100% found this document useful (1 vote)
102 views21 pages

Book Reading Psikosomatis

book reading

Uploaded by

Novi Trianto
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
100% found this document useful (1 vote)
102 views21 pages

Book Reading Psikosomatis

book reading

Uploaded by

Novi Trianto
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 21

BOOK READING

STASE PSIKOSOMATIK

BRAIN WAVE AND MEDITATION

Oleh

Novi Trianto
23/528011/PKU/21773

Departemen Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan

Universitas Gadjah Mada / RSUP dr. Sardjito


Yogyakarta
2024
LEMBAR PENGESAHAN

BOOK READING STASE PSIKOSOMATIK

BRAIN WAVE AND MEDITATION

Dibuat oleh :

Novi Trianto
23/528011/PKU/21773

Dipresentasikan tanggal :
Pembimbing
Dr. dr. Agus Siswanto SpPD-KPsi Paraf : …………
BAB I

PENDAHULUAN

Otak merupakan suatu organ manusia yang tersusun dari miliaran neuron

dengan menggunakan listrik sebagai media penghantar komunikasi antar neuron.

Kombinasi miliaran neuron tersebut mengirimkan sinyal sekaligus menghasilkan

aktivitas listrik di otak. Kombinasi dari kegiatan listrik pada otak sering disebut

dengan pola gelombang otak (Hoque & Mondal, 2015). Banyak manfaat yang

dapat diperoleh dari gelombang otak. Penerapan gelombang otak sering

digunakan untuk mengetahui kondisi pikiran seseorang seperti tingkat konsentrasi,

keadaan rileks, fokus. Dengan gelombang otak dapat juga diketahui keadaan

emosional seseorang seperti marah, cemas, stres. Selain itu, gelombang otak juga

dapat dimanfaatkan sebagai terapi mental dan emosional seseorang. Menurut

(Bowden, McLennan, & Gruzelier, 2014).

Meditasi telah lama diketahui berefek baik terhadap fungsi kognitif

manusia. Banyak penelitian ilmiah telah dilakukan untuk membuktikan hubungan

antara praktek meditasi dengan peningkatan fungsi kognitif manusia. Keterbatasan

yang ditemui di sejumlah penelitian tersebut umumnya berupa definisi meditasi

itu sendiri, metodologi yang dipakai, dan jumlah sampel penelitian. Meditasi

dapat didefinisikan sangat beragam dan dilakukan dengan cara dan prosedur yang

sangat beragam pula. Definisi dari dunia barat menekankan bahwa meditasi

merupakan sebuah teknik yang diatur oleh diri sendiri yang difokuskan pada

mempertahankan perhatian seseorang. Dalam tradisi spiritual, meditasi diartikan

sebagai suatu cara pencapaian perkembangan spiritual, seperti cinta dan


kebahagiaan, dan pada pengurangan emosi-emosi negatif, seperti ketakutan dan

kemarahan. Apabila kedua definisi tersebut disatukan, maka didapatkan

pengertian meditasi sebagai sekelompok teknik yang diatur oleh diri sendiri yang

difokuskan pada mempertahankan perhatian dan kesadaran, dengan tujuan utama

mencapai nilai lebih pada kenyamanan, ketenangan, dan konsentrasi (Marciniak R

et al, 2014).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gelombang Otak Manusia

Organ yang paling kompleks yang berfungsi sebagai pengendali seluruh fungsi

tubuh setiap manusia adalah otak. Menurut Dr. Paul Maclean (1990), beliau memiliki

teori yang disebut “Triune Brain Theory” dimana otak manusia memilik tiga bagian dasar

dalam satu kepala yang terdiri dari : batang otak atau otak reptil, sistem limbik atau otak

mamalia, dan neokorteks.

Gelombang otak adalah aktivitas listrik yang dihasilkan oleh neuron-neuron di

otak. Gelombang ini dapat dideteksi menggunakan alat seperti Electroencephalograph

(EEG). Gelombang otak diklasifikasikan berdasarkan frekuensi yang diukur dalam hertz

(Hz), yang menggambarkan jumlah osilasi per detik. Gelombang otak memainkan peran

penting dalam berbagai fungsi kognitif, emosional, dan fisiologis.

