0% found this document useful (0 votes)
70 views38 pages

Propopal Inovasi

This document proposes a program to detect diabetic neuropathy early in patients with diabetes mellitus at Bhayangkara Hospital in Makassar. It involves using the Inspection with Percussion of the Tibial Nerve (IPTT) method, which is a simple screening method where the examiner lightly touches the big toe, third toe, and little toe while the patient's eyes are closed to see if they can feel the touch. The program aims to empower diabetics and their families to better manage the disease at home through independent foot examinations. Implementing this screening method could help detect neuropathy before foot ulcers develop and reduce the risk of amputation.

Uploaded by

gitary lestary
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
70 views38 pages

Propopal Inovasi

This document proposes a program to detect diabetic neuropathy early in patients with diabetes mellitus at Bhayangkara Hospital in Makassar. It involves using the Inspection with Percussion of the Tibial Nerve (IPTT) method, which is a simple screening method where the examiner lightly touches the big toe, third toe, and little toe while the patient's eyes are closed to see if they can feel the touch. The program aims to empower diabetics and their families to better manage the disease at home through independent foot examinations. Implementing this screening method could help detect neuropathy before foot ulcers develop and reduce the risk of amputation.

Uploaded by

gitary lestary
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 38

PROPOSAL INOVASI

METODE-METODE UNTUK MENDETEKSI DINI NEUROPATI


PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA MAKASSAR

DOSEN PENGAMPUH : FRANSISKA ANITA, Ns., Sp.Kep.MB

DISUSUN OLEH:

1. Nicolas Kaspar Afitu 11. Pidelvia Pasapan


2. Nimsiani Tandungan 12. Pricilia Lekatompessy
3. Noldi Nehemia Aristo A 13. Putri Magafira
4. Noviana Ina Kii 14. Putri Masarrang
5. Octhavyani Embong Bulan 15. Rahayu Patricia
6. Odelia Flaviana Ezrom 16. Ratna Sari
7. Paetrick Pieter Simson De Fretes 17. Ratna Titha Nanggali
8. Paskalina Natalia 18. Renata Maria Renya
9. Pebriani Antauri 19. Reni
10. Peni Suddin 20. Rezki Mentodo
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus merupakan penyebab hiperglikemia. Hiperglikemia
disebabkan oleh berbagai hal, namun hiperglikemia paling sering disebabkan
oleh diabetes melitus. Pada diabetes melitus gula menumpuk dalam darah
sehingga gagal masuk ke dalam sel. Kegagalan tersebut terjadi akibat hormon
insulin jumlahnya kurang atau cacat fungsi. Hormon insulin merupakan
hormon yang membantu masuknya gula darah (WHO, 2016). Penyakit kronis
seperti DM sangat rentan terhadap gangguan fungsi yang bisa menyebabkan
kegagalan pada organ mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
Gangguan fungsi yang terjadi karena adanya gangguan sekresi insulin dan
gangguan kerja insulin maupun keduanya. Menurut International Diabetes
Federation-7 tahun 2015, dalam metabolisme tubuh hormon insulin
bertanggung jawab dalam mengatur kadar glukosa darah. Hormon ini
diproduksi dalam pankreas kemudian dikeluarkan untuk digunakan sebagai
sumber energi. Apabila di dalam tubuh kekurangan hormone insulin maka
dapat menyebabkan hiperglikemi (IDF, 2015). Diabetes melitus tipe 2
merupakan golongan diabetes dengan prevalensi tertinggi. Hal ini disebabkan
karena berbagai faktor diantaranya faktor lingkungan dan faktor keturunan.
Faktor lingkungan disebabkan karena adanya urbanisasi sehingga mengubah
gaya hidup seseorang yang mulanya konsumsi makanan yang sehat dan
bergizi dari alam menjadi konsumsi makanan yang cepat saji. Makanan cepat
saji berisiko menimbulkan obesitas sehingga seseorang berisiko DM tipe 2.
Orang dengan obesitas memiliki risiko 4 kali lebih besar mengalami DM tipe
2 daripada orang dengan status gizi normal (WHO, 2017).
American Diabetes Association mendefinisikan Diabetes Melitus
sebagai suatu penyakit metabolik yang bersifat kronis dan membutuhkan
perawatan medis secara berkelanjutan dengan berbagai cara yang dapat
mengurangi resiko multifaktor di luar kontrol glikemik. International
Diabetes Federation (IDF) melaporkan pada Tahun 2017 sekitar 425 juta
orang menderita Diabtes Melitus dan diprediksi meningkat menjadi 629 juta
orang di Tahun 2045. Sebanyak 10,3 juta masyarakat Indonesia terdiagnosis
Diabetes Melitus dan menempati ranking ke-6 di Dunia. Laporan dari Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan RI (2018), bahwa
penderita Diabetes Melitus di Indonesia mengalami peningkatan sebesar
2,0 %, jumlah tersebut lebih besar dari tahun 2013 yaitu sebesar 1,5%. Di
Jawa Barat terdapat 131.846 orang penduduk umur lebih dari 15 tahun
terdiagnosa Diabetes Melitus, dengan persentasi sebesar 1,7%.
Manajemen Diabetes Melitus yang buruk dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi akut, salah satunya adalah gangguan neuropati yaitu
berkurangnya sensasi di saraf kaki. Neuropathy yang tidak terdeteksi dapat
mengakibatkan terjadinya ulcus diabetic yang berujung pada amputasi.
Laporan dari IDF (2017) bahwa insiden yang menimpa ulkus kaki diabetes
naik sampai 25% sepanjang hidup pasien, dimana ulkus kaki terjadi pada
15-25% orang yang menderita Diabetes Melitus. Di Amerika Serikat ulkus
diabetik dilaporkan sebesar 7-8% pada tahun 2017, prevalensi ini
merupakan alasan yang paling umum untuk masuk ke rumah sakit.
Sebanyak 32,5% pasien Diabetes Melitus di Indonesia mengalami amputasi
dan 23,5% diantaranya merupakan pasien ulkus diabetikum yang kronis yang
dirawat di RS. Oleh karena itu, penting dilakukan screening pada diabetes
neuropathy sebagai tindakan screening awal sebelum terjadinya foot ulcer
diabetic.
Screening diabetes neuropathy merupakan salah satu tugas bagi
tenaga Kesehatan khususnya tenaga Kesehatan yang berada dipelayanan
dasar, seperti puskesmas. Sehingga tenaga Kesehatan harus mampu
memahami cara melakukan deteksi dini pada diabetes neuropathy.

