Sistem Spasial Dan Tipologi Rumah Panggung Di Desa Loloan, Jembrana (Bali)
Sistem Spasial Dan Tipologi Rumah Panggung Di Desa Loloan, Jembrana (Bali)
Abstract
Loloan is one of many unique villages located across the Jembrana Regency (Bali). Historically
this community is descended from the Bugis ethnicity who sailed from Celebes Island to Bali. It is
believed they were the first Muslim missionaries to spread Islamic beliefs on the island. Their
arrival was acknowledged by the King of Jembrana who then provided them with land to settle.
They populated this newly formed settlement with Bugis style's stilt houses, an unfamiliar form of
home to the Balinese. The community has over time developed a distinctive living environment,
extending the Bugis traditions. Given different resources as well as other natural circumstances
compared to those found back home in Bugis, the Loloan community developed a range of stilt
houses. The objective of this paper is to study the typology of stilt houses existing in this
community, and the underlying factors determining their physical forms. The study was
conducted using qualitative methods. The analysis was carried out by examining the spatial
structure and architectural forms at both macro (settlement) and micro (houses) levels. Data
collection was done by carrying out a literature study, interviews and physical observation.
Research findings show there are four types of stilt houses in the Loloan community. Determining
factors behind the emergence of this typology include socio cultural aspects, economic conditions,
activities of the inhabitants, communal interactions taking place in the domestic sphere, building
age, land availability and preferences of individuals living in the house.
Key words: typhology, stilt house, spatial structure, house form
Abstrak
Loloan merupakan salah satu dari beragam komunitas unik yang ada di Kabupaten Jembrana.
Secara historis, Komunitas Loloan berasal dari Bugis yang berlayar dari Pulau Sulawesi ke Bali.
Mereka dipercaya sebagai penyebar Agama Islam pertama yang datang ke Bali. Raja Jembrana
pada waktu itu menyambut kedatangan mereka dengan memberi sebuah area untuk bermukim di
Loloan. Mereka membangun beragam rumah panggung gaya Bugis, sebuah struktur yang tidak
lazim ada di beragam permukiman di Bali. Seiring waktu, komunitas Loloan memunculkan
sebuah permukiman yang berbeda. Karena adanya perbedaan sumber daya pendukung dan kondisi
hidup dibanding dengan yang mereka temukan di Bugis, masyarakat Loloan telah memunculkan
beragam bentuk rumah panggung. Tujuan artikel ini adalah menstudi tipologi wujud rumah
panggung di Loloan beserta faktor-faktor yang menentukan keberadaannya. Studi ini dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Analisa dilakukan terhadap struktur spasial dan
bentuk arsitektur, baik yang ada di leval makro (permukiman) maupun mikro (rumah). Data
pendukung diperoleh melalui studi literatur, wawancara dan observasi fisik. Temuan studi menun-
jukan bahwa terdapat empat tipe rumah panggung di Loloan. Adapun faktor-faktor yang
melatarbelakangi kemunculan tipe rumah ini melingkup aspek sosial budaya, ekonomi, aktivitas
penghuni, umur dan kondisi bangunan, interaksi komunal, ketersediaan lahan, dan preferensi
individu yang tinggal di dalamnya.
1. Pendahuluan
Loloan merupakan daerah yang terletak di Kabupaten Jembrana, Bali. Loloan terbagi
menjadi dua wilayah yaitu Loloan Barat dan Loloan Timur yang keduanya dipisahkan
oleh sebuah sungai bernama Sungai Ijo Gading dan dihubungkan oleh sebuah jembatan
yang bernama Jembatan Syarif Tua. Dilihat dari sejarah, masyarakat Loloan merupakan
keturunan masyarakat pendatang penyebar Agama Islam permulaan di Bali. Menurut
Sarlan (2009), masyarakat pendatang tersebut diberikan suatu wilayah oleh raja
Jembrana dan membentuk citra lingkungan baru dengan mengangkat pola wujud rumah
sesuai dengan asal tradisinya yaitu rumah panggung. Rumah panggung merupakan
rumah yang tidak berdiri di atas tanah melainkan disokong atau didukung oleh sejumlah
tiang-tiang vertikal. Seiring kemajuan jaman dan teknologi rumah panggung banyak
ditinggalkan oleh masyarakat di Loloan.
Muztahidin (24 Desember 2012), mengungkapkan berkurangnya jumlah rumah
panggung di Loloan salah satunya disebabkan masyarakat Loloan lebih memilih
membangun rumah masa kini karena lebih mudah dan murah dalam perawatan. Ada juga
yang masih mempertahankan wujud rumah panggung namun merubah beberapa bagian
rumah, terutama bagian lantai dasar/kolong dengan menambahkan ruang-ruang baru yang
sesuai dengan kebutuhan. Perubahan-perubahan rumah panggung yang dilakukan oleh
pemilik rumah menyebabkan munculnya berbagai ragam wujud rumah panggung di
Loloan. Hal inilah yang menarik minat peneliti untuk meneliti guna mencari tahu tipe-
tipe rumah panggung di Loloan yang ada saat ini berdasarkan sistem spasial dan mencari
tahu faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya tipologi rumah panggung di Loloan.
