialnya dan perilaku seseorang dipengaruhi
oleh kemampuannya dalam berhubungan dengan berbagai kelompok sosial dan
keluarga. Hidup seseorang dipegaruhi oleh faktor sosial, seperti keluarga, teman,
budaya, agama, pendidikan dan sosial ekonominya. Konservasi integritas sosial
adalah pengaturan dan akomodasi hubungan khusus seseorang dengan support
system. Membuat perubahan dari ketergantungan menuju klien terkadang
menimbulkan konflik. Klien membutuhkan dukungan baik dari keluarga ataupun
masyarakat baik dukungan finansial maupun non finansial. Tujuan intervensi
keperawatan pada konservasi integritas sosial adalah memfasilitasi dukungan
keluarga, memberikan pendidikan kesehatan, memfasilitasi hubungan klien
dengan orang lain (Tomey & Alligood,2006).

Skema 2. 1
Model Konservasi Levine,
Terdiri dari Konservasi Energi, Integritras Struktural, Personal, Sosial

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


28

2.3.2 Proses keperawatan dalam Konservasi Levine


Asuhan keperawatan berdasarkan prinsip konservasi menggunakan kerangka kerja
proses keperawatan. Tetapi ada beberapa perbedaan istilah yang digunakan. Proses
keperawatan berdasarkan teori konservasi dari Levine dimulai dari pengkajian,
tropicognosis, intervensi dan evaluasi (Tomey & Alligood, 2006).

Pengkajian meliputi faktor yang berubah pada aspek energi, integritas struktur,
personal, dan sosial. Perawat mengumpulkan data klien berdasarkan wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Wawancara digunakan untuk
mencari keluhan utama dan keluhan lainnya serta faktor-faktor yang mempengaruhi
dilihat dari aspek energi, integritas struktur, personal dan sosial. Setelah pengkajian,
dilakukan analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan. Levine
menggunakan istilah tropicognosis untuk menyatakan diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan digunakan sebagai dasar menilai kebutuhan pasien terhadap bantuan
perawat, selanjutnya perawat membuat hipotesis untuk menyelesaikan masalah
keperawatan. Perawat menyusun hipotesis tentang masalah dan penyelesaianya.
Hipotesis yang dirumuskan memberikan petunjuk dalam membuat intervensi
keperawatan. Tujuannya adalah menjaga keutuhan klien dan meningkatkan proses
adaptasi dengan kondisi saat ini (Tomey & Alligod, 2006).

Perawat mengimplementasikan hipotesis sebagai bentuk intervensi keperawatan.


Intervensi didesain berdasarkan prinsip konservasi dan direncanakan bersama dengan
klien dan keluarga. Pada saat implementasi perawat menguji hipotesis, apakah dapat
menyelesaikan masalah klien. Pengujian hipotesis tersebut merupakan proses evaluasi
untuk menilai keberhasilan intervensi keperawatan yang telah dilakukan. Setelah
intervensi keperawatan, dilakukan evaluasi untuk menilai keberhasilannya. Observasi
respon organismic dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis dapat mengatasi
masalah klien atau tidak. Jika tidak dapat menyelesaikan masalah klien. perencanaan
direvisi dan hipotesis baru ditegakkan. Untuk lebih jelasnya integrasi model konservasi
Levine dalam asuhan keperawatan pada anak dengan masalah ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, dapat dilihat pada skema 2.2

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


29

Skema 2.2 Integrasi Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan Anak


dengan Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Anak yang mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Assesment :

1. Konservasi energi : status hidrasi, status nutrisi, asupan nutrisi dan cairan, haluaran urin,
aktivitas dan istirahat
2. Konservasi integritas struktur : pemeriksaan fisik head to toe
3. Konservasi integritas personal : konsep diri, koping dan isyarat perilaku anak
4.Konservasi integritas sosial : interaksi anak dengan tenaga kesehatan dan orang tua/keluarga

Tropicognosis : Intervensi dan Implementasi :

1. Ketidakseimbangan cairan dan 1. Pemenuhan kebutuhan cairan dan


elektrolit pemantauan tanda-tanda dehidrasi
2.Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 2. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
3.Hipertermi 3. Upaya penurunan suhu tubuh dan
4. Perubahan proses berpikir pengobatan penyakit infeksi
4. Komunikasi terapeutik
5. Peningkatan keterlibatan orang
tua/keluarga dalam perawatan anak dan
Hipotesis pemberian pendidikan kesehatan.

Respon Organismik :
FCC
1. Status cairan adequate
2.Anak dapat istirahat dan tidur
3.Suhu tubuh, frekuensi nafas dan nadi dalam
batas normal
4.Cemas pada anak dan orang tua berkurang

Adaptif

Wholness

Sumber : Alligod, 2010; Hockenberry & Wilson, 2009, Parker & Smith, 2010.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


30

2.4 Aplikasi Konsep Model Konservasi Levine pada Kasus Kelolaan Utama
2.4.1 Riwayat kesehatan singkat
By. A dengan diagnose medis pneumonia dan diare akut, perempuan, usia
8 bulan 14 hari, tanggal lahir 12 Juli 2015, nomor RM 853614, dirawat di
ruang infeksi pada tanggal 21 Maret 2016 dengan keluhan demam sejak
2 hari, batuk, pilek, BAB cair 10 kali/hari, nafas sesak, mual muntah,
sudah dibawa ke puskesmas dan klinik mendapat obat tempra dan puyer
batuk pilek tetapi belum juga sembuh
2.4.2 Tantangan terhadap lingkungan internal klien
Tantangan yang dapat menurunkan sumber energy klien adalah kondisi
anak yang dirawat di ruang infeksi kelas III. Kesadaran by. A compos
mentis dengan GCS 15, suhu tubuh mencapai 39 0 C, klien menderita diare
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dengan konsistensi cair dan tidak
berampas. Nafas sesak, keadaan ini dapat meningkatkan kebutuhan energy
metabolisme. Selain itu nafas sesak, diare dan suhu tubuh yang meningkat
dapat meningkatkan konsumsi energy. Klien membutuhkan energy untuk
proses penyembuhan dari infeksinya.
2.4.3 Tantangan terhadap lingkungan eksternal
Saat ini klien ditempatkan di ruang infeksi kelas III, yang seharusnya
kapasitas tempat tidur 4, tetapi karena banyaknya pasien yang masuk
sehingga ditambah menjadi 6 tempat tidur, hal tersebut mengakibatkan
suhu ruangan dan ventilasi terasa panas.
2.4.4 Pengkajian
1. Konservasi Energi
a. Status Nutrisi dan Cairan
Klien demam hari ke 2 , ibu klien mengatakan setiap minum susu
anaknya muntah, membrane mukosa kering, bibir pecah-pecah, BAB
cair 6 kali, klien mendapat susu LLM 8 x 100 ml
b. Eliminasi
Ibu klien mengatakan sejak tadi pagi sampai siang BAB cair 6 kali,
klien menggunakan pampers dan pampers selalu ditimbang dan dicatat
oleh orang tua.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


31

c. Istirahat dan Tidur


Ibu klien mengatakan anaknya gelisah karena sesak dan rewel.
d. Aktivitas Bermain
Selama dirawat diruangan anak hanya berbaring dan tidur. Ibu klien
sering mengajak bermain dan bercanda tetapi klien hanya terbaring
lemas dan menangis.
e. Kebersihan Diri
Kulit anak terlihat bersih, sawo matang, dimandikan sehari dua kali
pagi dan sore . Dengan cara menggunakan waslap diatas tempat tidur.

2. Integritas Sruktural
a. Keadaan Umum
Kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
b. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg, Frekuensi nafas : 36 x/menit
(menggunakan O2 2 liter), Frekuensi Jantung :120 x/menit, Suhu : 390C
c. Antropometri
Berat badan sebelum sakit : 8 kg, Berat badan saat ini : 7,5 Kg, Tinggi
badan : 69 cm, BB/TB : 88,23 % (gizi kurang/).
d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1) Kepala
tidak ada chepal hematom, kulit kepala sedikit kotor, rambut jarang.
2) Muka
Conjungtiva anemis, bereaksi terhadap cahaya, pupil isokor 3
mm/3mm
Terdapat septum nasal, keluaran ada, tidak ada nafas cuping
hidung, terpasang selang oksigen. Membrane mukosa mulut kering,
palatum ole dan palatum durum utuh, lidah kotor .Telinga bersih,
tidak ada nafas cuping hidung, ada retraksi dinding dada, bunyi
nafas vesikuler, terdengar bunyi ronkhi. Bunyi jantung I – II
vesikuler, tidak terdengar bunyi mur-mur dan gallop.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


32

3) Abdomen
hepar dan lien tidak teraba, bising usus 30 x/menit, distensi abdomen.
4) Ekstremitas
Tubuh klien tampak lemas, akral hangat, CRT < 3 detik.
5) Pemeriksaan integument
Kulit teraba hangat, turgor kulit elastis, area sekitar anus terdapat
kemerahan.
3. Integritas Personal
Sebelum sakit By. A memiliki berat badan 8 kg, setelah sakit berat badan
menjadi 7,5 kg. By. A diasuh oleh ua dari ibunya. Karena ibu nya
menderita CHF sehingga tidak maksimal menjaga by. A, tetapi ibunya
juga tinggal bersama By. A dan uanya. Orang tua yakin akan
kesembuhan By.A dan senantiasa selalu berdoa. Klien terlihat menangis
ketika ditinggal ibu nya ke kamar mandi.
4. Integritas Sosial
Semenjak sakit By. A hanya tidur, lemas, tidak terlihat tersenyum saat
diajak bercanda, hanya menangis. Hubungan dalam keluarga harmonis,
anak mendapatkan kasih sayang dari keluarga. Orang tua selalu bertanya
kondisi anaknya.

2.4.5 Tropicognosis
Berikut ini adalah tropicognosis yang diidentifikasi pada By. A yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Ketidakseimbangan volume cairan
c. Hipertermi
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Kerusakan integritas kulit
f. Perubahan proses pikir

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


33

2.4.6 Hipotesis
Dengan menggunakan model konservasi, berikut adalah hipotesis yang
dibuat oleh perawat untuk mengembangkan keperawatan pada By. A,
melakukan managemen respirasi diantaranya melalui kolaborasi
pemberian inhalasi, managemen cairan dan elektrolit diantaranya
melalui kolaborasi dalam pemberian terapi intravena, pemantauan
intake output / balance cairan secara ketat, penanganan termoregulasi,
pemberian nutrisi adekuat yang akan membantu proses penyembuhan
melalui kolaborasi dengan ahli gizi, pemeriksaan laboratorium dan
pemantauan hasil lab.
2.4.7 Intervensi keperawatan
a. Konservasi Energi
Perawat melakukan kolaborasi dalam pemberian terapi inhalasi, oksigen,
intravena melalui pemasangan infus, memasang NGT , memberikan
makan cair dan cairan rehidrasi oral (CRO) melalui NGT, melakukan
kolaborasi dengan dietisian dalam pengaturan diet pasien yang tepat.
Melakukan balance cairan per shift, menganjurkan anak untuk banyak
minum
b. Konservasi Integritas Struktural
Perawat melakukan observasi terhadap tanda-tanda vital setiap 4 jam,
mengganti balutan infus dan mengawasi adanya tanda-tanda flebitis pada
area di sekitar tempat pemasangan infus melalui metoda SLB (Sentuh-
Lihat-Bandingkan). Melakukan perawatan oral hygiene, melakukan
pemeriksaan laboratorium serta pemantauan hasil laboratorium.
c. Konservasi Integritas Personal
Ibu dan keluarga diberi kesempatan untuk mengungkapkan apa yang
dirasakan ketika anak mengalami masalah gangguan cairan dan elektrolit
dikarenakan adanya diare, demam. keluarga juga perlu diberi dukungan
baik perkembangan klien dengan cara memfasilitasi anak melalui terapi
maupun aktivitas yang bersifat teraupetik, misalnya dengan menyusun
jadwal aktifitas harian, berdiskusi tentang perawatan saat pulang ke
rumah.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


34

d. Konservasi Integritas Sosial


Perawat mengikutsertakan keluarga dalam pemasangan infus dengan cara
keluarga mendekap anak dan dalam posisi duduk, memberikan
kesempatan keluarga untuk merawat, menyentuh dan mendoakan By.A
ketika berkunjung, memotivasi ibu dan keluarga dalam merawat anak
ketika anak sudah diperbolehkan pulang.
2.4.8 Respon Orgasmik (kriteria hasil )
Sebagai respon terhadap intervensi, perawat dapat mengkaji beberapa
orgasmic dibawah ini :
1. Status pernapasan normal
2. Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi
3. Keadaan suhu tubuh stabil atau dalam batas normal
4. Berat badan normal/meningkat
5. Integritas kulit elastis dan utuh

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


35

2.4.9 Evaluasi ( Respon Organismik)


Tanggal
Tropicognosis
21 Maret 2016 22 Maret 2016 23 Maret 2016 24 Maret 2016
Ketidakefektifan Subjektif : Subjektif : Subjektif : Subjektif :
bersihan jalan nafas Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan Keluarga mengatakan
anaknya masih batuk dan anaknya masih batuk dan anaknya sesak berkurang anaknya sudah tidak sesak
sesak sesak tetapi masih ada batuk
Objektif : sesekali
Objektif : Objektif : Konservasi Integritas
Konservasi Integritas Konservasi Integritas Struktur Struktur : Objektif :
Struktur : : Suara nafas tambahan ronchi, Konservasi Integritas
Suara nafas tambahan Suara nafas tambahan ronchi, terdapat tarikan dinding dada Struktur :
ronchi, terdapat tarikan terdapat tarikan dinding dada saat bernafas, saturasi O2 99%, Suara nafas vesikuler, saturasi
dinding dada saat bernafas, saat bernafas, saturasi O2 98%, Frekuensi nafas : 30 x/menit O2 99%, Frekuensi nafas : 30
saturasi O2 96%, Frekuensi nafas : 36 x/menit Tidak menggunakan oksigen x/menit , Posisi klien fowler
Frekuensi nafas : 36 x/menit (menggunakan O2 2 liter), Posisi klien semi fowler
(menggunakan O2 2 liter), Posisi klien semi fowler (menggunakan bantal),
Posisi klien semi fowler (menggunakan bantal), Analisis:
(menggunakan bantal), Analisis: Ketidakefektifan bersihan
Analisis: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Analisis: Ketidakefektifan bersihan jalan jalan nafas
Ketidakefektifan bersihan nafas Planning:
jalan nafas Planning: Memberikan informasi kepada
Planning: Kaji status respirasi klien keluarga tanda-tanda gawat
Planning: Kaji status respirasi klien Pertahankan jalan nafas nafas
Pertahankan jalan nafas Kolaborasi pemberian Memberikan informasi jika
Kaji status respirasi klien
nebulizer Nacl 0,9 % 2 cc dan tidur atau minum susu posisi

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


36

Pertahankan jalan nafas Kolaborasi pemberian nebulizer ventolin 1 amp kepala harus lebih tinggi
Kolaborasi pemberian Nacl 0,9 % 2 cc dan ventolin 1
nebulizer Nacl 0,9 % 2 cc amp
dan ventolin 1 amp
Tanggal
Tropicognosis
21 Maret 2016 22 Maret 2016 23 Maret 2016 24 Maret 2016
Ketidakseimbangan Subjektif : Subjektif : Subjektif : Subjektif :
cairan dan elektrolit ibu klien mengatakan anaknya ibu klien mengatakan diare ibu klien mengatakan anaknya ibu klien mengatakan anaknya
masih diare sudah 6 kali cair anaknya berkurang jadi 3 kali berkurang hanya 1 kali sudah tidak diare
tidak ada ampas dan ada muntah masih cair dan tidak ada
1 kali ampas, sudah tidak muntah Objektif : Objektif :
Konservasi Energi Konservasi Energi
Objektif : Objektif : Bab sudah ada ampas, Bab 1 kali konsistensi padat
Konservasi Energi Konservasi Energi konsistensi lunak (menggunakan pampers)
Bab cair tidak ada ampas Bab cair tidak ada ampas (menggunakan pampers)
(menggunakan pampers) (menggunakan pampers) Konservasi Integritas
Konservasi Integritas Struktur
Konservasi Integritas Struktur Konservasi Integritas Struktur Membrane mukosa mulut
Membrane mukosa mulut kering, Struktur Membrane mukosa mulut lembab, turgor kulit elastis,
bibir pecah-pecah, turgor kulit Membrane mukosa mulut lembab, turgor kulit elastis, mata tidak cekung, Suhu : 36
5 0
elastis, mata tidak cekung, Suhu kering, bibir pecah-pecah, mata tidak cekung, Suhu : 38 C, Intake : Infus: 50 cc,
: 38 0 C, Intake : Infus: 350 cc, turgor kulit elastis, mata tidak 0 C, Intake : Infus: 300 cc, minum: 400 cc Total intake:
50
minum: 250 cc Total intake: 600 cekung, Suhu : 38 C, Intake minum: 250 cc Total intake: 450 cc. Out put : BAB/BAK :
cc. Out put : Muntah: 50 cc, : Infus: 300 cc, 550 cc. Out put : BAB/BAK : 150 cc, IWL: 203 cc Total out
BAB/BAK : 400 cc Total out minum: 230 cc Total intake: 250 cc, IWL : 260 Total out put : 353 cc, balance cairan
put : 450 cc 530 cc. Out put : BAB/BAK : put : 5100 cc balance cairan : +97
250 cc Total out put : 250 cc + 40

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


37

Integritas Sosial Integritas Sosial


Saat dilakukan pemasangan infus Integritas Sosial Integritas Sosial Saat di lepas infus klien di
dengan pemberian dekapan Klien terlihat tenang dan lemas Klien terlihat mulai mau dekap oleh ibunya danterlihat
keluarga dan posisi duduk anak berinteraksi dengan perawat tenang
terlihat tenang dan tidak menangis ketika
dilakukan perawatan infus

Analisis: Analisis: Analisis: Analisis:


ketidakseimbangan cairan dan ketidakseimbangan cairan dan ketidakseimbangan cairan dan Kebutuhan cairan dan elektrolit
elektrolit elektrolit elektrolit terpenuhi

Planning Planning Planning Planning


- Kaji status hidrasi klien - Kaji status hidrasi klien - Kaji status hidrasi klien Memberikan informasi kepada
- Monitor tanda-tanda - Monitor tanda-tanda - Monitor tanda-tanda ibu tanda-tanda anak dehidrasi,
dehidrasi dehidrasi dehidrasi dan tetap memberikan minum
- Monitor intake dan output - Monitor intake dan output - Monitor intake dan output untuk memenuhi kebutuhan
klien klien klien cairanya.
- Kolaborasi pemberian IUFD - Kolaborasi pemberian - Kolaborasi pemberian
Kaen 3 B 8 tpm IUFD Kaen 3 B 8 tpm IUFD Kaen 3 B 8 tpm
- -

