MERANCANG MODEL HACCP
UNTUK PENYELENGGARAAN MAKANAN RUMAH SAKIT
Yohanes Kristianto
Abstract: HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) system is an effective approach to
reduce health risks attributed to production offood and has already been employed by food industries
worldwide for decades. There has been issues discussing obstacles in adopting HACCP to use in hospi¬
tal foodservice. The purpose of this article was to respond to the problem and to propose HACCP plan
which could be likely of use for hospital foodservice. The generic HACCP plan used in food industries
is designed based upon single foodformula. In contrast, a hospitalfoodservice produces a large number
of food formulas or recipes in a day. This suggests incompatibility of the generic plan for hospital
foodservice environment. A way of dealing with this is to group the recipies being used according to
similarity during processing of the foods. Recipes are assigned to one of the following process group:
preparation with no cook step, preparation for same day service, or complex food preparation. The risk
analysis, and the rest of the steps in developing HACCP worksheet then follows. Above all, the GMP
(Good Manufacturing Practices) and SOP (Standard Operating Procedures) must be fully in place
proceeding to the HACCP introduction as these are essential in HACCP implementation. In short,
designing HACCP plan for hospital foodservice by the use of recipe grouping approach should be
exercised among nutritionists.
Keywords: haccp, gmp, hospital, foodservice, food safety, quality control
PENDAHULUAN hanyadi lingkungan industri makanan pabrikan saja
Latar Belakang ( WHO, 1999). Implementasi HACCP di penye-
lenggaraan makanan rumah sakit masih langka.
HACCP ( Hazard Analysis and Critical Salah satu faktor penyebabnya adalah perbedaan
Control Point) telah lama dikenal di lingkungan jumlah formula atau resep makanan yang ditangani.
industri makanan sebagai sistem yang handal untuk Rancangan HACCP di industri pabrikan
menjamin keamanan makanan. Lembaga-lembaga
dibuat menurut nama dan jumlah resep makanan .
makanan dan kesehatan seperti WHO (World
Model ini disebutdengan HACCP generik, misal-
Health Organization), FAO (Food and Agricul¬ nya HACCP jus jeruk (Schmidt, et al., 2006),
ture Organization), CAC (Codex Alimentarius HACCP salad seafood (Price, 1993), dan selai
Commission), ICMSF (International Comission nanas (Depkes, 1997). Mengingat kondisi penye-
on Microbiological Specification for Foods), lenggaraan makanan rumah sakit yang dalam satu
dan NRC (National Research Control) mereko-
hari dapat memproduksi lebih dari 15 resep, maka
mendasikan penggunaan HACCP di industri penggunaan HACCP generik tidak efisien. Jika
makanan secara luas ( WHO-ICD, 2004). Di In ¬
diasumsikan satu resep mempunyai 4 titik kontrol
donesia, Badan Standarisasi Nasional ( 1998) juga kritis yang harus dipantau maka dalam sehari pe-
telah membuat pedoman penerapan HACCP tugas akan memantau 4 x 1 5 titik. Hal ini meru-
melalui penerbitan SNI 01-4852-1998 yangmeru- pakan pekerjaan yang energy demanding. Masa-
pakan adopsi dari standard yang dibuat CAC lah ini menjadi lebih besar lagi jika unit produksi
setahun sebelumnya. mengganti siklus menu secara periodik.
Meskipun kehandalannya telah terbukti, pene¬
Pengawasan mutu makanan institusi mem ¬
rapan HACCP berkembang sangat pesat terbatas punyai peran yang penting. Sebuah penelitian di
31
JURNAL KESEHATAN, VOLUME 4, NO. 1, MEI 2006
Amerika menunjukkan bahwa 40-45% dari 1.327 PEMBAHASAN
pasien rumah sakit mengalami malnutrisi atau HACCP dalam Pengawasan Mutu
potensial malnutrisi (Gallagher-Alfred, et al.,
dalam Setyo, 2005). Di negara tersebut, klaim
Menurut perkembangannya teori pengawasan
mutu makanan dibedakan menjadi dua yaitu tradi-
kerugian akibat makanan tercemar yang berupa
penurunan produktivitas, kesakitan, dan biaya sional dan modem (WHO-ICD, 2004). Pengawas¬
kesehatan diestimasi sebesar 10-83 juta US dolar an mutu makanan konvensional dilakukan hanya
per tahun (Mead, et al. dalam (CFSAN a, 2005). dengan implementasi GMP (Good Manufactur¬
Di Australia kerugian akibat hal serupa mencapai ing Practices) atau GHP (Good Hygienic Prac¬
487-825 juta AUS dolar ( ANZFA dalam tices) dan uji mutu produk akhir.
