SlideShare a Scribd company logo
i
FAKTOR RISIKO PENYEBAB ASFIKSIA NEONATORUM
DI RUANG TERATAI RSUD KABUPATEN MUNA
TAHUN 2015
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Oleh :
Ratma Ningsih
PSW.B.2013.IB.0030
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE
AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA
2016
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah
Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai
RSUD Kabupaten MunaTahun 2015
Telah disetujui untuk diseminarkan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Raha, Juli 2016
Pembimbing I Pembimbing II
Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes La Hasariy, SKM., M.Kes
Mengetahui
Direktur Akbid Paramata Raha
Kabupaten Muna
Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah
Karya Tulis ini telah disetujui dan diperiksa oleh Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Tim Penguji :
1. La Ode Muhlisi, A.Kep., M.Kes (…………………………….)
2. Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes (…………………………….)
3. La Hasariy, SKM., M.Kes (…………………………….)
Raha, Juli 2016
Pembimbing I Pembimbing II
Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes La Hasariy, SKM., M.Kes
Mengetahui
Direktur Akbid Paramata Raha
Kabupaten Muna
Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, disepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Raha, Juli 2016
Ratma Ningsih
v
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
1. Nama : Ratma Ningsih
2. Tempat/ tanggal lahir : Pulau Balu, 22 Agustus 1995
3. Agama : Islam
4. Suku/ kebangsaan : Bajo/ Indonesia
5. Alamat : Pulau Balu
B. Identitas Orang tua
1. Nama Ayah /Ibu : Jamal Asur/ Nurhaya
2. Pekerjaan : Wiraswasta/ IRT
3. Alamat : Pulau Balu
C. Pendidikan
1. SD Negeri 4 Tikep tahun 2007
2. SMP Negeri 2Tikep tahun 2010
3. SMA Negeri 1 Tikep tahun 2013
4. Akademi Kebidanan Paramata Raha tahun 2013 sampai sekarang.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikankarya tulis ilmiah ini dengan
judul “Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum Di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015”.
Dalam kesempatan ini, penulis mengahaturkan banyak terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada ibu Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes selaku
pembimbing I sekaligus Direktur Akademi Kebidanan Paramata Raha dan bapak
La Hasariy, SKM., M.Kes selaku pembimbing II yang telah meluangkan
waktunya untuk membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian karya
tulis ilmiah ini sehingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai dengan baik.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini dengan penuh
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak La Ode Muhlisi, A.Kep, M.Kes selaku Ketua Yayasan Pendidikan
Sowite Kabupaten Muna sekaligus penguji Karya Tulis Ilmiah.
2. Seluruh jajaran Dosen dan para Staff Akademi Kebidanan Paramata Raha
Kabupaten Muna.
3. Kepala Badan Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Muna yang telah
membantu memberikan izin serta kesempatan kepada peneliti untuk
melakukan penelitian ini
vii
4. Direktur RSUD Kabupaten Muna, Kepala Ruangan Teratai, Kepala Ruangan
Rekam Medik serta seluruh petugas yang telah membantu penulis dalam
penelitian.
5. Ayahanda Jamal Asur dan Ibunda Nurhaya yang telah memberikan segala
dukungan baik moril maupun materil serta doa restu dan kasih sayangnya
yang tidak pernah putus selama mengikuti pendidikan di Akademi Kebidanan
Paramata Raha Kabupaten Muna hingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Semua keluarga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, saudara-
saudara penulis Nuryasih, Aldi dan Amran yang selalu memberikan
dukungan serta saudara Haryanto Ardi Kurniawan yang tidak henti
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama mengikuti
pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna.
6. Teman-teman seangkatan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu serta
sahabat-sahabat penulis Yunianti, Jumhirah, Kiky Rezky Amalia dan
Salmiawati terimakasih atas dukungannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari sempurna baik
dari segi materi maupun penulisannya, karena. Olehnya itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
WassalamualaikumWarahmatullahi Wabarakatuh.
Raha, Juli 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
Lembar Persetujuan.......................................................................................... ii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iii
Pernyataan........................................................................................................ iv
Riwayat Hidup ................................................................................................. v
Kata Pengantar ................................................................................................. vi
Daftar Isi........................................................................................................... viii
Daftar Tabel ..................................................................................................... x
Daftar Gambar.................................................................................................. xi
Intisari .............................................................................................................. xii
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian............................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian........................................................................... 5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. TelaahPustaka.................................................................................. 7
1. Bayi Baru Lahir Normal........................................................... 7
2. Asfiksia Neonatorum................................................................ 8
3. Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum ........................ 12
B. Landasan Teori ................................................................................ 26
C. Kerangka Konsep ............................................................................ 29
D. Hipotesis Penelitian......................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ...................................................................... 32
B. Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................... 32
C. Subyek Penelitian ............................................................................ 33
D. Tehnik Pengeumpulan Data dan Instrument Penelitian .................. 33
E. Tehnik Pengolahan Data.................................................................. 34
F. Analisis Data.................................................................................... 35
G. Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................... 36
H. Defenisi Operasional ....................................................................... 36
I. Jalannya Penelitian .......................................................................... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian................................................................................ 39
B. Pembahasan ..................................................................................... 52
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan...................................................................................... 72
B. Saran................................................................................................ 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skor APGAR ..................................................................................... 11
Tabel 2.Kontingensi 2x2 Odds Ratio pada penelitian Case Control Study ..... 35
Tabel 3. Defenisi Operasional.......................................................................... 36
Tabel 4.Distribusi Preeklamsia Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015....................................................... 42
Tabel 5. Distribusi Plasenta Previa Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015....................................................... 43
Tabel 6. Distribusi Kehamilan Postmatur Berdasarkan Jumlah Sampel Di
RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 ........................................... 44
Tabel 7. Distribusi Prematuritas Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015....................................................... 45
Tabel 8. Distribusi BBLR Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten
Muna Tahun 2015 ......................................................................... 45
Tabel 9. Distribusi Ketuban Pecah Dini (KPD) Berdasarkan Jumlah
Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 .......................... 46
Tabel 10. Risiko Preeklamsia terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015............................... 47
Tabel 11. Risiko Plasenta Previa terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015............................... 48
Tabel 12. Risiko Kehamilan Postmatur terhadap Asfiksia Neonatorum di
Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.................... 49
Tabel 13. Risiko Prematuritas terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015............................... 50
Tabel 14. Risiko BBLR terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 ........................................... 51
Tabel 15. Risiko Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap Asfiksia Neonatorum
di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.. ............. . 52
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep........................................................................... 29
Gambar 2. Rancangan Penelitian Case Control............................................... 32
xii
INTISARI
Ratma Ningsih (PSW.B.2013.IB.0030) “Faktor Risiko Penyebab Asfiksia
Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015”
dibawah bimbingan Rosminah Mansyarif dan La Hasariy.
Latar belakang: Data yang diperoleh dari Buku Register Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna, pada tahun 2015 jumlah kelahiran 426 bayi dengan jumlah
kejadian asfiksia pada bayi sebanyak 33 bayi. Jumlah kematian bayi yaitu
sebanyak 28 bayi dan 5 diantaranya penyebabnya adalah asfiksia.
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yang
menggunakan rancangan case control study, pengambilan sampel dilakukan
dengan perbandingan 1 : 1 untuk kasus diambil secara total sampling dan kontrol
secara purposive sampling.
Hasil penelitian: Hasil penelitian diperoleh nilai OR untuk masing-masing
variabel yaitu preeklamsia (OR 2,06), plasenta previa (OR 1,55), kehamilan
postmatur (OR 3,2), prematuritas (OR 2,06), BBLR (OR 1,55) dan ketuban pecah
dini/KPD (OR 2,14).
Kesimpulan: Faktor keadaan ibu (preeklamsia, plasenta previa, dan kahamilan
postmatur), faktor keadaan bayi (prematuritas dan BBLR) serta faktor persalinan
(KPD) berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015.
Kata kunci: Keadaan ibu,Keadaan Bayi, Persalinan dan Asfiksia neonatorum.
Daftar Pustaka:36( tahun 2008 - 2016).
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Haider dan Bhutta (2006) dalam Rupiyanti, dkk. (2014), angka
kematian bayi merupakan salah satu indikator untuk menentukan derajat
kesehatan anak. Angka kematian bayi terutama pada masa neonatal masih cukup
tinggi dan menjadi masalah kesehatan global, regional maupun di Indonesia.
Itulah sebabnya tujuan keempat Milenium Development Goals (MDGs) adalah
mengurangi jumlah kematian anak.
Berdasarkan WHO (2012), penyebab utama kematian bayi baru lahir atau
neonatal di dunia antara lain bayi lahir prematur 29%, sepsis dan pneumonia 25%,
dan 23% bayi lahir dengan asfiksia dan trauma. Asfiksia bayi baru lahir
menempati penyebab kematian bayi ke-3 di dunia dalam periode awal kehidupan
(Rupiyanti dkk, 2014).
Asfiksia neonatorum terjadi ketika bayi tidak cukup menerima oksigen
sebelumnya, selama atau setelah kelahiran. Faktor yang menyebabkan asfiksia
neonatorum antara lain faktor keadaan ibu, faktor keadaan bayi, faktor plasenta
dan faktor persalinan. Faktor keadaan ibu meliputi hipertensi pada kehamilan
(preeklamsia dan eklamsia) 24%, perdarahan antepartum (plasenta previa dan
solusio plasenta) 28%, anemia berkisar kurang dari 10% dan kehamilan
postmatur. Faktor keadaan bayi meliputi prematuritas (15%), BBLR (20%),
kelainan kongenital (1-3%) dan ketuban bercampur mekonium. Faktor plasenta
meliputi lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat dan prolapsus tali
2
pusat. Faktor persalinan meliputi partus lama atau macet (2,8-4,9%), persalinan
dengan penyulit (letak sungsang, kembar, distosia bahu, vakum ekstraksi,forsep)
(3-4%), dan Ketuban Pecah Dini (KPD) (10-12%) (Gilang dkk, 2010).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007, setiap
hari lebih dari 400 bayi (0-11 bulan) meninggal di Indonesia dan angka kematian
bayi sebanyak 34/1000 kelahiran hidup, sebagian besar kematian bayi dan balita
adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir atau neonatal (0-28 hari).
Adapun masalah neonatal yang terjadi meliputi asfiksia, bayi berat lahir rendah
dan infeksi. Menurut Darmasetiawani dalam IDAI (2010), di Indonesia kematian
karena asfiksia sebesar 41,94% (Rupiyanti dkk, 2014).
Dalam Kemenkes RI (2011) di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB)
masih tinggi yaitu 34/1000 kelahiran hidup (SDKI 2007-2008). Sedangkan target
MDGs 2015 adalah menurunkan Angka Kematian Bayi menjadi 23/1000
kelahiran hidup (Herawati, 2013).
Jumlah kematian bayi di Sulawesi Tenggara tahun 2010-2012 cenderung
berfluktuasi. Pada tahun 2010 jumlah kematian bayi tertinggi terjadi di Kabupaten
Muna 79 orang, Kabupaten Kolaka 67 orang dan Konawe Selatan 59 orang,
sedangkan yang terendah terdapat di Kabupaten Konawe 5 orang. Tahun 2011
jumlah kematian bayi mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu mencapai
jumlah 1.166 kematian bayi yang bila dibandingkan dengan tahun 2010 hanya
sebesar 587 kematian. Kematian Bayi yang tertinggi pada tahun 2011 terdapat di
Kabupaten Muna sebanyak 197 orang, disusul kabupaten Buton 172 orang,
Kabupaten Konawe Selatan 167 orang, sedangkan yang terendah di Kabupaten
3
Konawe Utara 17 orang. Di Tahun 2012 jumlah kematian bayi mengalami
penurunan yang cukup signifikan (664 orang) dibandingkan tahun 2011 (1.166
orang), jumlah tertinggi terjadi di Kabupaten Buton (142) dan Bombana (78),
sedangkan terendah di Kota Kendari (28) dan Wakatobi serta Konawe Utara
masing-masing dengan 31 orang bayi mati (Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi
Tenggara, 2012).
Kematian neonatal di Sulawesi Tenggara pada tahun 2012 yaitu sebanyak
484. Kabupaten Muna menempati urutan pertama dengan jumlah kematian
neonatal sebanyak 89 dan yang paling sedikit adalah kota kendari yaitu sebanyak
18. Sedangkan penyebab kematian neonatal tersebut yang terbanyak adalah lain-
lain yaitu sebanyak 244, BBLR 120, asfiksia 89, sepsis 9 dan tetanus 3 (Profil
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Muna, jumlah kelahiran
hidup di Kabupaten Muna tahun 2013 yaitu sebanyak 5899 bayi, tahun 2014 yaitu
sebanyak 5674 bayi, dan tahun 2015 yaitu sebanyak 4245 bayi. Bayi lahir mati
tahun 2013 sebanyak 70 bayi, tahun 2014 sebanyak 66 bayi sedangkan tahun 2015
sebanyak 58 bayi. Untuk jumlah kematian bayi tahun 2013 yaitu sebanyak 39
bayi, tahun 2014 sebanyak 50 bayi sedangkan tahun 2015 sebanyak 35 bayi.
Penyebab kematian neonatal di Kabupaten Muna karena asfiksia tahun 2013
sebanyak 9 kasus, tahun 2014 sebanyak 11 kasus, dan pada tahun 2015 sebanyak
10 kasus.
Berdasarkan survey awal dan data yang diperoleh dari Buku Register Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna, pada tahun 2014 jumlah kelahiran 432 bayi
4
dengan jumlah kejadian asfiksia pada bayi sebanyak 79 orang. Jumlah kematian
bayi yaitu sebanyak 24 bayi dan 10 diantaranya penyebabnya adalah asfiksia.
Sedangkan pada tahun 2015 jumlah kelahiran 426 bayi dengan jumlah kejadian
asfiksia pada bayi sebanyak 33 bayi. Jumlah kematian bayi yaitu sebanyak 28
bayi dan 5 diantaranya penyebabnya adalah asfiksia. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa kejadian asfiksia dan kematian bayi karena asfiksia tinggi pada
tahun 2014 dan menurun pada tahun 2015.
Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang
“Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum Di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka penulis dapat menarik
rumusan masalah yaitu apakah faktor keadaan ibu (preeklamsia, plasenta previa
dan kehamilan postmatur), faktor keadaan bayi (prematuritas dan BBLR) dan
faktor persalinan (ketuban pecah dini/KPD) merupakan faktor risiko penyebab
asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
5
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui preeklamsia berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di
ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
b. Mengetahui plasenta previa berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum
di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
c. Mengetahui kehamilan postmatur berisiko menyebabkan asfiksia
neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
d. Mengetahui prematuritas berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di
ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
e. Mengetahui BBLR berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
f. Mengetahui ketuban pecah dini (KPD) berisiko menyebabkan asfiksia
neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Sebagai bahan masukan dalam bidang ilmu kesehatan khususnya tentang
asfiksia serta faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia.
b. Dapat berfungsi sebagai referensi ataupun bahan untuk dijadikan
pedoman bagi rekan-rekan yang ingin melanjutkan penelitian mengenai
asfiksia ini, serta sebagai bahan bacaan terutama dalam meningkatkan
pengetahuan tentang asfiksia.
6
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi sumber informasi atau sumber data, dan sebagai bahan evaluasi
dalam mengembangkan pengetahuan tentang asfiksia di Akademi
Kebidanan Paramata Raha dan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Muna.
b. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan bagi peneliti.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Bayi Baru Lahir Normal
a. Defenisi.
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan presentase
belakang kepala, melalui vagina tanpa melalui alat, pada usia kehamilan
genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-
4000 gram, nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan. Sedangkan
neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus
menyesuaikan diri dengan kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstra
uterin (Rukiyah dkk, 2012).
b. Tanda-tanda Bayi Baru Lahir Normal.
Bayi baru lahir dikatakan normal jika mempunyai beberapa tanda
antara lain Appearance color (warna kulit) seluruh tubuh kemerah-
merahan, Pulse (heart rate) atau frekuensi jantung > 100 kali/menit,
Grimace (reaksi terhadap rangsangan) seperti menangis atau
batuk/bersin, Activity (tonus otot) gerakan aktif serta Respiration (usaha
napas) serta bayi menangis kuat (Rukiyah dkk, 2012).
Kehangatan tidak terlalu panas (lebih dari 38o
C) atau terlalu dingin
(kurang dari 36o
C), warna kuning pada kulit (tidak pada konjungtiva),
terjadi pada hari ke 2-3, tidak biru, pucat, memar. Pada saat diberi
makanan hisapan kuat, tidak mengantuk berlebihan, tidak muntah. Tidak
8
terlihat tanda-tanda infeksi pada tali pusat (tali pusat merah, bengkak,
keluar cairan, bau busuk dan berdarah), dapat berkemih selama 24 jam,
tinja lembek, sering hijau tua, tidak ada lendir atau darah pada tinja, bayi
tidak menggigil atau tangisan kuat, tidak mudah tersinggung, tidak
terdapat tanda lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang-kejang halus,
tidak bisa tenang serta menangis terus menerus (Rukiyah dkk, 2012).
c. Penilaian Bayi untuk Tanda-tanda Kegawatan.
Semua bayi baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda
kegawatan/kelainan yang menunjukkan suatu penyakit. Bayi baru lahir
dikatakan sakit apabila mempunyai salah satu atau beberapa tanda antara
lain sesak napas, gerah retraksi di dada, malas minum, panas atau suhu
bayi rendah, kurang aktif, berat lahir rendah dengan kesulitan minum
(Rukiyah dkk, 2012).
Tanda-tanda bayi sakit berat apabila terdapat salah satu atau lebih
tanda seperti sulit minum, sianosis sentral (lidah biru), perut kembung,
periode apneu, kejang/periode kejang-kejang kecil, merintih, perdarahan,
sangat kuning, berat badan lahir <1500 gram (Rukiyah dkk, 2012).
2. Asfiksia Neonatorum
a. Defenisi.
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi lahir atau beberapa
saat setelah bayi lahir (Sudarti, dkk. 2013). Asfiksia adalah keadaan
9
dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratus
segera setelah lahir (Gerungan dkk. 2014).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin
sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan
(Katiandagho dkk, 2015). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru
lahir yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur dalam 1 menit setelah
lahir (Rahmawati dkk, 2016).
b. Dampak Asfiksia pada Bayi Baru Lahir.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi
organ vital lainnya (Saifuddin, 2009).
c. Manifestasi Klinis.
Berdasarkan Depkes RI (2007) asfiksia biasanya merupakan akibat
hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi
berikut ini :
1) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
2) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan
organ lain
4) Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan
oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
10
5) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke
plasenta sebelum dan selama proses persalinan
6) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-
paru atau nafas tidak teratur/megap-megap
7) Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah
(Anonim, 20163)
d. Diagnosis.
Neonatus yang mengalami asfiksia bisa didapatkan riwayat
gangguan lahir, lahir tidak bernapas dengan adekuat, riwayat ketuban
bercampur mekonium. Temuan klinis yang didapat pada neonatus dengan
asfiksia dapat berupa lahir tidak bernapas/bernapas megap-megap,
denyut jantung <100x/menit, kulit sianosis atau pucat dan tonus otot
yang melemah. (Anonim, 20162).
Diagnosis dapat dilakukan selama persalinan dengan beberapa cara:
1) Menilai detak jantung janin: menghitung detak jantung janin
(≤100x/menit) mengawasi terus dengan alat CTG (Cardio Toco
Grafic)
2) Memeriksa air ketuban : ada meconeum pada bayi letak belakang
kepala menandakan ada depresi pada janin
3) Periksa pH darah janin: darah kulit kepala pH ≤ 7,2 berarti janin
dalam bahaya (Regina, 2011).
11
WHO pada tahun 2008 sudah menambahkan kriteria dalam
penegakan diagnosis asfiksia selain berdasarkan skor APGAR dan
asidosis metabolik, ditambahkan adanya gangguan fungsi organ berupa
gejala neurologis berupa HIE. Berikut merupakan tabel skor APGAR
yang dijadikan pedoman untuk menentukan derajat asfiksia yang dialami
bayi.
Tabel 1. Skor APGAR
Tanda 0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada Kurang dari 100x/ menit Lebih dari 100x/ menit
Usaha napas Tidak ada
Lemah/tidak teratur (slow
irregular)
Baik/Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas dalam fleksi sedikit Gerakan aktif
Reaksi terhadap
rangsangan
Tidak ada
Sedikit gerakan mimik
(grimace)
Gerakan kuat/ melawan
Warna kulit Pucat Badan merah, ektrimitas biru
Seluruh tubuh kemerah-
merahan
Sumber: Anonim, 20162.
Skor APGAR digunakan untuk meunjukkan respon bayi pada
lingkungan ekstrauterin dan resusitasi. Dinilai pada menit 1 dan 5 atau
setiap 5 menit sampai 2 menit. Nilai APGAR tidak digunakan untuk
menentukan bayi memerlukan resusitasi (Sukarni dkk, 2014).
e. Tindakan pada Asfiksia Neonatorum.
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang
dikenal sebagai ABC resusitasi (Saifuddin, 2009).
A : Memastikan saluran napas terbuka.
B : Memulai pernapasan.
C : Mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah.
12
Bagian-bagian dari tata laksana resusitasi yang dikaitkan dengan
ABC resusitasi yaitu :
1) A : Memastikan saluran napas terbuka
a) Meletakkan bayi dalam posisi defleksi (bahu diganjal).
b) Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea.
c) Bila perlu, masukkan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk
memastikan saluran pernapasan terbuka.
2) B : Memulai pernapasan
a) Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernapasan.
b) Memakai VTP, bila perlu seperti sungkup dan balon, pipa ET
dan balon serta mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3) C : Mempertahankan sirkulasi darah terdiri dari kompresi dada dan
pengobatan
3. Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum terjadi ketika bayi tidak cukup menerima oksigen
sebelumnya, selama atau setelah kelahiran. Faktor yang menyebabkan
asfiksia neonatorum antara lain faktor keadaan ibu, faktor keadaan bayi,
faktor plasenta dan faktor persalinan. Faktor keadaan ibu meliputi hipertensi
pada kehamilan (preeklamsia dan eklamsia) 24%, perdarahan antepartum
(plasenta previa dan solusio plasenta) 28%, anemia berkisar kurang dari 10%
dan kehamilan postmatur. Faktor keadaan bayi meliputi prematuritas (15%),
BBLR (20%), kelainan kongenital (1-3%) dan ketuban bercampur mekonium.
Faktor plasenta meliputi lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat
13
dan prolapsus tali pusat. Faktor persalinan meliputi partus lama atau macet
(2,8-4,9%), persalinan dengan penyulit (letak sungsang, kembar, distosia
bahu, vakum ekstraksi,forsep) (3-4%), dan Ketuban Pecah Dini (KPD) (10-
12%) (Gilang, dkk. 2010).
Asfiksia termasuk dalam bayi baru lahir dengan resiko tinggi karena
memilliki kemungkinan lebih besar mengalami kematian bayi atau menjadi
sakit berat dalam masa neonatal (Winda dkk. 2015).
a. Faktor Keadaan Ibu.
1) Hipertensi pada kehamilan
Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuri. Eklamsia adalah preeklamsia
yang disertai dengan kejang-kejang dan/ atau koma (Prawirohardjo,
2011).
Kriteria minimum preeklamsia yaitu tekanan darah ≥ 140/90
mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai dengan
proteinuria ≥ 300 mg/24 jam. Eklamsia adalah preeklamsia yanng
disertai dengan kejang tonik-klonik disusul dengan koma (Nugroho,
2012).
Preeklamsia-eklamsia ditandai oleh hipertensi, edema
generalisata dan proteinuria. Tanda dan gejala muncul sejak minggu
ke-20 kehamilan sampai minggu ke-6 setelah melahirkan (Benson
dkk, 2008).
14
Preeklamsia dan eklamsia dapat mengakibatkan keterlambatan
pertumbuhan janin dalam kandungan atau Intrauterine Growth
Restriction (IUGR) dan kelahiran mati, hal ini disebabkan karena
adanya perkapuran di daerah plasenta sehingga suplai makanan dan
oksigen ke janin berkurang (Anonim, 20161).
2) Perdarahan antepartum
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu
pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum. Menurut Manjoer Arief (2001) dalam
Pudiastuti (2012), plasenta previa adalah plasenta yang letak
abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi
sebagian atau pembukaan jalan lahir.
Komplikasi yang dapat terjadi pada plasenta previa yaitu pada
ibu, perdarahan dan syok yang dapat terjadi setelah pemeriksaan
yang menimbulkan rasa sakit sebagai pengganti ultrasonografi.
Sedangkan pada janin. Persalinan prematur terjadi pada kira-kira
60% bayi dari ibu dengan plasenta previa dan merupakan penyebab
utama komplikasi pada neonatus (Benson dkk, 2008).
Solusio plasenta didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari
tempat implantasi normal sebelum kelahiran janin. Terjadi pada 1:86
sampai 1:206 kehamilan lanjut tergantrung kriteria diagnosis yang
digunakan dan menyebabkan kira-kira 30% dari perdarahan
antepartum lanjut (Benson dkk, 2008).
15
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan
retroplasenta yang terus berlangsung sehingga menimbulkan
berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok hipovolemik,
insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal
mendadak dan uterus couvulaire disamping komplikasi sindroma
insufisiensi fungsi plasenta pada janin berupa angka kematian
perinatal yang tinggi. Kematian janin, kelahiraan prematur dan
kematian perinatal merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
pada solusio plasenta (Prawirohardjo, 2011).
3) Anemia
Merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin,
hematokrit dan eritroset dibawah nilai yang normal (Pudiastuti,
2012). Anemia pada ibu hamil didefinisikan bila kadar Hb dibawah
11 gr/dl (Nugroho, 2012).
Pengaruh anemia terhadap kehamilan, persalinan, dan nifas
adalah keguguran, partus prematurus, inersia uteri dan partus lama
(ibu lemah), atonia uteri, syok, afibrinogemia dan hipofibrinogemia,
infeksi intrapartum dan nifas dan bila terjadi anemia grafis dapat
terjadi payah jantung (Nugraheny, 2010).
Pengaruh anemia terhadap hasil konsepsi yaitu abortus, IUFD,
stillbirth (kematian janin waktu lahir), kematian perinatal tinggi,
prematuritas, dapat terjadi cacat bawaan dan cadangan zat besi
kurang (Nugraheny, 2010).
16
4) Kehamilan postmatur
Kehamilan serotinus atau kehamilan lewat waktu adalah
kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau
lebih atau lebih, pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari
pertama haid terakhir diketahui dengan pasti. Diagnosa usia
kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan rumus
neagle atau dengan tinggi fundus uteri serial (Nugroho, 2012).
Pada kehamilan post matur, komplikasi yang bisa terjadi yaitu
bayi besar yang dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik,
oligohidramnion yang dapat menyebabkan kompresi tali pusat,
gawat janin sampai bayi meninggal serta keluarnya mekonium yang
dapat menyebabkan aspirasi mekonium (Saifuddin, 2009).
b. Faktor Keadaan Bayi.
1) Prematuritas
Bayi yang tidak cukup bulan seringkali terancam oleh bahaya
maut, khususnya jika kelahiran bayi terjadi terlalu awal, yaitu
sebelum 7 bulan dan berat bayi kuarang dari 2,5 kg. Sebab pertama
kematian bayi yang tidak cukup bulan ialah sistem pernafasan.
