0% found this document useful (0 votes)
41 views12 pages

Impaksi

This document describes a study on the characteristics of impacted upper third molars in the population of Bandung City, Indonesia. The study analyzed 134 impacted teeth from 102 patients using medical records and panoramic radiographs. The results found that most cases occurred in patients aged 17-25 years old (60.4%), involved female patients (66.34%), were classified as Class B (60.9%), had a distoangular angulation (56.72%), were classified as Class 3 (52.24%), and had one fused root (64.93%). The most common procedure was odontectomy under local anesthesia. The study aims to provide information on characteristics of impacted upper third molars to help clinicians develop better treatment
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
41 views12 pages

Impaksi

This document describes a study on the characteristics of impacted upper third molars in the population of Bandung City, Indonesia. The study analyzed 134 impacted teeth from 102 patients using medical records and panoramic radiographs. The results found that most cases occurred in patients aged 17-25 years old (60.4%), involved female patients (66.34%), were classified as Class B (60.9%), had a distoangular angulation (56.72%), were classified as Class 3 (52.24%), and had one fused root (64.93%). The most common procedure was odontectomy under local anesthesia. The study aims to provide information on characteristics of impacted upper third molars to help clinicians develop better treatment
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 12

57 ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1.

April 2022

CHARACTERISTICS OF UPPER THIRD MOLAR IMPACTION IN BANDUNG CITY POPULATION

Alifya Fahira*, Indra Hadikrishna**, Lucky Riawan**, Yurika Ambar Lita***


* Faculty of Dentistry Padjadjaran University
** Department of Oral Maxillofacial Surgery, Faculty of Dentistry Padjadjaran University
*** Department of Radiology Dentistry, Faculty of Dentistry Padjadjaran University

Correspondence: [email protected]

Keywords: ABSTRACT

Characteristics Impaction
teeth; Upper third molar; Background: The third molars (M3) are the most frequently impacted teeth
Classification; Panoramic because they are the last to erupt, so they often don’t get enough space to
erupt. The characteristics of impacted M3 teeth can be different for each
person. This study aims to provide a description of maxillary M3 impaction
based on age, sex, classification, treatment, and anesthesia in Bandung City
population.
Method: This was a descriptive study using secondary data from medical
records and panoramic radiographs at RSGM UNPAD with a purposive
sampling technique. Determination of the characteristic impaction using a
classification based on Archer, Shiller, Jung and Cho, and Killy and Kay,
analyzed with ImageJ software by interobserver and intraobserver, and tested
using Kappa statistics for reliability.
Result: There were 134 impacted teeth from 102 impacted patients with 67
females (66.34%) and most cases occurred in 17-25 years old (60.4%); Class
B, 82 cases (60.9%); distoangular angulation, 76 cases (56.72%); Class 3, 76
cases (52.24%); and one fused roots, 83 cases (64.93%). The most common
procedure performed was odontectomy (87.25%) with local anesthesia
(63.73%)
Conclusion: Characteristics of upper M3 impaction in terms of position,
angulation, and its relation to age and sex is needed for the diagnosis, so the
management plan by the clinician is better and safer. Panoramic radiography
can still be used to determine classification and diagnosis in preparing a
treatment plan even though it has limitations.

PENDAHULUAN tempat yang cukup untuk erupsi karena tertahan


Impaksi gigi adalah gigi yang gagal erupsi oleh gigi di depannya.3 Gigi M3 rahang atas
sebagian maupun total ke posisi fungsionalnya di menempati prevalensi kedua tertinggi setelah M3
lengkung gigi yang pada umumnya berhubungan rahang bawah dari semua gigi impaksi.
dengan kurangnya tempat untuk erupsi pada arkus Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Singh
gigi, perkembangan gigi pada posisi yang dan Chakrabaty4 di RS Rajareswari India, dari 500
abnormal, obstruksi oleh gigi atau jaringan lainnya, pasien. 33.6% pasien mengalami impaksi gigi
atau pertumbuhan tulang yang terbatas.1,2 Gigi dengan prevalensi impaksi M3 mandibula (56%),
molar ketiga (M3) adalah gigi yang paling sering gigi M3 maksila (38%), gigi kaninus maksila (4.5%),
mengalami impaksi karena gigi tersebut paling dan gigi premolar pertama mandibula (1.5%).
terakhir erupsi, yaitu pada rentang usia 17-21 Impaksi gigi M3 merupakan salah satu
tahun, sehingga seringkali tidak memperoleh masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering
Fahira/ Hadikrishna/ Riawan/ Lita 58

