0% found this document useful (0 votes)
49 views16 pages

649-Dokumen Artikel Utama-2072-2-10-20200716

Uploaded by

Nadya Maharani
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
49 views16 pages

649-Dokumen Artikel Utama-2072-2-10-20200716

Uploaded by

Nadya Maharani
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 16

INTEGRITAS: Jurnal Antikorupsi, 6 (1) 15-30

e-ISSN/p-ISSN: 2615-7977/2477-118X
DOI: https://doi.org/10.32697/integritas.v6i1.649
©Komisi Pemberantasan Korupsi

Pendidikan Antikorupsi Perspektif Pedagogi Kritis


Edi Subkhan
Universitas Negeri Semarang

[email protected]

Abstract
At schools, campuses, or class-based courses, anti-corruption education seems to focus mainly
on transferring theoretical knowledge that is included into various subjects. As such, anti-
corruption contents and behaviors might not be substantially addressed across courses.
Consequently, student acquisition of anti-corruption knowledge and behaviors are not properly
assessed. Drawing on literature review method, this article examines such reports that are based
on critical pedagogy. It found that critical pedagogy is relevant to bring anti-corruption
learning practices into real action against corruption. Therefore, by employing critical
pedagogy perspective, the learning practice will build students’ critical consciousness about the
disadvantages and losses caused by corruption and how they should take into action against it
properly. Based on the principles of stand-point theory, democratic attitude, contextuality, and
action-oriented outlook, critical pedagogy can work as a guide for the anti-corruption education
program and it could be organized collaboratively by engaging many stakeholders (inside and
outside the schools) and using a cross-curricular approach.

Keywords: Action, Anti-Corruption Education Program, Critical Consciousness, Critical


Pedagogy, Curriculum, Learning Practices

Abstrak
Pendidikan antikorupsi selama ini tampak berjalan sebatas teoretis yang dipelajari dalam
beberapa mata pelajaran di sekolah, perguruan tinggi, atau program-program khusus
tertentu. Orientasi praktik pendidikan antikorupsi belum sampai pada membelajarkan
sungguh-sungguh bagaimana siswa harus bersikap dalam menolak praktik korupsi dan
sistem yang toleran terhadap perilaku korup. Artikel ini menggunakan metode telaah pustaka
mengacu pada beberapa laporan mengenai praktik Pendidikan Antikorupsi yang
mendasarkan pada pedagogi kritis. Dalam hal ini pedagogi kritis layak dihadirkan sebagai
perspektif kritis pendidikan yang mendorong pembelajaran, siswa, dan juga guru serta
sekolah untuk membelajarkan nilai-nilai antikorupsi hingga pada sikap dan aksi antikorupsi.
Melalui perspektif pedagogi kritis pembelajaran diarahkan untuk membangun kesadaran
kritis siswa mengenai kerugian akibat korupsi dan bagaimana seharusnya mereka bersikap
dan bertindak. Teori sudut pandang, demokrasi, kontekstual, dan sikap atau tindakan riil
menjadi pegangan pembelajaran yang dapat dilakukan secara lintas kurikulum dan
kolaborasi melibatkan banyak pihak.

Kata Kunci: Kesadaran Kritis, Kurikulum, Pedagogi Kritis, Pembelajaran, Pendidikan


Antikorupsi, Tindakan

15
Edi Subkhan

Pendahuluan kerja keras, jujur, peduli, mandiri, disiplin,


Praktik korupsi jelas merugikan dan lainnya. Indikator capaian kompetensi
orang banyak, karena dana yang juga misalnya sekadar menyebutkan dan
semestinya dapat digunakan untuk memerinci norma-norma yang berlaku di
kepentingan publik dikorupsi untuk masyarakat, satu hal yang tidak terkait
kepentingan pribadi. Selain upaya langsung dengan praktik korupsi. Arah
penegakan hukum yang dikenakan kepada penilaian melalui observasi terhadap
para pelaku korupsi, upaya pencegahan kemampuan pemahaman dan presentasi
korupsi juga sangat penting. Dalam hal ini siswa juga sama, tidak langsung terkait
dunia pendidikan memegang peran dengan perilaku dan sikap antikorupsi.
penting dalam melaksanakan pendidikan Pada tahun 2011, Kementerian
antikorupsi (Asmorojati, 2017). Dalam Pendidikan dan Kebudayaan juga telah
menunjang pelaksanaan pendidikan menerbitkan panduan pendidikan
antikorupsi tersebut beberapa pihak telah antikorupsi untuk kalangan perguruan
mengembangkan panduan untuk tinggi. Di dalamnya dijelaskan beberapa
pendidikan formal persekolahan pendekatan dan metode pembelajaran
(schooling system), terutama oleh Komisi yang dapat dilakukan, termasuk peran
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mahasiswa dalam gerakan antikorupsi di
kementerian yang menaungi pendidikan lingkungan keluarga, kampus, dan
dasar, menengah, dan tinggi (Pusat masyarakat sekitar. Jika ditelisik lebih
Edukasi Antikorupsi, 2020). Jika dilihat jauh, arah panduan tersebut paling jauh
lebih jauh, beberapa orientasi dari adalah memberikan pemahaman dan
panduan pendidikan antikorupsi bekal mahasiswa untuk dapat
cenderung mengarahkan agar siswa menghindari perilaku korupsi dan
menjadi pribadi yang tidak korup ketika mengingatkan pihak yang hendak/terlihat
kelak di masyarakat dan mengandaikan melakukan praktik korupsi. Orientasi ini
sistem sekolah sudah baik dan mampu dapat dilihat dari metode diskusi,
memberikan keteladanan implementasi pembiasaan, dan metode penilaian yang
nilai-nilai antikorupsi. disarankan, misal mahasiswa
Ambil contoh panduan yang mengemukakan opini untuk dikumpulkan
diterbitkan oleh KPK dan diedit oleh Farid dan dinilai (Puspito et al., 2011). Agaknya
dan Hasanudin (2017a, 2017b, 2017d, orientasi pembelajaran antikorupsi di
2017c). Pada panduan pembelajaran perguruan tinggi juga tidak jauh berbeda
antikorupsi untuk jenjang Sekolah dengan substansi dan orientasi
Menengah Pertama (SMP) misalnya pembelajaran antikorupsi untuk jenjang
ditekankan bahwa pembelajarannya pendidikan dasar dan menengah yang
menekankan pada pengkondisian, dimulai sama-sama diterbitkan oleh KPK.
dari guru memberikan teladan baik, tidak Substansi dari beberapa panduan
korup, sekolah juga didesain mendukung, pembelajaran antikorupsi tersebut
demikian juga keluarga dan masyarakat. memiliki beberapa kelemahan, antara lain
Orientasi pembelajaran yang lintas-mata Pertama, tidak tegas dan tidak langsung
pelajaran tampak akhirnya jatuh pada mengajak siswa/mahasiswa bersikap dan
upaya menjadikan siswa memahami dan bertindak melawan korupsi, sebaliknya
mengamalkan nilai-nilai yang tidak secara cenderung berputar-putar pada nilai-nilai,
langsung berkaitan dengan gerakan norma, dan standar moralitas seperti
antikorupsi, misal mempelajari nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab,
integritas, kejujuran, tanggung jawab, kesederhanaan, kepedulian, kemandirian,