Morrison, et al., 1998). Dampak buruk karena Upaya untuk menerapkan GMP dalam pro-
makanan tercemar diperkirakan mengenai 10% duksi makanan di Indonesia nampak semenjak
atau bahkan lebih penduduk di negara-negara diterbitkannya SK Menkes No. 23/Menkes/SK/I/
maju. Di negara-negara berkembang jumlah terse¬ 1978 tentang Pedoman Cara Produksi yang Baik
but dapat lebih besar (WHO, 1999). Di Indonesia untuk Makanan (CPMB). Ketetapan tersebut
tidak ditemukan data serupa sehingga tidak mung- mengarahkan produsen makanan agar memenuhi
kin untuk membuat perbandingan . persyaratan-persyaratan berkenaan dengan tern-
Salah satu tugas ahli gizi rumah sakit adalah pat produksi, sarana dan proses produksi, karya-
memproduksi makanan yang aman dan bermutu wan, penanganan bahan makanan, dan kemasan .
bagi pasien. Meskipun HACCP telah diakui seba- Uji mutu produk akhir dilakukan dengan men-
gai sistem pengawasan mutu yang baik, namun cari data yang dapat digunakan sebagai bukti
demikian sampai sekarang belum ditemukan ada- bahwa makanan hasil produksi aman dikonsumsi.
nya laporan penggunaan HACCP di instalasi gizi Kelemahan inspeksi ini adalah lebih menekankan
rumah sakit. Di luar masalah teknis, kesulitan yang kegiatannya pada penemuan penyimpangan dari
dihadapi ahli gizi umumnya berhubungan dengan standard daripada mencegah penyimpangan terse¬
rumitnya menyusun rencana HACCP untuk resep but untuk tidak terjadi di kemudian hari (CFSAN
yang jumlahnya sangat banyak, untuk itu perlu b, 2005).
dicari model altemartif yang lebih sesuai . Pengawasan mutu modem merupakan pe-
ngembangan dari metode konvensional. Pengem-
Rumusan Masalah bangan itu. perlu karena pengawasan mutu makan¬
an yang menggantungkan pada pelaksanaan
Bagaimana model rancangan HACCP yang GMP/GHP yang disertai tes produk akhir saja,
cocok untuk diterapkan di instalasi gizi rumah yaitu cara konvensional, banyak mengandung kele¬
sakit? mahan. Salah satu di antaranya adalah tidak spesi-
fiknya bahaya dalam makanan yang dikontrol dan
Tujuan Penulisan adanya pemborosan waktu serta biaya untuk mela-
Tujuan umum penulisan ini adalah untuk kukan tes produk akhir (WHO-ICD, 2004). Untuk
membahas konsep HACCP yang cocok digunakan itu lahirlah konsep pengawasan bam yang dikenal
di pengadaan makanan di rumah sakit. dengan pendekatan HACCP.
