JURNAL - Fis - IIP.44 18 Pra L
JURNAL - Fis - IIP.44 18 Pra L
Abstract
The anxiety experienced by the new user becomes an obstacle when in the library, the
constraint hampers the reader to find information while in the library, and later also affect the
perception of the library. New readers when first visited the library Airlangga University tend
to experience anxiety because the librarians do not have knowledge about the library, and
when in the library pemustaka experience barriers to the components in the library, such as
librarians, library support media, comfort while inside libraries and user behavior that will
contribute anxiety to the user. This qualitative study tries to reveal how the formation of
anxiety experienced by the new pemustaka while in the library of Airlangga University. This
study uses grounded research method, which in this research will produce a new concept
which is of course useful for the science of Information Science and Library. This study
produces a concept where the user experience anxiety because there are 6 factors including
librarian factor, affective factor, mechanical factor, comfort factor, knowledge factor and
experience factor. Of the six factors are influenced by the distance culture (culture distance)
is dialmi by pemustaka when in a new environment (library), and distance cultural culture
also influence pemustaka to get out of anxiety with adaptation process. When successful
adaptation then that happens pemustaka will have good perception, comfortable and loyal to
the library. But when pemustaka fail to adapt it will experience anxiety and will have a bad
perception, uncomfortable and do not want to visit the library.
Keywords: library anxiety, library, grounded research, adaptation
Abstrak
Kecemasan yang dialami oleh pemustaka baru menjadi kendala ketika berada di dalam
perpustakaan, kendala tersebut menghambat pemustaka mencari informasi ssaat berada di
perpustakaan, dan nantinya juga mempengaruhi presepsi pemustaka terhadap perpustakaan.
Pemustaka baru disaat pertama kalinya mengunjungi perpustakaan Universitas Airlangga
berkecenderungan mengalami kecemasan dikarenakan pemustaka tidak mempunyai
pengetahuan mengenai perpustakaan, serta ketika berada di dalam perpustakaan pemustaka
mengalami hambatan dengan komponen-komponen yang ada di perpustakaan, seperti
pustakawan, media penunjang perpustakaan, kenyamanan saat berada di dalam perpustakaan
dan perilaku pemustaka yang nantinya akan menyumbang kecemasan pada pemustaka. Studi
kualitatif ini berusaha mengungkap bagaimana terbentuknya kecemasan yang di alami oleh
pemustaka baru ketika berada di dalam perpustakaan Universitas Airlangga. Studi ini
menggunakan metode grounded research, dimana dalam penelitian ini nantinya akan
menghasilkan sebuah konsep baru yang tentunya bermanfaat bagi keilmuan Ilmu Informasi
dan Perpustakaan. Studi ini menghasilkan konsep dimana pemustaka mengalami kecemasan
karena ada 6 faktor antara lain faktor pustakawan, faktor afektif, faktor mekanik, faktor
kenyamanan, faktor pengetahuan dan faktor pengalaman. Dari keenam faktor tersebut di
pengaruhi adanya jarak budaya (culture distance) yang dialmi oleh pemustaka ketika berada
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Informasi dan Perpustakaan, NIM 071411633022, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Airlangga, email [email protected]
1
di lingkungan baru (perpustakaan), serta jarak budaya pemustaka juga mempengaruhi
pemustaka untuk keluar dari kecemasan dengan proses adaptasi. Ketika berhasil melakukan
adaptasi maka yang terjadi pemustaka akan mempunyai presepsi baik, nyaman dan loyal
terhadap perpustakaan. Tetapi ketika pemustaka gagal beradaptasi maka akan mengalami
kecemasan dan akan mempunyai presepsi buruk, tidak nyaman dan tidak mau berkunjung ke
perpustakaan.
Kata Kunci : library anxiety, perpustakaan, grounded research, adaptasi
PENDAHULUAN
2
sehingga membuat pemustaka baru Teknologi masih di rasa asing oleh
mengalami library anxiety. Seperti yang di beberapa pemustaka tertentu, dimana
katakan Abusin et.al (2011) pemustaka mereka merasa asing ketika mereka belum
akan mengalami kecemasan ketika berada pernah menggunakannya ataupun belum
di dalam perpustakaan yang baru dia temui pernah menjumpai hal yang demikian.
karena pemustaka belum merasa familiar Teknologi yang di gunakan oleh
dengan isi dari perpustakaan tersebut. perpustakaan Unair memang teknologi
Tidak familiarnya pemustaka dengan apa yang bisa dikatakan sudah modern, hampir
yang ada di perpustakaan memang bisa semua aspek sudah melibatkan teknologi,
membuat pemustaka merasa bingung mulai dari masuk ke dalam perpustakaan
ketika menggunakannya, biasanya hingga mencari buku, itu semua tidak
pemustaka merasa tidak familiar dengan terlepas dengan yang namanya teknologi.
teknologi yang ada di dalam perpustakaan.
