Jurnal - Indriyane Vera Natalia - 110110160354
Jurnal - Indriyane Vera Natalia - 110110160354
Sigid Suseno
Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran
[email protected]
Maret Priyanta
Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran
[email protected]
ABSTRACT
The existence of corporations today is often followed by acts that violate the law, one of
which is an environmental crime. In reality, in convicting corporations often cause
problems as happened in Bandung High Court's Decision No. 344 / Pid.Sus / 2013 /
PT.Bdg where there are differing views regarding criminal prosecution of corporations
especially in environmental crimes between district court judges and high courts which
cause an appeal on the verdict. In a high court ruling, the panel of judges determines the
substitute penalties for fines and additional crimes that have not been regulated in the
principles, norms and rules of regulations that govern them. The purpose of this study is
to find out whether criminal liability in environmental criminal offenses is in accordance
with the provisions regarding corporate criminal acts in the environmental field and to find
out whether criminal substitute fines and additional penalties for corporations are
appropriate when connected with Law Number 32 of 2009 concerning Protection and
Environmental Management and other arrangements. The research method used in the
writing of this case study is to carry out a normative juridical approach namely reviewing
and examining secondary data in the form of primary legal material namely related
legislation and secondary legal material namely related literature to analyze the decision.
The conclusion of this study is to provide an understanding of the concept of corporate
criminal liability especially in environmental criminal offenses as well as regarding
additional penalties and fines in the perspective of legal discovery.
Jurnal Ilmiah 1
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
ABSTRAK
Eksistensi korporasi pada dewasa ini seringkali diikuti oleh perbuatan yang melanggar
hukum salah satunya adalah tindak pidana lingkungan. Pada kenyataannya, dalam
menjatuhkan pidana terhadap korporasi kerap kali menimbulkan permasalahan
sebagaimana terjadi dalam Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No.
344/Pid.Sus/2013/PT.Bdg dimana terdapat perbedaan pandangan mengenai
pemidanaan terhadap korporasi khususnya dalam tindak pidana lingkungan antara hakim
pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang menyebabkan diperberatnya putusan
tingkat banding. Dalam putusan pengadilan tinggi, majelis hakim menetapkan pidana
pengganti denda dan pidana tambahan yang belum diatur dalam asas, norma dan
kaedah peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana lingkungan
telah sesuai dengan pengaturan mengenai tindak pidana korporasi di bidang lingkungan
serta mengetahui apakah pidana pengganti denda dan pidana tambahan untuk korporasi
sudah sesuai jika dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan pengaturan lainnya. Metode
penelitian yang digunakan dalam penulisan studi kasus ini adalah dengan melakukan
pendekatan yuridis normatif yakni mengkaji dan meneliti data sekunder berupa bahan
hukum primer yaitu peraturan perundang – undangan terkait dan bahan hukum sekunder
yaitu kepustakaan terkait untuk menganalisis putusan tersebut. Kesimpulan dari
penelitian ini untuk memberikan pemahaman mengenai konsep pertanggungjawaban
pidana korporasi khususnya dalam tindak pidana lingkungan serta mengenai pidana
tambahan dan pidana denda dalam perspektif penemuan hukum.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Pemilihan Kasus
Proses industrialisasi turut berkembang di dunia dan menimbulkan berbagai
permasalahan lingkungan hidup. Masalah lingkungan telah ada dihadapan kita,
berkembang sedemikian cepatnya, baik di tingkat nasional maupun internasional
(global dan regional) sehingga tidak ada suatu negara pun dapat terhindar
daripadanya.1 Modal dalam bentuk sumber daya sangat diperlukan dalam proses
1
M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Bandung:
Alumni, 2001, hlm. 10
Jurnal Ilmiah 2
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
2
Maret Priyanta, “Kedudukan Tanggung Jawab Negara Terhadap Pencemaran Lingkungan oleh
Korporasi”, Tadulako Law Review, Vol. 1, Issue 2, Desember 2016, hlm. 121
3
Lihat Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945
4
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara,
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1994, hlm. 59
5
Kristian, Kebijakan Eksekusi Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Berbagai Putusan
Pengadilan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 4
6
Muladi dan Dwidja Priyatno, Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana, Bandung: Sekolah
Tinggi Hukum Bandung, 1991, hlm. 13
7
Kristian, Sistem Pertanggungjawaban Korporasi ditinjau dari Berbagai Konvensi Internasional, Bandung:
PT Refika Aditama, 2017, hlm. 15
Jurnal Ilmiah 3
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi dan Peraturan
Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-028/A/JA/10/2014 tentang Pedoman
Penanganan Perkara pidana dengan Subjek Hukum Korporasi.