terjadi. Gigi M3 yang mengalami impaksi dapat disinggung karena lebih sedikit berpotensi
menimbulkan masalah di kemudian hari seperti mengalami impaksi berkaitan dengan pertumbuhan
rasa sakit, bengkak, karies gigi, perikoronitis, tuberositas maksila dan mesialisasi yang lebih
resorpsi akar molar kedua, berjejalnya gigi lain atau besar pada gigi maksila sehingga terdapat lebih
bahkan dapat menyebabkan terbentuknya kista, banyak ruang untuk erupsi, dan juga terkait faktor
dan tumor, sehingga diperlukan segera suatu tulang maksila yang spongiosa dibandingkan tulang
tindakan pengambilan impaksi gigi M3, baik untuk mandibula yang kompak sehingga M3 rahang atas
5, 6
tujuan preventif maupun kuratif. lebih mudah erupsi.12, 13
Gambaran impaksi gigi M3 rahang atas Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
dapat berbeda pada setiap orang, ditunjukkan mendapatkan karakteristik impaksi M3 rahang atas
dengan adanya klasifikasi impaksi. Sejumlah berdasarkan jenis kelamin, usia, klasifikasi,
sistem klasifikasi berdasarkan radiografi panoramik tindakan perawatan, dan anestesi pada populasi
telah diusulkan untuk menentukan rencana Kota Bandung.
perawatan, meningkatkan kewaspadaan dokter gigi
saat melakukan odontektomi dengan METODE PENELITIAN
memperhatikan anatomi gigi impaksi dan Jenis penelitian ini adalah penelitian
hubungannya dengan anatomi sekitarnya sehingga deskriptif observasional yang bertujuan untuk
dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya mengetahui karakteristik impaksi M3 rahang atas
komplikasi.7,8 Salah satu penatalaksanaan untuk pada populasi Kota Bandung berdasarkan usia,
gigi impaksi adalah odontektomi. Odontektomi jenis kelamin, klasifikasi, tindakan perawatan, dan
dapat dilakukan menggunakan anestesi lokal atau tindakan anestesinya. Populasi penelitian ini adalah
umum. Pemilihan anestesi dapat dipengaruhi salah rekam medis dan radiografi panoramik pasien
satunya oleh jumlah gigi yang akan dilakukan dengan kasus impaksi gigi M3 rahang atas di
odontektomi dan derajat kesulitan posisi yang Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas
9
dapat dilihat pada radiografi panoramik. Padjadjaran (UNPAD) dari tahun 2018 hingga
Penelitian tentang gigi impaksi telah Januari 2021. Penentuan sampel pada penelitian
banyak dilakukan. Penelitian di Balai Pengobatan ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu
Universitas Sam Ratulangi (BP-UNSRAT) populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan
menunjukkan bahwa dari 305 pasien kasus eksklusi.
10
impaksi, 50.34% terjadi pada gigi M3 rahang atas. Kriteria inklusi meliputi rekam medis
11
Penelitian di Universitas Kosovo menemukan lengkap, dilakukan pemeriksaan radiografi
bahwa dari semua kasus gigi impaksi M3 rahang panoramik, dilakukan tindakan bedah, gambaran
atas dan rahang bawah ditemukan terdapat radiografi menunjukkan akar yang hampir atau
resorpsi akar M2 (23.7%), kehilangan tulang sudah terbentuk sempurna. Gambaran radiografi
periodontal M2 (5.5%), karies pada M3 atau M2 panoramik yang terpotong atau buram dimasukkan
(2.5%), dan peningkatan celah perikoroner (1.2%). dalam kriteria eksklusi. Didapatkan sampel
Namun, sejauh ini masih sedikit penelitian yang sebanyak 134 kasus gigi impaksi M3 rahang atas
berfokus pada impaksi gigi molar tiga rahang atas dari 102 radiografi panoramik dan rekam medis
di Indonesia, terutama terkait hubungannya dengan pasien yang sesuai kriteria.
sinus maksilaris. Gigi M3 rahang atas lebih jarang

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022


59 CHARACTERISTICS OF UPPER THIRD MOLAR IMPACTION IN BANDUNG CITY POPULATION

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Tindakan perawatan dapat berupa tindakan
Maret-Mei 2021 di RSGM UNPAD dengan pencabutan konvensional atau ekstraksi, dan
mengambil data dari Instalasi Bedah Minor, Bedah odontektomi sedangkan tindakan anestesi meliputi
Sentral, Rekam Medis, dan Radiologi. Alat ukur tindakan anestesi umum dan anestesi lokal. Tiga
yang digunakan pada penelitian ini adalah empat puluh sampel yang sama dianalisis secara
sistem klasifikasi impaksi M3 rahang pada pengamatan intraobserver dan interobserver
radiografi panoramik atas yaitu (1) Klasifikasi bersama dokter gigi departemen bedah mulut, dan
14 15
Archer ; (2) Klasifikasi Shiller ; (3) Klasifikasi Jung radiologi kedokteran gigi. Uji reliabilitas pada hasil
16 17
dan Cho ; (4) Klasifikasi Killy dan Kay ; dianalisis perhitungan dilakukan menggunakan metode
menggunakan software ImageJ 1.53a yang dibuat Kappa melalui software Statistical Package for
oleh Institut Kesehatan Nasional Wayne Rasband, Social Sciences (SPSS) versi 23.0 untuk Windows.
Amerika Serikat. Data dideskripsikan dalam bentuk tabel
Klasifikasi usia yang digunakan adalah usia dan grafik berdasarkan frekuensi dan persentase.
kronologis berdasarkan Depkes RI tahun 2009 Penelitian dilakukan atas izin dari Komisi Etik
yang terdiri dari kelompok usia 17-25 tahun (remaja Penelitian UNPAD dengan nomor surat
akhir), usia 26-35 tahun (dewasa awal), usia 36-45 206/UN.6KEP/EC/2021 pada tanggal 19 Maret
tahun (dewasa akhir), usia 46-55 tahun tahun 2021.
(lansia awal), dan 56-65 tahun (lansia akhir).

