SlideShare a Scribd company logo
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
BUKU AJAR IMUNISASI
©2014 oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
Hak cipta dan hak penerbitan yang dilindungi Undang-undang ada pada Pusdiklatnakes
Kementerian Kesehatan RI. Dilarang menggandakan sebagian atau seluruh isi buku dengan
cara apa pun tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Pengarah : Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan
		 Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Penanggung Jawab : Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
Penyusun : Dian Nur Hadianti, SST, M.Kes.
		 Elis Mulyati, M.Keb.
		 Ester Ratnaningsih, M.Keb.
		 Fia Sofiati, SST, M.Keb.
		 Hendro Saputro, S.Si., Apt. MKM
		 Heni Sumastri, S.Pd., M.Kes.
		 Herawati M., SST, M.Pd., M.Psi.
		 Ida Farida Handayani, M.Keb.
		 Pudji Suryani, MKM
		 Siana Dondi, SKM., SST, M.Kes.
		 Sudiyati, SST, M.Kes.
		 Yopita Ratnasari, SST
Editor : dr. Erna Mulati, M.Sc- CMFM
		 Reza Isfan, SKM, M.Kes.
		 Dra. Oos Fatimah Royati, M.Kes.
		 Yuyun Widyaningsih, S.Kp., MKM
Desain Layout : Bambang Trim
		 Deden Sopandy
Cetakan I, Juni 2014
Cetakan II, September 2015
ISBN 978-602-235-809-1
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan
Jln. Hang Jebat III Blok F3, Kebayoran Baru Jakarta Selatan - 12120
Telepon (021) 726 0401; Faksimile (021) 726 0485
Email: pusdiknakes@yahoo.com
http://www.pdpersi.co.id/pusdiknakes/
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA M ANUSIA KESEHATAN
Jl. Hang Jebat III/F/3 Kebayoran Baru Kotak Pos No. 6015/JKS/GN Jakarta 12120
Telepon: (021) 7245517-72797302 Fax.: (021) 72797508 Website: www.bppsdmk.depkes.go.id
Telepon: Pusdiklat Nakes (021) 7256720 Pusrengun SDM Kes (021) 7258830 Pustanserdik SDM Kes. (021) 7257822 Pusdiklat Aparatur Fax. (021) 7262977
KEPUTUSAN
KEPALA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN
NOMOR: HK.02.03/I/IV/2/9278/2015
TENTANG
PENETAPAN BUKU AJAR IMUNISASI, BUKU AJAR KESEHATAN IBU
DAN ANAK, DAN PEDOMAN IMPLEMENTASI BAHAN AJAR MATERI
IMUNISASI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK SEBAGAI ACUAN DALAM
PENGUATAN MATERI IMUNISASI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK
PADA INSTITUSI PENDIDIKAN KEBIDANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN
Menimbang : a. bahwa dalam rangka menghasilkan tenaga kesehatan yang
berkualitas dan profesional perlu diselenggarakan pendidikan
tenaga kesehatan;
		 b. bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan perlu
diselaraskan dengan perkembangan program upaya kesehatan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan;
		 c. bahwa dalam rangka mengimplementasikan materi ajar imunisasi
dan kesehatan ibu dan anak pada institusi pendidikan kebidanan
perlu dasar keputusan pelaksanaannya;
		 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, b dan c di atas, perlu ditetapkan Keputusan Kepala
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia
Kesehatan.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);
		 2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063);
		 3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5336);
		 4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5607);		
		 5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500);
M E M U T U S K A N
Menetapkan :
Pertama		
KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN TENTANG PENETAPAN BUKU
AJAR IMUNISASI, BUKU AJAR KESEHATAN IBU DAN ANAK, DAN
PEDOMAN IMPLEMENTASI BAHAN AJAR MATERI IMUNISASI DAN
KESEHATAN IBU DAN ANAK SEBAGAI ACUAN DALAM PENGUATAN
MATERI IMUNISASI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK PADA INSTITUSI
PENDIDIKAN KEBIDANAN;
Kedua : Buku Ajar Imunisasi, Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak, dan Pedoman
Implementasi Bahan Ajar Materi Imunisasi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Pada Institusi Pendidikan Kebidanan sebagaimana tercantum dalam
lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan
ini;
Ketiga : Buku Ajar Imunisasi, Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak, dan Pedoman
Implementasi Bahan Ajar Materi Imunisasi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Pada Institusi Pendidikan Kebidanan diberlakukan untuk institusi
Pendidikan Diploma Tiga Kebidanan di seluruh Indonesia;
Keempat : Buku Ajar Imunisasi, Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak, dan Pedoman
Implementasi Bahan Ajar Materi Imunisasi dan Kesehatan Ibu dan Anak
Pada Institusi Pendidikan Kebidanan dipergunakan sebagai acuan dalam
penguatan materi imunisasi dan kesehatan ibu dan anak di institusi
Pendidikan Diploma Tiga Kebidanan;
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 30 September 2015
Kepala,
Usman Sumantri
NIP. 195908121986111001
Tembusan disampaikan kepada Yth.:
1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia;
2. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan;
3. Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan;
4. Para Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan;
5. Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan;
6. Sekretaris Badan PPSDM Kesehatan Kementerian Kesehatan;
7. Para Kepala Pusat di lingkungan Badan PPSDM Kesehatan;
8. Para Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan di seluruh Indonesia;
9. Pimpinan Institusi Pendidikan Diploma Tiga Kebidanan di seluruh Indonesia.
Sambutan
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
MenteriKesehatanRI,IbuNafsiahMboi,tanggal22Agustus2014mencanangkan
penggunaan vaksin Pentavalen (DPT-HB-Hib) untuk imunisasi bayi dan
batita. “Tidak boleh ada satu anak yang sakit, cacat, meninggal karena sakit
yang biasa dicegah dengan imunisasi,” demikian amanat Ibu Menteri Kesehatan
dalam sambutannya kala itu. Vaksi Pentavalen merupakan pengembangan vaksin
Tetravalen (DPT-HB) dengan penambahan antigen Haemophilus influenzae type
b (Hib). Kini kelima antigen tersebut diberikan dalam satu suntikan sehingga lebih
efisien, tidak menambah jumlah suntikan walaupun dengan penambahan antigen,
sehingga memberikan kenyamanan bagi bayi dan ibunya.
Dengan digunakannya vaksin Pentavalen bersama vaksin Hepatitis B, BCG,
Polio, dan Campak maka imunisasi yang semula untuk mencegah tujuh penyakit
menular (difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, tuberkulosis, polio, dan campak)
telahberkembangmenjadidelapanpenyakitmenular.AntigenHibdapatmencegah
pneumonia dan meningitis, yaitu penyakit radang otak dan radang paru yang
merupakan penyebab 17,2 persen kematian pada bayi.
Dalam program imunisasi, pemberian Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada
bayi,merupakansuatukeharusan.Segerasetelahlahir(sebelumberusiatujuhhari),
bayi harus diberikan imunisasi hepatitis B 0–7 hari (HB 0) satu dosis. Kemudian,
pada usia satu bulan, diberikan satu dosis imunisasi BCG dan imunisasi polio.
Usia dua, tiga, dan empat bulan, diberikan imunisasi pentavalen dan imunisasi
polio, masing-masing satu dosis. Imunisasi campak satu dosis diberikan pada
usia sembilan bulan. Walaupun jadwalnya sudah ditetapkan seperti di atas, pada
prinsipnyasemuaantigen(kecualiHB0)bolehdiberikanpadabayisebelumberusia
satutahun,sehinggaterpenuhiImunisasiDasarLengkap.ImunisasiDasarLengkap
tercapai jika bayi telah mendapat imunisasi HB 0, BCG, pentavalen sebanyak tiga
dosis, polio sebanyak empat dosis, dan campak sebelum berusia satu tahun.
vi
Penerbitan Buku Ajar Imunisasi bagi mahasiswa Diploma III Kebidanan
merupakan langkah inovatif dalam kerja sama dengan GAVI (Global Alliance for
VaccineandImmunization).Bukuinidiharapkanmenjadipanduanbagimahasiswa
Diloma III Kebidanan dalam memperkaya pengetahuan dan keterampilan,
sehingga mampu melaksanakan tugas dengan baik. Kami menyadari bahwa
bidan merupakan garda terdepan dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu dan
anak, salah satunya melalui pemberian imunisasi. Oleh karena itu, bidan dituntut
memiliki kompetensi yang memadai, di antaranya melalui proses pendidikan dan
pembelajaran yang tepat.
UcapanterimakasihkamisampaikankepadaKepalaBadanPPSDMKesehatan,
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Direktur Jenderal
Bina Gizi dan KIA, yang telah memfasisiltasi penyusunan Buku Ajar Imunisasi
ini. Terima kasih dan penghargaan juga kami sampaikan kepada kontributor dan
tim penyususn yang telah mendedikasikan tenaga, waktu, dan pikiran dalam
mewujudkan buku ini.
Semoga buku ini menjadi panduan dalam meningkatkan kompetensi bidan di
Indonesia sehingga mampu memberikan pelayanan terbaik untuk bangsa.
Jakarta, Oktober 2014
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan,
dr. H. M. Subuh, MPPM
Kata Pengantar
KEPALABADANPENGEMBANGANDANPEMBERDAYAANSUMBER
DAYAMANUSIAKESEHATAN
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan buku Buku Ajar Imunisasi
ini.
