Full Paper ICBE The Internal Control Analysis in Financial of Mousque
Full Paper ICBE The Internal Control Analysis in Financial of Mousque
(Analisis Pengendalian Intern Keuangan Mesjid Study Kasus pada 30 Mesjid di Kota Padang)
Syarifah Zuhra
Accounting Department, Padang State Polytechnic
[email protected]
Zahara
Accounting Department, Padang State Polytechnic
[email protected]
Abstract
This research aims to measure the mosque financial internal control. In addition, this research
also measures the difference of internal control among government, religious organization and
community based management mosques. In so doing, 30 mosques were selected as samples.
Those mosques were later categorized based on their size, that is big and small mosques.
Internal control data is gathered through questioner, which uses Linkert scale in 5 levels. The
total average score of internal control is classified in 5 range values which are very good,
good, enough, bad and very bad. The result of this research shows that the mosques financial
internal control in average is “good”. Based on the organizers, this research indicates that the
internal control of government based management mosques, are better than religious
organizations based management mosques and community based management mosques.
Further, the findings of this study also shows that the internal control of big mosques is better
than small ones.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengendalian intern keuangan mesjid. Penelitian ini
juga akan melihat perbedaan pengendalian intern keuangan mesjid berdasarkan pengelolanya
yaitu mesjid yang dikelola oleh pemerintah, organisasi keagamaan dan masyarakat. Kemudian
30 mesjid ini akan dikelompokkan kedalam merjid besar dan mesjid kecil untuk melihat
perbedaan pengendalian intern keuangan pada kelompok mesjid besar dan mesjid kecil.
Data pengendalian intern diperoleh melalui kuisioner yang menggunakan skala Likert dengan
5 tingkatan. Total nilai rata-rata pengendalian intern keuangan mesjid juga akan
dikelompokkan ke dalam 5 kategori yaitu “sangat baik”, “baik”, “cukup”, “tidak baik” dan
“sangat tidak baik”. Hasil penelitian ini menunjukkan secara rata-rata pengendalian intern
keuangan mesjid adalah “Baik”. Selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa
berdasarkan pengelolanya, pengendalian intern keuangan mesjid yang dikekola pemerintah
lebih baik dari mesjid yang dikelola organisasi keagamaan ataupun masyarakat. Sedangkan
berdasarkan kelompokknya, mesjid yang dikelompokkan ke dalam mesjid besar juga
mempunyai pengendalian intern yang lebih baik dari kelompok mesjid kecil.
Kata Kunci : Pengendalian Intern, Mesjid, Mesjid yang dikelola Pemerintah, Mesjid yang
dikelola Organisasi Keagamaan, Mesjid yang dikelola Masyarakat, Mesjid
Besar, Mesjid Kecil.
1
PENDAHULUAN
Pengendalian intern terhadap pengelolaan keuangan menjadi prioritas utama bagi
organisasi berorintasi profit, karena keuangan bagaikan darah bagi kehidupan organisasi
tersebut. Sedangkan pada organisasi nirlaba apalagi organisasi sosial dan organisasi kegiatan
keagamaan sering kurang memprioritaskan pengendalian intern ini karena sifat kegiatan
organisasi yang mayoritas bersifat sosial dan dikelola secara sukarela, walaupun tidak sedikit
dari organisasi tersebut yang mengelola dana sosial ataupun sumbangan dari masyarakat
dalam jumlah yang besar.
Pengendalian intern yang tidak dilakukan dengan baik dapat menimbulkan peluang
terjadinya kejahatan pada suatu organisasi. Dalam Andriani (2011), Duncan, Flesher dan
Stocks(1999) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi kelemahan dalam pengendalian
intern dilembaga negara, lokal dan nirlaba. Mereka menguji 127 kasus di North Carolina
dimana Negara, daerah dan pejabat dituntut akibat kejahatan keuangan dan tidak terdapatnya
beberapa jenis kontrol yang baik atau yang tidak terinci. Mereka menetapkan bahwa 38,6%
kejahatan adalah karena pemisahan fungsi yang tidak tepat, 12,6% karena kontrol pembelian
yang lemah, dan 11,8% tidak terdeteksi karena tidak dilakukan audit. The Wall Street Journal
(Duncan, 1999) melaporkan bahwa Roma Katolik dan imam di Osesan Administrator
menggelapkan uang Gereja lebih dari $3,5 juta selama periode 3 tahun. Pencurian ini
dikaitkan karena tidak adanya audit dan suatu sistem yang mempercayakan sebagian besar
pada kepercayaan atau iman seseorang untuk mengendalikan arus kas. Staf juga melaporkan
Ellen Cook, mantan bendahara Gereja Episkopal Center di New York menggelapkan
$2.200.000 antara tahun 1990 dan 1995. Cook mampu mengalihkan uang karena ia memiliki
kontrol atas audit dan melanggar kebijakan gereja, yaitu mengisi, memeriksa formulir
permintaan, dan menandatanganinya sendiri.
