0% found this document useful (0 votes)
60 views14 pages

Tanggapan Peserta Didik Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

The document discusses a study on senior high school students' attitudes toward religious education. The study found that while students generally endorsed religious education, it was not among their most favorite subjects. The 15th most popular out of 22 subjects, religious education was less favored due to difficulties in materials, unconvenient teaching methods, and an emphasis on memorization. However, religious education was seen as positively influencing character building. Most students agreed religious education should be included in national final exams.

Uploaded by

Afdinal Jumadi
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
60 views14 pages

Tanggapan Peserta Didik Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

The document discusses a study on senior high school students' attitudes toward religious education. The study found that while students generally endorsed religious education, it was not among their most favorite subjects. The 15th most popular out of 22 subjects, religious education was less favored due to difficulties in materials, unconvenient teaching methods, and an emphasis on memorization. However, religious education was seen as positively influencing character building. Most students agreed religious education should be included in national final exams.

Uploaded by

Afdinal Jumadi
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 14

TANGGAPAN PESERTA DIDIK TERHADAP

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI SEKOLAH


LANJUTAN TINGKAT ATAS
Qowaid
Peneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia
Jl. MH Thamrin No. 06 Jakarta Pusat
[email protected],

Abstract
Religious education in school holds a great deal of importance, as seen by its basis in judgments and its
important role in society. Yet critics of religious education implementation and practices still appear in society.
Therefore, efforts in searching for weaknesses in religious education in schools are needed, including gathering
information on advantages and disadvantages. The Center of Religious Education Research and Development and
Religious Life has executed a research survey of the variety of senior high school participants’ behavior in the
year 2011. The results of the research indicate that, in general, the participants endorse the religious education
major. Based on the data, the Indonesian language major was the favorite, while the religious education major
was 15th out of 22 major studies. Most of the participants who chose religious education as their favorite cited
the importance of religion in real life and the importance of gaining knowledge of one’s own religion. Religious
education is not among the favorites of participants because of difficulties in the material, the inconvenient way
of in which teachers convey the material, and the lessons which require an abundance of memorization, making
religious education outside school more interesting to study. Outside of school, religious teachers are considered
more convenient, fun, and attractive when conveying knowledge. Religious education, of course, gives positive
effects by building character and encouraging good behavior among the participants. Most of the participants
agree that religious education should become one of the tests in the national final examinations.
Keyword: Participants, Religious Education, Learning.

Abstrak
Pendidikan Agama di sekolah memiliki posisi yang penting, baik dilihat dari landasan yuridis maupun dari
peran strategisnya di masyarakat. Namun demikian, sampai saat ini, masih terdapat sejumlah kritik terhadap
implementasi pendidikan agama di sekolah dan implikasinya bagi kehidupan sosial di sekitarnya. Oleh karena
itu diperlukan upaya terus menerus untuk menemukan berbagai kelemahan Pembelajaran Pendidikan Agama
di Sekolah antara lain melalui penelitian-penelitian untuk memperoleh informasi kelebihan dan kekurangan-
nya. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat pada tahun 2011 telah melaku-
kan penelitian survei tentang Perilaku Keberagamaan Peserta Didik Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Penelitian
ini menghasilkan kesimpulan bahwa umumnya peserta didik menyukai mata pelajaran pendidikan agama.
Berdasarkan urutan mata pelajaran yang disukai ternyata Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran terfavorit
yang dipilih oleh peserta didik, sedangkan mata pelajaran Pendidikan Agama berada di urutan pilihan ke 15
dari 22 mata pelajaran. Sebagian besar peserta didik yang menyukai pelajaran agama beralasan agama san-
gat penting bagi kehidupan dan agama yang dianut wajib hukumnya dipelajari. Alasan tidak suka terhadap
pendidikan agama karena pada pelajaran pendidikan agama terdapat materi yang sulit dipahami, disusul oleh

Naskah diterima 15 Januari 2013. Revisi pertama, 21 Februari 2013. Revisi kedua, 7 Maret 2013 dan revisi
terahir 02 April 2013.

EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013 19

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 19 21/06/2013 9:01:07


Qowaid

faktor cara mengajar guru agama yang tidak menyenangkan, kemudian peserta didik beranggapan bahwa pe-
lajaran agama terlalu banyak hafalan dan pelajaran agama di luar sekolah jauh lebih menarik dibandingkan
di sekolah. Materi pelajaran dan metode mengajarnya memadai, menyenangkan, guru agama dianggap cukup
menguasai pelajaran. Pendidikan Agama berpengaruh positif bagi pembentukan perilaku dan akhlak yang baik
di kalangan peserta didik. Sebagian besar peserta didik setuju jika mata pelajaran Pendidikan Agama diujikan
secara nasional.
Kata Kunci: Peserta Didik, Pendidikan Agama, Pembelajaran

PENDAHULUAN menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan


inter dan antarumat beragama. Selanjutnya
Pendidikan Agama di sekolah memiliki
dise­butkan bahwa (2) Pendidikan agama ber-
posisi yang penting, baik dilihat dari landasan
tujuan untuk berkembangnya kemampuan
yuridis maupun dilihat peran strategisnya di
peserta didik dalam memahami, menghaya-
masyarakat. Secara yuridis konstitusional lan-
ti, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang
dasan tersebut terdapat pada Undang-Undang
menye­rasikan penguasaannya dalam ilmu
Dasar 1945, Undang-Undang No 20 tahun 2003
penge­tahuan, teknologi dan seni.3
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan ber-
bagai peraturan lainnya. Pada Undang-Undang Dalam konteks yang lebih luas, maka pen-
Dasar 1945 di antaranya tercantum pada Pasal didikan di Indonesia merupakan bagian dari
31 ayat 3 yang menyebutkan bahwa Pemerin- upaya mewujudkan cita-cita bangsa untuk
tah mengusahakan dan me­nye­­lenggarakan mencerdaskan warga negara, mencip­takan
satu sistem pendidikan nasional, yang mening- kesejahteraan umum, dan melaksanakan ke-
katkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak tertiban dunia sebagaimana tertuang dalam
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan Preambul UUD 1945. Ikhtiar untuk mencer-
bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang.1 ­daskan kehidupan bangsa dan menciptakan
kesejahteraan umum dapat ditempuh antara
Selanjutnya dalam Undang-Undang No 20
lain melalui pendidikan, yang di dalam konsti-
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasio-
tusi dinyatakan sebagai salah satu ben­tuk hak
nal, antara lain disebutkan pada pasal 12 ayat
asasi manusia yang harus dipenuhi negara.
1a yang berbunyi bahwa “Peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan Namun demikian, sampai saat ini, ma-
pendidikan agama sesuai aga­ma yang dianut- sih terdapat sejumlah kritik terhadap pem-
nya”. Beberapa pasal lain­nya juga terdapat ­belajaran Pendidikan Agama, termasuk Pen-
pada Undang-undang tersebut.2 Empat tahun ­di­dikan Agama Islam. Berbagai kelompok
kemudian terbitlah Peraturan Pemerintah masyarakat menyoroti atau mengkritik imple-
Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 ten- mentasi pendidikan agama di sekolah dan im-
tang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Di da- plikasinya pada kehidupan sosial di sekitarnya.
lamnya antara lain ditetapkan beberapa prin- Pendidikan agama di sekolah-sekolah masih
sip pendidikan agama di sekolah. Pada Pasal 2 belum berhasil secara maksimal, kalau tidak
ayat (1) disebutkan bahwa Pendidikan agama dikatakan telah gagal mencapai tujuan pendi-
berfungsi membentuk manusia Indonesia yang dikan agama, sebagaimana sajian ringkas be-
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang rikut ini.
Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu Ketua MUI yang juga Rais Aam Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Sahal
1
Landasan lainnya juga terdapat pada Pembukaan
(Preambul) UUD 1945, Pasal31 ayat 5, Pasal 28E (1), Pasal
28J(2), Pasal 29 ayat (1), (2). 3
Landasan lainnya antara lain yang terdapat pada
2
Landasan lainnya adalah Pasal 1, ayat 1, dan 2, Pasal-pasal lainnya, antara lain Pasal 4 dan 5.Peraturan
Pasal 3, Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan
Nasional. Agama dan Keagamaan.

