0% found this document useful (0 votes)
95 views13 pages

Sistem Percakapan Visual Untuk Stimulasi Anak Usia Dini Dengan Hambatan Bahasa Dan Berbicara

The document summarizes a study on the effectiveness of using a visual conversation system with picture cards to stimulate language and communication development in early childhood with barriers in those areas. The study involved kindergarten-aged children with identified language or communication delays. Data was collected through observation, interviews, informal assessments and notes, and analyzed by comparing subjects' conditions before and after stimulation. The results showed that the visual conversation system using themed picture cards can help stimulate development for children with language and communication barriers.

Uploaded by

NonaZankDJyes
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
95 views13 pages

Sistem Percakapan Visual Untuk Stimulasi Anak Usia Dini Dengan Hambatan Bahasa Dan Berbicara

The document summarizes a study on the effectiveness of using a visual conversation system with picture cards to stimulate language and communication development in early childhood with barriers in those areas. The study involved kindergarten-aged children with identified language or communication delays. Data was collected through observation, interviews, informal assessments and notes, and analyzed by comparing subjects' conditions before and after stimulation. The results showed that the visual conversation system using themed picture cards can help stimulate development for children with language and communication barriers.

Uploaded by

NonaZankDJyes
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 13

SISTEM PERCAKAPAN VISUAL UNTUK STIMULASI ANAK USIA

DINI DENGAN HAMBATAN PERKEMBANGAN BAHASA DAN BICARA

Diana Dwi Jayanti


Program Studi PIAUD, Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Lamongan
Jl.Veteran No. 53 A Lamongan 62213
Telp. 0322-324706/0857-3264-5662
E-mail: [email protected]

Abstract: This is a qualitative study of a case study aimed at knowing the


effectiveness of visual conversation system through picture cards to stimulate
early childhood development with language and communication barriers. The
subjects in this study were chosen through the procedure of determining the
subjects in qualitative research proposed by Sarantakos (1993, in Poerwandari
2005), namely: 1) not directed to the large number of participants but in typical
cases according to the specificity of the research problem, 2) not directed to
representation in terms of numbers or random events, but to context matches.
Based on the above explanation, the researcher then determines the general
criteria of the subjects / participants of the study as follows: 1) The subjects are
early childhood of group A or B kindergarten and 2) the subjects have language
and cammunication barriers. Data collection methods are through observation,
interviews, and informal assessments, as well as field notes documentation. Data
analysis is performed by comparing the initial condition of subjects before being
stimulated with the initial condition of the subjects after stimulation is performed.
The results of data analysis show that the application of visual conversation
system with themed picture cards can be used to help stimulate early childhood
development with language and communication barriers.
Keywords: Visual Chat System, Picture Cards, Early Childhood, Language And
Communication Barriers

Pendahuluan
Perkembangan bahasa dan berbicara merupakan salah satu aspek perkembangan yang
penting dan perlu mendapat perhatian pada masa usia dini. Hal ini karena jika aspek
perkembangan bahasa yang terhambat tidak diketahui dan terlambat memperoleh penanganan,
akan dapat mempengaruhi setiap aspek perkembangan lain seperti, mempengaruhi
pendidikan, emosi, dan hubungan interpersonal seorang individu.
Terdapat setidaknya dua konsekuensi yang sangat mungkin dihadapi oleh seorang
individu usia dini ketika ia mengalami hambatan dalam perkembangan berbahasa dan
berbicara,1 antara lain:
1. Kemampuan konseptual dan prestasi pendidikan.
Hambatan perkembangan bahasa, seperti misalnya kasus aphasia ekspresif, diketahui
dapat mempengaruhi perkembangan pendidikan dan kognitif. Hal ini karena
perkembangan pendidikan dan kognitif sangat tergantung pada pemahaman dan

1
Frieda Mangunsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid Kesatu (Depok: Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia,
2009)

JPA, Volume 1, Nomor 1, Maret 2017


ISSN 2598-2184 Diana Dwi Jayanti 43

penggunaan bahasa. Selain itu terdapat pengaruh juga pada kemampuan berbahasa verbal
maupun nonverbal.
2. Aspek personal dan hubungan sosial.
Pengaruh hambatan perkembangan bahasa dan berbicara pada aspek personal dan
hubungan sosial individu, paling dapat dilihat pada kasus kelainan artikulasi, ‘timing’ dan
suara. Pada kasus-kasus tersebut diketahui menyebabkan efek negatif dalam relasi
interpersonal dan perkembangan konsep diri individu. Pandangan, ekspresi,
ketidakpahaman orang lain ketika berkomunikasi, dapat menyebabkan rasa rendah diri,
perasaan terisolasi, tidak berani berbicara di depan umum, dan bahkan dapat menimbulkan
kecemasan tersendiri.
Prevalensi hambatan pada aspek berbicara dan berbahasa sulit dihitung karena jenis
gangguan dan jenis kelainannya sangat bervariasi dan luas, sulit diidentifiaksi, serta sering
terjadi sebagai bagian dari kelaiann lainnya. Namun beberapa hasil kajian tentang hal ini
memperkirakan bahwa sekitar 10-15% anak-anak pra sekolah dan 6% siswa sekolah dasar dan
menengah pertama mengalami gangguan bicara, sedangkan gangguan bahasa dialami oleh 3%
anak usia pra sekolah dan 1% anak usia sekolah. Doorlag & Lewis juga mengemukakan
bahwa sebagian besar masalah bicara terdeteksi pada usia dini, misalnya gangguan artikulasi
umum ditemukan terjadi pada anak-anak di usia sekolah awal. Lalu, gangguan bahasa juga
diidentifiaksi terjadi pada anak-anak yang lebih muda tetapi dapat bertahan selama usia
sekolah dasar dan menengah pertama. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa
masa yang relatif tepat untuk melakukan identifikasi awal dan penanganan dini untuk masalah
bahasa dan bicara adalah ketika individu berada pada masa usia dini. Oleh karena itu, melalui
penelitian ini peneliti berfokus untuk mengkaji topik ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat, baik secara teoritis, untuk pengembangan teori dan konsep terkait topik ini,
maupun secara praktis, untuk mengembangkan cara atau metode stimulasi yang tepat untuk
membantu optimalisasi aspek perkembangan bahasa dan berbicara pada anak-anak usia dini
yang mengalami hambatan bahasa dan berbicara.2

