0% found this document useful (0 votes)
49 views13 pages

Ringkasan Skripsi Siti Fatimah Sasindo 14

This document summarizes a student's research on the Adilulah manuscript held at the National Library of Indonesia. The manuscript discusses Islamic law in the Islamic Mataram kingdom. The student analyzed the manuscript using philological theory and content analysis. Based on this, the manuscript contains information on important elements of the religious legal system in Mataram, including four cases - lying, debt, theft, and fighting. It also discusses efforts to prove cases, such as witnesses. The study aims to preserve cultural heritage and provide insights into the development of Indonesia's legal system.

Uploaded by

Imas Dewi
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
49 views13 pages

Ringkasan Skripsi Siti Fatimah Sasindo 14

This document summarizes a student's research on the Adilulah manuscript held at the National Library of Indonesia. The manuscript discusses Islamic law in the Islamic Mataram kingdom. The student analyzed the manuscript using philological theory and content analysis. Based on this, the manuscript contains information on important elements of the religious legal system in Mataram, including four cases - lying, debt, theft, and fighting. It also discusses efforts to prove cases, such as witnesses. The study aims to preserve cultural heritage and provide insights into the development of Indonesia's legal system.

Uploaded by

Imas Dewi
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 13

TATA HUKUM ISLAM DI KERAJAAN MATARAM ISLAM

DALAM NASKAH ADILULAH


(Suntingan Teks dan Analisis Isi)

Siti Fatimah
NIM 13010114130088

Program Studi Sastra Indonesia


Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro
Semarang

E-mail: [email protected]

Abstract

The Adilulah Manuscript is a Javanese manuscript of Brandes collections which


are currently saved in the National Library of the Republic of Indonesia in Jakarta
with the BR 56 call number. Currently, the manuscript condition worsened. This is
marked by the discoloration of paper and ink that has faded in several parts of the
manuscript, and this condition is the reason for the need for research on the
manuscript. In addition, the existence of this study aims to create and present
descriptions, edit text and make translations of the text Adilulah and reveal the
contents of the text Adilulah. This study used two theories, namely the theory of
philology and content analysis. Stages in the philological theories include data
collection, description text, transliteration, and edits the text that contains the
results of editing and translation. Later stages in the content analysis involve
determining the unit of analysis, sampling, and recording/ recording data.
Based on the content analysis results Adilulah, concluded that the
manuscript contains Adilulah system of Islamic law in the Islamic Mataram
kingdom. The rules of Islamic law contained in the Adilulah text include important
elements in the religious justice system, namely: kings, prosecutors, rulers, and
patih. Then Adilulah manuscript also contains four lawsuits, namely: first about the
act of lying, the explanation of this case include the terms for those who lie and
punishment for the person. Second, the case includes accounts payable terms and
penalties for those who are late paying the debt. Third, the case of stealing, the
explanation includes categories for thieves and people involved, as well as
penalties for both. Fourth, fighting cases whose explanations include categories for
people who fight. In addition to discussing the judicial system and legal cases, the
manuscript also discusses efforts to prove a case which includes witnesses in a case
and categories of people who cannot be trusted.

Keywords: Adilulah, Philology, Content Analysis, Islamic Law, Islamic Mataram.


PENDAHULUAN Upaya penjagaan naskah kuno oleh generasi
A. Latar Belakang saat ini dapat dilakukan salah satunya
Naskah merupakan bentuk kearifan lokal dengan cara mengadakan penelitian
yang diwariskan para leluhur kepada terhadap naskah tersebut. Penelitian ini
masyarakat Indonesia masa kini. Kepala dapat berupa pengungkapan nilai-nilai
Perpustakaan Nasional RI dalam pidato penting yang terkandung dalam naskah
pengantarnya pada buku “Prosiding kuno, tujuannya agar dapat dimanfaatkan
Seminar Naskah Kuna Nusantara (Pangan kembali oleh masyarakat yang
dalam Naskah Kuna Nusantara)” (Isyanti, bersangkutan. Hal inilah yang saat ini
2013: 1) menjelaskan, sudah sejak lama penulis upayakan terhadap salah satu naskah
masyarakat Indonesia memiliki dan kuno yang tersimpan di Perpustakaan
menerapkan berbagai pengetahuan, Nasional Republik Indonesia (PNRI) yang
wawasan, norma, dan nilai dalam menyikapi berjudul Adilulah.
berbagai persoalan dalam kehidupannya, hal Adilulah merupakan naskah Jawa yang telah
ini yang kemudian disebut sebagai kearifan didigitalisasikan oleh PNRI dengan nomor
lokal. Kearifan lokal ini oleh para leluhur panggil BR 56. Naskah ini berbahasa Jawa,
dituangkan dalam bentuk rekaman tertulis beraksara Arab pegon dan terdiri dari 22
berupa naskah-naskah melalui tradisi tulis halaman dengan 14 baris di setiap
yang berkembang saat itu. lembarnya. Saat ini naskah Adilulah dalam
Indonesia memiliki warisan berupa naskah kondisi kurang baik. Kertas naskah telah
kuno atau manuskrip yang sangat banyak. berwarna kecoklatan, lapuk akibat
Saat ini tidak kurang dari 5000 naskah keasaman, dan berlubang akibat ngengat.
dengan 800 teks tersimpan di museum dan Lembaran-lembaran naskah pun mulai lepas
perpustakaan di luar negeri (Baried, dkk. dari kurasnya dan beberapa bagian naskah
1994: 09). Baried, dkk. menambahkan, tinta mulai pudar. Kondisi inilah yang
bahwa selama ini beberapa naskah tersebut menjadi salah satu alasan penulis untuk
telah banyak diteliti dengan studi filologi. meneliti naskah Adilulah.
Studi filologi yang diterapkan selama ini Berdasarkan informasi yang terdapat dalam
mengikuti pandangan yang berlaku di katalog online milik PNRI, naskah yang
Eropa, khususnya di negeri Belanda. menjadi salah satu koleksi Brandes ini berisi
Pengertian fiologi mengikuti pengertian teks yang menjelaskan permasalahan
sebagaimana yang ada di negeri Belanda, hukum di kerajaan Mataram. Hukum yang
ialah studi mengenai kebudayaan yang termuat dalam naskah ini didasarkan pada
didasarkan pada bahan tertulis dengan perintah Allah SWT, yang kemudian
tujuan mengungkapkan informasi masa diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
lampau yang terkandung di dalamnya. Hukum inilah yang kemudian disebut
Sistem kerja filologi sendiri sebagai hukum Islam.
dilatarbelakangi oleh anggapan atau harapan
tentang adanya nilai-nilai, hasil budaya Pembaruan hukum yang terjadi di Indonesia
masa lampau yang diperlukan dalam selama ini masih bercermin pada tata hukum
kehidupan masa kini yang terkandung yang berlaku di negara lain. Padahal
dalam naskah-naskah lama. pembaruan juga dapat dilakukan dengan
cara mempelajari kembali sejarah
Pentingnya nilai-nilai yang terkandung terbentuknya hukum serta perubahan yang
dalam naskah kuno mengharuskan generasi terjadi dalam perkembangannya. Menurut
saat ini untuk merawat warisan budaya Anafah (2011: 2), dengan mempelajari
tersebut. Naskah yang telah berusia puluhan sejarah hukum diharapkan dapat memberi
bahkan ratusan tahun itu terancam punah masukan bagi para pakar hukum dalam
jika tidak dijaga dengan baik dan benar. menata kembali tata hukum di Indonesia.

