PPh BADAN
Disamping Orang pribadi dikenal juga subjek hukum PPh yang bukan manusia yaitu
Badan hukum. Badan hukum merupakan organisasi atau sekelompok manusia yang
mempunyai tujuan tertentu dan dapat menyandang hak dan kewajiban.
Bentuk-bentuk badan antara lain adalah perseroan komanditer, perseroan terbatas,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, firma, koperasi, kongsi, dana
pensiun, yayasan, lembaga, organisasi massa, organisasi sosial politik, dan bentuk usaha
tetap. Tidak hanya itu, badan juga dapat berbentuk perkumpulan seperti asosiasi,
perhimpunan, dan ikatan.
A. CARA MENGHITUNG PPH BADAN
Sebagai subjek pajak dalam negeri, badan memiliki kewajiban untuk membayar pajak
sejak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
Kewajiban tersebut akan berakhir ketika badan dibubarkan atau tidak lagi
berkedudukan di Indonesia.
Untuk menghitung pajak yang dikenakan pada badan atas penghasilan yang didapatkan,
berikut mekanisme yang umum digunakan.
1. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Untuk mendapatkan nominal penghasilan kena pajak badan, pertama-tama wajib pajak
badan perlu mengetahui besaran jumlah penghasilan bruto yang didapatkan selama 1
tahun berjalan. Kemudian, kurangi penghasilan bruto tersebut dengan biaya-biaya yang
boleh dikurangkan (deductible expense).
Biaya yang dapat dikurangkan sebagaimana diatur dalam ketentuan fiskal adalah biaya
yang terkait dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
(3M). Biaya-biaya ini diatur dalam UU PPh Pasal 6, di antaranya:
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, contohnya biaya pembelian lahan, biaya promosi dan penjualan yang
diatur berdasarkan PMK No. 02/PMK/03/2010
2. Biaya penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta perusahaan untuk 3M
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian yang dilakukan di Indonesia
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
9. Sumbangan penanggulangan bencana nasional
10. Sumbangan penelitian yang dilakukan di Indonesia
11. Sumbangan biaya pembangunan infrastruktur sosial
12. Sumbangan fasilitas pendidikan
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
Sementara di dalam perusahaan, terdapat biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan
(non-deductible expense). Biaya ini diatur dalam Pasal 9 UU PPh, di antaranya:
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi
2. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atau anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh
8. Pajak penghasilan
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak
orang pribadi atau orang yang menjadi tanggungannya
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan
11. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk
dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau
amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A UU PPh
Biaya yang termasuk ke dalam deductible expense tidak dapat digunakan sebagai
pengurang untuk menghitung penghasilan kena pajak. Karena itu, ada baiknya untuk
memisahkan terlebih dahulu antara deductible expense dan non-deductible expense
dalam menghitung PPh Badan.
Biaya-biaya yang termasuk ke dalam non-deductible expense ini akan menimbulkan
koreksi fiskal positif, dan biaya-biaya yang termasuk ke dalam deductible expense akan
menimbulkan koreksi fiskal negatif.
Selanjutnya, didapatkan penghasilan neto fiskal, yaitu penghasilan neto yang diterima
oleh wajib pajak dalam negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah
melewati proses rekonsiliasi fiskal yang berdasarkan ketentuan perpajakan.
Penghasilan neto fiskal ini kemudian dikurangkan dengan kompensasi kerugian fiskal,
yaitu sisa saldo kerugian badan dari tahun sebelumnya (jika ada). Melalui Pasal 6 ayat
(2) UU PPh, pemerintah memperbolehkan wajib pajak badan untuk memperhitungkan
kompensasi kerugian sehingga didapatkan angka Penghasilan Kena Pajak sebagai Dasar
Pengenaan Pajak (DPP) untuk menghitung PPh Badan terutang.
Sebagai informasi, kerugian fiskal yang akan dikompensasikan wajib dihitung
berdasarkan aturan perpajakan terlebih dahulu dan bukan merupakan kerugian
komersial.
Kemudian, hasil dari pengurangan penghasilan neto fiskal dan kompensasi kerugian
fiskal tersebut adalah besaran penghasilan kena pajak yang dimaksud.
Jika penghasilan bruto setelah pengurangan biaya-biaya tersebut didapat kerugian
sehingga tidak terdapat penghasilan kena pajak, kerugian tersebut dikompensasikan
dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5
(lima) tahun berikutnya.
2. Penghitungan PPh Terutang
Untuk mendapatkan nominal PPh terutang atau pajak penghasilan yang dibayarkan,
wajib pajak dapat mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak yang berlaku.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 25%. Besar tarif ini
berlaku sampai tahun pajak 2019.