16
Pendidikan Antikorupsi Perspektif Pedagogi Kritis

disiplin, keadilan, kerja keras, dan sesuai dengan fakta bahwa kasus korupsi
keberanian. Fokus pembelajaran di kelas juga banyak terjadi di sekolah. Sekian
agar nilai-nilai tersebut dapat banyak oknum guru dan/atau pimpinan
terinternalisasi dalam sikap, perilaku, dan sekolah terbukti melakukan tindak
karakter siswa, akan menjadikan siswa korupsi. Dalam penelusuran
lebih fokus pada nilai-nilai tersebut, Darmaningtyas (2008) sejak awal 2000
namun justru menjauhkan dari sikap dan praktik pungutan liar, korupsi dana
tindakan antikorupsi langsung. Siswa yang Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan
jujur dan sederhana misalnya, ketika sejenisnya banyak dilakukan di lingkup
mereka masuk dalam dunia kerja tentu sekolah. Praktik korupsi tersebut tampak
akan mencegah mereka melakukan belum mereda hingga beberapa tahun
praktik korupsi. Namun, yang dibutuhkan terakhir. KPK bahkan menyatakan bahwa
untuk kejahatan luar biasa (extra ordinary korupsi justru paling banyak ditemukan di
crime) seperti korupsi tidak hanya butuh sektor pendidikan, walau tidak semuanya
individu yang tidak korup, melainkan dilakukan di lingkup sekolah atau kampus
gerakan melawan korupsi. Dengan kata (“KPK Temukan Korupsi,” 2018). Mengacu
lain, tidak hanya perlu gerakan kultural, pada data dari Indonesian Corruption
melainkan juga struktural yang ideologis Watch (ICW), Marthunis (2019) bahkan
dan politis (Gerakan Antikorupsi, 2004). mengatakan bahwa kondisi korupsi dana
Sebagai gerakan tentu akan lebih tepat pendidikan sudah gawat darurat. Artinya,
sasaran ketika siswa diajak langsung ketika pendidikan antikorupsi
untuk menjadi bagian dari kader mengandaikan sekolah sudah baik,
antikorupsi yang paham apa itu korupsi sejatinya hal itu tidak sesuai fakta, dan
dan bagaimana melawannya. konsekuensinya guru dan pimpinan
Kedua, tidak mengantisipasi potensi sekolah dulu yang harus lulus pendidikan
dan kemungkinan bahwa guru, sekolah, antikorupsi, alias harus bersih tidak
keluarga, dan bahkan lingkungan korupsi.
masyarakat justru melakukan tindak Modul-modul pembelajaran
korupsi. Pada panduan-panduan tersebut antikorupsi tersebut seolah menghindar
yang ditekankan adalah pengkondisian dari fakta korupsi juga terjadi di
agar nilai-nilai antikorupsi terinternalisasi lingkungan pendidikan, termasuk sekolah
di dalam diri siswa, caranya: guru harus dan kampus. Belum tampak adanya
jadi teladan, segenap warga sekolah, orientasi pembelajaran yang setidaknya
keluarga, dan masyarakat harus jadi akan dapat membawa siswa menyadari
lingkungan yang baik yang menunjukkan potensi dan praktik korupsi di sekolahnya,
terimplementasikannya nilai-nilai apa dan berapa kerugian yang menimpa
antikorupsi. Pembelajaran yang tidak siswa, dan bagaimana harus bersikap
langsung pada soal korupsi akan tegas melawan praktik korupsi tersebut.
membiaskan/mendistraksi fokus belajar Sayangnya disorientasi pendidikan dan
siswa (sebenarnya mau belajar apa), pembelajaran antikorupsi di lingkungan
penekanan pada pengkondisian juga akan pendidikan tersebut belum atau bahkan
menjadikan siswa tampak dilihat sebagai tidak banyak yang mengkritik.
objek belajar yang pasif saja. Beberapa kajian yang menyasar
Di sisi lain, pengandaian bahwa konsep dan praktik pendidikan
guru, sekolah, keluarga, dan masyarakat antikorupsi di jenjang pendidikan dasar
pasti dapat menjadi lingkungan belajar dan menengah tidak tampak telaah
nilai-nilai antikorupsi bagi siswa tidak kritisnya. Misalnya yang dilakukan oleh

17
Edi Subkhan

Widodo (2019), Sakinah dan Bakhtiar menjadikan pendidikan antikorupsi


(2019), juga Mustofa dan Akhwani (2019) memiliki daya dobrak yang kuat dalam
dalam kajiannya terhadap pendidikan memerangi korupsi. Artikel ini akan
antikorupsi di jenjang Sekolah Dasar (SD). memberikan dasar teoretis agar
Senada dengan itu misal kajian pendidikan pembelajaran antikorupsi tak sekadar
antikorupsi di jenjang Sekolah Menengah teori-teori belaka di kelas, karena sejauh
Pertama oleh Nugraheni (2016), Gurning, apapun diskusinya di kelas soal kasus-
Mudjiman, dan Haryanto (2014), dan Bau kasus korupsi, jika tidak ditarik ke realitas
(2018) yang relatif berkutat pada tataran empiris kehidupan siswa, maka nilai-nilai
metodologi yang sudah jamak dilakukan. antikorupsi yang dipelajari akan sekadar
Pada jenjang Sekolah Menengah Atas jadi pemahaman saja, belum menjadi
(SMA) tidak jauh berbeda, misal kajian tindakan. Di titik ini artikel ini berpijak
yang dilakukan Aria dan Harmanto (2018), pada perspektif pedagogi kritis (critical
Sutrisno (2017), dan Pratama dan pedagogy) sebagai satu perspektif yang
Sumaryati (2015), demikian juga di level punya potensi besar dalam
perguruan tinggi seperti telah dilakukan mengembangkan strategi pendidikan dan
oleh Ulya dan kawan-kawan (2016), pembelajaran antikorupsi yang tidak
Kristiono (2018), Mukti (2018), dan Kadir sekadar kata-kata belaka, namun hingga
(2018). pada tindakan nyata.
Beberapa publikasi tersebut relatif Lebih lanjut, pengertian korupsi
dapat menggambarkan orientasi kajian yang digunakan dalam artikel ini diartikan
terhadap pendidikan antikorupsi yang sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau
belum terlihat dimensi kritiknya terhadap kewenangan untuk kepentingan pribadi,
arah pendidikan antikorupsi yang termasuk dan terutama terkait dengan
didesain oleh pemerintah, termasuk KPK. uang (Begovic, 2005; Liu, 2016; Rose,
Sebagian besar publikasi mengenai 2017; What Is Corruption?, n.d.). Dalam
pendidikan antikorupsi di jenjang SD, SMP, konteks ini terutama korupsi keuangan
SMA, dan perguruan tinggi lebih sebagaimana banyak kasus korupsi yang
didominasi pada upaya menyisipkan nilai- menjadi sorotan publik di Indonesia
nilai antikorupsi dalam beberapa mata terkait penyalahgunaan kekuasaan yang
pelajaran atau program tertentu. Beragam merugikan publik, dan semuanya terkait
teknik, metode, bahkan media dengan korupsi keuangan. Artikel ini juga
dikembangkan, namun semua tampak mendasarkan konsepsi pendidikan dan
berkutat pada hal-hal yang tidak langsung pembelajaran pada perspektif pedagogi
menyasar pada praktik korupsi dan kritis yang memahami pendidikan tidak
bagaimana siswa dapat menjadi bagian sekadar upaya dan proses budaya untuk
dari gerakan antikorupsi secara riil mendidik manusia menjadi lebih
dimulai dari lingkungan kelas, sekolah, berbudaya dan mendapatkan pekerjaan
keluarga, hingga masyarakat sekitar. yang layak, melainkan memahami
Berdasarkan pada temuan tersebut, pendidikan dan pembelajaran sebagai
artikel ini mencoba mengajak pembaca tindakan politis yang berorientasi pada
untuk bergerak lebih jauh secara kritis perubahan sosial. Penjelasan lebih lanjut
bagaimana caranya agar pendidikan mengenai perspektif pedagogi kritis dalam
antikorupsi di sekolah-sekolah dan artikel ini terdapat pada bahasan-bahasan
kampus di Indonesia tidak sekadar berikut.
berputar-putar mempelajari nilai-nilai Artikel ini menggunakan
antikorupsi saja di kelas, melainkan pendekatan atau metode telaah pustaka

