0% found this document useful (0 votes)
139 views16 pages

Konstruksi Perlindungan Hukum Debitur Dalam Penyel PDF

This document summarizes a study analyzing weaknesses in Indonesia's Mortgage Law that debtors use to resist non-performing loan resolutions through foreclosure auctions. The study examines court cases where debtors filed civil lawsuits against such auctions. It finds the law lacks clear definitions of debtor default and limits creditors' authority over collateral. Most importantly, it finds the auction process is complex, especially around creditors unilaterally setting reserve prices, which debtors view as unreasonable. The document constructs legal protections for debtors and argues creditors must determine reserve prices fairly and respect debtors' property rights.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
139 views16 pages

Konstruksi Perlindungan Hukum Debitur Dalam Penyel PDF

This document summarizes a study analyzing weaknesses in Indonesia's Mortgage Law that debtors use to resist non-performing loan resolutions through foreclosure auctions. The study examines court cases where debtors filed civil lawsuits against such auctions. It finds the law lacks clear definitions of debtor default and limits creditors' authority over collateral. Most importantly, it finds the auction process is complex, especially around creditors unilaterally setting reserve prices, which debtors view as unreasonable. The document constructs legal protections for debtors and argues creditors must determine reserve prices fairly and respect debtors' property rights.
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 16

KONSTRUKSI PERLINDUNGAN HUKUM DEBITUR DALAM

PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DENGAN PELAKSANAAN


LELANG JAMINAN HAK TANGGUNGAN

Lusia Sulastri
Advokat
[email protected]

ABSTRACT
The resolutions of non-performing loans with tendering guarantee Encumbrance often
bring up the resistance of the debtor in the form of Civil Lawsuit filed to the District Court which
is due to the complexity of the auction and several weaknesses inherent in the Mortgage Law.
Issues that will be examined is the debtor regarding the cause of resistance and constructing
legal protection for the debtor, which will then be analyzed by juridical reasons debtor resistance
and constructing legal protection for debtors. With the use of methods of doctrinal research is
normative juridical will be reviewed by the study of civil cases in the District Court Majalengka
and Cirebon.
Research into the problem of resistance debtor caused the weaknesses that exist in the
Law on Mortgage in particular Article 6 and Article 20 were used as opportunities in filing
opposition by the debtor. Clauses are not clear and are not firmly set on the definition of injury
Promise of a debtor, limit the authority becomes the object of Encumbrance, and the main thing
is the complexity of the auction mainly related to the determination of the value of the object of
encumbrance limit unilaterally by the creditor is considered unnatura.
Resistance debtor raises the conception of the construction of legal protection to the debtor
will be maintained, as well as the Law on Consumer Protection which regulates legal protection
for debtors and also provides protection against collateral in the debtor from the arbitrariness of
the determination of the limit value by “ Tendering Crime “ in the tendering process the security
object security rights.
Weakness contained in UUHT and determination of limit values of objects in the tendering
process encumbrance become the subject matter of this study. For it is very important that
creditors be cautious in making loans to its customers, in the handling of non-performing loans,
especially the tendering security rights regarding the value of the object of the tender limit creditors
should remain guided by the principles of good faith and respect for the property of a person.

Keyword : Non Performing Loans, Tendering Process of Mortgage (Insurance Right/ Hak
Tanggungan) Collateral, Debtor Legal Protection

Abstrak

Resolusi kredit bermasalah dengan jaminan tender Pembatasan sering menimbulkan


resistensi debitur berupa Tuntutan Sipil yang diajukan ke Pengadilan Negeri yang disebabkan
oleh kompleksitas pelelangan dan beberapa kelemahan yang melekat dalam Hukum Hipotek.
Permasalahan yang akan diteliti adalah debitur mengenai penyebab resistensi dan pembangunan
perlindungan hukum bagi debitur, yang kemudian akan dianalisis secara yuridis alasan penolakan
debitur dan pembangunan perlindungan hukum bagi debitur. Dengan menggunakan metode
penelitian doktrinal adalah yuridis normatif akan ditinjau kembali oleh studi kasus perdata di
Pengadilan Negeri Majalengka dan Cirebon.

Jurnal Pembaharuan Hukum


86 Volume II No. 1 Januari - April 2015
Meneliti masalah penolakan debitur menyebabkan kelemahan yang ada dalam UU tentang
Hipotek khususnya Pasal 6 dan Pasal 20 digunakan sebagai peluang dalam mengajukan
penolakan oleh debitur. Klausul tidak jelas dan tidak tegas ditetapkan pada definisi cedera
Janji seorang debitur, membatasi kewenangan menjadi objek pembatas, dan yang terpenting
adalah kompleksitas pelelangan yang terutama berkaitan dengan penentuan nilai objek dari
Batas batas secara sepihak oleh kreditor dianggap tidak wajar.
Resistance debitur menimbulkan konsepsi pembangunan perlindungan hukum kepada debitur
yang akan dipertahankan, serta UU Perlindungan Konsumen yang mengatur perlindungan hukum
bagi debitur dan juga memberikan perlindungan terhadap jaminan di debitur dari kesewenang-
wenangan penentuan batas Nilai oleh “Tendering Crime” dalam proses tender hak keamanan
objek keamanan.
Kelemahan yang terkandung dalam UUHT dan penentuan nilai batas benda dalam proses
tender pembebanan menjadi pokok pembahasan penelitian ini. Karena sangat penting bagi
kreditor untuk berhati-hati dalam memberikan pinjaman kepada nasabahnya, dalam penanganan
kredit bermasalah, terutama hak keamanan tender mengenai nilai objek dari batas tender kreditor
harus tetap dipandu oleh prinsip-prinsip itikad baik. Dan menghormati properti seseorang.

Kata Kunci: Kredit Bermasalah, Proses Tender Jaminan Hipotek (Hak Asuransi / Hak Tanggungan),
Perlindungan Hukum Debitur

A. Pendahuluan bermasalah misalnya karena debitur tidak


Dinamika bisnis dengan pasang surutnya mampu atau karena mengalami kemerosotan
mempunyai akibat terhadap keberlangsungan usaha dan gagalnya usaha yang mengakibatkan
hubungan suatu kontrak, seperti dalam hal berkurangnya pendapatan usaha debitur atau
ini penulis menyoroti kontrak / perjanjian memang debitur segaja tidak mau membayar
perbankan ; apa yang diproyeksikan lancar, karena karakter debitur tidak baik.
untung, memuaskan, namun apa daya prospek Berdasar keadaan debitur yang demikian,
bisnis yang diharapkan cerah kadang kala dapat maka pihak kreditur berupaya mengambil
berubah merugi dan memutus hubungan para pelunasan piutang dengan penjualan asset jaminan
pihak dalam suatu kontrak. Para pihak yang debitur sehingga lahirlah Undang-Undang Hak
yang berkontrak senantiasa berharap kontraknya Tanggungan (UUHT) yang dirancang memberikan
berakhir dengan ‘happy ending’ namun ternyata kepastian hukum sebagai hak jaminan yang kuat,
ada kemungkinan kontrak menemui hambatan dengan ciri khas eksekusi “mudah dan pasti”
bahkan berujung kepada kegagalan kontrak namun ternyata dalam pratiknya tidak demikian.
yang menimbulkan sengketa dan konflik pada Proses penyelesaian kredit bermasalah dengan
para pihaknya. pelaksanaan lelang jaminan hak tanggungan
Dalam suatu pemberian kredit, bank sering memunculkan perlawanan dari pihak
atau pihak pemberi selalu berharap agar debitur (nasabah) berupa gugatan perdata yang
debitur dapat memenuhi kewajibannya untuk dilayangkan ke Pengadilan Negeri.
melunasi tepat pada waktunya terhadap kredit Penelitian terhadap perkara gugatan perdata
yang sudah diterimanya. Dalam praktek, tidak No. 09/Pdt.G/2013/PN.Mjl, No. 81/Pdt.G/2013/
semua kredit yang sudah dikeluarkan oleh bank PN.Cbn, dan No. 10/Pdt.G/2014/PN.Mjl bertujuan
dapat berjalan dan berakhir dengan lancar. menganalisis kelemahan-kelemahan yang
Tidak sedikit pula terjadinya kredit bermasalah ada pada Undang-Undang Hak Tanggungan
disebabkan oleh debitur tidak dapat melunasi khususnya Pasal 6 dan Pasal 20 yang dijadikan
kreditnya tepat pada waktunya sebagaimana peluang dalam mengajukan perlawanan oleh
yang telah disepakati dalam Perjanjian Kredit pihak debitur. Pasal-pasal tersebut nampak
antara pihak debitur dan perusahaan perbankan. tidak jelas dan tidak tegas mengatur tentang
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya kredit definisi Cedera Janji (wan prestasi) seorang