2
Hal ini yang kemudian menjadi alasan lain lapangan juga penulis lakukan sebelumnya
penulis meneliti naskah Adilulah. Dengan di Museum Rangga Warsita Semarang,
membaca dan memahami naskah Adilulah, Museum Radya Pustaka Surakarta,
pembaca khususnya yang bergelut di bidang Perpustakaan Reksa Pustaka Pura
hukum akan mengetahui nilai-nilai penting Mangkunagaran Surakarta, Museum
kaitanya tentang hukum, khususnya hukum Masjid Agung Jawa Tengah, Yayasan
Islam yang berlaku di kerajaan Mataram Sastra Lestari Surakarta, dan Perpustakaan
Islam, sehingga dapat dijadikan acuan Masjid Agung Solo, akan tetapi penulis
dalam melakukan pembaruan tata hukum di tidak menemukan naskah yang sama
Indonesia. Berdasarkan latar belakang dengan naskah Adilulah. Kemudian untuk
tersebut penulis tertarik untuk mengangkat mendapatkan data pendukung tentang
judul penelitian “Tata Hukum Islam di pernaskahan, penulis melakukan studi
Kerajaan Mataram Islam dalam Naskah pustaka baik secara online maupun
Adilulah (Suntingan Teks dan Analisis Isi)”. langsung.
Berdasarkan proses pengumpulan
B. Metode Penelitian data yang telah penulis lakukan, data dapat
Dalam meneliti naskah Adilulah penulis dibagi menjadi dua kategori yaitu data
melakukan tiga tahap penelitian, yaitu primer dan data sekunder. Data primer di
pengumpulan data, analisis data, dan sini berupa naskah Adilulah yang tersimpan
penyajian analisis data, yang dijelaskan di PNRI, sedangkan data sekunder berupa
buku, hasil penelitian, atau sumber-sumber
sebagai berikut:
tertulis lainnya yang berhubungan dengan
1. Pengumpulan Data objek kajian maupun teori yang digunakan.
Pengumpulan data merupakan langkah
awal dalam proses penelitian, termasuk 2. Analisis Data
dalam penelitian filologi. Pengumpulan Setelah melalui tahap pengumpulan data,
data atau bisa disebut inventarisasi, tahap selanjutnya yaitu analisis data.
merupakan tahap memperoleh objek Dalam penelitian ini, naskah Adilulah
penelitian beserta informasi-informasi yang merupakan objek kajian dianalisis
pendukung dalam proses penelitian. menggunakan dua teori yaitu teori filologi
Menurut Hidayati (2016: 16), proses dan teori analisis isi.
pengumpulan data ditempuh melalui dua a. Analisis secara filologis
cara, yaitu studi pustaka dan studi lapangan. Analisis menggunakan teori filologi
Studi pustaka yaitu cara kerja penelitian penulis gunakan untuk membersihkan
dengan cara mencari data lewat buku-buku naskah dari kesalahan yang ada.
dan sumber-sumber tertulis yang Sebelum mengungkapkan nilai-nilai yang
berhubungan dengan pernaskahan. terkandung dalam sebuah naskah, terlebih
Sedangkan studi lapangan, dalam dulu peneliti melakukan tahap-tahap
penelitian dilakukan di museum atau penelitian filologi agar naskah dapat
perpustakaan dan penelitian di kalangan dibaca dengan baik. Tahapan-tahapan
masyarakat. dalam penelitian filologi menurut
Penulis dalam tahap ini terlebih Djamaris (2002: 10-19) ada enam, yaitu:
dahulu melakukan studi pustaka melalui 1) Pengumpulan data
katalog online milik Perpustakaan Nasional 2) Deskripsi naskah
Republik Indonesia (PNRI), setelah 3) Pertimbangan dan pengguguran
mendapatkan objek dari studi pustaka naskah
berupa naskah dengan judul Adilulah, 4) Penentuan naskah yang asli atau
barulah penulis melakukan studi lapangan naskah yang berwibawa (autoritatif)
ke PNRI guna melihat kondisi yang 5) Transliterasi
sebenarnya dari naskah tersebut. Studi 6) Suntingan teks