Perkembangan Bahasa dan Kemampuan Bicara


Berbicara tentang perkembangan bahasa dan kemampuan bicara yang ideal, terdapat
tiga aspek primer yang harus dikuasai oleh seorang individu3, aspek tersebut yakni:
1. Aspek Fonologi; aspek ini berkaitan dengan kemampuan individu dalam membedakan
bunyian yang diucapkan oleh orang di sekitarnya dengan benar, membentuk bunyian
dengan cara, urutan, dan penempatannya secara benar dalam suatu kata. Aspek ini juga
berhubungan dengan kemampuan individu dalam membunyikan huruf secara benar.
Berikut adalah tabel perkembangan perolehan bunyi huruf pada usia-usia tertentu:

Tabel 1. Perkembangan perolehan bunyi huruf sesuai usia

2
Doorlag & Lewis, 1991, dalam Hallahan, D.P., & Kauffman, J.M., Exceptional Learner: An Introduction to
Special Education (International Edition: 10 th ed) (Boston: Allyn and Bacon, 2006)
3
Crystal, D, Interaction between linguistic levels in language handicapped children (University College of
North Wales, 1987), Diakses pada 04 Oktober 2012 dari
http://www.davidcrystal.corn/DC_articles/Clinical25.pdf

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


44 Sistem Percakapan Visual untuk Stimulasi Anak Usia Dini ISSN 2598-2184

Usia Perkembangan perolehan bunyi huruf


2-3 P, B, M, H, W, D, huruf vokal (A, I, U, E, O)
3-4 Y, N, K, G, T (di awal kata/ huruf depan)
4-5 L (huruf depan)
5-6 F (huruf akhir), V, L (huruf akhir), J
6-7 NG, S, Z, R

2. Aspek Gramatika; aspek ini dibagi menjadi dua yakni a) aspek morfologi, yakni
kemampuan individu dalam mengenal kata kerja, kata benda, penggunaan awalan dan
imbuhan. Secara umum biasanya pada usia 4 tahun anak sudah mampu menggunakan kata
kerja, penggunaan awalan dan imbuhan dengan baik, untuk kemudian mampu membentuk
kalimat. Kemampuan membentuk kalimat inilah yang merupakan bagian kedua dari aspek
gramatika ini, yang disebut dengan b) aspek sintaksis. Pada fase perkembangan sintaksis
anak belajar membangun kalimat dengan baik. Anak yang mengalami masalah sistaksis
akan berkata misalnya “kabel sudah telefon rusak” yang seharusnya diucapkan “kabel
telefon sudah rusak”, atau “mau main” yang seharusnya “saya mau bermain”.
3. Aspek Semantik; aspek ini berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memahami apa
yang diucapkan. Misalnya memahami arti dari suatu kata tertertu, seperti ‘kursi’, yakni
suatu benda yang memiliki 4 kaki dan berfungsi sebagai tempat duduk. Kemudian ketika
anak ditanya, “apakah nama benda itu?” anak akan harus dapat mencari dalam memorinya
berbagai nama benda4. Secara ringkas kemampuan bahasa yang dijelaskan pada aspek ini
meliputi: a) anak memiliki cukup kata-kata agar dapat memproduksi dan memahami
komunikasi, b) anak dapat menemukan kata-kata yang tepat (memanggil kata dari daftar
memori), dan c) anak memahami apa yang diucapkan.
Selain 3 aspek tersebut diatas, Meike Pronk-Boerma, menambahkan aspek
perkembangan bahasa pragmatik. Aspek ini menggambarkan perkembangan anak dalam
menggunakan bahasa dalam fungsi dan konteks yang tepat5.
Meike Pronk-Boerma juga membagi periode perkembangan berbicara menjadi periode
praverval dan periode verbal. Periode preverbal merupakan periode yang sangat penting, yang
pembagiannya meliputi6:
1. Minggu ke-0-6: menangis
2. Minggu ke-6 hingga bulan ke-4: vokalisasi ah, uh
3. Bulan 4-8: babling atau mengoceh
4. Bulan 8-12: social babbling, yakni mengoceh dengan cara mengambil alih pola bunyian
yang ia dapat dari sekitarnya.
Sedangkan periode verbal meliputi:
1. Bulan ke-12-15: merupakan fase kalimat satu kata
2. Bulan ke-15-2 tahun: fase kalimat dengan dua kata. Anak juga sudah mulai mengunakan
intonasi misalnya dalam bertanya, mulai menyangkal dengan kata. Masih terdapat pola
ucapan huruf yang terpotong misalnya ‘minum’ menjadi ‘mium’

