Ekonomi Pancasila:
Riwayatmu Dulu dan Kabarmu Sekarang
Dalam sejarah ilmu sosial di Indonesia, terdapat polemik besar yang berjudul
“Polemik Ekonomi Pancasila” yang terjadi pada awal 1980-an. Pada 1957 memang sempat
terjadi perdebatan penting dalam “Seminar Sedjarah” yang diadakan oleh Kementerian
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dengan Universitas Gadjah Mada. Namun,
perdebatan dalam seminar itu tidak banyak merembes keluar forum, sehingga tak sampai
menjadi polemik. Adapun “Polemik Ekonomi Pancasila”, yang terjadi sejak akhir tahun 1980
dan berlangsung hampir sepanjang tahun 1981, melibatkan tulisan dan pendapat dari
puluhan sarjana, bukan hanya dari lingkungan ilmu ekonomi, melainkan juga dari ilmu-ilmu
lainnya, seperti filsafat, hukum, politik, dan lain-lain. Bahkan, polemik tersebut juga telah
memancing perhatian sejumlah Indonesianis untuk mengutarakan pendapatnya di jurnal
internasional. Sejak 1980 hingga 1981, tak kurang digelar 4 seminar penting yang
membicarakan topik itu, yang digelar baik di Yogyakarta maupun di Jakarta.
Awal munculnya Ekonomi Pancasila
Istilah Ekonomi Pancasila, meskipun sejak 1980 identik dengan figur Mubyarto (1938-
2005), sebenarnya pertama kali diperkenalkan dan dipergunakan oleh Emil Salim. Ekonom
yang merupakan anggota keluarga The Berkeley Mafia itu telah mengintroduksi istilah
Ekonomi Pancasila sejak 1965. Pada tahun itu, Emil Salim paling tidak (sejauh yang bisa
ditelusuri oleh penulis) mempublikasikan dua karangan mengenai Ekonomi Pancasila, yaitu
satu dalam bentuk monografi yang diterbitkan oleh LEKNAS (Lembaga Ekonomi dan
Kemasyarakatan Nasional), dan satu dalam bentuk bab pada sebuah buku yang juga
diterbitkan oleh LEKNAS dan secara khusus dipersembahkan kepada para peserta
Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional). Pada karangannya yang pertama Emil Salim
membahas empat model sistem ekonomi, yaitu Ekonomi Swasta, Ekonomi Kontrol, Ekonomi
Kolektif, dan Ekonomi Perencanaan Sentral. Pembahasan mengenai model model sistem
dan teori-teori mengenai sistem ekonomi yang dilakukannya adalah dalam rangka mencari
dan merumuskan sistem ekonomi yang sesuai dengan Indonesia. Pada laporannya itu, Emil
Salim masih menggunakan istilah “Sistem-Ekonomi Sosialisme Pantjasila”. Baru pada kertas
kerja yang ditulisnya kemudian, yang sangat menekankan pentingnya pemerintah
memikirkan masalah pembangunan ekonomi untuk mengimbangi keberhasilan Indonesia
dalam pembangunan politik, istilah yang digunakan Emil Salim berubah menjadi “Ekonomi
Pancasila”. Meski telah digunakan pada dua tulisan tadi, istilah Ekonomi Pancasila baru
benar-benar “bergaung” setelah Emil Salim menulis sebuah makalah bagi Seminar KAMI,
Januari 1966, dan sebuah artikel di Harian Kompas pada Juni 1966. Artikel pendek itu
kemudian disambung lagi pada 1979 oleh sebuah artikel panjang Emil Salim di Majalah
Prisma. Beberapa tulisan yang pernah membahas gagasan Ekonomi Pancasila, seperti
tulisan Mudrajad Kuncoro sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, biasanya paling akhir
hanya merujuk pada tulisan Emil Salim yang dimuat di Kompas—atau dalam Seminar KAMI
— ketika menyebut kapan pertama kali istilah itu muncul, dan tidak memperhatikan kalau
istilah telah diperkenalkan sejak setahun sebelumnya. Menarik untuk memperhatikan, ada
jeda yang sangat panjang dari sejak pertama kali istilah Ekonomi Pancasila diperkenalkan
hingga istilah itu kembali dibicarakan. Setelah tulisan-tulisannya pada tahun 1966, Emil
Salim baru menggunakan lagi istilah itu pada 1979, melalui tulisan panjangnya di Majalah
Prisma. Artinya, ada jeda selama 13 tahun. Tulisan Emil itupun bukan merupakan tulisan
pertama mengenai Ekonomi Pancasila pada dekade 1970-an. Sebelumnya, pada 1978,
Christianto Wibisono juga menulis sebuah artikel panjang di Majalah Analisa CSIS, berjudul
“Menuju Sistem Ekonomi Pancasila”. Pada awal 1979, tepatnya pada 16 Februari 1979, di
Jakarta juga telah berdiri Lembaga Pengkajian Ekonomi Pancasila (LPEP). Lembaga ini
dipimpin oleh Drs. Soerowo Abdulmanap, dan sebagai penasihatnya adalah Mohammad
Hatta, Proklamator kita.10 Pada tahun 1979 itu, selain tulisan Emil Salim, sebelumnya
Mubyarto juga telah mulai menggunakan istilah Ekonomi Pancasila. Di Harian Kompas, 3
Mei 1979, Mubyarto menulis artikel berjudul “Koperasi dan Ekonomi Pancasila”. Dan
setelahnya, pada 6 Juli 1979, juga di Harian Kompas, Sunario Waluyo menulis artikel
“Pemikiran tentang Ekonomi Pancasila”.
