0% found this document useful (0 votes)
71 views7 pages

31-Gambaran Faktor Risiko Kejadian Hiperglikemia Pada Pralansia Di Dusun Rejosari, Kemadang, Gunung Kidul, Yogyakarta

1) The study examined risk factors for hyperglycemia in middle-aged people in Rejosari village, Indonesia. 2) Of the 60 middle-aged subjects, 67% had hyperglycemia. Hyperglycemia was more common in those who were older (≥55 years), male, less educated, had a family history of diabetes, smoked, had abnormal waist size, and were obese. 3) The highest rates of hyperglycemia were seen in those ≥55 years old (73%), males (71%), those with primary education or less (78%), smokers (67%), those with abnormal waist size (63%), and the obese (74%).

Uploaded by

w.priatmadi
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
71 views7 pages

31-Gambaran Faktor Risiko Kejadian Hiperglikemia Pada Pralansia Di Dusun Rejosari, Kemadang, Gunung Kidul, Yogyakarta

1) The study examined risk factors for hyperglycemia in middle-aged people in Rejosari village, Indonesia. 2) Of the 60 middle-aged subjects, 67% had hyperglycemia. Hyperglycemia was more common in those who were older (≥55 years), male, less educated, had a family history of diabetes, smoked, had abnormal waist size, and were obese. 3) The highest rates of hyperglycemia were seen in those ≥55 years old (73%), males (71%), those with primary education or less (78%), smokers (67%), those with abnormal waist size (63%), and the obese (74%).

Uploaded by

w.priatmadi
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 7

The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

GAMBARAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERGLIKEMIA PADA PRALANSIA DI


DUSUN REJOSARI, KEMADANG, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

Desto Arisandi, Maria Asih Triyanti, Nurlaili Farida Muhajir, Siti Fatimah
Program Studi D3 Analis Kesehatan, STIKes Guna Bangsa Yogyakarta
[email protected]

Abstract

Background: Prevalence rate of diabetes mellitus based on clinical diagnose and symp had
already reached out 63.6% in 2007 meanwhile that could be increased into 2.1% in 2013 in
Indonesia and also that already happened in D.I Yogyakarta amount of 5.4%. Obesity took a part
as one of the most important factor which might be caused diabetes mellitus with prevalence rate of
2.9 higher in overweight groups in Indonesia. Rejosari was the coast area which people took a job
as fisherman largely and they inclined to take seafood as their meals which had high fat level. The
research objectives were describing risk factors of hyperglycemia in middle age in Rejosari,
Kemadang, Tanjung Sari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Method: This was a descriptive study in
middle age which took 60 people of amount as subjects. This carried on February 2015 in Rejosari,
Kemadang, Tanjung Sari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Data had been collected which were age,
sex, diabetes mellitus history in family, education, smoking behavior, waist size measurement, body
mass index (BMI) and blood glucose level. Data was analyzed as descriptive and showed in tables,
percentages, and narration. Result: Among the 60 people who as subject, 67% of them got
hyperglycemia. Hyperglycemia much happened to ≥ 55 years older age group as 73%, male as
71%, lower education level as 78%, having diabetes mellitus history in family as 63%, smoking
behavior as 67%, unnormal waist size as 63% and obesity as 74%. Conclusion: Hyperglycemia
much happened to ≥ 55 years older age group, male, lower education level, having diabetes
mellitus history in family, smoking behavior, unnormal waist size and obesity.