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


38

Tanggal
Tropicognosis
21 Maret 2016 22 Maret 2016 23 Maret 2016 24 Maret 2016
Ketidakseimbangan Subjektif : Subjektif : Subjektif : Subjektif :
nutrisi kurang dari ibu klien mengatakan ibu klien mengatakan ibu klien mengatakan ibu klien mengatakan
kebutuhan tubuh anaknya sudah tidak anaknya minum susu anaknya sudah mulai belajar anaknya sudah bisa minum
muntah, berat badan nya melalui selang NGT minum susu melalui susu melalui mulut dan
turun 0,5 kg mulut. sudah makan bubur .
Objektif :
Objektif : Konservasi Energi Objektif : Objektif :
Konservasi Energi Klien terpasang NGT dan Konservasi Energi Konservasi Energi
Klien terpasang NGT dan mendapat diet susu LLM Klien terpasang NGT dan Klien sudah tidak terpasang
mendapat diet susu LLM 100ml 100ml mendapat diet susu LLM NGT dan mendapat diet bubur
100ml (NGT), 20 cc (oral) dan klien dapat makan dan
Konservasi Integritas Struktur Konservasi Integritas minum melalui mulut
BB sebelum sakit: 8 kg, Struktur Konservasi Integritas
BB saat ini 7,5kg, TB 69cm BB sebelum sakit: 8 kg, BB Struktur Konservasi Integritas
LLA: 14,5 cm, saat ini 7,5 kg, TB: 69 cm, BB sebelum sakit: 8 kg, BB Struktur
BB/TB = 7.5/69 = 88,23 % LLA: 14,5 cm, saat ini 7,5 kg, TB: 69 cm, BB sebelum sakit: 8 kg, BB
(status gizi kurang), BB/TB = 7.5/69 = 88,23 % LLA: 14,5 cm, saat ini 7,5 kg, TB: 69 cm,
konjungtiva anemis, (status gizi kurang), BB/TB = 7.5/69 = 88,23 % LLA: 14,5 cm,
konjungtiva anemis, (status gizi kurang), BB/TB = 7.5/69 = 88,23 %
Integritas sosial konjungtiva anemis, (status gizi kurang),
Keluarga bertahap belajar Integritas sosial
memberikan susu lewat NGT Keluarga terlihat dapat
dengan didampingi perawat. memberikan susu lewat NGT
dengan didampingi perawat.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


39

Analisis: Analisis: Integritas sosial Integritas sosial


Ketidakseimbangan nutrisi Ketidakseimbangan nutrisi Keluarga terlihat memberikan Keluarga terlihat memberikan
kurang dari kebutuhan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh susu dengan menggunakan makan bubur dengan
Planning : sendok dengan posisi kepala menggunakan sendok dengan
Planning : - Kaji status nutrisi klien anak lebih tinggi posisi kepala anak lebih tinggi
- Kaji status nutrisi klien - Timbang BB klien setiap
- Timbang BB klien setiap hari hari
- Cek kepatenan NGT setiap - Cek kepatenan NGT setiap Analisis: Analisis:
hari hari Ketidakseimbangan nutrisi Ketidakseimbangan nutrisi
- Kolaborasi pemberian makan - Kolaborasi pemberian kurang dari kebutuhan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh
cair / susu LLM makan cair / susu LLM
Planning : Planning :
- Kaji status nutrisi klien - Memberikan informasi
- Timbang BB klien setiap tentang pentingnya
hari memberikan makanan gizi
- Cek kepatenan NGT setiap seimbang
hari - Menganjurkan
- Kolaborasi pemberian keluarga/ibu untuk
makan cair / susu LLM mengunjungi posyandu
untuk memonitor
pertumbuhan dan
perkembangan anak

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


40

Tanggal
Tropicognosis
21 Maret 2016 22 Maret 2016 23 Maret 2016 24 Maret 2016
Kerusakan integritas Subjektif : Subjektif : Subjektif : Subjektif :
kulit ibu klien mengatakan kulit ibu klien mengatakan kulit ibu klien mengatakan kulit ibu klien mengatakan kulit
daerah anus anaknya terlihatdaerah anus anaknya masih daerah anus anaknya terlihat daerah anus anaknya sudah
kemerahan kemerahan dan mengelupas mengering dan tidak terlihat lebih baik tetapi
dan ibu mengatakan salep kemerahan masih sedikit kering
Objektif : Myco Z nya habis
Konservasi Integritas Objektif : Objektif :
struktur Objektif : Konservasi Integritas Konservasi Integritas
Daerah sekitar anus klien Konservasi Integritas struktur struktur
tampak kemerahan , klien struktur Daerah sekitar anus klien Daerah sekitar anus klien
menggunakan pampers, Daerah sekitar anus klien tampak terlihat mongering tampak terlihat mongering
klien mendapat salep myco tampak kemerahan , klien dan kemerahan berkurang. dan kemerahan berkurang.
Z menggunakan pampers,
klien mendapat salep myco Integritas personal dan Integritas personal dan
Integritas personal dan Z (habis)
sosial sosial sosial
Klien terlihat menangis Klien terlihat hanya meringis Klien terlihat hanya meringis
Integritas personal dan saat dibersihkan area anusnya saat dibersihkan area anusnya
kesakitan saat dibersihkan sosial
area anusnya, ibu klien ibu klien terlihat melakukan ibu klien terlihat melakukan
Klien terlihat menangis
terlihat memberikan salep perawatan area anus dengan perawatan area anus dengan
kesakitan saat dibersihkan
myco Z pada daerah anus menggunakan VCO dan menggunakan VCO dan
area anusnya
klien didampingi perawat didampingi perawat
ibu klien terlihat melakukan
perawatan area anus dengan
Analisis: Analisis: Analisis:
menggunakan VCO dan
Kerusakan integritas kulit Kerusakan integritas kulit Kerusakan integritas kulit
didampingi perawat

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


41

Planning : Planning :
Planning : Analisis: - Kaji integritas kulit klien - Anjurkan ibu untuk
- Kaji integritas kulit klien Kerusakan integritas kulit - Libatkan keluarga dalam selalu sgera mengganti
- Libatkan keluarga dalam perawatan bagian anus pampers saat anak
perawatan bagian anus Planning : klien buang air besar atau
klien - Kaji integritas kulit klien - Anjurkan ibu untuk maksimal 4 jam jika
- Anjurkan ibu untuk - Libatkan keluarga dalam selalu sgera mengganti BAK
selalu sgera mengganti perawatan bagian anus pampers saat anak buang - Menganjurkan ibu untuk
pampers saat anak buang klien air besar atau maksimal 4 tetap melanjutkan
air besar atau maksimal 4 - Anjurkan ibu untuk jam jika BAK memberi VCO .
jam jika BAK selalu sgera mengganti-
- Kolaborasi untuk pampers saat anak buang
pemberian salep Myco Z air besar atau maksimal 4
jam jika BAK

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


42

Tanggal
Tropicognosis
21 Maret 2016 22 Maret 2016 23 Maret 2016 24 Maret 2016
Perubahan proses pikir Subjektif : Subjektif : Subjektif : Subjektif :
keluarga mengatakan keluarga mengatakan Keluarga mengatakan keluarga mengatakan
sedih dan cemas kenapa kenapa panasnya tidak sekarang telah mengerti dan Senang melihat kondisi
panas anaknya tidak turun-turun tidak cemas lagi tentang anaknya sudah sehat
turun-turun penyakit anaknya
Objektif : Objektif :
Objektif : Integritas personal dan Objektif : Integritas personal dan
Integritas personal dan sosial: Integritas personal dan sosial:
sosial: Keluarga dapat melakukan sosial: Keluarga terlihat lebih
Keluarga dapat melakukan membersihkan area anus Keluarga terlihat lebih dekat tenang, senang dan
membersihkan area anus dengan baik dan memberikan dengan anaknya dan selalu semangat untuk pulang
dengan baik dan VCO, Ibu dapat melakukan ikut serta dalam tindakan
memberikan salep myco Z, pemberian susu melalui yang dilakukan terhadap Analisis :
Ibu dapat melakukan TWS NGT. anaknya. Perubahan proses pikir
dengan baik Analisis : teratasi
Analisis : Perubahan proses pikir Analisis :
Perubahan proses pikir Planning : Perubahan proses pikir Planning :
Planning : - Kaji keluhan keluarga Planning : Berikan informasi mengenai
- Kaji keluhan keluarga - Berikan informasi - Kaji keluhan keluarga kondisi anak saat pulang, dan
- Berikan informasi tindakan yang akan - Berikan informasi kontrol kembali serta obat-
tindakan yang akan dilakukan kepada klien tindakan yang akan obatan yang harus diberikan
dilakukan kepada klien - Libatkan keluarga dalam dilakukan kepada klien keluarga .
- Libatkan keluarga dalam tindakan/perawatan klien
- Libatkan keluarga dalam
tindakan/perawatan klien tindakan/perawatan klien

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


BAB 3
PENCAPAIAN KOMPETENSI

3.1 Kompetensi Berdasarkan di Ruang Rawat


Praktik residensi keperawatan dilaksanakan untuk menghasilkan ners
spesialis. Menurut PPNI (2012) yang disebut ners spesialis adalah perawat
yang telah menyelesaikan pendidikan spesialis keperawatan. Kompetensi
adalah kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup
pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
dengan standar kinerja yang ditetapkan (PPNI, 2012). Sedangkan
kompetensi ners spesialis keperawatan anak mencakup praktik profesional,
legal dan etis, pemberian asuhan dan manajemen asuhan serta
pengembangan profesional (PPNI, 2012).

Kompetensi ners spesialis pada ranah praktik profesional, legal dan etis
berupa praktik akuntabilitas, yang menerapkan prinsip etis dan menghormati
serta menjaga kerahasiaan klien. Pada praktik legal seorang ners spesialis
harus melakukan praktik sesuai peraturan perundangan yang ada.
Kompetensi pada ranah pemberi asuhan dan manajemen, ners spesialis
harus menerapkan berfikir kritis dalam memberikan asuhan keperawatan
dari pengkajian sampai evaluasi serta kemampuan untuk menjadi
manajer. Sedangkan kompetensi pada ranah pengembangan profesi
diantaranya adalah meningkatkan kualitas dengan melakukan penelitian dan
pendidikan berkelanjutan (PPNI, 2012).

Dalam rangka mencapai kompetensi tersebut, program pendidikan residensi


keperawatan anak dilaksanakan dengan tujuan menghasilkan lulusan yang
mampu memberikan asuhan keperawatan kepada klien anak dan
keluarganya secara mandiri. Kompetensi yang ditetapkan meliputi praktik
profesional, legal dan etis, pemberian asuhan dan manajemen asuhan serta
pengembangan profesional. Untuk mencapai kompetensi tersebut,

43

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


44

mahasiswa dituntut menerapkan berbagai konsep dan teori kesehatan,


temuan riset serta kebijakan pemerintah yang berlaku pada anak sehat
maupun sakit dengan penyakit akut, kronik dan neonatus pada saat
melakukan praktik residensi keperawatan.

Praktik residensi keperawatan anak dilaksanakan dalam 2 tahapan yaitu


praktik residensi I dan II. Kontrak belajar dibuat residen sebelum praktik
dimulai sebagai acuan kompetensi di masing-masing ruangan. Residen
keperawatan anak praktik di area yang sesuai dengan peminatan yang telah
dipilih. Dalam praktik ini residen memilih unit neonatologi, non infeksi dan
infeksi dengan peminatan utama yaitu ruang infeksi. Pelaksanaan praktik
residensi I dilaksanakan di RSAB Harapan Kita di ruang non infeksi selama
6 minggu, di RSUPN Cipto Mangunkusumo di ruang perinatology selama 4
minggu dan di RSPAD Gatot Soebroto di ruang infeksi selama 6 minggu.
Praktik residensi II juga dilaksanakan di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo selama 6 minggu dan RSAB Harapan Kita selama 5
minggu.

3.1.1 Pencapaian Kompetensi di Perinatologi


Kompetensi ners spesialis keperawatan anak di perinatologi sebagai
pemberi asuhan keperawatan dilakukan dengan meningkatkan
ketrampilan profesional pada pengelolaan neonatus dengan masalah
respirasi, termoregulasi, gangguan metabolisme yaitu hipoglikemi dan
hiperbilirubinemia serta neonatus dengan penyakit infeksi. Kompetensi
lainnya yang diperoleh adalah melakukan perawatan metode kanguru,
menilai masa gestasi dan usia koreksi bayi, manajemen laktasi,
resusitasi bayi, menerapkan asuhan perkembangan, memasang
fototerapi, mengoperasikan alat bantu nafas mekanik (CPAP dan
ventilator) serta mengoperasikan alat pemantau jantung dan pernafasan.
Sebagai agen pembaharu di unit neonatologi, residen keperawatan anak
membuat proyek inovasi kelompok. Proyek inovasi kelompok yang
telah dilaksanakan adalah optimalisasi komunikasi terapeutik perawat

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
45

dan orang tua.


3.1.2 Pencapaian Kompetensi di Ruang Non Infeksi
Kompetensi sebagai pemberi asuhan yang didapat di ruang non infeksi
adalah merawat klien dengan gangguan hematologi yaitu leukemia dan
thalasemia. Kasus lain yang dikelola adalah merawat klien dengan
gangguan sistem perkemihan yaitu nefrotik sindrom dan gagal ginjal
dengan menggunakan CAPD, serta merawat anak dengan masalah
sistem onkologi diantaranya osteosarkoma dan retinoblastoma.
Kompetensi yang didapatkan selama praktik di ruang non infeksi antara
lain melakukan manajemen nyeri, persiapan kemoterapi, memantau efek
kemoterapi dan manajemen efek kemoterapi.
3.1.3 Pencapaian Target Kompetensi di Ruang Infeksi
Praktik di ruang infeksi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RSAB
Harapan Kita dilaksanakan selama 11 minggu. Beberapa variasi kasus
yang dikelola yaitu merawat klien dengan masalah sistem pernafasan
diantaranya pneumonia, merawat klien dengan gangguan
keseimbangan cairan yaitu diare dan DHF, Pengelolaan kasus lainnya
adalah merawat klien dengan HIV/AIDS, Morbili, VSD dan merawat
klien dengan gangguan sistem persarafan yaitu meningitis, encepalitis
dan cerebral palsi serta kejang demam.

Kompetensi yang didapatkan selama praktik di ruang infeksi diantaranya


adalah melakukan tindakan kolaborasi pemberian terapi oksigen
menggunakan berbagai macam alat bantu nafas, melakukan inhalasi,
dan melakukan prosedur hisap lendir. Kompetensi lainnya adalah
menilai GCS anak, membantu posisi pemeriksaan dan prosedur
pengambilan specimen, memasang infus, memasang NGT, memasang dan
melepas kateter serta menilai status dehidrasi.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
46

3.2 Pembahasan Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian


Kompetensi
Menurut Potter, dan Perry (2010) dalam peran perawat klinis spesialis
clinical nurse specialist (CNS), dijelaskan bahwa peran klinis spesialis
merupakan peran perawat ahli (advanced practice nurse, APN) dengan
keahlian dalam bidang praktik spesialisasi tertentu seperti diabetes mellitus,
kanker, masalah jantung atau bidang spesifik seperti pediatric atau
gerontology. Perawat ini berfungsi sebagai ahli, pendidik, manajer kasus,
konsultan dan peneliti untuk merencanakan atau memeperbaiki kualitas
keperawatan bagi klien dan keluarganya. Perawat spesialis anak adalah
perawat yang memeberikan asuhan keperawatan kepada anak dan keluarga
untuk meningkatkan status kesehatan anak, memberikan pendidikan
kesehatan dan dukungan pada orang tua untuk dapat memepertahankan
kesehatan anak.

Target kompetensi telah ditetapkan oleh akademik agar dicapai selama


menjalani praktik residensi keperawatan anak di rumah sakit dalam rangka
mencapai kompetensi ners spesialis. Residen keperawatan anak dapat
mencapai target kompetensi tersebut sesuai kontrak belajar pada setiap area
praktik yaitu di unit neonatologi, ruang non infeksi dan ruang infeksi anak
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSAB Harapan Kita dan
RSPAD Gatot Soebroto.

Pada target kompetensi pemberi asuhan, residen keperawatan anak


memberikan asuhan keperawatan secara langsung kepada klien anak yang
dirawat. Beragamnya kasus yang dikelola menambah pengalaman dan
wawasan yang luas bagi residen keperawatan anak. Di samping itu ketika
praktik di unit neonatologi, residen keperawatan anak mendapat tambahan
pengetahuan dengan mengikuti beberapa materi pelatihan tentang perawatan
neonatus. Penambahan pengetahuan tidak hanya diperoleh saat praktik di
unit neonatologi, namun ketika praktik di ruang non infeksi dan infeksi juga
mendapat materi dengan mengikuti kuliah pakar oleh dokter konsultan.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
47

Pembahasan beberapa materi menambah pengetahuan dan menjadi dasar


bagi residen keperawatan anak dalam mengelola klien. Selain adanya
penambahan materi dari para pakar, residen keperawatan anak juga
melakukan pembelajaran mandiri selama praktik dengan melakukan
reflektif practice. Permasalahan yang ditemukan residen di lapangan
kemudian dicari solusinya dengan mencari literatur terkait. Melalui
reflektif practice serta bantuan dari pembimbing dan supervisor
menambah rasa percaya diri residen dalam mengelola klien.

3.2.1 Pemberi Asuhan Keperawatan


Selama praktik residensi I dan II, residen memberikan asuhan keperawatan
langsung pada klien. PPNI (2012) menjelaskan peran perawat sebagai
pemberi asuhan berarti perawat menerapkan kemampuan berfikir kritis
dan pendekatan sistem untuk menyelesaikan masalah serta pembuatan
keputusan keperawatan yang komprehensif berdasarkan aspek legal dan
etis. Dalam menjalankan peran sebagai pemberi asuhan keperawatan,
perawat spesialis anak ketika melakukan tindakan keperawatan
menerapkan konsep-konsep keperawatan anak yaitu konsep tumbuh
pertumbuhan dan perkembangan, konsep hospitalisasi, konsep
keperawatan yang berfokus pada keluarga, konsep perawatan yang tidak
menimbulkan trauma dan konsep bermain. Asuhan keperawatan yang
dilakukan residen menggunakan teori keperawatan model konservasi
Levine. Beberapa asuhan keperawatan yang telah dicapai digambarkan
pada pencapaian target di masing-masing ruang perawatan
3.2.2 Advokat
Sebagai advokat, perawat membantu anak dan keluarga untuk
menentukan pilihan dan bertindak yang terbaik untuk klien dan keluarga.
Perawat menjamin keluarga mengetahui pengobatan dan prosedurnya
serta dilibatkan dalam perawatan anak (Wong et al., 2009). Dalam hal
ini, Residen keperawatan anak memastikan tindakan yang diberikan
aman bagi klien termasuk pemberian obat. Residen keperawatan anak
memfasilitasi klien dan keluarga untuk menerima informasi/penjelasan

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
48

tentang kondisi kesehatannya dari dokter. Residen keperawatan anak


memfasilitasi hak klien untuk menolak dilakukan perawatan.