3
Pada tahap pengumpulan data ditempuh untuk naskah yang sifatnya sakral.
melalui studi pustaka dan studi lapangan. Metode ini dilakukan dengan cara
Studi pustaka dilakukan dengan cara menyajikan teks seteliti-telitinya tanpa
mendata koleksi naskah Adilulah yang melakukan perubahan, tekniknya melalui
ada di perpustakaan universitas, museum, fotografi. Sedangkan metode standar
maupun koleksi pribadi. Dalam hal ini, dilakukan dengan cara mentransliterasi
penulis menemukan naskah Adilulah dari teks, membetulkan teks dari kesalahan-
hasil studi pustaka secara online di laman kesalahan yang ada, membuat catatan
opac.perpusnas.go.id. perbaikan, memberi komentar, membagi
Tahap selanjutnya, ialah deskripsi teks dalam beberapa bagian, dan
naskah. Deskripsi naskah penting menyusun daftar kata sukar (Djamaris,
dilakukan untuk memudahkan tahap 2002: 24). Dalam hal ini penulis memilih
penelitian selanjutnya berupa metode standar sebagai dasar
pertimbangan (recentio), penguguran penyuntingan naskah Adilulah, karena
(eliminatio) dan kolasi (collatio), naskah Adilulah bukan termasuk naskah
perbandingan naskah (Djamaris, 2002: sakral.
11). Namun dalam penelitian ini, penulis
tidak menerapkan tahap 3 dan 4 pada b. Analisis Isi
naskah Adilulah karena sampai saat ini Proses analisis isi dalam bidang sastra
penulis belum menemukan naskah yang memiliki syarat-syarat yang harus
sama, sehingga penulis menganggap dipenuhi sebelum melalui prosedur
bahwa naskah tersebut merupakan naskah penelitian analisis isi. Syarat-syarat
tunggal. tersebut menurut Endraswara (2008: 162),
Setelah melakukan pengumpulan yaitu: 1) teks sastra perlu diproses secara
data serta deskripsi naskah, tahap sistematis, menggunakan teori yang telah
selanjutnya ialah transliterasi. dirancang sebelumnya, 2) teks tersebut
Transliterasi merupakan tahap penyalinan dicari unit-unit analisis dan dikategorikan
naskah dari aksara satu ke aksara yang sesuai acuan teori, 3) proses analisis harus
lain. Naskah Adilulah ditulis mampu menyumbangkan ke pemahaman
menggunakan aksara pegon yang teori, 4) proses analisis mendasarkan pada
kemudian oleh penulis disalin deskripsi, 5) analisis dilakukan secara
penggunakan aksara Latin. Sesudah kualitatif. Selanjutnya objek penelitian
melakukan proses transliterasi, penulis melalui prosedur penelitian analisis isi
juga melakukan proses translasi, yaitu (Endraswara, 2008: 162-163), sebagai
proses alih bahasa, dari bahasa Jawa ke berikut:
bahasa Indonesia. Tujuan dari proses ini
ialah, agar pembaca lebih mudah 1) Penentuan Unit Analisis
memahami naskah Adilulah. Proses ini mengharuskan peneliti untuk
Tahap terakhir dalam penelitian membaca karya sastra secara cermat.
terhadap naskah Adilulah ialah suntingan Pembacaan secara berulang-ulang
teks. Pada dasarnya suntingan teks akan membantu peneliti mengadakan
dibedakan menjadi dua, yaitu suntingan data, kemudian dari bacaan itu dipilah-
teks untuk naskah tunggal dan suntingan pilah ke dalam unit kecil, agar mudah
teks untuk naskah jamak. Karena naskah dianalisis. Unit-unit tersebut
Adilulah merupakan naskah tunggal, selanjutnya ditulis kembali dalam kartu
maka penulis menggunakan suntingan data dan disiapkan terjemahannya.
teks untuk naskah tunggal. Pada suntingan Penerjemahan ini akan membantu
teks naskah tunggal terdapat dua metode, peneliti dalam klasifikasi.
yaitu metode diplomatik dan metode
standar. Metode diplomatik digunakan 2) Penentuan Sampel

4
Proses penentuan sampel dapat naskah, suntingan teks dan terjemahan
ditempuh dengan dua cara. Pertama, naskah. Kemudian, penelitian dilanjutkan
penentuan sampel multistage menggunakan analisis isi.
(bertahap), proses ini digunakan jika Berdasarkan analisis isi
objek yang diteliti cukup kompleks. disimpulkan, bahwa naskah Adilulah secara
Kedua, penentuan sampel berstrata, keseluruhan membahas hal-hal yang
proses ini dapat ditempuh dengan berkaitan dengan hukum Islam. Hal-hal
tahap-tahap seperti: menentukan tahun tersebut dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
terbit, tema, genre, dan sebagainya. sistem peradilan agama, perkara-perkara
hukum, dan pembuktian suatu perkara.
3) Perekaman/ Pencatatan Data Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai
Proses pencatatan data merupakan berikut:
masalah pokok dalam analisis isi.
Dalam melakukan pencatatan, telah A. Sistem Peradilan Agama
disertai seleksi data atau reduksi data, Sebelum pengaruh Islam masuk di kerajaan
yaitu data-data yang tidak relevan Mataram, telah lebih dulu berkembang
dengan konstruk penelitian sistem peradilan berdasarkan ajaran Hindu.
ditinggalkan. Sedangkan data yang Saat itu dalam sistem peradilan, perkara
relevan diberi penekanan (garis bawah/ dibagi menjadi dua bagian, yaitu: perkara
penebalan), agar memudahkan peneliti yang menjadi urusan raja disebut sebagai
menentukan indikator. perkara pradata, dan perkara yang bukan
urusan raja disebut sebagai perkara padu.
3. Penyajian Analisis Data Dalam perkara pradata peradilannya
Tahap terakhir dalam penelitian terhadap dipimpin oleh raja. Kemudian setelah Islam
naskah Adilulah berupa penyajian analisis masuk, Sultan Agung yang memimpin saat
data. Dalam hal ini penulis menyajikan itu mengambil kebijakan dengan mengisi
hasil dari analisis data menggunakan lembaga yang telah ada dengan prinsip-
metode deskriptif. Metode deskriptif prinsip keislaman. Hal ini terwujud dalam
merupakan langkah penyajian objek atau perubahan peradilan pradata menjadi
suatu hal sedemikian rupa, sehingga objek peradilan surambi. Dalam peradilan
itu seolah-olah berada di depan mata kepala surambi, wewenangnya masih sama seperti
dan seakan-akan para pembaca tersebut peradilan pradata, hanya saja ketua
melihat langsung objeknya (Keraf, 1995: peradilannya ditangan penghulu dan
16). Hasil analisis data yang didapatkan didampingi beberapa ulama sebagai
penulis kemudian disajikan dalam bentuk anggota majelis. Peradilan ini berfungsi
laporan hasil penelitian. Hal ini dilakukan sebagai nasehat bagi Sultan dalam
dengan mengikuti tata cara penulisan dan mengambil keputusan (Halim, 2000: 36).
penyusunan skripsi yang berlaku di Sistem peradilan surambi seperti
Fakultas Ilmu Budaya Universitas yang dijelaskan di atas menjadi salah satu
Diponegoro. Tata cara penulisan dan hal yang dibahas dalam naskah Adilulah.
penyusunan skripsi ini terdapat pada buku Dijelaskan bahwa, dalam sistem peradilan
Buku Pedoman, Pembimbing, dan terdiri atas empat unsur penting, yaitu raja,
Konsultasi Penulisan Skripsi, Jurusan jaksa, penghulu, dan manteri. Keempat
Sastra Indonesia (2012). unsur ini dijelaskan dalam naskah Adilulah
halaman 2.
PEMBAHASAN Empat susunan dalam sistem
Naskah Adilulah diteliti menggunakan dua peradilan yang disebutkan dalam naskah
teori, yaitu teori filologi dan analisis isi. Adilulah di atas, dua diantaranya diterapkan
berdasarkan penelitian menggunakan teori di kerajaan Mataram Islam. Hamzani
filologi, didapatkan hasil berupa deskripsi (2017: 163), menjelaskan bahwa kekuasaan

