Ibnu Maskawaihhh
Ibnu Maskawaihhh
JURNAL
Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu:
M. Fathun Nadhor, M.Ag.
Disusun Oleh:
KELOMPOK 11 TADRIS IPS 1A :
1. Moh. Aan Ridhoillah Masrukhi (25) NIM :1860209232074
2. Bintang Dwi Panjalu (11) NIM : 1860209231038
3. Wahita Nareswari (38) NIM : 1860209231002
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
Tulungagung |1
TEMA 11
Pemikiran Filosofis Ibnu Maskawaih Tentang Pendidikan
Wahita Nareswari ( 38 ), Bintang Dwi Panjalu (11), Moh. Aan Ridhoillah Masrukhi (25)
Program Studi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial (kelompok 11 TIPS 1A)
FTIK UIN SATU Tulungagung
Jl. Mayor Sujadi Timur No. 46 Tulungagung
Email : [email protected]
Abstract
This journal aims to determine the philosophical analysis of Ibn Miskawaih thoughts
(biographical sketches, concepts of educational thought, and their relevance in the
modern era). Education is an effort made by someone to make a change towards a
better one. In Indonesia education is more interpreted as a formal institution that has
the aim to develop the academic potential of students in order to realize educational
goals. One of the leaders of Islamic education, Ibn Miskawaih. Ibn Miskawaih is one of
the leaders of Islamic education who contributed ideas to education. The focus of this
study on the philosophical analysis of Ibn Miskawaih's thoughts (biographical sketches,
concepts of educational thought, and their relevance to modern diera). This study uses
the method of literature and analytical studies to build a theoretical framework in this
article. In conclusion, Ibn Maskawaih considered the significance of education and the
environment for humans in relation to moral formation. Thus human beings with their
minds can choose and distinguish which ones should be done and which ones should be
left behind. Ibn Maskawaih's thinking in education cannot be separated from his
concept of man and morals. Ibn Maskawaih views human beings as having three
powers, from those three types of power which are two from the material element and
one from the spirit of God.
Key words: Moral Education Thought and Ibn Miskawaih
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
Tulungagung |2
Abstrak
Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui analisis filosofis pemikiran ibnu miskawaih
(sketsa biografi, konsep pemikiran pendidikan, danrelevansinya di era modern).
Pendidikan adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang agar terjadi perubahan kearah
yang lebih baik. Di Indonesia pendidikan lebih diartikan sebagai sebuah lembaga formal
yang memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi akademik peserta didik dalam
rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Salah satu tokoh pendidikan islam yaitu Ibnu
Miskawaih. Ibnu Miskawaih adalah salah satu tokoh pendidikan Islam yang
memberikan sumbangsih pemikiran terhadap pendidikan. Fokus penelitian ini pada
analisis filosufis pemikiran ibnu miskawaih (sketsa biografi, konsep pemikiran
pendidikan, dan relevansinya diera modern). Penelitian ini menggunakan metode
kepustakaan dan studi analisis untuk membangun kerangka teori pada artikel ini.
Kesimpulanya Ibnu Maskawaih melihat begitu pentingnya arti pendidikan dan
lingkungan bagi manusia untuk mempermudah proses pembinaan akhlak. Dengan
demikian manusia dengan akalnya dapat memilih dan membedakan apa yang
seharusnya dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Pemikiran Ibnu Maskawaih
dalam pendidikan bertumpu pada konsep tentangmanusia dan pendidikan akhlak. Ibnu
Maskawaih memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki tiga daya, dari tiga
macam daya tersebutyaitu terdiri dua terdapat pada unsur materi dan yang satu lagi
terdapat pada ruh Tuhan.
Kata kunci: Pendidikan Etika dan Pemikiran Ibnu Maskawaih
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
Tulungagung |3
Pendahuluan
Pendidikan bertujuan untuk membentuk pribadi yang berkualitas, baik jasmani maupun
rohani, secara konseptual pendidkan mempunyai peran strategi dalam membentuk anak
didik menjadi manusia berkualitas, tidak saja berkualitas dalam aspek skill, kognitif,
afektif tetapi juga aspek spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil
besar dalam mengarahkan anak didik mengembangkan diri berdasarkan pontensi dan
bakatnya melalui pendidikan anak memungkinkan menjadi pribadi shaleh, pribadi
berkualitas secaraskill, kognitif, dan spiritual.
Pada kenyataannya, pendidikan belum mampu mencapai tujuan yang diinginkan
prilaku-prilaku tidak terpuji masih banyak terjadi di masyarakat, dari mulai merebaknya
penggunaan narkoba, asusilah, pelanggaran HAM, pembunuhan, penganiayaan,
minimnya kejujuran, dan lain sebagainya.
Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap etika atau akhlak. Hal ini dapat
dilihat secara historis maupun teologis dalam ajaran islam itu sendiri. Begitu banyak
intelektual muslim yang telah membahas akhlak secara filosofi, diantaranya adalah Abu
Bakar Ar-Razi, Ibnu Miskawaih, Al Ghazali, dan lain sebagainya.
Filosofi Islam terbesar yang memberikan perhatian khusus mengenai fisafat etika adalah
Ibnu Miskawaihi, walaupun para ahli fisafatnya itu merupakan sintesis dari berbagai
pandangan, terutama dari fisafat etika yunani (Plato, Aristoteles, dan Gulen) dan unsur-
unsur etika Islam. Walaupun demikian, usahanya sangat berhasil dalam melakukan
harmonisasi antara pemikiranfilsafat dan pemikiran islam, terutama dalam bidang
akhalak samapai beliau dijuluki sebagai Bapak etika islam. Ia juga dijuluki sebagai guru
ketiga (al-Mu‟alim al-Tsalits) setelah Al Farabi yang dijuluki Guru kedua (al-Mualimal
al-Tsani), dan Aristoteles sebagai Guru pertama (al-Mu‟allim al Awal).