20 EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 20 21/06/2013 9:01:07


Tanggapan Peserta Didik Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

Mahfudz4, menilai bahwa pendidikan agama dan, alokasi jumlah jam peserta didikan pada
di sekolah selama ini ternyata belum bisa mata pelajaran pendidikan agama dan akhlak
mempengaruhi sistem etika dan moral peserta mulia kurang memadai.6
didik. Kegagalan pendidikan agama di sekolah
Berbagai persoalan seputar pendidikan
terjadi karena yang berlaku selama ini bukan
agama tersebut bukan tidak disadari oleh pe-
pendidikan agama melainkan pengajaran
merintah. Di dalam rumusan kebijakan, yang
agama. Prinsip pendidikan agama seharusnya
saat itu bernama Direktorat Jenderal Kelem-
merupakan upaya menginternalisasikan nilai
bagaan Agama Islam, (sekarang ber­nama: Di-
agama pada peserta didik sehingga mereka
rektorat Jenderal Pendidikan Islam) di bidang
dapat memahami dan menerapkan nilai agama
Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam di-
dalam kehidupan sehari-hari.
sebutkan bahwa kesen­jangan antara kesema-
Haidar Bagir5—cendekiawan muslim, pen- rakan kehidupan beragama di satu pihak dan
­diri sekolah Lazuardi—menyatakan bahwa perilaku sosial yang betentangan dengan nor-
pen­didikan agama kita telah gagal. Agama ma agama di lain pihak, kerapuhan etika dan
diper­lakukan sebagai kumpulan simbol-sim- nilai-nilai agama serta kelemahan sendi-sendi
bol yang harus diajarkan kepada anak didik moralitas agama telah sampai pada taraf yang
dan diulang-ulang, tanpa memikirkan korelasi memprihatinkan. Perilaku korupsi, krimina-
antara simbol-simbol ini dengan kenyataan litas, perjudian, perilaku asusila, peredaran
dan aktivitas kehidupan di sekeliling mereka. dan pemakaian narkoba dan perilaku permisif
Dalam hal pemikiran, para peserta didik kerap yang tidak lagi meng­indahkan adab kesopanan
dibombardir dengan serangkaian norma le- merupakan bukti rendahnya kualitas penge-
galistik berdasarkan aturan-aturan fikih yang tahuan, pema­haman, dan pengamalan ajaran
telah kehilangan ruh moralnya. Proses pen- agama oleh masyarakat pemeluknya.
didikan yang baik harus menggarap seka­ligus
Rendahnya kualitas keberagamaan terse­
ketiga ranah tersebut. Haidar me­nge­mukakan
­but berkait erat dengan pendidikan agama di
dua aspek yang menjadi sebab utama gagalnya
semua jenjang yang dinilai belum optimal bagi
pendidikan agama Indonesia. Pertama, karena
pengembangan pribadi, watak, dan akhlak mu-
pendidikan agama selama ini masih berpusat
lia peserta didik. Belum optimal­­nya pendidik-
pada hal-hal yang bersifat simbolik, ritualis-
an agama di sekolah tersebut disebabkan an-
tik dan legal-formalistik. Kedua, pendidikan
tara lain oleh muatan kuriku­lum yang kurang
agama di Indonesia dinilai gagal karena meng-
komprehensif (lebih meni­tikberatkan pada
abaikan syarat-syarat dasar pendidikan yang
masalah-masalah keakhi­ratan), keterbatasan
mencakup tiga ranah kognitif, afektif dan psi-
dana, sarana dan pra­­­­­sa­rana, lemahnya pengua-
komotorik.
saan materi dan meto­­do­logi pengajaran, belum
Puslitbang Pendidikan Agama dan Ke- optimal­nya ke­giatan belajar mengajar, serta
agamaan Badan Litbang dan Diklat telah belum mema­dai­nya jumlah dan mutu tenaga
melakukan kajian Peraturan dan Perundang- kependidikan.7
undangan Pendidikan Agama pada Sekolah.
Direktorat PAIS sendiri telah menginven-
Telaah isi terhadap peraturan perundangan
­tarissasi sejumlah kekurangan dan telah, se-
menyimpulkan beberapa persoalan antara lain
bahwa kurikulum Pendidikan Agama terlalu 6
Qowaid bersama Ahmad Habibullah dkk. 2008.
menitikberatkan pada penguatan domain pe- Kajian Peraturan Dan Perundang-Undangan Pendidikan
­ngetahuan (kognitif), dan kurang pada ranah Agama Pada Sekolah.Jakarta: PT Pena Citasatria, h.
sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotor); 159.
7
Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam. 2002.
4
Harian Kompas. 2003. “Pendidikan Agama di Sekolah Buku KebijakanDirektur Jenderal Kelembagaan Agama
Dinilai Gagal”. 31 Mei 2003. Islam di Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan
5
Haidar Bagir. 2003.“Gagalnya Pendidikan Agama”, Islam. Jakarta:Direktur Jenderal Kelembagaan Agama
Harian Kompas, Jum’at 28 Februari 2003. Islam, h.11.

EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013 21

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 21 21/06/2013 9:01:07


Qowaid

­ ang serta terus melakukan perbaikan, baik


d Kerangka Konseptual
pada tataran landasan berupa peraturan mau-
Pendidikan Agama di Sekolah adalah
pun lingkup operasionalnya. Di dalam Ren-
pen­­didikan yang memberikan penge­tahuan
cana Strategis Direktorat Pendidikan Agama
dan membentuk sikap, kepriba­dian dan kete-
Islam Pada Sekolah Tahun 2010 – 2014 antara
­rampilan peserta didik dalam me­ng­­a­ma­l­kan
lain dinyatakan bahwa selama ini pendidikan
ajaran agama, yang dilak­sana­kan sekurang-ku-
Agama Islam di sekolah masih belum mampu
rangnya melalui mata pela­jar­an pada semua ja-
memperlihatkan hasil yang memuaskan dalam
lur, jenjang, dan jenis pendi­dikan. Penyebutan
pencapaian pelbagai tujuan tersebut baik pada
pendidikan agama ini di­maksudkan agar aga-
peserta didik yang masih berada pada umur
ma dapat dibe­la­jar­kan secara lebih luas dari
interval proses pembelajaran maupun setelah
sekedar mata pelajaran/kuliah agama. Pendi-
menjadi alumni dan berkiprah di lapangan ker-
dikan Agama dengan demikian sekurang-ku-
ja komunitasnya. Hal ini dapat diindikasikan
rangnya perlu ber­ben­tuk mata pelajaran/mata
dari semakin maraknya konflik antar agama,
kuliah Pendi­dikan Agama untuk menghindari
gejala fundamentalisme dan radikalisme yang
ke­mung­kinan peniadaan pendidikan agama di
kian menguat, disorientasi moral relijius di
suatu satuan pendidikan dengan alasantelah
masyarakat, serta konflik sosial yang melibat-
dibe­lajarkan secara terintegrasi. Ketentuan
kan berbagai elemen agama dalam menyikapi
terse­but ter­utama pada penyelenggaraan pen-
realitas yang ada.8
­didikan formal dan pendidikan kesetaraan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya terus
Pendidikan Agama di sekolah merupakan
menerus dan berkelanjutan dalam menemukan
bagian dari proses pembelajkaran. Pembe-
berbagai kelemahan Pembelajaran Pendidikan
­lajaran pada dasarnya adalah proses penam-
Agama di Sekolah antara lain melalui peneliti-
­bahan informasi dan kemampuan baru yang
an untuk memperoleh informasi kelebihan dan
harus dimiliki peserta didik. Dalam konsep
kekurangannya. Salah satunya adalah mencari
dan proses pembelajaran, paling tidak terda-
informasi mengenai tanggapan peserta didik
pat strategi, metode, pendekatan, model, tek-
terhadap penyelenggaraan Pendidikan Agama
nik, dan taktik.9 Strategi adalah perencanaan
di sekolah.
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
Tulisan atau penelitian ini bertujuan didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
untuk mengetahui tanggapan peserta didik tertentu. Metode adalah cara yang digunakan
ter­hadap penyelenggaraan Pendidikan Agama untuk merealisasikan strategi yang telah dite-
di sekolah. Secara lebih rinci tujuannya adalah tapkan. Adapun pendekatan adalah titik tolak
untuk mengetahui tanggapan atau pendapat atau sudut pandang terhadap proses pembela-
peserta didik tentang tingkat ke-suka-an atau jaran yang sifatnya masih umum. Teknik ada-
ketertarikan baik terhadap Pendidikan Agama lah cara yang dilakukan seseorang dalam rang-
beserta alasannya, pendapat terhadap kemam- ka mengimplementasikan metode, sedangkan
puan guru dalam memberikan pelajaran dan taktik adalah gaya seseorang dalam melaksa-
metodenya, tingkat kepuasan terhadap peng- nakan suatu teknik atau metode ter­tentu yang
ajaran guru agama di sekolah, pengaruh pendi- sifatnya lebih individual. Peserta didik adalah
dikan agama terhadap pembentukan perilaku anggota masyarakat yang ber­usaha mengem-
(akhlak mulia) peserta didik, dan pendapat bangkan potensi diri melalui proses pembe-
peserta didik bila pendidikan agama dijadikan lajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
Ujian Nasional. jenis pendidikan tertentu.10
9
Wina Sanjaya. 2012. Strategi Pembelajaran Berori-
Imam Tholkhah. 2010. Rencana Strategis Direktorat
8 entasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana, h. 126
Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Tahun 2010 – 2014. Ja- – 129.
karta:Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian 10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Agama RI., h. 4-5. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1

22 EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 22 21/06/2013 9:01:08


Tanggapan Peserta Didik Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

Dalam proses pembelajaran, posisi peser- sebagaimana dikutip oleh Djumiko,12 lingkung-
­ta didik sangat penting, di samping posisi dan an dapat menjadi stimulus atau rangsangan
peranan guru, kurikulum, sarana dan prasara- terhadap proses kejiwaan yang menghasilkan
na, serta berbagai aspek pendidikan lainnya. pola perilaku tertentu. Perilaku adalah ungka-
Sentral layanan pendidikan di sekolah ada pan kebutuhan internal di dalam diri manusia
pada peserta didik. Semua kegiatan yang ada di yang berada di lingkungan ssosial fisik terten-
sekolah, baik yang berkenaan dengan manaje- tu yang meru­pakan unsur internal. Perilaku di
men pengajaran, tenaga kependidikan, sarana balik sikap, tanggapan dan tindakan manusia
dan prasarana, keuangan hubungan sekolah sangat diten­tukan oleh persepsi dan kepriba-
dengan masyarakat maupun layanan kusus diannya.
pendidikan, diarahkan agar peserta didik men-
dapatkan pelayanan yang baik.
METODE
Oleh karena itu, mengetahui tanggapan
peserta didik dalam proses pembelajaran juga Puslitbang Pendidikan Agama dan Keaga-
penting. Dengan adanya informasi tentang maan Badan Litbang dan Diklat pada tahun
tanggapan peserta didik maka akan lebih je- 2011 telah melakukan survei tentang Perilaku
las kondisi Pendidikan Agama di sekolah. Bila Keberagamaan Peserta didik SLTA (SMA, SMK,
tanggapan peserta didik cenderung negatif MA) di Pulau Jawa dan Sulawesi.13 Penelitian
maka informasi tersebut dapat dijadikan ba- ini dilakukan dengan menggunakan pendekat-
han sebagai upaya perbaikan pembelajaran an kuantitatif. Target populasi yang menjadi
Pendidikan Agama di sekolah. sasaran penelitian adalah seluruh peserta didik
sekolah SLTA (SMA, SMK dan MA) di seluruh
Tanggapan adalah mengingat kembali propinsi di Pulau Jawa dan Sulawesi.
sesuatu yang pernah diamati, merupakan
gambaran ingatan dari sesuatu pengamatan. Pemilihan responden dilakukan secara
Tanggapan merupakan pengalaman kembali acak bertingkat (stratified random sampling)
atau pengahajatan kembali bekas-bekas yang dengan sasaran 12 propinsi seluruh pulau Jawa
diterima dahulu dari pengamatan, yang seka- dan Sulawesi, yaitu dengan rincian sejumlah
rang digambarkan kembali dalam kesadaran. 133 kabupaten/kota terpilih (terdiri dari 103
Jadi tanggapan ialah bekas atau gambaran dari Kabupaten dan 30 Kota), sejumlah 201 sekolah
sesuatu pengamatan, yang tinggal dalam diri terpilih (SMA, SMK dan MA), dan terdiri dari
seseorang sehingga menjadi gambaran ingat- sejumlah 804 peserta didik terpilih secara acak
an.11 proporsional. Besaran toleransi kesalahan
margin of error (MoE) sebesar 3,45% pada ting-
Tanggapan peserta didik bisa saja dipe- kat kepercayaan 95% dengan proporsi gender
­ngaruhi oleh kondisi internal, juga bisa dipe- sebesar 50:50.
ngaruhi oleh faktor eksternal, ling­kungannya.
Hubungan manusia dengan ling­kungan seki- Selanjutnya untuk dapat memperoleh
tarnya merupakan suatu jalinan transactional data penelitian yang terpercaya, dilakukan
interdependency atau terjadi saling ketergan- pengacakan secara bertingkat dimulai dari
tungan satu sama lain. Manusia mempengaruhi tingkat kabupaten/kota, sekolah/madrasah,
lingkungannya, untuk selan­jutnya lingkungan hingga peserta didik secara proporsional.
akan mempengaruhi ma­nusia, demikian pula
terjadi sebaliknya. Menurut John Nimpuno, 12
Djumiko. “Hubungan Timbal Balik antara Peng-
huni dengan Lingkungannya”. Jurnal Teknik Sipil Dan
Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Pembangunan
ayat 4. Surakarta. Vol 8. Desember 2010. (12 A), 3-4.
Putra. Kaharuddin Eka, dkk. Definisi tanggapan http:
11 13
Tim Peneliti. 2011. Studi Perilaku Keberagamaan
//kumpulanmakalahdanartikelpendidikan. blogspot. Peserta didik SMA, SMK dan Madrasah Aliyah (MA) di Pulau
com/2011/02/tanggapan-menurut-psikologi-umum. Jawa dan Sulawesi. Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama
html, diakes 26 maret 2013, h. 1. dan Keagamaan, h. 22.

EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013 23

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 23 21/06/2013 9:01:08


Qowaid

Prosedur pengacakan di tingkat kabupaten/ bangsa tertentu di Indonesia. Pengakuan res-


kota upaya menjaga kualitas hasil wawancara ponden survei ini umumnya selain sebagai
sebelumnya. Diharapkan dengan spot check ini warga negara Indonesia, adalah juga merasa
tidak terjadi kesalahan berarti, baik dari segi dekat sebagai suku Jawa dinyatakan oleh se-
metodologis maupun dari segi substansi data ­jumlah 44,8%, sebagai suku Sunda 22,7%, Ma-
yang diperlukan. dura sejumlah 6%, Bugis 5,1%, Betawi 3,4%, Go-
rontalo 1,2%, Buton sejumlah 1,2%, Makassar
Tabel 1. Akurasi Sampel Terhadap Populasi Berdasar 1,2%, Luwu, 0.9%, Toraja, 0,9%, Tionghoa 0,9%,
Pemeluk Agama Melayu 0,9%, Kaili 0,7%, Minahasa 0,7%, serta
BPS 2010-AGAMA SURVEI-AGAMA-2011 Selisih Keterangan lainnya 9,4%. Berdasarkan urutan rangking
suku terbanyak hingga terkecil komposisi pe-
Islam 92,42 Islam 92,8 -0,4
serta didik menurut suku-bangsa telah se­suai
Protestan 4,7 Protestan 5,2 -0,5
dengan data BPS (Badan Pusat Statistik).
Katholik 1,46 Katholik 1,1 0,4

Hindu 0,44 Hindu 0,6 -0,2


Valid
Artinya komposisi suku etnik antara data
dari BPS dan hasil survei ini tidak berbeda,
Buddha 0,64 Buddha* 0 0,6
atau masih dalam rentang margin error. Khusus
Lainnya 0,34 Konghuchu 0,2 0,1
untuk pengakuan etnik Jawa dari kalangan
*Sekolah bercirikan agama Buddha menolak disurvei. peserta didik tergambar menurun jika diban-
­dingkan dengan data BPS yang ada, yaitu men-
capai 50,99% atau terpaut selisih dengan hasil
HASIL DAN PEMBAHASAN survei ini sebesar 6,2%. Barangkali pen­jelasan
Responden yang menjadi sumber data yang bisa disampaikan adalah karena adanya
dalam penelitian ini adalah peserta didik SLTA persilangan atau kawin campur yang dilaku-
seluruh pulau Jawa dan Sulawesi yang terca- kan orang tuanya menyebabkan status anak
tat dalam database sekolah di website Dapodik menjadi merasa bukan bagian dari salah satu
Kemendiknas RI pada bulan Juni 2011 sebagai suku bangsa tertentu, atau karena terlahir di
panduan primary sampling survei. Berikut di- wilayah tertentu sebagai pendatang yang telah
jelaskan karakteristik responden berdarkan lama membaur sehingga merasa sulit menen-
sosio-demografi yang ada, sekaligus data di- tukan untuk menjadi suku bangsa yang mana,
­maksud menjadi cerminan populasi peserta dan atau alasan lainnya yang belum ditelusuri
didik SLTA secara lebih luas. secara mendalam dalam survei ini.
Karakteristik pertama, adalah pada usia Karakteristik peserta didik SLTA ketiga
responden yang berkisar antara 16-17 tahun adalah berdasarkan agama yang dianut. Survei
sebesar 73.7%, selebihnya pada ≥18 tahun se- ini mendapatkan data sejumlah 92,8% adalah
jumlah 19%, dan yang berusia ≤15 tahun sejum- beragama Islam, sejumlah 5,2% menyatakan
lah 7,1%. Sasaran responden survei ini memang beragama Protestan, beragama Katholik 1,1%,
ditujukan khusus untuk peserta didik SLTA Hindhu 0,6%, dan Konghucu sebanyak 0,2%.
kelas 11 (dua) dan kelas 12 (tiga). Karenanya Keterbatasan survei ini adalah tidak mampu
terlihat sebagian besar adalah pada usia 16-18 menjaring sebaran peserta didik SLTA yang
tahun. Tetapi, sehubungan kendala teknis la- beragama Buddha sehubungan sekolah terpilih
pangan dan keunikan masing-masing sekolah/ yang kebetulan bercirikan agama Buddha me-
madrasah maka didapatkan beberapa respon- ­nolak untuk disurvei. Namun demikian karak-
den yang terpilih dari kelas 10 (satu) sehingga teristik sampel beradasarkan kategori agama
ditemukan dalam hasil kategori usia peserta ini telah memiliki akurasi yang tepat sesuai
didik yang berusia 15 tahun atau kurang. data BPS (Badan Pusat Statistik) sehingga dari
segi ketepatan sampel dapat dikatakan telah
Karakteristik peserta didik SLTA kedua
mencerminkan populasi.
adalah pada aspek kedekatan dengan suku

24 EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 24 21/06/2013 9:01:08


Tanggapan Peserta Didik Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

Dari segi pekerjaan, diperoleh latar bela­ dan perhatian peserta didik dalam mengikuti
k­ ang orang tua peserta didik umumnya ada- dan menyikapi pendidikan agama. Artinya
lah masih dominan bekerja sebagai petani/ seberapa serius tanggapan peserta didik SLTA
peter­nak/nelayan sejumlah 32%. Selanjutnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama,
be­kerja di sektor perdagangan 22,7%, bidang apa tanggapan mereka terhadap para pengajar
industri 20,7% dan Jasa sebanyak 17%, serta se- pendidikan agama, dan pandangan peserta
lebihnya lainnya 7,6%. Bidang pekerjaan orang didik terhadap kemungkinan diberlakukannya
tua yang terungkap dalam survei ini secara ujian nasional untuk mata pelajaran pendidik-
umum telah memiliki kesesusaian dengan data an agama.14
yang dirilis BPS (Badan Pusat Statistik) untuk
Pertama, responden dimintakan penda-
pulau Jawa dan Sulawesi.
pat tingkat ke-suka-an atau tingkat keterta-
Latar belakang lainnya yang penting juga rikan mereka terhadap mata pelajaran pen-
untuk diungkap dari responden adalah pen- didikan agama. Dari data yang ada terungkap
­didikan orang tua peserta didik. Pernyataan bah­wasanya sejumlah 61,9% menyatakan suka
yang disampaikan kepada responden adalah de­­ngan mata pelajaran pendidikan agama, dan
“apa tingkat pendidikan terakhir orang tua/wali sebanyak 30,9% menyatakan sangat suka de-
yang membesarkan Anda?” Data yang terung- ngan mata pelajaran pendidikan agama. Selan-
kap dari survei ini menyebutkan bahwasanya jutnya terdapat 5,9% responden me­nya­takan
orang tua peserta didik yang berpendidikan kurang suka dengan mata pela­jaran pendidik-
se­kolah dasar (SD)/sederajat sejumlah 33,3%, an agama, dan 1,1% me­nyatakan tidak suka
ber­­pendidikan SLTA/sederajat sejumlah 28%, dengan mata pelajaran pendidikan agama,
bependidikan SLTP/Sederajat sejumlah 15,1%, dan 0,2% menyatakan tidak jawab. Ini berarti
bependidikan perguruan tinggi/tamat S1 umumnya peserta didik SLTA menyukai mata
sejumlah 9,6%, bahkan ada juga yang tidak pelajaran pendidikan agama.
sekolah sejumlah 2,4%. Dari data tersebut me­­
­nunjukkan bahwa selain atensi orang tua pe- Grafik 1. Seberapa Suka Anda terhadap Mata Pelajaran
serta didik SLTA terhadap pendidikan sa­ngat Pendidikan Agama (PA) di sekolah? (%)
tinggi, barangkali adalah dampak dari program 70 61.9
wajar dikdas 9 tahun, yaitu wajib be­lajar hing- 60
ga SLTA. 50
40
Berdasarkan data di atas terungkap bah- 30.9
­wa latar belakang pendidikan orang tua pe­ 60

