0% found this document useful (0 votes)
188 views146 pages

Kasus2Blefarokonjungtivitis BlokSSS Tingkat1

This document discusses conjunctivitis and blepharoconjunctivitis. It begins with definitions of the conditions and discusses their etiologies, which can include bacteria, viruses, allergies, chemicals, parasites, and other factors. Signs and symptoms are described, such as redness, tearing, crusting, and discharge. Diagnosis involves examination, culture testing, and fluorescein dye. Prognosis is usually good with treatment of antibiotics, steroids, or other medications depending on the cause. Complications can include keratitis or corneal ulcers if left untreated.

Uploaded by

Dhika
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PPTX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
188 views146 pages

Kasus2Blefarokonjungtivitis BlokSSS Tingkat1

This document discusses conjunctivitis and blepharoconjunctivitis. It begins with definitions of the conditions and discusses their etiologies, which can include bacteria, viruses, allergies, chemicals, parasites, and other factors. Signs and symptoms are described, such as redness, tearing, crusting, and discharge. Diagnosis involves examination, culture testing, and fluorescein dye. Prognosis is usually good with treatment of antibiotics, steroids, or other medications depending on the cause. Complications can include keratitis or corneal ulcers if left untreated.

Uploaded by

Dhika
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PPTX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 146

TUTOR D-1

Overview Case &


Patofisiologi
Garry Yefta - 2010211042
KONJUNGTIVA &
PALPEBRA BASIC
SCIENCE
VERIANTARA SD 1710211106
Daftar Pustaka
• Cochran ML, Lopez MJ, Czyz CN. Anatomy, Head and Neck, Eyelid. [Updated 2020 Aug 12]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482304/
• Harvey, T. M., Fernandez, A. G. A., Patel, R., Goldman, D., & Ciralsky, J. (2015, March 8). Conjunctival
Anatomy and Physiology. Clinical Gate. https://clinicalgate.com/conjunctival-anatomy-and-physiology/. 
• Jain, D. (2021, March 5). Anatomy & histology-conjunctiva. Pathology Outlines -
PathologyOutlines.com. https://www.pathologyoutlines.com/topic/eyeconjunctivahistology.html. 
• Majumder, P. D. (n.d.). Anatomy of Conjunctiva. eOphtha. http://www.eophtha.com/posts/anatomy-of-
conjunctiva. 
• Marieb, E. N., & Keller, S. M. (2017). Essentials of human anatomy & physiology.
• Mark B. Abelson, M. (2011). It’s Time to Think About the Blink. Retrieved 27 April 2021, from
https://www.reviewofophthalmology.com/article/its-time-to-think-about-the-blink
• Shumway CL, Motlagh M, Wade M. Anatomy, Head and Neck, Eye Conjunctiva. [Updated 2020 Aug
23]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519502/ 
• Stone, J. (2021). Eyelids. Retrieved 27 April 2021, from
https://teachmeanatomy.info/head/organs/eye/eyelids/
• Tortora, G. J., Derrickson, B. H., & Burkett, B. (2015). Principles of Anatomy and Physiology, 1st Asia-
Pacific Edition. John Wiley & Sons.
• Yanoff, M., & Sassani, J. W. (2015). Conjunctiva. Ocular Pathology, 199–225.e6. doi:10.1016/b978-1-
4557-2874-9.00007-7 
KONJUNGTIVA
Anatomi
Anatomi
Histologi
Conjunctiva Number of layers Cells in the layers
Marginal 5 layers of 5 layered Superficial layer:
non-keratinized Squamous cells
stratified Middle three layers:
Polyhedral cells
squamous epithelium
Deepest layer:
Cylindrical cells
Tarsal 2 layers of Stratified Superficial layer:
cuboidal epithelium Cylindrical cells
Deepest layer: cuboidal
cells
Fornix and bulbar 3 layers of Stratified, Superficial layer:
squamous epithelium Cylindrical cells
Middle layer: polyhedral
cells
Deepest layer: Cuboidal
cells
Limbal 10 layers of stratified Superficial layer:
squamous epithelium squamous cells
Middle layer: polygonal
cells
Basal- cubical
Fisiologi
Kasus
KELOPAK MATA
Anatomi
Histologi
Fisiologi
Kasus
Bakteri
(Staphylococcus sp)
Jeremiah Natanael Dwiputro Sianipar
2010211134
Staphylococcus
aureusTerjangkit Peradangan, Nekrosis, abses.
Bersifat Sporadik
Morfologi

1. Bentuk Sferis, diameter 0,8 - 1 mikron


2. Tidak bergerak, tidak berspora dan Gram Positif
Pertumbuhan

1. Bertembuh pada suhu 15 - 40 derajat Celcius


2. Pertumbuhan terbaik pada suasana aerob
3. pH optimum pertumbuhan 7,4
Pada Lempeng Agar:
4. Koloni bulat, diameter 1 - 2 mm, cembung, buram, mengkilat,
konsistensi lunak
5. Warna kuning keemasan
Daya Tahan Kuman

1. Paling kuat diantara kuman tidak berspora


2. Pada agar dapat hidup sampai berbulan - bulan
3. Keadaan kering di tempat umum mampu hidup 6 - 14 minggu.
Struktur Antigen

1. Stafilokokus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigen


2. Polisakarida yang bersifat virulen disebut disebut polisakarida A, yang tidak
patogen disebut polisakarida B
Metabolit
1. Nontoksin
a. Antigen permukaan
b. Koagulasa
c. Fibrinolisin
d. Gelatinosa dan Proteasa
2. Eksotoksin
a. Alfa Hemolisin
b. Beta Hemolisin
c. Delta Hemolisin
d. Leukosidin
e. Sitotoksin
f. toksin eksofoliatif
3. Enterotoksin
Pengobatan
1. Kasus ringan/infeksi awal dengan penisilin G
2. Infeksi berat dan resisten penisilin diberikan metisilin
3. Apabila alergi penisilin dapat diberikan:
a. Sefalosporin
b. Eritromisin
c. linkomisin
d. klindamisin
4. Apabila alergi metisilin, dapat diberikan
a. vankomisin
b. mifampisin
c. asam fusidat
BLEPHARO
CONJUNCTIVITIS
Aulia NH. Bella Srikandi_2010211131