Dari hal tersebut penulis meneliti lebih lanjut tentang analisis filosufis pemikiran ibnu
maskawaih sketsa biografi, konsep pemikiran pendidikan, dan relevansinya diera
modern saat ini.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
Tulungagung |4
Metode
MetodepadapenelitianinimenggunakanmetodeLibraryResearch,dengan mengkaji
beberapa literatur berupa buku, e-book, jurnal dan sumber-sumber lain yang berkaitan
dengan penelitian yang diajukan.Penelitian ini dilakukan baik secara online maupun
offline. Selanjutnya peneliti mengkaji secara mendalam dengan cara meneliti membaca,
memahami dan mencatat berbagai sumber kemudian memaparkan pokok-pokok
pembahasan dan lalu menyimpulkan.
1 Ahmad Syar'i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta Pustaka Firdaus, 2005 ), hal. 91
2 M.M. Syarif, Para Filosof Muslim, ( cet. XI ; Bandung, Mizan, 1998) , hal. 83-84.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
Tulungagung |5
Ibnu Maskawaih hidup di zaman Dinasti Buwaihi. Kemudian beliau meninggalkan Ray
menuju ke Baghdad dan mengabdi pada Pangeran Buwaihi. Beliau dipercaya menjaga
perpustakaan besar yang menyimpan banyak rahasia, sehingga beliau digelar dengan al-
Khazin saat beliau kembali ke Ray.
Penulis menyatakan bahwa Ibnu Maskawaih sebelum masuk Islam beragama Majusi.
Hal.ini diragukan dengan melihat nama nya iatu Muhammad yang berarti orang islam.
Agaknya benar yang dikemukakan Aburrahman Badawi bahwa statemen ini lebih tepat
pada ayahnya ketimbang kepadanya.
Ibnu Maskawaih seorang penganut Syiah. Hal ini dibuktikan dengan pengabdiannya
kepada sultan dan wasir-wasir Syiah dalam masa pemerintahan Bani Buwaihi (320-448
H). Ketika Sultan Ahmad „Adhud AlDaulah memegang tampuk pemerintahan, ia
menduduki jabatan yang penting, seperti diangkat menjadi Khazim, penjaga
perpustakaan yang besar dan bendahara negara.
Ibnu Maskawaih juga ahli pada ilmu kedokteran, bahasa, sejarah dan filsafat. Akan
tetapi, ia lebih populer sebagai seorang filolosof akhlak (al-fasafat al-„amaliyat)
ketimbang filosof ketuhanan (al-fasafat al-nazhariyat al-Ilahiyah). Agaknya ini
dimotivasi oleh situasi masyarakat yang sangat kacau di masanya, seperti minuman
keras, perzinaan dan lain-lain.3
3 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012) hal. 127-128.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
Tulungagung |6
Ibnu Miskawaih merupakan sosok filsuf muslim yang berhasil. Keberhasilannya ini
dibuktikan Ia telah menulis 41 buah buku dan artikel yang selalu berkaitan dengan
filsafat akhlak. Dari 41 karyanya itu, 15 buah sudah dicetak, 8 buah masih berupa
manuskrip dan 18 buah dinyatakan hilang. 410 Dalam buku The History of The Muslim
Philosophy ada beberapa karya
tulisan ibnu miskawah yaitu:
1. Al-Fauz al-Akbar (Tentang Keberhasilan Besar),
2. Al-Fauz al-Asghar (Tentang Keberhasilan Kecil),
3. Tajarib al-Umam (Tentang Pengalaman Bangsa-bangsa Sejak Awal Sampai ke
Masa Hidupnya),
4. Uns al-Farid (Kumpulan Anekdot, Syair, Peribahasa dan Kata-kata Mutiara),
5. Tartib al-Sa‟adat (Tentang Akhlak dan Politik),
6. Al-Musthafa (Syair-yair Pilihan),
7. Jawidan Khirad (Kumpulan Ungkapan Bijak),
8. Al-Jami‟,
9. Al-Siya (Tentang Aturan Hidup),
10. Tahzib al-Akhlaq (Pendidikan Akhlak),
11. Risalat fi al-Lazzat wa al-Alam fi Jauhar al-Nafs,
12. Ajwibah wa Al-as‟ilah fi An-Nafs wa al-Aql (Tanya Jawab Tentang Jiwa)
13. Al-Jawab fi al-Masa‟il al-Salas (Jawaban Tentang Tiga Masalah),
14. Risalat fi-Jawab fi-Su‟al Ali ibn Muhammad Abu Hayyan al-Shufi fi Haqiqat al-
Aql,
15. Thaharat al-Nafs (Kesucian Jiwa)
4Istighfarotul Rohmaniyah. Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Maskawaih dalam
Kontribusinya dibidang Pendidikan. ( Malang : UIN Malang Press, 2010), hal.112
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
Tulungagung |7
hanya menampilkan aspek kebijakan dari kebudayaan-kebudayaan sebelumnya. Di
kesempatan lain, kadang-kadang hanya menyajikan ulasan praktis tentang masalah-
masalah moral yang sulit untuk diuraikan. Filosofinya sangat logis dan menunjukkan
koherensi yang konsisten. Hasil pemikirannya yang berguna bagi umat antara lain
tentang konsep tuhan, konsep akhlak, dan konsep manusia.
