Analisis Pengaruh Keterlibatan Kognitif, Keterlibatan Emosional Dan Kelelahan Emosional Terhadap Kepuasaan Kerja, Dimoderasi Oleh Variable Sinisme
Analisis Pengaruh Keterlibatan Kognitif, Keterlibatan Emosional Dan Kelelahan Emosional Terhadap Kepuasaan Kerja, Dimoderasi Oleh Variable Sinisme
ABSTRACT
This study aims to obtain empirical evidence of the relationship of Cognitive Engagement, Emotional
Engagement and Emotional Exhaustion to Job Satisfaction, moderated by Cynicism. The sample of the
study was 200 educators and staff in educational institutions in Yogyakarta, Central Java and East
Java, Indonesia. The research sampling method is purposive sampling. All data used in this study meet
the validity, reliability and normality testing requirements, so that further hypothesis testing can be
done. Data analysis using Confirmatory Analysis, SEM.
The findings that support the research hypothesis are: a) Emotional Engagement has a
significant and positive effect on employee job satisfaction and b) Emotional Exhaustion has a
significant effect on the direction of a negative relationship on job satisfaction. While the Cognitive
Engagement variable has no significant effect on job satisfaction with the direction of a positive
relationship. To get the support of the relationship between the independent variables and the
dependent variable, moderation variables are added, namely cynicism. The moderation variable is used
to strengthen or weaken the relationship between one variable and another. Findings on the role of the
cynicism variable as a moderating variable indicate that: a) the Cynicism variable is able to moderate
the relationship between Emotional Engagement on Job Satisfaction with positive support, and b) the
cynicism variable is able to moderate the relationship between Emotional Exhaustion, with negative
support.
Keywords: Cognitive Engagement, Emotional Engagement, Emotional Exhaustion, Cynicism and Job
Satisfaction
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses menjalani pengalaman mental dalam dirinya dan mempengaruhi
kehidupan seseorang, tidak hanya sebagai alat transfer keahlian teknis. Keadaan dan peran pendidikan
pada era pra industri menempatkan orang pada status sosial tertentu, sedangkan pada masyarakat maju,
pendidikan merupakan alat untuk mobilitas sosial vertikal. Pendidikan sebagai fungsi sosial merupakan
suatu cara yang dilakukan masyarakat dalam membimbing anak yang belum matang, sesuai dengan
bentuk serta susunan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pendidikan mempunyai fungsi untuk
meneruskan, menyelamatkan sumber dan cita-cita masyarakat. Pengaruh sosial terhadap pendidikan
merupakan bentuk pendidikan bersamaan dalam kehidupan, di mana aspek-aspek kehidupan yang
mempengaruhi sistem organisasi seperti politik, ekonomi, kesehatan, keagamaan dan lainnya akan
mempengaruhi dan mengembangkan isi dan tujuan organisasi dalam kehidupan bersama.
Berdasarkan pertimbangan psikologi sosial pada sistem pendidikan, keterlibatan tenaga
pendidik, siswa dan komponen lainnya dalam sistem pendidikan akan mempengaruhi sifat pola tingkah
laku atau kepribadian sebagai relasi kemanusiaan. Dalam sistem pendidikan formal dengan kurikulum
yang telah ditetapkan, memiliki efek pembatasan peran dan tingkah laku siswa maupun tenaga
pendidik. Oleh karena itu, pengembangan kepribadian tenaga pendidik merupakan aspek yang
signifikan untuk dalam mempengaruhi peran sosial dalam lingkungan Perguruan Tinggi, termasuk
pengaruh Perguruan Tinggi dalam pertumbuhan, penyesuaian dan sifat tingkat laku sebagai hasil
keanekaragaman tingkatan otoritas situasi Perguruan Tinggi.
Dalam menjalankan pekerjaan di bidang pendidikan, seorang tenaga didik mempunyai otonomi
untuk mengapresiasikan fungsi tri darma pendidikan sebagai wujud pengabdian kepada negara.
Kebebasan mempunyai makna fleksibilitas peran, materi maupun waktu dalam pengorganisasian tugas
yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengatualisasian hingga peran evaluasi dan
pengendalian. Sehingga tenaga didik yang diberikan kepercayaan otonom dalam pekerjaannya, dapat
mengekspresikan kepuasaan dalam tugas-tugasnya.