18
Pendidikan Antikorupsi Perspektif Pedagogi Kritis

(literature review) (Hart, 1998; Snyder, kritis pendidikan, termasuk menyokong


2019) untuk dapat merumuskan beberapa program pendampingan guru-guru di
prinsip yang tepat dari pedagogi kritis beberapa daerah untuk menjadi
untuk program Pendidikan Antikorupsi di kader/aktivis antikorupsi di sekolahnya
sekolah, khususnya untuk konteks masing-masing. Hanya saja perspektif
pembelajaran di kelas secara lebih luas di pedagogi kritis ini belum banyak diangkat
sekolah atau kampus. Terdapat dua dalam diskursus akademik dan digunakan
laporan utama yang menjadi sasaran dari dalam pembelajaran antikorupsi di
telaah pustaka ini, yaitu (1) “Mengajar banyak tempat.
untuk Perubahan” (Wisudo, 2017) dan (2) Pengalaman-pengalaman kelompok
“Pendidikan Antikorupsi dalam Perspektif ICW tersebut telah dipublikasikan dalam
Pedagogi Kritis” (Haetami et al., 2019). beberapa buku laporan praktik
Kedua laporan tersebut merupakan pengalaman pembelajaran antikorupsi
laporan pengalaman praktik pembelajaran yang menjadi fokus telaah utama dari
antikorupsi untuk para guru yang artikel ini yang telah dikemukakan
mendasarkan pada perspektif pedagogi sebelumnya (Haetami et al., 2019; Wisudo,
kritis dan sebelumnya diinisiasi oleh 2017). Berikutnya, pemaparan dibagi
program Pendidikan Antikorupsi menjadi 2 (dua) bagian besar, yakni (1)
Indonesian Corruption Watch (ICW). terkait dengan prinsip-prinsip pedagogi
Laporan-laporan tersebut kemudian kritis yang relevan digunakan dalam
ditelaah kembali menggunakan perspektif pendidikan dan pembelajaran antikorupsi
pedagogi kritis yang berkembang di dan (2) beberapa kemungkinan serta
kalangan praktisi dan akademisi pedagogi potensi strategi pembelajaran yang dapat
kritis, antara lain Freire (1982, 1984, dilakukan.
2005; Landkammer, 2019), Shor (1987),
dan Au (2012). Prinsip-Prinsip Pedagogi Kritis
Pedagogi kritis merupakan suatu
Pembahasan aliran dalam pendidikan yang
Pada dasarnya pedagogi kritis dalam menitikberatkan pada pentingnya
pendidikan antikorupsi di Indonesia membangun kesadaran kritis siswa dan
bukan hal baru. Kesadaran mengenai mengarahkan praktik pendidikan untuk
potensi pedagogi kritis untuk dijadikan dapat mendorong perubahan sosial
pegangan dalam pengembangan (Freire, 1982, 2005; Giroux, 2011). Secara
pendidikan antikorupsi sudah muncul teoretis, pedagogi kritis mendasarkan
terutama di kalangan Lembaga Swadaya perspektifnya pada teori-teori sosial kritis
Masyarakat (LSM) atau Non-Government dalam memandang pendidikan, baik yang
Organization (NGO), yaitu Indonesian berasal dari tradisi Marxian, neo-Marxian,
Corruption Watch (ICW). Pada 2018 ICW posmodernisme, post-strukturalisme,
meluncurkan program Akademi poskolonialisme, dan lainnya. Termasuk di
Antikorupsi dengan menggandeng dalamnya sebagai contoh pedagogi kritis
beberapa aktivis dan akademisi yang juga menggunakan berbagai perspektif
mendalami pedagogi kritis. Sebelumnya kritis dari para pemikir, filosof, dan
ICW memang sudah memiliki satu divisi teoretisi sosial seperti Gramsci, Bourdieu,
yang mengkaji pendidikan, terutama Foucault, dan lainnya. Berdasarkan pada
awalnya persoalan korupsi di dunia telaah yang dibantu oleh berbagai varian
pendidikan. Divisi ini kemudian bergerak teori sosial kritis itulah pedagogi kritis
lebih lanjut mendiskusikan tema-tema merumuskan visi ideal pendidikannya

19
Edi Subkhan

yang humanis, demokratis, kontekstual, pegangan dalam mengembangkan dan


emansipatoris, transformatif, dan menjalankan pendidikan antikorupsi
berkeadilan sosial (Apple et al., 2009; antara lain (1) teori sudut pandang
Darder et al., 2009; Hidayat, 2013; Kanpol, (standpoint theory), (2) demokratis, (3)
1999; Subkhan, 2016; Tilaar, 2011). kontekstual, dan (4) mengarahkan pada
Salah satu hal yang membedakan sikap atau tindakan riil.
pedagogi kritis dengan aliran pendidikan Pertama, teori sudut pandang. Au
atau pedagogi lain adalah pada (2012) mengemukakan bahwa teori sudut
karakterstik dan oreintasinya yang pandang (standpoint theory) sangat
berupaya membangun kesadaran kritis penting sebagai dasar untuk mendorong
siswa dan mendorong perubahan sosial. agar pendidikan memiliki daya kritis, daya
Pedagogi kritis menolak anggapan bahwa ubah, dan daya dobrak melalui tindakan
untuk dapat memperbaiki masyarakat, sosial tertentu. Secara ringkas teori sudut
siswa harus fokus belajar dan lulus dulu, pandang merupakan suara dari kelompok
baru kemudian di masyarakat akan dapat sosial yang memperoleh perlakuan tidak
melakukan perubahan. Misalnya problem adil, tertindas, dan terpinggirkan. Suara
korupsi di masyarakat, maka pedagogi tersebut valid dan punya daya kritis serta
kritis menganggap bahwa tidak cukup jika daya dobrak karena mereka betul-betul
kita harus menunggu siswa lulus dulu mengalami kondisi ketidakadilan, mereka
untuk dapat berkontribusi mencegah dan mengalami ditindas dan dipinggirkan.
melawan korupsi di masyarakat dan Dalam pedagogi kritis, agar sebuah praktik
tempat kerja. Pedagogi kritis menolak pembelajaran betul-betul dapat
pandangan praktik pendidikan yang membangun kesadaran kritis siswa, maka
memisahkan apa yang dipelajari dengan teori sudut pandang ini patut digunakan.
realitas sekitar siswa. Au (2012) misalnya mengajak siswanya
Ketika problematika di masyarakat, melakukan refleksi kritis atas pengalaman
termasuk korupsi, terjadi saat siswa masih dan kehidupan mereka sehari-hari, hingga
belajar di bangku sekolah dan juga akhirnya mereka sadar bahwa mereka
potensial terjadi di lingkungan terdekat selama ini sebetulnya telah mendapat
siswa, yakni sekolah, maka pedagogi kritis perlakuan tidak adil dan diskriminatif.
salah satunya yaitu merekomendasikan Kesadaran tersebut menjadi amunisi bagi
siswa belajar nilai-nilai antikorupsi mereka untuk belajar lebih dalam dan
dengan menjadikan sekolahnya sendiri melakukan sesuatu agar mereka tidak lagi
sebagai lokus dan sasaran belajar. diperlakukan tidak adil dan diskriminatif
Pedagogi kritis meyakini bahwa siswa (Subkhan, 2019).
ketika mempelajari suatu hal dapat Dalam konteks pendidikan
sekaligus melakukan perubahan sosial dan antikorupsi, secara teoretis siswa yang
memecahkan masalah masyarakat. belajar nilai-nilai antikorupsi akan
Syaratnya, hal yang dipelajari dikaitkan tergerak mendalami materi ketika
dengan realitas sosial masyarakat tempat mengetahui dan sadar bahwa apa yang
siswa tersebut berada dan orientasi mereka alami sehari-hari ternyata
belajarnya mengarah pada pemecahan memposisikan mereka sebagai korban
masalah dan mendorong terjadinya dari praktik korupsi. Merujuk pada teori
perubahan sosial ke arah yang lebih baik, sudut pandang sebagaimana dijelaskan
lebih adil, demokratis, dan humanis. oleh Au (2012), maka materi mengenai
Beberapa prinsip pedagogi kritis korupsi yang dibahas harus yang
yang relevan untuk digunakan sebagai berkenaan dengan kehidupan siswa itu

