MEMBUMIKAN EKONOMI SYARIAH DI
INDONESIA
(Sebuah Upaya Memasyarakatkan Ekonomi Syariah dan
Mensyariahkan Ekonomi Masyarakat)
Muhammad Syarif Hidayatullah1
[email protected]
Abstract
Conventional economics is proven to be unable to
deal with crises and gaps that occur in the economic sector
in Indonesia, thus as an economic system, the Islamic
economics offers values of benefit and justice oriented
to welfare on the basis of the kalam Ilahi and the sunnah
of the prophet as a constructive foundation an economy.
Therefore, the Islamic economics needs to be endeavored to
become the spirit of the economic system in Indonesia. The
results of the discussion showed that efforts to ground the
Islamic economics by popularizing the Islamic economy and
Islamize the people’s economy needed to be done with the
synergy of all stakeholders such as academics, practitioners,
politicians, regulators, entrepreneurs and people who care
about the growth and development of the Islamic economics
in Indonesia and remaine dynamic with technological
developments. This effort needs to be done because there
are still many evaluations and corrections that need to be
done legally and sociologically. However, historically the
movement for the actualization of the Islamic economics
started from the bottom up (society to government), not
from the top down (government to society). But over time,
the flow of Islamic economics development has begun to
open up space from the top down (government to society).
Keyword: Islamic Economics, Islamic Business, Islamic Financial Institution,
Islamize the Economy.
1
Universitas Islam Negeri Antasari (UIN) Antasari Banjarmasin
177
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
Abstrak
Ekonomi konvensional terbukti belum bisa
menghadapi krisis dan kesenjangan yang terjadi dalam
sektor ekonomi di Indonesia, dengan begitu sebagai sebuah
sistem ekonomi, maka ekonomi syariah menawarkan
nilai-nilai kemaslahatan dan keadilan yang berorientasi
pada kesejahteraan dengan dasar pijakan kalam ilahi
dan sunnah nabi sebagai fondasi yang membangun
sebuah perekonomian. Oleh karena itu ekonomi syariah
perlu diupayakan agar menjadi ruh sistem ekonomi di
Indonesia. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa upaya
membumikan ekonomi syariah dengan memasyarakatkan
ekonomi syariah dan mensyariahkan ekonomi masyarakat
perlu dilakukan dengan sinergi semua stakeholder baik
itu akademisi, praktisi, politisi, regulator, pengusaha dan
masyarakat yang peduli terhadap tumbuh kembangnya
ekonomi syariah di Indonesia serta tetap dinamis dengan
perkembangan teknologi. Upaya tersebut perlu dilakukan
secara konsisten sebab masih banyak pembenahan dan
perbaikan yang perlu dilakukan baik itu secara yuridis
maupun sosiologis. Bagaimanapun, secara historis gerakan
aktualisasi ekonomi syariah bermula dari bawah ke atas
(masyarakat ke pemerintah), bukan dari atas ke bawah
(pemerintah ke masyarakat). Akan tetapi seiring berjalannya
waktu, mulai terlihat alur pengembangan ekonomi syariah
membuka ruang dari atas ke bawah (pemerintah ke
masyarakat).
Kata Kunci: Ekonomi Syariah, Bisnis Syariah, Lembaga Keuangan Syariah,
Mensyariahkan Ekonomi
PENDAHULUAN
Sistem ekonomi syariah merupakan induk dari segala aktivitas
dan model ekonomi berdimensikan syariah Islam. Sebab sebagai sistem,
selain didalamnya mengusung nilai, asas-asas, arah dan tujuan yang
harus dipahami dengan baik oleh para pelaku ekonomi beserta pihak-
178 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
pihak terkait dalam operasional berbasis ekonomi syariah, juga harus
diaplikasikan dalam realita ke dalam model-model ekonomi sebagai
terjemahan secara nyata dari nilai, asas-asas, arah dan tujuan tersebut.
Disinilah terletak perbedaan secara fundamental antasa sistem ekonomi
syariah dengan sistem ekonomi konvensional, baik yang kapitalistik
maupun sosialistik berbasis bunga.
Ekonomi Syariah merupakan ekonomi rakyat berkeadilan, bukan
mengaktualkan ekonomi konglomerat seperti halnya ekonomi kapitalis
yang berorientasi pada para pemodal/pemegang saham. Bukan pula
ekonomi otoriter seperti halnya ekonomi sosialis yang berorientasi pada
kebijakan mutlak pemerintah dalam mengatur segala sisi kehidupan
perekonomian. Sistem ekonomi syariah mengakui kepemilikan multijenis
(Multitype ownership), berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis ataupun
sosialis. Dalam hal kepemilikan, untuk sistem ekonomi kapitalis yang
berlaku adalah kepemilikan swasta/pribadi/pemodal, lalu sistem ekonomi
sosialis yang berlaku adalah kepemilikan negara, sedangkan dalam Islam
berbagai macam bentuk kepemilikan baik itu pribadi ataupun negara
tetaplah diakui. Akan tetapi untuk menjamin adanya keadilan, maka
cabang-cabang produksi yang strategis dapat dikuasai oleh negara.
Salah satu nilai terpenting sebagai pembeda yang hakiki antara
ekonomi syariah dan ekonomi konvensional adalah nilai ketuhanan
yang dimaknai sebagai dimensi pengawasan dan pusat pengendalian diri
secara personal atas segala aktivitas termasuk ekonomi yang dijalankan.
Ekonomi syariah pada hakikatnya harus disandarkan atas dasar keimanan,
dimana dimensi Ketuhanan begitu penting untuk semua tahapan
dan mekanisme serta proses perekonomian. Hal ini berbeda dengan
sistem ekonomi konvensional yang berupaya mengeliminasi dimensi
ketuhanan dan eksistensi peran Tuhan dalam aktivitas ekonominya,
dan cendrung berorientasi dan konsentrasi pada untung-rugi yang
dikedepankan, menunjukkan sikap fragmatis-matrealistik. Disini
proses pemisahan antara instrumen ekonomi dan seperangkat kaidah
keagamaan (sekulerisasi) begitu terasa, memandang semua kemampuan
dan keberhasilan yang diraih tidak lagi disandarkan pada petunjuk dan
kehendak dari Yang Maha Kuasa, melainkan karena dilakukannya secara
profesional.
Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya adalah
beragama Islam. Bahkan Indonesia adalah negara dengan jumlah muslim
Volume 14 Nomor 2, September 2020 179
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
terbesar dan terbanyak di dunia. Dengan keadaan demikian, maka hal
itu menjadi peluang dan potensi yang besar Indonesia dapat menjadi
pusat ekonomi syariah dunia. Akan tetapi, sampai saat ini faktanya
adalah pangsa pasar dari keuangan syariah terdadap sistem keuangan
di Indonesia per April 2020 baru mencapai 9,03 persen. Dari sisi
perbankan syariah masih tergolong rendah yakni sebesar 6,07 persen
per April 2020 yang berasal dari 20 unit usaha syariah, 14 bank umum
syariah, dan 163 BPR Syariah.2 Capaian tersebut naik tipis dari posisi 6,01
persen per Oktober 2019.3 Berdasarkan data demikian, maka keuangan
syariah masih kalah bersaing dan sangat jauh dari pencapaian keuangan
konvensional yang begitu menguasai sistem keuangan di Indonesia.
Denizar Abdurrahman Mi’raj dan Nissar Ahmad Yatoo menyatakan
bahwa islamisasi ekonomi harus berjalan seiring dengan implementasi
langkah-langkah metodologis yang tepat dalam mewujudkan islamisasi
sistem ekonomi. Langkah-langkah metodologis ini yaitu: (1) Islamisasi diri
setiap Muslim melalui peran dan fungsi keluarga, (2) islamisasi masyarakat,
dan (3) islamisasi negara dan sistem ekonomi di mana tujuan islamisasi
sistem ekonomi itu sendiri menyatu dengan langkah metodologis yang
ketiga ini.4. Lalu M. Fahmi Al Amruzi menyatakan bahwa berlakunya
hukum Islam dalam kancah hukum nasional sangat ditentukan oleh sejauh
mana pendukung hukum Islam memiliki kesadaran untuk menerima dan
melaksanakannya.5 Seperti yang telah disebutkan oleh Al Amruzi, maka
ekonomi syariah yang merupakan bagian dari hukum Islam, berlakunya
ekonomi syariah dalam kancah ekonomi nasional pula sangat ditentukan
oleh sejauh mana pendukung ekonomi syariah memiliki kesadaran
untuk menerima dan melaksanakannya. Selaras dengan Mi’raj dan Al
Amruzi, Mohammad Ghozali, Sunan Autad Sarjana dan Achmad Arif
mengungkapkan umat haruslah memiliki keyakinan bahwa ekonomi
2
“Pangsa Pasar Keuangan Syariah Per April 2020 Naik, Jadi 9,03 Persen | Finansial,”
Bisnis.com, July 2, 2020, https://finansial.bisnis.com/read/20200702/231/1260686/
pangsa-pasar-keuangan-syariah-per-april-2020-naik-jadi-903-persen.
3
“Perbankan Syariah Tumbuh Positif Tapi Melambat,” Republika Online, July 2,
2020, https://republika.co.id/share/qcu5t1457.
4
Denizar Abdurrahman Mi’raj and Nissar Ahmad Yatoo, “The Islamization of
Economic Systems: A Methodological Approach,” Al-Uqud : Journal of Islamic Economics
4, no. 1 (January 2020): hlm. 99-100, https://doi.org/10.26740/al-uqud.v4n1.p83-103.
5
Muhammad Fahmi Al Amruzi, “Membumikan Hukum Islam Di Indonesia,” Al-
Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 14, no. 2 (February 12, 2016): hlm. 182,
https://doi.org/10.18592/al-banjari.v14i2.656.