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020, pemerintah menurunkan tarif umum PPh
Badan menjadi :
a. Sebesar 22% (Dua Puluh Dua Persen) Yang Berlaku Pada Tahun Pajak 2020 dan
Tahun Pajak 2021; Dan
b. Sebesar 20% (Dua Puluh Persen) Yang Mulai Berlaku Pada Tahun Pajak 2022.
Sedangkan untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbuka (Go Public) dengan
jumlah keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia paling
sedikit 40%, dan memenuhi syarat tertentu, memperoleh tarif 3% lebih rendah dari
tarif umum PPh Badan. Jadi, tarif PPh Badan Go Public sebesar 19% untuk tahun pajak
2020 dan 2021, lalu 17% mulai tahun pajak 2022.
Dan jangan lupa, Setelah mendapatkan besaran PPh yang terutang, mengkreditkan
pajak-pajak lain, seperti:
1. PPh lain yang sudah dibayarkan melalui mekanisme pemotongan (Withholding
Tax) oleh pihak ketiga (PPh 23 dan PPh 22).
2. Angsuran PPh Badan yang telah dicicil dan dibayarkan sendiri (PPh 25 Badan).
3. PPh yang telah dibayarkan di luar Indonesia (PPh 24 Kredit Pajak Luar Negeri).
Hasil akhir, akan didapatkan perhitungan akhir PPh Badan, baik kurang bayar atau lebih
bayar.
B. KETENTUAN FASILITAS PENGURANGAN TARIF
Berdasarkan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, diatur bahwa Wajib
Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000
(lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%
(lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b
dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Jadi wajib pajak badan dalam negeri mendapatkan fasilitas pengurangan tarif seperti
yang tertulis dalam pasal 31E UU PPh. Fasilitas pengurangan tarif ini ditentukan
berdasarkan besaran peredaran bruto.
Jika peredaran bruto berada di antara Rp. 4,8 Miliar–Rp. 50 Miliar, maka wajib pajak
badan mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang dikenakan
atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto yang berjumlah Rp. 4,8 Miliar.
Berikut rumus fasilitas pengurangan tarif wajib pajak Badan dalam negeri :
Peredaran bruto kurang atau sama dengan Rp. 4,8 miliar:
50% x 22% x Penghasilan Kena Pajak
Peredaran bruto lebih dari Rp. 4,8 miliar s.d Rp. 50 miliar:
o (50% x 22%) x Penghasilan Kena Pajak yang memperoleh fasilitas
o 22% x Penghasilan Kena Pajak tidak memperoleh fasilitas.
Tetapi jika peredaran bruto di atas Rp50 miliar, akan dihitung berdasarkan ketentuan
umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif. Hasilnya, besar PPh Badan tetap 22%
dikalikan penghasilan kena pajak.
C. CONTOH SEDERHANA PENGHITUNGAN SPT PPH BADAN
Mari mencoba menghitung PPh Badan menggunakan penjelasan di atas. Berikut ini ada
dua contoh penghitungan PPh Badan yang menggunakan fasilitas pengurangan tarif dan
tidak. Mengutip dari laman Pajak.go.id, berikut contoh kasus penghitungan PPh Badan:
Contoh Penghitungan PPh Badan dengan Fasilitas Pengurangan Tarif
Pasal 31E
Pada tahun 2020, PT Abjad XYZ memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp 6 Miliar.
Selain itu, diketahui selama tahun berjalan tersebut, PT Abjad XYZ memiliki rincian
beban dan pendapatan sebagai berikut:
• Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
bruto sebesar Rp. 5,4 miliar.
• Mendapatkan penghasilan lainnya sebesar Rp. 50 juta.
• Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
lainnya sebesar Rp30 juta.
• Kompensasi kerugian fiskal dari tahun sebelumnya Rp. 10 juta.
• Kredit PPh Pasal 25 Rp. 100 juta.
• Kredit PPh Pasal 22 Rp. 10 juta.
• Kredit PPh Pasal 23 Rp. 20 juta.