Permasalahan pertama yang menjadi sorotan penulis dalam putusan ini adalah
Majelis Hakim pada tingkat banding dengan seluruh pertimbangan hukumnya
memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Ciamis No. 155/Pid.Sus/2013/PN.Cms dan
memperberat penjatuhan pidana kepada para Terdakwa. Terdapat perbedaan
pandangan antara hakim pada tingkat pertama maupun banding. Menilik
pertimbangan-pertimbangan hukum hakim pada tingkat pertama dan banding, Majelis
Hakim pada tingkat pertama memutus dengan menggunakan pendekatan
antroposentrisme.9 Di sisi lain, Majelis Hakim tingkat banding cenderung
8
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 249
9
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan hidup yang memandang manusia sebagai pusat dari
sistem alam semesta.Antroposentrisme juga merupakan teori filsafat yang mengatakan bahwa nilai
dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia
Jurnal Ilmiah 4
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
Majelis Hakim tingkat banding turut menyesali pertimbangan Majelis Hakim tingkat
pertama yang tidak memikirkan adanya efek jera terhadap pemidanaan yang ringan
dengan pertimbangan seharusnya pelanggaran atas tindak pidana ini dapat
dipandang sebagai hal lumrah dan memungkinkan pelaku usaha / industri lain
melakukan hal yang sama. Di sisi lain, pidana yang ringan dipandang tidak akan
memberi efek edukasi dan penyadaran bahwa pelanggaran yang sama tidak akan
terulang lagi. Kemudian, Majelis Hakim tingkat banding mendasarkan
pertimbangannya pada Pasal 67 UU PPLH yang menyebutkan bahwa setiap orang
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Permasalahan yang tak kalah menarik adalah putusan ini dalam amarnya
menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa II sebagai korporasi untuk
melakukan beberapa tindakan-tindakan. Tindakan tersebut adalah terdiri dari: (1)
mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting.Bagi teori ini, etika hanya berlaku pada
manusia.Maka, segala tuntutan mengenai perlunya kewajiban dan tanggung jawab moral manusia
terhadap lingkungan hidup dianggap sebagi tuntutan yang berlebihan, tidak relevan, dan tidak pada
tempatnya.( A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup, Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2010,
hlm. 47-48)
10
Ekosentrisme adalah paradigma yang menyampaikan pandangannya secara ekologis, mahluk hidup
dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lainnya. Kewajiban dan tanggung jawab
moral tidak hanya dibatasi oleh mahluk hidup, akan tetapi berlaku juga terhadap realitas ekologis
(Sutoyo, “Paradigma Perlindungan Lingkungan Hidup”, Jurnal Hukum Adil, Vol. 4, No. 1, hlm. 202)
Jurnal Ilmiah 5
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
memperbaiki kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sehingga air limbah yang
dibuang ke media lingkungan sudah memenuhi ketentuan baku mutu, (2) memeriksa
kadar parameter baku mutu air limbah cair secara periodik, sekurannya sekali dalam
sebulan atas biaya perusahaan pada laboratorium rujukan, dan (3) menyampaikan
laporan tentang debit harian kadar parameter baku mutu limbah cair, produksi
dan/atau bahan baku bulanan senyatanya, sekurang-kurangnya tiga bulan sekali
kepada Wali Kota Banjar dengan tembusan kepada Menteri Negara Lingkungan
Hidup. Hal yang menjadi menarik adalah ketiga tindakan-tindakan tersebut tidak diatur
secara kongkret dalam pengaturan mengenai “Pidana Tambahan atau Tindakan Tata
Tertib” yang diatur dalam Pasal 119 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa masih terdapat permasalahan dalam
pemidanaan terhadap korporasi dalam tindak pidana lingkungan serta ditemukannya
terobosan-terobosan baru khususnya dalam Putusan Pengadilan Tinggi Bandung
No.344/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengkaji lebih
dalam mengenai pemidanaan dalam kasus pencemaran lingkungan sehingga
ditemukan permasalahan serta terobosan berkaitan tentang pemidanaan terhadap
korporasi. Berdasarkan hal di atas, penulis bermaksud untuk melakukan penulisan
hukum dalam bentuk studi kasus dengan judul: PERTANGGUNGJAWABAN DAN
PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA
LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI BANDUNG
NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
2. Permasalahan Hukum
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, permasalahan hukum
yang akan diangkat adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana
lingkungan sebagaimana diputus dalam Putusan Pengadilan Tinggi Bandung
No. 344/Pid.Sus/2013/PT.Bdg?