Secara khusus paparan ini bertujuan untuk:
(1) menunjukkan rasionalisasi munculnya konsep Proses Adopsi HACCP Generik
HACCP dalam sistem pengawasan mutu; (2) men- Menyusul kelahiran HACCP, industri makanan
jelaskan proses adopsi HACCP industri pabrikan
pabrikan dan besar berlomba-lombamengadopsinya.
untuk pengawasan mutu di instalasi gizi; dan (3)
Namun untuk industri makanan non pabrikan
memberikan contoh rancangan implementasi banyak mengalami kesulitan dalam pelaksanaan-
HACCP di instalasi gizi rumah sakit.
nya. Menyadari hal tersebut, WHO (1999 )
32
-
ISSN 1693 1903
Kristianto, Merancang Model HACCP unluk Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakil
menyusun strategi khusus untuk institusi yang dike- produk.
lompokkan dalam Small and/or Less Developed Sebenamya upaya-upaya industri makanan
Business (SLDBs). Sebutan ini digunakan untuk non pabrikan, yaitu yang termasuk dalam kategori
institusi yang ukurannya kecil, mempunyai keter- ritel dan penyelenggara makanan institusi (food
batasan tenaga ahli dan sumber daya ekonomi atau service operators) bersama-sama lembaga regu-
karena sifat produksinya yang mengalami kesulitan lasi makanan, telah mulai mengkaji penggunaan
menerapkan HACCP. Sedangkan sebutan less HACCP sejak 1980-an . Substansi kajian utama-
developed business secara khusus digunakan nya adalah memastikan kebenaran penggunaan
untuk menekankan pada status manajemen keman- HACCP pada industri makanan dengan tipologi
an pangannya, bukan volume produksi ataupun yang berbeda dengan industri pabrikan sebagai-
jumlah karyawan. Inti dari strategi ini adalah mana pertama kali HACCP dikembangkan . Untuk
bahwa implementasi HACCP di institusi SLDB mengadopsi prinsip HACCP dari model generik
dilakukan dengan pertama-tama mendefinisikan dipakailah suatu strategi yang disebut pendekatan
dengan jelas proses atau produk yang akan dita- proses (process approach). Dalam pendekatan
ngani dalam rencana HACCP. Hal ini dilakukan proses ini analisis bahaya makanan dilakukan tidak
dengan salah satu atau gabungan dari cara berikut: pada bahan makanan secara individu atau proses
(1) menerapkan HACCP untuk produk-produk untuk satu resep makanan, tetapi dengan cara
terpilih; (2) menangani produk dalam bentuk group mengelompokkannya menurut jenis alur proses
yang memiliki kesamaan sifat, misalnyaterhadap sebagaimana bahan makanan ditangani di tempat
risiko pencemaran; dan (3) menggunakan pen- tersebut. Alur makanan dibedakan menjadi 3
dekatan tahapan proses yang dilewati serangkaian golongan besar seperti disajikan pada Tabel 1
(CFSAN a, 2005).
Tabel 1 Kategori Alur Proses Pengolahan Makanan
KARAKTERISTI CONTOH TIPIKAL FOKUS
JENIS ALUR CONTOH ALUR RESEP PENGAWASAN
K
Proses 1: Eksposure pada Penerimaan-> Salad, Peralatan, cold
Proses tanpa pengolahan yang penyimpanan kerang, holding, bahan
melalui menurunkan jumlah —> persiapan -» hold sashimi , makanan, suhu saat
tahapan
pemasakan
mikroba minimal,
makanan tidak
—»penyajian produk
pasteurisas
penerimaan, date
marking, suhu
melewati danger i, daging freezer, pendinginan
zone segar
Proses 2: Makanan
tereksposure danger
Penerimaan »
penyimpanan
— Ayam
goreng,
Peralatan,
pemasakan,
Pengolahan
untuk zone sebanyak 1 persiapan — > pemasa hamburger hot holding
disajikan pada kali —
kan >
hari yang sama —
hold > penyajian
Penerimaan-* Sups, salad Peralatan,
Proses 3: Tenggang waktu
Pengolahan pengolahan - penyimpananan-» ayam, egg pemasakan,
makanan yang penyajian panjang, persiapan -> rolls pendinginan, hot and
komplek makanan melewati pemasakan-^ cold holding, date
marking, pemanasan
danger zone lebih
dari satu kali
pendinginan >
pemanasan ulang
— ulang
->hothold
- penyajian
Sumber: CFSAN a, 2005, Managing Food Safety: A Manual for the Voluntary Use of HACCP Principles for Operators
of Food Service and Retail Establisment (dimodiftkasi)
ISSN 1693-4903 33
.