5
politik Islam dapat dilihat pada model melakukan perbuatan melawan hukum,
penyelenggaraan pemerintahan masing- yang mana perbuatan tersebut dapat
masing. Sebagai contoh, Mataram Islam merugikan diri sendiri maupun orang lain
menerapkan tiga serangkai jabatan dalam dan telah diatur dalam suatu undang-
pengelolaan negara, yaitu raja, patih, dan undang tertentu (Fajar, 2016: 38). Sanksi-
penghulu (qadhi). Hal ini dapat dijadikan sanksi ini termuat dalam naskah Adilulah
sebagai salah satu bukti, bahwa naskah halaman 2 yang menjelaskan, bahwa orang
Adilulah memang diterapkan di kerajaan yang berbohong pada awalnya akan
Mataram Islam selain penyebutan mendapatkan sanksi sosial berupa
“Kerajaan Mataram” dalam naskah. hilangnya kepercayaan masyarakat. Jika
orang tersebut masih berbohong maka
B. Perkara-perkara Hukum dalam dikenai sanksi pidana berupa kurungan
Naskah Adilulah penjara selama satu tahun, serta membayar
Perkara-perkara yang dijelaskan dalam denda sebanyak lima ratus ribu.
naskah Adilulah adalah sebagai berikut: 2. Hutang Piutang
1. Berbohong Hutang piutang menurut Purnama
Naskah Adilulah menjelaskan beberapa (2015:23), merupakan transaksi yang
perkara, yang pertama mengenai orang dilakukan oleh pihak yang memberikan
yang berbohong (Adilulah, hal. 1). harta baik berupa uang maupun barang
Dijelaskan bahwa, jika ada orang yang kepada pihak yang berhutang, dan pihak
membicarakan keadilan, sedangkan yang berhutang menerima sesuatu tersebut
keadilan yang dibicarakan tersebut tidak dengan perjanjian dia akan mengembalikan
sesuai dengan fakta, maka bagi orang yang atau membayar harta tersebut dalam jumlah
mengetahui kebohongan tersebut sebaiknya yang sama tanpa ada tambahan sedikitpun.
jangan membela orang tersebut. Hal ini Hutang-piutang dalam Islam
dikarenakan setiap perbuatan pasti ada menjadi salah satu perkara yang dibahas
balasannya. Perkara mengenai orang dalam naskah Adilulah halaman 4. Pada
berbohong ini pada dasarnya juga telah halaman ini dijelaskan mengenai syarat
dijelaskan dalam al Quran surat Al Israa’ hutang-piutang, yaitu sebagai berikut:
ayat 36. Dari surat ini dapat dipahami 1) Adanya perjanjian secara tertulis.
bahwa segala perbuatan yang manusia 2) Wajib membayar hutang sesuai waktu
lakukan selama hidup di dunia akan ada yang telah disepakati.
pertanggungjawabannya. Berbohong 3) Adanya saksi lebih dari satu.
adalah salah satu perbuatan yang tidak 4) Dalam surat perjanjian tercantum
disukai Allah. Maka sebagai seorang nama-nama saksi dan tempat
muslim sudah sepatutnya menghindari perjanjian tersebut dibuat.
perbuatan tersebut.
Dalam naskah Adilulah juga Ketika seseorang terlambat membayar
dijelaskan mengenai sanksi-sanksi bagi hutang maka permasalahan diserahkan ke
orang yang berbohong. Sanksi tersebut jaksa. Dalam hal ini jaksa meminta
diterapkan secara bertahap, diawali dengan penjelasan seseorang yang memiliki
sanksi sosial kemudian diikuti sanksi hutang, kemudian penjelasan tersebut
pidana. Sanksi sosial menurut Sari (2014: disesuaikan dengan isi surat perjanjian
12) adalah sanksi yang diberikan yang telah dibuat sebelumnya. Benar
masyarakat kepada seseorang yang berbuat tidaknya penjelasan tersebut selain
kesalahan, dengan tujuan membuat bedasarkan surat perjanjian, juga
penerima sanksi jera. Sedangkan pernyataan para saksi.
pengertian sanksi pidana merupakan suatu Keempat hal yang berkaitan dengan
penerapan hukuman yang dijatuhkan hutang di atas, dalam hukum Islam disebut
kepada para pelaku tindak pidana yang sebagai rukun hutang piutang. Cahyadi