Tabel 1. Klasifikasi impaksi M3 rahang atas


No Klasifikasi Kriteria Gambar
1 Klasifikasi Archer14,
berdasarkan tingkat (1) Kelas A, titik tertinggi
kedalaman gigi impaksi gigi M3 impaksi berada
M3 rahang atas pada level yang sama
terhadap M2 rahang dengan bidang oklusal
atas. gigi molar kedua (M2).

(2) Kelas B, di mana titik


tertinggi gigi M3 impaksi
berada di antara bidang
oklusal dan garis
servikal gigi M2.

(3) Kelas C, titik tertinggi


gigi M3 impaksi berada
di apikal garis servikal
gigi M2.

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022


Fahira/ Hadikrishna/ Riawan/ Lita 60

2 Klasifikasi Shiller15,
berdasarkan angulasi
yang dibentuk oleh
(1) Vertikal, dengan sudut
hasil sudut antara
0-10o
pertemuan garis
oklusal M3 rahang atas
dengan M2 rahang
atas. Perhitungan
sudut dilakukan
menggunakan angle
tool pada software (2) Mesioangular, dengan
ImageJ. sudut 11-70o

(3) Distoangular, dengan


sudut -(11-70o)

(4) Horizontal, dengan


sudut >70o

3 Klasifikasi Jung dan


Cho16, berdasarkan
hubungan gigi M3 (1) Kelas 1, dimana lantai
rahang atas dengan sinus berada di atas
sinus maksilaris. akar.
Analisis dapat
dilakukan
menggunakan opsi
invert pada software
ImageJ, menghasilkan (2) Kelas 2, dimana lantai
piksel yang mulanya sinus menyentuh ujung
berwarna putih akar.
berubah menjadi
warna hitam, dan
sebaliknya sehingga
batas lantai sinus
dapat terlihat lebih (3) Kelas 3, dimana lantai
jelas. sinus superimposed
pada sepertiga akar.

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022


61 CHARACTERISTICS OF UPPER THIRD MOLAR IMPACTION IN BANDUNG CITY POPULATION

(4) Kelas 4, dimana lantai


sinus superimposed
pada dua pertiga akar.

(5) Kelas 5, dimana lantai


sinus superimposed
sampai ke servikal gigi.

4 Klasifikasi Killy dan


Kay17, berdasarkan
jumlah akar.
(1) Akar Jamak

(2) Satu Akar Fusi

HASIL PENELITIAN Tabel 3. Distribusi frekuensi impaksi M3 rahang atas

Penelitian ini dilakukan dengan mengklasifikasikan berdasarkan letak sisi rahang

impaksi gigi M3 rahang atas berdasarkan usia, jenis Unilateral Bilateral Total
n 70 32 102
kelamin, klasifikasi, tindakan perawatan, dan
% 31.37 68.63 100
tindakan anestesi. Total jumlah sampel pada
penelitian ini sebanyak 134 gigi impaksi M3 rahang Tabel 2 dan 3 menunjukkan persentase
atas dari 102 pasien dengan kasus gigi impaksi M3 jumlah sampel berdasarkan giginya, dan letak sisi
rahang atas. rahang. Berdasarkan Tabel 2, gigi yang paling
banyak ditemukan dengan kasus impaksi adalah
Tabel 2. Distribusi frekuensi impaksi M3 rahang atas
gigi 28 (52.98%) (p = 0.489). Berdasarkan Tabel 3,
berdasarkan giginya
terdapat sebanyak 70 kasus impaksi unilateral
Gigi 18 Gigi 28 Total
(68.63%), dan sisanya bilateral.
n 63 71 134
% 47.0 52.98 100

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022


Fahira/ Hadikrishna/ Riawan/ Lita 62

N %
Perempuan Laki-laki
Mesioangular 7 5.22
Distoangular 76 56.72
Vertikal 50 37.31
33,66% Horizontal 1 0.75
Total 134 100
66,34%
Tabel 4 dan 5 menunjukkan presentase
jumlah sampel berdasarkan Klasifikasi Archer, dan

Grafik 1. Distribusi frekuensi impaksi M3 rahang atas Klasifikasi Shiller. Berdasarkan tingkat
berdasarkan jenis kelamin kedalamannya pada Tabel 4, posisi kelas yang
paling sering terjadi adalah kelas B (60.9%) lebih
dari setengah jumlah sampel, diikuti oleh kelas A
17-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun
(31,58%), dan kelas C (7,52%). Jenis angulasi yang
46-55 tahun 56-65 tahun
paling umum berdasarkan Tabel 5 adalah
1,98%
9,9% distoangular (56,72%), diikuti oleh vertikal
0,99%
(37,31%), mesioangular (5,22%), dan horizontal
(0,75%).
26,73%
60,4%