Kata Kunci: middle age, blood glucose, hyperglycemia

PENDAHULUAN medis, psikis maupun sosial, tetapi juga


Penderita diabetes melitus (DM) di dunia berhubungan dengan kelangsungan hidup
berdasarkan data world health organization penderita. Kelebihan penimbunan lemak di
(WHO) pada tahun 2000 terdapat sebanyak atas 20% berat badan ideal dapat
171 orang dan diperkirakan akan meningkat 2 menyebabkan peningkatan kadar glukosa
kali menjadi 366 juta pada tahun 2030. darah hingga gangguan fungsi organ tubuh
Prevalensi penyakit DM di Indonesia lainnya (Almatsier, 2004). Obesitas
sebanyak 8.426.000 orang pada tahun 2000 merupakan salah satu faktor risiko yang
yang diperkirakan akan meningkat mencapai paling penting terhadap kejadian penyakit DM
21.257.000 orang pada tahun 2030, sedangkan dengan prevalensi 2,9 kali lebih tinggi pada
prevalensi penyakit DM di Propinsi D.I. status overweight (Arora, 2008). Penentuan
Yogyakarta sebesar 5,4% (Depkes RI, 2008). derajat obesitas dapat diketahui melalui
Faktor risiko yang dapat menyebabkan indeks massa tubuh (IMT) dengan mengukur
kejadian penyakit DM meliputi faktor genetik, berat badan dalam kg dibagi dengan tinggi
usia, jenis kelamin, pendidikan, kebiasaan badan dalam meter kuadrat (m2) untuk
merokok, indeks massa tubuh, olahraga, mengetahui status gizi seseorang (Suiraoka,
hipertensi, stress, rasio lingkar pinggang 2012).
pinggul dan pemakaian obat-obatan. Makanan laut (seafood) merupakan
Prevalensi obesitas pada orang dewasa di salah satu makanan yang mempunyai kadar
Indonesia sebesar 4,7% (Sudargo dkk., 2014). lemak yang tinggi. Konsumsi seafood dalam
Obesitas merupakan kelebihan berat badan jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan
yang melampaui berat badan normal yang terjadinya peningkatan lemak di dalam darah
merupakan salah satu problem kesehatan yang dapat mempengaruhi jumlah insulin
masyarakat yang mempunyai dampak pada yang dibutuhkan untuk menguraikan glukosa,

224
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

sehingga sukar diubah menjadi energi. windows dan disajikan dalam bentuk tabel,
Hiperglikemia merupakan keadaan glukosa persentase dan narasi.
yang meningkat di dalam darah sebagai
indikator untuk menentukan penyakit diabetes HASIL
melitus (DM) (Misnadiarly, 2006). Subjek penelitian ini sebanyak 60 orang
Pralansia merupakan seseorang yang pralansia di Dusun Rejosari, Kemadang,
berusia antara 45-59 tahun yang mulai Gunung Kidul, Yogyakarta. Pralansia yang
memasuki masa akan terjadi penurunan secara memiliki kadar glukosa tinggi (hiperglikemia)
perlahan kemampuan jaringan untuk sebanyak 40 orang (67%). Kejadian
memperbaiki diri, mengganti dan hiperglikemia lebih banyak terdapat pada
mempertahankan fungsi organ tubuh. Hal kategori usia ≥ 55 tahun sebanyak 11 orang
tersebut ditandai dengan adanya perubahan (73%).