Dalam ilmu arsitektur mengenal adanya studi tipologi. Rafael Moneo dalam Sulistijowati
(1991) mengungkapkan tipologi secara etimologi berasal dari kata typos yang artinya
akar dari „the roof of‟ dan kata logos yang artinya pengetahuan atau ilmu. Tipologi
merupakan sebuah konsep yang memilah sebuah kelompok objek berdasarkan kesamaan
sifat-sifat dasar atau dapat diartikan pula bahwa tipologi adalah tindakan berfikir dalam
rangka pengelompokkan. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam penelitian ini studi
tipologi digunakan untuk mengklasifikasikan keragaman wujud dan kesamaan wujud
arsitektur rumah panggung di Loloan, Jembrana. Habraken (1988) menawarkan tiga cara
dalam mengelompokkan wujud arsitektur, yaitu:
a. Sistem spasial (spasial sistem): sistem spasial yaitu berkaitan dengan denah yang
meliputi denah, susunan ruang, orientasi dan hirarki ruang.
b. Sistem fisik (physical sistem): sistem fisik yaitu yang berkaitan dengan penggunaan
material-material elemen-elemen konstruksi penyusun bangunan seperti atap,
dinding, lantai termasuk kolom yang digunakan dalam mewujudkan suatu fisik
bangunan.
c. Sistem model/tampilan (stylictic sistem): sistem model adalah yang berkaitan dengan
tampak depan/fasade yaitu meliputi pintu dan jendela termasuk ventilasi serta ragam
hias.
Habraken (1988), dari ketiga cara tersebut sistem spasial merupakan yang paling
mendasar dan paling stabil karena terbentuk sesuai dengan pola tingkah manusia.
Berdasarkan pendapat tersebut, sistem spasial nantinya akan dijadikan dasar dalam
menentukan tipologi rumah panggung di Loloan. Nuswantoro (2004) mengungkapkan
sistem spasial dapat digambarkan sebagai keterkaitan antara man, space, dan time.
Manusia selalu dihubungkan dengan ruang dan waktu sehingga dalam aplikasi
penggunaaannya dapat dikategorikan dalam dua kategori yaitu struktur spasial dan nilai
spasial. Struktur spasial berkaitan dengan fisik ruang yaitu organisasi ruang, hirarki
ruang, orientasi ruang, akses/sirkulasi ruang, teritori fisik ruang (dinding, lantai, plafon).
Nilai spasial berhubungan dengan makna spasial berkaitan pemanfaatan ruang, dimensi
ekonomi dan hubungan antar penghuni (sosial). Sistem spasial pada penelitian ini
mencangkup struktur spasial. Struktur spasial berkaitan dengan fisik ruang. Fisik ruang
yang dibahas sesuai dengan pendapat Habraken yaitu berkaitan dengan denah yang
meliputi organisasi ruang, orientasi dan hirarki ruang.
Rumah merupakan salah satu produk arsitektur yang mempunyai peran penting dalam
kehidupan manusia. Rumah adalah merupakan kebutuhan dasar manusia berpengaruh
besar terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia lainnya seperti sandang, pangan dan
kesehatan. Banyaknya kebutuhan manusia, membuat kebutuhan pada rumah pun
berubah. Habraken (1982) mengungkapkan ada tiga dasar yang dapat dikatakan sebagai
indikasi suatu perubahan meliputi penambahan (addition), pengurangan/membuang
(elimination), pergerakan atau perpindahan (movement). Rapoport (1969),
mengungkapkan membangun suatu rumah merupakan gejala budaya, maka bentuk
pengaturannya sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungan dimana bangunan itu berada.
Perubahan rumah dalam konteks perubahan kebudayaan tidak berlangsung secara
spontan dan menyeluruh akan tetapi tergantung kedudukan elemen yang berubah dalam
sistem kebudayaan secara keseluruhan (Rapoport 1983). Rapoport membagi elemen
tersebut atas:
1. elemen inti (core element) yang sulit berubah, bersifat tetap atau tidak bisa
dihilangkan dan menjadi identitas pemilik arsitektur tersebut;
2. elemen pinggiran (peripheral element) merupakan bagian yang tidak terlalu penting
dan mudah berubah;
3. elemen tambahan (new element) yaitu elemen-elemen tambahan yang menjadi
bagian baru.
Rapoport (1969), menyatakan bahwa terciptanya suatu wujud atau model disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu primary atau primer dan modifying factors atau sekunder.
Primary factors meliputi faktor sosial budaya, sedangkan modifying factors mencangkup
faktor iklim, faktor bahan atau material, faktor konstruksi, faktor teknologi, faktor lahan
dan sebagainya.
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian adalah pendekatan kualitatif rasionalistik.