Berapa besaran PPh terutang PT Abjad XYZ untuk dibayar dan dilaporkan pada SPT
Tahunan PPh Badan? Pertama-tama, terlebih dahulu mencari besaran penghasilan kena
pajak PT Abjad XYZ:
a. Penghasilan Neto
Penghasilan Neto = Peredaran Bruto – Biaya 3M Peredaran Bruto
= Rp. 6.000.000.000 – Rp. 5.400.000.000
= Rp. 600.000.000
b. Penghasilan Neto Lainnya
Penghasilan Neto Lainnya = Penghasilan lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya
= Rp. 50.000.000 – Rp. 30.000.000
= Rp. 20.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp. 600.000.000 + Rp. 20.000.000
= Rp. 620.000.000
c. Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak = Rp620.000.000 – Rp10.000.000 = Rp. 610.000.000
Karena omzet peredaran bruto PT Abjad XYZ di atas Rp. 4,8 miliar, maka
memperoleh fasilitas pengurangan tarif :
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
= Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak yang memperoleh fasilitas
= Rp. 610.000.000 – Rp. 488.000.000 = Rp. 122.000.000
Maka, besaran PPh terutangnya adalah :
o (50% x 22%) x Rp. 488.000.000 = Rp. 53.680.000
o 22% x Rp. 122.000.000 = Rp. 26.840.000
Total PPh Terutang = Rp. 53.680.000 + Rp. 26. 840.000
= Rp. 80.520.000
PT Abjad XYZ memiliki beberapa kredit pajak penghasilan yang sudah dibayar:
= PPh Pasal 22 + PPh Pasal 23 + PPh Pasal 25
= Rp. 10.000.000 + Rp. 20.000.000 + Rp. 100.000.000
=
4.800.000.000
6.000.000.000
𝑥 610.000.000
= Rp. 488.000.000
=
4.800.000.000
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝐵𝑟𝑢𝑡𝑜
𝑥 𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑛𝑎 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
Maka, PPh terutang dikurangi dengan total kredit pajak tersebut.
Rp. 80.520.000 – Rp. 130.000.000= (Rp. 49.480.000)
Dalam hal ini, PT Abjad XYZ memiliki lebih bayar pajak sebesar Rp. 49.480.000,-
Contoh Penghitungan PPh Badan Tanpa Fasilitas Pengurangan Tarif
Pasal 31E
Pada tahun 2020, PT Abjad XYZ memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp60 Miliar.
Selain itu, diketahui selama tahun berjalan tersebut, PT Abjad XYZ memiliki rincian
beban dan pendapatan sebagai berikut:
• Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
bruto sebesar Rp54 miliar.
• Mendapatkan penghasilan lainnya sebesar Rp500 juta.
• Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
lainnya sebesar Rp300 juta.
• Kompensasi kerugian fiskal dari tahun sebelumnya Rp100 juta.
• Kredit PPh Pasal 25 Rp500 juta.
• Kredit PPh Pasal 22 Rp100 juta.
• Kredit PPh Pasal 23 Rp400 juta.
Berapa besaran PPh terutang PT Abjad XYZ untuk dibayar dan dilaporkan pada SPT
Tahunan PPh Badan? Pertama-tama, terlebih dahulu mencari besaran penghasilan kena
pajak PT Abjad XYZ:
a. Penghasilan Neto
= Peredaran Bruto – Biaya 3M Peredaran Bruto
= Rp. 60.000.000.000 – Rp. 54.000.000.000 = Rp. 6.000.000.000
b. Penghasilan Neto Lainnya
= Penghasilan lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya
= Rp. 500.000.000 – Rp. 300.000.000 = Rp. 200.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp. 6.000.000.000 + Rp. 200.000.000 = Rp. 6.200.000.000
c. Penghasilan Kena Pajak
= Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian
= Rp. 6.200.000.000 – Rp. 100.000.000 = Rp. 6.100.000.000
Karena omzet Peredaran Bruto PT. Abjad XYZ di atas Rp. 50 miliar, maka tidak
memperoleh fasilitas pengurangan tarif sehingga penghitungannya :
PPh Terutang :
PPh Terutang = 22% x Penghasilan Kena Pajak
= 22% x Rp. 6.100.000.000 = Rp. 1.342.000.000
PPh terutang PT Abjad XYZ adalah sebesar Rp. 1.342.000.000
PT Abjad XYZ memiliki beberapa kredit pajak penghasilan yang sudah dibayar:
PPh Pasal 22 + PPh Pasal 23 + PPh Pasal 25
= Rp. 100.000.000 + Rp. 400.000.000 + Rp. 500.000.000 = Rp. 1.000.000.000
Maka, PPh terutang dikurangi dengan total kredit pajak tersebut.
Rp. 1.342.000.000 – Rp. 1.000.000.000 = Rp. 342.000.000
Dalam hal ini, PT. Abjad XYZ masih harus membayar pajak sebesar Rp. 342.000.000

More Related Content

PPT
Accounting for Income Tax
PDF
Vietnam Accounting Standards - VAS 17 Income taxes
PDF
Final draft of icab application level taxation 2 syllabus weight based quest...
DOCX
Lab file on corporate tax planing
PPTX
Corporate Tax Planning: Bangladesh Perspective
PDF
Tax planning in business bangladesh perspective by swapan kumar bala ssrn-id9...
DOCX
Accountig for tax
PPTX
Tax Planning
Accounting for Income Tax
Vietnam Accounting Standards - VAS 17 Income taxes
Final draft of icab application level taxation 2 syllabus weight based quest...