Penelitian mengenai gelombang otak manusia sendiri, baru dilakukan pada tahun

1924 oleh psikolog dan psikiater asal Jerman, Hans Berger. Melanjutkan penelitian-

penelitian sebelumnya yang mengambil obyek hewan, Berger melakukan langkah berani

untuk menetapkan manusia sebagai obyek penelitiannya. Dalam penelitian ini, Berger

mencatat aktivitas listrik di otak manusia melalui sebuah alat yang ditempelkan di dahi

obyeknya. Aktivitas listrik ini sendiri merupakan hasil dari proses interaksi neuron-

neuron di dalam otak manusia yang dapat diukur.

Beberapa area otak yang berperan dalam menghasilkan gelombang otak meliputi:

Korteks serebral: Struktur utama yang mengontrol fungsi kognitif, persepsi, dan

kesadaran.
Thalamus: Menyampaikan informasi sensorik dan motorik antara korteks serebral

dan bagian lain dari otak.

Hippocampus: Terkait dengan memori dan navigasi spasial, sering terlibat dalam

aktivitas gelombang theta.

Sistem limbik: Termasuk amigdala dan hipotalamus, terlibat dalam emosi dan

regulasi hormonal.

Gelombang otak berperan dalam mengatur banyak fungsi tubuh, termasuk

kesadaran, tidur, memori, persepsi sensorik, dan emosi. Frekuensi gelombang otak yang

berbeda mencerminkan keadaan fisiologis dan mental yang berbeda. Contohnya:

Tidur dan pemulihan: Gelombang delta yang lambat dominan selama tidur lelap,

membantu pemulihan fisik dan mental.

Konsentrasi dan aktivitas: Gelombang beta dan gamma yang cepat berkaitan

dengan aktivitas otak yang tinggi selama konsentrasi dan pemecahan masalah.

Relaksasi dan meditasi: Gelombang alpha dan theta berhubungan dengan keadaan

relaksasi dan kedamaian, serta sering ditemukan dalam meditasi.

2.2. Klasifikasi Gelombang Otak

Berdasarkan frekuensinya, gelombang otak dibagi menjadi lima jenis utama:

a. Gelombang Delta (0.5 hingga 4 Hz)

Gelombang otak delta adalah salah satu dari lima jenis utama gelombang otak yang

dikategorikan berdasarkan frekuensi listriknya. Gelombang ini berfrekuensi rendah (0.5-4

Hz) dan sering dikaitkan dengan kondisi tidur dalam, terutama tahap tidur non-REM

(NREM) tahap 3 atau dikenal juga sebagai tidur delta. Gelombang ini dianggap penting

untuk pemulihan tubuh, perbaikan jaringan, dan fungsi imun.


Gelombang otak delta muncul dari aktivitas neuron dalam korteks serebral,

terutama di lobus frontal. Pembentukan gelombang delta terutama dikendalikan oleh area

subkortikal otak, seperti thalamus, yang berperan penting dalam siklus tidur-bangun.

Aktivitas gelombang delta yang tinggi biasanya diamati pada bayi dan anak-anak, serta

orang dewasa selama tidur nyenyak.

Fungsi gelombang delta pada Pemulihan, Pada kondisi tidur dimana gelombang

delta aktif, terjadi proses perbaikan jaringan tubuh, pertumbuhan otot, sintesis protein,

serta pelepasan hormon-hormon seperti hormon pertumbuhan (growth hormone, GH).

Hal ini menjelaskan mengapa tidur yang baik sangat penting untuk pemulihan fisik dan

kognitif.

Selain perbaikan fisik, gelombang delta juga berkaitan dengan perbaikan kognitif,

konsolidasi memori dan pemulihan mental. Pada anak-anak, gelombang delta lebih

dominan karena otak mereka dalam fase perkembangan.