Muhadjir (1996) menjelaskan bahwa pendekatan rasionalistik menuntut sifat holistik,
obyek diteliti tanpa dilepaskan dari konteksnya. Desain penelitian rasionalistik bertolak
dari kerangka teori sebagai dasar atau acuan turun ke lapangan dan untuk dasar
menganalisis. Sistem spasial merupakan yang paling dasar sehingga sistem spasial
dijadikan variabel dan akan digunakan sebagai dasar klasifikasi tipologi. Sistem spasial
dilihat berdasarkan bentuk denah, organisasi atau susunan ruang, orientasi dan hirarki
ruang. Pengambilan kasus atau teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu teknik stratified random sampling. Menurut Azwar (2003) pengambilan kasus
secara random merupakan cara pengambilan objek dari populasi yang bersifat homogen
sehingga setiap objek mendapatkan kesempatan yang sama untuk dapat dipilih menjadi
anggota kasus. Populasi rumah panggung yang ada dikelompokkan berdasarkan kriteria
yaitu jumlah kepala keluarga, posisi rumah terhadap jalan, penambahan ruang,
penambahan fungsi ruang, dan penggunaan material.
Lantai tengah/induk
2
3 Lantai dasar/kolong
a. Lantai dasar/kolong
Lantai dasar/kolong merupakan ruang multifungsi tanpa sekat dengan penutup gedek.
Lantai dasar/kolong dimanfaatkan untuk menyimpan peralatan rumah tangga, tempat
bekerja dan menyimpan peralatan bekerja, tempat meyimpan kayu bakar, duduk-duduk
bisa juga dimanfaatkan sebagai kandang ternak. Gambar 2 berikut menunjukkan denah
lantai kolong pada rumah panggung di Loloan:
Gambar 2. Denah lantai dasar/kolong pada Gambar 3.Denah lantai dasar/kolong pada
rumah panggung dengan enam belas kolom rumah panggung dengan dua puluh kolom
Sumber : Penulis Sumber: Penulis
b. Lantai tengah/induk
D
Belakang E
Belakang E D
C
C C
Tengah Tengah
C
Depan B
B KETERANGAN:
A Depan A = Serambi
B = R. depan
E E A C = Bilik/kamar
D = Dapur
E = Tangga
Gambar 4. Denah lantai dan posisi dan Gambar 5. Denah lantai dan posisi dan ruang-
ruang-ruang di lantai tengah/induk pada ruang di lantai tengah/induk pada rumah
rumah panggung dengan 16 kolom panggung dengan dua puluh kolom
Sumber: Penulis Sumber: Penulis
b. Ruang depan
Ruang depan terletak di bagian depan lantai tengah/induk. Ruang depan diperuntukan
untuk menerima tamu, tempat berkumpulnya keluarga, tempat makan, mengaji, sholat
berjamaah, tempat menyelenggarakan upacara dan pada malam hari dimanfaatkan untuk
tempat tidur. Ruang depan merupakan ruang yang paling luas dan fleksibel. Gambar 5
menunjukkan ruang depan pada rumah panggung di Loloan.
c. Bilik/kamar tidur
Rumah panggung di Loloan memiliki bilik yang terletak di lantai induk pada bagian
tengah. Pada umunya terdapat dua bilik. Satu bilik diperuntukan bagi orang tua atau
orang yang telah menikah dan anak-anak. Satu lagi diperuntukan bagi anak perempuan
yang sudah beranjak dewasa (gadis). Anak lelaki yang sudah beranjak dewasa tidur di
ruang depan. Jika memerlukan bilik tambahan, maka bilik yang ada akan diberi sekat
tidak permanen dari papan kayu atau gedek tanpa merubah susunan/organisasi ruang
lantai induk. Semakin banyak dilakukan penyekatan semakin kecil/sempit bilik yang
didapat. Rumah panggung dengan enam belas kolom, pada umumnya memiliki susunan
bilik/kamar tidur berjajar ke samping, sedangkan rumah panggung dengan dua puluh
kolom pada umumnya memiliki susunan bilik/kamar tidur berjajar ke belakang. Gambar
6 menunjukkan bilik/kamar tidur pada rumah panggung di Loloan.
d. Dapur
Dapur orang Loloan terdapat di lantai induk pada bagian belakang. Dapur digunakan
sebagai tempat menyimpan peralatan memasak dan melakukan kegiatan memasak. Dapur
orang Loloan terdapat pada lantai induk di bagian belakang karena terdapat norma-norma
atau aturan masyarakat Loloan yang mengatur peletakkan/posisi dapur yaitu pada bagian
belakang. Dapur merupakan rahasia keluarga/kehidupan berumah tangga. Tamu (bukan
saudara), tidak boleh melewati batas ruang depan, apalagi masuk ke areal dapur. Ruang
dapur dibatasi hanya untuk kerabat dekat saja sehingga diletakkan di bagian belakang.
