0% found this document useful (0 votes)
34 views8 pages

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pernikahan Usia Dini Di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah

This document discusses factors related to early marriage in Purworejo District, Central Java. It finds that low perceptions about marriage were most strongly related to decisions to marry early. Other related factors were low levels of education, low family economic status, and unemployed parents. The study used a cross-sectional design with qualitative and quantitative methods to identify factors by surveying 90 married women and parents in the district.

Uploaded by

diki
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
34 views8 pages

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pernikahan Usia Dini Di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah

This document discusses factors related to early marriage in Purworejo District, Central Java. It finds that low perceptions about marriage were most strongly related to decisions to marry early. Other related factors were low levels of education, low family economic status, and unemployed parents. The study used a cross-sectional design with qualitative and quantitative methods to identify factors by surveying 90 married women and parents in the district.

Uploaded by

diki
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 8

Faktor-Faktor yang Berhubungan, Rafidah, dkk.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERNIKAHAN USIA DINI


DI KABUPATEN PURWOREJO JAWA TENGAH
FACTORS RELATED TO EARLY MARRIAGE AT DISTRICT
OF PURWOREJO CENTRE JAVA
Rafidah1, Ova Emilia2, Budi Wahyuni3
1
Politeknik Kesehatan Banjarmasin
2
Bagian Obstetric dan Ginekologi, FK UGM, Yogyakarta
3
Asosiasi Keluarga Berencana Indonesia, Yogyakarta

ABSTRACT
Background: Early marriage is common in developing countries including Indonesia. Factors related to early
marriage are, among others; education, economic, and social aspects. The impacts of early marriage are
dropout and teenage pregnancy which causes rejection to pregnancy. In District of Purworejo marriage below
20 years of age is still as much as 20.6% (Community Health and Nutrition Research Laboratory 2005).
Objective: The study aimed to identify factors related to early marriage.
Method: This was an observational study with cross sectional design using both qualitative and quantitative
approaches. Data were obtained through questionnaires and interview guide. Samples of the study were 90
married women, who were systematically chosen, respondents of longitudinal surveillance of Community
Health and Nutrition Research Laboratory, 90 parents of the respondent, 1 religious leader, 2 community leaders
and 1 staff of office of Religious Affairs. Hypothetical test used chi square with p<0.05, CI 95%. Multivariable
analysis used logistic regression.
Results: Low perception about marriage showed the most related to the decision for early marriage. Other
factors related to early marriage were low level of education (RP=2.90, CI 95%=1.30–6.49, p=0.000), low family
economic status (RP=1.75, CI 95%=1.05 – 2.91 p=0.017). Unemployed parents (RP=1.48, CI95%=0.88-2.49
p=0.23) and parents’ low perception about marriage (RP=1.5, CI95%=0.96-2.37 p=0.05) were not strongly
related with early marriage.
Conclusion: Factors related to early marriage were perception of respondents about marriage, education of
respondents, family economic status, and unemployed parents.

Keywords: early marriage, perception about marriage, family economic status, education

PENDAHULUAN Amerika Latin sebesar 29%.3 Di negara maju seperti


Pertumbuhan penduduk relatif tinggi merupakan Amerika Serikat pada tahun 2002 pernikahan usia
beban dalam pembangunan nasional. Faktor utama dini hanya 2,5% yang terjadi pada kelompok umur
yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk 15-19 tahun.4
adalah tingkat kelahiran. Tingginya angka kelahiran Di negara berkembang salah satu faktor yang
erat kaitannya dengan usia pertamakali kawin. Salah menyebabkan orangtua menikahkan anak usia dini
satu upaya menurunkan laju pertumbuhan penduduk karena kemiskinan. Orangtua beranggapan bahwa
adalah melalui peningkatan usia kawin.1 anak perempuan merupakan beban ekonomi dan
Median usia kawin pertama adalah 19,2 tahun perkawinan merupakan usaha untuk
dan di pedesaan lebih rendah yaitu 17,9 tahun. mempertahankan kehidupan keluarga. 5