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 1 Januari - April 2015 87
debitur, batasan kewenangan menjual objek C. Pembahasan
Hak Tanggungan yang menimbulkan kerancuan, 1. Alasan Yuridis Perlawanan Debitur
serta kompleksitas pelaksanaan lelang terutama terhadap Penyelesaian Kredit Bermasalah
terkait dengan penetapan nilai limit obyek lelang Dengan Pelaksanaan Lelang Jaminan
secara sepihak oleh kreditur yang dinilai tidak Hak Tanggungan
wajar. Peluang Debitur melakukan perlawanan
Berdasar perkara-perkara perlawanan terhadap proses penyelesaian kredit bermasalah
debitur tersebut memunculkan konsepsi dengan lelang jaminana Hak Tanggungan sangat
konstruksi perlindungan hukum bagi debitur agar besar karena Undang-Undang Hak Tanggungan
proporsionalitas kepentingan baik pihak debitur (UUHT) tidak mengatur mengenai definisi cidera
maupun kreditur bisa terjaga, sebagimana juga janji, maka untuk menentukan apakah debitur
Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang cedera janji dalam penentuan pemenuhan Pasal
mengatur perlindungan hukum bagi debitur dan 6 UUHT dirujuk pada Pasal 1243 jo. Pasal 1763
juga memberikan persfektif perlindungan terhadap KUH Perdata : Dalam ketentuan Pasal 1243
aset jaminan debitur dari kesewenang-wenangan KUH Perdata, yang dimaksud dengan cedera
penentuan nilai limit oleh “Mafia Lelang” dalam janji atau wanprestasi :
proses lelang objek jaminan hak tanggungan 1. Lalai memenuhi perjanjian, atau
tersebut. 2. Tidak menyerahkan atau membayar dalam
Selain itu terhadap pihak kreditur (bank) jangka waktu yang ditentukan, atau
sendiri ketidaktegasan Undang-Undang Hak 3. Tidak berbuat sesuai yang dijanjikan dalam
Tanggungan telah berdampak buruk pada aspek tenggang waktu yang ditentukan.
efisiensi pelaku ekonomi karena proses dan Lebih spesifik Pasal 1763 KUH Perdata
prosedur penyelesaian kredit bermasalah dengan mengatakan, tidak mengembalikan pinjaman
pelaksanaan lelang memakan waktu lama dan sesuai dengan jumlah pinjaman dalam jangka
berbelit serta biaya yang sangat tinggi. waktu yang ditentukan. Sebagai perbandingan, di
Fenomena perlawanan debitur ini beberapa negara diatur lebih rinci kapan debitur
mengindikasikan bahwa penegakan hukum disebut cedera janji atau default :
eksekusi hak tanggungan adalah salah satu 1. Melanggar salah satu ketentuan perjanjian
sisi gelap dari penegakan hukum di Indonesia. yang berkenaan dengan :
Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran penulis a. Pokok pinjaman, dan/atau
untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang b. Bunga (interest), yakni tidak membayar
keberlakuan Undang Undang Hak Tanggungan bunga paling tidak dua (2) bulan.
dengan stressing penyelesaian kredit bermasalah 2. Pelanggaran itu telah diberitahukan kepada
dengan pelaksanaan lelang hak tanggungan debitur, namun meskipun sudah lewat tiga
yang direlevansikan dengan Perkara Perlawanan (3) bulan, tidak diindahkan.
Debitur terhadap pelaksanaan lelang hak Dalam keadaan yang seperti inilah
tanggungan di Pengadilan Negeri Majalengka debitur dikategori had been in breach of
dan Pengadilan Negeri Cirebon. some covenant in the mortgage deed.
Selain itu Pasal 1267 KUH Perdata
B. Perumusan Masalah memberi hak opsi kepada kreditur untuk
1. Apa yang menjadi penyebab penyelesaian mengambil tindakan apabila debitur
kredit bermasalah dengan pelaksanaan wanprestasi, tanpa mempersoalkan
lelang jaminan Hak Tanggungan mendapat apakah perjanjian telah jatuh tempo
perlawanan debitur ? atau tidak berupa ketentuan :
2. Bagaimana konstruksi perlindungan hukum a. Meminta atau menuntut kepada pengadilan
debitur dalam penyelesaian kredit bermasalah untuk memaksa debitur memenuhi perjanjian,
dengan pelaksanaan lelang jaminan Hak jika hal itu masih bisa dilakukan oleh debitur
Tanggungan ? ;
b. Menuntut pembatalan perjanjian disertai

Jurnal Pembaharuan Hukum


88 Volume II No. 1 Januari - April 2015
dengan penggantian biaya kerugian dan Sehubungan dengan itu, dalam kasus
bunga. tersebut lebih tepat dan lebih berdasar pendapat
Sehubungan dengan penjelasan terkait Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding. Menurut
jantuh tempo kredit, tidak dapat disetujui atau Pengadilan Tinggi (disadur sebagai berikut) :
tidak tepat pendapat Mahkamah Agung dalam - Telah terbukti kredit telah macet berdasarkan
Putusan No. 2/72 K/Pdt/1992 tanggal 29 Mei fakta bahwa Pelawan/Debitur sudah bertahun-
1998 yang menyatakan : tahun tidak membayar angsuran pinjaman
Karena Pengadilan Tinggi Aceh / judex facti pokok dan bunga, dan hal yang demikian
salah menerapkan hukum, menilai jatuh tempo menurut Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri
pelunasan pinjaman dan “Pernyataan Bersama” Keuangan No. 2/PMK 01/1997, termasuk
yang diharuskan oleh ketentuan Pasal 10 pinjaman kredit investasi yang macet ;
UU No. 49 Perpu Tahun 1960 dengan hanya - Selain itu, Pasal 6 ayat (3) menegaskan,
mendasarkan pada lamanya pinjaman tidak Bank/Kreditor dapat menyatakan kredit jatuh
dibayar oleh Pemohon Kasasi/Terbanding/ tempo seketika apabila debitur wanprestasi
Pelawan tanpa mempertimbangkan tenggang dan kreditnya digolongkan macet, dengan
waktu, yaitu tempo pelunasan jaminan. cara mengesampingkan jatuh tempo yang
Pertimbangan di atas kurang jelas rumusannya ditentukan dalam perjanjian ;
namun dapat dianggap merupakan pembenaran - Mengenai Surat Pernayataan Bersama antara
atas alasan kasasi yang diajukan Pemohon Pelawan/Debitur dengan PUPN, berdasarkan
Kasasi, bahwa dalam kasus perkara ini belum Pasal 10 Perpu No. 49 Tahun 1960, tidak
terjadi kredit macet karena batas jangka waktu mungkin diadakan atas alasan :
pelunasan kredit belum jatuh tempo, sebab jatuh a. Pelawan/Debitur telah 4 kali dipanggil
tempo yang diperjanjikan adalah bulan Desember PUPN, tetapi tetap tiak hadir ;
1992. Dengan demikian, Bank melalui PUPN b. Dalam hal yang demikian, berdasarkan
belum dapat melakukan eksekusi penjualan Pasal 11 Perpu No. 49 Tahun 1960,
lelang terhadap harta kekayaan debitur. PUPN dapat segera menerbitkan Surat
Dapat dilihat, dalam kasus eksekusi ini, Paksa unutuk menagih piutang negara
Mahkamah Agung berpendapat eksekusi terhadap dari debitur ;
HT atau harta kekayaan debitur melalui PUPN c. Dengan demikian, sita eksekusi dan
tidak dapat dilaksanakan atas alasan wanprestasi, penjualan lelang yang telah dilakukan
selama batas jangka waktu pelunasan kredit PUPN dan Kantor Lelang dalam kasus
yang diperjanjikan belum jatuh tempo. perkara ini adalah sah menurut hukum.
Pendapat Mahkamah Agung yang mengambil Pertimbangan dan pendapat Pengadilan
alih pertimbangan Pengadilan Negeri dalam Tinggi di atas, selain rasional dan objektif, juga
kasus ini sangat berbahaya dalam lalu lintas dilandasi peraturan perundang-undangan yang
perkreditan. Misalkan, jatuh tempo pelunasan kuat serta dibarengi dengan pemahaman yang
kredit yang diperjanjikan 10 tahun, tetapi baru tepat mengenai pengertian wanprestasi yang
tahun pertama debitur sudah ingkar membayar digariskan Pasal 1243 dan Pasal 1763 KUH
angsuran pokok dan bunga. Dalam kasus ini Perdata. Oleh karena itu, yang layak diikuti
jika pendapat Mahkamah Agung tersebut diikuti adalah pendapat Pengadilan Tinggi, bukan
penerapannya, berarti kreditor atau bank baru pendapat Mahkamah Agung.
dapat menuntut pembayaran setelah dilewati Konsep Pembentuk Undang-Undang Hak
jangka waktu 10 tahun. Tanggungan pada awalnya adalah memberikan
Pendapat dan penerapan yang demikian, kemudahan kepada kreditur, agar kreditur dapat
satu segi memberi keleluasaan kepada debitur mendapatkan kembali uangnya dengan jalan yang
melakukan kesewenangan. Sebaliknya pendapat lebih mudah dan murah, maka Pasal 6 UUHT
itu menempatkan kreditor sebagai pihak yang yang secara ex lege juga dapat memperkuat
tidak berdaya menghadapi kesewenangan yang kedudukan kreditur manakala debitur cedera
di maksud. janji, yakni dengan memberikan ketentuan yang