Tabel 6. Distribusi frekuensi impaksi M3 rahang atas


berdasarkan Klasifikasi Jung dan Cho
n %
Grafik 2. Distribusi frekuensi impaksi M3 rahang atas Kelas 1 24 17.9
berdasarkan usia Kelas 2 24 17.9
Kelas 3 70 52.24
Kelas 4 12 8.96
Grafik 1 dan 2 menunjukkan presentase
Kelas 5 4 3
jumlah sampel berdasarkan usia, dan jenis kelamin. Total 134 100
Berdasarkan Grafik 1, mayoritas sampel (66.34%)
adalah perempuan, dan sisanya laki-laki. Penelitian Tabel 7. Distribusi frekuensi impaksi M3 rahang atas
ini membagi menjadi lima kelompok umur (Grafik 2) berdasarkan Klasifikasi Killy dan Kay

dengan rata-rata usia sampel penelitian 22.1 tahun Satu Akar Akar
Total
Fusi Jamak
dan kelompok usia terbanyak pada kelompok usia
n 87 47 134
17-25 tahun (60.4%). % 64.93 35.07 100

Tabel 4. Distribusi frekuensi impaksi M3 rahang atas Tabel 6 dan 7 menunjukkan presentase
berdasarkan Klasifikasi Archer jumlah sampel berdasarkan Klasifikasi Jung dan
Kelas A Kelas B Kelas C Total Cho serta Klasifikasi Killy dan Kay. Berdasarkan
n 43 82 9 134 Klasifikasi Jung dan Cho pada Tabel 6, gigi M3
% 31.58 60.9 7.52 100 rahang atas yang termasuk dalam kelas 3 mewakili
lebih dari setengah jumlah sampel sebanyak 76
Tabel 5. Distribusi frekuensi impaksi M3 rahang atas kasus (52.24%), diikuti oleh kelas 1 dan kelas 2
berdasarkan Klasifikasi Shiller (17.9%), kelas 4 (8.96%), dan kelas 5 (3%). Jumlah

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022


63 CHARACTERISTICS OF UPPER THIRD MOLAR IMPACTION IN BANDUNG CITY POPULATION

akar gigi M3 rahang atas yang termasuk satu akar reliabilitas intraobserver Klasifikasi Jung dan Cho,
fusi menempati frekuensi tertinggi sebanyak 83 bermakna tingkat reliabilitas yang sangat baik
kasus (64.93%), dan sisanya akar jamak. karena nilai Kappa berada di rentang 0.81-1,
sedangkan untuk hasil uji reliabilitas interobserver
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Impaksi M3 Rahang Atas Klasifikasi Jung dan Cho bermakna tingkat
Berdasarkan Tindakan Perawatan reliabilitas yang baik karena nilai Kappa berada di
Odontektomi Ekstraksi Total rentang 0.61-0.8.
n 89 13 102
% 87.25 1275 100
DISKUSI

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Impaksi M3 Rahang Atas Penilaian M3 rahang atas dalam hal posisi,
Berdasarkan Tindakan Anestesi jumlah akar, jenis kelamin, dan usia merupakan
Umum Lokal Total faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
n 37 65 102 menentukan rencana perawatan untuk tatalaksana
% 36.27 63.73 100
pasien yang tepat dan aman. Kepulauan Indonesia
terbentang dari Sumatra hingga Papua. Nenek
Tabel 8 dan 9 menunjukkan presentase
moyang Indonesia yang pertama sebagian besar
jumlah sampel berdasarkan tindakan perawatan,
adalah Asia Timur dan yang terakhir adalah
dan anestesi. Berdasarkan tindakan perawatan
Australasia. Sampel penelitian ini diambil dari
pada Tabel 8, odontektomi adalah tindakan yang
rumah sakit di Jawa Barat yang sebagian besar
paling banyak dilakukan sebanyak 89 kasus
dihuni oleh populasi keturunan Asia Timur sehingga
(87.25%) dan sisanya adalah tindakan ektraksi.
memungkinkan semua kelompok sub-leluhur dalam
Tindakan anestesi yang paling banyak ditemukan
cluster Asia Timur terwakili dalam penelitian ini.18
dalam penelitian ini adalah tindakan anestesi lokal
Hasil penelitian pada Tabel 2 menunjukkan
sebanyak 65 kasus (63.73%).
kasus impaksi M3 rahang atas paling banyak terjadi
pada sisi kanan rahang (52.98%) dengan hasil p
Tabel 10. Hasil uji reliabilitas perhitungan dengan
metode Kappa
value 0.478 (p value>0,05) sehingga tidak terdapat