Menurutnya, Tuhan adalah Zat yang jelas atau tidak jelas. Dikatakan jelas karena Tuhan
adalah Zat yang haq (benar), dikatakan tidak jelas disebabkan karena kelemahan akal
manusia yang tidak mampu untuk menangkap keberadaan Tuhan, selain itu banyak
kendala tentang kebendaan yang menghalanginya. Wujud Tuhan dengan wujud manusia
berbeda, perbedaan inilah yang menjadi pembatas. Maka, yang pertama kali memancar
dari Tuhan adalah akal aktif yang bersifat kekal, sempurna, dan tak berubah.
Ibnu Maskawaih berpendapat bahwa akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan
pikiran terlebih dahulu. Karakteristik pemikiran Ibnu Maskawaih dalam pendidikan
akhlak secara umum dimulai dengan pembahasan tentang karakter atau watak. Watak
bersifat alami, tetapi ada juga watak yang diperoleh melalui kebiasaan atau latihan.
Maka sebenarnya watak dapat diusahakan melalui pendidikan dan pengajaran.Inilah
salah satu pemikiran Ibnu Maskawaih yang menjadi dasar mengapa dia disebut sebagai
pemikir filsafat pendidikan Islam.
Selanjutnya pemikiran tentang manusia, tidak terlalu berbeda dengan pemikiran filsuf
lain. Menurutnya, dalam diri manusia terdapat tiga daya, yakni: nafsu (sebagai daya
paling rendah), berani (sebagai daya pertengahan), dan berpikir (sebagai daya tertinggi).
Dia sering menggabungkan aspek-aspek pemikiran Plato, Aristoteles, Phytagoras, dan
Galen yang dipengaruhi filosofi Yunani.Tetapi bukan merupakan cara penjarahan
budaya, melainkan usaha kreatif dalam menggunakan pendekatan-pendekatan berbeda
untuk menjelaskan masalah-masalah penting. Karena menurutnya, memikirkan manusia
merupakan sesuatu yang amat penting dalam filsafat.
Dalam menyusun filsafatnya, Ibnu Maskawaih menggunakan metode eklektik. Dalam
prakteknya, metode eklektik memadukan berbagai pemikiran-pemikiran dari para filsuf
sebelumnya, seperti pemikiran Plato, Aristoteles, Plotinus, dan bahkan doktrin Islam.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
Tulungagung |8
Oleh karena itu filsafatnya kurang original. Misalnya dalam metafisika, dia berpendapat
bahwa Tuhan adalah zat yang tidak berjisim, azali, dan pencipta. Tuhan esa dalam
segala aspek, tidak terbagi-bagi dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.
Tuhan ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak tergantung pada yang lain sedangkan yang
lain membutuhkannya. Tuhan dapat dikenal dengan proposisi negatif karena memakai
proposisi positif berarti menyamakan-Nya dengan alam.
Tentang penciptaan alam semesta (yang banyak) oleh Tuhan (yang satu), Ibnu
Maskawaih menganut paham emanasi Neo-Platonisme sama seperti halnya Al-Farabi.
Tetapi terdapat perbedaan dalam perumusannya. Menurut Ibnu Maskawaih, entitas
pertama yang memancar dari Tuhan adalah 'aql fa’al(akal aktif). Akal aktif ini bersifat
kekal, sempurna, dan tidak berubah. Dari akal ini timbul jiwa, kemudian melalui
perantaraan jiwa timbulah planet (al-falak). Pancaran yang terus-menerus dari Tuhan
dapat memelihara tatanan di alam ini dan menghasilkan materi-materi baru.
Selain itu, Ibnu Maskawaih dikenal juga sebagai bapak etika Islam. Ia telah
merumuskan dasar-dasar etika di dalam kitabnya Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al-A’raq
(pendidikan budi dan pembersihan akhlaq). Sementara itu sumber filsafat etika ibnu
Maskawaih berasal dari filsafat Yunani, peradaban Persia, ajaran Syariat Islam, dan
pengalaman pribadi. Khusus tentang jiwa, Ia berpendapat bahwa jiwa manusia terdiri
atas tiga tingkatan, yakni nafsu kebinatangan, nafsu binatang buas, dan jiwa yang cerdas.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
Tulungagung |9
dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian melalui praktik terus menerus
akan menjadi akhlak. Dengan demikian, sesuai dengan definisi tersebut, akhlak
anak usia dini bertolak dari wataknya dan ia dapat berubah melalui latihan dan
pembiasaan.5
Berdasarkan karya Ibn Miskawaih, setidaknya ada tiga tujuan pendidikan akhlak.
Pertama. Mencetak tingkah laku manusia yang baik, sehingga manusia itu dapat
berperilaku terpuji dan sempurna sesuai dengan hakikatnya sebagai manusia.
Kedua. Mengangkat manusia dari derajat yang paling tercela, derajat yang
dikutuk oleh Allah SWT. Ketiga. Mengarahkan manusia menjadi manusia yang
sempurna (al-insân alkâmil). Dalam konteks ini, tujuan pendidikan akhlak anak
usia dini adalah menumbuhkan dan membentuk perilaku mulia dalam diri anak
agar dapat menjadi manusia sempurna, sehingga anak dapat menjadi manusia
mulia di hadapan Allah SWT.
Ibnu Maskawih dalam pemikirannya tentang etika, ia memulainya dengan
menyelami jiwa manusia. Ia memandang bahwa ilmu jiwa memiliki keutamaan
sendiri di- bandingkan dengan ilmu-ilmu yang lain. Manusia tidak mampu untuk
meraih suatu ilmu kecuali telah mengetahui ilmu jiwa sebelumnya. Kapan
seseorang memahami ilmu jiwa maka hal itu menjadi bantuan baginya untuk
memperoleh ilmu yang lain.