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 1 Januari - April 2015 89
dapat digunakan berupa hak untuk menjual atas Tanggungan. Hak tersebut didasarkan Pada
kekuasaan sendiri atas objek jaminan guna Janji apabila debitur cedera janji, pemegang
mengambil pelunasan pinjaman. Untuk lebih Hak Tanggungan berhak untuk menjual objek
jelasnya dalam Pasal 6 UUHT, menyebutkan : Hak Tanggungan melalui pelelangan umum
”Apabila debitur cidera janji, Pemegang Hak tanpa memerlukan persetujuan lagi dari
Tanggungan mempunyai hak untuk menjual pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya
objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
melalui pelelangan umum serta mengambil penjualan itu lebih dahulu dari kreditor-kreditor
pelunasan piutang dari hasil penjualan yang lain ...”.2
tersebut”.1 Menurut Penjelasan Pasal 6 UUHT setidak-
Pemahaman pasal tersebut dapat dikatakan tidaknya memberika 2 (dua) pemahaman, pertama,
bahwa sama sekali hak menjual atas kekuasaan hak kreditor untuk menjual objek Hak Tanggungan
sendiri tidak lagi memperjanjikan melalui kuasan atas kekuasaan sendiri didasarkan pada janji
atau pelaksanaannya sudah tidak didasarkan atas apabila debitur cedera janji, dan kedua, hak untuk
kuasa lagi, sebab pemberian parate eksekusi menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan
oleh undang-undang (ex lege), dengan tujuan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari
demi dan untuk memperkuat posisi dari kreditur kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh
pemegang Hak Tanggungan dan pihak-pihak Pemegang Hak Tanggungan.
yang mendapatkan hak dari padanya. Terhadap hak untuk menjual atas kekuasaan
Pasal 6 UUHT memberikan pemahaman sendiri, menurut Penjelasan Pasal 6 UUHT
secara tegas bahwa kewenangan menjual atas didasarkan pada janji. Hal tersebut sangatlah
kekuasaan sendiri diberikan kepada pemegang berbeda dengan Pasal 6 UUHT yang memberikan
pertama Hak Tanggungan, sekalipun tidak terdapat hak menurut undang-undang (ex lege). Adanya
janji yang tertuang dalam Akta Pembebanan perbedaan makna terhadap lahirnya hak kreditur
Hak Tanggungan, yang dikenal dengan sebutan untuk menjual objek Hak Tanggungan atas
beding van eigenmatig verkoop. Hal tersebut kekuasaan sendiri menunjukkan pembentuk
menunjukkan penyatuan suatu kewenangan yang UUHT yang mempunyai sikap yang tidak
pada awalnya lahir dari sebuah kesepakatan konsisten, yang menyebabkan kebingungan
(janji) menjadi sebuah norma yang mengikat, dan kekecewaan bagi kreditur pada khususnya,
karena diberikan oleh undang-undang (ex legie), sehinggan Penjelasan Pasal 6 UUHT tersebut
itu merupakan suatu peekembangan yang justru kembali mementahkan harapan perbankan.
mengarah pada suatu kemajuan dibandingkan Sebenarnya hukum hanya memberikan harapan
ketentuan dalam Pasal 1178 ayat (2) B.W. saat perbankan, tetapi justru menunjukkan riskan bila
berlakunya hipotik. dalam satu undang-undang (UUHT) mengatur
Namun apabila membaca Penjelasan Pasal satu objek yang sama yaitu parate eksekusi,
6 UUHT kemudian dihubungkan dengan Pasal 6 tetapi memberikan makna yang berbeda satu
UUHT akan menimbulkan kebingungan, sebab sama lain. Perbedaan makna tersebut tercermin
dalam Penjelasan pasal tersebut menentukan dalam Pasal 6 UUHT, bahwa hak menjual atas
bahwa : kekuasaan sendiri diberikan oleh undang-
“Hak tersebut yaitu hak untuk menjual undang (ex lege), tetapi penafsiran otentik
objek Hak Tanggungan atas kekuasaan dari pembentuk UUHT sebagaimana dalam
sendiri merupakan salah satu perwujudan Penjelasan Pasal 6, ternyata hak menjual atas
dari kedudukan diutamakan yang dipunyai kekuasaan sendiri, tidak dimaksudkan secara
oleh Pemegang Hak Tanggungan atau ex lege tetapi atas dasar diperjanjikan terlebih
Pemegang Hak Tanggungan Pertama dalam dahulu. Pengaturan ini menjadi berlebihan dan
hal terdapat lebih dari satu (1) Pemegang Hak akan menimbulkan silang pendapat yang tiada
henti-hentinya, bahwa dapat dikatakan terjadi
1 Poesoko Herowati. 2007. Parate Executie Obyek Hak Tanggungan
(Inkonsistensi, Konflik Norma dan Kesesatan Penalaran dalam
inkonsisten dalam pengaturannya.
UUHT). Yogyakarta ; Penerbit LaksBang PRESSindo. Hal. 249 2 Ibid. Hal. 250