B. TUJUAN

Tujuan umum adalah sebagai acuan bagi peneliti dalam


mengimplementasikan program screening neuropathy bagi pasien diabetes
melitus. Selain itu untuk membantu tenaga kesehatan khususnya
pemegang program prolanis dan penyakit tidak menular.
C. MANFAAT
1. Bagi Perawat
a. Tidak memerlukan biaya dan tidak memerlukan peralatan selain jari-
jari pemeriksa.
b. Hampir tidak ada pelatihan yang diperlukan sehingga semua praktisi
kesehatan dapat dengan mudah melakukan tes.
c. Kesederhanaan meminimalkan kebutuhan untuk kerjasama pasien
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai gambaran metode skrining yang bisa diterapkan dalam
melakukan pemeriksaan neurosensori kaki pada pasien diabetes secara
mandiri di rumah dengan tujuan untuk memberdayakan diabetis dan
keluarganya dalam meningkatkan self manajemen pada para pasien
diabetes.

D. PELAKSANAAN
1. Topik: Program inovasi “Pemeriksaan IPTT pada pasien Diabetes
Melitus “
2. Tempat : RS Bhayangkara Kota Makassar

E. DESKRIPSI PROGRAM
Metode IPTT dilakukan dengan cara jari pemeriksa harus memberikan
sentuhan ringan dan lembut selama 1-2 detik pada ujung jari kaki pertama,
ketiga dan kelima penderita, sementara mata pasien tertutup, subyek
diperintahkan untuk mengatakan ya kapan pun mereka merasakan sentuhan.
BAB ll
PEMBAHASAN
A. Konsep Diabetes Melitus
1. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang timbul sebagai akibat
dari minimnya kadar insulin baik secara mutlak maupun secara absolut.
Adanya perubahan pada sistem saraf tepi yakni pada neuropati perifer
yang mengakibatkan terganggunya sensivitas pada kaki merupakan
komplikasi yang di alami oleh pasien (Rahman et al., 2021).
Menurut WHO (2018) Diabetes Melitus(DM) merupakan kondisi
gangguan pada Pankreas sehingga produksi insulin atau jumlah insulin
menurun, yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, protei, yang ditandai kenaikan glukosa darah (Hiperglikemia),
dan untuk mengatasi gangguan pada tubuh dibutuhkan terapi secara
bertahap (Rahman, Maryuni and Rahmadhani, 2021).

2. Etiologi Diabetes Melitus


Menurut Damayanti (2015), ada beberapa faktor resiko terhadap
Diabetes Melitus antara lain:
a. Faktor Keturunan (Genetik)
Faktor genetik mempengaruhi sel beta, seeprti ketidakmampuan
mengenali dan meingkatkan rangsangan sekresi insulin. Resiko
penyakit DM tipe 2 kemungkinan besar terjadi pada individu dengan
kembar monozigotik, ibu dengan berat badan > 4 kg dari neonatus
(Price 2002 dalam Damayani, 2015):
1) Obesitas
Dari Beberapa penelitian menunjukkan, obesitas terutama
obesitas sentral mengakibatkan resistensi insulin. Pasien
obesitas rata-rata menunjukkan dislipidemia, hiperglikemia,
hipertensi (Perkeni,2015).
2) Usia
Kadar glukosa akan mengalami peningkatan sebesar 1-2 %
mg tiap tahun pada saar berpuasa dan mengalami kenaikan 6 -
13% tiap 2 jam setelah makan. Hal tersebut menunjukkan bahwa
usia merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya dibetes
dan gangguan pada tingkat toleransi glukosa (Sudoyo etal , 2009
dalam Damayanti 2015).
3) Tekanan Darah
Resiko penyakit DM juga dapat terjadi pada penderita
tekanan darah tinggi atau lazim disebut hipertensi dimana
tekanan darah sistolik sebesar >140/90 mgHg dan secara
general, penderita DM biasanya juga menderita hipertensi. Dan
jika tidak ditangani dengan benar maka dapat merusak ginjal
menimbulkan kelainan pada jaringan kardiovaskular. Namun
jika tekanan darah dapat dikontrol maka akan memproteksikan
terkontrol. Serta banyak faktor lain yang berpengaruh seperti
Kadar gula darah plasma, kondisi pembuluh darah serta pada
sistem autoregulasi pengaturan tekanan darah (Purwita,2016).
4) AktivitasFisik
Diabetes Melitus dapat dicegah dengan mengelola Pola
Hidup, seperti makanan bergizi dan sesuai kebutuhan tubuh,
serta Latihan fisik yang teratur (Damayanti,2015). Aktivitas
fisik dapat meningkatkan kekuatan otot dan memperbaiki
metabolisme, serta meningkatkan resistensi insulin.
5) Stress
Reaksi pertama respon stress yaitu kondisi stress akan
memicu sekresi norepinefrin, kemudian akan meningkatkan
denyut jantung. Hipotalamus mensekresi corticotropin-
releasingfactor, yang menstimulasi pituitarianterior untuk
memproduksi Andrenocorticotropic Hormone (ACTH)
kemudian ACTH menstimulasi pituitari anterior untuk
memproduksi glukokortikoid, terutama kortisol. Hormon
kortisol yang meningkat akan menyebabkan peningkatan
glukoneogenesis, katabolisme protein dan lemak
(Damayanti,2015).

3. Manifestasi Klinis Diabetes Melitus


Menurut PARKENI 2015, adapun keluhan dan gejala yang wajib
untuk mendapatkan penanganan yakni:
a. Poliuria
Merupakan suatu keadaan dimana tingkat volume air kemih
dama 24 jam mengalami peningkatan lebih dari batas normal sebab
kadar gula dalam tubuh juga meningkat berujung pada produksi urin
yang sangat banyak. Diuresi atau peningkatan voleme urin sering
terjadi di malam hari pada penderita DM.
b. Polidipsia
Peningkatan sensasi haus karena adanya diuresis osmosis, yang
disebabkan tingganya kadar gula dalam urine (pemekatan urin)
sehingga pasien mengeluh sering ingin berkemih dan menyebabkan
dehidrasi intrasel. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH
(antidiuretikhormone) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia
Adanya keseimbangan kalori negatif pada penderita DM dapat
membuat penderita mudah lapar dan timbul keinginan untuk makan
terus-menerus.
d. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan disebabkan oleh glukosa yang tidak
dapat masuk kedalam sel yang mengkibatkan ketidakmampuan sel
dalam menghasilkan energi demi keberlangsungan hidup sel itu
sendiri. Akibatnya sel mengambil cadangan energi dari lemak dan
otot sehingga penderita kehilangan berat badan.
e. Gangguan Saraf Tepi dan Kesemutan
Pada malam hari, penderita DM cenderung mengalami
kesakitan dan kesemutan.
f. Gangguan Penglihatan
Pandangan yang kabur merupakan gejala awal yang sering
dijumpai pada penderita DM.
g. Gatal – gatal
Pada penderita DM, terkadang timbul rasa gatal pada daerah
kemaluan, payudara dan ketiak.