Seperti yang diketahui bersama, imunisasi merupakan salah satu cara
yang efektif untuk mencegah penularan penyakit dan sangat berperan dalam
menanggulangi masalah kesehatan. Dengan demikian, anak tidak mudah tertular
infeksi, tidak mudah menderita sakit, pencegahan terjadinya wabah dan mencegah
kemungkinan terjadinya kematian karena suatu penyakit. Pentingnya imunisasi
didasarkan pada pemikiran paradigma sehat bahwa upaya promotif dan preventif
merupakan hal terpenting dalam peningkatan status kesehatan.
Target imunisasi Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan (Millennium
Development Goals/MDGs) telah tercapai, namun masih perlu cakupan imunisasi
rutin. Peningkatan cakupan imunisasi rutin diperlukan karena masih terdapat 13
provinsi yang capaiannya masih di bawah rencana strategis untuk imunisasi dasar
lengkap. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 cakupan pemberian imunisasi
lengkap sebesar 59,2%, imunisasi tidak lengkap sebesar 32,1%, dan tidak pernah
diimunisasi sebesar 8,7%. Salah satu upaya meningkatkan cakupan imunisasi
rutin adalah melalui pelayanan imunisasi yang dilaksanakan oleh bidan, sesuai
dengan kewenangannya yang diatur dalam Permenkes 1464 Tahun 2010 yang
menyatakan bahwa kewenangan bidan dalam pelayanan kesehatan anak, yaitu
bidan berwenang dalam pemberian imunisasi rutin sesuai dengan program
pemerintah. Untuk meningkatkan kualitas bidan dalam pemberian imunisasi rutin
diperlukan peningkatan kompetensi bidan pada preservice atau masa pendidikan,
salah satunya melalui buku ajar imunisasi yang disusun ini.
Pengenalan mengenai imunisasi, vaksin, penyelenggaraan dan tujuan
pemberian, sasaran, jenis dan jadwal imunisasi, diuraikan dalam bagian
pendahuluan untuk memberikan gambaran bagi mahasiswa akan pentingnya
imunisasi sehingga dapat meningkatkan kesehatan. Adapun bagian 2, 3, 4, dan 5
menguraikan tentang penyelenggaraan imunisasi wajib, pelaksanaan pemberian
viii
imunisasi dan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI). Materi ini sebagai dasar
pengetahuan bagi mahasiswa untuk mengetahui pelayanan imunisasi wajib
yang dilaksanakan oleh bidan dan untuk mengantisipasi apabila ada reaksi yang
ditimbulkan oleh imunisasi.
Sebagaipengendalianmututerhadappelayananimunisasiyangtelahdilakukan
perlu dipantau pelaksanaannya melalui pencatatan dan pelaporan. Dengan
demikian,materi-materiinimenjadipeganganbagimahasiswauntukmemperkaya
wawasan serta dapat membantu mahasiswa dalam mengasah keterampilan yang
dibutuhkan pada pelayanan nanti.
Buku Ajar Imunisasi yang telah disusun dan diterbitkan ini, diharapkan
dapat diintegrasikan dalam kurikulum kebidanan yang sudah ada dan dijadikan
acuan bagi mahasiswa dan dosen dalam melaksanakan pengajaran mata kuliah
yang sesuai dengan materi-materi dalam buku ini di institusi pendidikan tenaga
kesehatan. Selain itu, dengan menerapkan buku ini diharapkan lulusan yang
dihasilkan akan memiliki keterampilan dalam pelayanan imunisasi yang memadai
dan berkualitas sehingga pada akhirnya tujuan MDGs dan Post MDGs yaitu
universal child immunization (UCI) dapat tercapai.
Kami menyampaikan penghargaan serta terima kasih yang tulus kepada Tim
Penyusun yang telah mencurahkan seluruh ide dan kreativitasnya sehingga buku
ajar ini dapat terwujud. Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dan mendampingi kami dalam penyusunan buku ajar
Imunisasi, khususnya Project GAVI HSS yang telah mendukung baik materiil
maupun nonmateriil. Khusus kepada Pusdiklatnakes, kami sampaikan apresiasi
dan terima kasih atas penyusunan dan penerbitan buku ajar ini.
Kami menyadari bahwa buku ini masih memerlukan penyempurnaan,
seperti pepatah tak ada gading yang tak retak. Untuk itu, masukan dan saran
demi penyempurnaan Buku Ajar Imunisasi ini pada masa yang akan datang, kami
nantikan.
Terima kasih dan Salam Sehat!
Kepala Badan PPSDM Kesehatan,
dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes.
NIP 195810171984031004
SAMBUTAN
SEKRETARISDIREKTORATJENDERALBINAGIZIDANKIASELAKU
PROGRAMMANAGERGLOBALALLIANCEFORVACCINESAND
IMMUNIZATIONHEALTHSYSTEMSTRENGTHENING(GAVI–HSS)
KEMENTERIANKESEHATANREPUBLIKINDONESIA
Kegiatan imunisasi merupakan upaya yang paling cost effective dalam
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang diharapkan akan berdampak pada
penurunan angka kematian bayi dan balita. Universal Child Immunization (UCI)
Desa/Kelurahan secara nasional setiap tahunnya selalu tidak mencapai target.
Dalam upaya mengatasi penurunan cakupan pelayanan kesehatan dalam
berbagai program termasuk program imunisasi. Pemerintah Indonesia dalam hal
ini Kementerian Kesehatan melakukan analisis berbagai kondisi yang terjadi di
masyarakat. Beberapa permasalahan telah diidentifikasi dan di antaranya perlu
mendapat perhatian dan penanganan secepatnya, yaitu: Dukungan masyarakat
yang lemah dalam program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), termasuk imunisasi,
kapasitas petugas kesehatan yang menurun, khususnya petugas di bidang KIA
dan Imunisasi, kemitraan yang belum dikembangkan dengan institusi swasta dan
nonpemerintah/masyarakat, dan keterbatasan jumlah tenaga dan motivasi petugas
kesehatan menurun di beberapa lokasi tertentu.
Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI) suatu organisasi
kesehataninternasionalyangberkedudukandiGeneva,telahmemberikanbantuan
hibah kepada Pemerintah Republik Indonesia sebesar USD40,100,000 melalui
GAVI Phase I (2002–2006) untuk penguatan program imunisasi. Komponen dan
kegiatan GAVI Phase I telah dilaksanakan dengan baik. Dengan keberhasilan ini,
Sekretaris Eksekutif GAVI Jenewa memberikan kesempatan kepada beberapa
negara termasuk Indonesia untuk mengajukan proposal baru dalam rangka GAVI
Phase II. Kementerian Kesehatan mengajukan proposal phase II untuk 3 (tiga)
komponen yaitu Immunization Service Support (ISS), Health System Strengthening
(HSS), Civil Society Organization (CSO), dan disetujui GAVI Board melalui
suratnya kepada Menteri Kesehatan No. GAVI/08/221/ir/sk tanggal 14 Agustus
x
2008. Melalui proposal dimaksud, GAVI HSS segera melaksanakan kegiatan
dan dimulai pada tahun 2009 dengan tahap persiapan di pusat dan tahun 2010
pelaksanaan kegiatan di daerah.
Padatahun2012,GAVIGenevamemintaagarsemuanegarayangmemperoleh
Hibah dari GAVI termasuk Indonesia untuk melaksanakan Reprogramming agar
lebih fokus dalam peningkatan cakupan imunisasi. Sejalan dengan maksud di atas,
kegiatanHealthSystemStrengthening(HSS)yangdifokuskanpada4(empat)tujuan
sebelum reprogramming, diubah menjadi 3 tujuan utama setelah reprogramming
yaitu: Kegiatan/tindakan khusus untuk kabupaten dengan cakupan desa UCI
yang rendah, Penguatan data melalui penyempurnaan Reporting dan Recording/
Peningkatan kualitas data melalui Data Quality Self Assessment (DQS), Penguatan
Implementasi Materi Imunisasi dan KIA pada program Pengajaran D3 Kebidanan.
Untuk mendukung tujuan kegiatan tersebut, GAVI HSS menunjuk Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan BPPSDM karena berkaitan dengan
kajian kurikulum pendidikan D3 Kebidanan. Salah satu kegiatan Penguatan
Implementasi Materi Imunisasi dan KIA pada Program Pengajaran D3 Kebidanan
adalah Kajian kurikulum pendidikan kebidanan dan dilanjutkan dengan kegiatan
intervensi. Kegiatan terbagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu pertama, penyusunan bahan
ajar imunisasi dan KIA (kesehatan Ibu dan Anak); kedua, pelatihan dosen dan
instruktur klinik terkait materi imunisasi dan KIA; dan ketiga, implementasi bahan
ajar imunisasi dan KIA di Institusi Pendidikan Kebidanan.
Keberadaanbidanyangmemilikikompetensiyangmemadaisangatdiperlukan
untuk menunjang pencapaian status kesehaatn ibu dan anak yang optimal serta
peningkatan cakupan imunisasi. Penerbitan buku ajar imunisasi dan buku KIA
bagi mahasiswa Diploma III Kebidanan ini merupakan langkah inovatif untuk
meningkatkan kompetensi calon bidan. Kami menyadari bahwa tenaga bidan
merupakan garda terdepan dalam pelayanan KIA dan upaya meningkatkan
cakupan imunisasi di Indonesia. Dengan demikian tentunya, pendidikan calon
bidan memiliki arti yang strategis dan perlu mendapat perhatian serius.
Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas kerja sama yang telah
diberikan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan BPPSDM dan
semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ajar Kesehatan
Ibu dan Anak ini dan diharapkan buku ini dapat digunakan sebagai sumbangan
xi
untuk meningkatkan kualitas pendidikan kebidanan di Indonesia dalam rangka
memperoleh luaran tenaga bidan yang kompeten dalam kewenangannya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta memberi petunjuk kepada kita sekalian dalam melaksanakan
pembangunan kesehatan hingga terwujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan.
Jakarta, Juli 2014
Sekretaris Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA
Selaku Program Manager GAVI – HSS.
dr. Kuwat Sri Hudoyo, M.S.
xii
UCAPANTERIMA KASIH
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas terbitnya Buku
Ajar Imunisasi ini. Buku ini bersama dengan Buku Ajar Kesehatan Ibu dan
Anak merupakan bagian dari rangkaian kegiatan GAVI yang dilaksanakan
Pusdiklatnakes, dalam rangka “Penguatan Implementasi Materi Kajian Imunisasi
danKIApadaProgramPengajaranInstitusiD3Kebidanan”sesuaidenganObjective
3 Reprogramming Plan GAVI HSS: Improve immunization staff competency through
strengthening implementation of MCH-Immunization material for midwife
institution.
Kegiatan dimulai dengan pertemuan pada tahun 2012 dengan koordinasi
dan konsolidasi dengan pemangku kepentingan terkait Imunisasi dan Kesehatan
Ibu dan Anak. Pada tahun 2013 telah dilakukan Kajian Materi Imunisasi dan
KIA pada Program Pengajaran terhadap Institusi Diploma III Kebidanan yang
merupakan kerja sama Badan PPSDM Kesehatan dan Badan Litbang Kesehatan di
beberapa daerah yang menjadi lokus kegiatan GAVI HSS. Tahun 2014 dilakukan
kegiatan intervensi terhadap institusi pendidikan kebidanan, salah satunya melalui
penyusunan 2 (dua) buku ajar yaitu Buku Ajar Imunisasi dan Buku Ajar Kesehatan
IbudanAnak(KIA).Padatahun2015ini,keduabukutersebutdilakukanperbaikan,
menyesuaikandenganpelaksanaanprogramdanmaterikeilmuanterkaitimunisasi
dan KIA.
Tentu saja penulisan dan penerbitan buku ini tidak akan terlaksana tanpa
dorongan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan penghargaan serta
terima kasih yang tulus kepada:
1. dr. H.M. Subuh, MPPM, selaku Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan, yang mendukung penyelenggaraan rangkaian
kegiatan penguatan implementasi kurikulum terkait imunisasi di institusi
kebidanan.
2. dr. Usman Sumantri, M.Sc., selaku Kepala Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan, yang selalu mendorong
peningkatan penyelenggaraan pendidikan.
xiv
3. dr.KuwatSriHudoyo,M.S.,selakuSekretarisDirektoratJenderalBinaGizidan
KIA dan Program Manager GAVI-HSS dan Tim Sekretariat GAVI-HSS yang
mendukung pendanaan dan memberikan masukan terhadap penyelenggaraan
rangkaian kegiatan penguatan impementasi kurikulum terkait imunisasi dan
KIA di institusi kebidanan.
4. Dra. Oos Fatimah Royati, M.Kes., dr. Erna Mulati, CMFM, dan Yuyun
Widyaningsih, S.Kp., MKM selaku Tim Editor dan Tim Penyusun yang telah
mencurahkan seluruh ide dan kreativitasnya.
5. Bambang Trim dan Tim Trim Komunikata yang telah mendesain dan
memperbaiki tata penulisan buku ini.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dan mendampingi kami dalam penyusunan buku ajar KIA, khususnya Project
GAVI HSS yang telah mendukung, baik materiil maupun nonmateriil.
Kami menyadari bahwa buku ini jauh dari kata sempurna, masukan dan saran
diperlukan demi penyempurnaan pedoman ini pada masa yang akan datang.
Jakarta, September 2015
dr. Kirana Pritasari, MQIH
Daftar Isi
Sambutan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan v
Kata Pengantar KEPALA BADAN PENGEMBANGAN DAN
PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN vii
SAMBUTAN SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA
SELAKU PROGRAM MANAGER GLOBAL ALLIANCE FOR VACCINES AND
IMMUNIZATION HEALTH SYSTEM STRENGTHENING (GAVI–HSS)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA	 ix
UCAPAN TERIMA KASIH	 xiii
Daftar Singkatan xvii
Glosarium xix
BAB I	 PENDAHULUAN	 1
BAB II	 KONSEP DASAR IMUNISASI	 7
A. Pengertian Imunisasi 8
B. Pengertian Vaksin 8
C. Penyelenggaraan Imunisasi 8
D.	Tujuan Pemberian Imunisasi 9
E. Sasaran Imunisasi 9
F. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) 10
G.	Imunologi PD3I	 17
H. Jenis Imunisasi 19
I. Jadwal Imunisasi 27
BAB III	 PENYELENGGARAAN IMUNISASI WAJIB	 33
A. Perencanaan Pelayanan Imunisasi Wajib 34
B. Pendistribusian 40
xvi
C. Penyimpanan Vaksin 42
D. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi Wajib 52
E. Penanganan Limbah Imunisasi 53
F. Pemantauan dan Evaluasi 56
BAB IV PELAKSANAAN PEMBERIAN IMUNISASI	 63
A. Penyuluhan Sebelum dan Sesudah Pelayanan Imunisasi 64
B. Melakukan Skrining dan Pengisian Register 65
C. Konseling 68
D. Pemberian Imunisasi dengan Menggunakan Vaksin yang Tepat
dan Aman 69
BAB V KEJADIAN IKUTAN PASCA-IMUNISASI (KIPI) 107
A. Pengertian 108
B. Penyebab KIPI	 108
C. Kelompok Risiko Tinggi KIPI	 112
D. Pemantauan KIPI	 113
E.	Evaluasi 121
F. Penanggulangan KIPI	 122
BAB VI	 PENCATATAN DAN PELAPORAN	 127
A. Pencatatan 128
B. Pelaporan 134
Daftar Pustaka 141
LAMPIRAN	143
Daftar Singkatan
ADS : Auto Disable Syringe
AEFI : Advers Events Following Immunization
AFP : Acute Flaccid Paralysis
BCG : Bacillus Calmette-Guerin
BIAS : Bulan Imunisasi Anak Sekolah
Ditjen PP & PL : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan
DPT : Difteri, Pertusis, Tetanus
DPT-HB : Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B
DT : Difteri Tetanus
DTT : Desinfektan Tingkat Tinggi
DQS : Data Quality Self Assessment
EPI : Expanded Programme on Immunization
EVM : Effective Vaccine Management
FS : Freeze Sensitive
HB : Hepatitis B
HBsAg : Hepatitis B Surface Antigen
HB PID : Hepatitis B Previl Injection Device
Hib : Haemophilus influenza type b
HhHg : Homolog human hiperimun globulin
Hhs : Heterolog hiperimun serum
HPR : Hewan Penular Rabies
HPV : Human Papilloma Virus
HS : Heat Sensitive
ICV : International Certificate of Vaccination
Id : Immune deficiency
igG : Immunoglobulin G
IM : Intra Muskular
IPV : Inactive Polio Vaccine
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
KIPI : Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
KLB : Kejadian Luar Biasa
KOMNAS : Komite Nasional
xviii
MDGs : Millenium Development Goals
MMR : Mumps Measles Rubella
Na Cl : Natrium Clorida
OPV : Oral Polio Vaccine
ORI : Outbreak Response Immunization
PCV : Pneumococcal Conjugate Vaccine
PD3I : Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
PID : Prefilled Injection Device
PIN : Pekan Imunisasi Nasional
POM : Pengawasan Obat dan Makanan
Poskesdes : Pos Kesehatan Desa
Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu
PP : Penanggulangan dan Pengkajian
PPI : Program Pengembangan Imunisasi
PP KIPI : Penanggulangan dan Pengkajian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
PPV : Pneumococcal Polysaccharide Vaccine
Pustu : Puskesmas Pembantu
PWS : Pemantauan Wilayah Setempat
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
RNA : Ribonucleic acid
SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
SC : Subcutan
TBC : Tuberculosis
Td : Tetanus difteri
TSS : Toxic Shock Syndrome
TT : Tetanus Toxoid
UCI : Universal Childhood Immunization
UPKS : Unit Pelayanan Kesehatan Swasta
UPS : Unit Pelayanan Swasta
VAR : Vaksin Anti Rabies
VCCM : Vaccine Cold Chain Monitor
VVM : Vaccine Vial Monitor
WHO : World Health Organization
WUS : Wanita Usia Subur
Glosarium
Abses: radang jaringan tubuh yang memungkinkan timbulnya rongga tempat
nanah mengumpul.
Acute flaccid Para: kelumpuhan atau paralisis secara fokal yang onsetnya akut
tanpa penyebab lain yang nyata seperti trauma. Yang ditandai dengan flaccid
dan mengenai anak kelompok < 15 tahun termasuk di dalamnya Sindrom
Guillain-Barre. AFP disebabkan oleh beberapa agen termasuk enterovirus,
echovirus, atau adenovirus hilangnya fungsi otot lengkap untuk satu atau lebih
kelompok otot.