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, meski sebagai sebuah istilah Ekonomi
Pancasila pertama kali diperkenalkan oleh Emil Salim, dalam perjalanannya istilah tersebut
kemudian lebih lekat dengan nama Mubyarto. Memang, Mubyarto-lah yang kemudian serius
mengembangkan gagasan tersebut, baik dalam wilayah keilmuan maupun sebagai identitas
bagi praksis kebijakan. Pada 19 September 1980, atas inisiatif Mubyarto pula, gagasan
Ekonomi Pancasila untuk pertama kalinya diseminarkan, bertepatan dengan Dies Natalis
Fakultas Ekonomi UGM ke-25. Ada 18 orang sarjana yang memberikan sumbangan
pemikiran kala itu, dari sudut makro ekonomi, mikro ekonomi, teori pembangunan, etika
ekonomi dan gagasan mengenai konsep manusia Indonesia untuk menyempurnakan
konsep homo oeconomicus. Kumpulan makalah dalam seminar itu dibukukan dan
diterbitkan oleh BPFE (Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada).
Meski sama-sama menggunakan istilah Ekonomi Pancasila, terdapat perbedaan
mendasar antara apa yang dimaksud dengan Ekonomi Pancasila oleh Emil Salim dengan
menurut Mubyarto dan “versi Yogya”. Jika Emil Salim menerjemahkan istilah tadi sebagai
gagasan mengenai sistem perekonomian, atau politik perekonomian, maka Mubyarto
menggunakannya sebagai sebentuk teori kritis untuk mengkritik teori ekonomi Neoklasik
(mainstream economics). Atau, jika diperinci lebih jelas lagi, perbedaan pokok antara
gagasan Emil Salim dengan Mubyarto itu terletak pada aspek konseptual dan historis yang
melatari kelahiran istilah tadi. Secara historis, gagasan Ekonomi Pancasila Emil Salim
adalah mencoba memberi pendasaran terhadap jalan ekonomi yang akan diambil oleh Orde
Baru; sementara Ekonomi Pancasila versi Yogya dan Mubyarto adalah justru hendak
memberikan kritik terhadap jalan ekonomi Orde Baru.
Pada kenyataannya, tak kurang dari Soeharto sendiri ikut bicara mengenai polemik
Ekonomi Pancasila, dan komentarnya membuat orang tak lagi berani mengatakan
selainnya. Dalam sebuah wawancara, Mubyarto mengatakan bahwa sejak Soeharto ikut
berkomentar mengenai Ekonomi Pancasila, dan itu dengan sejumlah tuduhan negatif, maka
banyak di antara kawan-kawannya yang kemudian tiarap, tak lagi berani ngomong
mengenai gagasan itu.Apa yang dilakukan oleh para pelopor Seminar Ekonomi Pancasila
1980, dari sudut pandang pemerintah, adalah mereka sedang merongrong otoritas tunggal
yang bisa menafsir Pancasila, yaitu pemerintah sendiri. Tak heran, meski sempat ramai
diperbincangkan sepanjang tahun 1981, gagasan Ekonomi Pancasila kemudian seperti
balon kempes. Itulah yang kemudian membuat kenapa gagasan hanya identik dengan nama
Mubyarto.
Jika menyimak riwayatnya yang cukup panjang, ditambah dengan sejumlah polemik
yang pernah menyertainya, gagasan Ekonomi Pancasila sebenarnya bisa dikatakan telah
“memiliki sejarah sendiri” dan merupakan salah satu milestone dari pemikiran kaum
intelektual Indonesia. Meskipun demikian, Ekonomi Pancasila hingga kini masih merupakan
gagasan fragmentaris yang belum tersimpul menjadi sebuah gagasan utuh. Secara teoritis,
gagasan keilmuan ekonomi dibangun dari beberapa komponen teori, seperti teori tentang
konsep manusia, teori sistem ekonomi, teori ekonomi (murni) dan teori ilmu pengetahuan.
Pada Ekonomi Pancasila, komponen-komponen itu belum terlihat padu.
Meski bisa dikatakan gagasan Ekonomi Pancasila bukanlah gagasan Mubyarto
seorang, tapi dalam kenyataannya Ekonomi Pancasila telah menjadi nama kedua bagi
Mubyarto, dan kiranya demikian pula sebaliknya. Merujuk kepada penjelasan Mubyarto,
Ekonomi Pancasila memiliki lima ciri, yaitu (1) roda perekonomian digerakan oleh
rangsangan ekonomi, sosial dan moral; (2) kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah
kemerataan sosial (egalitarianisme), sesuai asas-asas kemanusiaan; (3) prioritas kebijakan
ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme
menjiwai tiap kebijakan ekonomi; (4) koperasi merupakan saka guru perekonomian dan
merupakan bentuk paling konkret dari usaha bersama; dan (5) adanya imbangan yang jelas
dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan
kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan sosial. Secara umum, Ekonomi Pancasila,
sebagaimana bisa terbaca dari tulisan para penggagasnya, dimaksudkan sebagai teori
ekonomi dengan perspektif Indonesia. Secara konseptual gagasan Ekonomi Pancasila
diproyeksikan mencakup dua aspek, yaitu (1) teori ekonomi murni; dan (2) teori ekonomi
aplikatif untuk Indonesia. Satu catatan yang juga penting untuk diperhatikan ketika
membicarakan Ekonomi Pancasila adalah mengenai pertanyaan “siapa saja yang bisa
dianggap sebagai penggagas Ekonomi Pancasila?”. Mengenai pertanyaan ini, rasanya kita
perlu kembali kepada pepatah, “tak semua orang yang bisa menggambar bisa disebut
sebagai pelukis”. Dari empat seminar Ekonomi Pancasila yang berlangsung pada 1980-an,
ada puluhan sarjana yang terlibat di dalamnya, terutama sebagai pembicara. Tentu naif
mengandaikan bahwa semua pembicara yang terlibat dalam semua seminar tadi bisa
dianggap sebagai penggagas Ekonomi Pancasila. Sebabnya sederhana, meski seluruh
pembicara menyebut nama Ekonomi Pancasila, dalam kenyataannya mereka tak semuanya
berada satu garis dengan school of thought (mazhab, aliran) yang dengan teguh diimani
Mubyarto hingga akhir hayatnya.