­ser­ta didik sangat beragam dari semua jenis 20


5.9
pendidikan, hingga yang belum sekolah/tidak 10
1.1 0.2
sekolah juga turut serta menyekolahkan anak- 0
Tidak Suka Kurang Suka Suka Sangat Suka
anaknya hingga ke jenjang pendidikan SLTA .
Kondisi ini barangkali mengindikasikan par-
­tisipasi warga dalam pendidikan sangat tinggi, Kedua, pertanyaan berikutnya adalah ba-
selain upaya pemerintah untuk pe­nuntasan gaimana jika mata pelajaran pendidikan agama
wajib belajar juga makin intensif. diperbandingkan dengan mata pela­jaran lain-
nya. Artinya responden ditanya mata pelajaran
Salah satu aspek yang diteliti adalah yang apa yang paling disukai di sekolah. Jawabnya
berkaitan dengan berbagai pandangan atau terungkap bahwasanya sekurangnya terdapat
tanggapan peserta didik terhadap Pendidikan 22 mata pelajaran di sekolah disebut atau
Agama di Sekolah, yang antara lain berkaitan dinyatakan oleh responden. Jika diurutkan
dengan atensi berupa tanggapan peserta didik maka diperoleh data bahwa yang paling disu-
terhadap Pendidikan Agama di sekolah. Dalam kai adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia
hal ini difokuskan pada tingkat keseriusan
14
Ibid., hlm 60 - 71

EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013 25

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 25 21/06/2013 9:01:08


Qowaid

(14,7%), kemudian Matematika (11,2%), Bahasa Grafik 2. jika Anda suka/sangat suka terhadap pelajaran
Inggris (9%), Penjaskes/Olahraga (6,2%), Bio- Pendidikan Agama di sekolah, sebutkan alasan paling
logi (4,6%), Fiqh (4,5%), Kimia (4,1%), Bahasa utama! (%) N=745
Arab (3,9%), Ekonomi (3,7%), Geografi (3,6%), 70 62.7
Sejarah (3,5%), Kesenian (2,9%), Sosiologi 60
(2,7%), Fisika (2,7%), Pendidikan Agama Islam/ 50
PAI (2,5%), Komputer (2,4%), Al Qur’an Hadist 40
(1,9%), Akutansi (1,7%), Agama (1,6%). 28.1
60
Berdasarkan urutan di atas, dapat dike- 20
t­ ahui bahwasanya Bahasa Indonesia menjadi 10 1.3 1.1
mata pelajaran terfavorit yang dipilih oleh
0
peserta didik SLTA. Diantara sepuluh mata Agama sangat penting
bagi kehidupan
Agama wajib
dipelajari
Cara mengajar guru
menyenagkan
Lainnya

pelajaran yang dipilih paling tervaforit adalah


(1). Bahasa Indonesia, (2). Matematika, (3). Survei ini selanjutnya menanyakan alas-
Bahasa Inggris, (4). Penjaskes/ Olahraga, (5). an sukaatau tertarik terhadap mata pelajaran
Biologi, (6). Fiqh, (7). Kimia, (8). Bahasa Arab, pendidikan agama. Alasan yang diajukan un-
(9). Ekonomi, dan (10). Geografi. Sementara tuk dipilih diantaranya adalah agama sangat
untuk mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama penting bagi kehidupan, agama wajib dipela-
Islam) terungkap sebagai urutan pilihan ke 15 jari, cara mengajar guru yang menyenangkan
dari semua jawaban responden yang terjaring. dan alternatif jawaban lainnya, yaitu diberikan
Perbandingan di atas menunjukkan ting- jawaban terbuka/bebas berupa apa saja alasan
­kat keterpilihan mata pelajaran yang paling lain yang diberikan responden.
disukai oleh responden. Ini berarti bahwa se- Terungkap dari data lapangan bahwa
mua mata pelajaran di sekolah pada prinsip­nya sebagian besar peserta didik (62.7%) yang me-
disukai oleh responden, tetapi jika diminta ­nyukai pelajaran agama beralasan karena aga-
untuk memilih mata pelajaran yang paling ­ma sangat penting bagi kehidupan. Sebanyak
disukai akan didapatkan uraian sebagaimana 28.1% peserta didik menjelaskan karena agama
disampaikan di atas. yang dianut wajib hukumnya diajarkan. Hanya
Memahami pendidikan agama bukan pi- 4.8% peserta didik yang mengatakan alasan
lihan pertama atau sekurangnya bukan sebagai suka karena faktor cara guru mengajar yang
5 (lima) pilihan yang pertama barang­kali didu- dianggapnya menyenangkan. Dan faktor lain-
ga karena mata pelajaran agama tidak diuji- ­nya sejumlah 4,4%.
kan secara nasional dibanding mata pela­jaran Data di atas menunjukkan tingginya
Bahasa Indonesia, Matematika dan Bahasa kesa­­daran peserta didik akan pentingnya pela-
Inggris serta Biologi. Atau malah mem­berikan ­jaran agama bagi kehidupan. Kesadaran akan
makna bahwa memang mata pelajaran pendi- pentingnya pelajaran agama menjadi penting
dikan agama adalah mata pelajaran yang sulit untuk ini sebenarnya adalah modal untuk
dalam pelaksanaannya. men­jadikan pelajaran agama sebagai sara­na
Lepas dari benar atau tidak asumsi di da­lam membentengi peserta didik dari penga-
atas, terdapat suatu kondisi di mana peserta ­ruh-pengaruh sosial yang negatif.
didik tidak diberikan kesempatan untuk me- Alasan dimaksud juga memberikan mak-
nolak satu mata pelajaran tertentu yang tidak ­ a bahwa pelajaran pendidikan agama di­sukai
n
disukai atau kurang disukai atau yang tidak karena agama bersifat normatif dan sekaligus
diinginkannya untuk diikuti. Karena itu dapat mendasar, yakni pendidikan agama adalah ma-
dipahami semua pelajaran pasti akan disukai teri yang harus dipelajarani. Berbe­da misalnya
oleh responden. dengan mata pelajaran lain yang kemungkinan