anatomis, fisiologis dan biomekanik di dalam Tabel 1. Distribusi usia pralansia berdasarkan
sel tubuh, sehingga mempengaruhi fungsi sel kadar glukosa di Dusun Rejosari, Kemadang,
jaringan dan organ tubuh (Maryam, 2008; Gunung Kidul, Yogyakarta, 2015
Nugroho, 2008). Kadar Glukosa
Pralansia
Dusun Rejosari, Desa Kemadang, Usia Normal Tinggi
n=60 (%)
Kecamatan Tanjung Sari merupakan daerah n (%) n (%)
pesisir pantai yang sebagian besar masyarakat 45 – 49 23 (38) 8 (35) 15 (65)
berprofesi sebagai nelayan dan cenderung 50 – 54 22 (37) 8 (36) 14 (64)
sering mengkonsumsi hasil tangkapan laut ≥ 55 15 (25) 4 (27) 11 (73)
seperti udang, cumi, kepiting yang memiliki Mayoritas pralansia berjenis kelamin
kadar lemak yang tinggi. Perubahan pola perempuan sebanyak 30 orang (79%).
konsumsi tinggi lemak jenuh, kebiasaan Kejadian hiperglikemia lebih banyak terdapat
aktifitas fisik yang rendah, kebiasaan pada laki-laki sebanyak 17 orang (71%)
mengkonsumsi karbohidrat tinggi dan rendah dibandingkan dengan perempuan sebanyak 23
serat dapat menyebabkan masalah orang (64%).
kegemukan, gizi lebih serta meningkatkan Tabel 2. Distribusi jenis kelamin pada
radikal bebas sehingga berisiko munculnya pralansia berdasarkan kadar glukosa di
penyakit degeneratif seperti penyakit DM Dusun Rejosari, Kemadang, Gunung Kidul,
(WHO, 2006). Berdasarkan hal tersebut, maka Yogyakarta, 2015
perlu dilakukan penelitian mengenai Kadar Glukosa
gambaran faktor risiko kejadian hiperglikemia Jenis Pralansia
Normal Tinggi
pada pralansia di Dusun Rejosari, Kemadang, Kelamin n=60 (%)
n (%) n (%)
Tanjung Sari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Laki-laki 8 (21) 7 (29) 17 (71)
Perempuan 30 (79) 13 (36) 23 (64)
METODE PENELITIAN Mayoritas tingkat pendidikan pralansia
Desain Penelitian yaitu pada tingkat SD sebanyak 43 orang
Penelitian ini merupakan jenis (72%). Kejadian hiperglikemia lebih banyak
penelitian deskriptif yang dilakukan pada terdapat pada kategori tingkat pendidikan
pralansia di Dusun Rejosari, Kemadang, tidak sekolah sebanyak 7 orang (78%)
Gunung Kidul, Yogyakarta sebanyak 60 orang dibandingkan dengan kategori tingkat
pada bulan Februari 2015. Data penelitian pendidikan SD sebanyak 30 orang (70%) dan
diperoleh dari kuesioner meliputi: usia, jenis SMA sebanyak 3 orang (60%).
kelamin, riwayat DM, tingkat pendidikan,
status merokok, ukuran lingkar pinggang dan Tabel 3. Distribusi tingkat pendidikan
indeks masa tubuh dan. Kadar glukosa darah pralansia berdasarkan kadar glukosa di
puasa diketahui berdasarkan pemeriksaan Dusun Rejosari, Kemadang, Gunung Kidul,
menggunakan metode strip. Yogyakarta, 2015
Kadar Glukosa
Analisis Data Penelitian Tingkat Pralansia
Normal Tinggi
Data penelitian dianalisis secara Pendidikan n=60 (%)
n (%) n (%)
deskriptif menggunakan program Statistical Tidak 9 (15) 2 (22) 7 (78)
Package for Social Science (SPSS) 17 for Sekolah