Mekanisme Biomolekuler Gelombang Otak Delta diantaranya memalui ion dan

Transmisi Sinaptik. Aktivitas gelombang delta dikaitkan dengan regulasi transmisi ion

terutama ion Kalsium (Ca²⁺) dan Kalium (K⁺) yang penting dalam menjaga potensi

membran sel neuron. Pada tingkat molekuler, gelombang delta ditandai dengan

hiperpolarisasi membran neuron yang mengurangi eksitabilitas neuron dan memfasilitasi

fase istirahat panjang antara tembakan neuron. Aktivitas gelombang delta juga

dipengaruhi oleh neurotransmiter GABA (Gamma-aminobutyric acid), yang berfungsi

sebagai inhibitor pada sistem saraf pusat. GABA menghambat aktivitas neuron,

menyebabkan penurunan aktivitas listrik yang berkontribusi pada munculnya gelombang

delta. Selain itu, gelombang otak delta dipengaruhi oleh hormon-hormon seperti
melatonin yang menginduksi tidur dan mengatur ritme sirkadian. Pada tahap delta, kadar

hormon stres kortisol berada pada titik terendah, memberikan tubuh waktu untuk

memperbaiki dan meregenerasi jaringan. Faktor Neurotropik Protein seperti BDNF

(Brain-Derived Neurotrophic Factor) juga berperan dalam fase tidur delta. BDNF

membantu neuroplastisitas dan pemulihan sinaps, terutama dalam proses konsolidasi

memori dan pembentukan memori jangka panjang.

Ketidakseimbangan atau gangguan pada produksi gelombang delta dapat

menyebabkan masalah tidur seperti insomnia atau gangguan tidur lainnya. Pada pasien

dengan depresi atau skizofrenia, ditemukan adanya penurunan aktivitas gelombang delta,

yang menunjukkan adanya kaitan antara disfungsi gelombang delta dengan kesehatan

mental.

b. Gelombang Theta (4 hingga 8 Hz)

Gelombang Theta berfrekuensi di 4-8 Hz. Gelombang theta sering teramati di area

hipokampus dan lobus temporal otak, yang terlibat dalam proses memori dan emosi.

Theta dominan dalam fase tidur non-REM tahap 1 dan 2, di mana tubuh mulai rileks

tetapi belum memasuki tidur nyenyak.

Gelombang theta sering kali terlihat pada tahap awal tidur, yaitu saat peralihan dari

keadaan terjaga ke kondisi tidur ringan. Ini dianggap sebagai jembatan antara kesadaran

terjaga dan tidur yang lebih dalam. Dalam keadaan sadar, theta juga dapat diamati selama

meditasi mendalam atau fokus internal. Penelitian menunjukkan bahwa meditasi yang

konsisten dapat meningkatkan dominasi gelombang theta, yang dikaitkan dengan

pengurangan stres dan peningkatan kesejahteraan emosional.

Selain itu, Gelombang ini sangat terkait dengan aktivitas di hipokampus, yang
memainkan peran penting dalam pengkodean dan pemanggilan memori. Theta juga

terkait dengan pemrosesan emosi dan pengalaman subjektif.

Pada tingkat biomolekuler, gelombang theta terpengaruh oleh interaksi berbagai

neurotransmitter dan modulasi molekuler yang memfasilitasi relaksasi dan aktivitas

kognitif internal. Acetylcholine adalah neurotransmitter penting yang meningkatkan

aktivitas theta di hipokampus. Peningkatan konsentrasi ACh pada kondisi istirahat atau

meditasi memfasilitasi penguatan sinaptik yang berperan dalam konsolidasi memori.

Glutamat adalah neurotransmitter eksitatorik yang merangsang pembentukan gelombang

theta. Aktivitas glutamat di sinapsis hipokampus selama keadaan theta mendukung fungsi

belajar dan memori. Peran GABA, neurotransmitter inhibitor, bekerja untuk menjaga

keseimbangan antara eksitasi (glutamat) dan inhibisi di otak, yang memungkinkan

kondisi relaksasi yang optimal bagi pembentukan gelombang theta. Serotonin, yang

diproduksi oleh raphe nuclei di batang otak, memengaruhi aktivitas theta di hipokampus.

