Konflik Penolakan Ritual Doa Leluhur Paguyuban Padma Buana Di Pedukuhan Mangir Bantul, Yogyakarta
Konflik Penolakan Ritual Doa Leluhur Paguyuban Padma Buana Di Pedukuhan Mangir Bantul, Yogyakarta
01 Juni 2020
Website Journal : http://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/smart
DOI : https://doi.org/10.18784/smart.v6i1.943
Abstrak
Masyarakat Yogyakarta terkenal dengan sikap toleransi di mana umat berbeda agama
dapat hidup berdampingan terlebih dengan tradisi Jawa dan umat berbeda agama.
Namun pada 12 November 2019, di Mangir, salah satu pedukuhan di Kabupaten Bantul
Yogyakarta, telah terjadi kasus penolakan warga setempat terhadap prosesi ritual doa
untuk leluhur oleh Paguyuban Padma Buana (PPB) yang mengaku penganut Hindu
Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan unsur konflik dan akar konflik
dari penolakan warga Mangir terhadap Paguyuban Padma Buana. Penelitian ini
menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan analisis konflik melalui teknik
timeline analisis dan faktor analisis. Temuan penelitian menunjukkan bahwa konflik
terbuka antara kedua kelompok tersebut telah terjadi sejak 2012 dengan isu utama praktik
ritual sinkretik ajaran Hindu, Budha, dan Kejawen yang melibatkan umat berbagai
agama. Selain itu, bangunan Candi Maha Lingga Padma Buana yang menjadi tempat
ritual juga memiliki masalah dalam perijinan. Rekonsiliasi pernah dilakukan antara
pihak warga dengan pihak paguyuban Padma Buana di tahun 2015 tetapi dilanggar oleh
pihak PBB sehingga memicu konflik kembali tahun 2019. Penyebab konflik pada kasus
ini bersifat multi-faktor yang kesemuanya saling terkaitan. Akar masalah utama konflik
antar warga Mangir ini terkait revivalisme tradisi dan distribusi otoritas pengelolaan
pariwisata budaya. Konflik ini menyebabkan masyarakat Mangir terpolarisasi dan
rentan terhadap kepentingan-kepentingan yang dapat memperkeruh suasana desa.
Kata kunci: revivalisme; Hindu Jawa; Mangir; analisis konflik
Jurnal SMaRT Volume 06 Nomor 01 Juni 2020
50
Konflik Penolakan Ritual Doa Leluhur Paguyuban Padma Buana di Pedukuhan Mangir Bantul, Yogyakarta
Setyo Boedi Oetomo, halaman 49-62
Yesus Kerahiman di Gereja Santo Yakobus di hukum dalam kehidupan masyarakat yang
Dusun Kamijoro – Sendangsari, merupakan multikultur.
salah satu buktinya (Bunga, 2019; SYT, Konflik, menurut Dahrendorf,
2/12/2019). sangat potensial terjadi pada masyarakat
Hal tersebut menunjukkan bahwa selama yang multikultur. Distribusi otoritas
ini masyarakat Mangir hidup harmonis dalam yang diferensial ‘selalu menjadi faktor
keragaman budaya, tradisi, dan agama. Jadi, penentu konflik sosial yang sistematik’,
cukup menarik untuk mendalami kasus ini, apa karena beberapa posisi dan otoritas yang
sebenarnya akar masalah yang menyebabkan didelegasikan hanya kepada orang-orang
masyarakat Mangir mengalami konflik tertentu (Ritzer, 2012: 451). Konflik
internal. Penulis berasumsi bahwa ada faktor merupakan fenomena sosial yang kompleks
yang lebih kuat selain faktor intoleransi antar karena hampir semua konflik berlapis, mulai
umat beragama. Pertanyaan yang muncul realitas permukaan hingga realitas terdalam,
kemudian, mengapa masyarakat Mangir yang melibatkan dua atau lebih individu
menolak kelompok PPB melakukan ritual atau kelompok yang memiliki tujuan serta
mendoakan leluhur masyarakat Mangir? kepentingan yang saling bertentangan satu
Tulisan ini menganalisis konflik itu dari dengan lainnya (Musahadi (ed.)., 2007: 48-
kronologi peristiwa dan faktor-faktor yang 49).
menjadi akar masalahnya. Analisis konflik beragam, diantaranya
Beberapa kajian konflik terkait bisa dilakukan dengan menggunakan
ritual keagamaan atau yang melibatkan model time line dan conflict mapping.
kelompok keagamaan menunjukkan adanya Model analisis konflik tersebut untuk
benang merah sumber/akar masalahnya. mengidentifikasi faktor-faktor dan tren-tren
Rachmadhani (2019) menemukan bahwa yang menopang konflik. Bart Klem, 2007
akar masalah konflik antara kelompok mengklasifikasi faktor konflik meliputi faktor
Sapto Darmo di Kabupaten Rembang pemicu, penyebab utama atau akar konflik,
dengan warga sekitar yang beragama Islam faktor yang memobilisasi massa, dan faktor
disebabkan regulasi pendirian rumah ibadat yang memperburuk konflik (Mukhsin (ed.)/,
untuk penghayat kepercayaan dengan rumat 2007; 16 dan 59).
ibadat untuk agama-agama tidak sinkron. Teori-teori besar penyebab konflik
Temuan Jamaluddin (2018) bahwa konflik bervariasi berdasar metode dan sasaran
pendirian rumah ibadah di Bekasi juga kerjanya. Pada kasus di Dusun Mangir ini
terkait regulasi pendirian rumah ibadah didekati dengan teori hubungan komunitas.