Mengetahui tentang keadaan-keadaan jiwa (ahwal an Nafs) merupakan pondasi
untuk ilmu-ilmu yang lain seperti teologi, etika, logika. Karena mengetahui jiwa,
seseorang memiliki senjata untuk melihat yang benar dan batil dalam masalah
keyakinan dan antara kebaikan dankeburukan. Oleh karena itu, pemikiran etika
miskawaih dibangun atas pandangannya terhadap jiwa.
Dengan demikian jiwa bukanlah tubuh dan bukan juga bagian dari tubuh. Jiwa
dapat mengetahui esensi dan substansi sendiri yaitu akal. Ia pun tidak pernah
memerlukan sesuatu yang lain untuk mengetahui sesuatu, kecuali dirinya sendiri.
Oleh karena itu, akal aqil (orang yang berfikir), ma'qul (obyek yang dipikirkan)
5 Dedi Supriydi, Pengantar Filsafat Islam: Konsep Filsuf dan Ajarannya, ( Bandung: Pustaka Setia, 2009) hal. 112-113.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 10
merupakan salah satu kesatuan yang saling terkait.
Eksistensi dan sifat jiwa yang dijelaskan oleh Ibnu Maskawaih seperti itu
ternyata mempunyai kekuatan yaitu:
a. Kekuatan rasioanal atau daya pikir (quwwah natiqah) yang disebut quwwah
Malikiah merupakan fungsi jiwa yang tertinggi, kekuatan berfikir dan
melihat fakta yang dipergunakan dari dalam diri adalah otak sebagai alat.
b. Kekuatan apetitif atau maarah (quwwah ghadabiyah) yaitu keberanian
menghadapi tantangan, ambisi terhadap kekuasaan, kedudukan dan
kehormatan. Kekuatannya disebut juga quwwah subu'iyah (daya kekuasaan).
Daya yang dipergunakan dari dalam diri yaitu hati.
c. Kekuatan gairah atau nafsu (quwwah syahwiyah) disebut dengan quwwah
bahimiah yakni daya binatangi seperti dorongan nafsu makan, keinginan
dalam melakukan kelezatan makanan, minuman, seksualitas dan segala
macam kenikmatan inderawi (al-ladzizay alhissiyah). Alat yang digunakan
dari dalam diri yaitu perut.
Kekuatan tersebut dapat dialami oleh setiap orang secara berbeda-beda. Kuat
lama suatu kekuatan itu tergantung kepada perangai, adat kebiasaan atau
pendidikannya.
Yang menarik dari pemikiran Ibnu Maskawaih yaitu kekuatan jiwa yang akan
melahirkan kekuatan (fadhilah) sewaktu gerak aktifitasnya normal (mu'tadilah),
sesuai dan seimbang. Rinciannya adalah:
a) Bila gerak jiwa rasional (natiqah) normal, tidak menyeleweng dari
hakekatnya dan kecenderungannya terhadaap ilmu pengetahuan yang benar,
lahir keutamaan ilmu (fadhilah al-Ilm), kemudian kebijaksanaan (al-
Hikmahi).
b) Bila gerak jiwa apetitif (ghadabiyah) serasi dan seimbang, patuh terhadap
petunjuk jiwa rasional, tidak bergejolak diluar batas, maka terjadilah
keutamaan kesantunan (fadhilah al-Hilm), lalu disusul dengan keberanian
(al-Suja'ah).
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 11
c) Bila gerak jiwa gairah (bahimyah) serasi dan seimbang, diantara kontrol
daya jiwa rasional, patuh kepadanya, tidak mengikuti hawa nafsu, lahirlah
keutamaan keberhasilan diri (fadhilah al-Iffah), lalu kedermawanan (al-Saha).
Bila ketiga keutamaan tersebut al- Hikmah, al-Iffah dan al-Suja'ah bisa
seimbangan dan kerasian anatara satu sama lain, maka munculah keadilan
(al-adalah) yang sebenarnya. Adapun musuh dari keempat sifat utama itu
adalah bodoh, penakut, rakus dan dzalim. Ini merupakan sifat-sifat utama
yang pokok dan dibawah masing-masing sifat ini terdapat sejumlah sifat-
sifat lain yang berkaitan satu sama yang lain seperti:
1) Sifat hikmah (kebijaksanaan) memiliki sejumlah sifat yang dapat
dipersiapan yaitu cerdik, mengingat, berfikir dan sebagainya. Sifat ini
berasal dari jiwa yang rasional, jiwa yang berfikir analisis agar dapat
mengetahui segala yang ada karena keberadaannya.
2) Sifat iffah (kesucian diri) sifat ini mempunyai sejumalh sifat diantaranya
sifat malu, sabar, qana'ah, sopan, zuhud dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat
pada waktu seseeorang mengendalikan hawa nafsu.
3) Sifat al-Suja'ah (keberanian). Sifat ini meliputi sifat jiwa besar, berani
menghadapi bahaya, santun, tabah, tidak lemah mental dan lain-lain. Hal ini
berasal dari jiwa apetitif yang terlihat pada diri manusia, ketika jiwa apetitif
dikendalikan oleh keutamaan kebijaksanaan dan dipergunakan sesuai akal
pikiran untuk menghadapi masalah yang beresiko seperti tidak gentar
menghadapi perkara sesulit apapun.
4) Sifat al-Adalah (keadilan). Sifat ini memiliki sifat persaudaraan, kerukunan,
menyambung rasa keluarga dan lain-lain. Hal ini berasal dari sifat utama
yang terdapat pada jiwa sebagai hasil perpaduan (ijtima') dari ketiga
keutamaan.
Sifat-sifat utama hanya ada pada diri manusia, tidak terdapat pada hewan.