Rongga pernapasan biasanya masih agak sempit dan sesak. Keadaan
ini dinamakan respiratory distress syndrome (Indiarti, 2015).
Menurut Manuaba (2008) dalam Astuti dkk. (2015), bayi yang
lahir preterm (kurang bulan) organ-organ tubuhnya belum matur. Hal
ini menyebabkan sistem pernapasan khususnya paru-paru bayi belum
17
bekerja secara optimal. Surfaktan masih kurang, sehingga ada
kemungkinan paru mengalami gangguan perkembangan, otot
pernapasan masih lemah sehingga tangis bayi prematur terdengar
lemah dan merintih akibatnya bayi bisa mengalami asfiksia.
WHO (2001) dalam Rupianti dkk. (2014), menambahkan
bahwa usia hamil sebagai kriteria untuk bayi prematur adalah yang
lahir sebelum 37 minggu dan berat lahir dibawah 2500 gram. Bayi
lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang belum
berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim. Makin muda
umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna,
prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya
organ tubuh secara sempurna seperti sistem pernafasan maka
terjadilah asfiksia.
Kegagalan pernafasan pada bayi prematur berkaitan dengan
defisiensi kematangan surfaktan pada paru-paru bayi. Bayi prematur
mempunyai karakteristik yang berbeda secara anatomi maupun
fisiologi jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Karakteristik
yang mendukung rendahnya nilai APGAR pada bayi prematur
adalah kurangnya surfaktan pada paru-paru sehingga menimbulkan
kesulitan pada saat ventilasi ini dikarenakan perkembangan otak
yang imatur sehingga kurang kemampuan memicu pernapasan
(Sulistyowati dkk, 2014).
18
2) BBLR
Menurut Saifuddin (2001) dalam Nurbani dkk, (2011), BBLR
adalah bayi baru lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500
gram atau sampai dengan 2499 gram. Menurut Arif (2009) dalam
Pantiawati (2010), bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan
berat badan lahir kurang dari 2500 gram.
Gangguan pernapasan pada bayi berat lahir rendah adalah
akibat dari kurangnya surfaktan. Zat ini diproduksi dalam paru dan
melapisi bagian dalam alveoli sehingga alveolus tidak kolaps pada
saat ekspirasi (Maryunani, 2013).
Berat lahir berkaitan dengan masa gestasi. Makin rendah masa
gestasi dan makin kecil bayi, makin tinggi morbiditas dan
mortalitasnya. Bayi dengan berat <2500 gram saat lahir yang disebut
dengan berat lahir rendah, kebanyakan merupakan bayi prematur.
Berat lahir sangat rendah berarti berat lahir <1500 gram, sedangkan
berat lahir ekstrem rendah berarti <1000 gram. Makin rendah berat
bayi lahir, makin tinggi kemungkinan terjadinya asfiksia dan
sindroma gangguan pernafasan (Anonim, 20162).
3) Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang tampak pada saat
lahir. Kelainan ini dapat berupa penyakit yang diturunkan (didapat
atas salah satu atau kedua orang tua) atau tidak diturunkan
(Prawirohardjo, 2011).
19
Depresi pernapasan dapat disebabkan karena obat-obat anastesi
atau analgetika yang diberikan pada ibu dan trauma persalinan
seperti perdarahan intrakranial (2-7%) menyebabkan asfiiksia
(Gilang, dkk. 2010).
4) Ketuban bercampur mekonium
Air ketuban keruh terjadi pada 8-16% dari seluruh persalinan,
terjadi baik secara fisiologis maupun patologis yang menunjukkan
gawat janin. Sindrom aspirasi mekonium adalah sindriom atau
sekumpulan berbagai gejala klinis dan radiologis akibat janin atau
neonnatus menghirup atau mengaspirasi mekonium. Mekonium yang
terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan napas neonatus.
Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan
napas neonatus saat inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap
dalam jalan napas neonatus saat ekspirasi sehingga mengiritasi jalan
napas dan menyebabkan kesulitan bernapas (Kosim, 2009).
Jika janin tidak mendapat cukup O2 selama kehamilan dan
persalinan, janin akan mengeluarkan mekonium. Penyebab janin
mengeluarkan mekonium sebelum persalinan tidak selalu jelas
mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan, kadang-kadang
hal ini terkait dengan kurangnya pasukan O2 (hipoksia). Hipoksia
akan meningkatkan peristaltik usus dan relaksasi sfingter ani
sehingga isi rektum (mekonium) diekskresikan (Septiana, 2012).
20
c. Faktor Plasenta.
1) Lilitan tali pusat
Lengkungan tali pusat biasanya terjadi akibat tali pusat
memiliki panjang lebih dari panjang rata-rata (50-55 cm). Sejumlah
besar tali pusat yang memiliki panjang lebih dari 100 cm akan
melengkung. Lengkungan tali pusat ini terjadi 20% dari semua
kehamilan.lengkungan tunggal atau multiple dapat menyebabkan tali
pusat pendek mengalami komplikasi. Selain itu, lengkungan tali
pusat disekitar leher dapat menyebabkan gawat janin (meskipun
jarang menyebabkan kematian) sebagai akibat kompresi tali pusat
diantara klavikula dan mandibula selama fleksi atau pengencangan
tali pusat yang menjerat leher selama penurunan terutama jika jarak
jeratan dan insersi plasenta dekat. Oleh karena itu penting untuk
memeriksa apakah tali pusat menjerat leher segera setelah plasenta
lahir (Varney dkk 2008).
2) Tali Pusat Pendek
Tali pusat yang pendek diklasifikasikan sebagai relatif atau
mutlak. Tali pusat pendek adalah panjang tali pusat yang pendek.
Tali pusat yang relatif pendek adalah adalah tali pusat yang memiliki
panjang rata-rata (atau tali pusat yang memiliki panjang berlebihan)
yang melilit atau mengelilingi tubuh atau leher janin sehingga
teralalu pendek untuk mencapai umbilikus diluar vulva maternal dari
21
tempat insersi plasenta seperti yang diperlukan untuk kelahiran
normal (Varney dkk 2008).
Tali pusat yang pendek meskipun tidak lazim, dapat
merupakan faktor penyebab kegagalan janin untuk turun. Keadaan
ini bahkan dapat menyebabkan abrupsio plasenta, hernia umbilikalis,
gawat janin, rupture tali pusat, distosia bahu ataupun kombinasi hal-
hal tersebut (Varney dkk 2008).
3) Simpul Tali Pusat
Pembentukan simpul tali pusat sejati harus dibedakan dari
pembentukan simpul palsu. Pembentukan simpul palsu terjadi ketika
tali pusat muncul untuk membentuk simpul, tetapi ternyata
pembuluh darah didalam tali pusat tersebut melekuk. Simpul sejati
terbentuk ketika janin sudah melewati suatu gulungan pada tali pusat
dan simpul sebenarnya sudah tercipta. Simpul sejati paling mungkin
terjadi pada satu dari dua situasi berikut :
a) Terdapat janin yang kecil, tali pusat panjang dan cairan amnion
banyak.
b) Terdapat gestasi multiple didalam amnion tunggal (Varney dkk
2008).
4) Prolapsus Tali Pusat
Prolaps tali pusat merupakan komplikasi yang jarang terjadi,
kurang dari 1 per 200 kelahiran, tetapi dapat mengakibatkan
22
tingginya kematian janin (Prawirohardjo, 2011). Prolaps tali pusat
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada dibawah bagian
terendah janin dan ketuban masih intak.
b) Tali pusat menumbung, bila tali pusat keluar melalui ketuban
yang sudah pecah ke serviks dan turun ke vagina.
c) Occulte prolapse, tali pusat berada disamping bagian terendah
janin turun ke vagina. tali pusat dapat teraba atau tidak, ketuban
dapat pecah atau tidak.
Tekanan pada tali pusat oleh bagian terendah janin dan jalan
lahir akan mengurangi atau menghilangkan sirkulasi plasenta. Bila
tidak dikoreksi, komplikasi ini dapat mengakibatkan kematian janin
(Prawirohardjo, 2011).
d. Faktor Persalinan.
1) Partus lama atau macet
Persalinan lama disebut juga distosia didefinisikan sebagai
persalinan yang abnormal/sulit (Prawirihardjo, 2011). Sebab-
sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan berikut ini :
a) Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam
kekuatan dan sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir
yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi
sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
23
b) Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau
kemacetan karena kelainan dalam letak atau bentuk janin.
c) Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan
lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan
kemacetan.
Karena adanya beberapa keadaan yang terjadi pada ibu yang
mengalami partus macet atau partus lama bisa menyebabkan
kehabisan tenaga dan ibu bisa dehidrasi serta terjadi perdarahan yang
dapat menyebabkan asfiksia yang dikarenakan aliran darah dari ibu
melalui plasenta berkurang sehingga aliran oksigen ke janin
berkurang (Husin dkk, 2011).
2) Persalinan dengan penyulit
a) Letak sungsang/bokong
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan
bagian terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya.
Penyebab terjadinya presentasi bokong tidak diketahui, tetapi
terdapat beberapa faktor resiko selain prematuritas, yaitu
abnormalitas struktural uterus, polihidramnion, plasenta previa,
multiparitas, mioma uteri, kehamilan multiple, anomali janin
dan riwayat presentase bokong sebelumnya (Prawirohardjo,
2011).
24
b) Bayi kembar
Suatu keadaan dimana terdapat dua atau lebih embrio atau
janin sekaligus. Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih
ovum dilepaskan dan dibuahi atau apabila satu ovum yang
dibuahi membelah secara dini sehingga membentuk dua embrio
yang sama pada stadium masa sel dalam atau lebih awal
(Nugroho, 2012).
Komplikasi yang bisa terjadi pada masa kehamilan seperti
hidramnion, prematuritas, kelainan letak, plasenta previa,
solusio plasenta, serta monster fetus. Sedangkan komplikasi
postpartum dapat terjadi atonia uteri, retensio plasenta, plasenta
rest, perdarahan postpartum serta mudah infeksi (Nugroho,
2012).
c) Distosia Bahu
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak
dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Salah satu
kriteria diagnosa distosia bahu adalah bula dalam persalinan
pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan manuver
khusus seperti traksu cunam bawah dan episiotomi (Nugroho,
2012).
Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang,
cedera pleksus brakhialis dan hipoksia yang dapat menyebabkan
kerusakan permanen di otak. Pada ibu komplikasi yang dapat
25
terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi
ataupun atonia uteri (Prawirohardjo, 2011).
d) Ekstraksi Vakum
Vakum adalah semacam alat penghisap yang digunakan
untuk membantu keluarnya bayi. Persalinan dengan
menggunakan vakum biasanya disebut ekstraksi vakum. Vakum
membantu memberi tenaga tambahan untuk mengeluarkan bayi
dan biasanya digunakan saat persalinan sudah berlangsung
terlalu lama dan ibu sudah teralu capek serta tidak kuat
mengejan lagi (Indiarti, 2015).
e) Forsep
Forsep berupa alat logam menyerupai sendok. Bedanya
dengan vakum, ekstraksi forcep bisa dilakukan tanpa tergantung
tenaga ibu, jadi bisa dilakukan meskipun ibu tidak mengejan.
Persalinan dengan forsep relatif lebih beresiko dan lebih sulit
dilakukan, namun kadang terpaksa juga dilakukan apalagi jika
kondisi ibu dan anak sangat tidak baik (Indiarti, 2015).
3) Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting yang
berkaitan dengan komplikasi meliputi kelahiran kurang bulan,
syndrom gawat napas, kompresi tali pusat, korioamnionitis, abruptio
plasenta sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan
morbiditas perinatal (Wiradharma dkk, 2013).
26
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban
yang menyebabkan terbukanya hubungan intrauterin dengan
ekstrauterin, sehingga mikroorganisme dengan mudah masuk dan
menimbulkan infeksi intrapartum, infeksi puerperalis, peritonitis
sepsis sehingga menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir.
Pengurangan ketubsn ketika terjadi ketuban pecah dini dapat
menyebabkan kompresi tali pusat yang menimbulkan perlambatan
denyut jantung janinsehingga janin mengalami hipoksia yang dapat
berlanjut menjadi asfiksia ketika bayi dilahirkan (Jumirah, 2015).
B. Landasan Teori
1. Asfiksia Neonatorum
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan
secara spontan dan teratur pada saat bayi lahir atau beberapa saat setelah bayi
lahir (Sudarti dkk, 2013). Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratus segera setelah lahir
(Gerungan, dkk. 2014).
2. Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum
a. Faktor Keadaan Ibu.
1) Preeklamsia
Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuri. (Prawirohardjo, 2011).
Preeklamsi dan eklamsia dapat mengakibatkan keterlambatan
pertumbuhan janin dalam kandungan atau Intrauterine Growth
27
Restriction (IUGR) dan kelahiran mati, hal ini disebabkan karena
adanya perkapuran di daerah plasenta sehingga suplai makanan dan
oksigen ke janin berkurang (Anonim, 20161).
2) Plasenta previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu
pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum. Menurut Manjoer Arief (2001) dalam
Pudiastuti (2012), plasenta previa adalah plasenta yang letak
abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi
sebagian atau pembukaan jalan lahir.
3) Kehamilan postmatur
Kehamilan serotinus atau kehamilan lewat waktu adalah
kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau
lebih atau lebih, pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari
pertama haid terakhir diketahui dengan pasti. Diagnosa usia
kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan rumus
neagle atau dengan tinggi fundus uteri serial (Nugroho, 2012).
b. Faktor Keadaan Bayi.
1) Prematuritas
Bayi yang tidak cukup bulan seringkali terancam oleh bahaya
maut, khususnya jika kelahiran bayi terjadi terlalu awal, yaitu sebelum
7 bulan dan berat bayi kuarang dari 2,5 kg. Sebab pertama kematian
bayi yang tidak cukup bulan ialah sistem pernafasan. Rongga
28
pernapasan biasanya masih agak sempit dan sesak. Keadaan ini
dinamakan respiratory distress syndrome (Indiarti, 2015).
2) BBLR
Menurut Saifuddin (2001) dalam Nurbani dkk, (2011), bayi baru
lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram atau sampai
dengan 2499 gram disebut BBLR. Menurut Arif (2009) dalam
Pantiawati (2010), bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan
berat badan lahir kurang dari 2500 gram.
Gangguan pernapasan pada bayi berat lahir rendah adalah
akibat dari kurangnya surfaktan. Zat ini diproduksi dalam paru dan
melapisi bagian dalam alveoli sehingga alveolus tidak kolaps pada
saat ekspirasi (Maryunani, 2013).
c. Faktor Persalinan.
1) Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting yang
berkaitan dengan komplikasi meliputi kelahiran kurang bulan,
syndrom gawat napas, kompresi tali pusat, korioamnionitis, abruptio
plasenta sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan
morbiditas perinatal (Wiradharma dkk, 2013).
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban
yang menyebabkan terbukanya hubungan intrauterin dengan
ekstrauterin, sehingga mikroorganisme dengan mudah masuk dan
menimbulkan infeksi intrapartum, infeksi puerperalis, peritonitis
29
sepsis sehingga menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir.
Pengurangan ketubsn ketika terjadi ketuban pecah dini dapat
menyebabkan kompresi tali pusat yang menimbulkan perlambatan
denyut jantung janinsehingga janin mengalami hipoksia yang dapat
berlanjut menjadi asfiksia ketika bayi dilahirkan (Jumirah, 2015).
C. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel Dependent
: Variabel Independent
: Hubungan antar variabel
Gambar 1. Kerangka Konsep
Faktor keadaan ibu :
1. Preeklamsia
2. Plasenta previa
3. Kehamilan postmatur
Faktor keadaan bayi :
1. Prematuritas
2. BBLR
Asfiksia
Neonatorum
Faktor persalinan
1. Ketuban pecah dini
(KPD)
30
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :
1. Ho : Preeklamsia tidak berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di
ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
Ha : Preeklamsia berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
2. Ho : Plasenta previa tidak berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum
di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
Ha : Plasenta previa berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di
ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
3. Ho : Kehamilan postmatur tidak berisiko menyebabkan asfiksia
neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun
2015.
Ha : Kehamilan postmatur berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum
di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
4. Ho : Prematuritas tidak berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di
ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
Ha : Prematuritas berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
5. Ho : BBLR tidak berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
Ha : BBLR berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
31
6. Ho : Ketuban pecah dini (KPD) tidak berisiko menyebabkan asfiksia
neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun
2015.
Ha : Ketuban pecah dini (KPD) berisiko menyebabkan asfiksia
neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun
2015.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian analitik yang bersifat observasional dengan menggunakan
rancangan Case Control Study yang dimaksud untuk menganilisis hubungan
antara paparan variabel independen terhadap variabel dependen dengan cara
membandingkan kelompok kasus dengan kelompok kontrol berdasarkan status
paparannya
Gambar 2. Rancangan Penelitian Case Control
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 11 - 18 Juli tahun 2016 di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Muna.
Populasi
Faktor resiko (+)
Faktor resiko (-)
Matching
Jenis kelamin
Kasus
(Bayi yang mengalami
asfiksia neonatorum di ruang
Teratai RSUD Kabupaten
Muna Tahun 2015 sebanyak
33 bayi)
Faktor resiko (+)
Faktor resiko (-)
Kontrol
(Bayi yang tidak mengalami
asfiksia neonatorum di ruang
Teratai RSUD Kabupaten
Muna Tahun 2015 sebanyak
33 bayi)
33
C. Subyek Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini berjumlah 426 bayi dengan jumlah kasus
asfiksia sebanyak 33 bayi dan sebagai kontrol sebanyak 33 bayi yang tidak
mengalami asfiksia yang tercatat dalam buku register di ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini sejumlah 66 bayi, yang diambil dengan
perbandingan kasus dan kontrol 1:1 yang terdiri dari :
a. Kasus.
Semua bayi yang mengalami asfiksia yang tercatat dalam buku register di
ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 sebanyak 33 bayi yang
diambil secara Total Sampling.
b. Kontrol.
Bayi yang tidak mengalami asfiksia yang tercatat dalam buku register
ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 sebanyak 33 bayi yang
diambil secara Purpossive Sampling, dengan matching jenis kelamin
sesuai jumlah kasus asfiksia.
D. Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan
mengambil data dari buku register pasien di ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna Tahun 2015.
34
2. Instrument Penelitian
Instrumen yang digunakan berupa lembar chek list yaitu suatu daftar
pengecek, berisi nama subyek dan beberapa gejala/ identitas lainnya dari
sasaran pengamatan
E. Tehnik Pengolahan Data
Data yang terkumpul dari hasil pengumpulan data kemudian dianalisis.
Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu untuk memudahkan
analisis, setelah itu dibuat tabulasi dan dianalisis, dengan langkah–langkah
analisis sebagai berikut :
1. Editing
Editing adalah pekerjaan validitas dan realibilitas data masuk. Kegiatan
editing ini meliputi pemeriksaan akan kelengkapan pengisian lembar chek
list.
2. Coding
Kegiatan untuk memberikan kode pada check list sesuai data pada catatan
medik pasien.
3. Tabulating
Melakukan tabulasi hasil data yang diperoleh sesuai dengan lembar cheklist
untuk mengetahui perbandingan jumlah bayi dengan asfiksia.
35
F. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Data dianalisis menggunakan analisis univariat untuk mendapatakan
gambaran umum dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang
digunakan dalam penelitian, yaitu dengan melihat gambaran distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel dalam penelitian.
2. Analisis Bivariat
Data diolah secara manual menggunakan kalkulator. Data di analisis
menggunakan analisis bivariat, yaitu dilakukan untuk melihat risiko antara
variabel bebas dan variabel terikat. Karena rancangan penelitian studi kasus
kontrol, maka dilakukan perhitungan Odds Ratio (OR). Dengan mengetahui
besarnya OR, dapat diestimasi faktor risiko yang diteliti terhadap kejadian
asfiksia dengan perhitungan RO menggunakan tabel kontingensi 2x2 sebagai
berikut.
Tabel 2. Kontingensi 2x2 Odds Ratio pada Penelitian Case Control Study
Faktor
Risiko
Kasus Kontrol Jumlah
OR
n % n % n %
Positif a b a+b
Negatif c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Odds Ratio kelompok kasus : a/(a+c) : c(a+c) = a/c
Odds Ratio kelompok kontrol : b/(b+d) : d(b+d) = b/d
Odds Ratio : a/c : b/d = ad/bc
Keterangan :
a : Jumlah kasus dengan risiko positif
b : Jumlah kontrol dengan risiko positif
c : Jumlah kasus dengan risiko negatif
d : Jumlah kontrol dengan risiko negatif
36
Interval kepercayaan (Confidence interval) 95% dengan interprestasi yakni:
OR>1 : Faktor yang diteliti merupakan faktor risiko (ada hubungan)
OR=1 : Bukan merupakan faktor risiko (tidak ada hubungan)
OR<1 : Faktor risiko merupakan faktor protektif
G. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah asfiksia neonatorum.
2. Variabel independent dalam penelitian ini adalah faktor keadaan ibu, faktor
keadaan bayi, dan faktor persalinan.
H. Defenisi Operasional
Untuk memudahkan penelitian, peneliti membuat batasan-batasan terhadap
variabel-variabel yang akan diteliti. Batasan dari tiap variabel dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel defenisi operasional berikut.
Tabel 3. Defenisi Operasional
N
o Variabel Defenisi Operasional Kriteria Obyektif Skala
1 Dependent
Asfiksia Suatu keadaan dimana bayi
tidak bisa bernafas spontan
dan teratur segera setelah
lahir tercatat di rekam
medik
Ya : Jika bayi mengalami asfiksia yang
terdiagnosis oleh dokter dan tercatat di
rekam medik
Tidak : Jika bayi tidak mengalami
asfiksia yang terdiagnosis oleh dokter
dan tercatat di rekam medik
Nominal
2 Independent
Faktor keadaan
ibu :
a. Preeklamsia Preeklamsia merupakan
suatu komplikasi yang
dialammi ibu hamil yang
ditandai dengan tekanan
darah ≥140/90 mmHg
disertai dengan proteinuria
≥300mg/24 jam
Ya : Jika ibu mengalami preeklamsia
yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat
di rekam medik
Tidak : Jika ibu tidak mengalami
preeklamsia yang terdiagnosa oleh
dokter dan tercatat di rekam medik
Nominal
37
b. Plasenta
previa
c. Kehamilan
postmatur
Faktor keadaan
bayi :
a. Prematuritas
b. BBLR
Faktor
persalinan :
Ketuban pecah
dini (KPD)
Plasenta previa adalah
plasenta yang letaknya
abnormal yaitu pada
segmen bawah rahim
sehingga menutupi
sebagian atau keseluruhan
ostium uteri internum
Kehamilan postmatur atau
kehamilan lewat waktu
adalah kehamilan yang
telah beralngsung selama
42 minggu atau lebih
Bayi prematur adalah bayi
yang lahir sebelum usia
kehamilan 37 minggu dan
berat lahir dibawah 2500
gram
Bayi baru lahir dengan
berat badan kurang dari
2500 gram
Pecahnya selaput ketuban
sebelum adanya tanda-
tanda persalinan
Ya : Jika ibu mengalami plasenta previa
yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat
di rekam medik
Tidak : Jika ibu tidak mengalami
plasenta previa yang terdiagnosa oleh
dokter dan tercatat di rekam medik
Ya : Jika ibu mengalami kehamilan
postmatur yang terdiagnosa oleh dokter
dan tercatat di rekam medik
Tidak : Jika ibu tidak mengalami
kehamilan postmatur yang terdiagnosa
oleh dokter dan tercatat di rekam medik
Ya : Jika bayi mengalami prematuritas
yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat
di rekam medik
Tidak : Jika bayi tidak mengalami
prematuritas yang terdiagnosa oleh
dokter dan tercatat di rekam medik
Ya : Jika bayi mengalami BBLR yang
terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di
rekam medik
Tidak : Jika bayi tidak mengalami BBLR
yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat
di rekam medik
Ya : Jika ibu mengalami KPD yang
terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di
rekam medik
Tidak : Jika ibui tidak mengalami KPD
yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat
di rekam medik
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
Nominal
38
I. Jalannya Penelitian
1. Tahapan persiapan
Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan/mengurus
surat izin penelitian kepada instansi dan melapor kepada kepala Kesatuan
Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (KESBANGPOL dan LINMAS)
Kabupaten Muna sebelum melakukan pengumpulan data di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Muna.
2. Tahap Pelaksanaan
Dimulai dengan melapor kepada Direktur RSUD Kabupaten Muna lalu
kepada kepala ruang Teratai dan Rekam Medik, kemudian melakukan
pengambilan data sekunder. Mengisi lembar cheklist yang telah dipersiapkan
sesuai dengan variabel-variabel penelitian pada buku register ruang Teratai
dan ruang Rekam Medik.
3. Tahap Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis secara manual,
kemudian disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis.
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna adalah satu-satunya
rumah sakit rujukan di kota Raha yang terletak di ibu kota Kabupaten,
tepatnya di jalan Sultan Hasanuddin No.6 Raha I. Lokasi ini sangat
strategis karena mudah dijangkau dengan kendaraan umum. Sebelah
Utara berbatasan dengan Jalan Basuki Rahmat, sebelah Timur berbatasan
dengan Jalan Sultan Hasanuddin, sebelah Selatan berbatasan dengan
Jalan La Ode Pandu dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Ir.
Juanda
b. Sejarah Singkat.
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna didirikan pada masa
penjajahan Belanda oleh mantri yang berkebangsaan Belanda. Pada saat
itu mantri berkebangsaan Belanda hanya dibantu oleh seorang asistennya
dan 2 orang perawat. Setelah 11 tahun berlalu mantri tersebut pulang
kembali ke negerinya dan tepat pada tahun 1928 beliau digantikan oleh
seorang dokter dari Jawa yang bernama dokter Soeparjo. Masyarakat
Muna mengenal dokter Soeparjo dengan sebutan dokter Jawa. Beliau
tamatan dari sekolah Belanda yaitu Nederlandhes In Launshe Aonzen
School (NIAS).
40
Masa kepemimpinan dokter Soeparjo hanya berlangsung selama 7
tahun, kemudian beliau digantikan oleh dokter berkebangsaan Belanda
bernama dokter Hyaman. Selang waktu 5 tahun kemudian, tepatnya pada
tahun 1940 seorang dokter asal China bernama dokter Pang Ing Ciang
menggantikan kepemimpinan dokter Hyaman. Pada masa kepemimpinan
dokter Pang Ing Ciang sangat disukai oleh masyarakat Muna sebab
beliau sangat memperhatikan kesehatan masyarakat Muna pada saat itu.
Pada tahun 1949, saat peralihan pemerintahan Belanda
kepemerintahan Republik Indonesia, masa pemerintahan dokter Pang Ing
Ciang berakhir dan beliau diganti oleh dokter berkebangsaan Belanda
bernama dokter Post. Dokter Post mempunyai 2 orang asisten sehingga
sebagian besar pekerjaannya diserahkan pada kedua asistennya. Namun
kepemimpinan dokter Post tidak berlangsung lama, beliau hanya satu
tahun lamanya.
Pada tahun 1950 dokter Post digantikan oleh dokter Lemens yang
berasal dari Belgia. Dokter Lemens memimpin selama 10 tahun yakni
pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1960. Pada tahun 1965 dilakukan
rehabilitasi yang diprakarsai oleh Bupati Muna La Ode Rasyid, SH. Ini
merupakan rehabilitasi pertama selama rumah sakit tersebut didirikan
tahun 1965-1970 rumah sakit kabupaten muna dipimpin oleh dokter
Ibrahim Ahtar Nasution. Masa kepemimpinannya berlangsung selama 3
tahun dan sejak itu masa kepemimpina Rumah Sakit Umum Kabupaten
Muna ditetapkan setiap 3 tahun sekali memimpin.