b. Bagaimana penetapan pidana pengganti denda dan pidana tambahan untuk
korporasi dihubungkan dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup?
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penulisan studi kasus yang bersifat yuridis normatif
tentang persoalan-persoalan yang menyangkut tentang pemidanaan terhadap
korporasi dalam tindak pidana lingkungan. Pada kasus perkara yang menyangkut
tindak pidana lingkungan dengan pelaku korporasi ini, yang menjadi acuan dalam
analisis penulisan studi kasus ini adalah Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No.
344/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. Oleh karena itu, seluruh bahasan dalam penelitian ini
adalah merupakan analisis kasus dalam perkara mengenai pemidanaan korporasi
Jurnal Ilmiah 6
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan studi kasus ini adalah dengan
melakukan pendekatan yuridis normatif mengkaji dan meneliti data sekunder berupa
bahan hukum primer yakni KUHAP, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Putusan No.
344/Pid.Sus/2013/PT.Bdg, Putusan No. 155/Pid.Sus/2013/PN.Cms serta peraturan
perundang-undangan lainnya dan bahan hukum sekunder yakni kepustakaan terkait
dan studi wawancara dengan hakim Pengadilan Tinggi Bandung untuk menganalisis
putusan tersebut.
Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode yuridis normatif yaitu pengolahan bahan berwujud kegiatan
untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Dalam hal ini,
pengolahan bahan dilakukan dengan cara melakukan seleksi data sekunder atau
bahan hukum, kemudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum
dan menyusun hasil pembahasan tersebut secara sistematis, dan dilakukan secara
logis, artinya adanya hubungan dan keterkaitan antara bahan hukum satu dengan
hukum lainnya untuk mendapatkan gambaran umum dari hasil penelitian bahan
hukum, khususnya yang berhubungan dengan praktik yang terjadi faktual dengan
permasalahan pada pokok pembahasan selanjutnya berdasarkan badan hukum
tersebut akan diinterprestasikan dan dianalisa dengan ketentuan hukum mengenai
dikeluarkan putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung.