Ketika residen praktik diruang infeksi, ada seorang ayah an.M, bercerita
kepada residen jika anaknya sakit kepalanya kambuh, ayah klien meminta
obat kepada perawat untuk menghilangkan sakit kepala anaknya tetapi
perawatnya bilang baru diminum 2 jam yang lalu, residen melihat anak
tersebut dan melihat anak sangat kesakitan dengan wajah meringis dan
tangan menggenggam penghalang tempat tidur sambil sesekali
membenturkan kepalanya ke kasur. Saat dilaporkan keperawat
penanggung jawab, jawabanya sama seperti yang dikatakan ayah an. M,
residen memberi saran kepada perawat untuk lapor dokter yang
menangani an. M tetapi jawaban perawat tidak berani dan sedang sibuk.
Residen melaporkan hal tersebut kepada kepala ruangan dan kepala
ruangan langsung telepon dokter terkait lalu anak tersebut diberikan obat
ketorolac perdrip.
3.2.3 Konsultan
Peran sebagai konsultan dilakukan dengan memberikan konsultasi
kepada keluarga klien mengenai perawatan anaknya. Beberapa
konsultasi yang dilakukan antara lain memberikan alternatif tindakan
untuk menurunkan suhu tubuh klien karena ibu mengeluh anaknya
tidak berespon dengan pemberian obat penurun panas. Peran sebagai
konsultan yang diberikan kepada perawat ruangan adalah tindakan
kombinasi pemberian antipiretik dan kompres tepid water sponge untuk
menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam tinggi.
3.2.4 Pendidik
Peran sebagai pendidik berarti memberikan pendidikan pada orang lain
sesuai dengan kepakaran dalam bidang ilmunya (PPNI, 2012). Residen
keperawatan anak melakukan pendidikan kesehatan pada klien dan
keluarganya berdasarkan permasalahan yang muncul. Pendidikan
kesehatan dilakukan sebagai upaya mempersiapkan keluarga agar mampu
merawat anaknya setelah pemulangan dari perawatan di rumah sakit.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
49

Pendidikan kesehatan yang dilakukan di perinatologi antara lain


perawatan metode kanguru dan teknik pemberian ASI pada bayi. Di ruang
non infeksi antara lain memberikan pendidikan kesehatan tentang
pencegahan infeksi pada anak dengan leukemia, manajemen nyeri dan
tatalaksana perawatan CAPD. Sedangkan di ruang infeksi antara lain
memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen nyeri, tatalaksana
demam, fisioterapi dada dan range of motion (ROM). Selain
memberikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarganya, residen
keperawatan anak juga memberikan pengetahuan berdasarkan evidence
based kepada perawat yang berada di ruang perinatologi, non infeksi dan
infeksi.
3.2.5 Kolaborasi
Kolaborasi dilakukan residen dengan tim kesehatan lain yaitu dengan
dokter, ahli gizi, terapis rehabilitasi, farmasi dan laboran. Residen
mengkomunikasikan kebutuhan klien kepada tim kesehatan lain yang
sesuai dengan kebutuhan klien. Residen keperawatan anak dan tim
kesehatan lain bersama-sama merawat klien. Tindakan kolaborasi
yang dilakukan antara lain dengan dokter tentang kejelasan instruksi
pemberian terapi dan pemberian dosis terapi. Kolaborasi dengan ahli gizi
yaitu tentang kebutuhan nutrisi pada anak.
3.2.6 Peneliti
Selama praktik residensi, residen keperawatan anak menerapkan hasil
penelitian. Hasil penelitian yang diterapkan oleh residen keperawatan anak
antara lain di unit neonatologi tentang penilaian residu terhadap
kesiapan minum pada neonatus. Selain itu juga residen keperawatan
anak menerapkan perawatan neonatus menggunakan metode kanguru. Di
ruang non infeksi tentang perawatan mukositis dengan menggunakan madu
pada anak dengan leukemia, selain itu juga residen menrapkan
penatalaksanaan perawatan CAPD . Di ruang infeksi tentang pemberian
kompres NACL pada anak yang mengalami phlebitis dan pemberian
dekapan dan posisi duduk saat pemasangan infus untuk mengurangi
distress pada anak.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
50

3.2.7 Agen Pembaharu


Pencapaian peran perawat sebagai agen pembaharu dapat dilaksanakan
residen keperawatan anak di 2 ruangan yaitu ruang unit neonatologi
dan ruang infeksi. Residen keperawatan anak melakukan proyek inovasi
di ruang unit neonatologi megenai optimalisasi komunikasi terapeutik
perawat neonatus dan orang tua klien. hal tersebut didasari oleh observasi
residen yang melihat orang tua yang anaknya dirawat di ruang
neonatologi sangat membutuhkan informasi mengenai perkembangan
anaknya, selain itu orang tua hanya bisa melihat dari luar inkubator,
komunikasi yang ditemukan residen antara perawat dan orang tua hanya
sebatas mengingatkan cuci tangan tanpa memberitahu perkembangan
anaknya sehingga residen melakukan proyek inovasi. Pada ruang infeksi
residen juga melakukan proyek inovasi untuk memenuhi kebutuhan
cairan pada anak maka dilakukan pemberian dekapan keluarga dan posisi
duduk saat pemsangan infus hal tersebut untuk mengurangi distress pada
anak, dan memudahkan perawat dalam melakukan tindakan keperawatan.

3.3 Implementasi Evidence Based Practice


Residen melakukan proyek inovasi di ruang infeksi RSUPN Cipto
Mangunkusumo yaitu untuk mengatasi kebutuhan cairan pada anak
diperlukan pemasangan infus. Residen masih melihat tindakan
pemasangan infus di ruangan tersebut masih menggunakan restrain
(beberapa orang memegang tangan, kaki, badan dan kepala) hal tersebut
membuat anak semakin takut, distress dan membuat sulit perawat untuk
melakukan tindakan pemasangan infus. Berdasarkan hal tersebut, residen
membuat proyek inovasi mengenai pemberian dekapan keluarga dan posisi
duduk saat pemasangan infus.
3.3.1 Persiapan
Penyusunan proposal inovasi dilakukan oleh mahasiswa berdasarkan
evidence based dan jurnal-jurnal penelitian ilmiah. Penyusunan
proposal dilakukan melalui proses bimbingan dan konsultasi dengan
supervisor, supervisor utama dan juga konsultasi dengan supervisor

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
51

ruangan anak. Proposal dipresentasikan melalui pendekatan


mahasiswa dengan Supervisor Utama Ruangan anak, Kepala
Ruangan, Perawat Associate (PA), Perawat Primer (PP) dikarenakan
kesibukan dan keterbatasan waktu. Hasil dari presentasi inovasi
yaitu:
a). Proposal inovasi berdasarkan evidence based dan jurnal ilmiah
tentang dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada
saat anak dilakukan pemasangan infus disetujui dan diijinkan oleh
Supervisor dan Kepala ruangan untuk diimplementasikan di ruang
anak RSUPN Rr. Cipto Mangunkusumo.
b). Rencana pelaksanaan waktu implementasi inovasi dilakukan
selama 2 Minggu mulai 7 – 18 Maret 2016
c). Rencana pelaksanaan evaluasi implementasi proyek inovasi
dilakukan langsung setelah implementasi.

3.3.2 Pelaksanaan
Pelaksanaan implementasi proyek inovasi tentang dekapan keluarga dan
posisi duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan pemasangan
infus dimulai setelah dilakukan sosialisasi proposal inovasi. Pelaksanaan
implementasi dilakukan selama 2 Minggu. Adapun prosedur pelaksanaan
proyek inovasi sebagai berikut:
a). Mengidentifikasi sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi (anak yang
berusia 6 bulan sampai anak usia sekolah dalam perawatan di Gedung A
lantai 1, yang akan dilakukan pemasangan infus
b). Melakukan identifikasi karakteristik demografi anak (usia, jenis kelamin,
dan diagnosa medis).
c). Melakukan penilaian skor distress dengan menggunakan Children Fear’s
Score pada kelompok kontrol
d). Melakukan penilaian skor distress dengan menggunakan Children Fear’s
Score pada kelompok intervensi dengan pemberian dekapan keluarga dan
pemirian posisi duduk.
e). Melakukan evaluasi langsung saat anak dilakukan pemaangan infus.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
52

3.3.3 Evaluasi
Evaluasi terhadap anak yang diberikan pemberian dekapan keluarga dan
posisi duduk pada saat pemasangan infus dengan cara menilai skor distress
menggunakan formulir Children Fear’s Score.

Hasil pelaksanaan intervensi pemberian dekapan keluarga dan posisi


duduk Tterhadap distress pada saat pemasangan infus yaitu:
Tabel 3.1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSCM,
07 s/d 18 Maret 2016
Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi
Jenis Kelamin (n = 10) (n=10)
N % N %
Laki-laki 3 30% 4 40 %
Perempuan 7 70 % 6 60 %

Berdasarkan karakteristik responden menurut jenis kelamin pada tabel 3.1,


pada kelompok kontrol paling banyak berjenis kelamin perempuan yaitu 70%,
begitu juga pada kelompok intervensi paling banyak perempuan yaitu 60%.

Tabel 3.2
Hasil Analisis Usia dan Skor Distres Responden Saat Dilakukan
Pemasangan Infus di RSCM, 07 s/d 18 Maret 2016
Variabel Kelompok N Min-Max Mean ± SD
Kontrol 10 8 – 96 36.80 ± 34.07
Usia
Intervensi 10 11 – 108 32.30 ± 28.952
Kontrol 10 3–4 3.70 ± 0.483
Skor distress
Intervensi 10 0 -2 0.60 ± 0.699

Berdasarkan pada tabel 3.2, rerata usia responden anak pada kelompok
kontrol adalah 36.80 bulan dengan standar deviasi 34.07 . usia paling
muda adalah 8 bulan dan paling tua adalah 96 bulan. Rerata usia
responden responden anak pada kelompok intervensi adalah 32.30 bulan

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
53

dengan standar deviasi 28.95. usia paling muda adalah 11 bulan dan yang
paling tua adalah 108 bulan.

Skor distress yang dinilai adalah respon anak saat dilakukan pemasangan
infus dikaji menggunakan Children Fear’s Score (CFS). Berdasarkan
tabel 3.2, proporsi skor distress pada kelompok kontrol mempunyai rerata
3.70 dengan standar deviasi 0.483 dengan skor terendah adalah 3 dan
skor tertinggi adalah 4,. sedangkan pada kelompok intervensi mempunyai
rerata 0.60 dengan standar deviasi 0.699 dengan skor terendah adalah 0
dan skor tertinggi adalah 2.

Tabel 3.3
Hasil Analisis Skor Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus di
RSCM
95% CI
Karakteristik Kontrol Intervensi P Value
Lower Upper
Skor Distress
Mean ± SD 3.70 ± 0.60 ±
2.474 3.726 0.00001
0.48 0.6999
Min – Max 3–4 0–2
Penurunan
- 3.1 ± 0.1669
Skor

Tabel 3.3 menunjukan bahwa nilai p skor distress sebesar 0.00001 ( P <
0.05) sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna skor
distress pada kelompok kontrol dan intervensi

Dukungan dari supervisor dan pembimbing klinik serta kepala ruang


dan perawat ruangan sangat membantu dalam kelancaran proyek
inovasi. Namun kelemahan yang diemukan saat melakukan proyek
inovasi di ruang infeksi adalah bahwa proyek inovasi hanya dilakukan
pada 20 klien terbagi dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Meskipun proyek inovasi hanya dilakukan pada 20 anak, namun hasil
menunjukkan tindakan tersebut efektif dalam menurunkan distress pada

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
54

anak saat pemasangan infus. Kelemahan lain, sosialisasi proyek inovasi


perlu ditingkatkan agar semua perawat dapat melakukannya. Harapannya
perawat primer dapat melakukan sosialisasi berlanjut ke semua perawat
ruangan. Pelaksanaan proyek inovasi membantu residen keperawatan
anak dalam pencapaian kompetensi sebagai pemimpin dan
pengembangan profesi (PPNI, 2012)

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 4
PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang pembahasan penerapan teori keperawatan pada asuhan
keperawatan anak dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, serta
pembahasan tentang praktik spesialis anak dalam pencapaian kopetensi.

4.1 Penerapan Model Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan pada


Klien dengan Masalah Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada lima kasus kelolaan dalam karya
ilmiah ini menggunakan pendekatan teori keperawatan yang dikembangkan
oleh Myra E. Levine yaitu model konservasi dalam pencapaian keutuhan
individu. Asuhan keperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian,
tropicognosis, hipotesis, intervensi dan evaluasi. Berdasarkan lima kasus yang
menjadi pembahasan di karya ilmiah ini memiliki penyakit utama yaitu 2
pasien dengan pneumonia dan diare, 1 pasien dengan HIV, 1 pasien dengan
morbili, dan 1 pasien dengan DHF. Asuhan keperawatan yang diberikan pada
lima pasien kelolaan, diantaranya memiliki masalah infeksi saluran
pencernaan yang menyebabkan terjadinya gangguan ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit.

Ketidakseimbangan fisiologis atau homeostatis bergantung pada berbagai


proses fisiologis yang mengatur asupan dan haluaran cairan serta pergerakan
air dan zat terlarut diantara kompartemen tubuh. Hampir setiap penyakit
memiliki kemungkinan untuk mengancam keseimbangan cairan dan
elektrolit. Bahkan disaat klien sehat dalam kehidupan sehari-hari, suhu yang
ekstrem atau aktivitas berlebihan dapat mengganggu keseimbangan jika
asupan cairan tidak dipertahankan secara adequate (Kozier, Erb, Berman et al,
2010). Anak memiliki kebutuhan cairan dan elektrolit yang lebih banyak
karena pada usia anak memiliki rata-rata laju metabolik yang tinggi,
Insensible water loss (IWL) yang tinggi, kemampuan konsentrasi urin yang
rendah (Hockenberry, 2013).

55

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


56

Pengkajian dalam pemberian asuhan keperawatan pada lima kasus kelolaan


dalam karya ilmiah ini akan dijelaskan berdasarkan empat prinsip konservasi
yang dikembangkan oleh Myra E Levine, yaitu konservasi energy, konservasi
integritas struktur, konservasi integritas personal dan integritas sosial.

1.1.1 Karakteristik pasien kelolaan


usia yang dikelola adalah 3 bulan samapai dengan 9 tahun, 4 pasien
berusia dibawah lima tahun dan 1 pasien berusia diatas lima tahun. Anak
usia dibawah lima tahun merupakan salah satu resiko terjadinya
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berupa infeksi pada saluran
pencernaan (Adisasmito, 2007).

Bayi dan anak yang sedang tumbuh memiliki perpindahan cairan yang
jauh lebih besar dibanding orang dewasa karena laju metabolisme
mereka yang lebih tinggi meningkatkan kehilangan cairan. Bayi
kehilangan cairan melalui ginjal karena ginjal yang belum matang
kurang mampu menyimpan air. Selain itu pernafasan bayi lebih cepat
dan area permukaan tubuhnya secara proporsional lebih besar
dibandingkan orang dewasa, sehingga meningkatkan kehilangan cairan
yang tidak dirasakan. Perpindahan cairan akibat penyakit dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan cairan yang kritis pada anak terjadi
lebih cepat dibanding orang dewasa (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2010).

Karakteristik nutrisi anak, berdasarkan perhitungan kebutuhan nutrisi


dengan menggunakan standar WHO, 4 pasien mengalami gizi kurang.
Gupta (2014) dalam penelitianya mendapatkan informasi bahwa status
gizi pada anak di bawah 5 tahun menjadi faktor resiko terjadinya infeksi
saluran pencernaan yang mengakibatkan masalah ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit. .

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
57

Riwayat pemberian ASI, kelima pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif.


Galma dan Wahyuni (2014) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa
bayi yang diberi ASI ekslusif selama kurang dari 6 bulan berisiko lebih
besar untuk mengalami resiko infeksi saluran pencernaan daripada bayi
yang diberikan ASI selama 6 bulan penuh. ASI memiliki mekanisme anti
infeksi melalui proteksi terhadap bakteri dan anti viral.

1.1.2 Konservasi Energi


Konservasi energi mengacu pada pencapaian keseimbangan antara energi
yang tersedia yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menghindari kelelahan
yang berlebihan, yaitu melalui nutrisi yang adequate, istirahat dan aktivitas
yang cukup (Alligood, 2014). Berdasarkan hasil pengkajian konservasi
energi pada 5 pasien kelolaan, masing-masing pasien mendapatkan
program nutrisi enteral sesuai dengan tahapan usia dan kebutuhan energi.

Aspek pengkajian istirahat dan aktivitas pada kelima pasien kelolaan


dikaji berdasarkan tingkat aktivitas mereka selama menjalani perawatan di
ruang infeksi anak. Lima pasien anak yang dikelola umumnya memiliki
tingkat aktivitas yang minimal. Penilaian ini dilakukan sebagai upaya
pemenuhan energi awal saat pasien berada pada kondisi sakit, untuk
selanjutnya pemenuhan kebutuhan energi menggunakan perhitungan
Resting Energy Expenditure (REE). Penilaian kebutuhan energi ini akan
berbeda-beda antara satu pasien dengan lainya, hal ini ditentukan oleh
beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, penyakit penyerta dan faktor
stress yang dialami pasien (Tatucu-Babet, Ridley, & Tierney, 2016).

Beberapa masalah keperawatan (tropicognosis) yang muncul dari hasil


pengkajian pada prinsip konservasi energi antara lain yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, peningkatan suhu
tubuh, resiko perluasan infeksi selanjutnya hipotesis akan disusun sebagai
rencana penyelesaian masalah keperawatan (tropicognosis) yang muncul
dan dilaksanakan pada tahapan intervensi keperawatan.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
58

Intervensi utama yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah


keperawatan (tropicognosis) yang muncul antara lain adalah menilai
kebutuhan nutrisi, melakukan pengukuran suhu tubuh setiap 2 jam,
melakukan kompres hangat dan kolaborasi pemberian obat antipiretik,
serta meningkatkan tindakan pencegahan infeksi dan kolaborasi untuk
pemberian antibiotik.

Evaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan adalah menilai respon


organismic yang muncul dari pasien, yaitu kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan pasien, perkembangan penyakit pasien
kea rah perbaikan, suhu tubuh pasien dalam batas normal, tanda-tanda
infeksi pada pasien berkurang atau bahkan teratasi.

1.1.3 Konservasi Integritas Strukrur


Konservasi integritas struktur mengacu pada upaya mempertahankan atau
mengembalikan struktur tubuh, yaitu mencegah terjadinya kerusakan fisik
dan meningkatkan kesembuhan (Fawcet, 2010). Pengkajian pada
konservasi integritas struktur dalam lima pasien kelolaan meliputi
pengkajian pada sistem pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal dan
eliminasi, integumen, dan musculoskeletal. Dari pengkajian tiap sistem
tersebut. Masalah utama yang muncul umumnya terdapat pada sistem
gastrointestinal, yaitu masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Berdasarkan kelima kasus kelolaan ditemukan tanda dan gejala yang


berkaitan dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit salah
satu nya adalah dehidrasi. Dalam keadaan normal, cairan tubuh berada
dalam keseimbangan. Oleh karena suatu, keseimbangan cairan tubuh dapat
mengalami gangguan. Secara garis besar, gangguan keseimbangan cairan
tubuh terbagi dua yakni edema (hipervolemik) dan dehidrasi
(hipovolemik) (Asmadi, 2008).

Menurut James, Nelson, dan Ashwill (2013) dehidrasi atau kehilangan


cairan lebih dari asupan cairan, merupakan salah satu penyebab paling

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
59

umum dari rawat inap pada bayi dan anak-anak karena akibat dari
gastroenteritis berat, yang merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas (Diggins, 2008 dalam James, Nelson, & Ashwill 2013).
Penurunan asupan cairan atau peningkatan kehilangan cairan dapat
menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi dapat mengakibatkan kekurangan
elektrolit dan cairan (James, Nelson, & Ashwill 2013).

Menurut James, Nelson, dan Aswill (2013) penyebab dehidrasi sangat


bervariasi, diantaranya dehidrasi yang diakibatkan oleh gangguan sistem:
Saluran cerna: muntah, diare, stenosis pylorus, malabsorbsi; Endokrin:
demam, diabetes mellitus, cystic fibrosis,; Kulit: luka bakar; Pernafasan:
takipnea; Perkemihan: gagal ginjal; Kardiovaskular: gagal jantung.
Dehidrasi dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, akan tetapi dehidrasi
neonatus dan bayi sangat rentan terhadap efek dehidrasi. (Bhutta, 2011
dalam James, Nelson, & Ashwill, 2013).

Tindakan keperawatan yang diberikan selama mengelola kasus, selain


menerapkan prinsip konservasi juga menerapkan konsep family centered
care. Pada trophicognosis ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tindakan
yang dilakukan terkait dengan konservasi energi antara lain melakukan
pemantauan terhadap terjadinya perubahan status mental, mengkaji status
hidrasi seperti turgor kulit, mukosa mulut, akral, kapilari refill, melakukan
pencatatan frekuensi, jumlah dan konsistensi diare, serta menghitung
balance cairan setiap shift, mempertahankan pemasukan cairan sesuai
dengan pengeluaran, menganjurkan anak untuk banyak minum. Tindakan
lainya yaitu pemberian cairan rehidrasi oral dan parenteral.