Serotonin berperan dalam menekan aktivitas theta selama periode bangun dan

meningkatkan aktivitasnya selama kondisi relaksasi atau saat beristirahat. Gelombang

theta juga terkait dengan neuroplastisitas, yang mengindikasikan bahwa kondisi theta

mungkin berperan dalam perubahan adaptif di otak, baik dalam pemrosesan emosional

maupun kognitif. Neuroplastisitas ini didorong oleh pelepasan neurotropin, seperti brain-

derived neurotrophic factor (BDNF).

c. Gelombang Alpha (8 hingga 12 Hz)

Gelombang otak alpha adalah salah satu jenis gelombang otak yang frekuensinya

berada di antara 8 hingga 12 Hz. Gelombang ini terkait dengan relaksasi dan kesadaran

tenang tetapi tetap terjaga, seperti ketika seseorang sedang beristirahat atau meditasi
ringan.

Gelombang alpha biasanya muncul ketika seseorang dalam kondisi relaksasi fisik

dan mental, seperti saat meditasi, melamun, atau istirahat setelah menyelesaikan tugas

yang menuntut perhatian. Gelombang alpha paling dominan di area oksipital (belakang

otak), tetapi juga hadir di bagian lain, seperti lobus parietal dan frontal. Gelombang alpha

mendominasi ketika seseorang berada di antara keadaan terjaga penuh dan tidur. Ketika

mata tertutup, otak menurunkan stimulus visual eksternal, yang menyebabkan

peningkatan aktivitas alpha. Ketika seseorang terfokus atau berada dalam aktivitas mental

intens, gelombang alpha menurun dan digantikan oleh gelombang beta yang lebih cepat.

Biomolekuler Gelombang Alpha

Pembentukan dan pemeliharaan gelombang alpha dipengaruhi oleh beberapa

neurotransmitter dan modulator molekuler yang mengatur tingkat kesadaran, perhatian,

dan relaksasi. Serotonin adalah neurotransmitter yang memainkan peran penting dalam

meningkatkan aktivitas gelombang alpha, terutama dalam keadaan relaksasi. Serotonin

memengaruhi raphe nuclei di batang otak, yang memodulasi tingkat aktivitas otak dan

membantu menstabilkan suasana hati serta menciptakan perasaan tenang. GABA

(Gamma-Aminobutyric Acid) adalah neurotransmitter inhibitor utama di otak, dan

aktivitasnya mendukung dominasi gelombang alpha. Peningkatan GABA membantu

mengurangi aktivitas neuron eksitatorik, yang berhubungan dengan penurunan

kecemasan dan perasaan relaksasi. Dopamin, neurotransmitter yang terkait dengan sistem

penghargaan dan motivasi, juga berperan dalam mengatur aktivitas alpha. Peningkatan

dopamin dalam jumlah sedang dapat meningkatkan aktivitas gelombang alpha, yang
terkait dengan suasana hati yang baik dan kreativitas. Acetylcholine adalah

neurotransmitter yang berperan penting dalam proses atensi dan kesadaran, tetapi dalam

kondisi relaksasi, konsentrasinya lebih rendah, memungkinkan dominasi gelombang

alpha. Endorfin adalah senyawa neurokimia yang berkaitan dengan rasa nyaman dan

kebahagiaan, dan diyakini mendukung peningkatan gelombang alpha selama keadaan

relaksasi mendalam, meditasi, atau aktivitas fisik ringan seperti yoga.

Peran Gelombang Alpha dalam kesehatan mental yaitu gelombang alpha

berhubungan dengan pengurangan stres, peningkatan fokus, serta kreativitas. Peningkatan

aktivitas alpha ditemukan pada orang yang terlatih dalam meditasi, dan kondisi ini

dihubungkan dengan peningkatan kesehatan mental serta penurunan kecemasan. Dalam

Pemrosesan Sensorik, aktivitas alpha juga terkait dengan penghambatan informasi

sensorik yang tidak perlu, memungkinkan otak untuk lebih selektif dalam memperhatikan

rangsangan tertentu. Misalnya, peningkatan gelombang alpha terjadi ketika seseorang

menutup mata atau berada dalam lingkungan yang tenang. Gelombang alpha berperan

dalam konsolidasi memori, khususnya terkait dengan proses belajar dan pemecahan

masalah kreatif.

