Peran AHA Centre Dalam Bencana Gempa Bumi Myanmar Tahun 2012
Peran AHA Centre Dalam Bencana Gempa Bumi Myanmar Tahun 2012
Ushamah1
Nim. 1202045050
Abstract
Myanmar hit by an earthquake in 2012. AHA Centre as a disaster management of
ASEAN region directly intervened in assisting the process of disaster relief. The
purpose of this research was to explain AHA Centre counter measured the
earthquake which accured in Myanmar in the year of 2012. The type of research is
descriptive, tehnicque of data analyze is qualitative and use secondary data sourced
from internet and library research. To explain AHA Centre counter measured the
earthquake which accured in Myanmar in the year of 2012, the researcher use the
role of international organizations theory by Biddle and Biddle and the concept of
Disaster Management. The results show that the role of AHA Center in Myanmar
earthquake disaster relief in 2012 is divided into 2, as facilitator and
communicator. In his role as a facilitator AHA Center ran its role in 2 stages,
during the disaster and post disaster. During the disaster AHA Center has
responded well by facilitated the assistance provided by other countries as well as
from the AHA Center it self which is channeled to the Myanmar side. As a
communicator, AHA Center played a role in disseminated information about the
earthquake that occurred to member countries of AHA Center and non-member
countries of AHA Center.
Pendahuluan
Asia Tenggara adalah kawasan yang mempunyai potensi bencana alam relatif tinggi
dibandingkan dengan kawasan-kawasan yang lain. Hal ini disebabkan wilayah Asia
Tenggara yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar bumi, yaitu lempeng
Pasifik, lempeng Eurasia, Indo-Australia dan juga berada dalam jalur The Pasific
Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif
di dunia. Cincin api Pasifik membentang diantara subduksi (Subduksi adalah zona
berupa jalur tumbukan antar lempeng benua dengan lempeng dasar samudra)
maupun pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng Indo-Australia, lempeng
Eurasia, lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan
lempeng Amerika Selatan yang membentang dari mulai pantai barat Amerika
Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke Kanada,
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Mulawarman Email : [email protected]
semenanjung Kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia baru dan kepulauan di
Pasifik Selatan.
Dari berbagai bencana yang terjadi di wilayah ASEAN, gempa bumi menjadi
bencana yang paling sering terjadi. Dari tahun 1987 sampai tahun 2016 tercatat
telah terjadi 96 aktifitas gempa di ASEAN, dimana Indonesia, Filipina, dan
Myanmar menjadi negara yang paling sering dilanda gempa selama rentan waktu
tersebut. (www.twitter.com/AHACentre diakses tanggal 15 April 2018.) Secara
geografis, Myanmar terletak di bagian selatan pegunungan Himalaya dan di sisi
timur dari Samudera Hindia. Myanmar menjadi rawan gempa karena terletak di
salah satu dari dua sabuk gempa utama dunia, yang dikenal sebagai Sabuk Alpine-
Himalaya.
Gempa bumi yang menyebabkan banyak korban adalah gempa yang terjadi di
Innwa pada tahun 1839 dan gempa yang terjadi di Near Khyan pada tahun 1930.
Mereka masing-masing menyebabkan beberapa ratus kematian. Gempa bumi tidak
hanya menyebabkan korban, tetapi juga berdampak ekonomi pada masyarakat. Satu
kematian dan USD 1 juta (0,006% dari PDB) dalam kerugian dicatat untuk gempa
bumi yang terjadi di Bagan pada tahun 1975. Sekitar 70 kematian dan USD 4 juta
(0,004% dari PDB) dalam kerugian dicatat untuk gempa terjadi di Tachilek di 2011.
Salah satu gempa besar yang pernah melanda Myanmar adalah gempa yang terjadi
pada tanggal 11 November pukul 07:42 (waktu setempat) Tahun 2012, gempa
tersebut berkekuatan 6.8 Skala Richter. Pusat gempa terletak pada 45 mil utara dari
Shwe Bo dan sekitar 82 mil utara dari kota Mandalay . (www.earthquake.usgs.gov.