Lab file on corporate tax planing
Corporate Tax Planning: Bangladesh Perspective
Tax planning in business bangladesh perspective by swapan kumar bala ssrn-id9...
Accountig for tax
Tax Planning

What's hot (20)

PPTX
tax planning for individuals
PPTX
PPTX
TDS and TCS under GST
PPT
Tax aspect for educational intitutions(june 26, 2013)
PPT
Tax Planning
PPTX
Individual taxation, exemption
PPS
A ccounting for income taxes
PPTX
Tax planning concepts
PPTX
TDS and TCS provisions in GST
PPTX
PPTX
Corporate tax
PDF
Tax deduction at source in nepal
PPTX
Accounting for Income Tax
DOCX
Mf0012 – taxation management
PDF
Snr income tax compliance hand book
PPT
Ias 12 Income Taxes
DOCX
IAS 12
PPTX
Tax planning
PPTX
Challenging IRS Tax Determinations
tax planning for individuals
TDS and TCS under GST
Tax aspect for educational intitutions(june 26, 2013)
Tax Planning
Individual taxation, exemption
A ccounting for income taxes
Tax planning concepts
TDS and TCS provisions in GST
Corporate tax
Tax deduction at source in nepal
Accounting for Income Tax
Mf0012 – taxation management
Snr income tax compliance hand book
Ias 12 Income Taxes
IAS 12
Tax planning
Challenging IRS Tax Determinations
Ad

Similar to Perhitungan PPh Badan - Riki Ardoni (20)

PPTX
Cha- 1 for Bangladesh income tax for finance .pptx
DOCX
India's Income Tax System.docx
PDF
Income%20tax%20ppt%2023.01.2024.pdf Income tax
PPT
Direct Tax code 2009!!
DOCX
Workshop file on income tax law
PPTX
Fundamentals of Taxation Presentation.pptx
PPTX
Chapter 4 Personal Taxation
DOC
PPT
Taxation in Brazil
DOC
Lecture 1 introduction
PPTX
Summerized_CH_5_Ethiopian_Income_Tax_Schedulesstructure (1).pptx
PPT
BASIC-CONCEPTS.ppt
PDF
2025 Tax Guide for Foreign Investors in Poland
PDF
Guide to running a limited company
PPTX
Introduction to Income Tax
PDF
Concepts in Federal Taxation 2014 Murphy 21st Edition Test Bank
PPTX
Group 6 Presentationsdaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
ODP
Payment Of Bonus Act 1965
ODP
Payment Of Bonus Act 1965
Cha- 1 for Bangladesh income tax for finance .pptx
India's Income Tax System.docx
Income%20tax%20ppt%2023.01.2024.pdf Income tax
Direct Tax code 2009!!
Workshop file on income tax law
Fundamentals of Taxation Presentation.pptx
Chapter 4 Personal Taxation
Taxation in Brazil
Lecture 1 introduction
Summerized_CH_5_Ethiopian_Income_Tax_Schedulesstructure (1).pptx
BASIC-CONCEPTS.ppt
2025 Tax Guide for Foreign Investors in Poland
Guide to running a limited company
Introduction to Income Tax
Concepts in Federal Taxation 2014 Murphy 21st Edition Test Bank
Group 6 Presentationsdaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Payment Of Bonus Act 1965
Payment Of Bonus Act 1965
Ad

More from Riki Ardoni (20)

PDF
Kemampuan Hantar Arus (KHA) Kabel Tembaga dan Nilai MCB yang Sesuai.pdf
PDF
PERBEDAAN ANTARA VOLUME DAN MASSA (BERAT) - Riki Ardoni.pdf
PDF
Prinsip Kerja Air Conditioner (AC) - Riki Ardoni.pdf
PDF
Cara Menghitung Ukuran Kapasitor untuk Exhaust Fan.pdf
PDF
PERHITUNGAN MENENTUKAN KAPASITOR PADA MOTOR LISTRIK SATU FASA DAN TIGA FASA.pdf
PDF
PEMILIHAN KAPASITAS KONTAKTOR DAN THERMAL OVERLOAD RELAY.pdf
PDF
MENENTUKAN TYPE THERMAL OVERLOAD RELAY (TOR) yang DIBUTUHKAN dan PENGATURAN A...
PDF
Cara Mengukur Arus Menggunakan Kyoritsu 1021R Digital Multimeter - By RIKI AR...
PDF
PERHITUNGAN KONSUMSI BAHAN BAKAR GENSET STAMFORD.pdf
PDF
CARA MENENTUKAN UKURAN AMPERE CONTACTOR YANG COCOK UNTUK MOTOR LISTRIK DAN HE...
PDF
HUKUM KIRCHHOFF 1 (Hukum Kirchhoff Arus) & HUKUM KIRCHHOFF 2 (Hukum Kirchhoff...
