Note JR I
Note JR I
2. Pooling Statistical Results: The statistical results from each study are
integrated using specific statistical methods. This often involves using effect
sizes or odds ratios, which are statistical measures reflecting the strength of
the relationship or difference between treatment and control groups.
Loss of Sample Size: In some cases, not all individuals can be successfully matched,
leading to a reduction in sample size and statistical power.
apa yang dimaksud dengan propensity score matching? kapan kita gunakan ? apakah
kelebihan dan kekurangannya metode ini ?
Propensity Score Matching:
Propensity Score Matching adalah metode statistik yang digunakan dalam
penelitian observasional untuk mengurangi pengaruh variabel bercampur
(confounding) ketika mengestimasi efek sebab-akibat dari suatu perlakuan atau
eksposur. Propensity score adalah probabilitas menerima perlakuan tertentu
berdasarkan serangkaian karakteristik awal yang diamati. Propensity score matching
melibatkan penciptaan kelompok yang dapat dibandingkan dengan memasangkan
individu yang memiliki propensity score yang serupa atau identik, dengan tujuan
untuk menciptakan keseimbangan dalam distribusi covariate di antara kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol.
Kapan Kita Menggunakan Propensity Score Matching:
Propensity score matching digunakan ketika randomisasi, seperti pada uji klinis acak
(randomized controlled trial/RCT), tidak mungkin atau tidak etis dilakukan. Metode
ini sangat berguna dalam penelitian observasional di mana ada risiko adanya
variabel bercampur yang dapat memengaruhi hasil pengamatan. Peneliti
menggunakan propensity score matching untuk menciptakan kelompok
perbandingan yang seimbang dan menyerupai kelompok-kelompok yang akan
ditemui dalam suatu RCT, dengan harapan meningkatkan validitas inferensi sebab-
akibat.
Kelebihan dan Kekurangan Propensity Score Matching:
Kelebihan:
Pengurangan Bias Confounding: Dengan memasangkan individu berdasarkan
propensity score, metode ini berusaha menciptakan kelompok dengan distribusi
covariate yang serupa, mengurangi pengaruh variabel bercampur.
Meniru Randomisasi: Propensity score matching membantu meniru proses
randomisasi dalam RCT, sehingga kelompok perlakuan dan kelompok kontrol lebih
dapat dibandingkan.
Peningkatan Validitas Inferensi Sebab-Akibat: Jika dilakukan dengan benar,
propensity score matching dapat meningkatkan validitas internal penelitian
observasional dengan memberikan kontrol yang lebih ketat terhadap faktor-faktor
bercampur.
Kekurangan:
Asumsi Tidak Bercampurnya (Unconfoundedness): Propensity score matching
mengasumsikan bahwa semua variabel bercampur yang relevan telah dimasukkan
dalam model dan bahwa penentuan perlakuan bersifat independen terhadap hasil
potensial berdasarkan covariate yang diamati. Pelanggaran asumsi ini dapat
menyebabkan bias.
Spesifikasi Model: Keakuratan propensity score matching bergantung pada
spesifikasi yang tepat dari model propensity score. Kesalahan dalam spesifikasi
dapat menyebabkan hasil yang bias.
Kehilangan Ukuran Sampel: Dalam beberapa kasus, tidak semua individu dapat
dipasangkan secara berhasil, yang dapat mengakibatkan pengurangan ukuran sampel
dan daya statistik.
Tidak Dapat Mengatasi Variabel Bercampur yang Tidak Diamati: Propensity score
matching hanya dapat mengontrol variabel-variabel yang diamati. Variabel
bercampur yang tidak diamati tetap menjadi tantangan dalam penelitian
observasional.
Ketergantungan pada Kualitas Data: Keandalan propensity score matching
bergantung pada kualitas dan akurasi data yang dikumpulkan.
Secara keseluruhan, propensity score matching adalah metode yang berguna untuk
meningkatkan inferensi sebab-akibat dalam penelitian observasional, tetapi peneliti
harus memperhatikan asumsi dan keterbatasannya. Perhatian yang cermat terhadap
desain penelitian, spesifikasi model, dan pertimbangan terhadap bias potensial
sangat penting untuk keberhasilan penerapan teknik ini.