Kepuasaan kerja merupakan indikator bahwa tenaga didik maupun staf mempunyai motivasi
untuk tetap berada di suatu organisasi. Kepuasan kerja dianggap sebagai salah satu dimensi perwakilan
dari perilaku organisasi. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan positif tentang pekerjaan seseorang
berdasarkan evaluasi seseorang dari karakteristik pekerjaannya. Hal ini akan nampak dari sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Kepuasan kerja karyawan memiliki dampak yang penting dalam meningkatkan motivasi kerja.
Hal ini dapat terlihat nyata dalam kesesuaian antara harapan seseorang terhadap pekerjaannya dengan
apa yang di dapatkan dari pekerjaan itu sendiri. Sedangkan terhadap adanya perubahan organisasi,
anggota organisasi yang mempunyai tingkat kepuasaan kerja tinggi, diharapkan dapat menerima
rencana perubahan dan menjalani perubahan tersebut dengan sikap yang positif. Karyawan yang puas
menjadi aset produktif perusahaan dan memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan
organisasi secara keseluruhan. Untuk melibatkan tenaga kerja, baik fisik maupun emosional harus
memastikan bahwa organisasi telah memenuhi kebutuhan fisik dan emosi karyawan. Kepuasan kerja
karyawan memainkan peran penting dalam jangka panjang.
Kepuasan kerja merupakan kombinasi dari keadaan psikologis, fisiologis dan lingkungan, yang
menyebabkan seseorang jujur, puas dengan pekerjaannya. Penelitian yang dilakukan oleh Abraham
(2012), menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan terkait (korelasi). Hasil regresi
menyoroti faktor-faktor, seperti, sifat pekerjaan, pengakuan atasan atau atas pekerjaan seseorang,
semangat tim, kerja sama antar departemen, manfaat komparatif, administrasi kebijakan perusahaan
yang setara dan tepat berkontribusi pada tingkat keterlibatan karyawan yang moderat. Demikian pula
penelitian sebelumnya menemukan bahwa faktor kognitif tenaga kerja berpengaruh secara signifikan
terhadap kepuasaan kerja di perusahaan-perusahaan dengan basis teknologi (Babu, 2017).
Keterlibatan karyawan adalah keterikatan karyawan dengan peran pekerjaannya, mencakup
keterikatan fisik, kognitif, dan emosional pada kinerja. Dimensi fisik mengacu pada keterlibatan fisik
dalam tugas yang dihadapi, dimensi kognitif merujuk pada kehati-hatian dan keterserapan seseorang di
tempat kerja, dan dimensi emosional berarti berhubungan dengan pekerjaan saat bekerja dengan
dedikasi dan komitmen.
Keterlibatan karyawan dapat menurunkan tingkat kepuasaan kerja, apabila peran dalam
keikutsertaan dalam menjalankan pekerjaan tidak diikuti oleh kepercayaan karyawan terhadap
organisasi di mana mereka bekerja. Penurunan kepercayaan dapat muncul karena adanya ketidakjujuran
atau ketidakadilan institusi kerja dalam memperlakukan tenaga kerja maupun kurangnya transparasi
berbagai kebijakan perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris faktor keterikatan kognitif, emosional
dan kelelahan emosional tenaga kerja (edukatif dan staf) terhadap kepuasaan kerja pada institusi
pendidikan, yang dimoderasi oleh sikap sinisme.
LITERATURE REVIEW
Sumber atau penyebab burnout sebagai salah satu aspek yang mengakibatkan terjadinya kelelahan
emosional dapat dirunut menjadi 6 aspek yaitu (1) kerja berlebihan, (2) kurangnya kontrol dalam
bekerja, (3) ) Sistem penghargaan yang tidak memadai atau tidak tepat, (4) Terganggunya sistem
masyarakat di tempat kerja, (5) Hilangnya keadilan di lingkungan kerja, dan (6) konflik nilai.