Andriani (2011) menyimpulkan beberapa pengalaman yang terjadi menurut dewan
masjid (2009) menunjukkan bahwa persoalan yang sering dihadapi oleh masjid adalah dalam
hal pengelolaan keuangan masjid. Keuangan masjid sering dianggap sebagai dana sosial yang
dipakai habis dalam operasional sehingga dalam pengelolaannya terkesan adanya ‘pembiaran’
dalam penggunaan uang masjid yang bisa menimbulkan praktek korupsi. Contohnya: amplop
sumbangan jamaah yang tidak dilaporkan oleh pengurus, sumbangan dari donatur yang tidak
diteruskan ke bendahara, pengambilan uang sumbangan jamaah untuk kepentingan pribadi,
tidak adanya laporan keuangan pada saat serah terima jabatan dari bendahara lama ke yang
baru. Permasalahan-permasalahan tersebut yang telah dikemukakan biasanya tidak ditangani
secara serius oleh para pejabat masjid. Alasan yang sering dikemukan karena masjid dianggap
sebagai lembaga sosial, sehingga permasalahan tersebut diselesaikan dengan kekeluargaan.
Penyebab lain terjadinya pembiaran ini karena tidak adanya manajemen keuangan yang baik
dari pihak masjid, serta kurangnya pemahaman pengurus masjid tentang pencatatan keuangan
dan pentingnya pelaporan setiap aktivitas operasional masjid kepada jamaah dan masyarakat.
Penelitian Andriani (2011) menunjukkan tipe organisasi islam pengelola masjid yang
terdiri dari NU dan Muhammadiyah memiliki perbedaan kualitas pengendalian intern,
diimana Muhammadiyah memiliki kualitas sistem pengendalian intern (umum, penerimaan
kas, dan pengeluaran kas) yang lebih baik daripada NU. Akan tetapi dari praktek
rekonsiliasinya, NU lebih baik daripada Muhammadiyah. Lebih jauh penelitian juga
menunjukkan bahwa ditinjau dari ukuran masjid, secara keseluruhan masjid besar memiliki
kualitas sistem pengendalian intern yang lebih baik daripada masjid kecil.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana tingkat penerapan pengendalian intern pada pengelolaan keuangan pada 30 masjid
di kota Padang yang diteliti dan apakah terdapat perbedaan pengendalian intern keuangan
masjid yang dikelola pemerintah, organisasi keagamaan dan masyarakat ataupun pada mesjid
yang dikelompokkan sebagai mesjid besar dan mesjid kecil. Penelitian ini diharapkan
memberikan kontribusi nyata terhadap pemetaan tingkat pengendalian intern keuangan mesjid
pada 30 mesjid yang diteliti dan setiap mesjid diharapkan akan selalu memperhatikan dan
meningkatkan pengendalian intern keuangan mesjid sebagai salah satu bentuk
pertanggungjawaban keuangan yang diamanahkan masyarakat kepada mereka.
2
KAJIAN LITERATUR
Pengendalian intern merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang
keberhasilan suatu organisasi. Suatu organisasi akan berjalan dengan baik jika mempunyai
pengendalian intern yang baik. Menurut Mulyadi (2002), “Pengendalian Intern adalah suatu
proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain, yang didesain
untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yakni
kendalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku,
efektivitas dan efisiensi operasi”. Pengendalian intern yang diciptakan dalam suatu organisasi
mempunyai beberapa tujuan. Tujuan dari pengendalian intern menurut Mulyadi (2002) adalah
untuk menjaga kekayaan organisasi, untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi,
untuk mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Definisi Pengendalian Intern yang dikemukakan commite on Auditing Procedur
American Institute of Certified Public Accountant (AICPA), yaitu Pengendalian intern
mencakup rencana organisasi dan semua metode serta tindakan yang telah digunakan dalam
perusahaan untuk mengamankan aktivanya, mengecek kecermatan dan keandalan dari data
akuntansinya, memajukan efisiensi operasi, dan mendorong ketaatan pada kebijaksanaan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan pimpinan (Arens, 2011). Menurut Committee of
Sponsoring Organizations (Duncan, 2009), Pengendalian intern didefinisikan sebagai suatu
proses, yang dilakukan oleh entitas dewan direksi, manajemen, dan personil, yang dirancang
untuk memberikan jaminan yang wajar atas pencapaian tujuan tentang efektivitas operasi,
keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan dengan undang-undang dan peraturan yang
berlaku. Menurut Mulyadi (2002), pengendalian intern adalah suatu sistem yang meliputi
struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan
mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Dari definisi-definisi pengendalian intern, dapat disimpulkan bahwa pengendalian
intern merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai macam unsur dengan tujuan untuk
melindungi harta benda, meneliti ketetapan dan seberapa jauh dapat dipercayai data akuntansi,
mendorong efisiensi operasi dan menunjang dipatuhinya kebijaksanaan pimpinan. Menurut
Mulyadi (2002) untuk menciptakan sistem pengendalian intern yang baik dalam perusahaan
maka ada empat unsur pokok yang harus dipenuhi yaitu (1) adanya struktur organisasi yang
memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas, (2) terselenggaranya sistem wewenang
dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan,
utang, pendapatan dan biaya, (3) terciptanya praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas
dan fungsi setiap unit organisasi, dan (4) didukung oleh karyawan yang mutunya sesuai
dengan tanggung jawabnya.