1.1.4 Konservasi Integritas Personal


Pada konservasi integritas personal mengacu pada upaya mempertahankan
atau mengembalikan pemahaman dari indentitas, harga diri dan pengakuan
terhadap diri pasien. Prinsip ini menekankan pada upaya yang keras dari
individu dalam mempertahankan indentitas dirinya (Fawcett, 2010).
Pengkajian pada konservasi integritas personal ini berdasarkan perilaku
dan gejala yang tampak pada anak. Seperti kegelisahan, ansietas,

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
60

perubahan mood, penurunan tingkat kesadaran, anak menjadi sianotik


(Hockenberry, & Wilson, 2013). Tanda awal dan utama untuk mengenali
adanya gangguan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit adanya respon
lemas dan gelisah. Pada kelima pasien kelolaan terlihat lemas dan rewel,
dan 1 pasien By. J mengalami penurunan kesadaran.

1.1.5 Konservasi Integritas Sosial


Konservasi integritas sosial mengacu pada pengakuan terhadap individu
sebagai bagian dari sosial, dalam hal ini melibatkan hubungan interaksi
pasien dengan orang lain termasuk orang tua, perawat dan tenaga
kesehatan lain (Alligod, 2014). Konservasi integritas sosial ini juga
berfokus pada kemampuan seseorang untuk dapat berpartisipasi dalam
kehidupan atau sistem sosial disekitarnya (Alligod, 2014).

Pengkajian integritas sosial pada pasien kelolaan belum dapat dinilai


kecuali pada pasien kelolaan kedua (An. F) yang telah berusia 9 tahun.
Pengkajian konservasi integritas sosial ini dapat dilakukan dengan baik
jika anak sudah membaik dan interaksi terus menerus dengan perawat.
Asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien kelolaan dengan
masalah ketidakseimbangan cairan dan nutrisi terkait dengan integritas
sosial yaitu dalam tindakan pemberian cairan parenteral terkadang
membuat anak menjadi distress, tidak nyaman, menangis, dan meronta
(Thomas, et al, 2009).

Menurut Laurie, A., Jennifer, S., & Janet, L. (2007) dalam penelitianya
menyatakan bahwa pemberian dekapan dan posisi tegak dapat
menurunkan distress pada saat pemasangan intravena pada anak, hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fartier., Blount., Wang.,
Mayes., & Kain. (2011) yaitu pemberian dekapan sebelum operasi dapat
menurunkan kecemasan pada anak dan pemberian dekapan pada anak
dengan penyakit infeksi dapat diterapkan pada saat prosedur klinik
diantaranya pemasangan infus (Bray., Lucy., Snodin., Jill., & Carter, B.
,2014).

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
61

Dalam hal ini peran penting perawat tetap memberikan cairan parenteral
dengan cara menerapkan konsep family centered care yaitu memberikan
dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus untuk
mengurangi distress. Kondisi menangis, gelisah dan distress dapat
meningkatkan BMR dan produksi panas hal tersebut dapat mempengaruhi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Oleh karena itu dalam melakukan
tindakan pemasangan infus dengan pemberian dekapan keluarga dan
posisi duduk, residen sangat memperhatikan respon anak dalam hal ini
distress. Meskipun dengan pemberian tindakan yang sama yaitu
pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus,
naman respon distress ditunjukkan berbeda oleh individu.

Respon berbeda tersebut muncul pada kasus An. F menunjukan Score


awal distress 3 menjadi 0 , klien lebih kooperatif dan tenang saat
dilakukan pemasangan infus dengan pemberian dekapan keluarga dan
posisi duduk. Hal ini bisa terjadi karena anak sudah berusia sekolah
sehingga perkembangan kognitif sudah mulai matang dan anak mampu
menerima penjelasan yang diberikan oleh perawat maupun orang tua.
Namun pada By. J, An. A, An. M dan An. Al meskipun usia masih bayi
dan toddler menunjukan awal Score distress 4 menjadi 1, klien tidak
kooperatif saat dilakukan pemasangan infus dengan pemberian dekapan
keluarga dan posisi duduk, hal ini sesuai denga penelitian yang dilakukan
oleh Uman, LS., Birnie, KA., Parker, JA., Chambers, CT., McGrath &
Kisely, SR. (2013) yaitu respon pada anak-anak dan remaja pada saat
dilakukan prosedur tindakan invasive terdapat perbedaan. dan dengan
pemberian dekapan orang tua efektif untuk mengurangi cemas pada anak-
anak pada saat tindakan invasive (Mahoney, L., Ayers, S. & Seddon, P,
2010).

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
62

1.2 Kelebihan dan Keterbatasan Penerapan Model Konservasi Levine


Model konservasi Levine dapat diterapkan pada semua kasus dengan
masalah dan diagnosis yang berbeda. Prinsip-prinsip konservasi dalam
model konservasi Levine telah mencakup masalah yang sering ditemukan
yaitu aspek bio, psiko, sosial dan spiritual dan dapat dijadikan acuan dalam
mengatasi masalah-masalah tersebut. Model konservasi Levine juga dapat
diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak yang
mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Penerapan model konservasi Levine pada anak ditemukan adanya kendala,


terutama untuk prinsip integritas personal. Integritas personal dilakukan
dengan memelihara identitas diri, harga diri, dan mengakui keunikan
pasien. Mengkaji identitas diri maupun harga diri pada anak sulit
dilakukan. Hal yang bisa dilakukan untuk integritas personal ini adalah
dengan mengkaji masalah-masalah yang terjadi saat ini, dan kemungkinan
dapat mengganggu keutuhan integritas personal klien di masa yang akan
datang, seperti cidera fisik, gangguan pertumbuhan, kecacatan, dan dalam
konservasi Levine pengkajian spiritual tidak dipaparkan secara rinci.

Tujuan model Levine adalah tercapainya wholness (keutuhan), namun


Levine tidak menjelaskan secara rinci bagaimana jika klien yang dirawat
mengalami perburukan atau meninggal. Apaakah model ini dapat disebut
gagal diterapkan pada klien tersebut. Model konservasi Levine hanya
menjelaskan keutuhan sebagai tujuan akhir dan tidak menjelaskan
bagaimana jika tujuan tersebut tidak tercapai.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
5.1.1 Pemberian dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk saat anak
dilakukan pemasangan infus diimplementasikan kepada kelima kasus
kelolaan, dan terdapat sedikit perbedaan skor distress terhadap kelima
kasus tersebut. Hal ini disebabkan karena faktor usia berbeda.
Pemberian dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk yang terlihat
pada kelima kasus dapat mengurangi skor distress pada anak yang
sedang dilakukan pemasangan infus..
5.1.2 Model konservasi Levine dapat diaplikasikan pada pemberi asuhan
keperawatan dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Model ini dapat membantu mempercepat proses adaptasi terhadap
perubahan yang terjadi pada anak akibat penyakit yang dialaminya.
Anak dan orang tua dapat mempertahankan fungsinya dengan cara
meningkatkan konservasi energi, integritas struktur, integritas personal
dan integritas sosial. Namun pelaksanaanya mengalami kesulitan pada
aspek integritas personal pada bayi dan toddler.
5.1.3 Berdasarkan gambaran kasus, trophicognosis yang ditemukan pada anak
dengan infeksi mencakup empat konservasi. Tropicognosis pada
konservasi energi adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas,
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, pada integritas struktur
yaitu ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sedangkan
trophicognosis pada integritas personal dan sosial adalah cemas baik
pada anak maupun orang tua. Hipotesis dan intervensi yang dilakukan
untuk masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit adalah
pemantauan pemasukan dan pengeluaran, memberikan pemasukan yang
adequate, kolaborasi pemberian cairan intravena dan cairan rehidrasi

63

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


64

oral serta memfasilitasi interaksi anak dan keluarga melalui family


centered care yaitu dengan pemberian dekapan keluarga saat
pemasangan infus untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
5.1.4 Pencapaian kompetensi pada beberapa area praktik telah memperkaya
pengalaman residen keperawatan anak. Berbagai peran perawat baik
sebagai pemberi asuhan, advokat, konselor, pendidik, kolaborator,
konsultan dan agen pembaharu telah dilakukan selama praktik dalam
rangka mencapai kompetensi ners spesialis anak. Hal ini sebagai bekal
untuk dikembangkan lebih lanjut di kemudian hari,

5.2 Saran
5.2.1 Pengelolaan klien menggunakan model konservasi dapat diterapkan
pada anak dengan masalah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Pada asepek pengkajian konservasi personal perlu dikembangkan
menggunakan instrument pengkajian yang menunjang seperti
pengkajian perkembangan Denver II atau KPSP, pengkajian
temperamen anak dan pengkajian psikologis anak
5.2.2 Perawat hendaknya lebih meningkatkan perannya, tidak hanya sebagai
pemberi asuhan keperawatan, namun juga peran sebagai advokator,
educator, konselor, dan innovator. Melalui peran tersebut, perawat dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam merawat
anak.
5.2.3 Perawat diharapkan meneruskan proyek inovasi yang telah dilaksanakan
yaitu tentang pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk pada anak
saat pemasangan infus, sehingga hasilnya dapat dijadikan dasar dalam
mengambil keputusan untuk pembuatan SPO.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA

th
Alligod, M.R. (2014). Nursing theory : Utilization & application (5 edition).
Missouri : Elsevier Mosby.
Axellin, A., Salanter, S., Kiriavainen, J., & Lehtonen, L. (2009). Oral glucosa and
parenteral holding preferable tp avoid in pain management in preterm
infants. Clin J pain, 25 (2), 138-145.

Ball, J.W., & Bindler, R.C. (2003). Pediatric nursing caring for children. 3 th edition.
New Jersey: Pearson Education, Inc.

Bowden, V.R. & Greenberg, CS. (2010). Children and their families. The
continuum of care (2nd ed). Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins.

Bray., Lucy., Snodin., Jill., & Carter, B. (2014). Holding and restraining in
children for clinical procedures within an acute care. Journal Nursing
Inquiri, 22 (2), 157-167.

Brenner, M., Parahoo, K., & Taggarart, L. (2007). Restraint in children’s nursing :
ressing the distress. Journal of Children’s and Young People’s Nursing,
1(4), 159-162.

Dougherty. L., (2008). Iv therapy: recognizing the differences between infiltration


and extravasation. British journal of nursing, 17 (14), 7 – 14.

Fartier., Blount., Wang., Mayes., & Kain. (2011). Analysing a parental holding
preoperative intervention programme. Britsh Journal of Anaesthesia, 1-6.

Fawcet, J. (2010). Contemporary nursing knowledge: Analisys & evaluation of


nursing models and theories. (2nd ed). Philadhelphia: F. A. Davis
Company.

Giese, H. (2010). Positioning for comfort.St. Joseph Children Hospital.

Halim, H. (2011). (Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak


Indonesia). Edema: Kompendium nefrologi anak. Jakarta : Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia).

Hockenberry, M & Wilson, David. (2013). Wongs essentials of pediatric nursing.


(9th edition). St. Louis Missouri: Elsevier Mosby.

Hockenberry, M & Wilson, David. (2012). Wongs essentials of pediatric nursing


eight edition. Inc. St. Louis Missouri: Mosby Elsevier.

Hockenberry, M., & Wilson, D. (2009). Essential of pediatric nursing. St. Louis:
Mosby Year Book.

65

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


66

James, R. S., Nelson, A. K., & Ashwil, W. J. (2013). Nursing care of children
principles & practice. St Louis: Saunders

Johnson, M.A., (2007). Cairan tubuh, elektrolit, dan mineral. Polton Sports Science
& Performance Lab. www.pssplab.com. Diunduh tanggal 3 Mei 2016.

Kozier, D., Erb, G., Berman, A., Snyder, S.J. (2010). Buku ajar fundamental
keperawatan: Konsep, proses, dan praktik. (Ed. 7). Vol.2. Jakarta : EGC.

Laurie, A., Jennifer, S., & Janet, L. (2007). Parental holding and positioning to
decrease IV distress in young children: A Randomized Controlled Trial.
Journal Pediatric of Nursing, 22 (6), 440-447.
Lestari, B.K. (2013). Dampak dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk
terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus di RSAB Harapan
Kita Jakarta. Tesis (tidak dipublikasikan). Depok : Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Mahoney, L., Ayers, S. & Seddon, P. (2010). The association between parent’s
and healthcare profesional’s behavior and children’s coping and distress
during venipuncture. Journal of Pediatric Psycology, 1-11.
McMurtry, C.M., Noel, M., Chambers, C.T., McGrath, P.T. (2011). Children’s
fear during procedural pain: preliminary investigation of the children’s fear
scale. Journal of American Psychological Assosiation, 30(6), 780-788.
O’Callaghann, C. (2009). At a glance sistem ginjal. Elisabeth. Y penerjemah.
Jakarta : Erlangga.
Parker, M.E., & Smith, M.C. (2010). Nursing theoris and nursing practice.
Philadelphia: F.A Davis Company.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,
proses, dan praktik. (YasminAsih, Made Sumarwati, Dian Evriyani, Laily
Mahmudah, Ellen Panggabean, Kusrini S, Sari Kurniasih, & Enie
Noviestari, penerjemah). Jakarta : EGC.
PPNI. (2012). Standar kompetensi perawat Indonesia. www.hpeq.dikti.go.id.
Diperoleh 3 Juni 2016.
Roberts, EK. (2005). Pediatric fliud and electrolyte balance: critical care case
studies. http/faculty.ksu.edu.sa/..%20elektrolytes%20managment.pdf.
Diunduh 16 Mei 2016.

Royal Colled Of Nursing. (2010). The restraining, holding still and containing
young children, guidance for nursing staff. Maret 5, 2016. http:
www.rcn.org.uk

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
67

Sparlks, L., Setlik, J., & Luhman, J. (2007). Parental holding and positioning to
decrease IV distress in young children : A Randomized Controlled Trial,
Journal of Pediatric Nursing, 22, 6-8.

Tatucu-Babet, O.A, Ridley, E.J, & Tierney, A.C. (2016). Prevalence of


underprescription or overprescription of energy needs in critically ill
mechanically ventilated adults as determined by indirect calorumetry: A
systematic literature review. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition,
40(2), 212-225.
Tomey, M.A., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory and their work. 6th
edition. Philadelphia:Elsevier.
Uman, LS., Birnie, KA., Parker, JA., Chambers, CT., McGrath & Kisely, SR.
(2013). Psychological interventions for needle-related procedural pain and
distress in children and adolescent. Cochrane, 10, 1-137.
Ward, J.P.T., Clarke, R.W., Linden, R.W.A. (2009). At a glance fisiologi.
Penerjemah : Indah R.W. Jakarta : Erlangga.
Wong, D.L, Eaton, M.H, D, Winkelstein, M.L & Schwartz. (2009). Wong’s
essential pediatric nursing. St. Louis: Mosby Elsevier.
World Health Organization. (2009). Buku saku : Pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit. Jakarta : WHO.

Universitas Indonesia
Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016
LAMPIRAN 1

FORMAT TEORI KONSERVASI LEVINE

PENGKAJIAN DAN RENCANA TINDAKAN Nama pasien :


KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK
Tempat /Tanggal Lahir/ Usia :

Jenis kelamin :
Anak ke : dari bersaudara
Alamat :

Tanggal Masuk : Jam :


Tanggal Pengkajian : Jam : Nama Penanggung Jawab:
Diagnosa Medis : Hubungan dengan Pasien :
Nomor telepon:
No. Rekam Medis : Alamat :

Data Orang tua :

Nama Ayah : Nama Ibu :


Usia Ayah : Usia Ibu :
Pendidikan : Pendidikan :
Pekerjaan : Pekerjaan :
No. Telepon : No. Telepon :
Keluhan Utama :

Riwayat Penyakit :

Dikirim oleh : Diantar oleh : Cara masuk RS : Informasi didapat dari :

Subjektif :

Objektif :
BB : kg TB : cm
Keadaan umum :  sakit ringan  sakit sedang  sakit berat
Suhu……..C Nadi : x/mnt
Kesadaran :  CM  Apatis  Sopor  Somnolen  Coma
Pernapasan x/mnt
Alergi :  tidak  ya, sebutkan…………………………………………
TD : / mmHg
Riwayat kelahiran :
Imunisasi :
Usia kehamilan :…………..minggu BBL: …gram PB :…… cm
Persalinan :  spontan  SC  Forcep  VE Hepatititis :  I  II  III
Menangis :  ya  tidak, Nilai Apgar :……………… DPT :I  II  III
Jaundice :  ya  tidak Polio :I  II  III  IV
Golongan darah ibu: BCG :
Golongan darah ayah: Campak : 
Komplikasi persalinan: Lain-lain

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Riwayat penyakit sebelumnya :
Klien pernah mengalami penyakit: ..............................................................................pada umur..................
Riwayat konsumsi obat:
Riwayat kecelakaan:
Riwayat operasi:....................................................................................tahun...................................
Riwayat alergi
Jenis alergen:
Pada usia:
Reaksi alergi:

RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


Umur Sosial Motorik halus Motorik kasar Bahasa

2 bulan  senyum  mengikuti gerak  mengangkat kepala  mengoceh


45 dari perut
4 bulan  senyum  menggenggam  membalikan badan  mencari sumber suara
 mengeluarkan kata
6 bulan  menggapai mainan  memindahkan benda duduk ma-ma-da-da
Dari tangan satu ke
tangan lain  menirukan suara
9 bulan  bermain ciluk ba  mengambil benda  berdiri
dengan ibu jari dan
telunjuk  dapat menyebut 2 suku
12  minum dgn cangkir  menjumput benda  berjalan kata
bulan dengan 5 jari
 menyebutkan 3 kata
18  menggunakan  mencoret-coret kertas  naik tangga
bulan sendok
2 tahun
 melepaskan pakaian  membuat garis  berdiri dgn satu kaki  menyebutkan anggota
tubuh
3 tahun
 bermain interaktif  meniru membuat garis  mengayuh sepeda  menyebut nama awal
dan nama akhir
4 tahun  memasang kancing  menggambar  melompat dengan  menyebutkan nama
baju satu kaki dengan lengkap
5 tahun  memaka baju tanpa  meniru gambar  menangkap bola  menjelaskan dingin,
pengawasan lelah dan lapar

PENGKAJIAN & MASALAH KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN


KEPERAWATAN

KONSERVASI ENERGI
 Kaji penurunan berat badan, catat adanya
1. NUTRISI DAN CAIRAN mual, muntah dan anoreksia.
BB lahir :……………..gr BB saat ini……….kg  Kaji dan monitor status nutrisi
BB sebelum sakit………………..kg  Kaji status pertumbuhan meliputi berat
PB/TB saat ini: badan, tinggi badan/panjang badan dan
Lingkar lengan atas: : Lingkar kepala.
Diet :……………………………………………………………..  Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
 ASI  Susu formula  lain-lain………………………. meliputi turgor kulit, membran mukosa
Puasa :  ya  tidak Dextrostix…………..mg/dl dan produksi urin
Cara minum :  oral  NGT/OGT/Gastrostomi  Jelaskan pentingnya nutrisi dan cairan
Jumlah minum………………………..ml/hari yang adekuat
Frekuensi makan : …………….x/hari  Beri dorongan klien untuk makan
Cara makan :  disuapi  makan sendiri  Berikan klien cairan/minum yang cukup
Kualitas makanan :  kurang  cukup  baik  Berikan porsi makan kecil tapi sering
Mukosa mulut :  lembab  kering  kotor
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