20
Pendidikan Antikorupsi Perspektif Pedagogi Kritis

sendiri, baik kehidupan di keluarga, Dalam praktik pendidikan


masyarakat, maupun sekolah mereka antikorupsi, prinsip demokrasi dalam
sendiri. Dengan begitu siswa sejatinya juga pembelajaran harus dibawa tidak sekadar
berada dalam posisi sebagai kelompok di kelas dalam bentuk diskusi terbuka dan
yang mendapat perlakuan tidak adil atau sejenisnya, melainkan ke luar kelas, ke
dirugikan oleh praktik korupsi, dan oleh lingkup manajemen di sekolah. Berkaitan
karena apa yang dipelajari sangat dengan teori sudut pandang yang telah
berkaitan dengan kehidupan sehari- diuraikan sebelumnya, kesadaran siswa
harinya, maka mereka akan lebih antusias bahwa di sekolahnya terdapat potensi
belajar. Dalam hal ini tidak ada hal yang praktik korupsi dalam pengelolaan
paling dekat dengan kehidupan sehari- Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah
hari siswa kecuali keluarga, sekolah, dan (APBS) misalnya, akan betul-betul dapat
lingkungan pertemanannya. Oleh mendorong siswa belajar serius mengenai
karenanya guru harus berani mengajak nilai-nilai antikorupsi dan menjadi agen
siswa untuk melakukan refleksi kritis antikorupsi ketika manajemen atau
mengenai potensi-potensi perilaku pimpinan sekolah demokratis. Wujudnya:
korupsi di tiga lokus kehidupan mereka menjadikan sistem penganggaran di
tersebut. sekolah terbuka untuk diakses secara
Kedua, demokratis. Dalam pedagogi demokratis oleh siswa—bahkan orang tua
kritis, demokrasi dipandang penting siswa. Hal ini tidak hanya menjadikan
sebagai prinsip yang harus dijalankan belajar antikorupsi menjadi menarik dan
dalam pembelajaran. Hanya dengan betul-betul dipraktikkan di lingkungan
menjalankan pembelajaran secara terdekat siswa (baca: sekolah), melainkan
demokratis, maka dialog yang humanis juga menjadi alat untuk memaksa guru
dan didasari oleh rasa cinta, kepercayaan, dan pengelola sekolah untuk berperilaku
antara guru dan siswa dapat terjadi antikorupsi dan menjalankan manajemen
(Freire, 2005; Shor, 1987). Pembelajaran yang antikorupsi.
yang demokratis juga menjadi prasyarat Ketiga, kontekstual. Prinsip
tumbuhnya rasa dihargai sebagai manusia, kontekstual dalam pembelajaran
karena dibuka ruang untuk berbicara dan mendasarkan pada asumsi bahwa apa
berpendapat berbeda, hingga akhirnya yang dipelajari oleh siswa akan mubazir
muncul keberanian bersuara mengenai jika tidak dikaitkan dengan konteks
masalah-masalah yang menimpa mereka. kehidupan mereka sendiri. Di tahun 1980-
Jika sudah begitu sejatinya sudah muncul an Shor (1987) misalnya mengkritik
kepercayaan siswa pada guru, dan jika hal pemberian materi liberal arts bagi siswa
ini sudah dicapai maka akan memudahkan sekolah vokasi yang tidak memiliki
guru dan proses pembelajaran menjadi relevansi atau urgensi dalam mengatasi
lebih bermakna. Prinsip demokrasi dalam masalah mereka sehari-hari. Di tengah
pembelajaran artinya juga membuka kerasnya hidup anak-anak sekolah vokasi
ruang bersuara bagi siswa. Prinsip ini juga yang harus juga bekerja di luar jam belajar
“memaksa” sekolah untuk terbuka bagi di sekolah, memaksa mereka belajar hal-
kritik dan koreksi dari siswa. Tanpa hal yang tak punya andil dalam mengatasi
prinsip demokrasi dalam pembelajaran, problem keseharian mereka hanya
teori sudut pandang juga hanya akan membuang waktu saja. Prinsip
menjadi kasak-kusuk siswa di kelas dan kontekstual artinya juga mendorong agar
kantin saja. praktik pembelajaran langsung tertuju
pada apa yang dimaksud. Dengan kata lain,

21
Edi Subkhan

menjauhkan skenario pembelajaran dari sosial. Apa yang telah diinisiasi oleh Freire
belajar hal yang mengawang-awang atau ketika mendampingi para petani di Brasil
sekadar teori-teori belaka, serta lebih melalui pendidikan jelas tidak sekadar
berupaya menjadikan pokok bahasan mengarahkan para petani untuk dapat
bukan sekadar dibahas sebagai bidang membaca, menulis, dan berhitung,
ilmu pengetahuan, melainkan punya akar melainkan mampu berdaulat atas dirinya
kontekstual yang jelas. sendiri dan menggunakan literasi mereka
Pendidikan antikorupsi akan (baca, tulis, hitung) sebagai alat untuk
tumpul—dan sebagaimana kritik di bagian memberdayakan diri, melawan
awal/pendahuluan artikel ini—dan penindasan, dan memperjuangkan
sekadar berputar-putar pada nilai-nilai, keadilan sosial (Freire, 1984, 2005).
norma, dan moralitas yang absurd ketika Orientasi pada tindakan riil ini menjadikan
pembelajarannya tidak kontekstual. pendidikan tidak sekadar menganggap
Dikatakan absurd karena menjadikan bahwa pembelajaran merupakan proses
upaya siswa mengenali dan melawan memberi bekal bagi siswa untuk dapat
perilaku korupsi di sekitarnya menjadi berbuat sesuatu kelak ketika lulus dan
bias atau terdistraksi pada pengutamaan menjadi bagian dari masyarakat,
atau pemfokusan siswa untuk menjadi melainkan melihat dan memposisikan
pribadi yang jujur, disiplin, adil, dan praksis pendidikan itu sendiri sebagai alat
sejenisnya. Siswa akan merasa tidak ada perubahan—tanpa harus menunggu siswa
gunanya belajar nilai-nilai antikorupsi di lulus. Orientasi ini penting sebagaimana
kelas, ketika potensi praktik korupsi yang pengalaman Freire bahwa kesadaran kritis
mungkin terjadi di sekolahnya atau yang muncul pada diri siswa tidak
lingkungan terdekat mereka lainnya tak otomatis menjadi gerak perubahan sosial
menjadi objek bahasan. Panduan-panduan (Au, 2012; Freire, 1982, 1984, 2005).
yang dikembangkan oleh KPK maupun Selain punya akar dalam tradisi
Kementerian Pendidikan (Farid & pedagogi kritis, upaya pembelajaran yang
Hasanudin, 2017b, 2017d, 2017c, 2017a; mengarahkan pada perlunya belajar
Puspito et al., 2011) memang tampak tidak sampai pada melakukan hal yang riil ini
tegas soal ini. Alhasil, ketika siswa belajar juga punya dasar teoretis pada
nilai-nilai antikorupsi di kelas namun tidak pendekatan pembelajaran berbasis
diperkenankan untuk mempertanyakan pengalaman (experiential learning) (Kolb
soal anggaran sekolahnya misalnya, maka & Kolb, 2009) dan belajar sembari
siswa akan meremehkan pembelajaran melakukan (learning by doing) yang
tersebut. Dalam jangka panjang—dan hal akarnya sampai pada pemikiran Dewey
ini yang paling berbahaya—mereka akan (1966). Secara garis besar intinya jika
belajar bahwa belajar nilai-nilai dikaitkan dengan pendidikan antikorupsi
antikorupsi di sekolah sejatinya hanya adalah: belajar nilai-nilai antikorupsi
formalitas belaka. Hanya belajar nilai-nilai harus sampai pada sikap dan tindakan
kejujuran, kedisiplinan, dan sejenisnya antikorupsi. Bukan sekadar mengarahkan
tapi tidak mengaitkan langsung dengan siswa jujur, disiplin, dan beberapa nilai
kasus korupsi yang mungkin terjadi di lain yang dirumuskan oleh KPK dan
lingkungan terdekatnya. Kementerian Pendidikan, melainkan
Keempat, mengarahkan pada sikap langsung pada sikap dan tindakan tidak
atau tindakan riil. Pedagogi kritis selalu melakukan korupsi dan berani melawan
mengarahkan praktik pendidikan sebagai praktik korupsi. Ketika dihadapkan pada
alat untuk dapat mendorong perubahan potensi dan praktik korupsi oleh oknum