6
(2014: 71-72) menjelaskan, bahwa rukun Riba merupakan salah satu hal
hutang piutang pada dasarnya telah diatur penting yang dibahas Purnama dalam
dalam surat al-Baqarah (2) ayat 282. Dari penelitiannya yang berjudul “Analisis
isi surat al-Baqarah tersebut ia memaparkan Hukum Islam Terhadap Penyitaan Barang
bahwa rukun hutang piutang, yaitu sebagai Akibat Hutang Piutang yang Tidak
berikut: Dituliskan di Desa Beran Kecamatan
1) Ijab Qabul Hutang Piutang Ngawi Kabupaten Ngawi” . Purnama
a) Pernyataan hutang ditulis secara (2015: 34-37), menjelaskan dalam masalah
jelas untuk menghindari kesalah hutang piutang ada beberapa hal yang harus
pahaman dikemudian hari. dipenuhi, yaitu sebagai berikut:
b) Terjadi ijab qabul antara pemberi 1) Pemberian Perpanjangan Waktu
hutang dengan penerima hutang. Pelunasan
2) Penulis Surat Perjanjian Hutang Perpanjangan waktu pelunasan
a) Adil dan dipercaya oleh kedua belah diberikan ketika pemilik hutang sedang
pihak. dalam kesulitan. Maka dianjurkan
b) Amanah kepada pemberi hutang untuk
3) Saksi memberikan kelonggaran waktu,
a) Jumlah saksi minimal dua orang sampai pemilik hutang mampu
laki-laki. Jika tidak boleh seorang membayar hutangnya.
laki-laki dan dua orang perempuan Perpanjangan waktu pelunasan
yang disepakati oleh kedua belah juga dijelaskan dalam naskah Adilulah
pihak. halaman 4, yaitu diberikannya waktu
b) Saksi yang ditunjuk bersedia lima tahun kepada pemilik hutang
memberi kesaksian jika dibutuhkan. untuk menghadirkan bukti-bukti
4) Pihak-pihak yang Terlibat terkait hutang yang dimilikinya. Bukti
a) Pemberi hutang dan penerimanya ini dapat berupa surat pembayaran
harus jelas dan ridho satu sama lain. hutang dan saksi. Lamanya waktu yang
b) Perjanjian boleh diwakilkan diberikan, sekaligus menjadi
berdasarkan kuasa yang diberikan kelonggaran bagi pemilik hutang jika
salah satu pihak. ia tidak dapat melunasi dalam waktu
5) Jumlah Uang (harta) yang yang telah ditentukan, akan tetapi
Dipinjamkan dalam kutipan teks di atas juga
Dari penjelasan isi surat al-Baqarah (2) ayat dijelaskan jika selama waktu yang
282 di atas mengenai rukun hutang piutang telah diberikan tersebut pemilik hutang
dalam hukum Islam hampir sama dengan tidak dapat melunasi atau
syarat hutang piutang yang dijelaskan menghadirkan bukti pembayaran
dalam naskah Adilulah. Baik dalam naskah hutang, maka ia akan dikenai denda.
Adilulah maupun isi surat al-Baqarah (2) 2) Tempat Pembayaran Hutang
ayat 282 sama-sama menyebutkan syarat Para ulama fiqh sepakat bahwa hutang
hutang piutang dalam Islam, yaitu adanya harus dibayar di tempat terjadinya akad
saksi dan pencatatan hutang. hutang piutang sempurna, meskipun
Mengenai hutang piutang, al Quran demikian pembayaran di tempat lain
sebagai salah satu sumber hukum Islam juga diperbolehkan. Kesepakatan para
tidak hanya menjelaskan rukun hutang ulama fiqh dapat dijadikan sebagai
piutang, tapi juga menjelaskan larangan sebuah anjuran. Penyesuaian tempat
adanya bunga pinjaman yang disebut pembayaran hutang juga diatur dalam
sebagai riba. Riba dalam Islam hukumnya naskah Adilulah halaman 4. Pada
haram, hal ini dijelaskan dalam surat Ali- halaman ini dapat dipahami bahwa
imran ayat 130. dalam surat catatan hutang piutang
dicantumkan keterangan tempat

7
kesepakatan dan terjadinya hutang. Hal pada halaman 4. Dijelaskan bahwa,
ini yang nantinya dijadikan bukti jika orang yang tidak membayar
ketika pemilik hutang melunasi hutang dalam waktu yang telah
hutangnya, dengan cara dilakukan ditentukan diwajibkan membayar
pengecekan oleh pihak kali karta lebih dari jumlah yang ia pinjam.
(pegawai), apakah tempat tersebut Kelebihan dari jumlah hutang inilah
sesuai dengan surat catatan hutang yang disebut sebagai riba. Dalam
yang telah dibuat di awal perjanjian hukum Islam, hal ini termasuk riba
atau tidak. jahiliyah. Riba jahiliyah terjadi
3) Sesuatu yang Dikembalikan dalam ketika jumlah hutang yang dibayar
Hutang Piutang lebih dari jumlah pinjamannya,
Apabila seseorang meminjam uang dan karena si peminjam tidak mampu
ia telah menerimanya, maka uang membayar utangnya pada waktu
tersebut menjadi miliknya, dan ia wajib yang di tetapkan (Nuha, 2015: 27).
mengembalikan dengan jumlah uang Tidak diketahui dengan pasti
yang sama, dan bukan uang yang kenapa dalam naskah Adilulah
diterimanya. Maksudnya, pemilik diterapkan denda bagi pemilik
hutang tidak membayar dengan uang hutang yang terlambat membayar
yang baru saja ia pinjam. hutangnya, padahal baik dalam al-
Kaitannya dengan Quran, hadist, maupun ijma’
pengembalian hutang, pemilik hutang sahabat telah dijelaskan bahwa riba
diperbolehkan mengembalikan hutang hukumnya haram.
dengan sesuatu yang nilainya sama
dengan hutangnya. Pemilik hutang a. Mencuri
juga diperbolehkan mengembalikan Mencuri atau pencurian merupakan
jenis barang yang dipinjam, dengan perbuatan mengambil harta orang lain
syarat nilainya barang tersebut tidak secara diam-diam dengan itikad tidak
berubah. Kesimpulannya pemilik baik. Maksud dari mengambil secara
hutang disarankan untuk membayar diam-diam adalah mengambil harta
hutang dengan jumlah yang sama. tanpa sepengetahuan pemiliknya dan
4) Melebihkan Pembayaran tanpa kerelaannya, seperti mengambil
Melebihkan pembayaran dari jumlah barang dari rumah orang lain ketika
hutang yang diterima dapat dibedakan penghuninya tidur (Santoso dalam
menjadi dua: Rachman, 2011: 2).
a) Kelebihan yang tidak diperjanjikan Dalam naskah Adilulah (hal. 14)
Kelebihan pembayaran hutang yang disebutkan sepuluh istilah kategori
dilakukan pemilik hutang tanpa pencuri dan hanya dijelaskan delapan
adanya perjanjian hukumnya halal, kategori saja, yaitu:
atau diperbolehkan. Hal ini 1) Gotah, artinya orang yang
merupakan kebaikan bagi pemilik menerima hasil dari pencurian.
hutang. 2) Tantrah, artinya orang yang
b) Kelebihan yang diperjanjikan memberi senjata kepada pencuri.
Kelebihan pembayaran hutang yang 3) Sacarakah, artinya orang yang
dilakukan pemilik hutang atas dasar sepersaudaraan dengan pencuri.
perjanjian dengan pemberi hutang, 4) Sahikanalah, artinya orang yang
hukumnya haram atau tidak sama-sama pencuri.
diperbolehkan. Kelebihan hutang 5) Sabojakah, artinya orang yang
ini disebut sebagai riba. makan dan minum dengan pencuri.
Dalam naskah Adilulah, 6) Tartah, artinya orang yang
permasalahan riba dapat dilihat memerintahkan pencuri.