Terlalu muda usia untuk hamil atau kurang dari 20 Penelitian di Bangladesh terhadap 3.362 remaja
tahun sekitar 10,3% menyebabkan kematian pada putri terdapat 25,9% menikah usia muda dan faktor
ibu secara tidak langsung. Jumlah pernikahan usia yang menyebabkan pernikahan usia muda adalah
muda di pedesaan lebih besar dibandingkan dengan pendidikan.6 Penelitian di Jeddah Saudi Arabia
di daerah perkotaan.2 tentang menikah usia muda dan konsekuensi
Fenomena kawin usia dini (early marriage) masih kehamilan, menunjukkan 27,2% remaja yang
sering dijumpai pada masyarakat Timur Tengah dan menikah sebelum berusia 16 tahun adalah buta huruf
Asia Selatan dan pada beberapa kelompok (57,1%), atau pekerja rumah tangga (92,4%), yang
masyarakat di Sub-Sahara Afrika. Di Asia Selatan berisiko 2 kali untuk mengalami keguguran spontan
terdapat 9,7 juta anak perempuan 48% menikah dan 4 kali risiko mengalami kematian janin dan
umur di bawah 18 tahun, Afrika sebesar 42% dan kematian bayi.7

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009  51


Berita Kedokteran Masyarakat
halaman 51 - 58
Vol. 25, No. 2, Juni 2009

Di Indonesia pernikahan usia dini masih ada pernikahan remaja di usia dini di Kabupaten
terutama di daerah pedesaan. Pusat Penelitian Purworejo, Jawa Tengah.
Kependudukan UNPAD bekerja sama dengan
BKKBN Jawa Barat melaporkan umur kawin muda BAHAN DAN CARA PENELITIAN
di daerah pantai masih tinggi yaitu 36,7% kawin Jenis penelitian adalah observasional dengan
pertama antara umur 12-14 tahun, 56,7% umur 15- rancangan cross sectional study, menggunakan
19 tahun dan 6,6% umur 20-24 tahun, dengan faktor pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Populasi dalam
yang melatarbelakangi adalah rendahnya tingkat penelitian adalah seluruh wanita usia subur yang
pendidikan dan budaya.8 menikah dan menjadi responden survailans
Penelitian pada masyarakat Jawa di Bengkulu longitudinal Laboratorium Penelitian Kesehatan dan
Utara menunjukkan bahwa f aktor yang Gizi Masyarakat (LPKGM) FK UGM. Jumlah
mengkondisikan berlangsungnya perkawinan di usia responden dalam penelitian ini sebesar 90 orang.
belia adalah rendahnya akses pada pendidikan, Studi kualitatif melibatkan 3 orang responden yang
kemiskinan penduduk, isolasi daerah, terbatasnya mengalami pernikahan usia dini, 3 orangtua
lapangan pekerjaan dan rendahnya mobilitas.9 responden, 1 orang petugas Kantor Urusan Agama,
Berbagai konsekuensi negatif menjadi orangtua 2 orang tokoh masyarakat dan 1 orang tokoh agama.
pada usia dini (teenage parenthood) dibuktikan Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner
melalui beberapa penelitian, diantaranya penelitian dan wawancara mendalam. Analisis data yang
terhadap masyarakat kulit hitam dan masyarakat digunakan adalah analisis univariabel dalam bentuk
kulit putih melaporkan bahwa perkawinan dan deskripsi karakteristik responden dan orangtua
kehamilan pada usia muda signifikan berhubungan responden, analisis bivariabel dengan uji chi square
dengan rendahnya tingkat pendidikan wanita, untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel
rendahnya tingkat partisipasi kerja wanita dan bebas dan variabel terikat, serta analisis multivariabel
pendapatan keluarga muda yang rendah.10 dengan analisis regresi logistik. Data kualitatif
Data surveilens Laboratorium Penelitian dianalisis secara deskriptif dilengkapi beberapa
Kesehatan dan Gizi Masyarakat (LPKGM) kutipan langsung dari responden, orangtua
Kabupaten Purworejo sampai tahun 2005 responden dan informan kunci.
menunjukkan 2157 wanita menikah dengan
berbagai variasi umur pertama menikah. Terdapat HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5,8% menikah pada umur dibawah 16 tahun, 14,8% Jumlah responden dalam penelitian ini adalah
menikah pada umur antara 16-20 tahun, 51,3% 90 orang, terdiri dari 45 orang yang menikah < 20
menikah pada umur 21-25 tahun, 13,8% menikah tahun dan 45 orang yang menikah > 20 tahun.
pada umur 26-30 tahun, 5,6% menikah pada umur
Tabel 1. Karakteristik responden
31-35 tahun dan 8,7% menikah pada umur lebih dari
Variabel n = 90 %
36 tahun.11 Usia responden menikah
Masyarakat sebagian besar masih belum   20 tahun 45 50
menyadari bahaya kehamilan atau melahirkan pada  < 20 tahun 45 50
Pendidikan responden
ibu yang berumur kurang dari 20 tahun. Penelitian  Tinggi (SLTA, Akademi, PT) 24 26,7
di Kabupaten Purworejo melaporkan 62,4%  Rendah (Tidak sekolah, SD, SLTP) 66 73,3
responden mengatakan tidak ada bahaya atau risiko Ekonomi keluarga
 Tinggi 35 38,9
ibu hamil pada usia kurang dari 20 tahun dan 61,4%  Rendah 55 61,1
responden percaya bahwa risiko kehamilan dan
persalinan terjadi pada ibu hamil berusia lebih dari Tabel 1 menunjukkan pendidikan responden
35 tahun ke atas.12 Penelitian ini memfokuskan pada sebagian besar adalah rendah (73,3%), dan sebagian
memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi besar status ekonomi responden adalah rendah
(61,1%).