Ekonomi Pancasila vis a vis Penguatan Profil Pelajar Pancasila
Tendensi untuk menolak keberlakuan teori ekonomi Barat di Indonesia sejatinya
bukanlah merupakan fenomena baru tahun 1980-an. Sejak masa kolonial, beberapa sarjana
Belanda yang mengkaji perekonomian Hindia, juga telah melemparkan sejumlah keraguan
atas kemampuan teori ekonomi konvensional dalam menjelaskan dinamika perekonomian di
tanah jajahan. Tesis mengenai “Ekonomi Dualistis” (Dual Economies) sebagaimana yang
diajukan oleh Julius Herman Boeke (1884- 1956) pada awal abad ke-20, bisa jadi
merupakan pintu awal bagi munculnya gagasan mengenai teori baru bagi ilmu ekonomi di
Indonesia,
yang waktu itu masih bernama Hindia Belanda. Dalam disertasinya yang ditulis pada 1910,
Tropisch-Koloniale Staathuishoudkunde: Het Probleem (Masalah Perekonomian Kolonial
Tropik), Boeke pertama kali mengintrodusir tesis mengenai ekonomi dualistis. Dari sudut
ekonomi, menurut Boeke, sebuah masyarakat dapat ditandai oleh tiga unsur, yaitu
semangat sosial (social spirit), bentuk organisasi, dan teknik yang mendominasinya. Ketiga
unsur ini saling berkaitan dan dalam kaitannya itu menentukan ciri khas dari masyarakat
bersangkutan, yang disebut sebagai sistem sosial. Dalam sebuah masyarakat dimana pada
waktu yang bersamaan memiliki dua atau lebih sistem sosial, dan tiap sistem itu
berbeda satu sama lain, disebut masyarakat dualistis atau masyarakat plural (plural
societies). Ekonomi dualistis merupakan implikasi dari sistem sosial yang juga bersifat
dualistis. Dalam perekonomian yang bersifat dualistis, sebagaimana yang ada di Hindia
Belanda, maka diperlukan dua pendekatan ekonomi yang berbeda untuk memahami dua
modus perekonomian tadi, dimana teori ekonomi umum (baca: Barat) tidak berlaku bagi
sistem sosial
yang bersifat khas.
Tesis Boeke tersebut kemudian memancing polemik yang melibatkan
banyak ekonom. Inti polemik terutama berkisar pada persoalan benarkah sistem sosial yang
berbeda dengan masyarakat Barat—tempat dimana ilmu ekonomi modern lahir dan
dibesarkan—memerlukan teori ekonomi tersendiri yang berbeda dengan teori umum? Di
antara yang terlibat dalam polemik itu adalah Jacob van Gelderen (1891-1940), Dionijs
Huibert Burger, dan G.H. van der Kolff. Van Gelderen, dalam tulisannya mengenai
perekonomian tropis,19 berpandangan bahwa teori ekonomi umum bukannya tidak berlaku
sama sekali di Hindia Belanda. Ada keadaankeadaan yang membuat kenapa sebuah teori
kadang berlaku dan kadang tidak, dan itu tidak berarti membatalkan keabsahan sebuah
teori. Sebagai jalan tengah dari pandangan Boeke, van Gelderen mengemukakan bahwa di
samping teori ekonomi murni, memang perlu pula dikembangkan teori ekonomi praktis atau
aplikatif dalam bentuk kebijaksanaan ekonomi atau ekonomi-politik. Lebih jauh, menurut van
Gelderen, untuk memahami perekonomian Hindia, teori ekonomi umum memang tidak bisa
langsung diterapkan begitu saja, karena ada beberapa faktor yang membuatnya berbeda
dari kondisi yang diandaikan oleh teori ekonomi umum. Paling tidak ada tiga faktor yang
disebut Boeke dan Gelderen dalam kaitannya dengan kondisi spesifik Hindia Belanda waktu
itu, yaitu pertama, factor sosial-historis Hindia Belanda itu sendiri; kedua adalah faktor
geografi
ekonomi; dan ketiga adalah faktor etnologi. Keterbatasan-keterbatasan yang melekat pada
ilmu ekonomi konvensional semakin hari semakin bersifat terbuka. Tak heran jika
kemudian pada bagian awal pidato pengukuhannya, yang dibacakan pada 19 September
1978, Roekmono Markam menyebut bahwa tak ada persoalan yang paling menyulitkan para
guru besar ekonomi waktu itu selain persoalan “relevansi”. Persoalan yang sama pula yang
telah mendorong Mubyarto untuk terus berburu “kijang ilmiah” Ekonomi Pancasila. Baginya,
keterbatasan yang melekat pada teori ekonomi konvensional tak bisa hanya disiasati di level
kebijakan, melainkan juga harus dicarikan kerangka teoritis baru penggantinya, sebuah
posisi yang jelas jauh berseberangan dengan pandangan yang dipegang oleh Emil Salim.
Wacana dan pemikiran terkait Ekonomi Pancasila tentunya tidak boleh terhenti pada
pergulatan pemikiran di masa lalu namun harus tetap bergulir di masa kini seiring
bergemanya kemerdekaan bagi pemikiran pemikiran baru yang ditandai dengan “Profil
Pelajar Pancasila” yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. Para
pelajar (kaum intelektual milenial) diharapkan mampu menggagas ilmu ekonomi yang
selaras dengan karakter Bangsa dan Negara Republik Indonesia. Ilmu ekonomi yang
diharapkan muncul adalah ekonomi yang membuat manusia Indonesia Beriman, Bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak Mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong
Royong, Kreatif, Bernalar Kritis, dan Mandiri. Tentunya hal ini masih memerlukan
perjuangan bersama dari segenap insan bangsa dan kaum intelektual termasuk di dalamnya
guru sebagai tonggak pendidikan. Sebuah perjuangan dan tantangan bagi kita semua.
Mampukah kita menjawab tantangan ini?
Sumber: /Daftar Pustaka
Abdul Madjid dan Sri-Edi Swasono (eds.), Wawasan Ekonomi Pancasila (Jakarta: UI-Press, 1981)
Christianto Wibisono, “Menuju Sistem Ekonomi Pancasila”, dalam Majalah Analisa CSIS, No.