 Labio schizis  Palato schiziz  LPG schiziz  Timbang BB setiap hari
Lidah :  lembab  kering  kotor  Monitor tanda-tanda vital
Gigi :  bersih  kotor  karies  Ciptakan suasana nyaman saat makan
Abdomen : supel  kembung  tegang  Hitung intake dan output
Bising usus…………..x/mnt  Kolaborasi :
Mual : ya  tidak - Pemberian cairan/nutrisi parenteral
Muntah :  tidak  ya, frekuensi …………x - Konsultasi dengan bagian gizi untuk
Turgor :  elastis  tidak elastis diet
Edema:  Ada  Tidak ada - Pemberian terapi
Pembesaran hati:  Ada  Tidak ada - Pemeriksaan laboratorium
Pembesaran limpa:  Ada  Tidak ada
Polifagia:  Ada  Tidak ada  Lain-
Polidipsi:  Ada  Tidak ada lain…………………………………….
Hasil laboratorium :
Hb:
Ht:
Asidosis metabolik :  ya  tidak
Hipoglikemia :  ya  tidak
Lain-lain
:……………………………………………………………
……………………………………………………………………
……….
Dehidrasi :  tidak dehidrasi  ringan  sedang  berat
Diuresis:
IWL:
Intake dan output dalam 24 jam:
Antropometri:
BB/TB:
BB/U
TB/U
BMI:
Kesan:
Masalah keperawatan :
 Tidak ada masalah keperawatan
 Risiko tinggi/Aktual Gangguan kebutuhan nutrisi
Kurang dari kebutuhan tubuh.
 Risiko tinggi/Aktual Defisit cairan
 Risiko tinggi/ Aktual kelebihan Volume cairan
 Risiko tinggi/ Aktual Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
 Lain-
lain……………………………………………………………

2. TIDUR DAN ISTIRAHAT


 Lebih banyak siang hari, tidur siang………. jam  Kurangi kebisingan lingkungan
 Lebih banyak malam hari, tidur malam………..jam  Jika berkemih sepanjang malam, batasi
Pengantar tidur, jika masukan cairan waktu malan dan
ada…………………………………………. anjurkan berkemih sebelum tidur
Kebiasaan sebelum tidur :  Batasi jumlah dan panjang waktu tidur
 minum susu  bermain  menangis jika berlebihan
Tidur dengan bantuan obat :  ya  tidak  Tetapkan jadual untuk program aktivitas
Keadaan setelah bangun tidur : bersama klien dan keluarga
 ceria  menangis  Jelaskan pada klien/keluarga penyebab
Benda kesayangan, jika ada memungkinkan dapat gangguan tidur/istirahat dan cara untuk
dibawa…………………………………………………………… menghindarinya.
………..  Kolaborasi pemberian obat-obatan
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Pola tidur:
 Nyenyak  Terbangun di malam hari  Tidak bisa
tidur

Masalah keperawatan :
 Tidak ada masalah keperawatan
 Perubahan/gangguan pola tidur
 Gangguan istirahat
 Lain-
lain………………………………………………………………..

PENGKAJIAN & MASALAH KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

3. POSISI, GERAKAN TUBUH, AKITIVITAS


NEURO SENSORI  Kaji dan monitor status neurosensori, meliputi
Tingkat kesadaran kesadaran, aktifitas dan adanya kelemahan
:……………………………………………….  Catat dan laporkan ke dokter jika ada kejang
Aktivitas anak :  Hiperaktif  Aktif  Pasif meliputi jenis kejang, frekuensi, lama kejang
Gerakan :  Aktif  Lemah  Terbatas dan keadaan klien saat kejang apakah ada
Paralise :  tidak apnea, sianosis dan bradikardi.
 tangan, kiri / kanan / keduanya  Berikan oksigen selama klien kejang.
 kaki, kiri / kanan /keduanya  Tidak memberikan apapun ke dalam mulut
Kontraktur:  Ada, lokasi.....................  Tidak ada klien selama kejang.
Kekuatan otot:  Pasang pengaman tempat tidur
 Kaji tanda-tanda peningkatan tekanan intra
Gemetar:  Ada  Tidak ada kranial
Respon terhadap nyeri :  ya  tidak  Ukur lingkar kepala 1 minggu sekali
Tangisan :  merintih  kurang kuat  Kaji dan monitor tonus dan kekuatan otot
 kuat  melengking  Kaji kemampuan dan sensasi ekstremitas
Kejang :  tidak  ya, durasi …………..menit  Instruksikan klien untuk melaporkan sensasi
Status neurologis: yang tidak biasa
Glasgow Coma  Bantu kebutuhan perawatan diri dalam
Scale……………………………………………….. kebersihan perorangan, makan dan minum,
Tanda rangsang meningeal: eliminasi dll
Kaku kuduk:  Lakukan exercise aktif/pasif sesuai ROM
Lasegue:  Kolaborasi : pemberian obat, persiapan operasi
Kerning: dan pemeriksaan penunjang
Brudzinski I:
Brudzinski II:
Nervus kranialis:
Refleks fisiologis:
Achiles:
Patella:
Biceps:
Triceps:
Refleks patologis:
Babinski:
Chadocks:
Gordon:
Gonda:
Oppenheim:
Schaffer:
Refleks otonom:
Refleks motorik:

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Kepala :
 Normal  Hidrosefalus  Mikrosefalus
Ubun-ubun :  Datar  Cekung  Cembung
 sakit kepala  vertigo
Lingkar kepala………………… cm
Mata :
Bentuk ……………………..
Warna…………………….
 Nistagmus  Perdarahan  Strabismus
Pupil :  Isokor  An-isokor  Dilatasi
Reaksi terhadap cahaya :  Ada  Tidak ada

Lain- lain
…………………………………………………………
………

Masalah keperawatan :
 Tidak ada masalah keperawatan
 Risiko tinggi/aktual Injuri : Jatuh / tersedak
 Gangguan perfusi serebral
 Gangguan rasa nyaman : sakit kepala / vertigo
 Kurang perawatan diri
 Lain-lain
…………………………………………………………
…….

PENGKAJIAN & MASALAH KEPERAWATAN RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

KONSERVASI INTEGRITAS STRUKTUR

1. PERTUKARAN GAS
Napas spontan :  ya  tidak, apnea ………….mnt
RR :……x/mnt  teratur  tidak teratur  Isap lendir
Sesak :  ya  tidak  takipnea  Atur posisi kepala klien agar ekspansi paru efektif
 retraksi  sianosis  napas dgn cuping hidung  Lakukan resusitasi pada bayi baru lahir jika perlu
 grunting  Kaji status respirasi, catat : irama, frekuensi
Suara napas :  vesikuler  bronkho vesikuler napas, bunyi napas, batuk dan karakteristik
 rales  ronkhi  wheezing sputum.
Batuk :  tidak  ya  kering  Berikan cairan yang adekuat
 berlendir,  Ajarkan anak batuk dan napas dalam
konsistensi………………..warna……………..  Lakukan fisioterapi dada
Oksigen :……….l/mnt, SaO2 ………%  Monitor saturasi oksigen
Metode :  nasal  head box  corigated tube  Kolaborasi :
Alat bantu napas : - Pemberian oksigen
 ETT  CPAP  NCPAP  Ventilator - Pemberian inhalasi dengan nebulizer jika
Hasil analisa gas darah : perlu
 Asidosis respiratorik  Alkalosis respiratorik - Pemeriksaan Analisa Gas Darah
Lain-lain - Pemasangan ETT dan ventilator
:………………………………………………………… - Foto toraks
…………………………………………………………  Lain-
Masalah keperawatan : lain…………………………………………………
 Tidak ada masalah keperawatan ……………………….
 Bersihan jalan napas tidak efektif
 Pola napas tidak adekuat
 Risiko tinggi/Aktual Gangguan pertukaran gas

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


2. KARDIO VASKULER  Monitor bunyi jantung, irama jantung, edema,
Bentuk dada: sianosis, pucat, suhu ektremitas dan pengisian
Bunyi jantung :  Normal  Murmur kembali kapiler
 Takikardia  Bradikardia  Frekuensi ……x/mt  Monitor adanya perdarahan
Tekanan darah………/…………mmHg.  Ukur tekanan darah pada tempat yang berbeda
Pengisian kembali kapiler …………..detik dan bandingkan hasilnya
Sianosis :  ya  tidak  Monitor saturasi oksigen setiap jam atau kalau
Perdarahan : tidak  ya, jumlah …………..ml perlu.
Pucat :  Tidak  ya  Monitor intake dan output
Clubbing finger:  Ada  Tidak ada  Kolaborasi pemberian cairan intra vena,
pemberian obat-obatan inotropik dan pemeriksaan
Nadi radialis/brachialis/femoralis : penunjang
Isi :  kuat  lemah  Lain-lain
Frekuensi …………..x/mnt ……………………………………………………
………………
Masalah keperawatan :
 Tidak ada masalah keperawatan
 Penurunan curah jantung
 Gangguan perfusi jaringan
 Lain-lain
…………………………………………………………

3. SUHU Hipotermia :
Suhu tubuh :……………C  Identifikasi faktor penyebab hipotermi
Suhu kulit :  panas  hangat  dingin  Monitor, catat dan laporkan perubahan suhu dan
Warna kulit :  kemerahan  pucat  ikterus warna kulit
 cutis mermorata  Berikan lampu pemanas atau selimut ekstra
Lain-lain  Untuk bayi kecil lakukan Perawatan Bayi Lekat
:…………………………………………………… (PBL)
 Rawat bayi dalam inkubator
Masalah keperawatan :  Monitor suhu setiap 3 jam
 Perubahan suhu tubuh : Hipotermia  Lain-lain
 Perubahan suhu tubuh : Hipertermia ……………………………………………………
 Risiko tinggi/aktual Infeksi …
 Lain-lain Hipertermia :
…………………………………………………………  Identifikasi penyebab hipertermia
………  Pakaikan baju yang tipis
 Berikan minum banyak
 Lakukan kompres hangat
 Kolaborasi pemberian obat antipiretik dan
antibiotik
 Lain-lain
……………………………………………………
…………………..
4. ELIMINASI
A. Buang Air Kecil (BAK) Buang Air Kecil :
Frekuensi …………….x/hari  Kaji pola berkemih, frekuensi dan produksi urin
Produksi Urin ………………..ml/kgbb/jam  Anjurkan orangtua untuk melakukan toiet training
Warna:  Jernih  Keruh pada anaknya
Cara BAK :  Ngompol  di toilet  Lakukan dan ajarkan klien bladder training
Urin :  jernih  kuning  kemerahan  Lakukan pemasangan kateter urin jika perlu
 incontinentis urine  retensio urine  Anjurkan klien minum yang banyak
Disuria :  ya  tidak  Monitor dan catat intake / output
Poliuri:  Ada  Tidak ada  Kolaborasi pemberian obat-obatan dan
Lain-lain pemeriksaan laboratorium
…………………………………………………..  Lain-lain …………………………………………
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


B. Buang Air Besar (BAB) Buang Air Besar :
Anus :  Ada lubang  Tidak berlubang  Kaji pola dan kebiasaan buang air besar
Frekuensi BAB………………………..x/hari  Kaji factor penyebab konstipasi/diare : diet,
Konsistensi :  Lembek  Cair berampas cairan dan latihan.
 Cair tanpa ampas  Jika konstipasi ; anjurkan klien minum banyak
Konstipasi : ya  tidak dan makan-makanan yang berserat.
Penggunaan pencahar : ya  tidak  Tetapkan waktu eliminasi yang teratur
Kolostomi / Ilestomi : ya  tidak  Lakukan perawatan kolostomi/ileustomi jika ada
Haemoroid :  ya  tidak  Anjurkan klien menggunakan sabun yang lembut
Lain-lain untuk membersihkan daerah perineal setiap habis
……………………………………………………… buang air besar
Masalah keperawatan :  Kolaborasi pemberian laksatif jika perlu dan
 Tidak ada masalah keperawatan pemeriksaan laboratorium
 Perubahan pola eliminasi : BAK/BAB  Lain-
 Risiko tinggi 7eficit cairan lain………………………………………………
 Risiko tinggi/actual Gangguan integritas kulit …………………………
 Lain-lain …………………………………
5. MUSKULOSKELETAL
Postur tubuh : normal  tidak normal  Berikan dukungan emosional pada anak/orangtua
Berjalan :  normal  tidak normal  Ajarkan orangtua merawat anak yang terpasang
Kepala dan leher : gips atau traksi
Gerakan  normal  tidak normal  Bantu orangtua agar mengerti kondisi dan
Pembesaran kelenjar limfe :  ya  tidak pengobatan
yang penting untuk anaknya
Ekstremitas (tangan dan kaki)  Cegah komplikasi akibat imobilisasi
Panjang kanan & kiri :  sama  tidak sama  Lakukan latihan pasif dan aktif range of motion
Jumlah jari kanan & kiri :  sama  tidak sama  Bantu aktifitas anak sehari-hari
Polidaktili :  ya  tidak  Berikan pujian pada anak yang kooperatif
Syndactili :  ya  tidak  Anjurkan anak untuk mengikuti program
Gerakan ektremitas:  aktif  simetris  asimetris rehabilitasi
CTEV :  tidak  ya, kanan / kiri  Lain-lain
Lain-lain ……………………………………………………
………………………………………………………… ……

Tulang belakang :
 Lurus  Kiposis  Skoliosis
Spina bifida :  tidak  ya, utuh / rupture
Lain-lain
………………………………………………………….

Masalah keperawatan :
 Tidak ada masalah keperawatan
 Gangguan gambaran diri
 Gangguan/perubahan mobilitas fisik
 Lain-lain
………………………………………………………….
6. INTEGUMEN  Kaji tanda-tanda perdarahan
Warna kulit:  Berikan perawatan luka aseptik
Ptekie:  Ada  Tidak ada  Observasi adanya perbaikan pada area luka
Memar:  Ada  Tidak ada  Kolaborasi pemberian anti perdarahan dan
Perdarahan dari membran mukosa/luka suntikan/ fungsi inflamasi
vena:  Ada  Tidak ada
Luka:  Ada  Tidak ada
Jenis luka:  Terbuka  Tertutup  Luka bakar
Penyebab luka:  Tumpul  Tajam
Grade luka:
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Letak luka:
Jenis perawatan luka:
Frekuensi perawatan luka:

7. KEBERSIHAN PERORANGAN
Rambut : bersih  kotor  bau  Kaji pengetahuan orangtua tentang kebersihan
Mata : Sekret  ya  tidak pada anak
Telinga :  bersih  kotor  Berikan penjelasan tentang pentingnya kebersihan
Hidung : 8anic8  ya  tidak rambut, mata, telinga, hidung, kulit dan alat
Kulit :  bersih  kotor  utuh  rash genetalia
 bullae  pustule  ptechiae  lesi  Lakukan kebersihan pada anak
 kering  nekrosis  8anic88us  Lain-lain
 phlebitis ……………………………………………………
………
Genetalia perempuan :
Vagina :  bersih  kotor
Menstruasi :  ya  tidak
Pemasangan kateter :  ya  tidak
Genetalia laki-laki :
Preputium :  bersih  tidak  Phimosis
Hipospadia :  ya  tidak
Skrotum : Testis kanan/kiri  ya  tidak
Pemasangan kateter :  ya  tidak
Lain-lain
…………………………………………………………...
......

Masalah keperawatan :
 Tidak ada masalah keperawatan
 Kurang perawatan diri : kebersihan
 Gangguan integritas kulit
 Lain-
lain………………………………………………………
…………..

8. PENGOBATAN
Obat-obatan yang diberikan :
…………………………………………………………
…………………………………………………………
……………………………………………..……………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………

Hasil pemeriksaan penunjang :


…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
……………………………………….…………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………

KONSERVASI INTEGRITAS PERSONAL


Persepsi klien/keluarga terhadap kesehatan saat
ini………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………..

Harapan klien/keluarga terhadap keperawatan dan


pengobatan saat
ini………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………………
…………………………………………………

KONSERVASI INTEGRITAS SOSIAL


1. KELUARGA
Klien, adalah anak yang diharapkan :  ya  tidak
Dukungan keluarga lain :  Ada  tidak ada  Kaji tingkat kecemasan klien/keluarga (ringan,
Tempat tinggal anak :  penitipan anak  rumah sedang, berat, 9anic).
 pengasuh  Kaji perkembangan psikososial anak
Anak dirawat oleh :  ibu  nenek  pengasuh  Lakukan stimulasi perkembangan, jika ada
penyimpangan
Interaksi orangtua-anak :  Berikan kenyamanan dan ketenteraman pada
klien
Berkunjung :  ya  tidak  Tempatkan klien di ruangan yang tenang, batasi
Kontak mata :  ya  tidak kontak dengan orang lain
Menyentuh :  ya  tidak  Bantu klien/keluarga mengenali sumber stress
Berbicara :  ya  tidak  Berikan aktivitas yang dapat mengurangi
Menggendong :  ya  tidak
ketegangan/kecemasan.
:………………………………………………..
Ekspresi wajah  Kaji dan berikan support system pada
klien/keluarga
Masalah keperawatan :  Berikan informasi mengenai penyakit dan
 Tidak ada masalah keperawatan pencegahannya
 Cemas pada orangtua  Lain-lain
 Risiko tinggi/9anic9 Kekerasan pada anak ……………………………………………………
 Lain-lain ……………………
…………………………………………………………

2. LINGKUNGAN YANG ASEPTIK


Adakah anggota keluarga lain yang mempunyai penyakit  Identifikasi sumber-sumber yang dapat
infeksi saat ini : mengakibatkan penyakit
 tidak  ya,  Lindungi anak dari orang-orang yang terinfeksi
siapa…………………penyakit…………………  Ajarkan anak dan keluarga perilaku hidup sehat
seperti : olah raga, membiasakan diri cuci tangan
Adakah penyakit keturunan :  tidak  ya dengan sabun, menjaga kebersihan badan,
 Asthma membiasakan sarapan pagi dan tidak jajan
 Kencing manis sembarangan.
 Penyakit jantung  Berikan pendidikan kesehatan tentang penyebab
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


 Thalasemia dan pencegahan penyakit
 lain-lain  Anjurkan agar membawa anak segera berobat jika
………………………………………………………… ada tanda-tanda sakit.
………….  Lain-lain
……………………………………………………
Kebiasaan anak : ………………..
 Mencuci tangan :  ya  tidak
 Sarapan pagi :  ya  tidak
 Senang jajan :  ya  tidak
 membawa bekal makanan dari rumah :  ya 
tidak
 lain-lain
………………………………………………………
……………

Masalah keperawatan :
 Tidak ada masalah keperawatan
 Risiko tinggi terpapar penyakit infeksi
 Kurang pengetahuan keluarga tentang kesehatan
 lain-lain
……………………………………………………………
……….

3. KEPERCAYAAN / AGAMA
Aturan dalam agama yang mempengaruhi kesehatan  Terima keyakinan spiritual klien/keluarga
dalam hal :  Fasilitasi klien/keluarga dalam memenuhi
 Diet……………………………………………………. kebutuhan spiritualnya
 Pengobatan…………………………………………  Berikan klien & keluarga privasi, ketenangan
 Lain-lain dalam berdoa, kunjungan pemuka agama dan
………………………………………………………… membaca buku-buku agama.
…………  Pertahankan diet dan pengobatan dengan
pembatasan spiritual, jika tidak mengganggu
Masalah keperawatan : kesehatan
 Tidak ada masalah keperawatan  Lain-lain
 Distress spiritual ……………………………………………………
…………………

4. FUNGSI PERAWATAN KELUARGA SAAT ANAK


KEKURANGAN/KELEBIHAN CAIRAN  Berikan pendidikan kesehatan tentang penyebab
Yang dirasakan keluarga ketika anak dan pencegahan penyakit
kekurangan/kelebihan cairan :  Anjurkan agar membawa anak segera berobat jika
 Panik, khawatir, gelisah ada tanda-tanda sakit.
 Tenang, memberikan kasih sayang, memberikan
perawatan yang tepat

Yang dilakukan ketika anak kekurangan/kelebihan


cairan :
a. Memperhatikan bagian tubuh anak yang kelebihan
cairan
 Ya  tidak
b. Mencatat cairan yang masuk
 Ya  tidak
c. Mencatat cairan yang keluar (BAB, Muntah,
perdarahan)
 Ya  tidak

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


 Lainnya, sebutkan ......................

