Urgensi Sifat Jujur Dalam Berbisnis: Markas
Urgensi Sifat Jujur Dalam Berbisnis: Markas
Markas
Corresponding Author:
Nama Penulis: Markas
E-mail: [email protected]
Abstract
Honesty is one of the characteristics of the prophets and messengers of Allah
Subhanahu WAtaa'ala and the nature of noble people by the side of the Prophet
Sallallahu Alaihi Wasallam. For that there is no reason for a Muslim / ah,
believer / ah to stay away from these honest traits. Based on the words of the
Prophet Sallallahi Alihi Wasallam, honesty is one of the traits that leads people
to Allah Subhana Wata'ala's heaven. Honesty is one of Allah's commands which
is manifested in QS, which means "O people who believe, fear Allah and be with
honest people. The field of buying and selling in Islam is one of the most
important parts of human life in determining the life of a Mulim / ah or believer
/ ah. Therefore Allah swat. has stipulated buying and selling rules that must be
followed by mankind, among which is honesty. Because in fact if the actors /
traders have an honest character, they will get blessings and mercy from Allah
as the determinant and regulator as well as the best provider of sustenance.
(QS.Al-jumu'ah verse 11). Buying and selling or trading in Islam is a noble job,
the work of the Prophet Muhammad. In buying and selling between the seller
and the buyer, it must be established with Khiyar or the right to choose. In
addition, there is also a consensual right of agreement which of course must be
based on honesty.
Abstrak
Sifat jujur adalah salah satu sifat para Nabi dan Rasul Allah Subhanahu
WAtaa’ala serta sifat orang-orang mulia disisi Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam.
Untuk itu tidak ada alasan bagi seorang Muslim/ah, Mukmin/ah untuk
menjauhi sifat jujur tersebut. Berdasarkan sabda Nabi Sallallahi Alihi Wasallam
sifat jujur adalah salah satu sifat yang mengantar manusia menuju surga Allah
Subhana Wata’ala. Sifat jujur adlah salah satu perintah Allah yang terwujud
dalam QS.yang artinya “Hai Orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada
Allah dan hendaklah bersama dengan orang-orang yang jujur. Bidang jual beli
adalah dalam Islam adalah salah satu bagian kehidupan manusia yang paling
berperan untuk menentukan kehidupan seorang Mulim/ah atau mukmin/ah.
Oleh karena itu Allah swat. telah menetapkan aturan jual beli yang wajib
dipedomani umat manusia, di antaranya adalah sifat jujur. Karena
sesungguhnya jika para pelaku /pedagang memiliki sifat jujur maka akan
mendapatkan berkah dan rahmat dari Allah sebagai penentu dan pengatur
serta sebaik-baik pemberi rezki. (QS.Al-jumu’ah ayat 11). Jual beli atau
perdagangan dalam Islam adalah pekerjaan mulia, pekerjaan Nabi Muhammad
saw. Dalam jual beli antara si penjual dan si pembeli harus terjalin dengan
Khiyar atau hak memililih. Selain itu juga ada hak kesepakatan dengan dasar
suka sama suka yang di dalamnya tentu harus didasarkan pada sifat jujur.
PENDAHULUAN
Kejujuan merupakan sifat utama dan kunci dalam pergaulan. Semua
orang mendambakan adanya sifat jujur pada dirinya, walaupun ia sering
melakukan suatu hal yang tidak jujur. Kata jujur adalah sebuah ungkapan
yang sering kali kita dengar dan menjadi pembicaraan. Akan tetapi bisa jadi
pembicaraan tersebut hanya mencakup sisi luarnya saja dan belum
menyentuh pembahasan inti dari makna jujur itu sendiri. Kejujuran
merupakan hal yang berkaitan dengan banyak masalah keislaman, baik itu
akidah, akhlak ataupun muamalah; di mana yang terakhir ini memiliki
banyak cabang, seperti masalah dalam konteks jual-beli atau berbisnis.