Diakses tanggal 25 Agustus 2016.). Berdasarkan laporan dari departemen Relief
and Resettlement Departement (RRD) dari dinas sosial Myanmar, kerusakan terjadi
sebagian besar terjadi di daerah Mandalay dan Sagaing. Gempa ini menjadi gempa
terbesar ketiga yang terjadi setelah tahun 1975 dan 2011.
Laporan awal ASEAN Disaster Info Network (ADInet) bahwa gempa bumi tersebut
memakan 10 korban jiwa dan melukai 82 orang yang berasal dari Provinsi
Mandalay Kota Sin Ku. Sementara itu di Kota Shwe Bo Provinsi Sagaing terdapat
7 orang meninggal dunia dan 32 orang cedera. Gempa tersebut juga merusak
ratusan fasilitas umum dan ribuan rumah warga.
Para korban jiwa termasuk empat orang yang tewas ketika jembatan yang masih
dalam proses pembangunan, ambruk di atas Sungai Irrawaddy di sebelah timur kota
Shwe Bo. Dua orang tewas ketika sebuah biara roboh di dekat desa Kyauk Myaung.
Kemudian enam orang lainnya tewas di kota Sin Ku. Total korban jiwa berjumlah
38 orang. Pasca gempa yang terjadi pada tanggal 11 November, beberapa gempa
susulan juga terjadi dan berkekuatan 5,6 sampai 5,8 Skala Richter. Namun, gempa
susulan ini tidak sampai memakan korban jiwa.
Minimnya korban jiwa orang yang diakibatkan oleh gempa tersebut diakibatkan
karena gempa sebagian besar melanda daerah-daerah terpencil di Myanmar.
Dibandingkan dengan gempa-gempa yang melanda Myanmar sebelumnya, gempa
yang terjadi pada tahun 2012 ini cuma menelan 38 korban jiwa. Namun, akibat
gempa tersebut ribuan fasilitas umum seperti, rumah ibadah, sekolah, rumah sakit
serta jembatan hancur. Hal ini menyebabkan proses rehabilitasi dan penyaluran
bantuan ke lokasi bencana akan sangat sulit dilakukan.
Dalam hal penanggulangan bencana alam, Myanmar seakan masih belum terbuka
dengan pihak asing dan masih mengandalkan pemerintah lokal serta militer yang
ada dalam negara mereka. Namun, setelah bencana topan Nargis pada 2008
Myanmar telah menunjukkan sikap keseriusan dalam penangulangan bencana dan
membuka diri tehadap bantuan yang datang dari luar. Hal ini ditunjukkan dengan
dibentuknya Myanmar Action Plan on Disaster Risk Reduction (MAPDRR) pada
tahun 2009. Tujuan dari dibentuknya MAPDRR sendiri adalah untuk membangun
masyarakat yang lebih tangguh dan aman melalui konseptualisasi, pengembangan
dan pelaksanaan program-program pengurangan risiko bencana alam. Salah satu
bentuk programnya adalah kerjasama Myanmar dalam hal penanggulangan
bencana alam di tingkat regional dengan ASEAN Agreement on Disaster
Management And Emergency Response (AADMER).
AHA Centre diresmikan di Bali pada tanggal 17 November 2011 oleh para menlu
negara anggota ASEAN. AADMER menetapkan bahwa AHA Centre harus
dibentuk untuk menjalankan fungsi AADMER. Dengan kata lain AHA Centre
merupakan fungsi operasional dari AADMER untuk menerjemahkannya menjadi
tindakan nyata dan berdampak mendasar pada semua aspek AADMER sebagai
bagian dari komitmen ASEAN untuk memiliki komunitas yang tahan terhadap
bencana tahun 2015.
Di pihak AHA Centre, gempa yang terjadi di Myanmar pada tahun 2012 merupakan
bencana alam besar pertama yang ditangani semenjak organisasi tersebut dibentuk
setahun sebelumnya
Tulisan ini akan menjelaskan bagaimana peran AHA Centre dalam penanggulangan
bencana gempa bumi Myanmar tahun 2012.
