Merkuri (HG) Di Permukaan Perairan Muara Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan, Indonesia
Merkuri (HG) Di Permukaan Perairan Muara Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan, Indonesia
Diterima (received) 22 September 2018; disetujui (accepted) 23 Oktober 2018; tersedia secara online (available online) 24 Oktober 2018
Abstract
The purposes of this study were to determine the water quality, concentration and distribution of Hg in the surface
water of Banyuasin river estuary. This research was conducted in June 2016 with 26 sampling stations. Measurement
of in situ water quality was done using Conductivity Temperature Depth (CTD) multiparameter profiler while Hg
metal was measured using Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). The data obtained was interpolated by Inverse
Distance Weighted (IDW) and then mapped spatially. The results showed that in general the water quality in
Banyuasin river estuary still meets the seawater quality standards for marine biota based on KepMenLH no. 51 in
2004. The concentration of Hg in Banyuasin river estuary ranges from 0.001-0.032 mg/L with a distribution pattern
that generally increases towards the ocean. The Hg concentration at the Banyuasin river estuary is on the maximum
limit and exceeds the quality standard for marine biota.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kualitas perairan, konsentrasi dan sebaran Hg di permukaan perairan Muara
Sungai Banyuasin. Penelitian ini dilakukan pada Juni 2016 dengan 26 stasiun pengambilan sampel. Pengukuran
kualitas perairan dilakukan secara insitu menggunakan Conductivity Temperature Depth (CTD) multiparameter profiler
sedangkan logam Hg diukur menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Data yang didapat diinterpolasi
dengan metode Inverse Distance Weighted (IDW) dan kemudian dipetakan secara spasial. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara umum kualitas perairan di Muara Sungai Banyuasin masih memenuhi baku mutu air
laut untuk biota laut berdasarkan KepMenLH no 51 Tahun 2004. konsentrasi logam Hg di perairan Muara Sungai
Banyuasin berkisar antara 0.001-0.032 mg/L dengan pola distribusi yang secara umum semakin meningkat kearah
lautan. Konsentrasi Hg di Muara Sungai Banyuasin rata-rata berada pada batas maksimal dan melampaui baku mutu
untuk biota laut.
(Pratiwi, 2017) dan proses penyimpanan dengan melakukan interpolasi IDW. Menurut
sementara (stockpile) batubara disepanjang sungai Pramono (2008) interpolasi IDW memiliki nilai
juga memberikan sumbangan terhadap logam interpolasi yang lebih mendekati nilai maksimal
berat di perairan sungai (Purwiyanto, 2015; Putri dan minimal sampel data sehingga lebih akurat
et al., 2016). Adanya pabrik PT Pupuk Sriwidjaya dibandingkan interpolasi kriging. Data penelitian
yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar kemudian dibandingkan dengan baku mutu sesuai
(Hazliansyah, 2012) juga dapat menjadi sumber Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
kuat pencemaran Hg diperairan. (KepMenLH) No 51 Tahun 2004.
Kualitas perairan Muara Sungai Banyuasin
yang fluktuatif diduga kuat juga mempengaruhi
Konsentrasi Hg. Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ulqodry et al. (2010) menunjukkan adanya
perbedaan karakteristik perairan Muara Sungai
Banyuasin pada zona laut, muara dan sungai.
Ditambahkan oleh Surbakti et al. (2014) bahwa,
salinitas air laut melakukan intrusi yang cukup
jauh ke arah hulu.
Tingkat toksisitas, adanya sumber pencemaran,
dan kualitas perairan yang fluktuatif di daerah
Muara Sungai Banyuasin mengakibatkan perlunya
monitoring Hg. Apalagi mengingat penggunaan
daerah Muara Sungai Banyuasin sebagai zona Gambar 2. Sebaran pH di permukaan perairan Muara
tangkapan ikan bagi nelayan sekitar. Penelitian ini Sungai Banyuasin.
bertujuan mengetahui kualitas perairan,
konsentrasi dan pola sebaran logam Hg di 3. Hasil dan Pembahasan
permukaan perairan Muara Sungai Banyuasin.