22
Pendidikan Antikorupsi Perspektif Pedagogi Kritis

tertentu di sekolah, maka pembelajaran antikorupsi, ia pertama menayangkan


harus mengarahkan siswa untuk berani beberapa gambar dan berita mengenai
bersikap melawan praktik korupsi anak-anak usia SMP yang berjuang ke
tersebut. Hal yang sama juga ketika sekolah melewati jembatan yang
potensi tersebut bisa muncul di beberapa berbahaya. Anak-anak kemudian diminta
instansi layanan publik di desa, pendapatnya mengenai tayangan tersebut.
kecamatan, kabupaten, atau kota di mana Ada yang bertanya, kejadiannya di mana,
siswa dan sekolah mereka berada. Tentu ada yang merasa sedih, ada pula yang
saja hal ini menjadi tantangan tersendiri tertawa. Kemudian ditayangkan gambar
nantinya. dan berita gizi buruk. Anak-anak
ekspresinya beragam, namun banyak yang
Strategi Implementasi termangu, bersedih. Dalam diskusi
Implementasi pendidikan mengemuka bahwa problem serupa juga
antikorupsi dapat dilakukan terjadi di lingkungan sekitar mereka
menggunakan beberapa strategi atau menurut pengakuan mereka sendiri.
pendekatan sebagai berikut, antara lain Berangkat dari hal itu anak-anak dibagi
(1) lintas kurikulum atau mata pelajaran, menjadi beberapa kelompok untuk
(2) melibatkan sekolah dan pihak lain di mencari data, antara lain data Anggaran
luar sekolah secara kolaboratif. Strategi Pendapatan dan Belanda Daerah (APBD),
lintas kurikulum atau mata pelajaran data kemiskinan, remaja putus sekolah,
relatif sudah jamak dilakukan dalam kasus gizi buruk, dan sejenisnya (Haetami
pelaksanaan pendidikan antikorupsi di et al., 2019, pp. 2–7).
Indonesia, bentuk praktisnya misal: Hasil dari investigasi kemudian
menyisipkan materi antikorupsi di didiskusikan di kelas. Tentu ada saja
beberapa mata pelajaran (misal Aria & halangannya. Misal, kelompok yang
Harmanto, 2018; Kristiono, 2018; bertugas mencari data APBD kesulitan
Nugraheni, 2016). Sementara itu, memperolehnya. Hal menarik lain, para
pelibatan sekolah dan pihak lain relatif siswa menemukan rumah yang tidak layak
jarang dilakukan dalam pembelajaran huni. Gambar rumah ditayangkan di kelas
antikorupsi di sekolah-sekolah formal dan dan jadi bahan diskusi: apa yang dapat
kampus, tapi justru strategi ini yang perlu dilakukan untuk membantu pemilik
dikembangkan dan implementasikan lebih rumah? Kelas sepakat untuk menggalang
lanjut. Strategi lain seperti Warung dana untuk keluarga pemilik rumah
Kejujuran tidak menjadi perhatian dalam tersebut. Ada pula kelompok yang
artikel ini karena tidak terkait langsung memperoleh data anak putus sekolah.
dengan pedagogi ruang kelas yang selama Data tersebut diperoleh dari petugas
ini mendominasi pembelajaran Program Keluarga Harapan (PKH). Isu
antikorupsi di sekolah dan hasilnya mengenai program PKH salah sasaran
tampak tidak signifikan. mengemuka. Terakhir, disebabkan karena
Terdapat dua fragmen dalam buku sulit mencari data APBD, akhirnya
pengalaman membelajarkan nilai-nilai Haetami menelusurinya dan memperoleh
antikorupsi yang kiranya dapat menjadi data tahun sebelumnya. Data itulah yang
contoh pelibatan sekolah dan pihak lain dibedah di kelas. Data itu juga yang
(Haetami et al., 2019; Wisudo, 2017). dijadikan bahan untuk bertanya ketika
Pertama, pengalaman dari Haetami, audiensi dengan Dewan Perwakilan
guru Madrasah Aliyah Mathlaul Anwar, Rakyat Daerah (DPRD). Audiensi ini
Lebak. Dalam membelajarkan nilai-nilai direncanakan oleh Haetami dan anak-anak

23
Edi Subkhan

untuk memberikan pengalaman riil soal peran dalam memperjuangkan hak. Hal
pengelolaan anggaran daerah (Haetami et yang tidak diduga-duga justru muncul,
al., 2019, pp. 9–21). yakni anak-anak melakukan demonstrasi
Pembelajaran berprespektif sungguhan meminta Kepala Sekolah
pedagogi kritis yang dilakukan oleh dipecat. Pasalnya, menurut anak-anak,
Haetami terlihat lebih potensial mereka telah diminta sumbangan Rp.
menjadikan siswa mengenali betul potensi 60.000,- per siswa untuk komputer,
korupsi yang dapat terjadi dalam namun tidak ada wujudnya (Wisudo, 2017,
kehidupan sehari-hari mereka. Mereka pp. 68–75).
menjadi lebih tahu ada potensi korupsi Fragmen kedua ini bergerak lebih
dalam program PKH, alokasi dana APBD, jauh dengan menjadikan sekolah tempat
dan sejenisnya. Coba bandingkan misal siswa belajar sendiri sebagai lokus atau
siswa sekadar belajar di kelas mengenai sasaran belajar. Hal ini merupakan
nilai-nilai antikorupsi dalam bentuk Langkah yang lebih berani ketimbang arah
kedisiplinan, tanggung jawab, tidak dari panduan pembelajaran antikorupsi
mencontek, tidak plagiat, dan sejenisnya, yang selama ini beredar dari pemerintah
maka otomatis mereka akan terfokuskan dan KPK. Dengan mengajak siswa
pada pada upaya internalisasi nilai-nilai melakukan refleksi kritis atas
tersebut dalam diri mereka. Dominasi kemungkinan potensi korupsi di
orientasi pembelajaran antikorupsi lingkungan tempat mereka belajar, siswa
selama ini yang fokus pada internalisasi jadi paham bahwa pelajaran antikorupsi
nilai-nilai tersebut akan menjauhkan yang mereka lakukan bukan sekadar basa-
siswa dari mengenal betul potensi-potensi basi atau formalitas menuntaskan target
korupsi di sekitar mereka dan bagaimana kurikulum saja, melainkan betul-betul
melawannya. Apa yang dilakukan oleh berguna dalam memahami potensi
Haetami sekali lagi menunjukkan prinsip korupsi yang merugikan hak mereka
kontekstual dan langsung ke sasaran. sebagai siswa. Sekali lagi, coba bandingkan
Kedua, lain lagi dengan pengalaman dengan ketika siswa difokuskan untuk
Deny Surya Permana, yang mengajar di menginternalisasikan nilai-nilai kejujuran,
sebuah Sekolah Menengah Kejuruan kedisiplinan, tidak mencontek, dan
(SMK) di Pandeglang. Ketika mengajar, sejenisnya, tentu daya dobrak dan potensi
Deny mengajak siswa mendiskusikan untuk menjadikan siswa sebagai kader
problem kehidupan mereka, pokok antikorupsi tidak akan sebesar ketika
bahasannya mengenai hak dan kewajiban. siswa diajak untuk langsung mempelajari
Diskusi mengalir hingga beberapa anak kemungkinan-kemungkinan potensi
berseloroh mengenai kondisi kelas yang korup di lingkungan terdekatnya sendiri.
tidak ada AC-nya, padahal hak siswa untuk Berkaca dari dua fragmen
belajar di ruang yang nyaman, padahal pembelajaran antikorupsi di sekolah
mereka juga sudah membayar SPP. Deny tersebut, setidaknya terlihat bahwa
akhirnya berseloroh, “Bagaimana kalau di pembelajaran antikorupsi yang
sekolah terjadi korupsi? Apa yang akan diupayakan hingga ke praktik,
kalian lakukan?” Ada siswa yang kontekstual, demokratis, serta mengaitkan
menimpali, “Tidak mungkin di sekolah dengan posisi sosial siswa di sekolah dan
terjadi korupsi Pak.” Justru Deny masyarakat akan menjadikan siswa
menjawab, “Mungkin saja, toh guru juga antusias dan berhasil baik. Contoh
manusia biasa” (Wisudo, 2017, pp. 58–61). pertama menggambarkan pembelajaran
Pembelajaran berlanjut hingga bermain yang kontekstual dan kolaborasi antara