Organisasi keagamaan merupakan organisasi nirlaba. “Organisasi keagamaan” dapat
mengacu pada organisasi dalam sebuah Masjid, Mushola, Gereja, Kuil, Klenteng, Wihara,
maupun Pura atau organisasi diluar organisasi keagamaan namun bergerak dalam bidang
keagamaan. Dari segi penyelenggaraannya, organisasi keagamaan dijalankan oleh sebuah
lembaga atau organisasi yang muncul atas kesadaran akan berjalannya visi dan misi agama
tersebut (Bastian, 2009:216).
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK No. 45, karakteristik organisasi
nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Perbedaan utama yang mendasar terletak pada cara
organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas
operasinya. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan
para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apa pun dari organisasi tersebut
(Ikatan Akuntansi Indonesia, 2008).
Mesjid merupakan salah satu organisasi keagamaan yang mengelola keuangan yang
berasal dari sumbangan donatur ataupun masyarakat yang harus digunakan sesuai dengan
amanat para penyumbang tersebut. Mesjid harus dapat mempertangungjawabkan pengelolaan
keuangan tersebut, sehingga pengendalian intern keuangan mesjid menjadi sangat diperlukan.
Secara umum masjid berdasarkan jenis pengelolanyadapat dibedakan menurut sumber
pendanaan utamanya, seperti (1) masjid yang dikelola pemerintah dimana sumber keuangan
3
utama untuk operasional mesjid berasal dari pemerintah, (2) masjid yang dikelola organisasi
keagamaan dimaa sumber keuangan dan kegiatan operasional mesjid merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kegiatan organisasi keagamaan tersebut secara keseluruhan, maupun (3)
masjid yang dikelola masyarakat yang umumnya merupakan mesjid terdapat ditengah-tengah
kelompok masyarakat yang sumber keuangan utamya berasal dari masyarakat sekitar dan
dikelola secara sukarela oleh masyarakat tersebut. Perbedaan pengelola keuangan masjid ini
dapat berpotensi terhadap pengendalian intern yang berbeda-beda.
Berdasarkan jenis ukurannya, masjid dapat dibedakan menjadi (1) masjid besar dan
(2) masjid kecil. Masjid dikelompokkan sebagai masjid besar jika masjid memiliki fasilitas
yang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas pendukung, sedangkan masjid kelompok kecil
adalah jika masjid hanya memiliki fasilitas utama saja. Fasilitas utama masjid adalah mimbar,
mihrab, tempat adzan, tempat wudhu’, kamar mandi, toilet. Fasilitas pendukung masjid terdiri
dari menara, kantor pengurus, majelis taklim, perpustakaan, poliklinik, baitul mal, Unit
Pelayanan Zakat (UPZ), dan lain-lain (Dewan Masjid, 2009).
METODE PENELITIAN
Objek penelitian ini adalah 30 masjid yang telah dipilih oleh peneliti untuk mewakili
kriteria jenis pengelola masjid, yaitu masjid yang dikelola oleh pemerintah, masjid yang
dikelola oleh organisasi dan masjid yang dikelola oleh masyarakat; ukuran masjid yaitu
masjid yang berukuran besar dan masjid yang berukuran kecil; serta masjid yang mengelola
keuangan dengan rata-rata nominal diatas Rp 50.000.000/tahunnya.
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner pada pengurus masjid
yang berisi pertanyaan terkait penerapan pengendalian intern keuangan pada mesjid tersebut.