PDF
HUKUM OHM (Ohm’s Laws) - HAMBATAN LISTRIK PARALEL & SERI.pdf
PDF
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KONEKSI MOTOR LISTRIK DOL (DIRECT-ON-LINE) DAN STAR-...
PDF
PERBEDAAN KLAUSA JOIN-ON DAN KLAUSA INNER JOIN-USING.pdf
PDF
FUNCTION OF OIL IN AC COMPRESSOR - RIKI ARDONI.pdf
PDF
PRINSIP KERJA CHILLER (WHAT IS THE DIFFERENCE BETWEEN AIR COOLED CHILLER AND ...
PDF
Bahasa Pemrograman mana yang TERBAIK untuk GUI
PDF
Prinsip Kerja Batterai LITHIUM-ION - Riki Ardoni
PDF
WHAT IS THE DIFFERENCE BETWEEN MySQL AND MariaDB.pdf
PDF
Perbedaan SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) dan DCS (Distribut...
Kemampuan Hantar Arus (KHA) Kabel Tembaga dan Nilai MCB yang Sesuai.pdf
PERBEDAAN ANTARA VOLUME DAN MASSA (BERAT) - Riki Ardoni.pdf
Prinsip Kerja Air Conditioner (AC) - Riki Ardoni.pdf
Cara Menghitung Ukuran Kapasitor untuk Exhaust Fan.pdf
PERHITUNGAN MENENTUKAN KAPASITOR PADA MOTOR LISTRIK SATU FASA DAN TIGA FASA.pdf
PEMILIHAN KAPASITAS KONTAKTOR DAN THERMAL OVERLOAD RELAY.pdf
MENENTUKAN TYPE THERMAL OVERLOAD RELAY (TOR) yang DIBUTUHKAN dan PENGATURAN A...
Cara Mengukur Arus Menggunakan Kyoritsu 1021R Digital Multimeter - By RIKI AR...
PERHITUNGAN KONSUMSI BAHAN BAKAR GENSET STAMFORD.pdf
CARA MENENTUKAN UKURAN AMPERE CONTACTOR YANG COCOK UNTUK MOTOR LISTRIK DAN HE...
HUKUM KIRCHHOFF 1 (Hukum Kirchhoff Arus) & HUKUM KIRCHHOFF 2 (Hukum Kirchhoff...
HUKUM OHM (Ohm’s Laws) - HAMBATAN LISTRIK PARALEL & SERI.pdf
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KONEKSI MOTOR LISTRIK DOL (DIRECT-ON-LINE) DAN STAR-...
PERBEDAAN KLAUSA JOIN-ON DAN KLAUSA INNER JOIN-USING.pdf
FUNCTION OF OIL IN AC COMPRESSOR - RIKI ARDONI.pdf
PRINSIP KERJA CHILLER (WHAT IS THE DIFFERENCE BETWEEN AIR COOLED CHILLER AND ...
Bahasa Pemrograman mana yang TERBAIK untuk GUI
Prinsip Kerja Batterai LITHIUM-ION - Riki Ardoni
WHAT IS THE DIFFERENCE BETWEEN MySQL AND MariaDB.pdf
Perbedaan SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) dan DCS (Distribut...

Recently uploaded (20)

PDF
Lundin Gold - August 2025.pdf presentation
PPTX
BU22CSEN0300556_PPT.pptx presentation about
PPT
Project_finance_introduction in finance.ppt
PDF
epic-retirement-criteria-for-funds (1).pdf
PPT
Business Process Analysis and Quality Management (PMgt 771) with 2 Credit Housr
PDF
Chapterrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr 2_AP.pdf
PPTX
INDIAN FINANCIAL SYSTEM (Financial institutions, Financial Markets & Services)
PDF
NewBase 22 August 2025 Energy News issue - 1818 by Khaled Al Awadi_compresse...
PDF
Slides_3_Bounded_Rationality_and_Strategic_Interaction.pdf
PPTX
Case study for Financial statements for Accounts
PPTX
ratio analysis presentation for graduate
PDF
Science 5555555555555555555555555555.pdf
PPTX
Financial literacy among Collage students.pptx
PPT
1_Chapter_1_Introduction_to_Auditing.ppt
PPTX
DOC-20250604-WA0001.pbbgjjghhyt gg fromptx
PPT
Relevant Information & Alternative Choice Decisions
PPTX
Andry Specialty Vehicles case study for Accounting
PDF
Best Accounting Outsourcing Companies in The USA
PPT
CompanionAsset_9780128146378_Chapter04.ppt
PPTX
RISK MANAGEMENT IN MEDICAL LABORATORIES 2.pptx
Lundin Gold - August 2025.pdf presentation
BU22CSEN0300556_PPT.pptx presentation about
Project_finance_introduction in finance.ppt
epic-retirement-criteria-for-funds (1).pdf
Business Process Analysis and Quality Management (PMgt 771) with 2 Credit Housr
Chapterrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr 2_AP.pdf
INDIAN FINANCIAL SYSTEM (Financial institutions, Financial Markets & Services)
NewBase 22 August 2025 Energy News issue - 1818 by Khaled Al Awadi_compresse...