karena ditafsirkan berbeda oleh masing- Teori hubungan komunitas, dengan
masing pihak berselisih. Berbeda dengan dua merujuk tulisan (Mukhsin (ed.)/, 2007: 16)
penelitian tersebut, Jati (2013) menemukan mengasumsikan bahwa pengelompokan atas
bahwa relasi subordinasi dan dominasi yang kutub yang berbeda, hilangnya rasa percaya
menghasilkan praktik diskriminasi dan antar kelompok, dan permusuhan antar
marjinalisasi di masyarakat menjadi akar kelompok yang berbeda pada komunitas
konflik sosial. Terkait hal tersebut, Najwan tertentu akan menyebabkan konflik. Teori
(2009) menemukan bahwa regulasi sangat tersebut dikombinasikan dengan teori
penting untuk menjaga ketertiban sosial, identitas, dengan merujuk tulisan Mukhsin
sehingga untuk menyelesaikan konflik antara (ed.) (2007: 17) yang mengasumsikan
budaya dan konflik antar etnis di Indonesia, bahwa identitas yang terancam, akibat rasa
salah satunya, perlu peningkatan pemahaman kehilangan dan penderitaan masa lalu yang
masyarakat mengenai fungsi dan peranan
51
Jurnal SMaRT Volume 06 Nomor 01 Juni 2020
tidak terselesaikan berpotensi menimbulkan Progo. Letaknya sekitar 15 km dari pantai Selatan
konflik. Teori ini sasaran kerjanya Jawa, dan sekitar 10 km dari kota Bantul.
mengidentifikasi ancaman dan ketakutan Mangir memiliki sejarah menarik.
yang mereka rasakan serta membangun Padukuhan Mangir merupakan tanah perdikan
empati dan rekonsiliasi, serta membangun (bebas pajak) dari Kerajaan Majapahit. Ki Ageng
konsensus bersama mengenai kebutuhan Mangir I, diyakini keturunan Prabu Brawijaya
identitas masing-masing pihak. V. Ketika Kerajaan Mataram (Islam) di bawah
Metode Penelitian kepemimpinan Panembahan Senopati (akhir
abad 16 M) melakukan ekspansi ke Mangir,
Artikel ini berdasar pada hasil penelitian
padukuhan Mangir dipimpin Ki Ageng Mangir
lapangan yang menggunakan metode studi kasus
IV (Ki Ageng Mangir Wonoboyo III). Ki Ageng
dan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama
Mangir IV menolak kedaulatan Sultan Mataram.
tanggal 13 s/d 14 November 2019, dan tahap
Kontestasi kedua pemimpin itu melibatkan anak
kedua tanggal 30 Nopember s/d 7 Desember
pertama Panembahan Senopati (Putri Pembayun)
2019. Data diperoleh melalui wawancara
hingga Ki Ageng Mangir IV menjadi menantu
secara kelompok maupun individu, Focus
Panembahan Senopati dan meninggal di dalam
Group Discussion (FGD), observasi, dan studi
istana Mataram saat pertama kali menghadap
dokumen. Tahap pertama, peneliti mendapatkan
Sultan Mataram (Susanto, 2018; Bahasa, 1980:
banyak informasi dalam forum klarifikasi dari
63-88).
Ketua PPB yang diikuti pihak-pihak terkait.
Data pembanding diperoleh dari Muspika Sejak saat itu, Mangir diakuisisi Kesultanan
Pajangan dan pimpinan Desa Sedangsari. Mataram dan rakyat Mangir termarginalkan dan
Tahap kedua, peneliti memperdalam informasi terstigma sebagai keturunan pemberontak hingga
dengan perangkat Desa Sendangsari, pimpinan sekarang. Hal itu mempengaruhi karakter anak-
PPB, ahli waris Mbah Bali, tokoh masyarakat, anak muda Mangir menjadi pemberani dan suka
dan warga Mangir lainnya. Data sekunder berkelahi. Masyarakat luar Mangir cenderung
(dokumen) diperoleh dari piminan PPB, Pemdes menghindar atau menolak barang dari Mangir
Sendangsari, Polsek Pajangan, dan Kankemenag (Kades Sendangsari, 14/11/2019).
Bantul. FGD pada tanggal 6 Desember 2019 Usaha menghapus trauma masa lalu dan
melibatkan aparatur Desa Sendangsari, tokoh peningkatan integrasi dengan Kesultanan
pemuda, tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Ngayogyakarta dilakukan masyarakat Mangir
Uji sahih data dilakukan dengan teknik yang dimotori generasi muda akhir-akhir ini.
triangulasi informan, triangulasi data primer dan Proses tersebut nampak membuahkan hasil
sekunder, serta diskusi dengan teman sejawat dengan kesediaan Gusti Pembayun (putri sulung
(sesama peneliti). Data dan informasi hasil Sultan Hamengku Buwono X) hadir di Pedukuhan
penelitian dianalisis dengan teknik time line of Mangir, bahkan dua kali (Kades Sendangsari,
conflict analysis dan teknik factor of conflict 14/11/2019).
analysis. Arus utama masyarakat Mangir meyakini
bahwa Ki Ageng Mangir Wonoboyo III (Ki Ageng
Paguyuban Padma Buana di Mangir IV) sudah beragama Islam. Romantisme
Mangir sejarah Mangir dari kelompok arus utama
Pedukuhan Mangir berada Desa Sendangsari, bertolak dari Ki Ageng Mangir Wanabaya
Kecamatan Pajangan. Kawasan tersebut terbagi III sehingga prosesi ritual slametan desa
menjadi Dusun Mangir Lor, Mangir Tengah, dan bernuansa Islam. Prosesi ritual adat mertri
Mangir Kidul. Mangir berada di pojok Barat Daya deso (memperingati-hari jadi-desa) di bulan
Desa Sendangsari, tepat di tepi timur Sungai Suro dan jamasan Selo Gilang (memandikan/
52
Konflik Penolakan Ritual Doa Leluhur Paguyuban Padma Buana di Pedukuhan Mangir Bantul, Yogyakarta
Setyo Boedi Oetomo, halaman 49-62
membersihkan batu tempat duduk) dirangkai KUA Pajangan, 14/11/2019; Kapolsek Pajangan,
dengan pengajian di masjid (Kamidi, 2017; 14/11/2019; RY, 3/12/2019 ).