Pengukuran Nilai Kappa Nilai Kappa perbedaan yang signifikan antara keduanya. Hal ini
Interobserver Intraobserver selaras dengan hasil penelitian sebelumnya19 yang
Klasifikasi 1 1 menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang
Archer
signifikan antara kedua rahang (p value = 0.259).
Klasifikasi 1 1
Shiller Impaksi M3 rahang atas unilateral (68.63%) (Tabel
Klasifikasi 0.79 0.951 3) merupakan kasus yang paling banyak
Jung dan ditemukan. Namun, penelitian sebelumnya20
Cho
Klasifikasi 0.855 1 menemukan 70% kasus impaksi bilateral pada
Killy dan rahang atas. Frekuensi impaksi unilateral serta
Kay perbedaan impaksi antara kedua sisi dapat
disebabkan oleh ketidakseimbangan aposisi
Tabel 10 menunjukkan hasil uji reliabilitas
periosteal yang tidak mencukupi pada garis
dengan metode Kappa untuk setiap variabel. Hasil
posterior tuberositas rahang atas antara kedua sisi
uji reliabilitas intraobserver dan interobserver
yang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, ras, dan
Klasifikasi Archer, Shiller, Killy dan Kay, serta uji

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022


Fahira/ Hadikrishna/ Riawan/ Lita 64

faktor kebiasaan buruk, seperti kebiasaan disebabkan prevalensi karies pada gigi impaksi M3
mengunyah satu sisi sehingga memengaruhi meningkat seiring bertambahnya usia.
perkembangan sisi rahang. Kedalaman impaksi yang relevan dengan
Impaksi M3 rahang atas lebih banyak gigi sebelahnya dapat digunakan sebagai salah
ditemukan pada kelompok perempuan sebanyak satu prediktor utama dalam mengantisipasi
65.69% (Grafik 1). Hasil penelitian ini selaras kesulitan intervensi bedah. Hasil penelitian pada
dengan penelitian sebelumnya21,22 yang Tabel 4 menunjukkan bahwa impaksi kelas B paling
menemukan kasus impaksi paling banyak terjadi banyak ditemukan (60.9%). Hal ini diduga terjadi
pada perempuan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh karena faktor terlambatnya perkembangan dan
jumlah populasi perempuan yang lebih besar dari maturasi gigi serta kurangnya ruang lengkung
laki-laki dan adanya perbedaan pola pertumbuhan. rahang atas yang menyebabkan gigi tumbuh dalam
Pertumbuhan perempuan akan terhenti ketika M3 posisi kelas B. Hasil penelitian ini selaras dengan
mulai tumbuh sedangkan pada laki-laki sebaliknya penelitian sebelumnya19,22 yang menyatakan
yang menciptakan lebih banyak ruang untuk erupsi impaksi kelas B adalah impaksi yang paling banyak
pada M3 rahang atas. ditemukan pada rahang atas. Namun, hal ini tidak
Mayoritas kasus impaksi M3 rahang atas selaras dengan penelitian pada pada populasi
terjadi pada kelompok usia remaja akhir 17-25 Iran21 yang menemukan bahwa impaksi kelas A,
tahun, sebanyak 59.81% (Grafik 2). Hal ini sejalan dan pada populasi India26 yang menemukan bahwa
dengan penelitian sebelumnya23 yang menyatakan impaksi kelas C paling banyak ditemukan.
bahwa kelompok umur 20-30 tahun memiliki Perbedaan tingkat kedalaman impaksi ini dapat
prevalensi impaksi tertinggi. Prevalensi impaksi disebabkan oleh perbedaan ras, kriteria pemilihan
yang lebih tinggi pada kelompok usia remaja akhir pasien, dan populasi penelitian.
dapat disebabkan oleh gigi M3 rahang atas erupsi Angulasi gigi M3 juga merupakan faktor lain
dan muncul pada lengkung gigi saat usia 17-21 yang perlu dipertimbangkan saat memprediksi
tahun yang pada umumnya menimbulkan gejala derajat kesulitan intervensi bedah. Berdasarkan
nyeri sehingga perlu segera dilakukan hasil penelitian ini (Tabel 5), angulasi yang paling
pengambilan. Penurunan kejadian impaksi seiring banyak ditemukan adalah distoangular (56.72%).
bertambahnya usia dapat disebabkan oleh Hal ini diduga disebabkan oleh tulang rahang atas
peningkatan jumlah gigi yang hilang, peningkatan lebih spongiosa yang menyebabkan gigi berpotensi
kejadian karies pada gigi impaksi, serta untuk erupsi lebih banyak dalam angulasi
pengambilan gigi impaksi yang sudah dilakukan distoangular. M3 rahang atas menunjukkan
sebelumnya. berbagai derajat angulasi distal selama tahap awal
Hal di atas didukung oleh penelitian perkembangan dan pelurusan posisi yang tidak
23,24
sebelumnya yang menemukan prevalensi sempurna dari distoangular ke vertikal adalah
impaksi lebih tinggi pada kelompok usia muda penyebab umum impaksi distoangular.27
disebabkan oleh peningkatan jumlah gigi M3 yang Hasil penelitian ini selaras dengan
28,29
hilang pada kelompok usia di atas 30 tahun. penelitian sebelumnya yang menemukan
Penelitian pada populasi Korea Selatan25 juga bahwa impaksi distoangular sebagai angulasi yang
melaporkan bahwa pasien dengan usia di atas 30 paling banyak ditemukan. Namun, beberapa studi
tahun terbukti mencabut gigi M3 karena karies sebelumnya juga menunjukkan hasil yang