4. Komplikasi Diabetes Melitus


Semakin lama seseorang menderita Diabetes Melitus, maka akan
menimbulkan berbagai komplikasi sebagai berikut (Smeltzer and Bare,
2015)
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Diabetik
Kondisi dimana penurunan insulin atau tidak ada, yang
mengakibatkan pada ketidakseimbangan metabolisme
karbohidrat berupa protein, lemak. Tanda dan gejala
ketoasidosis diabetik antara lain asidosis, sesak, penurunan
kesadaran, dehidrasi dan kehilangan elektrolit (PERKENI,
2015).
2) Hipoglikemia
Menurunnya kadar glukosa < 60 mg/dl dalam darah
merupakan dampak dari Pemeberian terapi insulin oral maupun
injeksi yang tidak sesudai dosis atau tidak teratur, kurangnya
konsumsi karbohidrat atau kelebihan aktivitas fisik.
3) Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik
Merupakan kondisi kompensasi metabolik pasien DM tanpa
kondisi ketosis. Hal ini ditandai dengan dehidrasi yang tinggi
tanpa hiperglikemia berat.
b. Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati
a) Retinopati Diabetikum
Retinopati Diabetikum adalah kerusakan pada retina
mata akibat kadar glukosa yang tinggi dalam darah. Faktor
yang menyebabkan terjadinya retinopati dibaetikum yakni:
lamanya menderita diabetes, usia penderita, kontrol gula
darah, faktor sistemik (hipertensi, kehamilan).
b) Nefropati Diabetikum
Nefropati Diabetikum dapat menyebabkan
kerusakan pada glomerulus akibat kadar gula yang tinggi
dalam darah. Tanda dan gejala yang biasa ditemukan
adanya protein dalam urin.
c) Neuropati Diabetikum
Neuropati Diabetikum adalah penyakit yang diawali
dengan gejala kehilangan reflek. Selain itu, sindrom ini
biasanya ditandai dengan gangguan pada syaraf disertaii
dengan kelemahan pada sistem gerak dalam kurun waktu 6
– 12 bulan.
2) Makroangiopati
a) Pada DM Secara langsung meningkatkan LDL, namun sedikit
kadar LDL sangat bersifat aterogenik karena mudah
mengalami glikolisis dan oksidasi. Kondisi Dislipidemia dan
peingkatan Trigliserida pada pasien DM meningkatkan risiko
Penyakit Janting Koroner
b) Penyakit serebrovaskuler, peningkatan kadar glukosa dalam
darah akan meningkatkan risiko perubahan aterosklerotik
dalam pembuluh darah dan pembentukan emboli kemudian
terbawa dalam sirkulasi darah dan menyumbat pembulh darah
perifer terutama di otak, sehhingga mengakibatkan stroke
c) Penyakit vaskuler perifer, perubahan aterosklerotik juga
mengakibatkan sumbatan dan penurunan aliran darah ke
ekstremitas bawah, gejala yang dapat dilihat adalah denyut
nadi perifer menurun (Smeltzer and Bare, 2015)

5. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Terdapat empat pilar penatalaksanaan DM:
a. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam mengelola pola hidup,
seperti pola makan dalam bentuk penyuluhan dan edukasi serta
memantau perubahan perilaku. Keberhasilan Edukasi akan semakin
meningkat seiring dengan keaktifan dan partisipasi dalam mengelola
pola hidupnya secara mandiri.
b. Terapi Gizi Medis
Pengaturan makan pada pasien Diabetes yaitu makanan gizi
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pola Makan harus
dijadwalkan, kemudian menu, porsi dan jumlah kalori harus diatur
sesuai kecukapan gizi dna kebutuhan tubuh pasien DM.
c. Latihan Jasmani
Latihan akan meningkatkan aliran darah tertama ke area perifer,
kontraksi otot dan memperbaiki metabolisme. Sehingga secara
tiodak langsung menurunkan kadar gula dalam darah. Latihan
jasmani harus disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani.
d. Terapi Farmakologis
Pada diabetes melitus, selain pola makan dan latihan fisik, perlu
untuk mendapatkan terapi insulin dan terapi DM untuk dapat
menjaga stabilitas gula darah

B. Konsep Neuropaty
1. Definisi
Neuropathy adalah suatu kondisi dimana terjadinya kerusakan pada
saraf pasien dengan diabetes mellitus. Kondisi neuropathy paling sering
jarjadi pada saraf kaki. Neuropati dapat memengaruhi sistem motorik,
sensorik, dan otonom. Kondisi neuropathy pada pasien diabetes tidak
bisa disembuhkan sepenuhnya namun perkembangan neuropathy pada
pasien diabetes bisa diperlambat dengan cara menjaga kadar gula
darah dalam batas normal. Menjaga kadar gula darah dapat dilakukan
dengan cara menerapkan gaya hidup sehat yaitu dengan cara menjaga
berat badan tetap ideal, menjaga tekanan darah dalam kondisi normal,
tidak merokok, dan mengurangi konsumsi minuman beralkohol.
Kerusakan saraf pada kaki khususnya dapat mengarah pada
munculnya luka diabetes yang diakibatkan oleh adanya infeksi
Clostridium perfringens. Jika tidak ditangani secara efektif maka
Kondisi ini dapat berlanjut dengan tindakan amputasi. Lebih dari
separuh penderita diabetes melitus mengalami keluhan dari kerusakan
saraf pada tingkatan tertentu. Hal ini terjadi karena kelebihan glukosa
akan mencederai dinding pembuluh kapiler yang berfungsi member
nutrisi pada saraf. Gejala yang muncul tergantung pada saraf mana yang
dipengaruhi. Biasanya gejala-gejala tersebut dimulai dari ujung-ujung
kaki kemudian akan menjalar ke bagian lain seiring bertambahnya waktu
sehingga perlu segera ditangani. Beberapa kepercayaan dimasyarakat
menunjukkan bahwa berjalan dipagi hari tanpa menggunakan alas kaki
dapat membantu mengurangi kesemutan pada kaki. Faktanya semua
penderita diabetes memiliki resiko terjadinya perlukaan yang akan
berlanjut menjadi infeksi berat. Dengan demikian penggunaan alas kaki
sangat dianjurkan oleh semua penderita diabetes.
Gejala sensori yang biasa dialami pada pasien dengan gangguan neuropathy pada
pasien dengan diabete mellitus
Kesemutan
Mati rasa, terutama pada tangan dan kaki.
Perubahan pada sensor perasa, seperti rasa sakit parah yang dirasakan.
Merasakan sensasi terbakar.
Rasa seperti sedang memakai kaus kaki atau sarung tangan.
Hilangnya kemampuan koordinasi tubuh.
Hilangnya refleks tubuh