180 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
syariah perlu ditegakkan dengan menjadi pedoman dan jalan hidup serta
menolak sistem ekonomi konvensional yang mengakibatkan kekacauan
melalui kemajuan dan kesejahteraan semu. Selain itu peran negara begitu
urgen untuk dapat keluar dari hagemoni sistem ekonomi konvensional.6
Disisi lain menurut Bambang Iswanto, kehadiran ulama yang berkompeten
dalam bidang syariah khususnya fikih muamalah dan juga memiliki
pemahaman terhadap aplikasi ekonomi kontemporer mengemban
fungsi dan peranan yang begitu besar dalam penetapan dan pengawasan
pelaksanaan prinsip-prinsip syariah dalam sebuah lembaga bisnis dan inilah
tanggung jawab yang dipegang oleh DSN-MUI.7
Melihat pada peluang tumbuh kembangnya ekonomi syariah di
Indonesia dan potensi besar Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah
dunia serta kemaslahatan yang memang didatangkan ekonomi syariah
sebagai bagian dari syariat Islam yang rahmatan lil ‘âlamîn, namun ternyata
kenyataannya realisasi aktual berbeda dengan ekspektasi fundamental
seperti realita rendahnya pangsa pasar lembaga keuangan syariah
khususnya bank syariah, maka sangat penting berupaya lebih keras
untuk membumikan ekonomi syariah dengan memasyarakatkan ekonomi
syariah dan mensyariahkan ekonomi masyarakat di Indonesia. Apalagi
melihat masalah perekonomian yang sekarang terjadi, maka ekonomi
syariah adalah solusinya. Sebab terbukti ekonomi syariah lebih tahan
pada krisis ekonomi yang terjadi dan tidak tumbang menghadapinya
serta membawa keadilan sosial ekonomi, kesejahteraan rakyat dan
kemaslahatan dibandingkan dengan ekonomi kapitalis maupun sosialis.
Selain itu pula, masuknya kita pada era disrupsi dengan revolusi industri
4.0 menjadikan perlunya ditempuh langkah strategis yang dinamis dan
sinergis terhadap perkembangan zaman yang ada.
HAKIKAT EKONOMI SYARIAH
Ekonomi Islam atau dalam istilah yang umum dikenal dan digunakan
di Indonesia yaitu ekonomi syariah merupakan ekonomi yang dibangun
6
Mohammad Ghozali, “Ekonomi Syariah Dalam Hegemoni Faham Kapitalisme Dan
Sosialisme; Sebuah Solusi Pola Hidup Muslim,” Ijtihad : Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam
13, no. 1 (April 1, 2019): hlm. 115-116, https://doi.org/10.21111/ijtihad.v13i1.3234.
7
Bambang Iswanto, “Peran Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional, Badan
Wakaf Indonesia Dan Baznas Dalam Pengembangan Produk Hukum Ekonomi Islam Di
Indonesia,” Iqtishadia 9, no. 2 (November 7, 2016): hlm. 430, https://doi.org/10.21043/
iqtishadia.v9i2.1738.
Volume 14 Nomor 2, September 2020 181
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
di atas prinsip religiusitas, sebab ekonomi syariah pada dasarnya adalah
metamorfosa nilai-nilai Islam dalam ekonomi dan ditujukan pula untuk
menampik persepsi bahwa ajaran Islam terbatas pada ruang lingkup aturan
ibadah atau komunikasi vertikal antara manusia (makhluk) dengan Allah
(khaliq) saja.8 Dengan demikian ekonomi syariah dapat dimaknai sebagai
sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi dengan inti paradigma berupa nilai-
nilai Islam yang bersumber dari al-Quran dan al-Hadits sebagai dalil utama.
Ekonomi syariah adalah ekonomi berkeadilan yang dicirikan
oleh keadilan produksi, distribusi, dan konsumsi. Krisis dapat diatasi
jika konsep ekonominya Islam, pelaku-pelaku ekonominya Islam, dan
budaya kerja yang Islam.9 Hal ini dikarenakan Islam adalah rahmatan lil
‘alamin (rahmat bagi seluruh alam) dan ekonomi Islam (ekonomi syariah)
adalah ekonomi rahmatan lil ‘alamin pula yang penuh dengan nilai (etika,
moral, akhlak, dan iman) yang mengelilinginya sebagai proses menuju
kamakmuran dan kesejahteraan. Ekonomi syariah menolak praktik
transaksi maysir (perjudian), gharar (ketidakjelasan), haram zatnya, riba
(pembungaan uang), dan transaksi yang sifatnya bathil (MAGHRIB).
Dalam ekonomi syariah teori yang berlaku adalah Economic Value of
Time bukan Time Value of money layaknya ekonomi konvensional, hal
ini berimplikasi pada fungsi uang dalam ekonomi Islam hanyalah pada
pengukur harga dan alat tukar menukar bukan sebagai komoditas.10
Tujuan ekonomi syariah adalah mewujudkan kehidupan manusia
yang adil dan makmur, merealisasikan kesejahteraan, dan menghapus
kesenjangan di tengah masyarakat melalui pendistribusian kekayaan
secara berkesinambungan dalam bingkai syariah, sehingga ekonomi
syariah memiliki muatan dasar ekonomi rabbani dan insani. Memiliki
muatan dasar ekonomi rabbani karena ekonomi syariah penuh dengan
arahan dan nilai-nilai Ilahiyah, sedangkan mutan dasar ekonomi insani
karena ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran
manusia. Oleh karena itu eksistensi ekonomi syariah berpijak pada
motivasi duniawi dan ukhrawi (akhirat). Dalam beraktivitas ekonomi
terutama aspek komersial, maka orientasinya tidak hanya sebatas
8
Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hlm. 1.
9
Didin Hafidhuddin and Hendri Tanjung, Manajemen Syariah Dalam Praktik (Depok:
Gema Insani, 2008), hlm. 72.
10
Muhammad Syarif Hidayatullah, “Islamic Economics And Partial–Total Religiosity:
A Case Study Of Majlis Taklim In Banjarmasin,” Islamuna: Jurnal Studi Islam 7, no. 1 (June
12, 2020): hlm. 39, https://doi.org/10.19105/islamuna.v7i1.3308.
182 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
mengejar keuntungan (profit), tetapi lebih dari itu adalah keberkahan
dengan ridha Allah swt.
Ekonomi konvensional dan ekonomi syariah berbeda dalam
memandang kesejahteraan, ekonomi konvensional memandang
kesejahteraan berupa kepuasan diri sebesar-besarnya, sedangkan ekonomi
syariah mengartikan kesejahteraan sebagai keberhasilan hidup di
dunia dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah untuk beribadah
kepada Allah swt.11 Sistem ekonomi syariah mengandung aspek penting
yang berbeda dengan ekonomi konvensional, yaitu meliputi dimensi
ketuhanan dengan dasar akidah, dimensi hukum dengan dasar syariah,
dan dimensi kemanusiaan dengan dasar akhlak. 12
Metodologi Ekonomi syariah (ushûl al-iqtishâd) dibangun berdasarkan
sumber hukum primer berupa dalil naqli yaitu al-Quran dan al-Hadits
dan juga sumber hukum sekunder berupa dalil aqli yaitu nalar ijtihad
dengan berbagai bentuknya yang telah dirumuskan oleh para ulama seperti
penalaran analogis (qiyâs), pertimbangan kemashlahatan/kepentingan publik
(istishlâh), preferensi hukum (istihsân), anggapan kontinuitas/kesinambungan
(istishhâb) dan lain sebagainya.13 Kombinasi dalil naqli (wahyu) dan dalil aqli
(akal) sebagai jalan menuju dan memaksimalkan maslahat14 merupakan
11
Agus Arwani, “Epistemologi Hukum Ekonomi Islam (Muamalah),” Religia 15, no.
1 (October 3, 2017): hlm. 126, https://doi.org/10.28918/religia.v15i1.126.
12
Akidah, syariah, dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam
ajaran Islam. ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.
Akidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan,
menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Syariah sebagai sistem nilai
berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistem
moralitas yang menggambarkan arah dan tujuan yang ingin dicapai agama.
13
Mohamed Aslam Haneef and Hafas Furqani, “Methodology Of Islamic Economics:
Overview Of Present State And Future Direction,” International Journal of Economics,
Management and Accounting 19, no. 1 (2011): hlm. 16-17, https://journals.iium.edu.my/
enmjournal/index.php/enmj/article/view/175.
14
Maslahat menjadi objek fundamental pada tujuan disyariatkannya suatu hukum
(maqashid syariah). Muhammad Abu Zahrah dalam ushul fiqh-nya menyatakan bahwa
tujuan hakiki hukum Islam adalah kemaslahatan. Kemudian senada dengan pernyataan
tersebut, Fathi ad-Darayni dalam al Minhaj al Ushuliyyah fi al Ijtihad bir Ra’yi fi at Tasyri’
al Islami menyebutkan bahwa hukum-hukum tidaklah dibuat untuk hukum itu sendiri
melainkan dibuat untuk tujuan kemaslahatan. Lalu Imam Ghazali dalam al Mustasfa min
‘ilm al Ushul menyatakan bahwa maslahat kembali pada penjagaan maqashid syariah.
Ditegaskan oleh Imam Syatibi dalam al Muuwafaqat, kemaslahatan tidak diukur oleh
hawa nafsu, karena jika sesuatu itu mengandung kemaslahatan dunia tanpa kemaslahatan
akhirat, maka itu bukan maslahat.
Volume 14 Nomor 2, September 2020 183
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
inti dari ekonomi syariah.15 Pengintegrasian antara ushul fiqh dengan
spektrum ekonomi modern dalam metodologi ekonomi syariah akan
mampu mewujudkan produk hukum progresif yang responsif sehingga
mampu bereaksi dengan cepat tanggap dan tepat sasaran terhadap masalah
ekonomi dan keuangan kontemporer di tengah interaksi sosial-ekonomi
yang berkembang signifikan dan kebutuhan umat yang semakin kompleks
baik dalam aspek konsumsi, produksi maupun distribusi.