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022


65 CHARACTERISTICS OF UPPER THIRD MOLAR IMPACTION IN BANDUNG CITY POPULATION

berbeda16,21,23,30 dimana angulasi yang paling ditemukan menyatu membentuk akar tunggal yang
umum ditemukan adalah adalah vertikal. Hal ini fusi dan meruncing.3
dapat disebabkan oleh fakta bahwa metode Tindakan yang paling banyak dilakukan
klasifikasi angulasi yang digunakan berbeda antara pada penelitian ini (Tabel 8) adalah odontektomi
16,21,28-30
penulis. Beberapa penelitian sebelumnya (87.13%) diikuti oleh ekstraksi (12.87%).
menentukan angulasi M3 berdasarkan Klasifikasi Perbedaan tindakan tersebut didasari oleh
Winter. penilaian pra-operasi dari posisi gigi yang akan
Penting untuk mengetahui hubungan dilakukan tindakan. Odontektomi dapat dilakukan
anatomis antara sinus maksilaris dan M3 dalam apabila gigi tersebut sulit dijangkau dengan
perencanaan perawatan pra operasi. Probabilitas membentuk sayatan ke jaringan untuk
dari perforasi sinus maksilaris meningkat pada mendapatkan akses ke gigi yang akan dicabut. Hal
Kelas 3, Kelas 4 dan 5. Hasil penelitian ini ini sejalan dengan hasil penelitian ini yang
menunjukkan bahwa hubungan dengan sinus menemukan kasus impaksi paling banyak adalah
maksilaris paling banyak terjadi pada Kelas 3 Kelas sehingga gigi lebih sulit dijangkau dan
(56.72%). Hal ini selaras dengan hasil penelitian odontektomi menjadi mayoritas tindakan yang
sebelumnya31 yang menunjukkan bahwa Kelas 3 dilakukan.
(32,9%) adalah kelas yang paling banyak Pengendalian nyeri merupakan bagian
ditemukan. Penelitian pada populasi Arab Saudi penting dari pencabutan gigi. Berdasarkan hasil
Barat23 juga menemukan bahwa Sinus penelitian ini (Tabel 9), tindakan anestesi yang
Approximation merupakan kasus yang paling paling banyak dilakukan adalah anestesi lokal
banyak ditemukan (71.2%). Sinus maksilaris mulai (63.73%). Hal ini selaras dengan penelitian
terbentuk dari tahap intrauterin kemudian sebelumnya34 yang menyatakan bahwa 74.7%
pertumbuhannya berlanjut dan mencapai ukuran pasien impaksi M3 terdaftar untuk anestesi lokal.
maksimal pada usia 18 tahun. Rata-rata apeks gigi Derajat kesulitan operasi, jumlah gigi yang dicabut,
posterior rahang atas terhadap batas dasar sinus tingkat kecemasan, preferensi pasien, dan riwayat
maksilaris akan bertambah seiring dengan kesehatan merupakan prediktor penting dalam
32
bertambahnya usia. Hal ini juga sejalan dengan pemilihan anestesi. Odontektomi dengan anestesi
hasil penelitian ini yang menemukan bahwa umum dapat dilakukan pada kasus impaksi yang
impaksi paling banyak ditemukan pada kelompok sulit, jumlah gigi multiple, pasien dengan tingkat
usia remaja akhir 17-25 tahun dengan hubungan kecemasan tinggi, dan tidak kooperatif. Hal ini
sinus maksilaris Kelas 3. sejalan dengan hasil penelitian ini yang
Penentuan jumlah akar penting karena menyatakan bahwa kasus impaksi yang paling
faktor ini berhubungan dengan manajemen banyak ditemukan adalah impaksi unilateral
pembedahan. Berdasarkan hasil penelitian ini (68.63%) yang dapat menjadi gambaran mayoritas
(Tabel 7), didapatkan jumlah akar yang paling tindakan anestesi lokal. Posisi impaksi Kelas B,
banyak ditemukan adalah satu akar fusi (61.94%). Kelas 3, dan angulasi distoangular yang paling
Hal ini juga selaras dengan penelitian banyak ditemukan dalam penelitian ini juga dapat
sebelumnya33 yang menyatakan bahwa mayoritas menjadi indikator derajat kesulitan tindakan dalam
pasien impaksi M3 rahang atas dengan satu akar pemilihan anestesi.
fusi (52%). Anatomi akar M3 rahang atas seringkali