Asdhiana, 2019; Kades Sendangsari, 14/11/2019 Status PPB secara organisasi kemasyarakatan
dan 2/12/2019; MB, sesepuh masyarakat Mangir, belum terdaftar di Kesbangpol Kabupaten
5/12/2019). Bantul dan belum mendapatkan legalitas dari
Romantisme sejarah masyarakat Mangir Kemenkumham (sebagai yayasan). Sebagai
di tanah perdikan kala dipimpin tokoh sakti kelompok penghayat kepercayaan kepada Tuhan
tersebut menginspirasi masyarakat keturunan YME belum mendapat pengakuan dari Dinas
Mangir mencari identitas yang hilang. Berbagai Kebudayaan, Program kegiatan PPB untuk
peninggalan sejarah (artefak) di Mangir pra Islam internal meliputi: penerimaan anggota baru;
yang masih ada, seperti arca sapi (perwujudan ritual spiritual (puja basuki malam Kliwon,
Lembu Andini), batu lingga-yoni, selo gilang sembahyang purnama sidhi dan purnama
(batu datar) berukir, watu lumpang (mirip tilem, sembahyang hari besar Hindu dan Budha,
lesung), batu silinder semacam pipa diameter piodalan Candi Maha Agung Lingga Padma
+60 cm, guci kuno, dan situs sejarah yang Buwana; melestarikan nilai-nilai seni, adat, dan
diyakini sebagai petilasan leluhur masyarakat tradisi (kidung, sesaji, pakaian adat, perawatan
Mangir dikelola menjadi objek pariwisata sejarah pusaka). Kegiatan untuk eksternal meliputi:
dan simbol kegiatan budaya. Mereka mendirikan kegiatan dengan anggota MLKI; pembinaan dari
Paguyuban Soko Mangir, kemudian menjadi Ditjen Nilai Budaya; sarasehan dan sosialisasi
Paguyuban Soko Mangir Baru (PSMB). (Susanto, dari Dinas Kebudayaan DIY; sarasehan dan
2018; observasi, 3/12/2019; FGD 6/12/2019). sosialisasi dari Dinas Kebudayaan Kabupaten
Romantisme masa lalu yang dilakukan Bantul (T.A. 2018 ada 10 kegiatan) (Dokumen PPB
kelompok kejawen mengacu kehidupan di Polsek Pajangan, 14/11/2019; US, wawancara
keagamaan era Ki Ageng Mangir I yang mereka 13/11/2019 dan 3/12/2019). Berdasar dokumen di
yakini menganut Hindu Jawa. Para pegiat atas, organisasi PPB cenderung mengidentifikasi
lelaku spiritual ini memuja Dewa Syiwa dengan diri sebagai kelompok kebudayaan di bawah
simbol lingga dan yoni. Kelompok ini pecah, satu pembinaan MLKI dan Dinas Kebudayaan DIY.
kelompok membentuk Paguyuban Padma Buana Namun, acara ritual PPB cenderung
(PPB) dengan tempat ritual di Candi Maha Lingga mengikuti ajaran Hindu, dan menyertakan do’a
Padma Buana, satu kelompok di Situs Pura Dalem agama Budha. Ajaran PPB, berdasar dokumen
Ki Ageng Mangir, yakni Paguyuban Seni Budaya yang diperoleh meliputi hal-hal berikut:
‘Pandawa Garda Nusantara’ yang dipimpin anak “1) Manusia diciptakan oleh Pangeran kang Maha
angkat laki-laki Mbah Bali bersama IT, putri Suci dan terlahir dengan 45 saudara yang hidup
Mbah Bali. bersama yang akan kembali ke asal bersama-
sama; 2) Meyakini 5 kebenaran: adanya Tuhan
PPB dipimpin Bu US (57 tahun, kelahiran alam semesta, arwah, karma pahala, reinkarnasi,
Bantul), yang mengaku keturunan Ki Ageng dan sampurna kembali ke asal; 3) Menjalani
Mangir. Sejak kuliah hingga 1998, dia tinggal hidup dengan 5 kemoralan: tidak berbohong,
tidak berbuat asusila, tidak mabuk-mabukan,
Jawa Barat dan menikah dengan seorang muslim
tidak mencuri, dan tidak membunuh.” (Dokumen
(haji), memiliki dua anak laki-laki. Tahun 1998 PPB, dari Polsek Pajangan, 14/11/2019; US,
kembali ke Mangir, kemudia ntahun 2008 13/11/2019 dan 3/12/2019),).
bercerai dan tinggal bersama anak sulungnya
PPB menggunakan candi MLPB sebagai sarana
(NNA, 25 tahun). Sejak itu, kebutuhan US dan
berkomunikasi dengan Tuhannya. kesakralan
anaknya sering dibantu oleh kakak dan adiknya.
dari candi MLPB tersebut adalah simbol lingga-
US bekerja sebagai kolektor pembayaran rekening
yoni yang ada di bagian atas padmasana tersebut.
listrik warga sekitar kurang mencukupi (SYD,
Makna simbol lingga-yoni bagi masyarakat
53
Jurnal SMaRT Volume 06 Nomor 01 Juni 2020
Jawa-Hindu menurut Wibowo (2016: 15) dan meneruskan karir di TNI di Kodam Udaya
sebagai simbolisasi dari Sang Hyang Widhi yang hingga pensiun. Setelah menjadi anggota DPRD
bermanifestasi sebagai Siwa-Sakti, leluhur, dan Balu dua periode, di ke Mangir. Sejak saat itu, ia
Dhanyang, dengan begitu mereka dapat merasa sering melakukan ‘ziarah’ dan ritual di petilasan
dekat dengan Tuhan dan selalu berhubungan Ki Ageng Mangir. Meskipun identitas di KTP
melalui jalan meditasi atau bersamadhi. Lebih Katolik, namun ia melakukan ritual Hindu Jawa.
lanjut Cahyono (2012: 38) menambahkan bahwa Masyarakat Mangir memanggilnya Mbah Bali
lingga-yoni simbol alat kelamin laki-laki dan (Susanto, 2018: 116; FGD 6/12/2019 ).
perempuan dan bagi pemujanya sebagai simbol Tahun 1985 Mbah Bali menyampaikan kepada
suci untuk menyampaikan keyakinan mereka warga Mangir bahwa ia mendapat wangsit agar
pada kekuatan adikodrati terkait kesuburan, merestorasi pekarangan bekas rumah Ki Ageng
baik tanah, tanaman, ternak, serta kesuburan Mangir. Ia membeli pekarangan seluas + 7.000
manusia. m2 yang diyakini sebagai lokasi bekas kediaman
Romantisme masa lalu era Mangir pra Islam Ki Ageng Mangir. Ia berjanji suatu saat nanti
yang dilakukan kelompok PPB dengan lingga- tempat itu akan diserahkan pada negara dan
yoni sebagai simbol pemujaan ini memiliki pengelolaannya diserahkan pada warga Mangir
spirit revivalisme Hindu Jawa, mengagungkan (Susanto, 2018: 116 ; Warga, FGD 6/12/2019; S,
kehidupan keagamaan seperti era akhir wawancara 3/12/2019).