3/VII, 1978,
David Ransom, “The Berkeley Mafia and the Indonesian Massacre”, dalam Majalah Ramparts,
Vol. 9, No. 4, Oktober 1970, hal. 26-28, 40-49.
Emil Salim, Sistem Ekonomi dan Ekonomi Indonesia, Jakarta: Lembaga Ekonomi dan
Kemasjarakatan Nasional, 1965.
Emil Salim, “Politik dan Ekonomi Pantjasila”, dimuat dalam Widjojo Nitisastro dkk., Masalah masalah
Ekonomi dan Faktor-faktor IPOLSOS (Ideologi, Politik, Sosial) (Jakarta: LEKNAS, 1965),
Emil Salim, “Sistem Ekonomi Pancasila”, Harian Kompas, 30 Juni 1966.
Mudrajad Kuncoro, Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan (Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2000; edisi pertama, cetakan kedua),
Mudrajad Kuncoro, “Sistem Ekonomi Pancasila: Antara Mitos dan Realitas”, dimuat dalam
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (JEBI), Vol. 16/No.1/2001

More Related Content

PDF
artikel tentang perkembangan Ekonomi Pancasila.pdf
DOCX
Sistem ekonomi pancasila
PPTX
Sejarah ilmu-ekonomi-politik
PDF
Buku EK EP ES - draft 29 Agust 2024 .pdf
PDF
Urgensi Meluruskan Sejarah Ekonomi Syariah Indonesia - Anto Apriyanto
PDF
Sistem ekonomi islam dialetika antara thesis, antitesis dan plagiatis
PPTX
PPT_SEJARAH_PEMIKIRAN_EKONOMI_ISLAM_POWE.pptx
PDF
Sejarah ekonomi islam masa kontemporer
artikel tentang perkembangan Ekonomi Pancasila.pdf
Sistem ekonomi pancasila
Sejarah ilmu-ekonomi-politik
Buku EK EP ES - draft 29 Agust 2024 .pdf
Urgensi Meluruskan Sejarah Ekonomi Syariah Indonesia - Anto Apriyanto
Sistem ekonomi islam dialetika antara thesis, antitesis dan plagiatis
PPT_SEJARAH_PEMIKIRAN_EKONOMI_ISLAM_POWE.pptx
Sejarah ekonomi islam masa kontemporer

Similar to artikel tentang Ekonomi Pancasila rev.docx (20)

DOCX
PAPER SCHOOL OF THOUGHT THE STOCKHOLM SCHOOL
DOCX
Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)
PDF
Menyoal Sejarah Ekonomi Syariah Indonesia - Anto Apriyanto
DOCX
Sejarah dan perkembangan_ekonomi_islam_d
DOCX
Urgensi Meluruskan Sejarah Ekonomi Syariah Indonesia
DOCX
Pak ujang
PPTX
PPTX
PPt IPS-9-TEMA III TANTANGAN PEMBANGUNAN INDONESIA.pptx
PDF
12887 article text-7631-3-10-20170710
DOCX
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
PPSX
manifestasi politik dalam undang – undang koperasi
DOCX
Makalah Pendidikan Pancasila "Pancasila dan pergerakan pemuda 1928"
PPTX
ekonomi islam
PDF
2017 d jusita_idamara
DOCX
Makalah tentang
PPTX
Tugas Leo-1.pptx
DOC
Sejarah sosiologi
DOCX
MAKALAH SEJARAH : SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI MASA DEMOKRASI TERP...
PDF
Setia Bekerja di Pasar yang Sepi
PPTX
Bab 9 sni 6
PAPER SCHOOL OF THOUGHT THE STOCKHOLM SCHOOL
Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)
Menyoal Sejarah Ekonomi Syariah Indonesia - Anto Apriyanto
Sejarah dan perkembangan_ekonomi_islam_d
Urgensi Meluruskan Sejarah Ekonomi Syariah Indonesia
Pak ujang
PPt IPS-9-TEMA III TANTANGAN PEMBANGUNAN INDONESIA.pptx
12887 article text-7631-3-10-20170710
Pengertian Macam-macam Ideologi Dunia Secara Filsafat
manifestasi politik dalam undang – undang koperasi
Makalah Pendidikan Pancasila "Pancasila dan pergerakan pemuda 1928"
ekonomi islam
2017 d jusita_idamara
Makalah tentang
Tugas Leo-1.pptx
Sejarah sosiologi
MAKALAH SEJARAH : SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI MASA DEMOKRASI TERP...