Salah satu teknologi yang di
3
menggunakannya sebelumnya. Terlebih akan merasa bingung dan akhirnya nanti
lagi ketika pemustaka tidak mampu akan mengalami kecemasan. Pustawakan
menggunakan OPAC di dalam menjadi peran penting ketika pemustaka
perpustakaan, di perparah tidak adanya mengalami kebingungan di dalam
bantuan dari pustakawan untuk mengatasi perpustakaan, karena pustakwanlah orang
kebingungan yang di alami oleh yang tau seluk-beluk dari perpustakaan
pemustaka, hal tersebut membuat tersebut dan juga pustakwanlah yang
pemustaka akan lebih merasa bingung dan mampu memberikan informasi akurat
nantinya akan mengalami library anxiety. kepada pemustaka.
Data Ziqhian Song (2014) menunjukan
Hal tersebut juga terjadi di
dimana pustakawan yang pasif tanpa
perpustakaan Unair, dimana menurut Tri
adanya interaksi dengan pemustaka, di
Susantari (2008) mengenai library anxiety
tambah lagi pustakawan yang kurang
yang di lakukan di perpustakaan
ramah sehingga mengakibatkan pemustaka
Universitas Airlangga (Unair) memberikan
merasa cemas karena bingung untuk
informasi bahwasannya penyumbang
mencari informasi yang di inginkannya.
kecemasan terbesar ialah pustakawan
Peran Pustakawan Dalam Membantu dengan hambatan yang sangat besar.
Pemustaka Keluar dari Library Anxiety Melihat data tersebut mencerminkan
bahwa memang pustakawan perpustakaan
Pustakawan yang bersikap dingin
Unair menjadi hambatan yang serius
atau cuek dalam menanggapi pertanyaan
ketika pemustaka berada di dalam
dari pemustaka yang merasa bingung
perpustakaan saat mengalami kecemasan,
ketika mencari informasi dan tidak adanya
padahal pustakawan bertugas untuk
bantuan dari pustakawan sehingga
mengurangi kebingungan yang di alami
menimbulkan rasa cemas, padahal
oleh pemustaka. Ketika hadirnya
pemustaka yang baru pergi ke
pustakawan tidak memberikan dampak
perpustakaan untuk pertama kali biasanya
positif terhadap pemustaka, maka akan
belum mengerti betul kondisi dan situasi
menyebabkan juga pemustaka merasa
yang ada di dalam perpustakaan, dengan
tidak nyaman ketika pemustaka berada di
begitu itu pustakawan haruslah sigap dan
dalam perpustakaan. Ditambah lagi
tanggap ketika sewaktu-waktu pemustaka
suasana perpustakaan yang kurang
membutuhkan informasi. Tetapi ketika
mendukung dan kurang nyaman akan
pemustaka tidak sigap dalam merespon
menyebabkan pemustaka semakin tidak
pemustaka maka yang terjadi pemustaka
4
betah berada di dalam perpustakaan, berkembang sehingga studi ini di lakukan
menurut Song et.al (2014) mengemukakan demi mengurangi hal-hal yang demikian,
bahwa memang suasana dan kondisi yang serta di harapkan studi ini memberikan
di ciptakan perpustakaan akan membuat sumbangsih bagi perkembangan studi
pemustaka yang berada di dalamnya mengenai library anxiety, karena
mengalami gejala kurang nyaman dengan penelitian ini menggunakan metode
perpustakaan. Suasana perpustakaan yang grounded theory, yang mana dalam
bising, kotor, penataan perpustakaan yang penelitian ini menghasilkan sebuah teori,
kurang sesuai dan tidak adanya dan teori tersebut dapat di gunakan di
penyambutan dari staf akan membuat daerah Asia khususnya di Indonesia karena
pemustaka mempunyai respon yang dalam kawasan ini mempunyai banyak
kurang baik terhadap perpustakaan, kesamaan, baik dari segi culture maupun
sehingga pemustaka tidak merasa nyaman kondisi kenegaraannya.
ketika pemustaka berada di dalam
KAJIAN TEORITIK
perpustakaan.