Majapahit. Pimpinan PPB mengungkapkan Tahun 1998 US (beragama Islam) pulang
bahwa pedukuhan Mangir, khususnya tempat kampung bersama dua anaknya. Suaminya masih
pembangunan Candi MLPB, memiliki energi bekerja (PNS) di Jawa Barat dan ke Mangir dua
spiritual besar dan potensial sebagai pusat minggu sekali. Sejak saat itu, US terlibat kegiatan
kebangkitan ajaran leluhur era Majapahit (US, ritual Mbah Bali (ARK, 13/11/2019).
13/11/2019).
Tahun 2006 s/d 2007 Mbah Bali mulai
Romantisme masa lalu yang dilakukan membangun rumah dan bangunan semacam
kelompok PPB ini berkaitan dengan spirit candi di pekarangan seluas +7.000 m2. Selain
revivalisme. Revivalisme agama dipicu spirit itu, ia juga membeli tanah warga selebar
untuk kembali kepada kondisi dan situasi, serta 1 m memanjang berbentuk huruf ‘L’ yang
spiritual sebagaimana terjadi pada masa lampau menyambung dengan kompleks candi tersebut.
(Mansyuri, 2011: 98; Yumitro, 2018: 58). Hal Ia membangun tembok tebal sekitar + 50 cm
tersebut, menurut (Mansyuri, 2011: 98-99), tinggi + 3 m berbentuk huruf ‘L’ mengitari
muncul setelah umat beragama mengalami areal bekas pekarangan Ki Ageng Mangir yang
‘teror sejarah’ yang mengakibatkan keterjatuhan, di sebelah timur dibatasi sungai. Saat itu, US
keterpisahan, teralienasi dari kehidupan sakral mulai aktif dalam ritual-ritual dengan komunitas
terperangkap dalam kehidupan materialisme pimpinan Mbah Bali. Tahun 2008 US bercerai.
(duniawi) sehingga jauh dari hal-hal yang Dia menetap di Mangir Lor bersama satu anak,
transendental, keyakinan yang suci. ARK alias NNA.
54
Konflik Penolakan Ritual Doa Leluhur Paguyuban Padma Buana di Pedukuhan Mangir Bantul, Yogyakarta
Setyo Boedi Oetomo, halaman 49-62
Tahun 2011 Mbah Bali, yang semakin tua, yayasan agar bisa menerima mandat. Bahkan,
memanggil putrinya yang tinggal di Denpasar persaingan itu hampir menyebabkan warga
(RU atau IT, beragama Katolik) ke Mangir. RU Mangir mengalami perpecahan serius. Akhirnya
bersama US (identitas di KTP masih Islam) berdiri, Paguyuban Soko Mangir, kemudian
melakukan ritual ‘ruwatan’ di komplek pura menjadi Paguyuban Soko Mangir Baru sebagai
dalem, dipimpin oleh seorang sulinggih (tokoh wadah tunggal paguyuban warga Mangir (Kades
umat Hindu) teman Mbah Bali. Sulinggih itu Sendangsari, 14/11/2019; MB, 6/12/2019).
menyatakan bahwa US mendapat restu leluhur permasalahan warga pada tahun 2012 inilah
sebagai pemimpin penerus ajaran leluhur. Mbah mulai mengalami eskalasi menjadi 'open conflict'.
Bali tidak berkenan mendengar hal ini. Sulinggih Tanggal 7 September 2013 masyarakat
itu bersama US memisahkan diri dari Mbah Bali Mangir mendirikan Kelompok Sadar Wisata
dan menyatakan bahwa halaman rumah US (POKDARWIS) Mangir (SK Lurah Sendangsari
adalah bekas tempat semedi para leluhur dengan Nomor 22 tahun 2016 dalam bahan Presentasi
energi yang sangat besar, melebihi tempat Mbah Pokdarwis Mangir). Tahun 2013 ini US tidak
Bali. US dan kelompoknya kemudian membangun melakukan ritual budaya besar yang mengundang
semacam padmasana di halaman rumahnya, pihak luar dalam jumlah banyak. Namun,
bagian atasnya diberi batu yoni peninggalan ritual individu beserta beberapa orang tamu
purbakala dari pekarangan tetangga US. Batu dalam ritual harian dan ritual bulan purnama-
yoni tersebut dilengkapi dengan batu lingga bulan tilem tetap rutin dilakukan tanpa ada
(benda tiruan). Bangunan itu diberi nama Candi gangguan dari warga sekitar (US, 13/11/2019;
Maha Lingga Padma Buana,kemudian disingkat MIS, 2/12/2019; FGD 6/12/2019). Tahun 2014
Candi MLPB (US, 3/12/2019). kegiatan US seperti tahun 2013.
Tahun 2012 US (identitas di KTP masih Tahun 2015, tepatnya tanggal 25 Februari, US
Islam) menyelenggarakan ritual budaya di Candi kembali lagi melaksanakan ritual budaya yang
MLPB dengan mengundang anggota PPB dari melibatkan anggota PPB dari berbagai daerah.
berbagai daerah. Mereka dari berbagai agama. Acara tersebut mendapat persetujuan tetangga
Ritual dipimpin Sulinggih pembimbing ruhani sekitar disahkan oleh Ketua RT setempat dan
US. Kegiatan ini ditentang warga Mangir. Kepala Dukuh Mangir Lor (Surat Pernyataan,
Masalah tersebut pada 30 Januari 2012 dimediasi difoto 13/11/2019). Tahun 2015 terjadi pergantian
oleh Perangkat Desa Sendangsari dan Muspika pejabat Kades Sendangsari dan kemudia semua
Kecamatan Pajangan. Masalah diakhiri dengan situs di Mangir sudah didaftarkan di Balai
pernyataan minta maaf US karena kegiatan Arkeologi dan Cagar Budaya.
ritual yang dilaksanakan telah menimbulkan
Tahun 2016 US menyelenggarakan ritual
keresahan di masyarakat, dan berjanji tidak akan
budaya lagi yang melibatkan berbagai umat
melaksanakan ritual budaya lagi sebelum ada
beragama dari berbagai daerah (MIS, 2/12/2019).