Slides_3_Bounded_Rationality_and_Strategic_Interaction.pdf
Case study for Financial statements for Accounts
ratio analysis presentation for graduate
Science 5555555555555555555555555555.pdf
Financial literacy among Collage students.pptx
1_Chapter_1_Introduction_to_Auditing.ppt
DOC-20250604-WA0001.pbbgjjghhyt gg fromptx
Relevant Information & Alternative Choice Decisions
Andry Specialty Vehicles case study for Accounting
Best Accounting Outsourcing Companies in The USA
CompanionAsset_9780128146378_Chapter04.ppt
RISK MANAGEMENT IN MEDICAL LABORATORIES 2.pptx

Perhitungan PPh Badan - Riki Ardoni

  • 1. PPh BADAN Disamping Orang pribadi dikenal juga subjek hukum PPh yang bukan manusia yaitu Badan hukum. Badan hukum merupakan organisasi atau sekelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu dan dapat menyandang hak dan kewajiban. Bentuk-bentuk badan antara lain adalah perseroan komanditer, perseroan terbatas, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, firma, koperasi, kongsi, dana pensiun, yayasan, lembaga, organisasi massa, organisasi sosial politik, dan bentuk usaha tetap. Tidak hanya itu, badan juga dapat berbentuk perkumpulan seperti asosiasi, perhimpunan, dan ikatan. A. CARA MENGHITUNG PPH BADAN Sebagai subjek pajak dalam negeri, badan memiliki kewajiban untuk membayar pajak sejak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia. Kewajiban tersebut akan berakhir ketika badan dibubarkan atau tidak lagi berkedudukan di Indonesia. Untuk menghitung pajak yang dikenakan pada badan atas penghasilan yang didapatkan, berikut mekanisme yang umum digunakan.
  • 2. 1. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Untuk mendapatkan nominal penghasilan kena pajak badan, pertama-tama wajib pajak badan perlu mengetahui besaran jumlah penghasilan bruto yang didapatkan selama 1 tahun berjalan. Kemudian, kurangi penghasilan bruto tersebut dengan biaya-biaya yang boleh dikurangkan (deductible expense). Biaya yang dapat dikurangkan sebagaimana diatur dalam ketentuan fiskal adalah biaya yang terkait dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M). Biaya-biaya ini diatur dalam UU PPh Pasal 6, di antaranya: 1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, contohnya biaya pembelian lahan, biaya promosi dan penjualan yang diatur berdasarkan PMK No. 02/PMK/03/2010 2. Biaya penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud 3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan 4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta perusahaan untuk 3M 5. Kerugian selisih kurs mata uang asing 6. Biaya penelitian yang dilakukan di Indonesia 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan 8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih 9. Sumbangan penanggulangan bencana nasional 10. Sumbangan penelitian yang dilakukan di Indonesia 11. Sumbangan biaya pembangunan infrastruktur sosial 12. Sumbangan fasilitas pendidikan 13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga Sementara di dalam perusahaan, terdapat biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan (non-deductible expense). Biaya ini diatur dalam Pasal 9 UU PPh, di antaranya: 1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
  • 3. 2. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota 3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan 4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan 6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa 7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh 8. Pajak penghasilan 9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak orang pribadi atau orang yang menjadi tanggungannya 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham Sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan 11. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A UU PPh Biaya yang termasuk ke dalam deductible expense tidak dapat digunakan sebagai pengurang untuk menghitung penghasilan kena pajak. Karena itu, ada baiknya untuk memisahkan terlebih dahulu antara deductible expense dan non-deductible expense dalam menghitung PPh Badan. Biaya-biaya yang termasuk ke dalam non-deductible expense ini akan menimbulkan koreksi fiskal positif, dan biaya-biaya yang termasuk ke dalam deductible expense akan menimbulkan koreksi fiskal negatif.