41
Saat ini Rumah Sakit Umum Kabupaten Muna dijadikan sebagai
salah satu Rumah Sakit yang merupakan lahan praktek dan kajian ilmiah
bagi mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Muna dan
mahasiswa Akademi Kebidanan Paramata Raha serta institusi kesehatan
lainnya.
c. Lingkungan Fisik.
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi
Tenggara berdiri di atas lahan seluas 10,740 Ha.
d. Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Fasilitas/ sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara adalah:
1) Pelayanan kesehatan rawat jalan yakni poliklinik penyakit dalam,
poliklinik umum, poliklinik kesehatan ibu dan anak (KIA), poliklinik
gigi dan mulut, poliklinik bedah, poliklinik neurologi/syaraf,
poliklinik kesehatan anak, instalasi fisiotherapi, instalasi gawat
darurat (IGD), perawatan intensif (ICU), instalasi laboratorium,
instalasi radiologi, instalasi farmasi/apotik, ambulance dan
perawatan dan pengantaran jenazah.
2) Pelayanan kesehatan rawat inap yakni kebidanan dan kandungan,
perawatan bayi/ perinatologi dan perawatan umum.
3) Pelayanan medik yakni fisioterapi, rontgen, apotik, laboratorium
klinik dan instalasi gizi.
42
e. Ketenagaan.
Jumlah ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Muna tahun 2016 adalah 562 orang. Dokter ahli sebanyak 11 orang,
dokter umum 10 orang, dokter gigi 2 orang dan di Ruang Teratai 26
orang. Sedangkan jumlah pegawainya sebanyak 529 orang.
2. Analisis Univariat
Penelitian ini dilakukan di RSUD Kabupaten Muna, dengan jumlah
sampel sebanyak 66 orang, yaitu dengan jumlah kasus bayi yang mengalami
asfiksia sebanyak 33 orang dan jumlah kontrol sebanyak 33 orang bayi yang
tidak mengalami asfiksia yang terdapat pada buku register ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
Data yang telah diperoleh kemudian diolah secara manual dengan
menggunakan kalkulator, selanjutnya hasil pengolahan data disajikan dalam
bentuk tabel dan dinarasikan, yang diuraikan sebagai berikut :
a. Preeklamsia.
Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian preeklamsia berdasarkan
jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4
Distribusi Preeklamsia Berdasarkan Jumlah Sampel
di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Preeklamsia
Sampel
Frekuensi (f) Persen (%)
Ya 3 4,55
Tidak 63 95,45
Jumlah 66 100
Sumber : Data Sekunder, 2015
43
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor
risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu preeklamsia
adalah sebanyak 3 orang (4,55%) ibu yang mengalami preeklamsia dan
yang tidak mengalami preeklamsia sebanyak 63 orang (95,45%).
b. Plasenta Previa.
Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian plasenta previa
berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
5 berikut.
Tabel 5
Distribusi Plasenta Previa Berdasarkan Jumlah Sampel
di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Plasenta Previa
Sampel
Frekuensi (f) Persen (%)
Ya 5 7,6
Tidak 61 92,4
Jumlah 66 100
Sumber : Data Sekunder, 2015
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor
risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu plasenta previa
adalah sebanyak 5 orang (7,6%) ibu yang mengalami plasenta previa dan
yang tidak mengalami plasenta previa sebanyak 61 orang (92,4%).
44
c. Kehamilan Postmatur.
Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian kehamilan postmatur
berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
6 berikut.
Tabel 6.
Distribusi Kehamilan Postmatur Berdasarkan Jumlah Sampel
di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Kehamilan Postmatur
Sampel
Frekuensi (f) Persen (%)
Ya 4 6,1
Tidak 62 93,9
Jumlah 66 100
Sumber : Data Sekunder, 2015
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor
risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu kehamilan
postmatur adalah sebanyak 4 orang (6,1%) ibu yang mengalami
kehamilan postmatur dan yang tidak mengalami kehamilan postmatur
sebanyak 62 orang (93,9%).
d. Prematuritas.
Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian prematuritas berdasarkan
jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.
45
Tabel 7.
Distribusi Prematuritas Berdasarkan Jumlah Sampel
di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Prematuritas
Sampel
Frekuensi (f) Persen (%)
Ya 3 4,55
Tidak 63 95,45
Jumlah 66 100
Sumber : Data Sekunder, 2015
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor
risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan bayi yaitu prematuritas
adalah sebanyak 3 orang (4,55%) bayi yang mengalami prematuritas dan
yang tidak mengalami prematuritas sebanyak 63 orang (95,45%).
e. BBLR.
Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian BBLR berdasarkan jumlah
sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8.
Distribusi BBLR Berdasarkan Jumlah Sampel
di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
BBLR
Sampel
Frekuensi (f) Persen (%)
Ya 5 7,6
Tidak 61 92,4
Jumlah 66 100
Sumber : Data Sekunder, 2015
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor
risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan bayi yaitu BBLR adalah
46
sebanyak 5 orang (7,6%) bayi yang mengalami BBLR dan yang tidak
mengalami BBLR sebanyak 61 orang (92,4%).
f. Ketuban Pecah Dini (KPD).
Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian ketuban pecah dini (KPD)
berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
9 berikut.
Tabel 9.
Distribusi Ketuban Pecah Dini (KPD) Berdasarkan Jumlah Sampel
di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Ketuban Pecah Dini
(KPD)
Sampel
Frekuensi (f) Persen (%)
Ya 6 9,1
Tidak 60 90,9
Jumlah 66 100
Sumber : Data Sekunder, 2015
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor
risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor persalinan yaitu ketuban pecah dini
(KPD) adalah sebanyak 6 orang (9.1%) ibu yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) dan yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD)
sebanyak 60 orang (90,9%).
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui variabel independen
(preeklamsia, plasenta previa, kehamilan postmatur, prematuritas, BBLR dan
ketuban pecah dini/ KPD) berisiko menyebabkan variabel dependen (asfiksia
neonatorum). Untuk melihat risiko masing-masing kategori dari tiap-tiap
47
variabel terhadap terjadinya asfiksia neonatorum, dilakukan uji Odds Ratio
(OR). Jika OR >1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor risiko (ada
hubungan), jika OR = 1 maka faktor yang diteliti bukan merupakan faktor
risiko (tidak ada hubungan) sedangkan OR <1 maka faktor yang diteliti
merupakan faktor protektif. Berikut merupakan penjelasan dari masing-
masing variabel yang diteliti beserta hasil perhitungan OR nya.
a. Risiko Preeklamsia terhadap Asfiksia Neonatorum.
Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan
menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk preeklamsia
dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10
Risiko Preeklamsia terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Preeklamsia
Asfiksia Tidak Asfiksia Jumlah
OR
n % n % n %
Ya 2 6,1 1 3,03 3 4,55
2,06Tidak 31 93,9 32 96,97 63 95,45
Jumlah 33 100 33 100 66 100
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi
yang mengalami asfiksia neonatorum, 2 bayi (6,1%) diantaranya lahir
dari ibu yang mengalami preeklamsia sedangkan 31 bayi (93,9%) lahir
dari ibu yang tidak mengalami preeklamsia. Dari 33 kelompok kontrol
bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 1 bayi (3,03%)
diantaranya lahir dari ibu yang mengalami preeklamsia sedangkan 32
bayi (96,97%) lahir dari ibu yang tidak mengalami preeklamsia.
48
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan
bahwa preeklamsia merupakan faktor risiko yang menyebabkan asfiksia
neonatorum (OR = 2,06).
b. Risiko Plasenta Previa terhadap Asfiksia Neonatorum.
Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan
menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk plasenta
previa dapat dilihat pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11
Risiko Plasenta Previa terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Plasenta
Previa
Asfiksia
Tidak
Asfiksia
Jumlah
OR
n % n % n %
Ya 3 9,1 2 6,1 5 7,6
1,55Tidak 30 90,9 31 93,9 61 92,4
Jumlah 33 100 33 100 66 100
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi
yang mengalami asfiksia neonatorum, 3 bayi (9,1%) diantaranya lahir
dari ibu yang mengalami plasenta previa sedangkan 30 bayi (90,9%) lahir
dari ibu yang tidak mengalami plasenta previa. Dari 33 kelompok kontrol
bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 2 bayi (6,1%)
diantaranya lahir dari ibu yang mengalami plasenta previa sedangkan 31
bayi (93,9%) lahir dari ibu yang tidak mengalami plasenta previa.
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan
bahwa plasenta previa merupakan faktor risiko yang yang menyebabkan
asfiksia neonatorum (OR = 1,55).
49
c. Risiko Kehamilan Postmatur terhadap Asfiksia Neonatorum.
Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan
menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk kehamilan
postmatur dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
Tabel 12
Risiko Kehamilan Postmatur terhadap Asfiksia Neonatorum
di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Kehamilan
Postmatur
Asfiksia
Tidak
Asfiksia
Jumlah
OR
n % n % n %
Ya 3 9,1 1 3,03 4 6,1
3,2Tidak 30 90,9 32 96,97 62 93,9
Jumlah 33 100 33 100 66 100
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi
yang mengalami asfiksia neonatorum, 3 bayi (9,1%) diantaranya lahir
dari ibu yang mengalami kehamilan postmatur sedangkan 30 bayi
(90,9%) lahir dari ibu yang tidak mengalami kehamilan postmatur. Dari
33 kelompok kontrol bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 1
bayi (3,03%) diantaranya lahir dari ibu yang mengalami kehamilan
postmatur sedangkan 32 bayi (96,97%) lahir dari ibu yang tidak
mengalami kehamilan postmatur.
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan
bahwa kehamilan postmatur merupakan faktor risiko yang yang
menyebabkan asfiksia neonatorum (OR = 3,2).
50
d. Risiko Prematuritas terhadap Asfiksia Neonatorum.
Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan
menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk prematuritas
dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13
Risiko Prematuritas terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Prematuritas
Asfiksia
Tidak
Asfiksia
Jumlah
OR
n % n % n %
Ya 2 6,1 1 3,03 3 4,55
2,06Tidak 31 93,9 32 96,97 63 95,45
Jumlah 33 100 33 100 66 100
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi
yang mengalami asfiksia neonatorum, 2 bayi (6,1%) diantaranya lahir
prematur sedangkan 31 bayi (93,9%) lahir bukan prematur. Dari 33
kelompok kontrol bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 1
bayi (3,03%) diantaranya lahir prematur sedangkan 32 bayi (96,97%)
bukan prematur.
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan
bahwa prematuritas merupakan faktor risiko yang menyebabkan asfiksia
neonatorum (OR = 2,06).
e. Risiko BBLR terhadap Asfiksia Neonatorum.
Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan
menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk BBLR dapat
dilihat pada Tabel 14 berikut.
51
Tabel 14
Risiko BBLR terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna Tahun 2015
BBLR
Asfiksia
Tidak
Asfiksia
Jumlah
OR
n % n % n %
Ya 3 9,1 2 6,1 5 7,6
1,55Tidak 30 90,9 31 93,9 61 92,4
Jumlah 33 100 33 100 66 100
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi
yang mengalami asfiksia neonatorum, 3 bayi (9,1%) diantaranya lahir
dengan BBLR sedangkan 30 bayi (90,9%) lahir bukan BBLR. Dari 33
kelompok kontrol bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 2
bayi (6,1%) diantaranya lahir dengan BBLR sedangkan 31 bayi (93,9%)
bukan BBLR.
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan
bahwa BBLR merupakan faktor risiko yang menyebabkan asfiksia
neonatorum (OR = 1,55).
f. Risiko Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap Asfiksia Neonatorum.
Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan
menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk ketuban
pecah dini (KPD) dapat dilihat pada Tabel 15.
52
Tabel 15
Risiko Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap Asfiksia Neonatorum
di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Ketuban Pecah
Dini (KPD )
Asfiksia
Tidak
Asfiksia
Jumlah
OR
n % n % n %
Ya 4 12,12 2 6,1 6 9,1
2,14Tidak 29 87,88 31 93,9 60 90,9
Jumlah 33 100 33 100 66 100
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi
yang mengalami asfiksia neonatorum, 4 bayi (12,12%) diantaranya lahir
dari ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) sedangkan 29 bayi
(87,88%) lahir dari ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD).
Dari 33 kelompok kontrol bayi yang tidak mengalami asfiksia
neonatorum, 2 bayi (6,1%) diantaranya lahir dari ibu yang mengalami
ketuban pecah dini (KPD) sedangkan 31 bayi (93,9%) lahir dari ibu yang
tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD).
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan
bahwa ketuban pecah dini (KPD) merupakan faktor risiko yang
menyebabkan asfiksia neonatorum (OR=2,14).
B. Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kabupaten Muna pada bulan Juli 2016.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan rancangan Case
Control study yang dimaksud untuk menganalisis risiko variabel independen
terhadap variabel dependen.
53
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan lembar chek list yang diisi
berdasarkan data pada rekam medik dan buku register ruang Teratai tahun 2015,
yaitu dengan sampel sebanyak 66 orang bayi dengan sampel kasus sebanyak 33
bayi yang mengalami asfiksia neonatorum dan kontrol sebanyak 33 bayi yang
tidak mengalami asfksia neonatorum.
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka masing-masing variabel
yang diteliti dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Asfiksia Neonatorum
a. Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan
secara spontan dan teratur pada saat bayi lahir atau beberapa saat setelah
bayi lahir (Sudarti dkk, 2013).
b. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratus segera setelah lahir (Gerungan dkk. 2014).
c. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum
lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan
(Katiandagho dkk, 2015).
Dari beberapa pengertian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa
asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak bisa bernapas
segera setelah dilahirkan.
2. Risiko Preeklamsia terhadap Asfiksia Neonatorum
Preeklamsia dan eklamsia dapat mengakibatkan keterlambatan
pertumbuhan janin dalam kandungan atau Intrauterine Growth Restriction
54
(IUGR) dan kelahiran mati, hal ini disebabkan karena adanya perkapuran di
daerah plasenta sehingga suplai makanan dan oksigen ke janin berkurang
(Anonim, 20161).
Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu
preeklamsia yang terdapat pada Tabel 4 adalah sebanyak 3 orang (4,55%) ibu
yang mengalami preeklamsia dan yang tidak mengalami preeklamsia
sebanyak 63 orang (95,45%).
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan OR =
2,06. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa
preeklamsia memiliki peluang 2,06 kali melahirkan bayi asfiksia di ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 daripada ibu yang tidak
mengalami preeklamsia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Seppo Heinon dengan OR 1,49 yang menunjukkan bahwa ibu yang
mengalami preeklamsia berisiko 1,49 kali dapat melahirkan bayi dengan
asfiksia neonatorum daripada ibu yang tidak mengalami preeklamsia.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana,
(2009) tentang Hubungan Antara Preeklamsia Berat dengan Asfiksia
Perinatal di RSUD Moewardi Surakarta, dimana didapatkan nilai OR sebesar
3,527 yang berarti bahwa ibu yang menderita preeklamsia berat memiliki
risiko 3,5 kali pada bayinya untuk mengalami asfiksia.
55
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wahyuni (2012) tentang Hubungan Preeklamsia/Eklamsia dengan Kejadian
Asfiksia Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Islam Klaten, dimana nilai OR yang
didapatkan sebesar 2,20 yang berarti bahwa ibu yang mengalami preeklamsia
memiliki peluang 2 kali untuk bayinya mengalami asfiksia.
Penelitian ini didukung dengan teori yang dikemukakan oleh
Winkjosastro dalam Gilang, dkk (2010) bahwa hipertensi pada kehamilan
akan mempengaruhi janin karena mengakibatkan sirkulasi utero-plasenta
menjadi kurang baik. Keadaan ini menimbulkan gangguan lebih berat
terhadap insufiensi plasenta dan berpengaruh pada gangguan pertumbuhan
janin dan gangguan pernapasan. Menurut Winkjosastro vasokonstriksi
pembuluh darah mengakibatkan kurangnya suplai darah ke plasenta sehingga
terjadi hipoksia janin. Akibat lanjut dari hipoksia janin adalah gangguan
pertukaran gas oksisigen dan karbondioksida sehingga terjadi asfiksia
neonatorum.
Penelitian ini sejalan teori yang dikemukakan oleh Mellembakken et all
(2001) dalam Oktaviana (2009) yang menyatakan bahwa pada preeklamsia
berat terdapat spasme arteriola spiralis decidua sehingga terdapat penurunan
aliran darah ke plasenta. Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan
gangguan perfusi plasenta. Sehingga dengan menurunnya perfusi darah
melalui plasenta ke janin, maka terjadi hipoksia janin yang mengakibatkan
terjadinya asfiksia pada janin ketika setelah dilahirkan.
56
Penelitian ini juga didukung oleh teori yang dinyatakan dalam
penelitian Katuandagho (2015) yang menyatakan bahwa hipertensi
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang mengakibatkan kurangnya
suplai darah ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin.
Preeklamsia berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena suplai
oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin yang berkurang. Akibatnya janin didalam
kandungan tidak mendapat oksigen yang cukup. Demikian pula pada kasus
preeklamsia berat atau eklamsia harus dipertimbangkan untuk segera
melakukan pertolongan persalinan walaupun bayinya belum cukup bulan.
Akibatnya bayi yang dilahirkan belum cukup bulan atau prematur akan
mengalami gangguan pernapasan termasuk asfiksia yang disebabkan oleh
kurang matangnya surfaktan paru bayi. Selain itu, pada penelitian ini ibu
yang mengalami preeklamsia lebih banyak melahirkan bayi yang asfiksia
yaitu sebesar 6,1% sementara yang tidak mengalami asfiksia sebesar 3,03%.
3. Risiko Plasenta Previa terhadap Asfiksia Neonatorum
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum. Menurut Manjoer Arief (2001) dalam Pudiastuti (2012), plasenta
previa adalah plasenta yang letak abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau pembukaan jalan lahir.
Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu
plasenta previa yang terdapat pada Tabel 5 adalah sebanyak 5 orang (7,6%)
57
ibu yang mengalami plasenta previa dan yang tidak mengalami plasenta
previa sebanyak 61 orang (92,4%).
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan OR =
1,55. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ibu
yang mengalami plasenta previa berpeluang 1,55 kali melahirkan bayi
asfiksia di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 daripada ibu
yang tidak mengalami plasenta previa.
Hasil penelitian ini memiliki kesesuaian dengan hasil penelitian Gilang,
dkk (2010) tentang “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum (Studi di RSUD Tugorejo Semarang)” dimana jumlah
sampel keseluruhan adalah 69 orang dengan jumlah kasus perdarahan
antepartum sebesar 18,8% yang menyatakan bahwa hasil uji regresi logistik
menunjukkan nilai OR 24,707 yang berarti asfiksia neonatorum pada ibu
yang mengalami perdarahan antepartum sebesar 24,7 kali lebih besar
dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami perdarahan antepartum.
Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri
Utami dan Erika (2010) yang menyebutkan bahwa kejadian asfiksia pada bayi
yang lahir dengan plasenta previa lebih tinggi daripada bayi yang lahir tanpa
kelainan plasenta.
Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Novita dkk (2005) dengan judul Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum pada
Bayi Cukup Bulan yang menyatakan bahwa perdarahan antepartum berisiko
menyebabkan asfiksia neonatorum dengan hasil OR 1,9 yang berarti ibu yang
58
mengalami perdarahan antepartum berisiko 1,9 kali melahirkan bayi dengan
asfiksia neonatorum.
Hal ini juga semakin diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh
Manuaba (1998) dalam Herawati (2013) yang menyebutkan bahwa plasenta
previa merupakan salah satu penyulit pada ibu hamil yang dapat
menyebabkan anemia sampai syok. Sedangkan untuk janin dapat
menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
Penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan dalam penelitian
Gilang dkk (2010) yang menyatakan bahwa perdarahan antepartum dapat
disebabkan plasenta previa dan solusio plasenta yang dapat menyebabkan
turunnya tekanan darah menyebabkan penurunan PO2 sehingga terjadi
perubahan metabolisme dan pembakaran glukosa tidak sempurna serta
meninggalkan hasil asam laktat dan asam piruvat. Timbunan asam laktat san
asam piruvat ini tidak dapat dikeluarkan melalui plasenta sehingga
menyebabkan turunnya pH darah janin. Perdarahan yang mengganggu
sirkulasi retroplasenta inilah yang menyebabkan asfiksia neonatorum.
Selain itu hasil penelitian ini didukung pula dengan teori sebelumnya
yang dikemukakan oleh Benson dkk (2008) mengenai komplikasi yang dapat
terjadi pada janin yaitu sekitar 60% janinnya dapat mengalami kelahiran
prematur yang mana diketahui bahwa organ pada bayi prematur belum
matang dan sempurna sehingga komplikasi seperti asfiksia dapat terjadi.
Plasenta previa berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena
selain akan mengganggu sirkulasi uteroplasenter, pada kasus plasenta previa
59
terutama plasenta previa totalis janin tidak dapat dilahirkan secara normal
sehingga persalinan secara operasi menjadi pilihan yang harus diambil.
Sementara dalam teori, persalinan dengan tindakan termasuk SC memiliki
peluang yang besar menyebabkan asfiksia neonatorum yang diakibatkan oleh
efek dari obat-obatan anastesi atau analgetik yang diberikan pada ibu. Selain
itu, pada penelitian ini ibu yang mengalami plasenta previa lebih banyak
melahirkan bayi yang asfiksia yaitu sebesar 9,1% sementara yang tidak
mengalami asfiksia sebesar 6,1%.
4. Risiko Kehamilan Postmatur terhadap Asfiksia Neonatorum
Kehamilan serotinus atau kehamilan lewat waktu adalah kehamilan
yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau lebih, pada siklus
haid teratur rata-rata 28 hari dan hari pertama haid terakhir diketahui dengan
pasti. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari
perhitungan rumus neagle atau dengan tinggi fundus uteri serial (Nugroho,
2012).
Pada kehamilan post matur, komplikasi yang bisa terjadi yaitu bayi
besar yang dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik, oligohidramnion
yang dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi
meninggal serta keluarnya mekonium yang dapat menyebabkan aspirasi
mekonium (Saifuddin, 2009).
Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu
kehamilan postmatur yang terdapat pada Tabel 6 adalah sebanyak 4 orang
60
(6,1%) ibu yang mengalami kehamilan postmatur dan yang tidak mengalami
kehamilan postmatur sebanyak 62 orang (93,9%).
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan OR = 3,2.
Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ibu dengan
kehamilan postmatur berpeluang 3,2 kali untuk melahirkan bayi asfiksia di
ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 daripada ibu yang tidak
mengalami kehamilan postmatur.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh Astuti
(2013) tentang “Usia Kehamilan Tidak Aterm Menyebabkan Asfiksia Bayi
Bayi Baru Lahir di Kota Magelang Tahun 2013” yang sebelumnya
mengelompokkan usia kehamilan < 37 minggu dan > 42 minggu menjadi
kelompok umur berisiko menyebabkan asfiksia dan nilai OR yang didapatkan
dari penelitian tersebut adalah 1,845, sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi
yang dilahirkan dengan usia kehamilan berisiko mengalami peluang 1,8 kali
lipat mengalami asfiksia.
Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Ussy
P.M. (2014) tentang Hubungan Kehamilan Post Term dengan Kejadian
Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahun
2013 dimana didapatkan bayi yang mengalami asfiksia sebagian besar
dilahirkan oleh ibu yang mengalami kehamilan post term. Nilai OR yang
didapatkan sebesar 3,571 artinya ibu yang mengalami kehamilan post term
berisiko 3,571 kali lebih besar melahirkan bayi yang mengalami asfiksia
dibandingkan dengan ibu yang hamil aterm.
61
Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Gerungan dkk (2014) tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. DR. D. Kandou Manado
dimana ditemukan bahwa menurut umur kehamilan, kejadian asfiksia
neonatorum terbanyak berada pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan
persentase 74,31% sementara umur kehamilan <37 minggu dan >42 minggu
sebesar 25,69%. Hasil penlitiannya menunjukkan OR = 2,526 yang berarti
umur kehamilan 37-42 minggu mempunyai peluang 3 kali bayinya
mengalami asfiksia neonatorum.
Hasil penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh
Prawirohardjo (2010) dalam Astuti (2013) bahwa pada bayi-bayi yang
dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamialn > 42 minggu kejadian asfiksia
bisa disebabkan karena penuaan plasenta sehingga pemasokan makanan dan
oksigen dari ibu ke janin menurun. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada
kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42
minggu.
Penelitian ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Oxorn
(2010) dalam Astuti (2013) yang menyatakan bahwa sebagian bayi postmatur
tampak kecil, kurang gizi, dan asfiksia sebagai akibat dari penurunan fungsi
respirasi dan nutrisi pada plasenta yang bertambah umurnya.
Penelitian ini didukung pula oleh teori yang dikemukakan oleh
Manuaba (2008) dalam Astuti (2013) yang menyatakan bahwa pada
kehamilan lewat waktu, plasenta telah sangat mundur untuk mampu
62
memberikan nutrisi dan oksigen kepada janin sehingga setiap saat janin akan
terancam gawat janin dan diikuti asfiksia neonatorum.
Kehamilan postmatur berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum
karena pada usia kehamilan >42 mingu selain fungsi plasenta yang menurun,
volume air ketuban juga akan semakin berkurang akibatnya terjadi
oligohidramnion sehingga dapat terjadi tekanan pada tali pusat. Tekanan pada
tali pusat ini menyebabkan transpor oksigen dari ibu ke janin akan mengalami
hambatan. Selain itu pada ibu yang mengalami kehamilan postmatur sebagian
besar air ketubannya bercampur dengan mekonium sehingga pada saat
aspirasi, mekonium tersebut dapat ikut masuk ke saluran napas janin dan
mengganggu pernapasan janin. Selain itu, pada penelitian ini ibu yang
mengalami kehamilan postmatur lebih banyak melahirkan bayi yang asfiksia
yaitu sebesar 9,1% sementara yang tidak mengalami asfiksia sebesar 3,03%.
5. Risiko Prematuritas terhadap Asfiksia Neonatorum
Bayi yang tidak cukup bulan seringkali terancam oleh bahaya maut,
khususnya jika kelahiran bayi terjadi terlalu awal, yaitu sebelum 7 bulan dan
berat bayi kurang dari 2,5 kg. Sebab pertama kematian bayi yang tidak cukup
bulan ialah sistem pernafasan. Rongga pernapasan biasanya masih agak
sempit dan sesak. Keadaan ini dinamakan respiratory distress syndrome
(Indiarti, 2015).
Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan bayi yaitu
prematuritas yang terdapat pada Tabel 7 adalah sebanyak 3 orang (4,55%)
63
bayi yang mengalami prematuritas dan yang tidak mengalami prematuritas
sebanyak 63 orang (95,45%).
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan OR =
2,06. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa bayi
dengan prematuritas memiliki peluang 2,06 kali menyebabkan asfiksia
neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 daripada
bayi yang dilahirkan cukup bulan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh Astuti
(2013) tentang “Usia Kehamilan Tidak Aterm Menyebabkan Asfiksia Bayi
Bayi Baru Lahir di Kota Magelang Tahun 2013” yang sebelumnya
mengelompokkan usia kehamilan < 37 minggu dan > 42 minggu menjadi
kelompok umur berisiko menyebabkan asfiksia dan nilai OR yang didapatkan
dari penelitian tersebut adalah 1,845, sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi
yang dilahirkan dengan usia kehamilan berisiko mengalami peluang 1,8 kali
lipat mengalami asfiksia.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Edy S.