Jakarta, 2016
Perawat yang melakukan pengkajian

(…………………………………)

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


UNIVERSITAS INDONESIA

PROYEK INOVASI
INTERVENSI KEPERAWATAN BERDASARKAN EVIDENCE BASED
NURSING PRACTICE TENTANG EFEKTIVITAS PELUKAN
KELUARGA DAN PEMBERIAN POSISI DUDUK TERHADAP
DISTRESS ANAK SAAT DILAKUKAN PEMASANGAN INFUS
DI RUANG ANAK RSUPN Dr. CIPTO MANGUNKUSUMO

OLEH :

TRI PURNAMAWATI

1306346374

PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2016
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 11
1.1 Latar Belakang..... .......................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 3
1.2.1 Tujuan Umum....................................................................... 3
1.2.2 Tujuan Khusus...................................................................... 3
1.4. Manfaat.......................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 4


2.1 Hospitalisasi.................................................................................. 4
2.1.1 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi................................... 4
2.1.2 Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi ......................... 5
2.2 Distress pada Anak ….................................................................. 6
2.2.1 Pengertian dan Karakteristik stress…………………......... 6
2.2.2 Respon dan Adaptasi Stress ……………………………… 7
2.2.3 Prinsip Dasar Mengatasi Stress ……………………......... 8
2.2.4 Alat Ukur Stress …………………………………............ 9
2.3 Atraumatic Care ………………………………………………...…… 9
2.3.1 Prinsip Perawatan Atraumatic Care ……………………. 10
2.3.2 Prosedur Berhubungan dengan Atraumatic Care …….. 13
2.4 Terapi Mendekap ………………………………………………. 14
2.4.1 Keterlibatan Keluarga dalam Terapi Mendekap…………. 14

BAB 3 ANALISIS EVIDANCE BASED PRACTICE…......................... 16


3.1 Evidance Based Practice .............................................................. 16

BAB 4 PLAN OF ACTION (POA)............................................................... 19


4.1 Langkah-langkah PDCA .............................................................. 19
4.2 Waktu Pelaksanaan....................................................................... 21

BAB 5 PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN……………………….. 22


5.1 Pelaksanaan ………………………..…………………………. 22
5.2 Faktor Pendukung ……………..………………………………. 25
5.3 Evaluasi ………………………………………………………… 25
5.4 Pembahasan ……………………………………………………. 26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………. 29


6.1 Kesimpulan ……………………………………………………………. 29
6.2 Saran……………………………………………………………………. 30

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 31

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak yang dirawat dirumah sakit akan memperoleh tindakan pengobatan
dan perawatan sesuai dengan penyakit dan kebutuhan dasarnya. Salah satu
tindakan yang rutin dilakukan adalah tindakan pemasangan infus.
Pemasangan infus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit,
transfuse darah, nutrisi, pemberian obat dan atau kemoterapi melalui
intravena (Potter & Perry, 2005). Memasang infus pada anak bukan
merupakan hal yang mudah karena anak memiliki vena yang kecil dan
rapuh, sehingga sering ditemui pemasangan infus yang berulang kali karena
gagal memasang kanul intravena. Hal ini berdampak terhadap timbulnya
cendera tubuh dan nyeri pada anak serta ketakutan pada anak yang lebih
besar.

Pada tahun pertama kehidupan, anak sangat rentan mengalami sakit yang
mengakibatkan anak harus dirawat di rumah sakit. Penyakit dan perawatan
di rumah sakit sering menjadi krisis yang harus dihadapi anak karena stress
akibat perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan sementara
anak masih memiliki koping yang terbatas untuk mengatasi kejadian yang
menimbulkan stress. Stress utama yang menyebabkan anak stress selama
perawatan dirumah sakit adalah akibat perpisahan, kehilangan kendali,
cedera tubuh dan nyeri (Hockenberry & Wilson, 2012).

Ketakutan sering dialami anak akibat cedera tubuh dan nyeri. Respon anak
terhadap cedera dan nyeri yang ditunjukkan berbeda-beda sesuai dengan
tingkat perkembanganya. Kemampuan anak untuk menggambarkan jenis
dan intensitas nyeri mulai berkembang pada periode usia pra sekolah ( 3 – 6
tahun), meskipun pada periode toddler (1-3 tahun) anak mulai mampu
menunjukkan lokasi nyeri dengan menunjuk pada area yang spesifik.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Konsekuensi dari rasa nyeri dapat mengakibatkan anak menghindari
perawatan dan pengobatan yang diberikan di rumah sakit (Hockenberry &
Wilson, 2012).

Terapi non farmakologi yang digunakan untuk mengurangi nyeri saat


dilakukan pemasangan infus salah satunya adalah dengan memberikan posisi
side-lying flexed dan kontak kulit pada neonatal di NICU. Penelitian Axelin,
Salantera, Kiriavainen dan Lehtonen (2009) tentang pemberian cairan
glukosa dan dekapan orang tua, menunjukkan bahwa sakit pada bayi
premature berkurang dibandingkan dengan pemberian opium.

Upaya meminimalkan cedera, nyeri, dan ketakutan pada anak merupakan


salah satu prinsip dasar dalam asuhan keperawatan anak yaitu asuhan
atraumatik. Asuhan atraumatik merupakan kebijakan perawatan terapeutik
melalui pemberian intervensi yang dapat mengurangi atau meminimalkan
stress fisik dan fisiologis yang dialami oleh anak dan keluarga dalam sistem
perawatan kesehatan (Hockenberry & Wilson, 2012). Salah satu prinsip
yang menjadi kerangka kerja dalam pencapaian asuhan atraumatic care
adalah mencegah atau meminimalkan nyeri dan cedera pada tubuh,
meminimalkan perpisahan, optimalisasi kontrol. Prinsip ini dapat diterapkan
oelh perawat sebagai care giver (pemberi asuhan) melalui aktivitas
pemberian asuhan keperawatan secar tepat dengan melakukan pengkajian
dan evaluasi status fisik secara berkesinambungan.

Posisi pemasangan infus pada anak yang selama ini dilakukan adalah dengan
memberikan posisi supinasi dan dipegang/ restraint oleh perawat di daerah
ekstremitas sebagai penahan gerakan dengan tujuan untuk memudahkan
pelaksaan prosedur tindakan, pada saat pelaksanaan prosedur tindakan
keluarga diminta untuk meninggalkan ruangan. Tindakan ini membuat anak
jadi distress, yang ditunjukkan dengan perilaku anak menangis, meronta,
ekspresi wajah ketakutan terhadap perpisahan dan menolak tindakan yang
sedang dilakukan.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Berdasarkan hasil pengamatan di ruang anak RSCM, residen menemukan
bahwa tindakan keperawatan yang dilakukan dalam pemasangan infus anak
masih menggunakan posisi supine sebagai posisi standar dan belum ada
hasil penelitian ilmiah dari pemberian poisi tersebut. Perkembangan ilmu
pengetahuan menuntut tenag perawat untuk memberikan intervensi
berdasarkan bukti ilmiah. Salah satu upaya mengatasi hal tersebut adalah
dengan penggunaan evidence based practice (EBP) dalam memberikan
asuhan keperawatan.

Pemberian posisi supine dan diberikan restraint saat dilakukan pemasangan


infus oleh perawat banyak menimbulkan berbagai dampak yang dapat
mempengaruhi distress pada anak disebabkan anak merasa terkekang,
kontrol dirinya kurang, ketakutan dan merasa tidak nyaman. Kondisi ini juga
menjadi konflik bagi keluarga karena orang tua terpaksa melakukan
restraint pada anak yang bertujuan untuk memberikan imobilisasi yang
aman dan terkadang ada orang tua yang meninggalkan ruangan karena tidak
tega melihat kondisi anak saat dilakukan tindakan. Oleh karena itu, residen
merencanakan inovasi untuk membuat lebih nyaman saat anak dilakukan
pemasangan infus yaitu dengan cara memberi pelukan keluarga untuk
mengurangi distress pada anak.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui efektivitas pelukan keluarga dan pemberian posisi duduk
terhadap distress saat pemasangan infus pada anak di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo.

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Teridentifikasinya score distress pada anak setelah dilakukan
pemberian pelukan keluarga dan pemberian posisi duduk saat dilakukan
pemasangan infus

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


1.2.2.2 Meningkatkan kompetensi perawat dalam pemberian asuhan atraumatik
pada anak dengan pemberian pelukan keluarga pada anak dengan
pemasangan infus

1.3 Manfaat
1.3.1 Rumah Sakit
Penerapan proyek inovasi ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
mengembangkan suatu standar operasional pelaksanaan intervensi
keperawatan dalam pemberian asuhan atraumatic care pada anak di
ruang perawatan anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
1.3.2 Perawat
Memberikan informasi kepada perawat sekaligus dapat meningkatkan
kompetensi dalam melakukan asuhan keperawatan atraumatic care pada
anak yang dilakukan pemasangan infus di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo.
1.3.3 Keluarga dan pasien
Memberikan informasi dan layanan perawatan yang benar dan tepat
dalam menangani pada anak, sehingga orang tua dapat berperan serta
dalam membantu melaksanakan tindakan keperawatan.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hospitalisasi

Anak bereaksi terhadap hospitalisasi tergantung pada usia, persiapan,


pengalaman terhadap penyakit sebelumnya, support keluarga, pemberi
layanan kesehatan dan status emosi anak (Price & Gwin, 2008). Reaksi ini
juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif, keterampilan terhadap koping
dan pengaruh budaya terhadap reaksi anak sakit (James & Aswill, 2007).
Stressor utama dari hospitalisasi meliputi perpisahan, hilang kendali, cidera
tubuh dan nyeri (Hockenbery & Wilson, 2012).

2.1.1 Reaksi anak terhadap hospitalisasi


Reaksi anak terhadap penyakit dipengaruhi oleh usia, perkembangan
kognitif, keterampilan koping dan budaya. Juga dipengaruhi oleh
pengalaman sebelumnya dan respon keluarga sebagai efek dari anak sakit.
Respon anak terhadap hospitalisasi menurut James dan Aswill (2007),
Hockenbery dan Wilson (2012) adalah :
a. Kecemasan akibat perpisahan
Pada usia 6 – 12 bulan sudah dapat memperlihatkan adanya perhatian
pada lingkungan sekelilingya. Perasaan cemas atau takut akan timbul
pada saat anak dibawa atau di rawat di rumah sakit, karena tempat ini
merupakan hal yang asing baginya. Selain itu juga akan terjadi trauma
karena dipisahkan dari kedua orang tuanya dan harus berhadapan
denganorang-orang yang tidak dikenal dan lingkungan yang asing. Dan
pada anak pra sekolah sudah dapat mentoleransi perpisahan singkat
dengan orang tua dan lebih cenderung membangun rasa percaya orang
lain sebagai pengganti orang tua.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Respon yang ditunjukkan dengan menolak makan, mengalami sulit
tidur, menangis secara diam-diam karena ditinggal pergi orang tua, dan
terus bertanya kapan mereka dating. Mereka dapat mengungkapkan
perasaanya dengan memecahkan mainan, memukul anak lain, menolak
anak lain, menolak bekerjasama selama aktivitas perawatan.

Anak usia sekolah lebih mampu melakukan koping terhadap


perpisahan, stress dan disertai regresi akibat penyakit atau hospitalisasi
dengan meningkatkan keamanan dan bimbingan orang tua. Anak usia
ini cenderung takut kehilangan kelompok dibandingkan perpisahan
dengan orang tua. Anak membutuhkan bimbingan dan dukungan orang
tua sebagai figure orang dewasa. Respon yang muncul pada anak yaitu
mudah tersinggung/mudah marah walaupun orang tua didekatnya,
menarik diri, tidak dapat berhubungan dengan teman sepermainan,
menolak kehadiran saudara kandung.

b. Kehilangan kendali
Anak usia pra sekolah kehilangan kontrol yang disebabkan oleh retraksi
fisik, perubahan rutinitas dan ketergantungan yang harus dipatuhi.
Kekuasaan diri mereka merupakan faktor yang mempengaruhi krisis
persepsi dan reaksi terhadap perpisahan, nyeri, sakit dan hospitalisasi.

Anak usia sekolah sudah mencapai kemandirian dan produktivitas


sehingga peka terhadap kejadian yang dapat mengurangi rasa nyaman.
Perubahan peran keluarga, ketidakmampuan fisik, takut terhadap
kematian, penelantaran atau cidera permanen, kehilangan penerimaan
kelompok sebaya, kurang produktivitas dan ketidakmampuan
menghadapi stress sesuai harapan budaya yang dapat menyebabkan
kehilangan kendali. Apabila anak diajak untuk berkontribusi dalam
prosedur intervensi maka dia akan kooperatif dalam setiap prosedur
tindakan yang diterimanya.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


c. Cedera tubuh dan nyeri
Takut akan cedera tubuh dan nyeri sering terjadi dintara anak-anak.
Pada anak usia pra sekolah konsep ini dipengaruhi oleh kemampuan
kognitif pada tahap preoperative. Prosedur invasive, baik yang
menimbulkan nyeri maupun yang tidak merupakan ancaman terhadap
konsep integritas tubuh yang belum berkembang baik

Pada usia sekolah, ketakutan yang mendasar terhadap sifat dari penyakit
yang muncul, anak tidak khawatir terhadap nyeri dibandingkan dengan
disabilitas, prosedur invasive sebagai hal yang menimbulkan stress.

2.1.2 Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi

Ketika anak dirawat di rumah sakit, orang tua tidak dapat tinggal di
rumah sakit untuk menemani sehingga mereka akan merasa
bersalah karena meninggalkan anak. Orang tua merasa bersalah
dan cemas karena tidak dapat membantu meringankan penyakit
anaknya. Hubungan saling percaya antara perawat dengan orang
tua akan mempercepat kesembuhan anak. Kondisi ini dapat terjadi
bila perawat bertindak objektif dan berempati dengan cara
mendengarkan dan memberi support keluarga (Hockenbery &
Wilson, 2012).

Menurut James dan Aswil (2007) keluarga merasa takut karena


tidak mengetahui penyebabnya, tidak familiar terhadap lingkungan
rumah sakit, prosedur, pengobatan dan proses penyakit anak.
Perawat perlu menjelaskan rutinitas dan prosedur perawatan di
rumah sakit dan menunjukkan proses penyakit dapat menurunkan
perasaan kecemasan dari orang tua

2.2 Distress pada anak


Penyakit dan hospitalisasi merupakan krisis awal yang harus diatasi pada
anak. Anak sangat rentan terhadap stress yang ditimbulkan oleh
perubahan, rutinitas lingkungan. Mekanisme koping anak terbatas untuk
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


menyelesaikan stress. Kejadian yang dapat menimbulkan stress
hospitalisasi meliputi perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan
nyeri. Reaksi anak terhadap stress dipengaruhi oleh usia perkembangan,
pengalaman sakit sebelumnya, perpisahan atau hospitalisasi,
keterampilan koping yang mereka miliki, keparahan diagnosis dan
sistem pendukung yang ada (Hockenbery & Wilson, 2012).

2.2.1 Pengertian dan karakteristik stres


Menurut Nasir dan Muhith (2011) ada dua jenis stress yaitu yang baik
dan yang buruk. Stress melibatkan perubahan fisiologis yang
memungkinkan dapat dialami sebagai perasaan yang baik dan yang
buruk.

Stress yang baik atau eustress adalah stress yang berdampak baik apabila
seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan untuk menjadikan orang
lain maupun dirinya sendiri mendapat sesuatu yang baik dan berharga.
Stress yang baik adalah bila seseorang menghadapi suatu keadaan
dengan selalu berfikiran positif, setiap stimulant yang dating menjadi
pelajaran yang berharga dan mendorong untuk berperilaku yang
bermanfaat. Karakteristik eustress adalah sebagai motivasi, lebih focus,
ingatan jangka pendek, meningkatkan kinerja.

Stress yang buruk atau distress merupakan stress yang negatif. Distress
dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu dengan hal yang
buruk, respon yang digunakan selalu negative ada nada indikasi
mengganggu integritas diri sehingga menjadi sebuah ancaman. Stimulus
yang datang diartikan sebagai sesuatu yang merugikan diri sendiri dan
menyerang dirinya. Respon yang dimunculkan terhadap distress adalah
menyalahkan diri sendiri, menghindar dari masalah dan menyalahkan
orang lain. Karakteristik distress yaitu menyebabkan kekhawatiran atau
kecemasan, durasi bisa pendek atau panjang, teras atidak menyenangkan,
menurunkan kinerja. Sedangkan respon distress pada anak ditujukkan

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


dengan apatis, kurang energi, menarik diri, menolak bertemu dengan
orang lain, menempel terus ke orang yang dikenal, kehilangan nafsu
makan, gangguan tidur, agresif, marah, cenderung berkelakuan
kekerasan (UNICEF, 2009).

2.2.2 Respon dan adaptasi terhadap stresor


Nasir dan Muhith (2011) menyatakan bahwa stress dapat menghasilkan
berbagai respon. Respon dapat berguna sebagai indicator terjadinya stress
pada individu dan mengukur tingkat stress yang dialami individu. Respon
stress dapat dilihat dalam berbagai aspek sebagai berikut :
a. Respon fisiologis, ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,
detak jantung, andi dan sistem pernafasan
b. Respon kognitif, ditandai dengan terganggunya proses kognitif
individu seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya
konsentrasi, pikiran berulang dan pikiran tidak wajar
c. Respon emosi, ditandai dengan munculnya rasa takut, cemas, malu,
marah dan sebagainya
d. Respon tingkah laku, dibedakan menjadi fight yaitu menghindari
situasi yang menekan

Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikologis berubah


dalam berespon terhadap stress. Suatu proses adaptasi terjadi ketiak
stimulus dari lingkungan internal maupun eksterna mengalami
penyimpangan. Adaptasi melibatkan reflek, mekanisme otomatis untuk
perlindungan, mekanisme koping, dan mengarah pada penyesuaianatau
penguasaan situasi (Potter & Perry, 2005).