MEMBUMIKAN EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA
1. Kajian Historis: Sejarah Lahir dan Beroperasinya Bank Syariah di
Indonesia
Umat Islam di Indonesia telah lama mendambakan adanya bank
yang beroperasi sesuai syariat Islam. K.H. Mas Mansur sebagai ketua
pengurus besar Muhammadiyah periode 1937-1944 mengeluarkan
pendapatnya mengenai penggunaan jasa bank konvensional yang terpaksa
dilakukan karena umat Islam belum mempunyai lembaga keuangan
sendiri yang bebas riba.16 Masyarakat muslim sangat mendambakan
keberadaan bank sebagai lembaga perekonomian umat yang menjalankan
operasionalnya berdasar pada nilai-nilai Islam.
Pada periode tahun 1970, ide pendirian bank syariah di
Indonesia gencar digagas. Dimana pembicaraan bank syariah muncul
pada seminar hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974
dan 1976 dalam seminar yang diadakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu
kemasyarakatan dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Selanjutnya melalui
diskusi bertemakan Bank Islam sebagai Pilar Ekonomi Islam di awal
tahun 1980-an merupakan pergerakan aktif dalam upaya menggagas
adanya bank Islam di Indonesia. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam diskusi
tersebut antara lain: Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo,
A. M. Saefuddin, dan M. Amien Azis. Memasuki tahun 1980-an terdapat
dua kebijakan penting yang mulai membuka celah untuk perbankan
15
Nurizal Ismail, Siti Aisyah, and Wahyudi Bakri, “Rasionalisme dalam
Perkembangan Ekonomi Mainstrim dan Islam di Indonesia,” Ijtihad : Jurnal Hukum dan
Ekonomi Islam 14, no. 1 (April 20, 2020): hlm. 76, https://doi.org/10.21111/ijtihad.
v14i1.4505.
16
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syariah
Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 57-58.
184 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
syariah, yaitu deregulasi sektor perbankan melalui Paket Kebijakan 1
Juni 1983 (Pakjun 83) tentang penghapusan pagu kredit dan kemudian
dikeluarkannya Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88). Dua paket
kebijakan ini mempengaruhi bagaimana perkembangan perbankan di
Indonesia. Pakjun 83 berkenaan tentang penghapusan pagu kredit yang
menyebutkan bank bebas dalam menentukan suku bunga kredit, suku
bunga tabungan dan deposito. Ini menjadi landasan yang menyatakan
bahwa bank diperbolehkan untuk memberikan kredit dengan bunga 0
%, yang artinya terdapat peluang untuk adanya bank bebas bunga.
Meski peluang itu sudah ada, namun dalam kenyataannya banyak
kendala yang dihadapi, diantaranya: (a) Operasi bank Islam (Syariah)
yang menerapkan sistem bagi hasil belum ada diatur dalam perundang-
undangan. (b) Konsep bank Islam dari segi politis juga dapat dianggap
berkonotasi ideologis yang baru dikaitkan dengan negara Islam.17 Selain
itu juga belum memungkinkan pendirian bank baru dengan adanya
kebijakan pembatasan bank asing yang ingin membuka kantor cabang
di Indonesia dan ini mencegah pendirian bank baru dari negara-negara
Timur Tengah serta masih belum memungkinkan pula pendirian bank
baru oleh orang Indonesia sendiri. Oleh karena belum memungkinkannya
pendirian bank baru, maka digunakan badan hukum koperasi sebagai
bentuk hukumnya. Pemilihan badan hukum koperasi sebagai wadah
penerapan sistem Perbankan Syariah telah dimulai oleh Koperasi Jasa
Keahlian Teknosa di Bandung sejak awal tahun 80-an. Kemudian di
Jakarta didirikan Baitut Tamwil kedua dengan nama Koperasi Simpan
Pinjam Ridho Gusti yang didirikan tanggal 25 September 1988.18
Setelah itu akhirnya dikeluarkanlah Paket Kebijakan 27 Oktober
1988 (Pakto 88) tentang izin pendirian usaha bank baru. Dikeluarkannya
Pakto 88 tentang izin pendirian usaha bank baru (liberalisasi industri
perbankan) memberikan kemudahan bagi pendirian bank-bank baru
selain bank-bank yang sudah ada, sehingga industri perbankan pada waktu
itu mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Pada saat itulah para
ulama Indonesia berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tetapi
tidak ada satupun perangkat hukum untuk dijadikan dasar pendiriannya,
17
M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan Dan Perkembangan Bank Syariah Di
Indonesia (Banjarmasin: Antasari Press, 2006), hlm. 17.
18
Wirdyaningsih et al., Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2005), hlm. 50.
Volume 14 Nomor 2, September 2020 185
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
kecuali bahwa bank dapat menetapkan bunga sebesar 0%. Sehingga
gagasan masih gagal dilakukan oleh para ulama di Indonesia.
Melalui penjelasan dari pemerintah dalam Rapat Komisi VII
DPR RI tanggal 5 Juli 1990 yang menyatakan bahwa tidak ada halangan
untuk mendirikan atau mengoperasikan bank yang sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah Islam selama memenuhi kriteria kesehatan bank yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka menjadi dukungan tambahan dari
keinginan kuat umat Islam di Indonesia terhadap bank Islam.19 Prakarsa
lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan
secara mendalam pada tahun 1990. MUI melaksanakan Lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa barat pada tanggal 18-20
Agustus 1990. Ide pendirian Bank Islam kemudian lebih dipertegas
lagi dalam Musyawarah Nasional (MUNAS) ke IV MUI di Hotel Sahid
Jaya Jakarta tanggal 22-25 Agustus 1990 yang mengamanahkan kepada
Bapak K.H. Hasan Bahri yang terpilih kembali sebagai Ketua Umum
MUI, untuk merealisasikan pendirian Bank Islam tersebut. Berdasarkan
Munas IV MUI terbentuklah kelompok kerja (Pokja) yang diberi nama
“Panitia Persiapan dalam Usaha Berdirinya Bank Bebas Bunga” untuk
mendirikan Bank Islam di Indonesia. Tim Pokja bertugas melakukan
pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.
Tim Pokja membentuk tim ”Panitia Kecil Penyiapan Buku
Panduan Bank Tanpa Bunga” yang diketuai oleh Dr. Ir. M. Amin Aziz
dengan anggota M. Syahrul Rali Siregar, A. Malik, Zainulbahar Noor,
SE. Kemudian tim kecil ini diperkuat dengan Ir. Abdul Aziz, Kuntoadji,
Drs. Amir R. Batubara, Drs. Karnaen Perwataadmadja, MPA, Drs. Faudi
Morad, Chalid Hsb., BA, Jimly Asshiddiqie, MA dan Abdul Mughni,
MBA.20 Kedua kelompok panitia tersebut lalu menyatu yang selanjutnya
menjadi Tim Perbankan MUI yang berasal dari seluruh anggota panitia
kecil buku panduan dan sebagian anggota panitia besar. Hal paling
utama dilakukan oleh Tim Perbankan MUI ini di samping melakukan
pendekatan-pendekatan dan konsultasi dengan pihak-pihak terkait
adalah menyelenggarakan pelatihan calon staf melalui Management
Development Program (MDP) di Lembaga Pendidikan Perbankan Indonesia
19
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta: UII
Press, 2008), hlm. 180.
20
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam: Suatu Pengantar (Jakarta: Kalam Mulia, 1995),
hlm. 678-679.
186 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
(LPPI), Jakarta yang dibuka pada tanggal 29 Maret 1991 oleh Menteri
Keuangan, dan meyakinkan beberapa pengusaha muslim untuk jadi
pemegang saham pendiri. Untuk membantu kelancaran tugas-tugas MUI
ini dibentuklah Tim Hukum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) yang di bawah Ketua Drs. Karnaen Perwaatmadja, MPA. Tim ini
bertugas untuk mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut aspek
hukum bank syariah.
Ketika proses pendirian bank Islam oleh MUI bersama timnya,
dalam masa proses tersebut telah berhasil didirikan dan beroperasi Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) bebas bunga di Bandung yakni BPR Dana
Mardhatillah dan BPR Berkah Amal Sejahtera pada tanggal 19 Agustus
1991 dan BPR Amanah Rabbaniah pada tanggal 24 Oktober 1991. Upaya
dari Tim perbankan MUI dalam merealisasikan gagasan berdirinya
bank syariah pada akhirnya menemui kesuksesan dengan berhasil
mendirikan Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 November 1991
dengan penandatanganan akte pendirian yang disertai terkumpulnya
komitmen pembelian saham sebesar Rp 84 Miliar. Pada acara silaturahmi
pendirian bank syariah di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen
dari masyarakat Jawa Barat yang turut menenanam modal senilai Rp 106
miliar. Dengan angka modal awal ini Bank Muamalat mulai beroperasi
pada tanggal 1 Mei 1992.
2. Kajian Yuridis: Legitimasi Melalui Legislasi
a. Alur Legislasi
1) Undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan
Undang-undang yang pertama kali dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia perihal perbankan adalah UU No. 14 Tahun 1967
tentang Pokok-pokok Perbankan. Dalam UU ini keberadaan bank
syariah belumlah memungkinkan, dikarenakan terdapat keterangan
yang menentukan adanya bunga dalam pengertian kredit. Kegiatan
usaha perbankan saat itu diinspirasikan oleh sistem kapitalis. Dalam
usahanya sebagai lembaga keuangan, bank mengusahakan keuntungan
(profit) dengan memanfaatkan dana simpan-pinjam dari masyarakat
melalui sistem bunga (interest). Bunga yang dipungut dari transaksi
ini merupakan fixed rate, yaitu sesuatu dengan persentase (%) yang
Volume 14 Nomor 2, September 2020 187
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
ditetapkan bank di muka transaksi.21 Selama periode berlakunya UU
No. 14 Th. 1967 ini keinginan untuk mendirikan bank Islam (bank
syariah) masih terkendala oleh peraturan perbankan, dan bahkan
tingkat bunga bank itu ditetapkan oleh pemerintah secara seragam.22
Artinya sama sekali tidak ada ketentuan yang mendukung hadirnya
Bank Syariah pada masa berlakunya UU ini.
2) Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-undang berikutnya yang dikeluarkan perihal perbankan
adalah UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. UU ini menjadi
cikal bakal dari kemunculan bank syariah. Dalam UU ini sudah mulai
memperlihatkan adanya peluang dari bank syariah untuk dibangun.
Dalam pengertian kredit tidak lagi hanya sebatas keuntungan melalui
bunga, melainkan juga imbalaln atau pembagian hasil keuntungan.
Akan tetapi, dalam UU No.7 Tahun 1992 ini masih tidak dalam
bentuk penegasan yang menyatakan bank yang berprinsip syariah,
melainkan bank syariah hanya diistilahkan dengan bank berprinsip
bagi hasil meskipun terdapat keterangan lebih lanjut pada PP bahwa
bagi hasil yang dimaksud adalah sesuai syariat. Karena prinsip syariah
pada hakikatnya tidalah sebatas pada bagi hasil saja, tetapi lebih
luas dibandingkan itu. Sistem bagi hasil hanyalah salah satu bagian
daripada prinsip syariah.
3) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-
undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Setelah lahirnya UU No. 10 Tahun 1998, Bank Islam tidak lagi
dinamakan dengan bank berdasarkan prinsip bagi hasil, tetapi
dengan nama baru, yakni “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”.
Keberadaan UU ini membuka peluang yang lebih besar bagi Bank
Islam. UU ini memberi penegasan bahwa bank Islam tidak hanya
terbatas pada prinsip bagi hasil, melainkan lebih luas daripada itu.
Pasca krisis ekonomi tahun 1998, bank syariah yang ternyata terbukti
relatif tahan terhadap krisis dibandingkan dengan bank konvensional
mulai mendapat perhatian berbagai kalangan. Puncaknya adalah
ketika pemerintah merevisi UU Perbankan dan mengesahkan UU
Perbankan No. 10/1998 yang mengakui eksistensi bank syariah
21
Susanto, Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, hlm. 38.
22
Abdullah, Hukum Perbankan Dan Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia,
hlm. 56.
188 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
(bukan lagi Bank Bagi Hasil) sehingga sistem perbankan Indonesia
menganut dual banking system.23
4) Undang-undang No. 21 Tahun 2008
Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia dengan UU yang
diberlakukan dapat disebut melalui tiga tahapan. Tahapan tersebut
yakni tahap pengenalan (introduction), pengakuan (recocnition),
dan pemurnian (purification). Tahap pengenalan dilalui dengan
dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kemudian
tahap pengakuan dengan diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
setelah itu tahap pemurnian dengan disahkannya UU No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah pada tanggal 16 Juli 2008 dengan
terdiri dari 13 bab dan 70 pasal. Lebih luasnya, jika eksistensi
perbankan syariah dilihat pada telaah alur legislasi sejak awal hadirnya
undang-undang perbankan di Indonesia, maka dapat diklasifikasikan
menjadi empat fase dalam periodisasinya sebagai berikut:
Tabel. 1 Periodisasi Hukum Perbankan Syariah di Indonesia
FASE REALITAS LEGISLASI
AKTUAL
I (Bebas Nilai Islam) Penghalangan UU No. 16 Tahun 1967
II (Awalan) Pengenalan UU No. 7 Tahun 1992
III (Lanjutan) Penegasan dan UU No. 10 Tahun 1998
Pengakuan
IV (Penyempurnaan) Pemurnian UU No. 21 Tahun 2008
b. Peraturan Hukum Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia
1) Undang-undang
Secara yuridis formal UU yang berkaitan dengan perbankan syariah
dan eksistensi ekonomi dan keuangan syariah antara lain:
a) UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan
b) UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
23
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Indonesia Economic Outlook 2010: Ekonomi Makro, Demografi,
Ekonomi Syariah (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 99.
Volume 14 Nomor 2, September 2020 189
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
c) UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
d) UU No. 3 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia
e) UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
f) UU No. 3 Tahun 2006 tentang Tentang Perubahan atas UU No.
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
g) No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseoran Terbatas
h) UU No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara
i) UU No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas UU No.
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
j) UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
k) UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
l) UU No. 1 Tahun 2016 Tentang Penjaminan
2) Peraturan Bank Indonesia (BI) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK)
3) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
4) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
3. Kajian Sosiologis: Ekspektasi, Realisasi dan Asumsi
Istilah ekonomi syariah populer di Indonesia. Sementara di
negara-negara lain, istilah tersebut dikenal dengan nama ekonomi
Islam (Islamic economy, al iqtishad al-islami) dan sebagai ilmu disebut ilmu
ekonomi Islam (Islamic economics, ilm al-iqtishad al-islami).24 Pada dasarnya
istilah ekonomi syariah merupakan padanan kata dari istilah ekonomi
Islam. Ekonomi syariah dapat dikatakan sebagai sinonim dari ekonomi
Islam, sebab istilah syariah yang ada dan melekat pada kata “ekonomi”
melambangkan sesuatu yang berlandaskan pada aturan dalam hukum
islam. Dengan demikian, saat disebut ekonomi syariah, maka sama saja
menyebut ekonomi Islam.
Pada saat ini di Indonesia, istilah “syariah” lah yang lebih populer
dan umum dikenal masyarakat jika merujuk pada lembaga keuangan
yang operasionalnya berdasarkan hukum Islam, seperti bank syariah,
asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah dan lain sebagainya.
24
Eka Sakti Habibullah, “Hukum Ekonomi Syariah Dalam Tatanan Hukum Nasional,”
Al-Mashlahah Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial 5, no. 09 (December 14, 2017): hlm.
697, https://doi.org/10.30868/am.v5i09.190.
190 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
Namun demikian, samahalnya dengan ekonomi syariah yang secara istilah
sama dengan ekonomi Islam, seperti itu juga demikian, bank syariah
samahalnya dengan bank Islam, bahkan istilah yang pertama kali dipakai
adalah bank Islam untuk perbankan tanpa bunga yang dulu awal mula
diperjuangkan oleh para ulama dan cendekiawan muslim di Indonesia.
Sistem ekonomi syariah adalah induk dari segala aktivitas dan
model ekonomi berdimensikan syariah Islam. Sebab sebagai sistem,
selain didalamnya mengusung nilai, asas-asas, arah dan tujuan yang
harus dipahami dengan baik oleh para pelaku ekonomi beserta pihak-
pihak terkait dalam operasional berbasis ekonomi syariah, juga harus
diaplikasikan dalam realita ke dalam model-model ekonomi sebagai
terjemahan secara nyata dari nilai, asas-asas arah dan tujuan tersebut.
Disinilah terletak perbedaan secara fundamental antasa sistem ekonomi
syariah dengan sistem ekonomi konvensional, baik yang kapitalistik
maupun sosialistik berbasis bunga. Ekonomi Syariah merupakan ekonomi
rakyat berkeadilan, bukan mengaktualkan ekonomi konglomerat seperti
halnya ekonomi kapitalis yang berorientasi pada para pemodal/pemegang
saham. Dan bukan pula ekonomi otoriter seperti halnya ekonomi sosialis
yang berorientasi pada kebijakan mutlak pemerintah dalam mengatur
segala sisi kehidupan perekonomian.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat ekonomi
syariah global mengingat populasi muslim yang mencapai 85 persen
dari total penduduk Indonesia yang merupakan jumlah penduduk
muslim terbesar di dunia. Umat Islam di Indonesia telah lama
mendambakan adanya bank yang beroperasi sesuai syariat Islam. Ketua
pengurus besar Muhammadiyah periode 1937-1944, K.H. Mas Mansur
pernah mengeluarkan pendapatnya mengenai penggunaan jasa bank
konvensional yang dimasa itu terpaksa dilakukan, sebab belum adanya
lembaga keuangan yang bebas riba untuk dapat diakses umat Islam
dalam transaksi keuangannya.25 Kehadiran bank syariah sebagai lembaga
perekonomian umat yang beroperasi dengan basis ekonomi pada nilai-
nilai Islam begitu didambakan oleh masyarakat muslim yang ingin
terbebas dari riba dan bertransaksi keuangan sesuai syariat Islam.
Transaksi ekonomi telah begitu berkembang saat ini. Banyak hal
yang muncul dan menjadi bagian penting perekonomian masyarakat
25
Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syariah Di
Indonesia, hlm. 57-58.
Volume 14 Nomor 2, September 2020 191
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
sekarang yang tidak ada di zaman dulu. Kreasi dan inovasi produk
keuangan baru bermunculan menyahut perkembangan zaman. Sebagai
negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim, maka hukum Islam
menjadi bagian penting dalam sistem hukum di Indonesia, termasuk
dalam perkembangannya maka bagian dari hukum Islam, yakni hukum
ekonomi syariah lambat laun pula mulai menghiasi perundang-undangan
di Indonesia. Hal tersebut merupakan respon dari kebangkitan ekonomi
syariah yang ditumbuhkan oleh segenap masyarakat yang ingin dapat
berakivitas ekonomi dan keuangan secara islami termasuk terhindar dari
transaksi terlarang semacam riba. Berkembangnya industri perbankan,
disatu sisi disambut dengan euforia mendalam bagi masyarakat akan
fasilitas dan layanan yang diterima masyarakat, namun disisi lain terdapat
dilema didalamnya karena terdapat praktik pembungaan uang yang
tergolong transaksi ribawi.
Atas ekspektasi masyarakat muslim yang besar terhadap pelaksanaan
transaksi keuangan yang bebas riba, maka lambat laun muncullah gerakan
dari para ulama, cendekiawan dan ekonom muslim untuk merealisasikan
ekspektasi tersebut. Dan pada akhirnya pada tahun 1991 berdirilah Bank
Muamalat Indonesia (BMI) dan beroperasi pada tahun 1992 sebagai upaya
susah payah tanpa henti mereka yang peduli akan ekonomi umat yang perlu
untuk bersyariah. Walaupun tanpa landasan hukum yang kuat, karena
UU Perbankan Syariah baru dikeluarkan pada tahun 2008 yakni UU No.