Setiap pertanyaan diberi alternatif jawaban dengan skala linkert dengan nilai dan artinya
sebagai berikut : (5) selalu diterapkan/sangat baik, (4) sering diterapkan/baik, (3) kadang-
kadang diterapkan/cukup baik, (2) jarang sekali diterapkan/tidak baik, dan (1) tidak pernah
diterapkan/sangat tidak baik. Kelayakan kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berdasarkan uji validitas dan reabilitas. Dalam pengumpulan data juga dilakukan wawancara
terbuka dengan pengurus masjid untuk tambahan informasi dalam analisis hasil penelitian.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
kuantitatif deskriptif, dengan pengolahan data menggunakan program SPSS (Statistical
Package for Social Science). Statistik deskriptif digunakan untuk melihat tingkat penerapan
pengendalian intern keuangan masjid di 30 mesjid kota Padang. Statistik nonparametrik
Kruskal_Wallis digunakan untuk uji beda perbedaan tingkat penerapan pengendalian intern
berdasarkan jenis pengelola masjid yaitu antara pemerintah, organisasi keagamaan dan
masyarakat, sedangkan perbedaan penerapan pengendalian intern berdasarkan ukuran masjid
yaitu kelompok mesjid besar dan kecil menggunakan uji beda Mann-Whitney.
4
Tabel.2 Pengelompokkan Masjid Berdasarkan Ukuran Masjid
Ukuran_Masjid
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Besar 18 60.0 60.0 60.0
Kecil 12 40.0 40.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
Sumber: Pengolahan instrumen kuisioner penelitian 2014.
Berdasarkan tabel 1.1 dan 1.2 diatas terlihat bahwa berdasarkan jenis pengelola
masjid menunjukkan responden dalam penelitian ini sebagian besar adalah masjid yang
dikelola oleh masyarakat, yaitu sebanyak 17 masjid (56,7%), masjid yang dikelola organisasi
keagamaan sebanyak 8 masjid (26,7%) dan masjid yang dikelola oleh pemerintah di kota
Padang hanya ada 5 masjid (16,7%). Sedangkan berdasarkan ukuran masjid menunjukkan
bahwa terdapat 18 masjid yang merupakan masjid besar (60,0%) dan masjid kecil sebanyak
12 masjid (40,0%).
Keseluruhan data yang diperoleh dari 30 Mesjid yang diteliti akan diolah dan
dianalisis kedalam 3 kelompok pembahasan utama yaitu analis penerapan pengendalian intern
keuangan masjid dan analsis perbandingan penerapan pengendalian intern berdasarkan
pengelola mesjid serta berdasarkan ukuran mesjid yang diuraikan sebagai berikut :
Berdasarkan Tabel.3 terlihat bahwa struktur organisasi mampunyai nilai mean untuk
masing-masing pertanyaan sebesar 4.63, 4.43 dan 3.73 dengan standar deviasi sebesar 0.80,
0.82 dan 1.41. Nilai rata-rata setiap pertanyaan adalah lebih besar dan sama dengan 4 yang
berarti baik. Hal ini menunjukkan bahwa pada 30 masjid yang diteliti secara rata-rata struktur
5
organisasinya sudah baik, dimana masjid telah membentuk struktur organisasi, sudah
melakukan pembagian tugas kerja dan memisahkan fungsi antara pemegang keuangan dan
pencatatannya.
Berdasarkan frekuensi jawaban responden memperlihatkan bahwa masjid telah
menerapkan unsur struktur organisasi dalam pengendalian intern, dimana dari 30 masjid yang
diteliti 96.6% masjid telah membentuk struktur organisasi, tujuan dari membentuk struktur
organisasi ini adalah untuk lebih mempermudah dalam pembagian tugas dan keteraturan
dalam pengelolaan keuangan. Sebanyak 96.7% dari mesjid yang diteliti telah melakukan
pembagian tugas dalam pengurusannya dan adanya pemisahan tugas dalam pengelolaan
keuangan antara yang memegang keuangan dengan yang melakukan pencatatan yaitu
sebanyak 83.3%.
Berdasarkan hasil analisis statistik dan frekuensi diats dapat disimpulkan bahwa
secara keseluruhan penerapan pengendalian intern berdasarkan unsur struktur organisasi dan
pemisahan fungsi sudah diterapkan dengan baik.