225
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

SD 43 (72) 13 (30) 30 (70) Indeks masa tubuh pada pralansia lebih


SMP 3 (5) 3 (100) 0 (0) banyak terdapat pada kategori obesitas
SMA 5 (8) 2 (40) 3 (60) sebanyak 26 orang (43%). Kejadian
hiperglikemia lebih banyak terdapat pada
Pralansia yang memiliki riwayat DM kategori obesitas (≥ 25 kg/m2) sebanyak 17
sebanyak 12 orang (20%). Kejadian orang (74%) dibandingkan dengan kategori
hiperglikemia lebih banyak terdapat pada kurus (< 18,5 kg/m2) sebanyak 2 orang (67%),
pralansia yang memiliki riwayat DM ideal (18,5-22,9 kg/m2) sebanyak 17 orang
sebanyak 10 orang (83%) dibandingkan (65%) dan gemuk (23-24,9 kg/m2) sebanyak 4
dnegan pralansia yang tidak memiliki riwayat orang (50%).
DM sebanyak 30 orang (63%).
Tabel 4. Distribusi riwayat DM pralansia Tabel 7. Distribusi indeks massa tubuh
berdasarkan kadar glukosa di Dusun pralansia berdasarkan kadar glukosa di
Rejosari, Kemadang, Gunung Kidul, Dusun Rejosari, Kemadang, Gunung Kidul,
Yogyakarta, 2015 Yogyakarta, 2015
Kadar Glukosa Indeks Kadar Glukosa
Riwayat Pralansia Pralansia
Normal Tinggi Masa Normal Tinggi
DM n=60 (%) n=60 (%)
n (%) n (%) Tubuh n (%) n (%)
Ya 12 (20) 2 (17) 10 (83) Kurus 3 (5) 1 (33) 2 (67)
Tidak 48 (80) 18 (37) 30 (63) Ideal 23 (38) 9 (35) 17 (65)
Pralansia yang merokok sebanyak 28 Gemuk 8 (13) 4 (50) 4 (50)
orang (30%). Kejadian hiperglikemia pada Obesitas 26 (43) 6 (26) 17 (74)
pralansia yang merokok dan yang tidak
merokok tidak ada perbedaan proporsi yaitu PEMBAHASAN
sebesar (67%). Diabetes melitus didefinisikan sebagai
Tabel 5. Distribusi status merokok pralansia suatu penyakit atau gangguan metabolisme
berdasarkan kadar glukosa di Dusun kronis dengan etiologi yang ditandai dengan
Rejosari, Kemadang, Gunung Kidul, tingginya kadar gula yang disertai dengan
Yogyakarta, 2015 gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan
Kadar Glukosa protein sebagai akibat insufiensi fungsi
Status Pralansia insulin. Insufiensi insulin dapat disebabkan
Normal Tinggi
Merokok n=60 (%) oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel β-
n (%) n (%)
Iya 28 (30) 6 (33) 12 (67) langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
Tidak 42 (70) 14 (33) 28 (67) oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh
terhadap insulin (Depkes, 2005).
Pralansia yang memiliki ukuran lingkar Insulin merupakan suatu hormon yang
pinggang dengan kategori tidak normal dihasilkan oleh pankreas dan memiliki peran
sebanyak 38 orang (63%). Kejadian utama dalam mengatur kadar glukosa darah.
hiperglikemia lebih banyak terdapat pada Insulin bukan hanya mengatur kadar glukosa
kategori tidak normal sebanyak 26 orang darah dalam rentang yang sempit, melainkan
(68%) dibandingkan dengan pralansia yang juga bertanggungjawab dalam mengatur
memiliki ukurang lingkar pinggang yang penyimpanan lemak di dalam sel-sel jaringan
normal. adiposa, menyimpan glukosa di dalam hati
dan otot dalam bentuk glikogen, serta
Tabel 6. Distribusi ukuran lingkar pinggang membantu asam amino menuju sintesis
pralansia berdasarkan kadar glukosa di protein untuk membangun otot. Orang yang
Dusun Rejosari, Kemadang, Gunung Kidul, kurang mampu merespon insulin (sindrom
Yogyakarta, 2015 resistensi insulin) akan memproduksi insulin
Ukuran Kadar Glukosa lebih banyak untuk membantu glukosa masuk
Pralansia ke dalam sel-sel tubuh, namun apabila
Lingkar Normal Tinggi
n=60 (%) pankreas sudah tidak mampu mengatasi
Pinggang n (%) n (%)
Normal 22 (37) 8 (36) 14 (64) resisten insulin hal ini menyebabkan
Tidak terjadinya penumpukan glukosa di dalam
Normal 38 (63) 12 (32) 26 (68) tubuh yang mengarah pada timbulnya
penyakit DM (Suiraoka, 2012)