ijin dari dinas terkait, serta bersedia dituntut
Sementara, ritual bulan purnama dan bulan
sesuai hukum yang berlaku jika di kemudian
tilem tetap rutin dilakukan tanpa ada gangguan
hari melanggarnya (Surat Pernyataan, dari LL,
dari warga sekitar. Masalah mulai muncul ketika
3/12/2019). Saat itu, Masyarakat Mangir mulai
kedatangan tamu pria yang menginap di rumah
resah karena Mbah Bali belum melimpahkan
US tidak dilaporkan kepada aparat desa/dukuh
kewenangan pengelolaan situs pura dalem
setempat. Tanggal 8 September 2016 terjadi
kepada warga Mangir. Mbah Bali berdalih warga
Penetapan Pengurus Pokdarwis Mangir yang
Mangir belum memiliki organisasi yang sah
baru, beberapa orang masih saudaranya US.
untuk menerima mandat. Sejak itu, masyarakat
Sejak itu, eskalasi konflik makin menguat (MIIS,
Mangir bersaing untuk mendirikan organisasi/
2/12/2019)
55
Jurnal SMaRT Volume 06 Nomor 01 Juni 2020
Tahun 2017 US menyelenggarakan ritual Mereka mendesak agar acara ritual budaya PPB
budaya besar lagi (MIS, wawancara 2/12/2019). esok hari dibatalkan, karena US belum memenuhi
Ritual bulan purnama, bulan tilem, dan ritual surat pernyataan yang dibuat tahun 2012. Ijin
individual tetap rutin dilakukan tanpa ada ritual, identitas agama kelompok PPB, dan janji
gangguan dari warga sekitar. Tamu pria yang untuk mensosialisasikan dua hal tersebut belum
menginap di rumah US semakin dimasalahkan dipenuhi. Kapolsek Pajangan memanggil US dan
oleh warga. US juga mulai berinteraksi dengan memediasi kedua pihak hingga pukul 02.00 wib.
Majelis Luhur Kepercayaan (Kepada Tuhan US bersikukuh akan menggelar ritual karena
Yang Maha Esa) Indonesia (MLKI) di Bantul undangan dari berbagai daerah sudah ada yang
dan Yogyakarta. Masyarakat Mangir kembali datang, sebagian dalam perjalanan, dan yang
menagih janji Mbah Bali terkait pelimpahan belum berangkat sulit dihubungi (Kapolsek
wewenang pengelolaan aset situs peninggalan Pajangan, 14/11/2019; Kades Sendangsari,
Ki Ageng Mangir, karena kondisi kesehatan 14/11/2019; US, 3/12/2019).
Mbah Bali yang mulai menurun. Tahun 2017 ini Tanggal 12 November 2019 pagi ada Upacara
Mbah Bali meninggal dunia, namun situs pura Abhiseka, ritual piodalan (upacara piodalan/
dalem Ki Ageng Mangir belum dilimpahkan pada hari jadi) Candi Prambanan. Tokoh umat Hindu
warga Mangir hingga kini (FGD, 6/12/2019; IT, dari berbagai daerah, terutama Bali, datang
3/12/2019). ke Prambanan. Salah satunnya adalah staf
Tahun 2018 US menyelenggarakan ritual International Hindu Centre Indonesia (bertemu
budaya cukup besar (MIS, 2/12/2019). Kegiatan penulis, 13/11/2019). Tanggal 12 November 2019
ini mendapat tentangan dari warga sekitar, namun Pukul 14.00 wib acara ritual di candi MLPB
tidak sampai menimbulkan ketegangan dan tidak dimulai. Urutan acara seperti jadwal dalam surat
mendapat ekspose besar dari media. Pada tahun pemberitahuan ke Polsek Pajangan. Setelah
2018 ini US secara sah mendapatkan KTP dengan sambutan Ketua Panitia/PPB dan lainnya,
identitas agama Hindu (berbagai informan dalam acara dilanjutkan dengan do’a yang dipimpin
berbagai wawancara; US, 3/12/2019). tokoh umat Budha dari Yogyakarta, Ida Pandita
Tanggal 1 November 2019 Ketua PPB (US) Padma Wira Dharma. Selesai do’a tersebut,
mengajukan surat “Permohonan Izin Doa acara dilanjutkan dengan prosesi semacam
Leluhur/Piodalan/Haul” kepada Kapolsek tukar cincin/ tunangan, karena pemimpi doa
Pajangan yang dilampiri persetujuan dari berikutnya, sulinggih penasihat ruhani PPB
tetangga sekitar dan Ketua RT setempat. Namun, belum hadir (Kapolsek Pajangan, 14/11/2019,
kolom tanda tangan dari Kepala Dusun Mangir ARK, anak US, 13/11/2019). Hari pelaksanaan
Lor, Kades Sendangsari, dan Camat Pajangan acara ritual kelompok PPB ini nampaknya
masih kosong (Copy dokumen milik US, difoto memanfaatkan momentum acara besar di Candi
13/11/2019). Kadus Mangir Lor dan Kades Prambanan tersebut.