52  Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009


Faktor-Faktor yang Berhubungan, Rafidah, dkk.

Tabel 2. Karakteristik orangtua Ratio Prevalence (RP) dengan tingkat kemaknaan


Variabel n= 90 % ( = 0,05) dengan Confidence Interval (CI) = 95%.
Pendidikan orangtua
 Tinggi (SLTA, Akademi, PT) 9 10 Tabel 4 menunjukkan bahwa proporsi responden
 Rendah (Tidak sekolah, SD, SLTP) 81 90 yang memiliki pendidikan rendah lebih berisiko 2,90
Pekerjaan orangtua kali menikah pada usia < 20 tahun dibanding
 Bekerja 83 92,2
 Tidak bekerja 7 7,8 responden yang memiliki pendidikan tinggi dan
secara statistik bermakna (RP=2,90 (CI 95%:1,30-
6,49)). Responden yang memiliki ekonomi keluarga
Tabel 2 menunjukkan sebagian besar pendidikan rendah berisiko 1,75 kali menikah pada usia < 20
orangtua adalah rendah (90%) dan sebagian besar tahun dibanding responden yang memiliki ekonomi
orangtua responden bekerja (92,2%). keluarga tinggi RP=1,75 (CI 95%:1,05-2,91).
Tabel 5 menunjukkan proporsi responden yang
Tabel 3. Persepsi pernikahan muda menurut
responden dan orangtua responden
memiliki orangtua berpendidikan rendah secara
Variabel n = 90 %
signifikan lebih berisiko 1,25 kali menikah usia <
Persepsi responden 20 tahun dibanding responden yang memiliki
 Baik ( median) 43 47,8 orangtua berpendidikan tinggi (RP=1,25, CI
 Kurang (< median) 47 52,2
Persepsi orangtua 95%:1,08-1,44). Orangtua yang tidak bekerja
 Baik ( median) 41 45,6 menikahkan anaknya pada usia < 20 tahun lebih
 Kurang (< median) 49 54,4 tinggi (1,48 kali) dibanding orangtua yang bekerja
meskipun tidak signifikan (CI 95%: 0,88–2,49)
Berdasarkan Tabel 3 lebih dari separuh Pada Tabel 6 menunjukkan persepsi responden
responden dan orangtua responden memiliki yang kurang, lebih berisiko 2,5 kali menikah usia <
persepsi yang kurang terhadap pernikahan usia dini. 20 tahun dibanding responden yang memiliki persepsi
Namun perbedaan persepsi tersebut tidaklah yang baik (CI 95%:1,50-4,21). Persepsi orangtua
mencolok. yang kurang cenderung 1,5 kali untuk menikahkan
Analisis bivariabel dilakukan untuk melihat anaknya pada usia < 20 tahun dibanding orangtua
hubungan antara variabel terikat (pernikahan usia yang memiliki persepsi baik, meskipun tidak
dini) dengan variabel bebas (pendidikan responden, bermakna secara statistik (CI 95%: 0,96-2,37)
ekonomi keluarga, persepsi responden tentang Analisis multivariabel menggunakan uji regresi
pernikahan, pendidikan orangtua, pekerjaan logistik pada variabel pendidikan responden, ekonomi
orangtua dan persepsi orangtua tentang pernikahan). keluarga, persepsi responden tentang pernikahan,
Uji statistik yang digunakan adalah Chi-Square dan pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan

Tabel 4. Hubungan antara usia pernikahan dengan pendidikan responden dan status ekonomi keluarga
Usia pernikahan
Variabel < 20 tahun  20 tahun RP CI 95% X2 P
n (%) n ( %)
Pendidikan responden
 Rendah 40 (60,6) 26 (39,4) 2,90 1,30 – 6,49 11,14 0,000
 Tinggi 5(20,8) 19 (79,2)
Status ekonomi keluarga
 Rendah 33 (60,0) 22 (40,0) 1,75 1,05 – 2,91 5,66 0,017
 Tinggi 12 (34,3) 23(65,7)

Tabel 5. Hubungan antara pendidikan dan pekerjaan orangtua dengan usia pernikahan
Usia pernikahan
Variabel < 20 tahun  20 tahun RP CI 95% X2 P
n (%) n ( %)
Pendidikan orangtua
 Rendah 45 (55,6) 36 (44,4) 1,25 1,08 - 1,44 10 0,001
 Tinggi 0 (0) 9 (100)
Pekerjaan orangtua
 Tidak bekerja 5 (71,4) 2 (28,6) 1,48 0,88 – 2,49 1,39 0,23
 Bekerja 40(48,2) 43 (51,8)

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009  53


Berita Kedokteran Masyarakat
halaman 51 - 58
Vol. 25, No. 2, Juni 2009

persepsi orangtua tentang pernikahan 20 tahun dibanding responden yang memiliki persepsi
dipresentasikan pada Tabel 7. tentang pernikahan yang baik dan secara statistik
Model 1 dibangun dengan tujuan melihat semua bermakna.
variabel yang diprediksi mempengaruhi pernikahan Berdasarkan hasil akhir uji regresi logistik pada
usia dini dengan cara memasukkan semua variabel permodelan dapat disimpulkan bahwa variabel yang
ke dalam model. Hanya 1 variabel yang bermakna memberikan sumbangan terbesar terhadap
yaitu persepsi responden tentang pernikahan (OR= pernikahan usia dini adalah persepsi responden
4,6, CI 95%:1,73-12,6) artinya responden yang terhadap pernikahan.
memiliki persepsi tentang pernikahan yang kurang
berisiko 4,6 kali lebih besar menikah usia < 20 tahun Hasil Studi kualitatif
dibanding responden yang memiliki persepsi tentang Wawancara mendalam dilakukan kepada 1
pernikahan yang baik dan secara statistik bermakna. orang tokoh agama, 2 orang tokoh masyarakat, 1
Variabel lainnya, yaitu pendidikan responden, orang petugas Kantor Urusan Agama, 3 orang
ekonomi keluarga, pekerjaan orangtua dan persepsi responden dan 3 orangtua responden.
orangtua tentang pernikahan secara statistik tidak
memiliki pengaruh yang bermakna. a. Usia pernikahan
Model 2 untuk melihat sumbangan variabel Pemahaman tentang batasan usia menikah
persepsi responden terhadap pernikahan usia dini. telah dimiliki oleh responden, orangtua, dan tokoh
Hasil analisis didapatkan OR mengalami peningkatan agama/masyarakat. Mereka berpendapat usia
menjadi 6,1 (CI 95%:2,44-15,18) berarti responden menikah seharusnya setelah 20 tahun, bahkan
yang memiliki persepsi tentang pernikahan yang menurut tokoh agama menyarankan lebih dari 25
kurang berisiko 6,1 kali lebih besar menikah usia < tahun.

Tabel 6. Hubungan usia pernikahan dengan persepsi responden dan orangtua tentang pernikahan usia dini
Usia Pernikahan
Variabel < 20 tahun  20 tahun RP CI 95% X2 p
n (%) n ( %)
Persepsi responden tentang pernkahan
 Kurang 33 (70,2) 14 (29,8) 2,5 1,50 - 4,21 16,08 0,000
 Baik 12(27,9) 31 (72,1)
Persepsi orangtua tentang pernikahan
 Kurang 29 (59,2) 20 (40,8) 1,5 0,96 – 2,37 3,63 0,05
 Baik 16 (39,1) 25 (61,0)