2. Patogenesis
Neuropati diabetik merupakan suatu interaksi metabolik dan
factor iskemik. Hiperglikemia mengakibatkan aktivitas polyol
pathway, auto-oksidasi glukosa, dan aktifasi protein C kinase
yang berkontribusi terhadap perkembangan neuropati diabetik.
Peruahan metabolisme ini menyebabkan tidak berfungsinya sel
endotelial di pembuluh darah dan berhubungan dengan
abnormalitas sel Schwann dan metabolisme axonal. hiperglikemia
menyebabkan hipoksia endoneural oleh karena peningkatan
resistensi pembuluh darah endoneural. Hipoksia endoneural
merusak transportasi axon dan mengurangi aktivitas saraf sodium-
potassium-ATPase. Gangguan ini mengakibatkan atrofi pada
axon dan gangguan konduksi syaraf.
Bagi penderita neuropathy perifer biasanya tidak akan
merasakan adanya perubahan suhu diarea yang mengalami
neuropathy. Kondisi ini akan menyebabkan banyak penderita
neuropathy tidak menyadari bahwa kulitnya mengalami cedera
sehingga jika tidak ditangani segera akan menyebabkan infeksi
khususnya bagi penderita diabetes melitus.
3. Jenis-jenis neuropathy

Secara umum ada beberapa jenis neuropathy yang kita kenal,


diantaranya adalah:
a. Neuropathy sensorik atau perifer
Neuropathy sensorik adalah jenis neuropathy yang
mempengaruhi syaraf yang membawa informasi ke otak
terhadap stimulus yang ada misalnya adanya rasa nyeri atau adanya
stimulus panas atau dingin. Jenis neuropathy ini umumnya
ditemukan pada pasien dengan diabetes melitus. Neuropathy
sensorik dapat menyebabkan adanya nyeri, mati rasa atau
kesemutan pada kaki atau ekstremitas bagian bawah sehingga
menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk merasakan ransangan
atau sensasi lainnya.
b. Neuropathy otonom
Neuropathy otonom adalah jenis neuropathy yang
mempengaruhi syaraf yang dapat mengontrol aktivitas involunter
tubuh seperti kandung kemih dan jantung. Jenis neuropathy ini
dapat menyebabkan beberapa gangguan pada pria misalnya
impotensi, atau ketidakmampuan dalam mengosongkan kandung
kemih secara maksimal. Selain itu neuropathy ini juga dapat
menyebabkan terjadinya diare atau perut kembung.
c. Neuropathy motorik
Neuropathy motorik adalah jenis neuropathy yang
mempengaruhi syaraf yang bertugas membawa sinyal ke otot yang
berfungsi mempengaruhi gerakan tubuh seperti berjalan dan
gerakan pada jari. Neuropathy jenis ini dapat menyebabkan
terjadinya kelemahan pada otot.

4. Tips aman olahraga bagi penderita neuropathy


Olahraga menjadi hal penting bagi penderita diabetes
meski pasien diabetes tersebut memiliki gejala neuropathy.
Namun beberapa hal yang direkomendasi agar olehraga yang
dilakukan aman bagi sipenderita untuk mencegah terjadinya
perlukaan pada kaki pasien diantaranya adalah:
a. Menentukan jenis neuropathy yang yang dialami
Seperti diketahui sebelumnya bahwa penyebab neuropathy itu
beragam sehingga menentukan jenis neuropathy menjadi hal yang
penting agar penanganannya lebih efektif. Konsultasi dengan
tenaga kesehatan yang focus dengan diabetes menjadi hal yang
sangat disarankan bagi penderita.
b. Pilih jenis olahraga yang paling tepat
Olahraga yang disarankan bagi penderita diabetes pada prinsipnya
adalah untuk melatih jantung dan pernapasan bagi penderita. Hal
ini tergantung pada jenis neuropathy contohnya olahraga jenis
aerobic.
c. Gunakan alas kaki yang paling aman
Bagi penderita diabetes mellitus yang memiliki gejala neuropathy
sangat beresiko terjadinya luka pada kaki sehingga penggunaan alas
kaki yang tepat dan aman menjadi hal yang penting. Oleh karena
itu olahraga outdoor seperti hiking atau bersepeda sebenarnya tidak
disarankan bagi penderita diabetes dengan gejala neuropathy.
American Diabetes Association (ADA) juga menyarankan untuk
menggunakan alas kaki atau sepatu dengan silica atau air midsoles.
Hal ini dilakukan untuk mencegah dan menahan beban tubuh saat
berjalan kaki. Selain itu penggunaan alas kaki ini bertujuan untuk
mengurangi tekanan pada kaki dan sendi saat berjalan atau berdiri.
d. Lakukan olahraga secara bertahap intensitas dan frekuensi
Penderita diabetes dengan gejala neuropathy disarankan untuk
melakukan olahraga dengan intensitas dan frekuensi secara
bertahap. Lakukan pengecekan kaki sebelum melakukan olahraga
maupun setelah dilakukan olahraga untuk memastikan tidak ada
tanda dan gejala terjadinya luka atau ulkus pada kaki.
C. Konsep Screning
1 Definisi
Screening merupakan suatu tindakan awal yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang bertujuan untuk mendeteksi adanya resiko
diabetes dan neuropathy terhadap pasien atau masyarakat. Secara umum
tujuan skrining adalah deteksi dini untuk mengurangi risiko penyakit atau
memutuskan metode pengobatan yang paling efektif. Selain itu screening
ini tidak masuk dalam kategori diagnostik, tetapi digunakan untuk
mengidentifikasi populasi yang diharuskan untuk menjalani tes tambahan
untuk menentukan ada atau tidaknya penyakit.
Screening dibedakan menjadi 2 tipe yaitu:
a Screening untuk primary prevention
Screening untuk primary prevention merupakan screening yang
dilakukan untuk mendeteksi secara dini manifestasi klinik penyakit
diabetes agar masyarakat dapat terhundar dari penyakit tersebut.
b Screening untuk secondary prevention
Screening untuk secondary prevention adalah screening yang
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi tertentu dari suatu
penyakit.
2 Tujuan