4
Crystal, Rose, dkk, dalam Julia Maria Van Tiel, Anakku Terlambat Bicara (Jakarta: Prenada,2008)
5
Julia Maria Van Tiel, Anakku Terlambat Bicara (Jakarta: Prenada,2008)
6
Ibid

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


ISSN 2598-2184 Diana Dwi Jayanti 45

3. Usia 2-3 tahun: merupakan fase kalimat dengan banyak kata. Kalimat terdiri dari kata
benda dan kata kerja. Apa yang diucapkan lebih kepada arti atau maksud kalimat yang
diucapkan namun, belum membentuk kalimat yang benar. Pada fase ini anak juga mulai
menggunakan bentuk saya dan kamu. Biasanya kosakata akan meningkat pesat pada fase
ini.
4. Usia 3-4 tahun: anak akan mulai mengerti dan mampu bercerita tentang banyak hal. Ia juga
sudah bisa mengucapkan bunyian berbagai huruf kecuali s/l/r. sudah bisa berbicara dengan
aturan sebuah kalimat termasuk urutan kata, imbuhan, dan pemotongan kalimat, namun
masih beberapa kesalahan dengan mengucapkan kata sambung.
5. Usia 4-6 tahun: anak akan semakin baik dalam mengucapkan bunyi berbagai huruf,
termasuk huruf-huruf yang sulit seperti /r/ dan /s/. ia juga semakin baik dalam aturan
pembuatan kalimat termasuk kata hubung (dan, tapi, atau, karena, sebab, dsb).

Hambatan Perkembangan Bahasa dan Kemampuan Bicara serta Faktor-faktor yang


Melatarbelakanginya.
Secara umum hambatan perkembangan bahasa dan berbicara merupakan suatu
hambatan dalam komunikasi verbal yang efektif, sedemikian rupa sehingga pemahaman akan
bahasa yang diucapkan berkurang. DSM-IV TR, menyebutkan bahwa gangguan komunikasi
meliputi beberapa subkategori diagnosa seperti: gangguan berbahasa ekspresif (expressive
language disorder), gangguan artikulasi berbicara khas (phonological disorder), gangguan
berbahasa ekspresif-reseptif (mixed receptive-expressive disorder), dan kegagapan
(stuttering)7. Sedangkan berdasarkan kategori yang dikemukakan oleh American Speech-
Language Hearing Association8 hambatan bahasa dan berbicara digolongkan sebagai berikut:
1. Kelainan suara
Hal ini berhubungan dengan kualitas suara pembicara. Jenis hambatan ini terletak
pada pola kontrol dan variasi nada (tone), alunan, dan volume suara, yang menyebabkan
kualitas suara terlalu keras atau terlalu lembut, terlalu rendah atau terlalu tinggi. Salah satu
contoh masalah jenis ini dapat dilihat misalnya perubahan suara pada anak laki-laki yang
beranjak remaja.
2. Kelainan artikulasi
Kelainan artikulasi ini merupakan kesalahan-kesalahan dimana anak mendistorsi
bunyi kata (shup untuk sup), mensubstitusikan bunyi suatu kata dengan lainnya (cenang
untuk senang), menambahkan bunyi yang tidak relevan terhadap suatu kata (ider untuk
ide), atau menghilangkan suatu bunyi pada sebuah kata (sa-it untuk sakit). Masalah-
masalah artikulasi ini pada dasarnya merupakan karakteristik umum yang muncul dalam
perkembangan bicara. Semua anak pada usia tertentu memproduksi kesalahan-kesalahan
artikulasi ini ketika belajar berbicara. Namun demikian, bila masalah ini menetap
sementara usianya semakin bertambah, maka ini akan mengganggu, karena menghambat
kejelasan komunikasi, yang dapat menyebabkan frustasi, baik pada pembicara maupun
pendengar.
3. Gangguan kelancaran bicara.

7
Mash, E.J., dan Wolfe, D.A, Abnormal Child Psychology, 3th Edition (USA: Thomson Wadsworth, 2005)
8
Hallahan, D.P., & Kauffman, J.M., Exceptional Learner: An Introduction to Special Education (International
Edition: 10th ed) (Boston: Allyn and Bacon, 2006)

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


46 Sistem Percakapan Visual untuk Stimulasi Anak Usia Dini ISSN 2598-2184

Gangguan jenis ini berupa ketidakteraturan dalam ‘timing’ bicara, yang biasanya
disebabkan ketidakmampuan dalam mengontrol pernapasan saat bicara. Contoh: gagap
(stuttering). Contoh lainnya adalah cluttering, dimana anak berbicara dengan sangat cepat,
iramanya tidak beraturan dan kadang-kadang ucapannya tidak jelas, terputar balik dan sulit
dipahami.
4. Kelainan bahasa
Hambatan ini sering juga disebut sebagai expressive aphasia atau severe language
delay. Suatu hambatan atau kelainan bahasa yang biasanya disebabkan oleh disfungsi
susunan syaraf pusat yang menghalangi pemahaman atau penggunaan kata-kata. Aphasia
terbagi menjadi dua yakni aphasia receptive dan aphasia expressive. Aphasia receptive
terjadi bila ketidakmampuan atau hambatan tersebut menghalangi pemahaman penerimaan
bahasa lisan, sedangkan aphasia expressive terjadi jika individu tidak mampu menemukan
kata yang tepat untuk mengekspresikan suatu idea atau berkomunikasi secara lisan.
Dijelaskan pula bahwa gangguan ini bisa bersifat luas, meliputi penyimpangan atau
hambatan dalam perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa lisan, tertulis, dan
atau sistem symbol yang lain. Gangguan atau hambatan ini juga bersifat luas dan
melibatkan gangguan dalam produksi; a) bentuk bahasa (fonologi, morfologi, sintaks), b)
isi bahasa (semantik), c) fungsi bahasa dalam komunikasi (prakmatik).