Library Anxiety
Dari semua permasalahan di atas,
penulis tertarik melakukan penelitian yang Library anxiety di kembangkan
menggunakan metode grounded theory, library anxiety: a grounded theory and its
perpustakaan yang cukup bagus dan tidak berdaya ketika berada di dalam
masih banyak permasalahan yang muncul pemustaka lainnya. Siswa yang merasa
dan masih banyak kendala yang cemas terhadap perpustakaan tidak akan
5
mereka butuhkan karena mereka tidak Setelah itu di adaptasi dan di
mengetahui harus memulai darimana, perbaharui oleh Bostick (1992) sehingga
apakah dari ruang referens atau yang memunculkan lima konstruksi yang
lainnya. Kecemasan ketika menggunakan membangun kecemasan yang di alami
perpustakaan di sebabkan oleh ukuran pemustaka ketika berada di dalam
perpustakaan yang besar, tidak tahu harus perpustakaan. Kelima konstruksi tersebut
memulai dan mencari apa yang mereka antara lain :
inginkan di perpustakaan dan kurangnya
1) Barriers with staff (Hambatan
pengetahuan tentang lokasi bahan pustaka
dengan dtaff)
yang di inginkan (Mellon, 1986). Selain
itu Mellon (1986) juga menambahkan Adanya hambatan dengan
bahwa pemustaka dengan pengetahuan pustakawan atau staf perpustakaan, dimana
mengenai perpustakaan yang rendah dapat berkaitan dengan presepsi pemustaka
membuat pemustaka tersebut merasa mengenai sikap pustakawan yang
kebingungan saat berada di dalam mengintimidasi mereka dengan terlihat
perpustakaan, karena pemustaka yang sibuk untuk hanya sekedar membantu
minim akan pengetahuan mengenai pemustaka dan pustakawan sering
perpustakaan, pemustaka akan cenderung menunjukkan ketidakramahan mereka saat
mengalami sikap kecemasan seperti membantu pemustaka. Pustakawan
merasa bingung, dan ditambah lagi merupakan aspek penting dalam
pemustaka tersebut tidak mau bertanya menentukan pandangan pemustaka
kepada pustakawan saat mengalami terhadap perpustakaan dalam
kecemasan karena berbagai macam alasan, memunculkan kesan positif maupun
entah itu karena malu, atau merasa kurang negatif. Pemustaka yang mempunyai kesan
nyaman dengan pustakwannya dan yang negatif terhadap perpustakaan akan
membiarkan rasa kecemasannya cenderung menghindari pustkawan dan
membelenggu terus-menerus akhirnya bahkan enggan untuk mberkunjung ke
menimbulkan rasa tidak nyaman dan perpustakaan. Dan jika sebaliknya yang
nantinya akan membuat pemustaka terjadi, saat pemustaka mempunyai kesan
memiliki presepsi yang buruk terhadap yang positif maka pemustaka akan sering
perpustakaan sehingga pemustaka akan untuk meminta bantuan pustakawan dan
enggan pergi ke perpustakaan. sering mengunjungi perpustakaan.
6
2) Affective barriers (hambatan perpustakaan, ketika pemustaka tidak
afektif) merasa di sambut dengan baik oleh
perpustakaan dan merasa terancam, maka
Adanya hambatan afektif, perasaan
pemustaka akan cenderung untuk
pemustaka yang merasa dirinya kurang
menghindari datang ke perpustakaan.
terampil dalam menggunakan
Berbagai gejala yang di keluhkan oleh
perpustakaan secara efektif. Kurangnya
permustaka mulai dari peraturan yang ada
kemampuan yang dirasakan oleh
di perpustakaan, tata letak koleksi dan tata
pemustaka dapat di ketahui ketika mereka
ruang yang membingungkan dan perasaan
menyadarinya sendiri atau
tidak nyaman saat berada di dalam
membandingkannya dengan kemampuan
perpustakaan, serta penyediaan fasilitas
mahasiswa yang lain yang juga
yang di rasa kurang untuk mendukung
menggunakan perpustakaan,
kegiatan membaca dan berdiskusi di
ketidakmampuan mereka (pemustaka) saat
perpustakaan, dengan begitu pemustaka
melakukan pencarian informasi dan
merasa tidak nyaman, ketidaknyamanan
ketergantungan terhadap teman
tersebut dapat memicu terjadinya
menimbulkan keengganan pemustaka
kecemasan pada pemustaka.
untuk berkunjung ke perpustakaan.