a. Mendeteksi adanya resiko diabetes melitus dalam


mendorong masyarakat untuk mencegah dan menangani
secara dini penyakit diabetes melitus

b. Mendeteksi resiko terjadinya neuropathy pada pasien


diabetes melitus dalam mencegah amputasi

c. Screening resiko diabetes melalui metode Clinical Diabetes


Examination (CDE)

d. Screening resiko neuropathy melalui metode Clinical


Neuropathy Test (CNT)
3 Sasaran screening
Sasaran dari buku panduan praktis ini diprioritaskan untuk

a. Tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan dalam hal ini adalah perawat dan dokter yang
diharapkan mampu melakukan screening resiko diabetes dan
neuropathy dalam pencegahan luka diabetes (foot ulcer).
b. Kader kesehatan
Kader kesehatan dalam hal ini adalah perwakilan dari masyarakat
yang telah mendapatkan pelatihan dan bertugas untuk melakukan
screening resiko diabetes.
c. Keluarga (Caregiver)
Keluarga dalam hal ini adalah seseorang yang bertugas merawat dan
memonitor pasien diabetes dirumah.
4 Hal-hal yang perlu diperhatikan
Hal –hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan screening
pasien dengan diabetes dan resiko neuropathy adalah
a. Riwayat kesehatan pasien

Riwayat kesehatan pasien dalam hal ini adalah riwayat penyakit


atau keluhan yang pernah dialami oleh penderita/pasien. Catat
semua keluhan yang pernah atau selama ini dialami oleh pasien
misalnya sering mengantuk, merasa cepat lelah, sering berkemih,
kaki kesemutan.
b.Gaya hidup pasien

Catat semua kebiasaan yang biasa dilakukan oleh pasien


misalnya merokok, mengonsumsi gula, konsumsi alkohol,
olahraga, dan aktivitas lain.
c. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga dalam hal ini mencakup informasi


tentang riwayat kesehatan dan riwayat penyakit pada keluarga
inti yang pernah dialami maupun kerabat dekat yang sedarah
yang pernah menderita penyakit. Informasi ini penting untuk
diketahui tenaga kesehatan agar dapat mendeteksi apakah Anda
memiliki faktor risiko kelainan genetik atau penyakit keturunan
tertentu
d.Hasil pemeriksaan laboratorium

Catat hasil pemeriksaan laboratorium yang pernah dilakukan


oleh pasien misalnya pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan
urine, dan pemeriksaan lainnya.
e. Riwayat pengobatan/konsumsi obat

Sebelum melakukan screening sebaiknya lakukan pengkajian


terkait pengobatan jangka panjang yang pernah atau saat ini
dilakukan oleh pasien. Selain itu kaji juga kebiasaan pasien
terkait konsumsi obat-obatan, suplemen, atau obat herbal
tertentu. Hal ini penting untuk melengkapi informasi yang
diperoleh oleh tenaga kesehatan ketika melakukan screening.
D. Instrumen dan Prosedur Pengukuran Neuropaty
Screening resiko neuropathy dilakukan untuk deteksi dini adanya gejala
neuropathy pada pasien dengan diabetes. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk melakukan screening, yaitu:
1. Neuropathy System Score (NSS)
Neuropathy System Score (NSS) merupakan salah satu alat
ukur/instrument yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
resiko neuropathy dan menilai derajat keparahan neuropati pada
pasien diabetes mellitus. NSS ini sudah banyak digunakan sebagai
salah satu instrument untuk deteksi neuropathy yang didasarkan
pada sytomatologi. Sebuah study menunjukkan bahwa tingkat
sensitivity dan specificity yang dilakukan pada pasien diabetes
menunjukkan nilai diatas 75% (Meijer, 2002). Salah satu study yang
dilakukan di Indonesia, menunjukkan bahwa nilai sensitivitas pada
pasien diabetes untuk menilai neuropathy pada tungkai sebesar
84,28% sedangkan spesifitasnya 66,66% (Zamroni, 2016).
NSS ini adalah kuisioner yang berisi penilaian terkait gejala
klinis sensorik maupun motorik. System penilaian dalam kuisioner
ini memiliki nilai maksimum 10 poin yang selanjutnya dibagi
menjadi tiga yaitu, skor (3-4) ringan, skor (5-6) sedang dan skor (7-
10) berat.
Penilaian NSS dilakukan dengan mengamati gejala negative
dari neuropathy seperti rasa terbakar, tebal, kesemutan, rasa lemah
dan gejala positif berupa keluhan nyeri dan kram, juga menilai lokasi
serta karakteristik keluhan.
Tabel 5. Instrumen screening neuropathy system score (NSS)
Penilaian Ya Tidak Hasil

Simtomatologi (Kaki/tungkai)
Rasa terbakar 2 0
Rasa Kebas 2 0
Kesemutan pada kaki 2 0
Rasa lemah 1 0
Kram pada kaki 1 0
Nyeri 1 0
Lokasi simtomatologi
Kaki 2
Tungkai 1
Lokasi lain selain kaki & tungkai 0
Waktu Eksaserbasi/kumat
Malam hari 2
Siang dan malam hari 1
Hanya disiang hari 0
Apakah pasien mengalami masalah 1 0
tidur akibat gejala tersebut
Gejala membaik ketika
Berjalan 2
Berdiri 1
Duduk atau berbaring 0
SKOR
Prosedur Pelaksanaan Screening Neuropathy dengan
Neuropathy System Score (NSS)
a. Persiapan
Dalam proses persiapan, langkah-langkah yang perlu dilakukan
antara lain:
1) Lakukan koordinsai dengan ahli atau pakar terkait
penyusunan materi kuisioner skrining dengan
menggunakan instrumen Neuropathy System Score
(NSS)
2) Persiapkan kuisioner dan pastikan pasien telah
terdiagnosa sebagai pasien diabetes
3) Persiapkan ruangan yang nyaman untuk pasien selama
proses skrining berlangsung
b. Pelaksanaan
1) Melakukan identifikasi calon peserta sasaran skrining
2) Sosialisasikan dengan jelas tujuan dan prosedur dari
proses skrining yang dilakukan kepada pasien