Nelson menjelaskan faktor-faktor yang berkaitan dengan hambatan berbicara dan


bahasa, antara lain:
1. Faktor sentral yang meliputi: a) kondisi otak dan susunan syaraf pusat, b) kondisi
keterbelakangan mental dan gangguan fungsi kognitif, c) autism, d) gangguan perhatian
dan hiperaktivitas, e) dsb.
2. Faktor periferal yang meliputi: a) berkaitan dengan gangguan sistem sensoris tertentu,
seperti gangguan pendengaran, b) gangguan fisik motorik yang berhubungan dengan
bicara, c) dsb.
3. Faktor lingkungan sosial dan emosional/psikologis, seperti: a) penelantaran dan
penganiayaan, b) masalah perkembangan perilaku dan emosi, c) stimulasi lingkungan
terdekat yang kurang sesuai.
4. Faktor-faktor campuran yaitu kombinasi dari faktor-faktor di atas.9
Van Tiel juga menyebutkan beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab
keterlambatan berbicara, sebagai berikut: a) faktor keterlambatan kematangan perkembangan,
b) faktor telinga, c) faktor intelegensi, d) faktor pendukung pengucapan yang meliputi kondisi
otot sekitar mulut, rongga mulut, dan pernafasan, e) faktor psikologis yang dapat
menyebabkan anak menjadi gagap, f) faktor pengasuhan, g) faktor pemrosesan informasi
(bagi anak yang memiliki intelegensi normal hingga tinggi).10

Intervensi dan Stimulasi Hambata Perkembangan Bahasa dan Kemampuan Bicara


Aspek perkembangan bahasa dan kemampuan bicara merupakan bagian integral dari
kemampuan komunikasi seorang individu dalam menjalin interaksi dengan lingkungan dalam

9
Nelson, dalam Woolfolk, A.E, Educational Psychology-Seventh Edition (Massachusset: Allyn & Bacon, 1998)
10
Julia Maria Van Tiel, Anakku Terlambat Bicara (Jakarta: Prenada, 2008)

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


ISSN 2598-2184 Diana Dwi Jayanti 47

kehidupannya. Oleh karenanya apabila anak mengalami hambatan perkembangan ataupun


kelainan pada aspek ini, maka harus segera mendapat penanganan. Ketika memberikan
bantuan kepada anak-anak yang yang memiliki hambatan pada aspek ini tidak dapat menjadi
tanggungjawab satu bidang keahlian saja, melainkan harus merupakan kerja sama antar
berbagai pihak, mulai dari guru, orangtua, hingga melibatkan ahli-ahli lain seperti ahli
patologi bicara, juga psikolog. Beberapa prinsip umum yang penting dalam memberikan
intervensi dan stimulasi pada hambatan di aspek ini, yaitu:
1. Aspek perkembangan ini sangat terkait dengan komunikasi yang merupakan aktivitas
interaktif. Oleh karena itu dalam memilih atau menyusun prosedur intervensi maupun
metode stimulasi haruslah relevan sejauh itu dapat mempertemukan pembicara (subyek)
dengan situasi dan kondisi, yang memungkinkannya menjalin komunikasi dengan orang
lain secara efektif dalam kehidupan normal.
2. Kemampuan berbahasa dan berbicara sebagai bentuk dari kemampuan komunikasi
seharusnya dipelajari dan dilatihkan dalam konteks sekolah dan rumah, dimana anak
menjalani kehidupan normalnya, dengan lawan bicara sehari-hari, seperti orangtua, guru,
atau teman sebaya.
3. Anak yang sebaiknya mendapatkan intervensi dan stimulasi adalah mereka yang
menunjukan kesenjangan yang signifikan antara usia kronologis atau mental dengan
kemampuan komunikasinya, atau anak yang menunjukkan pola-pola hambatan komunikasi
yang berdampak pada fungsinya.
4. Semua pihak yang terlibat dalam membantu anak dengan hambatan pada aspek ini harus
membuat kesepakatan dan bergerak bersama dalam mengembangkan suatu program
intervensi dan stimulasi yang terkoordinir.
5. Tujuan intervensi dan stimulasi dibuat berdasarkan perkembangan normal atau kebutuhan
komunikasi yang terlihat. Apabila memilih dasar yang kedua, yakni kebutuhan
komunikasiyang terlihat, maka harus memiliki pemahaman tentang sifat alami komunikasi
dan perkembangan normalnya, serta alasan yang bagus tentang mengapa tidak
mendasarkan pada urutan perkembangan normal.
6. Anak belajar melalui observasi dan melakukannya langsung. Maka, intervensi dan
stimulasi perlu dilakukan dengan melihat anak sebagai pelajar aktif dan
mempertimbangkan cara-cara atau metode yang dapat meningkatkan motivasinya.
7. Tujuan intervensi sebaiknya lebih banyak diarahkan pada produktivitas daripada
penguasaan.