Mereka juga bingung saat berkunjung ke 4) Knowledge of the library
perpustakaan sendirian, karena mereka (pengetahuan tentang
bingung pertanyaan seperti apa yang harus perpustakaan)
di lakukan saat di perpustakaan jika tidak
Minimnya pengetahuan mengenai
tahu bagaiamana cara mengoperasionalkan
perpustakaan oleh pemustaka membuat
dan bagaiamana melakukannya juga dapat
perasaan cemas muncul kapan saja, hal ini
menjadi kecemasan tersendiri pada diri
terjadi karena melihat dari seberapa besar
pemustaka.
perasaan familiar yang dimiliki oleh
3) Comfort with the library pemustaka saat datang ke perpustakaan,
(kenyamanan dengan psemakin tidak familiar dengan
perpustakaan) perpustakaan, pemustaka akan merasa
semakin frustasi atau gelisah saat berada di
Adanya kenyamanan saat berada di
dalam perpustakaan, termasuk didalamnya
dalam perpustakaan, kondisi ini
kemampuan mengenali layanan-layanan
merupakan respon dari pemustaka
dan mekanisme di perpustakaan.
terhadap susasana yang ada di
7
5) Mechanical barriers (hambatan mendalam, di rasa penelitian ini cocok
mekanis) menggunakan pendekatan kualitatif.
Karena dalam penelitin kualitatif
Penghalang mekanik, dimana
merupakan penelitian yang di tujukan
penghalang atau hambatan mekanik ini
untuk mencapai pemahaman yang
berkaitan dengan media penunjang yang di
mendalam mengenai berbagai peristiwa
miliki perpustakaan, termasuk dengan
khusus bukan hanya sekedar
komputer atau mesin pembantu yang ada
mendsekripsikan sampel dari sebuah
di perpustakaan, hal tersebut seberapa
populasi, selain itu penelitian kualitatif
efektifkah jika di gunakan di dalam
mempunyai tujuan menyajikan penjelasan
perpustakaan untuk membantu pemustaka
secara tersirat mengenai struktur, tatanan
menemukan informasi. Bostick (1992)
dan pola yang terdapat dalam suatu
juga mengemukakan bagaimana saat
kelompok partisipan serta mampu
pemustaka mengalami kecemasan saat
menghasilkan data dari kelompok latar
berada di dalam perpustakaan dengan terus
sosial (Denzin and Lincoln, 1994).
menerus nantinya akan berkecenderungan
Cresswell (1998) juga mengemukakan
pemustaka tersebut akan mempunyai
bahwasannya penelitian kualitatif
presepsi negatif terhadap perpustakaan.
merupakan dimana proses penelitian
Kebingungan yang di alami pemustaka,
ilmiah yang bertujuan untuk memahami
khususnya pemustaka yang baru pertama
masalah manusia dalam konteks social
kalinya berkunjung ke perpustakaan,
dengan menampilkan gambaran secara
kecenderungan mengalami kecemasan saat
menyeluruh dan menyajikan laporan
berada di perpustakaan di alami karena
secara terperinci dari sumber intervensi
sikap pustakawannya yang kurang
serta tidak adanya intervensi dalam proses
informatif terhadap pemustaka yang
pengambilan data dari peneliti.