JURNAL KESEHATAN VOLUME 4, NO. 1, MEI 2006
Kategori proses pengolahan makanan seba- hasil yang cukup menarik di mana ditemukan
gaimana nampak pada Tabel 1 selanjutnyamenjadi 13.3% petugas gizi, yang umumnya berpendidikan
dasar untuk menentukan Iangkah-langkah berikut- Dill gizi, tidak tahu pengertian PGRS (Pelayanan
nya dalam sistem manajemen keamanan makanan Gizi Rumah Sakit), 53.3% tidak dapat menjawab
untuk penyelenggaraan makanan. dengan benar pertanyaan tentang faktor penentu
cita rasa makanan, dan 63.3% tidak mengerti kon-
Pendapat Penulis tentang Rancangan sep client centered care (Alharini dkk, 2002).
HACCP Instalasi Gizi Untuk menjadi petugas pengawas mutu hendaknya
menguasai hal-hal tersebut dengan baik.
Menurut hemat penulis, untuk mengadopsi
HACCP dalam sistem pengawasan mutu makanan Penyusunan Program Prasyarat
di rumah sakit dapat dilakukan dengan strategi
berikut: (1 ) pembentukan tim pengawas mutu; (2) Setelah terbentuk unit pengawas mutu, maka
penyusunan program prasyarat; dan (3) Iangkah- bagian inilah yang secara formal bertugas menyu-
langkah menuju HACCP. sun strategi pengawasan yang tepat. Prioritas uta¬
ma yang harus dikerjakan tim adalah membenahi
Pembentukan Tim Pengawas Mutu pelaksanaan GMP/GHP atau dalam pengertian
sempit higiene sanitasi. Untuk kepentingan ini tim
Tugas utama pengawasan mutu dan ke ¬ pengawas mutu dapat merujuk pada SK Menkes
amanan makanan di institusi penyelenggaraan No. 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan
makanan berskala kecil umumnya dirangkap oleh Hygiene Sanitasi Jasaboga. Skor kelaikan higiene
penanggung jawab produksi . Untuk menjamin sanitasi penyelenggaraan makanan rumah sakit
objektifitas kewenangan pengawasan seharusnya menurut peraturan tersebut minimal 83%.
fungsi tersebut independen. Sebagaimana dikemu- Menurut Dirjen POM (1996) GMP adalah
kakan Arpah (1993), bahwa dalam pengelolaan ’’kunci” menuju mutu, penulis berpendapat bahwa
mutu makanan ada tiga jenis kekuasan; yaitu ke- GMP adalah ’’pondasi” dimana pengawasan mutu
kuasaan menetapkan kebijakan mutu, kekuasaan didirikan (Gambar 1 ). Sebagai pilar bangunan
memproduksi makanan sesuai standard mutu yang pengawasan mutu adalah SSOP (Sanitation
ditetapkan dalam kebijakan, dan kekuasaan untuk Standard Operating Procedure), SOP (Standard
memastikan bahwa produksi sesuai dengan kebi ¬ Operating Procedure ) yang dioperasionalkan
jakan ( pengawasan ). Kekuasaan menetapkan dalam Work Instructions (WI ). Pengawasan
kebijakan mutu dipegang oleh bagian perencanaan, mutu akan optimal jika dibangun dalam lingkungan
kekuasaan memproduksi makanan dilaksanakan yang kondusif, yaitu diterapkannya praktek-
oleh unit pengolahan makanan, dan pengawasan praktek yang baik seperti GAP (Good Agricul¬
dilakukan oleh unit pengawas mutu. ture Practice), GDP (Good Distribution Prac¬
Pembentukan unit pengawas mutu yang inde¬ tice) , dan GRP (Good Retail Practice) oleh
penden dari kegiatan produksi menjamin tercapai- pihak-pihak terkait dengan rantai produksi makan¬
nya fungsi kontrol yang optimal, karena jika fungsi an yang ditangani.
itu dilakukan oleh petugas produksi akan menghasil-
kan penilaian yang subjektif. Dengan kata lain
penanggung jawab produksi tidak boleh melakukan
Regutasi
—
/ | Sertifikasi
asesmen mutu produk yang dihasilkannya sendiri.