Sistem Percakapan Visual sebagai Alternatif Intervensi dan Stimulasi Hambatan


Perkembangan Bicara dan Kemampuan Bahasa.
Sistem visual merupakan salah satu alternatif strategi intervensi yang menggabungkan
berbagai macam support visual untuk membantu meningkatkan kemampuan berbahasa anak.
Terdapat berbagai variasi sistem visual yang dapat diguanakan untuk memfasilitasi
perkembangan bahasa reseptif, ekspresif, maupun komunikasi sosial. Beberapa diantaranya
adalah PECS, Chat System, ALS (Aided Language Stimulation Boards), dsb.
Bharvaga mengemukakan bahwa sistem visual dapat secara nyata membantu anak-anak
dengan hambatan/kesulitan misalnya dalam hal kominukasi, konsentrasi, dan lambat dalam

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


48 Sistem Percakapan Visual untuk Stimulasi Anak Usia Dini ISSN 2598-2184

memproses informasi.11 Untuk dapat berkomunikasi, seorang anak. individu perlu memiliki
pemahaman tentang apa yang ia secara tepat. Tentu akan menjadi suatu hal yang sangat
mengganggu bagi seorang anak yang memiliki kesulitan dalam memahami dan atau
mengekspresikan apa yang ingin ia ungkapakan. Perasaan frustasi inilah yang biasanya
seringkali menjadikan anak terpaksa menggunakan perilaku yang tidak sesuai untuk
mengungkapakan apa yang ingin ia sampaikan. Sistem visual dalam hal ini bisa membuat
proses komunikasilebih mudah tercapai.
Chat System merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan untuk memfasilitasi
pengembangan keterampilan berbahasa dan berkomunikasi. Proses sistem ini membutuhkan
partisipasi aktif dan interaksif baik dari rekan komunikasi anak. Sistem ini menggunakan alat
visual misalnya berupa gambar-gambar yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman
atau kegiatan-kegiatan yang akan, sedang, maupun yang telah terjadi pada anak. Gambar
tersebut kemudian digunakan sebagai bahan percakapan antara partner komunikasi dengan
anak. Untuk memulai dan membangun percakapan, partner komunikasi dapat
mengungkapakan beberapa pertanyaan kepada anak terkait dengan gambar yang telah
disediakan. Seluruh proses yang dilakukan terbukti dapat membantu meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan bahasa dan komunikasi anak dalam situasi fungsional yang
bermakna bagi anak. Selain itu melalui proses tersebut partner komunikasi anak dapat
menyampaikan kepada anank tentang bagaimana mereka dapat berbagi informasi tentang
pengalamannya dengan orang lain.12

Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian studi kasus.
Fokus studi kasus adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup
individu, kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan.13
Yin mempresentasikan sedikitnya terdapat 4 aplikasi untuk model penelitian studi
kasus: 1) untuk menjelaskan kompleksitas kausal yang menjelaskan keterhubungan dalam
suatu kehidupan nyata yang mengalami suatu intervensi peristiwa; 2) untuk menjabarkan
konteks kehidupan nyata dimana suatu intervensi peristiwa terjadi; 3) untuk mendeskripsikan
intervensi peristiwa itu sendiri; 4) untuk mengeksplrasi situasi dimana intervensi peristiwa
yang telah terevaluasi (melalui metode selain studi kasus, namun tidak memiliki) seperangkat
hasil yang jelas.14
Sarantakos mengemukakan bahwa prosedur penentuan subyek/partisipan dalam
penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik, antara lain:
1. Diarahkan tidak pada jumlah partisipan yang besar melainkan pada kasus-kasus tipikal
sesuai kekhususan masalah penelitian.

11
Bhargava, D., Getting Started!, Using Visual System to Promote Communication (2003), Diakses pada 01
Oktober 2012 dari https://www.callscotland.org.uk/LearningEngagement/Longer%20booklets%20articles/web-
booklet.pdf
12
Ibid
13
Merriam, S., Case study research in education: A qualitative approach (San Francisco: Jossey-Bass, 1988)
14
Yin, R.K., Case Study Reasearch: Desain and Method (4th ed) (Thousand Oaks, CA: Sage Publishing, 2009)

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


ISSN 2598-2184 Diana Dwi Jayanti 49

2. Tidak diarahkan pada keterwakilan dalam arti jumlah atau peristiwa acak, tetapi pada
kecocokan konteks.15

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti kemudian menentukan kriteria umum


subyek/partisipan penelitian sebagai berikut:
1. Subyek adalah anak-anak dengan usia sekolah taman kanak-kanak kelompok A ataupun B.
2. Subyek adalah anak yang memiliki hambatan perkembangan bahasa dan kemampuan
bicara.

Pengumpulan data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan observasi


langsung, wawancara, kuesioner perkembangan bahasa dan kemampuan bicara, dan catatan
lapangan selama proses pengumpulan data.
Pelaksanaan penggalian data dilakukan dalam kurun waktu 2,5 bulan yang meliputi
beberapa tahapan, antara lain:
1. Menentukan kriteria subyek dan meminta rekomendasi dari pihak sekolah dalam memilih
subyek yang sesuai dengan kriteria yang telah dirancangkan di awal penelitian.
2. Menelusuri latarbelakang kasus yang telah ditemuka meliputi, penelusuran riwayat
perkembangan dan kesehatan subyek, riwayat keluarga dan lingkungan tempat tinggal
subyek, riwayat pendidikan dan sekolah, serta melakukan asesmen terkait capaian atau
perkembangan awal kemampuan bahasa dan berbicara subyek sebelum mendapatkan
stimulasi.
3. Menyusun rancangan prosedur stimulasi beserta evaluasinya.
4. Pelaksanaan stimulasi sekaligus evaluasi capaian kemajuan setelah stimulasi.
5. Analisis hasil.