6
Tabel.4 Statistik Deskriptif dan Frekuensi Penerapan Pencatatan dan Pelaporan Keuangan
Statistics
Pencatatan_Pel Pencatatan_Pel Pencatatan_Pel Pencatatan_Pel Pencatatan_Pel Pencatatan_Pel Pencatatan_Pela Pencatatan_Pela Pencatatan_Pela Pencatatan_Pela Pencatatan_Pela Pencatatan_Pe
aporan4 aporan5 aporan6 aporan7 aporan8 aporan9 poran10 poran11 poran12 poran13 poran14 laporan15
N Valid 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3.4667 3.9667 4.7000 3.7667 4.6333 4.2333 4.5667 4.6667 4.5667 4.2000 4.3667 4.2667
Median 3.0000 4.0000 5.0000 4.0000 5.0000 5.0000 5.0000 5.0000 5.0000 4.0000 5.0000 5.0000
Mode 3.00 4.00 5.00 3.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00
Std. Deviation 1.04166 .92786 .46609 .97143 .55605 1.00630 .56832 .60648 .62606 .92476 .88992 1.01483
Sum 104.00 119.00 141.00 113.00 139.00 127.00 137.00 140.00 137.00 126.00 131.00 128.00
Persentase frekuensi
Keterangan Pencatatan_ Pencatata Pencatatan_ Pencatatan_ Pencatata Pencatatan_ Pencatatan_ Pencatatan_ Pencatatan_ Pencatatan_ Pencatatan_ Pencatatan_
pelaporan4 n_pelapor pelaporan6 pelaporan7 n_pelapor pelaporan9 pelaporan1 pelaporan11 pelaporan12 pelaporan13 pelaporan14 pelaporan15
an5 an8 0
Kadang-kadang 43.3% 23.3% 0 40.0% 3.30% 20.0% 20.0% 6.70% 6.70% 13.3% 6.70% 10.0%
Sering 23.3% 43.3% 30.0% 23.3% 30.0% 16.7% 16.7% 20.0% 30.0% 33.3% 30.0% 23.3%
Selalu 20.0% 30.3% 70.0% 30.0% 66.67% 56.7% 56.7% 73.3% 63.3% 46.7% 56.7% 56.7%
Sumber: Pengolahan instrumen kuisioner penelitian 2014.
7
Tabel.5 Statistik Deskriptif dan Frekuensi Penerapan Praktek yang Sehat
Statistics
Praktek_Yang_S Praktek_Yang_Se Praktek_Yang_Se Praktek_Yang_Se Praktek_Yang_Se Praktek_Yang_S
ehat16 hat17 hat18 hat19 hat20 ehat21
N Valid 30 30 30 30 30 30
Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 3.4333 3.2333 4.4333 4.6667 4.5000 3.7333
Median 3.0000 3.0000 5.0000 5.0000 5.0000 4.0000
Mode 3.00 3.00 5.00 5.00 5.00 4.00
Std. Deviation 1.10433 1.27802 .72793 .54667 .73108 1.22990
Sum 103.00 97.00 133.00 140.00 135.00 112.00
Persentase frekuensi.
Keterangan Praktek_Yang Praktek_Yang Praktek_Yang Praktek_Yang Praktek_Yang_ Praktek_Yan
_Sehat16 _Sehat17 _Sehat18 _Sehat19 Sehat20 g_Sehat21
Kadang-kadang 43.3% 36.7% 13.3% 3.30% 13.3% 20.0%
Sering 16.7% 20.0% 30.0% 26.7% 23.3% 36.7%
Selalu 23.3% 20.0% 56.7% 70.0% 63.3% 30.0%
Sumber: Pengolahan instrumen kuisioner penelitian 2014.
Tabel.5 memperlihatkan bahwa rata-rata masjid telah menerapkan pengendalian intern dimana
nilai mean untuk masing-masing pertanyaan sebesar 3.4, 3.2, 4.4, 4.6, 4.5, dan 3.7 dengan standar deviasi
sebesar 1.104, 1.278, 0.727, 0.546, 0.731 dan 1.229. Nilai rata-rata ini menunjukkan bahwa praktek yang
sehat dalam pengendalian intern keuangan telah diterapkan dengan baik. Hal ini sejalan dengan hasil
frekuensi jawaban responden mulai dari kadang-kadang menerapkan dengan nilai cukup baik sampai
kepada yang selalu menerapkan dengan nilai sangat baik memperlihatkan bahwa pengurus masjid telah
melakukan evaluasi kerja rutin sebanyak 83.3%, pertanggungjawaban kepada donatur sebanyak 76.7%,
pencocokan nominal kas tercatat dengan nominal fisik uang tersedia sebanyak 100%, penyimpana uang
ditempat yang aman seperti brangkas dan bank sebanyak 100%, bagi masjid yang menyimpan uang di
Bank melakukan pencocokan catatan di Bank dengan catatan pengurus sebesar 99.9%, serta pengurus
melakukan pemeriksaan (audit) sebanyak 86.7%. Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
penerapan paraktek yang sehat dalam pengendalian intern keuangan mesjid juga sudah baik.