Jurnal Pembaharuan Hukum


90 Volume II No. 1 Januari - April 2015
Pada dasarnya susunan tata aturan yang Sehingga dengan mendasarkan alasan tersebut,
penuh konsistensi, tidak lepas dari hubungannya jelas hak kreditur pemegang Hak Tanggungan
dengan sistematika peraturan-peraturan hukum pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan
yang lain, sebab hukum merupakan suatu sistem adalah atas dasar undang-undang, bukan atas
artinya sarana yang merupakan suatu kesatuan dasar diperjanjikan.
yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau Lebih lanjut dalam Penejelasan Pasal 6 UUHT,
unsur-unsur yang saling terkait satu sama lain, Pembentuk UUHT juga telah mencampuradukan
atau dengan perkataan lain sistem hukum adalah parate executie dengan kedudukan kreditur
suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur preferen. Untuk mengkaji hal tersebut, dengan
yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bertitik tolak dari jenis hak yang terkandung dalam
bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan UU No. 4/1996. Sebenarnya Hak Tanggungan
tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap merupakan suatu jenis hak yang eksistensinya
kompleks unsur-unsur yuridis, seperti peraturan lahir lewat perjanjian yang diadakan oleh para
hukum, asas hukum dan pengertian hukum. pihak. Perjanjian jaminan yang melahirkan Hak
Adanya pengaturan yang inkonsisten terhadap Tanggungan ini, dibuat oleh para pihak dengan
hak kreditor yang diatur dalam Pasal 6 UUHT tujuan untuk melengkapi perjanjian pokok yang
dengan Penjelasan dalam Pasal 6, maka demi umumnya berupa perjanjian utang piutang
dan untuk perlindungan hukum dan kepastian atau perjanjian kredit. Sehubungan berdasar
hukum bagi kreditur tersebut, perlu adanya kesepakatan jaminan yang diberikan oleh debitur
sandaran berpijak untuk mencari solusi atas adalah tanah (benda tidak bergerak), berarti
kerancuan pengaturan tersebut. para pihak akan membuat perjanjian jaminan
Berpijak pada Keputusan Presiden RI No. Hak Tanggungan. Perjanjian ini terkualifikasi
44 Tahun 1999 tentang Penyusunan Peraturan sebagai perjanjian kebendaan, sehingga Hak
Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Tanggungan yang lahir tergolong sebagai
Undang-Undang, Rancangan Peraturan kebendaaan (zakelijk). Seperti diketahui bahwa
Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden, hak kebendaan memiliki ciri-ciri yang sangat
tanggal 19 Mei 1999, Lembaran Negara Republik unggul seperti ada preferensi, droit de suit,
Indonesia tahun 1999 Nomor 70, pada II, tentang priorotas, dan bersifat mutlak. Akibat lanjutnya,
Hal-Hal Khusus, II A, Penjelasan dinyatakan :3 kreditor atau bank yang memiliki Hak Tanggungan
“Pada dasarnya rumusan penjelasan peraturan yang tergolong sebagai kreditor preferen, bukan
perundang-undangan tidak dapat dijadikan lagi sebagai kreditor konkruen.
sebagai sandaran bagi materi pokok yang diatur Walaupun undang-undang tidak memberikan
dalam batang tubuh. Karena itu, penyusunan penjelasan resmi mengenai apa yang dimaksud
rumusan norma dalam batang tubuh harus dengan “kedudukan yang diutamakan”, tetapi
jelas dan tidak menimbulkan keragu-raguan”. berpijak dari Pasal 1 ayat (1) UUHT, tetapi dengan
Apabila peraturan tersebut diatas dikaitkan mengingat akan kedudukan pemegang hipotik
dengan Penjelasan Pasal 6 UUHT, maka dalam B.W. sebagai kreditor preferen, kiranya
Penjelasan dari Pasal 6 UUHT tidak dapat boleh diduga, bahwa yang dimaksud dengan
dijadikan sandaran bagi materi pokok yang “kedudukan yang diutamakan” sama dengan
diatur dalam batang tubuh yang adalah Pasal “kedudukan sebagai kreditur preferen”. Untuk hal
6 UUHT. Penjelasan suatu norma tidak boleh tersebut perlu mengetahui tentang “Kedudukan
bertentangan dengan isi (substansi) normanya, sebagai kreditur preferen”, berarti, kreditur
dan Penjelasan dari norma tersebut tidak mengikat, pemegang hak jaminan tersebut didahulukan di
karena Penjelasan suatu norma bukanlah suatu dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi
norma. Sehubungan Penjelasan Pasal 6 UUHT benda pemberi jaminan tertentu yang dalam
bukan norma manakala terjadi sengketa, maka hubungannya dengan Hak Tanggungan secara
kedudukan Penjelasan Pasal 6 UUHT tersebut khusus diperikatkan untuk menjamin tagihan
tidak mempunyai kekuatan berlaku mengikat. kreditor. Dengan demikian, kedudukan sebagi
3 Ibid. Hal. 253 kreditur preferen baru mempunyai peranannya

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 1 Januari - April 2015 91
dalam suatu eksekusi terhadap objek jaminan tersebut, sudah barang tentu tidak mengurangi
manakala debitur wanprestasi, maka dalam preferensi piutang-piutang negara menurut
mengambil pelunasan piutangnya, kreditor ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
preferen diberi hak terlebih dahulu daripada Tetapi ternyata apabila membaca penjelasan
kreditur lainnya. dari Pasal 6 UUHT yang menyebutkan :5
Kalau benar maksud pembuat undang- “Hak untuk menjual objek Hak Tanggungan
undang seperti tersebut diatas, maka lebih atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu
lanjut ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUHT yang perwujudan dari kedudukan diutamakan yang
dihubungkan dengan Pasal 20 ayat (1b) UUHT, dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan
yang terletak pada Bab V tentang Eksekusi Hak atau pemegang Hak Tanggungan pertama
Tanggungan, yang mengatur :4 dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang
“... untuk pelunasan piutang pemegang Hak Hak Tanggungan ...”
Tanggungan dengan hak mendahului daripada Pemahaman terhadap penjelasan dari Pasal
kreditur-kreditur lainnya”. 6 UUHT, ternyata pembentuk undang-undang
Kata “hak mendahului” kalau dihubungkan mencampuradukkan antara hak untuk menjual
dengan peristiwa “eksekusi” tentunya berarti objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri
“didahulukan” dalam mengambil pelunasan atas (parate executie) dengan perwujudan kedudukan
hasil eksekusi dari benda atau benda-benda diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak
yang dijaminkan. Sehingga, kedudukan kreditor Tanggungan (kreditor preferen). Menurut J. Satrio,
pemegang Hak Tanggungan disebut sebagai kewenangan parate eksekusi bukan merupakan
“diutamakan”, sedang pelaksanaan haknya perwujudan dari kedudukan kreditor sebagai
disebut “didahulukan”. Maksudnya didahulukan kreditor yang diutamakan/preferen, yang benar
eksekusinya dari kreditur yang lain, sekalipun adalah merupakan perwujudan dari salah satu
tidak diberikan penjelasan lebih lanjut oleh segi dari kedudukan kreditor yang memperjanjikan
undang-undang, namun kiranya sekali lagi hak jaminan khusus, atau yang oleh undang-
berdasarkan pengalaman mengenai hipotik undang diberikan kewenangan khusus, yaitu
boleh menduga, bahwa yang dimaksud adalah memberikan kemudahan kepada kreditor dalam
didahulukan terhadap kreditor konkruen, sebagai mengambil pelunasan. Penulis sependapat
dasar pemikirannya adalah Pasal 1132 jo Pasal dengan J. Satrio, dengan alasan kalau hak untuk
1138 B.W. menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan
Sebagai konsekuensi adanya kedudukan sendiri adalah bukan perwujudan kedudukan
pemegang Hak Tanggungan yang diutamakan atau diutamakan, tetapi sebagai perwujuan prinsip
mendahulu, maka objek Hak Tanggungan dapat mempercepat pelunasan piutang kreditor, karena
dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan, sehingga parate executie merupakan prinsip eksekusi yang
terdapat pemegang Hak Tanggungan peringkat menyimpang dari eksekusi yang diatur dalam
pertama, peringkat kedua dan seterusnya, Hukum Acara Perdata. Sedangkan kedudukan
sehingga dengan sendirinya pemegang Hak kreditor preferen menunjukkan bahwa pemenuhan
Tanggungan yang lebih tua akan mempunyai prestasinya lebih didahulukan dari piutang yang
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan lain yang timbul dari perjanjian jaminan khusus.
dengan pemegang Hak Tanggungan berikutnya. Adanya kerancuan dalam Penjelasan Pasal
Penentuan peringkat pemegang Hak Tanggungan 6 UUHT sedikit banyak membingungkan para
telah diatur dalam Pasal 5 UUHT. Sehingga hak pemegang jaminan, khususnya bagi kreditor
tagih kreditor yang memiliki posisi sebagai kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama, karena
preferen, posisi kreditor tersebut menjadi sangat meskipun pada dasarnya lahirnya parate executie
kuat. Menurut Isnaeni, pola ini dapat diandalkan dapat diperjanjikan dan akan mengikat pada
untuk menunjang kegiatan bisnis para pelaku para pihak, namun sebagai norma harus jelas
ekonomi yang selalu menginginkan efisiensi. dan tegas agar tidak menimbulkan pemahaman
Kreditor dengan kedudukan yang diutamakan ganda yang berakibat memberikan arti yang
4 Ibid. Hal 255 5 Ibid. Hal. 256