Suatu organisasi internasional yang bersifat fungsional sudah tentu memiliki fungsi
dalam menjalankan aktivitasnya. Fungsi ini bertujuan untuk mencapai kepentingan
yang hendak dicapai, berhubungan dengan pemberian bantuan dalam mengatasi
masalah yang timbul terhadap pihak yang terkait. Fungsi organisasi internasional
itu antara lain : (A.A, Perwita, Y.M, Yani. 2005 : 97).
Sarwono mengatakan bahwa peran adalah seperangkat tindakan atau perbuatan atau
pekerjaan yang di lakukan oleh seseorang yang berkedudukan di masyarakat dalam
suatu pristiwa atau keadaan yang sedang terjadi untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. (Sarwono, W. Sarlito. 2004 : 21)
Pelaksanaan sistem kerja peran sebuah organisasi internasional dilihat dari bentuk
bantuan terhadap pihak lain dibagi menjadi:
1. Sebagai motivator, artinya berindak untuk memberikan dorongan kepada
orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan.
2. Sebagai komunikator, artinya menyampaikan segala informasi secara benar
dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. Sebagai fasilitator, yaitu mengupayakan dana, daya, dan upaya serta
keahlian yang di peruntukan untuk masyarakat.Peran sebagai motivator,
artinya berindak untuk memberikan dorongan kepada orang lain untuk
berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. (Biddle And Biddle. 1965 : 215-218)
Manajemen bencana berkaitan dengan langkah atau cara unuk mengurangi dampak
kehancuran dari sesuatu yang merusakkan. Secara teoritis manajemen bencana
adalah suatu bagan yang bisa menjelaskan bencana tersebut dan apa saja yang bisa
dilakukan saat bencana terjadi. Secara umum bencana bisa dipahami sebagai suatu
peristiwa yang disebabkan oleh alam secara alamiah akibat perubahan iklim,
lingkungan dan hal-hal lainnya yang menimbulkan kehancuran dan korban jiwa
yang terjadi secara tiba-tiba maupun yang tidak, yang menimbulkan penyakit,
kerusakan lingkungan dan infrastruktur yang mana dalam penanganannya tidak
dapat dilakukan secara sendiri- sendiri.
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu:
a. Kegiatan pra bencana: mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, serta peringatan dini. Kegiatan pada tahap pra bencana ini
selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra
bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada
tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana.
Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan
tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan
didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak
bencana.
b. Kegiatan saat terjadi bencana: mencakup kegiatan tanggap darurat untuk
meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue
(SAR), bantuan darurat dan pengungsian. Kegiatan saat terjadi bencana
yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi
dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta
benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik
dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat
terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian
dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun
material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah
keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang
masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
c. Kegiatan pasca bencana: mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi. Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat
kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan,
terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan
pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah
bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana
biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan
tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya
bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus
dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna,
tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi. Kegiatan pada tahap pasca
bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana,
dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula.
Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan
rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah
kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga
perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan,
trauma atau depresi. (Carter, W. Nick. 1991.)
Gambar 1.2 Siklus Manajemen Bencana
Kesiapsiagaan Penanggulangan
Pemulihan
Mitigasi Pembangunan
Pencegahan
Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana
adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu diperbaiki
dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang
terjadi.
Semua kegiatan dalam konsep Disaster Managament telah diaplikasikan oleh AHA
Centre dalam tugas dan fungsinya. Maka dari itu, konsep ini akan digunakan
penulis sebagai alat analisa yang mendalam untuk menganalisis peran AHA Centre
dalam penanggulangan bencana gempa bumi di Myanmar pada tahun 2012.
Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Data yang digunakan
menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan
dalam penelitian ini adalah telaah pustaka (library research). Teknik analisa data
yang digunakan adalah kualitatif.
