0% found this document useful (0 votes)
51 views11 pages

Analisis Pengaruh Keterlibatan Kognitif, Keterlibatan Emosional Dan Kelelahan Emosional Terhadap Kepuasaan Kerja, Dimoderasi Oleh Variable Sinisme

This document summarizes a study that analyzed the influence of cognitive engagement, emotional engagement, and emotional exhaustion on job satisfaction among educators and staff at educational institutions in Indonesia. The study found: 1. Emotional engagement had a significant positive effect on employee job satisfaction. 2. Emotional exhaustion had a significant negative effect on job satisfaction. 3. Cognitive engagement did not have a significant effect on job satisfaction, though the relationship was positive. 4. The moderating variable of cynicism strengthened the relationship between emotional engagement and job satisfaction, and weakened the relationship between emotional exhaustion and job satisfaction.

Uploaded by

Mohammad Ridswan
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
51 views11 pages

Analisis Pengaruh Keterlibatan Kognitif, Keterlibatan Emosional Dan Kelelahan Emosional Terhadap Kepuasaan Kerja, Dimoderasi Oleh Variable Sinisme

This document summarizes a study that analyzed the influence of cognitive engagement, emotional engagement, and emotional exhaustion on job satisfaction among educators and staff at educational institutions in Indonesia. The study found: 1. Emotional engagement had a significant positive effect on employee job satisfaction. 2. Emotional exhaustion had a significant negative effect on job satisfaction. 3. Cognitive engagement did not have a significant effect on job satisfaction, though the relationship was positive. 4. The moderating variable of cynicism strengthened the relationship between emotional engagement and job satisfaction, and weakened the relationship between emotional exhaustion and job satisfaction.

Uploaded by

Mohammad Ridswan
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 11

Analisis Pengaruh Keterlibatan Kognitif, Keterlibatan Emosional dan Kelelahan Emosional

terhadap Kepuasaan Kerja, Dimoderasi oleh Variable Sinisme


Studi Pada Institusi Pendidikan di Indonesia

Dra. Heni Kusumawati, SE., M.Si


STIE YKPN Yogyakarta, Indonesia
[email protected]

ABSTRACT
This study aims to obtain empirical evidence of the relationship of Cognitive Engagement, Emotional
Engagement and Emotional Exhaustion to Job Satisfaction, moderated by Cynicism. The sample of the
study was 200 educators and staff in educational institutions in Yogyakarta, Central Java and East
Java, Indonesia. The research sampling method is purposive sampling. All data used in this study meet
the validity, reliability and normality testing requirements, so that further hypothesis testing can be
done. Data analysis using Confirmatory Analysis, SEM.
The findings that support the research hypothesis are: a) Emotional Engagement has a
significant and positive effect on employee job satisfaction and b) Emotional Exhaustion has a
significant effect on the direction of a negative relationship on job satisfaction. While the Cognitive
Engagement variable has no significant effect on job satisfaction with the direction of a positive
relationship. To get the support of the relationship between the independent variables and the
dependent variable, moderation variables are added, namely cynicism. The moderation variable is used
to strengthen or weaken the relationship between one variable and another. Findings on the role of the
cynicism variable as a moderating variable indicate that: a) the Cynicism variable is able to moderate
the relationship between Emotional Engagement on Job Satisfaction with positive support, and b) the
cynicism variable is able to moderate the relationship between Emotional Exhaustion, with negative
support.

Keywords: Cognitive Engagement, Emotional Engagement, Emotional Exhaustion, Cynicism and Job
Satisfaction