21 Tahun 2008 atau 17 Tahun setelah Bank Muamalat berdiri. Namun
bukan berarti berdiri tanpa landasan hukum sama sekali, karena saat itu
Bank Muamalat beroperasi berlandaskan pada UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan yang ada sedikit memberi ruang terhadap eksistensi
bank berprinsip bagi hasil. Tapi, Bank Muamalat walaupun demikian
tetaplah bisa dibangun, karena inilah semangat pantang menyerah dari
semua pihak yang peduli terhadap pengembangan ekonomi syariah di
Indonesia terutama lembaga perbankan. Bermuara dari masyarakat
dan bermula pula dari masyarakat, berdirilah lembaga keuangan syariah
berbentuk bank syariah yang sebenarnya memberi pesan secara tidak
langsung kepada pemerintah, bahwa umat muslim menginginkan hadirnya
lembaga keuangan syariah lainnya dan ditopang pula dengan landasan
hukum yang ditetapkan pemerintah.
Ekonomi konvensional memisahkan diri dari agama sejak negara-
negara Barat berpegang kepada sekularisme dan menjalankan politik
192 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
sekularisasi, sedangkan ekonomi syariah terikat kepada nilai-nilai
agama Islam.26 Ekonomi syariah telah dikembangkan dalam dinamika
antara aspirasi dan kenyataan dalam teori dan praktik keuangan Islam.27
Ekonomi dan Keuangan syariah bukan hanya mengenai preferensi
agama, melainkan melalui tujuan syariah (maqâsid asy-syarî’ah), keuangan
syariah mempunyai kekuatan laten dalam memainkan peranan penting
dalam pemberdayaan individu dan komunitas, mempromosikan budaya
wiraswasta, berinvestasi dalam ekonomi yang riil dan berkelanjutan
sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas dan ekonomi
Indonesia.28
Mungkin pada awalnya sempat ada persepsi masyarakat yang
memandang produk keuangan syariah yang direalisasikan oleh lembaga-
lembaga keuangan syariah hanya untuk yang beragama Islam. Padahal
sebenarnya lembaga keuangan syariah bisa digunakan seluruh masyarakat
tanpa memandang Suku, Agama dan Ras (SARA). Produk keuangan
syariah tidak hanya dikhususkan bagi agama muslim tapi terbuka bagi
non muslim. ekonomi dan keuangan syariah bukan suatu konsep yang
eksklusif yang hanya ditujukan pada umum islam saja. Melainkan
ekonomi dan keuangan syariah merupakan sebuah konsep yang inklusif.
Bahkan secara aktif dapat melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam
roda ekonomi.
Ekonomi syariah menjunjung tinggi nilai keadilan, kemaslahatan,
kebersamaan, dan keseimbangan, sebagaimana nilai kebajikan yang diyakini
dalam rangka pengelolaan sumber daya titipan Allah. Jadi masyarakat
non muslimpun mulai banyak yang memakai produk dan jasa keuangan
dari lembaga keuangan syariah, baik itu perbankan syariah, asuransi
syariah, koperasi syariah, maupun lembaga keuangan syariah lainnya.
Karena memang eksistensi ekonomi syariah sebagai suatu sistem yang
terimplementasikan dalam sebuah lembaga keuangan membawa misi
keadilan dan kemaslahatan layaknya syariah itu sendiri, sehingga non
muslimpun tertarik untuk ikut menjadi nasabah lembaga keuangan syariah.
26
Habibullah, “Hukum Ekonomi Syariah Dalam Tatanan Hukum Nasional,” hlm.
697-698.
27
Shinsuke Nagaoka, “Critical Overview of the History of Islamic Economics:
Formation, Transformation, and New Horizons,” Asian and African Area Studies 11, no. 2
(2012): hlm. 115.
28
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Masterplan
Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (Jakarta: Bappenas, 2016), hlm. 2-3.
Volume 14 Nomor 2, September 2020 193
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
Mereka yang non muslim tidak memandang lembaga keuangan
syariah sebagai sebuah sistem kepercayaan atau keyakinan dalam
beragama yang mengaktualkan sebuah ritual yang akan mengganggu
keimanan mereka, melainkan konstruksi berpikir yang menjadi dasar
dan membuahkan persepsi untuk bertindak dan memilih adalah lembaga
keuangan syariah sebagai perwujudan sistem ekonomi syariah yang
didalamnya melarang dilakukannya eksploitasi yang tergolong tindak
kezhaliman dan memfondasikan asas maslahat dan asas keadilan sebagai
tonggak dalam segala aktivitas perekonomian. Selain itu pula, ekonomi
syariah sebagai sebuah sistem mulai dilirik untuk dijadikan solusi krisis
dan kesenjangan ekonomi yang terjadi, sebab terbukti sistem ekonomi
syariah lebih tahan terhadap situasi dan kondisi yang menghadirkan
krisis ekonomi dan tidak tumbang menghadapinya.
4. Eksistensi Ekonomi Syariah di Indonesia
Pada awalnya eksistensi ekonomi syariah di Indonesia mempunyai
kendala dan tantangan yang setidaknya dapat dirumuskan pada lima hal
berikut:29
a. Masih minimnya pakar ekonomi islam berkualitas yang menguasai
ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif.
b. ujian atas kredibiltas sistem ekonomi dan keuangannya.
c. perangkat peraturan,hukum dan kebijakan,baik dalam skala nasional
maupun internasional masih belum memadai.
d. masih terbatasnya perguruan tinggi yang mengajarkan ekonomi islam
dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang
ini, sehingga SDM di bidang ekonomi dan keuangan syariah masih
terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi syariah yang
memadai,
e. peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, masih rendah
terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena kurangnya
pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi syariah
Menanggapi lima kendala yang disampaikan di atas, memang lima
poin di atas itu sempat terjadi, tapi sekarang kendala-kendala tersebut
29
“Perkembangan Dan Kendala Sistem Ekonomi Islam Di Indonesia
- Kompasiana.Com,” accessed July 7, 2020, https://www.kompasiana.com/
yusran11022/5b559391caf7db6f22619d63/ perkembangan-dan-kendala-dalam-sistem-
ekonomi-islam-indonesia.
194 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
secara bertahap satu persatu mulai teratasi dalam proses pembenahan
yang terus berlanjut. Hal tersebut dapat dideskripsikan melalui berbagai
bukti perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia saat
ini sebagai berikut:
a. Berdirinya berbagai Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia
semisal Bank Syariah, Pegadaian Syariah, Koperasi Syariah, Lembaga
Pembiayaan Syariah, Dana Pensiun Syariah, Asuransi Syariah, Pasar
Modal Syariah dan Reksa Dana Syariah
b. Mulai dibukanya di berbagai perguruan tinggi program studi seperti
Ekonomi Syariah, Hukum Ekonomi Syariah, Hukum Bisnis Syariah,
Perbankan Syariah, Akuntansi Syariah dan lain sebagainya yang juga
mulai banyak diminati para penuntut ilmu bahkan menjadi prodi
favorit, selain itu dalam skala lebih luas juga sudah hadir Kampus
Ekonomi Syariah semisal Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia
Bogor yang sekarang telah berubah menjadi Institut Tazkia, STEI
SEBI Depok, STEI Hamfara Yogyakarta, STEI al-Ishlah Cirebon,
STEI Ar-Risalah Padang, Sekolah Tinggi Ekonomi Syariah (STES)
Islamic Village Tangerang, STES Ihya ‘Ulumuddin Banyuwangi dan
lain sebagainya.
c. Kemudahan aksesibilitas sumber bacaan ekonomi syariah dengan
banyaknya literatur ekonomi syariah yang hadir ditengah masyarakat
d. Hadirnya perusahaan konsultan ekonomi dan bisnis syariah seperti
Karim Business Consulting, al Iqthisad Consulting, Amana Sharia
Consulting, Batasa Tazkia Consulting dan lain sebagainya.
e. Hadirnya para cendekiawan dan ekonom muslim ahli ekonomi syariah
yang tidak hanya menguasai fikih muamalah dan nilai-nilai Islam
dalam ekonomi, tetapi juga pandai dan menguasai ilmu ekonomi
modern, sebut saja Adiwarman A. Karim, Muhammad Syafi’i
Antonio, Agustianto Mingka, Ahmad Ifham Shalihin, Oni Sahroni
dan masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya.
f. Bermunculannya organisasi pergerakan ekonomi syariah antara lain
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam
(IAEI), Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Komite Nasional
Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan masih banyak lagi
yang lainnya.
g. Dikeluarkannya berbagai regulasi hukum ekonomi syariah seperti
UU Peradilan Agama, UU Wakaf, UU Perbankan Syariah, UU
Volume 14 Nomor 2, September 2020 195
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
Pengelolaan Zakat, UU Surat Berharga Syariah Negara, Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah (KHES), dan Fatwa DSN-MUI yang
dilegitimasi oleh UU.
h. Sebelumnya di tahun 2015 OJK pernah menyusun rencana strategis
baru untuk perkembangan industri perbankan syariah nasional. Ini
sebagai bentuk komitmen dari OJK untuk ikut serta mengembangkan
sektor perbankan syariah di Indonesia. Rencana strategis tersebut
dinamakan Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019.
i. Dibuat dan diterbitkannya Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah
Indonesia (MAKSI) oleh pemerintah melalui Kementrian PPN/
Bappenas yang dimulai dari tahun 2015. Kemudian dilanjutkan
tahun ini Pemerintah meluncurkan Masterplan Ekonomi Syariah
Indonesia (MEKSI) 2019-2024. MEKSI 2019-2024 diharapkan dapat
mendongkrak peringkat Indonesia di Global Islamic Economy Index.