Secara historis, Muhammad saw. di masa muda dan sebelum diutus
menjadi rasul dikenal sebagai sosok pemuda yang memiliki kredibilitas tinggi
dan kejujuran yang tak tertandingi. Termasuk dalam hal berdagang, sejak
kecil nabi Muhammad sudah mulai berdagang, itu semua dilakukannya untuk
mengurangi ketergantungannya kepada pamannya Abu Thalib. Dia mulai
berdagang sejak usia 12 tahun, di mana dia sudah mengunjungi berbagai
negara di antaranya adalah Syam, Ethopia, Yordania, Baghdad, Yaman dan
beberapa negara-negara jazirah Arab lainnya. Dia berdagang sampai
diangkat menjadi rasul. Cara berdagang beliau adalah cara yang unik, yaitu
cara yang tidak merugikan orang lain. Dia berdagang tidak hanya mengejar
keuntungan semata, tapi tetap menjaga kejujuran. Karena kejujuran inilah
yang akan mengantarkan kita pada kesuksesan bukan sebaliknya, beliau
tidak pernah mengurangi timbangan dalam jual-beli, tidak menutupi
kerusakan atau cacatnya suatu barang dagangannya sehingga barang jualan
Rasulullah selalu saja laris.
Dari kisah tersebut, sedikitnya ada dua pelajaran yang dapat kita petik
yaitu: Pertama, kejujuran merupakan sikap yang akan menuai kepercayaan
dan penghargaan yang tinggi dari berbagai kalangan, tua, muda, kaya, miskin,
muslim atau nonmuslim. Dengan kata lain, apapun tujuan hidup yang ingin
dicapai, mulailah dengan kejujuran dan konsisten dengan kejujuran itu
apapun riisikonya.
Kedua, yang dimaksud dengan “jujur” hendaknya tidak hanya
PEMBAHASAN
Konsep Kejujuran
Dalam bahasa Arab, jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang
artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan
perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat
terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut dengan benar, memberikan sesuatu
yang benar atau sesuai dengan kenyataan.
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta.
Ada pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara
menyembunyikan dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti
keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita
sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi
kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana
seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada
pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai orang
yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa
yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Begitu pula orang munafik
tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan
dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya. Hal yang sama
berlaku juga pada pelaku bid’ah; secara lahiriah tampak sebagai seorang
pengikut Nabi, tetapi hakikatnya dia berbeda dengan Nabi. Jelasnya,
kejujuran merupakan sifat seorang yang beriman, sedangkan lawannya
dusta, merupakan sifat orang yang munafik.
Imam Ibnul Qayyim berkata, Iman asasnya adalah kejujuran
(kebenaran) dan nifaq asasnya adalah kedustaan. Maka, tidak akan pernah
Terjemahnya:
“Allah berfirman; Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-
orang yang benar dengan kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang
di bawahnya mengalir sungai, mereka kekal di dalamnya, Allah rido
kepada mereka dan mereka pun rido pada-Nya, itulah kebahagiaan
yang besar” (QS. al-Maidah: 119)
َ ِ ق ب ِ هِ ۙ أ ُو لَٰ َ ئ
ك ه ُ مُ الْ ُم ت ه ق ُ و َن َ ص ده ِ ْالص د
َ ق َو َ َو ال ه ِذ ي
ِ ِ ج ا َء ب
Terjemahnya:
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-
Zumar: 33).
1. Macam-Macam Kejujuran
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kegiatan yang harus dilakukan
dengan penuh kejujuran. Seorang siswa misalnya, ia harus berlaku jujur pada
dirinya ketika ia melaksanakan ujian tanpa kejujuran ia tidak akan tumbuh
menjadi anak yang baik. Menurut A. Tabrani Rusyan, jujur terbagi menjadi
jujur dalam niat dan kemauan, jujur dalam ucapan, Jujur dalam tekad dan
menepati janji, sedangkan jujur dalam perbuatan dan jujur dalam kedudukan
agama.