3) Distribusikan formulir screening dan mulai proses


interview dengan mengacu pertanyaan yang ada pada
formulir Neuropathy System Score (NSS)
c. Penilaian formulir
1) Pertanyaan terkait simtomatologi, pasien diminta
menjawab apakah apakah pada kaki dan tungkai terasa
terbakar, kebas dan kesemutan. Jika pasien merasakan
hal
tersebut maka diberikan skor 2 untuk setiap kondisi
yang diungkapkan namun jika pasien merasakan yang
sebaliknya maka diberikan skor 0.
2) Jika pasien merasa lemah, kram pada kaki dan nyeri
maka diberikan skor 1 untuk setiap kondisi yang
diungkapkan namun jika pasien merasakan yang
sebaliknya maka diberikan skor 0.
3) Untuk lokasi simtomatologi, pasien diminta untuk
menunjukkan lokasi yang diberikan. Jika bagian kaki
diberikan skor 2, tungkai dengan skor 1, dan lokasi lain
selaik kaki dan tungkai diberikan skor 0.
4) Untuk waktu terjadinya simtomatologi dibagi menjadi 3
yaitu jika malam hari diberikan skor 2, jika terjadi pada
siang dan malam hari diberikan skor 1 dan hanya siang
hari diberikan poin 1.
5) Melalui kuisioner ini, pasien juga akan ditanya apakah
pasien mengalami masalah tidur akibat gejala tersebut
untuk skor 1 jika jawaban “ya” dan skor 0 jika jawaban
“tidak”
6) Untuk posisi yang dapat mengurangi gejala pasien, jika
pasien menjawab berjalan maka diberikan skor 2. Jika
pasien menjawab berdiri maka diberikan skor 1 dan
jika
pasien menjawab duduk atau berbaring maka diberikan skor
0.
d. Evaluasi
1) Tenaga kesehatan menganalisa hasil skrining
2) Melakukan tindak lanjut bagi pasien yang memiliki
gejala neuropaty
3) Menyusun laporan hasil screening dan memberikan
rekomendasi untuk penanganan dalam mencegah
terjadinya foot ulcer.

2. Neuropathy Deficit Score (NDS)


Neuropathy Deficit Score (NDS) merupakan instrument
pemeriksaan klinis sederhana yang digunakan untuk menilai
abnormalitas refleks dan penilaian sensorik pada pasien dengan
diabetes mellitus.
Berdasarkan salah satu penelitian yang dilakukan pada
saraf didapatkan tingkat sensitivitas NDS adalah 85,71% dan
spesifitasnya 83,33%, (Zamroni, 2016). Study lain menunjukkan
adanya korelasi positif dalam mendeteksi diabetes peripheral
neuropathy dengan menggunakan NDS, dengan p-value 0.007
(Ramy Edward, 2020).
Penilaian neuropathy melalui instrument tersebut dapat
dilakukan dengan waktu yang singkat. Penilaian NDS
mempunyaiskor maksimum 10, yang mengindikasikan hilangnya
secara total sensorik dari semua modalitas dan hilangnya refleks.
Derajat keparahan neuropati dibagi menjadi tiga, skor (3-4)
ringan, skor (5- 6) sedang dan skor (7-10) berat.
Tabel 6. Instrumen screening neuropathy deficit score (NDS)

Sisi
Pemeriksaan Indikator Nilai
Kanan Kiri
Refleks akiles Normal 0
Menurun 1
Hilang 2
Sensibilitas Getar
Diukur melalui
sendi jempol Normal 0
pada
punggung kaki Menurun/Hilang 1
Sensasi Nyeri
Dilakukan pengukuranNormal 0
pada punggung kaki Menurun/Hilang 1
Persepsi Suhu Normal 0
Menurun/Hilang 1
SKOR

Prosedur Pelaksanaan Screening Neuropathy dengan


Neuropathy Deficit Score (NDS)
a. Persiapan
Dalam proses persiapan, langkah-langkah yang perlu
dilakukan antara lain
Lakukan koordinsai dengan ahli atau pakar terkait
penyusunan materi kuisioner skrining dengan menggunakan
instrumen Neuropathy System Score (NSS)
1) Persiapkan kuisioner dan pastikan pasien telah terdiagnosa
sebagai pasien diabetes
2) Persiapkan ruangan yang nyaman untuk pasien selama
proses skrining berlangsung
b. Pelaksanaan
1) Melakukan identifikasi calon peserta sasaran skrining
2) Sosialisasikan dengan jelas tujuan dan prosedur dari proses
skrining yang dilakukan kepada pasien
3) Distribusikan formulir screening dan mulai proses interview
dengan mengacu pertanyaan yang ada pada formulir
c. Penilaian formulir
1) Refleks akiles
- Persiapakan pasien dengan kondisi rileks dan
berbaring. Sebagian tungkai kaki bagian bawah dan
telapak kaki terjulur kearah luar petrisa
- Pemeriksaan sedikit meregangkan otot akiles
dengan cara melakukan dorsofleksi pada telapak
kaki pasien secara pasif
- : Otot akiles di ketuk dengan cepat. Perhatikan
adanya gerakan planter fleksi pada kaki yang
diperiksa
- Bila terjadi reflex pada otot akiles maka kondisi
tersebut normal dan diberikan skor 0. Bila reflex
kaki sedikit bergerak/lemah maka diberikan skor 1
namun bila tidak ada reflex saat dilakukan
pemeriksaan maka kondisi tersebut abnormal
seingga diberikan skor 2.