Gambar 7 menunjukkan dapur pada rumah panggung di loloan.
e. Tangga
Terdapat dua buah tangga untuk menghubungkan lantai dasar/kolong dengan lantai
tengah/induk yaitu tangga depan yang letaknya di bagian depan bangunan yaitu pada
amben/serambi dan tangga belakang yang letaknya di bagian belakang bangunan yaitu
pada dapur. Tangga depan digunakan untuk tamu sedangkan tangga belakang digunakan
khusus untuk penghuni rumah. Posisi tangga melintang atau membujur. Tangga terbuat
dari kayu dengan jumlah anak tangga ganjil yaitu 5, 7, 9 dan 11. Jika anak tangga
berjumlah genap dipercaya akan mendatangkan hal buruk bagi penghuni rumah.
f. Lantai atas/loteng
Pada lantai atas terdapat ruang yang disebut loteng/para-para. Loteng/para-para
dipergunakan anak dara/gadis (remaja putri) untuk menenun, sebagai tempat
penyimpanan barang pusaka maupun penyimpanan barang atau makanan untuk upacara.
Terdapat tangga yang terbuat dari kayu atau bambu yang digunakan sebagai akses
menuju menuju loteng/para-para. Pada zaman dahulu, para-para ini juga dijadikan
tempat pingitan. Gambar 8 menunjukkan loteng pada rumah panggung di Loloan.
Dilihat dari orientasi, tidak ada aturan yang mengatur mengenai orientasi rumah
panggung. Kemanapun arah hadap rumah penempatan pintu selalu berada di sebelah
timur atau selatan rumah. Alasannya, dengan pintu di sebelah timur atau selatan, tidak
akan mengganggu orang yang sedang sholat di sebelah barat.
Secara vertikal rumah panggung di Loloan terdiri dari tiga bagian. Bagian bawah rumah
yaitu lantai dasar/kolong merupakan ruang multifungsi yang digunakan sebagai ruang
penyimpanan peralatan rumah tangga maupun sebagai tempat memelihara hewan ternak.
Berdasarkan fungsinya tersebut maka lantai dasar/kolong merupakan ruang kotor. Bagian
tengah rumah yaitu lantai tengah/induk merupakan ruang untuk penghuni rumah
melakukan aktivitas sehari-hari. Bagian atas rumah difungsikan sebagai tempat
menyimpan barang pusaka dan memingit anak gadis sehingga dilihat dari fungsinya
ruang ini merupakan ruang bersih/suci. Hirarki ruang yang ada di rumah panggung asli
Loloan yaitu semakin ke atas semakin tinggi kedudukannya atau semakin suci.
Secara horisontal, terdapat tiga bagian ruang di lantai tengah/induk yaitu ruang bagian
depan terdapat amben/serambi dan ruang depan, bagian tengah terdapat bilik/kamar tidur
dan bagian belakang terdapat dapur. Ruang bagian depan bersifat semi selektif karena
difungsikan sebagai ruang untuk menerima tamu. Ruang bagian tengah bersifat privat
karena difungsikan sebagai ruang tidur. Bagain belakang bersifat sangat privat karena
Ragam hias yang digunakan pada rumah panggung di Loloan bersumber dari ajaran
Agama Islam. Ragam hias yang digunakan yaitu ragam hias timbul layar pada ujung
atap, ragam hias tapak dare pada sisi ujung atap, ragam hias papan sisir berupa kayu-
kayu yang dipasang bersusun pada atap. Pada dinding terdapat list kayu dan ukiran flora
atau kaligrafi. Pada pintu dan jendela terdapat ragam hias gerbang berupa ukiran kayu
yang diletakan di ambang pintu dan jendela, jaro
ruang, orientasi dan hirarki ruang. Berikut uraian hasil observasi ragam rumah panggung
di Loloan berdasarkan sistem spasial.
Sumber: Penulis
a. Bentuk denah
Berdasarkan hasil observasi, ada dua ragam bentuk denah yaitu denah memendek dan
denah memanjang. Denah memendek yaitu denah dengan jumlah kolom enam belas,
memiliki bentuk denah persegi panjang dengan kolom berjajar empat ke samping dan
empat ke belakang. Denah memanjang yaitu denah dengan jumlah kolom dua puluh,
memiliki bentuk denah persegi panjang dengan kolom berjajar empat ke samping dan
lima ke belakang. Ada delapan kasus yang memiliki bentuk denah memendek yaitu kasus
2, 4, 6, 7, 12, 13, 16 dan 17. Ada sembilan kasus yang memiliki bentuk denah
memanjang yaitu 1, 3, 5, 8, 9, 10, 11, 14 dan 15. Keragaman jumlah kolom tersebut
disebabkan oleh ketersediaan lahan. Rumah dengan denah memendek cenderung berada
pada lahan yang melebar sedangkan rumah dengan denah memanjang cenderung berada
pada lahan yang memanjang.