Kualifikasi dasar petugas pengawas mutu, selain HACCP GAP,
harus memamahi kegiatan pelayanan gizi secara GDP, GRf
pedoman
.
menyeluruh, juga perlu menguasai secara khusus
manajemen mutu yang berorientasi pada kepen- | } lainnya
tingan pasien. Penelitian terhadap petugas gizi dari
17 rumah sakit di Sulawesi Selatan menunjukkan GMP/GHP
Gambar 1 Komponen Pengawasan Mutu
34 ISSN 1693 4903-
Kristianto, Merancang Model HACCP unluk Penyelenggaraan Makanan
Rumah Sakil
Meskipun terkesan sederhana SSOP dan penyelenggaraan makanan rumah sakit sangat
.
SOP merupakan media yar g efektif untuk mene- minim. Umumya buku teks pengawasan mutu yang
rapkan teori-teori pengendalian bahaya makanan tersedia menggunakan setting industri makanan
ke dalam praktek. SSOP memfokuskan prosedur pabrikan.
di bidang sanitasi sedangkan SOP mencakup pro¬ Jika tersedia sumber daya yang cukup, pelak ¬
sedur yang lebih luas. sanaan pengawasan mutu di instalasi gizi dapat
SOP yang baik menguraikan jenis pekerjaan ditingkatkan dengan menggunakan HACCP. Pem ¬
yang ditangani, kapan pekerjaan tersebut dilaku- buatan rancangan HACCP dimulai dengan meng-
kan, siapayang bertanggungjawab, standard yang identifikasi makanan yang akan pantau potensi
harus dipenuhi, dan rincian bagaimana tugas dikeij- bahayanya. Dasar pengelompokan yang mudah
akan . Agar SOP berfungsi dengan baik perlu di- digunakan adalah sebagaimana dipaparkan pada
buat form pencatatan yang merekam pelaksanaan Tabel 1 . Alur proses pengolahan bahan makanan
tugas tersebut dari waktu ke waktu. Sebaiknya dapat dibuat seperti contoh pada Gambar 2.
pembuatan SOP dimulai untuk kegiatan-kegiatan Penerimaan bahan
yang umum, seperti SOP penyimpanan bahan makanan (CCP1)
makanan, penanganan sisa makanan, pencucian 1 .
alat makan, dan sebagainya. Jumlah dan jenis SOP Penyimpanan Penyimpanan
dingin;toeku (CCP2 kering
berkembang sesuai dengan kebutuhan. Prioritas
pembuatan hendaknya dibuat untuk pengawasan
Persiapan
mutu makanan bagi golongan rawan seperti manu-
la. Hal ini dikarenakan proses penuaan menurun- l
Pemasakan
kan produksi asam lambung sehingga menyebab- (CCP3)
kan patogen lebih mudah masuk ke tubuh (Naim,
2004). Selain itujugabagi pasien dengan gangguan
I
Waktu tunggu
imunologi yang mendapatkan makanan enteral proses berikutnya
(Carvalho dkk., 2000) dan anak-anak. Prioritas 1
pembuatan SOP jugadapat dilakukan untuk kegiat- I Pemorsian (CCP4) I
an pengawasan mutu dengan kejadian infeksi 1
nosokomial di rumah sakit yang tinggi. | Penyajian (CCP5) ]
Langkah Menuju HACCP CCP: Critical Control Point
Menurut pengamatan penulis, pengawasan Gambar 2 Skema Alur Pengolahan Makanan
mutu makanan di institusi penyelenggaraan rumah
sakit sampai saat ini dilakukan dengan mengadopsi Tahap pengelompokan resep dan pembuatan
model pengawasan tradisional yang dikombinasi alur ini adalah sangat penting. Langkah inilah yang
dengan teori-teori dari buku teks. Teori-teori terse ¬ membedakan dengan pembuatan rancangan
but antara lain adalah dari Thomer dan Manning HACCP generik dimana pembuatan alur dilakukan
(1983), Sullivan ( 1985). Teori dari kedua sumber -
untuk tiap tiap resep yang diolah. Langkah-langkah
penyusunan rancangan HACCP menu berkelom-
tersebut sangat umum dan tidak memfokuskan
pada suatu kegiatan pengawasan potensi bahaya pok selanjutnya sama dengan penyusunan ran ¬
spesifik dalam suatu bahan makanan. Meskipun cangan HACCP umumnya. Secara singkat tahap-
dipaparkan strategi untuk proses kontrol mutu ma ¬ an prosedural berikutnya adalah: ( 1 ) melakukan
kanan, tetapi batas keberhasilannya bersifat kuali- analisis bahaya, (2) menetapkan titik kontrol kritis,
tatif tidak dapat diukur. Sehingga, pedoman (3) menetapkan batas kritis (critical limit), (4)
tersebut memiliki nilai praktikal yang rendah . menetapkan prosedur monitoring, (5) menentukan
Literatur-literatur lokal pengawasan mutu makan ¬ tindakan koreksi, (6) melakukan verifikasi, (7)
an yang lebih operasional dan cocok diterapkan di membuat pencatatan dan dokumentasi.