8
7) Kartah, artinya orang yang ikut sehingga dapat memicu
mencuri. pertengkaran.
8) Marga Nancah, artinya orang 4) Pancabaga,artinya orang yang
yang memberi petunjuk kepada berbeda ucapannya dengan ucapan
pencuri. orang kedua.
Pada masa penerapan undang-undang 5) Hayuyutah, artinya orang yang
Adilulah, orang-orang yang masuk terluka hatinya sehingga
dalam kategori di atas disebut sebagai menimbulkan pertengkaran.
maling, dan dihukum kurungan selama 6) Katomarta, artinya orang yang
dua musim. Selain kategori pencuri, mengingkari janjinya.
dalam naskah Adilulah juga dijelaskan 5 7) Parlaya, artinya orang yang
kategori untuk orang-orang yang terlibat mengeluh terhadap orang mati
dalam aksi pencurian (Adilulah, 15), atau kepada orang yang jauh.
yaitu sebagai berikut: Itulah 7 kategori yang dijelaskan dalam
1) Sarupa warakya naskah Adilulah. Kaitannya dengan perkara
2) Sarupa parakna, artinya orang bertengkar ini, tidak dijelaskan hukuman
yang memperlihatkan kebaikan bagi orang-orang yang tergolong 7 kategori
pencuri. tersebut.
3) Sarupa karakma, artinya orang
yang dipersaudarakan dengan C. Pembuktian dalam Suatu Perkara
pencuri. Pembuktian merupakan suatu hal yang
4) Sarupa lingga, artinya orang yang tidak bisa ditinggalkan dan sangat
memberi tempat bagi pencuri. menentukan dalam upaya menemukan
5) Sarupa waktarak, artinya orang kebenaran yang sedang dicari oleh hakim,
yang memberi pakaian kepada dengan kata lain bahwa benar atau salahnya
pencuri. suatu permasalahan perlu dibuktikan
Dari lima kategori di atas, kategori terlebih dahulu (Asyraf, 2014: 1).
Sarupa warakya tidak dapat penulis Pengertian ini sekaligus menjadi peringatan
jelaskan karena terdapat bagian teks bagi seseorang agar tidak sembarangan
yang tidak terbaca. Orang-orang yang menuduh orang lain tanpa bukti.
terlibat dalam aksi pencurian juga Terkait upaya pembuktian dalam
dikenai hukuman kurungan selama dua suatau perkara, dalam naskah Adilulah
musim. terdapat 11 dari 19 hal yang dijelaskan
dalam bentuk istilah-istilah (Adilulah, 11-
b. Bertengkar 12), yaitu:
Selain memuat kategori pencuri dan a. Zaman, artinya waktu suatu perkara
orang-orang yang terlibat dengan terjadi. Misalnya waktu terjadinya
pencuri, naskah Adilulah (hal. 17 dan jual-beli, atau waktu suatu kesepakatan
18) juga menjelaskan kategori orang- dibuat.
orang yang bertengkar. Terdapat tujuh b. Maqam, artinya tempat kejadian
dari delapan kategori yang dijelaskan perkara.
dalam bentuk istilah, yaitu: c. Ikram, artinya kewaspadaan. Dalam
1) Hakriya cudi, artinya orang yang menangani suatu kasus harus waspada,
berbeda ucapan dari dua orang agar tidak ragu dalam mengambil
yang bertengkar. keputusan.
2) Hakriya napaksi, artinya orang d. Muqaranah, artinya perilaku yang
yang berucap dengan nada tinggi. baik.
3) Hanriyukti arah, artinya orang e. Ikrar, artinya pengakuan. Hasanah
yang ditangkap tanpa bukti, (2013: 30-31) dalam penelitiannya
menjelaskan, bahwa ikrar pada