(2012) dimana didapatkan kelompok asfiksia neonatorum (+) pada bayi
prematur 53 kasus dan pada bayi yang yidak prematur 35 kasus. Pada
kelompok asfiksia neonatorum (-) pada bayi yang prematur 41 kasus dan
pada bayi yang tidak prematur 59 kasus. Dari hasil analisis didapatkan nilai
OR 2,259 dengan CI 95% didapatkan rentang nilai OR 1,590-3,211. Berarti
prematuritas akan meningkatkan risiko dua kali lipat untuk terjadinya asfiksia
neonatorum.
64
Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gerungan dkk
(2014) tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSUP Prof. DR. D. Kandou Manado dimana ditemukan
bahwa menurut umur kehamilan, kejadian asfiksia neonatorum terbanyak
berada pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan persentase 74,31%
sementara umur kehamilan <37 minggu dan >42 minggu sebesar 25,69%.
Hasil penlitiannya menunjukkan OR = 2,526 yang berarti umur kehamilan
37-42 minggu mempunyai peluang 3 kali bayinya mengalami asfiksia
neonatorum.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori menurut WHO (2001) dalam
Rupianti, dkk. (2014), yang menambahkan bahwa usia hamil sebagai kriteria
untuk bayi prematur adalah yang lahir sebelum 37 minggu dan berat lahir
dibawah 2500 gram. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat
tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim.
Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang
sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya
organ tubuh secara sempurna seperti sistem pernafasan maka terjadilah
asfiksia.
Penelitian ini mendukung pula teori yang dikemukakan oleh Indiarti
(2015 ) bahwa bayi yang tidak cukup bulan seringkali terancam oleh bahaya
maut, khususnya jika kelahiran bayi terjadi terlalu awal, yaitu sebelum 7
bulan dan berat bayi kuarang dari 2,5 kg. Sebab pertama kematian bayi yang
tidak cukup bulan ialah sistem pernafasan. Rongga pernapasan biasanya
65
masih agak sempit dan sesak. Keadaan ini dinamakan respiratory distress
syndrome.
Demikian pula dengan teori yang dikemukakan oleh Rukiyah dkk
(2013) yang mengatakan bahwa pada bayi prematur masalah yang sering
timbul adalah gangguan pernapasan, hiperbilirubinemia dan daya isap yang
lemah.
Prematuritas berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena umur
kehamilan pada saat persalinan belum mencapai umur persalinan yang normal
sehingga janin yang seharusnya masih mengalami pertumbuhan didalam
kandungan namun telah dilahirkan sehingga organ-organ tubuhnya belum
sempurna termasuk organ pernapasan. Akibatnya kemampuan pernapasan
bayi yang dilahirkan juga masih kurang. Hal tersebutlah yang dapat
menyebabkan asfiksia neonatorum. Selain itu, pada penelitian ini bayi yang
mengalami prematuritas lebih banyak yang mengalami asfiksia yaitu sebesar
6,1% sementara yang tidak mengalami asfiksia sebesar 3,03%.
6. Risiko BBLR terhadap Asfiksia Neonatorum
Menurut Saifuddin (2001) dalam Nurbani dkk, (2011), BBLR adalah
bayi baru lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram atau
sampai dengan 2499 gram. Menurut Arif (2009) dalam Pantiawati (2010),
bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang
dari 2500 gram.
Gangguan pernapasan pada bayi berat lahir rendah adalah akibat dari
kurangnya surfaktan. Zat ini diproduksi dalam paru dan melapisi bagian
66
dalam alveoli sehingga alveolus tidak kolaps pada saat ekspirasi (Maryunani,
2013).
Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan bayi yaitu
BBLR yang terdapat pada Tabel 8 adalah sebanyak 5 orang (7,6%) bayi yang
mengalami BBLR dan yang tidak mengalami BBLR sebanyak 61 orang
(92,4%).
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan bahwa
BBLR merupakan faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum karena OR =
1,55. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa
BBLR berisiko 1,55 kali untuk menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 daripada bayi yang tidak BBLR.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Gilang dkk (2010) dengan hasil uji logistik menunjukkan OR 53,737 yang
berarti risiko terjadinya asfiksia neonatorum pada ibu yang melahirkan bayi
dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), Berat Bayi Lahir Sangat Rendah
(BBLSR), dan Berat Bayi Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) sebesar 53,7 kali
lebih besar dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan berat
badan normal.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Saputro (2015) dengan judul Hubungan antara Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) dengan Asfiksia Neonatorum dimana nilai OR yang didapatkan pada
penelitian tersebut sebesar 4,11 yang berarti bahwa bayi dengan berat badan
67
lahir rendah berisiko 4 kali untuk terjadinya asfiksia dibandingkan dengan
bayi dengan berat badan lahir cukup.
Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wiradharma, dkk tentang Risiko Asfiksia pada Ketuban Pecah Dini di RSUP
Sanglah yang menyatakan bahwa berat badan <2500 gram berisiko 1,54 kali
menyebabkan asfiksia neonatorum (OR 1,54).
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Novita dkk (2005) tentang Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum pada Bayi
Cukup Bulan, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa berat badan
lahir bayi dibanding usia kehamilan yaitu KMK 13,2 kali berisiko
menyebabkan asfiksia neonatorum (OR 13,2), BMK 2,5 kali berisiko
menyebabkan asfiksia neonatorum (OR 2,5) serta SMK 84,3 kali berisiko
menyebabkan asfiksia neonatorum (OR 84,3).
Penelitian ini didukung pula dengan pendapat Bobak (2005) dalam
Rupiyanti dkk (2014) yang menyatakan bahwa bayi dengan berat badan lahir
rendah berisiko mengalami asfiksia saat kelahiran. Hal ini disebabkan karena
kemampuan bayi untuk melakukan pernapasan kurang sehingga sering kali
bayi dengan berat badan lahir rendah mengalami sianosis dan perlu
ditempatkan dalam tabung inkubator untuk menjaga suhu tubuh dari
lungkungan dan mempercepat respon adaptasi bayi terhadap dunia luar.
Penelitian ini juga sejalan dengann teori yang dikemukakan dalam
penelitian Katiandagho dkk (2015) yang menyatakan bahwa BBLR
mempunyai masalah antara lain pusat pengaturan pernapasan dan alat
68
pernapasannya belum sempurna, kemampuan metabolisme panas masih
rendah sehingga dapat berakibat terjadinya asfiksia, asidosis dan mudah
terjadi infeksi. Bayi yang dilahirkan BBLR umumnya kurang mampu
meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga berakibat pada
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan bahkan dapat mengganggu
kelangsungan hidupnya, selain itu juga kan meningkatkan risiko kesakitan
dan kematian karena rentan terhadap infeksi saluran pernapasan bagian
bawah.
Penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Maryunani (2013) yang menyatakan bahwa gangguan pernapasan pada bayi
berat lahir rendah adalah akibat dari kurangnya surfaktan. Zat ini diproduksi
dalam paru dan melapisi bagian dalam alveoli sehingga alveolus tidak kolaps
pada saat ekspirasi.
BBLR berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena berhubungan
dengan berat badan lahir bayi tersebut yang kurang dari normal. Selain itu,
bayi yang mengalami BBLR sebagian besar adalah bayi yang prematur
sehingga kejadian asfiksia neonatorum dapat dihubungkan dengan masih
kurang sempurnanya organ pernapasan bayi. Hal ini juga disebabkan karena
kurangnya kondisi tubuh bayi BBLR yang masih lemah. Selain itu, pada
penelitian ini bayi yang mengalami BBLR lebih banyak mengalami asfiksia
yaitu sebesar 9,1% sementara yang tidak mengalami asfiksia sebesar 6,1%.
69
7. Risiko Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap Asfiksia Neonatorum
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting yang berkaitan
dengan komplikasi meliputi kelahiran kurang bulan, syndrom gawat napas,
kompresi tali pusat, korioamnionitis, abruptio plasenta sampai kematian janin
yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal (Wiradharma dkk,
2013).
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban yang
menyebabkan terbukanya hubungan intrauterin dengan ekstrauterin, sehingga
mikroorganisme dengan mudah masuk dan menimbulkan infeksi intrapartum,
infeksi puerperalis, peritonitis sepsis sehingga menyebabkan asfiksia pada
bayi baru lahir. Pengurangan ketuban ketika terjadi ketuban pecah dini dapat
menyebabkan kompresi tali pusat yang menimbulkan perlambatan denyut
jantung janin sehingga janin mengalami hipoksia yang dapat berlanjut
menjadi asfiksia ketika bayi dilahirkan (Jumirah, 2015).
Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor persalinan yaitu
ketuban pecah dini (KPD) yang terdapat pada Tabel 9 adalah sebanyak 6
orang (9,1%) ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) dan yang tidak
mengalami ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 60 orang (90,9%).
Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan bahwa
ketuban pecah dini (KPD) merupakan faktor risiko penyebab asfiksia
neonatorum dengan OR = 2,14. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima
yang berarti bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) berisiko 2
70
kali melahirkan bayi asfiksia di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Gilang, dkk (2010) dimana hasil uji regresi logistik menunjukkan OR 9,560
yang berarti risiko terjadinya asfiksia neonatorum pada ibu yang mengalami
KPD 9,5 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami
KPD.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fahrudin (2003) di Purworedjo menemukan bahwa ibu yang mengalami
ketuban pecah dini memiliki risiko 2,815 kali lebih besar untuk mengalami
asfiksia neonatorum pada bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak
mengalami KPD.
Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wiradharma, dkk (2013) dkk tentang Risiko Asfiksia pada Ketuban Pecah
Dini di RSUP Sanglah yang menyatakan bahwa ibu yang mengalami KPD
berisiko 8 kali menyebabkan asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak
mengalami KPD (OR 8,0).
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan dalam
penelitian Gilang, dkk (2010) yang menyatakan bahwa ketuban pecah dini
akan menyebabkan kelahiran bayi asfiksia bila disertai dengan penyulit
lainnya. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan
atau segera setelah bayi lahir. Dengan pecahnya ketuban, terjadi
71
oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau
hipoksia.
Penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan dalam
penelitian Wiradharma, dkk (2013) yang menyatakan bahwa terdapat
berbagai komplikasi pada bayi akibat KPD, antara lain persalinan kurang
bulan, gawat janin, oligohidramnion, penekanan tali pusat sindrom gawat
napas serta risiko infeksi.
Penelitian ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan dalam
penelitian Jumirah (2015) yang menyatakan bahwa pengurangan ketuban
pada kasus ketuban pecah dini dapat menyebabkan kompresi tali pusat yang
menyebabkan perlambatan denyut jantung janin sehingga janin mengalami
hipoksia yang dapat berlanjut menjadi asfiksia ketika bayi dilahirkan.
KPD berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena pada saat
ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda persalinan, air ketuban semakin
lama akan semakin berkurang sehingga tali pusat bayi akan mengalami
penekanan akibatnya transpor oksigen dari ibu ke janin akan terhambat. Hal
ini menyebabkan janin kekurangan oksigen sehingga janin dapat mengalami
hipoksia ataupun gawat janin. Selain itu, pada penelitian ini ibu yang
mengalami ketuban pecah dini (KPD) lebih banyak melahirkan bayi yang
asfiksia yaitu sebesar 15,15% sementara yang tidak mengalami asfiksia
sebesar 6,1%.
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor risiko penyebab asfiksia
neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015, dapat
disimpulkan bahwa :
1. Faktor keadaan ibu (preeklamsia, plasenta previa dan kehamilan postmatur)
berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2015.
2. Faktor keadaan bayi (prematuritas dan BBLR) berisiko menyebabkan asfiksia
neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015.
3. Faktor persalinan (ketuban pecah dini) berisiko menyebabkan asfiksia
neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah didapatkan, maka saran-saran dari peneliti adalah
sebagai berikut :
1. Bagi tempat penelitian agar lebih mengoptimalkan pelayanan berdasarkan
standar profesi dalam memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif
kepada ibu dan bayi, dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan
sehingga penanganan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi seperti bayi
prematur, BBLR maupun asfiksia dapat dilakukan secara adekuat. Juga
pendokumentasian data pasien perlu lebih diperhatikan untuk keperluan
penelitian-penelitian selanjutnya.
73
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan agar lebih meningkatkan KIE kepada
ibu hamil mengenai tanda bahaya dalam kehamilan baik itu pada trimester
awal maupun trimester akhir termasuk juga KIE tentang nutrisi yang
dibutuhkan ibu selama kehamilan, mengajarkan senam hamil, melakukan
pemeriksaan antepartum dan intrapartum secara lengkap baik itu dalam hal
anamnese yang harus dilakukan secara teliti maupun pemeriksaan fisik
termasuk juga pemeriksaan laboratorium pada setiap ibu hamil yang
memeriksakan dirinya, untuk mengetahui adanya tanda preeklamsia eklamsia.
Dengan mengidentifiksai secara dini faktor risiko terjadinya asfiksia
neonatorum, maka faktor risiko asfiksia neonatorum dapat diketahui lebih
dini sehingga keputusan rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat dan
pelaksanaan resusitasi bayi yang memiliki faktor risiko tersebut dapat
dilakukan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2016)1 Faktor Penyebab Asfiksia. Available at
http://eprints.undip.ac.id/45315/4/Bab_I_-_IV.pdf. Diakses tanggal 10 Juli
2016
(2016)2 Hubungan Asfiksia dengan Kehamilan Gemeli. Available at
http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/12345/3021/05bab1fujiyarti
_2016.pdf?. Diakses tanggal 09 Juli 2016
(2016)3 Faktor Penyebab Asfiksia. Available at
http://eprints.ums.ac.id/41639/3/BAB%20I.pdf. Diakses tanggal 09 Juli
2016
Astuti W.P., Esti H., Anik P. (2015) Usia Kehamilan Tidak Aterm Menyebabkan
Asfiksia Bayi Baru Lahir di Kota Magelang Tahun 2013. Bhamada, JITK.
Vol. 6 No. 1
Benson, Ralph C., Pernoll, Martin L. (2008) Benson & Pernoll’s Handbook Of
Obstetrics and Gynecology, 9th Ed. The McGraw Hill Companies, Inc
Gerungan, J.C., Syuul Adam, Losu, F.N. (2014) Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado. Jurnal Ilmiah Bidan Vol. 2 No. 1
Gilang, Notoatmodjo, H., Rakhmawatie, Maya D. (2010) Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi di RSUD
Tugorejo Semarang). Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Semarang
Herawati, Rika (2013) Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Asfiksia
Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSUD Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal
Maternity and Neonatal Vol. 1 No. 2
Husin & Eka Dewi Susanti (2011) Hubungan Persalinan Kala II Lama dengan
Asfiksia Bayi Baru Lahir di RSUD Dr. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
Tahun 2011. Vol. 05 No. 5
Indiarti, M.T. (2015) Panduan Terbaik A-Z Kehamilan, Persalinan dan
Perawatan Bayi. Penerbit Indoliterasi. Yogyakarta
Jumirah (2015) Hubungan Persalinan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul 2015
Katiandagho, N., Kusmiyati (2015) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Asfiksia Neonatorum. Jurnal Ilmiah Bidan Vol. 3 No. 2
Kosim, M. Sholeh (2009) Infeksi Neonatal Akibat Air Ketuban Keruh. Sari
Padiatri, Vol. 11 No. 3
Maryunani, Anik (2013) Buku Saku Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). CV Trans Info Media. Jakarta Timur
Mulia, P.M. (2014) Hubungan Kehamilan Post Term dengan Kejadian Asfiksia
Pada Bayi Baru Lahir di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2013.
Stikes Aisyiyah. Yogyakarta
Nugraheny, Esti (2010) Asuhan Kebidanan Pathologi. Pustaka Rihama.
Yogyakarta
Nugroho, Taufan (2012) Patologi Kebidanan. Nuha Medika. Yogyakarta
Nurbani S. & Sri Yanniarti (2011) Faktor Resiko Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah. Poltekes Kemenkes Bengkulu
Oktaviana, Heriyanti (2009) Hubungan Antara Preeklamsia Berat dengan
Asfiksia Perinatal di RSUD DR Moewardi Surakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Pantiawati, Ika (2010) Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Nuha
Medika. Yogyakarta
Prawirohardjo, S. (2011) Ilmu Kebidanan Ed. 4 Cetakan 4. Jakarta : PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Pudiastuti, Ratna D. (2012) Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal dan Patologi.
Nuha Medika. Yogyakarta
Rahmawati L., Mahdalena P.N. (2016) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di Ruang Medical Record RSUD Pariaman.
Bidan Parada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 7 No.1 hal 29-40
Regina VT Novita (2011) Keperawatan Maternitas. Ghalia Indonesia. Bogor
Rukiyah A.Y. & Yulianti L., (2012) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.
Trans Info Media. Jakarta
Rupiyanti R., Amin S., Dera A. (2014) Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Asfiksia pada Neonatus di Rumah Sakit Islam Kendal. Naskah
dipresentasikan dalam Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah
2014
Saifuddin, A.B (2009) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal Edisi Pertama, Cetakan 5. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Saputro, S.D. (2015) Hubungan Antara Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
dengan Asfiksia Neonatorum di RS DR Moewardo Surakarta Tahun 2011.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Septiana, Eka Ayu (2015) Hubungan antara Partus Lama dan Kondisi Air
Ketuban dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir (Stady Kasus di
RSUD Kota Salatiga Tahun 2012). J. Kebidanan Adila Bandar Lampung
Vol. & Edisi 2
Sudarti & Fauziah A (2013) Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan.
Nuha Medika. Yogyakarta
Sukarni I. & Sudarti (2014) Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus
Resiko Tinggi. Nuha Medika. Yogyakarta
Sulistyowaty E., Ngadiyono (2014) Perbandingan antara Nilai APGAR pada
Bayi Prematur dengan Bayi Postmatur di RSUD Temanggung Tahun 2013.
Jurnal Kebidanan Vol. 3 No. 6
Varney H., Kriebs J.M., & Gegor C.L., (2008) Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Wahyuni, S., (2012) Hubungan Preeklamsia/Eklamsia dengan Kejadian Asfiksia
Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Islam Klaten. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta
Winda M., Desilesti Dwi S., Mariani (2015) Hubungan Persalinan Tindakan
dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh
Banjarmasin. Dinamika Kesehatan Vol. 13 No. 15
Wiradharma, Kardana I Md, Dharma Artana I Wyn (2013) Risiko Asfiksia pada
Ketuban Pecah Dini di RSUP Sanglah. Sari Pediatri, Vol. 14 No. 5
Kti ratma ningsih
MASTER TABEL
Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum
di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna
Tahun 2015
No Nama Bayi
JK Preeklamsia
Plasenta
Previa
Kehamilan
Postmatur
Prematuritas BBLR KPD
Ket
L P Y T Y T Y T Y T Y T Y T
1 By. Ny. J √ √ √ √ √ √ √ Kasus
2 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
3 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus
4 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
5 By. Ny. A √ √ √ √ √ √ √ Kasus
6 By. Ny. St. H √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
7 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus
8 By. Ny. N.A √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
9 By. Ny. L √ √ √ √ √ √ √ Kasus
10 By. Ny. E √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
11 By. Ny. F √ √ √ √ √ √ √ Kasus
12 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
13 By. Ny. D √ √ √ √ √ √ √ Kasus
14 By. Ny. Hs √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
15 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kasus
16 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
17 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus
18 By. Ny. F √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
19 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kasus
MASTER TABEL
Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum
di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna
Tahun 2015
No Nama Bayi
JK Preeklamsia
Plasenta
Previa
Kehamilan
Postmatur
Prematuritas BBLR KPD
Ket
L P Y T Y T Y T Y T Y T Y T
20 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
21 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus
22 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
23 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus
24 By. Ny. K √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
25 By. Ny. A √ √ √ √ √ √ √ Kasus
26 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
27 By. Ny. Wa T √ √ √ √ √ √ √ Kasus
28 By. Ny. St. A √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
29 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus
30 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
31 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kasus
32 By. Ny. F √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
33 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kasus
34 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
35 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kasus
36 By. Ny. St. R √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
37 By. Ny. K √ √ √ √ √ √ √ Kasus
38 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
MASTER TABEL
Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum
di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna
Tahun 2015
No Nama Bayi
JK Preeklamsia
Plasenta
Previa
Kehamilan
Postmatur
Prematuritas BBLR KPD
Ket
L P Y T Y T Y T Y T Y T Y T
39 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kasus
40 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
41 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kasus
42 By. Ny. I. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
43 By. Ny. I √ √ √ √ √ √ √ Kasus
44 By. Ny. D √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
45 By. Ny. K √ √ √ √ √ √ √ Kasus
46 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
47 By. Ny. L √ √ √ √ √ √ √ Kasus
48 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
49 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus
50 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
51 By. Ny. H.H √ √ √ √ √ √ √ Kasus
52 By. Ny. St. H √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
53 By. Ny. E √ √ √ √ √ √ √ Kasus
54 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
55 By. Ny. Wa B √ √ √ √ √ √ √ Kasus
56 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
57 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kasus
MASTER TABEL
Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum
di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna
Tahun 2015
No Nama Bayi
JK Preeklamsia
Plasenta
Previa
Kehamilan
Postmatur
Prematuritas BBLR KPD
Ket
L P Y T Y T Y T Y T Y T Y T
58 By. Ny. K √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
59 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kasus
60 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
61 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kasus
62 By. Ny. St. H √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
63 By. Ny. St.F √ √ √ √ √ √ √ Kasus
64 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
65 By. Ny. E √ √ √ √ √ √ √ Kasus
66 By. Ny. A √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
Kti ratma ningsih
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE
AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA
LEMBAR KONSUL
KARYA TULIS ILMIAH
NamaMahasiswa :Ratma Ningsih
NIM :PSW.B.2013.IB.0030
JudulKTI :Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Pembimbing I : Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes
No Tanggal Materi Saran Paraf
1. 3 Juli 2016 BAB I – BAB III
1. Perbaiki latar
belakang
2. Ganti tinjauan
pustaka
2. 5 Juli 2016 BAB I – BAB III
Ganti rancangan
penelitian dan tehnik
penarikan sampel
3. 7 Juli 2016 BAB I – BAB III
1. Tambahkan teori
tentang Bayi Baru
Lahir (BBL) di
Telaah Pustaka
2. Perbaiki daftar isi
bagian BAB II
3. Perbaiki kerangka
konsep
4. 8 Juli 2016 BAB I – BAB III
1. Perbaiki daftar isi
(spasi 1,5)
2. Kerangka teori
diganti dengan
landasan teori
3. Ganti kerangka
konsep
4. Perbaiki defenisi
operasional
5. Tambahkan
rencana penelitian
6. Perbaiki
penulisan daftar
pustaka
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE
AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA
LEMBAR KONSUL
KARYA TULIS ILMIAH
NamaMahasiswa : Ratma Ningsih
NIM :PSW.B.2013.IB.0030
JudulKTI : Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Pembimbing I : Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes
No Tanggal Materi Saran Paraf
5. 9 Juli 2016 BAB I – BAB III
1. Perbaiki kata
pengantar
2. Perbaiki
pengetikan daftar
kaki dan
pengetikan judul
6. 20 Juli 2016 BAB IV – BAB V
1. Perbaiki penulisan
dan tabel
2. Tambahkan teori
dan penelitian
orang lain pada
pembahasan yang
mendukung hasil
penelitian
7. 22 Juli 2016 BAB IV – BAB V
1. Perbanyak lagi
teori yang
mendukung hasil
penelitian
2. Ganti saran. Saran
harus memuat
tentang kesimpulan
8. 23 Juli 2016 BAB IV – BAB V
1. Perbaiki penulisan,
pembahasan
tentang asfiksia,
perbaiki saran
9. 24 Juli 2016 BAB IV – BAB V
1. Kurangi anonim
pada daftar pustaka
ganti dengan buku
2. Perbaiki saran
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE
AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA
LEMBAR KONSUL
KARYA TULIS ILMIAH
NamaMahasiswa : Ratma Ningsih
NIM :PSW.B.2013.IB.0030
JudulKTI : Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Pembimbing I : Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes
No Tanggal Materi Saran Paraf
10. 26 Juli 2016 BAB I – BAB V
1. Perbaiki rumusan
masalah
2. Perbaiki
kesimpulan,
sesuaikan dengan
kerangka kosep
3. Perbaiki daftar
pustaka, sesuaikan
dengan daftar kaki
11 27 Juli 2016 BAB I – BAB V
Perbaiki kata
pengantar, intisari dan
saran
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE
AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA
LEMBAR KONSUL
KARYA TULIS ILMIAH
NamaMahasiswa : Ratma Ningsih
NIM :PSW.B.2013.IB.0030
JudulKTI : Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang
Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015
Pembimbing II : La Hasariy, SKM., M.Kes
No Tanggal Materi Saran Paraf
1. 4 Juli 2016 BAB I – BAB III
1. Ganti rancangan
penelitian jadi Case
Control Study
2. Ganti tehnik penarikan
sampel
2. 6 Juli 2016 BAB I – BAB III
1. Ganti judul
2. Perbaiki kerangka
konsep
3. 20 Juli 2016 BAB IV – BAB V
1. Ganti sampel untuk
kelompok kontrol
2. Perbaiki pembahasan
4. 21 Juli 2016 BAB IV – BAB V
Tambahkan lagi pada
pembasahan teori dan
penelitian orang lain untuk
dijadikan perbandingan
dengan hasil penelitian
5. 26 Juli 2016 BAB IV – BAB V
1. Perbaiki judul tabel.
Judul tabel harus
memuat pertanyaan 5 W
1 H
2. Hilangkan semua kata
menurut peneliti dalam
pembahasan

More Related Content

PDF
GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN KB SUNTIK AKTIF DEPO MEDROKSI PROGESTERON AS...
PDF
Kti nirwana akbid paramata raha
PDF
Kti wa ode aulia nurfatullah
PDF
Kti wa ode rosmini
PDF
PDF
Kti kiki rezky amalia akbid paramata raha
DOCX
Isran esra kti
PDF
Kti hasti 2013.ib.0067
GAMBARAN EFEK SAMPING PENGGUNAAN KB SUNTIK AKTIF DEPO MEDROKSI PROGESTERON AS...
Kti nirwana akbid paramata raha
Kti wa ode aulia nurfatullah
Kti wa ode rosmini
Kti kiki rezky amalia akbid paramata raha
Isran esra kti
Kti hasti 2013.ib.0067

What's hot (15)

PDF
Kti sitti andriyani
PDF
Kti desi akbid paramata raha
PDF
Kti saraswati akbid paramata
PDF
Kti wa ode yudiana
PDF
DOCX
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY”F” DENGAN ...
PDF
Kti wa ode wahyuni
PDF
Kti mirda akbid paramata alumni 2015
PDF
Wiwin winarsih with logo
PDF
Kti fatmawati AKBID PARAMATA RAHA
PDF
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY. “M” DENGAN...
Kti sitti andriyani
Kti desi akbid paramata raha
Kti saraswati akbid paramata
Kti wa ode yudiana
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY”F” DENGAN ...
Kti wa ode wahyuni
Kti mirda akbid paramata alumni 2015
Wiwin winarsih with logo
Kti fatmawati AKBID PARAMATA RAHA
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY. “M” DENGAN...