Sedangkan (Simanjuntak & Nazaruddin, 2020) menggunakan tiga dimensi untuk menjelaskan
Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion) yaitu a). Workload (beban kerja), b). Award
(penghargaan), dan c). Work Environment (lingkungan kerja).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaannya. Kepuasan kerja
merupakan suatu generalisasi sikap terhadap pekerjaan berdasarkan aspek pekerjaan. Kepuasan kerja
mengacu pada sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja
yang tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas dengan
pekerjaannya memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya. Kelelahan Emosional berpengaruh
langsung signifikan terhadap Kepuasan Kerja Unit Kerja Telkomsel RTPO di Sumatera Daerah
(Simanjuntak & Nazaruddin, 2020). Dimensi Kepuasaan Kerja mencakup: a). Pekerjaan itu sendiri, b).
Gaji (income), c). Kesempatan Promosi, d). Supervisi dan e). Teman Kerja.
(Prajogo, 2019) dalam penelitiannya menemukan hasil bahwa Kelelahan Emosional
berpengaruh negative terhadap Kepuasaan Kerja. Sedangkan pada penelitian (Sophie Baeriswyl, 2016)
yang dilakukan terhadap 1127 screeners di bandara Eropa. Hasil penelitian menemukan bahwa beban
kerja dan dukungan supervisi merupakan penyebab utama terjadinya kelelahan emosional. Demikian
pula beban kerja yang meningkat akan menaikkan kelelahan emosional yang selanjutnya dapat
menurunkan Kepuasaan Kerja. Sedangkan dukungan supervise yang meningkat, menjadi faktor
kenyamanan sehingga menurunkan kelelahan emosional. Selanjutnya kelelahan yang menurun
meningkatkan produkstivitas dan kepuasaan kerja.
Berdasarkan literatur di atas, disampaikan hipotesis sebagai berikut:
Ha3: Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion) berpengaruh negatif
terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) pada tenaga kerja pada institusi
pendidikan di Indonesia.
Sinisme organisasi merupakan hasil dari keyakinan karyawan bahwa organisasi bertindak
kurang jujur atau melakukan beberapa kebijakan secara tidak transparan. Lebih khusus, harapan
moralitas, keadilan, dan kejujuran dilanggar. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi sinisme adalah
faktor personal dan faktor organisasi (Polatcan, 2014). Faktor personal sinisme mencakup jenis
kelamin, usia, status perkawinan, masa kerja, tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan. Sinisme
organisasi muncul ketika karyawan mulai tidak percaya karena adanya kekurangan dan ketidakjujuran.
Hal ini terjadi akibat dari persepsi terhadap harapan dasar yang berkaitan dengan moralitas, keadilan
dan kejujuran yang tidak mendapatkan tanggapan.
Sinisme diprediksikan memberikan dampak negatif terhadap kepuasan kerja, persepsi
karyawan tentang pengayaan pekerjaan, kualitas pertukaran pemimpin-anggota, dan dukungan dari
rekan kerja.
Berdasarkan latarbelakang dan tinjauan literatur di atas, maka diajukan hipotesis sebagai
berikut:
Ha4: Sinisme mampu memoderasi dengan arah negatif terhadap pengaruh Keterlibatan
Kognitif (Cognitive Engagement) terhadap Kepuasaan Kerja (Job satisfaction) pada tenaga
kerja pada institusi pendidikan di Indonesia.
Ha5: Sinisme mampu memoderasi dengan arah negatif terhadap pengaruh Keterlibatan
Emosional (Emotional Engagement) terhadap Kepuasaan Kerja (Job satisfaction) pada
tenaga kerja pada institusi pendidikan di Indonesia.
Ha6: Sinisme mampu memoderasi dengan arah negatif terhadap pengaruh Kelelahan
Emosional (Emotional Exhaustion ) terhadap Kepuasaan Kerja (Job satisfaction) pada tenaga
kerja pada institusi pendidikan di Indonesia.
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif, dengan menggunakan data primer.
Subyek penelitian adalah tenaga pendidik (edukatif) dan tenaga kependidikan (non edukatif) di
Indonesia. Sampel penelitian sebanyak 200 responden yang memberikan opini dengan menjawab
kuasioner yang didistribusi secara online pada tenaga pendidik (edukatif) dan tenaga kependidikan (non
edukatif) di 5 Perguruan Tinggi di Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jabodetabek. Periode
pengumpulan data dilakukan bulan Maret-Mei 2020, dengan menggunakan skala Likert 1 – 5. Untuk
mendapatkan validitas jawaban responden, peneliti menambahkan metode wawancara (indepth
interview) kepada 20 responden untuk membantu resoponden mengungkapkan lebih detail terhadap
variabel-variabel dalam penelitian ini.
Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka
penelitian ini bermaksud untuk menguji pengaruh Keterlibatan Kognitif, Keterlibatan Emosional dan
Kelelahan Emosional terhadap Kepuasaan Kerja. Sinisme (Cynicism) berperan memoderasi dengan
pengaruh negatif, hubungan varibel independent terhadap Kepuasaan Kerja. Rerangka teoritis
penelitian dapat disajikan dalam rerangka penelitian pada gambar berikut ini:
Cognitive
Engagement (+)
Emotional
Exhaustion (-)
Cynicism
Persyaratan validitas terhadap data penelitian telah terpenuhi, dengan nilai validity correlated variabel
Keterlibatan Kognitif (Cognitive Engagement), Keterlibatan Emosional (Emotional Engagement) dan
Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion), Kepuasaan Kerja (Job Satisfaction) dan Sinisme
(Cynicism) diatas 0,3. Sedangkan data penelitian dinyatakan reliabel, karena nilai Cronbach’s Alpha >
0,6. Dengan demikian, bahwa data penelitian memenuhi persyaratan keabsahan untuk diolah lebih
lanjut. Tabel 1 menunjukkan pengujian validitas dan reliabilitas data penelitian.
Berdasarkan pengujian kecocokan model yang digunakan dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis
yang diajukan, dilakukan uji kompatibilitas atau Goodness of fit model. Tabel 2, menunjukkan hasil
pengujian kecocokan model sebagian besar kriteria yang cocok terpenuhi, sehingga kita dapat
mengatakan bahwa model didukung oleh data.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan model persamaan struktural (Structural Equation
Modeling/SEM) metode hirarkikal (hierarchical confirmatory analysis). Metode ini bertujuan untuk
mengkonfirmasi teori sesuai dengan data penelitian yang dilakukan dengan menambahkan variabel
independen secara bertahap dalam pengujiannya terhadap variabel dependen.
Pada tahap awal, dilakukan pengujian langsung pengaruh variabel independent terhadap
variabel dependen. Pertama, pengaruh variabel Keterlibatan Kognitif (Cognitive Engagament) terhadap
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction). Hasil regresi menunjukkan hubungan positif namun tidak signifikan
antara kedua variabel tersebut pada tingkat signifikansi 5% (Sign. = 0,136). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Keterlibatan Kognitif (Cognitive
Engagament) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) pada tenaga kerja di Lembaga Pendidikan di
Indonesia.
Kedua, pengaruh variabel Keterlibatan Emosional (Emotional Engagament) terhadap
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction). Hasil regresi menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
kedua variabel tersebut pada tingkat signifikansi 5% (Sign. = 0,00). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara Keterlibatan Emosional
(Emotional Engagament) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) pada tenaga kerja di Lembaga
Pendidikan di Indonesia.
Ketiga, pengaruh variabel Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion) terhadap Kepuasan
Kerja (Job Satisfaction). Hasil regresi menunjukkan hubungan negatif dan signifikan antara kedua
variabel tersebut pada tingkat signifikansi 5% (Sign. = 0,008). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan negatif antara Kelelahan Emosional (Emotional
Exhaustion) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) pada tenaga kerja di Lembaga Pendidikan di
Indonesia. Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian regresi variabel independent terhadap dependen
penelitian.