Anafilaksis: reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama
kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi
imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya
sudah tersensitisasi.
Auto Disable Syringe (ADS): Syringe/alat suntik yang setelah digunakan mengunci
sendiri dan hanya dapat dipakai sekali.
BIAS: Bulan Imunisasi Anak Sekolah. Bentuk operasional dari imunisasi lanjutan
pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya
dengan sasaran semua anak kelas 1, 2, dan 3 seluruh Indonesia.
Bundling Policy: kebijakan tersedianya vaksin dengan mutu terjamin dan pelarut
yang sesuai, alat suntik auto-disable Syringe (ADS) dan kotak pengaman
limbah alat suntik.
Cairanserebrospinal:cairanyangberadadiotakdansternasertaruangsubrachnoid
yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Medula spinalis merupakan
bagian utama dari sistem saraf pusat yang melakukan impuls saraf sensorik
dan motorik dari dan ke otak.
Cakupan: Coverrage. Suatu pengukuran, biasanya dinyatakan dalam persentase
terhadap semua orang atau rumah tangga yang memperoleh pelayanan
dibandingkan dengan total orang atau rumah tangga yang seharusnya
mendapatkannya, misalnya persentase bayi yang mendapat imunisasi lengkap
DPT.
xx
Cold Chain: rantai dingin untuk mempertahankan potensi vaksin.
Coldroom: ruangan dingin untuk penyimpanan vaksin dengan kapasitas yang
lebih besar.
Enselofati: istilah umum yang menggambarkan disfungsi otak. Contohnya
termasuk ensefalitis, meningitis, kejang dan trauma kepala.
Eradikasi: Pembasmian; Pemusnahan agen infeksi dalam upaya menghalangi
penyebaran infeksi, misalnya eradikasi penyakit cacar di seluruh dunia dan
eradikasi penyakit malaria diwilayah tertentu.
Eradikasi Polio: Program global/dunia dalam rangka membasmi virus polio liar di
seluruh dunia. Untuk melaksanakan ERAPO ini strateginya melalui imunisasi
rutin, imunisasi tambahan (PIN,BIAS), surveilens AFP dan laboratorium
containment.
Eritema: peristiwa memerahnya kulit secara tidak normal.
Imunologi: ilmu yang mempelajari tentang sistem kekebalan tubuh.
Indurasi: proses menjadi sangat keras, atau memiliki fitur fisik keras.
Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)/Advers Events Following Immunization
(AEFI): kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa
reaksi vaksin, reaksi suntikan, efek farmakologis, kesalahan prosedur,
koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Koinsidensi: terjadinya dua peristiwa dalam waktu yang sama.
Kontaminasi: pengotoran; pencemaran (khususnya karena kemasukan unsur
luar).
Limfadenitis: peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening.
NomorBatch/bets(lot):Penandaanyangterdiridariangkaatauhurufataugabungan
keduanya, yang merupakan tanda pengenal suatu bets, yang memungkinkan
penelusuran kembali riwayat lengkap pembuatan bets tersebut, termasuk
seluruh tahap produksi, pengawasan dan distribusi.
No Reccapping: tidak menutup kembali jarum suntik setelah melakukan
penyuntikan.
xxi
Oral Polio Vaccine (OPV): Vaksin Polio yang terdiri dari suspense virus
poliomyelitis yang sudah dilemahkan.
Osteomeolitis: proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur
sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik.
Outbreak Response Immunization (ORI): Upaya penanggulangan KLB penyakit
polio oral paling lambat 72 jam setelah ditemukan kasus polio dengan luas
daerahselektifatauanalisisepidemiologiataumempertimbangkanpenyebaran
virus polio liar tanpa memandang status imunisasi.
Persistent Inconcable screaming: Menangis keras terus lebih dari 3 jam.
Prefilled Injection Device (PID): jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali
pakai dan telah berisi vaksin dosis tunggal dari pabriknya.
PD3I: Adalah penyakit menular bisa diupayakan pencegahannya melalui program
imunisasi KLB.
Reaksi akut hipersensitif: reaksi berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu
senisitifnya respons imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan
terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal.
Reaksi anafilaktoid: suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-
antibodi kompleks.
Safety box: Kotak yang terbuat dari bahan kardus yang tahan air dan tidak tembus
jarum yang digunakan untuk penampungan sementara alat suntik yang sudah
digunakan, sebelum dibuang ketempat pemusnahan.
Sepsis: kondisi medis serius di mana terjadi peradangan di seluruh tubuh yang
disebabkan oleh infeksi.
Sinkop: suatu kondisi kehilangan kesadaran yang mendadak, dan biasanya
sementara, yang disebabkan oleh kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Surveilans: suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus dan sistematik
dalambentukpengumpulandata,analisisdata,interpretasidatadandiseminasi
informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.
Sweeping: melakukan imunisasi dengan mendatangi dan memobilisasi sasaran
yang belum pernah mendapatkan imunisasi dasar.
xxii
Syok anafilaktik: reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa
penurunan kesadaran.
Toxicshocksyndrome:suatukumpulangejalayangdapatmengancamjiwa,ditandai
oleh demam tinggi, nyeri tenggorokan, eritema difus, hiperemia membran
mukosa, mual/muntah, diare, dan gejala-gejala peyerta lainnya.
Transmisi: penularan, penyebaran, penjangkitan penyakit.
Universal Child Immunization (UCI): Tercapainya imunisasi dasar lengkap pada
minimal 80% bayi (0–11 bulan) disetiap desa/kelurahan
Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis
polio, 4 dosis hepatitis B, 1 dosis campak. Pada ibu hamil dan WUS meliputi
2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT, 1 dosis
campak dan 2 dosis TT.
Ulserasi: proses atau fakta adanya luka terbuka yang mungkin sulit untuk sembuh.
Urtikaria: dikenal juga dengan “hives, gatal-gatal, kaligata, atau biduran”) adalah
kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular terhadap bermacam-macam
sebab, biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi, yang mempunyai ciri-
ciri berupa kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit oedem atau penonjolan
(elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul secara cepat setelah dicetuskan oleh
faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan.
Vaksin: Suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau
racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk
merangsang kekebalan tubuh seseorang.
Vaccine carrier: Suatu wadah yang digunakan untuk mengirim/membawa vaksin
dari Puskesmas/Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten ke tempat pelayanan.
VVM (Vaccine Vial Monitor): alat pemantau paparan suhu panas yang berfungsi
untuk memantau suhu vaksin selama dalam perjalanan maupun dalam
penyimpan.
BABI
BABI
PENDAHULUAN
Aku anak sehat tubuhku kuat,
karena ibuku rajin dan cermat,
selama aku bayi selalu diberi ASI,
makanan bergizi dan imunisasi,
berat badanku ditimbang selalu,
posyandu menunggu setiap waktu, ….
Penggalan lagu tentang layanan posyandu ini pernah sangat populer pada tahun
1980-an yang diperkenalkan idola anak-anak masa itu, Si Unyil dkk. Dengan
syair yang sederhana, lagu itu menggugah masyarakat luas untuk membawa bayi
dan anak balitanya ke posyandu. Di posyandu-lah bayi dan anak balita ditimbang
berat badannya serta diberi imunisasi.
Pernahkah Anda membaca Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun
2009? Menurut undang-undang tersebut, imunisasi merupakan salah satu upaya
prioritas Kementerian Kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit menular
yang dilakukan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk
menurunkan angka kematian pada anak.
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
angka kematian bayi (AKB) 34/1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita
(AKBA) 44/1000 kelahiran hidup. Hasil survei Riskesdas tahun 2013 didapatkan
data cakupan imunisasi HB-0 (79,1%), BCG (87,6%), DPT-HB-3 (75,6%), Polio-4
(77,0%), dan imunisasi campak (82,1%). Survei ini dilakukan pada anak usia 12–
23 bulan.
Adapun cakupan kelengkapan pemberian imunisasi seperti pada gambar
berikut.
Sumber: Riskesdas 2013
Gambar 1.1 Cakupan pemberian imunisasi tahun 2013
3
PENDAHULUAN
Seperti kita ketahui, bahwa di masyarakat masih ada pemahaman yang
berbeda mengenai imunisasi, sehingga masih banyak bayi dan balita yang tidak
mendapatkan pelayanan imunisasi. Alasan yang disampaikan orangtua mengenai
hal tersebut, antara lain karena anaknya takut panas, sering sakit, keluarga tidak
mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/
repot. Karena itu, pelayanan imunisasi harus ditingkatkan di berbagai tingkat unit
pelayanan.
Tahukah Anda bahwa imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang
telah diselenggarakan di Indonesia sejak 1956? Program ini terbukti pula paling
efektif dan efisien dalam pemberian layanan kesehatan. Lewat program ini pula
Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun
1977, selanjutnya kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan
Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit
yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), yaitu Tuberkolosis, Difteri, Pertusis,
Campak, Polio, Tetanus, Hepatitis-B, serta Pneumonia.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi
ke dalam penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan efisien. Upaya tersebut
didukung dengan kemajuan yang pesat dalam bidang penemuan vaksin baru
(Rotavirus, Jappanese Encephalitis, dan lain-lain). Perkembangan teknologi lain
adalah menggabungkan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi yang
terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan
dan kontak dengan petugas.
Untuk lebih mengenali perkembangan imunisasi, Anda dapat melihat tabel
berikut.