Hasil Penelitian
Myanmar mencakup bagian barat Semenanjung Indochina, dan luas daratannya
sekitar 1,8 kali luas Jepang. Myanmar memiliki wilayah panjang yang
membentang ke utara ke selatan, dengan Sungai Irrawaddy mengalir melalui
jantung negara. Sementara Burma adalah kelompok etnis terbesar di negara ini,
negara ini memiliki banyak etnis minoritas.
Myanmar bergabung dengan ASEAN pada 23 Juli 1997, bersama dengan Laos.
Karena kebijakan isolasionis yang diadopsi oleh pemerintah militer yang dipimpin
oleh Ne Win yang berlanjut hingga tahun 1988, perkembangan ekonomi
Myanmar jauh tertinggal dari negara-negara ASEAN lainnya.
Bencana alam yang besar, yaitu banjir, gempa bumi, tsunami, topan dan tanah
longsor telah dicatat di Myanmar. Bencana seperti topan, banjir, tsunami dan
gempa bumi adalah bencana yang paling banyak memberikan kerugian Myanmar.
Dampak Topan Nargis yang terjadi pada tahun 2008 jauh melebihi bencana lain
dalam hal jumlah kematian (sekitar 140 ribu). Selain itu, 3 topan lain
menyebabkan lebih dari 1000 kematian selama abad ke-20. Jumlah kematian yang
disebabkan oleh banjir kurang dari topan tetapi terjadi lebih sering. Jumlah
kerusakan yang disebabkan oleh Tsunami Samudera Hindia 2004 adalah terbesar.
Gempa bumi yang menyebabkan banyak korban adalah gempa yang terjadi di
Innwa pada tahun 1839 dan gempa yang terjadi di Near Khyan pada tahun 1930.
Masing-masing menyebabkan beberapa ratusan korban jiwa. Gempa bumi tidak
hanya menyebabkan korban, tetapi juga berdampak ekonomi pada masyarakat. Satu
korban jiwa dan USD 1 juta (0,006% dari PDB) dalam kerugian dicatat untuk
gempa bumi yang terjadi di Bagan pada tahun 1975. Sekitar 70 korban jiwa dan
USD 4 juta (0,004% dari PDB) dalam kerugian dicatat untuk gempa terjadi di
Tachilek di 2011.
Salah satu gempa yang pernah terjadi adalah gempa yang mengguncang Myanmar
pada tanggal 11 November tahun 2012. Gempa dengan kekuatan 6,8 SR tercatat
sekitar 50 kilometer sebelah utara dari kota Shwebo Provinsi Sagaing. Salah satu
gempa susulan terjadi sekitar setengah jam kemudian (5.0 SR), yang kemudian
disusul lagi dengan gempa yang berkekuatan 5,8 SR yang terjadi pada pukul 17.26.
Gempa itu dirasakan di seluruh wilayah Myanmar, wilayah Yunnan di Cina, Lao
PDR dan Thailand.
Fungsi AHA Centre sebagai komunikator ini menjadi satu-satunya fungsi yang
dilakukan paling optimal. Karena pada kegiatan ini AHA Centre hanya menjadi
pemantau bencana dan kemudian mempublikasikannya kepada masyarakat
umum serta yang paling penting kepada NFP anggota AHA Centre lainnya.
Sebelum AHA Centre pun telah banyak situs-situs pemantau dan pengolah data
bencana yang bisa kita akses seperti http://earthquake.usgs.gov. Pembuatan Web
yang dilakukan AHA Centre ini telah menjadi wujud aplikasi masyarakat
ASEAN dalam proses pemantauan dan peringatan bencana yang terjadi.
Selama misi tersebut, tenda darurat dan matras menjadi kebutuhan yang
mendesak bagi para pengungsi pasca bencana gempa tersebut terjadi. Pada
tanggal 23 November 2012,AHA Centre mengirimkan bantuan gelombang
pertama berupa 250 tenda dan 70 terpal. Pengeriman dari 250 tenda darurat
tersebut diselesaikan pada 26 November 2012, sementara 70 gulung terpal dibeli
lokal di Myanmar. Penyerahan ini dari AHA Centre ke Relief and Resettlement
Departement (RRD) departemen sosial Myanmar pada hari selasa 27 November
2012 di Yangon Myanmar. Bantuan tersebut kemudian disalurkan kepada
pengungsi yang terdapat di Provinsi Mandalay dan Sagaing yang terkena
dampak bencana.