11
Lihat Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 344/Pid.Sus/2013/PT.Bdg hlm. 19-21
Jurnal Ilmiah 7
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
12
Ibid., hlm. 14
13
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 41
Jurnal Ilmiah 8
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
14
Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas serta Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Jakarta:
Kencana, 2017, hlm. 258
15
Suharto R.M., Hukum Pidana Materiel: Unsur-Unsur Objektif sebagai Dasar Dakwaan, Edisi Kedua,
Jakarta: Sinar Grafika, 1996, hlm. 106
16 th
Robert W. Emerson, Business Law 4 Ed., New York: Barron’s, 2004, hlm. 409
17 th
Paul Dobson, Nutshells Criminal Law, 8 Ed. London: Sweet & Maxwell, 2008, hlm. 5
18
Moeljatno, Op. Cit., hlm. 57
19
Roger Geary, Understanding Criminal Law, Oregon USA: Cavendish Publishing Limited, 2002, hlm. 7
20
Ibid., hlm. 48
21
Ibid., hlm. 46
22
Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berikut Studi Kasus, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2005, hlm. 43
23
Ibid., hlm. 44
Jurnal Ilmiah 9
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
Mencermati hal di atas, actus reus dari Terdakwa I sudah dapat terlihat dan
dinyatakan tepat untuk dijatuhkan pemidanaan. Sebagai satu-satunya organ yang
melaksanakan fungsi pengurusan perseroan dan bertanggung jawab untuk
kepentingan dan tujuan perseroan,26 seorang direksi dalam menjalankan fungsi
manajemen27 dan fungsi perwakilan28 wajib melakukan cara-cara yang baik, layak,
dan berlandaskan itikad baik, dengan memperhatikan doktrin dari kaidah hukum
perseroan yang berlaku universal, perundang-undangan, anggaran dasar
perseroan serta kebiasaan dalam praktik untuk perseroan sejenis,29 serta jika ada,
perjanjian kerja,30 yang ditandatangani ketika dia diangkat sebagai direksi.
Tindakan direksi dianggap sah sepanjang bersesuaian dengan undang-undang,
anggaran dasar, dan RUPS sebagaimana ditegaskan pula oleh Yurisprudensi
Mahakamah Agung No. 1020K/Pdt/1966 tanggal 20 Maret 1997. Tugas dan
tanggung jawab melakukan pengurusan sehari-hari untuk kepentingan dan sesuai
24
Salim HS, Pengatar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 26
25
Lihat Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 344/Pid.Sus/2013/PT.Bdg, hlm. 6
26
Ibid.
27
Fungsi Manajemen atau Fungsi Pengurusan adalah fungsi yang dilakukan oleh direksi saat
melakukan tugas memimpin perusahaan. Pengurusan yang dilakukan oleh Direksi harus dijalankan
sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang
dan/atau ADRT PT dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. (Lihat Pasal 92 ayat (2) jo. Pasal
97 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas)
28
Fungsi Perwakilan adalah fungsi yang dilakukan oleh direksi saat mewakili perseroan baik di dalam
maupun di luar pengadilan. Kewenangan mewakili dilakukan untuk dan atas nama (for on behalf)
perseroan, bukan atas nama direksi sendiri atau pemegang saham atau komisaris tetapi untuk
mewakili Perseroan (representative of the company) (M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm. 349)
29
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 60
30
Hasbullah F. Sjawie, Op. Cit., hlm. 164
Jurnal Ilmiah 10
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
dengan maksud dan tujuan perseroan disebut sebagai prinsip fiduciary duties.31
Dalam pengelolaan perseroan atau perusahaan, para anggota direksi sebagai
organ vital dalam perusahaan tersebut merupakan pemegang amanah (fiduciary)
yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan.
Tindakannya yang diluar kewenangannya tidak mengikat perseroan, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang.32 Padahal, kewenangan direksi untuk
mengurus perseroan sesuai dengan tujuannya sudah timbul sejak adanya
penunjukannya sebagai direksi, sehingga tidak lagi diperlukan sesuatu apapun
dari pemegang saham untuk menjalankan fungsi dan tugasnya, karena telah
diberikan undang-undang. Direksi mewakili perseroan dalam hukum tanpa
memerlukan surat kuasa khusus. Maka dari itu, dalam putusan ini Terdakwa I
dapat dijatuhkan pemidanaan karena telah terbukti tidak melakukan kewajibannya
sesuai dengan tujuan perseroan.
Aspek kedua yang perlu ditinjau adalah niat atau mens rea serta kondisi batin
dari Terdakwa I. Dalam putusan, dapat dilihat bahwa tidak ditemukan alasan
pemaaf yang dapat menghapuskan pidana terhadap Terdakwa I. Kemudian,
Terdakwa I sudah jelas dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya
dikarenakan kedudukannya sebagai direktur utama sebagaimana diangkat
berdasarkan Akta Risalah Rapat No. 21 tanggal 15 Februari 2007 dan Akta No.