Saat ini Indonesia bertengger di peringkat 10 besar. Indonesia berada
di bawah Malaysia, Uni Emirat Arab, Bahrain, Arab Saudi, Oman,
Yordania, Qatar, Pakistan, dan Kuwait.30
5. Memasyarakatkan Ekonomi Syariah dan Mensyariahkan Ekonomi
Masyarakat
Saat ini kita telah memasuki disruption era (era disrupsi) dengan
telah memasuki gerbang revolusi industri 4.0 yang menjadikan
persaingan dalam kompetisi global akan berbeda dengan fase atau
periode sebelumnya. Dalam perkembangan zaman yang dinamis dan
berkelanjutan, kita telah sampai dan masuk pada era disrupsi yang ditandai
dengan penggunaan benda-benda nyata ke dalam dunia maya dengan
bantuan teknologi seperti komputer, ponsel dan robot. Proses digitalisasi
ini terjadi akibat dari evolusi teknologi yang didasari dari komunikasi
dan informasi yang menyertai dalam kehidupan kita sehari-hari lambat
laun akhirnya merubah tatanan kehidupan dan gaya hidup manusia. Era
disrupsi dalam kenyataannya menuai tanggapan yang berbeda-beda, ada
perusahaan yang menganggapnya sebagai ancaman, namun ada pula yang
memandangnya sebagai peluang besar.31 Disrupsi dapat dipahami ketika
30
“Jokowi Luncurkan Master Plan Ekonomi Syariah Indonesia | Ekonomi Syariah,”
accessed July 8, 2020, http://www.ekonomisyariah.org/id/7725/jokowi-luncurkan-
master-plan-ekonomi-syariah-indonesia/.
31
Gunawan, Mencari Peluang Revolusi Industri 4.0 Untuk Melalui Era Disrupsi 4.0
196 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
terjadi perubahan yang fundamental atau mendasar. Satu di antara yang
membuat terjadi perubahan yang mendasar adalah perubahan teknologi
yang menyasar sebuah celah kehidupan manusia. Digitalisasi adalah
akibat dari perubahan teknologi yang mengubah hampir semua tatanan
kehidupan, termasuk tatanan dalam berusaha. Era disrupsi terjadi ketika
suatu inovasi baru masuk ke pasar dan menciptakan efek disrupsi yang
cukup kuat sehingga mengubah struktur pasar yang sebelumnya. Setiap
negara berlomba untuk dapat merespon perkembangan zaman dengan
pergerakan dinamis.
Revolusi industri 4.0 ditandai dengan meningkatnya konektivitas,
interaksi, batas antarmanusia, mesin dan sumber daya lainnya semakin
konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi. Pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi secara optimal, tidak hanya sebatas
proses produksi, tetapi juga seluruh mata rantai industri sehingga
menghasilkan model bisnis yang baru berbasis digital. Deputi Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute, Sukarela Batunanggar
menyampaikan persoalan yang dihadapi perbankan bila tidak segera
melakukan perubahan dalam menghadapi era disrupsi teknologi, bahwa
cepat atau lambat jika bank tidak melakukan perubahan maka bisa
terdampak. Secara global hampir 60 persen nanti portopolio perbankan
at risk, artinya berpotensi menurun kalau tidak melakukan perubahan
secara konsisten. Dengan transaksi digital proses bisnis digital bisa
meningkatkan efisiensi. Dengan layanan digital, bahwasanya perbankan
menjadi lebih efisien, pelanggan lebih nyaman, dan biaya operasi lebih
murah.32 Kemudian Guru Besar Manajemen UI Prof Dr Rhenald Kasali
mengakui derasnya disrupsi teknologi yang dirasakan saat ini akan
berdampak pada sektor perbankan. Karena salah satu yang terdampak
besar akibat industri 4.0 ialah sektor keuangan. Industri perbankan
menurut beliau dinilai harus menyesuaikan dengan perkembangan
teknologi yang kini pertumbuhannya semakin pesat.33
Dengan masuknya kita dalam gerbang revolusi industri 4.0,
bukan berarti menjadi halangan dalam spirit membumikan ekonomi
(Bandarlampung: Queency Publisher, 2019), hlm. 9.
32
“Ini Dampak Disrupsi Teknologi Ke Industri Perbankan - Bisnis Tempo.Co,”
accessed July 8, 2020, https://bisnis.tempo.co/read/1201419/ini-dampak-disrupsi-
teknologi-ke-industri-perbankan.
33
“Dampak Disrupsi Teknologi | Neraca.Co.Id,” accessed July 8, 2020, https://
neraca.co.id/article/109363/dampak-disrupsi-teknologi.
Volume 14 Nomor 2, September 2020 197
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
syariah di Indonesia. Spirit untuk memasyarakatkan ekonomi syariah
dan mensyariahkan ekonomi masyarakat haruslah tetap terjaga bahkan
semakin kuat dalam rangka ikhtiar membawa ekonomi yang dibangun di
atas nilai-nilai ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin agar tidak menjadi
parsial tetapi dapat menjadi ideal. Kepedulian dalam mengembangkan
ekonomi syariah ketika telah memasuki revolusi industri 4.0, berarti
membuatnya bergerak dinamis menyahut perkembangan zaman dengan
tetap menjaga nilai-nilai syariah.
Rangkaian upaya terhadap alur memasyarakatkan ekonomi
syariah dan mensyariahkan ekonomi masyarakat sebagai ikhtiar yang
perlu ditempuh disini sebagai tawaran dan rekomendasi ilmiah dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Mengoptimalkan berbagai bentuk komunikasi dan melakukannya
dengan efektif yang dilaksanakan oleh semua pihak yang peduli
terhadap pengembangan ekonomi syariah di Indonesia dengan
menjangkau berbagai bentuk komunikasi dalam rangka penyebaran
konsep dan pengaplikasian ekonomi syariah (akad dan produk
keuangan). Seperti yang disampaikan oleh Hafied Cangara bahwa
ada beberapa bentuk komunikasi yakni komunikasi antarpribadi
(interpersonal communication), komunikasi kelompok kecil (small group
communication), komunikasi organisasi (organization communication),
komunikasi massa (mass communication), dan komunikasi publik
(public communication).34 Maka dari itu beragam lini komunikasi perlu
dimasuki dan dikreasi hingga bersinergi.
b. Mengoptimalkan promosi oleh para praktisi lembaga keuangan
syariah dalam menawarkan produknya dengan upaya promosi ideal-
komprehensif dengan menerapkan secara aktif basis-basis bauran
promosi dengan implementasi konsep advertising, personal selling, sales
promotion, public relation, direct marketing dan word of mouth.
c. DSN-MUI sebagai lembaga otoritas fatwa Ekonomi Syariah
melakukan penyebaran informasi tentang fatwa ekonomi syariah
melalui sosialisasi dua dunia (dunia nyata dan dunia maya). Dalam
hal inipun DSN-MUI dapat dibantu oleh perusahaan konsultan
ekonomi dan bisnis syariah maupun organisasi-organisasi ekonomi
34
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2000), hlm. 29.
198 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
syariah. Media sosial menjadi intrumen penyebaran informasi yang
begitu urgen, terutama di masa pandemi ini dengan diberlakukannya
physical distancing. Apalagi Indonesia menjadi negara ke-4 dengan
pengguna instagram dan facebook terbesar di dunia berdasarkan
studi terhadap pengguna media sosial serta aplikasi populer yang
digunakan orang Indonesia di tahun 2019.35 Maka DSN-MUI tetap
bisa interaktif secara sosial walaupun adanya keterbatasan interaksi
fisik.
d. Meningkatkan literasi ekonomi syariah masyarakat dengan melakukan
edukasi pendekatan komprehensif dan adapsional. Edukasi tidak
hanya dilakukan dalam bentuk seminar, shourt course, studium general,
training, maupun workshop yang hanya menyentuh kalangan praktisi,
akademisi dan businessman namun tidak menjangkau kalangan
masyarakat pada umumnya. Maka dari itu dapat dilakukan edukasi
dengan pendekatan Majelis Taklim atau pengajian di masjid-masjid
yang lebih merakyat dengan pembahasan kitab-kitab fiqih muamalah
klasik dan kontemporer. Mempertimbangkan masa pandemi saat
ini, maka majelis taklim ekonomi syariah haruslah tetap diupayakan
terus berjalan dengan melaksanakan pengajian online baik dengan
live streaming via Youtube. Instagram dan Facebook maupun
memanfaatkan aplikasi Video Conference atau Video Call Grub seperti
Zoom, Skype, Google Meet dan lain-lain.
e. Perlu diupayakan untuk bank-bank syariah yang masih berbentuk Unit
Usaha Syariah (UUS) agar segera dilakukan spin off dari induk bank
konvensionalnya atau konversi menjadi Bank Umum Syariah (BUS),
karena hal tersebut sedikit banyaknya akan berpengaruh terhadap
paradigma di masyarakat tentang eksistensi bank syariah yang awalnya
dibangun atas konsturksi berpikir yang menghasilkan perspesi skeptis
dapat lambat laun beralih dengan tumbuhnya keyakinan yang dapat
berimplikasi pada preferensi produk keuangan syariah di tengah
masyarakat.
f. Perlu pembenahan dan terus dilakukan penyempurnaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum
35
“Jumlah Pengguna Instagram Dan Facebook Indonesia Terbesar Ke-4 Di Dunia
- Tekno Liputan6.Com,” accessed July 8, 2020, https://www.liputan6.com/tekno/
read/3998624/jumlah-pengguna-instagram-dan-facebook-indonesia-terbesar-ke-4-di-
dunia.
Volume 14 Nomor 2, September 2020 199
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah lainnya agar memiliki
payung hukum yang kuat sebagai pijakan beroperaasi, agar tidak
ada lagi kekosongan hukum yang melemahkan eksistensi LKS.