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses menjalani pengalaman mental dalam dirinya dan mempengaruhi
kehidupan seseorang, tidak hanya sebagai alat transfer keahlian teknis. Keadaan dan peran pendidikan
pada era pra industri menempatkan orang pada status sosial tertentu, sedangkan pada masyarakat maju,
pendidikan merupakan alat untuk mobilitas sosial vertikal. Pendidikan sebagai fungsi sosial merupakan
suatu cara yang dilakukan masyarakat dalam membimbing anak yang belum matang, sesuai dengan
bentuk serta susunan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pendidikan mempunyai fungsi untuk
meneruskan, menyelamatkan sumber dan cita-cita masyarakat. Pengaruh sosial terhadap pendidikan
merupakan bentuk pendidikan bersamaan dalam kehidupan, di mana aspek-aspek kehidupan yang
mempengaruhi sistem organisasi seperti politik, ekonomi, kesehatan, keagamaan dan lainnya akan
mempengaruhi dan mengembangkan isi dan tujuan organisasi dalam kehidupan bersama.
Berdasarkan pertimbangan psikologi sosial pada sistem pendidikan, keterlibatan tenaga
pendidik, siswa dan komponen lainnya dalam sistem pendidikan akan mempengaruhi sifat pola tingkah
laku atau kepribadian sebagai relasi kemanusiaan. Dalam sistem pendidikan formal dengan kurikulum
yang telah ditetapkan, memiliki efek pembatasan peran dan tingkah laku siswa maupun tenaga
pendidik. Oleh karena itu, pengembangan kepribadian tenaga pendidik merupakan aspek yang
signifikan untuk dalam mempengaruhi peran sosial dalam lingkungan Perguruan Tinggi, termasuk
pengaruh Perguruan Tinggi dalam pertumbuhan, penyesuaian dan sifat tingkat laku sebagai hasil
keanekaragaman tingkatan otoritas situasi Perguruan Tinggi.
Dalam menjalankan pekerjaan di bidang pendidikan, seorang tenaga didik mempunyai otonomi
untuk mengapresiasikan fungsi tri darma pendidikan sebagai wujud pengabdian kepada negara.
Kebebasan mempunyai makna fleksibilitas peran, materi maupun waktu dalam pengorganisasian tugas
yang dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengatualisasian hingga peran evaluasi dan
pengendalian. Sehingga tenaga didik yang diberikan kepercayaan otonom dalam pekerjaannya, dapat
mengekspresikan kepuasaan dalam tugas-tugasnya.
Kepuasaan kerja merupakan indikator bahwa tenaga didik maupun staf mempunyai motivasi
untuk tetap berada di suatu organisasi. Kepuasan kerja dianggap sebagai salah satu dimensi perwakilan
dari perilaku organisasi. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan positif tentang pekerjaan seseorang
berdasarkan evaluasi seseorang dari karakteristik pekerjaannya. Hal ini akan nampak dari sikap positif
karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Kepuasan kerja karyawan memiliki dampak yang penting dalam meningkatkan motivasi kerja.
Hal ini dapat terlihat nyata dalam kesesuaian antara harapan seseorang terhadap pekerjaannya dengan
apa yang di dapatkan dari pekerjaan itu sendiri. Sedangkan terhadap adanya perubahan organisasi,
anggota organisasi yang mempunyai tingkat kepuasaan kerja tinggi, diharapkan dapat menerima
rencana perubahan dan menjalani perubahan tersebut dengan sikap yang positif. Karyawan yang puas
menjadi aset produktif perusahaan dan memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan
organisasi secara keseluruhan. Untuk melibatkan tenaga kerja, baik fisik maupun emosional harus
memastikan bahwa organisasi telah memenuhi kebutuhan fisik dan emosi karyawan. Kepuasan kerja
karyawan memainkan peran penting dalam jangka panjang.
Kepuasan kerja merupakan kombinasi dari keadaan psikologis, fisiologis dan lingkungan, yang
menyebabkan seseorang jujur, puas dengan pekerjaannya. Penelitian yang dilakukan oleh Abraham
(2012), menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan keterlibatan karyawan terkait (korelasi). Hasil regresi
menyoroti faktor-faktor, seperti, sifat pekerjaan, pengakuan atasan atau atas pekerjaan seseorang,
semangat tim, kerja sama antar departemen, manfaat komparatif, administrasi kebijakan perusahaan
yang setara dan tepat berkontribusi pada tingkat keterlibatan karyawan yang moderat. Demikian pula
penelitian sebelumnya menemukan bahwa faktor kognitif tenaga kerja berpengaruh secara signifikan
terhadap kepuasaan kerja di perusahaan-perusahaan dengan basis teknologi (Babu, 2017).
Keterlibatan karyawan adalah keterikatan karyawan dengan peran pekerjaannya, mencakup
keterikatan fisik, kognitif, dan emosional pada kinerja. Dimensi fisik mengacu pada keterlibatan fisik
dalam tugas yang dihadapi, dimensi kognitif merujuk pada kehati-hatian dan keterserapan seseorang di
tempat kerja, dan dimensi emosional berarti berhubungan dengan pekerjaan saat bekerja dengan
dedikasi dan komitmen.
Keterlibatan karyawan dapat menurunkan tingkat kepuasaan kerja, apabila peran dalam
keikutsertaan dalam menjalankan pekerjaan tidak diikuti oleh kepercayaan karyawan terhadap
organisasi di mana mereka bekerja. Penurunan kepercayaan dapat muncul karena adanya ketidakjujuran
atau ketidakadilan institusi kerja dalam memperlakukan tenaga kerja maupun kurangnya transparasi
berbagai kebijakan perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris faktor keterikatan kognitif, emosional
dan kelelahan emosional tenaga kerja (edukatif dan staf) terhadap kepuasaan kerja pada institusi
pendidikan, yang dimoderasi oleh sikap sinisme.