26 EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 26 21/06/2013 9:01:08


Tanggapan Peserta Didik Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

alasannya adalah karena senang berhitung Jadi, menurut peserta didik materi pendidikan
misalnya, bersifat minat dan bakat, atau alasan agama di sekolah dalam kategori cukup dan
untuk menguatkan keahlian bi­dang tertentu memadai sehingga tidak perlu untuk ditambah
yang dipandang sesuai dengan cita-citanya atau dikurangi lagi.
kelak. Pendidikan agama menjadi sesuatu yang
Sebagai bentuk evaluasi untuk guru mata
tak terpisahkan dalam diri peserta didik, dan
pelajaran pendidikan agama ditanyakan juga
karenanya menjadi suka untuk diajarkan.
dalam survei ini terkait penilaian peserta didik
Data di muka juga menunjukkan bahwa terhadap kemampuan guru agama da­lam me-
terdapat 5,9% peserta didik yang menyatakan nerangkan atau menjelaskan pendi­dikan aga-
kurang suka, dan sebanyak 1,1 % menytakan ma di sekolahnya. Diungkap oleh responden,
tidak suka terhadap pendidikan agama di bahwasanya sebanyak 65.2% pe­serta didik me-
sekolah. Ini berarti terdapat 7 % peserta di- ngatakan bahwa guru aga­ma dipandang sudah
dik yang menyatakan tidak suka dan kurang cukup jelas dalam me­ne­­rangkan pelajaran pen-
suka terhadap pendidikan agama di sekolah. didikan agama di sekolahnya. Bahkan, 28.8%
Meski prosentasenya hanya 7% peserta didik peserta didik me­nga­­takan guru agama mereka
SLTA, namun alasan ketidaksukaan dan ke­ku- sudah sangat jelas dalam mengajar pendidikan
­rangsukaan mereka terhadap pelajaran pen- agama. Hanya sedikit saja peserta didik yang
­didikan agama penting untuk diketahui dan mengatakan bahwa guru agama mereka tidak
dijelaskan. Kebanyakan peserta didik (32.7%) atau kurang memiliki kemampuan dalam me-
menjelaskan bahwa pada pelajaran agama nerangkan pelajaran agama (6%). Dengan kata
terdapat materi yang sulit dipahami, disusul lain, secara umum tidak ada persoalan yang se-
oleh faktor cara mengajar guru agama yang rius terkait persoalan kompetensi guru agama
tidak menyenangkan (21.8%). Jumlah yang ti- di sekolah.
dak jauh berbeda ada pada alasan peserta didik
Hal yang sama disampaikan peserta didik
bahwa pelajaran agama terlalu banyak hafalan
dalam metode guru agama ketika me­ne­rangkan
(18.2%) dan alasan bahwa pelajaran agama di
pelajaran pendidikan agama. Penga­kuan res-
luar sekolah jauh lebih menarik dibandingkan
ponden menyebutkan ketika ditanya, seberapa
di sekolah (16.4%). Hanya 1.8% peserta didik
menyenangkan cara guru dalam menerangkan
yang beralasan bahwa pelajaran agama tidak
pelajaran agama, sebagian be­sar peserta didik
wajib diajarkan.
(59.5%) mengaku cara guru agama mereka
Alasan ketidaksukaan peserta didik terha- cukup menyenangkan dalam menerangkan
­ ap pelajaran agama tersebut di atas dapat
d pelajaran agama. Bahkan, 32.4% peserta didik
menjadi bahan evaluasi yang sangat penting mengaku sangat menyenangkan guru mereka
bagi para pemangku kepentingan pelajaran dalam menerangkan pelajaran pendidikan aga-
pen­didikan agama untuk dapat memperbaiki ma di sekolahnya. Hanya sedikit peserta didik
materi dan metode pengajaran pendidikan (8%) yang mengatakan kurang menyenangkan
agama sehingga dapat lebih maksimal lagi pe- atau tidak menyenangkan da­lam menerangkan
nyerapan dan penerimaan pelajaran agama di pelajaran pendidikan agama di sekolahnya.
sekolah.
Untuk penguasaan mata pelajaran pendi-
Dari aspek jumlah materi misalnya, ­ ikan agama di sekolah menurut pengakuan
d
tang­­­gapan peserta didik umumnya sudah peserta didik, sebagian besar guru agama
meng­­anggap cukup dan memadai, sebagian mereka sudah cukup menguasai dan bahkan
besar peserta didik menjawab bahwa jumlah sangat menguasai dalam mengajar. Sebanyak
materi pelajaran agama di sekolah sudah cu- 53.1% peserta didik mengatakan guru agama
kup (77.8%). Hanya sedikit peserta didik yang sangat menguasai materi pelajaran pendidikan
men­jawab jumlah materi pelajaran agama ter- agama, dan sebanyak 44.1% yang mengatakan
­lalu banyak (8.3%) atau terlalu sedikit (13.6%). cukup menguasai. Jadi, dalam penilaian peser-

EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013 27

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 27 21/06/2013 9:01:08


Qowaid

ta didik, guru sudah cukup menguasai materi survei ini juga menjaring jawaban dalam kutub
pelajaran pendidikan agama. Sebagaimana da- ekstrim yang menyatakan bahwa pelajaran
ta-data tentang kompetensi guru sebelumnya agama tidak berpengaruh terhadap pemben-
bahwa tidak ada persoalan pada kemampuan tukan akhlak sosial peserta didik diungkap
guru agama mereka dalam hal penguasaan ma- oleh sejumlah 2.7% dan yang berpendapat ku-
teri pelajaran pendidikan agama. Hanya sedikit rang berpengaruh sebanyak 4%.
peserta didik (2.4%) yang mengatakan bahwa
guru agama mereka kurang menguasai materi Grafik 4. Menurut Anda, seberapa berpengaruh PA di
pelajaran pendidikan agama. sekolah pada pembentukan akhlak/perilaku Anda dan
teman-teman? (%)
Hal yang cukup menarik dari penelitian 70
ini terkait dengan gagasan untuk meng-UN kan 58.2
60
mata pelajaran Pendidikan Agama (PA) yang
sempat menimbulkan kontroversi cukup hangat 50
di kalangan praktisi dan pengamat pendidikan. 40 35.1
Survei ini menemukan bahwa dalam perspek- 60
tif peserta didik SLTA, sebagian besar, yakni 20
76,3% ternyata setuju jika mata pelajaran PA
10 4
diujikan secara nasional. Data ini sekaligus me- 2.7
0
nepis pandangan dari sebagian kalangan yang Tidak Berpe- Kurang Cukup Sangat
ber­keberatan terhadap peng-UN-an PA dengan ngaruh Berpengaruh Berpengaruh Berpengaruh
alasan peserta didik akan merasa keberatan dan Aspek penting-tidaknya pendidikan juga
bahkan cenderung menolak. dapat dilihat dari perbandingan antara ke­san
pendidikan agama di dalam sekolah dan di luar
Grafik 3. Seberapa Setuju Anda dengan Rencana sekolah. Berdasarkan data yang di­da­­patkan da-
Kebijakan Pemerintah untuk Melaksanakan Ujian
Nasional untuk PA? (%) lam survei ini, umumnya yang menga­­ku pendi-
dikan agama di sekolah lebih ber­kesan diban-
70 dingkan pendidikan di luar sekolah sebanyak
57.7
60 37.1%. Sebaliknya, 21.2% peserta didik meng-
50 aku pendidikan agama di luar sekolah jauh le-
40 bih berkesan dibanding di sekolah. Di sisi lain,
terdapat 38.5% peserta didik yang mengaku
60
18.5
sama pengaruhnya pendi­dikan agama baik di
20 16.8
sekolah maupun di luar sekolah.
10 7
Membaca hasil data di atas tampaknya
0
Tidak Stuju Kurang Setuju Cukup Setuju Sangat Setuju perlu hati-hati, meski terlihat secara umum
bahwa pendidikan agama di dalam sekolah
Dari aspek penting-tidaknya pendidikan lebih berkesan dibanding pendidikan agama
agama bagi peserta didik SLTA, pengakuan di luar sekolah. Hal tersebut karena kita tidak
responden terlihat positif. Artinya, secara bisa memberlakukan data mereka yang me-
umum pendidikan agama berpengaruh positif nyatakan “pendidikan agama di luar sekolah
bagi pembentukan perilaku dan akhlak yang dan di dalam sekolah sama berkesannya” seba-
baik di kalangan peserta didik SLTA. Pengaruh gai bagian dari “pendidikan di dalam sekolah
pelajaran pendidikan agama di sekolah terha- lebih berkesan” atau menjadi bagian dari “pen-
dap pembentukan akhlak sosial peserta didik didikan agama di luar sekolah lebih berkesan”.
diakui oleh peserta didik sangat besar (58.2%). Sebab penyataan “pendidikan agama di dalam
Sebagian lainnya berpendapat bahwa pendi- sekolah lebih berkesan dibanding di luar seko-
dikan Agama dirasakan cukup berpengaruh lah” hanya 37,1%, selebihnya tidak. Ini berarti
terhadap akhlak/perilaku (35.1%). Namun, pendidikan agama luar sekolah masih dipan-