3.1 Parameter Kualitas Perairan
2. Metode Penelitian
3.1.1. pH
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2016 di
Kisaran pH yang diperoleh pada penelitian adalah
Muara Sungai Banyuasin. Pengambilan titik
6.2-8.1 (Gambar 2). Sebaran pH di perairan
stasiun dilakukan dengan menggunakan metode
menunjukkan bahwa semakin ke arah laut, nilai
purposive sampling, yaitu 26 stasiun yang
pH semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan
mewakili keseluruhan wilayah perairan Muara
Simanjuntak (2009) dan Sembiring et al. (2012)
Banyuasin (Gambar 1). Sampel air yang digunakan
yang mengemukakan bahwa pada umumnya pH
untuk analisis logam Hg adalah air permukaan (50 air laut adalah basa karena semakin jauh dari
cm) sesuai dengan Bahnasawy et al. (2011). Metode daratan, nilai salinitas akan mengalami
pengambilan sampel dilakukan dengan cara peningkatan yang diikuti dengan meningkatnya
diambil langsung menggunakan botol sampel dan pH. pH terendah diperoleh di badan Sungai Lalan
kemudian dimasukkan ke dalam cool box (Tilaar, dan Sungai Banyuasin, sedangkan pH tertinggi
2014). Hal ini dilakukan untuk menghindari diperoleh di sisi timur muara (dekat dengan laut).
adanya kontaminasi pada sampel air. Sampel- Nilai terendah pH yang diperoleh pada penelitian
sampel tersebut kemudian dibawa ke laboratorium ini lebih rendah dibandingkan pH pada penelitian
untuk dilakukan analisis logam Hg. Analisis Hg yang dilakukan Zulhaniarta et al. (2015), Prasetio
dilakukan dengan menggunakan AAS. Selain et al. (2016), dan Purwiyanto et al. (2018) di lokasi
melakukan pengambilan sampel, juga dilakukan yang sama. Namun demikian, pola sebaran pH
pengukuran parameter kualitas perairan secara sesuai dengan Purwiyanto et al. (2018), dimana pH
insitu (pH, suhu, Oksigen Terlarut, dan salinitas). tertinggi dan pH terendah diperoleh pada daerah
Parameter perairan tersebut diambil dengan yang sama. Nilai pH di Muara Sungai Banyuasin
menggunakan Valeport MIDAS CTD ini masih memenuhi KepMenLH no 51 Tahun 2004
multiparameter profiler. Hasil pengukuran insitu tentang standar baku mutu air laut bagi biota laut
maupun laboratorium dipetakan secara spasial yaitu masih dalam rentang 7-8,5.
3.1.2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO) waktu akan menyebabkan perbedaan penetrasi
sinar matahari ke dalam kolom perairan, sehingga
Perairan Muara Sungai Banyuasin memiliki DO memberikan suhu yang berbeda pula. Selain itu,
antara 8.3-9.9 ppm dengan sebaran DO yang kondisi cuaca saat pengambilan sampel juga
makin meningkat ke arah muara (Gambar 3). Pola mempengaruhi nilai suhu yang diperoleh
peningkatan pada sebaran ini diduga karena (Purwiyanto et al., 2018). Berdasarkan KepMenLH
proses difusi oksigen dari udara ke perairan pada no 51 Tahun 2004, suhu yang diperoleh dari hasil
daerah mulut muara yang menuju laut semakin penelitian di Muara Sungai Banyuasin masih
tinggi. Hal ini didukung oleh Kangkan (2006) yang berada dalam rentang baku mutu air laut yang
mengemukakan bahwa daerah yang terbuka akan diperbolehkan untuk biota laut.