  • 4. Selanjutnya, didapatkan penghasilan neto fiskal, yaitu penghasilan neto yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, setelah melewati proses rekonsiliasi fiskal yang berdasarkan ketentuan perpajakan. Penghasilan neto fiskal ini kemudian dikurangkan dengan kompensasi kerugian fiskal, yaitu sisa saldo kerugian badan dari tahun sebelumnya (jika ada). Melalui Pasal 6 ayat (2) UU PPh, pemerintah memperbolehkan wajib pajak badan untuk memperhitungkan kompensasi kerugian sehingga didapatkan angka Penghasilan Kena Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk menghitung PPh Badan terutang. Sebagai informasi, kerugian fiskal yang akan dikompensasikan wajib dihitung berdasarkan aturan perpajakan terlebih dahulu dan bukan merupakan kerugian komersial. Kemudian, hasil dari pengurangan penghasilan neto fiskal dan kompensasi kerugian fiskal tersebut adalah besaran penghasilan kena pajak yang dimaksud. Jika penghasilan bruto setelah pengurangan biaya-biaya tersebut didapat kerugian sehingga tidak terdapat penghasilan kena pajak, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun berikutnya. 2. Penghitungan PPh Terutang Untuk mendapatkan nominal PPh terutang atau pajak penghasilan yang dibayarkan, wajib pajak dapat mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak yang berlaku. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada badan adalah 25%. Besar tarif ini berlaku sampai tahun pajak 2019. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020, pemerintah menurunkan tarif umum PPh Badan menjadi :
  • 5. a. Sebesar 22% (Dua Puluh Dua Persen) Yang Berlaku Pada Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak 2021; Dan b. Sebesar 20% (Dua Puluh Persen) Yang Mulai Berlaku Pada Tahun Pajak 2022. Sedangkan untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbuka (Go Public) dengan jumlah keseluruhan saham yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%, dan memenuhi syarat tertentu, memperoleh tarif 3% lebih rendah dari tarif umum PPh Badan. Jadi, tarif PPh Badan Go Public sebesar 19% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu 17% mulai tahun pajak 2022. Dan jangan lupa, Setelah mendapatkan besaran PPh yang terutang, mengkreditkan pajak-pajak lain, seperti: 1. PPh lain yang sudah dibayarkan melalui mekanisme pemotongan (Withholding Tax) oleh pihak ketiga (PPh 23 dan PPh 22). 2. Angsuran PPh Badan yang telah dicicil dan dibayarkan sendiri (PPh 25 Badan). 3. PPh yang telah dibayarkan di luar Indonesia (PPh 24 Kredit Pajak Luar Negeri). Hasil akhir, akan didapatkan perhitungan akhir PPh Badan, baik kurang bayar atau lebih bayar. B. KETENTUAN FASILITAS PENGURANGAN TARIF Berdasarkan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, diatur bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Jadi wajib pajak badan dalam negeri mendapatkan fasilitas pengurangan tarif seperti yang tertulis dalam pasal 31E UU PPh. Fasilitas pengurangan tarif ini ditentukan berdasarkan besaran peredaran bruto.
  • 6. Jika peredaran bruto berada di antara Rp. 4,8 Miliar–Rp. 50 Miliar, maka wajib pajak badan mendapatkan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto yang berjumlah Rp. 4,8 Miliar. Berikut rumus fasilitas pengurangan tarif wajib pajak Badan dalam negeri : Peredaran bruto kurang atau sama dengan Rp. 4,8 miliar: 50% x 22% x Penghasilan Kena Pajak Peredaran bruto lebih dari Rp. 4,8 miliar s.d Rp. 50 miliar: o (50% x 22%) x Penghasilan Kena Pajak yang memperoleh fasilitas o 22% x Penghasilan Kena Pajak tidak memperoleh fasilitas. Tetapi jika peredaran bruto di atas Rp50 miliar, akan dihitung berdasarkan ketentuan umum atau tanpa fasilitas pengurangan tarif. Hasilnya, besar PPh Badan tetap 22% dikalikan penghasilan kena pajak. C. CONTOH SEDERHANA PENGHITUNGAN SPT PPH BADAN Mari mencoba menghitung PPh Badan menggunakan penjelasan di atas. Berikut ini ada dua contoh penghitungan PPh Badan yang menggunakan fasilitas pengurangan tarif dan tidak. Mengutip dari laman Pajak.go.id, berikut contoh kasus penghitungan PPh Badan: Contoh Penghitungan PPh Badan dengan Fasilitas Pengurangan Tarif Pasal 31E Pada tahun 2020, PT Abjad XYZ memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp 6 Miliar. Selain itu, diketahui selama tahun berjalan tersebut, PT Abjad XYZ memiliki rincian beban dan pendapatan sebagai berikut: • Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bruto sebesar Rp. 5,4 miliar. • Mendapatkan penghasilan lainnya sebesar Rp. 50 juta.