Hasil Dan Pembahasan


Subyek merupakan salah satu siswa KB/TK kelompok B. Pada saat penelitian ini
dilaksanakan subyek berusia 5 tahun 11 bulan. Di usianya yang hampir tahun ini kemampuan
berbicara subyek dapat dikatakan sangat berbeda dengan teman-teman di usianya. Sebagai
contoh, ketika subyek mengatakan “aku tidak kelihatan”, yang terucapkan menjadi “atu a’
teiatan”. Kemudian ketika mengatakan “buah semangka” menjadi “bua emata”.
Terkait dengan perkembangan bahasa subyek yang terkait dengan kemampuan pra
membaca dan pra menulis, subyek sebenarnya telah mampu mengenali dan menunjukkan
beberapa huruf yang ditunjuk oleh guru, seperti huruf A, I, U, E, O, B, C, D, namun untuk
menunjukkan dan menyebutkan huruf-huruf yang lain subyek masih membutuhkan panduan.
Berdasarkan hasil data wawancara orangtua, diketahui subyek mengalami
keterlambatan perkembangan berbicara, dimana kemampuan berbicaranya muncul ketika
subyek berusia 2 tahun, hal ini karena subyek sempat memiliki riwayat sakit yang
berhubungan dengan sistem organ pencernaan ketika berusia 2 minggu setelah kelahiran, dan
berlangsung hingga ia berusia hampir 2 tahun.

15
Sarantakos dalam Kristi Poerwandari, Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia (Jakarta:
Fakultas Psikologi UI, 2005)

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


50 Sistem Percakapan Visual untuk Stimulasi Anak Usia Dini ISSN 2598-2184

Kemudian terkait dengan capaian awal perkembangan bahasa dan kemampuan


berbicara sebelum stimulasi diberikan akan dijelaskan melalui pemaparan berikut:
1. Berdasarkan hasil observasi baik di sekolah maupun di rumah, memang terlihat bahwa
perkembangan bahasa subyek mengalami keterlambatan. Diusianya yang saat ini berada di
tahun ke-6 subyek belum secara optimal memenuhi indikator capaian perkembangan
sesuai usianya. Dimensi perkembangan yang paling tampak mengalami keterlambatan
adalah pada dimensi perkembangan bahasa ekspresif lisan. Secara umum subyek bisa
dikatakan bahwa capian perkembangan optimal bahasa subyek saat ini berada pada fase
kelompok usia 3-4 tahun. Pada kelompok usia diatas 3-4 tahun terdapat beberapa indikator
perkembangan yang masih belum terpenuhi, terutama pada dimensi perkembangan bahsa
ekspresif lisan dan perkembangan bahasa tulis (pra-membaca maupun pra-menulis).
2. Berdasarkan hasil observasi diketahui juga bahwa terlihat adanya pola gangguan artikulasi
dalam kemampuan berbicara. Beberapa pola tersebut meliputi:
a. Substitusi: terjadinya penggantian fonem pada beberapa kata.
b. Omisi : terjadi penghilangan fonem.
c. Distorsi : terjadi kekacauan pengucapan.
d. Adisi : terjadi penambahan fonem.
Beberapa contoh ucapan yang menunjukkan adanya 4 pola gangguan artikulasi tersebut
misalnya: Ketika subyek bertanya: “Tadi Bu Diana kemana? Mengapa Bu Diana tidak
dating ke sekolah? RA mencari-cari Bu Diana, RA kangen” kalimat yang diucapkan oleh
subyek menjadi, “tadi buk dana mana? Apa buk dana dak daten toah? Ama tai-tai bu, ama
tanen”.
3. Pada aspek fonologi, Subyek masih belum mampu secara konsisten membunyikan kata
secara tepat. Hal tersebut meliputi pengucapan beberapa huruf sebagai berikut:

Tabel 2. Capaian perkembangan aspek fonologi subyek.

Rata-rata usia
Huruf Keterangan
perolehan
vokal (a, i, u, Subyek telah mampu mengucapkan bunyi
e,o); p, b, 2-3 huruf dengan benar
m,h,w, d
y, n, k, g, t, f 3-4 Subyek mampu membunyikan huruf y, n, t,
(huruf depan) dengan tepat. Namun belum tepat dalam
membunyikan huruf ‘g’ (menjadi bunyi ‘d’;

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


ISSN 2598-2184 Diana Dwi Jayanti 51

‘gigi’ ’didi’), bunyi ‘k’ (menjadi ‘t’;


‘aku’’atu’), ‘f’ (depan tengah) berbunyi ‘p’;
‘rafi’, ‘fira’’rapi’, ‘pia’
l (huruf depan) 4-5 Membunyikan ‘l’ menjadi ‘y’ misalnya ‘lima’
menjadi ‘yima’
f (huruf akhir), 5-6 Belum mampu mengucapkan huruf dengan
v,l (huruf tepat. ‘f’ dan ‘v’ menjadi ‘p’; ‘l’ menjadi ‘n’;
akhir), j ‘j’ menjadi ‘d’ (jeruk deyuk)
ng, s, z, r 6-7 Belum mapu mengucapkan bunyi huruf dengan
tepat. ‘ng’’n’/tidak terbaca ditengah kata.
‘s’ (awal dan tengah kata) menjadi ‘t’. Subyek
bisa membunyikan ‘s’ (akhir kata).
‘z’ menjadi ‘d’, misal ‘zebra’’deba’/’yeba’.
‘r’ menjadi ‘y’/hilang, misalnya
‘bersin’’betin’.