memudahkan difusi oksigen yang terjadi antara
udara dan perairan. Nilai DO yang didapatkan
pada kajian ini lebih besar dibandingkan
penelitian terdahulu di lokasi yang sama, yaitu
berkisar antara 4.3-7.8 ppm (Zulhaniarta et al.,
2015; Prasetio et al., 2016; Barus, 2017). Hal ini
diduga karena adanya perbedaan faktor eksternal
yang terjadi saat pengukuran dilakukan dengan
pengukuran saat penelitian yang lain. Simanjutak
(2009) mengemukakan factor-faktor yang
mempearuhi konsentrasi DO di perairan, yaitu
temperatur, kadar garam (salinitas), tekanan
atmosfir, arus, kelimpahan fitoplankton, proses
Gambar 4. Sebaran suhu di permukaan perairan Muara
turbulensi air oleh angin dan tingkat kejenuhan
Sungai Banyuasin.
oksigen sekitarnya. Nilai DO yang diperoleh saat
penelitian masih sesuai dengan KepMenLH no 51
Tahun 2004 untuk biota laut yang memeiliki nilai
diatas 5 mg/L.Paragraf teks utama (Lillesand et al.,
2004).
3.1.4. Salinitas
Gambar 3. Sebaran DO di permukaan perairan Muara
Sungai Banyuasin. Salinitas air yang didapatkan di muara sungai
berkisar antara 0-18 PSU (Gambar 5). Pola
3.1.3. Suhu distribusi salinitas menunjukkan bahwa salinitas
semakin tinggi semakin jauh dari sungai. Salinitas
Suhu atau temperatur perairan Muara Sungai tertinggi ditemukan didaerah dekat lautan dan
Banyuasin berkisar antara 29.55-30.6 oC (Gambar salinitas terendah ditemukan pada ke arah Sungai
4). Adanya kisaran nilai suhu disebabkan karena Lalan dan Sungai Banyuasin. Nilai salinitas ini
adanya perbedaan waktu pengukuran. Perbedaan
lebih rendah dengan yang didapatkan oleh mineral dan mudah berikatan dengan klorin,
Surbakti et al. (2014) yang berkisar 24-37 psu. sulfur, oksigen dan karbon, mengakibatkan secara
Rendahnya salinitas yang didapatkan pada alami logam Hg akan dijumpai di alam meski
penelitian ini disebabkan karena proses dalam jumlah yang kecil (Suyanto et al., 2010).
pengukuran yang dilakukan saat kondisi air surut Tingginya kosentrasi logam berat dekat mulut
sehingga air tawar mendominasi di badan muara. muara diduga kuat juga disebabkan oleh sifat
Ditambahkan oleh Supriadi (2001) bahwa proses logam berat yang memiliki tingkat kelarutan tinggi,
pasang surut dan musim merupakan faktor utama susah didegradasi dan mudah terakumulasi di
kolom perairan (Kotas dan Stasicka, 2000;
yang mempengaruhi salinitas di daerah muara
Pawlikowski et al., 2006; Biswas et al., 2017).
sungai. Nilai salinitas di Muara Sungai Banyuasin
masih dalam kisaran normal (alami) sehingga
masih layak untuk kehidupan biota laut
berdasarkan KepMenLH no 51 Tahun 2004.
KepMenLH No 51 No 2004, secara umum masih Ansyori, I. (2011). Pengendalian emisi merkuri di
berada di batas maksimal ambang baku mutu cerobong industri pada penggunaan batu bara
(0,001 mg/L) untuk daerah yang dekat dengan sebagai bahan bakar. Jurnal Ecolab, 5(1), 15-19.
mulut sungai dan di atas ambang baku mutu Bahnasawy, M., KHIDR, A. A., & Dheina, N. (2011).
untuk daerah dekat dengan mulut muara. Hal ini Assessment of heavy metal concentrations in water,
plankton, and fish of Lake Manzala, Egypt. Turkish
perlu diwaspadai mengingat Hg mudah
Journal of Zoology, 35(2), 271-280.