d. Gelombang Beta (12 hingga 30 Hz)

Gelombang otak beta adalah salah satu dari lima jenis gelombang otak utama dan

berkisar antara 12 hingga 30 Hz. Gelombang beta terkait dengan kewaspadaan, pemikiran

analitis, dan aktivitas mental intens, seperti saat seseorang sedang fokus, belajar, atau

terlibat dalam penyelesaian masalah. Gelombang beta juga muncul saat otak beraktivitas

tinggi, baik saat melakukan tugas mental maupun motorik.


Gelombang beta mendominasi saat kita berada dalam keadaan waspada penuh,

berpikir kritis, atau menyelesaikan masalah. Ini adalah frekuensi yang tinggi yang

teramati ketika kita terjaga dan berfokus. Gelombang beta sering terlihat di area otak

yang terkait dengan pemrosesan kognitif seperti korteks prefrontal yang berperan dalam

pengambilan keputusan, pemecahan masalah, dan perencanaan. Gelombang beta

meningkat selama situasi yang memerlukan perhatian penuh dan selama respon terhadap

stres. Ini membantu tubuh untuk siap menghadapi ancaman, tetapi jika terlalu tinggi atau

berkepanjangan, gelombang beta yang berlebihan dapat menyebabkan kecemasan dan

stres kronis. Selain aktivitas kognitif, gelombang beta juga teramati di korteks motorik

selama gerakan tubuh, baik yang sudah direncanakan maupun yang sedang dijalankan.

Biomolekuler Gelombang Beta dipengaruhi oleh berbagai neurotransmitter dan

hormon yang mengatur kewaspadaan, perhatian, dan kesiapan fisik maupun mental.

Dopamin memainkan peran kunci dalam peningkatan aktivitas gelombang beta.

Neurotransmitter ini terutama berfungsi dalam motivasi, penghargaan, dan pengaturan

gerakan. Gelombang beta sering kali meningkat di area otak seperti korteks prefrontal

dan ganglia basal ketika kadar dopamin meningkat, yang mendukung fokus dan

kewaspadaan tinggi. Dopamin berperan penting dalam kontrol gerakan dan secara

langsung mempengaruhi gelombang beta di korteks motorik. Noradrenalin

(Norepinefrin), neurotransmitter yang dikeluarkan oleh locus coeruleus di otak tengah,

memicu keadaan waspada dan mendukung peningkatan aktivitas gelombang beta selama

kondisi kewaspadaan tinggi atau stress. Peningkatan noradrenalin sering kali dikaitkan

dengan respons "fight or flight" yang mengaktifkan otak untuk bertindak cepat. Glutamat,
sebagai neurotransmitter eksitatorik utama, merangsang aktivitas neuron yang

berhubungan dengan pemrosesan kognitif dan motorik. Peningkatan aktivitas glutamat

pada sinapsis antara neuron memfasilitasi dominasi gelombang beta, khususnya selama

pemikiran cepat dan pengambilan keputusan. GABA (Gamma-Aminobutyric Acid)

adalah neurotransmitter inhibitor yang menjaga keseimbangan antara aktivitas eksitatorik

dan inhibitorik. Jika aktivitas GABA rendah, dapat terjadi peningkatan aktivitas

gelombang beta yang berlebihan, yang dapat menyebabkan kecemasan atau kewaspadaan

yang tidak diinginkan. GABA bertindak untuk menyeimbangkan aktivitas beta agar tetap

dalam rentang normal. Kortisol, hormon stres yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal,

dapat meningkatkan aktivitas gelombang beta. Selama periode stres tinggi, kortisol

membantu tubuh tetap waspada dan siap menghadapi tantangan, tetapi jika berlebihan,

dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas beta yang berlebihan yang terkait dengan

masalah seperti insomnia dan kecemasan.