2) Sensibilitas Getar
- Instruksikan kepada pasien untuk semua maneuver
dilakukan dengan mata tertutup
- Pasien diminta untuk merespon segala ransangan
yang diberikan
- Amati kesimetrisan, konsistensi (Jika respon awal
tidak benar) maka lakukan pemeriksaan kembali
- Kemampuan pasien dalam menentukan sisi tubuh
(Kanan atau kiri) dan bagiannya kaki tangan atau
yang lainnya) yang dirangsang
Sentuhan ringan
- Alat: gumpalan kapas
- Instruksi kepada pasien untuk memberitahukan
setiap saaat merasakan rangsangan dan dibagian
mana lokasinya
- Jika pasien merasakan sentuhan yang
diberikan dengan menggunakan kapas dengan benar
maka kondisi nya normal dan diberikan skor 0
- Jika pasien tidak merasakan adanya
sentuhan/rangsangan maka berikan skor
3) Sensasi nyeri
- Alat: jarum tajam dan jatum tumpul
- Intruksikan kepada pasien untuk menginformasikan
kepada petugas kesehatan saat kaki disentuh dengan
menggunakan jarum yang tajam ataupun jarum yang
tumpul
- Pasien juga diminta menunjukkan dimana lokasi
yang dirasakan saat diberikan rangsangan
- Bila pasien dapat merasakan dan menyebutkan
dengan benar hasil pemeriksaan tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat sensasi nyeri dan
diberikan skor 0. Sebaliknya bila mengataan tidak
ada sensasi nyeri maka diberikan skor 2
4) Persepsi suhu
Pada persepsi suhu, bila pasien masih mampu
mempersepsikan suhu dengan normal maka diberikan skor 0
namun bila pasien tidak mampu mempersepsikan suhu maka
diberikan skor 1
d. Evaluasi
1) Tenaga kesehatan menganalisa hasil skrining
2) Melakukan tindak lanjut bagi pasien yang memiliki gejala
neuropaty
3) Menyusun laporan hasil screening dan memberikan
rekomendasi untuk penanganan dalam mencegah terjadinya
foot ulcer.

3. MICHIGAN NEUROPATHY SCREENING


INTRUMENT (MNSI)
MNSI adalah instrument yang digunakan untuk
mengevaluasi kesimetrisan distal telapak kaki. Berdasarkan hasil

e.Riwayat pengobatan/konsumsi obat


Sebelum melakukan screening sebaiknya lakukan pengkajian
terkait pengobatan jangka panjang yang pernah atau saat ini
dilakukan oleh pasien. Selain itu kaji juga kebiasaan pasien
terkait konsumsi obat-obatan, suplemen, atau obat herbal
tertentu. Hal ini penting untuk melengkapi informasi yang
diperoleh oleh tenaga kesehatan ketika melakukan screening.
penelitian didapatkan MNSI mampu mendeteksi peripheral
neuropathy sebesar 69% (Hamid, 2016).
Instrument ini terdiri dari 15 pertanyaan yang dinilai dengan
jawaban “Ya” dan “tidak” melalui pemeriksaan respon abnormal
dari ekstremitas bawah meliputi inspeksi dan pengkajian sensitivitas
dan refleks pada kaki, pergelangan kaki. Pertanyaan ini terdiri dari 2
jenis pertanyaan yaitu 13 pertanyaan positif (1 ,2, 3, 4,
5, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15) dan 2 pertanyaan negative (7 dan 13).
Interpretasi hasil dari instrument ini, yaitu pasien dikatakan
neuropathy jika memiliki skor  7

Prosedur Pelaksanaan Screening Neuropathy dengan Michigan


Neuropathy Screening Intrument (MNSI)
a. Persiapan
Dalam proses persiapan, langkah-langkah yang perlu dilakukan
antara lain
1) Lakukan koordinsai dengan ahli atau pakar terkait
penyusunan materi kuisioner skrining dengan
menggunakan instrumen Neuropathy System Score
(NSS)
2) Persiapkan kuisioner dan pastikan pasien telah
terdiagnosa sebagai pasien diabetes
3) Persiapkan ruangan yang nyaman untuk pasien
selama proses skrining berlangsung
b. Pelaksanaan
1) Melakukan identifikasi calon peserta sasaran skrining
2) Sosialisasikan dengan jelas tujuan dan prosedur dari
proses skrining yang dilakukan kepada pasien
3) Distribusikan formulir screening dan mulai proses
interview dengan mengacu pertanyaan yang ada
pada formulir
4) Jawablah pertanyaan tersebut dengan jawaban “Ya”
dan “tidak” melalui pemeriksaan respon abnormal
dari ekstremitas bawah meliputi inspeksi dan
pengkajian sensitivitas dan refleks pada kaki,
pergelangan kaki. Kemudian interpretasi hasil dari
instrument ini, yaitu pasien dikatakan neuropathy
jika memiliki skor  7
c. Evaluasi
1) Tenaga kesehatan menganalisa hasil skrining
2) Melakukan tindak lanjut bagi pasien yang memiliki
gejala neuropaty
3) Menyusun laporan hasil screening dan memberikan
rekomendasi untuk penanganan dalam mencegah
terjadinya foot ulcer.
Tabel 7. Instrumen screening Michigan Neuropathy Screening Intrument
(MNSI)

No Pertanyaan Ya Tidak Skor


1
Apakah kaki anda mati rasa

2
Apakah anda pernah merasakan
nyeri seperti terbakar pada kaki
3
Apakah kaki anda kurang
sensitive terhadap sentuhan

4
Apakah anda sering merasa keram
pada kaki
Apakah anda pernah merasakan nyeri
5
seperti tertusuk pada kaki atau telapak
kaki

6
Apakah kulit anda terasa nyeri
jika tersentuh kain

Ketika anda mandi, apakah


7
menggunakanair dingin terlebih
dahulu kemudian air hangat

8
Apakah anda pernah mengalami
luka terbuka pada kaki
9
Apakah dokter pernah
menyampaikan kalau anda
terkena diabetic neuropathy

10
Apakah anda merasa lelah setiap saat
11
Apakah anda merasa kurang baik
pada malam hari
12
Apakah kaki anda sakit saat berjalan
13
Apakah anda mampu
merasakan pijakan kaki
anda ketika berjalan
14
Apakah kulit kaki anda kering
dan pecah-pecah
15
Apakah anda pernah amputasi
TOTAL
4. SCREENING NEUROPATHY DENGAN
MENGGUNAKAN IPSWICH TOUCH TEST (IpTT)
Ipswich Touch Test (IpTT) merupakan metode yang
digunakan untuk mendeteksi adanya neuropati pada kaki diabetik
yang dilakukan dengan cara menyentuh ujung pertama, ketiga dan
kelima jari-jari kedua kaki. Tindakan ini hanya memerlukan waktu
1-2 detik melalui jari telunjuk dalam mendeteksi masalah dalam
sensasi pada kaki diabetik.