b. Susunan ruang
Rumah panggung di Loloan terdiri dari tiga bagian yaitu bagian lantai dasar/kolong,
lantai tengah/induk dan lantai atas/loteng. Berikut diuraikan masing-masing bagian dan
ruang serta fungsinya yang terdapat di tiap bagian:
Lantai dasar/kolong
Berdasarkan hasil observasi, pada kasus 3, 4, 5, 10, 13 dan 16 lantai dasar/kolong
difungsikan sebagai ruang multifungsi karena pemilik/penghuni rumah memerlukan
ruang yang luas untuk bekerja atau menyimpan peralatan atau ingin menjaga wujud
asli rumah panggung warisan. Pada kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17
terdapat kamar tidur pada lantai dasar/kolong. Kamar tidur pada umumnya digunakan
sebagai kamar tidur anak atau kamar tidur kosong jika sewaktu-waktu ada yang
menginap atau untuk anak jika menikah dan tinggal di rumah bersama keluarganya.
Pada kasus 1 dan 12 terdapat ruang usaha/warung akibat adanya aktivitas berjualan.
Pada kasus 7, 11 dan 14 terdapat dapur disebabkan pemilik/penghuni rumah ingin
lebih mudah dalam melakukan aktivitas memasak karena dapur di lantai dasar/kolong
lebih dekat dengan sumber air. Pada kasus 6 terdapat ruang tamu karena
pemilik/penghuni rumah berprofesi sebagai guru ngaji. Profesi tersebut menyebabkan
adanya aktivitas mengajar mengaji. Aktivitas mengajar mengaji tersebut dilakukan di
ruang depan. Agar kegiatan mengaji tidak terganggu ketika ada tamu, maka dibuatlah
ruang tamu.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, diketahui bahwa selain terdapat ruang di
dalam bangunan inti (rumah panggung), juga terdapat ruang di luar bangunan inti
(rumah panggung). Semua rumah panggung di Loloan memiliki ruang di luar
bangunan inti (rumah panggung) yaitu kamar mandi. Dulu rumah panggung tidak
memiliki kamar mandi karena sungai berada dekat dengan permukiman masyarakat
Loloan. Saat ini sungai telah mengalami pelurusan dan penataan. Masyarakat tidak
diperbolehkan lagi melakukan aktivitas MCK di sungai sehingga dibangunlah kamar
mandi pada setiap rumah. Selain kamar mandi terdapat ruang di luar bangunan inti
(rumah panggung) berupa garasi, ruang tamu/teras, gudang, dapur.
Pada kasus 1 dan 11 terdapat ruang di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa
dapur. Pada kasus 1 pemilik rumah berprofesi sebagai pedagang, maka terdapat ruang
di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa dapur yang terletak di dekat warung
untuk memudahkan proses memasak ketika berjualan. Kasus 11 juga memiliki ruang
di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa dapur agar lebih mudah karena dekat
dengan sumber air.
Pada kasus 9 terdapat ruang di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa gudang
sebagai ruang penyimpanan. Pada kasus 14 pemilik/penghuni rumah memiliki
kendaraan roda empat sehingga terdapat aktivitas memarkir kendaraan. Aktivitas
tersebut membutuhkan ruang berupa garasi. Kasus 17 pemilik rumah sering menerima
tamu sehingga terdapat ruang di luar bangunan inti (rumah panggung) berupa ruang
tamu/teras. Ruang depan tetap difungsikan sebagai ruang tamu tetapi hanya
diperuntukkan bagi tamu dekat atau kerabat.
Lantai tengah/induk
Lantai tengah/induk merupakan pusat aktivitas pemilik/penghuni rumah. Pada rumah
panggung di Loloan, lantai tengah/induk memiliki tiga pembagian ruang yaitu bagian
depan terdapat serambi dan ruang depan, bagian tengah terdapat bilik/kamar tidur dan
bagian belakang terdapat dapur. Berikut akan diuraikan masing-masing ruang:
Amben/serambi
Pada kasus 3, 4, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan 16 amben/serambi terletak di depan
atau di dalam rumah dan difungsikan sebagai ruang perantara atau sebagai ruang
duduk-duduk. Pada kasus 1, 5 dan 6 amben/serambi terletak di samping bangunan
karena jika diletakkan di depan maka terkena badan jalan atau agar tidak mengganggu
aktivitas berjualan di lantai dasar/kolong. Pada kasus 2 dan 17 tidak terdapat
c. Orientasi
Berdasarkan hasil observasi, semua rumah panggung di Loloan menghadap ke arah jalan.