24
Pendidikan Antikorupsi Perspektif Pedagogi Kritis

guru dengan pihak pemerintah daerah erat dengan kehidupan siswa. Guru jangan
untuk dapat menyertakan siswa mengikuti mengawali dengan bicara soal teori atau
rapat DPRD soal anggaran. Contoh kedua pengertian korupsi, mulailah dari apa yang
menggambarkan guru mencoba sedang menjadi perhatian khalayak ramai,
membangun kesadaran kritis siswa hingga terutama siswa-siswi, mulailah dari
bahkan mereka berani mendemo Kepala konteks.
Sekolah karena diduga mengkorup uang Kedua, refleksi kritis. Tayangan
sumbangan, walau sebenarnya dugaan video atau berita tersebut jadikanlah
tersebut tidak secara implisit dibahas di sebagai bahan refleksi kritis oleh siswa.
kelas. Di sinilah tantangannya, sekali Seperti fragmen contoh pembelajaran
pedagogi kritis dijalankan sebagai acuan yang telah diuraikan sebelumnya
pembelajaran antikorupsi, maka sekolah (Haetami et al., 2019; Wisudo, 2017),
harus siap untuk dikritik, dikoreksi, atau namun ketika membahas ketimpangan
bahkan didemo siswa, karena harus tidak sosial yang disinyalir disebabkan oleh
ada yang ditutup-tutupi perihal anggaran korupsi atau kasus-kasus korupsi yang
yang potensial dikorupsi, semua harus terjadi di beberapa lembaga negara dan
transparan dan dapat diakses secara kerugian negara, jangan lantas sekadar
demokratis. berhenti di situ. Namun ajak siswa untuk
Mengacu pada contoh fragmen refleksi kritis: adakah kasus ketimpangan
tersebut, dapat dirumuskan secara lebih sosial yang telah ditayangkan tersebut
teoretis dan metodologis bagaimana juga terjadi di sekitar kita (baca: siswa dan
praktik pembelajaran antikorupsi di kelas, sekolah), apakah ada kaitannya dengan
di sekolah, terutama ketika disisipkan praktik korupsi? Prinsip kontekstualisasi
dalam mata pelajaran tertentu. dan demokrasi dijalankan di sini. Di sesi ini
Pertama, pembelajaran dimulai dari guru membuka ruang lebar bagi siswa
hal yang menarik siswa atau bermula dari untuk berbicara mengenai berbagai
siswa. Pada fragmen pertama ketika Guru kemungkinan dan mengaitkannya dengan
Haetami menampilkan gambar dan berita, betapa korupsi telah merugikan banyak
sejatinya ia sedang mencoba menarik pihak, termasuk hak-hak warga negara,
perhatian siswa sekarang yang memang hak-hak siswa. Jangan lupa kaitkan dengan
lebih suka hal-hal yang sifatnya visual, hak dan kewajiban siswa, guru, dan
terutama tontonan. Satu tayangan yang sekolah. Topik ini biasanya mampu
menarik sebenarnya adalah aksi siswa membangkitkan kesadaran kritis siswa,
SMA 3 Surakarta yang membongkar karena jika betul terjadi korupsi, maka
praktik korupsi di sekolahnya (lihat mereka adalah kelompok yang dirugikan
DrestaJumena, 2016). Di sinilah mengajak akibat korupsi dan mereka sudah
siswa mendiskusikan diri dan lingkungan merasakan akibatnya selama ini (lihat Au,
juga menarik dan menjadikan materi yang 2012).
dibahas bermula dari siswa. Tidak Ketiga, mencari informasi,
sebaliknya, bermula dari guru yang seolah menelaahnya, dan menyajikannya. Di
narsistik, bercerita pengalamannya saja tahap ketika ini siswa sejatinya belajar
dan siswa sekadar jadi pendengar. Dengan substansi materi (content) dengan cara
demikian, secara umum hal yang dapat mencari informasi, baik langsung dari
dilakukan di awal pertemuan di kelas lapangan maupun dari berbagai sumber
adalah: menayangkan tayangan yang informasi yang tersedia di dunia maya dan
menarik, bisa video atau berita dari lainnya. Di tahap ini pula pembelajaran
website yang terkait materi dan berkaitan yang dilakukan tidak sekadar teoretis,

25
Edi Subkhan

melainkan mendorong siswa untuk aktif merumuskan aksi adalah keselamatan


menelusuri informasi. Artinya, jika yang siswa dan guru sendiri. Guru perlu
ditelusuri informasinya terkait problem mengukur kira-kira bagaimana respons
atau dugaan kasus korupsi, sejatinya pimpinan sekolah atau yayasan—jika di
mereka sedang praktik untuk menjadi sekolah swasta—ketika siswa melakukan
agen atau kader antikorupsi. Secara tidak aksi tuntutan soal transparansi dana. Jika
langsung ketika siswa memperoleh memang tidak terdapat indikasi kasus dan
informasi, kemudian mendiskusikannya sudah transparan dapat saja guru melobi
dengan sesama teman dan guru, maka pimpinan sekolah agar siswanya dapat
otomatis di sesi/tahap ini siswa belajar belajar menjadi pengawas penggunaan
pengertian, konsep-konsep dasar, dan dan pengelolaan APBS, atau menentukan
kasus-kasus yang terkait dengan problem sasaran lain, misal ke kebijakan anggaran.
korupsi. Jadi, modelnya tidak ceramah Aksi tidak selalu berwujud demonstrasi di
pengertian korupsi, melainkan jalan atau lapangan. Aksi dapat pula
penelusuran ilmiah-investigatif. Di tahap berwujud menulis dokumen evaluasi dan
ini, penyajian hasil telaah informasi dapat rekomendasi ke sekolah, yayasan, Dinas
dilakukan dengan presentasi di kelas. Pendidikan, Kepala Desa, anggota DPRD,
Keempat, merumuskan aksi. Wujud atau bahkan Menteri. Oleh karena itu, guru
riil dari pemahaman, karakter, sikap, dan perlu memiliki jaringan komunikasi
tindakan antikorupsi adalah adanya aksi dengan banyak pihak untuk mendukung
terhadap hal-hal yang punya potensi pembelajaran, juga untuk “mengamankan”
munculnya praktik korupsi di situ. siswa dan dirinya.
Sebagaimana diceritakan dalam dua Kelima, melakukan aksi dan refleksi.
fragmen contoh pembelajaran antikorupsi Tahap “akhir” dari pembelajaran
sebelumnya (Haetami et al., 2019; Wisudo, antikorupsi adalah menjalankan aksi
2017) instansi atau lembaga yang selama tersebut dan dilanjutkan dengan refleksi
ini potensial dijadikan ajang korupsi harus kritis oleh siswa. Aksi harus dilakukan
dijadikan sasaran aksi, misal DPRD, kantor secara elegan, beretika, dan
Kepala Desa, bahkan sekolah sendiri. Di mengedepankan dialog yang demokratis,
tahap ini guru perlu mendampingi siswa terutama ketika jika wujud aksinya misal
agar menentukan target sasaran aksi menuntut transparansi anggaran di
secara jelas dan tepat. Ukurannya adalah: sekolah. Melakukan aksi riil, bahkan walau
sasaran tersebut berupa lembaga, akhirnya gagal, adalah pengalaman
institusi, atau program yang paling banyak tersendiri yang bermakna bagi siswa.
berkaitan dengan kehidupan siswa di Setidaknya mereka telah melakukan aksi
mana jika betul terjadi korupsi di dalam riil untuk ikut serta mencegah atau
lembaga atau program tersebut maka melawan praktik korupsi di lingkungan
siswa menjadi pihak utama yang paling terdekat mereka sendiri, sekolah—jika
dirugikan. Bentuk aksi bisa berupa sasaran aksinya di sekolah. Pengalaman
tuntutan agar ada perwakilan siswa belajar riil ini akan betul-betul bermakna
disertakan dalam rapat penyusunan ketika siswa diminta refleksi: bagaimana
Rencana Anggaran Penerimaan dan pendapat mereka mengenai aksi mereka,
Belanja Sekolah (RAPBS) atau evaluasi respons pihak atau instansi sasaran aksi,
APBS, memiliki akses ke data keuangan bagaimana pendapat mereka mengenai
desa, APBD, dan lainnya. potensi praktik korupsi dan kerugian-
Hal yang perlu diperhitungkan oleh kerugian yang diakibatkannya. Refleksi
guru ketika mendampingi siswa