4
Bahan Ajar IMUNISASI
Tabel 1.1 Perkembangan Imunisasi
Tahun Perkembangan Imunisasi
1956 Imunisasi Cacar
1973 Imunisasi BCG
1974 Imunisasi TT pada Ibu Hamil
1976 Imunisasi DPT untuk Bayi
1977 WHO mulai pelaksana program imunisasi sebagai upaya global (EPI-Expanded
Programon Immunization)
1980 Imunisasi Polio
1982 Imunisasi Campak
1990 Indonesia mencapai UCI Nasional
1997 Imunisasi Hepatitis B
2004 Introduksi DPT-Hb
2007 DPT/Hb di seluruh Indonesia
2007 Pilot Project IPV (Inactive Polio Vaccine) di Provinsi DIY
2010 Imunisasi Td & BIAS Kelas 1 & 2 Penanggulangan KLB Difteri
2013 Introduksi Vaksin DPT, Hb, Hib (pentavalen) di empat propinsi (DIY, Jawa Barat, Bali,
NTB)
2014 Introduksi Vaksin DPT, Hb, Hib (pentavalen) di seluruh provinsi
Salah satu strategi pemerintah untuk menangani hal tersebut, diatur dalam
Permenkes 1464 Tahun 2010 mengenai izin dan penyelenggaraan praktik bidan,
pasal 11 ayat 2d, yang menyatakan bahwa kewenangan bidan dalam pelayanan
kesehatan anak yaitu bidan berwenang dalam pemberian imunisasi rutin sesuai
program pemerintah.
PelaksanaanpraktikbidanmengenaipelayananimunisasidiaturdalamStandar
KompetensiBidanIndonesia,padaareakompetensi5mengenaiketerampilanklinis
praktik kebidanan yaitu bahwa bidan mengidentifikasi upaya pencegahan penyakit
pada bayi baru lahir, bayi dan balita termasuk imunisasi. Bidan juga memberikan
Imunisasi pada perempuan sesuai kewenangan.
Dari uraian tersebut, maka kami menyusun buku ini agar membantu Anda
untuk mempelajari pelayanan imunisasi sesuai dengan Mata Kuliah yang dipelajari
selamadalampendidikanD-3Kebidanan.Selainitu,penyusunanbukuinibertujuan
agarmahasiswamampumemahamidanmemberikanpelayananimunisasiterhadap
5
PENDAHULUAN
bayi, anak balita, dan wanita usia subur, serta mampu melakukan pengelolaan
vaksin hingga melakukan pencatatan dan pelaporan.
Bahan ajar ini merupakan gabungan tujuan pembelajaran dari beberapa mata
kuliah, yaitu:
Tabel 1.2 Distribusi Nama Mata Kuliah dan Jenis Imunisasi
NAMA MATA KULIAH JENIS IMUNISASI
Askeb Kehamilan Imunisasi TT
Askeb Persalinan Imunisasi Hb0
Askeb Neonatus, Bayi, Balita,
Prasekolah
• Imunisasi dasar:
- BCG
- DPT-HB-Hib
- polio/IPV
- Campak
• Imunisasi lanjutan:  
- Usia 1,5 tahun diberikan imunisasi DPT-HB-Hib
- Usia 2 tahun diberikan imunisasi campak
- Klas 1 SD diberikan DT, campak
- Klas 2 SD diberikan Td
KB dan Kespro • Imunisasi TT
• Imunisasi HPV
• Imunisasi khusus:
- meningokokus
- demam kuning
- Anti rabies
Askeb Komunitas Semua jenis imunisasi
6
Bahan Ajar IMUNISASI
Tujuan Pembelajaran
Setelah membaca dan mengikuti pembelajaran pada bab
ini, Anda diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian imunisasi.
2. Menjelaskan pengertian vaksin.
3. Menjelaskan penyelenggaraan imunisasi.
4. Menjelaskan tujuan pemberian imunisasi.
5. Menyebutkan sasaran imunisasi.
6. Menjelaskan penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I).
7. Menjelaskan konsep imunologi.
8. Menyebutkan jenis imunisasi.
BABII
BABII
KONSEPDASAR
IMUNISASI
Setelah Anda mempelajari tentang latar belakang mengapa Anda perlu
mengetahui tentang imunisasi, sejarah imunisasi, dan pada matakuliah apa saja
Anda akan mempelajari tentang imunisasi, maka pada materi selanjutnya Anda
akan mempelajari tentang konsep imunisasi lebih luas lagi, meliputi:
A.Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten
terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
B.PengertianVaksin
Pada bagian sebelumnya Anda sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan
imunisasi, sekarang Anda akan belajar apa yang dimaksud dengan vaksin.
Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup
tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin
mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang
apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara
aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.
C.Penyelenggaraan Imunisasi
Anda sudah banyak mendengar tentang imunisasi, tahukah Anda siapa sajakah
yang bisa memberikan pelayanan imunisasi? Yang dapat melaksanakan pelayanan
imunisasi adalah pemerintah, swasta, dan masyarakat, dengan mempertahankan
prinsip keterpaduan antara pihak terkait. Penyelenggaraan imunisasi adalah
serangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan
imunisasi.
9
Konsep dasar imunisasi
D.	Tujuan Pemberian Imunisasi
Mengapa imunisasi penting? Alasannya, secara umum imunisasi mempunyai dua
tujuan berikut ini.
1.	Tujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit yang Dapat
Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
2.	Tujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh desa/
kelurahan pada tahun 2014.
b. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah
1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2013.
c. Eradikasi polio pada tahun 2015.
d. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015.
e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah
medis (safety injection practise and waste disposal management).
E. Sasaran Imunisasi
Sebagai seorang bidan, tahukah Anda siapa saja yang merupakan sasaran dalam
imunisasi? Jadi, yang menjadi sasaran dalam pelayanan imunisasi rutin adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.1 Sasaran Imunisasi pada Bayi
Jenis Imunisasi Usia Pemberian Jumlah Pemberian Interval minimal
Hepatitis B 0–7 hari 1 -
BCG 1 bulan 1 -
Polio / IPV 1, 2, 3,4 bulan 4 4 minggu
DPT-HB-Hib 2, 3, 4 bulan 3 4 minggu
Campak 9 bulan 1 -
			 Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013
10
Bahan Ajar IMUNISASI
Tabel 2.2 Sasaran Imunisasi pada Anak Balita
Jenis Imunisasi Usia Pemberian Jumlah Pemberian
DPT-HB-Hib 18 bulan 1
Campak 24 bulan 1
			 Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013
Tabel 2.3 Sasaran Imunisasi pada Anak Sekolah Dasar (SD/Sederajat)
Sasaran Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Keterangan
Kelas 1 SD Campak Bulan Agustus Bulan Imunisasi Anak
Sekolah (BIAS)
Kelas 1 SD DT Bulan November
Kelas 2 & 3 SD Td Bulan November
		 Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013
Tabel 2.4 Sasaran Imunisasi Wanita Usia Subur (WUS)
Jenis Imunisasi Usia Pemberian Masa Perlindungan
TT1 - -
TT2 1 bulan setelah TT1 3 tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun
TT4 12 bulan setelah TT3 10 Tahun
TT5 12 bulan setelah TT4 25 Tahun
			 Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013
Pemberian imunisasi pada WUS disesuaikan dengan hasil skrining terhadap
status T.
F. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan
Imunisasi (PD3I)
Ada banyak penyakit menular di Indonesia yang dapat dicegah dengan imunisasi
selanjutnyadisebutdenganPenyakityangDapatDicegahdenganImunisasi(PD3I).
Dengan mempelajari konsep dalam tabel berikut ini, Anda dapat mengetahui jenis
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain sebagai berikut.
11
Konsep dasar imunisasi
Tabel
2.5
Penyakit
yang
Dapat
Dicegah
dengan
Imunisasi
(PD3I)
No.
Nama
Penyakit
Definisi
dan
Penyebab
Penularan
Gejala
Komplikasi
Gambar
1.
Difteri
Penyakit
yang
disebabkan
oleh
bakteri
Corynebacterium
diphtheriae.
Melalui
kontak
fisik
dan
pernafasan
•
Radang
tenggorokan
•
Hilang
nafsu
makan
•
Demam
ringan
•
Dalam
2–3
hari
timbul
selaput
putih
kebiru-biruan
pada
tenggorokan
dan
tonsil.
gangguan
pernafasan
yang
berakibat
kematian.
(Sumber:
commonswikimedia.
org)
2.
Pertusis
Penyakit
pada
saluran
pernapasan
yang
disebabkan
oleh
bakteri
Bordetella
pertussis.
(batuk
rejan)
Melalui
percikan
ludah
(droplet
infection)
dari
batuk
atau
bersin
•
Pilek
•
Mata
merah
•
Bersin
•
Demam
•
Batuk
ringan
yang
lama-kelamaan
menjadi
parah
dan
menimbulkan
batuk
yang
cepat
dan
keras.
pneumonia
bacterialis
yang
dapat
menyebabkan
kematian
(Sumber:
nursingbook.
blogspot.com)
12
Bahan Ajar IMUNISASI
No.
Nama
Penyakit
Definisi
dan
Penyebab
Penularan
Gejala
Komplikasi
Gambar
3.
Tetanus
Penyakit
yang
disebabkan
oleh
Clostridium
tetani
yang
menghasilkan
neurotoksin.