LITERATURE REVIEW

1. Pengaruh Keterlibatan Kognitif terhadap Kepuasaan Kerja


Otonomi kerja adalah suatu tingkat di mana pekerjaan memberikan kebebasan substansial,
kemandirian dan kebijaksanaan kepada karyawan dalam menentukan prosedur yang akan digunakan
dalam menjalankannya. Pekerjaan dengan tingkat otonomi yang tinggi menciptakan rasa tanggung
jawab dan kepuasan kerja yang lebih besar pada karyawan. (Garg, 2017) menyatakan bahwa, Kognisi
sering dicirikan sebagai isi pemikiran atau kepercayaan tentang suatu objek sikap atau pernyataan fakta
yang dipertanyakan, yang dibandingkan dengan standar atau harapan organisasi di mana seseorang
bekerja. Seorang karyawan mengharapkan tingkat otonomi tertentu dalam cara dia bekerja dan sedang
dikelola secara mikro, perbedaan antara otonomi yang diharapkan dan yang dirasakan dapat
menyebabkan pikiran ketidakpuasan.
(Nahar, 2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa para eksekutif secara signifikan
mempunyai tingkat kepuasaan kerja lebih tinggi dibandingkan non-eksekutif. Manajemen dengan level
jabatan yang lebih tinggi lebih menikmati lebih banyak kesempatan untuk memuaskan kebutuhan ego
mereka, status tinggi, pembayaran lebih tinggi dan pengarahan diri sendiri daripada karyawan tingkat
bawah.
(Garg, 2017), menemukan bahwa persepsi otonomi pekerjaan merupakan anteseden penting
bagi kepuasan kerja di antara tenaga penjualan dari ketiga negara dalam obyek penelitian. Pengaruh
otonomi kerja juga bervariasi sesuai dengan tingkat hirarki karyawan.
Berdasarkan literatur di atas, disampaikan hipotesis sebagai berikut:

Ha1: Keterlibatan Kognitif berpengaruh positif terhadap Kepuasan Kerja pada


tenaga kerja pada institusi pendidikan di Indonesia

2. Pengaruh Keterlibatan Emosional (Emotional Engagement) dan Kepuasan Kerja (Job


Satisfaction)
(Hughes, 2008) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa keterlibatan karyawan melibatkan
emosi dan asosiasi intelektual seorang karyawan terhadap organisasinya, supervisor dan rekan kerja
saat melakukan tugasnya. Dimensi emosional berarti hubungan dengan dedikasi dan komitmen pekerja
pada saat bekerja dalam sebuah institusi kerja. Keterlibatan karyawan ditunjukkan dengan bagaimana
energik dan berkomitmen seorang karyawan terhadap pekerjaan mereka. Dimensi dedikasi menurut
(Schaufeli, 2006)terdiri dari inspirasi, antusiasme, dan keterlibatan tinggi dalam pekerjaan, konsentrasi
pada pekerjaan, dan kesadaran tentang seberapa banyak waktu dihabiskan untuk pekerjaan.
Kepuasan kerja juga digambarkan sebagai emosional atau reaksi ekspresif terhadap pekerjaan.
Kepuasan kerja merupakan pengungkapan perasaan individu karyawan dan emosi tentang pekerjaan,
serta sikap terhadap berbagai realitas pekerjaan. Kepuasan kerja adalah faktor kunci untuk motivasi
karyawan pada industri jasa, termasuk institusi pendidikan. Jika karyawan merasakan kepuasan dengan
pekerjaan, budaya kerja, dan lingkungan di mana mereka bekerja, maka dampaknya mereka akan
memberikan melayani pelanggan dengan lebih baik.
(Extremera, 2018)mengemukakan dalam teori Emotional Intelligent bahwa seseorang secara
psikologis mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan pemrosesan informasi yang relevan dengan
emosi dan merupakan salah satu kontributor yang mungkin untuk sikap dan perilaku kerja yang positif
dan, khususnya, kepuasan kerja.
Keterlibatan kerja didefinisikan sebagai kondisi pikiran yang positif, memuaskan, terkait
pekerjaan yang ditandai dengan semangat, dedikasi, dan penyerapan. Dalam konteks ini, semangat
didefinisikan sebagai energi dan ketahanan, yaitu kesediaan untuk menginvestasikan upaya dalam
pekerjaan seseorang dan untuk bertahan pada tugas-tugas yang terkait dengan pekerjaan. Dedikasi
ditandai oleh keterlibatan kuat dalam pekerjaan seseorang dan antusiasme, kebanggaan, dan inspirasi
yang terkait dengan pekerjaan. Akhirnya, penyerapan melibatkan dengan senang hati terlibat dalam
pekerjaan seseorang, sejauh waktu berlalu dengan cepat dan seseorang memiliki kesulitan memisahkan
diri dari pekerjaan seseorang.
Saat karyawan terlibat dalam suatu pekerjaan yang menjadi tugasnya, mereka masuk ke mode
interaktif yang terdiri dari tantangan, inspirasi dan kebanggaan. Mode interaksi keterlibatan dalam
pekerjaan tersebut memberikan kontribusi utama terhadap kepuasan kerja karyawan. Menurut (Lu,
2016), mengemukakan bahwa keterlibatan kerja merupakan dimensi individu, sedangkan kepuasan
kerja merupakan hasil dari dimensi ini.
(Karanika-Murray, 2015), dalam penelitiannya menemukan bahwa karyawan, yang secara kuat
dan positif terlibat dalam pekerjaan mereka, menunjukkan energi dan dedikasi pada pekerjaan mereka,
akibatnya mereka merasa puas dengan pekerjaannya. Karyawan, yang memiliki tingkat keterikatan
yang tinggi dengan pekerjaan mereka dan organisasi, berpengaruh secara negatif oleh peristiwa negatif
pada pekerjaan yang mereka hadapi. Hal ini terjadi karena akibat stress yang berhubungan Akibatnya
dipengaruhi oleh stres yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Berdasarkan literatur di atas, disampaikan hipotesis sebagai berikut:

Ha2: Keterlibatan Emosional (Emotional Engagement) berpengaruh positif


terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) pada institusi pendidikan di Indonesia.
3. Pengaruh Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion) terhadap Kepuasan Kerja
Kelelahan emosional adalah reaksi terkait stres spesifik yang mengacu pada keadaan habisnya tenaga
yang disebabkan oleh hal yang berlebihan psikologis dan emosional menuntut itu terjadi di antara
individu yang bekerja dengan orang dalam kapasitas tertentu (N.T.Azharudeen, 2018). Kelelahan
emosional terjadi karena kekurangan energi dan habisnya daya emosional tenaga kerja karena tuntutan
psikologis yang berlebihan. Kelelahan adalah perasaan emosional kekosongan, beban berat dari
pekerjaan, kebutuhan yang kuat untuk istirahat dan kondisi kelelahan fisik. Kelelahan emosional
menyebabkan proses yang sangat lambat dalam terhadap daya piker dan kinerja karyawan dalam
periode yang cukup lama, misalnya dalam satu tahun.
(Maslach, 1984) menggunakan The Maslach Burnout Inventory dalam mengidentifikasi
dimensi kelelahan emosional yang ditunjukan dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Drained (kekeringan) yaitu kondisi yang dirasakan seseorang dalam bentuk kelelahan fisik atau
mental kerja terus menerus, ujian, belajar keras
2. Used up (kehabisan tenaga), yaitu Seseorang merasa bahwa dia telah kehilangan segalanya
energinya dan merasa terlalu lelah dan gelisah
3. Fatigue (kelelahan) yaitu seseorang merasa dirinya ekstrim kondisi lelah atau lelah yang mana
karena dia merasa memiliki terlalu banyak beban kerja atau aktivitas yang berlebihan.
4. Strain (ketegangan), yaitu seseorang yang merasa bahwa dia memberi usaha mental atau fisik
yang hebat atau menyakitkan untuk melakukan beberapa pekerjaan.
5. Burn out (emosi yang terbakar), yaitu suatu kondisi ketika seseorang merasa sangat lelah, baik
secara fisik atau mental karena stres atau kerja keras.
6. Frustation (frustrasi), yaitu seseorang yang merasa kecewa atau merasa gagal dan tidak
mendapatkan apa-apa, sehingga cenderung tidak pernah mendapatkan kepuasaan.
7. Work Hard (Kerja Keras), yaitu seseorang yang memiliki lebih banyak pekerjaan pada waktu
yang sama atau memiliki banyak tanggung jawab.
8. Stress (stress), yaitu seseorang merasa yang terlalu mental, ketegangan fisik karena kecemasan
atau lebih kerja. Ini akan meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan depresi
9. End of rope, yaitu seseorang merasa bahwa dia tidak punya cara apapun untuk melanjutkan
rencananya, lanjut dia merasa bahwa semuanya sudah selesai dan akhirnya kehilangan harapan.

Sumber atau penyebab burnout sebagai salah satu aspek yang mengakibatkan terjadinya kelelahan
emosional dapat dirunut menjadi 6 aspek yaitu (1) kerja berlebihan, (2) kurangnya kontrol dalam
bekerja, (3) ) Sistem penghargaan yang tidak memadai atau tidak tepat, (4) Terganggunya sistem
masyarakat di tempat kerja, (5) Hilangnya keadilan di lingkungan kerja, dan (6) konflik nilai.
Sedangkan (Simanjuntak & Nazaruddin, 2020) menggunakan tiga dimensi untuk menjelaskan
Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion) yaitu a). Workload (beban kerja), b). Award
(penghargaan), dan c). Work Environment (lingkungan kerja).
Kepuasan kerja adalah cara seorang pekerja merasakan pekerjaannya. Kepuasan kerja
merupakan suatu generalisasi sikap terhadap pekerjaan berdasarkan aspek pekerjaan. Kepuasan kerja
mengacu pada sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja
yang tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas dengan
pekerjaannya memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya. Kelelahan Emosional berpengaruh
langsung signifikan terhadap Kepuasan Kerja Unit Kerja Telkomsel RTPO di Sumatera Daerah
(Simanjuntak & Nazaruddin, 2020). Dimensi Kepuasaan Kerja mencakup: a). Pekerjaan itu sendiri, b).
Gaji (income), c). Kesempatan Promosi, d). Supervisi dan e). Teman Kerja.
(Prajogo, 2019) dalam penelitiannya menemukan hasil bahwa Kelelahan Emosional
berpengaruh negative terhadap Kepuasaan Kerja. Sedangkan pada penelitian (Sophie Baeriswyl, 2016)
yang dilakukan terhadap 1127 screeners di bandara Eropa. Hasil penelitian menemukan bahwa beban
kerja dan dukungan supervisi merupakan penyebab utama terjadinya kelelahan emosional. Demikian
pula beban kerja yang meningkat akan menaikkan kelelahan emosional yang selanjutnya dapat
menurunkan Kepuasaan Kerja. Sedangkan dukungan supervise yang meningkat, menjadi faktor
kenyamanan sehingga menurunkan kelelahan emosional. Selanjutnya kelelahan yang menurun
meningkatkan produkstivitas dan kepuasaan kerja.
Berdasarkan literatur di atas, disampaikan hipotesis sebagai berikut:
Ha3: Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion) berpengaruh negatif
terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) pada tenaga kerja pada institusi
pendidikan di Indonesia.