Sendangsari menyatakan bahwa penangguhan Pukul 14.30 wib, belasan warga Mangir
surat persetujuan lingkungan itu karena US penentang acara mulai berdatangan di sekitar
belum memenuhi perjanjian pasca konflik tahun pekarangan US. Mereka meminta acara segera
2012. Padahal peserta yang akan diundang dibubarkan dan menghalau peserta yang baru
dari berbagai daerah (MIS, 2/12/2019; LL, datang agar berbalik arah. Petugas dari Polsek
3/12/2019). Peserta dari luar yang diundang Pajangan dan Polsek Bantul dibantu petugas
acara ritual berjumlah 70 orang sebagaimana Koramil Pajangan dan seorang Satpol PP
dipaparkan di muka. berusaha mengamankan kedua belah pihak agar
Tanggal 11 November 2019 malam belasan tidak terjadi tindak kekerasan. Kapolsek Pajangan
warga Mangir mendatangi Polsek Pajangan. berusaha memediasi. Kapolsek menyarankan agar
ritual segera dipercepat. US minta ditangguhkan
56
Konflik Penolakan Ritual Doa Leluhur Paguyuban Padma Buana di Pedukuhan Mangir Bantul, Yogyakarta
Setyo Boedi Oetomo, halaman 49-62
sebentar, karena penasihat ruhani PPB sudah MLKI Bantul hanya sebagai anggota luar biasa;
dalam perjalanan dan akan memimpin doa 3) PPB membubarkan diri mulai saat itu, US
hingga selesai (Kapolsek Pajangan, 14/11/2019; fokus sebagai umat Hindu di bawah bimbingan
US, 13/11/2019). PHDI dan Sulinggih; 4) US akan diadvokasi LSM
Pukul 15.40 wib kondisi di luar arena ritual GEMAYOMI -Gerakan Masyarakat Indonesia
semakin tidak kondusif. Penasihat ruhani PPB Melawan Intoleransi- dan PHDI DIY (Notulensi
datang namun dihadang warga penentang. Koordinasi Keberadaan PPB Pedukuhan Mangir
Kapolsek Pajangan segera mengamankan Lor – Dinas Kebudayaan Pemkab Bantul,
dan mendampingi sulinggih menuju arena diperoleh dari Kankemenag Bantul, 2/12/2019;
ritual. Kapolsek Pajangan, US, dan sulinggih Kades Sendangsari, 3/12/2019; US, 3/12/2019).
bernegosiasi terkait kondisi yang tidak kondusif. Tanggal 25 November 2019 Presiden The
Sulinggih bisa memahami situasi di sekitarnya, Hindu Centre of Indonesia, sekaligus anggota
kemudian ia memerintahkan agar prosesi ritual Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
dihentikan dan peserta ritual disuruh kembali ke (DPD RI) perwakilan Provinsi Bali, melakukan
tempat masing-masing setelah situasi kondusif klarifikasi persoalan PPB pada masyarakat
(Kapolsek Pajangan, wawancara 14/11/2019). Mangir dan pihak-pihak yang ikut rapat mediasi
Pukul 16.00 wib sudah tidak ada lagi ritual/ tanggal 18 November 2019. Acara yang difasilitasi
doa, keadaan sudah kondusif, massa penentang Pemkab Bantul itu diakhiri dengan penyerahan
membubarkan diri dan peserta ritual berangsur Prasasti The Hindu Center of Yogyakarta di
pulang (Kapolsek Pajangan, 14/11/2019; US, Mangir Lor Desa Sendangsari dan penunjukan
13/11/2019 dan 3/12/2019). US sebagai direkturnya. Kemudian, anggota
Tanggal 13 November 2019 pimpinan PPB/ DPD RI tersebut meninjau lokasi candi MLPB di
US melakukan klarifikasi di rumahnya. Pihak Mangir Lor. Penetapan pusat Hindu Yogyakarta
yang hadir antara lain jajaran Kankemenag di Mangir ini menambah keresahan warga
Bantul, Kepala KUA Pajangan, Ketua DMI Bantul, Mangir (beberapa informan, 2-6/12/2019; US,
Bimas Hindu Kanwil Kemenag DIY, pengurus 3/12/2019; observasi prasasti/pengambilan foto,
PHDI DIY dan Kabupaten Bantul, Hindu Centre 3/12/2019).
Indonesia (Bali). Pertemuan itu juga diliput Tanggal 3 Desember 2019 ahli waris Mbah
awak media dan tim BLA Semarang (Observasi, Bali (IT) bersama anak angkat Mbah Bali
3/11/2019). Pada pertemuan itu US menegaskan (BJS) didukung komunitas Kejawennya sedang
bahwa ijin acara terhambat di Kepala Dukuh memproses perijinan Paguyuban Seni Budaya
Mangir Lor (US, 13/11/2019). Siang harinya, “Pandawa Garda Nusantara” di Jakarta sebagai
pengurus FKUB Bantul meminta klarifikasi dari badan hukum untuk persyaratan pengelola
US terkait identitas kelompok PPB dan prosesi situs pura dalem Ki Ageng Mangir (IT dan
ritual yang dilakukannya. BB, 3/12/2019). Warga Mangir tidak tahu
Tanggal 18 November 2019 Bupati Bantul perkembangan dan eksistensi peguyuban ini. hal
melakukan mediasi di ruang kerjanya. Acara ini potensial memicu resistensi warga Mangir.
ini melibatkan instansi/lembaga terkait, FKUB Kronologi peristiwa di atas menggambarkan
Bantul, Muspika Pajangan, Kades Sendangsari bahwa akar perselisihan masyarakat Mangir
dan para Dukuh di Mangir, Ketua PPB, tokoh mulai nampak saat masyarakat Mangir kecewa
masyarakat Mangir Lor, dan LSM GEMAYOMI. terhadap janji Mbah Bali terkait pelimpahan
Beberapa hasil kesepakatan, antara lain US wewenang pengelolaan Situs Pura Dalem Ki
(Ketua PPB) menyatakan: 1) permintaan Ageng Mangir. Perpecahan dimulai dari internal
maaf karena lembaganya dan acaranya belum komunitas Kejawen dalam kelompok Mbah Bali,
memiliki ijin; 2) PPB yang selama ini bernaung di yakni keluarnya kelompok US dan Sulinggih dari
57
Jurnal SMaRT Volume 06 Nomor 01 Juni 2020
Mbah Bali. Kemudian di antara warga Mangir membutuhkan solusi untuk mengatasi konflik;
lain bersaing mendirikan yayasan untuk bisa 3) mobilizing factors yakni faktor yang
mendapatkan mandat dari Mbah Bali. memobilisasi atau aggravating factors yakni
Peran (posisi) US sebagai Ketua PPB dianggap faktor yang memperburuk namun tidak cukup
menjadi ancaman bagi masyarakat. Karena kuat sebagai penyebab konflik itu sendiri. Analisis
posisi sebagai ketua PPB tersebut merupakan konflik antara komunitas PPB dengan kelompok
modal sosial yang bisa dikonversi menjadi modal massa dari Mangir Lor tersebut, dengan merujuk
ekonomi. Posisi sebagai Ketua PPB dianggap teori dari Bart Klem tersebut dapat identifikasi
akan mengurangi otoritas Pokdarwis Mangir faktor-faktor penyebab konflik sebagai berikut.
yang memiliki legalitas sebagai pengelola wisata Faktor pemicu (trigger) konflik kelompok
budaya/religi di Mangir. PPB dengan warga Mangir tanggal 12 November
Masyarakat Mangir nampaknya menyadari 2019 karena penyelenggaraan ritual PPB
jika organisasi PPB semakin kuat dengan belum ada mendapatkan ijin dari pemegang
banyaknya anggota dari berbagai daerah dan otoritas setempat (Kades, Camat, Kepolisian).
mendapatkan legalitas dari lembaga terkait, Selain itu, kelompok PPB dianggap melanggar
maka hal ini menjadi hambatan bagi kehendak pernyataannya sendiri sebagaimana yang ditulis
kolektif untuk mengkonstruk masyarakat ketua PPB pasca konflik tahun 2012.