8
Persentase frekuensi
Keterangan Pengurus_Yang_Ko Pengurus_Yang_Ko Pengurus_Yang_Ko Pengurus_Yang_Ko
mpeten22 mpeten22 mpeten22 mpeten22
Kadang-kadang 20.0% 20.0% 30.0% 6.70%
Sering 36.7% 20.0% 13.3% 40.0%
Selalu 40.0% 40.0% 30.0% 50.0%
Berdasarkan Tabel.6 terlihat bahwa penerapan pengurus yang berkompeten mampunyai nilai
mean untuk masing-masing pertanyaan sebesar 4.13, 3.80, 3.40 dan 4.33 dengan standar deviasi sebesar
0.86, 1.18, 1.30 dan 0.88. Secara rata-rata menunjukkan bahwa nilai 4 berarti penerapan pengurus yang
kompeten dalam pengendalian intern keuangan masjid yang diteliti sudah baik. Hal ini juga diperkuat
dengan hasil frekuensi jawaban responden mualai dari kadang-kadang menerapkan dengan kriteria cukup
baik sampai kepada selalu mereapkan dengan kriteria sangat baik menunjukkan bahwa dari 30 masjid
yang diteliti, 96.7% masjid pengurusnya menjalankan kepengurusan dengan amanah, sebanyak 80%
pengurus masjid lansung menindak lanjuti setiap kebutuhan operasional yang dibutuhkan oleh masjid.
Sebanyak 73.3% pengurus masjid memahami tata cara pencatatan keuangan dan 96.7% pengurus masjid
akan mendapatkan sanksi jika pengurus lalai dalam mengelola keuangan masjid. Hasil analisis unsur ini
dapat disimpulkan bahwa penerapan pengurus yang kompeten juga sudah baik.
Berdasarkan uraian hasil analsis setiap unsur pengendalian intern keuangan mesjid diatas
menunjukkan bahwa setiap unsur telah diterapkan dengan baik. Sehingga secara keseluruhan penerapan
pengendalia intern keuangan masjid pada 30 mesjid yang diteliti juga dapat disimpulkan sudah baik.
Dari Tabel.7 uji statistik untuk penerapan pengendalian intern secara keseluruhan (total SPI)
ataupun berdasarkan unsur-unsurnya(SO, PP, PS, PK), diperoleh nilai p-value uji Kruskal-Wallis yang
lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti tidak terdapatnya perbedaan yang signifikan dalam penerapan
pengendalian intern keuangan masjid baik secara keseluruhan maupun berdasarkan masing-masing
unsurnya diantara masjid yang dikelola pemerintah, organisasi keagamaan, dan masyarakat. Hal ini
sebenarnya sejalan dengan hasil analsis penerapan pengendalian intern secara umum yang sudah baik
yang dapat juga berarti bahwa untuk setiap kelompok pengelola masjid juga sama-sama sudah
menerapkan pengendalian intern dengan baik, sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Analisis lebih dalam terhadap penerapan pengendalian intern oleh masing-masing kelompok
pengelola masjid dapat dilakukan dengan menggunakan nilai matrik rata-rata penerapan setiap unsur
pengendalian intern dalam statistik crosstabulation seperti yang terlihat pada Tabel.8 berikut :
9
Tabel.8 Hasil statistik crosstabulation berdasarkan Pengelola Keuangan Masjid
Penerapan SO * Jenis_Pengelola_Masjid Crosstabulation
Count
Jenis_Pengelola_Masjid
Pemerintah Organisasi/Yayasan Masyarakat Total
Penerapan SO PENERAPAN_SO_BELUM_BAIK 2 2 7 11
PENERAPAN_SO_SUDAH_BAIK 3 6 10 19
Total 5 8 17 30
Penerapan PP * Jenis_Pengelola_Masjid Crosstabulation
Count
Jenis_Pengelola_Masjid
Pemerintah Organisasi/Yayasan Masyarakat Total
Penerapan PP PENERAPAN_PP_BELUM_BAIK 1 3 8 12
PERAPAN_PP_SUDAH_BAIK 4 5 9 18
Total 5 8 17 30
Penerapan PS * Jenis_Pengelola_Masjid Crosstabulation
Count
Jenis_Pengelola_Masjid
Pemerintah Organisasi/Yayasan Masyarakat Total
Penerapan PS PENERAPAN_PS_BELUM_BAIK 2 4 11 17
PENERAPAN_PS_SUDAH_BAIK 3 4 6 13
Total 5 8 17 30
Penerapan PK * Jenis_Pengelola_Masjid Crosstabulation
Count
Jenis_Pengelola_Masjid
Pemerintah Organisasi/Yayasan Masyarakat Total
Penerapan PK PENERAPAN_PK_BELUM_BAIK 2 6 6 14
PENERAPAN_PK_SUDAH_BAIK 3 2 11 16
Total 5 8 17 30
Sumber : Pengolahan instrumen penelitian 2014
Tabel.8 diatas menunjukkan jumlah mesjid yang sudah dan belum menerapkan pengendalian
intern dengan baik pada masing-masing kelompok pengelola yaitu masjid yang dikelola oleh pemerintah,
organisasi keagamaan dan masyarakat. Pada setiap unsur pengendalian intern (SO,PP,PS dan PK)
ditunjukkan bahwa jumlah masjid yang sudah menerapkan pengendalian intern pada kelompok pengelola
pemerintah selalu lebih banyak dari jumlah mesjid yag belum menerapkan pengendalian intern.