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022


Fahira/ Hadikrishna/ Riawan/ Lita 66

Klasifikasi yang digunakan untuk melihat di Kota Bandung sehingga populasinya dapat
hubungan antara M3 dengan sinus maksilaris terwakili lebih akurat. Penelitian ini juga hanya
merupakan klasifikasi lebih detail sehingga menggunakan data sekunder, oleh sebab itu
didapatkan gambaran yang lebih meluas dari disarankan untuk melakukan penelitian dengan
hubungan antara keduanya. Berdasarkan Tabel 10, consecutive sampling sehingga penelitian dapat
mayoritas pengukuran klasifikasi memiliki tingkat didukung oleh hasil pemeriksaan subjektif dan
reliabilitas yang sangat baik. Dari penelitian ini klinis.
dapat disimpulkan bahwa radiografi panoramik
masih dapat digunakan untuk menentukan KESIMPULAN
klasifikasi dalam menyusun rencana perawatan, Kasus gigi impaksi M3 rahang atas di
walaupun pada penelitian ini terdapat perbedaan RSGM Unpad pada tahun 2018 hingga Januari
hasil antar pengamat pada Klasifikasi Jung dan Cho 2021 paling banyak terjadi pada perempuan dan
serta Klasifikasi Killy dan Kay, namun hasil kelompok usia 17-25 tahun dengan klasifikasi
perhitungan tidak menunjukkan perbedaan yang angulasi distoangular, Kelas B, Kelas 3, dan jumlah
berarti secara statistik. Radiografi panoramik pada akar satu. Mayoritas tindakan dilakukan dengan
kasus impaksi banyak digunakan sebagai teknik odontektomi dan anestesi lokal. Terdapat
pencitraan pilihan pertama karena dapat melihat perbedaan nilai Kappa pada Klasifikasi Jung dan
posisi impaksi M3 dan anatomi sekitarnya secara Cho yang disebabkan oleh keterbatasan pencitraan
keseluruhan, menggunakan dosis radiasi yang dua dimensi.
lebih rendah, serta biaya perawatan yang lebih Berdasarkan hasil tersebut, dapat
murah. disimpulkan bahwa penilaian M3 rahang atas
Perbedaan hasil analisis dapat terjadi dalam hal posisinya, angulasi, jumlah akar, dan
karena adanya beberapa keterbatasan, seperti kaitannya dengan usia serta jenis kelamin
radiografi panoramik sering menghasilkan diperlukan untuk menegakkan diagnosis dengan
gambaran superimposed antara sinus dengan baik sehingga rencana perawatan dan tatalaksana
tulang alveolar, tuberositas maksilaris, dan arkus yang dilakukan oleh klinisi menjadi lebih tepat dan
zigomatikus. Oleh sebab itu diperlukan studi lebih aman. Radiografi panoramik masih dapat
lanjut menggunakan citra tiga dimensi sehingga digunakan untuk menentukan klasifikasi dan
dapat dilakukan analisis segmentasi anatomi satu diagnosis dalam menyusun rencana perawatan
dengan lainnya secara jelas. Metode invert pada walaupun memiliki keterbatasan.
software ImageJ juga tidak terlalu membantu ketika
gambaran superimposed memiliki densitas yang DAFTAR PUSTAKA
hampir sama. Penulis menyarankan agar penelitian
selanjutnya dilakukan preprocessing dengan 1. Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial
surgery. 3rd ed. Jaypee Brothers Medical
mengubah kontras dan brightness atau mengubah
Pub; 2012. 126 p.
jenis gambar menjadi grayscale 8-bit dan citra 2. Balaji SM, Balaji PP. Textbook of oral and
maxillofacial surgery. 3rd ed. New Delhi:
biner.
Elsevier; 2018. 880 p.
Penelitian ini hanya menggunakan sampel 3. Scheid RC, Weiss G. Woelfel’s dental
anatomy. 8th ed. Philadelphia: Lippincott
berbasis satu rumah sakit, oleh sebab itu diperlukan
Williams &. Wilkins; 2017. 167p.
penelitian selanjutnya dengan berbagai rumah sakit 4. Singh M, Chakrabarty A. Prevalence of
impacted teeth: Study of 500 patients. Int J

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022


67 CHARACTERISTICS OF UPPER THIRD MOLAR IMPACTION IN BANDUNG CITY POPULATION

Sci Res. 2016;5(1):1577–80. Maxillofac Surg. 2019;10(1):59–67.