Tutorial D1,28 April 2021


01
DEFINISI
Penyakit mata gabungan antara blefaritis dan
konjungtivitis. Ciri: inflamasi pada kelopak mata
dan konjungtiva
02 ETIOLOGI

Alergi
Bakteri
03
01 Obat-obatan : Dupilumab
Contact lens
Maskara
Staphylococcus aureus Palpebra anterior
Staphylococcus epidermidis
Moraxella lacunate  Canthus
Parasit
04 Tungau demodex folliculorum
Pthirus pubis

Virus
02
Lainnya
Varicella zoozter  oftalmikus 05
Aktivitas seboroik (disfungsi meibom)
03 FAKTOR PREDISPOSISI

Kebersihan yang buruk

Iklim yang kering dan panas 


meibom

Sanitasi yang buruk

Perlindungan pada mata yang tidak


baik
04 EPIDEMIOLOGI

• 90% pasien blefarokonjungtivitis berusia 50


tahun
• Blefarokonjungtivitis infeksi lebih sering
terjadi pada wanita sekitar 42 tahun
• Blefarokonjungtivitis seboroik sering terjadi
pada usia 50 tahun, pria=wanita
04 GEJALA KLINIS

Ulserasi
Kelopak mata: terasa kaku / edem,
eritematosa, talangiektasis

Mata merah, berair, gatal

Terdapat untaian mutiara di


tepi kelopak mata

Kelopak mata: ektropion atau entropion

Bulu mata: poliosis, trikiasis, madarosis


05 DIAGNOSIS

Anamnesis Px Fisik Px Penunjang


• Keluhan pasien • Px generalis • Tetes Fluoroscein
• Riwayat penyakit, • TTV • Blue light
obat, keluarga, • Px lokalis  • Mikrobiologi
sosial oftalmologi
06 KOMPLIKASI

1 2 3
Keratitis Perforasi Endoftalmitis
kornea

Peradangan Luka terbuka Peradangan


pada kornea (ulserasi) pada bulbi
pada kornea
07 TATA LAKSANA

Non medikamentosa
• Tidak mengucek mata
• Menjaga kebersihan kelopak mata
• Melindungai mata (pakai kaca mata)
• Mengompres mata menggunakan air
hangat
• Memijat tepi kelopak mata
Medikamentosa
• Antibiotik : Kloramfenikol 0,5% (tetes),
Gentamicin 0,3% (salep)
• Koertikosteroid:hydrocortisone, clobetaso
l, dan desonide.
07 PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik dan sebagian besar pasien akan


berkulang keluhannya. Apabila kondisi pasien adalah kronis
maka perlu kecermatan lebih pada kebersihan kelopak mata.
DAFTAR PUSTAKA

A.K. Khurana. 2007. Comprehensive Opthalmology


Ed. 4th. New Delhi

Fazal, M. Ihsan dan Bhupendra C.Patel. 2021.


Blepharoconjunctivitis. Brigton and Susswx
Medical School dan Unversity of Utah
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558902/
TERIMA KASIH
KONJU NG TI V
ITIS
ANDINI NUR RAMADHANI
2010211050
KONJUNGTIVITIS
• DEFINISI
Radang konjungtiva/radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam
bentuk akut maupun kronik.

Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan


dengan mata berair sampai konjungtivitis berat
dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab
umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.
KONJUNGTIVITIS
• ETIOLOGI

- Agen infeksi
- Zat kimia/iritan
- Alergi
- Berhubungan dengan penyakit sistemik
- Autoimun
KONJUNGTIVITIS
KLASIFIKASI

• Konjungtivitis Infeksi

Penyebab tersering adalah virus dan bakteri

• Konjungtivitis Non-Infeksi

Pada kelompok non-infeksi disebabkan oleh alergi,


reaksi toksik, dan inflamasi sekunder lainnya
KONJUNGTIVITIS
GEJALA KLINIS
• Hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva)
• Lakrimasi
• Eksudat dengan sekret yang lebih nyata di pagi
hari
• Khemosis
• Pseudoptosis akibat kelopak membengkak
• Hipertrofi papil
• Folikel
• Membran dan pseudomembran
• Granulasi
• Flikten
KONJUNGTIVITIS BAKTERI
DEFINISI
• Konjungtivitis yang disebabkan oleh
bakteri dapat saja akibat infeksi
gonokok, meningokok, Staphylococcus
aureus, Streptococous pneumoniae,
Hemophilus, influenzae, dan
ETIOLOGI
Escherichia coli.
• Hiperakut (purulen) : Neisseria gonorrhoeae, Neisseria
meningitidis, Neisseria gonorrhoeae subspecies kochii
• Akut (mukopurulen) : Pneumococcus (Streptococeus
pneumoniae), Haemophilus aegyptius
• Kronik : Staphylococcus aureus, Moraxella lacunata E
• Subakut : Haemophilus influenzae
KONJUNGTIVITIS BAKTERI
GEJALA KLINIS
Umum:
• Iritasi dan pelebaran pembuluh darah (injeksi) bilateral
• Eksudat purulent dengan palpebra saling melengket saat bangun
tidur
• Edema palpebra
• Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular
ke sebelahnya
Khusus:
• Hiperakut (purulen): eksudat purulen yang banyak
• Mukopurulen (catarrhal) akut: hiperemia kongjungtiva akut, sekret
mukopurulen berjumlah sedang, sering ada keluhan seperti adanya
halo, dapat disertai perdarahan subkonjungtiva, dapat timbul ulkus
kataral marginal pada kornea atau keratitis superfisial
KONJUNGTIVITIS BAKTERI
DIAGNOSIS
• Anamnesis : ditemukan sekret mukopurulen &
purulen, khemosis konjungtiva, edema kelopak.
Kadang disertai keratitis & blefaritis
• Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtiva
yang dipulas dengan pulasan Gram atau Giemsa;
pemeriksaan ini menampilkan banyak neutrophil
polimorfonuklear
KONJUNGTIVITIS VIRUS
DEFINISI
• Konjungtivitis yang keadaannya berkisar
antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan
• yang
Mudah cepat sembuh sendiri.
menular
• Transmisi : partikel virus dari tangan pasien,
secret mata, kontak droplet sal napas, melalui
media penghantar ( handuk, sapu tangan, dll )
• Umumnya disebabkan oleh adenovirus
KONJUNGTIVITIS VIRUS
EPIDEMIOLOGI
• Pada populasi dewasa, 80% kasus konjungtivitis akut
disebabkan oleh virus
• Konjungtivitis virus sangat menular dengan risiko
transmisi sekitar 10-50%
• Penyebaran virus umumnya terjadi melalui tangan,
peralatan mandi yang digunakan bersama, bantal kepala
yang digunakan bersama atau kontak dengan alat
pemeriksaan mata yang terkontaminasi
• Pada 95% kasus, aktivitas replikasi virus terlihat sepuluh
hari setelah gejala timbul dan hanya 5% kasus yang
tampak pada hari ke-16 setelah gejala muncul
• Masa inkubasi diperkirakan 5-12 hari dan menular hingga
KONJUNGTIVITIS VIRUS
KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS

Konjungtivitis folikular viral akut

• Demam faringokonjungtival : demam 38,3-40oC, sakit


tenggorokan, masa inkubasi 5-12 hari

• Konjungtivitis epidemika : terdapat injeksi konjungtiva, nyeri


sedang, mata berair. Biasanya mata pertama lebih parah.
Edema palpebra, hiperemia konjungtiva dan pendarahan
konjungtiva berlangsung paling lama 3-4 minggu

• Konjungtiva herpes simpleks : biasanya mengenai anak


KONJUNGTIVITIS VIRUS
KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS

Konjungtivitis viral kronik

• Blefarokonjungtivitis molluscus contagiosum : terdapat


nodul molluscum pada tepia palpebra, lesi bulat,
berombak, putih-Mutiara, non-inflamatorik dengan
bagian pusat yang melekuk khas untuk molluscum
contagiosum

• Blefarokonjungtivitis varicella-zoster : tampilan


konjungtiva mirip kaca yang aneh. Beberapa hari
KONJUNGTIVITIS VIRUS
DIAGONOSIS
• Anamnesis
• Pemeriksaan laboratorium
• Pendekatan algoritmik : dengan bantuan penlight & loupe
TATA LAKSANA
• Kompres, antibiotic dengan steroid topikal (demam faringkokonjungtival
• Astringen, kompres dingin, antibiotic (keratokonjungtivitis epidemika)
• Antivirus topical, salep acyclovir, acyclovir oral (konjungtivitis herpe
simpleks)
• Eksisi, inisisi sederhana pada nodul (blefarokonjungtivitis molluscum
contagiosum)
• Acyclovir oral (blefarokonjungtivitis varicella zoster)
PROGNOSIS
KONJUNGTIVITIS ALERGI
DEFINISI
• Konjungtivitis alergi adalah terminology yang digunakan untuk
menjelaskan inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh alergi.
Melibatkan reaksi hipersensitivitas tipe 1, dimana allergen bereaksi
dengan IgE, menstimulasi degranulasi sel mast dan melpaskan
mediator-mediator inflamasi
ETIOLOGI
• Seassonal allergic conjungtivitis :
Riwayat alergi terhadap tepung sari,
rumput, bulu hewan, dll
• Keratokonjungtivitis vernal : reaksi
hipersensitivitas (tipe1)
• Keratokonjungtivitis atopic : Riwayat
alergi (hay fever, asma, eksim)
• Konjungtivitis papilar raksasa :
penggunaan lensa kemungkinan suatu
penyakit hipersensitivitas tipe lambat
KONJUNGTIVITIS ALERGI
EPIDEMIOLOGI
• Hasil survei America College of Allergy, Asthma and immunology
mendapatkan bahwa 35% keluarga yang diwawancarai pernah
menderita alergi, 50% dari responden berhubungan dengan gejala
di mata
• Spektrum penyakit sangat tergantung dengan lokasi geografis tiap-
tiap negara. Proses inflamasi ocular yang terjadi berdasarkan
keadaan musim di negara di negara-negara 4 musim yang
umumnya terjadi karena paparan polen
KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS
• Konjungtivitis “Hay Fever” : gatal, kemerahan, mata berair, injeksi
ringan konjungtiva
• Keratokonjungtivitis vernal : sangat gatal, kotoran mata berserat,
konjungtiva putih susu, terdapat banyak papilla halus di
konjungtiva tarsalis
KONJUNGTIVITIS
TATA LAKSANA
ALERGI
Konjungtivitis “Hay fever”
• Penetasan antihistamin topical
• Kompres dingin
Keratokonjungtivitis vernal
• Kompres dingin
• Tetes mata topical cyclosporine 2%
Keratokonjungtivitis Atopik
• Antihistamin oral
• NSAID (e.g. ketorolac & lodoxamide)
PROGNOSIS
Dubia ad bonam (ragu-ragu, cenderung
sembuk/baik)
REFERENSI
Buku Ilmu Penyakit Mata UI
Buku Ilmu Penyakit Mata UGM
Buku Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum
Edisi 17
Blepharitis

Sarah Shabrina Yusri Anshari


DEFINIS
I
Blepharitis, secara sederhana didefinisikan sebagai
radang kelopak mata, adalah salah satu kondisi mata
paling umum yang dihadapi oleh penyedia perawatan
mata primer. Ini adalah kondisi peradangan yang
terkait dengan iritasi, hiperemia, sensasi benda asing,
dan krusta pada kelopak mata.
● Blefaritis dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin.
Jumlah pasien blefaritis sebagian besar berusia di atas 50 tahun.
Pasien dengan blefaritis biasanya dapat disertai dengan beberapa
penyakit lainnya.
35% pasien blefaritis juga menderita keratokonjungtivitis, 20%
penderita disertai dengan Rosacea, 46% penderita disertai dengan
dermatitis seboroik.

EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI

INFEKSI INFEKSI
BAKTERI VIRUS
01 Streptococcus alfa/beta, Pneumococcus sp.,
02
Staphylococcus sp. dan Pseudomonas sp.)