226
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

Gejala umum dan tanda penyakit DM metabolik sampai terjadinya intoleransi


dibagi dalam dua kelompok, yaitu gejala akut glukosa. Kegagalan sel pankreas
dan gejala kronis. Gejala akut ditandai dengan menyebabkan sekresi insulin tidak adekuat,
penurunan berat badan, rasa lemas, cepat sehingga terjadi transisi dari kondisi resistensi
lelah, sering kencing (poliuri) pada malam insulin ke DM yang manifes secara klinis
hari dengan frekuensi banyak, banyak minum (Pusparini, 2007).
(polidipsi) dan banyak makan (polifagi) Tingkat pendidikan memiliki pengaruh
Gejala kroni ditandai dengan gangguan terhadap kejadian diabetes melitus. Seseorang
pengelihatan, gangguan saraf tepi berupa rasa yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
kesemutan, gatal-gatal yang dirasakan pada biasanya akan memiliki pengetahuan yang
daerah lipatan kulit di ketiak. gangguan fungsi lebih sehingga orang tersebut memiliki
seksual berupa gangguan ereksi, impoten yang kesadaran dalam menjaga kesehatannya serta
disebabkan gangguan pada saraf, namun berdampak pada gaya hidup sehat
bukan karena kekurangan hormon seks (Notoatmodjo, 2007; Irawan, 2010). Hal
(testosteron) serta keputihan pada wanita yang tersebut dapat terlihat bahwa pralansia yang
sering merasakan gatal akibat daya tahan tidak bersekolah dan yang memiliki kadar
tubuh penderita yang menurun (Lanywati, glukosa darah tinggi sebesar 78% diikuti
2011). dengan tingkat pendidikan SD sebesar 70%.
Peningkatan risiko diabetes seiring Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
dengan peningkatan usia, khususnya pada usia Mihardja (2010) yang menyatakan bahwa
lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada penderita diabetes melitus banyak diderita
usia tersebut mulai terjadi peningkatan oleh orang-orang yang tidak tamat SD, tamat
intolenransi glukosa. Adanya proses penuaan SD, dan tidak pernah sekolah. Penelitian yang
menyebabkan berkurangnya kemampuan sel dilakukan Hairi (2013) juga menyatakan
β-pancreas dalam memproduksi insulin. bahwa ada hubungan yang antara tingkat
Individu yang berusia lebih tua terdapat pengetahuan tentang diabetes mellitus dengan
penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot gaya hidup penderita diabetes mellitus tipe 2.
sebesar 35%. Hal ini berhubungan dengan Penyakit DM cenderung bersifat
peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30% diturunkan atau diwariskan (Suiraoka, 2012).
dan memicu terjadinya resistensi insulin Timbulnya diabetes melitus tipe-2 sangat
(Sunjaya, 2009; Sari, 2012). Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bila terjadi
dapat terlihat bahwa pralansia dengan kategori mutasi gen menyebabkan kekacauan
usia ≥ 55 tahun memiliki kadar glukosa darah metabolisme yang berujung pada timbulnya
tinggi sebesar 73% dan merupakan persentase DM tipe-2 (Kaban, 2007). Anggota keluarga
yang paling besar. Hasil ini sejalan dengan dari penderita DM memiliki kemungkinan
hasil penelitian Fatmawati (2010) yang lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan
membuktikan bahwa usia merupakan variabel dengan anggota keluarga yang tidak
yang sangat signifikan terhadap kejadian menderita DM (Suiraoka, 2012). Risiko
diabetes melitus. seorang anak menderita diabetes melitus tipe
Jenis kelamin laki-laki memiliki risiko 2 adalah sebesar 15% apabila salah satu orang
diabetes meningkat lebih cepat dibandingkan tuanya menderita diabetes melitus. Jika kedua
dengan perempuan. Hal tersebut dapat terlihat orang tua menderita diabetes melitus maka
bahwa pralansia yang berjenis kelamin laki- risiko untuk menderita diabetes melitus adalah
laki memiliki kadar glukosa darah tinggi sebesar 75%. Orang yang memiliki ibu
sebesar 71%. Pada laki-laki terjadi dengan diabetes melitus memiliki risiko 10-
penumpukan lemak terkonsentrasi di sekitar 30% lebih besar daripada orang yang
perut sehingga memicu obesitas sentral. memiliki ayah dengan diabetes melitus. Hal
Obesitas sentral merupakan contoh ini dikarenakan penurunan gel sewaktu dalam
penimbunan lemak tubuh yang berbahaya kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara
karena adeposit di daerah ini sangat efisien menderita DM maka risiko untuk menderita
dan lebih resisten terhadap efek insulin DM adalah 10% dan 90% jika yang menderita
dibandingkan adeposit di daerah lain. Adanya adalah saudara kembar identik (Diabetes UK,
peningkatan jaringan adiposa biasanya diikuti 2010). Penyakit DM merupakan penyakit
keadaan resistensi insulin. Resistensi insulin yang dikaitkan dengan kromosom seks dan
merupakan suatu fase awal awal abnormalitas kaum laki-laki biasanya menjadi penderita

227
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan insulin ke DM yang manifes secara klinis