17 tanggal 2 Juni 2009 tentang berita Acara Rapat. Niat atau mens rea dari
Terdakwa I terbukti dengan tidak adanya itikad baik dari Terdakwa I untuk
mencegah atau mengatasi tindak pidana pelanggaran baku mutu air limbah
tersebut.
Aspek ketiga yang perlu dikaji adalah dari sudut pandang jenis pemidanaan
yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi. Terdakwa I yang
dikategorikan sebagai subjek hukum perorangan dalam tindak pidana korporasi
dapat dijatuhkan pemidanaan berbentuk pidana badan dan pidana denda. Pidana
badan yang dijatuhkan oleh majelis hakim dalam putusan ini berupa pidana
penjara. Adapun pengertian dari pidana penjara adalah suatu pidana yang berupa
pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan
menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan
mewajibkan orang tersebut untuk menaati semua peraturan dan tata tertib yang
berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan
tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.33 Sedangkan,
pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana denda
tersebut oleh Majelis Hakim di pengadilan untuk membayarkan sejumlah uang
tertentu oleh karena ia telah terbukti melakukan suatu perbuatan yang dapat
31
Katharina Pistor dan Chenggang Xu, Fiduciaty Duty in Transtional Civil Law Jurisdiction, dalam:
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=343480, hlm. 3 yang diakses pada Kamis, 1
Oktober 2019
32
Gunawan Widjadja, Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, Jakarta: Forum Sahabat,
2008, hlm. 43
33
PAF. Lamintang, Op. Cit., Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru, hlm. 69
Jurnal Ilmiah 11
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
dipidana.34
Berbeda dengan terhadap Terdakwa II, dalam mengkaji actus reus nya perlu
ditinjau dari teori-teori pertanggungjawaban dan pemidanaan terhadap korporasi.
Pada awal perkembangan mengenai subjek hukum pidana dan
pertanggungjawaban pidana, secara universal diakui bahwa subjek hukum pidana
adalah orang pribadi (natural person). Bahkan dalam ilmu hukum dikenal doktrin
yang juga turut diterima pada waktu itu yakni universitas delinquere non potest
yang artinya adalah korporasi tidak mungkin melakukan tindak pidana. Pengakuan
terhadap subyek hukum korporasi tidak diatur dalam KUHP karena KUHP hanya
mengenal pertanggungjawaban dari subyek hukum orang perorangan (legal
person). Dari permasalahan akibat tidak diakuinya subyek hukum korporasi oleh
KUHP, maka pengaturan tersebut diakomodir dalam undang-undang di luar KUHP
seperti halnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya dalam Pasal 116 tentang corporate
liability, Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-
028/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara pidana dengan Subjek
Hukum Korporasi, dan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 13 Tahun 2016
tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi.