INFEKSI
ALLERGEN
JAMUR
03 debu, bahan kimia, bahan 04
Pityrosporum ovale
kosmetik
KLASIFIKASI
BERDASAR PENYEBABNYA

PRIMER SEKUNDER

Blefaritis yang diakibatkan oleh infeksi


Blefaritis yang diakibatkan oleh reaksi
bakteri atau virus atau infestasi demodex.
hipersensitivitas, resacea, dan seboroik.
Blefaritis ini lebih disebabkan karena
Blefaritis ini lebih disebabkan karena
adanya penyebab penyakit lain, yang secara
adanya penyebab blefaritis itu sendiri.
tidak langsung menyebabkan blefaritis.
BERDASAR KEPARAHANNYA

AKUT KRONIS

Blefaritis yang disebabkan karena infeksi Blefaritis yang disebabkan karena


bakteri atau virus atau reaksi alergi, infeksi bakteri, reaksi hipersensitivitas,
terkadang bisa menyebabkan ulserasi.
Jarang terjadi dan biasanya langsung
dan
berkembang menjadi blefaritis kronis. disfungsi kelenjar meibomian. Lebih
Ditemukan pada awal infeksi. sering terjadi.
BERDASAR LOKASI

ANTERIOR POSTERIOR

Peradangan yang mengenai kelopak mata


bagian luar depan (tempat melekatnya bulu Peradangan yang mengenai kelopak
mata). Biasanya disebabkan oleh infeksi mata bagian dalam yang lembab dan
bakteri Staphylococcus sp. yang sering bersentuhan langsung dengan mata.
ulseratif atau Blefaritis Seboroik yang non Disebabkan oleh kelainan pada
ulseratif dan ditandai oleh keberadaan kelenjar minyak.
Pityrosporum ovale.
BERDASAR LOKASI

MARGINAL ANGULAR

Blefaritis yang berada pada regio


Blefaritis gabungan dari blefaritis anterior
dan posterior.
canthus, baik canthus medial maupun
lateral.
BERDASAR GEJALANYA

BAKTERIAL SUPEFISIAL
Pada pangkal bulu mata terdapat skuama atau
Biasa disebabkan oleh bakteri, gejala serupa krusta akibat minyak dari kelenjar meibomian.
seperti folikulitis, impetigo, dan dermatitis Bila skuama atau krusta dikelupas tidak
menyebabkan luka. Biasa disebabkan infeksi
eksematoid.
bakteri.
BERDASAR GEJALANYA

SQUAMOSA ULSERATIF
Pada pangkal bulu mata terdapat skuama atau Pada ujung kelopak mata terdapat tukak.
krusta akibat minyak dari kelenjar meibomian. Bila dikelupas menyebabkan sakit dan
Bila skuama atau krusta dikelupas tidak perdarahan.
menyebabkan luka. Biasa disebabkan infeksi
jamur.
BERDASAR GEJALANYA

HERPES SIMPLEKS
Pada kelopak mata terbentuk vesikel-vesikel
kecil eritem, disebabkan oleh Herpes Simplex
Virus (HSV) yang menyerang bagian kelopak
mata.
GEJALA
KLINIS

● Gatal pada kelopak mata


● Eritema daerah palpebrae
● Terbentuk skuama
● Bulu mata rontok
● Sensasi terbakar
● Hiperlakrimasi (mata berair)
● Fotofobia
● Rasa sakit
● Saat bangun pagi mata lengket
DIAGNOSIS

Pemeriksaan penunjang

Slit Lamp Examination (Biomicroscopy)


Pemeriksaan menggunakan alat Slit Lamp. Saat pemeriksaan akan dilihat
bagian palpebrae dan lapisan air mata (tear film).
Pada semua jenis blefaritis, hasil pemeriksaan adalah tear film mengalami
evaporasi dengan cepat. Untuk mengetahuinya, pasien akan diminta untuk
berkedip secara penuh, kemudian membuka matanya selama 10 detik. Pada
saat dibukanya mata selama 10 detik akan ditemukan bintik kering pada
tear film bila pasien memiliki blefaritis.
TATA
LAKSANA
FARMAKOLOGI

Terapi spesifik konjungtivitis tergantung pada temuan agen mikrobiologinya. Sambil


menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai terapi dengan antimikroba spektrum luas
(misalnya: polymyxin-trimethroprim)

Untuk purulent dan mukopurulen bisa diberikan antibiotik topikal spektrum luas berupa tetes
mata dan salep (Chloramphenicol, Polimiksin, Aminoglikosid, Fluoroquinolone)
FARMAKOLOGI

Tetes Mata
● Chloramphenicol 0,5% diberikan 6x per hari (siang hari) antibiotic
● Fluoroquinolone (Ciprofloxacin 0,3%; Ofloxacin 0,3%; Gatifloxacin 0,3%) jika pasien
tidak merespon antibiotik di atas

Salep
● Gentamisin 0,3% (malam hari) Dioleskan di kelopak mata sebelum tidur: antibiotik dan
mencegah lengket saat bangun tidur
NON FARMAKOLOGI

● Edukasi pasien mengenai penyebab penyakit, penularan, dan pencegahan agar penyakit
tidak menular.
● Pasien dianjurkan untuk tidak mengucek mata.
● Pasien dianjurkan untuk mencuci tangan sesudah menyentuh mata.
● Pasien dianjurkan untuk mencuci tangan setelah memegang sesuatu.
● Pasien dianjurkan untuk melindungi mata saat bekerja (memakai kaca mata atau helm
yang ada penutupnya.
THANKS!
Do you have any questions?

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including


icons by Flaticon, infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution


SKLERIT
IS
MOHAMMAD IKHLAS YANUAR
2010211098
Skleritis
Skleritis adalah penyakit inflamasi kronis, nyeri, dan berpotensi membutakan yang ditandai
dengan edema dan infiltrasi seluler pada jaringan lapisan terluar mata(sklera). Skleritis
dapat terjadi pada salah satu mata atau keduanya.
ETIOLOGI
Penyebab Skleritis adalah gangguan autoimun, yaitu ketika sistem pertahanan tubuh
menyerang jaringannya sendiri. Skleritis dapat juga terjadi karena adanya infeksi pada mata,
cedera mata, atau parasit.
EPIDEMIOLOGI