4. Variabel Sinisme dalam memoderasi Hubungan Keterlibatan Kognitif, Keterlibatan


Emosional dan Kelelahan Emosional terhadap Kepuasan Kerja

Sinisme organisasi merupakan hasil dari keyakinan karyawan bahwa organisasi bertindak
kurang jujur atau melakukan beberapa kebijakan secara tidak transparan. Lebih khusus, harapan
moralitas, keadilan, dan kejujuran dilanggar. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi sinisme adalah
faktor personal dan faktor organisasi (Polatcan, 2014). Faktor personal sinisme mencakup jenis
kelamin, usia, status perkawinan, masa kerja, tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan. Sinisme
organisasi muncul ketika karyawan mulai tidak percaya karena adanya kekurangan dan ketidakjujuran.
Hal ini terjadi akibat dari persepsi terhadap harapan dasar yang berkaitan dengan moralitas, keadilan
dan kejujuran yang tidak mendapatkan tanggapan.
Sinisme diprediksikan memberikan dampak negatif terhadap kepuasan kerja, persepsi
karyawan tentang pengayaan pekerjaan, kualitas pertukaran pemimpin-anggota, dan dukungan dari
rekan kerja.
Berdasarkan latarbelakang dan tinjauan literatur di atas, maka diajukan hipotesis sebagai
berikut:

Ha4: Sinisme mampu memoderasi dengan arah negatif terhadap pengaruh Keterlibatan
Kognitif (Cognitive Engagement) terhadap Kepuasaan Kerja (Job satisfaction) pada tenaga
kerja pada institusi pendidikan di Indonesia.

Ha5: Sinisme mampu memoderasi dengan arah negatif terhadap pengaruh Keterlibatan
Emosional (Emotional Engagement) terhadap Kepuasaan Kerja (Job satisfaction) pada
tenaga kerja pada institusi pendidikan di Indonesia.

Ha6: Sinisme mampu memoderasi dengan arah negatif terhadap pengaruh Kelelahan
Emosional (Emotional Exhaustion ) terhadap Kepuasaan Kerja (Job satisfaction) pada tenaga
kerja pada institusi pendidikan di Indonesia.

Metodologi Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif, dengan menggunakan data primer.
Subyek penelitian adalah tenaga pendidik (edukatif) dan tenaga kependidikan (non edukatif) di
Indonesia. Sampel penelitian sebanyak 200 responden yang memberikan opini dengan menjawab
kuasioner yang didistribusi secara online pada tenaga pendidik (edukatif) dan tenaga kependidikan (non
edukatif) di 5 Perguruan Tinggi di Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jabodetabek. Periode
pengumpulan data dilakukan bulan Maret-Mei 2020, dengan menggunakan skala Likert 1 – 5. Untuk
mendapatkan validitas jawaban responden, peneliti menambahkan metode wawancara (indepth
interview) kepada 20 responden untuk membantu resoponden mengungkapkan lebih detail terhadap
variabel-variabel dalam penelitian ini.

Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka
penelitian ini bermaksud untuk menguji pengaruh Keterlibatan Kognitif, Keterlibatan Emosional dan
Kelelahan Emosional terhadap Kepuasaan Kerja. Sinisme (Cynicism) berperan memoderasi dengan
pengaruh negatif, hubungan varibel independent terhadap Kepuasaan Kerja. Rerangka teoritis
penelitian dapat disajikan dalam rerangka penelitian pada gambar berikut ini:

Cognitive
Engagement (+)

Emotional (+) Job Satisfaction


Engagement
(-)

Emotional
Exhaustion (-)

Cynicism

Gambar 1. Kerangka Penelitian

Analisis Hasil dan Pembahasan

Persyaratan validitas terhadap data penelitian telah terpenuhi, dengan nilai validity correlated variabel
Keterlibatan Kognitif (Cognitive Engagement), Keterlibatan Emosional (Emotional Engagement) dan
Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion), Kepuasaan Kerja (Job Satisfaction) dan Sinisme
(Cynicism) diatas 0,3. Sedangkan data penelitian dinyatakan reliabel, karena nilai Cronbach’s Alpha >
0,6. Dengan demikian, bahwa data penelitian memenuhi persyaratan keabsahan untuk diolah lebih
lanjut. Tabel 1 menunjukkan pengujian validitas dan reliabilitas data penelitian.