Fungsi Gelombang Beta diantaranya Pemrosesan Kognitif. Gelombang beta

sangat terlibat dalam tugas-tugas yang membutuhkan pemikiran logis, penyelesaian

masalah, dan konsentrasi intens. Mereka sering ditemukan saat seseorang berfokus pada

pekerjaan atau belajar sesuatu yang baru. Gelombang beta memastikan otak tetap

waspada dan mampu merespon cepat terhadap perubahan lingkungan. Ini membuat

mereka penting selama aktivitas yang memerlukan perhatian yang berkelanjutan dan

kemampuan untuk menanggapi rangsangan. Aktivitas beta di korteks motorik penting

untuk perencanaan gerakan dan koordinasi motorik. Gelombang ini dapat meningkat

selama persiapan dan eksekusi tindakan fisik yang kompleks.

Kelebihan aktivitas gelombang beta berhubungan dengan kecemasan dan stres


kronis. Peningkatan terus-menerus dalam aktivitas beta dapat mengganggu kemampuan

tubuh untuk beristirahat dan memulihkan diri, sehingga menyebabkan insomnia dan

gangguan mood. Pada individu dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity

Disorder), terdapat ketidakseimbangan aktivitas gelombang beta yang bisa menyebabkan

kesulitan dalam fokus dan perhatian yang terpecah.

e. Gelombang Gamma (30 hingga 100 Hz)

Gelombang otak gamma adalah gelombang otak dengan frekuensi tertinggi,

berkisar antara 30 hingga 100 Hz, dan terkait dengan aktivitas mental tingkat tinggi

seperti kognisi, kesadaran, dan pemrosesan informasi kompleks. Gelombang gamma

berperan penting dalam perhatian fokus, konsolidasi memori, persepsi sensorik, dan

kesadaran penuh. Gelombang ini sering terdeteksi saat seseorang terlibat dalam aktivitas

kognitif yang sangat rumit atau terlibat dalam meditasi dalam.

Gelombang gamma dikaitkan dengan integrasi informasi lintas wilayah otak.

Mereka memungkinkan otak untuk menyatukan berbagai rangsangan sensorik menjadi

pengalaman yang koheren dan menyeluruh (Pemrosesan Informasi Kompleks). Aktivitas

gamma sering ditemukan di berbagai area korteks serebral, termasuk lobus frontal, yang

bertanggung jawab atas fungsi eksekutif seperti pengambilan keputusan dan perhatian.

Dalam Fungsi Kesadaran penuh dan konsentrasi intens, aktivitas gelombang gamma

meningkat selama meditasi mendalam atau perhatian penuh (mindfulness). Dalam

kondisi ini, individu mengalami peningkatan kesadaran diri, keterhubungan, dan perasaan

ketenangan mendalam. Aktivitas gamma melibatkan penyelarasan neuron dalam skala

luas, yang memungkinkan pemrosesan simultan berbagai rangsangan. Gelombang

gamma seringkali terlibat dalam sinkronisasi aktivitas saraf selama pemrosesan persepsi
sensorik, seperti penglihatan dan pendengaran. Gelombang ini menyatukan berbagai

input sensorik menjadi satu pengalaman yang terpadu dan bermakna. Gelombang gamma

memainkan peran dalam konsolidasi memori, terutama dalam menghubungkan ingatan

yang tersimpan di berbagai wilayah otak. Selama proses pembelajaran, aktivitas gamma

memfasilitasi komunikasi antarneuron di hipokampus, area otak yang berperan dalam

penyimpanan memori.

Pada tingkat molekuler, gelombang gamma dipengaruhi oleh sejumlah

neurotransmitter dan protein yang membantu sinkronisasi aktivitas saraf yang cepat.

Glutamat adalah neurotransmitter eksitatorik yang sangat penting dalam pembentukan

gelombang gamma. Aktivitas glutamat yang cepat pada sinapsis neuron memungkinkan

sinkronisasi aktivitas saraf, yang menghasilkan ritme gamma. Reseptor glutamat,

terutama reseptor NMDA, berperan penting dalam memperkuat koneksi sinaptik selama

pemrosesan informasi intensif. GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) neurotransmitter

inhibitor, berperan dalam mengatur sinkronisasi neuron yang menghasilkan osilasi

gamma. Aktivitas GABA yang terkoordinasi penting untuk menjaga ritme saraf pada

frekuensi gamma yang stabil dan mencegah aktivitas eksitatorik yang berlebihan.