Ad

Viewers also liked (20)

PDF
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSALINAN PREMATURE DI RUMAH SAKIT UMUM DAER...
PDF
Kti arun apriliani natasya r.
PDF
FAKTOR RISIKO PENYEBAB ASFIKSIA NEONATORUM DI RUANG TERATAI RSUD KABUPATEN MU...
PDF
Kti ika febrianti AKBID YKN BAU BAU
PDF
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
PDF
Kti sarnia akbid paramata raha
DOCX
Dahlia
PDF
Kti rasmar yanti AKBID YKN BAU BAU
DOC
Hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bblr di rsud banjarbaru
PDF
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
DOCX
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERTOLONGAN PERSALINAN PADA IBU BERSALI...
DOCX
Ketuban pecah dini
PDF
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
PDF
Kti sarifa milawati AKBID YKN BAU BAU
DOCX
LEMBAR KONSULTASI ASUHAN KEBIDANAN KARYA TULIS ILMIAH
PDF
Kti fidartin akbid paramata AKBID PARAMATA RAHA
PDF
Jurnal ilmiah 5235125319-jumat-3
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSALINAN PREMATURE DI RUMAH SAKIT UMUM DAER...
Kti arun apriliani natasya r.
FAKTOR RISIKO PENYEBAB ASFIKSIA NEONATORUM DI RUANG TERATAI RSUD KABUPATEN MU...
Kti ika febrianti AKBID YKN BAU BAU
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti sarnia akbid paramata raha
Dahlia
Kti rasmar yanti AKBID YKN BAU BAU
Hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian bblr di rsud banjarbaru
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERTOLONGAN PERSALINAN PADA IBU BERSALI...
Ketuban pecah dini
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti sarifa milawati AKBID YKN BAU BAU
LEMBAR KONSULTASI ASUHAN KEBIDANAN KARYA TULIS ILMIAH
Kti fidartin akbid paramata AKBID PARAMATA RAHA
Jurnal ilmiah 5235125319-jumat-3
Ad

Similar to Kti ratma ningsih (17)

PDF
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMA...
PDF
Kti mudmainna aksan
PDF
IDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN BAYI DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ...
DOCX
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIANASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY“M” DENGAN ASFIKSI...
DOCX
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIANASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY“M” DENGAN ASFIKSI...
DOCX
Cover dan lain lain
PDF
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
DOCX
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...
DOCX
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI Ny. I USIA 3 HARI D...
DOCX
Kti fidartin
DOCX
Kti fidartin
DOCX
MANAJEMENDANPENDOKUMENTASIANASUHANKEBIDANAN PADABAYINY.“L” DENGANASFIKSIASED...
PDF
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI Ny. I USIA 3 HARI D...
PDF
Kti akbid ayu andiani achdania. j 2 AKBID PARAMATA RAHA
PDF
MANAJEMENDANPENDOKUMENTASIANASUHANKEBIDANAN PADABAYINY.“L” DENGANASFIKSIASEDA...
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMA...
Kti mudmainna aksan
IDENTIFIKASI PENYEBAB KEMATIAN BAYI DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIANASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY“M” DENGAN ASFIKSI...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIANASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY“M” DENGAN ASFIKSI...
Cover dan lain lain
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY “Y” ASFIKS...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI Ny. I USIA 3 HARI D...
Kti fidartin
Kti fidartin
MANAJEMENDANPENDOKUMENTASIANASUHANKEBIDANAN PADABAYINY.“L” DENGANASFIKSIASED...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI Ny. I USIA 3 HARI D...
Kti akbid ayu andiani achdania. j 2 AKBID PARAMATA RAHA
MANAJEMENDANPENDOKUMENTASIANASUHANKEBIDANAN PADABAYINY.“L” DENGANASFIKSIASEDA...

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

DOCX
Stiker kk bondan
DOCX
Proposal bantuan sepak bola
DOCX
Surat pernyataan nusantara sehat
DOCX
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
DOCX
Halaman sampul target
DOC
Makalah seni kriya korea
DOC
Makalah makromolekul
DOC
126895843 makalah-makromolekul
DOCX
Kafer akbid paramata
DOCX
Perilaku organisasi
DOC
Mata pelajaran seni budaya
DOCX
Lingkungan hidup
DOC
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
DOCX
Odher scout community
DOCX
Surat izin keramaian
DOCX
Makalah keganasan
DOC
Perilaku organisasi
DOC
Makalah penyakit genetika
DOCX
Undangan kecamatan lasalepa
DOC
Bukti registrasi pajak
Stiker kk bondan
Proposal bantuan sepak bola
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Halaman sampul target
Makalah seni kriya korea
Makalah makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
Kafer akbid paramata
Perilaku organisasi
Mata pelajaran seni budaya
Lingkungan hidup
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Odher scout community
Surat izin keramaian
Makalah keganasan
Perilaku organisasi
Makalah penyakit genetika
Undangan kecamatan lasalepa
Bukti registrasi pajak

Recently uploaded (20)

PPTX
materi pencegahan perkawinan usia anak.pptx
DOCX
Modul Ajar Deep Learning PAI & BP Kelas 12 SMA Terbaru 2025
DOCX
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Inggris Lanjutan Kelas 11 SMA Terbaru 2025
DOCX
CONTOH RANCANGAN MODUL PROYEK KOKURIKULER SMA 1.docx
PDF
3. Buku Sekolah Sehat, sekolah sehat bagi madrasah
PPSX
Teknik Trading Selang Seling Yang Dapat Digunakan Untuk Trading Manual Maupun...
PDF
lembar kerja LMS tugas pembelajaran mendalam
PDF
ANALISIS CP NO 046 TAHUN 2025 FASE C.pdf
PDF
Deck Rumah Pendidikan untuk Mendukung Program Prioritas Kemendikdasmen.pdf
PPTX
Rancangan Kegiatan Kokurikuler SMP N 1 Karanggede
PPTX
Bahan Tayang OJT Pembelajaran Mendalam KS
DOCX
Modul Ajar Deep Learning Prakarya Kerajinan Kelas 12 SMA Terbaru 2025
DOCX
Modul Ajar Deep Learning PKWU Rekayasa Kelas 12 SMA Terbaru 2025
DOCX
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Inggris Kelas 12 SMA Terbaru 2025
DOCX
Modul Ajar Deep Learning PKN Kelas 10 SMA Terbaru 2025
PPTX
Model Lintas minat dan pendalaman materi
PDF
Pengenalan Undang-undang pengakap laut.pdf
PPTX
ppt kelas XII materi sifat koligatif larutan
PPTX
Pancasila: fondasi peradaban dan kebudayaan berkelanjutan
PPTX
2. Modul 2 Fase C Berpikir Komputasional.pptx
materi pencegahan perkawinan usia anak.pptx
Modul Ajar Deep Learning PAI & BP Kelas 12 SMA Terbaru 2025
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Inggris Lanjutan Kelas 11 SMA Terbaru 2025
CONTOH RANCANGAN MODUL PROYEK KOKURIKULER SMA 1.docx
3. Buku Sekolah Sehat, sekolah sehat bagi madrasah
Teknik Trading Selang Seling Yang Dapat Digunakan Untuk Trading Manual Maupun...
lembar kerja LMS tugas pembelajaran mendalam
ANALISIS CP NO 046 TAHUN 2025 FASE C.pdf
Deck Rumah Pendidikan untuk Mendukung Program Prioritas Kemendikdasmen.pdf
Rancangan Kegiatan Kokurikuler SMP N 1 Karanggede
Bahan Tayang OJT Pembelajaran Mendalam KS
Modul Ajar Deep Learning Prakarya Kerajinan Kelas 12 SMA Terbaru 2025
Modul Ajar Deep Learning PKWU Rekayasa Kelas 12 SMA Terbaru 2025
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Inggris Kelas 12 SMA Terbaru 2025
Modul Ajar Deep Learning PKN Kelas 10 SMA Terbaru 2025
Model Lintas minat dan pendalaman materi
Pengenalan Undang-undang pengakap laut.pdf
ppt kelas XII materi sifat koligatif larutan
Pancasila: fondasi peradaban dan kebudayaan berkelanjutan
2. Modul 2 Fase C Berpikir Komputasional.pptx

Kti ratma ningsih

  • 1. i FAKTOR RISIKO PENYEBAB ASFIKSIA NEONATORUM DI RUANG TERATAI RSUD KABUPATEN MUNA TAHUN 2015 Karya Tulis Ilmiah Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna Oleh : Ratma Ningsih PSW.B.2013.IB.0030 YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA KABUPATEN MUNA 2016
  • 2. ii LEMBAR PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten MunaTahun 2015 Telah disetujui untuk diseminarkan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna Raha, Juli 2016 Pembimbing I Pembimbing II Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes La Hasariy, SKM., M.Kes Mengetahui Direktur Akbid Paramata Raha Kabupaten Muna Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes
  • 3. iii LEMBAR PENGESAHAN Karya Tulis Ilmiah Karya Tulis ini telah disetujui dan diperiksa oleh Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna Tim Penguji : 1. La Ode Muhlisi, A.Kep., M.Kes (…………………………….) 2. Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes (…………………………….) 3. La Hasariy, SKM., M.Kes (…………………………….) Raha, Juli 2016 Pembimbing I Pembimbing II Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes La Hasariy, SKM., M.Kes Mengetahui Direktur Akbid Paramata Raha Kabupaten Muna Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes
  • 4. iv PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, disepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Raha, Juli 2016 Ratma Ningsih
  • 5. v RIWAYAT HIDUP A. Identitas Diri 1. Nama : Ratma Ningsih 2. Tempat/ tanggal lahir : Pulau Balu, 22 Agustus 1995 3. Agama : Islam 4. Suku/ kebangsaan : Bajo/ Indonesia 5. Alamat : Pulau Balu B. Identitas Orang tua 1. Nama Ayah /Ibu : Jamal Asur/ Nurhaya 2. Pekerjaan : Wiraswasta/ IRT 3. Alamat : Pulau Balu C. Pendidikan 1. SD Negeri 4 Tikep tahun 2007 2. SMP Negeri 2Tikep tahun 2010 3. SMA Negeri 1 Tikep tahun 2013 4. Akademi Kebidanan Paramata Raha tahun 2013 sampai sekarang.
  • 6. vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikankarya tulis ilmiah ini dengan judul “Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum Di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015”. Dalam kesempatan ini, penulis mengahaturkan banyak terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada ibu Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes selaku pembimbing I sekaligus Direktur Akademi Kebidanan Paramata Raha dan bapak La Hasariy, SKM., M.Kes selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing penulis dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini sehingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai dengan baik. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak La Ode Muhlisi, A.Kep, M.Kes selaku Ketua Yayasan Pendidikan Sowite Kabupaten Muna sekaligus penguji Karya Tulis Ilmiah. 2. Seluruh jajaran Dosen dan para Staff Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna. 3. Kepala Badan Kesbang Pol dan Linmas Kabupaten Muna yang telah membantu memberikan izin serta kesempatan kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini
  • 7. vii 4. Direktur RSUD Kabupaten Muna, Kepala Ruangan Teratai, Kepala Ruangan Rekam Medik serta seluruh petugas yang telah membantu penulis dalam penelitian. 5. Ayahanda Jamal Asur dan Ibunda Nurhaya yang telah memberikan segala dukungan baik moril maupun materil serta doa restu dan kasih sayangnya yang tidak pernah putus selama mengikuti pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna hingga penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Semua keluarga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, saudara- saudara penulis Nuryasih, Aldi dan Amran yang selalu memberikan dukungan serta saudara Haryanto Ardi Kurniawan yang tidak henti memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna. 6. Teman-teman seangkatan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu serta sahabat-sahabat penulis Yunianti, Jumhirah, Kiky Rezky Amalia dan Salmiawati terimakasih atas dukungannya kepada penulis. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisannya, karena. Olehnya itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. WassalamualaikumWarahmatullahi Wabarakatuh. Raha, Juli 2016 Penulis
  • 8. viii DAFTAR ISI Halaman Judul.................................................................................................. i Lembar Persetujuan.......................................................................................... ii Lembar Pengesahan ......................................................................................... iii Pernyataan........................................................................................................ iv Riwayat Hidup ................................................................................................. v Kata Pengantar ................................................................................................. vi Daftar Isi........................................................................................................... viii Daftar Tabel ..................................................................................................... x Daftar Gambar.................................................................................................. xi Intisari .............................................................................................................. xii BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah............................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian............................................................................. 4 D. Manfaat Penelitian........................................................................... 5 BAB IITINJAUAN PUSTAKA A. TelaahPustaka.................................................................................. 7 1. Bayi Baru Lahir Normal........................................................... 7 2. Asfiksia Neonatorum................................................................ 8 3. Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum ........................ 12 B. Landasan Teori ................................................................................ 26 C. Kerangka Konsep ............................................................................ 29 D. Hipotesis Penelitian......................................................................... 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ...................................................................... 32 B. Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................... 32 C. Subyek Penelitian ............................................................................ 33 D. Tehnik Pengeumpulan Data dan Instrument Penelitian .................. 33 E. Tehnik Pengolahan Data.................................................................. 34 F. Analisis Data.................................................................................... 35 G. Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................... 36 H. Defenisi Operasional ....................................................................... 36 I. Jalannya Penelitian .......................................................................... 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian................................................................................ 39 B. Pembahasan ..................................................................................... 52
  • 9. ix BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...................................................................................... 72 B. Saran................................................................................................ 72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
  • 10. x DAFTAR TABEL Tabel 1. Skor APGAR ..................................................................................... 11 Tabel 2.Kontingensi 2x2 Odds Ratio pada penelitian Case Control Study ..... 35 Tabel 3. Defenisi Operasional.......................................................................... 36 Tabel 4.Distribusi Preeklamsia Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015....................................................... 42 Tabel 5. Distribusi Plasenta Previa Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015....................................................... 43 Tabel 6. Distribusi Kehamilan Postmatur Berdasarkan Jumlah Sampel Di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 ........................................... 44 Tabel 7. Distribusi Prematuritas Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015....................................................... 45 Tabel 8. Distribusi BBLR Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 ......................................................................... 45 Tabel 9. Distribusi Ketuban Pecah Dini (KPD) Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 .......................... 46 Tabel 10. Risiko Preeklamsia terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015............................... 47 Tabel 11. Risiko Plasenta Previa terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015............................... 48 Tabel 12. Risiko Kehamilan Postmatur terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.................... 49 Tabel 13. Risiko Prematuritas terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015............................... 50 Tabel 14. Risiko BBLR terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 ........................................... 51 Tabel 15. Risiko Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.. ............. . 52
  • 11. xi DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Konsep........................................................................... 29 Gambar 2. Rancangan Penelitian Case Control............................................... 32
  • 12. xii INTISARI Ratma Ningsih (PSW.B.2013.IB.0030) “Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015” dibawah bimbingan Rosminah Mansyarif dan La Hasariy. Latar belakang: Data yang diperoleh dari Buku Register Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna, pada tahun 2015 jumlah kelahiran 426 bayi dengan jumlah kejadian asfiksia pada bayi sebanyak 33 bayi. Jumlah kematian bayi yaitu sebanyak 28 bayi dan 5 diantaranya penyebabnya adalah asfiksia. Metode penelitian: Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yang menggunakan rancangan case control study, pengambilan sampel dilakukan dengan perbandingan 1 : 1 untuk kasus diambil secara total sampling dan kontrol secara purposive sampling. Hasil penelitian: Hasil penelitian diperoleh nilai OR untuk masing-masing variabel yaitu preeklamsia (OR 2,06), plasenta previa (OR 1,55), kehamilan postmatur (OR 3,2), prematuritas (OR 2,06), BBLR (OR 1,55) dan ketuban pecah dini/KPD (OR 2,14). Kesimpulan: Faktor keadaan ibu (preeklamsia, plasenta previa, dan kahamilan postmatur), faktor keadaan bayi (prematuritas dan BBLR) serta faktor persalinan (KPD) berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015. Kata kunci: Keadaan ibu,Keadaan Bayi, Persalinan dan Asfiksia neonatorum. Daftar Pustaka:36( tahun 2008 - 2016).
  • 13. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Haider dan Bhutta (2006) dalam Rupiyanti, dkk. (2014), angka kematian bayi merupakan salah satu indikator untuk menentukan derajat kesehatan anak. Angka kematian bayi terutama pada masa neonatal masih cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan global, regional maupun di Indonesia. Itulah sebabnya tujuan keempat Milenium Development Goals (MDGs) adalah mengurangi jumlah kematian anak. Berdasarkan WHO (2012), penyebab utama kematian bayi baru lahir atau neonatal di dunia antara lain bayi lahir prematur 29%, sepsis dan pneumonia 25%, dan 23% bayi lahir dengan asfiksia dan trauma. Asfiksia bayi baru lahir menempati penyebab kematian bayi ke-3 di dunia dalam periode awal kehidupan (Rupiyanti dkk, 2014). Asfiksia neonatorum terjadi ketika bayi tidak cukup menerima oksigen sebelumnya, selama atau setelah kelahiran. Faktor yang menyebabkan asfiksia neonatorum antara lain faktor keadaan ibu, faktor keadaan bayi, faktor plasenta dan faktor persalinan. Faktor keadaan ibu meliputi hipertensi pada kehamilan (preeklamsia dan eklamsia) 24%, perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta) 28%, anemia berkisar kurang dari 10% dan kehamilan postmatur. Faktor keadaan bayi meliputi prematuritas (15%), BBLR (20%), kelainan kongenital (1-3%) dan ketuban bercampur mekonium. Faktor plasenta meliputi lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat dan prolapsus tali
  • 14. 2 pusat. Faktor persalinan meliputi partus lama atau macet (2,8-4,9%), persalinan dengan penyulit (letak sungsang, kembar, distosia bahu, vakum ekstraksi,forsep) (3-4%), dan Ketuban Pecah Dini (KPD) (10-12%) (Gilang dkk, 2010). Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007, setiap hari lebih dari 400 bayi (0-11 bulan) meninggal di Indonesia dan angka kematian bayi sebanyak 34/1000 kelahiran hidup, sebagian besar kematian bayi dan balita adalah masalah yang terjadi pada bayi baru lahir atau neonatal (0-28 hari). Adapun masalah neonatal yang terjadi meliputi asfiksia, bayi berat lahir rendah dan infeksi. Menurut Darmasetiawani dalam IDAI (2010), di Indonesia kematian karena asfiksia sebesar 41,94% (Rupiyanti dkk, 2014). Dalam Kemenkes RI (2011) di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi yaitu 34/1000 kelahiran hidup (SDKI 2007-2008). Sedangkan target MDGs 2015 adalah menurunkan Angka Kematian Bayi menjadi 23/1000 kelahiran hidup (Herawati, 2013). Jumlah kematian bayi di Sulawesi Tenggara tahun 2010-2012 cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2010 jumlah kematian bayi tertinggi terjadi di Kabupaten Muna 79 orang, Kabupaten Kolaka 67 orang dan Konawe Selatan 59 orang, sedangkan yang terendah terdapat di Kabupaten Konawe 5 orang. Tahun 2011 jumlah kematian bayi mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu mencapai jumlah 1.166 kematian bayi yang bila dibandingkan dengan tahun 2010 hanya sebesar 587 kematian. Kematian Bayi yang tertinggi pada tahun 2011 terdapat di Kabupaten Muna sebanyak 197 orang, disusul kabupaten Buton 172 orang, Kabupaten Konawe Selatan 167 orang, sedangkan yang terendah di Kabupaten
  • 15. 3 Konawe Utara 17 orang. Di Tahun 2012 jumlah kematian bayi mengalami penurunan yang cukup signifikan (664 orang) dibandingkan tahun 2011 (1.166 orang), jumlah tertinggi terjadi di Kabupaten Buton (142) dan Bombana (78), sedangkan terendah di Kota Kendari (28) dan Wakatobi serta Konawe Utara masing-masing dengan 31 orang bayi mati (Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012). Kematian neonatal di Sulawesi Tenggara pada tahun 2012 yaitu sebanyak 484. Kabupaten Muna menempati urutan pertama dengan jumlah kematian neonatal sebanyak 89 dan yang paling sedikit adalah kota kendari yaitu sebanyak 18. Sedangkan penyebab kematian neonatal tersebut yang terbanyak adalah lain- lain yaitu sebanyak 244, BBLR 120, asfiksia 89, sepsis 9 dan tetanus 3 (Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Muna, jumlah kelahiran hidup di Kabupaten Muna tahun 2013 yaitu sebanyak 5899 bayi, tahun 2014 yaitu sebanyak 5674 bayi, dan tahun 2015 yaitu sebanyak 4245 bayi. Bayi lahir mati tahun 2013 sebanyak 70 bayi, tahun 2014 sebanyak 66 bayi sedangkan tahun 2015 sebanyak 58 bayi. Untuk jumlah kematian bayi tahun 2013 yaitu sebanyak 39 bayi, tahun 2014 sebanyak 50 bayi sedangkan tahun 2015 sebanyak 35 bayi. Penyebab kematian neonatal di Kabupaten Muna karena asfiksia tahun 2013 sebanyak 9 kasus, tahun 2014 sebanyak 11 kasus, dan pada tahun 2015 sebanyak 10 kasus. Berdasarkan survey awal dan data yang diperoleh dari Buku Register Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna, pada tahun 2014 jumlah kelahiran 432 bayi
  • 16. 4 dengan jumlah kejadian asfiksia pada bayi sebanyak 79 orang. Jumlah kematian bayi yaitu sebanyak 24 bayi dan 10 diantaranya penyebabnya adalah asfiksia. Sedangkan pada tahun 2015 jumlah kelahiran 426 bayi dengan jumlah kejadian asfiksia pada bayi sebanyak 33 bayi. Jumlah kematian bayi yaitu sebanyak 28 bayi dan 5 diantaranya penyebabnya adalah asfiksia. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kejadian asfiksia dan kematian bayi karena asfiksia tinggi pada tahun 2014 dan menurun pada tahun 2015. Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum Di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka penulis dapat menarik rumusan masalah yaitu apakah faktor keadaan ibu (preeklamsia, plasenta previa dan kehamilan postmatur), faktor keadaan bayi (prematuritas dan BBLR) dan faktor persalinan (ketuban pecah dini/KPD) merupakan faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
  • 17. 5 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui preeklamsia berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. b. Mengetahui plasenta previa berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. c. Mengetahui kehamilan postmatur berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. d. Mengetahui prematuritas berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. e. Mengetahui BBLR berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. f. Mengetahui ketuban pecah dini (KPD) berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Sebagai bahan masukan dalam bidang ilmu kesehatan khususnya tentang asfiksia serta faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia. b. Dapat berfungsi sebagai referensi ataupun bahan untuk dijadikan pedoman bagi rekan-rekan yang ingin melanjutkan penelitian mengenai asfiksia ini, serta sebagai bahan bacaan terutama dalam meningkatkan pengetahuan tentang asfiksia.
  • 18. 6 2. Manfaat Praktis a. Menjadi sumber informasi atau sumber data, dan sebagai bahan evaluasi dalam mengembangkan pengetahuan tentang asfiksia di Akademi Kebidanan Paramata Raha dan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna. b. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan bagi peneliti.
  • 19. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Bayi Baru Lahir Normal a. Defenisi. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan presentase belakang kepala, melalui vagina tanpa melalui alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500- 4000 gram, nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan. Sedangkan neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dengan kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstra uterin (Rukiyah dkk, 2012). b. Tanda-tanda Bayi Baru Lahir Normal. Bayi baru lahir dikatakan normal jika mempunyai beberapa tanda antara lain Appearance color (warna kulit) seluruh tubuh kemerah- merahan, Pulse (heart rate) atau frekuensi jantung > 100 kali/menit, Grimace (reaksi terhadap rangsangan) seperti menangis atau batuk/bersin, Activity (tonus otot) gerakan aktif serta Respiration (usaha napas) serta bayi menangis kuat (Rukiyah dkk, 2012). Kehangatan tidak terlalu panas (lebih dari 38o C) atau terlalu dingin (kurang dari 36o C), warna kuning pada kulit (tidak pada konjungtiva), terjadi pada hari ke 2-3, tidak biru, pucat, memar. Pada saat diberi makanan hisapan kuat, tidak mengantuk berlebihan, tidak muntah. Tidak
  • 20. 8 terlihat tanda-tanda infeksi pada tali pusat (tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk dan berdarah), dapat berkemih selama 24 jam, tinja lembek, sering hijau tua, tidak ada lendir atau darah pada tinja, bayi tidak menggigil atau tangisan kuat, tidak mudah tersinggung, tidak terdapat tanda lemas, terlalu mengantuk, lunglai, kejang-kejang halus, tidak bisa tenang serta menangis terus menerus (Rukiyah dkk, 2012). c. Penilaian Bayi untuk Tanda-tanda Kegawatan. Semua bayi baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda kegawatan/kelainan yang menunjukkan suatu penyakit. Bayi baru lahir dikatakan sakit apabila mempunyai salah satu atau beberapa tanda antara lain sesak napas, gerah retraksi di dada, malas minum, panas atau suhu bayi rendah, kurang aktif, berat lahir rendah dengan kesulitan minum (Rukiyah dkk, 2012). Tanda-tanda bayi sakit berat apabila terdapat salah satu atau lebih tanda seperti sulit minum, sianosis sentral (lidah biru), perut kembung, periode apneu, kejang/periode kejang-kejang kecil, merintih, perdarahan, sangat kuning, berat badan lahir <1500 gram (Rukiyah dkk, 2012). 2. Asfiksia Neonatorum a. Defenisi. Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi lahir atau beberapa saat setelah bayi lahir (Sudarti, dkk. 2013). Asfiksia adalah keadaan
  • 21. 9 dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratus segera setelah lahir (Gerungan dkk. 2014). Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan (Katiandagho dkk, 2015). Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir (Rahmawati dkk, 2016). b. Dampak Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Saifuddin, 2009). c. Manifestasi Klinis. Berdasarkan Depkes RI (2007) asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini : 1) DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur 2) Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala 3) Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan organ lain 4) Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
  • 22. 10 5) Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan 6) Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru- paru atau nafas tidak teratur/megap-megap 7) Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah (Anonim, 20163) d. Diagnosis. Neonatus yang mengalami asfiksia bisa didapatkan riwayat gangguan lahir, lahir tidak bernapas dengan adekuat, riwayat ketuban bercampur mekonium. Temuan klinis yang didapat pada neonatus dengan asfiksia dapat berupa lahir tidak bernapas/bernapas megap-megap, denyut jantung <100x/menit, kulit sianosis atau pucat dan tonus otot yang melemah. (Anonim, 20162). Diagnosis dapat dilakukan selama persalinan dengan beberapa cara: 1) Menilai detak jantung janin: menghitung detak jantung janin (≤100x/menit) mengawasi terus dengan alat CTG (Cardio Toco Grafic) 2) Memeriksa air ketuban : ada meconeum pada bayi letak belakang kepala menandakan ada depresi pada janin 3) Periksa pH darah janin: darah kulit kepala pH ≤ 7,2 berarti janin dalam bahaya (Regina, 2011).