Tabel 7. Model regresi logistik faktor-faktor yang berhubungan dengan pernikahan usia dini
Model 1 Model 2
Variabel
OR (CI 95%) OR (CI 95%)
Pendidikan responden
 Tinggi 1
 Rendah 3,08(0,77-12,33)
Ekonomi keluarga
 Tinggi 1
 Rendah 1,13 (0,35-3,66)
Pekerjaan orangtua
 Bekerja 1
 Tidak bekerja 2,75 (0,40-18,9)
Persepsi responden
 Baik 1 1
 Kurang 4,6(1,73-12,6)* 6,1(2,44-15,1)*
Persepsi orangtua
 Baik 1
 Kurang 1,9 (0,71-5,20)
Keterangan : 1 = Reference
* = Signifikansi p<0,05

54  Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009


Faktor-Faktor yang Berhubungan, Rafidah, dkk.

”...menurut agama...usia ideal untuk bisa ”...dan takut hamil duluan..he...” (anak)
menikah itu biasanya dalam umur 25
sampai 30 tahun, karena umur 25 tahun ”... ya senengnya masih muda anaknya
sudah... sudah matang untuk menjalani sudah besar...” (anak)
dunia berumah tangga, sudah ngunulah...
sudah matang...” (tokoh agama) Alasan lain yang mungkin berpengaruh adalah
lingkungan dimana kebiasaan yang dimiliki teman
Pendapat petugas KUA lebih bersifat mendua, sebaya lainnya yang menikah awal. Bila teman
batasan menurut ketentuan dan agama sangat sebaya sudah banyak menikah maka dorongan
berbeda. untuk menikah bertambah besar tanpa
”...Kalau menurut idealnya Indonesia itukan mempertimbangkan usia.
paling tidak laki-laki itu 25 tahun kalau
wanita 21 tahun. Kalau untuk agama tidak ”...Ya, teman-teman yang di bawah saya
dibatasi karena dalam agama termasuk sudah banyak yang nikah dan malu kalau
salah satunya untuk disegerakan, apabila lama-lama pacaran...” (anak)
orangtua mempunyai anak ingin menikah
untuk disegerakan menikah, untuk agama c. Persepsi tentang pernikahan
batasan usia yang paling penting adalah
sudah baliqh. Kalau menurut budaya juga
Pernikahan yang dilangsungkan seharusnya
tidak ada batasan...” atas dasar sama-sama suka, hal ini disepakati oleh
responden ataupun orangtuanya. Perjodohan bukan
hal utama yang melandasi pernikahan usia dini.
b. Alasan pernikahan dini
Alasan utama untuk menikah usia dini adalah ”..... karena sudah menjadi keinginannya..
alasan ekonomi, ingin meringankan beban orangtua, dan sama-sama suka, ya karena kemauan
hal ini disampaikan baik oleh responden dan orang anak, kalau jaman sekarang orangtua itu
mengikut anak, kalau jaman sekarang
tua. orangtua menjodohkan anaknya itu belum
tentu pas..”.(orangtua)
”... dari segi ekonomi ya meringankan beban
orangtua,...” (anak) ”... kalau jaman sekarang orangtua
menjodohkan anaknya itu belum tentu
Bagi orangtua meringankan beban ekonomi bukan pas...” (orangtua)
pertimbangan utama, tetapi karena tidak ada biaya
Responden dan orangtua mengkhawatirkan
untuk sekolah lagi sehingga menikah lebih cepat
perjodohan hanya akan membuat kesengsaraan
lebih baik.
dalam rumah tangga bahkan perceraian.
” ...alasan pendidikan karena untuk
melanjutkan saya tidak mampu ”...nggak senang dan nggak setuju..
membiayai...” (orangtua) rasanya nggak marem (puas), bisa bentrok,
rasanya nggak cocok kurang pas..” (anak)
Generasi tua, dalam hal ini diwakili oleh orangtua ”...ya belum tentu suka sama suka, yang
responden dan tokoh agama/masyarakat mungkin rumah tangganya kurang
harmonis dan bisa menimbulkan
berpendapat bahwa menikah awal lebih aman dan
perceraian, mungkin banyak susahnya he...
dapat menjaga hal-hal negatif yang mungkin terjadi. sedih...he, saya nggak setuju dengan
Sedangkan dari sisi responden mengutarakan bahwa perjodohan...”(orang tua)
enaknya menikah awal adalah masih muda bila ”...Ya sebenarnya nggak setuju perjodohan
anaknya sudah besar. tapi bagaimana lagi... (anak)