Mangir yang integratif dan menjadi bagian dari Faktor penggerak konflik (mobilizing
kesultanan Ngayogyakarta. Konstruk baru yang factor) terkait informasi yang disebarkan oleh
diinginkan arus besar warga Mangir adalah: Ki penggeraknya bahwa praktik peribadatan oleh
Ageng Mangir seorang ksatria pengikut Sunan PPB di Candi Maha Lingga Padma Buwana telah
Kalijaga yang sakti dan hormat kepada mertua, mencampuradukkan berbagai ajaran agama
Sultan Mataram (Susanto, 2018; BS, 3/12/2019; dengan melibatkan berbagai umat beragama,
MIS, 2/12/2019 ). termasuk umat Islam setempat. Tindakan
Fenomena tersebut bisa dipahami dengan kelompok PPB dianggap penistaan agama dan
tesis utama Dahrendorf bahwa distribusi otoritas ilegal.
yang diferensial selalu menjadi faktor penentu Faktor yang memperburuk keadaan
konflik sosial yang sistematik (Ritzer, 2012: 451). (aggravating factors) ada tiga hal. Pertama,
Dalam perspektif teori hubungan komunitas acara ritual PPB itu bersamaan dengan Upacara
disebutkan bahwa “konflik disebabkan oleh Abhiseka di Candi Prambanan. Momentum ini
polarisasi, ketidakpercayaan, dan pemusuhan dimanfaatkan oleh PPB untuk mengundang
antara kelompok-kelompok yang berbeda beberapa tamu dari luar daerah di Indonesia
dalam suatu komunitas” (Mukhsin (ed.)., 2007: itu sekalian meramaikan ritual PPB. Kedua,
16). pemberitaan media massa pada saat/awal
kejadian memancing reaksi kecaman terhadap
Akar Masalah Konflik Kelompok PPB
praktik yang dianggap intoleran. Hal itu semakin
dengan Warga Mangir
menurun ketika ada pemberitaan berikutnya
Bart Klem (2007) dalam Mukhsin (ed.) yang lebih komprehensif. Ketiga, kedatangan
(2007:16,59) mengklasifikasi berbagai faktor ‘Presiden’ The Hindu Center of Indonesia pada
yang menopang konflik sebagai berikut: 1) triger tanggal 25 November 2019 dan menyerahkan
atau suatu peristiwa yang memicu dan dekat prasasti The Hindu Center of Yogyakarta
dengan terjadinya konflik, namun peristiwa yang bertempat di Mangir Lor dan menunjuk
tersebut tidak memadai untuk menjelaskan US sebagai direkturnya dan memojokkan
konflik bahkan kadang tidak diperlukan; pihak lainnya justru meningkatkan resistensi
2) pivotal factors yakni penyebab utama, terletak masyarakat Mangir terhadap kelompok PPB.
pada akar konflik (root causes) dimana faktor ini
58
Konflik Penolakan Ritual Doa Leluhur Paguyuban Padma Buana di Pedukuhan Mangir Bantul, Yogyakarta
Setyo Boedi Oetomo, halaman 49-62
59
Jurnal SMaRT Volume 06 Nomor 01 Juni 2020
Pokdarwis Mangir) adalah terkait kewenangan utama sebuah gerakan sosial politik (nativisme).
(otorisasi) pengelolaan wisata budaya yang Dalam kadar berbeda-beda, hal-hal itu tentu bisa
berkelindan dengan kekhawatiran terhadap mempengaruhi tatatan yang sudah mapan (status
revivalisme Hindu Jawa. Selama ini US quo). Dengan demikian, masyarakat Mangir
mengklaim sebagai keturunan Ki Ageng Mangir khawatir tatanan masyarakat yang sudah mapan
yang mendapat tugas untuk melakukan gerakan terancam oleh aliran keagamaan dan tatanan
revivalisme atas nilai-nilai luhur Ki Ageng Mangir. dari kelompok PPB. Sehingga memicu resistensi
US sebagai Ketua PPB telah membangkitkan terhadap PPB.
romantisme masalalu era Ki Ageng Mangir,
dan diyakini menganut Hindu (Syiwa) Budha. Penutup
Tindakan itu ternyata berbenturan dengan Masyarakat Mangir selama ini terstigma
kehendak kolektif masyarakat Mangir. sebagai keturunan pemberontak dan berdampak
Keberadaan dan kegiatan organisasi PPB negatif dalam bersosialisasi dengan masyarakat
dianggap oleh kelompok arus utama Mangir luar Mangir. Mereka berusaha membangkitkan
berdampak kontra produktif terhadap proses identitas yang bisa melepas stigma tersebut.
rekonsiliasi Mangir dengan Kesultanan. Dengan Kelompok PPB dan mayoritas masyarakat Mangir
demikian, jika PPB semakin kuat maka akan (yang terwakili oleh kelompok Soko Mangir
menghambat proses rekonsiliasi. Rendall Collins Baru) sama-sama membangkitkan romantisme
menjelaskan bahwa organisasi/kelembagaan sejarah Ki Ageng Mangir untuk membangun
menjadi arena dan alat dalam perjuangan (Ritzer, karakter generasi penerus Mangir yang kuat
2012: 465). Dalam notulensi kegiatan mediasi dan terhormat. Kelompok PPB mencoba
di Kantor Bupati Bantul, 18/11/2019, Kades melakukan revivalisme Hindu Jawa era Ki Ageng
Sendangsari menyatakan bahwa “… program Bu Mangir I. Sementara arus utama masyarakat
US berbenturan dengan program masyarakat Mangir membangkitkan sikap ksatria Ki Ageng
setempat”, dan pernyataan US dalam notulensi Mangir IV dan melakukan ‘rekonsiliasi’/
tersebut bahwa “… selaku Ketua PPB dengan integrasi yang lebih baik dengan Kesultanan
ini menyatakan membubarkannya”. Hal ini Ngayogyakarta.