Jurnal Pembaharuan Hukum


92 Volume II No. 1 Januari - April 2015
kabur, sehingga menimbulkan peluang penafsiran 1. Hak menjual atas kekuasaan sendiri baru
berbeda-beda, yang mengakibatkan terlupakan melekat apabila diperjanjikan secara tegas
tujuan semula dibentuknya Pasal 6 UUHT. dalam Akta Pembebanan Hak Tanggungan
Karakter parate eksekusi dan menjual atas :
kekuasaan sendiri atau eigenmachtige verkoop - Pemberian hak itu menurut Penjelasan
(the right to sale), namun penerapannya mengacu Pasal 6, harus didasarkan pada “janji” atau
pada kejelasan berikut. “klausul” ysng diberikan debitur atau Pemberi
Pelaksanaan parate eksekusi tunduk kepada Hak Tanggungan kepada Pemegang Hak
Pasal 224 HIR, Pasal 256 RBG apabila tidak Tanggungan (kreditur) ;
diperjanjikan kuasa menjual sendiri : - Janji itu berisi penegasan : apabila debitur
- Penjualan lelang (eexecutoriale verkoop) atau pemberi Hak Tanggungan cedera janji,
harus diminta kepada Ketua PN ; pemegang Hak Tanggungan berhak menjual
- Permintaan berdasarkan alasan cidera janji objek Hak Tanggungan melalui pelelangan
atau wanprestasi ; umum tanpa memerlukan persetujuan lagi
Apa yang dimaksud cidera janji, tidak diatur dari pemberi Hak Tanggungan.
dalam Pasal 6 UUHT 2. Dari hasil penjualan, kreditor mengambil
a. Dengan demikian, untuk menentukan adanya pelunasan lebih dahulu :
cidera janji merujuk kepada ketentuan Pasal - Kreditor berhak mengambil pelunasan atas
1243 KUH Perdata ; seluruh utang dari hasil penjualan lebih dahulu,
b. Atau sesuai dengan kesepakatan yang diatur dengan jalan mengesampingkan kreditor lain
dalam perjanjian ; ;
c. Atau jika merujuk secara analog dengan - Jika masih ada sisa, menjadi hak pemberi
ketentuan Pasal 1178 KUH Perdata, yang Hak Tanggungan, oleh karena itu harus
dikategori cidera janji apabila debitur : diserahkan kepadanya.
- Tidak melunasi utang pokok, atau Konsep dan sistem menjual atas kekuasaan
- Tidak membayar bunga yang terutang sendiri yang diatur dalam Pasal 6 UUHT, sama
sebagaimana mestinya. dengan yang digariskan Pasal 1178 KUH Perdata,
Ketentuan pasal ini mengandung kerancuan yakni harus ditegaskan sebagai klausul dalam
jika dihubungkan dengan penjelasan Pasal 6 Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT).
tersebut. Satu segi, Pasal 6 sendiri memberi Undang-Undang Hak Tanggungan sampai
kuasa menjual sendiri kepada pemegang HT saat ini belum mengatur mengenai Peraturan
apabila debitur cedera janji. Akan tetapi, pada Pelaksanaannya. Sehingga berdasarkan
penjelasan pasal itu sendiri, ditegaskan kepada penjelasan sebelumnya maka dapat dipahami
pemegang HT untuk menjual sendiri (rechts van bahwa lelang Hak Tanggungan harus melalui
eigenmachtige verkoop) baru melekat apabila permohonan fiat (penetapan) kepada Ketua
hal itu diperjanjikan. Jadi, satu segi berdasarkan Pengadilan Negeri yang berwenang. Hal ini
pasal ini, tersirat rumusan bahwa kuasa menjual sesuai dengan Pasal 224 HIR yang mengatur
sendiri seolah-olah bersifat ipso jure (by law) mengenai lembaga parate eksekusi.
diberikan undang-undang kepada pemegang Tanpa melalui lembaga parate eksekusi
HT, namun berdasarkan penjelasan pasal itu, sesuai Pasal 224 HIR maka dapat dikatakan
tidak bersifat ipso jure, tetapi harus berdasarkan proses lelang eksekusi Hak Tanggungan yang
kesepakatan. dilakukan pihak perbankan karena nasabah
Menurut penjelasan ini, hak untuk menjual debiturnya macet secara langsung ke lembaga
objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri, lelang adalah masuk dalam kategori tidak sesuai
merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan dengan peraturan perundang-undangan (undue
diutamakan atau hak preferen yang dimiliki process the law).
pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Sebagaimana yang banyak terjadi, bila suatu
Hak Tanggungan pertama, apabila pemegang lelang eksekusi Hak Tanggungan yang secara
Hak Tanggungan lebih dari satu orang. langsung dilakukan melaui Lembaga Lelang akan

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 1 Januari - April 2015 93
banyak mendapat Perlawanan dari debiturnya. Melalui campur tangan Pengadilan maka
Biasanya melalui suatu perdebatan keadaan fiat atau Penetapan lebih mencerminkan
jumlah hutang yang pasti. Meskipun melalui keseimbangan kepentingan dan memenuhi asas
upaya Perlawanan ini akhirnya pokok perkara keadilan dalam hal Pengadilan telah memeriksa
diperiksa oleh Pengadilan namun kiranya telah kecukupan alasan dikeluarkannya Penetapan
melanggar hukum perdata yang seharusnya. tersebut. Disamping itu pihak debitur akan
Disini belum terjadi unifikasi hukum karena sikap mendapatkan Hak Teguran (aanmaning) dan
Mahkamah Agung juga tidak tegas atau bahkan langsung dapat menjelaskan duduk perkaranya
mendua dalam menentukan hukum acara lelang kepada Pengadilan yang berwenang. Masing-
eksekusi Hak Tanggungan yang seharusnya. masing pihak mendapat hak dan kewajiban
Yurisprudensi Mahkamah Agung belum tegas secara seimbang untuk mempertahankan
mengaturnya sehingga banyak pihak baik dari kepentingannya didepan sebelumnya, yang
perbankan ataupun debitur mencoba-coba dipenuhi oleh lembaga lelang karena tidak
melakukan tindakan-tindakan hukum tersebut. memiliki ruang pembuktian lagi.
Sebagai penekanan dalam maksud Meskipun pada asasnya lembaga parate
pengertian Undang-Undang, berikut disitir bunyi eksekusi ditujukan agar eksekusi dapat dilakukan
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia secara serta merta, namun adanya syarat dan
No. 3210 K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986 ketentuan “apabila debitur cidera janji” dalam Pasal
yang dalam pertimbangan amarnya menyatakan 6 Undang-Undang Hak Tanggungan membuat
sebagai berikut : ekskekusi yang dimaksud adalah kondisional
- Pelaksanaan eksekusi prosse akta hipotek atau bersyarat tertentu. Maraknya gugatan
yang berkepala Demi Keadilan Berdasarkan akibat asset jaminan dilelang oleh perbankan
Ketuhanan Yang Maha Esa berdasarkan disamping efek psikologis tereksekusi, juga
Pasal 224 HIR, mempunyai kekuatan yang sangat dipengaruhi karena begitu longgarnya
sama dengan Putusan Pengadilan yang batasan berlakunya ketentuan undang-undang
berkekuatan hukum tetap ; tersebut.
- Namun pelaksanaannya, harus melalui
campur tangan Pengadilan Negeri, karena 2. Perlindungan Hukum Debitur Dalam
yang dimaksud jawatan umum pada Pasal Persfektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1211 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 1999 tentang Perlindungan Konsumen
adalah Pengadilan, bukan Kantor Lelang ; (UUPK) dan Perlindungan Penentuan Nilai
- Oleh karena itu, penjualan lelang yang Limit Lelang Jaminan Hak Tanggungan
dilakukan Kantor Lelang Bandung tanpa Konsumen merupakan salah satu pelaku
atas perintah Ketua Pengadilan Negeri, tetapi kegiatan perekonomian dalam suatu Negara.
langsung atas permintaan Bank (Kreditor) Konsumen merupakan individu/sekelompok orang
adalah tidak sah. yang mengkonsumsi suatu barang atau jasa yang
Meskipun Putusan tersebut diatas muncul disediakan oleh produsen. Brikut merupakan
sebelum berlakunya Undang-Undang No. pengertian konsumen dari para ahli :6
4/1996 tentang Hak Tanggungan namun secara a. Philip Kotler “konsumen adalah semua
pemahaman hukum telah sesuai dengan Pasal 224 individu dan rumah tangga yang membeli
HIR jo. Pasal 1211 Kitab Undang-Undang Hukum maupun memperoleh barang atau jasa untuk
Perdata. Dalam hal ini belum terdapat Undang- dikonsumsi pribadi”.
Undang atau peraturan baru yang merubahnya b. Hornby “konsumen adalah setiap orang
maka seharusnya ketentuan lama tersebut yang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia
dipakai. Oleh karena pelaksanaan lelang eksekusi dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
Hak Tanggungan tanpa melalui campur tangan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
Ketua Pengadilan adalah tidak memenuhi secara
6 dhika augustyas “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen” diakses
hukum acara (undue process of the law). dalam https://dhiasitsme.wordpress.com/2012/04/18/perlindungan-
hukum-bagi-konsumen/ pada tanggal 10 Mei 2015 pukul 14.34 WIB