Manusia tidak mewujudkan sifat-sifat tersebut tanpa bantuan orang lain. Karena
itulah manusia merupakan makhluk sosial dan berfikir yang memerlukan adanya
masyarakat dan negara di mana dia akan hidup dan saling membantu antara
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 12
sesama sehingga dapat mencapai tujuan hidup yakni kebahagiaan. Demikian
pula sifat keutamaan hanya terdapat pada diri manusia saja. Kemudian Ibnu
Maskawaih menjelaskan tentang bagian dari sifat-sifat keutamaan tersebut. Oleh
karenanya jiwa yang sempurna merupakan jiwa manusia yang dapat mencapai
kebahagiaan.
Bahagia menurut pendapat Ibnu Maskwaih mempunyai dua tingkat yaitu
Pertama, ada manusia yang tertarik dengan hal-hal yang bersifat benar dan
mendapat kebahagiannya. Kemudian ia mempunyai rasa rindu dengan
kebahagiaan jiwa, kemudian ia berusaha untuk memperolehnya. Kedua, manusia
yang memisahkan dirinya dari kenikmatan benda agar memperoleh kebahagiaan
lewat jiwa. Kebahagiaan yang bersifat benda tidak dingkarinya, tetapi dipandang
sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah. Ibnu Maskawaih mengungapkan bahwa
kebahagiaan bersifat benda mengandung makna kepedihan dan penyesalan serta
menghambat pertumbuhan jiwa untuk menuju kehadirat sang maha agung Allah
Swt. Kebahagian jiwa adalah kebahagiaan yang paling sempurna dan mampu
mengantarkan manusia untuk memiliki derajat yang paling tinggi (malaikat).
Keberadaan jiwa menurut Ibnu Maskawaih adalah untuk membantah kaum
materialis yang tidak mengakui adanya roh bagi manusia. Roh tidak berbentuk
materi sekalipun ia bertempat pada maeri, karena materi hanya menerima satu
bentuk dalam waktu tertentu. Dengan demikian, jiwa dan materi adalah dua hal
yangberbeda, imateralaitas jiwa itu menunjukkan ketidakmateriannya, karena
kematian adalah karakter yang material.
2. Materi
Ibnu Maskawaih mendefenisikan bahwa materi pendidikan harus menekankan
pada materi pembelajran yang bermanfaat bagi terciptanya akhlak mulia dan
menjadikan pedoman manusia agar sesuai dengan tujuannya. Keberhasilan
tujuan pendidikan akan tercapai bila pendidik terlebih dahulu mengetahui watak
manusia, sehingga pendidik akan dapat mengatur strategi bagaimana membina
manusia dengan latar belakang watak yang beda-beda. Watak itu sendiri
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 13
menurutnya adalah kondisi bagi jiwa yang mendorong untuk melahirkan tingkah
laku tanpa pikir dan pertimbangan atau tingkah laku spontanitas.6
Mengenai susunan yang mau diajarkan kepada perserta didik, ibnu miskawaih
memandang bahwa pendidikan akhlak harus ditanamkan mulai dari anak usia
dini karena perkembangan mental anak masih berevolusi sehingga berkembang
sampai menuju kesempurnaan untuk menyimpan pesan-pesan yang sangat baik
dan merasuk kedalam jiwa berpikir.7
Oleh karenanya pendidikan bukan semata-mata untuk mempelajari ilmu
pengetahuan tetapi lebih jauh untuk mengkaji secara mendalam tentang seberapa
pengaruh antara ilmu pengetahuan terhadap etika dan akhlak masyarakat,
pertama adalah kita harus mengenalkan bagaimana kewajiban-kewajiban syariat
kepada peserta didik agar mereka terbiasa melaksanakannya, kedua materi yang
berhubungan dengan akhlak perlu diberi contoh agar akhlak terpuji yang di
tertanamkan kepada anak bisa tercapai dengan baik, ketiga yaitu meningkatkan
setahap demi setahap pada materi ilmu yang lain sehingga peserta didik
mencapai tingkat kemampuan yang sempurna.
Watak manusia terbagi menjadi dua: Pertama, alamiah dan bertolak dari watak
yang berhubungan dengan temprament, misalnya ada orang yang gampang
marah karena hal yang sepele, takut menghadapi suatu kejadian tertentu, cemas,
dan sebagainya. Kedua, tercipta melalui kebiasaan dan latihan yang pada
mulanya keadaan ini terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun
kemudian melalui praktik yang terus-menerus kemudian menjadi karakter.
Dari pembagian Ibnu Miskawaih mengungkapkan bahwa watak manusia tidak
alami dalam artian dapat dipengaruhi dan berubah melalui proses pendidikan
dan pengajaran. Hal ini senada yang diungkapkan oleh Aristoteles dalam buku
Book on Ethics dan Book on Categories yang dikutip Fatah Syukur bahwa orang
yang buruk bisa berubah menjadi baik melalui pendidikan, namun belum pasti.
6 Hasyimiya Nasution, Filsafat Islam ( cet, 1: Jakarta : Gajah Mada Press, 1999) hal 70
7 Ibid hal 70
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 14
Beliau beranggapan bahwa nasehat yang berulang-berulang dan disiplin serta
bimbingan yang baik bisa melahirkan hasil-hasil yang berbeda pada berbagai
orang, sebagian ada yang tanggap dan segera menerimanya, sebagian juga
tanggap tapi tidak segera menerimanya.