  • 23. 11 WHO pada tahun 2008 sudah menambahkan kriteria dalam penegakan diagnosis asfiksia selain berdasarkan skor APGAR dan asidosis metabolik, ditambahkan adanya gangguan fungsi organ berupa gejala neurologis berupa HIE. Berikut merupakan tabel skor APGAR yang dijadikan pedoman untuk menentukan derajat asfiksia yang dialami bayi. Tabel 1. Skor APGAR Tanda 0 1 2 Frekuensi jantung Tidak ada Kurang dari 100x/ menit Lebih dari 100x/ menit Usaha napas Tidak ada Lemah/tidak teratur (slow irregular) Baik/Menangis kuat Tonus otot Lumpuh Ekstremitas dalam fleksi sedikit Gerakan aktif Reaksi terhadap rangsangan Tidak ada Sedikit gerakan mimik (grimace) Gerakan kuat/ melawan Warna kulit Pucat Badan merah, ektrimitas biru Seluruh tubuh kemerah- merahan Sumber: Anonim, 20162. Skor APGAR digunakan untuk meunjukkan respon bayi pada lingkungan ekstrauterin dan resusitasi. Dinilai pada menit 1 dan 5 atau setiap 5 menit sampai 2 menit. Nilai APGAR tidak digunakan untuk menentukan bayi memerlukan resusitasi (Sukarni dkk, 2014). e. Tindakan pada Asfiksia Neonatorum. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi (Saifuddin, 2009). A : Memastikan saluran napas terbuka. B : Memulai pernapasan. C : Mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah.
  • 24. 12 Bagian-bagian dari tata laksana resusitasi yang dikaitkan dengan ABC resusitasi yaitu : 1) A : Memastikan saluran napas terbuka a) Meletakkan bayi dalam posisi defleksi (bahu diganjal). b) Menghisap mulut, hidung dan kadang-kadang trakea. c) Bila perlu, masukkan pipa endotrakeal (pipa ET) untuk memastikan saluran pernapasan terbuka. 2) B : Memulai pernapasan a) Memakai rangsangan taktil untuk memulai pernapasan. b) Memakai VTP, bila perlu seperti sungkup dan balon, pipa ET dan balon serta mulut ke mulut (hindari paparan infeksi). 3) C : Mempertahankan sirkulasi darah terdiri dari kompresi dada dan pengobatan 3. Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum Asfiksia neonatorum terjadi ketika bayi tidak cukup menerima oksigen sebelumnya, selama atau setelah kelahiran. Faktor yang menyebabkan asfiksia neonatorum antara lain faktor keadaan ibu, faktor keadaan bayi, faktor plasenta dan faktor persalinan. Faktor keadaan ibu meliputi hipertensi pada kehamilan (preeklamsia dan eklamsia) 24%, perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta) 28%, anemia berkisar kurang dari 10% dan kehamilan postmatur. Faktor keadaan bayi meliputi prematuritas (15%), BBLR (20%), kelainan kongenital (1-3%) dan ketuban bercampur mekonium. Faktor plasenta meliputi lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat
  • 25. 13 dan prolapsus tali pusat. Faktor persalinan meliputi partus lama atau macet (2,8-4,9%), persalinan dengan penyulit (letak sungsang, kembar, distosia bahu, vakum ekstraksi,forsep) (3-4%), dan Ketuban Pecah Dini (KPD) (10- 12%) (Gilang, dkk. 2010). Asfiksia termasuk dalam bayi baru lahir dengan resiko tinggi karena memilliki kemungkinan lebih besar mengalami kematian bayi atau menjadi sakit berat dalam masa neonatal (Winda dkk. 2015). a. Faktor Keadaan Ibu. 1) Hipertensi pada kehamilan Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuri. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/ atau koma (Prawirohardjo, 2011). Kriteria minimum preeklamsia yaitu tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam. Eklamsia adalah preeklamsia yanng disertai dengan kejang tonik-klonik disusul dengan koma (Nugroho, 2012). Preeklamsia-eklamsia ditandai oleh hipertensi, edema generalisata dan proteinuria. Tanda dan gejala muncul sejak minggu ke-20 kehamilan sampai minggu ke-6 setelah melahirkan (Benson dkk, 2008).
  • 26. 14 Preeklamsia dan eklamsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan atau Intrauterine Growth Restriction (IUGR) dan kelahiran mati, hal ini disebabkan karena adanya perkapuran di daerah plasenta sehingga suplai makanan dan oksigen ke janin berkurang (Anonim, 20161). 2) Perdarahan antepartum Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Menurut Manjoer Arief (2001) dalam Pudiastuti (2012), plasenta previa adalah plasenta yang letak abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau pembukaan jalan lahir. Komplikasi yang dapat terjadi pada plasenta previa yaitu pada ibu, perdarahan dan syok yang dapat terjadi setelah pemeriksaan yang menimbulkan rasa sakit sebagai pengganti ultrasonografi. Sedangkan pada janin. Persalinan prematur terjadi pada kira-kira 60% bayi dari ibu dengan plasenta previa dan merupakan penyebab utama komplikasi pada neonatus (Benson dkk, 2008). Solusio plasenta didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari tempat implantasi normal sebelum kelahiran janin. Terjadi pada 1:86 sampai 1:206 kehamilan lanjut tergantrung kriteria diagnosis yang digunakan dan menyebabkan kira-kira 30% dari perdarahan antepartum lanjut (Benson dkk, 2008).
  • 27. 15 Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal ginjal mendadak dan uterus couvulaire disamping komplikasi sindroma insufisiensi fungsi plasenta pada janin berupa angka kematian perinatal yang tinggi. Kematian janin, kelahiraan prematur dan kematian perinatal merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta (Prawirohardjo, 2011). 3) Anemia Merupakan keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan eritroset dibawah nilai yang normal (Pudiastuti, 2012). Anemia pada ibu hamil didefinisikan bila kadar Hb dibawah 11 gr/dl (Nugroho, 2012). Pengaruh anemia terhadap kehamilan, persalinan, dan nifas adalah keguguran, partus prematurus, inersia uteri dan partus lama (ibu lemah), atonia uteri, syok, afibrinogemia dan hipofibrinogemia, infeksi intrapartum dan nifas dan bila terjadi anemia grafis dapat terjadi payah jantung (Nugraheny, 2010). Pengaruh anemia terhadap hasil konsepsi yaitu abortus, IUFD, stillbirth (kematian janin waktu lahir), kematian perinatal tinggi, prematuritas, dapat terjadi cacat bawaan dan cadangan zat besi kurang (Nugraheny, 2010).
  • 28. 16 4) Kehamilan postmatur Kehamilan serotinus atau kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau lebih atau lebih, pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari pertama haid terakhir diketahui dengan pasti. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan rumus neagle atau dengan tinggi fundus uteri serial (Nugroho, 2012). Pada kehamilan post matur, komplikasi yang bisa terjadi yaitu bayi besar yang dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik, oligohidramnion yang dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi meninggal serta keluarnya mekonium yang dapat menyebabkan aspirasi mekonium (Saifuddin, 2009). b. Faktor Keadaan Bayi. 1) Prematuritas Bayi yang tidak cukup bulan seringkali terancam oleh bahaya maut, khususnya jika kelahiran bayi terjadi terlalu awal, yaitu sebelum 7 bulan dan berat bayi kuarang dari 2,5 kg. Sebab pertama kematian bayi yang tidak cukup bulan ialah sistem pernafasan. Rongga pernapasan biasanya masih agak sempit dan sesak. Keadaan ini dinamakan respiratory distress syndrome (Indiarti, 2015). Menurut Manuaba (2008) dalam Astuti dkk. (2015), bayi yang lahir preterm (kurang bulan) organ-organ tubuhnya belum matur. Hal ini menyebabkan sistem pernapasan khususnya paru-paru bayi belum
  • 29. 17 bekerja secara optimal. Surfaktan masih kurang, sehingga ada kemungkinan paru mengalami gangguan perkembangan, otot pernapasan masih lemah sehingga tangis bayi prematur terdengar lemah dan merintih akibatnya bayi bisa mengalami asfiksia. WHO (2001) dalam Rupianti dkk. (2014), menambahkan bahwa usia hamil sebagai kriteria untuk bayi prematur adalah yang lahir sebelum 37 minggu dan berat lahir dibawah 2500 gram. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya organ tubuh secara sempurna seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia. Kegagalan pernafasan pada bayi prematur berkaitan dengan defisiensi kematangan surfaktan pada paru-paru bayi. Bayi prematur mempunyai karakteristik yang berbeda secara anatomi maupun fisiologi jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Karakteristik yang mendukung rendahnya nilai APGAR pada bayi prematur adalah kurangnya surfaktan pada paru-paru sehingga menimbulkan kesulitan pada saat ventilasi ini dikarenakan perkembangan otak yang imatur sehingga kurang kemampuan memicu pernapasan (Sulistyowati dkk, 2014).
  • 30. 18 2) BBLR Menurut Saifuddin (2001) dalam Nurbani dkk, (2011), BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram. Menurut Arif (2009) dalam Pantiawati (2010), bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Gangguan pernapasan pada bayi berat lahir rendah adalah akibat dari kurangnya surfaktan. Zat ini diproduksi dalam paru dan melapisi bagian dalam alveoli sehingga alveolus tidak kolaps pada saat ekspirasi (Maryunani, 2013). Berat lahir berkaitan dengan masa gestasi. Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi, makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Bayi dengan berat <2500 gram saat lahir yang disebut dengan berat lahir rendah, kebanyakan merupakan bayi prematur. Berat lahir sangat rendah berarti berat lahir <1500 gram, sedangkan berat lahir ekstrem rendah berarti <1000 gram. Makin rendah berat bayi lahir, makin tinggi kemungkinan terjadinya asfiksia dan sindroma gangguan pernafasan (Anonim, 20162). 3) Kelainan kongenital Kelainan kongenital adalah kelainan yang tampak pada saat lahir. Kelainan ini dapat berupa penyakit yang diturunkan (didapat atas salah satu atau kedua orang tua) atau tidak diturunkan (Prawirohardjo, 2011).
  • 31. 19 Depresi pernapasan dapat disebabkan karena obat-obat anastesi atau analgetika yang diberikan pada ibu dan trauma persalinan seperti perdarahan intrakranial (2-7%) menyebabkan asfiiksia (Gilang, dkk. 2010). 4) Ketuban bercampur mekonium Air ketuban keruh terjadi pada 8-16% dari seluruh persalinan, terjadi baik secara fisiologis maupun patologis yang menunjukkan gawat janin. Sindrom aspirasi mekonium adalah sindriom atau sekumpulan berbagai gejala klinis dan radiologis akibat janin atau neonnatus menghirup atau mengaspirasi mekonium. Mekonium yang terhirup dapat menutup sebagian atau seluruh jalan napas neonatus. Udara dapat melewati mekonium yang terperangkap dalam jalan napas neonatus saat inspirasi. Mekonium dapat juga terperangkap dalam jalan napas neonatus saat ekspirasi sehingga mengiritasi jalan napas dan menyebabkan kesulitan bernapas (Kosim, 2009). Jika janin tidak mendapat cukup O2 selama kehamilan dan persalinan, janin akan mengeluarkan mekonium. Penyebab janin mengeluarkan mekonium sebelum persalinan tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan, kadang-kadang hal ini terkait dengan kurangnya pasukan O2 (hipoksia). Hipoksia akan meningkatkan peristaltik usus dan relaksasi sfingter ani sehingga isi rektum (mekonium) diekskresikan (Septiana, 2012).
  • 32. 20 c. Faktor Plasenta. 1) Lilitan tali pusat Lengkungan tali pusat biasanya terjadi akibat tali pusat memiliki panjang lebih dari panjang rata-rata (50-55 cm). Sejumlah besar tali pusat yang memiliki panjang lebih dari 100 cm akan melengkung. Lengkungan tali pusat ini terjadi 20% dari semua kehamilan.lengkungan tunggal atau multiple dapat menyebabkan tali pusat pendek mengalami komplikasi. Selain itu, lengkungan tali pusat disekitar leher dapat menyebabkan gawat janin (meskipun jarang menyebabkan kematian) sebagai akibat kompresi tali pusat diantara klavikula dan mandibula selama fleksi atau pengencangan tali pusat yang menjerat leher selama penurunan terutama jika jarak jeratan dan insersi plasenta dekat. Oleh karena itu penting untuk memeriksa apakah tali pusat menjerat leher segera setelah plasenta lahir (Varney dkk 2008). 2) Tali Pusat Pendek Tali pusat yang pendek diklasifikasikan sebagai relatif atau mutlak. Tali pusat pendek adalah panjang tali pusat yang pendek. Tali pusat yang relatif pendek adalah adalah tali pusat yang memiliki panjang rata-rata (atau tali pusat yang memiliki panjang berlebihan) yang melilit atau mengelilingi tubuh atau leher janin sehingga teralalu pendek untuk mencapai umbilikus diluar vulva maternal dari
  • 33. 21 tempat insersi plasenta seperti yang diperlukan untuk kelahiran normal (Varney dkk 2008). Tali pusat yang pendek meskipun tidak lazim, dapat merupakan faktor penyebab kegagalan janin untuk turun. Keadaan ini bahkan dapat menyebabkan abrupsio plasenta, hernia umbilikalis, gawat janin, rupture tali pusat, distosia bahu ataupun kombinasi hal- hal tersebut (Varney dkk 2008). 3) Simpul Tali Pusat Pembentukan simpul tali pusat sejati harus dibedakan dari pembentukan simpul palsu. Pembentukan simpul palsu terjadi ketika tali pusat muncul untuk membentuk simpul, tetapi ternyata pembuluh darah didalam tali pusat tersebut melekuk. Simpul sejati terbentuk ketika janin sudah melewati suatu gulungan pada tali pusat dan simpul sebenarnya sudah tercipta. Simpul sejati paling mungkin terjadi pada satu dari dua situasi berikut : a) Terdapat janin yang kecil, tali pusat panjang dan cairan amnion banyak. b) Terdapat gestasi multiple didalam amnion tunggal (Varney dkk 2008). 4) Prolapsus Tali Pusat Prolaps tali pusat merupakan komplikasi yang jarang terjadi, kurang dari 1 per 200 kelahiran, tetapi dapat mengakibatkan
  • 34. 22 tingginya kematian janin (Prawirohardjo, 2011). Prolaps tali pusat dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a) Tali pusat terkemuka, bila tali pusat berada dibawah bagian terendah janin dan ketuban masih intak. b) Tali pusat menumbung, bila tali pusat keluar melalui ketuban yang sudah pecah ke serviks dan turun ke vagina. c) Occulte prolapse, tali pusat berada disamping bagian terendah janin turun ke vagina. tali pusat dapat teraba atau tidak, ketuban dapat pecah atau tidak. Tekanan pada tali pusat oleh bagian terendah janin dan jalan lahir akan mengurangi atau menghilangkan sirkulasi plasenta. Bila tidak dikoreksi, komplikasi ini dapat mengakibatkan kematian janin (Prawirohardjo, 2011). d. Faktor Persalinan. 1) Partus lama atau macet Persalinan lama disebut juga distosia didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal/sulit (Prawirihardjo, 2011). Sebab- sebabnya dapat dibagi dalam 3 golongan berikut ini : a) Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam kekuatan dan sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
  • 35. 23 b) Kelainan janin. Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau bentuk janin. c) Kelainan jalan lahir. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan. Karena adanya beberapa keadaan yang terjadi pada ibu yang mengalami partus macet atau partus lama bisa menyebabkan kehabisan tenaga dan ibu bisa dehidrasi serta terjadi perdarahan yang dapat menyebabkan asfiksia yang dikarenakan aliran darah dari ibu melalui plasenta berkurang sehingga aliran oksigen ke janin berkurang (Husin dkk, 2011). 2) Persalinan dengan penyulit a) Letak sungsang/bokong Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Penyebab terjadinya presentasi bokong tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor resiko selain prematuritas, yaitu abnormalitas struktural uterus, polihidramnion, plasenta previa, multiparitas, mioma uteri, kehamilan multiple, anomali janin dan riwayat presentase bokong sebelumnya (Prawirohardjo, 2011).
  • 36. 24 b) Bayi kembar Suatu keadaan dimana terdapat dua atau lebih embrio atau janin sekaligus. Kehamilan ganda terjadi apabila dua atau lebih ovum dilepaskan dan dibuahi atau apabila satu ovum yang dibuahi membelah secara dini sehingga membentuk dua embrio yang sama pada stadium masa sel dalam atau lebih awal (Nugroho, 2012). Komplikasi yang bisa terjadi pada masa kehamilan seperti hidramnion, prematuritas, kelainan letak, plasenta previa, solusio plasenta, serta monster fetus. Sedangkan komplikasi postpartum dapat terjadi atonia uteri, retensio plasenta, plasenta rest, perdarahan postpartum serta mudah infeksi (Nugroho, 2012). c) Distosia Bahu Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bula dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan manuver khusus seperti traksu cunam bawah dan episiotomi (Nugroho, 2012). Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang, cedera pleksus brakhialis dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Pada ibu komplikasi yang dapat
  • 37. 25 terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi ataupun atonia uteri (Prawirohardjo, 2011). d) Ekstraksi Vakum Vakum adalah semacam alat penghisap yang digunakan untuk membantu keluarnya bayi. Persalinan dengan menggunakan vakum biasanya disebut ekstraksi vakum. Vakum membantu memberi tenaga tambahan untuk mengeluarkan bayi dan biasanya digunakan saat persalinan sudah berlangsung terlalu lama dan ibu sudah teralu capek serta tidak kuat mengejan lagi (Indiarti, 2015). e) Forsep Forsep berupa alat logam menyerupai sendok. Bedanya dengan vakum, ekstraksi forcep bisa dilakukan tanpa tergantung tenaga ibu, jadi bisa dilakukan meskipun ibu tidak mengejan. Persalinan dengan forsep relatif lebih beresiko dan lebih sulit dilakukan, namun kadang terpaksa juga dilakukan apalagi jika kondisi ibu dan anak sangat tidak baik (Indiarti, 2015). 3) Ketuban Pecah Dini (KPD) Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting yang berkaitan dengan komplikasi meliputi kelahiran kurang bulan, syndrom gawat napas, kompresi tali pusat, korioamnionitis, abruptio plasenta sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal (Wiradharma dkk, 2013).
  • 38. 26 Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban yang menyebabkan terbukanya hubungan intrauterin dengan ekstrauterin, sehingga mikroorganisme dengan mudah masuk dan menimbulkan infeksi intrapartum, infeksi puerperalis, peritonitis sepsis sehingga menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir. Pengurangan ketubsn ketika terjadi ketuban pecah dini dapat menyebabkan kompresi tali pusat yang menimbulkan perlambatan denyut jantung janinsehingga janin mengalami hipoksia yang dapat berlanjut menjadi asfiksia ketika bayi dilahirkan (Jumirah, 2015). B. Landasan Teori 1. Asfiksia Neonatorum Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi lahir atau beberapa saat setelah bayi lahir (Sudarti dkk, 2013). Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratus segera setelah lahir (Gerungan, dkk. 2014). 2. Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum a. Faktor Keadaan Ibu. 1) Preeklamsia Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuri. (Prawirohardjo, 2011). Preeklamsi dan eklamsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan atau Intrauterine Growth
  • 39. 27 Restriction (IUGR) dan kelahiran mati, hal ini disebabkan karena adanya perkapuran di daerah plasenta sehingga suplai makanan dan oksigen ke janin berkurang (Anonim, 20161). 2) Plasenta previa Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Menurut Manjoer Arief (2001) dalam Pudiastuti (2012), plasenta previa adalah plasenta yang letak abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau pembukaan jalan lahir. 3) Kehamilan postmatur Kehamilan serotinus atau kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau lebih atau lebih, pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari pertama haid terakhir diketahui dengan pasti. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan rumus neagle atau dengan tinggi fundus uteri serial (Nugroho, 2012). b. Faktor Keadaan Bayi. 1) Prematuritas Bayi yang tidak cukup bulan seringkali terancam oleh bahaya maut, khususnya jika kelahiran bayi terjadi terlalu awal, yaitu sebelum 7 bulan dan berat bayi kuarang dari 2,5 kg. Sebab pertama kematian bayi yang tidak cukup bulan ialah sistem pernafasan. Rongga
  • 40. 28 pernapasan biasanya masih agak sempit dan sesak. Keadaan ini dinamakan respiratory distress syndrome (Indiarti, 2015). 2) BBLR Menurut Saifuddin (2001) dalam Nurbani dkk, (2011), bayi baru lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram disebut BBLR. Menurut Arif (2009) dalam Pantiawati (2010), bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Gangguan pernapasan pada bayi berat lahir rendah adalah akibat dari kurangnya surfaktan. Zat ini diproduksi dalam paru dan melapisi bagian dalam alveoli sehingga alveolus tidak kolaps pada saat ekspirasi (Maryunani, 2013). c. Faktor Persalinan. 1) Ketuban pecah dini (KPD) Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting yang berkaitan dengan komplikasi meliputi kelahiran kurang bulan, syndrom gawat napas, kompresi tali pusat, korioamnionitis, abruptio plasenta sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal (Wiradharma dkk, 2013). Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban yang menyebabkan terbukanya hubungan intrauterin dengan ekstrauterin, sehingga mikroorganisme dengan mudah masuk dan menimbulkan infeksi intrapartum, infeksi puerperalis, peritonitis
  • 41. 29 sepsis sehingga menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir. Pengurangan ketubsn ketika terjadi ketuban pecah dini dapat menyebabkan kompresi tali pusat yang menimbulkan perlambatan denyut jantung janinsehingga janin mengalami hipoksia yang dapat berlanjut menjadi asfiksia ketika bayi dilahirkan (Jumirah, 2015). C. Kerangka Konsep Keterangan : : Variabel Dependent : Variabel Independent : Hubungan antar variabel Gambar 1. Kerangka Konsep Faktor keadaan ibu : 1. Preeklamsia 2. Plasenta previa 3. Kehamilan postmatur Faktor keadaan bayi : 1. Prematuritas 2. BBLR Asfiksia Neonatorum Faktor persalinan 1. Ketuban pecah dini (KPD)
  • 42. 30 D. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini yaitu : 1. Ho : Preeklamsia tidak berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. Ha : Preeklamsia berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. 2. Ho : Plasenta previa tidak berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. Ha : Plasenta previa berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. 3. Ho : Kehamilan postmatur tidak berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. Ha : Kehamilan postmatur berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. 4. Ho : Prematuritas tidak berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. Ha : Prematuritas berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. 5. Ho : BBLR tidak berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. Ha : BBLR berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
  • 43. 31 6. Ho : Ketuban pecah dini (KPD) tidak berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. Ha : Ketuban pecah dini (KPD) berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
  • 44. 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Jenis penelitian analitik yang bersifat observasional dengan menggunakan rancangan Case Control Study yang dimaksud untuk menganilisis hubungan antara paparan variabel independen terhadap variabel dependen dengan cara membandingkan kelompok kasus dengan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya Gambar 2. Rancangan Penelitian Case Control B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 11 - 18 Juli tahun 2016 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna. Populasi Faktor resiko (+) Faktor resiko (-) Matching Jenis kelamin Kasus (Bayi yang mengalami asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 sebanyak 33 bayi) Faktor resiko (+) Faktor resiko (-) Kontrol (Bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 sebanyak 33 bayi)
  • 45. 33 C. Subyek Penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini berjumlah 426 bayi dengan jumlah kasus asfiksia sebanyak 33 bayi dan sebagai kontrol sebanyak 33 bayi yang tidak mengalami asfiksia yang tercatat dalam buku register di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini sejumlah 66 bayi, yang diambil dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1 yang terdiri dari : a. Kasus. Semua bayi yang mengalami asfiksia yang tercatat dalam buku register di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 sebanyak 33 bayi yang diambil secara Total Sampling. b. Kontrol. Bayi yang tidak mengalami asfiksia yang tercatat dalam buku register ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 sebanyak 33 bayi yang diambil secara Purpossive Sampling, dengan matching jenis kelamin sesuai jumlah kasus asfiksia. D. Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan mengambil data dari buku register pasien di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015.
  • 46. 34 2. Instrument Penelitian Instrumen yang digunakan berupa lembar chek list yaitu suatu daftar pengecek, berisi nama subyek dan beberapa gejala/ identitas lainnya dari sasaran pengamatan E. Tehnik Pengolahan Data Data yang terkumpul dari hasil pengumpulan data kemudian dianalisis. Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit terlebih dahulu untuk memudahkan analisis, setelah itu dibuat tabulasi dan dianalisis, dengan langkah–langkah analisis sebagai berikut : 1. Editing Editing adalah pekerjaan validitas dan realibilitas data masuk. Kegiatan editing ini meliputi pemeriksaan akan kelengkapan pengisian lembar chek list. 2. Coding Kegiatan untuk memberikan kode pada check list sesuai data pada catatan medik pasien. 3. Tabulating Melakukan tabulasi hasil data yang diperoleh sesuai dengan lembar cheklist untuk mengetahui perbandingan jumlah bayi dengan asfiksia.
  • 47. 35 F. Analisis Data 1. Analisis Univariat Data dianalisis menggunakan analisis univariat untuk mendapatakan gambaran umum dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam penelitian, yaitu dengan melihat gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dalam penelitian. 2. Analisis Bivariat Data diolah secara manual menggunakan kalkulator. Data di analisis menggunakan analisis bivariat, yaitu dilakukan untuk melihat risiko antara variabel bebas dan variabel terikat. Karena rancangan penelitian studi kasus kontrol, maka dilakukan perhitungan Odds Ratio (OR). Dengan mengetahui besarnya OR, dapat diestimasi faktor risiko yang diteliti terhadap kejadian asfiksia dengan perhitungan RO menggunakan tabel kontingensi 2x2 sebagai berikut. Tabel 2. Kontingensi 2x2 Odds Ratio pada Penelitian Case Control Study Faktor Risiko Kasus Kontrol Jumlah OR n % n % n % Positif a b a+b Negatif c d c+d Jumlah a+c b+d a+b+c+d Odds Ratio kelompok kasus : a/(a+c) : c(a+c) = a/c Odds Ratio kelompok kontrol : b/(b+d) : d(b+d) = b/d Odds Ratio : a/c : b/d = ad/bc Keterangan : a : Jumlah kasus dengan risiko positif b : Jumlah kontrol dengan risiko positif c : Jumlah kasus dengan risiko negatif d : Jumlah kontrol dengan risiko negatif
  • 48. 36 Interval kepercayaan (Confidence interval) 95% dengan interprestasi yakni: OR>1 : Faktor yang diteliti merupakan faktor risiko (ada hubungan) OR=1 : Bukan merupakan faktor risiko (tidak ada hubungan) OR<1 : Faktor risiko merupakan faktor protektif G. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah asfiksia neonatorum. 2. Variabel independent dalam penelitian ini adalah faktor keadaan ibu, faktor keadaan bayi, dan faktor persalinan. H. Defenisi Operasional Untuk memudahkan penelitian, peneliti membuat batasan-batasan terhadap variabel-variabel yang akan diteliti. Batasan dari tiap variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel defenisi operasional berikut. Tabel 3. Defenisi Operasional N o Variabel Defenisi Operasional Kriteria Obyektif Skala 1 Dependent Asfiksia Suatu keadaan dimana bayi tidak bisa bernafas spontan dan teratur segera setelah lahir tercatat di rekam medik Ya : Jika bayi mengalami asfiksia yang terdiagnosis oleh dokter dan tercatat di rekam medik Tidak : Jika bayi tidak mengalami asfiksia yang terdiagnosis oleh dokter dan tercatat di rekam medik Nominal 2 Independent Faktor keadaan ibu : a. Preeklamsia Preeklamsia merupakan suatu komplikasi yang dialammi ibu hamil yang ditandai dengan tekanan darah ≥140/90 mmHg disertai dengan proteinuria ≥300mg/24 jam Ya : Jika ibu mengalami preeklamsia yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Tidak : Jika ibu tidak mengalami preeklamsia yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Nominal
  • 49. 37 b. Plasenta previa c. Kehamilan postmatur Faktor keadaan bayi : a. Prematuritas b. BBLR Faktor persalinan : Ketuban pecah dini (KPD) Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau keseluruhan ostium uteri internum Kehamilan postmatur atau kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang telah beralngsung selama 42 minggu atau lebih Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu dan berat lahir dibawah 2500 gram Bayi baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram Pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda- tanda persalinan Ya : Jika ibu mengalami plasenta previa yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Tidak : Jika ibu tidak mengalami plasenta previa yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Ya : Jika ibu mengalami kehamilan postmatur yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Tidak : Jika ibu tidak mengalami kehamilan postmatur yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Ya : Jika bayi mengalami prematuritas yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Tidak : Jika bayi tidak mengalami prematuritas yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Ya : Jika bayi mengalami BBLR yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Tidak : Jika bayi tidak mengalami BBLR yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Ya : Jika ibu mengalami KPD yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Tidak : Jika ibui tidak mengalami KPD yang terdiagnosa oleh dokter dan tercatat di rekam medik Nominal Nominal Nominal Nominal Nominal
  • 50. 38 I. Jalannya Penelitian 1. Tahapan persiapan Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan/mengurus surat izin penelitian kepada instansi dan melapor kepada kepala Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (KESBANGPOL dan LINMAS) Kabupaten Muna sebelum melakukan pengumpulan data di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna. 2. Tahap Pelaksanaan Dimulai dengan melapor kepada Direktur RSUD Kabupaten Muna lalu kepada kepala ruang Teratai dan Rekam Medik, kemudian melakukan pengambilan data sekunder. Mengisi lembar cheklist yang telah dipersiapkan sesuai dengan variabel-variabel penelitian pada buku register ruang Teratai dan ruang Rekam Medik. 3. Tahap Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis secara manual, kemudian disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan narasi.