26
Pendidikan Antikorupsi Perspektif Pedagogi Kritis

kritis tersebut perlu ditulis atau konteks lain, objek sasaran yang penting
diutarakan oleh tiap siswa. bisa jadi pengelolaan Bantuan Operasional
Beberapa catatan penting terkait Sekolah (BOS). Oleh karena itu, guru perlu
dengan rumusan tahap pembelajaran berangkat dari pengalaman atau suara
antikorupsi tersebut yaitu, (1) kelima siswa agar tahu konteks sosio-kultural
tahap tersebut tidak lantas selesai dalam yang dihadapi. Termasuk tahu betul
satu pertemuan, melainkan dapat problem yang penting dan tepat dijadikan
dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, sasaran belajar dalam pembelajaran
(2) penilaian hasil belajar dilihat dari antikorupsi, sehingga skenario
kesungguhan siswa dalam berproses, pembelajaran yang dikembangkan juga
terutama dalam berdiskusi, mencari tepat.
informasi, menelaahnya, menyajikannya Soal posisi guru yang barangkali
di kelas, serta usaha mereka untuk menjadi tidak aman ketika siswa
bertindak atau beraksi riil, serta tentu saja berhadapan vis a vis dengan pimpinan
dari refleksi kritis mereka atas apa yang sekolah, pengalaman Deny Surya Permana
telah mereka pelajari—termasuk refleksi (lihat Wisudo, 2017, pp. 58–73) dapat jadi
atas usaha dan aksi mereka, dalam contoh pelajaran menarik dan penting. Deny
fragmen kedua dari guru Deny (Wisudo, menunjukkan bagaimana ia juga
2017, pp. 58–73) keberhasilannya adalah melakukan pendekatan ke pihak sekolah,
ketika siswa-siswinya telah membuktikan bukan ke Kepala Sekolah yang didemo,
diri sebagai bagian dari gerakan melainkan ke Komite Sekolah dan guru-
antikorupsi secara riil terhadap dugaan guru lainnya. Bahkan ia juga meminta
adanya praktik korupsi di sekolah, dan (3) bantuan media massa. Topik ini menarik
guru harus membiasakan diri untuk dibahas, karena agaknya hampir di tiap
berhadapan dengan situasi yang tidak instansi sekolah atau kampus selalu ada
terprediksi, misal: siswa gagal resistensi dari pimpinannya terhadap hal-
memperoleh informasi, guru mendapat hal yang dapat mengganggu kenyamanan
tekanan dari Kepala Sekolah untuk dan harmoni, atau setidaknya dapat
menghentikan pembelajaran yang mencoreng citra atau nama baik lembaga.
membuat mereka tidak nyaman, dan Ke depan perlu riset untuk
sebagainya. mengidentifikasi dan mengembangkan
Pedagogi kritis menempatkan strategi apa yang tepat dan dapat
konteks sosio-kultural sebagai hal penting dilakukan oleh guru sebagai penggerak
yang harus dipertimbangkan dalam gerakan antikorupsi di sekolah. Agaknya
merancang skenario pembelajaran. Oleh perlindungan dan bantuan hukum dari
karena itu kelima langkah praktik aktivis gerakan sosial, termasuk organisasi
pembelajaran antikorupsi yang telah profesi jadi penting perannya—kecuali
dirumuskan dalam artikel ini perlu dibaca jika organisasi profesinya dijadikan alat
kembali dalam tiap-tiap konteks politik status quo oleh para elite oknum
pembelajaran antikorupsi yang beragam. guru dan pimpinan sekolah.
Boleh jadi di suatu sekolah atau perguruan
tinggi objek pembelajaran yang perlu Penutup
disasar bukan pengelolaan dana sekolah Pendidikan dan pembelajaran
oleh guru, tapi pengelolaan dana oleh antikorupsi sudah selayaknya bergeser
organisasi siswa, Organisasi Siswa Intra dari sekadar teori tanpa banyak aksi riil
Sekolah (OSIS), Pramuka atau acara pentas menjadi pembelajaran yang sampai pada
seni yang dikelola siswa misalnya. Di melakukan aksi riil mencegah dan

27
Edi Subkhan

melawan praktik korupsi. Dalam hal ini Au, W. (2012). Critical Curriculum Studies:
pedagogi kritis menjadi pegangan kuat Education, Consciousness, and the
dengan beberapa prinsipnya yang relevan Politics of Knowing. Routledge.
untuk keperluan pendidikan antikorupsi,
Bau, N. (2018). Penerapan Nilai-Nilai
yaitu teori sudut pandang, demokrasi, Pendidikan Antikorupsi di
kontekstual, dan mengarahkan pada sikap Madrasah Tsanawiyah Al-Yusra
atau tindakan riil. Prinsip-prinsip tersebut Gorontalo. Jurnal Ilmiah AL-Jauhari
saling terkait dan saling membutuhkan 3(1), 79–96.
satu sama lain. Dalam praktiknya,
pendidikan dan pembelajaran antikorupsi Begovic, B. (2005). Corruption: concepts,
types, causes and consequences.
hendaknya juga tidak bertele-tele
Documentos III(26): 1–9.
membahas pengertian-pengertian dan
norma-norma atau moralitas saja, Darder, A., Baltodano, M. P., & Torres, R. D.
melainkan harus mengajak siswa untuk (Eds.). (2009). The Critical
aktif mencari informasi dan kemudian Pedagogy Reader (2nd ed.).
merumuskan aksi, melakukan aksi, dan Routledge.
refleksi. Dengan begitu, pendidikan
Darmaningtyas. (2008). Utang dan Korupsi
antikorupsi akan memiliki daya ubah dan
Racun Pendidikan. Yashiba.
daya dobrak, termasuk dan terutama
terhadap kultur korup yang masih ada di Dewey, J. (1966). Democracy and
beberapa sekolah. Dengan menerapkan Education. Collier-Macmillan
prinsip-prinsip pedagogi kritis ini pula Canada, Ltd. Canada.
pembelajaran antikorupsi jadi lebih punya
DrestaJumena. (2016). Aksi Berani Murid
makna bagi siswa, karena mereka punya
SMA 3 Surakarta Membongkar
pengalaman riil bersikap tegas dalam Korupsi Gurunya [Video]. YouTube.
mencegah dan melawan praktik korupsi. https://www.youtube.com/watch?
v=6u4guDaFjX8
Referensi
Apple, M. W., Au, W., & Gandin, L. A. (Eds.). Farid, A., & Hasanudin, A. H. (Eds.).
(2009). The Routledge (2017a). Pendidikan Antikorupsi:
International Handbook of Critical Modul Penguatan Nilai-nilai
Education. Routledge. Antikorupsi pada Pendidikan Dasar
dan Menengah Tingkat SD/MI Kelas
Aria, F., & Harmanto. (2018). 1-3. Komisi Pemberantasan
Implementasi Pendidikan Korupsi. Jakarta.
Antikorupsi Melalui Budaya
Sekolah di SMA Negeri 1 Tarik Farid, A., & Hasanudin, A. H. (Eds.).
Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Kajian (2017b). Pendidikan Antikorupsi:
Moral Dan Kewarganegaraan 6(2): Modul Penguatan Nilai-nilai
520–534. Antikorupsi pada Pendidikan Dasar
dan Menengah Tingkat SD/MI Kelas
Asmorojati, A. W. (2017). Urgensi 4-6. Komisi Pemberantasan
Pendidikan Anti Korupsi dan KPK Korupsi. Jakarta.
dalam Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi di Indonesia. The Farid, A., & Hasanudin, A. H. (Eds.).
6th University Research Colloquium (2017c). Pendidikan Antikorupsi:
2017: 491–498. Modul Penguatan Nilai-nilai
Antikorupsi pada Pendidikan Dasar
dan Menengah Tingkat