Selanjutnya, untuk mendapatkan hasil yang semakin valid dalam upaya mengetahui
pengaruh variabel independen yang meliputi Keterlibatan Kognitif, Keterlibatan Emosional
dan Kelelahan Emosional terhadap Kepuasaan Kerja (Job Satisfaction) ditambahkan variabel
moderasi yaitu Sinisme (Cynicism), dengan membuat faktor interaksi antara variabel
Kepuasaan Kerja dan Sinisme. Berdasarkan hasil pengujian, seperti terlihat pada tabel 4, dapat
dijelaskan: Pertama, variabel Sinisme tidak mampu memoderasi hubungan Keterlibatan
Kognitif (Cognitive Engagament) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction). Hal ini
ditunjukkan dengan tingkat signifikansi hasil sebesar 0,245 > 0,05, dengan arah hubungan
negatif. Kedua, dengan tingkat keyakinan 5%, diperoleh hasil regresi interaksi variabel Sinisme
mampu memoderasi hubungan Keterlibatan Emosional (Emotional Engagement) terhadap
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) dengan arah hubungan positif. Hal ini ditunjukkan dengan
signifikansi hasil regresi sebesar 0,000 < 0,05. Ketiga, dengan tingkat keyakinan 5%, diperoleh
hasil regresi interaksi variabel Sinisme mampu memoderasi hubungan Kelelahan Emosional
(Emotional Exhaustion) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) dengan arah hubungan
negatif. Hal ini ditunjukkan dengan signifikansi hasil regresi sebesar 0,000 < 0,05.
Tabel 4
Hasil Pengujian Variabel Moderasi
Berdasarkan hasil pengujian pada penelitian ini, variable Keterlibatan Kognitif tidak signifikan
berpengaruh terhadap Kepuasaan Kerja pada Lembaga Pendidikan khususnya di Perguruan Tinggi di
Indonesia. Temuan ini tidak sejalan dengan penelitian De’Carlo & Agarwal (1999) dan Garg, Dar dan
Mishra (2018). Hal ini menunjukkan fenomena bahwa otonomi tugas-tugas tenaga didik di perguruan
tinggi, mempunyai keragaman dalam proses berpikir seseorang. Tenaga didik maupun kependidikan
mempunyai peran masing-masing dalam berkontribusi terhadap pekerjaan mereka di institusi yang
diikuti. Dengan demikian, keterlibatan secara kognitif mempunyai karakteristik yang masih berada
dalam ranah ide, opini dan pikiran masing-masing. Hasil luaran masih dalam bentuk konsep atau
pemikiran seseorang, sehingga belum dapat dirasakan atau diterima secara langsung oleh subyek kerja.
Dengan demikian Keterlibatan Kognitif belum dapat dijadikan indikator terhadap Kepuasaan Kerja bagi
tenaga didik dan tenaga kependidikan pada institusi Pendidikan tinggi. Temuan empiris pengaruh
Keterlibatan Kognitif terhadap Kepuasan Kerja dalam penelitian ini juga tidak mampu dipengaruhi
dengan hadirnya Sinisme sebagai variable pemoderasi.
Variabel Keterlibatan Emosional dalam penelitian ini berpengaruh signifikan dengan arah
hubungan positif terhadap Kepuasan Kerja. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Karanika, et.al.,
(2015) dan Extremera, et.al. (2018), bahwa seseorang secara psikologis mempunyai kemampuan yang
berkaitan dengan pemrosesan informasi yang relevan dengan emosi dan merupakan salah satu
kontributor yang mungkin untuk sikap dan perilaku kerja yang positif dan, khususnya, kepuasan kerja.
Temuan yang menarik terjadi ketika diberikan faktor penguatan Sinisme sebagai variable pemoderasi,
diperoleh penguatan dengan arah positif hubungan Keterlibatan Emosional terhadap Kepuasan Kerja.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan sifat otonomi kerja para pendidik di Perguruan Tinggi, mereka
yang telah terlibat secara emosional akan cenderung mempunyai komitmen yang tinggi terhadap
institusi dan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Sementara faktor Sinisme justru menjadi
faktor penguat dan tetap meningkatkan keyakinan diri untuk meningkatkan produktivitas kerja,
sehingga menghasilkan Kepuasaan Kerja yang semakin tinggi.
Variabel Kelelahan Emosional berpengaruh signifikan dengan arah hubungan negatif terhadap
Kepuasaan Kerja. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Simanjuntak, Sadalia, dan Nazaruddin
(2020), Prajogo (2019), Santika dan Sudibia (2017) dan Schwaninger (2016). Dengan demikian dapat
dibuktikan secara empiris, beban kerja, kerja keras, tingkat stress dan frustasi dalam melaksanakan
tugas-tugas administrasi maupun target karir yang lebih tinggi menyebabkan seseorang di dunia
pendidikan mengalami kelelahan atau burnout. Hal ini lain juga ditunjukkan dengan rendahnya
penghargaan pimpinan terhadap kinerja tenaga pendidik mengakibatkan motivasi dan semangat kerja
yang menurun. Selanjutnya berdampak pada menurunnya Kepuasan Kerja dan produktivitas. Dengan
diberikan faktor pemoderasi variable Sinisme pada pengaruh Kelelahan Emosional terhadap
Kepuasaan Kerja, diperoleh penguatan yang signifikan dengan arah hubungan negatif. Dengan
demikian tenaga didik maupun tenaga kependidikan yang tidak meyakini kemampuan manajemen
Pendidikan, semakin memperlemah tingkat Kepuasaan Kerja mereka.
Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Keterlibatan Kognitif (Cognitive
Engagement), Keterlibatan Emosional (Emotional Engagement) dan Kelelahan Emosional (Emotional
Exhaustion) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) di Institusi Pendidikan Tinggi di Indonesia.
Hasil temuan menunjukkan bahwa variable Keterlibatan Kognitif tidak perpengaruh signifikan terhadap
Kepuasan Kerja. Sementara Keterlibatan Emosional berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap
Kepuasan Kerja. Sedangkan Kelelahan Emosional berpengaruh signifikan dengan hubungan negatif
terhadap Kepuasan Kerja.
Variabel Sinisme dalam penelitian ini berfungsi untuk memoderasi pengaruh variable-variabel
independent terhadap Kepuasaan Kerja. Temuan diperoleh bahwa Sinisme tidak mampu memoderasi
variable Keterlibatan Kognitif terhadap Kepuasan Kerja. Pada kondisi yang lain, Sinisme mampu
memoderasi pengaruh Keterlibatan Emosional terhadap Kepuasaan Kerja, dengan arah hubungan
positif. Demikian pula, Sinisme mampu memoderasi pengaruh Kelelahan Emosional terhadap
Kepuasaan Kerja, dengan arah hubungan negatif.
Daftar Pustaka
Babu, A. S. (2017). Cognitive Factors and its Impact on Job SatisfactionA Study on Selected
Information Technology Enabled. 8(1).
Extremera, N. Q.-O.-L. (2018). Cyberbullying victimization, self-esteem and suicidal ideation in
adolescence: does emotional intelligence play a buffering role? Psychology.
Garg, K. D. (2017). Job Satisfaction and Work Engagement: A Study Using Private Sector Bank
Managers. Advances in Developing Human Resources, 1-14.
Hughes, J. C. (2008). Talent management: A strategy for improving employee recruitment, retention
and engagement within hospitality organizations. International Journal of Contemporary
Hospitality Management, 743-757.
Karanika-Murray, M. D. (2015). Organizational identification, work engagement, and job satisfaction.
Journal of Managerial Psychology, 1019-1033.
Lu, L. L. (2016). Work engagement, job satisfaction, and turnover intentions: A comparison between
supervisors and line-level employees. International Journal of Contemporary Hospitality
Management.
Maslach, C. &. (1984). Burnout in organizational settings. Applied social psychology annual:. Beverly
Hills, 133-153.
N.T.Azharudeen, a. A. (2018). The Relationships among Emotional Demand, Job Demand,.
International Business Research, 8-18.
Nahar, L. H. (2013). The Relationship of Job Satisfaction, Job Stress, Mental Health of Government
and Non-Government Employees of Banglad. Psychology, 520-525.
Polatcan, M. a. (2014). The Relationship Between Leadership Behaviors Of School Principals And
Their Organizational Cynicism Attitudes. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 1291 –
1303.
Prajogo, W. (2019). The relationship among emotional exhaustion, job satisfaction, performance, and
intention to leave. Advances in Management & Applied Economics, 21-29.
Schaufeli, W. B. (2006). The measurement of work engagement with a short questionnaire: A cross-
national study. Educational and Psychological, 701-716.
Simanjuntak, P. I., & Nazaruddin, I. S. (2020). The Effect of Emotional Exhaustion and Job
Satisfaction. International Journal of Research and Review, 37-46.
Sophie Baeriswyl, A. C. (2016). Emotional Exhaustion and Job Satisfaction in Airport Security
Officers – Work–Family Conflict as Mediator in the Job Demands–Resources Model.
Psychol, 1-13.