  • 51. 39 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Letak Geografis. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna adalah satu-satunya rumah sakit rujukan di kota Raha yang terletak di ibu kota Kabupaten, tepatnya di jalan Sultan Hasanuddin No.6 Raha I. Lokasi ini sangat strategis karena mudah dijangkau dengan kendaraan umum. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Basuki Rahmat, sebelah Timur berbatasan dengan Jalan Sultan Hasanuddin, sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan La Ode Pandu dan sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Ir. Juanda b. Sejarah Singkat. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna didirikan pada masa penjajahan Belanda oleh mantri yang berkebangsaan Belanda. Pada saat itu mantri berkebangsaan Belanda hanya dibantu oleh seorang asistennya dan 2 orang perawat. Setelah 11 tahun berlalu mantri tersebut pulang kembali ke negerinya dan tepat pada tahun 1928 beliau digantikan oleh seorang dokter dari Jawa yang bernama dokter Soeparjo. Masyarakat Muna mengenal dokter Soeparjo dengan sebutan dokter Jawa. Beliau tamatan dari sekolah Belanda yaitu Nederlandhes In Launshe Aonzen School (NIAS).
  • 52. 40 Masa kepemimpinan dokter Soeparjo hanya berlangsung selama 7 tahun, kemudian beliau digantikan oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama dokter Hyaman. Selang waktu 5 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1940 seorang dokter asal China bernama dokter Pang Ing Ciang menggantikan kepemimpinan dokter Hyaman. Pada masa kepemimpinan dokter Pang Ing Ciang sangat disukai oleh masyarakat Muna sebab beliau sangat memperhatikan kesehatan masyarakat Muna pada saat itu. Pada tahun 1949, saat peralihan pemerintahan Belanda kepemerintahan Republik Indonesia, masa pemerintahan dokter Pang Ing Ciang berakhir dan beliau diganti oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama dokter Post. Dokter Post mempunyai 2 orang asisten sehingga sebagian besar pekerjaannya diserahkan pada kedua asistennya. Namun kepemimpinan dokter Post tidak berlangsung lama, beliau hanya satu tahun lamanya. Pada tahun 1950 dokter Post digantikan oleh dokter Lemens yang berasal dari Belgia. Dokter Lemens memimpin selama 10 tahun yakni pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1960. Pada tahun 1965 dilakukan rehabilitasi yang diprakarsai oleh Bupati Muna La Ode Rasyid, SH. Ini merupakan rehabilitasi pertama selama rumah sakit tersebut didirikan tahun 1965-1970 rumah sakit kabupaten muna dipimpin oleh dokter Ibrahim Ahtar Nasution. Masa kepemimpinannya berlangsung selama 3 tahun dan sejak itu masa kepemimpina Rumah Sakit Umum Kabupaten Muna ditetapkan setiap 3 tahun sekali memimpin.
  • 53. 41 Saat ini Rumah Sakit Umum Kabupaten Muna dijadikan sebagai salah satu Rumah Sakit yang merupakan lahan praktek dan kajian ilmiah bagi mahasiswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Muna dan mahasiswa Akademi Kebidanan Paramata Raha serta institusi kesehatan lainnya. c. Lingkungan Fisik. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri di atas lahan seluas 10,740 Ha. d. Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Fasilitas/ sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara adalah: 1) Pelayanan kesehatan rawat jalan yakni poliklinik penyakit dalam, poliklinik umum, poliklinik kesehatan ibu dan anak (KIA), poliklinik gigi dan mulut, poliklinik bedah, poliklinik neurologi/syaraf, poliklinik kesehatan anak, instalasi fisiotherapi, instalasi gawat darurat (IGD), perawatan intensif (ICU), instalasi laboratorium, instalasi radiologi, instalasi farmasi/apotik, ambulance dan perawatan dan pengantaran jenazah. 2) Pelayanan kesehatan rawat inap yakni kebidanan dan kandungan, perawatan bayi/ perinatologi dan perawatan umum. 3) Pelayanan medik yakni fisioterapi, rontgen, apotik, laboratorium klinik dan instalasi gizi.
  • 54. 42 e. Ketenagaan. Jumlah ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2016 adalah 562 orang. Dokter ahli sebanyak 11 orang, dokter umum 10 orang, dokter gigi 2 orang dan di Ruang Teratai 26 orang. Sedangkan jumlah pegawainya sebanyak 529 orang. 2. Analisis Univariat Penelitian ini dilakukan di RSUD Kabupaten Muna, dengan jumlah sampel sebanyak 66 orang, yaitu dengan jumlah kasus bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 33 orang dan jumlah kontrol sebanyak 33 orang bayi yang tidak mengalami asfiksia yang terdapat pada buku register ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015. Data yang telah diperoleh kemudian diolah secara manual dengan menggunakan kalkulator, selanjutnya hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan, yang diuraikan sebagai berikut : a. Preeklamsia. Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian preeklamsia berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Distribusi Preeklamsia Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Preeklamsia Sampel Frekuensi (f) Persen (%) Ya 3 4,55 Tidak 63 95,45 Jumlah 66 100 Sumber : Data Sekunder, 2015
  • 55. 43 Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu preeklamsia adalah sebanyak 3 orang (4,55%) ibu yang mengalami preeklamsia dan yang tidak mengalami preeklamsia sebanyak 63 orang (95,45%). b. Plasenta Previa. Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian plasenta previa berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Distribusi Plasenta Previa Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Plasenta Previa Sampel Frekuensi (f) Persen (%) Ya 5 7,6 Tidak 61 92,4 Jumlah 66 100 Sumber : Data Sekunder, 2015 Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu plasenta previa adalah sebanyak 5 orang (7,6%) ibu yang mengalami plasenta previa dan yang tidak mengalami plasenta previa sebanyak 61 orang (92,4%).
  • 56. 44 c. Kehamilan Postmatur. Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian kehamilan postmatur berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Distribusi Kehamilan Postmatur Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Kehamilan Postmatur Sampel Frekuensi (f) Persen (%) Ya 4 6,1 Tidak 62 93,9 Jumlah 66 100 Sumber : Data Sekunder, 2015 Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu kehamilan postmatur adalah sebanyak 4 orang (6,1%) ibu yang mengalami kehamilan postmatur dan yang tidak mengalami kehamilan postmatur sebanyak 62 orang (93,9%). d. Prematuritas. Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian prematuritas berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.
  • 57. 45 Tabel 7. Distribusi Prematuritas Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Prematuritas Sampel Frekuensi (f) Persen (%) Ya 3 4,55 Tidak 63 95,45 Jumlah 66 100 Sumber : Data Sekunder, 2015 Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan bayi yaitu prematuritas adalah sebanyak 3 orang (4,55%) bayi yang mengalami prematuritas dan yang tidak mengalami prematuritas sebanyak 63 orang (95,45%). e. BBLR. Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian BBLR berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 8. Distribusi BBLR Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 BBLR Sampel Frekuensi (f) Persen (%) Ya 5 7,6 Tidak 61 92,4 Jumlah 66 100 Sumber : Data Sekunder, 2015 Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan bayi yaitu BBLR adalah
  • 58. 46 sebanyak 5 orang (7,6%) bayi yang mengalami BBLR dan yang tidak mengalami BBLR sebanyak 61 orang (92,4%). f. Ketuban Pecah Dini (KPD). Berdasarkan data yang diperoleh dari ruang Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015, angka kejadian ketuban pecah dini (KPD) berdasarkan jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Distribusi Ketuban Pecah Dini (KPD) Berdasarkan Jumlah Sampel di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Ketuban Pecah Dini (KPD) Sampel Frekuensi (f) Persen (%) Ya 6 9,1 Tidak 60 90,9 Jumlah 66 100 Sumber : Data Sekunder, 2015 Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa dari 66 kasus dan kontrol, faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor persalinan yaitu ketuban pecah dini (KPD) adalah sebanyak 6 orang (9.1%) ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) dan yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 60 orang (90,9%). 3. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui variabel independen (preeklamsia, plasenta previa, kehamilan postmatur, prematuritas, BBLR dan ketuban pecah dini/ KPD) berisiko menyebabkan variabel dependen (asfiksia neonatorum). Untuk melihat risiko masing-masing kategori dari tiap-tiap
  • 59. 47 variabel terhadap terjadinya asfiksia neonatorum, dilakukan uji Odds Ratio (OR). Jika OR >1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor risiko (ada hubungan), jika OR = 1 maka faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko (tidak ada hubungan) sedangkan OR <1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor protektif. Berikut merupakan penjelasan dari masing- masing variabel yang diteliti beserta hasil perhitungan OR nya. a. Risiko Preeklamsia terhadap Asfiksia Neonatorum. Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk preeklamsia dapat dilihat pada Tabel 10 berikut. Tabel 10 Risiko Preeklamsia terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Preeklamsia Asfiksia Tidak Asfiksia Jumlah OR n % n % n % Ya 2 6,1 1 3,03 3 4,55 2,06Tidak 31 93,9 32 96,97 63 95,45 Jumlah 33 100 33 100 66 100 Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi yang mengalami asfiksia neonatorum, 2 bayi (6,1%) diantaranya lahir dari ibu yang mengalami preeklamsia sedangkan 31 bayi (93,9%) lahir dari ibu yang tidak mengalami preeklamsia. Dari 33 kelompok kontrol bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 1 bayi (3,03%) diantaranya lahir dari ibu yang mengalami preeklamsia sedangkan 32 bayi (96,97%) lahir dari ibu yang tidak mengalami preeklamsia.
  • 60. 48 Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan bahwa preeklamsia merupakan faktor risiko yang menyebabkan asfiksia neonatorum (OR = 2,06). b. Risiko Plasenta Previa terhadap Asfiksia Neonatorum. Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk plasenta previa dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11 Risiko Plasenta Previa terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Plasenta Previa Asfiksia Tidak Asfiksia Jumlah OR n % n % n % Ya 3 9,1 2 6,1 5 7,6 1,55Tidak 30 90,9 31 93,9 61 92,4 Jumlah 33 100 33 100 66 100 Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi yang mengalami asfiksia neonatorum, 3 bayi (9,1%) diantaranya lahir dari ibu yang mengalami plasenta previa sedangkan 30 bayi (90,9%) lahir dari ibu yang tidak mengalami plasenta previa. Dari 33 kelompok kontrol bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 2 bayi (6,1%) diantaranya lahir dari ibu yang mengalami plasenta previa sedangkan 31 bayi (93,9%) lahir dari ibu yang tidak mengalami plasenta previa. Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan bahwa plasenta previa merupakan faktor risiko yang yang menyebabkan asfiksia neonatorum (OR = 1,55).
  • 61. 49 c. Risiko Kehamilan Postmatur terhadap Asfiksia Neonatorum. Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk kehamilan postmatur dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 12 Risiko Kehamilan Postmatur terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Kehamilan Postmatur Asfiksia Tidak Asfiksia Jumlah OR n % n % n % Ya 3 9,1 1 3,03 4 6,1 3,2Tidak 30 90,9 32 96,97 62 93,9 Jumlah 33 100 33 100 66 100 Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi yang mengalami asfiksia neonatorum, 3 bayi (9,1%) diantaranya lahir dari ibu yang mengalami kehamilan postmatur sedangkan 30 bayi (90,9%) lahir dari ibu yang tidak mengalami kehamilan postmatur. Dari 33 kelompok kontrol bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 1 bayi (3,03%) diantaranya lahir dari ibu yang mengalami kehamilan postmatur sedangkan 32 bayi (96,97%) lahir dari ibu yang tidak mengalami kehamilan postmatur. Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan bahwa kehamilan postmatur merupakan faktor risiko yang yang menyebabkan asfiksia neonatorum (OR = 3,2).
  • 62. 50 d. Risiko Prematuritas terhadap Asfiksia Neonatorum. Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk prematuritas dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13 Risiko Prematuritas terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Prematuritas Asfiksia Tidak Asfiksia Jumlah OR n % n % n % Ya 2 6,1 1 3,03 3 4,55 2,06Tidak 31 93,9 32 96,97 63 95,45 Jumlah 33 100 33 100 66 100 Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi yang mengalami asfiksia neonatorum, 2 bayi (6,1%) diantaranya lahir prematur sedangkan 31 bayi (93,9%) lahir bukan prematur. Dari 33 kelompok kontrol bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 1 bayi (3,03%) diantaranya lahir prematur sedangkan 32 bayi (96,97%) bukan prematur. Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan bahwa prematuritas merupakan faktor risiko yang menyebabkan asfiksia neonatorum (OR = 2,06). e. Risiko BBLR terhadap Asfiksia Neonatorum. Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk BBLR dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.
  • 63. 51 Tabel 14 Risiko BBLR terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 BBLR Asfiksia Tidak Asfiksia Jumlah OR n % n % n % Ya 3 9,1 2 6,1 5 7,6 1,55Tidak 30 90,9 31 93,9 61 92,4 Jumlah 33 100 33 100 66 100 Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi yang mengalami asfiksia neonatorum, 3 bayi (9,1%) diantaranya lahir dengan BBLR sedangkan 30 bayi (90,9%) lahir bukan BBLR. Dari 33 kelompok kontrol bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 2 bayi (6,1%) diantaranya lahir dengan BBLR sedangkan 31 bayi (93,9%) bukan BBLR. Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan bahwa BBLR merupakan faktor risiko yang menyebabkan asfiksia neonatorum (OR = 1,55). f. Risiko Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap Asfiksia Neonatorum. Setelah dilakukan pengolahan data secara manual dengan menggunakan kalkulator, maka hasil perhitungan OR untuk ketuban pecah dini (KPD) dapat dilihat pada Tabel 15.
  • 64. 52 Tabel 15 Risiko Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Ketuban Pecah Dini (KPD ) Asfiksia Tidak Asfiksia Jumlah OR n % n % n % Ya 4 12,12 2 6,1 6 9,1 2,14Tidak 29 87,88 31 93,9 60 90,9 Jumlah 33 100 33 100 66 100 Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa, dari 33 kelompok kasus bayi yang mengalami asfiksia neonatorum, 4 bayi (12,12%) diantaranya lahir dari ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) sedangkan 29 bayi (87,88%) lahir dari ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD). Dari 33 kelompok kontrol bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum, 2 bayi (6,1%) diantaranya lahir dari ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) sedangkan 31 bayi (93,9%) lahir dari ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD). Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan bahwa ketuban pecah dini (KPD) merupakan faktor risiko yang menyebabkan asfiksia neonatorum (OR=2,14). B. Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kabupaten Muna pada bulan Juli 2016. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan rancangan Case Control study yang dimaksud untuk menganalisis risiko variabel independen terhadap variabel dependen.
  • 65. 53 Penelitian ini menggunakan data sekunder dan lembar chek list yang diisi berdasarkan data pada rekam medik dan buku register ruang Teratai tahun 2015, yaitu dengan sampel sebanyak 66 orang bayi dengan sampel kasus sebanyak 33 bayi yang mengalami asfiksia neonatorum dan kontrol sebanyak 33 bayi yang tidak mengalami asfksia neonatorum. Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka masing-masing variabel yang diteliti dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Asfiksia Neonatorum a. Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara spontan dan teratur pada saat bayi lahir atau beberapa saat setelah bayi lahir (Sudarti dkk, 2013). b. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratus segera setelah lahir (Gerungan dkk. 2014). c. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan (Katiandagho dkk, 2015). Dari beberapa pengertian diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak bisa bernapas segera setelah dilahirkan. 2. Risiko Preeklamsia terhadap Asfiksia Neonatorum Preeklamsia dan eklamsia dapat mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan atau Intrauterine Growth Restriction
  • 66. 54 (IUGR) dan kelahiran mati, hal ini disebabkan karena adanya perkapuran di daerah plasenta sehingga suplai makanan dan oksigen ke janin berkurang (Anonim, 20161). Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu preeklamsia yang terdapat pada Tabel 4 adalah sebanyak 3 orang (4,55%) ibu yang mengalami preeklamsia dan yang tidak mengalami preeklamsia sebanyak 63 orang (95,45%). Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan OR = 2,06. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa preeklamsia memiliki peluang 2,06 kali melahirkan bayi asfiksia di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 daripada ibu yang tidak mengalami preeklamsia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Seppo Heinon dengan OR 1,49 yang menunjukkan bahwa ibu yang mengalami preeklamsia berisiko 1,49 kali dapat melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum daripada ibu yang tidak mengalami preeklamsia. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktaviana, (2009) tentang Hubungan Antara Preeklamsia Berat dengan Asfiksia Perinatal di RSUD Moewardi Surakarta, dimana didapatkan nilai OR sebesar 3,527 yang berarti bahwa ibu yang menderita preeklamsia berat memiliki risiko 3,5 kali pada bayinya untuk mengalami asfiksia.
  • 67. 55 Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012) tentang Hubungan Preeklamsia/Eklamsia dengan Kejadian Asfiksia Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Islam Klaten, dimana nilai OR yang didapatkan sebesar 2,20 yang berarti bahwa ibu yang mengalami preeklamsia memiliki peluang 2 kali untuk bayinya mengalami asfiksia. Penelitian ini didukung dengan teori yang dikemukakan oleh Winkjosastro dalam Gilang, dkk (2010) bahwa hipertensi pada kehamilan akan mempengaruhi janin karena mengakibatkan sirkulasi utero-plasenta menjadi kurang baik. Keadaan ini menimbulkan gangguan lebih berat terhadap insufiensi plasenta dan berpengaruh pada gangguan pertumbuhan janin dan gangguan pernapasan. Menurut Winkjosastro vasokonstriksi pembuluh darah mengakibatkan kurangnya suplai darah ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Akibat lanjut dari hipoksia janin adalah gangguan pertukaran gas oksisigen dan karbondioksida sehingga terjadi asfiksia neonatorum. Penelitian ini sejalan teori yang dikemukakan oleh Mellembakken et all (2001) dalam Oktaviana (2009) yang menyatakan bahwa pada preeklamsia berat terdapat spasme arteriola spiralis decidua sehingga terdapat penurunan aliran darah ke plasenta. Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan perfusi plasenta. Sehingga dengan menurunnya perfusi darah melalui plasenta ke janin, maka terjadi hipoksia janin yang mengakibatkan terjadinya asfiksia pada janin ketika setelah dilahirkan.
  • 68. 56 Penelitian ini juga didukung oleh teori yang dinyatakan dalam penelitian Katuandagho (2015) yang menyatakan bahwa hipertensi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang mengakibatkan kurangnya suplai darah ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Preeklamsia berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena suplai oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin yang berkurang. Akibatnya janin didalam kandungan tidak mendapat oksigen yang cukup. Demikian pula pada kasus preeklamsia berat atau eklamsia harus dipertimbangkan untuk segera melakukan pertolongan persalinan walaupun bayinya belum cukup bulan. Akibatnya bayi yang dilahirkan belum cukup bulan atau prematur akan mengalami gangguan pernapasan termasuk asfiksia yang disebabkan oleh kurang matangnya surfaktan paru bayi. Selain itu, pada penelitian ini ibu yang mengalami preeklamsia lebih banyak melahirkan bayi yang asfiksia yaitu sebesar 6,1% sementara yang tidak mengalami asfiksia sebesar 3,03%. 3. Risiko Plasenta Previa terhadap Asfiksia Neonatorum Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Menurut Manjoer Arief (2001) dalam Pudiastuti (2012), plasenta previa adalah plasenta yang letak abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau pembukaan jalan lahir. Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu plasenta previa yang terdapat pada Tabel 5 adalah sebanyak 5 orang (7,6%)
  • 69. 57 ibu yang mengalami plasenta previa dan yang tidak mengalami plasenta previa sebanyak 61 orang (92,4%). Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan OR = 1,55. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ibu yang mengalami plasenta previa berpeluang 1,55 kali melahirkan bayi asfiksia di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 daripada ibu yang tidak mengalami plasenta previa. Hasil penelitian ini memiliki kesesuaian dengan hasil penelitian Gilang, dkk (2010) tentang “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi di RSUD Tugorejo Semarang)” dimana jumlah sampel keseluruhan adalah 69 orang dengan jumlah kasus perdarahan antepartum sebesar 18,8% yang menyatakan bahwa hasil uji regresi logistik menunjukkan nilai OR 24,707 yang berarti asfiksia neonatorum pada ibu yang mengalami perdarahan antepartum sebesar 24,7 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami perdarahan antepartum. Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sri Utami dan Erika (2010) yang menyebutkan bahwa kejadian asfiksia pada bayi yang lahir dengan plasenta previa lebih tinggi daripada bayi yang lahir tanpa kelainan plasenta. Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Novita dkk (2005) dengan judul Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum pada Bayi Cukup Bulan yang menyatakan bahwa perdarahan antepartum berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum dengan hasil OR 1,9 yang berarti ibu yang
  • 70. 58 mengalami perdarahan antepartum berisiko 1,9 kali melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum. Hal ini juga semakin diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Manuaba (1998) dalam Herawati (2013) yang menyebutkan bahwa plasenta previa merupakan salah satu penyulit pada ibu hamil yang dapat menyebabkan anemia sampai syok. Sedangkan untuk janin dapat menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam rahim. Penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan dalam penelitian Gilang dkk (2010) yang menyatakan bahwa perdarahan antepartum dapat disebabkan plasenta previa dan solusio plasenta yang dapat menyebabkan turunnya tekanan darah menyebabkan penurunan PO2 sehingga terjadi perubahan metabolisme dan pembakaran glukosa tidak sempurna serta meninggalkan hasil asam laktat dan asam piruvat. Timbunan asam laktat san asam piruvat ini tidak dapat dikeluarkan melalui plasenta sehingga menyebabkan turunnya pH darah janin. Perdarahan yang mengganggu sirkulasi retroplasenta inilah yang menyebabkan asfiksia neonatorum. Selain itu hasil penelitian ini didukung pula dengan teori sebelumnya yang dikemukakan oleh Benson dkk (2008) mengenai komplikasi yang dapat terjadi pada janin yaitu sekitar 60% janinnya dapat mengalami kelahiran prematur yang mana diketahui bahwa organ pada bayi prematur belum matang dan sempurna sehingga komplikasi seperti asfiksia dapat terjadi. Plasenta previa berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena selain akan mengganggu sirkulasi uteroplasenter, pada kasus plasenta previa
  • 71. 59 terutama plasenta previa totalis janin tidak dapat dilahirkan secara normal sehingga persalinan secara operasi menjadi pilihan yang harus diambil. Sementara dalam teori, persalinan dengan tindakan termasuk SC memiliki peluang yang besar menyebabkan asfiksia neonatorum yang diakibatkan oleh efek dari obat-obatan anastesi atau analgetik yang diberikan pada ibu. Selain itu, pada penelitian ini ibu yang mengalami plasenta previa lebih banyak melahirkan bayi yang asfiksia yaitu sebesar 9,1% sementara yang tidak mengalami asfiksia sebesar 6,1%. 4. Risiko Kehamilan Postmatur terhadap Asfiksia Neonatorum Kehamilan serotinus atau kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu (294 hari) atau lebih, pada siklus haid teratur rata-rata 28 hari dan hari pertama haid terakhir diketahui dengan pasti. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan rumus neagle atau dengan tinggi fundus uteri serial (Nugroho, 2012). Pada kehamilan post matur, komplikasi yang bisa terjadi yaitu bayi besar yang dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik, oligohidramnion yang dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi meninggal serta keluarnya mekonium yang dapat menyebabkan aspirasi mekonium (Saifuddin, 2009). Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan ibu yaitu kehamilan postmatur yang terdapat pada Tabel 6 adalah sebanyak 4 orang
  • 72. 60 (6,1%) ibu yang mengalami kehamilan postmatur dan yang tidak mengalami kehamilan postmatur sebanyak 62 orang (93,9%). Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan OR = 3,2. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ibu dengan kehamilan postmatur berpeluang 3,2 kali untuk melahirkan bayi asfiksia di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 daripada ibu yang tidak mengalami kehamilan postmatur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh Astuti (2013) tentang “Usia Kehamilan Tidak Aterm Menyebabkan Asfiksia Bayi Bayi Baru Lahir di Kota Magelang Tahun 2013” yang sebelumnya mengelompokkan usia kehamilan < 37 minggu dan > 42 minggu menjadi kelompok umur berisiko menyebabkan asfiksia dan nilai OR yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah 1,845, sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan berisiko mengalami peluang 1,8 kali lipat mengalami asfiksia. Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Ussy P.M. (2014) tentang Hubungan Kehamilan Post Term dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2013 dimana didapatkan bayi yang mengalami asfiksia sebagian besar dilahirkan oleh ibu yang mengalami kehamilan post term. Nilai OR yang didapatkan sebesar 3,571 artinya ibu yang mengalami kehamilan post term berisiko 3,571 kali lebih besar melahirkan bayi yang mengalami asfiksia dibandingkan dengan ibu yang hamil aterm.