Berbagai kendala dialami oleh AHA Centre dalam proses penyaluran bantuan.
Lokasi yang dilanda oleh gempa merupakan desa-desa kecil yang memliki
medan yang sangat sulit untuk dilewati melalui akses darat sementara sarana
yang dimiliki AHA Centre masih sangat terbatas. Dalam hal teknis penyaluran
bantuan AHA Centre belum memiliki helikopter untuk menghindari masalah
akses darat yang sulit dijangkau seperti yang terjadi pada Myanmar ini. Hal
tersebut ditaktisi dengan menggunakan beberapa heli yang dimiliki oleh tim
SAR dan PBB, tapi hal tersebut memakan waktu yang cukup lama dalam
memobilisasi bantuan.
Upaya yang dilakukan AHA Centre adalah melakukan program rehabilitasi dan
rekonstruksi. Program Rehabilitasi yang dilakukan oleh AHA Centre yang pertama
adalah perbaikan sarana umum meliputi rumah sakit, dan rumah ibadah yang rusak
akibat terkena dampak gempa. AHA Centre memberikan bantuan berupa dana yang
berasal dari negara anggota ASEAN kemudian disalurkan kepada pihak RRD untuk
memperbaiki fasilitas-fasilitas tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, terlihat bahwa AHA Centre sebagai
organisasi regional yang bertugas dalam penanggulangan bencana alam di Asia
Tenggara telah berusaha maksimal dalam upayanya membantu Myanmar pasca
gempa yang terjadi di tahun 2012. AHA Centre yang notabene baru berumur 1
tahun langsung merespon dengan melakukan upaya penanggulangan bencana
dalam 2 tahap yaitu saat terjadi bencana dan pasca bencana. Kemudian upaya
tersebut dilaksanakan dalam perannya sebagai komunikator dan fasilitator.
Saat terjadi bencana upaya yang AHA Centre lakukan sebagai komunikator adalah
melakukan upaya peringatan dini dan informasi mengenai gempa yang terjadi.
Informasi tersebut dapat membantu negara-negara di Asia Tenggara yang lain
untuk dapat memberikan respons mereka terhadap bencana yang melanda Myanmar
tersebut.
Sedangkan sebagai fasilitator AHA Centre telah melakukan respons yang baik
dengan melakukan pemberian bantuan. Berbagai bantuan diserahkan kepada
pemerintah setempat, mulai dari Sembako, tenda tempat pengungsian dan lain lain.
AHA Centre melalui ASEAN-ERAT juga membantu proses search and rescue
(SAR) bekerja sama dengan RRD. Setelah terjadinya bencana AHA Centre
melakukan pelatihan Disaster Risk Reduction (Penanggulangan Resiko Bencana)
kepada guru-guru dan anak-anak sekolah.
Pada tahap pasca bencana, AHA Centre hanya berperan sebagai fasilitator. Dalam
perannnya sebagai fasilitator AHA Centre melakukan kegiatan rekonstruksi dan
rehabilitasi serta melakukan pelatihan ASEAN-ERAT yang dilaksanakan tiap
tahun. Kegiatan ini dilaksanakan bersama dengan negara anggota AHA Centre
lainnya.
Daftar Pustaka
Buku
Archer, Clive. 1983. International Organization. London : Allen & Unwin Ltd.
Biddle And Biddle 1965. Community Development. New York :The Rediscovery
Of Local Initiative, Holt And Winston.
AHA Centre and Japan International Cooperation Agency. 2015. Country Report
Myanmar : Natural Disaster Risk Assessment and Area Business Continuity
Plan Formulation for Industrial Agglomerated Areas in the ASEAN Region.
Internet :