9
dasarnya merupakan pernyataan orang yang memberikan keterangan di
seseorang tentang dirinya sendiri yang dalam persidangan, dengan memenuhi
bersifat sepihak dan tidak memerlukan syarat-syarat tertentu, tentang suatu
persetujuan pihak lain. Hasanah (2013: peristiwa atau keadaan yang ia lihat,
31) juga menyebutkan syarat-syarat dengar, dan di alami sendiri.
pelaku ikrar dalam sistem peradilan Kesaksiaan ini yang nantinya dijadikan
agama, syarat-syarat pelaku ikrar sebagai bukti suatu peristiwa atau
yaitu: keadaan.
1) Baligh, artinya dewasa. g. Ainul yaqin, artinya nyata.
2) Aqil, artinya berakal atau tidak h. Haqqul yaqin, artinya benar.
gila. i. Khabar yaqin, artinya dugaan.
3) Rasyid, artinya punya kecakapan j. Maja, artinya taat.
bertindak. k. Wasana, artinya akhir perkara dalam
perselisihan.
Selain menyebutkan syarat pelaku Selain hal-hal di atas, terdapat alat bukti
ikrar, disebutkan juga jenis ikrar, yaitu: lain yang dijelaskan dalam naskah Adilulah
(hal. 3), yaitu kasatmata. Kasatmata adalah
1) Lisan.
salah satu bentuk pembuktian suatu
2) Isyarat, kecuali dalam perkara zina.
perkara.
3) Tertulis.
Dalam naskah Adilulah, kasatmata
Syarat pelaku ikrar dan jenis ikrar yang diartikan sebagai upaya menerka penyebab
telah disebutkan di atas tidak adanya sebuah perkara. Ketika seseorang
dijelaskan dalam naskah Adilulah, dalam menerka menemui keraguan, maka
akan tetapi keberadaannya dalam selain memeriksa dengan hukum perdata,
pembahasan ini menurut penulis disarankan untuk memeriksa perkara yang
penting untuk disampaikan, agar dapat sedang dihadapi tersebut dengan hukum
menambah pemahaman pembaca agama.
dalam memahami ikrar sebagai alat Kaitannya dengan pembuktian,
bukti dalam hukum Islam. dalam naskah Adilulah juga disebutkan 30
kategori orang yang tidak dapat dipercaya
f. Bayyinah, artinya saksi. Pengertian perkataanya. Dari 30 kategori yang
bayyinah dalam naskah Adilulah ini disebutkan pada kenyataanya tidak sesuai
ternyata juga sesuai dengan definisi dengan jumlah kategori yang dijelaskan
para ulama fikih. Al-bayyinah menurut pada bagian berikutnya. Naskah Adilulah
ulama fikih secara sempit sama dengan hanya menjelaskan 10 kategori, yaitu
kesaksian. Menurut Ibnu al-Qayyim al- sebagai berikut (Adilulah, 5-6):
Jauziyah, kesaksian hanya salah satu a. Seorang terdakwa yang mengeluh
jenis dari al-bayyinah. Ibnu al-Qayyim kepada pendakwa.
al-Jauziyah mendefinisikan al- b. Orang yang ketika ditanya jawabannya
bayyinah sebagai segala sesuatu yang selalu berbeda-beda.
dapat digunakan utuk menjelaskan c. Orang yang merusak tanaman orang
yang benar di depan majelis hakim, lain.
baik berupa keterangan, saksi, dan d. Orang yang sering hutang kepada
berbagai indikasi yang dapat dijadikan orang lain, kemudian membawa lari
pedoman oleh majelis hakim untuk harta tersebut.
mengembalikan hak kepada e. Orang kaya yang menghina orang
pemiliknya (Hasanah, 2013: 21-22). miskin.
Saksi dalam hukum Islam f. Orang yang berbicara kebohongan.
disebut dengan istilah Syahadah. Saksi g. Orang yang memerintah di kota
menurut Hasanah (2013: 31) ialah h. Orang yang tidak ditanyai oleh jaksa

10
i. Orang yang menghalangi kesaktian Allah, penggunaan istilah-istilah dalam
musuh. hukum Islam, dan adanya kesesuaian antara
j. Orang yang memiliki sifat buruk. hukum yang diatur dalam naskah Adilulah
dengan hukum Islam.
Dari kategori yang telah dijelaskan di atas,
seolah memberi perigatan pada masyarakat Naskah Adilulah pada dasarnya memuat
saat itu agar memperhatikan tingkah laku tiga pokok pembahasan. Tiga hal ini
orang yang berperan dalam pelaksanaan berkaitan dengan hukum Islam, yaitu
hukum. Misalnya, jika seorang saksi masuk sebagai berikut:
kedalam kategori di atas, maka 1. Sistem Peradilan Agama
perkataannya tidak dapat dipercaya. Dalam naskah Adilulah dijelaskan, bahwa
ada empat hal penting yang berkaitan
SIMPULAN dengan sistem peradilan agama. Empat hal
tersebut, yaitu: raja, jaksa, penghulu, dan
Naskah Adilulah merupakan salah satu
manteri. Sistem peradilan ini disebut
naskah Jawa, koleksi Perpustakaan
sebagai peradilan pradata, artinya segala
Nasional Republik Indonesia (PNRI) keputusan terhadap suatu perkara ada di
dengan nomor panggil BR 56. Naskah ini tangan raja. Kemudian setelah Islam mulai
penulis teliti menggunakan dua teori, yaitu berpengaruh, peradilan pradata berubah
teori filologi dan analisis isi. Hasil dari menjadi peradilan surambi. Perubahan
penelitian terhadap naskah Adilulah sistem peradilan ini dilihat dari keberadaan
menggunakan teori filologi, yaitu: para ulama yang turut mempengaruhi
keputusan raja.
1. Berdasarkan tahap inventarisasi 2. Perkara-perkara Hukum
naskah, penulis belum menemukan Ada empat perkara yang dibahas dalam
naskah lain yang sama, sehingga naskah Adilulah, yaitu:
penulis menganggap naskah Adilulah a. Berbohong
merupakan naskah tunggal. Kaitannya dengan perkara berbohong,
2. Dari tahap deskripsi naskah, dapat dalam naskah Adilulah dijelaskan
diketahui informasi mengenai naskah tentang larangan dan hukuman bagi
Adilulah, salah satunya tentang kondisi orang yang berbohong.
naskah. kondisi naskah saat ini mulai b. Hutang piutang
memburuk. Hal ini ditandai dengan Dalam naskah Adilulah dijelaskan
perubahan warna kertas dan lunturnya mengenai syarat hutang piutang dan
tinta pada naskah. hukuman bagi orang yang terlambat
3. Pada tahap penyuntingan teks, penulis membayar hutang, selain itu dibahas
menggunakan metode standar karena pula riba hutang.
penulis belum menemukan naskah c. Mencuri
dengan judul dan isi yang sama. Hasil Perkara ini penjelasannya meliputi
yang diperoleh dalam tahap ini berupa kategori pencuri dan hukuman bagi
naskah yang telah bebas dari pencuri,
kesalahan. tidak hanya itu, dalam perkara ini juga
Sedangkan dari hasil analisis isi terhadap dijelaskan kategori orang yang terlibat
naskah Adilulah disimpulkan, bahwa dalam aksi pencurian dan hukuman bagi
naskah Adilulah merupakan naskah yang orang tersebut.
berisi persoalan hukum, khususnya hukum d. Bertengkar
Islam. Hal ini dibuktikan dengan adanya Perkara ini penjelasannya berupa
kata “hukumullah” yang artinya hukum kategori orang yang bertengkar.