• Perempuan cenderung lebih sering terkena


dibanding pria (1,6 : 1).
Usia 40—60 tahun cenderung terkena dengan
puncaknya pada umur 50 tahunan.
Jarang terjadi pada anak-anak
FAKTOR RISIKO
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Memiliki Infeksi Mata
4. Pernah Mengalami Cedera Pada Mata
5. Memiliki Riwayat Operasi Mata
KLASIFIKASI
Klasifikasi skleritis berdasarkan bagian yang terganggu dibagi
menjadi dua yaitu skleritis anterior dan skleritis posterior.
Skleritis Anterior
Skleritis anterior adalah peradangan yang terjadi pada sklera di sisi depan
bola mata. Area putih pada bola mata tampak memerah.
Skleritis anterior dibagi lagi menjadi tiga jenis yaitu :
a. Difuse Anterior
Merupakan penyakit sklertis yang palong sering
terjadi dan bisa diobati. Mata merah dan peradangan
yang menyebar luas di seluruh atau sebagian.
b. Nodular
Ditemukannya benjolan pada permukaan mata. Lunak
dan terasa nyeri jika disentuh.
c. Necrotizing
Jenis yang paling parah karena bisa merusak jaringan
sklera. Nyeri dan jika tidak diobati bisa membuat
penderitanya kehilangan bola mata.
SKLERITIS POSTERIOR
Peradangan pada sisi belakang bola mata (sklera).
Terkadang muncul bersama dengan skleritis anterior
GEJALA KLINIS

KELUARNY
MATA PANDANGA A AIR
TERASA N MENJADI MATA
NYERI KABUR TANPA
DIKETAHUI
SEBABNYA

ADA
TONJOLAN
MATA KECIL
MENJADI MATA PADA
SENSITIF BEWARNA BAGIAN
TERHADAP KEMERAH PUTIH
CAHAYA AN DARI BOLA
MATA
DIAGNOSIS
Dokter akan meninjau riwayat kesehatan dan melakukan pemeriksaan
mata dan melakukan evaluasi laboratorium untuk mendiagnosis skleritis.
Akan ditanyakan apakah pasien pernah menjalani operasi mata
sebelumnya. Melakukan tes untuk mendiagnosis, antara lain
ultrasonografi, darah, dan biopsi pada sklera.
KOMPLIKASI
1. Keratitis
2. Penipisan sklera 33%
3. Glaukoma 18%
4. Katarak 7%
PENCEGAHAN
1. Jangan Mengucek mata
2. Hindari penggunaan softlens untuk sementara waktu
3. Hindari penggunaan makeup yang berlebihan pada mata
4. Gunakan kacamara hitam jika berpegian untuk melindungi mata dari
kontaminasi
TATA LAKSANA
• Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
• Pil kortikosteroid (predinison), jika NSAID tidak
mengurangi peradangan
• Glukokortikoid oral
• Antibiotik
PROGNOSIS

Prognosis tergantung penyebabnya. Pada skleritis


SLE (lupus) biasanya relatif jinak dan sembuh
sendiri. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe yan
paling destruktif mempunyai prognosis yang lebi
buruk dari pada tipe lain
PATOFISIOLOGI
TERIMA
KASIH !
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, infographics & images by Freepik
EPISKLERITIS

Assifa Ilmi Amalia M - 2010211024


DEFINISI
Episklera merupakan lapisan tipis berupa jaringan ikat
longgar diantara konjungtiva dan sklera, mendapat
vaskularisasi dari cabang arteri oftalmika yaitu arteri siliaris
anterior.

Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular


yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera
(episklera).
ETIOLOGI

• Penyebab episkleritis belum diketahui dengan pasti, namun dalam beberapa kasus
episkleritis disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II dan III terhadap penyakit
sistemik seperti:
o Tuberkulosis
o Reumatoid Artritis
o Crohn’s disease
o Systemic Lupus Eritematosus

• Merupakan suatu reaksi toksik, alergik atau merupakan bagian daripada infeksi.

• Dapat saja kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik.


KLASIFIKASI

Episkleritis terdiri dari 2 jenis yaitu :


1. Episkleritis Simple
• Jenis episkleritis yang paling umum dari episkleritis.
• Peradangan biasanya ringan dan terjadi dengan cepat. Hanya berlangsung selama
sekitar 7-10 hari dan akan hilang sepenuhnya setelah dua sampai tiga minggu.
• Pasien dapat mengalami kondisi tersebut, biasanya setiap satu sampai tiga bulan.
• Penyebabnya seringkali tidak diketahui.
2. Episkleritis Nodular
• Lebih menyakitkan daripada episkleritis simple dan berlangsung lebih lama.
• Peradangan biasanya terbatas pada satu bagian mata saja dan terdapat suatu daerah
penonjolan atau benjolan pada permukaan mata.
• Pada kebanyakan kasus, episkleritis nodular disebabkan oleh penyakit sistemik yang
mendasarinya.
EPIDEMIOLOGI

• Episkleritis umumnya mengenai satu mata


• Terutama terjadi pada perempuan usia pertengahan dengan
penyakit bawaan reumatik.
FAKTOR RISIKO

1. Seseorang yang mempunyai riwayat episkleritis sebelumnya


mempunyai faktor risiko lebih tinggi menderita episkleritis.
2. Episkleritis biasanya terjadi pada usia 40 atau 50 tahun.
GEJALA KLINIS

1. Mata terasa kering, dengan rasa sakit yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang
kemotik.
2. Terlihat mata merah unilateral yang disebabkan vasodilatasi pembuluh darah dibawah
konjungtiva.
3. Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis rnempunyai gambaran khusus, yaitu berupa
benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva. Bila
benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak.di atas benjolan, akan
memberikan rasa sakit, rasa sakit akan menjalar ke sekitar mata.
4. Pasien mungkin merasakan bahwa benjolan tersebut dapat bergerak di permukaan bola mata.
5. Pada episkleritis bila dilakukan pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan mudah
terangkat atau dilepas dari pembuluh darah yang meradang.
6. Tidak mempengaruhi visus.
7. Perjalanan penyakit mulai dengan episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat
berminggu-minggu atau beberapa bulan.
DIAGNOSIS

A. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi mata ditemukan kemerahan unilateral pada episklera, juga terlihat
mata kering.
b. Palpasi
Pada palpasi ditemukan berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan berwarna merah
ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada
kelopak diatas benjolan akan memberikan rasa sakit yang menjalar ke sekitar mata.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada kasus episkleritis pemeriksaan penunjang tidak diperlukan.
DIAGNOSIS BANDING
KOMPLIKASI

Terjadinya pengulangan dari episkleritis atau


bersifat residif.
TATA LAKSANA

FARMAKOLOGI
• Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah vasokonstriktor. Pada keadaan yang berat diberi kortikosteroid
tetes mata, sistemik atausalisilat.
• Kortikosteroid topical yang digunakan seperti Prednisolon 0,5 %, 1-2 tetes, 2-4 kali sehari, atau menggunakan
Dexamethasone 0,1 %, 1-2 tetes setiap 1 jam pada siang hari dan setiap 2 jam pada malam hari.
• Jika episkleritis tidak responsif terhadap terapi topikal dapat digunakan terapi sistemik golongan NSAID seperti
flurbiprofen 100 mg diberikan 3 kali sehari atau indomethacin 100 mg setiap hari.