Jurnal Pembaharuan Hukum


94 Volume II No. 1 Januari - April 2015
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. (produsen) berlaku adil dalam menciptakan
Konsumen sebagai pemakai barang atau suatu barang/jasa baik dalam proses
jasa memerlukan suatu perlindungan hukum pembuatan serta dalam proses penentuan
yang jelas dalam mendapatkan kepuasan serta harga. Dengan rasa keadilan yang tinggi,
kelayakan dalam mengkonsumsi barang atau maka tidak ada pihak yang merasa dirugikan
jasa. Perlindungan Konsumen menurut Undang- dalam hal tersebut.
undang No.8 Tahun 1999, pasal 1 butir 1 adalah c. Asas keseimbangan merupakan asas dimana
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian adanya keseimbangan antara kepentingan
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen maupun produsen serta pihak-
konsumen”. Dalam hal ini maka dalam segala pihak lain seperti pemerintah sehingga tercipta
pemakaian produk atau jasa oleh konsumen, perekonomian yang baik dan stabil.
konsumen berhak mendapatkan suatu kepastian d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
hukum. merupakan suatu asas dimana setiap barang/
Perlindungan bagi konsumen banyak jasa yang dihasilkan sudah memenuhi syarat
macamnya, seperti perlindungan kesehatan dan untuk diproduksi dan disetujui oleh badan
keselamatan konsumen, hak atas kenyamanan, hukum yang berwenang sehingga produk yang
hak dilayani dengan baik oleh produsen maupun ditawarkan dan dijual kepada konsumen layak
pasar, hak untuk mendapatkan barang atau jasa untuk dikonsumsi karena dalam penggunaan
yang layak dan lain sebagainya. Banyaknya hak barang/jasa oleh konsumen hal itu juga
dalam perlindungan konsumen disebabkan oleh menyangkut atas keselamatan konsumen
faktor bahwa konsumen adalah pelaku ekonomi yang harus ditanggung oleh produsen maupun
yang penting, karena tanpa adanya konsumen pemerintah jika terjadi suatu kecelakaan.
dalam produksi barang atau jasa, maka suatu e. Asas kepastian hukum adalah asas yang
perekonomian tidak akan berjalan. Bila produk/jasa membuat para pelaku usaha maupun
yang dihasilkan tidak sesuai dengan permintaan konsumen dapat mematuhi peraturan yang
dari konsumen, maka kepuasan konsumen akan berlaku sehingga tidak akan melanggar
menjadi minimal sehingga terjadi ketimpangan hukum yang telah diatur. Dengan adanya
dalam perekonomian maupun produksi suatu kepastian hukum maka konsumen juga
barang atau jasa tersebut. dapat menggunakan produk/jasa dengan
Dalam pasal 2 Undang-Undang No.8/1999 rasa aman dan dapat menjadi suatu jamina
berisi tentang asas perlindungan konsumen apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan
dimana dalam pasal tersebut menyatakan dalam penggunaan produk/jasa tersebut.
bahwa “Perlindungan konsumen berdasarkan Selain harus mengacu pada asas,
manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan perlindungan konsumen dilaksanakan untuk
dan keselamatan konsumen, serta kepastian berbagai macam tujuan. Tujuan perlindungan
hukum”. Oleh karena itu, dalam perlindungan konsumen menurut pasal 3 Undang-Undang
konsumen, seharusnya setiap aspek baik No. 8/1999 yaitu:
produsen maupun pasar serta peran pemerintah a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
sangat diperlukan dan selalu mengacu kepada kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
asas-asas yaitu :7 b. mengangkat harkat dan martabat konsumen
a. Asas Manfaat dalam hal ini baik pihak produsen dengan cara menghindarkannya dari akses
maupun konsumen memiliki kedudukan yang negatif pemakai barang dan/atau jasa;
sama sehingga tidak ada kerugian dari masing- c. meningkatkan pemberdayaan konsumen
masing pihak dan dapat memperoleh haknya dalam memilih, menentukan, dan menuntut
sebagai produsen serta konsumen. hak-haknya sebagai konsumen;
b. Asas Keadilan merupakan asas yang paling d. menciptakan sistem perlindungan konsumen
sering dilanggar oleh suatu pihak, karena yang mengandung unsur kepastian hukum
seharusnya dalam hal ini pelaku usaha dan keterbukaan informasi serta akses untuk
7 Ibid mendapatkan informasi;

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 1 Januari - April 2015 95
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha nasabah debitur dapat menilai apakah upaya-
mengenai pentingnya perlindungan konsumen upaya yang dilakukan oleh kedua belah pihak
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan telah sesuai dengan yang disepakati dan tidak
bertanggung jawab dalam berusaha; melanggar ketentuan perundang-undangan.
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau Keberatan-keberatan terhadap perjanjian
jasa yang menjamin kelangsungan usaha standar antara lain adalah karena :9
produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan , 1. Isi dan syarat-syarat sudah dipersiapkan
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan oleh salah satu pihak,
konsumen. 2. Tidak mengetahui isi dan syarat-syarat
Pengaturan melalui UUPK yang sangat perjanjian standar dan kalaupun tahu tidak
terkait dengan perlindungan hukum bagi nasabah mengetahui jangkauan akibat hukumnya,
selaku konsumen perbankan adalah ketentuan 3. Salah satu pihak secara ekonomis lebih kuat,
mengenai tata cara pencatuman klausula baku. 4. Ada unsur “terpaksa” dalam menandatangani
Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan perjanjian. Adapun alasan penciptaan
dan syarat-syarat yang telah diperisiapkan dan perjanjian standar adalah demi efisiensi.
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh Adanya kondisi demikian, melatarbelakangi
pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu substansi UUPK untuk memberikan pengaturan
dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat mengenai ketentuan pencantuman klausula
dan wajib dipenuhi oleh konsumen. baku, yaitu sebagai berikut:10
Adanya perlindungan hukum bagi nasabah 1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/
selaku konsumen di bidang perbankan menjadi atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
urgent, karena secara faktual kedudukan dilarang membuat atau mencantumkan
antara para pihak seringkali tidak seimbang. klausula baku pada setiap dokumen dan/
Perjanjian kredit/pembiayaan dan perjanjian atau perjanjian apabila:
pembukaan rekening bank yang seharusnya a. menyatakan pengalihan tanggungjawab
dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak, pelaku usaha;
karena alasan efisiensi diubah menjadi perjanjian b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
yang sudah dibuat oleh pihak yang mempunyai menolak penyerahan kembali barang yang
posisi tawar (bargaining position) dalam hal ini dibeli konsumen;
adalah pihak bank. Nasabah tidak mempunyai c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
pilihan lain, kecuali menerima atau menolak menolak penyerahan kembali uang yang
perjanjian yang disodorkan oleh pihak bank dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang
(take it or leave it).8 dibeli oleh konsumen;
Pencantuman klausula-klausula dalam d. menyatakan pemberian kuasa dari
perjanjian kredit/pembiayaan pada bank konsumen kepada pelaku usaha baik
sepatutnya merupakan upaya kemitraan, karena secara langsung, maupun tidak langsung
baik bank selaku kreditur maupun nasabah debitur untuk melakukan segala tindakan sepihak
kedua-duanya saling membutuhkan dalam upaya yang berkaitan dengan barang yang dibeli
mengembangkan usahanya masing-masing. oleh konsumen secara angsuran;
Klausula yang demikian ketatnya didasari e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya
oleh sikap bank untuk melaksanakan prinsip kegunaan barang atau pemanfaatan jasa
kehati-hatian dalam pemberian kredit/pembiayaan. yang dibeli oleh konsumen;
Dalam memberikan perlindungan terhadap f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk
nasabah debitur perlu kiranya peraturan tentang mengurangi manfaat jasa atau mengurangi
perkreditan direalisir sehingga dapat dijadikan harta kekayaan konsumen yang menjadi
panduan dalam pemberian kredit. Di sisi lain obyek jual beli jasa;
pengadilan yang merupakan pihak ketiga dalam
mengatasi perselisihan antara bank dengan 9 Ibid
8 Ibid 10 Ibid