Dikarenakan masih banyak lembaga keuangan syariah seperti bank
syariah salah satunya yang dalam operasionalnya masih berlandaskan
kepada hukum perdata payung hukum bank konvensional contohnya
pada masalah lembaga jaminan. Lembaga jaminan yang digunakan
di bank syariah adalah lembaga jaminan yang juga berlaku di bank
konvensional dan secara operasional yang dituliskan dalam pasal-pasal
perundang-undangannya, tidak semua pasal itu selaras dengan prinsip
syariah atau dapat dikatakan masih bertentangan dengan prinsip
syariah.36 Maka dari itu, terdapat kekosongan hukum pada masalah
lembaga jaminan syariah dan ini hanyalah sebagian dari kekosongan
hukum yang masih terjadi pada lembaga keuangan syariah. Dengan
demikian adalah perkara urgen dalam hal penguatan aspek yuridis
lembaga keuangan syariah secara komprehensif baik di bank syariah
maupun lembaga keuangan syariah non bank seperti asuransi syariah,
pasar modal syariah, reksa dana syariah, dana pensiun syariah,
lembaga keuangan mikro syariah dan lain sebagainya.
g. Kreasi dan inovasi produk keuangan syariah tetap perlu dilakukan
menyesuaikan pada kebutuhan, situasi, kondisi dan permintaan pasar,
karena hukum asal muamalah adalah boleh dilakukan terkecuali
ada dalil yang melarangnya. Maka dari itu membuka ruang untuk
mendesain produk keuangan dengan berbagai faktor pertimbangan
dalam pembentukan dan penawarannya. Setiap kreasi dan inovasi
yang dilakukan tetaplah harus menjaga tegaknya prinsip syariah,
jangan sampai melanggar koridor syar’i. Dalam produk keuangan yang
didesain, penting untuk mengidentifikasi apakah ada unsur-unsur
terlarang dalam bermuamalah melekat pada operasionalnya atau
tidak? Apakah akadnya bathil atau tidak? Dan segala pertimbangan
syariah lainnya, agar desain produk yang dikembangkan dan
dikombinasikan tersebut tetap bisa eksis dalam bisnis modern dan
operasionalnya tetap menjaga kaidah syariah.
h. Membangun ekosistem digital ekonomi syariah syariah dengan
36
Hasil penelitian penulis, lihat Muhammad Syarif Hidayatullah, “Penerapan
Lembaga Jaminan Di Perbankan Syariah (Perspektif Hukum Ekonomi Syariah)” (masters,
Pascasarjana, 2019), https://idr.uin-antasari.ac.id/11166/.
200 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
teknologi informasi dan komunikasi keuangan yang mampu bersaing
dalam memberikan kemudahan akses bagi para konsumen (nasabah)
yang diupayakan oleh semua lembaga keuangan syariah sebagai
fasilitas yang ideal dan mumpuni yang dinamis di era disrupsi dan
bersinergi dengan revolusi industri 4.0.
i. Mengupayakan inklusi keuangan syariah layaknya strategi nasional
yang sebelumnya pernah disusun bersama antara Bank Indonesia,
kantor wakil presiden (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan/TNP2K) dan Kementerian Keuangan yang disebut
dengan Strategi Nasional keuangan Inklusif dengan optimalisasi
pada tahap realisasi untuk menegakkan 6 pilar yang membangunnya
yakni edukasi keuangan, fasilitas keuangan publik, pemetaan
informasi keuangan, kebijakan/peraturan yang mendukung, fasilitas
intermediasi dan saluran distribusi, dan perlindungan konsumen.
j. Penguatan peran Perguruan Tinggi sebagai pencetak SDM berkualitas
yang akan terjun dalam dunia ekonomi syariah dengan mengampu
dan berusaha mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah serta
penggerak perputaran roda perekonomian syariah baik secara personal
maupun institusional dan juga baik ditingkat regional, nasional
hingga internasional. SDM tidak hanya mengerti tentang sistem
ekonomi syariah yang salah satunya pemahaman akad-akad syariah
dalam praktik produk keuangan syariah sebagai bekal menjalankan
operasional yang tidak melanggar prinsip syariah, namun juga penting
untuk dapat mengasah skill dalam rangka bekerja secara profesional
dan tak kalah penting juga agar membuka diri pada perkembangan
teknologi supaya tidak stagnan tetapi bisa bergerak dinamis.
k. Penguatan setiap lini terkait dukungan terhadap eksistensi lembaga
keuangan syariah termasuk dalam ruang lingkup lembaga-lembaga
pendukungnya yang peran dan fungsinya harus terus dikoreksi
sehingga semakin baik lagi seperti otoritas pengaturan dan pengawasan
pada OJK, BI dan DSN-MUI, otoritas penyelesaian sengketa pada
Pengadilan Agama (Litigasi) dan Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) (Non Litigasi), otoritas penjaminan simpanan pada
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), otoritas penjaminan pembiayaan
pada Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO) Syariah dan institusi
penjaminan dan asuransi syariah lainnya, otoritas standar akuntansi
pada Dewan Standar Akuntasi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia
Volume 14 Nomor 2, September 2020 201
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
(DSAS-IAI) dan otoritas pengelola ZISWAF pada BAZNAS, LAZ dan
Badan Wakaf Indonesia (BWI)
l. Menumbuhkan komitmen bersama dengan penandatangan
memorandum of understanding pengembangan ekonomi dan keuangan
syariah oleh organisasi-organisasi pergerakan ekonomi syariah seperti
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Ikatan Ahli Ekonomi Islam
(IAEI), Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Forum Dosen
Ekonomi dan Bisnis Islam (FORDEBI), Kelompok Studi Ekonomi
Islam (KSEI), Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI),
dan organisasi-organisasi ekonomi syariah lainnya dalam rangka
mempererat ikatan satu visi dan misi pembumian ekonomi syariah
di Indonesia.
m. Menciptakan gerakan bersama dan menguatkan jalinan kerja sama
yang bersinergi antara Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan
Syariah (KNEKS) yang diberi mandat oleh presiden untuk
mengimplementasikan Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah
(MAKSI) yang kemudian dilengkapi dengan Masterplan Ekonomi
Syariah Indonesia (MEKSI) 2019-2024 dengan semua pihak terkait
baik itu kalangan akademisi, praktisi, politisi, pengusaha dan
masyarakat sipil yang peduli terhadap pengembangan ekonomi
syariah. Dengan begitu dapat terwujud optimalisasi peran KNEKS
yang hadir sebagai katalisator dalam upaya mempercepat, memperluas
dan memajukan pengembangan ekonomi syariah dalam rangka
mendukung pengembangan ekonomi nasional.
n. Membangun pusat data ekonomi dan keuangan syariah nasional
yang mencatat dengan detil data-data apa saja terkait eksistensi dan
perkembangan ekonomi syariah nasional baik itu data kuantitatif
maupun kualitatif yang akan menjadi bahan evaluasi, acuan,
pertimbangan dan bahan analisis untuk pembenahan, perbaikan
dan penyusunan strategi untuk terus mengembangkan ekonomi
syariah hingga menyentuh setiap lini perekonomian rakyat Indonesia.
Contohnya seperti pertimbangan dalam memformulasikan marketing
mix 4P (price, place, product dan promotion) pada produk keuangan
syariah maupun tambahan pada jasa menjadi 7P (price, place, product,
promotion, people, procces dan phsycal evidence melalui proses segmentasi,
targetting dan positioning, pengaplikasian fungsi manajemen dalam
manajemen pengembangan melalui planning, organizing, actuating dan
202 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
controlling (POAC) maupun penyusunan strategi dengan dasar analisis
strength, weakness, opportunity dan treat (SWOT).
o. Membangun dukungan dari Kementerian untuk ikut berperan ambil
bagian dan turut serta berperan dalam mengembangkan ekonomi
syariah menjadi lebih luas dalam skala nasional hingga internasional
yang menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah di dunia
dengan disu sunnya program-program yang menunjang ekonomi
syariah seperti pada Kementerian Keuangan, Kementerian Agama,
Kementrian BUMN, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perdagangan dan
Kementerian Perindustrian.
p. Mambangun sinergi antara Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan
Industri halal, semisal LKS membantu mengembangkan industri halal
melalui penyaluran pembiayaan syariah berbasis kerja sama dengan
akad mudharabah (bagi hasil) maupun musyarakah (perserikatan)
kepada pelaku industri halal (perhotelan, makanan, pakaian dan
pariwisata) baik itu dengan sistem revenue sharing maupun profit sharing
yang akan membantu para pelaku industri halal meluaskan usahanya
dan lebih daripada itu juga akan membuka potensi Indonesia menjadi
pusat industri halal dunia. Sebab The State of the Global Islamic Economy
Report 2018-2019 mencatat, total pengeluaran belanja masyarakat
muslim dunia pada 2017 di berbagai sektor halal, seperti makanan
dan minuman, farmasi dan kosmetik halal, busana halal, wisata halal,
media dan hiburan halal, dan keuangan syariah mencapai US$2,1
triliun. Angka tersebut diperkirakan akan terus tumbuh hingga US$3
triliun pada 2023. Faktor utama yang mendorong fenomena tersebut
adalah peningkatan jumlah penduduk muslim di dunia yang telah
mencapai 1,84 miliar orang pada 2017 dan diperkirakan akan terus
meningkat hingga 27,5 persen dari total populasi dunia pada 2023.37
Kehadiran Fatwa DSN-MUI No. 108 tentang Pedoman Pariwisata
Syariah mengindikasikan bahwa eksistensi wisata syariah atau sekarang
populer juga dengan istilah wisata halal secara bertahap berada pada
37
“Ini 4 Strategi Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 - Ekonomi Bisnis.Com,”
accessed July 8, 2020, https://ekonomi.bisnis.com/read/20190514/9/922411/ini-4-
strategi-masterplan-ekonomi-syariah-2019-2024.
Volume 14 Nomor 2, September 2020 203
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
alur positif ke arah tumbuh-kembang yang pesat.38 Apalagi di tahun
2019 Indonesia menorehkan prestasi di level internasional dengan
diraihnya peringkat pertama sebagai destinasi wisata halal dunia versi
GMTI (Global Muslim Travel Index) 2019.