NON FARAKOLOGI
• Menggunakan artificial tears untuk mengurangi gejala mata kering yang digunakan selama 1-2 minggu.
• Menggunakan kompres dingin pada saat mata tertutup.
PROGNOSIS

Episkleritis dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang


dapat menyerang tempat yang sama ataupun berbeda-beda
dengan lama sakit umumnya berlangsung 4-5 minggu.
THANKS!
CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including
icons by Flaticon, infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution


Giovanni Caesar Maulana
2010211106
OUTLINE
TATA PENCEG
LAKS AHAN
ANA

DEFI ETIO EPIDEMI GEJAL


PATOFISI
NISI LOGI OLOGI A
OLOGI

DIAGN KOMPLI
OSIS KASI
PERBANDINGAN
DENGAN
BLEFAROKONJUN
GTIVITIS
DEFI
NISI
Pterigium
merupakan suatu
pertumbuhan
fibrovaskular
konjungtiva yang
bersifat degeneratif
dan invasif.
ETIOLOGI

Etiologinya tidak Pterigium diduga


diketahui dengan jelas disebabkan iritasi
dan diduga kronis akibat debu,
merupakan suatu cahaya sinar matahari,
neoplasma, radang, dan udara yang panas
dan degenerasi.
EPIDEMIOLOGI

Dunia, prevalensi pterygium di


setiap negara bervariasi sesuai
letak geografis, suku ras, usia.
Studi berdasarkan populasi,
menunjukkan prevalensi
pterygium di India mencapai 
6,7% pada kelompok usia 30-
39 tahun, dan 25% pada
kelompok usia 70-79 tahun.
EPIDEMIOLOGI
Indonesia merupakan negara
yang terletak dalam zona
pterygium, yaitu pada 6
derajat lintang utara hingga
11 derajat lintang selatan.
Studi berbasis populasi di
Sumatera menunjukkan
prevalensi pterygium sebesar
10% dengan rerata usia
pasien 36,6 tahun. Prevalensi
pterygium bilateral adalah
4,1%.
GEJALA
1. Asimptomatik
2. Mata sering berair dan tampak merah.
3. Riwayat mata merah berulang
4. Rasa panas dan gatal (Julianti, 2009).
5. Merasa seperti ada benda asing.
6. Timbul astigmatisme
7. Pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat
menutupi pupil dan aksis visual sehingga tajam
penglihatan menurun.
GEJALA
Pterigium dibagi
berdasarkan dapat
dilihatnya pembuluh
darah episclera di
pterigium dan harus
diperiksa dengan slitlamp
:
1. T1 (atropi): pembuluh
darah episclera jelas
terlihat
2. T2 (intermediate):
pembuluh darah
episclera sebagian
terlihat
3. T3 (fleshy, opaque):
DIAGNOSIS
ANAMNESIS PEMERIKSAAN FISIK

Pasien dapat Pterigium dibagi menjadi


mengeluhkan tiga bagian yaitu : “body,
mata terasa apex (head), dan cap”.
panas atau Badan segitiga yang
terbakar, meninggi pada pterigium
gatal, dan dengan dasarnya daerah
berair karena kantus disebut “body”,
perubahan sedangkan bagian
ireguler pada atasnya disebut “apex”,
permukaan dan kadang kebelakang
okular. disebut “cap”. A
subepithelial cap atau
KOMPLIKA
SI
MATA KERING
KEBUTAAN
PENURUNAN VISUS
PTERIGIUM
POSTOPERASI
PENCEGAH
AN
MENGINDARI FAKTOR
RESIKO
PATOFISIOL
OGI
TATA LAKSANA
Pada prinsipnya, tatalaksana pterigium adalah
dengan tindakan operasi. Berbagai macam
tehnik operasi untuk pterigium telah
dikembangkan, diantaranya adlaah tehnik Bare
Sclera, 60 McReynold, Transplantasi membran
amnion (TMA), Conjunctival Flap, dan
Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid
Conjunctival autograft.
atau tetes mata dekongestan.
PERBANDINGAN
DENGAN
BLEFAROKONJU
PERSAMAAN
BLEFAROKONJUNGTIV 1. MATA MERAH
PERBEDAAN
1. KORNEA JERNIH
ITIS
NGTIVITIS
VISUS NORMAL
(INJEKSI
2. DITEMUKAN
BAKTERI GRAM +
KONJUNGTIVA) 3. ADANYA SEKRET
2. GATAL MUKOID
3. BERAIR KEKUNINGAN
4. FAKTOR RESIKO
PEKERJAAN
PTERIGIUM 1. GRADE 2, 3, 4
KORNEA
TERTUTUP OLEH
JARINGAN
FIBROVASKULAR
(KHAS)
2. TIDAK
DITEMUKAN
BAKTERI
(HIPOTESIS)
3. TIDAK ADA SEKRET
MUKOID
KEKUNINGAN,
BISA MENJADI
RESOURCES
1. Serra, H.M., et al., Pterygium: A Complex and Multifactorial Ocular Surface
Disease. A Review on its Pathogenic Aspects. 2018.
https://www.researchgate.net/publication/325542537_Pterygium_A_Com
plex_and_Multifactorial_Ocular_Surface_Disease_A_Review_on_its_Patho
genic_Aspects\
2. Bahuva A, Rao SK. Current Concepts in Management of Pterygium. DJO,
2014. 25:78-84. http://dx.doi.org/10.7869/djo.83
3. Detorakis ET, Spandidos DA. Pathogenetic mechanisms and treatment
options for ophthalmic pterygium: Trends and perspectives (Review).
International Journal of Molecular Medicine, 2009.
23(4).doi:10.3892/ijmm_00000149
4. Buku Ilmu Penyakit Mata FK UI
5. Buku Ilmu Penyakit Mata UGM
TERIMA KASIH
Any questions?
HEMATOMA
SUBKONJUNGTIVA
Hanan 2010211008
Definisi
Hematoma subkonjungtiva
terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah yang
terdapat pada konjungtiva
atau di bawahnya, seperti
arteri konjungtiva dan arteri
episklera ; tidak sakit dan
penglihatan normal.
Etiologi
Aktivitas yang terlalu berat : batuk Spontan / Idiopatik yaitu pada keadaan pembuluh darah
rapuh :
rejan, bersin, mengangkat beban
berat - Usia lanjut