membutuhkan informasi mengenai
perpustakaan tersebut, sehingga informasi Metode penelitian ini adalah
yang di berikan kurang akurat dan grounded theory. Metode grounded theory
membuat pemustaka merasa bingung dan pertama kali disusun oleh dua orang
akhirnya mengalami kecemasan. sosiolog yaitu Barney Glaser dan Anselm
Strauss (1967). Mereka berdua
METODOLOGI PENELITIAN
memberikan sumbangsih yang penting
Karena dalam penelitian ini dalam lahirnya grounded theory, pada
memerlukan data yang rinci dan masa itu Barney dan Strauss menentang
8
perkembangan metode penelitian yang mengeksplorasi kategori atau kondisi yang
terkesan memaksakan teori besar (Grand mempengaruhi fenomena. Di dalam
Theory) yang sudah ada untuk memaknai eksplorasi kategori juga terdapat
sebuah hasil penelitian. Padahal pada masa pengidentifikasian tindakan atau interaksi
itu teori besar tersebut hanya merupakan yang berasal dari fenomena utama. Tahap
hasil pemikiran semata yang belum teruji ketiga ialah selective coding, dalam
secara empiris. Oleh karena itu mereka tahapan ini kategori akan di pusatkan dan
bertujuan untuk membuat dan mendesain di pilih berdasarkan kategori yang paling
metode penelitian yang berfungsi untuk signifikan serta mengkaitkan dengan
menciptakan dan menghasilkan teori yang kategori-kategori lain, memvalidasi kaitan-
berdasarkan data (grounded). kaitan itu dan melengkapi kategori yang
masih di rasa kurang. Pada tahapan ini
Untuk dapat mengembangkan teori,
proporsi bersyarat (hipotesis) sudah bisa di
hanya melakukan observasi saja tidak
sajikan, baik dalam bentuk naratif ataupun
cukup, menurut Anselm Strauss dan Juliet
gambar visual. Akhir dari tahapan ini
Corbin (2003) mengemukakan ada 4 tahap
menjadi tahapan keempat dimana teori
dalam mengolah suatu data menjadi
sudah terbentuk dan sudah di kembangkan.
sebuah teori. Yang pertama ialah open
coding, dimana dalam tahapan ini akan di ANALISIS DATA
lakukan pembentukan kategori-kategori
Hubungan Pustakawan Dengan
awal, yang mana akan di lakukan proses
Pemustaka Pemantik Munculnya
dimensionalisasi, yakni memperlihatkan
Library Anxiety
kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi dalam penelitian. Tahap kedua ialah Dari data keseluruhan
axial coding, dalam tahapan ini kategori- memunculkan sebuah konsep yaitu konsep
kategori yang sudah mulai mucul dalam pustakawan, dimana di dalam konsep ini
open coding harus di lakukan reduksi data, pemustaka mengalami kecemasan ketika
utama. Dalam tahap ini tidak berhenti di terhadap pustakawan karena merasa
9
melainkan tindakan yang kurang pemustaka merasa kurang terampil ketika
mengenakanlah yang di dapati oleh berhadapan dengan peralatan dan fasilitas
pemustaka. Selain itu adanya hubungan yang ada did perpustakaan, hal ini
interaksi yang terjadi antara pustakawan membuat pemustaka merasa kurang
dengan pemustaka yang buruk, dimana percaya diri dengan kemampuan yang
tidak adanya interaksi yang baik antara mereka miliki dan membuat mereka
pemustaka dengan pustakawan juga semakin mengalami kecemasan.
mengakibatkan pemustaka mengalami
Perasaam Nyaman di Dalam
kecemasan ketika berada di dalam
Perpustakaan
perpustakaan.
Kenyamanan merupakan konsep
Afektif Pemustaka Menyumbang
yang muncul dari data-data yang sudah di
Kecemasan di Dalam Perpustakaan
abstraksi sebelumnya, kenyamanan
Dari data-data yang muncul dapat memang menjadi faktor yang penting
di golongkan kesebuah konsep yang ketika pemustaka berada di dalam
dinamakan konsep afeksi, dimana dalam perpustakaan. Dimana ketika pemustaka
konsep afeksi ini merupakan tindakan atau merasa tidak nyaman dengan kondisi yang
perilaku pemustaka ketika berada di dalam ada di perpustakaan maka akan membuat
perpustakaan dan emosional pemustaka pemustaka merasa tidak betah berlama-
saat berada di dalam perpustakaan. lama berada di dalam perpustakaan.
Perilaku yang di tunjukan pemustaka saat Banyak faktor yang mempengaruhi
baru pertama kali berkunjung ke pemustaka merasa tidak nyaman dengan
perpustakaan, pemustaka menunjukan perpustakaan, antara lain: fasilitas yang
perilaku-perilaku yang membuat dimiliki perpustakaan, dimana ketika
pemustaka merasa bingung sendiri ketika fasilitas yang ada di dalam perpustakaan
berada di dalam perpustakaan. Kemudian mengalami masalah,seperti wi-fi yang
perilaku pemustaka ketika mendapat tidak bisa digunakan sehingga
sebuah informasi dari pustakawan dan menghambat pemustaka untuk
ketika sudah mendapat informasi dari menemukan informasi. Bermasalah dengan
pustakawan, pemustaka tidak merasa puas kondisi ruangan yang ada di dalam
dengan apa yang sudah di berikan perpustakaan, dimana kondisi ruangan
pustakawan sehingga membuat pemustaka yang tidak nyaman untuk membaca, kotor,
mengeksplore sendiri informasi yang berbau tidak sedap dan yang lainnya.