Sedangkan pada mesjid yang dikelola oleh organisasi ataupun masyarkat terdapat variasi jumlah yang
telah dengan yang belum menerapkan pengendalian intern yang baik. Sehingga dapat disimpulkan jika
penerapan pengendalian intern keuangan masjid yang dikelola pemerintah lebih baik daripada mesjid
yang dikelola oleh organisasi keagamaan ataupun masyarakat.
10
Tabel.9 Hasil Uji Test Statistik Mann-Whitney
Test Statisticsb
Test Statisticsb
Total_SPI
SO PP PS PK
Mann-Whitney U 75.500
Wilcoxon W 153.500 Mann-Whitney U 67.000 70.000 102.500 85.500
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .172 a Asymp. Sig. (2-tailed) .075 .106 .815 .336
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .087a .113a .819a .346a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Ukuran_Masjid a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: Ukuran_Masjid
Pada Tabel.9 juga terlihat bahwa nilai asymp. signifikant uji U Mann Whitney baik untuk
keseluruhan penerapan pengendalian intern (total SPI) ataupun untuk masing-masing unsurnya (SO, PP,
PS, PK) adalah lebih besar dari 0.05, yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
penerapan pengendalian intern keuangan pada kelmpok mesjid besar dengan kelompok masjid kecil. Hal
ini juga masih konsisten dengan hasil penerapan pengendalian intern secara umum dimana kelompok
masjid mesar dan masjid kecil juga sama-sama sudah menerapkan pengendalian intern yang baik yang
tidak berbeda secara signifikan. Matrik penerapan pengendalian intern berdasarkan ukuran masjid juga
dapat dilihat pada hasil statistik crosstabulation pada Tabel 10 berikut :
Tabel.10 Hasil statistik crosstabulation berdasarkan Ukuran Masjid
Penerapan So * Ukuran_Masjid Crosstabulation
Count
Ukuran_Masjid
Besar Kecil Total
Penerapan SO Penerapan_SO_Belum_Baik 4 7 11
Penerapan_SO_Sudah_Baik 14 5 19
Total 18 12 30
Penerapan Pp * Ukuran_Masjid Crosstabulation
Count
Ukuran_Masjid
Besar Kecil Total
Penerapan PP Penerapan_PP_Belum_Baik 5 7 12
Perapan_PP_Sudah_Baik 13 5 18
Total 18 12 30
Penerapan Ps * Ukuran_Masjid Crosstabulation
Count
Ukuran_Masjid
Besar Kecil Total
Penerapan PS Penerapan_PS_Belum_Baik 10 7 17
Penerapan_PS_Sudah_Baik 8 5 13
Total 18 12 30
Penerapan Pk * Ukuran_Masjid Crosstabulation
Count
Ukuran_Masjid
Besar Kecil Total
Penerapan PK Penerapan_PK_Belum_Baik 7 7 14
Penerapan_PK_Sudah_Baik 11 5 16
Total 18 12 30
11
Tabel.10 diatas dapat menggambarkan jumlah masjid yang telah menerapkan pengendalian
intern dengan baik untuk masing-masing kelompok masjid besar dan masjid kecil. Hasil statistik
menunjukkan bahwa dalam kelompok masjid besar, jumlah masjid yang telah menerapkan pengendalian
intern yang baik adalah lebih banyak dari jumlah masjid yang belum menerapkan pengendalin intern.
Sedangkan dalam kelompok masjid kecil terdapat fluktuasi jumlah mesjid yang telah menerapkan dengan
jumlah masjid yang belum menerapkan pengendalian intern dengan biak. Sehingga dapat disimpulkan
jika pada kelompok masjid besar, penerapan pengendalian intern keuangannya adalah lebih baik dari
pada kelompok mesjid kecil.