sebagai pihak yang membawa gen untuk (Pusparini, 2007). Pralansia yang mempunyai
diwariskan kepada anak-anaknya (Suiraoka, ukuran lingkar pinggang lebih besar dari
2012). Pralansia yang mempunyai riwayat normal dan memiliki kadar glukosa darah
DM dan memiliki kadar glukosa darah tingi tinggi lebih banyak dibandingkan dengan
lebih banyak dibandingkan dengan pralasia pralansia yang mempunyai ukuran lingkar
yang tidak mempunyai riwayat DM sebesar pingggang normal sebesar 68%. Hasil
83%. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian ini sejalan dengan penelitian Irawan
hasil penelitian Alfiyah (2010) yang yang menunjukkan bahwa seseorang yang
membuktikan bahwa orang yang memiliki mengalami obesitas sentral memiliki risiko
riwayat DM dalam keluarga berisiko sebesar 3 2,63 kali untuk menderita DM dibandingkan
kali untuk menderita DM dibandingkan orang seseorang yang tidak mengalami obesitas
yang tidak memiliki riwayat DM dalam sentral (Irawan, 2010).
keluarga (Alfiyah, 2010). Penelitian yang Berat badan memiliki hubungan yang
dilakukan Trisnawati dan Setyorogo (2013) linier dengan tinggi badan. Perkembangan
juga menyatakan terdapat hubungan antara berat badan akan searah meningkat dengan
faktor riwayat DM dengan kejadian DM tipe 2 pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan
di Puskesmas Kecamatan Cengkareng. tertentu. Indeks massa tubuh menurut tinggi
Merokok dikenal sebagai faktor risiko badan merupakan indikator yang baik untuk
untuk penyakit jantung koroner, namun menilai status gizi seseorang, khususnya yang
setelah bertahun–tahun melakukan berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
pengumpulan data penelitian menunjukkan berat badan (Anggraeni, 2012). Obesitas atau
bahwa perokok yang merokok dalam waktu kegemukan merupakan istilah yang digunakan
yang lama/kronik mempunyai risiko yang untuk menunjukkan adanya penumpukan
lebih Pada pasien DM diketahui bahwa lemak tubuh yang melebihi batas normal.
merokok dapat memperburuk kontrol Timbunan lemak yang tinggi dapat
metabolik. Hal ini dapat dibuktikan bahwa menyebabkan meningkatnya penyerapan sel
dosis insulin yang lebih besar diperlukan terhadap asam lemak bebas dan memicu
untuk kontrol metabolik yang sama pada oksidasi lemak, sehingga dapat menghambat
pasien diabetes yang bukan perokok (Xie, et penggunaan glukosa dalam otot untuk diubah
al., 2009). Paparan rokok memperburuk menjadi energi (Suiraoka, 2012). Aktivitas
resistensi insulin, meskipun dengan paparan fisik yang kurang dapat menyebabkan
pada perokok pasif dapat menjadi resiko pembakaran energi oleh tubuh berkurang,
terjadinya sindrom metabolik. Berhenti sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan
merokok kemungkinan dapat memperbaiki disimpan dalam bentuk lemak di dalam tubuh.
resistensi insulin (Chiolero, 2008). Pralansia Penyimpanan glukosa yang berlebihan akan
yang merokok dan memiliki kadar glukosa mengakibatkan terjadinya obesitas (Suiraoka,
darah tinggi yaitu sebesar 67%. Hasil 2012). Obesitas merupakan faktor risiko yang
penelitian ini sejalan dengan Ario (2014) yang berperan penting terhadap kejadian DM.
membuktikan bahwa nikotin dari tembakau Seseorang yang obesitas memilik asupan
mempengaruhi kejadian diabetes mellitus. kalori yang berlebih. Sel beta kelenjar
Lingkar pinggang merupakan salah pankreas akan mengalami kelelahan dan tidak
satu indikator yang menunjukkan obesitas mampu untuk memproduksi insulin yang
sentral. Obesitas sentral merupakan contoh cukup untuk mengimbangi kelebihan masukan
penimbunan lemak tubuh yang berbahaya kalori. Hal ini dapat menyebabkan tingginya
karena adeposit di daerah ini sangat efisien kadar glukosa yang akhirnya akan menjadi
dan lebih resisten terhadap efek insulin DM (Kaban, 2007). Pralansia yang
dibandingkan adeposit di daerah lain. Adanya mempunyai indeks masssa tubuh kategori
peningkatan jaringan adiposa biasanya diikuti obesitas memiliki kadar glukosa darah tinggi
keadaan resistensi insulin. Resistensi insulin sebesar 74% dan merupakan kategori yang
merupakan suatu fase awal awal abnormalitas paling besar jika dibandingkan dengan
metabolik sampai terjadinya intoleransi kategori, kurus, ideal dan gemuk. Hasil
glukosa. Kegagalan sel pankreas penelitian ini sejalan dengan penelitian
menyebabkan sekresi insulin tidak adekuat, Sanjaya (2009) yang membuktikan bahwa
sehingga terjadi transisi dari kondisi resistensi seseorang yang dinyatakan obesitas memiliki