pemustaka butuhkan. Selain itu juga Kemudian bermasalah dengan tata letak
10
perpustakaan yang kurang menguntungkan merasa asing dengan media yang ada di
pemustaka, dimana salah satu contohnya di perpustakaan dan tidak bisa
perpustakaan Unair yang mempunyai tata menggunakannya akan berkecenderungan
letak ruang baca dan bahan koleksi yang mengalami kebingungan karena memang
berada di lantai tiga, sehingga membuat tidak mempunyai kemampuan untuk
pemustaka untuk mencari bahan pustaka menggunakannya. Hal tersebut terjadi
yang dia butuhkan harus ke lantai tiga karena memang ketika berada di dalam
untuk membacanya. Kemudian pemustaka perpustakaan pemustaka dihadapkan
tidak merasa nyaman dengan kehadiran dengan salah satu media penunjang
pustakawan, dimana kehadiran pustakawan (OPAC) mengalami permasalahan, antara
dianggap sebagai hal yang kurang nyaman lain pemustaka tidak bisa
karena sebelumnya pemustaka memiliki menggunakannya sehingga tidak mampu
trauma terhadap pustakawan. Dan yang menemukan informasi yang pemustaka
terakhir permasalahan dengan peraturan inginkan, selain itu ketidakcocokan antara
yang di berlakukan di perpustakaan, informasi yang dimaksud dengan
dimana peraturan seperti dilarang informasi yang di tampilkan di OPAC
membawa makanan dirasa mengganggu membuat pemustaka merasa bingung
pemustaka untuk berlama-lama di dalam ketika menggunakannya. Ada hambatan
perpustakaan. Dari kesemua faktor lain yaitu pemustaka dengan komputer
tersebut memang membuat pemustaka yang ada di perpustakaan, dimana
merasa tidak nyaman ketika berada di pemustaka tidak mampu menggunakan
dalam perpustakaan dan membuat komputer yang di sediakan oleh
pemustaka tidak mau berlama-lama di perpustakaan dan membuat pemustaka
dalam perpustakaan. mengalami library anxiety.
11
dalam perpustakaan Unair, nantinya akan Adanya Culture Distance Yang di Alami
kesulitan untuk mencari informasi, Oleh Mahasiswa Baru
dikarenakan pemustaka tidak mengetahui
Dari data-data yang di peroleh
bagaimana alur yang ada di dalam
disimpulkan menjadi sebuah konsep
perpustakaan dan bahkan tidak mengetahui
dimana konsep culture distance menjadi
bagaimana cara menggunakannya. Dimana
pengaruh penting terjadinya library
nantinya ketika pemustaka mengalami
anxiety kepada pemutaka. Ketika
kesulitan yang mendalam maka akan
pemustaka mempunyai budaya
berkecenderungan akan mengakibatkan
menggunakan perpustakaan yang biasanya
pemustaka untuk mengalami library
menggunakan perpustakaan dengan
anxiety. Dan konsep yang kedua ialah
langsung mengambil buku di rak dan
konsep pengalaman, dimana pengalaman
mengembalikannya sendiri, kemudian di
pemustaka dalam mengunjungi dan
lingkungan baru menemukan budaya
menggunakan perpustakaan sangat
menggunakan perpustakaan dengan
berpengaruh nantinya ketika pemustaka
terlebih dahulu harus melewati beberapa
berada di dalam perpustakaan baru.
tahapan untuk mampu menemukan
Pengalaman pemustaka ketika berada di
informasi yang ada di perpustakaan. Hal
bangku sekolah mengenai perpustakaan
tersebut menunjukkan adanya perbedaan,
sekolah, ketika pemustaka memiliki
perbedaan tersebut dinamakan jarak
pengalaman buruk dengan perpustakaan
budaya, yang mana jarak budaya yang
sekolah maka nantinya akan menjadi
terjadi semakin jauh atau melebar, maka
trauma tersendiri dari pemustaka ketika
akan semakin banyak perbedaan yang
berada di perpustakaan perguruan tinggi.
dialami oleh pemustaka, hal ini
Dan juga ketika pemustaka berada di
mengakibatkan pemustaka mengalami
dalam perpustakaan perguruan tinggi dan
yang namanya library anxiety. Tetapi jarak
merasa belum pernah menemui media atau
ketika jarak budaya yang terjadi semakin
fasilitas yang ada di perpustakaan sekolah
menipis atau mengecil maka perbedaan
maka pemustaka akan berkecenderungan
yang di alami oleh pemustaka akan
mengalami kesulitan untuk
semakin sedikit, hal tersebut akan
menggunakannya dan nantinya akan
mengakibatkan pemustaka cenderung
menyebabkan pemustaka mengalami
untuk tidak mengalami library anxiety dan
library anxiety.
mampu menggunakan perpustakaan.