Melalui
kotoran
yang
masuk
ke
dalam
luka
yang
dalam.
•
Gejala
awal:
kaku
otot
pada
rahang,
disertai
kaku
pada
leher,
kesulitan
menelan,
kaku
otot
perut,
berkeringat
dan
demam.
•
Pada
bayi
terdapat
gejala
berhenti
menetek
(sucking)
antara
3
sampai
dengan
28
hari
setelah
lahir.
•
Gejala
berikutnya  
kejang
yang
hebat
dan
tubuh
menjadi
kaku.
•
Patah
tulang
akibat
kejang,
•
Pneumonia
•
Infeksi
lain
yang
dapat
menimbulkan
kematian.
(Sumber:
modul
pelatihan
imunisasi
bagi
puskesmas)
13
Konsep dasar imunisasi
No.
Nama
Penyakit
Definisi
dan
Penyebab
Penularan
Gejala
Komplikasi
Gambar
4.
Tuberculosis
(TBC)
Penyakit
yang
disebabkan
oleh
Mycobacterium
tuberculosa
disebut
juga
batuk
darah.
•
Melalui
pernafasan
•
Lewat
bersin
atau
batuk
•
Gejala
awal:
lemah
badan,
penurunan
berat
badan,
demam,
dan
keluar
keringat
pada
malam
hari.
•
Gejala
selanjutnya:
batuk
terus-menerus,
nyeri
dada
dan
(mungkin)
batuk
darah.
•
Gejala
lain:
tergantung
pada
organ
yang
diserang.
Kelemahan
dan
kematian.
(Sumber:
inharmonyclinic.com)
5.
Campak
Penyakit
yang
disebabkan
oleh
virus
myxovirus
viridae
measles.
Melalui
udara
(percikan
ludah)
dari
bersin
atau
batuk
penderita
•
Gejala
awal:
demam,
bercak
kemerahan,
batuk,
pilek,
konjunctivitis
(mata
merah)
dan
koplik
spots.
•
Selanjutnya
timbul
ruam
pada
muka
dan
leher,
kemudian
menyebar
ke
tubuh
dan
tangan
serta
kaki.
•
Diare
hebat
•
Peradangan
pada
telinga
•
Infeksi
saluran
napas
(pneumonia)
(Sumber:
Modul
pelatihan
imunisasibagi
petugas
kesehatan)
14
Bahan Ajar IMUNISASI
No.
Nama
Penyakit
Definisi
dan
Penyebab
Penularan
Gejala
Komplikasi
Gambar
6.
Poliomielitis
Penyakit
pada
susunan
saraf
pusat
yang
disebabkan
oleh
virus
polio
tipe
1,
2,
atau
3.
Secara
klinis
menyerang
anak
di
bawah
umur
15
tahun
dan
menderita
lumpuh
layu
akut
(acute
flaccid
paralysis
=
AFP).
Melalui
kotoran
manusia
(tinja)
yang
terkontaminasi
•
Demam
•
Nyeri
otot
dan
kelumpuhan
terjadi
pada
minggu
pertama
Bisa
menyebabkan
kematian
jika
otot
pernafasan
terinfeksi
dan
tidak
segera
ditangani.
(Sumber:
Modul
pelatihan
imunisasi
bagi
petugas
kesehatan)
7.
Hepatitis
B
Penyakit
yang
disebab-
kan
oleh
virus
hepatitis
B
yang
merusak
hati
(penyakit
kuning).
Penularan
secara
horizontal:
•
dari
darah
dan
produknya
•
Suntikan
yang
tidak
aman
•
Transfusi
darah
•
Melalui
hubungan
sek-
sual
Penularan
secara
vertical:
•
Dari
ibu
ke
bayi
selama
proses
persalinan
•
Merasa
lemah
•
Gangguan
perut
•
Gejala
lain
seperti
flu,
urin
menjadi
kuning,
kotoran
menjadi
pucat.
•
Warna
kuning
bisa
terlihat
pada
mata
ataupun
kulit.
Penyakit
ini
bisa
menjadi
kronis
yang
menimbulkan
pengerasan
hati
(Cirrhosis
Hepatis),
kanker
hati
(Hepato
Cellular
Carsinoma)
dan
menimbulkan
kematian.
(Sumber:
Modul
pelati-
han
imunisasibagi
petugas
kesehatan)
15
Konsep dasar imunisasi
No.
Nama
Penyakit
Definisi
dan
Penyebab
Penularan
Gejala
Komplikasi
Gambar
8.
Hemofilus
Influenza
tipe
b
(Hib)
Salah
satu
bakteri
yang
dapat
menyebabkan
infeksi
dibeberapa
organ,
seperti
meningitis,
epiglotitis,
pneumonia,
artritis,
dan
selulitis.
Banyak
menye­
r
ang
anak
di
bawah
usia
5
tahun,
terutama
pada
usia
6
bulan–1
tahun.
•
Droplet
melalui
nasofaring.
•
Pada
selaput
otak
akan
timbul
gejala
menigitis
(demam,
kaku
kuduk,
kehilangan
kesadaran),
•
Pada
paru
menyebabkan
pneumonia
(demam,
sesak,
retraksi
otot
pernafasan),
terkadang
menimbulkan
gejala
sisa
berupa
kerusakan
alat
pendengaran.
(Sumber:
Modul
pelati-
han
imunisasibagi
petugas
kesehatan)
9.
HPV
(Human
papiloma
Virus)
Virus
yang
menyerang
kulit
dan
membran
mukosa
manusia
dan
hewan.
Penularan
melalui
hubungan
kulit
ke
kulit,
HPV
menular
dengan
mudah.
Beberapa
menyebabkan
kutil,
sedangkan
lainnya
dapat
menyebabkan
infeksi
yang
menimbulkan
munculnya
lesi,
ca
servik
juga
disebabkan
oleh
virus
HPV
melalui
hubungan
seks.
(Sumber:
caramengobati.com)
16
Bahan Ajar IMUNISASI
No.
Nama
Penyakit
Definisi
dan
Penyebab
Penularan
Gejala
Komplikasi
Gambar
10.
Hepatitis
A
Suatu
penyakit
yang
disebabkan
oleh
virus
Disebarkan
oleh
kotoran/
tinja
penderita;
biasanya
melalui
makanan
(fecal-
oral).
•
Kelelahan
•
Mual
dan
muntah
•
Nyeri
perut
atau
rasa
tidak
nyaman,
terutama
di
daerah
hati
•
Kehilangan
nafsu
makan
•
Demam
•
Urin
berwarna
gela
•
Nyeri
otot
•
Menguningnya
kulit
dan
mata
(jaundice).
(Sumber:
www.
imunize.org)
17
Konsep dasar imunisasi
G.	Imunologi PD3I
Imunologi adalah ilmu yang sangat kompleks mempelajari tentang sistem
kekebalan tubuh. Perlindungan terhadap penyakit infeksi dihubungkan dengan
suatu kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif.
1. Sistem Kekebalan
Sistem kekebalan adalah suatu sistem yang rumit dari interaksi sel yang tujuan
utamanya adalah mengenali adanya antigen. Antigen dapat berupa virus atau
bakteri yang hidup atau yang sudah diinaktifkan. Jenis kekebalan terbagi menjadi
kekebalan aktif dan kekebalan pasif.
Kekebalan Aktif
Perlindungan yang dihasilkan oleh sistem
kekebalan seseorang sendiri dan menetap
seumur hidup.
Aktif Alamiah
didapatkan ketika seseorang
menderita suatu penyakit.
Pasif Alamiah
• Kekebalan yang didapat dari ibu
melalui plasenta saat masih berada
dalam kandungan
• Kekebalan yang diperoleh dengan
pemberian air susu pertama
(colostrom).
Aktif Buatan
didapatkan dari pemberian
vaksinasi.
Kekebalan Pasif Buatan
diperoleh dengan cara
menyuntikkan antibodi yang
diekstrak dari satu individu ke tubuh
orang lain sebagai serum.
Contoh: pemberian serum antibisa
ular kepada orang yang dipatuk ular
berbisa.
Kekebalan Pasif
Kekebalan atau perlindungan yang
diperoleh dari luar tubuh bukan dibuat oleh
tubuh itu sendiri.
Sumber: Depkes RI, 2009
Gambar 2.1 Skema Sistem Kekebalan
18
Bahan Ajar IMUNISASI
2.	Klasifikasi Vaksin
Tabel 2.6. Klasifikasi Vaksin
Live Attenuated Inactivated
• Derivat dari virus atau bakteri
liar (wild) yang dilemahkan.
• Tidak boleh diberikan kepada
orang yang defisiensi imun.
• Sangat labil dan dapat rusak
oleh suhu tinggi dan cahaya.
• Dari organisme yang diambil,
dihasilkan dari menumbuhkan
bakteri atau virus pada media
kultur, kemudian diinaktifkan.
Biasanya, hanya sebagian
(fraksional).
• Selalu memerlukan dosis ulang.
Virus
Campak, mumps, rubella, polio,
yellow fever, dan cacar air
• Virus inaktif utuh: influenza, polio,
rabies, hepatitis A.
• Virus inaktif fraksional: sub-unit
(hepatitis B, influenza, acellular
pertussis, typhoid injeksi), toxoid
(DT botulinum), polisakarida murni
(pneumococcal, meningococcal,
Hib), dan polisakarida konjungasi
(Hib dan pneumococcal).