Setia Bekerja di Pasar yang Sepi
Bab 9 sni 6
Ad

More from radianrama1 (20)

PPTX
paparan tentang akuntansi mata uang asing.pptx
PPTX
Paparan akuntansi penjualan Konsiyasi - Copy.pptx
PPTX
Bahan Tayang Topik 1 pelatihan PKB .pptx
PPTX
Bahan Tayang Topik 2 Pelatihan PKB .pptx
PDF
6. FINAL MA_EKONOMI_YENI FITRIANI_SMA_F_XI (11.9).pdf
PDF
5. FINAL MA_YENI FITRIANI_EKONOMI_SMA_F_XI (11.8).pdf
PDF
4. FINAL MA_YENI FITRIANI_EKONOMI_SMA_F_XI (11.7).pdf
PDF
3. FINAL MA_YENI FITRIANI_EKONOMI_SMA_F_XI (11.5-11.6).pdf
PDF
2. FINAL MA_YENI FITRIANI_EKONOMI_SMA_F_XI (11.4).pdf
PDF
1. FINAL MA_YENI FITRIANI_EKONOMI_SMA_F_XI (11.1-11.3).pdf
PDF
Final Draft CP TP ATP untuk MA Ekonomi.pdf
PPTX
Akuntansi Keperilakuan berbasis Syariah.pptx
PPT
presentasi - bab 8 arus kas-akuntansi.ppt
PPTX
presentasi AKUNTANSI,LAPORAN,ARUS-KAS.pptx
PPTX
Peraturan Disiplin Pegawai Ditjen GTK.pptx
PPT
Materi akuntansi keuangan UTANG LANCAR.ppt
PPTX
(Template) Orientasi Kegiatan Pelatihan.pptx
PPTX
Kebijakan Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.pptx
PPTX
penejelasan tentang audit bill of lading.pptx
PDF
Komunitas Belajar untuk mendukung implementasi Kurikulum Merdeka.pdf
paparan tentang akuntansi mata uang asing.pptx
Paparan akuntansi penjualan Konsiyasi - Copy.pptx
Bahan Tayang Topik 1 pelatihan PKB .pptx
Bahan Tayang Topik 2 Pelatihan PKB .pptx
6. FINAL MA_EKONOMI_YENI FITRIANI_SMA_F_XI (11.9).pdf
5. FINAL MA_YENI FITRIANI_EKONOMI_SMA_F_XI (11.8).pdf
4. FINAL MA_YENI FITRIANI_EKONOMI_SMA_F_XI (11.7).pdf
3. FINAL MA_YENI FITRIANI_EKONOMI_SMA_F_XI (11.5-11.6).pdf
2. FINAL MA_YENI FITRIANI_EKONOMI_SMA_F_XI (11.4).pdf
1. FINAL MA_YENI FITRIANI_EKONOMI_SMA_F_XI (11.1-11.3).pdf
Final Draft CP TP ATP untuk MA Ekonomi.pdf
Akuntansi Keperilakuan berbasis Syariah.pptx
presentasi - bab 8 arus kas-akuntansi.ppt
presentasi AKUNTANSI,LAPORAN,ARUS-KAS.pptx
Peraturan Disiplin Pegawai Ditjen GTK.pptx
Materi akuntansi keuangan UTANG LANCAR.ppt
(Template) Orientasi Kegiatan Pelatihan.pptx
Kebijakan Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.pptx
penejelasan tentang audit bill of lading.pptx
Komunitas Belajar untuk mendukung implementasi Kurikulum Merdeka.pdf
Ad

Recently uploaded (20)

DOCX
Modul ajar kelas 5 tentang adoo ul jismi
PDF
Aminullah Assagaf_B34_Statistik Ekonometrika.pdf
PPTX
Materi Refleksi Akhir Tahun Sutan Raja.pptx
PDF
Materi PPT Seminar #AITalks: AI dan Iman
PPTX
Aminullah Assagaf_B34_Statistik Ekonometrika.pptx
PDF
Modul Ajar Deep Learning Pendidikan Pancasila Kelas 6 Kurikulum Merdeka
PDF
Aminullah Assagaf_B34_Statistik Ekonometrika_PLS SPSS.pdf
PPTX
PDF_Penyelarasan_Visi,_Misi,_dan_Tujuan_
PDF
Modul Ajar Deep Learning Seni Rupa Kelas 6 Kurikulum Merdeka
PPTX
ppt_bola_basket_kelas x sma mata pelajaran pjok.pptx
PDF
PPT Materi Kelas Mempraktikkan Prinsip Hermeneutika (MPH) 2025
PPTX
Paparan Pembelajaran Mendalam V2 (fix).pptx
PPTX
Desain ojt 1 koding dan kecerdasan artificial .pptx
PPTX
Tools of Digital Media in Marketing Era Digital 4.0_WEBINAR PDPTN "Digital Ma...
PDF
Buku Teks KSSM Sains Sukan Tingkatan Empat
PPTX
Inkuiri_Kolaboratif_Pembelajaran_Mendalam (1).pptx
PPT
MATA KULIAH FILSAFAT ILMU ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PPTX
MODUL 2 LK 2.1.pptx MODUL 2 LK 2.1.pptx MODUL 2 LK 2.1.pptx
PPTX
Digital Marketing Dasar Untuk Pemula.pptx
PPTX
Keusahawanan dan Perniagaan Islam - Dr Mohd Adib Abd Muin 20 Ogos 2025.pptx
Modul ajar kelas 5 tentang adoo ul jismi
Aminullah Assagaf_B34_Statistik Ekonometrika.pdf
Materi Refleksi Akhir Tahun Sutan Raja.pptx
Materi PPT Seminar #AITalks: AI dan Iman
Aminullah Assagaf_B34_Statistik Ekonometrika.pptx
Modul Ajar Deep Learning Pendidikan Pancasila Kelas 6 Kurikulum Merdeka
Aminullah Assagaf_B34_Statistik Ekonometrika_PLS SPSS.pdf
PDF_Penyelarasan_Visi,_Misi,_dan_Tujuan_
Modul Ajar Deep Learning Seni Rupa Kelas 6 Kurikulum Merdeka
ppt_bola_basket_kelas x sma mata pelajaran pjok.pptx
PPT Materi Kelas Mempraktikkan Prinsip Hermeneutika (MPH) 2025
Paparan Pembelajaran Mendalam V2 (fix).pptx
Desain ojt 1 koding dan kecerdasan artificial .pptx
Tools of Digital Media in Marketing Era Digital 4.0_WEBINAR PDPTN "Digital Ma...