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian intern dalam pengelolaan keuangan pada 30 masjid di kota Padang sudah
diterapkan dengan baik. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa para pengurusnya telah
menyadari akan pentingnya menerapkan pengendalian intern dalam mengelola keuangan masjid.
2. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam penerapan pengendalian intern keuangan pada
masjid yang dikelola oleh pemerintah, organisasi keagamaan ataupun masyarakat pada pada 30
masjid di kota Padang. Tetapi berdasarkan jumlah masjid yang telah menerapkan pengendalian
intern yang baik untuk setiap kelompok pengelola menunjukkan bahwa masjid yang dikelola
pemerintah telah menerapkan pengendalian yang lebih baik daripada masjid yang dikelola
organisasi keagamaan dan masyarakat.
3. Perbandingan penerapan pengendalian intern keuangan berdasarkan kelompok mesjid besar dan
kecil juga tidak berbeda secara signifikan pada 30 masjid di kota Padang. Tetapi jumlah masjid
kelompok masjid besar yang telah menerapkan pengendalian yang baik juga lebih banyak
daripada kelompok masjid kecil, sehingga dapat disimpulkan kelompok masjid besar telah
menerapkan pengendalian intern keuangan yang lebih baik dari kelompok mesjid kecil.
Keterbatasan yang ditemui dalam penelitian ini adalah jumlah mesjid yang diteliti adalah
sebanyak 30 mesjid yang dipilih di Kota Padang dan pengisian kuisioner penelitian dilakukan oleh
pengurus masjid yang menjabat pada periode saat peneliti melakukan penelitian ini, sehingga hasil dari
penelitian ini hanya akan menggambarkan tingkat penerapan pengendalian intern keuangan masjid pada
30 masjid yang diteliti dan dalam periode kepengurusan masjid saat penelitian ini. Hasil penelitian ini
juga tidak dapat menggambarkan secara general tingkat penerapan pengendalian intern keuangan masjid
secara keseluruhan pada masjid yang ada di kota Padang.
Adapun saran-saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan
adalah bagi masjid yang telah menerapkan pengendalian intern dalam pengelolaan keuangan dengan baik
agar dapat dipertahankan dan ditingkatkan untuk perbaikan yang berkelanjutan. Sedangkan bagi
penelitian sejenis berikutnya disarankan untuk menambah jumlah sampel penelitian sehingga hasilnya
akan dapat digeneralisasi untuk melihat penerapan pengendalian intern pada masjid di kota Padang.
DAFTAR REFERENSI
Andriani, Ciptaining (2011), “Analisis perbedaan kualitas sistem pengendalian intern masjid ditinjau dari
ukuran masjid dan tipe organisasi islam penelolanya (studi kasus pada masjid di kota semarang)
skripsi program sarjana FE Undip, http://enprints.undip.ac.id/29942.Cipatining Andriani.pdf,
akses 02 Oktober 2013.
Arens, A.A., et all. (2011). Jasa Audit dan Asurance: Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia) Buku 1.
Jakarta: Salemba Empat.
12
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 2006. Studi Penerapan Pengendalian Intern pada
Emiten dan Perusahaan Publik. Jakarta.
Bastian, I. 2009. Akuntansi Untuk LSM dan Partai Politik. Jakarta: Erlangga.
Dewan Masjid Indonesia. 2009. Menata Kembali Manajemen Masjid Indonesia. From www.dmi.or.id, 22
november 2013.
Duncan, J.B., D.L.Flesher, and M.H. Stocks. 1999. Internal control sistems in US churches: An
examination of the effects of church size and denomination on sistems of internal control.
Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 12 Iss: 2, pp.142 – 164.USA: MCB UP
Ltd.
Ghozali, I. 2009. Statistik Non Parametrik: Teori dan Aplikasi dengan Program SPSS. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Haripratiwi, I. 2006. Analisis Sistem Pengendalian Intern Penggajian Karyawan pada BMT AlIkhlas
Yogyakarta. Skripsi. Surakarta: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat. 2008.
Khaerany, Rizky. 2013. Analisis pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap kulitas LAZ. Skripsi.
Sulawesi Selatan.
Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Barat. 2012. Data Masjid kota Padang. From
www.sumbar.kemenag.go.id, 20 november 2013.
Sulaiman, M. 2007. The Internal Control Procedures Of Mosques In Malaysia. Revista Universo
Contabil, vol. 3, num. 2, may-agost, pp. 101-115. Brasil: Universidade Regional de Blumenau.
Yamin, S. 2009. SPSS COMPLETE Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta:
Salemba Infotek.
13