Kemudian pada aspek gramatika capaian kemampuan bahasa subyek dijelaskan dalam
tabel berikut:

Tabel 3. Kemampuan awal aspek gramatika bahasa subyek


Aspek Keterangan
Morfologi Penggunaan kalimat masih berkisar pada kata benda dan kata
(penggunaan jenis kerja, belum konsisten menggunakan imbuhan, telah
kata) menggunakan kata sambung (tapi, karena, ‘sama’<dan>)
Sintak Belum membentuk kalimat yang benar
(pembentukan
kalimat)
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pada aspek ini perkembangan subyek
setara dengan usia 2-3 tahun.

Selanjutnya, terkait dengan kemampuan bahasa pada aspek semantik, subyek dapat
memahami kata-kata yang dapat diucapkan dan dikuasainya. Jika dibanding dengan teman-
teman dikelasnya, subyek termasuk siswa yang produksi kata-katanya cukup minim,
terkadang ketika akan mengucapkan apa yang akan dikatakan, subyek membutuhkan waktu
yang lama dalam menemukan kata. Jika subyek tidak dapat menemukan kata yang tepat
biasanya subyek tidak melanjutkan apa yang dikatakan, dengan mengatakan ‘em,,, dak dadi,
buk’ sambil tersenyum.
Sedangkan pada aspek pragmatik kemampuan berbahasa subyek dapat dikatakan Tidak
tampak persoalan yang berarti. Subyek cukup mampu memahami apa yang disampaikan
orang lain kepadanya, dan pada dasarnya ia mampu menjawab ucapan orang lain sesuai
konteks. Meskipun dengan kata-kata yang terbatas dan artikulasi yang kurang jelas.

Rancangan Stimulasi dan Evaluasi

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


52 Sistem Percakapan Visual untuk Stimulasi Anak Usia Dini ISSN 2598-2184

Berdasarkan analisis hasil asesmen yang dikaitkan dengan teori, stimulasi yang dipilih
untuk kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Bentuk dan metode
a. Percakapan dengan kartu gambar
Bentuk dan metode ini dipilih dengan mendasarkan pada prinsip penggunaan sistem
visual dalam membantu pengembangan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi pada
anak yang mengalami keterbatasan/hambatan bahasa verbal. Melalui aktivitas
percakapan yang didasarkan pada visualisasi berbentuk kartu gambar ini hal yang bisa
diperoleh: 1) dapat digunakan untuk menggali pengalaman dan latar belakang
pengetahuan anak, 2) dapat digunakan sebagai referensi dimana anak dapat mengetahui
peran teman dalam proses berbahasa dan berkomunikasi, 3) dengan meninjau kembali
beberapa informasi yang terkait dengan pengalaman anak, hal tersebut dapat
meningkatkan keterampilan observasional, yang dapat membantunya memahami dan
mengklarifikasi pengalaman tersebut, 4) hal ini dapat menjadi cara untuk membantu
anak menemukan, mengumpulkan aspirasi maupun kebutuhannya serta
mengekspresikan dirinya.
b. Psikoedukasi orangtua
Mengingat proses berbahasa dan komunikasi tidak dapat terjadi secara optimal tanpa
adanya dukungan alamiah dari proses interaksi subyek dengan lingkungan sekitarnya,
maka penting bagi orangtua untuk mengetahui akan hal tersebut, sehingga dapat
menyediakan lingkungan yang dapat mendukung perkembangan kemmapuan
berbahasa/komunikasi anak.
2. Tujuan Stimulasi: meningkatkan kemampuan komunikasi ekspresif subyek dan ketepatan
artikulasi pengucapan dalam berbicara.
3. Target kemajuan kemampuan bahasa dan berbicara.
a. Subyek dapat berkomunikasi secara verbal dengan produksi kata yang lebih banyak
<lebih dari 5 kata> dalam struktur kalimat lengkap.
b. Subyek dapat mengucapkan bunyi/artikulasi kata-kata dengan jelas terutama kata-kata
yang mengandung huruf ‘f’, ‘g’, ‘k’, ‘v’, ‘l’, ‘s’, ‘z’.
4. Rancangan Evaluasi.
Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas proses pelaksanaan stimulasi.
Evaluasi dilakukan di setiap akhir sesi stimulasi maupun ketika seluruh rangkaian sesi
stimulasi berakhir. Hal ini dilakukan dengan melihat perbedaan kemampuan yang muncul
pada subyek, melalui kegiatan bercerita dan menirukan kata-kata yang mengandung
beberapa huruf yang mana subyek mengalami kesulitan dalam pengucapannya. Berikut
adalah tabel yang menjelaskan kondisi awal sebelum pelaksanaan stimulasi dan kondisi
akhir yang diharapkan setelah pelaksanaan stimulasi.

Tabel 4. Kondisi awal subyek dan kondisi yang diharapkan setelah stimulasi
Kondisi Awal Stimulasi Kondisi Akhir

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


ISSN 2598-2184 Diana Dwi Jayanti 53

 Subyek belum dapat berkomunikasi  Subyek dapat berkomunikasi


secara verbal dengan produksi kata secara verbal dengan produksi
yang lebih banyak <lebih dari 5 kata yang lebih banyak <lebih
kata> dalam struktur kalimat dari 5 kata> dalam struktur
lengkap. kalimat lengkap.