228
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

risiko 2,7 kali untuk menderita DM Hairi, L., Apriatmoko, R., Sari, L. 2013.
dibandingkan seseorang yang tidak “Hubungan Antara Tingkat
dinyatakan obesitas. Penelitian yang Pengetahuan Tentang Diabetes Mellitus
dilakukan Adnan, dkk. (2013) juga Dengan Gaya Hidup Penderita Diabetes
menyatakan terdapat hubungan antara IMT Melitus Tipe II di Desa Nyatnyono,
dengan kadar gula darah pada penderita Kecamatan Ungaran Barat,Kkabupaten
diabetes melitus tipe 2. Semarang”, Jurnal Kesehatan vol 5,
Edisi Maret 2013.
KESIMPULAN Irawan, D. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko
Kejadian hiperglikemia lebih banyak terdapat Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di
pada kategori usia ≥ 55 tahun, laki-laki, tidak Daerah Urban Indonesia (Analisa Data
sekolah, memiliki riwayat DM, merokok, Sekunder Riskesdas 2007). Tesis.
ukuran lingkar pinggang yang tidak normal Universitas Indonesia.
dan obesitas. Kaban, S. 2007. Diabetes Tipe 2 di Kota
Sibolga Tahun 2005. Majalah
DAFTAR PUSTAKA Kedokteran Nusantara Volume 40 No 2
Adnan, M., Mulyati, T., Isworo, J. 2013. Juni 2007.
Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Lanywati, E. 2001. Diabetes Mellitus
dengan Kadar Gula Darah Penderita Penyakit Kencing Manis. Kanisius.
Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 Rawat Yogyakarta.
Jalan Di RS Tugurejo Semarang, Jurnal Maryam, R.S., Ekasari, M.F., Rosidawati,
Gizi vol 2, Edisi April 2013. Jubaedi, A., Batubara, I. 2008.
Alfiyah, S.W. 2010. Faktor Risiko yang Mengenal Usia Lanjut dan
Berhubungan dengan Kejadian Perawatannya. Salemba Medika,
Penyakit Diabetes Melitus pada Pasien Jakarta.
Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Mihardja, L. 2010. Faktor Risiko Terbesar
Pusat Dr. Kariadi Semarang. Tesis. dan Masalah Pengendalian Diabetes
Universitas Negeri Semarang. melitus di Kota Singkawang Provinsi
Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Kalimantan Barat. Program intensif
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Riset Terapan Badan Penelitian dan
Anggraeni, A.C. 2012. Nutrition Care Proces. Pengemrangan Kesehatan Kementerian
Graha Ilmu. Yogyakarta. Kesehatan Republik Indonesia.
Ario, M.D. 2014. Effect of Nicotine in Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus. Edisi 1.
Cigarette for Type 2 Diabetes Mellitus. Pustaka Obor Populer. Jakarta.
J Majority. Volume 3 Nomor 7 hal 1-6. Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakta
Arora, A. 2008. 5 Langkah Mencegah dan ilmu dan Seni. Rineka Cipta. Jakarta.
Mengobati Diabetes. PT Bhuana Ilmu Puparini. 2007. Obesitas sentral, Sindroma
Populer. Jakarta. Metabolik dan Diabetes Melitus Tipe
Chiolero, A., Faeh, D., Paccaud, F., Cornuz, J. Dua, Universa Medicina, Hal 195-204.
2008. Consequences of smoking for Sari, R. 2012. DiabetesMelitus. Edisi 1. Nuha
body weight, body fat distribution, and Medika. Yogyakarta.
insulin resistance. Am J Clin Nutr. Sudargo T, Harry FLM, Felicia L, Nur AK.
2008; 87:801–9. 2014. Pola Makan Dan Obesitas.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Gadjah Mada University Press.
Pemeriksaan Laboratorium untuk Yogyakarta
Penyakit Diabetes Mellitus di Suiraoka, IP. 2012. Penyakit Degeneratif.
Indonesia. Jakarta. Edisi 1. Nuha Medika. Yogyakarta.
Diabetes, UK. 2010. Diabetes in the UK 2010: Sanjaya, I.N. 2009. Pola Konsumsi Makanan
Key Statistics on Diabetes. Tradisional Bali sebagai Faktor Risiko
Fatmawati, A. 2010. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Tabanan.
Diabetes Melitus Tipe 2 Pasien Rawat Jurnal Skala Husada Vol. 6 No.1 hal:
Jalan (Studi kasus di Rumah sakit 75-81.
Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak. Trisnawati, S., Setyorogo, S. 2013. Faktor
Tesis. Universitas Semarang. Risoko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
II di Puskesmas Kecamatan

229
The 2nd University Research Coloquium 2015 ISSN 2407-9189

Cengkareng Jakarta Barat. Jurnal


Ilmiah Kesehatan vol. 1 Edisi Januari
2013.
Xie X, Liu Q, Wu J dan Wakui M. 2009.
Impact of cigarette smoking in type 2
diabetes development. Acta Pharmacol
Sin. 2009;30(6):784–7.

230

You might also like