Rumah panggung dengan bentuk denah memendek maupun memanjang, sisi terpendek
bangunan selalu berada di samping jalan.
d. Hirarki ruang
Berdasarkan hasil observasi, terdapat hirarki vertikal dan horisontal. Dilihat dari hirarki
ruang secara vertikal terdapat dua ragam rumah yaitu rumah yang memiliki hirarki ruang
secara vertikal dan rumah yang tidak memiliki hirarki ruang secara vertikal. Rumah yang
memiliki hirarki ruang yaitu rumah-rumah yang pada lantai dasar/kolong difungsikan
sebagai area kotor yaitu tempat menyimpan peralatan rumah tangga (gudang), kayu bakar
dan sebagainya. Lantai tengah/induk digunakan sebagai ruang aktivitas utama seperti
tidur, menerima tamu, memasak. Hirarki yang terbentuk yaitu semakin ke bawah
semakin rendah kedudukan ruangnya (ruang kotor). Rumah yang tidak memiliki hirarki
ruang yaitu rumah-rumah dengan lantai dasar/kolong memiliki fungsi yang sama dengan
lantai tengah/induk yaitu sama-sama merupakan tempat penghuni rumah melakukan
aktivitas sehari-hari.
Dilihat secara horisontal, semua rumah panggung di Loloan memiliki hirarki horisontal
yaitu semakin ke belakang semakin privat. Pada bagian belakang lantai tengah/induk
terdapat dapur yang merupakan area sangat privat. Orang Loloan menganggap dapur
sebagai rahasia kehidupan rumah tangga sehingga diletakkan di bagian belakang lantai
induk. tamu hanya boleh sampai sebatas ruang depan yang terletak di area depan lantai
tengah/induk.
Berdasarkan ragam rumah panggung yang ada, dapat ditarik suatu kesimpulan yaitu
ragam rumah panggung yang ada disebabkan ada tidaknya perubahan-perubahan yang
dilakukan terhadap wujud asli rumah panggung di Loloan. Habraken (1982)
mengungkapkan indikasi perubahan dapat dilihat dari adanya penambahan (addition),
pengurangan (elimination), pergerakan atau perpindahan (movement). Mengacu pada
teori tersebut, perubahan-perubahan yang dilakukan oleh penghuni/pemilik rumah
terhadap rumah panggungnya meliputi:
Penambahan: terjadi penambahan fungsi ruang pada lantai dasar/kolong. Lantai
dasar/lantai kolong awalnya berupa ruang multifungsi yang digunakan sebagai ruang
penyimpanan. Saat ini telah terjadi penambahan fungsi ruang pada lantai dasar/kolong
berupa kamar tidur, dapur, ruang tamu ataupun ruang usaha/warung. Penambahan juga
terjadi di luar bangunan inti (rumah panggung). Ruang yang ditambahkan pada semua
rumah pangung berupa kamar mandi. Ruang lainnya yang tidak selalau ditambahkan
yaitu garasi, dapur, teras/ruang tamu, gudang.
Pengurangan: terjadi pengurangan fungsi ruang yaitu amben/ serambi yang terdapat pada
lantai tengah/induk dan pengurangan atau penutupan akses pada lantai atas/loteng.
Pengurangan maupun penutupan akses ini disebabkan karena ruang sudah tidak
difungsikan. Pergerakan/perpindahan: pergerakan atau pemindahan terjadi pada ruang
yang terdapat pada lantai tengah/induk yaitu amben/serambi dan tangga. Perpindahan
dilakukan karena keterbatasan lahan atau karena keinginan pemilik rumah.
Dilihat dari perubahan yang ada. Ruang yang cenderung mengalami banyak perubahan
adalah lantai dasar/kolong. Perubahan pada lantai dasar/kolong cenderung menyebabkan
perubahan pada fisik dan tampilan rumah panggung. Lantai dasar/kolong yang awalnya
berfungsi sebagai ruang multifungsi, menggunakan penutup dinding tidak permanen
berupa gedek dan tidak memiliki jendela dan ventilasi. Seiring perubahan yang dilakukan
berupa penambahan fungsi ruang, material penutup dinding juga mengalami perubahan
yaitu dari dinding gedek menjadi dinding permanen dari bahan bata/beton serta memiliki
jendela dan ventilasi untuk keluar masuk udara.
Lantai tengah/induk hanya mengalami perubahan pada amben/serambi dan tangga,
sedangkan ruang-ruang yang lainya seperti ruang depan, bilik/kamar tidur dan dapur
tetap. Perubahan pada lantai tengah/induk tidak merubah fisik dan tampilan rumah
panggung di Loloan. Material yang digunakan sebagai bahan dinding yaitu papan kayu
atau gedek tetap dipertahankan atau dikombinasikan dengan bahan baru seperti seng. Hal
ini disebabkan karena ada anggapan masyarakat Loloan yaitu jika lantai tengah/induk
dan kolom kayu dihilangkan atau dirubah sehingga wujud aslinya tidak terlihat, maka
rumah tersebut tidak lagi digolongkan sebagai rumah panggung.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rapoport (1983) yang membagi elemen perubahan
atas:
a. elemen inti (core element) yang sulit berubah, bersifat tetap atau tidak bisa
dihilangkan dan menjadi identitas pemilik arsitektur tersebut. Elemen inti (core
element) pada rumah panggung di Loloan yaitu lantai tengah/induk bangunan
b. elemen pinggiran (peripheral element) merupakan bagian yang tidak terlalu penting
dan mudah berubah. Elemen pinggiran (peripheral element) pada rumah panggung di
Loloan yaitu lantai dasar/kolong
c. elemen tambahan (new element) yaitu elemen-elemen tambahan yang menjadi bagian
baru. Elemen tambahan (new element) pada rumah panggung di Loloan yaitu kamar
mandi.