Jurnal Pembaharuan Hukum


96 Volume II No. 1 Januari - April 2015
g. menyatakan tunduknya konsumen 3. Dirumuskan dalam kata-kata dan kalimat
kepada peraturan yang berupa aturan yang jelas.
baru, tambahan, lanjutan dan/atau 4. Memberikan kesempatan yang cukup bagi
pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak debitur untuk mengetahui isi perjanjian.
oleh pelaku usaha dalam masa konsumen Pada perspektif Undang-Undang
memanfaatkan jasa yang dibelinya; Perlindungan Konsumen (UUPK) dihubungkan
h. menyatakan bahwa konsumen memberi dengan kasus posisi perkara perdata yang penulis
kuasa kepada pelaku usaha untuk teliti, maka point yang akan digarisbawahi adalah
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, menyangkut penerapan asas perlindungan
atau hak jaminan terhadap barang yang konsumen/Debitur, yaitu :
dibeli oleh konsumen secara angsuran. 1) Asas Manfaat dalam hal ini baik pihak Kreditur
2. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula maupun debitur memiliki kedudukan yang
baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat sama sehingga tidak ada kerugian dari masing-
atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau masing pihak dan dapat memperoleh haknya
yang pengungkapannya sulit dimengerti. sebagai Kreditur serta Debitur.
3. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh 2) Asas Keadilan merupakan asas yang paling
pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian sering dilanggar oleh suatu pihak, karena
yang memenuhi ketentuan sebagaimana seharusnya dalam hal ini pelaku usaha
dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan (produsen) berlaku adil dalam menciptakan
batal demi hukum. suatu barang/jasa baik dalam proses
4. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula pembuatan serta dalam proses penentuan
baku yang bertentangan dengan Undang- harga. Dengan rasa keadilan yang tinggi,
undang ini. maka tidak ada pihak yang merasa dirugikan
Untuk ketentuan dalam Pasal 18 dimaksud dalam hal tersebut.
yang sangat terkait erat dan sering terjadi dalam 3) Asas keseimbangan merupakan asas dimana
perjanjian kredit/pembiayaan yang diberikan adanya keseimbangan antara kepentingan
oleh bank adalah ketentuan pada ayat (1) huruf debitur maupun Kreditur serta pihak-pihak
g, yakni bahwa bank menyatakan tunduknya lain seperti pemerintah sehingga tercipta
konsumen kepada peraturan yang berupa aturan perekonomian yang baik dan stabil.
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan 4) Asas keamanan dan keselamatan Debitur
lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha merupakan suatu asas dimana setiap barang/
dalam masa konsumen memanfaatkan jasa jasa yang dihasilkan sudah memenuhi syarat
yang dibelinya. untuk diproduksi dan disetujui oleh badan
Ketentuan mengenai klausula baku sudah hukum yang berwenang sehingga produk
diatur dalam UUPK, akan tetapi pada kenyataannya yang ditawarkan dan dijual kepada konsumen
sering kali masih terjadi pelanggaran sehingga layak untuk dikonsumsi karena dalam
akan merugikan kepentingan nasabah. Hal-hal penggunaan barang/jasa oleh Debitur hal itu
yang harus diperhatikan oleh pihak bank untuk juga menyangkut atas keselamatan Debitur
menghilangkan atau paling tidak meminimalisir yang harus ditanggung oleh Kreditur maupun
terjadinya kerugian bagi nasabah karena memang pemerintah jika terjadi suatu kecelakaan.
harus dalam bentuk perjanjian standar, antara 5) Asas kepastian hukum adalah asas yang
lain adalah sebagai berikut:11 membuat para pelaku usaha maupun Debitur
1. Memberikan peringatan secukupnya kepada dapat mematuhi peraturan yang berlaku sehingga
para nasabahnya akan adanya dan berlakunya tidak akan melanggar hukum yang telah diatur.
klausula-klausula penting dalam perjanjian. Dengan adanya kepastian hukum maka Debitur
2. Pemberitahuan dilakukan sebelum atau pada juga dapat menggunakan produk/jasa dengan
saat penandatanganan perjanjian kredit/ rasa aman dan dapat menjadi suatu jaminan
pembiayaan. apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan
11 Ibid dalam penggunaan produk/jasa tersebut.

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 1 Januari - April 2015 97
Selain itu terhadap aspek perbedaan Tanggungan adalah pihak selalu berkepentingan
persepsi antara Kreditur dan Debitur menyangkut terhadap obyek hak tanggungan adalah penting
kalkulasi / perhitungan sisa tunggakan kredit, sifatnya, karena bila terjadi penjualan obyek hak
perbedaan persepsi tentang jangka waktu kredit, tanggungan pasti selalu ada harapan bahwa
serta keterlambatan dan ketertutupan atas obyek hak tanggungan debitur bisa memberikan
informasi yang berhubungan dengan kontrak hasil penjualan yang tinggi.
dalam perjanjian kreditnya dengan Kreditur Konsep penjualan jaminan melalui pelelangan
menggambarkan adanya ketidaksesuaian terhadap umum ini sendiri sebenarnya bertujuan dengan
pasal 3 UUPK point d yang menekankan aspek harapan dapat diperoleh harga yang paling tinggi
perlindungan hukum dalam konteks kepastian untuk objek hak tanggungan. Maka saat konsep
hukun berkorelasi dengan keharusan adanya pelelangan tersebut berimplikasi sebaliknya di
keterbukaan informasi dan kemudahan akses lapangan, maka munculah banyak perkara yang
untuk mendapatkan informasi dari pihak Kreditur, berkaitan dengan lelang. Sesuai dengan asas
sehingga keadaan dimana debitur merasa tidak kepatutan dan itikad baik, bank tidak menentukan
paham, tidak mengerti, dan bingung dengan sendiri harga jual atas barang-barang agunan
keadaan yang dialaminya bisa dihindari. dalam rangka penyelesaian kredit bermasalah
Sulitnya penyelesaian masalah kredit debitur. Semestinya penaksiran harga obyek hak
macet disebabkan beberapa faktor yang di tanggungan terlebih dahulu dilakukan oleh suatu
antaranya bermula dari kurang diperhatikannya perusahaan penilai (appraisal company) yang
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan independen dan telah mempunyai reputasi baik.
hukum jaminan, khususnya dalam penggunaan Perkara Gugatan Debitur itu sendiri inti
tanah sebagai jaminan kredit. Sungguhpun tanah pokok masalahnya adalah harga penjualan
bukan merupakan satu-satunya jaminan, namun obyek hak tanggungan yang dinilai tidak wajar.
harus diakui bahwa tanah masih mempunyai nilai Dalil yang dapat diajukan oleh penggugat adalah
lebih bila dibandingkan dengan bentuk jaminan bahwa bank telah melakukan perbuatan melawan
lainnya, hal ini karena tanah tidak mudah hilang hukum atau bertentangan dengan kepatutan
atau rusak serta harganya cenderung meningkat, atau bertentangan dengan keadilan atau
terutama tanah-tanah di daerah perkotaan.12 bertentangan dengan asas itikad baik terhadap
Mengingat telah mempunyai nilai ekonomis harga penjualan obyek hak tanggungan yang
yang cukup tinggi, maka penggunaan tanah dinilai tidak wajar. Dengan demikian maka sangat
sebagai jaminan kredit dewasa ini di kalangan beralasan bila Asas kepatutan dan itikad baik
perbankan menempati prioritasnya / lebih serta asas penghormatan kepada milik orang
diutamakan dibanding benda-benda jaminan lain dijadikan acuan Kreditur / bank dalam
lainnya. menentukan harga jual atas barang-barang
Dalam kaitannya dengan Kreditur menjual agunan dalam rangka penyelesaian kredit
atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum bermasalah nasabah / debitur.
obyek hak tanggungan apabila debitur cidera Aspek pentingnya Bank mempertimbangkan
janji dan mengambil pelunasan piutangnya keadilan terhadap nilai jual obyek jaminan
dari hasil penjualan tersebut, seharusnya terlihat pula dalam kasus perkara di Pengadilan
tetap mempertimbangkan bahwa obyek hak banding (Court of Appeal) yang secara aklamasi
tanggungan tersebut merupakan milik Debitur (unanimously) telah memutuskan bahwa di dalam
sebagai pemberi hak tanggungan sehingga melaksanakan kewenangannya untuk menjual
pada saat dilakukan penjualan obyek hak barang agunan itu, tergugat dalam hal ini bank
tanggungan dalam lelang tetap berlandaskan terikat pada kewajiban untuk mencapai harga
kepada penghormatan kepada milik orang lain. yang sebenarnya (true value) dari properti itu.
Pemahaman bahwa pihak pemberi Hak Hakim Salmon LJ mengemukakan bahwa :13
12 Budi Harsono, “Upaya Badan Pertanahan Nasional Dalam Mempercepat “accordingly conclude, both on principal
Penyelesaian Kredit Macet Perbankan”, Kumpulan Makalah dan
Hasil Diskusi Panel I Sampai IV Pengurusan Piutang dan Lelang 13 Adrian Sutedi, 2012, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika,
Negara, (Jakarta: Dep. Keu,. RI. BUPLN, 1998), hal. 400 Jakarta, hal. 142