2.2.3 Prinsip dasar mengatasi stress


Menurut Nasir dan Munhith (2011) ada tujuh bidang pencetus stress yaitu :
a. Perilaku (behavior)
Perilaku yang buruk dipercaya berandil besar terhadap terjadinya stress
misalnya menolak dan memberontak saat dilakukan tindakan. Untuk

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


mengatasi stress karena perilaku adalah dengan mengubah sikap dan
perilaku menjadi positif, hal ini akan mengurangi stress. Reaksi terhadap
keadaan ini akan menentukan keadaan selanjutnya. Anak dapat
bekerjasama dalam tindakan yang diberikan dan menerima kehadiran
orang tua.
b. Perasaan (affect)
Sikap yang termasuk dalam affect diantaranya emosi, mood dan berbagai
perasaan lain misalnya sifat mudah marah atau emosional. Keadaan ini
berkaitan dengan sifat pembawa/temperamen anak yang sulit untuk
diubah, untuk mengubahnya membutuhkan proses yang panjang dan
kemauan diri.
c. Sensasi tubuh (sensation)
Jika tubuh merasa nyeri atau mengalami kelelahan setelah bermain, maka
kondisi ini dapat menyebabkan stress.
d. Penghayatan mentalitas (imagery)
Mentalitas yang buruk seperti perasaan gagal, tidak bisa melakukan segala
sesuatu, perasaan tidak berguna, anak gagal menyelesaikan jenis
permainan tertentu dapat mengakibatkan stress. Untuk mengatasi dengan
mempunyai cara pandang yang positif terhadap keadaan yang terjadi.
Anak mau mempelajari dan menerima hal yang baru.
e. Proses berfikir merangkai pengertian (cognition)
Filosofi yang terlalu “harus, mesti, tidak bisa, mutlak” misalnya anak
ditekankan harus menjadi juara di kelasnya, meski bersikap sopan dengan
orang tua, tidak diizinkan bermain keluar. Hal ini dapat berujung pada
stress.
f. Hubungan antara manusia (interpersonal relationship)
Hubungan dengan masyarakat sekitar sangat perlu, sehingga jika ada
permasalahan maka dapat menjadi sumber stress. Cara terbaik untuk
mengatasinya dengan saling menghargai, belajar sabar, mengampuni
kesalahan mereka dan pengendalian diri.
g. Obat – obatan (drugs)

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Obat-obatan terkadang diperlukan untuk mengatasi rasa sakit tetapi
ketergantungan akan obat dapat memicu terjadinya stress.

2.2.4 Alat ukur stress


Menurut Pretzlik dan Sylva (2009) ada beberapa alat ukur yang dapat
digunakan untk mengukur tingkat distress pada anak, diantaranya yaitu :
a. Procedure Behaviour Rating Scale (PBRS)
Alat ini menilai perilaku anak usia 8 bulan sampai 17 tahun pada saat
dilakukan prosedur tindakan . penilaian dilakukan pada sebelum, saat
dan dilakukan prosedur. Hasil penilaian diambil dari nilai mean pada
akumulasi penilaian. Terdapat 25 item yang menunjukkan kriteria dari
distress, misalnya berteriak, menangis, menolak, penolakan pemberian
posisi.
b. Observation Scale for Behavioural Distress (OSBD)
Alat ini digunakan untuk anak usia 6 bulan sampai 20 tahun, penilaian
dilakukan sebelum, saat dan setelah dilakukan prosedur tindakan.
Terdapat 11 item yang menunjukkan adanya distress meliputi :
menangis, ketakuatan, restrain, menanyakan keadaanya, mengatakan
kesakitan.
c. Children Fear’s Score (CFS)
CFS dari McMurtry, Noel, Chambers, McGrath (2011) diadaptasi dari
Faces Anxiety Scale untuk mengukur rasa takut pada anak sedang
menjalani prosedur medis yang menimbulkan respon meyakitkan. CFS
terdapat 5 gambar wajah yang dimulai dari wajah yang yang
menunjukkan tidak takut sampai sangat takut. Penialain diambil dari
gambar yang ditunjukkan anak dan orang tua kemudian ambil nilai
mean untuk menunjukkan nilai distress pada anak. Skala penialaian
nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 4.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


2.3 Atraumatic Care
Perawatan Atraumatik adalah pemberian perawatan dengan cara
meminimalkan ancaman emosi dan fisik pada anak ( Bowden & Greeberg,
2010).
Perawatan Atraumatik yang dimaksud disini adalah perawatan yang tidak
menimbulkan trauma pada anak dan keluarga (Hidayat, 2005).
Berdasarkan pengertian atraumatik yang dikemukakan para ahli diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perawatan atraumatik yaitu bentuk
perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan
kesehatan anak, melalui tindakan yang dapat mengurangi stress fisik maupun
stress psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya
2.3.1 Prinsip perawatan atraumatik
Pada umumnya anak yang di rawat di rumah sakit akan timbul perasaan
takut kepada petugas kesehatan yang memakai pakaian serba putih, selain
mereka beranggapan mereka adalah orang baru, hal ini juga dikarenakan
anak-anak memiliki persepsi tersendiri terhadap petugas kesehatan yang
memakai pakaian serba putih, mereka beranggapan bahwa petugas
kesehatan di rumah sakit hendak menyakiti mereka. Trauma yang sering
dialami oleh anak yang itu disebabkan karena prosedur invasif yang tak
jarang meninggalkan rasa nyeri pada anak, selain itu perubahan
lingkungan anatara rumah sakit dan rumah juga dapat menimbulkan
trauma pada anak. Reaksi anak pertama selain ketakutan pada saat dirawat
di rumah sakit yaitu tidak mau makan atau minum, diam, atau bahkan
menangis. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perawat harus
menerapkan perawatan atraumatik.

Hockenberry & Wilson (2012) menyebutkan prinsip perawatan atraumatik


yaitu mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orangtua,
meningkatkan kontrol diri anak selama perawatan, mencegah atau
meminimalkan cedera tubuh/rasa nyeri.
Wong (2005) mengungkapkan terdapat tiga prinsip perawatan atraumatik
yang harus dimiliki oleh tim kesehatan dalam merawat pasien anak yaitu

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


diantaranya adalah mencegah atau meiminimalkan stressor fisik dan psikis
yang meliputi prosedur yang menyakitkan seperti suntikan, kegelisahan,
ketidakberdayaan, tidur yang tidak nyaman, pengekangan, suara bising,
bau yang tidak sedap dan lain-lain, mencegah dampak perpisahan orang
tua dan anggota keluarga yang lain, bersikap empati kepada keluarga dan
anak yang sedang dirawat serta memberikan pendidikan kesehatan tentang
kondisi sakit yang dialami anak.

Sementara itu, Hidayat (2005) menuliskan di dalam bukunya bahwa


perawat anak harus memahami 5 prinsip perawatan perawatan atraumatik,
yaitu :
1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.
Dampak perpisahan dari keluarga, anak akan mengalami gangguan
psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangmya kasih sayang,
gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bila anak dirawat di
rumah sakit dan selama itu tidak boleh berhubungan dengan orang tuanya,
maka ia akan merasa ditolak oleh keluarga dan mengakibatkan anak
cendrung emosi saat kembali pada keluarganya. Pada umumnya anak
bereaksi negatif waktu pulang ke rumah.

Selama anak mengalami hospitalisasi, keluarga memainkan peran bersifat


dukungan moril seperti kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan dukungan
materil berupa usaha keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota
keluarga. Jika dukungan tersebut tidak ada, maka keberhasilan untuk
penyembuhan sangat berkurang. Untuk mencegah atau meminimalkan
dampak perpisahan dari keluarga dapat dilakukan dengan cara
melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak dengan cara
membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam
(rooming in), jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan orang
tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud mempertahankan

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


kontak antar mereka dan mempertahankan kontak dengan kegiatan
sekolah, diantaranya dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru, teman
sekolah dan lain-lain.
2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol tindakan anak
selama dirawat.
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak
mampu dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati da lam
melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal.
Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam
mengawasi perawatan anak. Fokuskan intervensi keperawatan pada upaya
untuk mengurangi ketergantungan dengan cara memberi kesempatan anak
mengambil keputusan dan melibatkan orang tua.
3. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri tidak dapat dihilangkan
secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya,
distraksi, relaksasi, imaginary guidance. Apabila tindakan pencegahan
tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Untuk
meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri dilakukan
dengan cara mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan
prosedur yang mnimbulkan rasa nyeri, yaitu dengan menjelaskan apa yang
akan dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang tua.
Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik
anak, misalnya dengan bercerita yang berkaitan dengan tindakan atau
prosedur yang akan dilakukan pada anak.

Aktivitas bermain dilakukan perawat pada anak akan memberikan


keuntungan seperti meningkatkan hubungan antara klien (anak dan
keluarga dan perawat karena bermain merupakan alat komunikasi yang
efektif antara perawat dan klien, aktivitas bermain yang terprogram akan
memulihkan perasaan mandiri pada anak, dan bisa mengekspresikan

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


perasaan anak. Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua pada saat
dilakukan atau prosedur yang menimbulkan rasa nyeri apabila mereka
tidak dapat menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya. Dalam
kondisi ini, tawarkan pada anak dan orang tua untuk mempercayakan
kepada perawat sebagai pendamping anak. Tunjukkan sikap empati
sabagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa takut akibat prosedur
yang menyakitkanPada tindakan pembedahan elektif, lakukan persiapan
khusus jauh hari sebelumnya apabila memungkinkan. Misalnya, dengan
mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan dan lain-
lain.

4. Tidak melakukan kekerasan pada anak


Secara umum kekerasan didefenisikan sebagai sutu tindakan yang
dilakukan oleh individu terhadap individu lain yang mengakibatkan
gangguan fisik dan psikis. Kekerasan pada anak adalah tindakan yang
dilakukan seseorang atau individu pada mereka yang belum genap berusia
18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik dan psikis terganggu. Kekerasan
pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti
dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses
tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan
terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak
dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak seperti melakukan
tindakan keperawatan yang berulang-ulang (dalam pemasangan IVFD).
5. Modifikasi lingkungan fisik.
Melalui modifikasi lingkungan fisik rumah sakit yang bernuansa anak
dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi
lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di
lingkungannya. Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi
ruang rawat seperti di rumah dan Ruangan tersebut memerlukan dekorasi
yang penuh dengan nuansa anak, seperti adanya gambar dinding berupa
gambar binatang, bunga, tirai dan sprei serta sarung bantal yang berwarna

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


dan bercorak binatang atau bunga, cat dinding yang berwarna, serta tangga
yang berwarna ceria.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka penulis


berpendapat bahwa prinsip yang harus ada selama perawat merawat anak
di rumah sakit adalah perawatan atraumatik dengan melihat dimensi fisik
dan psikologis seorang anak. Seorang perawat yang melaksanakan
perawatan atraumatik harus selalu mengevaluasi apakah setiap tindakan
yang dilakukannya mampu mengurangi dampak perpisahan antara anak
dengan keluarga, keluarga mampu mengontrol tindakan anak selama
dirawat di rumah sakit dan prosedur yang diberikan pada anak tidak
menciderai anak atau melukainya.

2.3.2 Prosedur yang berhubungan dengan perawatan atraumatik


Hockenberry dan Wilson (2012) menuliskan beberapa prosedur yang dapat
digunakan sebagai intervensi perawatan atraumatic, yaitu :
1. Mencegah atau meminimalkan perpisahan dengan melibatkan keluarga
dalam perawatan (family center care)
2. Manajemen terapi nyeri non farmakologi seperti relaksasi nafas dalam,
terapi musik, imagery guidance, touching
a. Selain itu, terapi perawatan atraumatik yang dapat diterapkan di
tatanan pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Bowden &
Greenberg, 2010):
3. Meningkatkan hubungan orang tua – perawat selama perawatan di Rumah
Sakit
4. Mengurangi rasa takut pada saat dilakukan prosedur dengan cara pelukan
orang tua, distraksi, menggunakan terapeutic play, mempraktekan
prosedur kepada anak
5. Manajemen nyeri non farmakologi : distraksi, relaksasi, imagery guidance,
positive self talk, thought stopping, behavioral contracting
6. Memberi kesempatan, keleluasaan pribadi pada anak untuk menentukan
perawatan yang akan ia terima

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


7. Mengurangi rasa nyeri pada saat prosedur dapat menggunakan :
a. Sukrosa, glukosa. Sukrosa dan glukosa dapat diberikan melalui
intravena secara drip. Pemberian sukrosa dan glukosa efektif untuk bayi
baru lahir dan anak.
b. EMLA (eutectic mix lidocaine analgetic) yang diberikan secara topikal
kepada anak yang akan diberikan tindakan invasif. Menurut penelitian,
waktu kerja EMLA terlihat di menit ke enam puluh.
c. LMX (lidocaine cream)
d. J-tip dengan lidocaine, Teknik seperti ini dilakukan dengan teknik
injeksi, dimana efek kerja dapat dirasakan setelah 1 menit dari waktu
pemberian J-tipe dengan lidocaine, lidocaine injeksi efektif untuk anak
usia 5-18 tahun.
e. Topical analgesic patch (Synera, S-Cainel) dimana efek kerja teknik
seperti ini yaitu pada menit ke 20 sampai dengan 30 dan efektif untuk
anak berusia 3 tahun atau lebih.

1.4 Terapi Mendekap


Terapi mendekap merupakan penggunaaan posisi yang nyaman, aman,
dan temporer yang memberikan kontak fisik yang erat dengan orang tua
atau keluarga yang dipercaya (Hockenbery & Wilson, 2012).

Terapi mendekap adalah menahan fisik anak setidaknya dua orang untuk
membantu anak mengatasi perilaku kehilangan kontrol untuk
mendapatkan kembali kontrol emosi yang kuat (Brenner, Parahoo &
Taggarat, 2007) sedangkan menurut Giese (2010) pelukan merupakan
salah satu kenyamanan masa kecil yang ditinggalkan di masa dewasa dan
menguntungkan hampir semua orang selama masa stress dan digunakan
untuk memfaslitasi penyelesaian prosedur klinik.
1.4.1 Keterlibatan keluarga dalam terapi mendekap
pembatasan aktivitas yang sering dilakukan pada anak terutama terapi
dekapan melibatkan ibu/keluarga, mendekap anak secara erat dengan
mempertahankan adanya kontak mata diantara mereka, bertujuan
untuk sengaja memprovokasi tekanan pada anak samapai anak
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


membutuhkan dan menerima kenyataan. Hal ini dapat meningkatkan
hubungan anak dan orang tua serta membuka kemampuan anak untuk
dapat berhubungan dengan orang lain.

Mercer (2009) menyatakan dalam penelitiannya bahwa dekapan orang


tua dapat membuat anak autis membuka hubungan dengan orang lain.
Dengan diberikanya dekapan anak akan menerima dan mengakui
adanya kontrol otoritas dari orang dewasa. Mendekap merupakan
penyampaian otoritas dan kekuasaan orang tua kepada anak melalui
pelukan.

Terapi memeluk/mendekap merupakan pembatasan gerak


menggunakan pembatasan aktivitas atau menggunakan kekuatan
terbatas. Metode ini membantu anak dengan mengijinkan mereka
mengelola/mengatasi prosedur yang menyakitkan dengan mudah dan
efektif. Terapi mendekap ini berbeda dengan pembatasan aktivitas
fisik terletak pada tingkat kekuatan yang diperlukan dan keterlibatan
anak. Terapi mendekap dapat diberikan pada semua keadaan baik
anak maupun dewasa yang menerima perawatan dan pengobatan.
Prinsip yang perlu diperhatikan menurut Royal College of Nursing
(2010) yaitu mendekap harus seijin anak, menjelaskan tindakan yang
akan dilakukan, membuat kesepakatan antara perawat anak dan
keluarga, adanya kebijakan yang diperlukan pada saat dilakukan terapi
mendekap sebagai pembatasan fisik, adanya kepercayaan diri dari
tenaga kesehatan yang terlatih dan aman, tepat dalam melakukan
pembatasan fisik dan mendekap pada anak dan remaja.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


BAB 3

ANALISIS EVIDANCE BASED PRACTICE

3.1 EVIDANCE BASED PRACTICE

Pencarian evidence based practice melalui model PICO dan appraise


artikel terlampir. Berikut model PICO diuraikan dibawah ini :
Population : Pasien anak yang diberikan intervensi pemasangan infus
Intervention : Pemberian pelukan keluarga
Comparison :-
Outcome : Pemberian pelukan keluarga dapat menurunkan distress
saat pemasangan infus

Write out your question :


Pertanyaan : apakah pemberian pelukan keluarga dapat menurunkan
distress pada anak saat pemasangan infus

List the main topics and terms form your question that you can use to
search :
- Parenteral holding to decrease IV distress in children
- Distress in children

Batasan penelusuran jurnal


a. 5 tahun kebelakang
b. Penelitian dengan menggunakan metode Ramdomised clinical
Trial dan Case Study

Data base penelusuran jurnal


a. Journal Pediatric of Nursing : dengan penggunaan kata kunci
Parenteral holding to decrease IV distress in children
Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


b. Journal Nursing Inquiry : dengan kata kunci holding in children tahun
2014
c. Joannabrigs : dengan kata kunci parental holding tahun 2011
d. Journal of Pediatric Psycology : dengan kata kunci distress in children
tahun 2010
e. Cochrane : dengan kata kunci distress in children tahun 2013

Hasil penelusuran
a. Laurie, A., Jennifer, S., & Janet, L. (2007). Parental holding and
positioning to decrease IV distress in young children: A Randomized
Controlled Trial. Journal Pediatric of Nursing, 22 (6), 440-447.

Penelitian ini berdesain Randomized Controlled Trial, melibatkan 118 anak-anak,


dengan usia sampel 6 bulan – 4 tahun dengan penyakit infeksi. Terbagi dalam 2
kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi (pemberian pelukan
orang tua dan posisi). Kesimpulanya adalah pemberian pelukan dan posisi tegak
dapat menurunkan distress pada saat pemasangan intravena pada anak.

a. Bray., Lucy., Snodin., Jill., & Carter, B. (2014). Holding and restraining
in children for clinical procedures within an acute care. Journal Nursing
Inquiri, 22 (2), 157-167.

Penelitian ini berdesain empirical evidence, melibatkan 110 sampel, pada anak-
anak usia kurang dari 1 tahun sampai dengan usia dibawah 18 tahun.
Kesimpulannya adalah dekapan dan restraining pada anak-anak dengan penyakit
infeksi dapat diterapkan pada saat prosedur klinik.

b. Fartier., Blount., Wang., Mayes., & Kain. (2011). Analysing a parental


holding preoperative intervention programme. Britsh Journal of
Anaesthesia, 1-6.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Penelitian ini berdesain individual research studies, melibatkan 96 anak-anak,
dengan usia 2 – 10 tahun. Kesimpulannya pemberian pelukan sebelum operasi
dapat menurunkan kecemasan pada anak.

c. Uman, LS., Birnie, KA., Parker, JA., Chambers, CT., McGrath & Kisely,
SR. (2013). Psychological interventions for needle-related procedural pain
and distress in children and adolescent. Cochrane, 10, 1-137.

Penelitian ini berdesain Systematic Review, melibatkan anak-anak dan remaja,


berusia 2 – 19 tahun yang mendapatkan prosedur terkait dengan jarum, terbagi
kedalam 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan intervensi. Kesimpulanya adalah
terbukti kuat mengurangi nyeri pada anak-anak dan remaja dengan tarik nafas
dalam, pelukan orang tua, distraksi.

d. Mahoney, L., Ayers, S. & Seddon, P. (2010). The association between


parent’s and healthcare profesional’s behavior and children’s coping and
distress during venipuncture. Journal of Pediatric Psycology, 1-11.

Penelitian ini berdesain individual research studies. Melibatkan 50 anak-anak


berusia 7 – 16 tahun. Penelitian ini dilakukan pada anak yang mendapatkan
tindakan venipuncture, dengan cara saat dilakukan tindakan orang tua mendapingi
dengan cara memeluk lalu direkam dan dianalisis. Kesimpulanya adalah
penelitian ini efektif dan menunjukkan peran orang tua dengan memeluk dalam
mengatasi cemas pada anak-anak .