ISSN 1693-4903 35
.
JURNAL KESEHATAN VOLUME 4, NO. 1, MEI 2006
Kebutuhan implementasi HACCP di penye- dapat diterapkan di industri besar, rumah sakit,
lenggaraan makanan rumah sakit akan muncul maupun penyelenggaraan makanan sekolah ( Youn,
dengan adanya beberapa pemicu . Pertama, pe- 2003 ), dan tempat lainnya. Sampai saat ini belum
ningkatan kesadaran pasien akan tuntutan kebu ¬ ada peraturan yang mewajibkan pelaksanaan
tuhan makanan yang aman dan bermutu. Pening- HACCP di penyelenggaraan rumah sakit. Dasar
katan tersebut dapat terjadi karena semakin tinggi- filosofis untuk mendorong implementasi secara
nya tingkat pendidikan atau bertambahnya penge- sukarela adalah bahwa pengelola penyelenggaraan
tahuan akibat semakin derasnya arus informasi. makanan harus memiliki suatu strategi penjaminan
Atas dasar hal tersebut, pasien bisa jadi lebih mutu yang adekuat, terukur, dan reliabel untuk
menyukai makanan yang diproduksi perusahaan dapat dipertanggungjawabkan .
katering yang lebih baik tingkat keamanannya
dibanding makanan produksi instalasi gizi yang PENUTUP
tidak diperhatikan mutunya. Peningkatan kesa¬
Kesimpulan
daran tersebut juga dapat disertai dengan semakin
dipahaminya hak dan kewajiban pasien sebagai Pengawasan mutu dan keamanan makanan
konsumen. Pasal 4 Undang-Undang Republik In ¬ dengan implementasi HACCP merupakan strategi
donesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan terkini yang bersifat preventif . Rancangan
Konsumen menyatakan bahwa konsumen berhak HACCP yang selama ini tersedia lebih spesifik
atas keamanan, keselamatan, dan kenyamanan untuk diimplementasikan di industri makanan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Kon¬ pabrikan. Salah satu karakteristik industri tersebut
sumen juga memiliki hak untuk mendapatkan kom- adalah jenis produk akhimya yang tidak bervariasi.
pensasi, ganti rugi apabila barang dan/atau jasa Oleh karena itu penyusunan rancangan HACCP
yang diterima tidak sebagaimana mestinya. industri makanan dibuat menurut resep yang
Kedua, tuntutan profesionalisme ahli gizi . jumlahnya tidak banyak . Karena karakteristik
Adanya dokumentasi sistem HACCP merupakan penyelenggaraan makanan rumah sakit berbeda
bukti bahwa tugas pengawasan mutu dijalankan dengan industri makanan , maka rancangan
dengan rasional dan ilmiah. Namun demikian, untuk HACCP untuk industri makanan tidak efektif untuk
instalasi yang melayani sedikit pasien, implementasi diadopsi secara langsung.