samping jalan. Ruang-ruang yang ada sama seperti ruang-ruang yang terdapat pada
rumah panggung asli di Loloan yaitu:
- Lantai tengah/induk terdapat ruang-ruang yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu:
bagian depan terdapat amben/serambi, tangga depan dan ruang depan; bagian tengah
terdapat bilik/kamar; bagian belakang terdapat dapur.
- Lantai atas terdapat loteng/para-para
Orientasi yaitu sisi terpendek berada di samping jalan. Hirarki yang terbentuk secara
vertikal yaitu semakin ke bawah kedudukan ruang semakin rendah karena ruang paling
bawah yaitu lantai dasar/kolong digunakan sebagai ruang penyimpaan peralatan rumah
tangga dan ruang kerja (ruang kotor). Hirarki secara horisontal yaitu semakin ke
belakang semakin privat dengan adanya dapur yang dianggap rahasia kehidupan berumah
tangga. Semakin ke depan (dekat dengan jalan) semakin selektif dengan adanya ruang
depan yang difungsikan sebagai ruang untuk menerima tamu. Kasus yang termasuk
dalam tipe memendek tetap yaitu kasus 4, 13 dan 16. Gambar 11 berikut menunjukkan
rumah panggung tipe memendek asli:
belakang semakin privat dengan adanya dapur yang dianggap rahasia kehidupan berumah
tangga. Semakin ke depan (dekat dengan jalan) semakin selektif dengan adanya ruang
depan yang difungsikan sebagai ruang untuk menerima tamu. Kasus yang termasuk
dalam tipe memanjang tetap yaitu kasus 3 dan 10. Gambar 12 berikut menunjukkan
rumah panggung tipe memanjang asli:
a. Faktor sosial: ruang tempat melakukan interaksi yaitu di amben/serambi dan di ruang
depan. Seiring perkembangan jaman ada beberapa pemilik rumah misalnya pada
kasus 2, yang menganggap tidak nyaman atau tidak sopan berinteraksi di
amben/serambi yang letaknya paling depan, terbuka dan dekat dengan jalan. Hal ini
menyebabkan amben/serambi pada kasus 2 dihilangkan dan kegiatan interaksi hanya
dilakukan di ruang depan yang lebih tertutup.
b. Faktor budaya yang terdiri dari:
- Faktor religi dan upacara keagamaan: tradisi-tradisi yang hilang seperti tradisi
mencuci kaki pada amben/serambi, tradisi menyimpan barang pusaka atau
memingit anak gadis menyebabkan ruang yang awalnya digunakan untuk
mewadahi tradisi-tradisi tersebut dihilangkan oleh pemilik/penghuni rumah. Pada
kasus 2 dan 17 amben/serambi dihilangkan. Pada kasus 1, 11 dan 17 loteng/para-
para dihilangkan
d. Faktor aktivitas: faktor aktivitas yang dimaksud yaitu kegiatan atau kebiasaan yang
dilakukan oleh penghuni rumah. Aktivitas- aktivitas yang umum atau tetap dilakukan,
menyebabkan ruang-ruang yang mewadahi aktivitas tersebut tetap dipertahankan.
Aktivitas-aktivitas yang hilang atau sudah tidak dilakukan lagi menyebabkan ruang-
ruang yang mewadahi aktivitas tersebut dihilangkan misalnya amben/serambi (kasus 2
dan 17) dan loteng/para-para (kasus 1, 11 dan 17). Kedua ruang ini cenderung
dihilangkan karena aktivitas yang dilakukan pada kedua ruang tersebut sudah hilang.
Ada juga beberapa ruang yang ditambahkan akibat dari aktivitas yang bertambah
seperti ruang usaha (kasus 1 dan 12), ruang tamu (kasus 6), garasi. ( kasus 15). Pada
saat ini masyarakat Loloan bekerja atau mencari uang di rumah. Kegiatan tersebut
menyebabkan munculnya ruang usaha. Menerima tamu tidak lagi dilakukan di ruang
depan. Menerima tamu dilakukan di ruang tambahan yaitu ruang tamu. Rumah
panggung Loloan tidak dilengkapi dengan garasi namun saat ini beberapa penghuni
rumah memarkirkan kendaraannya di rumah sehingga dibuatlah garasi. Aktivitas yang
dulu tidak dilakukan di rumah sekarang dilakukan di rumah seperti mandi cuci kakus
dulu dilakukan di sungai saat ini dilakukan di rumah dan dibuatlah kamar mandi.