12
Adaptasi Untuk Keluar dari Library eksternal tersebut yang di temukan dari
Anxiety informan untuk keluar dari kecemasan
dengan beradaptasi. Setelah beradaptasi
Dapat dikatakan bahwa adaptasi
dengan baik perpustakaanpun mendapat
merupakan sebuah proses atau usaha dari
respon yang baik oleh informan, dimana
individu untuk keluar dari library anxiety
informan merasa nyaman dengan
yang melanda mereka, proses ini bisa
perpustakaan Unair, informan juga akan
dilakukan dengan berbagai usaha, bisa dari
senang ketika berkunjung ke perpustakaan
faktor internal dimana muncul karena
atau bisa dikatakan loyal dengan
memang individu mempunyai knowledge
perpustakaan, dan informan mempunyai
yang lebih sehingga mampu beradaptasi
persepsi baik kepada perpustakaan.
dan keluar dari library anxiety, terus
karena adanya jarak budaya yang tipis Tetapi ada juga yang tidak bisa
sehingga membuat pemustaka merasa keluar dari library anxiety karena mereka
tidak asing dengan perpustakaan Unair dan tidak bisa beradaptasi dengan baik, ada
mampu dengan baik beradaptasi. dua faktor yang membuat mereka tidak
Sedangkan dari faktor eksternal dimana bisa beradaptasi dengan baik, dimana ada
informan mendapat bantuan dari faktor pertama adalah faktor internal yang
pustakawan untuk keluar dari library melanda, seperti informan merasa kurang
anxiety, pelayanan yang di berikan perccaya diri untuk bertanya ke
pustakawan kepada informan, seperti pustakawan karena informan merasa
informasi yang penting dan keramahan canggung dengan pustakawan, kemudian
yang di tunjukkan oleh pustakwan ada pengaruh dari knowledge yang dimiliki
membuat informan bisa keluar dari library informan mengenai perpustakaan yang
anxiety yang menjangkit mereka. Dan ada rendah sehingga informan melakukan
faktor eksternal lain yaitu dari pengunjung tindakan yang membuat dirinya semakin
lainnya, dimana informan mendapatkan merasa cemas, dan faktor kedua adalah
informasi dari pengunjung yang lain untuk faktor eksternal yaitu antara lain, dengan
menemukan apa yang informan mau di pustakawan dimana ketika informan ingin
dalam perpustakaan, walaupun faktor ini mendapatkan informasi yang valid kepada
terkadang memberikan informasi yang pustakawan, pustawan tidak ada di tempat
kurang valid tetapi bisa membuat informan dan menghilang sehingga informan
keluar dari kecemasan yang melanda. kebingungan untuk mencari informmasi
Kedua faktor internal dengan faktor dan sikap pustakawan yang kurang ramah
13
ketika berinteraksi dengan informan
membuat informan sulit untuk beradaptasi.