28 EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 28 21/06/2013 9:01:09


Tanggapan Peserta Didik Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

dang sangat penting. Konsekuensi lainnya ada- bahkan taktik yang sesuai dengan kondisi saat
lah bahwa persetujuan responden bahwa pen- ini, agar tercapai tujuan pendidikan agama di
didikan aga­ma di sekolah dipandang sangat sekolah sebagaimana termaktub dalam bebe-
penting ditin­jau dari aspek kuantitas masih rapa landasan yang ada, mulai dari UUD 1945,
kurang signfikan. Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan
sejumlah Peraturan lainnya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pene-
­lusuran terhadap unsur lain dari Pendidikan Model pembelajaran tersebut mengako-
Agama itu sendiri. Dalam hal ini adalah Guru ­ odasi sejumlah permasalahan yang dihadapi
m
Pendidikan Agama pada sekolah, khususnya Pendidikan Agama Islam di sekolah, antara
kompetensi guru dan sarana pembelajaran lain dengan mengintegrasikan berbagai kegi-
untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan atan seperti kegiatan belajar mengajar (KBM),
yang ada. Puslitbang Penda dan Keagamaan kegiatan mentoring yang melibatkan secara
juga telah melakukan penelitian tentang kom- aktif GPA dan peserta didik sekolah yang ber-
petensi Guru Pendidikan Agama Islam pada sangkutan, serta kegiatan mandiri, dalam satu
SMA. Penelitian tentang profil kompetensi sistem penilaian yang komprehensif. Dengan
guru pendidikan agama Islam pada SMA meng- demikian, pembelajaran di kelas, di sekolah,
ambil sampel GPAI SMAN pada enam kota di rumah, dan di masyarakat ter­pantau seca-
besar Bandung, DKI Jakarta, Makassar, Medan, ra lebih terukur oleh Guru Pen­didkan Agama
Semarang, Surabaya. Hasilnya adalah nilai sesuai dengan tujuan pembe­lajaran. Strategi
kompetensi Proses Belajar Mengajar 52,23, pembelajarannya lebih banyak berorientasi
kompetensi Pengukuran dan Evaluasi 43,15, pada peserta didik.
kompetensi penguasaan materi 81,21, dan
Untuk dapat melaksanakannya, diper-
kompetensi individual dan sosial 83,92. Hal
l­ ukan Guru Pendidkan Agama yang profesional
demikian menunjukkan bahwa nilai rata-ra-
dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
ta pengetahuan pengelolaan proses belajar
tugasnya. Oleh karena itu, peningkatan kom-
mengajar (PBM) dan pengetahuan pengukuran
­petensi Guru Pendidkan Agama hendaknya
dan evaluasi (PE) dalam kategori kurang. Ada-
selalu terus diupayakan yang dimulai dengan
pun penguasaan materi peserta didikan PAI,
menelusuri aspek yang paling rendah atau
kompetensi individual dan sosial GPAI SMA
kecil tingkat kompetensinya. Dalam hal ini,
dalam kategori baik.15
telah dilakukan beberapa penelitian tentang
Artinya, kelemahan atau kekurangan uta- kompetensi Guru Pendidkan Agama, baik seca-
ma GPAI adalah dalam aspek pengelolaan pro- ra khusus maupun bagian dari penelitian yang
ses belajar mengajar dan evaluasinya, terma- lebih luas.
suk di dalam metodenya. Hal demikian tidak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jauh berbeda dengan hasil penelitian tentang
kele­mahan guru terutama pada aspek metode
kompetensi guru pendidikan agama Islam di
pem­belajaran dan evaluasinya. Hal itu dapat
berbagai daerah yang dilakukan beberapa ta-
berimplikasi pada kurang maksimalnya pem-
hun sebelumnya.
­belajaran. Selanjutnya akan berpengaruh ter-
Oleh karena itu diperlukan sejumlah ino- ­hadap tingkat keberhasilan Guru Pendidkan
vasi agar kualitas pembelajaran pendidikan Agama dalam membentuk anak didik sesuai
agama semakin meningkat, sebagai bagian prinsip dan tujuan pembelajaran Agama pada
dari revitalisasi dan peningkatan kualitas sekolah. Bahkan tidak menutup kemungkinan
pendidikan agama di sekolah. Diperlukan mo- para peserta didik lebih tertarik menerima
del, pendekatan, strategi, metode, teknik, dan pendidikan agama di lingkungan sekolah bu-
kan dari GPA mereka, tetapi berasal dari orang
15
Qowaid, dkk. 2003. Profil Guru Pendidikan Agama di lain yang isinya berupa nilai-nilai yang tidak
Sekolah Umum.Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan, h. 81 – 82.

EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013 29

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 29 21/06/2013 9:01:09


Qowaid

sejalan dengan tujuan Pendidikan Agama pada dengan pembelajaran agama di sebuah ruang-
Sekolah. an atau tempat tertentu.
Selanjutnya diperlukan sejumlah inovasi Dengan demikian, prinsip pendidikan
agar tercapai maksud tersebut. Puslitbang Pen- agama di sekolah yang dilaksanakan secara
didikan Agama dan Keagamaan telah beberapa interaktif, inspiratif, menyenangkan, menan-
kali melaksanakan lomba inovasi pembelajar- ­tang, mendorong kreativitas dan keman­dirian,
an Pendidikan Agama Islam di Se­kolah. Ha- serta menumbuhkan motivasi untuk sukses
silnya antara lain diperoleh sejum­lah metode hidup semakin terpenuhi.19
pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang
inovatif yang salah satu hasilnya adalah dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik.16 PENUTUP
Salah satu variabel yang banyak ber- Kesimpulan
­ engaruh terhadap keinovatifan tersebut
p
1. Umumnya pelajar SLTA menyukai mata
ada­lah sikap kemandirian. Hasil penelitian
pelajaran pendidikan agama. Namun,
ter­hadap tenaga fungsional Penyuluh Agama
mata pelajaran PA (Pendidikan Agama)
Islam memperlihatkan bahwa kemandirian
berada di urutan pilihan ke 15 dari 22
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
mata pelajaran di SLTA. Sebagian besar
inovasi tenaga fungsional Penyuluh Agama
peserta didik yang menyukai pelajaran
Islam.17 Temuan tersebut kemungkinan dapat
agama beralasan karena agama sangat
diterapkan untuk meningkatkan kualitas pem-
penting bagi kehidupan. Sebagian lainnya
­belajaran Pendidikan Agama di sekolah.
beralasan karena agama yang dianut wa-
Disamping meningkatkan kualitas metode jib hukumnya dipelajari. Sebagian peserta
pembelajaran juga perlu ditingkatkan keleng- didik yang mengatakan alasan suka kare-
­kapan sarana prasarana media pembelajaran na faktor cara guru mengajar yang diang-
agar sesuai dengan Standar Nasional Pendidik- gapnya menyenangkan.
an (SNP).18Dalam hal ini, pembelajaran berba-
2. Alasan tidak suka terhadap pendidikan
sis ICT (Information Communication Technology)
agama karena pada pelajaran pendidikan
sangat diperlukan.
agama terdapat materi yang sulit dipa-
Untuk itu, sarana prasarana seperti La- ­hami, disusul oleh faktor cara mengajar
boratorium Pendidikan Agama yang baik perlu guru agama yang tidak menye­nangkan,
dipertimbangkan keberadaanya. Labo­ratorium kemudian peserta didik beranggapan
merupakan wahana yang dibuat untuk mem- bahwa pelajaran agama terlalu banyak
permudah menyampaian materi yang terkait hafalan dan alasan bahwa pelajaran aga-
ma di luar sekolah jauh lebih menarik
dibandingkan di sekolah, serta sebagian
kecil peserta didik beralasan bahwa pela-
Qowaid dkk. 2007. Inovasi Pembelajaran
16

Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Pena Citasatria, h. jaran agama tidak wajib dipelajari.
8 – 25. 3. Peserta didik umumnya menganggap bah-
17
Qowaid. 2010. Keinovatifan Dalam Penyuluhan ­wa materi pelajaran Pendidikan Agama
Agama Islam Di Provinsi DKI Jakarta. Dialog, Jurnal
Penelitian dan Kajian Keagamaan . Tahun XXXIII No 70. cukup memadai. Sebagian besar peserta
(119-138). didik berpendapat bahwa cara mengajar
18
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun guru agama dan penggunaan metodenya
2005 disebutkan bahwa lingkup Standar Nasional cukup menyenangkan. Guru dianggap
Pendidikan meliputi: standar isi; standar proses; standar
kompetensi lulusan; standar pendidik dan tenaga
kependidikan; standar sarana dan prasarana; standar
19
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
pengelolaan; standar pembiayaan;dan standar penilaian Nomor 55 Tahun 2007. Pasal 5 ayat (7).
pendidikan

30 EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 30 21/06/2013 9:01:09


Tanggapan Peserta Didik Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

cu­kup menguassai pelajaran Pendidikan aspek pelaksanaan Pendidikan Agama di


Agama. sekolah, maka hal itu agar diteruskan,
4. Pelajaran pendidikan agama berpengaruh bahkan ditingkan kualitasnya.
positif bagi pembentukan perilaku dan
akhlak yang baik peserta didik. SUMBER BACAAN
5. Sebagian besar peserta didik setuju jika Bagir. Haidar 2003. “Gagalnya Pendidikan Aga-
mata pelajaran Pendidikan Agama di se- ma”, Harian Kompas, Jum’at 28 Februari
­ko­lah diujikan secara nasional. 2003.
Direktur Jenderal Kelembagaan Agama Islam
Rekomendasi (2002):Buku KebijakanDirektur Jenderal
1. Dalam hal adanya anggapan bahwa ma- Kelembagaan Agama Islam di Bidang Pendi-
­teri Pendidikan Agama di sekolah sulit dikan Agama dan Keagamaan Islam. Jakarta,
dipahami oleh peserta didik, maka dari Direktur Jenderal Kelembagaan Agama
segi materinya disarankan agar ditulis- Islam.
ulang dengan bahasa yang sederhana dan Djumiko. (2010) “Hubungan Timbal Balik an-
mudah dicerna oleh peserta didik. Dalam tara Penghuni dengan Lingkungannya”.
menyusun, di samping meli­bat­­kan pe- Jurnal Teknik Sipil Dan Arsitektur, Fakultas
nulis yang secara substansi mengua­sasai Teknik Universitas Pembangunan Surakarta.
materi, juga dilibatkan ahli Bahasa Indo- Vol 8. Desember. (12 A).
nesia yang baik atau penulis yang telah
berpengalaman. Harian Kompas. 2003. “Pendidikan Agama di Se-
kolah Dinilai Gagal”, 31 Mei 2003
2. Dalam hal adanya anggapan peserta didik
bahwa faktor cara mengajar guru agama Qowaid, dkk. (2003): Profil Guru Pendidikan Aga-
yang tidak menyenangkan, maka disaran- ma di Sekolah Umum. Jakarta, Puslitbang
kan agar kemampuan cara menga­jar guru Pendidikan Agama dan Keagamaan.
ditingkatkan baik dengan pendidikan ----------. (2007). Inovasi Pembelajaran Pendidikan
dan pelatihan (diklat), pendi­dikan secara Agama Islam. Jakarta, Pena Citasatria.
khusus, maupun dengan belajar sambil
bekerja (mengajar) dengan bimbingan ----------. ( 2008):Kajian Peraturan Dan Perun-
khusus. dang-Undangan Pendidikan Agama Pada Se-
kolah. Jakarta, PT Pena Citasatria.
3. Dalam hal ini, disarankan agar sarana
pembelajaran yang up to date sangat di- ---------- (2010): “Keinovatifan Dalam Penyu-
­perlukan seperti penggunaan dan pe­man- luhan Agama Islam Di Provinsi DKI Jakar-
­faatan teknologi informasi. Guru dilatih ta. Dialog, Jurnal Penelitian dan Kajian Keaga-
agar terampil memanfaatkan sarana ter- maan . Tahun XXXIII No 70. (119-138).
­sebut. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007
4. Karena sebagian besar peserta didik setu- tentang Pendidikan Agama dan Keagama-
ju apabila Pendidikan Agama di sekolah an.
di UN kan maka ada baiknya USBN atau Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
ujian sekolah berstandar nasional (belum tentang Standar Nasional Pendidikan.
sampai pada UN) yang saat ini masih dila-
Putra. Kaharuddin Eka, dkk. Definisi tanggapan
kukan pada sebagian kecil sekolah dapat
http: //kumpulanmakalahdanartikelpen-
diperluas.
didikan. blogspot.com/2011/02/tanggap-
5. Terhadap aspek tanggapan peserta didik an-menurut-psikologi-umum.html, dia-
yang dinilai positif terhadapa berbagai kes 26 maret 2013.

EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013 31

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 31 21/06/2013 9:01:09


Qowaid

Tholkhah. Imam (2010): Rencana Strategis Wina, Sanjaya. (2012): Strategi Pembelajaran
Direktorat Pendidikan Agama Islam Pada Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Ja-
Sekolah Tahun 2010 – 2014. Jakarta, Direk- karta, Kencana.
torat Jenderal Pendidikan Islam Kemen-
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
terian Agama RI.
20 Tahun 2003 tntang Sistem Pendidik-
Tim Peneliti. (2011):Studi Perilaku Keberagama- an Nasional, Pasal 1 ayat 4.
an Peserta didik SMA, SMK dan Madrasah
Undang-undang Republik Indonesia Nomor
Aliyah (MA) di Pulau Jawa dan Sulawesi.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidik-
Jakarta, Puslitbang Pendidikan Agama
an Nasional.
dan Keagamaan.

32 EDUKASI Volume 11, Nomor 1, Januari-April 2013

Edukasi_v11_n1_2013_(A4) isi set2.indd 32 21/06/2013 9:01:09

You might also like