Bakteri BCG dan tifoid oral
• Bakteri inaktif utuh (pertussis,
typhoid, cholera, pes)
3. Penggolongan Vaksin
Ada 2 jenis vaksin berdasarkan sensitivitasnya terhadap suhu, yaitu vaksin yang
sensitif terhadap beku dan sensitif terhadap panas.
Vaksin yang sensitif terhadap
beku (Freeze Sensive/FS)
 Vaksin DT, TT, Td, Hepatitis B,
dan DPT/HB/Hib
Vaksin yang sensitif terhadap
panas (Heat Sensitive/HS)
 Vaksin Campak, Polio, dan
BCG
Gambar 2.2 Skema Penggolongan Vaksin
19
Konsep dasar imunisasi
H.		 Jenis Imunisasi
Setelahmempelajaritentangpenyakityangbisadicegahdenganimunisasi,sekarang
Anda akan mempelajari jenis imunisasi berdasarkan sifat penyelenggaraannya di
Indonesia. Berikut ini bagan pembagian jenis imunisasi.
Imunisasi
Wajib
Pilihan
Rutin
Tambahan Crash Program, PIN, Sub-PIN
Khusus Calon Haji/Umrah, KLB
Dasar Bayi Umur 0–1 Tahun
Lanjutan Anak Usia SD
Batita
WUS
Gambar 2.3 Skema Jenis Imunisasi Berdasarkan Sifat Penyelenggaraan
Pada bagian selanjutnya akan diuraikan satu persatu tentang jenis imunisasi.
1.	Imunisasi Wajib
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah
untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutandanmasyarakatsekitarnyadaripenyakitmenulartertentu.Imunisasi
wajib terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus.
a.	Imunisasi Rutin
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara
terus-menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan
imunisasi lanjutan. Tahukah Anda mengenai jenis vaksin imunisasi rutin yang
ada di Indonesia? Berikut akan diuraikan macam vaksin imunisasi rutin meliputi
deskripsi, indikasi, cara pemberian dan dosis, kontraindikasi, efek samping, serta
penanganan efek samping.
20
Bahan Ajar IMUNISASI
1) Imunisasi Dasar
Tabel 2.7 Imunisasi dasar
Vaksin BCG
Vaksin BCG & pelarut
(Sumber: www.biofarma.co.id)
Deskripsi:
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang
mengandung Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan
(Bacillus Calmette Guerin), strain paris.
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis.
Cara pemberian dan dosis:
• Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
• Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus),
dengan menggunakan ADS 0,05 ml.
Efek samping:
2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul bisul kecil (papula) yang
semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuh
perlahan dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm.
Penanganan efek samping:
• Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan cairan antiseptik.
• Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar anjurkan orangtua
membawa bayi ke ke tenaga kesehatan.
Vaksin DPT – HB – HIB
Vaksin DPT-HB-HIB
(Sumber: www.biofarma.co.id)
Deskripsi:
Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan
terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan),
hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b
secara simultan.
21
Konsep dasar imunisasi
Cara pemberian dan dosis:
• Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral paha atas.
• Satu dosis anak adalah 0,5  ml.
Kontra indikasi:
Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius .
Efek samping:
Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada lokasi suntikan, disertai
demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam
tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah
pemberian.
Penanganan efek samping:
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah).
• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
• Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter.
Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B
(Sumber: www.biofarma.co.id)
Deskripsi:
Vaksin virus recombinan yang telah
diinaktivasikan dan bersifat non-infecious,
berasal dari HBsAg.
Cara pemberian dan dosis:
• Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
• Pemberian sebanyak 3 dosis.
• Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan).
Kontra indikasi:
Penderita infeksi berat yang disertai kejang.
Efek Samping:
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
22
Bahan Ajar IMUNISASI
Penanganan Efek samping:
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).
• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine [OPV])
Vaksin Polio dan droplet
(Sumber: www.biofarma.co.id)
Deskripsi:
Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus
poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah
dilemahkan.
Indikasi:
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
Cara pemberian dan dosis:
Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan
interval setiap dosis minimal 4 minggu.
Kontra indikasi:
Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat
pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
Efek Samping:
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah mendapat vaksin polio oral
bayi boleh makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi dosis
ulang.
Penanganan efek samping:
Orangtua tidak perlu melakukan tindakan apa pun.
23
Konsep dasar imunisasi
Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV)
Vaksin Polio IPV
(Sumber: www.vaxserve.com)
Deskripsi:
Bentuk suspensi injeksi.
Indikasi:
Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak
immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga
dan pada individu di mana vaksin polio oral menjadi
kontra indikasi.
Cara pemberian dan dosis:
• Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
• Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval satu atau dua
bulan.
• IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan rekomendasi dari WHO.
• Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan berturut-turut dengan interval
satu atau dua bulan.
Kontra indikasi:
• Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif.
• Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
• Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.
• Alergi terhadap Streptomycin.
Efek samping:
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi
dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua hari.
Penanganan efek samping:
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).
• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam)
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
24
Bahan Ajar IMUNISASI
Vaksin Campak
Vaksin campak dan pelarut
(Sumber: www.biofarma.co.id)
Deskripsi:
Vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Indikasi:
Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Cara pemberian dan dosis:
0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas atau anterolateral paha, pada usia
9–11 bulan.
Kontra indikasi:
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Efek samping:
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat
terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.
Penanganan efek samping:
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah).
• Jika demam kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
• Jika reaksi tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter.
2) Imunisasi Lanjutan
Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat
kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan
diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun (Batita), anak usia sekolah dasar, dan
wanita usia subur.
25
Konsep dasar imunisasi
Tabel 2.8 Jenis Imunisasi Lanjutan
Vaksin DT
Vaksin DT
(Sumber: www.biofarma.co.id)
Deskripsi:
Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu
mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni
yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat.
Indikasi:
Pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan
tetanus pada anak-anak.
Cara pemberian dan dosis:
Secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia di
bawah 8 tahun.
Kontra indikasi:
Hipersensitif terhadap komponen dari vaksin.
Efek Samping:
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan
kadang-kadang gejala demam.
Penanganan Efek samping:
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum anak lebih banyak.
• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam)
• Anak boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
Vaksin Td
Vaksin Td
(Sumber: www.biofarma.co.id)
Deskripsi:
Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu
mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang
terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat.
Indikasi:
Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu
mulai usia 7 tahun.
Cara pemberian dan dosis:
Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
26
Bahan Ajar IMUNISASI
Kontra indikasi:
Individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya.
Efek samping:
Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi penyuntikan (20–30%) serta demam
(4,7%)
Vaksin TT
Vaksin TT
(Sumber: www.biofarma.co.id)
Deskripsi:
Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu dalam vial
gelas, mengandung toksoid tetanus murni, terabsorpsi ke
dalam aluminium fosfat.
Indikasi:
Perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia
subur.
Cara pemberian dan dosis:
secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5 ml.
Kontra indikasi:
• Gejala-gejala berat karena dosis TT sebelumnya.
• Hipersensitif terhadap komponen vaksin.
• Demam atau infeksi akut.
Efek samping:
Jarang terjadi dan bersifat ringan seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang
bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
Penanganan efek samping:
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Anjurkan ibu minum lebih banyak.
b.	Imunisasi Tambahan
Imunisasi tambahan diberikan kepada kelompok umur tertentu yang paling
berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu.
Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah Backlog fighting, Crash
program, PIN (Pekan Imunisasi Nasional), Sub-PIN, Catch up Campaign campak
dan Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response Immunization/ORI).
27
Konsep dasar imunisasi
c.	Imunisasi Khusus
Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk
melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi
tertentu antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umrah, persiapan
perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar
biasa. Jenis imunisasi khusus, antara lain terdiri atas Imunisasi Meningitis
Meningokokus, Imunisasi Demam Kuning, dan Imunisasi Anti-Rabies.
2.	Imunisasi Pilihan
Setelah mempelajari tentang macam vaksin imunisasi dasar, sekarang kita akan
mempelajari macam vaksin imunisasi pilihan yang sudah beredar di Indonesia.
Imunisasipilihanmerupakanimunisasiyangdapatdiberikankepadaseseorang
sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari
penyakit menular tertentu, yaitu vaksin MMR, Hib, Tifoid, Varisela, Hepatitis A,
Influenza, Pneumokokus, Rotavirus, Japanese Ensephalitis, dan HPV.
I. Jadwal Imunisasi
Perlu Anda ketahui bahwa saat ini imunisasi yang diberikan kepada bayi dan anak
cukup banyak jumlahnya. Untuk itu, perlu diatur urutan pemberian vaksin dalam
jadwal imunisasi. Berikut ini jadwal pemberian imunisasi pada bayi di bawah 1
tahun, usia Batita, anak usia SD, dan WUS.
1. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar
Hep B O (HB O)
0–7 hari
1 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
9 bulan
CAMPAK
• BCG
• Polio 1 • DPT-HB-Hib 1
• Polio 2
• DPT-HB-Hib 2
• Polio 3
• DPT-HB-Hib 3
• Polio 4
• IPV
Gambar 2.1 Jadwal imunisasi dasar (untuk bayi usia 0–11 bulan)
28
Bahan Ajar IMUNISASI
2. Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Batita
Gambar 2.2 Jadwal imunisasi lanjutan pada Batita
3. Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Sekolah
Gambar 2.3 Jadwal imunisasi lanjutan pada Anak usia Sekolah
29
Konsep dasar imunisasi
4. Jadwal Imunisasi Lanjutan Tetanus Toksoid ( TT )
Gambar 2.4 Jadwal imunisasi lanjutan Tetanus Neonatorum
30
Bahan Ajar IMUNISASI
Rangkuman
1. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga
apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit
atau hanya mengalami sakit ringan.