 Subyek belum mampu  Subyek mampu mengucapkan


mengucapkan bunyi/artikula-si kata- bunyi/artikula-si kata-kata
kata dengan jelas terutama kata-kata dengan jelas terutama kata-kata
yang mengandung huruf yang mengandung huruf
‘f’,‘g’,‘k’,‘v’, ‘l’, ‘s’, ‘z’. ‘f’,‘g’,‘k’,‘v’, ‘l’, ‘s’, ‘z’.

Tabel 5. Form evaluasi stimulasi


No Target Stimulasi Ceklist Ket
Dapat berkomunikasi secara verbal dengan produksi kata yang
1 lebih banyak <lebih dari 5 kata> dalam struktur kalimat
lengkap.
Huruf f
Huruf g
Mampu mengucap-kan bunyi/artikulasi Huruf k
kata-kata dengan jelas terutama kata-kata
2 Huruf v b
yang mengandung huruf ‘f’, ‘g’, ‘k’, ‘v’,
‘l’, ‘s’, ‘z’. Huruf l
Huruf s
Huruf z
Keterangan:
1. E  sangat kurang
2. D  kurang
3. C  cukup
4. B  baik
5. A  sangat baik

Pembahasan Hasil Stimulasi dan Psikoedukasi


Secara umum subyek telah menunjukan kemauan untuk mengekspresikan apa yang ia
rasakan, butuhkan, dan inginkan. Subyek membutuhkan penguat/dukungan dari lingkungan
sekitar baik itu lingkungan rumah dan sekolah untuk dapat mengoptimalkan perkembangan
bahasa dan berbicara/komunikasi subyek. Subyek telah mampu mengucapkan bunyi beberapa
huruf seperti K, L, S, namun kekonsistenan kemampuan tersebut masih harus terus dilatih.
Subyek belum mampu mengucapkan dengan tepat bunyi huruf F, G, J, dn V. Huruf R, Z, 'ny',
subyek juga belum mampu, hal ini karena huruf tersebut termasuk memiliki bunyi dan cara
pengucapan yang sulit, huruf ini secara teori mulai dapat dikuasai ketika anak berusia 6-7
tahun sampai usia diatasnya sehingga masih dapat ditoleransi.

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017


54 Sistem Percakapan Visual untuk Stimulasi Anak Usia Dini ISSN 2598-2184

Subyek sebenarnya memiliki antusiasme yang bagus dalam belajar hanya saja
antusiasme tersebut seringkali terkalahkan dengan ketidakfokusan subyek, serta daya juang
subyek ketika menghadapi tugas baru maupun tugas yang lebih berat. Oleh karena itu subyek
membutuhkan lingkungan yang menyenangkan, dengan ketersediaan alat belajar yang tidak
terlalu banyak tetapi fokus, dan penguatan/dorongan dari pendamping belajar untuk bersedia
mencoba terlebih dahulu sebelum mengatakan tidak bisa.
Terkait dengan hasil psikoedukasi yang dilakukan kepada orangtua, dapat diketahui
adanya perubahan pengetahuan, pemahaman dan persepsi orangtua terhadap kondisi subyek.
Setelah mengetahui capaian perkembangan bahasa dan berbicara subyek yang berada dibawah
indikator capaian di usianya, muncul kesediaan orangtua untuk mendapatkan penjelasan dan
informasi lebih lanjut tentang apa yang harus dilakukan oleh orangtua dalam mengatasi hal
tersebut dan perubahan sikap orangtua untuk lebih memperhatikan dan memberikan stimulasi
yang dibutuhkan oleh subyek. Hal ini diketahui dari proses wawancara informal yang penulis
lakukan dengan pengasuh (PRT) subyek setelah sesi psikoedukasi orangtua selesai.

Daftar Rujukan
Bhargava, D. Getting Started!, Using Visual System to Promote Communication. Diakses
pada 01 Oktober 2012 dari
https://www.callscotland.org.uk/LearningEngagement/Longer%20booklets%20articles/
web-booklet.pdf
Crystal, D. Interaction between linguistic levels in language handicapped children,
University College of North Wales, 1987. Diakses pada 04 Oktober 2012 dari
http://www.davidcrystal.corn/DC_articles/Clinical25.pdf
Davison, G. C, Neale, J. M., dan Kring, A. N. Psikologi Abnormal, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004.
Hallahan, D.P., & Kauffman, J.M. (Exceptional Learner: An Introduction to Special
Education (International Edition: 10th ed), Boston: Allyn and Bacon, 2006.
Mangunsong, F. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Jilid Kesatu, Depok:
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3)
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009.
Mash, E.J., dan Wolfe, D.A. Abnormal Child Psychology, 3th Edition, USA: Thomson
Wadsworth, 2005.
Merriam, S. Case study research in education: A qualitative approach, San Francisco:
Jossey-Bass, 1988.
Poerwandari, Kristi. Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia, Jakarta:
Fakultas Psikologi UI, 2005.
Rose, C.F., dkk. Aphasia, London: Wurr Publisher, 1993.
Van Tiel, J.M. Anakku Terlambat Bicara, Jakarta: Prenada, 2008.
Woolfolk, A.E. Educational Psychology, Seventh Edition. Massachusset: Allyn & Bacon,
1998.

JCE, Volume 1, Nomor 1, September 2017

You might also like