Manusia mempunyai perbedaan dalam menerima pendidikan. Ada juga yang
kasar, ada yang pemalu, pemarah, dengki, kikir, lemah lembut, ada yang cepat
tanggap, ada yang tidak tanggap dan lain semacamnya. Perbedaan-perbedaan
(tabiat) ini kalau diabaikan maka dia akan berkembang secara alamiah sesuai
dengan tabiat yang dimilikinya. Maka dari itu beliau memandang pentingnya
suatu pendidikan (syariat agama) untuk meluruskan agar terbiasa melakukan
kebaikan. Karena pendidikan mempunyai tujuan dan fungsi yaitu: kesatu
memanusiakan manusia atau menundukkan manusia sesuai dengan substansinya
sebagai makhluk yang termulia dari makhluk lain.Pendidikan di sini berarti
berfungsi untuk mengangkat derajat manusia, sebab dari pengetahuan yang
didapat melalui daya natiqah yang dimiliki dengan sendirinya akan meninggikan
derajat manusianya.
Kedua sosialisasi individu manusia dapat diartikan bahwa pendidikan haruslah
mempunyai proses sosialisasi untuk berinteraksi dengan masyarakat karena
kebaikan adalah untuk kemaslahatan orang banyak, Sebab pada dasarnya
masyarakat merupakan kumpulan dari individu dan apa pun yang ada dalam
lingkungan masyarakat, itulah yang akan mewarnai profil individu, yang
akhirnya juga akan mewarnai profil peradaban umat manusia. Apabila profil
kehidupan setiap individu dalam suatu masyarakat itu baik, dapat diharapkan
profil masyarakat itu juga baik. Oleh karena itu perlu adanya sejumlah besar
individu dan sekaligus bersatu untuk mencapai kebahagian-kebahagian bersama,
sehingga masing-masing dapat kesempurnaannya, dengan cara tolong-menolong,
nasehat-menasehati antara satu dengan yang lain. Fungsi yang
ketigamenanamkan rasa malu. Penanaman rasa malu terhadap anak merupakan
hal yang paling utama sejak anak mengalami tamyiz yakni di mana anak sudah
mengetahui dan sudah mulai berfikir kritis. Di sinilah peran orang tua sebagai
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 15
al-madrasah al-ula untuk mengajarkan dan menanamkan rasa malu, karena
dengan menanamkan rasa malu anak terjaga dan terhindar dari berbuat
keburukan. Rasa malu (al Haya‟u) adalah rasa takut lahirnya sesuatu yang buruk
dari dirinya. Sehingga sangat penting untuk menanamkan rasa malu karena
dalam Islam malu itu sebagian dari pada iman.
Dari ketiga fungsi dan tujuan pendidikan yang digagas oleh Ibnu Miskawaih
kalau kita kaitkan dengan pendidikan sekarang ada sisi positif sebagai kontribusi
pemikiran untuk mencari format pendidikan yang semakin Islami. Begitu juga
ada diantaranya yang perlu kita pertimbangkan mengingat perputaran waktu dan
kondisi yang berbeda.
Adapun sisi yang perlu dikembangkan dari gagasan Ibnu Miskawaih walau
bagaimanapun juga pendidikan hendaknya tidak mengenyampingkan pendidikan
moral. Kalau kita mencoba bercermin dari krisis ekonomi yang baru ini melanda
bangsa kita sebetulnya diawali oleh krisis moral, di mana penyelenggaraan
pendidikan hanya beroreintasi pada persaingan ekonomi global, sementara
garapan moral sebagai pengejawantahan agama kurang mendapat perhatian
seakan-akan hanya sebatas pengajaran materi sebagai pelengkap bukan
penanaman pendidikan moral yang mengarah kepada kedewasaan dan tanggung
jawab, atau dengan kata lain pendidikan hanya menunjukkan “learning for
knowledge” tidak “learning to be person”.
Sebagai akibat siklus arah pendidikan yang mengenyampingkan fungsi moral
manusia telah terkooptasi pada sebuah kontek yang ada untuk menjadikan posisi
dan kedudukannya hanya seharga dengan sebuah barang (materi), secara makro
kosmos otak manusia modern telah terkontaminasi pada imbas modern secara
global sehingga lajur dan kontruksi pemikirannya hanya saja mementingkan
jiwa yang lemah yaitu kesenangan dunia.
Ada beberapa hal yang perlu di pertimbangkan berhubungan dengan dunia
pendidikan, adapun ungkapan Ibnu Miskawaih masih menekankan pada sisi
keilmuan secara normatif, ritualistik dan eskatatologis. Suatu dilema dalam
pendidikan selama ini karena masih sangat kurang pendidikan moralnya
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 16
sehingga masih banyak perbaikan di semua lini pendidikan, namun di sisi lain
perlu adanya integrasi dan kedinamisan anatara pendidikan moral dengan ilmu
pengetahuan agar bisa menyesuaikan dengan kemajuan zaman. Salah satu
solusinya pendidikan terkhusus pada pendidikan Islam harus dapat
mengembangkan etika dan moral keagamaan yang mempunyai relevansi
terhadap perkembangan zaman dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi agar selaras dengan tujuan dan harapan pendidikan Islam bisa berjalan
dengan baik dan lancar.
3. Metode.
➢ Metode Alami (Tabi‟iy)
Ibnu Maskawaih mengungkapkan bahwa ide pokok dari metode alami ini
merupakan bagaimana pelaksanaan kerja dan proses mendidik itu
berdasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan manusia secara lahir batin,
jasmaniah dan rohaniah.
➢ Nasihat dan Tuntunan
Ibnu Maskawaih menyampaikan agar anak mematuhi syariat dan berbudi
luhur maka sangat dibutuhkan nasihat dan tuntunan.