mengalami transformasi secara biologis dan
berbahaya bagi organisme. Hal ini seperti yang Barus, B. S. (2017). Analisis kandungan logam berat
kadmium (Cd) dan merkuri (Hg) pada air dan
ditegaskan Putranto (2011) Hg yang terdapat di
sedimen di perairan Muara Sungai Banyuasin.
perairan umum diubah oleh aktivitas Maspari Journal, 9(1), 69-76.
mikroorganisme sehingga beracun dengan daya
Barkay, T., Gillman, M., & Turner, R. R. (1997). Effects of
ikat dan kelarutan yang kuat disamping terutama
dissolved organic carbon and salinity on
dalam tubuh hewan air. bioavailability of mercury. Applied and Environmental
Microbiology, 63(11), 4267-4271.
4. Simpulan
Biswas, P., Karn, A. K., Balasubramanian, P., & Kale, P.
G. (2017). Biosensor for detection of dissolved
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara chromium in potable water: A review. Biosensors and
umum kualitas perairan di Muara Sungai Bioelectronics, 94, 589–604.
Banyuasin masih memenuhi kriteria berdasarkan BPS Provinsi Sumatera Selatan. (2016). Provinsi Sumatera
KepMenLH no 51 Tahun 2004 untuk baku mutu Selatan Dalam Angka 2016. Palembang, Indonesia:
air laut bagi biota laut. konsetrasi logam Hg di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan.
perairan Muara Sungai Banyuasin berkisar antara Chen, C. W., Chen, C. F., & Dong, C. D. (2012).
0.001-0.032 ppm dengan pola distribusi yang Contamination and potential ecological of mercury
secara umum semakin meningkat kearah lautan. in sediments of Kaohsiung river mouth, Taiwan.
Konsentrasi Hg di Muara Sungai Banyuasin rata- International Journal of Environmental Science and
rata berada pada batas maksimal dan melampui Development, 3(1), 66-71.
baku mutu untuk biota laut. Hazliansyah. (2012). PT Pusri Ganti Alihkan Bahan Bakar
Gas ke Batu Bara. [online] Tersedia di:
Ucapan terimakasih https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/1
2/08/11/m8kq93-pt-pusri-ganti-alihkan-bahan-bakar-
Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim gas-ke-batu-bara, [diakses: 2 Oktober 2018].
penelitian Siti Subaidah, Tonny Sepwiratama, Rico Hutagalung, H. P. (1985). Raksa (Hg). Oseana, 10(3), 93-
Febriansyah, dan Rama Adryan yang telah 105.
membantu dalam proses sampling dan analisis di Jaishankar, M., Tseten, T., Anbalagan, N., Mathew, B. B.,
laboratorium. Penulis juga mengucapkan terima & Beeregowda, K. N. (2014). Toxicity, mechanism
kasih kepada reviewer atas masukan untuk and health effects of some heavy metals.
Interdisciplinary Toxicology, 7(2), 60–72.
perbaikan jurnal ini.
Kangkan, A. L. (2006). Studi penentuan lokasi untuk
Daftar Pustaka pengembangan budidaya laut berdasarkan parameter fisika,
kimia dan biologi di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Achparaki, M., Thessalonikeos, E., Tsoukali, H., Thesis. Semarang, Indenesia: Program Studi Magister
Mastrogianni, O., Zaggelidou, E., Chatzinikolaou, F., Manajemen Sumberdaya Pantai, Prgra, Pascasarjana
Vasilliades, N., & Raikos, N. (2012). Heavy metals Universitas Diponegoro.
toxicity. Aristotle University Medical Journal, 39(1), 29- Kotas, J., & Stasicka, Z. (2000). Chromium occurrence in
34. the environment and methods of its speciation.
Affandi, K., Budiman, A., Candra, A., Yulia, M., Environmental Pollution, 107(3), 263–283.