”...untuk menjaga mudorat... yang menjurus ...saya nggak senang, orangnya


ke perzinaan itu nggak apa-apa...malah lebih pelit...akhirnya ya begini- cerai..” (anak)
bagus daripada nanti menunggu sampai
usia ideal tetapi malah bahaya,... lebih bagus
itu, malah wajib melangsungkan nikah”.
Pendapat yang berbeda disampaikan oleh salah satu
(tokoh agama) orangtua tentang perjodohan yang dianggap sebagai
adat yang pantang dilanggar. Hal ini didukung juga
”..karena sudah terlalu akrab nanti terjadi
apa-apa karena itu orangtua khawatir...” oleh tokoh masyarakat.
(orangtua)

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009  55


Berita Kedokteran Masyarakat
halaman 51 - 58
Vol. 25, No. 2, Juni 2009

”... waktu itu, anak saya ada yang lamar, Barat juga menguatkan bahwa f aktor yang
adat di sini bila ada yang lamar harus
diterima, karena nggak baik nolak lamaran,
melatarbelakangi pernikahan usia dini adalah
bisa dapat bahaya, anak yang dilamar bisa pendidikan.9,8 Pendidikan yang rendah akan berakibat
nggak laku lagi...” (orangtua) terputusnya informasi yang diperoleh pada jenjang
”kalau segi budaya, suatu kebanggaan pendidikan yang lebih tinggi selain juga
kalau anak perempuan sudah laku...” (tokoh meningkatkan kemungkinan aktivitas remaja yang
masyarakat) kurang. Rendahnya pendidikan disebabkan karena
ekonomi keluarga yang kurang. Kekurangan biaya
d. Pencegahan pernikahan dini menjadi kendala bagi kelanjutan pendidikan. Di Nepal
Pemahaman tentang dampak menikah usia dini tingkat pendidikan yang lebih tinggi berhubungan
dari segi kesehatan adalah akan sangat menganggu, dengan menurunnya kemungkinan menikah di usia
baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental dini. Laki-laki dan perempuan di Nepal tidak menikah
sudah dipahami. Saran dari responden untuk selama masa pendidikan. Tingkat pendidikan
mencegah pernikahan dini adalah meningkatkan berkaitan dengan usia kawin yang pertama. Semakin
pendidikan, penyuluhan melalui berbagai jalur dan dini seseorang melakukan perkawinan semakin
peningkatan aktifitas yang bermanfaat bagi remaja. rendah tingkat pendidikannya.10
”...belajar agama supaya kesannya tidak Hasil tersebut diperkuat dengan hasil
tergesa-gesa, dari sudut pandang budaya wawancara bahwa yang menyebabkan mereka
adalah pelajarilah atau belajar yang lebih menikah usia dini adalah karena tidak dapat
tinggi dan segi kesehatan adalah janganlah
tergesa-gesa kawin di usia dini karena akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
mengganggu kesehatan...” (tokoh karena keterbatasan ekonomi keluarga.
masyarakat) Pendidikan orangtua juga berkaitan dengan
”...penyuluhan lewat PKK, pengajian dan pernikahan usia dini, yakni pendidikan orangtua yang
yang menyampaikan orang luar, bukan rendah berisiko 1,25 kali lebih besar menikah pada
masyarakat setempat...” (tokoh usia < 20 tahun dibanding responden yang memiliki
masyarakat)
orangtua berpendidikan tinggi. Hasil penelitian ini
”... menurut agama dengan puasa... puasa sesuai dengan penelitian di Nepal bahwa tingkat
dan banyak melakukan kegiatan positif
pendidikan orangtua yang lebih tinggi lebih berhasil
termasuk olahraga, kesenian, belajar di
majelis taklim, hindari perbuatan-perbuatan menunda pernikahan usia dini anaknya.14 Pendidikan
yang maksiat seperti pergi berduaan. Kalau merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
secara budaya/norma adalah melalui persepsi seseorang dengan pendidikan tinggi
pendidikan... dibiayai untuk pendidikan
karena mungkin kalau mampu tamat SLTA seseorang akan lebih mudah menerima atau memilih
melanjutkan ke Pendidikan Tinggi Insya suatu perubahan yang lebih baik.15
Allah akan terhindar dari pernikahan usia
dini. Tetapi bila orangtua tidak mampu
membiaya anak sampai Perguruan Tinggi, 2. Hubungan ekonomi keluarga dengan
untuk yang di daerah pesantren, ya mungkin pernikahan usia dini
mondok di pondok pesantren, di pondok Sebagian besar responden memiliki ekonomi
bekal agama kuat..” (petugas KUA) keluarga yang rendah, yang berisiko 1,75 kali lebih
besar menikah pada usia < 20 tahun dibanding
PEMBAHASAN
responden yang memiliki ekonomi keluarga tinggi.
1. Hubungan pendidikan responden dengan
pernikahan dini Hasil penelitian yang didapat sesuai dengan
Sebagian besar responden penelitian ini memiliki penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa
pendidikan rendah. Pendidikan responden yang ekonomi dan kemiskinan memberikan andil bagi
rendah ini berisiko 2,9 kali lebih besar menikah pada berlangsungnya pernikahan usia dini.9 Penelitian lain
usia < 20 tahun dibanding responden berpendidikan yang mendukung hasil penelitian ini, menyatakan
tinggi (p=0,000). bahwa orangtua beranggapan bahwa anak
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di perempuan merupakan beban ekonomi dan
Bangladesh dan Nepal, yang menyatakan bahwa perkawinannya sebagai usaha untuk
5
faktor yang menyebabkan pernikahan dini adalah mempertahankan kehidupan keluarga. Demikian
pendidikan(6 13). Penelitian lain di Bengkulu dan Jawa juga penelitian lain menyatakan bahwa penyebab