Jurnal Pembaharuan Hukum


98 Volume II No. 1 Januari - April 2015
and auhority, that mortgagee in exercising Lelang atau harus melalui Fiat /Penetapan
his power of sale does owe a duty to Pengadilan (sebagaimana Pasal 224 HIR
take reasonable precaution to obtain yang mengatur tentang Parate Eksekusi).
the true market value of the mortgaged b. Tanah merupakan jaminan kredit dengan
whether the has fallen short of that duty,k nilai ekonomis yang tinggi, dan prioritas
the facts must be looked at broadly, and dibanding jaminan benda jaminan lain.
he will not be adjudged to be in default Maka dengan pertimbangan bahwa obyek
unless he is plainly on the wrong side hak tanggungan itu merupakan milik debitur,
of the line.” untuk itu asas kepatutan, itikad baik dan
penghormatan terhadap milik orang lain
D. Simpulan adalah sangat penting sifatnya bagi kreditur.
a. Peluang munculnya perlawanan debitur Konsep lelang bertujuan untuk mendapatkan
disebabkan karena perangkat perundang- harga paling tinggi, namun dalam praktek
undangan yang dalam hal ini UUHT ternyata terjadi kontraproduktif karena kreditur / bank
terkandung beberapa kelemahan yaitu : UUHT menentukan secara sepihak nilai limit lelang
tidak mengatur tentang batasan definisi cidera obyek HT tersebut, sehingga harga jual lelang
janji, inkonsistensi antara Pasal 6 (hak menjual menjadi sangat tidak wajar dan ada potensi
atas kekuasaan sendiri) dan Penjelasan rekayasa lelang oleh “mafia lelang “ yang
Pasal 6 (hak menjual atas kekuasaan sendiri telah menjadi rahasia umum, hal inilah faktor
tetapi atas dasar perjanjian/ kesepakatan pemicu utama munculnya perlawanan dari
antara kreditur dengan debiturnya) sehingga debitur karena pada aspek ini debitur jelas
menimbulkan peluang penafsiran yang dirugikan. Harga yang sebenarnya (true value)
berbeda dan Dualisme Lelang Eksekusi bisa didapat dengan pelibatan appraisal
Hak Tanggungan : apakah bisa langsung independent / penilai independen yang
dilakukan Lelang (sebagaimana irah-irah mempunyai reputasi baik dalam penentuan
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME nilai limit lelang.
dalam Sertifikat Hak Tanggungan) di Balai

Daftar Pustaka
Ananda, C. Tinon Yunianti Drs., dkk, 1995, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Arikunto Suharsimi, 2005 Manajemen Penelitian, Edisi revisi, Rineka Cipta, Jakarta,
Augustyas, Dhika, 2015 “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen” diakses dalam https://dhiasitsme.
wordpress.com/2012/04/18/perlindungan-hukum-bagi-konsumen/ pada tanggal 10 Mei
2015 pukul 14.34 WIB
Badrulzaman, Mariam Darus, 2004, Buku II Kompilasi Hukum Jaminan, Mandar Maju, Bandung
___________, 1997 Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Bakti, Bandung, 1991
___________, 2004 Kompilasi Hukum Jaminan, Buku II, Mandar Maju, Bandung
Djais, Moch. SH.,CN.,MHum, dan Suradi SH.,MHum, Kontrak (Pelatihan Kemahiran Hukum
Kerjasama PT.PLN distribusi Jateng-Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang)
Djais, Mochammad, Peran sifat Accessoir Hak Tanggungan Dalam Mengatasi Kredit Macet,
Badan Penerbit Undip, Semarang
Gatot, Wardoyo, dikutip dari M. Djumhana, 1992, Sekitar Klausul-klausul Perjanjian Kredit Bank,
Bank dan Manajemen,
Harahap, M. Yahya, 1996, Perlawanan Terhadap Eksekusi Grose Akta Serta Putusan Pengadilan
dan Arbitrase dan standar Hukum Eksekusi, Citra Aditya Bakti, Bandung
Harahap, M. Yahya, 2013, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi kedua
: Sinar Grafika, Jakarta

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 1 Januari - April 2015 99
H. Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia PT. Radja Grafindo Persada,
Jakarta
Harsono, Boedi, 2013, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Edisi Revisi, Cetakan Kesembilan, Djambatan, Jakarta
___________, 1998 “Upaya Badan Pertanahan Nasional Dalam Mempercepat Penyelesaian
Kredit Macet Perbankan”, Kumpulan Makalah dan Hasil Diskusi Panel I Sampai IV
Pengurusan Piutang dan Lelang Negara, Dep. Keu,. RI. BUPLN, Jakarta
Hernoko, Agus Yudha, 2010, Hukum Perjanjian;Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil,
Prenadamedia Group, Jakarta
Indarti, Erlyn, 2010 Diskresi dan Paradigma : Sebuah Telaah Filsafat Hukum, Badan Penerbit
Undip. Semarang
Isnaeni, Moch, Parate Executie Obyek Hak Tanggungan (Inkonsistensi, Konflik, Norma, dan
Kesesatan Penalaran dalam UUHT), 2007, Cetakan I ; Laksbang Pressindo, Yogyakarta
Mertokusumo, Sudikno, 2011, “Mengenal Hukum, Suatu Pengantar”, dalam Esmi Warassih
“Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Semarang
Michael, Groves, 1992, Managing Problem Loans, Tokyo: Bank Administration Institute
Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan, 2005, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan,
Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Kencana Prenada Media, Jakarta
Patrik Purwahid dan Kashadi, 2006, Hukum Jaminan edisi revisi dengan UUHT, Fakultas Hukum
Undip, Semarang
Parlindungan,A.P., 1996, Komentar Undang-Undang tentang Hak Tanggungan, Cetakan Pertama,
Mandar Maju, Bandung
Purbacaraka Purnadi dan Soekanto, Soerjono, 2011, “Perihal Kaidah Hukum” dalam Esmi
Warassih “Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis”, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro Semarang
R.Subekti, KUH Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta
Radbruch, Gustav, 2010 Einfuhrung in die Rechtswissenschaft, dalam Esmi Warassih “Pranata
Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang
Rahardjo, Sutjipto, 2011 “Ilmu Hukum” dalam Esmi Warassih “Pranata Hukum, Sebuah Telaah
Sosiologis”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang
Salim, Agus, 2006, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial Buku Sumber Untuk Penelitian Kualitatif,
Tiara Wacana, Jakarta
Satrio, J.,2002, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung
Siswanto, Sutojo, 1995 Analisis Kredit Bank Umum, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta
Siswanto, Sutojo, 1996 Menangani Kredit Bermasalah, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta
Sjahdeini, Sutan Remy, 1996, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan
Masalah-Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Surabaya: Airlangga University Press,
___________, 1993. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak
dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta
Soemitro, Ronny Hanitio, 2004, Metodologi Penelitian Hukum, Gahalia Indonesia, Jakarta
Soimin, Soedharyo, 2001 Status Hak dan Pembebasan Tanah Sinar Grafika, Jakarta
Suhartono, Irawan, 2004, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknis Penelitian Bidang Kesejahteraan
Sosial dan Ilmu Sosial, Remaja Rosdakarya, Bandung
Sumardjono, Maria, 1998, “Prinsip Dasar Hak Tanggungan Dan Beberapa Permasalahan Yang
Berkaitan Dengan Kredit Perbankan”. Kumpulan Makalah Dan Hasil Diskusi Panel I
sampai IV Pengurusan Piutang dan Lelang Negara,Dep. Keu. RI, BUPLN, Jakarta
Supramono, Gatot, 1995, Perbankan dan Masalah Kredit, Djambatan. Jakarta

Jurnal Pembaharuan Hukum


100 Volume II No. 1 Januari - April 2015
Sutedi, Adrian, 2012, Hukum Hak Tanggungan, Sinar Grafika, Jakarta
Sutrisno, Endang, 2013 Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, Penerbit In Media. Jakarta
Warassih, Esmi, 2011, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang
Widyadharma, Ignatius Ridwan, 1996, Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, Cetakan Pertama, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang

Peraturan Perundang-Undangan :
1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
2. Undang Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
3. Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan UU No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
4. Undang Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.
5. Undang-Undang No. 08 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
6. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum.
7. Surat Edaran Bank Indonesia No. 26 / 4 / BPPP tgl 29 Mei 1993 tentang Penyelesaian Kredit
Bermasalah Secara Administrasi Perkreditan.
8. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31 / 150 / KEP /DIR tgl 12 November 1998.

Kamus Hukum :
Black’s Law Dictionary of Western Philosophy, Blackwell Publishing, 2004

Jurnal Pembaharuan Hukum


Volume II No. 1 Januari - April 2015 101

You might also like