Syawalina, Imansyah, T., Adiosyafri, Apriani, D., https://doi.org/10.1016/S0269-7491(99)00168-2.
Wahyono, H., Catri, D. M., & Pulungan, F. (2016). Laporte, J. M., Truchot, J. P., Ribeyre, F., & Boudou, A.
Perencanaan Tata Guna Lahan Untuk Mendukung (1997). Combined effects of water pH and salinity on
Pembangunan Rendah Emisi di Kabupaten Banyuasin. the bioaccumulation of inorganic mercury and
Pangkalan Balai, Indonesia: Kelompok Kerja methylmercury in the shore crab Carcinus maenas.
Perencanaan Tata Guna Lahan Mendukung Ekonomi Marine Pollution Bulletin, 34(11), 880-893.
Hijau dan Konservasi Biodiversitas (pokja PTGL-
EHKB) Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Lasut, M. T. (2009). Proses bioakumulasi dan biotransfer
Selatan. merkuri (Hg) pada organisme perairan di dalam
wadah terkontrol. Jurnal Matematika dan Sains, 14(3), of cobalamin and microbial community composition.
89-95. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 53(7),
Liu, N., Miao, Y., Zhou, X., Gan, Y., Liu, S., Wang, W., 1535-1545.
& Dai, J. (2018). Roles of rhizospheric organic acids Rusdianasari, R. (2015). Pemetaan kualitas udara di
and microorganisms in mercury accumulation and lingkungan stockpile batubara. In Prosiding Seminar
translocation to different winter wheat cultivars. Nasional Forum in Research, Science, and
Agriculture, Ecosystems and Environment, 258, 104–112. Technology (FIRST) 2015. Politeknik Negeri Sriwijaya,
Lutfi, S. R., Wignyanto, & Kurniati, E. (2018). 27 Oktober 2015 (pp. 27-32)
Bioremediasi merkuri menggunakan bakteri Sari, S. H. J., Kirana, J. F. A., & Guntur. 2017. Analisis
indigenous dari limbah penambangan emas di kandungan logam berat Hg dan Cu terlarut di
Tumpang Pitu, Banyuwangi. Jurnal Teknologi perairan pesisir Wonorejo, pantai timur Surabaya.
Pertanian, 19(1), 15-24. Jurnal Pendidikan Geografi, 22(1), 1-9.
Neustadt, J., & Pieczenik, S. (2007). Toxic-metal Schuhmacher, M., Domingo, J. L., Llobet, J. M., &
contamination: mercury. Integrative Medicine, 6(2), 26- Corbella, J. (1993). Evaluation of the effect of
27. temperature, pH, and bioproduction on Hg
Pawlikowski, M., Szalinska, E., Wardas, M., & Dominik, concentration in sediments, water, molluscs and algae
J. (2006). Chromium originating from tanneries in of the delta of the Ebro river. Science of the total
river sediments: a preliminary investigation from the environment, 134, 117-125.
upper Dunajec River (Poland). Polish Journal of Simanjuntak, M. (2009). Hubungan faktor lingkungan
Environmental Studies, 15(6), 885–894. kimia, fisika terhadap distribusi plankton di perairan
Pramono, G. H. (2008). Akurasi metode IDW dan Belitung Timur, Bangka Belitung. Journal Fish Science,
kriging untuk interpolasi sebaran sedimen 11(1), 31-45.
tersuspensi. Forum Geografi, 22(1), 97-110.
Sembiring, S. M. R., Melki, & Agustriani, F. (2012).
Pratiwi, I. (2017). Analisis tingkat halangan Kualitas perairan muara Sungsang ditinjau dari
produktivitas TLS II di PT. Bukit Asam (Persero) TBK. konsentrasi bahan organik pada kondisi pasang surut.
Journal Industrial Servicess, 3(1), 113-118. Maspari Journal, 4(2), 238-247.