  • 73. 61 Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gerungan dkk (2014) tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. DR. D. Kandou Manado dimana ditemukan bahwa menurut umur kehamilan, kejadian asfiksia neonatorum terbanyak berada pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan persentase 74,31% sementara umur kehamilan <37 minggu dan >42 minggu sebesar 25,69%. Hasil penlitiannya menunjukkan OR = 2,526 yang berarti umur kehamilan 37-42 minggu mempunyai peluang 3 kali bayinya mengalami asfiksia neonatorum. Hasil penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Prawirohardjo (2010) dalam Astuti (2013) bahwa pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamialn > 42 minggu kejadian asfiksia bisa disebabkan karena penuaan plasenta sehingga pemasokan makanan dan oksigen dari ibu ke janin menurun. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Penelitian ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Oxorn (2010) dalam Astuti (2013) yang menyatakan bahwa sebagian bayi postmatur tampak kecil, kurang gizi, dan asfiksia sebagai akibat dari penurunan fungsi respirasi dan nutrisi pada plasenta yang bertambah umurnya. Penelitian ini didukung pula oleh teori yang dikemukakan oleh Manuaba (2008) dalam Astuti (2013) yang menyatakan bahwa pada kehamilan lewat waktu, plasenta telah sangat mundur untuk mampu
  • 74. 62 memberikan nutrisi dan oksigen kepada janin sehingga setiap saat janin akan terancam gawat janin dan diikuti asfiksia neonatorum. Kehamilan postmatur berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena pada usia kehamilan >42 mingu selain fungsi plasenta yang menurun, volume air ketuban juga akan semakin berkurang akibatnya terjadi oligohidramnion sehingga dapat terjadi tekanan pada tali pusat. Tekanan pada tali pusat ini menyebabkan transpor oksigen dari ibu ke janin akan mengalami hambatan. Selain itu pada ibu yang mengalami kehamilan postmatur sebagian besar air ketubannya bercampur dengan mekonium sehingga pada saat aspirasi, mekonium tersebut dapat ikut masuk ke saluran napas janin dan mengganggu pernapasan janin. Selain itu, pada penelitian ini ibu yang mengalami kehamilan postmatur lebih banyak melahirkan bayi yang asfiksia yaitu sebesar 9,1% sementara yang tidak mengalami asfiksia sebesar 3,03%. 5. Risiko Prematuritas terhadap Asfiksia Neonatorum Bayi yang tidak cukup bulan seringkali terancam oleh bahaya maut, khususnya jika kelahiran bayi terjadi terlalu awal, yaitu sebelum 7 bulan dan berat bayi kurang dari 2,5 kg. Sebab pertama kematian bayi yang tidak cukup bulan ialah sistem pernafasan. Rongga pernapasan biasanya masih agak sempit dan sesak. Keadaan ini dinamakan respiratory distress syndrome (Indiarti, 2015). Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan bayi yaitu prematuritas yang terdapat pada Tabel 7 adalah sebanyak 3 orang (4,55%)
  • 75. 63 bayi yang mengalami prematuritas dan yang tidak mengalami prematuritas sebanyak 63 orang (95,45%). Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan OR = 2,06. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa bayi dengan prematuritas memiliki peluang 2,06 kali menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 daripada bayi yang dilahirkan cukup bulan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh Astuti (2013) tentang “Usia Kehamilan Tidak Aterm Menyebabkan Asfiksia Bayi Bayi Baru Lahir di Kota Magelang Tahun 2013” yang sebelumnya mengelompokkan usia kehamilan < 37 minggu dan > 42 minggu menjadi kelompok umur berisiko menyebabkan asfiksia dan nilai OR yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah 1,845, sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi yang dilahirkan dengan usia kehamilan berisiko mengalami peluang 1,8 kali lipat mengalami asfiksia. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Edy S. (2012) dimana didapatkan kelompok asfiksia neonatorum (+) pada bayi prematur 53 kasus dan pada bayi yang yidak prematur 35 kasus. Pada kelompok asfiksia neonatorum (-) pada bayi yang prematur 41 kasus dan pada bayi yang tidak prematur 59 kasus. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR 2,259 dengan CI 95% didapatkan rentang nilai OR 1,590-3,211. Berarti prematuritas akan meningkatkan risiko dua kali lipat untuk terjadinya asfiksia neonatorum.
  • 76. 64 Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gerungan dkk (2014) tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. DR. D. Kandou Manado dimana ditemukan bahwa menurut umur kehamilan, kejadian asfiksia neonatorum terbanyak berada pada usia kehamilan 37-42 minggu dengan persentase 74,31% sementara umur kehamilan <37 minggu dan >42 minggu sebesar 25,69%. Hasil penlitiannya menunjukkan OR = 2,526 yang berarti umur kehamilan 37-42 minggu mempunyai peluang 3 kali bayinya mengalami asfiksia neonatorum. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori menurut WHO (2001) dalam Rupianti, dkk. (2014), yang menambahkan bahwa usia hamil sebagai kriteria untuk bayi prematur adalah yang lahir sebelum 37 minggu dan berat lahir dibawah 2500 gram. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan hidup di luar rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya organ tubuh secara sempurna seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia. Penelitian ini mendukung pula teori yang dikemukakan oleh Indiarti (2015 ) bahwa bayi yang tidak cukup bulan seringkali terancam oleh bahaya maut, khususnya jika kelahiran bayi terjadi terlalu awal, yaitu sebelum 7 bulan dan berat bayi kuarang dari 2,5 kg. Sebab pertama kematian bayi yang tidak cukup bulan ialah sistem pernafasan. Rongga pernapasan biasanya
  • 77. 65 masih agak sempit dan sesak. Keadaan ini dinamakan respiratory distress syndrome. Demikian pula dengan teori yang dikemukakan oleh Rukiyah dkk (2013) yang mengatakan bahwa pada bayi prematur masalah yang sering timbul adalah gangguan pernapasan, hiperbilirubinemia dan daya isap yang lemah. Prematuritas berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena umur kehamilan pada saat persalinan belum mencapai umur persalinan yang normal sehingga janin yang seharusnya masih mengalami pertumbuhan didalam kandungan namun telah dilahirkan sehingga organ-organ tubuhnya belum sempurna termasuk organ pernapasan. Akibatnya kemampuan pernapasan bayi yang dilahirkan juga masih kurang. Hal tersebutlah yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum. Selain itu, pada penelitian ini bayi yang mengalami prematuritas lebih banyak yang mengalami asfiksia yaitu sebesar 6,1% sementara yang tidak mengalami asfiksia sebesar 3,03%. 6. Risiko BBLR terhadap Asfiksia Neonatorum Menurut Saifuddin (2001) dalam Nurbani dkk, (2011), BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan saat lahir kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram. Menurut Arif (2009) dalam Pantiawati (2010), bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Gangguan pernapasan pada bayi berat lahir rendah adalah akibat dari kurangnya surfaktan. Zat ini diproduksi dalam paru dan melapisi bagian
  • 78. 66 dalam alveoli sehingga alveolus tidak kolaps pada saat ekspirasi (Maryunani, 2013). Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor keadaan bayi yaitu BBLR yang terdapat pada Tabel 8 adalah sebanyak 5 orang (7,6%) bayi yang mengalami BBLR dan yang tidak mengalami BBLR sebanyak 61 orang (92,4%). Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan bahwa BBLR merupakan faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum karena OR = 1,55. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa BBLR berisiko 1,55 kali untuk menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 daripada bayi yang tidak BBLR. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilang dkk (2010) dengan hasil uji logistik menunjukkan OR 53,737 yang berarti risiko terjadinya asfiksia neonatorum pada ibu yang melahirkan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), Berat Bayi Lahir Sangat Rendah (BBLSR), dan Berat Bayi Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) sebesar 53,7 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan normal. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputro (2015) dengan judul Hubungan antara Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan Asfiksia Neonatorum dimana nilai OR yang didapatkan pada penelitian tersebut sebesar 4,11 yang berarti bahwa bayi dengan berat badan
  • 79. 67 lahir rendah berisiko 4 kali untuk terjadinya asfiksia dibandingkan dengan bayi dengan berat badan lahir cukup. Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiradharma, dkk tentang Risiko Asfiksia pada Ketuban Pecah Dini di RSUP Sanglah yang menyatakan bahwa berat badan <2500 gram berisiko 1,54 kali menyebabkan asfiksia neonatorum (OR 1,54). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Novita dkk (2005) tentang Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum pada Bayi Cukup Bulan, dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa berat badan lahir bayi dibanding usia kehamilan yaitu KMK 13,2 kali berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum (OR 13,2), BMK 2,5 kali berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum (OR 2,5) serta SMK 84,3 kali berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum (OR 84,3). Penelitian ini didukung pula dengan pendapat Bobak (2005) dalam Rupiyanti dkk (2014) yang menyatakan bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah berisiko mengalami asfiksia saat kelahiran. Hal ini disebabkan karena kemampuan bayi untuk melakukan pernapasan kurang sehingga sering kali bayi dengan berat badan lahir rendah mengalami sianosis dan perlu ditempatkan dalam tabung inkubator untuk menjaga suhu tubuh dari lungkungan dan mempercepat respon adaptasi bayi terhadap dunia luar. Penelitian ini juga sejalan dengann teori yang dikemukakan dalam penelitian Katiandagho dkk (2015) yang menyatakan bahwa BBLR mempunyai masalah antara lain pusat pengaturan pernapasan dan alat
  • 80. 68 pernapasannya belum sempurna, kemampuan metabolisme panas masih rendah sehingga dapat berakibat terjadinya asfiksia, asidosis dan mudah terjadi infeksi. Bayi yang dilahirkan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya, selain itu juga kan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian karena rentan terhadap infeksi saluran pernapasan bagian bawah. Penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Maryunani (2013) yang menyatakan bahwa gangguan pernapasan pada bayi berat lahir rendah adalah akibat dari kurangnya surfaktan. Zat ini diproduksi dalam paru dan melapisi bagian dalam alveoli sehingga alveolus tidak kolaps pada saat ekspirasi. BBLR berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena berhubungan dengan berat badan lahir bayi tersebut yang kurang dari normal. Selain itu, bayi yang mengalami BBLR sebagian besar adalah bayi yang prematur sehingga kejadian asfiksia neonatorum dapat dihubungkan dengan masih kurang sempurnanya organ pernapasan bayi. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya kondisi tubuh bayi BBLR yang masih lemah. Selain itu, pada penelitian ini bayi yang mengalami BBLR lebih banyak mengalami asfiksia yaitu sebesar 9,1% sementara yang tidak mengalami asfiksia sebesar 6,1%.
  • 81. 69 7. Risiko Ketuban Pecah Dini (KPD) terhadap Asfiksia Neonatorum Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah penting yang berkaitan dengan komplikasi meliputi kelahiran kurang bulan, syndrom gawat napas, kompresi tali pusat, korioamnionitis, abruptio plasenta sampai kematian janin yang meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal (Wiradharma dkk, 2013). Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban yang menyebabkan terbukanya hubungan intrauterin dengan ekstrauterin, sehingga mikroorganisme dengan mudah masuk dan menimbulkan infeksi intrapartum, infeksi puerperalis, peritonitis sepsis sehingga menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir. Pengurangan ketuban ketika terjadi ketuban pecah dini dapat menyebabkan kompresi tali pusat yang menimbulkan perlambatan denyut jantung janin sehingga janin mengalami hipoksia yang dapat berlanjut menjadi asfiksia ketika bayi dilahirkan (Jumirah, 2015). Distribusi faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015 ditinjau dari faktor persalinan yaitu ketuban pecah dini (KPD) yang terdapat pada Tabel 9 adalah sebanyak 6 orang (9,1%) ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) dan yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 60 orang (90,9%). Analisis dengan menggunakan Odds Ratio (OR) menunjukan bahwa ketuban pecah dini (KPD) merupakan faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum dengan OR = 2,14. Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) berisiko 2
  • 82. 70 kali melahirkan bayi asfiksia di RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Gilang, dkk (2010) dimana hasil uji regresi logistik menunjukkan OR 9,560 yang berarti risiko terjadinya asfiksia neonatorum pada ibu yang mengalami KPD 9,5 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami KPD. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fahrudin (2003) di Purworedjo menemukan bahwa ibu yang mengalami ketuban pecah dini memiliki risiko 2,815 kali lebih besar untuk mengalami asfiksia neonatorum pada bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami KPD. Penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Wiradharma, dkk (2013) dkk tentang Risiko Asfiksia pada Ketuban Pecah Dini di RSUP Sanglah yang menyatakan bahwa ibu yang mengalami KPD berisiko 8 kali menyebabkan asfiksia dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami KPD (OR 8,0). Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan dalam penelitian Gilang, dkk (2010) yang menyatakan bahwa ketuban pecah dini akan menyebabkan kelahiran bayi asfiksia bila disertai dengan penyulit lainnya. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Dengan pecahnya ketuban, terjadi
  • 83. 71 oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan dalam penelitian Wiradharma, dkk (2013) yang menyatakan bahwa terdapat berbagai komplikasi pada bayi akibat KPD, antara lain persalinan kurang bulan, gawat janin, oligohidramnion, penekanan tali pusat sindrom gawat napas serta risiko infeksi. Penelitian ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan dalam penelitian Jumirah (2015) yang menyatakan bahwa pengurangan ketuban pada kasus ketuban pecah dini dapat menyebabkan kompresi tali pusat yang menyebabkan perlambatan denyut jantung janin sehingga janin mengalami hipoksia yang dapat berlanjut menjadi asfiksia ketika bayi dilahirkan. KPD berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum karena pada saat ketuban pecah sebelum adanya tanda-tanda persalinan, air ketuban semakin lama akan semakin berkurang sehingga tali pusat bayi akan mengalami penekanan akibatnya transpor oksigen dari ibu ke janin akan terhambat. Hal ini menyebabkan janin kekurangan oksigen sehingga janin dapat mengalami hipoksia ataupun gawat janin. Selain itu, pada penelitian ini ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD) lebih banyak melahirkan bayi yang asfiksia yaitu sebesar 15,15% sementara yang tidak mengalami asfiksia sebesar 6,1%.
  • 84. 72 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor risiko penyebab asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015, dapat disimpulkan bahwa : 1. Faktor keadaan ibu (preeklamsia, plasenta previa dan kehamilan postmatur) berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015. 2. Faktor keadaan bayi (prematuritas dan BBLR) berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015. 3. Faktor persalinan (ketuban pecah dini) berisiko menyebabkan asfiksia neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2015. B. Saran Dari kesimpulan yang telah didapatkan, maka saran-saran dari peneliti adalah sebagai berikut : 1. Bagi tempat penelitian agar lebih mengoptimalkan pelayanan berdasarkan standar profesi dalam memberikan asuhan kebidanan secara komprehensif kepada ibu dan bayi, dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan sehingga penanganan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi seperti bayi prematur, BBLR maupun asfiksia dapat dilakukan secara adekuat. Juga pendokumentasian data pasien perlu lebih diperhatikan untuk keperluan penelitian-penelitian selanjutnya.
  • 85. 73 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan agar lebih meningkatkan KIE kepada ibu hamil mengenai tanda bahaya dalam kehamilan baik itu pada trimester awal maupun trimester akhir termasuk juga KIE tentang nutrisi yang dibutuhkan ibu selama kehamilan, mengajarkan senam hamil, melakukan pemeriksaan antepartum dan intrapartum secara lengkap baik itu dalam hal anamnese yang harus dilakukan secara teliti maupun pemeriksaan fisik termasuk juga pemeriksaan laboratorium pada setiap ibu hamil yang memeriksakan dirinya, untuk mengetahui adanya tanda preeklamsia eklamsia. Dengan mengidentifiksai secara dini faktor risiko terjadinya asfiksia neonatorum, maka faktor risiko asfiksia neonatorum dapat diketahui lebih dini sehingga keputusan rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat dan pelaksanaan resusitasi bayi yang memiliki faktor risiko tersebut dapat dilakukan secara optimal.
  • 86. DAFTAR PUSTAKA Anonim (2016)1 Faktor Penyebab Asfiksia. Available at http://eprints.undip.ac.id/45315/4/Bab_I_-_IV.pdf. Diakses tanggal 10 Juli 2016 (2016)2 Hubungan Asfiksia dengan Kehamilan Gemeli. Available at http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/12345/3021/05bab1fujiyarti _2016.pdf?. Diakses tanggal 09 Juli 2016 (2016)3 Faktor Penyebab Asfiksia. Available at http://eprints.ums.ac.id/41639/3/BAB%20I.pdf. Diakses tanggal 09 Juli 2016 Astuti W.P., Esti H., Anik P. (2015) Usia Kehamilan Tidak Aterm Menyebabkan Asfiksia Bayi Baru Lahir di Kota Magelang Tahun 2013. Bhamada, JITK. Vol. 6 No. 1 Benson, Ralph C., Pernoll, Martin L. (2008) Benson & Pernoll’s Handbook Of Obstetrics and Gynecology, 9th Ed. The McGraw Hill Companies, Inc Gerungan, J.C., Syuul Adam, Losu, F.N. (2014) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Ilmiah Bidan Vol. 2 No. 1 Gilang, Notoatmodjo, H., Rakhmawatie, Maya D. (2010) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi di RSUD Tugorejo Semarang). Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang Herawati, Rika (2013) Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSUD Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Maternity and Neonatal Vol. 1 No. 2 Husin & Eka Dewi Susanti (2011) Hubungan Persalinan Kala II Lama dengan Asfiksia Bayi Baru Lahir di RSUD Dr. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2011. Vol. 05 No. 5 Indiarti, M.T. (2015) Panduan Terbaik A-Z Kehamilan, Persalinan dan Perawatan Bayi. Penerbit Indoliterasi. Yogyakarta Jumirah (2015) Hubungan Persalinan Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul 2015
  • 87. Katiandagho, N., Kusmiyati (2015) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum. Jurnal Ilmiah Bidan Vol. 3 No. 2 Kosim, M. Sholeh (2009) Infeksi Neonatal Akibat Air Ketuban Keruh. Sari Padiatri, Vol. 11 No. 3 Maryunani, Anik (2013) Buku Saku Asuhan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). CV Trans Info Media. Jakarta Timur Mulia, P.M. (2014) Hubungan Kehamilan Post Term dengan Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2013. Stikes Aisyiyah. Yogyakarta Nugraheny, Esti (2010) Asuhan Kebidanan Pathologi. Pustaka Rihama. Yogyakarta Nugroho, Taufan (2012) Patologi Kebidanan. Nuha Medika. Yogyakarta Nurbani S. & Sri Yanniarti (2011) Faktor Resiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah. Poltekes Kemenkes Bengkulu Oktaviana, Heriyanti (2009) Hubungan Antara Preeklamsia Berat dengan Asfiksia Perinatal di RSUD DR Moewardi Surakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta Pantiawati, Ika (2010) Bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Nuha Medika. Yogyakarta Prawirohardjo, S. (2011) Ilmu Kebidanan Ed. 4 Cetakan 4. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Pudiastuti, Ratna D. (2012) Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal dan Patologi. Nuha Medika. Yogyakarta Rahmawati L., Mahdalena P.N. (2016) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di Ruang Medical Record RSUD Pariaman. Bidan Parada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 7 No.1 hal 29-40 Regina VT Novita (2011) Keperawatan Maternitas. Ghalia Indonesia. Bogor Rukiyah A.Y. & Yulianti L., (2012) Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. Trans Info Media. Jakarta
  • 88. Rupiyanti R., Amin S., Dera A. (2014) Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia pada Neonatus di Rumah Sakit Islam Kendal. Naskah dipresentasikan dalam Prosiding Konferensi Nasional II PPNI Jawa Tengah 2014 Saifuddin, A.B (2009) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Edisi Pertama, Cetakan 5. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Saputro, S.D. (2015) Hubungan Antara Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan Asfiksia Neonatorum di RS DR Moewardo Surakarta Tahun 2011. Universitas Muhammadiyah Surakarta Septiana, Eka Ayu (2015) Hubungan antara Partus Lama dan Kondisi Air Ketuban dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir (Stady Kasus di RSUD Kota Salatiga Tahun 2012). J. Kebidanan Adila Bandar Lampung Vol. & Edisi 2 Sudarti & Fauziah A (2013) Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan. Nuha Medika. Yogyakarta Sukarni I. & Sudarti (2014) Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus Resiko Tinggi. Nuha Medika. Yogyakarta Sulistyowaty E., Ngadiyono (2014) Perbandingan antara Nilai APGAR pada Bayi Prematur dengan Bayi Postmatur di RSUD Temanggung Tahun 2013. Jurnal Kebidanan Vol. 3 No. 6 Varney H., Kriebs J.M., & Gegor C.L., (2008) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Wahyuni, S., (2012) Hubungan Preeklamsia/Eklamsia dengan Kejadian Asfiksia Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Islam Klaten. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Winda M., Desilesti Dwi S., Mariani (2015) Hubungan Persalinan Tindakan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin. Dinamika Kesehatan Vol. 13 No. 15 Wiradharma, Kardana I Md, Dharma Artana I Wyn (2013) Risiko Asfiksia pada Ketuban Pecah Dini di RSUP Sanglah. Sari Pediatri, Vol. 14 No. 5
  • 90. MASTER TABEL Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 No Nama Bayi JK Preeklamsia Plasenta Previa Kehamilan Postmatur Prematuritas BBLR KPD Ket L P Y T Y T Y T Y T Y T Y T 1 By. Ny. J √ √ √ √ √ √ √ Kasus 2 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 3 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus 4 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 5 By. Ny. A √ √ √ √ √ √ √ Kasus 6 By. Ny. St. H √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 7 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus 8 By. Ny. N.A √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 9 By. Ny. L √ √ √ √ √ √ √ Kasus 10 By. Ny. E √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 11 By. Ny. F √ √ √ √ √ √ √ Kasus 12 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 13 By. Ny. D √ √ √ √ √ √ √ Kasus 14 By. Ny. Hs √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 15 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kasus 16 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 17 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus 18 By. Ny. F √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 19 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kasus
  • 91. MASTER TABEL Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 No Nama Bayi JK Preeklamsia Plasenta Previa Kehamilan Postmatur Prematuritas BBLR KPD Ket L P Y T Y T Y T Y T Y T Y T 20 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 21 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus 22 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 23 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus 24 By. Ny. K √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 25 By. Ny. A √ √ √ √ √ √ √ Kasus 26 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 27 By. Ny. Wa T √ √ √ √ √ √ √ Kasus 28 By. Ny. St. A √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 29 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus 30 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 31 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kasus 32 By. Ny. F √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 33 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kasus 34 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 35 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kasus 36 By. Ny. St. R √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 37 By. Ny. K √ √ √ √ √ √ √ Kasus 38 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
  • 92. MASTER TABEL Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 No Nama Bayi JK Preeklamsia Plasenta Previa Kehamilan Postmatur Prematuritas BBLR KPD Ket L P Y T Y T Y T Y T Y T Y T 39 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kasus 40 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 41 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kasus 42 By. Ny. I. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 43 By. Ny. I √ √ √ √ √ √ √ Kasus 44 By. Ny. D √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 45 By. Ny. K √ √ √ √ √ √ √ Kasus 46 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 47 By. Ny. L √ √ √ √ √ √ √ Kasus 48 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 49 By. Ny. H √ √ √ √ √ √ √ Kasus 50 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 51 By. Ny. H.H √ √ √ √ √ √ √ Kasus 52 By. Ny. St. H √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 53 By. Ny. E √ √ √ √ √ √ √ Kasus 54 By. Ny. M √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 55 By. Ny. Wa B √ √ √ √ √ √ √ Kasus 56 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 57 By. Ny. N √ √ √ √ √ √ √ Kasus
  • 93. MASTER TABEL Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 No Nama Bayi JK Preeklamsia Plasenta Previa Kehamilan Postmatur Prematuritas BBLR KPD Ket L P Y T Y T Y T Y T Y T Y T 58 By. Ny. K √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 59 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kasus 60 By. Ny. R √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 61 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kasus 62 By. Ny. St. H √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 63 By. Ny. St.F √ √ √ √ √ √ √ Kasus 64 By. Ny. S √ √ √ √ √ √ √ Kontrol 65 By. Ny. E √ √ √ √ √ √ √ Kasus 66 By. Ny. A √ √ √ √ √ √ √ Kontrol
  • 95. YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA KABUPATEN MUNA LEMBAR KONSUL KARYA TULIS ILMIAH NamaMahasiswa :Ratma Ningsih NIM :PSW.B.2013.IB.0030 JudulKTI :Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Pembimbing I : Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes No Tanggal Materi Saran Paraf 1. 3 Juli 2016 BAB I – BAB III 1. Perbaiki latar belakang 2. Ganti tinjauan pustaka 2. 5 Juli 2016 BAB I – BAB III Ganti rancangan penelitian dan tehnik penarikan sampel 3. 7 Juli 2016 BAB I – BAB III 1. Tambahkan teori tentang Bayi Baru Lahir (BBL) di Telaah Pustaka 2. Perbaiki daftar isi bagian BAB II 3. Perbaiki kerangka konsep 4. 8 Juli 2016 BAB I – BAB III 1. Perbaiki daftar isi (spasi 1,5) 2. Kerangka teori diganti dengan landasan teori 3. Ganti kerangka konsep 4. Perbaiki defenisi operasional 5. Tambahkan rencana penelitian 6. Perbaiki penulisan daftar pustaka
  • 96. YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA KABUPATEN MUNA LEMBAR KONSUL KARYA TULIS ILMIAH NamaMahasiswa : Ratma Ningsih NIM :PSW.B.2013.IB.0030 JudulKTI : Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Pembimbing I : Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes No Tanggal Materi Saran Paraf 5. 9 Juli 2016 BAB I – BAB III 1. Perbaiki kata pengantar 2. Perbaiki pengetikan daftar kaki dan pengetikan judul 6. 20 Juli 2016 BAB IV – BAB V 1. Perbaiki penulisan dan tabel 2. Tambahkan teori dan penelitian orang lain pada pembahasan yang mendukung hasil penelitian 7. 22 Juli 2016 BAB IV – BAB V 1. Perbanyak lagi teori yang mendukung hasil penelitian 2. Ganti saran. Saran harus memuat tentang kesimpulan 8. 23 Juli 2016 BAB IV – BAB V 1. Perbaiki penulisan, pembahasan tentang asfiksia, perbaiki saran 9. 24 Juli 2016 BAB IV – BAB V 1. Kurangi anonim pada daftar pustaka ganti dengan buku 2. Perbaiki saran
  • 97. YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA KABUPATEN MUNA LEMBAR KONSUL KARYA TULIS ILMIAH NamaMahasiswa : Ratma Ningsih NIM :PSW.B.2013.IB.0030 JudulKTI : Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Pembimbing I : Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes No Tanggal Materi Saran Paraf 10. 26 Juli 2016 BAB I – BAB V 1. Perbaiki rumusan masalah 2. Perbaiki kesimpulan, sesuaikan dengan kerangka kosep 3. Perbaiki daftar pustaka, sesuaikan dengan daftar kaki 11 27 Juli 2016 BAB I – BAB V Perbaiki kata pengantar, intisari dan saran
  • 98. YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA KABUPATEN MUNA LEMBAR KONSUL KARYA TULIS ILMIAH NamaMahasiswa : Ratma Ningsih NIM :PSW.B.2013.IB.0030 JudulKTI : Faktor Risiko Penyebab Asfiksia Neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2015 Pembimbing II : La Hasariy, SKM., M.Kes No Tanggal Materi Saran Paraf 1. 4 Juli 2016 BAB I – BAB III 1. Ganti rancangan penelitian jadi Case Control Study 2. Ganti tehnik penarikan sampel 2. 6 Juli 2016 BAB I – BAB III 1. Ganti judul 2. Perbaiki kerangka konsep 3. 20 Juli 2016 BAB IV – BAB V 1. Ganti sampel untuk kelompok kontrol 2. Perbaiki pembahasan 4. 21 Juli 2016 BAB IV – BAB V Tambahkan lagi pada pembasahan teori dan penelitian orang lain untuk dijadikan perbandingan dengan hasil penelitian 5. 26 Juli 2016 BAB IV – BAB V 1. Perbaiki judul tabel. Judul tabel harus memuat pertanyaan 5 W 1 H 2. Hilangkan semua kata menurut peneliti dalam pembahasan