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


BAB 4

PLAN OF ACTION (POA)

Proyek inovasi yang akan diimplementasikan di ruang anak di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo sebelumnya melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu:

4.1 Langkah-langkah Pelaksanaan berdasarkan P-D-C-A

Plan

a. Rencana: Melakukan pemberian pelukan keluarga dan posisi duduk


terhadap distress anak saat pemasangan infus sebanyak 10 orang pada
kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol 10 orang tidak
diberikan pelukan keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus.

b. Hasil yang diharapkan: Teridentifikasinya efektivitas pelukan keluarga


terhadap distress anak saat pemasangan infus

c. Langkah-langkah pelaksanaan:
 Mengidentifikasi sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi (anak
usia 6 bulan sampai usia sekolah dalam perawatan di Gd A lt 1 atau
2 zona A, anak diberikan intervensi pemasangan infus).
 Melakukan penilaian score distress dengan mengisi format
Children Fear’s Score untuk anak usia 6 bulan sampai usia sekolah
dan dilakukan pada anak baik dengan penyakit infeksi maupun non
infeksi, pada kelompok intervensi dilakukan pemberian dekapan
keluarga dan posisi duduk saat pemasangan infus sedangkan pada
kelompok kontrol tidak diberikan pemberian dekapan dan posisi
duduk.
 Melakukan penilaian score distress dengan mengisi format
Children Fear’s Score saat dilakukan pemberian dekapan keluarga
saat pemasangan infus.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


0 1 2 3 4

Do

Penilaian distress pada anak saat pemasangan infus, dengan


menggunakan format Children Fear’s Score. o

Chek

Mahasiswa mempelajari apakah efektif pelukan keluarga dan posisi


duduk terhadap distress pada anak saat pemasangan infus. Pada tabel
4.1 akan dijelaskan tentang penilaian score distress pada saat anak
sebelum diberikan pelukan dan saat pemaangan infus diberikan
pelukan.

Tabel 4.1

Penilaian distress pemasangan infus menggunakan Children Fear’s Score

Initial klien Diagnose Score tidak Score diberikan


medis diberikan pelukan pelukan

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Act

Hasil analisis dari pemberian pelukan keluarga terhadap distress pada


anak pemasangan infus sesuai Evidance- Based Practice (EBN)
diharapkan menjadi kebijakan dan SOP untuk menerapkan asuhan
keperawatan atraumatik pada anak.

4.2 Waktu Pelaksanaan

Waktu dalam
N Penanggung
Kegiatan minggu Hasil
o Jawab
1 2 3 4 5 6
1 Persiapan dan studi Mahasiswa PICO, dan jurnal EBP
literature
2 Penyusunan proposal Mahasiswa Proposal EBN

3 Persiapan dan Mahasiswa, Mahasiswa: menyiapkan


pelaksanaan PP dan PA format penilaian yang akan
implementasi digunakan untuk menilai
distressi
5 Implementasi Mahasiswa, Penilaian distress sebelum
PP, dan PA dan saat pemaangan infus
6 Evaluasi Mahasiswa, Evaluasi penilaian distress
PP, dan PA sebelum dan saat
pemaangan infus
7 Penyusunan laporan Mahasiswa Laporan hasil proyek
inovasi
8 Presentasi hasil proyek Laporan hasil proyek
inovasi inovasi

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


BAB 5
PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

1.1 Pelaksanaan
Pelaksanaan implementasi inovasi efektifitas dekapan keluarga dan posisi
duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan pemasangan infus
berdasarkan evidence based practice di ruang infeksi dan non infeksi di
RSCM selama 3 minggu, melalui beberapa tahap :

1. Plan (Tahap Persiapan)

Penyusunan proposal inovasi dilakukan oleh mahasiswa berdasarkan


evidence based dan jurnal-jurnal penelitian ilmiah. Penyusunan proposal
dilakukan melalui proses bimbingan dan konsultasi dengan supervisor,
supervisor utama dan juga konsultasi dengan supervisor ruangan anak.
Proposal dipresentasikan melalui pendekatan mahasiswa dengan
Supervisor Utama Ruangan anak, Kepala Ruangan, Perawat Associate
(PA), Perawat Primer (PP) dikarenakan kesibukan dan keterbatasan
waktu. Hasil dari presentasi inovasi yaitu:

a). Proposal inovasi berdasarkan evidence based dan jurnal ilmiah tentang
dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada saat anak
dilakukan pemasangan infus disetujui dan diijinkan oleh Supervisor
dan Kepala ruangan untuk diimplementasikan di ruang anak RSUPN
Rr. Cipto Mangunkusumo.

b). Rencana pelaksanaan waktu implementasi proyek inovasi dilakukan


selama 2 Minggu mulai 7 – 18 Maret 2016

c). Rencana pelaksanaan evaluasi implementasi proyek inovasi dilakukan


langsung setelah implementasi.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


2. Do (Tahap Pelaksanaan)

Pelaksanaan implementasi proyek inovasi tentang dekapan keluarga dan


posisi duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan pemasangan infus
dimulai setelah dilakukan sosialisasi proposal inovasi. Pelaksanaan
implementasi dilakukan selama 2 Minggu. Adapun prosedur pelaksanaan
proyek inovasi sebagai berikut:

a). Mengidentifikasi sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi (anak yang
berusia 6 bulan sampai anak usia sekolah dalam perawatan di Gedung
A lantai 1, yang akan dilakukan pemasangan infus

b). Melakukan identifikasi karakteristik demografi anak (usia, jenis


kelamin, dan diagnosa medis).

c). Melakukan penilaian skor distress dengan menggunakan Children


Fear’s Score pada kelompok kontrol

d). Melakukan penilaian skor distress dengan menggunakan Children


Fear’s Score pada kelompok intervensi dengan pemberian dekapan
keluarga dan pemirian posisi duduk.

e). Melakukan evaluasi langsung saat anak dilakukan pemaangan infus.

3. Check (Evaluasi Proyek Inovasi)

Evaluasi terhadap anak yang diberikan pemberian dekapan keluarga dan


posisi duduk pada saat pemasangan infus dengan cara menilai skor
distress menggunakan formulir Children Fear’s Score.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Hasil pelaksanaan intervensi pemberian dekapan keluarga dan posisi
duduk Tterhadap distress pada saat pemasangan infus yaitu:

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di RSCM, 07 s/d 18 Maret 2016
Kelompok Kontrol Kelompok Intervensi
Jenis Kelamin (n = 10) (n=10)
N % N %
Laki-laki 3 30% 4 40 %
Perempuan 7 70 % 6 60 %

Berdasarkan karakteristik responden menurut jenis kelamin pada tabel 4.1, pada
kelompok kontrol paling banyak berjenis kelamin perempuan yaitu 70%, begitu
juga pada kelompok intervensi paling banyak perempuan yaitu 60%.

Tabel 5.2
Hasil Analisis Usia dan Skor Distres Responden Saat Dilakukan Pemasangan
Infus di RSCM, 07 s/d 18 Maret 2016
Variabel Kelompok N Min-Max Mean ± SD

Kontrol 10 8 – 96 36.80 ± 34.07


Usia
Intervensi 10 11 – 108 32.30 ± 28.952
Kontrol 10 3–4 3.70 ± 0.483
Skor distress
Intervensi 10 0 -2 0.60 ± 0.699

Berdasarkan pada tabel 5.2, rerata usia responden anak pada kelompok kontrol
adalah 36.80 bulan dengan standar deviasi 34.07 . usia paling muda adalah 8
bulan dan paling tua adalah 96 bulan. Rerata usia responden responden anak pada
kelompok intervensi adalah 32.30 bulan dengan standar deviasi 28.95. usia paling
muda adalah 11 bulan dan yang paling tua adalah 108 bulan.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Skor distress yang dinilai adalah respon anak saat dilakukan pemasangan infus
dikaji menggunakan Children Fear’s Score (CFS). Skor distress responden
antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi ditunjukkan pada tabel 5.2.

Berdasarkan tabel 5.2, proporsi skor distress pada kelompok kontrol mempunyai
rerata 3.70 dengan standar deviasi 0.483 dengan skor terendah adalah 3 dan skor
tertinggi adalah 4,. sedangkan pada kelompok intervensi mempunyai rerata 0.60
dengan standar deviasi 0.699 dengan skor terendah adalah 0 dan skor tertinggi
adalah 2.

Tabel 5.3
Hasil Analisis Skor Distress Anak Saat Dilakukan Pemasangan Infus di
RSCM
95% CI
Karakteristik Kontrol Intervensi P Value
Lower Upper
Skor Distress
Mean ± SD 3.70 ± 0.60 ±
2.474 3.726 0.00001
0.48 0.6999
Min – Max 3–4 0–2
Penurunan
- 3.1 ± 0.1669
Skor

Tabel 5.3 menunjukan bahwa nilai p skor distress sebesar 0.00001 ( P < 0.05)
sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna skor distress pada
kelompok kontrol dan intervensi

5.2. Faktor Pendukung Dalam Pelaksanaan Inovasi

a). Dukungan dari Supervisor, kepala ruangan, PP, dan PA dalam


pelaksanaan pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk saat
pemasangan infus

b). Orang tua sangat menerima, senang dan kooperatif dalam pelaksanaan
intervensi seperti saat dilakukan pemasangan infus orang tua mendekap
anak.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


c). Rekan sejawat yang sudah membantu dalam pelaksanaan intervensi seperti
mengingatkan dan memberikan motivasi kepada perawat dan keluarga
untuk melakukan pemberian dekapan saat pemasangan infus, serta
menilai skor distress.

5.3. Evaluasi

a). Evaluasi Proses

Proses pelaksanaan intervensi proyek inovasi pemberian dekapan


keluarga dan posisi duduk terhadap distress pada saat anak dilakukan
pemasangan infus. terlaksana dengan lancar sesuai dengan jadwal yang
ditentukan. Responden pada kelompok intervensi 10 orang, sementara
responden pada kelompok kontrol 10 orang. Responden yang didapat
sudah sesuai dengan target yaitu 10 pada kelompok intervensi dan 10
pada kelompok kontrol dalam waktu 2 minggu. Kendala utama dalam
pelaksanaan intervensi adalah kondisi belum terbiasanya perawat
melakukan pemasangan infus dengan posisi duduk.

b). Evaluasi hasil

Evaluasi pemberian dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap distress


pada saat anak dilakukan pemasangan infus menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan skor distress pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
Presentasi hasil evaluasi pelaksanaan inovasi dilaksanakan pada hari
Kamis tanggal 24 Maret 2016.

5.4 Pembahasan
5.4.1 Jenis Kelamin
Proporsi terbanyak pada karakteristik jenis kelamin yang dilakukan
tindakan adalah perempuan 70 % pada kelompok kontrol dan 60% pada
kelompok intervensi. Hal ini disesuaikan dengan jumlah responden yang
dirawat di RSCM gedung A lantai I. hasil penelitian Sparks, Setiliks dan
Luhman (2007) dan McMurtry, Noel, Chambers dan McGrath (2011)

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


yang menjelaskan bahwa faktor distress anak selama perawatan dirumah
sakit adalah jenis kelamin. Berdasarkan penelitian dari Mahat dan
Scolovena (2008) menunjukkan bahwa dampak hospitalisasi lebih banyak
muncul pada anak perempuan dibandingkan laki-laki.

5.4.2 Usia
Usia termuda responden adalah 8 bulan dan usia paling besar adalah 9
tahun. Menurut Hockenbery dan Wilson (2012) pada anak usia 6 – 12
bulan sudah dapat memperlihatkan adanya perhatian pada lingkungan
sekelilingya. Perasaan cemas atau takut akan timbul pada saat anak dibawa
atau di rawat di rumah sakit, karena tempat ini merupakan hal yang asing
baginya. Selain itu juga akan terjadi trauma karena dipisahkan dari kedua
orang tuanya dan harus berhadapan denganorang-orang yang tidak dikenal
dan lingkungan yang asing.

Menurut perkembangan kognitif (Piaget) anak usia prasekolah masuk ke


tahap praoperasional terutama fase pikiran intuitif dimana anak sudah
memiliki kesadaran sosial dan mapu mempertimbangkan sudut pandang
orang lain, perkembangan simbolis dimana anak sudah belajar
mempresentasikan objek yang dilihat menggunakan gambaran dan kata-
kata tapi masih bersifat egosentris sehingga stimulan asing yang datang
dianggap akan meyakitkan bagi anak dan mengakibatkan distress
(Hockenbery & Wilson, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lestari (2013) tentang dampak dekapan keluarga dan pemberian posisi
duduk terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus
menunjukan terjadi penurunan distress pada anak.

Anak usia sekolah sudah dapat berfikir rasional, imajinatif dan mengenal
objek untuk dapat menyelesaikan masalah, sudah mencapai tahap
operasional konkret dimana anak mampu menggunakan proses pikir,
mengembangkan pemahaman hubungan antara hal dengan ide, dapat
memberikan penilaian sesuai apa yang mereka lihat (pemikiran perseptual)
sampai membuat penilaian sesuai dengan alasan mereka (pemikiran

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


konseptual), sudah mencapai kemandirian dan produktivitas sehingga peka
terhadap kejadian yang dapat mengurangi rasa nyaman. Anak dapat diajak
bekerjasama untuk berkontribusi dalam prosedur intervensi maka dia lebih
kooperatif dalam setiap prosedur tindakan yang diterimanya (Hockenbery
& Wilson, 2012). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Taddio (2009) tentang cara mengurangi distress anak usia
prasekolah dan usia sekolah menggunakan posisi duduk saat dilakukan
vaksinasi.

5.4.3 Dekapan Keluarga


Pada proyek inovasi ini responden didampingi keluarga saat dilakukan
pemasangan infus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Rumah sakit
ini sudah menerapkan filosofi asuhan berpusat pada keluarga atau yang
disebut dengan Family Center Care (FCC). FCC merupakan cara
merawat anak bersama keluarga dalam pelayanan kesehatan yang
menjamin perawatan, direncanakan dan melibatkan seluruh keluarga
diakui sebagai penerima perawatan (Shields, Pratt & Hunter, 2006).
Program ini dapat berlangsung dengan dukungan perawat dengan
memberikan dorongan, menghargai dan mendukung keluarga untuk
meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga, usaha ini dilakukan
dengan pemberdayakan pendekatan dan pemberian bantuan yang efektif.

Berbagai upaya yang dilakukan perawat untuk membantu mengurangi


efek trauma pada anak yang ditimbulkan karena pemasangan infus,
disesuaikan dengan tahapan tumbuh kembang anak yaitu dengan
mengembangkan prinsip atraumatic care. Meminimalkan perpisahan
anak dan keluarga merupakan salah satu tujuan utama dalam perawatan
atraumatik (Hockenberry Wilson, 2012).
Responden saat dilakukan pemasangan infus didampingi oleh keluarga,
terutama pada kelompok intervensi.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


5.4.4 Skor Distress
Hasil mean skor distress responden saat dilakukan pemasangan infus
pada kelompok kontrol sebesar 3.70. hal ini berbeda dengan skor distress
responden pada kelompok intervensi yang sebagian besar mengalami
mean skor distress 0.60. perbedaan skor distress terjadi disebabkan
karena pemberian posisi yang nyaman dari orang tua untuk
meminimalkan timbulnya distress anak saat dilakukan prosedur akan
memberikan rasa aman dan senang serta kenyamanan melalui kontak
langsung dengan orang tua dan orang tua ikut berpartisipasi memberikan
bantuan positif, posisi duduk lebih menciptakan rasa kontrol (The
Children’s Mercy Hospotal, 2012).

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


BAB 6
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan pelaksanaan proyek inovasi yang dilakukan di ruang anak lantai 1


gedung A yaitu:

a). Hasil pelaksanaan implementasi proyek inovasi efektifitas dekapan keluarga


dan posisi duduk terhadap distress pada saat pemasangan infus. pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi menunjukkan perbedaan.
b). Perbedaan skor distress pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol
terdapat perbedaan setelah dilakukan intervensi.
c). Pemberian dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk dapat mengurangi
distress pada anak yang sedang dilakukan pemasangan infus.
d). Kendala yang dihadapi ketika pelaksanaan proyek inovasi yaitu belum
optimalnya perawat dalam melakukan pemasangan infus dengan posisi
duduk.
e). Faktor pendukung yaitu supervisor, kepala ruangan anak, PP dan PA yang
memfasilitasi untuk berkoordinasi dalam melakukan implementasi proyek
inovasi.
f). Penggunaan format Children Fear’s Score direkomendasikan untuk menilai
skor distress pada anak.

6.2. Saran

1. Pelayanan Kesehatan
Mempertimbangkan hasil pelaksanaan proyek inovasi ini sebagai acuan
dalam penilaian skor distress pada anak yang akan dilakukan pemasangan
infus. Selain itu hasil dari dari proyek inovasi ini dapat digunakan dalam
meminimalkan atraumatic care.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


2 Pendidikan Keperawatan
Proyek inovasi efektifitas dekapan keluarga dan posisi duduk terhadap
distress saat anak dilakukan pemasangan infus dengan menggunakan skala
dehidrasi berdasarkan EBN ini bisa menjadi dasar dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien anak untuk meminimalkan atraumatic care.

3. Penelitian Keperawatan
Hasil proyek inovasi ini bisa menjadi data dasar dan rujukan dalam
melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan penilaian skor distress
dengan menggunakan sampel yang lebih banyak dan metode penelitian yang
berbeda.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


DAFTAR PUSTAKA

Axellin, A., Salanter, S., Kiriavainen, J., & Lehtonen, L. (2009). Oral glucosa
and parenteral holding preferable tp avoid in pain management in
preterm infants. Clin J pain, 25 (2), 138-145.

Brenner, M., Parahoo, K., & Taggarart, L. (2007). Restraint in children’s


nursing : ressing the distress. Journal of Children’s and Young
People’s Nursing, 1(4), 159-162.

Bowden, V.R. & Greenberg, CS. (2010). Children and their families. The
continum of care (2nd ed). Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins

Giese, H.(2010). Positioning for comfort.St. Joseph Children Hospital.

Hockenberry, M & Wilson, David. (2012). Wongs essentials of pediatric


nursing eight edition. Inc. St. Louis Missouri: Mosby Elsevier.

James, S.R, & Ashwil, J.W. (2007). Nursing care of children principles &
practice (3th ed). St. Louis Missauri: Elsvier Mosby.

Lestari, B.K. (2013). Dampak dekapan keluarga dan pemberian posisi duduk
terhadap distress anak saat dilakukan pemasangan infus di RSAB
Harapan Kita Jakarta. Tesis (tidak dipublikasikan). Depok : Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Mercer, J. (2009). Psycology to day.

McMurtry, C.M., Noel, M., Chambers, C.T., McGrath, P.T. (2011).


Children’s fear during procedural pain: preliminary investigation of the
children’s fear scale. Journal of American Psychological Assosiation,
30(6), 780-788.

Nasir, M. & Munith. (2011). Dasar – dasar keperawatan jiwa. Jakarta :


Salemba Medika.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan
konsep, proses dan praktik, Volume I, Edisi keempat. Jakarta : EGC.

Price & Gwin. (2008). Pediatric nursing: AN introductory texs (10th ed). St.
Louis Missauri : Elsvier Mosby.

Preetzlik, U. & Sylva, K. (2009). Pediatric patien’s distress and coping: An


observational measure. Journal of Arch Dis Child, 81, 528-530.

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016


Royal Colled Of Nursing. (2010). The restraining, holding still and
containing young children, guidance for nursing staff. Maret 5, 2016.
http: www.rcn.org.uk

Shields, L., Pratt, J. & Hunter, J. (2006). Family centered care : A review of
qualitative studies. Clinical Nursing, 15, 1317 – 1323.

Sparlks, L., Setlik, J., & Luhman, J. (2007). Parental holding and positioning
to decrease IV distress in young children : A Randomized Controlled
Trial, Journal of Pediatric Nursing, 22, 6.

Taddio, A., et al. (2009). Reducing the pain of childhood vaccination : An


evidence based clinical practice guideline.

UNICEF. (2009). Action for Right of Children (ARS). Maret 5, 2016.


www.unicef.org

Universitas Indonesia

Optimalisasi intervensi ..., Tri Purnamawati, FIK UI, 2016

You might also like