Trauma : Menggosok mata, trauma - Hipertensi


tumpul basis kranii (hematoma
kaca mata) - Ateriosklerosis

- Konjungtivitis hemoragik

- Anemia

- Mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam jumlah


berlebihan seperti aspirin atau pengencer darah yang
memengaruhi mekanisme pendarahan tubuh
Epidemiologi
Hematoma subkonjungtiva traumatis lebih umum terjadi pada laki-laki
muda terkait dengan pekerjaan berat dan kegiatan yang agresif

Hematoma subkonjungtiva spontan lebih tinggi pada wanita diatas 50


tahun disebabkan oleh hipertensi dan diabetes melitus.
Faktor Resiko
Hipertensi dan gangguan vaskular lainnya seperti diabetes dan
hiperlipidemia. Penyakit-penyakit ini dapat menyebabkan pembuluh
darah menjadi rapuh dan pecah secara spontan.

Penggunaan lensa kontak sekali pakai yang lama.

Operasi mata terutama pada pasien antokoagulan.

Terjadi fraktur orbital.


Gejala Klinis
Umumnya asimptomatik.

Kornea tidak terpengaruh -> visus normal.

Sklera tertutup darah

Perdarahan akan meluas dalam 24 jam, perlahan diabsorbsi.


Diagnosis

Anamnesis P. Fisik P. Penunjang


(jika pendarahan berulang)

● Waktu pendarahan
● Memiliki riwayat medis ● Tidak ada pengurangan ● Waktu protrombin
terutama gangguan pembuluh ketajaman visual ● Hitung darah
darah seperti hipertensi dan ● Darah intraokular dapat lengkap
diabetes bocor melalui defek dan
● Riwayat trauma terkumpul di ruang
● Penggunaan lensa kontak subkonjungtiva yang dapat
● Batuk menciptakan pendarahan
Tata Laksana

● Kompres hangat
● Menenangkan pasien bahwa perdarahan dapat diabsorpsi
dan menghilang dalam waktu 1-2 minggu tanpa diobati.
Prognosis

● Prognosis visual yang baik.


● Penglihatan umumnya tidak terganggu.
● Tingkat kekambuhan untuk SCH spontan sekitar 10% tanpa faktor
risiko yang dapat diidentifikasi dan akan meningkat pada pasien
menggunakan terapi antikoagulan atau antiplatelet.
Hordeolum
dan Khalazion
Salsabila Luthfi Kusumaningati - 2010211078
Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif akut kelenjar pada
palpebra atau kelopak mata. Kelenjar kelopak mata yang
terinfeksi ialah kelenjar meibom, zeiss, dan moll.
Etiologi Hordeolum
Sebagian besar disebabkan oleh infeksi staphylococcus aureus.
Dapat juga disebabkan oleh streptococcus
Epidemiologi Hordeolum
Tidak terdapat data tentang insidensi dan prevalensi hordeolum baik
di indonesia maupun di dunia.

Lebih sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan dengan


anak-anak
Faktor Resiko Hordeolum

• Orang dewasa

• Pasien dengan penyakit blefaritis,


dermatitis seboroik, rosacea, dan Diabetes
berisiko tinggi terkena hordeolum
Klasifikasi Hordeolum

Hordeolum Internum Hordeolum Eksternum

• Mengenai kelenjar meibom


• Penonjolan terutama ke daerah • Mengenal kelenjar zeiss atau
konjungtiva tarsal moll
• Jarang pecah sendiri • Penonjolan nya yang terutama
• Penonjolan tidak ikut bergerak ke daerah kulit Kelopak
dengan pergerakan kulit • Nanah dapat keluar dari
• Penonjolan atau pangkal rambut (dapat pecah
pembengkakan lebih besar sendiri)
ketimbang pada hordeolum • Penonjolan ikut bergerak
eksternum dengan pergerakan kulit
• Penonjolan berukuran lebih
kecil ketimbang penonjolan
pada hordeolum internus Dan
terletak lebih superfisial
Gejala Klinis Hordoelum

Nyeri pada Kelopak mata dan nyeri


pada pangkal Bulumata jika ditekan Adanya Pseudoptosis atau ptosis

Rasa tidak nyaman dan sensasi


Edema dan Eritema
terbakar pada Kelopak mata

Terdapat gambaran abses kecil yang


Pembengkakan kelenjar Periaurikel
dapat pecah dengan sendirinya
Diagnosis Hordeolum