Tabel 1. Validitas dan Reliabilitas Variabel Penelitian

Variabel Corected Item- Validity Cronbach Alpha > Reliability


Total Correlation Correlated > 0,3 0,6 (Cronbach Alpha >
0,6)
Cognitive 0,600 Valid 0,770 Reliabel
Engagement
Emotional 0,620 Valid 0,825 Reliabel
Engagement
Emotional -0,370 Valid -0,740 Reliabel
Exhaustion
Job Satisfaction 0,592 Valid 0,898 Reliabel
Cynicism 0,340 Valid 0,853 Reliabel
Data Penelitian, diolah (2020)

Berdasarkan pengujian kecocokan model yang digunakan dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis
yang diajukan, dilakukan uji kompatibilitas atau Goodness of fit model. Tabel 2, menunjukkan hasil
pengujian kecocokan model sebagian besar kriteria yang cocok terpenuhi, sehingga kita dapat
mengatakan bahwa model didukung oleh data.

Tabel 2 Uji Kecocokan Model (Goodness of Fit Model)


Model
Goodness of-fit Index Criteria Result Evaluation
Chi-Square small, not significant sign 0.00 Good
CMN ≤ 2.00 1.76 Good
GFI ≥ 0.90 0.920 Good
AGFI ≥ 0.90 0.823 Mediocre
TLI ≥ 0.90 0.96 Good
CFI ≥ 0.95 0.955 Good
RMSEA ≤ 0.08 0.176 Mediocre

Analisis dalam penelitian ini menggunakan model persamaan struktural (Structural Equation
Modeling/SEM) metode hirarkikal (hierarchical confirmatory analysis). Metode ini bertujuan untuk
mengkonfirmasi teori sesuai dengan data penelitian yang dilakukan dengan menambahkan variabel
independen secara bertahap dalam pengujiannya terhadap variabel dependen.
Pada tahap awal, dilakukan pengujian langsung pengaruh variabel independent terhadap
variabel dependen. Pertama, pengaruh variabel Keterlibatan Kognitif (Cognitive Engagament) terhadap
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction). Hasil regresi menunjukkan hubungan positif namun tidak signifikan
antara kedua variabel tersebut pada tingkat signifikansi 5% (Sign. = 0,136). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Keterlibatan Kognitif (Cognitive
Engagament) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) pada tenaga kerja di Lembaga Pendidikan di
Indonesia.
Kedua, pengaruh variabel Keterlibatan Emosional (Emotional Engagament) terhadap
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction). Hasil regresi menunjukkan hubungan positif dan signifikan antara
kedua variabel tersebut pada tingkat signifikansi 5% (Sign. = 0,00). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara Keterlibatan Emosional
(Emotional Engagament) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) pada tenaga kerja di Lembaga
Pendidikan di Indonesia.
Ketiga, pengaruh variabel Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion) terhadap Kepuasan
Kerja (Job Satisfaction). Hasil regresi menunjukkan hubungan negatif dan signifikan antara kedua
variabel tersebut pada tingkat signifikansi 5% (Sign. = 0,008). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan negatif antara Kelelahan Emosional (Emotional
Exhaustion) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) pada tenaga kerja di Lembaga Pendidikan di
Indonesia. Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian regresi variabel independent terhadap dependen
penelitian.

Tabel 3. Hasil Pengujian Regresi Penelitian

Hasil Pengujian Regresi


Standardized
Model Unstandardized Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,645 ,340 4,838 ,000
CJE ,133 ,089 ,107 1,496 ,136
EJE ,557 ,083 ,488 6,693 ,000*
EXH -,150 ,056 -,155 -2,682 ,008*
a. Dependent Variable: JS (data diolah, 2020)
*signifikan pada α = 1%

Selanjutnya, untuk mendapatkan hasil yang semakin valid dalam upaya mengetahui
pengaruh variabel independen yang meliputi Keterlibatan Kognitif, Keterlibatan Emosional
dan Kelelahan Emosional terhadap Kepuasaan Kerja (Job Satisfaction) ditambahkan variabel
moderasi yaitu Sinisme (Cynicism), dengan membuat faktor interaksi antara variabel
Kepuasaan Kerja dan Sinisme. Berdasarkan hasil pengujian, seperti terlihat pada tabel 4, dapat
dijelaskan: Pertama, variabel Sinisme tidak mampu memoderasi hubungan Keterlibatan
Kognitif (Cognitive Engagament) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction). Hal ini
ditunjukkan dengan tingkat signifikansi hasil sebesar 0,245 > 0,05, dengan arah hubungan
negatif. Kedua, dengan tingkat keyakinan 5%, diperoleh hasil regresi interaksi variabel Sinisme
mampu memoderasi hubungan Keterlibatan Emosional (Emotional Engagement) terhadap
Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) dengan arah hubungan positif. Hal ini ditunjukkan dengan
signifikansi hasil regresi sebesar 0,000 < 0,05. Ketiga, dengan tingkat keyakinan 5%, diperoleh
hasil regresi interaksi variabel Sinisme mampu memoderasi hubungan Kelelahan Emosional
(Emotional Exhaustion) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) dengan arah hubungan
negatif. Hal ini ditunjukkan dengan signifikansi hasil regresi sebesar 0,000 < 0,05.