HACCP tidak dapat dipaksakan karena dipandang Pembuatan rancangan HACCP di penyeleng¬
sistem yang superior ( WHO, 1999), dalam kasus garaan makanan rumah sakit perlu dilakukan
demikian penerapan GMP/GHP beserta SOP yang dengan beberapa langkah. Pertama, pembentukan
optimal dianggap adekuat. tim pengawas mutu atau unit yang bertanggung-
Faktor lain yang mempengaruhi cepat atau jawab pada keamanan makanan . Pembentukan
lambatnya implementasi HACCP di penyeleng- bagian ini adalah untuk menjamin objektifitas peng¬
garaan rumah sakit adalah tuntutan era globalisasi. awasan dan indepedensi dari unit produksi makanan.
Jika misi pelayanan rumah sakit berstandard nasio- Tahapan berikutnya adalah mengevaluasi pemenuhan
nal atau intemasional, maka hal itu harus diimbangi prasyarat pelaksanaan pengawasan dengan
dengan peningkatan mutu pelayanan diet yang memastikan bahwa komponen-komponen GMP/
aman dan bermutu. Implementasi HACCP di pe- GHP beserta perangkat pendukung dilaksanakan
nyelenggaraan makanan rumah sakit tercatat telah dengan sebaik-baiknya. Selama pelaksanaan hal-
dilakukan di rumah sakit di negara-negara maju hal yang merupakan pondasi pengawasan tersebut
seperti Itali (Angelillo, et al., 2001), Dallas (Texas) belum memuaskan, implementasi HACCP tidak
(Osborn , et al., 1996), dan Amerika (Osborn, et akan berfungsi.
al., 1997). Setelah unsur prasyarat berjalan dengan baik,
Salah satu sifat HACCP adalah fleksibel. Hal pembuatan rancangan HACCP barulah layak
ini berarti penerapannya dapat disesuaikan dengan dilakukan . Rancangan HACCP yang sesuai untuk
kondisi industri makanan yang ditangani. HACCP institusi penyelenggaraan makanan rumah sakit
36
-
ISSN 1693 4903
Kristianto, Merancang Model HACCP untuk Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakil
adalah mengacu kepada pedoman HACCP untuk Depkes. 1997. Modul Lokakarya Penerapan ABTPK
SLDBs, dengan mengikutsertakan semua resep (HACCP) pada Industri Makanan dan Minum-
dalam sistem melalui pendekatan pengelompokan an, kerja sama dengan WHO, SEAMEO/ICD Co¬
operative Program, Jakarta.
menurut alur yang dilalui bahan makanan mulai
Diijen POM. 1996. Pedoman Penerapan CaraProduksi
penerimaan sampai penyajian. Jika resep-resep Makanan yang Baik (CPMB). Jakarta.
dalam siklus menu telah dikelompokkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
-
alurnya, maka langkah langkah perancangan 23/ Menkes/SK/ I/ l 978 tentang Pedoman Cara
HACCP selanjutnya mengikuti pola HACCP Produksi yang Baik untuk Makanan.
generik. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
715/ Menkes/SKJV/2003 tentang Persyaratan
Saran Hygiene Sanitasi Jasaboga.
Morrison, P., and Caffin, N., Wallace, R. 1998. Small
Pendekatan pengelompokan resep menurut Food Service Establishments Still on Amber Light
proses perlu diuji coba untuk digunakan dalam me¬ For Adopting Australian HACCP- Based
rancang implementasi HACCP di penyelengga¬ Foodsafety Code, British Food Journal, Vol. 100:8,
raan makanan rumah sakit atau institusi lain yang pp. 364-370.
memiliki karakteristik sama. Naim, R. 2004. Penyakit Asal Makanan pada Orang
Berusia Lanjut dan Fakktor Pendukungnya, Jour¬
DAFTAR RUJUKAN nal Kedokteran dan Farmasi Medika, No. 2,
Tahun XXX, pp. 112-117.
Alharini, S., dan Mustamin, Tamrin, A., Sirajuddin. 2002.