➢ Metode Hukuman
Ibnu Maskawaih mengindikasikan berbagai permasalahan yang terjadi untuk
menjadikan pelajaran dalam mendidik peserta didik, misalnyajika peserta
didik tidak melaksanakan tata nilai yang telah diajarkan, mereka diberi
sanksi berbagai macam cara sehingga mereka dikembalikan kepada tatanan
nilai yang ada.
➢ Sanjungan dan Pujian Sebagai Metode Pendidikan
Menurut Ibnu Miskawaih apabila peserta didik melaksanakan syariat dan
berbudi luhur maka perserta didik perlu dipuji.
➢ Mendidik Berdasarkan Asas-asas Pendidikan
Menurutnya mendidik perlu adanya pondasi yang kokoh seperti asasasas
pendidikan yaitu asas kesiapan, keteladanan, kebiasaan dan pembiasaan.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 17
4. Pendidik dan Peserta.
Pendidik dalam hal ini seorang guru, instruktur, ustadz, atau dosen memegang peran
yang sangat penting dalam keberlangsungan kegiatan pengajaran dan pendidikan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan anak didik yang biasanya disebut
murid, siswa, peserta didik atau mahasiswa merupakan sasaran kegiatan yang sangat
penting dalam pengajaran dan pendidikan itu merupakan bagian yang perlu
mendapatkan perhatian yang secara maksimal. Perbedaan kemampuan anak didik itu
menyebabkan terjadinya perbedaan dalam pemberian materi, metode pendekatan dan
sebagainya agar tersalurkan dengan baik.
Sebagai pendidik langkah indahnya bisa menyatukan diri dengan peserta didiknya (baik
secara emosional, spiritual atau secara intelektual), lingkunganya dan materi pelajaranya
sehingga pendidik benar-benar memahami keadaan materinya secara menyeluruh baik
tekstual atau konstektual, sekaligus memahami peserta didiknya secara menyeluruh. Hal
ini senada dengan cara Ibnu Arabi untuk mencapai wahdatul wujud atau menyatunya
diri dengan Tuhan.
Kedua aspek pendidikan (pendidik dan anak didik) ini mendapat perhatian yang khusus
dari Ibn Miskawaih. Menurut beliau orang tua merupakan pendidik yang mula-mula
bagi anak-anaknya dengan bekal syariat sebagai acuan utama materi pendidiknya.
Karena peran yang segitu besar dari orang tua dalam kegiatan pendidikan, maka perlu
adanya hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak yang disandarkan pada
kasih sayang. Namun cinta seseorang terhadap gurunya menurut Ibnu Miskawaih harus
melebihi cintanya terhadap orang tuanya sendiri.
Pribadi guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan,
khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Pribadi guru juga sangat berperan dalam
membentuk pribadi peserta didik. Ini dapat dimaklumi karena manusia merupakan
mahkluk yang suka mencontoh, termasuk mencontoh pribadi gurunya dalam
membentuk pribadinya. Semua itu menunjukkan bahwa kompetensi personal atau
kepribadian guru sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam proses pembentukan
pribadinya. Oleh karena itu wajar, ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke suatu
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 18
sekolah akan mencari tahu siapa guru-guru yang akan membimbing anaknya.
Ibnu Miskawaih mendefenisikan bahwa cinta itu banyak jenis,sebab dan kualitasnya.
Secara umum beliau membagi cinta terhadapempat bagian. Pertama cinta yang cepat
nempel tetapi juga cepat ilang. Kedua, cinta yang cepat nempel tetapi tidak cepat ilang.
Ketiga, cinta yang nempelnya lambat tetapi ilangnya cepat pula, dan keempat cinta yang
nempel dan ilangnya lambat. Cinta yang didasari pada kenikmatantermasuk cinta yang
cepat nempel dan cepat pula ilangnya. Sedangkan cinta yang pada dasarnya karena
kebaikan, termasuk cinta yang cepat nempel tetapi lambat ilangnya. Selanjutnya cinta
yang didasarkan atas kemanfaatan termasuk cinta yang lambat nempelnya dan cepat
pula ilang. Sedangkan cinta yang di dasari oleh semua jenis kebaikan tersebutmaka
nempel dan ilangnya lambat.
Adapun menurut ibnu maskawaih guru bukan hanya sekedar formal karena jabatan.
Tetapi seorang guru harus bisa memiliki berbagai persyaratan diantaranya yaitu bisa
dipercaya, pandai, dicintai, biodatahidupnya jelas tidak tercemar di dalam masyarakat
maupun negara. Disamping itu seorang guru hendaknya menjadi cerminan atau panutan
dan bahkan harus lebih mulia budi luhurnya dari orang yang dididiknya.8
8 Sirajuddin Zar, Filsafat Islam. Filosof dan Filsafatnya, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2012) hal. 129-134.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 19
Dilihat dari karya Ibnu Miskawaih belum di temukannya buku yang berjudul
pendidikan secara langsung. Hanya ada beberapa buku yang tulisanya mengacu kepada
pendidikan dan kejiwaan, akal serta etika. Diantara sebayak buku yang diterbitkan ada
satu buku yang dinilai memiliki arti tantang konsep pendidikan yaitu kitab Tahzib al-
Akhlak wa Tathhir al-A'raqtelah banyak diterjemahkan berbagai bahasa dan menjadi
rujukan berbagai para ulama dalam dunia pendidikan.
Ibnu Miskawaih mengungkapkan bahwa Konsep pendidikan tersebut merujuk kepada
tiga bagian yaitu merujuk pada kondisi psikologis, kognitif dan kesiapan peserta didik
yang dijabarkan kedalam tiga tingkatan yaitu bayani untuk kemampuan tingkat awal,
burhani untuk kemampuan tingkat menengah dan 'irfani untuk kemampuan tingkat
tinggi bisa dilihat dari kematangan cara berintelektual. Oleh karena itu dari berbagai
segi materi dan tujuanya maka dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu empirik bagi
pemula, logik bagi menengah dan etik bagi tinggi.