  • 7. • Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya sebesar Rp30 juta. • Kompensasi kerugian fiskal dari tahun sebelumnya Rp. 10 juta. • Kredit PPh Pasal 25 Rp. 100 juta. • Kredit PPh Pasal 22 Rp. 10 juta. • Kredit PPh Pasal 23 Rp. 20 juta. Berapa besaran PPh terutang PT Abjad XYZ untuk dibayar dan dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan? Pertama-tama, terlebih dahulu mencari besaran penghasilan kena pajak PT Abjad XYZ: a. Penghasilan Neto Penghasilan Neto = Peredaran Bruto – Biaya 3M Peredaran Bruto = Rp. 6.000.000.000 – Rp. 5.400.000.000 = Rp. 600.000.000 b. Penghasilan Neto Lainnya Penghasilan Neto Lainnya = Penghasilan lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya = Rp. 50.000.000 – Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000 Total Penghasilan Neto = Rp. 600.000.000 + Rp. 20.000.000 = Rp. 620.000.000 c. Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian Penghasilan Kena Pajak = Rp620.000.000 – Rp10.000.000 = Rp. 610.000.000 Karena omzet peredaran bruto PT Abjad XYZ di atas Rp. 4,8 miliar, maka memperoleh fasilitas pengurangan tarif :
  • 8. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas = Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak yang memperoleh fasilitas = Rp. 610.000.000 – Rp. 488.000.000 = Rp. 122.000.000 Maka, besaran PPh terutangnya adalah : o (50% x 22%) x Rp. 488.000.000 = Rp. 53.680.000 o 22% x Rp. 122.000.000 = Rp. 26.840.000 Total PPh Terutang = Rp. 53.680.000 + Rp. 26. 840.000 = Rp. 80.520.000 PT Abjad XYZ memiliki beberapa kredit pajak penghasilan yang sudah dibayar: = PPh Pasal 22 + PPh Pasal 23 + PPh Pasal 25 = Rp. 10.000.000 + Rp. 20.000.000 + Rp. 100.000.000 = 4.800.000.000 6.000.000.000 𝑥 610.000.000 = Rp. 488.000.000 = 4.800.000.000 𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝐵𝑟𝑢𝑡𝑜 𝑥 𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑛𝑎 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
  • 9. Maka, PPh terutang dikurangi dengan total kredit pajak tersebut. Rp. 80.520.000 – Rp. 130.000.000= (Rp. 49.480.000) Dalam hal ini, PT Abjad XYZ memiliki lebih bayar pajak sebesar Rp. 49.480.000,- Contoh Penghitungan PPh Badan Tanpa Fasilitas Pengurangan Tarif Pasal 31E Pada tahun 2020, PT Abjad XYZ memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp60 Miliar. Selain itu, diketahui selama tahun berjalan tersebut, PT Abjad XYZ memiliki rincian beban dan pendapatan sebagai berikut: • Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bruto sebesar Rp54 miliar. • Mendapatkan penghasilan lainnya sebesar Rp500 juta. • Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya sebesar Rp300 juta. • Kompensasi kerugian fiskal dari tahun sebelumnya Rp100 juta. • Kredit PPh Pasal 25 Rp500 juta. • Kredit PPh Pasal 22 Rp100 juta. • Kredit PPh Pasal 23 Rp400 juta. Berapa besaran PPh terutang PT Abjad XYZ untuk dibayar dan dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan? Pertama-tama, terlebih dahulu mencari besaran penghasilan kena pajak PT Abjad XYZ: a. Penghasilan Neto = Peredaran Bruto – Biaya 3M Peredaran Bruto = Rp. 60.000.000.000 – Rp. 54.000.000.000 = Rp. 6.000.000.000
  • 10. b. Penghasilan Neto Lainnya = Penghasilan lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya = Rp. 500.000.000 – Rp. 300.000.000 = Rp. 200.000.000 Total Penghasilan Neto = Rp. 6.000.000.000 + Rp. 200.000.000 = Rp. 6.200.000.000 c. Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian = Rp. 6.200.000.000 – Rp. 100.000.000 = Rp. 6.100.000.000 Karena omzet Peredaran Bruto PT. Abjad XYZ di atas Rp. 50 miliar, maka tidak memperoleh fasilitas pengurangan tarif sehingga penghitungannya : PPh Terutang : PPh Terutang = 22% x Penghasilan Kena Pajak = 22% x Rp. 6.100.000.000 = Rp. 1.342.000.000 PPh terutang PT Abjad XYZ adalah sebesar Rp. 1.342.000.000 PT Abjad XYZ memiliki beberapa kredit pajak penghasilan yang sudah dibayar: PPh Pasal 22 + PPh Pasal 23 + PPh Pasal 25 = Rp. 100.000.000 + Rp. 400.000.000 + Rp. 500.000.000 = Rp. 1.000.000.000
  • 11. Maka, PPh terutang dikurangi dengan total kredit pajak tersebut. Rp. 1.342.000.000 – Rp. 1.000.000.000 = Rp. 342.000.000 Dalam hal ini, PT. Abjad XYZ masih harus membayar pajak sebesar Rp. 342.000.000