Prosedur Pelaksanaan Screening Neuropathy menggunakan


Ipswich Touch Test (IpTT)
a. Persiapan
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum melakukan
pemeriksaan dengan menggunakan metode Ipswich Touch Test
(IpTT) adalah
Persiapan pasien
- Memperkenalkan diri
- Menjelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
- Meminta persetujuan pasien
- Atur posisi yang nyaman bagi pasien

b. Pelaksanaan
1) Lakukan sentuhan ringan IpTT dengan
mengistirahatkan ujung jari telunjuk selama 1-2
detik pada ujung jari kaki pertama, ketiga, dan
kelima dan dorsum hallux.
2) Ada dua metode dalam penilaian diantaranya
- Sebelum melakukan pemeriksaan, anjurkan pasien untuk
menutup mata dan lakukan sentuhan dengan lembut
- Metode A dengan menggunakan sentuhan pada kedua
kaki bagian atas dan dikatakan neuropati jika pasien tidak
merasakan sensasi lebih dari 2 tempat dari 8 lokasi yang
diperiksa.
- Metode B dengan menggunakan sentuhan pada ujung
ujung jari kaki pertama, ketiga, dan kelima. Kondisi
neuropathy dapat disimpulkan jika pasien tidak
merasakan sensasi sentuhan pada 2 tempat dari 6 lokasi
yang dilakukan pemeriksaan.
- Pemeriksa diinstruksikan untuk tidak mendorong, atau
mengetuk yang dapat menyebabkan timbulnya sensasi
lain selain sentuhan ringan.

c. Evaluasi
1) Tenaga kesehatan menganalisa hasil skrining
2) Melakukan tindak lanjut bagi pasien yang memiliki
gejala neuropaty
3) Menyusun laporan hasil screening dan memberikan
rekomendasi untuk penanganan dalam mencegah
terjadinya foot ulcer

Gambar 5. Pemeriksaan kaki dengan metode Ipswich Touch Test


(IpTT)
5. SCREENING NEUROPATHY DENGAN
MENGGUNAKAN MONOFILAMENT TEST
Monofilament test merupakan salah satu metode pemeriksaan
peripheral neuropathy yang dilakukan dengan cara yang cukup
sederhana dan mudah dilakukan. Alat ini sangat direkomendasikan
oleh banyak panduan praktik dalam mendeteksi masalah neuropathy.
Prosedur Pelaksanaan Screening Neuropathy menggunakan
Monofilament Test

a. Persiapan
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum melakukan
pemeriksaan dengan menggunakan alat monofilament test adalah
1) Jelaskan kepada klien proses dan
tujuan tindakan pemeriksaan dengan
menggunakan alat monofilament test
2) Siapakan alat monofilament semmes-Weinstein 10-
gram atau 5-gram
3) Atur posisi klien berbaring dengan telapan kaki datar
4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
b. Pelaksanaan
1) Lakukan cuci tangan sebelum melakukan tindakan
2) Anjurkan pasien dalam kondisi rileks. Saat
dilakukan pemeriksaan anjurkan pasien menutup
mata.
3) Instruksikan kepada klien untuk mengatakan “iya”
jika merasakan adanya stimulus yang dirasakan.
Namun jika stimulus yang dirasakan kurang maka
klien perlu menjawab iya, namun stimulus
berkurang.
4) Lakukan kalibrasi dalam pemeriksaan
- Sentuhkan monofilament pada bagian dorsal dari ibu jari
kaki dan sentuhkan juga pada bagian proksimal kuku kaki
- Tekan monofilament test hingga 2 detik sampai menekuk
dan angkat secara perlahan. Gunakan gerakan yang lembut
saat melakukan pemeriksaan
- Instruksikan kepada pasien untuk mengidentifikasi adanya
sensasi setiap sentuhan yang dilakukan
5) Lakukan secara berulang pada 4 titik kaki kanan dan
kaki kiri dengan memposisikan monofilament tegak
lurus dengan telapak kaki. Lakukan pemeriksaan ini
secara acak
6) Jangan lakukan pemeriksaan pada daerah yang
terdapat luka, kallus, atau pada jaringan mati.
c. Evaluasi
1) Observasi keadaan klien setelah dilakukan pemeriksaan
2) Simpulkan hasil yang dilakukan dan baca hasil
interpretasi pemeriksaan mengikuti tabel sebagai
berikut:
Tabel 8. Interpretasi hasil pemeriksaan kaki dengan Monofilament
Test
INTEPRETASI
Resiko Mampu merasakan sentuhan atau sensasi pada
renda seluruh bagian
telapak kaki dan teraba nadi pada kaki

Resiko Sedang Tidak merasakan sentuhan pada lebih dari 8


titik pemeriksaan, tidak teraba nadi pada kaki
dan terdapat faktor resiko lain misalnya: tidak
mengontrol gula darah atau penggunaan alas
kaki yang beresiko

resiko Tinggi Tidak merasakan sentuhan pada lebih dari 8 titik


pemeriksaan, tidak teraba nadi pada kaki dan adanya
deformitas pada kaki atau perubahan warna kulit
seperti adanya eritema, dan kalus
kondisi Terdapat luka baru, kaki sudah mengalami bau
kegawatan
BAB III
METODE PENULISAN
A. Tahapan Penulisan
Dengan sistem kelompok yang dibimbing langsung oleh dosen
pembimbing dengan sistem diskusi dan mencari solusi KMB yang
sudah dilakukan oleh perawat, dengan observasi dan sistem
wawancara langsung dan praktik pada perawat ruangan ditemukan
data bahwa pemeriksaan IpTT efektif untuk mendeteksi adanya risiko
ulkus kaki diabetik pada pasien diabetes melitus di ruang Lovebird RS
Bhayangkara. Selain itu
Dengan demikian inovasi ini bertujuan untuk menjadi sumber
pengetahuan dan pedoman untuk melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan risiko ulkus kaki diabetik. Dengan melakukan
pemeriksaan sederhana menggunakan Ipswich Touch Test (IpTT)
dapat mendeteksi tahap awal neuropati sehingga menurunkan
terjadinya luka kaki DM. Selain itu, pemeriksaan ini sangat mudah
dilakukan dan tidak memerlukan alat khusus sehingga dapat dilakukan
oleh tenaga medis maupun keluarga pasien dimana dan kapan saja.

B. Sumber Penulisan

C. Sasaran Penulisan
1. Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga dapat menerima asuhan keperawatan non
farmakologi dan juga pengetahuan yang dapat meminimalkan risiko
ulkus diabetik.
2. Bagi Perawat
Perawat dapat mendeteksi dini risiko ulkus diabetik sehingga dapat
melakukan intervensi awal untuk pencegahan.

You might also like