Prasetio, H., Purwiyanto, A. I .S., & Agussalim, A. (2016). Surbakti, H., Isnaini, & Aryawati, R. (2014). Karakteristik
Analisis logam berat timbal (Pb) dan tembaga (cu) massa air di perairan Muara Sungai Banyuasin. Dalam
dalam plankton di muara Banyuasin provinsi Prosiding Seminar Nasional MIPA 2014. Palembang,
Sumatera Selatan. Maspari Journal, 8(2), 73-82. Indonesia, 2 Oktober 2014 (pp. 511-515).
Purnawan, S., Sikanna, R., & Prismawiryanti. (2013). Supriadi, I. H. (2001). Dinamika Estuari Tropik. Oseana,
Distribusi logam merkuri pada sedimen laut di 26(4), 1-11.
sekitar muara sungai Poboya. Online Jurnal of Natural
Suteja, Y., & Dirgayusa, I G. N. P. (2018).
Science, 2(1), 18-24.
Bioaccumulation and translocation of chromium on
Purwiyanto, A. I. S. (2015). Distribusi dan adsorpsi
crabs and mangroves in Mati River estuary, Bali,
logam timbal (Pb) di Muara Sungai Banyuasin,
Indonesia. AACL Bioflux 11(2), 469-475.
Sumatera Selatan. Indonesian Journal of Marine Sciences,
20(3), 153-162. Suyanto, A., Kusmiyati, S., & Retnaningsih, C. (2010).
Residu logam berat ikan dari perairan tercemar di
Purwiyanto A. I. S., Agustriani, F., Putri, W. A. E. &
pantai utara Jawa Tengah. Jurnal Pangan dan Gizi,
Fauziyah. (2018). Water-air CO2 flux estimation in
1(02), 33-38
Banyuasin river estuary, South Sumatera Province,
Indonesia. AES Bioflux, 10(2), 79-86. Tilaar, S. (2014). Analisis pencemaran logam berat di
muara sungai Tondano dan muara sungai Sario
Putranto, T. T. (2011). Pencemaran logam berat merkuri
(Hg) pada air tanah. Teknik, 32(1), 62-71 Manado Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 2(1), 32-
39.
Putri, W. A. E., Bengen, D. G., Prartono, T., Riani, E.
(2016). Accumulation of Heavy Metals (Cu and Pb) In Toole-O'Neil, B., Tewalt, S. J., Finkelman, R. B., & Akers,
Two Consumed Fishes from Musi River Estuary, D. J. (1999). Mercury concentration in coal—
South Sumatera. Indonesian Journal of Marine Sciences, unraveling the puzzle. Fuel, 78(1), 47-54.
21(1), 45-52. Ullrich, S. M., Tanton, T. W., & Abdrashitova, S. A.
Ravichandran, M. (2004). Interactions between mercury (2001). Mercury in the aquatic environment: a review
and dissolved organic matter––a review. Chemosphere, of factors affecting methylation. Critical reviews in
55(3), 319-331. environmental science and technology, 31(3), 241-293.
Regnell, O., Tunlid, A., Ewald, G., & Sangfors, O. (1996). Ulqodry, T. Z., Bengen, D. G., & Kaswadji, R. F. (2010).
Methyl mercury production in freshwater Karakteristik perairan mangrove Tanjung Api-api
microcosms affected by dissolved oxygen levels: role Sumatera Selatan berdasarkan sebaran parameter
lingkungan perairan dengan menggunakan analisis Zulhaniarta, D., Fauziyah, Purwiyanto, A. I. S., &
komponen utama (PCA). Maspari Journal, 1(1), 16-21. Aryawati, R. (2015). Sebaran konsentrasi klorofil-a
Zhang, L., & Wong, M. H. (2007). Environmental terhadap nutrien di Muara Sungai Banyuasin
mercury contamination in China: sources and kabupaten Banyuasin provinsi Sumatera Selatan.
impacts. Environment International, 33, 108–121. Maspari Journal, 7(1), 9-20.
© 2018 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under
the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).