e. Faktor civitas: faktor civitas berkaitan dengan struktur keluarga, yaitu bertambahnya
jumlah anggota keluarga. Bertambahnya jumlah anggota keluarga menyebabkan
berkembang juga kebutuhan akan ruang. Hal tersebut berpengaruh terhadap
munculnya ruang tambahan seperti kamar tidur (kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15
dan 17).
f. Faktor usia bangunan: usia bangunan yang telah tua menyebabkan pemilik/penghuni
rumah khawatir dengan kemempuan kolom kayu yang sudah berumur ratusan tahun
untuk menopang bangunan. Upaya yang dilakukan pemilik/penghuni rumah ialah
menambahkan dinding permanen pada lantai dasar/kolong untuk membantu kolom
kayu menyangga bangunan (kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17).
g. Faktor ketersediaan lahan: perluasan jalan mengakibatkan lahan yang ada di bagian
depan berkurang dan menyebabkan tangga berada di samping bangunan. Sisa lahan di
bagian samping atau depan rumah dimanfaatkan menjadi suatu ruang misalnya dapur
(kasus 1 dan 11), teras/ruang tamu (kasus 17), garasi (kasus 15), gudang (kasus 9)
h. Faktor selera dan keinginan pemilik rumah: selera merupakan keinginan pribadi yang
bebas untuk mengikuti atau meniru suatu bentuk. Faktor selera biasanya muncul
karena adanya kebosanan atau kejenuhan terhadap hal-hal lama. Wujud rumah yang
beraneka ragam terjadi karena adanya keinginan untuk tampil beda dengan rumah
tetangganya (kasus 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15 dan 17).
Kesimpulan
Dilihat dari adanya perubahan yang terjadi pada sistem spasial yaitu dilihat dari bentuk
denah, susunan ruang, orientasi dan hirarki ruang, tipologi wujud rumah panggung di
Loloan yang diperoleh yaitu rumah panggung dengan denah memendek asli, rumah
panggung dengan denah memanjang asli, rumah panggung dengan denah memendek
berubah, rumah panggung dengan denah memanjang berubah. Tipe rumah panggung
memendek berubah atau memanjang berubah cenderung memiliki tampilan rumah ke
arah modern terutama pada bagian lantai dasar/kolong.
Lantai dasar/kolong merupakan elemen yang mudah berubah. Lantai tengah/induk
merupakan elemen inti karena ada anggapan masyarakat Loloan bahwa jika bagian lantai
tengah/induk berubah, maka rumah tersebut tidak disebut lagi rumah panggung,
melainkan rumah modern. Ruang depan, bilik/kamar tidur dan dapur merupakan ruang
pada lantai tengah/induk yang bersifat tetap atau tidak dihilangkan. Elemen tambahan
berupa kamar mandi. Semua rumah panggung di Loloan saat ini menambahkan kamar
mandi tetapi penambahan dilakukan di luar bangunan inti (rumah panggung). Dulu
rumah panggung tidak memiliki kamar mandi karena sungai berada dekat dengan
permukiman masyarakat Loloan. Saat ini aktivitas MCK dilakukan di kamar mandi.
Faktor yang melatarbelakangi munculnya tipologi rumah panggung di Loloan terdiri dari
faktor sosial dan budaya, faktor ekonomi, faktor aktivitas, faktor civitas, faktor usia
bangunan, faktor ketersediaan lahan, faktor selera dan keinginan. Mengingat masih
sedikitnya penelitian yang telah dilakukan mengenai rumah panggung di Loloan, maka
penting untuk dilakukan berbagai makalah eksploratif terhadap sejarah dan proses
perkembangan masyarakat serta perlu adanya makalah mengenai sistem fisik dan sistem
tampilan/model rumah panggung di Loloan.
Daftar Pustaka
Azwar, S (2003) Metode Makalah Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Habraken, N J (1982) Transformation of The Site Combridge: Massachusetts.
Habraken, N J (1988) Type as a Social Agreement Combridge: Massachusetts.
Muhadjir. N (1996) Metodologi Makalah Kualitatif Yogyakarta: Rake Sarasin.
Nuswantoro (2004) Studi Perubahan Struktur Spasial Rumah Tinggal Merangkap Toko
di Daerah Umbulharjo Yogyakarta (Skripsi) Yogyakarta: Jurusan Desain Interior
ISI.
Rapoport, A (1969) House Form and Culture. New Jersey: Prentice Hall.
Rapoport, A (1983) Development, Culture Change, and Supportive Design Milwaukee:
University of Winconsin.
Sarlan (2009) Islam di Bali: Sejarah Masuknya Agama Islam ke Bali Biang Bimas Islam
dan Penyelenggaraan Haji Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bali.
Program Peningkatan.
Sulistijowati (1991) Tipologi Arsitektur pada Rumah Kolonial Surabaya (Dengan Kasus
Perumahan Plampitan dan Sekitarnya). Laporan Makalah. Surabaya: Pusat
Makalah Institut Teknologi Sepuluh November.