Osbom, L., and Albright, K., Southar, K., German, M.A.
Tingkat Pengetahuan Petugas Gizi Rumah Sakit 1997. An Investigation of Hazard Analysis Criti¬
tentang Pelaksanaan PGRS di Sulawesi Selatan,
Journal Media Gizi dan Keluarga, No. l :pp. 1
6.
— cal Control Point Programs (HACCP) in Hospital
Foodservice Facilities: A Nationwide Survey, J.
Am Diet Assoc. Volume 97, Issue 9; pp. A80 (Ab¬
Angelillo, IF., Viggani, NM., Greco, RM., Rito, D. 2001. stract).
HACCP and Food Hygiene in Hospitals: Knowl¬ Osbom, L., and Cummings, D., Ford, K., German, MA.,
-
edge, Attitude, and Practice of Food services Staff 1996, An Investigation of Hazard Analysis Criti¬
in Calabria, Italy. Collaborative Group, Infect Con¬ cal Control Point Programs ( HACCP) in Hospital
trol Hosp Epidemiol. , Juni; 22(6); pp. 363-369 Foodservice Facilities in the Dallas/Fort Worth
(Abstract).
Area, J. Am Diet Assoc. Volume 96, Issue 9, pp.
Arpah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Bandung: A41 (Abstract).
Tarsito. Price, RJ., and Tom, P.D., Stevenson, K.E. 1993. Ensur¬
Badan Standarisasi Nasional. 1998, Sistem Analisa
Bahaya dan Pengendalian TitikKritis (HACCP)
-
ing Food Safety The HACCP Way: An Introduc¬
tion to HACCP and a Resource Guide for Retail
serta Pedoman Penerapannya, Jakarta. Deli Managers, USDA.
Carvalho, and Rocha, M.L., Morais, Beninga, T., Schmidt, R.H., and Sims, C.A., Parish, M.E., Pao, S.,
Amaral, Ferraz , D., Sigulem, Maria D. 2000. Haz¬ Ismail, M.A. 2006. A Model HACCP Plan for
ard Analysis and Critical Control Point Approach Small-Scale, Fresh-Squeezed (Not Pasteurized)
in The Evaluation of Environmental and Proce¬ Citrus Juice Operations, Online: http://edis. ifas.
dural Sources of Contamination of Enteral ufl.edu/FS075, 3 Pebruari 2006.
Feedings in Three Hospitals, Journal of Paren¬ Setyo. 2005. Aspek Klinis Nutrisi Enteral Albumin,
teral and Enteral Nutrition, vol. 24, pp. 296-303. Makalah disampaikan pada Seminar dan
CFSAN a. 2005. Managing Food Safety:A Manual for Pelatihan Pemanfaatan Ikan Gabus sebagai
the Voluntary Use of HACCP Principles for Op¬ Sumber Albumin, Malang.
erators of Food Service and Retail Establish¬ Sullivan, C.F. 1985. Management of Medical Foodser¬
ments, College Park. vice , AVI Publishing Company, Wesport ,
CFSAN b. 2005. Managing Food Safety: A Regulator s Conncecticut.
Manual for Applying HACCP Principles to Risk - Thomer, M.E., Manning, B. P. 1983. Quality Control in
based Retail and Food Service Inspections and Food Service: Revised Edition, AVI Publishing
Evaluating Voluntari Food Safety Management Company, Wesport, Connecticut.
Systems, College Park.
—
ISSN 1693 4903 37
.
JURNAL KESEHATAN , VOLUME 4, NO. 1 MEJ 2006
WHO. 1999. Strategies for Implementing HACCP in WHO-ICD. 2004. Good Hygienic Practices applied to
Small and/ or Less Developed Businesses, in col ¬ Food Service Establishments, Resource Train¬
laboration with Mynistry of Health Welfare and ing on HACCP.
Sport of The Netherlands, Hague. Youn, S., and Sneed, J. 2003, Implementation of HACCP
and Prerequisite Programs in School Foodservice,
JAm Diet Assoc, vol. 103:pp. 55-60.
38 -
ISSN 1693 4903