Buku Teks KSSM Sains Sukan Tingkatan Empat
Inkuiri_Kolaboratif_Pembelajaran_Mendalam (1).pptx
MATA KULIAH FILSAFAT ILMU ADMINISTRASI PENDIDIKAN
MODUL 2 LK 2.1.pptx MODUL 2 LK 2.1.pptx MODUL 2 LK 2.1.pptx
Digital Marketing Dasar Untuk Pemula.pptx
Keusahawanan dan Perniagaan Islam - Dr Mohd Adib Abd Muin 20 Ogos 2025.pptx

artikel tentang Ekonomi Pancasila rev.docx

  • 1. Ekonomi Pancasila: Riwayatmu Dulu dan Kabarmu Sekarang Dalam sejarah ilmu sosial di Indonesia, terdapat polemik besar yang berjudul “Polemik Ekonomi Pancasila” yang terjadi pada awal 1980-an. Pada 1957 memang sempat terjadi perdebatan penting dalam “Seminar Sedjarah” yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dengan Universitas Gadjah Mada. Namun, perdebatan dalam seminar itu tidak banyak merembes keluar forum, sehingga tak sampai menjadi polemik. Adapun “Polemik Ekonomi Pancasila”, yang terjadi sejak akhir tahun 1980 dan berlangsung hampir sepanjang tahun 1981, melibatkan tulisan dan pendapat dari puluhan sarjana, bukan hanya dari lingkungan ilmu ekonomi, melainkan juga dari ilmu-ilmu lainnya, seperti filsafat, hukum, politik, dan lain-lain. Bahkan, polemik tersebut juga telah memancing perhatian sejumlah Indonesianis untuk mengutarakan pendapatnya di jurnal internasional. Sejak 1980 hingga 1981, tak kurang digelar 4 seminar penting yang membicarakan topik itu, yang digelar baik di Yogyakarta maupun di Jakarta. Awal munculnya Ekonomi Pancasila Istilah Ekonomi Pancasila, meskipun sejak 1980 identik dengan figur Mubyarto (1938- 2005), sebenarnya pertama kali diperkenalkan dan dipergunakan oleh Emil Salim. Ekonom yang merupakan anggota keluarga The Berkeley Mafia itu telah mengintroduksi istilah Ekonomi Pancasila sejak 1965. Pada tahun itu, Emil Salim paling tidak (sejauh yang bisa ditelusuri oleh penulis) mempublikasikan dua karangan mengenai Ekonomi Pancasila, yaitu satu dalam bentuk monografi yang diterbitkan oleh LEKNAS (Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan Nasional), dan satu dalam bentuk bab pada sebuah buku yang juga diterbitkan oleh LEKNAS dan secara khusus dipersembahkan kepada para peserta Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional). Pada karangannya yang pertama Emil Salim membahas empat model sistem ekonomi, yaitu Ekonomi Swasta, Ekonomi Kontrol, Ekonomi Kolektif, dan Ekonomi Perencanaan Sentral. Pembahasan mengenai model model sistem dan teori-teori mengenai sistem ekonomi yang dilakukannya adalah dalam rangka mencari dan merumuskan sistem ekonomi yang sesuai dengan Indonesia. Pada laporannya itu, Emil Salim masih menggunakan istilah “Sistem-Ekonomi Sosialisme Pantjasila”. Baru pada kertas kerja yang ditulisnya kemudian, yang sangat menekankan pentingnya pemerintah memikirkan masalah pembangunan ekonomi untuk mengimbangi keberhasilan Indonesia dalam pembangunan politik, istilah yang digunakan Emil Salim berubah menjadi “Ekonomi Pancasila”. Meski telah digunakan pada dua tulisan tadi, istilah Ekonomi Pancasila baru benar-benar “bergaung” setelah Emil Salim menulis sebuah makalah bagi Seminar KAMI, Januari 1966, dan sebuah artikel di Harian Kompas pada Juni 1966. Artikel pendek itu kemudian disambung lagi pada 1979 oleh sebuah artikel panjang Emil Salim di Majalah
  • 2. Prisma. Beberapa tulisan yang pernah membahas gagasan Ekonomi Pancasila, seperti tulisan Mudrajad Kuncoro sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, biasanya paling akhir hanya merujuk pada tulisan Emil Salim yang dimuat di Kompas—atau dalam Seminar KAMI — ketika menyebut kapan pertama kali istilah itu muncul, dan tidak memperhatikan kalau istilah telah diperkenalkan sejak setahun sebelumnya. Menarik untuk memperhatikan, ada jeda yang sangat panjang dari sejak pertama kali istilah Ekonomi Pancasila diperkenalkan hingga istilah itu kembali dibicarakan. Setelah tulisan-tulisannya pada tahun 1966, Emil Salim baru menggunakan lagi istilah itu pada 1979, melalui tulisan panjangnya di Majalah Prisma. Artinya, ada jeda selama 13 tahun. Tulisan Emil itupun bukan merupakan tulisan pertama mengenai Ekonomi Pancasila pada dekade 1970-an. Sebelumnya, pada 1978, Christianto Wibisono juga menulis sebuah artikel panjang di Majalah Analisa CSIS, berjudul “Menuju Sistem Ekonomi Pancasila”. Pada awal 1979, tepatnya pada 16 Februari 1979, di Jakarta juga telah berdiri Lembaga Pengkajian Ekonomi Pancasila (LPEP). Lembaga ini dipimpin oleh Drs. Soerowo Abdulmanap, dan sebagai penasihatnya adalah Mohammad Hatta, Proklamator kita.10 Pada tahun 1979 itu, selain tulisan Emil Salim, sebelumnya Mubyarto juga telah mulai menggunakan istilah Ekonomi Pancasila. Di Harian Kompas, 3 Mei 1979, Mubyarto menulis artikel berjudul “Koperasi dan Ekonomi Pancasila”. Dan setelahnya, pada 6 Juli 1979, juga di Harian Kompas, Sunario Waluyo menulis artikel “Pemikiran tentang Ekonomi Pancasila”. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, meski sebagai sebuah istilah Ekonomi Pancasila pertama kali diperkenalkan oleh Emil Salim, dalam perjalanannya istilah tersebut kemudian lebih lekat dengan nama Mubyarto. Memang, Mubyarto-lah yang kemudian serius mengembangkan gagasan tersebut, baik dalam wilayah keilmuan maupun sebagai identitas bagi praksis kebijakan. Pada 19 September 1980, atas inisiatif Mubyarto pula, gagasan Ekonomi Pancasila untuk pertama kalinya diseminarkan, bertepatan dengan Dies Natalis Fakultas Ekonomi UGM ke-25. Ada 18 orang sarjana yang memberikan sumbangan pemikiran kala itu, dari sudut makro ekonomi, mikro ekonomi, teori pembangunan, etika ekonomi dan gagasan mengenai konsep manusia Indonesia untuk menyempurnakan konsep homo oeconomicus. Kumpulan makalah dalam seminar itu dibukukan dan diterbitkan oleh BPFE (Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada). Meski sama-sama menggunakan istilah Ekonomi Pancasila, terdapat perbedaan mendasar antara apa yang dimaksud dengan Ekonomi Pancasila oleh Emil Salim dengan menurut Mubyarto dan “versi Yogya”. Jika Emil Salim menerjemahkan istilah tadi sebagai gagasan mengenai sistem perekonomian, atau politik perekonomian, maka Mubyarto menggunakannya sebagai sebentuk teori kritis untuk mengkritik teori ekonomi Neoklasik (mainstream economics). Atau, jika diperinci lebih jelas lagi, perbedaan pokok antara gagasan Emil Salim dengan Mubyarto itu terletak pada aspek konseptual dan historis yang
  • 3. melatari kelahiran istilah tadi. Secara historis, gagasan Ekonomi Pancasila Emil Salim adalah mencoba memberi pendasaran terhadap jalan ekonomi yang akan diambil oleh Orde Baru; sementara Ekonomi Pancasila versi Yogya dan Mubyarto adalah justru hendak memberikan kritik terhadap jalan ekonomi Orde Baru. Pada kenyataannya, tak kurang dari Soeharto sendiri ikut bicara mengenai polemik Ekonomi Pancasila, dan komentarnya membuat orang tak lagi berani mengatakan selainnya. Dalam sebuah wawancara, Mubyarto mengatakan bahwa sejak Soeharto ikut berkomentar mengenai Ekonomi Pancasila, dan itu dengan sejumlah tuduhan negatif, maka banyak di antara kawan-kawannya yang kemudian tiarap, tak lagi berani ngomong mengenai gagasan itu.Apa yang dilakukan oleh para pelopor Seminar Ekonomi Pancasila 1980, dari sudut pandang pemerintah, adalah mereka sedang merongrong otoritas tunggal yang bisa menafsir Pancasila, yaitu pemerintah sendiri. Tak heran, meski sempat ramai diperbincangkan sepanjang tahun 1981, gagasan Ekonomi Pancasila kemudian seperti balon kempes. Itulah yang kemudian membuat kenapa gagasan hanya identik dengan nama Mubyarto. Jika menyimak riwayatnya yang cukup panjang, ditambah dengan sejumlah polemik yang pernah menyertainya, gagasan Ekonomi Pancasila sebenarnya bisa dikatakan telah “memiliki sejarah sendiri” dan merupakan salah satu milestone dari pemikiran kaum intelektual Indonesia. Meskipun demikian, Ekonomi Pancasila hingga kini masih merupakan gagasan fragmentaris yang belum tersimpul menjadi sebuah gagasan utuh. Secara teoritis, gagasan keilmuan ekonomi dibangun dari beberapa komponen teori, seperti teori tentang konsep manusia, teori sistem ekonomi, teori ekonomi (murni) dan teori ilmu pengetahuan. Pada Ekonomi Pancasila, komponen-komponen itu belum terlihat padu. Meski bisa dikatakan gagasan Ekonomi Pancasila bukanlah gagasan Mubyarto seorang, tapi dalam kenyataannya Ekonomi Pancasila telah menjadi nama kedua bagi Mubyarto, dan kiranya demikian pula sebaliknya. Merujuk kepada penjelasan Mubyarto, Ekonomi Pancasila memiliki lima ciri, yaitu (1) roda perekonomian digerakan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral; (2) kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah kemerataan sosial (egalitarianisme), sesuai asas-asas kemanusiaan; (3) prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan ekonomi; (4) koperasi merupakan saka guru perekonomian dan merupakan bentuk paling konkret dari usaha bersama; dan (5) adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan sosial. Secara umum, Ekonomi Pancasila, sebagaimana bisa terbaca dari tulisan para penggagasnya, dimaksudkan sebagai teori ekonomi dengan perspektif Indonesia. Secara konseptual gagasan Ekonomi Pancasila diproyeksikan mencakup dua aspek, yaitu (1) teori ekonomi murni; dan (2) teori ekonomi
  • 4. aplikatif untuk Indonesia. Satu catatan yang juga penting untuk diperhatikan ketika membicarakan Ekonomi Pancasila adalah mengenai pertanyaan “siapa saja yang bisa dianggap sebagai penggagas Ekonomi Pancasila?”. Mengenai pertanyaan ini, rasanya kita perlu kembali kepada pepatah, “tak semua orang yang bisa menggambar bisa disebut sebagai pelukis”. Dari empat seminar Ekonomi Pancasila yang berlangsung pada 1980-an, ada puluhan sarjana yang terlibat di dalamnya, terutama sebagai pembicara. Tentu naif mengandaikan bahwa semua pembicara yang terlibat dalam semua seminar tadi bisa dianggap sebagai penggagas Ekonomi Pancasila. Sebabnya sederhana, meski seluruh pembicara menyebut nama Ekonomi Pancasila, dalam kenyataannya mereka tak semuanya berada satu garis dengan school of thought (mazhab, aliran) yang dengan teguh diimani Mubyarto hingga akhir hayatnya. Ekonomi Pancasila vis a vis Penguatan Profil Pelajar Pancasila Tendensi untuk menolak keberlakuan teori ekonomi Barat di Indonesia sejatinya bukanlah merupakan fenomena baru tahun 1980-an. Sejak masa kolonial, beberapa sarjana Belanda yang mengkaji perekonomian Hindia, juga telah melemparkan sejumlah keraguan atas kemampuan teori ekonomi konvensional dalam menjelaskan dinamika perekonomian di tanah jajahan. Tesis mengenai “Ekonomi Dualistis” (Dual Economies) sebagaimana yang diajukan oleh Julius Herman Boeke (1884- 1956) pada awal abad ke-20, bisa jadi merupakan pintu awal bagi munculnya gagasan mengenai teori baru