Penerapan sistem koedukasi dalam dunia pendidikan Islam menurut Al-Qabisy bahwa
kurang baik antara anak laki-laki dan perempuan bersatu didalam suatu kelas, karena
bisa dikhawatirkan akan rusak moralnya, maka dikotomi tempat pendidikan wajib
dilakukan agar terjaga keselamatan anakanak dari penyimpangan norma-norma agama.
Rasyid Ridha menolak terdapat adanya manfaat dari pemebelajaran koedukasi dan ia
juga beranggapan bahwa koedukasi tidak hanya banyak kekurangan, tetapi juga bisa
mendatangkan malabahaya terutamanya kepada kaum wanita.
Al-Qabisy mengurai kurikulum pendidikan Islam kedalam dua bagian yaitu ilmu
asasi/wajib (ijbari) dan ilmu yang bukan asasi/tidak wajib (ikhtiyariy). Aspek pertama
menguraikan berbagai materi Al-Qur'an dan Hadits yang akan diajarkan dan diterapkan
secara asasi kepada ruang lingkup lembaga pendidikan tersebut. Sementara itu aspek
kedua yakni aspek mu'amalah, diserahkan kepada komponen pelaksana dan penanggung
jawab pendidikan yang dapat dikondisionalkan.
Ibnu Miskawaih dalam pemikirannya tentang etika, ia memulainya dengan menyelami
jiwa manusia. Ia memandang bahwa ilmu jiwa memiliki keutamaan sendiri
dibandingkan dengan ilmu-ilmu jiwa lainnya. Etika menurut Ibnu Miskawaih adalah
keadaan jiwa yang melakukan perbuatan tanpa pikiran dan perenungan. Adapun sikap
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 20
mental terbagi dua dimensi yaitu satu berasal dari watak dan yang satu berasal dari
kebiasaan secara terusmenerus. Ajaran etika Miskawaih berpangkal pada teori jalan
tengah yang intinya menyebutkan bahwa keutamaan akhlak secara epistemologi dapat
diartikan sebagai posisi tengah antara kelebihan dari dalam diri manuisa maupun
kekurangan dari dalam jiwa manusia. Dengan demikian menurut Ibnu Miskawaih
akhlak merupakan perikeadaan jiwa yang menganjurkan sesorang untuk melakukan
perbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya agar dapat dijadikan sebagai
fitrah manusia maupun hasil dari latihan-latihan yang dilakukan secara terus-menerus
hingga menjadi sifat dalam diri yang melahirkan akhlak mahmudah.
Kesimpulan
IbnuMaskawaih mengungkapkan ada saatnya manusia mengalami perubahan hati
sehingga membutuhkan aturan-aturan syariat, nasihat dan ajaran adat istiadat terkait
sopan santun. Bahkan ia melihat betapa pentingnya proses pendidikan akhlaq kepada
anak. Menurut pendapatnya jiwa seorang anak itu seperti putaran mata rantai mulai dari
jiwa kebinatangan maupun jiwa manusia yang berakal sehat.Sementara itu nilai-nilai
budi luhur yang baik maka akan menumbuhkan keutamaan yang sangat diperlukan
seperti aspek jasmani maupun rohani. Beliau mewajibkan bagaimana tata pergaulan
anak-anak terhadap sesamanya dan perlu adanya proses penanaman yang intensif dan
secara rutin agar terciptanya sifat kejujuran, qonaah, pemurah, suka mengalah,
mengutamakan kepentingan orang lain, taat, menghormati kedua orang tua, serta selalu
berpikir secara positif dan berusaha konsisten dalam hal kebaikan.
Ibnu Maskawaih telah menguraikan sifat manusia kedalam tiga tingkatan yaitu sifat
kebinatangan, sifat binatang buas dan sifat yang cerdas. Hal ini beliau jelaskan
menggunakan ungkapan bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk bebuat baik
begitu pula manusia yang memiliki potensi untuk berbuat buruk. Ibnu Maskawaih
melihat segitu pentingnya arti pendidikan dan lingkungan bagi seorang manusia dalam
koneksinya dengan pembinaan akhlak. Oleh sebab itu manusia memakai akal sehatnya
untuk memilih dan membedakan mana prilaku yang seharusnya dilakukan dan mana
prilaku yang harus ditinggalkan.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 21
Pemikiran Ibnu Maskawaih dalam pendidikan bertumpu pada konsep tentang manusia
dan pendidikan akhlak. Ibnu Maskawaih memandang manusia sebagai makhluk yang
memiliki tiga daya,dari tigamacam daya tersebutyaitu terdiri dua terdapat pada unsur
materi dan yang satu lagi terdapat pada ruh Tuhan.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 22
Daftar Pustaka
Hasyimiyah , Nasution. Filsafat Islam.Jakarta: Gajah Mada Press, 1999.
M.M, Syarif. Para Filosof Muslim.Bandung: Mizan, 1998.
Sirajuddin , Zar. Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya.Jakarta: PT Raja Grafindo
persada, 2012
Dedi , Supriyadi. Pengantar Filsafat Islam: Konsep, Filusuf dan Ajarannya. Bandung
Pustaka Setia, 2009
Istighfarotul Rohmaniyah. Pendidikan Etika : Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu
Maskawaihdalam Kontribusinya di Bidang Pendidikan. Malang, UIN Malang press
2010.
Jurnal Filsafat Pendidikan Islam November 2024 Smt Ganjil 23/24/TIPS IA F TIK UIN
T u l u n g a g u n g | 23