Kedua faktor internal dan eksternal
tersebut yang membuat informan kesulitan
untuk beradaptasi dengan perpustakaan
Unair. Dan selain itu akan berdampak
kepada informan, seperti yang di jelaskan
oleh beberapa informan mereka tidak mau
lagi pergi ke perpustakaan, menganggap
perpustakaan Unair tidak mempunyai buku
yang lengkap serta tidak mempunyai
manajemen yang baik, dan selain itu akan
membuat informan kurang nyaman dengan
perpustakaan serta tidak mau lagi
mengunjungi perpustakaan Unair. KESIMPULAN
14
pustakawan menjadi penyebab mempengaruhi pemustaka
pemustaka mengalami kecemasan. mengalami library anxiety
Faktor kedua disebabkan oleh 2. Permasalahan ketika pemustaka
afeksi dari pemustaka, dimana mengalami library anxiety di dalam
perilaku dan emosional pemustaka perpustakaan Universitas
berperan mengakibatkan Airlangga, adanya culture distance
pemustaka mengalami library yang menyebabkan pemustaka
anxiety. Faktor ketiga ialah faktor terjangkit dari keenam faktor
kenyamanan, dimana pemustaka tersebut. Dimana dalam hal ini
yang merasa tidak nyaman dengan pemustaka baru yang baru pertama
kondisi perpustakaan kali berkunjung ke perpustakaan
mengakibatkan pemustaka enggan Universitas Airlangga yang
untuk berlama-lama di dalam berkecenderungan mengalami
perpustakaan. Faktor keempat culture distance disebabkan oleh
penyebabnya ialah teknologi skill, adanya adanya jarak yang terlalu
dimana kemampuan pemustaka jauh antara budaya lama dengan
dalam menggunakan media budaya baru, hal ini menjadikan
penunjang perpustakaan berperan adanya perbedaan yang terlalu
menjadikan pemustaka mengalami belang dan mengakibatkan
library anxiety ketika pemustaka pemustaka mengalami
tidak bisa menggunkan media kebingungan ketika berada di
tersebut. Faktor kelima ialah faktor dalam perpustakaan dan ketika di
kognisi, dimana pengetahuan yang biarkan terus menerus akan
dangkal membuat pemustaka mengakibatkan pemustaka
merasa kebingungan di dalam terjangkit library anxiety.
perpustakaan, ketika kebingungan 3. Ketika pemustaka mengalami
terus melanda maka pemustaka culture distance maka yang harus
akan mengalami library anxiety. dilakukan ialah dengan melakukan
Faktor keena ialah faktor proses adaptasi, dimana proses
pengalaman, dimana pengalaman adaptasi ada dua faktor, yang mana
pemustaka yang buruk atau kurang kedua faktor tersebut harus saling
baik ketika berada di dala berkesinambungan membantu
perpustakaan nantinya juga akan pemustaka keluar dari kebingungan
yang melanda. Ketika pemustaka
15
sukses unuk beradaptasi dengan Creswell, J.W. 2008. Educational
lingkungan dan budaya barunya Research, Planning, Conducting and
maka pemustaka akan mampu Evaluating Quantirarive and
rd
menggunkan perpustakaan dengan Qualitative Research.3 ed. New
baik dan nantinya akan berdampak Jersey : Pearson
pada presepsi baik terhadap Denzin, and Lincoln. 1994. Hand Book of
perpustakaan, pemustaka merasa Qualitative Research. New York :
nyaman ketika di dalam Sage Production.
perpustakaan dan akan loyal K.A Abusin et.al. 2011. Sudanese library
terhadap perpustakaan. Tetapi anxiety constructs. Journal. Journal of
ketika pemustaka tidak mampu Information Development 27
beradaptasi atau gagal untuk McPherson, Marisa Alicia. 2015. Library
beradaptasi dengan lingkungan anxiety among university students: A
atau budaya baru yang ada di survey. Journal of International
perpustakaan Unair maka akan Federation of Library Associations
berdampak negatif, dimana and Institutions.Vol. 41.
pemustaka akan mempunyai Mellon, C.A. 1986. Library Anxiety: A
presepsi buruk terhadap Grounded Theory and Its
perpustakaan, pemustaka akan Development. College and Research
tidak merasa nyaman ketika berada Iibraries.
di dalam perpustakaan dan Song, Zhiqiang et.al.2014. Library Anxiety
pemustaka tidak mau berkunjung Among Chinese Students: Modification
ke perpustakaan Unair. and Application of LAS in the Context
of Chinese Academic Libraries.
DAFTAR PUSTAKA
Journal of Academic
Anwar Mumtaz A. 2011. AQAK : A Librarianship.Vol. 40.
library anxiety scale for Strauss, Anselm. & Juliet Corbin. 2003.
undergraduate students. Journal of Dasar-dasar Penelitian Kualitatif:
Librarianship and Information Science Tatalangkah dan Teknik-teknik
44 Teoritisasi Data. Yogyakarta: Pustaka
Bostick, S.L. 1992. The development and Pelajar.
validation of the library anxiety scale. Susantari, Tri dan Nove E. Variant Anna.
PhD. dissertation. ProQuest 2008. Pengaruh Kecemasan Di
Dissertations and Theses database Perpustakaan (Library Anxiety)
16
Terhadap Efektifitas Pemanfaatan
Perpustakaan Oleh Mahasiswa Di
Perpustakaan Pusat Universitas
Airlangga. Journal.Surabaya :
Universitas Airlangga.
17