Interneuron GABAergik di korteks memainkan peran kunci dalam memastikan bahwa

sel-sel saraf menyala secara sinkron untuk menghasilkan gelombang gamma. Dopamin

mendukung sinkronisasi gamma di korteks prefrontal yang terkait dengan fokus,

perhatian, dan motivasi. Peningkatan dopamin di area ini mendukung kinerja kognitif

optimal dengan memperkuat aktivitas gamma selama proses pengambilan keputusan.

Jalur dopaminergik dari area otak tengah ke korteks frontal dan basal ganglia sering

terlibat dalam modulasi aktivitas gamma.


Serotonin juga terlibat dalam regulasi gelombang gamma, terutama dalam

pengaturan suasana hati dan persepsi sensorik. Aktivasi serotonin dapat meningkatkan

sinkronisasi neuron, terutama selama meditasi atau aktivitas relaksasi yang mendalam.

BDNF (Brain-Derived Neurotrophic Factor):

BDNF, faktor pertumbuhan yang mempengaruhi plastisitas saraf, berperan dalam

sinkronisasi saraf yang mendukung aktivitas gamma selama pembelajaran dan

konsolidasi memori. BDNF membantu memperkuat koneksi sinaptik, yang penting untuk

pemrosesan informasi pada frekuensi gamma.

Fungsi Gelombang Gamma

Perhatian dan Pemusatan:

Gelombang gamma memungkinkan otak untuk berfokus secara intens pada

rangsangan atau tugas tertentu. Mereka membantu menyaring informasi yang tidak

relevan dan meningkatkan ketajaman kognitif selama aktivitas yang memerlukan

konsentrasi mendalam.

Integrasi Persepsi dan Kesadaran:

Gelombang gamma memainkan peran dalam kesadaran penuh dan sinkronisasi

sensorik. Mereka memungkinkan berbagai bagian otak untuk berkomunikasi dengan

cepat dan menyatukan persepsi sensorik menjadi pengalaman yang koheren dan terpadu.

Pembelajaran dan Memori Jangka Panjang:


Aktivitas gamma penting dalam pembelajaran dan memori jangka panjang.

Gelombang gamma memperkuat sinapsis dan mendukung penyimpanan informasi baru

dengan menghubungkan ingatan dari berbagai bagian otak.

Meditasi dan Relaksasi Mendalam:

Gelombang gamma meningkat selama kondisi meditasi mendalam atau

transendensi, membantu individu mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi dan

perasaan keterhubungan yang mendalam.

Gangguan Terkait Gelombang Gamma

Skizofrenia:

Pada penderita skizofrenia, terdapat gangguan sinkronisasi gamma yang

berhubungan dengan disfungsi kognitif dan gangguan persepsi. Ini sering kali disebabkan

oleh ketidakseimbangan dalam neurotransmitter seperti glutamat dan GABA.

Autisme:

Beberapa individu dengan autisme mungkin mengalami gangguan aktivitas

gamma, yang memengaruhi integrasi informasi sensorik dan keterampilan sosial.

Gangguan Memori:

Gangguan pada aktivitas gamma juga terkait dengan masalah memori dan kognisi,

seperti yang terlihat pada kondisi seperti penyakit Alzheimer.