11
3. Pembuktian Suatu Perkara. Fajar, Sofwan. 2016. “Penerapan Sanksi
Pembuktian merupakan upaya dalam Pidana Terhadap Anak dalam
menentukan benar atau salahnya suatu Penyalahgunaan Narkotika”. Skripsi
tuduhan. Pembuktian ini berupa adanya Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum
saksi dan pengakuan. Dijelaskan juga UMY, Yogyakarta. Diunduh dari laman
kategori orang-orang yang tidak dapat http://repository.umy.ac.id/ pada
dipercaya ucapannya. Orang yang tanggal 28 Juli 2018.
tergolong dalam kategori ini salah satu
akibatnya tidak dapat menjadi saksi dalam Halim, Abdul. 2000. Peradilan Agama
suatu perkara. dalam Politik Hukum di Indonesia.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzani, Achmad Irwan. 2017. Kontribusi
Anafah, Naili. 2011. “Legislasi Hukum
Hukum Islam dalam Sistem Hukum
Islam di Kerajaan Demak Studi Naskah
Indonesia. Bogor: CV RWTC SUCCES.
Serat Angger-angger Suryangalam dan
Serat Suryangalam”. Diunduh dari
Hasanah, Fifin Inbatun. 2013. “Analisis
laman http://ejournal.stainpurwokerto.
Hukum Islam Terhadap Putusan
ac.id/index.php/almanah’ij/article/view/
Mahkamah Agung Nomor: 84
454 pada tanggal 01 Oktober 2017.
PK/Pid/2005 tentang Pembuktian Illegal
Fishing”. Skripsi Sarjana Ilmu Syari’ah
Asyraf. 2014. “Penggunaan Tes DNA
Fakultas Syari’ah, Surabaya. Diakses
sebagai Alat Bukti dalam Menetapkan
dari laman http://digilib.uinsby.ac.id
Hubungan Nasab Menurut Perspektif
/10733 pada tanggal 30 Juli 2018.
Hukum Islam (Studi Kasus di
Mahkamah Syariah, Shah Alam,
Hidayati, Nurul. 2016. “Serat Waratama:
Selangor)”. Skripsi Sarjana Ilmu
Suntingan Teks dan Analisis Isi”.
Syari’ah dan Ilmu Hukum UIN Sultan
Skripsi Sarjana Sastra Indonesia
Syarif Kasim, Riau. Diakses dari laman
Fakultas Ilmu Budaya Undip, Semarang.
http:// repository.uin-suska.ac.id/6405/
pada tanggal 30 Juli 2018.
Isyanti, Dina. 2013. Prosiding Seminar
Naskah Kuna Nusantara “Pangan
Baried, Siti Baroroh, dkk.. 1994. Pengantar
dalam Naskah Kuna Nusantara”.
Teori Filologi. Yogyakarta: BPPF Seksi
Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Filologi Fakultas Sastra UGM.

Cahyadi, Ady. 2014. “Mengelola Hutang Keraf. G. 1995. Eksposisi. Jakarta:


dalam Perspektif Islam”. Jurnal Bisnis Grasindo.
dan Manajemen Vol. 4 No. 1. Diunduh
dari laman http://journal.uinjkt.ac.id/ Nuha, Muhammad Ulin. 2015. “Pandangan
index.php/esensi/article/view/1956 pada Majelis Ulama Indonesia (MUI)
tanggal 2 Agustus 2018. Tulungagung Terhadap Bunga Bank
Konvensional”. Skripsi Sarjana Hukum
Djamaris, Edwar. 2002. Metode Penelitian Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN
Filologi. Jakarta: CV Manasco. Tulungagung. Diakses dari laman
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/2893
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode pada tanggal 5 Agustus 2018.
Penelitian Sastra Epistemologi, Model,
Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Media
Purnama, Lucky Dian. 2015. “Analisis
Pressindo.
Hukum Islam Terhadap Penyitaan

12
Barang Akibat Hutang Piutang yang Sari, Eka Sabtilas Junta Landa. 2014.
Tidak Dituliskan di Desa Beran “Sanksi Sosial Terhadap Remaja Pelaku
Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi”. Tindak Kriminal Pencurian”. Skripsi
Skripsi Sarjana Hukum Ekonomi Sarjana Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum dan Politik Unila, Lampung. Diunduh
UIN Sunan Ampel, Surabaya. Diakses dari laman http://digilib.unila.ac.id/
dari laman http://digilib.uinsby.ac.id 5788/ pada tanggal 26 Juli 2018.
/3458 pada tanggal 30 Juli 2018.
Tim Jurusan Sastra Indonesia. 2012. Buku
Rachman, Thaufik. 2011. “Kategorisasi Pedoman Pembimbing, Konsultasi, dan
Tindak Pidana Pencurian dalam Hukum Penulisan Skripsi. Semarang: FASindo.
Islam”. Skripsi Sarjana Ilmu Syari’ah
Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo,
Semarang. Diunduh dari laman
http://library.walisongo.ac.id/digilib/file
s/disk1/113/jtptiain-gdl-thaufikrac5631-
1-05221109.pdf pada tanggal 29 Juli
2018.

13

You might also like