56  Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009


Faktor-Faktor yang Berhubungan, Rafidah, dkk.

pernikahan usia dini adalah karena rendahnya bersangkutan. Persepsi merupakan mata rantai
pendapatan keluarga.13 Penelitian yang dilakukan di perubahan sikap. Persepsi diartikan sebagai
Nepal mengemukakan bahwa status ekonomi pandangan individu terhadap lingkungannya.
orangtua yang tinggi akan lebih sedikit menerima Pada orangtua. persepsi kurang berisiko 1,5 kali
pernikahan di usia dini.14 lebih besar menikahkan anaknya pada usia < 20
Ekonomi keluarga yang rendah tidak menjamin tahun dibanding orangtua yang memiliki persepsi
kelanjutan pendidikan anak sehingga apabila seorang baik, namun secara statistik tidak bermakna. Risiko
anak perempuan telah menamatkan pendidikan pada responden lebih tinggi dibanding risiko pada
dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan orangtua, yang berarti bahwa pemahaman pada
tinggi, ia hanya tinggal di rumah. Dari studi kualitatif remaja sebenarnya lebih penting daripada faktor
hal ini ditekankan. Bahwa yang menyebabkan orangtua. Hal ini berkaitan dengan sasaran strategi
menikah usia dini adalah ingin meringankan beban pemberian informasi selanjutnya. Orangtua masih
orangtua dan karena keterbatasan ekonomi sehingga lebih terpengaruh pada nilai budaya lama yang
tidak dapat melanjutkan sekolah lagi. menganggap bahwa menstruasi merupakan tanda
Kondisi ekonomi berhubungan dengan status telah dewasanya seorang anak gadis.9 Hal ini akan
bekerja. Dikaitkan dengan status bekerja orangtua, membentuk sikap mendukung orangtua terhadap
maka responden yang memiliki orangtua tidak perkawinan usia dini yaitu segera menikahkan anak
bekerja berisiko 1,48 kali lebih besar menikah pada perempuan bila sudah mendapatkan haid.
usia < 20 tahun dibanding responden yang memiliki
orangtua bekerja, namun secara statistik tidak KESIMPULAN DAN SARAN
bermakna. Persepsi responden tentang pernikahan
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di merupakan faktor utama terjadinya pernikahan usia
Nepal, bahwa pekerjaaan orangtua erat kaitannya dini. Faktor lain yang berpengaruh terhadap
dengan status ekonomi keluarga. Status ekonomi pengambilan keputusan menikah dini berturut-turut
orangtua yang tinggi akan lebih sedikit menerima mulai dari yang paling kuat hubungannya adalah
pernikahan di usia dini (14). Responden yang pendidikan remaja yang rendah, orangtua tidak
mempunyai bapak bekerja akan memiliki status bekerja, persepsi orangtua yang tidak baik dan
ekonomi yang lebih baik dibandingkan responden kesulitan ekonomi keluarga.
yang memiliki bapak tidak bekerja. Dari wawancara Perlunya pemberian informasi dan pendidikan
diperoleh bahwa status tidak bekerja menimbulkan kesehatan bagi remaja tentang kesehatan reproduksi
ketidakmampuan orangtua untuk memberikan untuk mengubah persepsi tentang pernikahan, serta
kelanjutan pendidikan sehingga mendorong terjadi memberikan motivasi dan kegiatan yang bermanfaat
pernikahan dini. Namun di dalam studi ini karena untuk pengembangan diri baik kepada anak didik
hubungan tersebut tidak bermakna, risiko untuk sejak di sekolah dasar maupun kepada masyarakat/
menikah dini pada populasi studi ini sebenarnya orangtua.
sama pada bapak yang bekerja/tidak bekerja.
KEPUSTAKAAN
3. Hubungan persepsi tentang pernikahan 1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
dengan usia pernikahan. (Bappenas). Laporan Perkembangan Tujuan
Responden yang memiliki persepsi kurang Pembangunan Milenium Indonesia.
berisiko 2,5 kali lebih besar menikah pada usia < 20 Jakarta.2005.
tahun dibanding responden yang memiliki persepsi 2. Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro
baik tentang pernikahan. .Meskipun dalam studi ini Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
proporsi responden yang memiliki persepsi baik 2002-2003, Calverton, ORC Macro, Maryland
hampir sama dengan yang memiliki persepsi kurang. USA. 2003.
Persepsi responden yang baik tentang 3. UNICEF. Early Marriage, A Harmful Traditional
pernikahan akan mengurangi risiko menikah usia Practice; A Statistical Exploration, The United
dini. Perbedaan persepsi seseorang terhadap suatu Nations Children’s Fund (UNICEF), 2005,
rangsangan disebabkan oleh perbedaan sosio 4. The National Campaign to Prevent Teen
kultural dan pengalaman belajar individu yang Pregnancy, The relationship between Teenage

Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009  57


Berita Kedokteran Masyarakat
halaman 51 - 58
Vol. 25, No. 2, Juni 2009

Motherhood and Marriage. Putting What Works 10. Grogger, J and Stephen B. The Socioeconomics
to works Project, 2004. http://www.teen Consequences of Teenage Childbearing:
pregnancy.org, 11 September 2004 Findings from a Natural Experiment. Family
5. UNICEF. Early Marriage, Factsheet, The United Planning Perspective, 1993;25(4): 156-61 & 174.
Nations Children’s Fund (UNICEF). 2000. 11. LPKGM. Data Survailan Longitudinal, Fakultas
6. Rahman MM, & Kabir M, Do Adolescents Kedokteran Univ ersitas Gadjah Mada,
Support Early Marriage in Bangladesh? Yogyakarta. 2005.
Evidence from study. JNMA J Nepal Med 12. Dasuki D, Sutrisno J, Hasibuan S. Persepsi-
Assoc.2005. Perilaku Ibu Hamil dan Masyarakat terhadap
7. Shawky S, & Milaat W, Early Teenage Marriage Risiko Kehamilan Persalinan di Kabupaten
and Subsequent Pregnancy Outcome, East Purworejo, Fakultas Kedokteran Universitas
Mediterr Health J. 2000. Gadjah Mada, Yogyakarta.1997.
8. Nurwati N, Review: Hasil Studi Tentang 13. Adhikari RK, Early Marriage and Childbearing:
Perkawinan dan Perceraian pada Masyarakat Risk and Consequences. 1996, http://www.who.
Jawa Barat. Jurnal Kependudukan Padjadjaran, int/reproductive-health/
Bandung. 2003; 5(2):59-67. 14. Choe MK, ShyamT, and Vinod M, Early Marriage
9. Hanum SH. Perkawinan Usia Belia, Kerja Sama and Early Motherhood in Nepal, J Bios Science,
Pusat Penelitian Kependudukan Universitas 00: 1-20, Cambriage University Press. 2004
Gadjah Mada dengan Ford Foundation 15. Suprapto A, Pradono J, dan Hapsari D,
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 1997. Determinan sosial ekonomi pada pertolongan
persalinan di Indonesia. Majalah Kedokteran
Perkotaan. 2004; 2(2):18-29.

58  Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 2, Juni 2009

You might also like