dengan jelas menunjukkan bahwa US menyadari Paska konflik antara kelompok PPB dengan
posisi dia sebagai Ketua PPB menjadi salah warga Mangir Lor, pihak-pihak terkait telah
satu akar konflik dirinya dengan warga Mangir, melakukan koordinasi dalam rangka rembugan
khususnya dengan beberapa pengurus Pokdarwis dengan melibatkan pihak yang berkonflik. Model
Mangir. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa mediasi dengan rembugan tersebut setidaknya
penggerak utama masa penentang adalah sudah bisa meredam eskalasi konflik. Kades
pengurus penting di Pokdarwis Mangir (US, Sendangsari (FGD, 6/12/2019) selalu berpesan
3/12/2019; ST, 3/12/2019). Dua hal ini yang dalam membincangkan kasus PPB dengan
perlu segera diselesaikan agar konflik tidak warga Mangir dengan peribahasa Jawa “ojo
berlarut-larut atau bahkan mengalami eskalasi nglincipi carang urip” yang bermakna jangan
konflik secara signifikan. memperuncing masalah yang masih berproses.
Fenomena itu bisa dipahami dengan Masyarakat desa Mangir sebagaimana telah
pernyataan (Hadi, 2018) bahwa romantisme mengalami ketidaknyamanan terstigma sebagai
masa lalu akan menimbulkan gejala sosial yang keturunan pemberontak dan termarginalkan.
bervariasi. Romantisme masa lalu bisa hanya Pada masa yang akan datang, semoga Mangir
sampai menjadi ingatan kolektif atas sejarah tidak menjadi arena kontestasi antar kelompok
tertentu saja, tetapi bisa juga menempel dalam kepentingan dengan mengatasnamakan agama.
gerakan (sosial) politik, bahkan menjadi landasan Sehingga kekhawatiran (Salman, 2012:159)
terhadap perayaan multi pengetahuan yang tidak
60
Konflik Penolakan Ritual Doa Leluhur Paguyuban Padma Buana di Pedukuhan Mangir Bantul, Yogyakarta
Setyo Boedi Oetomo, halaman 49-62
61
Jurnal SMaRT Volume 06 Nomor 01 Juni 2020
Maharani, S. (2019). Upacara Leluhur Ki Ageng Salman, D. (2012). Revolusi Senyap dan Tarian
Mangir Di Bantul Dibubarkan. Retrieved Kompleksitas. Makasar: Penerbit
November 14, 2019, from https:// Ininnawa.
nasional.tempo.co
Suhardi. (2018). Manekung Di Puncak Gunung –
Mansyuri. (2011). Revivalisme Agama: Sebuah Jalan Keselamatan Kejawen. Yogyakarta:
Telaah Fenomenologi Tentang Kekerasan Gadjah Mada University Press.
Bernuansa Sebuah Telaah Kekerasan
Sumbulah, U. (2012). Islam Jawa Dan Akulturasi
Bernuansa Agama Dari Tinjauan Mircea
Budaya: Karakteristik, Variasi Dan
Eliade Dalam The Myth Of The Eternal
Ketaatan Ekspresif. El Harakah, Vol.14
Return. Universitas Indonesia.
(1), 51–68.
Musahadi (ed.). (2007). Mediasi dan Resolusi
Susanto, M. I. (ed. ). (2018). Sebuah Penelusuran
Konflik di Indonesia: Dari Konflik Agama
Babad Tanah Jawi Ki Ageng Mangir
Hingga Mediasi Peradilan. Semarang:
Tokoh Cikal Bakal Pendiri Dusun
WMC – IAIN Walisongo Semarang.
Tertua di Bantul (cet. 2). Bantul: Dinas
Najwan, J. (2009). Konflik Antar Budaya dan Kebudayaan Kabupaten Bantul.
Antar Etnis di Indonesia Serta Alternatif
Ulum, R. (2018). Laporan Penelitian Survey
Penyelesaiannya. Jurnal Hukum, Vol. 16
Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia
(edisi Khusus) Oktober 2009, 195–208.
Tahun 2018, Laporan teknis belum
NZDL. tt. (n.d.). Displaced Persons in Civil diterbitkan. Jakarta: Peneliti Puslitbang
Conflict - Trainer’s Guide - 1st edition. Bimas Agama Dan Layanan Keagamaan,
Retrieved December 13, 2019, from Badan Litbang dan Diklat Kemenag.
http://www.nzdl.org
Wahab, A. J. (2014). Manajemen Konflik
Putro, Z. A. E. (2010). Ketahanan Toleransi Keagamaan (Analisis Latar Belakang
Orang Jawa: Studi tentang Yogyakarta Konflik Keagamaan Aktual). Jakarta: PT
Kontemporer. MASYARAKAT: Jurnal Elex Media Komputindo.
Sosiologi, 15(2). https://doi.org/10.7454/
Wibowo, B. A. (2016). Pemaknaan Lingga-
mjs.v15i2.4860
Yoni Dalam Masyarakat Jawa-Hindu Di
Rachmadhani, A. (2019). Analisis Konflik Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa
Pendirian Sanggar Kerohanian Sapta Timur: Studi Etnoarkeologi. E-Jurnal
Darma di Rembang. Jurnal Smart (Studi Humanis, Vol.14 (1), 9–16.
Masyarakat, Religi, Dan Tradisi), 5(2),
Woodward, M. R. (1999). Islam Jawa, Kesalehan
159–171. https://doi.org/10.18784/
Normatif versus Kebatinan (D. oleh H.
smart.v5i2.789
Salim, Ed.). Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Ritzer, G. (2012). Teori Sosiologi: Dari sosiologi
Yumitro, G. (2018). Peluang dan Tantangan
klasik sampai perkembangan terakhir
Gerakan Revivalisme Islam di Indonesia
postmodern. Yogyakarta: Pustaka
Pascareformasi. Tsaqafah, Vol. 14 (1/
Pelajar.
55–72.
62