bagi ilmu ekonomi di Indonesia, yang waktu itu masih bernama Hindia Belanda. Dalam disertasinya yang ditulis pada 1910, Tropisch-Koloniale Staathuishoudkunde: Het Probleem (Masalah Perekonomian Kolonial Tropik), Boeke pertama kali mengintrodusir tesis mengenai ekonomi dualistis. Dari sudut ekonomi, menurut Boeke, sebuah masyarakat dapat ditandai oleh tiga unsur, yaitu semangat sosial (social spirit), bentuk organisasi, dan teknik yang mendominasinya. Ketiga unsur ini saling berkaitan dan dalam kaitannya itu menentukan ciri khas dari masyarakat bersangkutan, yang disebut sebagai sistem sosial. Dalam sebuah masyarakat dimana pada waktu yang bersamaan memiliki dua atau lebih sistem sosial, dan tiap sistem itu berbeda satu sama lain, disebut masyarakat dualistis atau masyarakat plural (plural societies). Ekonomi dualistis merupakan implikasi dari sistem sosial yang juga bersifat dualistis. Dalam perekonomian yang bersifat dualistis, sebagaimana yang ada di Hindia Belanda, maka diperlukan dua pendekatan ekonomi yang berbeda untuk memahami dua modus perekonomian tadi, dimana teori ekonomi umum (baca: Barat) tidak berlaku bagi sistem sosial yang bersifat khas. Tesis Boeke tersebut kemudian memancing polemik yang melibatkan banyak ekonom. Inti polemik terutama berkisar pada persoalan benarkah sistem sosial yang
  • 5. berbeda dengan masyarakat Barat—tempat dimana ilmu ekonomi modern lahir dan dibesarkan—memerlukan teori ekonomi tersendiri yang berbeda dengan teori umum? Di antara yang terlibat dalam polemik itu adalah Jacob van Gelderen (1891-1940), Dionijs Huibert Burger, dan G.H. van der Kolff. Van Gelderen, dalam tulisannya mengenai perekonomian tropis,19 berpandangan bahwa teori ekonomi umum bukannya tidak berlaku sama sekali di Hindia Belanda. Ada keadaankeadaan yang membuat kenapa sebuah teori kadang berlaku dan kadang tidak, dan itu tidak berarti membatalkan keabsahan sebuah teori. Sebagai jalan tengah dari pandangan Boeke, van Gelderen mengemukakan bahwa di samping teori ekonomi murni, memang perlu pula dikembangkan teori ekonomi praktis atau aplikatif dalam bentuk kebijaksanaan ekonomi atau ekonomi-politik. Lebih jauh, menurut van Gelderen, untuk memahami perekonomian Hindia, teori ekonomi umum memang tidak bisa langsung diterapkan begitu saja, karena ada beberapa faktor yang membuatnya berbeda dari kondisi yang diandaikan oleh teori ekonomi umum. Paling tidak ada tiga faktor yang disebut Boeke dan Gelderen dalam kaitannya dengan kondisi spesifik Hindia Belanda waktu itu, yaitu pertama, factor sosial-historis Hindia Belanda itu sendiri; kedua adalah faktor geografi ekonomi; dan ketiga adalah faktor etnologi. Keterbatasan-keterbatasan yang melekat pada ilmu ekonomi konvensional semakin hari semakin bersifat terbuka. Tak heran jika kemudian pada bagian awal pidato pengukuhannya, yang dibacakan pada 19 September 1978, Roekmono Markam menyebut bahwa tak ada persoalan yang paling menyulitkan para guru besar ekonomi waktu itu selain persoalan “relevansi”. Persoalan yang sama pula yang telah mendorong Mubyarto untuk terus berburu “kijang ilmiah” Ekonomi Pancasila. Baginya, keterbatasan yang melekat pada teori ekonomi konvensional tak bisa hanya disiasati di level kebijakan, melainkan juga harus dicarikan kerangka teoritis baru penggantinya, sebuah posisi yang jelas jauh berseberangan dengan pandangan yang dipegang oleh Emil Salim. Wacana dan pemikiran terkait Ekonomi Pancasila tentunya tidak boleh terhenti pada pergulatan pemikiran di masa lalu namun harus tetap bergulir di masa kini seiring bergemanya kemerdekaan bagi pemikiran pemikiran baru yang ditandai dengan “Profil Pelajar Pancasila” yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan. Para pelajar (kaum intelektual milenial) diharapkan mampu menggagas ilmu ekonomi yang selaras dengan karakter Bangsa dan Negara Republik Indonesia. Ilmu ekonomi yang diharapkan muncul adalah ekonomi yang membuat manusia Indonesia Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak Mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong Royong, Kreatif, Bernalar Kritis, dan Mandiri. Tentunya hal ini masih memerlukan perjuangan bersama dari segenap insan bangsa dan kaum intelektual termasuk di dalamnya guru sebagai tonggak pendidikan. Sebuah perjuangan dan tantangan bagi kita semua. Mampukah kita menjawab tantangan ini?
  • 6. Sumber: /Daftar Pustaka Abdul Madjid dan Sri-Edi Swasono (eds.), Wawasan Ekonomi Pancasila (Jakarta: UI-Press, 1981) Christianto Wibisono, “Menuju Sistem Ekonomi Pancasila”, dalam Majalah Analisa CSIS, No. 3/VII, 1978, David Ransom, “The Berkeley Mafia and the Indonesian Massacre”, dalam Majalah Ramparts, Vol. 9, No. 4, Oktober 1970, hal. 26-28, 40-49. Emil Salim, Sistem Ekonomi dan Ekonomi Indonesia, Jakarta: Lembaga Ekonomi dan Kemasjarakatan Nasional, 1965. Emil Salim, “Politik dan Ekonomi Pantjasila”, dimuat dalam Widjojo Nitisastro dkk., Masalah masalah Ekonomi dan Faktor-faktor IPOLSOS (Ideologi, Politik, Sosial) (Jakarta: LEKNAS, 1965), Emil Salim, “Sistem Ekonomi Pancasila”, Harian Kompas, 30 Juni 1966. Mudrajad Kuncoro, Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2000; edisi pertama, cetakan kedua), Mudrajad Kuncoro, “Sistem Ekonomi Pancasila: Antara Mitos dan Realitas”, dimuat dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (JEBI), Vol. 16/No.1/2001