34
Ibid., hlm. 222
35
Kristian, Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi ditinjau dari berbagai Konvensi Internasional,
Op. Cit., hlm. 85-98
Jurnal Ilmiah 12
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
36
Sigid Suseno & Nella Sumika Putri, Hukum Pidana Indonesia: Perkembangan dan Pembaharuan,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 209
Jurnal Ilmiah 13
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
37
A. Sonny Keraf, Op. Cit., hlm. 47-48
38
Lihat Putusan Pengadilan Negeri Ciamis No. 155/Pid.Sus/2013/PN.Cms hlm. 63-64
Jurnal Ilmiah 14
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
Kedua pendekatan yang berbeda antara Majelis Hakim Pengadilan Negeri dan
Pengadlan Tinggi disinyalir dikarenakan beberapa faktor. Faktor yang paling kuat
adalah faktor yang bersumber dari diri hakim sendiri. Persepsi hakim terhadap
“philosophy of punishment” dan “the aims of punishments” atau dapat juga disebut
sebagai “the basic difficulty”, sangat memegang peranan penting di dalam
penjatuhan pidana.42 Seorang hakim mungkin berpikir bahwa tujuan “deterrence”
hanya bisa dicapai dengan pidana penjara, namun di lain pihak dengan tujuan
39
A. Sonny Keraf, Op. Cit., hlm. 48
40
Antonius Atosokhi Gea & Antonia Panca Yuni Wulandari, Relasi dengan Dunia, Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2005, hlm. 58-59
41
Lihat Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 344/Pid.Sus/2013/PT.Bdg hlm. 15-17
42
Sigid Suseno & Nella Sumika Putri, Op. Cit., hlm. 94
Jurnal Ilmiah 15
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
yang sama, hakim lain akan berpendapat bahwa pengenaan denda akan lebih
efektif. Seorang hakim yang memandang “classical school” lebih baik daripada
“positive school” akan memidana lebih berat, sebab pandangannya adalah “let the
punishment fir the crime”. Dan sebaliknya yang berpandangan modern (positive
school) akan memidana lebih ringan sebab ia akan berfikir bahwa “punishment fit
the criminal”. 43
43
Harkristuti Harkrisnowo, “Rekonstruksi Konsep Pemidanaan: Suatu Gugatan Terhadap Proses Legislasi
dan Pemidanaan di Indonesia” Orasi pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Balai Sidang Universitas Indonesia, 8 Maret
2003
44
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, Jakarta: Pradgnya Paramita, 1993, hlm. 26
45
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hlm. 7
Jurnal Ilmiah 16
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
Jurnal Ilmiah 17
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
Dari amar tersebut dapat disimpulkan bahwa pidana pokok yang dijatuhkan
terhadap Terdakwa I berupa pidana penjara dan pidana denda dengan pidana
pengganti berupa kurungan. Kemudian, terhadap Terdakwa II dijatuhkan pidana
pokok berupa pidana denda dengan pidana pengganti denda berupa penyitaan
dan pelelangan aset/harta PT Albasi Priangan Lestari untuk sekedar cukup untuk
membayar sejumlah denda tersebut.
46
Lihat Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 344/Pid.Sus/2013/PT.Bdg hlm. 19-21
Jurnal Ilmiah 18
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
perkara lingkungan hidup. Hal ini diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi
demi terciptanya efektivitas pemidanaan khususnya terhadap korporasi pelaku
tindak pidana lingkungan. Dengan demikian, pelaksanaan pidana denda yang
dijatuhkan tidak memiliki kemungkinan tidak dapat dilakukan oleh Terdakwa II
karena langsung dapat dieksekusi dari harta/aset korporasi.
47
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia Op. Cit., hlm. 121.
48
Hasbullah F. Sjawie, Op. Cit., hlm. 341-342
49
Marjane Termorshuizen, Kamus Hukum Bahasa Belanda, Jakarta: Grasindo, 2002, hlm. 65
50
H. Shantos Wachjoe P, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Korporasi, Jurnal Hukum dan Peradilan,
Vol. 5, No. 2, Juli 2016, hlm.. 171
Jurnal Ilmiah 19
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
Permasalahan yang perlu dikaji dalam pembahasan ini adalah ketiga tindakan
di atas tidak diatur secara kongkret dalam pengaturan mengenai Pidana
Tambahan khususunya yang diatur dalam Pasal 119 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu,
hal yang menarik bagi penulis adalah dikarenakan dari sekian banyak putusan
mengenai pertanggungjawaban korporasi, putusan inilah yang mencantumkan
pidana tambahan yang berorientasi pada pencegahan dilakukannya tindak pidana
sekaligus sebagai upaya untuk pemulihan dampak kejahatan.