a. Jujur dalam niat dan kemauan. Dalam Islam setiap aktivitas senantiasa
didasarkan pada niat orang yang melakukan kegiatan tersebut. Oleh
karena itu, suatu aktivitas akan bermanfaat dan bernilai ibadah apabila
niatnya tulus ikhlas karena Allah. Niat merupakan inti dari segala aktivitas
sementara kejujuran merupakan kuncinya. Kalau suatu amal tercampuri
Terjemahnya
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati
apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka
ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-
nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-
Ahzab: 23)
Terjemahnya:
“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah,
‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada
kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk
orang-orang yang saleh.’ Maka, setelah Allah memberikan kepada
mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu,
Terjemahnya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-
ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hujurat: 15)
Diantara janji itu ada janji kepada anak-anak. Islam mengajarkan agar
bersikap jujur kepada anak-anak, agar setelah dewasa mereka akan
tumbuh menjadi orang yang jujur dan berkata serta berbuat jujur.
d. Jujur dalam usaha. Seorang muslim apabila mejalin usaha dengan sesorang
hendaklah bersikap jujur, tidak menipu dan tidak curang. Jujur dalam
usaha dapat memberikan keberkahan dalam rizki yang ia peroleh. Jujur
merupakan modal utama dalam usaha apapun bentuknya usaha tersebut.
1. Urgensi Kejujuran
Kejujuran meurapakan sifat terpuji dan kunci sukses dalam kehidupan
sehari-hari. Banyak contoh yang menunjukkan bahwa orang jujur selalu
disenangi oleh orang lain. Bahkan orang yang jujur dengan mudah dapat
meningkatkan martabatnya. Salah satu contoh misalnya sikap Nabi
Muhammad saw. sebelum menjadi nabi, ketika Beliau diserahi tugas oleh Siti
Khodijah untuk menjalahkan usaha dagang. Karena kejujuran Beliau dalam
berdagang, maka usaha tersebut berhasil dengan meraih keuntungan yang
besar. Di samping itu nama Beliau sebagai seorang yang jujur semakin
terkenal di mana-mana.
Contoh lain tentang kejujuran adalah yang dilakukan seorang budak
pengembala kambing pada zaman kholifah Umar bin Khattab. Ketika budak
itu sedang mengembala kambing-kambing milik tuannya, datang Kholifah
Umar membujuk untuk membeli salah seekor dari kambing-kambing itu.
Budak itu tidak mau menjualnya, karena kambing itu bukan miliknya, tapi
milik tuannya. Padahal jika budak itu mau menjual kambing itu hanya seekor
saja, tentu tuannya tidak akan mengetahuinya. Ia tidak mau melakukan
perbuatan yang tidak jujur itu, karena Tuhan pasti mengetahuinya. Kholifah
sangat terharu menyaksikan kejujuran budak itu. Beliau lalu membebaskan
budak itu sebagai imbalan dari kejujurannya, budak itu menjadi merdeka dan
dicintai banyak orang.
2. Keutamaan Kejujuran
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran
merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya
kepada akhlak tersebut. Terdapat beberapa keutamaan jujur, diantaranya:
a. Menentramkan hati. Rasulullah saw. bersabda: Jujur itu merupakan
ketentraman hati”.
b. Membawa berkah. Rasulullah saw. bersabda: “Dua orang yang jual beli itu
boleh pilih-pilih selama belum berpisah. Jika dua-duanya jujur dan terus
terang, mereka akan diberkahi dalam jual belinya. Dan jika dua-duanya
bohong dan menyembunyikan, hilanglah berkah jual beli mereka”.
c. Meraih kedudukan yang syahid. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa
yang meminta syahid kepada Allah dengan sungguh-sungguh (jujur), maka
Allah akan menaikkannya ke tempat para syuhada meskipun mati di tempat
tidurnya”.
d. Mendapat keselamatan. Dusta juga dalam hal-hal tertentu diperbolehkan,
jika jujur ketika itu bisa menimbulkan kekacauan.
yang melakukan penipuan dan tidak halal rezki yang ia peroleh dari hasil
penipuan.
Bukanlah termasuk umatku, orang yang melakukan penipuan. (HR. Ibnu
Majah dan Abu Dawud melalui Abu Hurairah dikutip Yusanto dan
Muhammad K.W, 2002:112)
Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu, melainkan hendaknya dia
menerangkan kekurangan (cacat) yang ada pada barang itu. (HR. Ahmad
dikutip dari Alma, 1994: 62).