Tabel 4
Hasil Pengujian Variabel Moderasi

Hasil Pengujian Interaksi Variabel Moderasi (Sinisme)


Standardized
Model Unstandardized Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 3,678 ,114 32,217 ,000
InterCog -,037 ,032 -,238 -1,167 ,245
InterEmo ,123 ,032 ,768 3,891 ,000
InterExh -,100 ,018 -,495 -5,503 ,000
a. Dependent Variable: JS (data diolah, 2020)

Ringkasan hasil penelitian dapat disajikan pada tabel 5 berikut ini:

Tabel 5. Ringkasan Hasil Pengujian terhadap Hipotesis

Hipotesis Hasil Pengujian Keterangan


Ha1: Keterlibatan Kognitif berpengaruh Signifikan p = 0,136 Hipotesis tidak
positif dan signifikan terhadap Kepuasan Kerja Arah hubungan (+) didukung
Ha2: Keterlibatan Emosional berpengaruh Signifikan p = 0,00 Hipotesis didukung
positif dan signifikan terhadap Kepuasaan Kerja Arah hubungan (+)
Ha3: Kelelahan Emosional berpengaruh negative Signifikan p = 0,008 Hipotesis didukung
terhadap Kepuasaan Arah hubungan (-)
Ha4: Sinisme mampu memoderasi dengan arah Signifikan p = 0,245 Hipotesis tidak
hubungan negatif terhadap pengaruh Arah hubungan (-) didukung
Keterlibatan Kognitif terhadap Kepuasaan Kerja
Ha5: Sinisme mampu memoderasi dengan arah Signifikan p = 0,00 Hipotesis tidak
hubungan negatif terhadap pengaruh Keterlibatan Arah hubungan (+) didukung
Emosional terhadap Kepuasaan Kerja
Ha6: Sinisme mampu memoderasi dengan arah Signifikan p = 0,00 Hipotesis didukung
hubungan negatif terhadap pengaruh Kelelahan Arah hubungan (-)
Emosional terhadap Kepuasaan Kerja

Berdasarkan hasil pengujian pada penelitian ini, variable Keterlibatan Kognitif tidak signifikan
berpengaruh terhadap Kepuasaan Kerja pada Lembaga Pendidikan khususnya di Perguruan Tinggi di
Indonesia. Temuan ini tidak sejalan dengan penelitian De’Carlo & Agarwal (1999) dan Garg, Dar dan
Mishra (2018). Hal ini menunjukkan fenomena bahwa otonomi tugas-tugas tenaga didik di perguruan
tinggi, mempunyai keragaman dalam proses berpikir seseorang. Tenaga didik maupun kependidikan
mempunyai peran masing-masing dalam berkontribusi terhadap pekerjaan mereka di institusi yang
diikuti. Dengan demikian, keterlibatan secara kognitif mempunyai karakteristik yang masih berada
dalam ranah ide, opini dan pikiran masing-masing. Hasil luaran masih dalam bentuk konsep atau
pemikiran seseorang, sehingga belum dapat dirasakan atau diterima secara langsung oleh subyek kerja.
Dengan demikian Keterlibatan Kognitif belum dapat dijadikan indikator terhadap Kepuasaan Kerja bagi
tenaga didik dan tenaga kependidikan pada institusi Pendidikan tinggi. Temuan empiris pengaruh
Keterlibatan Kognitif terhadap Kepuasan Kerja dalam penelitian ini juga tidak mampu dipengaruhi
dengan hadirnya Sinisme sebagai variable pemoderasi.
Variabel Keterlibatan Emosional dalam penelitian ini berpengaruh signifikan dengan arah
hubungan positif terhadap Kepuasan Kerja. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Karanika, et.al.,
(2015) dan Extremera, et.al. (2018), bahwa seseorang secara psikologis mempunyai kemampuan yang
berkaitan dengan pemrosesan informasi yang relevan dengan emosi dan merupakan salah satu
kontributor yang mungkin untuk sikap dan perilaku kerja yang positif dan, khususnya, kepuasan kerja.
Temuan yang menarik terjadi ketika diberikan faktor penguatan Sinisme sebagai variable pemoderasi,
diperoleh penguatan dengan arah positif hubungan Keterlibatan Emosional terhadap Kepuasan Kerja.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan sifat otonomi kerja para pendidik di Perguruan Tinggi, mereka
yang telah terlibat secara emosional akan cenderung mempunyai komitmen yang tinggi terhadap
institusi dan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Sementara faktor Sinisme justru menjadi
faktor penguat dan tetap meningkatkan keyakinan diri untuk meningkatkan produktivitas kerja,
sehingga menghasilkan Kepuasaan Kerja yang semakin tinggi.
Variabel Kelelahan Emosional berpengaruh signifikan dengan arah hubungan negatif terhadap
Kepuasaan Kerja. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Simanjuntak, Sadalia, dan Nazaruddin
(2020), Prajogo (2019), Santika dan Sudibia (2017) dan Schwaninger (2016). Dengan demikian dapat
dibuktikan secara empiris, beban kerja, kerja keras, tingkat stress dan frustasi dalam melaksanakan
tugas-tugas administrasi maupun target karir yang lebih tinggi menyebabkan seseorang di dunia
pendidikan mengalami kelelahan atau burnout. Hal ini lain juga ditunjukkan dengan rendahnya
penghargaan pimpinan terhadap kinerja tenaga pendidik mengakibatkan motivasi dan semangat kerja
yang menurun. Selanjutnya berdampak pada menurunnya Kepuasan Kerja dan produktivitas. Dengan
diberikan faktor pemoderasi variable Sinisme pada pengaruh Kelelahan Emosional terhadap
Kepuasaan Kerja, diperoleh penguatan yang signifikan dengan arah hubungan negatif. Dengan
demikian tenaga didik maupun tenaga kependidikan yang tidak meyakini kemampuan manajemen
Pendidikan, semakin memperlemah tingkat Kepuasaan Kerja mereka.

Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh Keterlibatan Kognitif (Cognitive
Engagement), Keterlibatan Emosional (Emotional Engagement) dan Kelelahan Emosional (Emotional
Exhaustion) terhadap Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) di Institusi Pendidikan Tinggi di Indonesia.
Hasil temuan menunjukkan bahwa variable Keterlibatan Kognitif tidak perpengaruh signifikan terhadap
Kepuasan Kerja. Sementara Keterlibatan Emosional berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap
Kepuasan Kerja. Sedangkan Kelelahan Emosional berpengaruh signifikan dengan hubungan negatif
terhadap Kepuasan Kerja.

Variabel Sinisme dalam penelitian ini berfungsi untuk memoderasi pengaruh variable-variabel
independent terhadap Kepuasaan Kerja. Temuan diperoleh bahwa Sinisme tidak mampu memoderasi
variable Keterlibatan Kognitif terhadap Kepuasan Kerja. Pada kondisi yang lain, Sinisme mampu
memoderasi pengaruh Keterlibatan Emosional terhadap Kepuasaan Kerja, dengan arah hubungan
positif. Demikian pula, Sinisme mampu memoderasi pengaruh Kelelahan Emosional terhadap
Kepuasaan Kerja, dengan arah hubungan negatif.
Daftar Pustaka

Babu, A. S. (2017). Cognitive Factors and its Impact on Job SatisfactionA Study on Selected
Information Technology Enabled. 8(1).
Extremera, N. Q.-O.-L. (2018). Cyberbullying victimization, self-esteem and suicidal ideation in
adolescence: does emotional intelligence play a buffering role? Psychology.
Garg, K. D. (2017). Job Satisfaction and Work Engagement: A Study Using Private Sector Bank
Managers. Advances in Developing Human Resources, 1-14.
Hughes, J. C. (2008). Talent management: A strategy for improving employee recruitment, retention
and engagement within hospitality organizations. International Journal of Contemporary
Hospitality Management, 743-757.
Karanika-Murray, M. D. (2015). Organizational identification, work engagement, and job satisfaction.
Journal of Managerial Psychology, 1019-1033.
Lu, L. L. (2016). Work engagement, job satisfaction, and turnover intentions: A comparison between
supervisors and line-level employees. International Journal of Contemporary Hospitality
Management.
Maslach, C. &. (1984). Burnout in organizational settings. Applied social psychology annual:. Beverly
Hills, 133-153.
N.T.Azharudeen, a. A. (2018). The Relationships among Emotional Demand, Job Demand,.
International Business Research, 8-18.
Nahar, L. H. (2013). The Relationship of Job Satisfaction, Job Stress, Mental Health of Government
and Non-Government Employees of Banglad. Psychology, 520-525.
Polatcan, M. a. (2014). The Relationship Between Leadership Behaviors Of School Principals And
Their Organizational Cynicism Attitudes. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 1291 –
1303.
Prajogo, W. (2019). The relationship among emotional exhaustion, job satisfaction, performance, and
intention to leave. Advances in Management & Applied Economics, 21-29.
Schaufeli, W. B. (2006). The measurement of work engagement with a short questionnaire: A cross-
national study. Educational and Psychological, 701-716.
Simanjuntak, P. I., & Nazaruddin, I. S. (2020). The Effect of Emotional Exhaustion and Job
Satisfaction. International Journal of Research and Review, 37-46.
Sophie Baeriswyl, A. C. (2016). Emotional Exhaustion and Job Satisfaction in Airport Security
Officers – Work–Family Conflict as Mediator in the Job Demands–Resources Model.
Psychol, 1-13.

You might also like