28
Pendidikan Antikorupsi Perspektif Pedagogi Kritis

SMA/MA/SMK/MAK. Komisi Kadir, Y. (2018). Kebijakan Pendidikan


Pemberantasan Korupsi. Jakarta. Anti Korupsi di Perguruan Tinggi.
Gorontalo Law Review 1(1): 25–38.
Farid, A., & Hasanudin, A. H. (Eds.).
(2017d). Pendidikan Antikorupsi: Kanpol, B. (1999). Critical Pedagogy: An
Modul Penguatan Nilai-nilai Introduction (2nd ed.). Bergin &
Antikorupsi pada Pendidikan Dasar Gavey.
dan Menengah Tingkat SMP/MTs.
Komisi Pemberantasan Korupsi. Kolb, A. Y., & Kolb, D. A. (2009).
Jakarta. Experiential learning theory: A
dynamic, holistic approach to
Freire, P. (1982). Education for Critical management learning, education
Consciousness. Continuum. and development. In S. J.
Armstrong & C. V. Fukami (Eds.).
Freire, P. (1984). Pendidikan sebagai The SAGE Handbook of
Praktek Pembebasan (A. A. Management Learning, Education
Nugroho (Trans.). Gramedia. and Development: 42–68. SAGE
Jakarta. Publications Inc.

Freire, P. (2005). Pedagogy of the KPK Temukan Korupsi Paling Banyak di


Oppressed. Continuum. Sektor Pendidikan. (2018).
Detiknews. https://news.detik.com/
Gerakan Antikorupsi. (2004). Antikorupsi. berita/d-3923898/kpk-temukan-
Org.https://antikorupsi.org/id/ne korupsi-paling-banyak-di-sektor-
ws/gerakan-antikorupsi pendidikan.

Giroux, H. A. (2011). On Critical Pedagogy. Kristiono, N. (2018). Penanaman Nilai


Continuum. Antikorupsi bagi Mahasiswa FIS
UNNES Melalui Mata Kuliah
Gurning, N. L. M., Mudjiman, H., & Pendidikan Antikorupsi. Refleksi
Haryanto, S. (2014). Implementasi Edukatika: Jurnal Ilmiah
Pendidikan Antikorupsi Melalui Kependidikan 9(1): 40–45.
Warung Kejujuran di SMP
Keluarga Kudus. Jurnal Teknologi Landkammer, N. (2019). Reengaging
Pendidikan dan Pembelajaran, Freire: Decoding and Re-coding
2(1): 93–102. Freire’s “Generative Images” and
Critical Arts Education-
Haetami, Nurlelah, Laksana, M. H., Intertwining Histories. Another
Mulyawan, R., Gunawan, G. G., Roadmap School.
Permana, D., Saleha, D., Wisudo, B.,
Irawan, A., Paat, J. P., Subkhan, E., & Liu, X. (2016). A Literature Review on the
Paat, L. F. (2019). Pendidikan Definition of Corruption and
Antikorupsi dalam Perspektif Factors Affecting the Risk of
Pedagogi Kritis. Intrans Publishing. Corruption. Open Journal of Social
Sciences 4: 171–177.
Hart, C. (1998). Doing a Literature Review:
Releasing the Social Science Marthunis. (2019). Gawat Darurat Korupsi
Research Imagination. SAGE Dana Pendidikan.
Publications. Mediaindonesia.Com. https://
mediaindonesia.com/read/detail/2
Hidayat, R. (2013). Pedagogi Kritis: 20609-gawat-darurat-korupsi-
Sejarah, Perkembangan dan dana-pendidikan.
Pemikiran. Rajawali Press.

29
Edi Subkhan

Mukti, T. A. (2018). Mendorong Penerapan Snyder, H. (2019). Literature review as a


Pendidikan Antikorupsi di research methodology: An
Perguruan Tinggi. Perspektif overview and guidelines. Journal of
Hukum 18(2): 328–346. Business Research 104: 333–339.

Mustofa, & Akhwani. (2019). Strategi Subkhan, E. (2016). Pendidikan Kritis:


Penanaman Nilai-nilai Antikorupsi Kritik atas Praksis Neo-Liberalisasi
di Sekolah Dasar. Education and dan Standardisasi Pendidikan. Ar-
Human Development Journal 5(1): Ruzz Media.
43–60.
Subkhan, E. (2019). Restoring the Critical
Nugraheni, M. W. (2016). Pendidikan Power of Curriculum Studies to
Antikorupsi dalam Model Transform the Society. Indonesian
Pembelajaran Bahasa Indonesia Journal of Curriculum and
Terintegrasi Siswa Kelas VII Educational Technology Studies
Semester 1 SMP Negeri 1 7(2): 109–113.
Tembarak Tahun Ajaran
2010/2011. Transformatika 12(1): Sutrisno. (2017). Implementasi
14–27. Pendidikan Antikorupsi pada Mata
Pelajaran PPKn Berbasis Project
Pratama, A., & Sumaryati. (2015). Strategi Citizen di Sekolah Menengah Atas.
Sekolah dalam Menanamkan Jiwa Jurnal Civics 14(2): 166–175.
Antikorupsi di SMA
Muhammadiyah 5 Yogyakarta. Tilaar, H. A. R. (2011). Pedagogik Kritis:
Jurnal Citizenship 4(2): 155–168. Perkembangan, Substansi, dan
Perkembangannya di Indonesia. In
Pusat Edukasi Antikorupsi. (2020). Komisi L. Tilaar, H.A.R., Paat, Jimmy Ph.,
Pemberantasan Korupsi. Paat (Ed.). Pedagogik Kritis:
https://aclc.kpk.go.id. Perkembangan, Substansi, dan
Perkembangannya di Indonesia:
Puspito, N. T., Elwina-S, M., Utari, I. S., & 13–58.
Kurniadi, Y. (Eds.). (2011).
Pendidikan Anti Korpusi untuk Ulya, C., W, N. E., & Mujiyanto, Y. (2016).
Perguruan Tinggi. Kementerian Muatam Pendidikan Antikorupsi
Pendidikan dan Kebudayaan. dalam Mata Kuliah Pengkajian dan
Jakarta. Apresiasi Puisi di Jawa Tengah dan
Yogyakarta. Indonesian Language
Rose, J. (2017). The Meaning of Education and Literature: 2(1): 60–
Corruption: Testing the Coherence 75.
and Adequacy of Corruption
Definitions. Public Integrity 20(3): What is Corruption? (n.d.).
220–223. Transparency.Org. Retrieved May
22, 2020, from https://
Sakinah, N., & Bakhtiar, N. (2019). Model www.transparency.org/en/what-
Pendidikan Anti Korupsi di is-corruption#
Sekolah Dasar dalam Mewujudkan
Generasi yang Bersih dan Widodo, S. (2019). Membangun
Berintegritas Sejak Dini. El- Pendidikan Antikorupsi di Sekolah
Ibtidaiy: Journal of Primary Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar
Education 2(1): 39–49. 10(1): 35–44.

Shor, I. (1987). Critical Teaching & Wisudo, B. (Ed.). (2017). Mengajar untuk
Everyday Life. The University of Perubahan: Pedagogi Kritis di
Chicago Press. Chicago. Ruang Kelas. Intrans Publishing.

30

You might also like