3. Larangan menadah barang sebelum masuk ke pasar
Rasulullah telah melarang perhadangan barang yang dibawa (dari luar
kota). Apabila seseorang menghadang lalu membelinya, maka pemilik
barang ada hak khiyar (menuntut balik/membatalkan) apabila ia telah
sampai ke pasar (bila merasa tertipu). (Al-Hadits dikutip dari Alma, 1994:
70)
Rasulullah telah melarang membeli barang dari orang luar atau desa
dikarenakan akan terjadi ketidakpuasan, di mana pembeli akan membeli
dengan harga rendah dan akan dijual di pasar dengan harga tinggi
sehingga pembeli akan memperoleh untung yang banyak. Hal in
merupakan penipuan, padahal Rasulullah melarang jual beli yang ada
unsur penipuannya.
4. Larangan mengurangi timbangan
Diterangkan dalam Al-Quran dalam surat Al-Muthaffifin ayat 1-6 sebagai
berikut: Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-
orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi, Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa
Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar,
(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?
(Al-Muthaffifin: 1-6)
KESIMPULAN
Jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur
merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut
dengan benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai dengan
kenyataan. Jujur lawannya dusta. Jujur itu tengah-tengah antara
menyembunyikan dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti
keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita
sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi
kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagaimana
seorang yang melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada
pada batinnya. Seorang yang berbuat riya’ tidaklah dikatakan sebagai orang
yang jujur karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa
yang dia sembunyikan (di dalam batinnya). Begitu pula orang munafik
tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur karena dia menampakkan
dirinya sebagai seorang yang bertauhid, padahal sebaliknya.
Kejujuran merupakan ajaran Islam yang mulia. Hal ini berlaku dalam
segala bentuk muamalah, lebih-lebih dalam jual beli karena di dalamnya
sering terjadi sengketa. Oleh karena itu peran kejujuran dalam melakukan
jual beli sangatlah penting
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َصدَق
َ َّللاَ َوبَ هر َو ً ار يُ ْبعَثُونَ يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة فُ هج
ارا إِله َم ِن اتهقَى ه َ إِ هن التُّ هج
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, cetakan Mujamma.
Khadim al-Haramain as-Syarfain Medinah Munawwarah, th. 1411 H
Al-Ghazali, Muhammad, Aqidah Muslim,terjemahan Mahyuddin Syaf,
CV.Pedoman Ilmu Jaya Jakarta, cet. 1 th. 1986
Al-Maudi,Abul “Abul “ala, Ketuhanan, Ibadah, dan Agama, terjemahan
M.Thalib.
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlaq, Jakarta, Rajawali Pers, th. 1992.
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad, Ihya’ ‘Ulum ad-Din,Jilid III, Beirut,
Gramedia, 1988.
Al-Ghazali, Muhammad dkk, Wasiat Taqwa, terj. Husen Muhammad, Jakarta,
Bulan Bintang, th. 1986.
Al-Hufi, Ahmad Muhammad, Akhlaq Nabi Muhammad saw., Keluhuran dan
Kemuliaan, terj. Masdar Helmy, Bandung, Gema Risalah Press, th. 1995.
PT. Bina Ilmu Surabaya, th. 1983.
Adam, Muchtar, Ma’rifatul Malaikat, Ma’rifat Media Utama, (t.th)
____________ Ma’rifatul al-Rasul, Ma’rifat Media Utama, (t.th)
Azhar Basyir, H,Ahmad, Pendidikan Agama Islam I (Aqidah), Fak.Hukum UII
Yogyakarta, cet. 3 th. 1990.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam, LPPI, cet.6. th. 2001 Yogyakarta.
Mukti, Takdir dkk. (ed), Membangun Moralitas Bangsa, Yogyakarta, LPPI-
UMY, th. 1998
Qardhawi, Yusuf, Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, teerj.H.Abd.Rahim
Harits, Pustaka Darul Hikmah Bima, cet.1.th.1987
JURNAL PILAR Volume 5, No. 2, Tahun 2014 | 85
Urgensi Sifat Jujur dalam Berbisnis