5. Nazir A, Akhtar MU, Ali S. Assessment of 18. Sarilita E, Rynn C, Mossey PA, Black S,
different patterns of impacted mandibular Oscandar F. Nose profile morphology and
third molars and their associated accuracy study of nose profile estimation
pathologies. J Adv Med Dent Sci Res. method in Scottish subadult and Indonesian
2014;2(2):14–22. adult populations. Int J Legal Med.
6. Miloro M, GE G, Larsen P, Peter W. 2018;132(3):923–31.
Peterson’s principles of oral and 19. Hassan A. Pattern of third molar impaction
maxillofacial surgery. 3rd ed. Plastic and in a Saudi population. Clin Cosmet Investig
Reconstructive Surgery. PMPH USA; 2012. Dent. 2010;2:109–13.
139 p.
20. Hatem M. Pattern of third molar impaction in
7. Spiotto MT, Juodzbalys G, Daugela P.
Libyan population : A retrospective
Mandibular third molar impaction: Review of
radiographic study. Saudi J Dent Res.
literature and a proposal of a classification.
2016;7(1):7–12.
J Oral Maxillofac Res. 2013;4(2):1–12.
21. Hashemipour MA, Tahmasbi-Arashlow M,
8. Chhabra S, Chhabra N, Dhillon G. Inverted
Fahimi-Hanzaei F. Incidence of impacted
and impacted maxillary third molar: Removal
mandibular and maxillary third molars: A
by lateral transposition method. Int J Exp
radiographic study in a Southeast Iran
Dent Sci. 2012;1(1):26–9.
Population. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.
9. Moore U. Principles of Oral and Maxillofacial
Surgery. 6th ed. Wiley-Blackwell; 2011. 136 2013;18(1):1–6.
p. 22. Kaomongkolgit R, Tantanapornkul W.
10. Umboh JM., Winata L, Riwudjeru DJ. Pattern of impacted third molars in Thai
Gambaran gigi impaksi pasien yang population: Retrospective radiographic
berkunjung di BP-RSGM Universitas Sam survey. J Int Dent Med Res. 2017;10(1):30–
Ratulangi pada tahun 2011. e-GIGI. 5.
2013;1(2):1–6. 23. El-Khateeb SM, Arnout EA, Hifnawy T.
11. Sejfija Z, Koҁani F, Macan D. Prevalence of Radiographic assessment of impacted teeth
pathologies associated with impacted third and associated pathosis prevalence:
molars in Kosovo population: An Pattern of occurrence at different ages in
orthopantomographic study. Acta Stomatol Saudi Male in Western Saudi Arabia. Saudi
Croat. 2019;53(1):72–81. Med J. 2015;36(8):973–9.
12. Pourmand PP, Sigron GR, Mache B, 24. Al-Dajani M, Abouonq AO, Almohammadi
Stadlinger B, Locher MC. The most common TA, Alruwaili MK, Alswilem RO, Alzoubi IA.
complications after wisdom-tooth removal. A cohort study of the patterns of third molar
Swiss Dent J. 2014;124(10):1042–6. impaction in panoramic tadiographs in Saudi
13. Cassetta M, Sofan AAA, Altieri F, Barbato E. population. Open Dent J. 2017;11(1):648–
Evaluation of alveolar cortical bone 60.
thickness and density for orthodontic mini- 25. Jung Y, Cho B. Prevalence of missing and
implant placement. J Clin Exp Dent. impacted third molars in adults aged 25
2013;5(5):245–52. years and above. Imaging Sci Dent.
14. Archer WH. Oral and maxillofacial surgery. 2013;43:219–25.
4th ed. Philadelphia: Saunders; 1975. 1859 26. Kumar Pillai A, Thomas S, Paul G, Singh
p. SK, Moghe S. Incidence of impacted third
15. Shiller WR. Positional changes in mesio- molars: A radiographic study in People’s
angular impacted mandibular third molars Hospital, Bhopal, India. J Oral Biol
during a year. J Am Dent Assoc. Craniofacial Res. 2014;4(2):76–81.
1979;99(3):460–4. 27. Shashidhar K, Castelino KC, Kuttappa MN,
16. Jung YH, Cho BH. Assessment of maxillary Nair RA, Soans CR, Nair HS. Third molar
third molars with panoramic radiography and angulation changes in class II div I
cone-beam computed tomography. Imaging malocclusion subjects treated with
Sci Dent. 2015;45(4):233–40. extraction of four premolars: A retrospective
17. Passi D, Singh G, Dutta S, Srivastava D, study. J Int Soc Prev Community Dent.
Chandra L, Mishra S, et al. Study of pattern 2020;10(1):591–6.
and prevalence of mandibular impacted third 28. Arabion H, Gholami M, Dehghan H, Khalife
molar among Delhi-National Capital Region H. Prevalence of impacted teeth among
population with newer proposed young adults: A retrospective radiographic
classification of mandibular impacted third study. J Dent Mater Tech. 2017;6(3):131–7.
molar: A retrospective study. Natl J 29. Topkara A, Sari Z. Investigation of third

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022


Fahira/ Hadikrishna/ Riawan/ Lita 68

molar impaction in Turkish orthodontic tomography. BMC Oral Health.


patients: Prevalence, depth and angular 2018;18(1):1–7.
positions. Eur J Dent. 2013;7(5):94–8. 33. Carvalho RWF De, De Araújo Filho RCA, Do
30. Alfadil L, Almajed E. Prevalence of impacted
Egito Vasconcelos BC. Assessment of
third molars and the reason for extraction in
Saudi Arabia. Saudi Dent J [Internet]. factors associated with surgical difficulty
2020;32(5):262–8. during removal of impacted maxillary third
31. Jung YH, Cho BH. Radiographic evaluation molars. J Oral Maxillofac Surg.
of third molar development in 6- to 24-year- 2013;71(5):839–45.
olds. Imaging Sci Dent. 2014;44(3):185–91. 34. Sammut S, Lopes V, Morrison A, Malden
32. Gu Y, Sun C, Wu D, Zhu Q, Leng D, Zhou NJ. Predicting the choice of anaesthesia for
Y. Evaluation of the relationship between third molar surgery - Guideline or the easy-
maxillary posterior teeth and the maxillary line? Br Dent J. 2013;214(4):1–4.
sinus floor using cone-beam computed

ODONTO Dental Journal. Volume 9. Special Issue 1. April 2022

You might also like