PENUTUP
Sesuatu yang fundamental dan urgen untuk berupaya menjadikan
ekonomi syariah ruh perekonomian termasuk dalam sistem ekonomi
di Indonesia, karena ekonomi syariah menghadirkan ekonomi rakyat
berkeadilan. Ekonomi syariah bukan hanya mengenai preferensi agama,
melainkan melalui tujuan syariah (maqâsid asy-syarî’ah), ia mempunyai
kekuatan laten dalam memainkan peranan penting dalam pemberdayaan
individu dan komunitas, mempromosikan budaya wiraswasta, berinvestasi
dalam ekonomi yang riil dan berkelanjutan sehingga mendatangkan
manfaat bagi masyarakat luas dan ekonomi Indonesia. Secara historis
gerakan aktualisasi ekonomi syariah bermula dari bawah ke atas
(masyarakat ke pemerintah), bukan dari atas ke bawah (pemerintah ke
masyarakat), namun demikian pula seiring berjalannya waktu hingga saat
ini, terlihat pemerintah mulai memberikan perhatian dan komitmen
yang membuat alur pengembangan ekonomi syariah membuka ruang
dari atas ke bawah (pemerintah ke masyarakat). Pergerakan membumikan
ekonomi syariah di Indonesia dengan memasyarakatkan ekonomi
syariah dan mensyariahkan ekonomi masyarakat haruslah diperjuangkan
dengan upaya yang melibatkan segala stakeholder seperti akademisi,
praktisi, politisi, regulator, pengusaha dan mereka yang peduli terhadap
pembumian ekonomi syariah yang mendatangkan kemaslahatan
dan keadilan serta perjuangan yang dilakukan haruslah pula dengan
pergerakan kolektif dengan pendekatan persuasif yang kreatif, inovatif
dan aktif serta kontinuitas yang bersinergi dengan saling bantu dan
saling melengkapi dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah
di Indonesia. Antar stakeholder harus bersinergi untuk mengoptimalkan
perannya dalam membumikan ekonomi syariah serta harus pula didukung
oleh pemerintah baik dari eksekutif (Presiden, Kementrian dan pimpinan
daerah) maupun legislatif. Selain itu pula, sistem ekonomi syariah yang
38
Haerul Akmal et al., “Konsep Penjagaan Terhadap Harta Dalam Wisata Syariah,”
Ijtihad : Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam 14, no. 1 (April 20, 2020): hlm. 5, https://doi.
org/10.21111/ijtihad.v14i1.4501.
204 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
dibangun seperti perwujudan institusional melalui lembaga keuangan
syariah dengan masuknya kita pada era disruspi dengan revolusi industri
4.0, perlu melakukan kreasi dan inovasi produk dan jasa keuangan
yang dinamis, relevan pada perkembangan teknologi yang menciptakan
teknologi informasi dan komunikasi keuangan berupa ekosistem digital
syariah dengan tetap menjaga bingkai prinsip syariah yang melingkupinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Ma’ruf. Hukum Perbankan Dan Perkembangan Bank Syariah
Di Indonesia. Banjarmasin: Antasari Press, 2006.
Akmal, Haerul, Tesa Mellina, Mulyono Jamal, and Hamid Fahmy
Zarkasyi. “Konsep Penjagaan Terhadap Harta Dalam Wisata
Syariah.” Ijtihad : Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam 14, no. 1 (April
20, 2020): 1–20. https://doi.org/10.21111/ijtihad.v14i1.4501.
Amruzi, Muhammad Fahmi Al. “Membumikan Hukum Islam Di
Indonesia.” Al-Banjari: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 14, no. 2
(February 12, 2016). https://doi.org/10.18592/al-banjari.v14i2.656.
Arwani, Agus. “Epistemologi Hukum Ekonomi Islam (Muamalah).”
Religia 15, no. 1 (October 3, 2017): 125–56. https://doi.
org/10.28918/religia.v15i1.126.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Masterplan
Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia. Jakarta: Bappenas, 2016.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2000.
“Dampak Disrupsi Teknologi | Neraca.Co.Id.” Accessed July 8, 2020.
https://neraca.co.id/article/109363/dampak-disrupsi-teknologi.
Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian
Syariah Di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2004.
Ghozali, Mohammad. “Ekonomi Syariah Dalam Hegemoni Faham
Kapitalisme Dan Sosialisme; Sebuah Solusi Pola Hidup Muslim.”
Ijtihad : Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam 13, no. 1 (April 1, 2019):
107–28. https://doi.org/10.21111/ijtihad.v13i1.3234.
Gunawan. Mencari Peluang Revolusi Industri 4.0 Untuk Melalui Era Disrupsi
4.0. Bandarlampung: Queency Publisher, 2019.
Habibullah, Eka Sakti. “Hukum Ekonomi Syariah Dalam Tatanan
Hukum Nasional.” Al-Mashlahah Jurnal Hukum Islam dan Pranata
Volume 14 Nomor 2, September 2020 205
Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia
Sosial 5, no. 09 (December 14, 2017): 691–710. https://doi.
org/10.30868/am.v5i09.190.
Hafidhuddin, Didin, and Hendri Tanjung. Manajemen Syariah Dalam
Praktik. Depok: Gema Insani, 2008.
Haneef, Mohamed Aslam, and Hafas Furqani. “Methodology Of Islamic
Economics: Overview Of Present State And Future Direction.”
International Journal of Economics, Management and Accounting 19,
no. 1 (2011). https://journals.iium.edu.my/enmjournal/index.
php/enmj/article/view/175.
Hidayatullah, Muhammad Syarif. “Islamic Economics And Partial–Total
Religiosity: A Case Study Of Majlis Taklim In Banjarmasin.”
Islamuna: Jurnal Studi Islam 7, no. 1 (June 12, 2020): 36–55. https://
doi.org/10.19105/islamuna.v7i1.3308.
———. “Penerapan Lembaga Jaminan Di Perbankan Syariah (Perspektif
Hukum Ekonomi Syariah).” Masters, Pascasarjana, 2019. https://
idr.uin-antasari.ac.id/11166/.
“Ini 4 Strategi Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 - Ekonomi Bisnis.
Com.” Accessed July 8, 2020. https://ekonomi.bisnis.com/
read/20190514/9/922411/ini-4-strategi-masterplan-ekonomi-
syariah-2019-2024.
“Ini Dampak Disrupsi Teknologi Ke Industri Perbankan - Bisnis
Tempo.Co.” Accessed July 8, 2020. https://bisnis.tempo.
co/read/1201419/ini-dampak-disrupsi-teknologi-ke-industri-
perbankan.
Ismail, Nurizal, Siti Aisyah, and Wahyudi Bakri. “Rasionalisme dalam
Perkembangan Ekonomi Mainstrim dan Islam di Indonesia.”
Ijtihad : Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam 14, no. 1 (April 20, 2020):
65–80. https://doi.org/10.21111/ijtihad.v14i1.4505.
Iswanto, Bambang. “Peran Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional,
Badan Wakaf Indonesia Dan Baznas Dalam Pengembangan
Produk Hukum Ekonomi Islam Di Indonesia.” Iqtishadia 9,
no. 2 (November 7, 2016): 421–39. https://doi.org/10.21043/
iqtishadia.v9i2.1738.
“Jokowi Luncurkan Master Plan Ekonomi Syariah Indonesia | Ekonomi
Syariah.” Accessed July 8, 2020. http://www.ekonomisyariah.
org/id/7725/jokowi-luncurkan-master-plan-ekonomi-syariah-
indonesia/.
206 Volume 14 Nomor 2, September 2020
Muhammad Syarif Hidayatullah
“Jumlah Pengguna Instagram Dan Facebook Indonesia Terbesar Ke-4 Di
Dunia - Tekno Liputan6.Com.” Accessed July 8, 2020. https://
www.liputan6.com/tekno/read/3998624/jumlah-pengguna-
instagram-dan-facebook-indonesia-terbesar-ke-4-di-dunia.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Indonesia Economic Outlook 2010:
Ekonomi Makro, Demografi, Ekonomi Syariah. Jakarta: Grasindo,
2010.
Lubis, Ibrahim. Ekonomi Islam: Suatu Pengantar. Jakarta: Kalam Mulia,
1995.
Mi’raj, Denizar Abdurrahman, and Nissar Ahmad Yatoo. “The
Islamization of Economic Systems: A Methodological Approach.”
Al-Uqud : Journal of Islamic Economics 4, no. 1 (January 2020):
83–103. https://doi.org/10.26740/al-uqud.v4n1.p83-103.
Muhammad. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Nagaoka, Shinsuke. “Critical Overview of the History of Islamic
Economics: Formation, Transformation, and New Horizons.”
Asian and African Area Studies 11, no. 2 (2012): 114–136.
Bisnis.com. “Pangsa Pasar Keuangan Syariah Per April 2020 Naik, Jadi
9,03 Persen | Finansial,” July 2, 2020. https://finansial.bisnis.
com/read/20200702/231/1260686/pangsa-pasar-keuangan-
syariah-per-april-2020-naik-jadi-903-persen.
Republika Online. “Perbankan Syariah Tumbuh Positif Tapi Melambat,”
July 2, 2020. https://republika.co.id/share/qcu5t1457.
“Perkembangan Dan Kendala Sistem Ekonomi Islam Di Indonesia
- Kompasiana.Com.” Accessed July 7, 2020. https://www.
kompasiana.com/yusran11022/5b559391caf7db6f22619d63/
perkembangan-dan-kendala-dalam-sistem-ekonomi-islam-
indonesia.
Susanto, Burhanuddin. Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta:
UII Press, 2008.
Wirdyaningsih, Karnaen Perwataadmadja, Gemala Dewi, and Yeni Salma
Barlinti. Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media, 2005.
Volume 14 Nomor 2, September 2020 207