51
Lihat Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 344/Pid.Sus/2013/PT.Bdg hlm. 19-21
Jurnal Ilmiah 20
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
Maka dari itu, dalam penemuan hukum yang penting adalah mencarikan atau
menemukan hukumnya untuk peristiwa konkret. 52
Jurnal Ilmiah 21
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan teori
pertanggungjawaban pidana korporasi yakni identification theory. Jenis
pemidanaan yang dijatuhkan terhadap juga sudah tepat yakni berbentuk pidana
denda dengan pidana tambahan. Kemudian, terdapat perbedaan pemidanaan
antara putusan tingkat pertama dan tingkat banding yang mencerminkan adanya
kesenjangan dalam pemenuhan tujuan pemidanaan dan tujuan hukum
lingkungan. Hal ini dapat diatasi dengan menjamin hakim yang menangani perkara
lingkungan hidup harus sudah mempunyai sertifikasi lingkungan hidup dan
dicanangkannya peradilan khusus lingkungan hidup.
2. Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 344/Pid.Sus/2013 dalam
pertimbangannya menjatuhkan pidana pokok berupa pidana denda beserta
pidana penggantinya berupa penyitaan dan pelelangan aset/harta PT Albasi
Priangan Lestari untuk sekedar cukup untuk membayar sejumlah denda tersebut.
Pada kenyataannya pidana pengganti seperti di atas tidak pernah diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemidanaan terhadap
korporasi pelaku tindak pidana lingkungan. Putusan ini juga turut menjatuhkan
pidana tambahan berupa kewajiban melakukan tindakan tata tertib.
Permasalahannya adalah ketiga tindakan tersebut tidak diatur dalam Pasal 119
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, maka dari itu diperlukan adanya penafsiran hukum. Hakim
dalam memutus menggunakan penafsiran ekstensif terhadap pasal tersebut
khususnya huruf d yang berbunyi “pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan
tanpa hak”. Kedua hal di atas merupakan hal yang sangat baik demi terciptanya
efektivitas pemidanaan terhadap korporasi pelaku tindak pidana lingkungan.
D. DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Arief, Barda Nawawi. 1994. Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan
dengan Pidana Penjara. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Dobson, Paul. 2008. Nutshells Criminal Law, 8th Ed. London: Sweet & Maxwell
Emerson, Robert W. 2004. Business Law 4th Ed. New York: Barron’s
Gea, Antonius Atosokhi & Antonia Panca Yuni Wulandari. 2005. Relasi dengan
Dunia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Geary, Roger. 2002. Understanding Criminal Law. Oregon USA: Cavendish
Publishing Limited
Hamzah, Andi. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia. Jakarta: Pradnya
Paramita
Jurnal Ilmiah 22
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
HS, Salim. 2008. Pengatar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika
R.M, Suharto. 1996. Hukum Pidana Materiel: Unsur-Unsur Objektif sebagai Dasar
Dakwaan, Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika
Sjawie, Hasbullah F. 2017. Direksi Perseroan Terbatas serta Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi. Jakarta: Kencana
Suseno, Sigid & Nella Sumika Putri. 2013. Hukum Pidana Indonesia: Perkembangan
dan Pembaharuan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Widjadja, Gunawan. 2008. Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT.
Jakarta: Forum Sahabat
Yunara, Edi. 2005. Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berikut Studi
Kasus. Bandung: Citra Aditya Bakti
Jurnal Ilmiah 23
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
2. Peraturan Perundang-Undangan
3. Jurnal
Sutoyo. 2012. “Paradigma Perlindungan Lingkungan Hidup”. Jurnal Hukum Adil, Vol.
4, No. 1
Jurnal Ilmiah 24
PERTANGGUNGJAWABAN DAN PEMIDANAAN TERHADAP KORPORASI DALAM
TINDAK PIDANA LINGKUNGAN (STUDI NORMATIF PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
BANDUNG NO. 344/PID.SUS/2013/PT.BDG)
Indriyane Vera Natalia, Sigid Suseno, Maret Priyanta
4. Publikasi Lainnya
5. Sumber Internet
Katharina Pistor dan Chenggang Xu. "Fiduciaty Duty in Transtional Civil Law
Jurisdiction” http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=343480 yang
diakses pada Kamis, 1 Oktober 2019 pukul 12.22 WIB
Jurnal Ilmiah 25