BAB III

KESIMPULAN
Disregulasi keseimbangan sitokin Th1 dan Th2 memainkan peran sentral
dalam imunopatologi hubungan stress dengan reaksi hipersensitivitas dan
penyakit alergi. Kedepannya pengelolaan stres dimungkinkan menjadi cara untuk
mengendalikan dan mencegah munculnya penyakit alergi pada individu yang
rentan.
DAFTAR PUSTAKA
Bao AM, Meynen G, Swaab DF. 2008. The stress system in depression and
neurodegeneration: focus on the human hypothalamus. Brain Res Rev. 2008
Mar;57(2):531-53
Behan DP, Heinrichs SC, Troncoso JC, Liu XJ, Kawas CH, Ling N, De Souza EB. 1995.
Displacement of corticotropin releasing factor from its binding protein as a
possible treatment for Alzheimer's disease. Nature. 1995 Nov
16;378(6554):284-7.
Carlton, M., Voisey, J., Parker, T.J., Punyadeera, C., Cuttle, L., 2021. A Review of Potential
biomarkers for assessing physical and psychological trauma in paediatric
burns. Burns & Trauma, 2021, 9, tkaa049. Doi : 10.1093/burnst/tkaa049.
Chu, B., Marwaha, K., Sanvictores, T., Awosika, A.O., Ayers, D., 2024. Physiology Stress
Reaction. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541120/#article-41471.s7
Eisen AM, Bratman GN, Olvera-Alvarez HA. 2024. Susceptibility to stress and nature
exposure: Unveiling differential susceptibility to physical environments; a
randomized controlled trial. PLoS One. 2024;19(4):e0301473.
Gaol, Nasib Tua Lumban. 2016. Teori Stres : Stimulus, Respons, dan Transaksional.
Buletin Psikologi Vol 24 No 1. DOI: 10.22146/bpsi.11224
Ghosh, S. 2017. Immunology and Immunotechnology. Chapter-19, Publisher: Aarunabha
Sen, books and allied (p) ltd, 8/1 Chintamoni DasLane, Kolkata 700009, 2017,
359-376. ISBN: 978-93-84294-90-8
Gu HF, Tang CK, Yang YZ. 2012. Psychological stress, immune response, and
atherosclerosis. Atherosclerosis. 2012 Jul;223(1):69-77.
Ketchesin KD, Stinnett GS, Seasholtz AF. 2017. Corticotropin-releasing hormone-binding
protein and stress: from invertebrates to humans. Stress. 2017 Sep;20(5):449-
464.
King SB, Toufexis DJ, Hammack SE. 2017. Pituitary adenylate cyclase activating
polypeptide (PACAP), stress, and sex hormones. Stress. 2017 Sep;20(5):465-
475
Kudlacek O, Hofmaier T, Luf A, Mayer FP, Stockner T, Nagy C, Holy M, Freissmuth M,
Schmid R, Sitte HH. 2017. Cocaine adulteration. J Chem Neuroanat. 2017
Oct;83-84:75-81.
Montoro, J., Mullol, Jauregui, Davila, Ferrer, Bartra, A del Cuvillo, Sastre. 2009. Stress
and allergy. J Investig Allergol Clin Immunol 2009; Vol 19, Suppl. 1:40-47
Dave, N.D., Xiang, L., Rehm, K.E., Marshall, G.D. 2011. Stress and Allergic Disease.
Immunol Allergy Clin N Am 31 (2011) 55-68
Paul, A. 2016. Textbook of Immunology. 2016, 447-472.
Rajan T.V. 2003. The Gell-Coombs classification of hypersensitivity reactions: a
reinterpretation, Trends in Immunology. 2003;24(7):376-379. ISSN 1471-4906,
https://doi.org/10.1016/S1471-4906(03) 00142-X
Shahsavarani, A.M., Abadi, E.A.Z., Kalkhoran, M.H., 2015. Stress : Facts and Theories
through Literature Review. International Jounral of Medical Review, Volume 2,
Issue 2, Spring 230-241
Sujarita J., Deepa, Nandhini, Vandhana, Mahalakshmi. 2022. Stress and Stress
Magameneng : A Review. Indian Journal of Natural Sciences Vol. 13, Issue 73.
ISSN: 0976-0997
Westphal NJ, Seasholtz AF. 2005. Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) positively
regulates corticotropin-releasing hormone-binding protein expression via
multiple intracellular signaling pathways and a multipartite GnRH response
element in alphaT3-1 cells. Mol Endocrinol. 2005 Nov;19(11):2780-97.
Yalew, ST. 2020. Hypersensitivity Reaction: Review. InternationalJournal of Veterinary
Science and Technology. 2020;4(1):028-032

You might also like