Anamnesis Pemeriksaan
Anamnesis
Penunjang
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
1. Kultur pus
• Inspeksi dan Palpasi daerah Kelopak Suatu metode untuk• memperbanyak bakteridaerah
Inspeksi dan Palpasi dari pus dengan
Kelopak
mata: terdapat Eritema, edema, dan mengembangbiakan dalam
mata: suatu media
terdapat khusus
Eritema, dalamdan
edema, kondisi
abses pada Kelopak mata. Perlu laboratorium untuk mengetahui
abses padabakteri
Kelopak penyebab pus. Pada hasil
mata. Perlu
dilakukan eversi Kelopak mata untuk kultur pus pada hordeolum akaneversi
dilakukan ditemukan bakteri
Kelopak mataStaphylococcus
untuk
melihat hordeolum internum aureus. Metode: melihat hordeolum internum
• Eksudat pustular dapat terlihat pada • Lakukan desinfeksi pada kulit
• Eksudat bagian
pustular palpebra
dapat terlihatmenggunakan
pada
bagian Kelopak mata yang terkena alkohol 70% bagian Kelopak mata yang terkena
• Pemeriksaan tajam penglihatan: • Mengambil sampel (pus) menggunakan
• Pemeriksaan syringe 0,5-5 ml atau
tajam penglihatan:
biasanya tidak mengalami gangguan, Swab biasanya tidak mengalami gangguan,
namun apabila ukuran hordeolum • Memasukkan sampel namunke botol steril
apabila atau hordeolum
ukuran media transport
menekan kornea dapat mempengaruhi • Lakukan Pewarnaan gram dan
menekan pengembangbiakan
kornea dapat mempengaruhibakteri di
tajam penglihatan media yang sesuaitajam penglihatan
2. Histopatologi
Menunjukkan adanya abses atau kumpulan fokal leukosit PMN,
edema, dan jaringan nekrotik.
Tatalaksana Hordeolum
Pada umumnya hordeolum belum dapat sembuh sendiri dalam 1-2 minggu. Namun
tak jarang memerlukan pengobatan secara khusus :
• Kompres hangat selama sekitar 10 sampai 15 min, empat kali sehari
• Antibiotik topikal, bila berbakat untuk rekuren atau terjadinya pembesaran
kelenjar favorite color
• Antibiotika orang. Hanya digunakan ketika hordeolum tidak memberikan
perubahan saat diberikan antibiotik topikal
• Antibiotik sistemik ciprofloksaxim 250-500 mg atau Amoxycilin 3x1
Khalazion
Kalazia (jamak : kalazion) termasuk Lipogranuloma kronik, inflamasi yang paling umum terjadi
di Kelopak mata, akan membentuk nodul di Kelopak mata yang perlahan-lahan membesar
disebabkan oleh Peradangan dan Obstruksi kelenjar sebasea pada Kelopak mata. Kalazion dapat
dikategorikan superfisial dan deep. Kalazion superfisial diakibatkan oleh Peradangan kelenjar
Azis, sedangkan kalazion deep diakibatkan oleh Peradangan kelenjar meibom Tarsal
Etiologi Khalazion
Kalazion disebabkan oleh Peradangan dan Obstruksi kelenjar sebasea pada Kelopak mata yang dapat
dikaitkan dengan higiene kelopak mata buruk, dermatitis seboroik, rosacea, konsentrasi Lipid darah
tinggi, blefaritis kronik, Leishmaniasis, Tuberkulosis, imunodefisiensi, infeksi virus, karsinoma, stress,
trakoma, trauma kelopak mata, dan pembedahan Kelopak mata.
Epidemiologi Khalazion
Kalazion termasuk kondisi yang umum terjadi tetapi data insiden dan
Prevalensi di Amerika Serikat maupun di seluruh dunia tidak diketahui

Bisa terjadi pada semua kelompok umur, lebih sering pada orang dewasa 30
sampai 50 tahun, jangan pada anak-anak

Mempengaruhi pria dan wanita secara setara

Kalazion berulang pada usia lanjut bisa menjadi karsinoma sebaceous,


karsinoma sel skuamosa, karsinoma adneksa Mikrokistik, dan
Tuberkulosis

Kalazion berulang pada anak atau dewasa muda bisa menjadi Konjungtivitis
virus dan sindrom hiperimunoglobinlinemia E (hiper-IgE)

Penelitian belum menunjukkan bahwa penggunaan produk kosmetik Kelopak


mata dapat menyebabkan atau memperparah kondisi tersebut
Gejala Klinis Khalazion

• Pasien biasanya datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada palpebra baru baru ini,
diikuti dengan Peradangan akut.

• Kalazion lebih sering timbul pada palpebra superior. Penebalan dari saluran meibom dapat
menimbulkan disfungsi kelenjar meibom. Kondisi ini tampak dengan penekanan pada Kelopak
mata yang akan menyebabkan keluarnya cairan putih seperti pasta gigi yang seharusnya hanya
berjumlah kecil cairan jernih berminyak.

• Kalazion dihubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan obstruksi di kulit (seperti
komedo, wajah berminyak). Mungkin juga terdapat acne rosasea berupa kemerahan pada wajah
(facial erytema), teleangiktaksis dan spider navi pada pipi, hidung, dan kulit palpebra.
Diagnosis Khalazion

Anamnesis Pemeriksaan
Anamnesis Penunjang
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik

• Konsistensi teraba, pada peradangan akut terasa lunak • Pemeriksaan laboratorium jarang diminta,
• Ukuran kalazion diperkirakan kurang dari 1 cm. Ini tetapi pemeriksaan histologis menunjukkan
muncul lebih sering pada Kelopak atas sebagian sebagai Proliferasi endotel asinus dan respon radang
Lesi tunggal, meskipun beberapa Lesi mungkin terjadi. granulomatosa yang melibatkan sel sel
Kalazion cenderung lebih dalam daripada hordeolum. kelenjar jenis Langerhans
Hordeolum biasanya lunak, superfisial, dan terpusat pada • Biopsi diindikasikan pada kalazion berulang
bulu mata. • Eksisi bedah dilakukan melalui insisi vertikal
• Kelopak mata harus di balik sebagai sebagai bagian dari ke dalam kelenjar tarsal dari permukaan
pemeriksaan untuk mengevaluasi kalazion internal. konjungtiva diikuti kerutase materi gelatinosa
• Ketajaman visual harus dinilai. dan epitel kelenjar nya dengan hati hati
• Jika ada rasa sakit pada mata pewarnaan fluorescein dapat • Penyuntikkan steroid intra Lesi untuk Lesi
mengevaluasi abrasi kornea yang terkait. kecil, tindakan ini dikombinasikan dengan
tindakan bedah pada kasus yang sulit
Tatalaksana Hordeolum
A. Farmakologi:
• Antibiotik tidak diperlukan secara rutin dalam kondisi inflamasi, namun jika ada
infeksi maka tetrasiklin menjadi antibiotik pilihan. Jika pasien tidak bisa
menggunakan tertasiklin, metronidazole menjadi aternatif lainnya.
• sistemik -> doksikliin 100 mg 2x1 selama 10 hari atau minoskilin 50 mg selama
10 hari. Suntikan 0,2-2 ml larutan triamcinolone 40 mg/ml selama 2-2 hari
• Lesi persisten membutuhkan intervensi bedah.
• Lesi yang lebih kecil dapat di obati dengan kerutase bedah dan diseksi.
• Lesi yang lebih besar membutuhkan eksisi yang lebih luas.
• Kalazion yang berulang harus di Biopsi untuk menyingkir kan kasinoma
sebaceous
B. Non Farmakologi:
• Kompres hangat pada kelopak mata 2-4x1 selama 15 menit
• Jika gejala lebih dari satu bulan, rujuk ke oftalmologi untuk pembrrdahan
Referensi

• Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi


5. Jakarta:Badan PenerbitFKUI;2015. p. 1-296.

• Suhardjo. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit


Mata FK UGM, Yogyakarta;2007
Terima Kasih!

You might also like