2. Sasaran imunisasi yaitu bayi, Batita, anak usia SD kelas 1, 2, 3, dan wanita
usia subur.
3. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi: diphteri, pertusis,
tetanus, tuberkulosis, hepatitis B, poliomyelitis, dan campak.
4. Sistem kekebalan tubuh terdiri dari kekebalan aktif dan pasif.
5. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup
tetapidilemahkan,masihutuhataubagiannya,yangtelahdiolah,berupatoksin
mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang
apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu.
6. Jenis imunisasi di Indonesia adalah sebagai berikut:
Imunisasi
Wajib
Pilihan
Rutin
Tambahan Crash Program, PIN, Sub-PIN
Khusus Calon Haji/Umrah, KLB
Dasar Bayi Umur 0– 1 Tahun
Lanjutan Anak Usia SD
Batita
WUS
Tugas
Silakan Anda mencari macam-macam label vaksin dan buatlah menjadi sebuah
kliping tentang macam-macam vaksin.
31
Konsep dasar imunisasi
Evaluasi
1. Seorang anak usia 3 tahun, baru saja sembuh dari sakit campak, maka anak
tersebut telah mendapatkan ....
a. Kekebalan aktif alamiah d. Kekebalan pasif buatan
b. Kekebalan aktif buatan e. Kekebalan dari serum
c. Kekebalan pasif alamiah
2. Seorang bayi lahir di dukun, setelah pulang ke rumah, didapatkan gejala tali
pusat berbau, keluar pus, anak tidak mau menetek, mulut mencucu, dan
terdapat kejang.
Kemungkinan gejala penyakit tersebut adalah ....
a. Pertusis d. Campak
b. Tetanus e. Influenza
c. Dipheria		
3. Kemungkinan penyebab kasus di atas adalah ....
a. Neissera gonorrhoe d. Virus rubella			
b. Mycobacterium tuberculosa e. Clostridium botulinum
c. Clostridium tetani
4. Seorang bayi perempuan baru lahir di dukun 3 hari yang lalu, datang ke bidan
dengan ibunya mengaku belum mendapatkan suntikan imunisasi apapun,
sebagai seorang bidan imunisasi yang perlu diberikan pertama kali adalah ....
a. Vitamin K d. Hepatitis
b. Hepatitis B0 e. BCG		
c. DPT
5. Bayi perempuan usia satu bulan datang bersama ibunya ke bidan untuk
mendapatkan pelayanan imunisasi. Imunisasi yang selanjutnya diberikan
adalah ....
a. DPT Combo d. Campak
b. DPT Polio e. Hepatitis 1
c. BCG
32
Bahan Ajar IMUNISASI
6. Seoranganakperempuanusia10tahun,tiba-tibamendadakpanastinggi,nyeri
otot, terjadi kelumpuhan. Kemungkinan anak tersebut menderita penyakit ....
a. Poliomyelitis d. Campak
b. Diptheria e. Rabies
c. Hepatitis
7. Seorangbayi perempuanlahir1jamyanglalu.Bayibarulahirakanmendapatkan
kekebalan dari ibunya, maka bayi perempuan tersebut mendapat ....
a. Kekebalan aktif alamiah d. Kekebalan pasif buatan
b. Kekebalan aktif buatan e. Kekebalan dari serum
c. Kekebalan pasif alamiah				
8. Seoranganakperempuankelas1SD,ketikadisekolahadapemberianimunisasi
bulan November. Anak tersebut akan mendapat imunisasi ....
a. DPT d. TT
b. Campak e. Hepatitis A
c. DT
9. Seorang anak kelas 3 SD, ketika di sekolah ada pemberian imunisasi bulan
November. Anak tersebut kemungkinan mendapat imunisasi ....
a. Td d. TT
b. Campak e. Hepatitis A
c. DT
10. Seorang ibu datang ke Posyandu ingin mengimunisasikan anaknya yang saat
ini berusia 9 bulan. Berat badan bayi sekarang 8 kg, kondisi sehat. Apakah
jenis imunisasi yang diberikan?
a. DPT d. BCG
b. Polio e. DT
c. Campak
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu
1. Merencanakan kebutuhan dalam penyelenggaraan
imunisasi.
2. Menjelaskan cara pengadaan logistik.
3. Menjelaskan cara pendistribusian.
4. Melakukan penyimpanan vaksin dengan benar dan
tepat.
5. Menyebutkan tempat pelayanan imunisasi wajib.
6. Menjelaskan cara penanganan limbah imunisasi.
7. Melakukan pemantauan dan evaluasi.
BABIII
BABIII
PENYELENGGARAAN
IMUNISASIWAJIB
34
Bahan Ajar IMUNISASI
Jika Anda akan melakukan sesuatu sebaiknya diawali dengan perencanaan yang
matang, sehingga tujuan akan tercapai, demikian juga halnya dengan pelayanan
imunisasi perlu ada perencanaan. Anda perlu menyusun perencanaan pemberian
imunisasi meliputi:
A.Perencanaan Pelayanan ImunisasiWajib
Perencanaan imunisasi merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan oleh
petugas yang profesional. Perencanaan disusun secara berjenjang mulai dari
puskesmas, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat (bottom up). Perencanaan
imunisasi wajib meliputi:
1. Penentuan Sasaran Imunisasi Rutin Wajib
a.	Bayi pada Imunisasi Dasar
Jumlah bayi baru lahir dihitung/ditentukan berdasarkan angka yang dikeluarkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) atau sumber resmi yang lain. Dapat juga dihitung
dengan rumus: Bayi = CBR x Jumlah Penduduk. Sasaran ini digunakan untuk
menghitung imunisasi HB 0, BCG, dan Polio 1.
Jumlah bayi yang bertahan hidup (surviving infant) dihitung/ditentukan
dengan rumus: Surviving Infant (SI) = Jumlah bayi – (IMR x Jumlah bayi). Sasaran
ini digunakan untuk menghitung imunisasi yang diberikan pada bayi usia 2–11
bulan. Jumlah batita dihitung berdasarkan jumlah Surviving Infant (SI).
b.	Anak Sekolah Dasar pada Imunisasi Lanjutan
Jumlah sasaran anak sekolah didapatkan dari data yang dikeluarkan oleh
Kementerian Pendidikan atau Kementerian Agama (untuk siswa MI) atau
pendataan langsung pada sekolah.
c. Wanita Usia Subur (WUS) pada Imunisasi Lanjutan
Batasan Wanita Usia Subur (WUS) adalah antara 15–49 tahun. Rumus untuk
menghitung jumlah sasaran WUS = 21,9% x Jumlah Penduduk. Wanita Usia Subur
terdiri dari WUS hamil dan tidak hamil.
35
Penyelenggaraan imunisasi wajib
2. Sasaran Imunisasi Tambahan
Sasaran imunisasi tambahan adalah kelompok risiko (golongan umur) yang paling
berisiko terkenanya kasus. Jumlah sasaran didapatkan berdasarkan pendataan
langsung.
3. Sasaran Imunisasi Khusus
Sasaran imunisasi khusus ditetapkan dengan keputusan tersendiri (misalnya:
jemaah haji, masyarakat yang akan pergi ke negara tertentu).
4. Perencanaan kebutuhan Logistik
Logistik imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe dan safety box. Ketiga
kebutuhan tersebut direncanakan secara bersamaan dalam jumlah yang berimbang
(system bundling).
a. Perencanaan Vaksin
1) Menentukan Target Cakupan
Menentukan target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan yang akan
dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan vaksin yang
akan dibutuhkan. Penetapan target cakupan berdasarkan tingkat pencapaian di
tiap-tiap wilayah kerja.
2) Menghitung Indeks Pemakaian Vaksin
Indeks pemakaian (IP) vaksin adalah dosis riil setiap kemasan vaksin.
Dalammenghitungjumlahkebutuhanvaksinharusdiperhatikanbeberapahal,
yaitu jumlah sasaran, jumlah pemberian, target cakupan dan indeks pemakaian
vaksin dengan memperhitungkan sisa vaksin (stok) sebelumnya.
Kebutuhan  {Jumlah Sasaran x Jumlah Pemberian x Target Cakupan}  Sisa Stok
IP Vaksin
Indeks pemakaian vaksin (IP) adalah pemakaian rata-rata setiap kemasan
vaksin. Cara menghitung IP adalah dengan membagi jumlah cakupan dengan
jumlah vaksin yang dipakai.
36
Bahan Ajar IMUNISASI
Rumus:
IP Vaksin = Jumlah Cakupan / Jumlah Vaksin yang dipakai
Tabel 3.1. Dosis kemasan vaksin dan IP
No. Jenis Vaksin Jumlah Dosis/Vial IP
1. Hepatitis B 1 1
2. Polio 10 6
3. Campak 10 4
4. BCG 20 4
5. DPT/HB 5 3,5
6. DPT/HB/Hib 5 3,5
7. IPV 10 8
8. DT 10 8
9. td 10 8
10 TT 10 6
Sumber: Kemenkes RI, 2013
Jika ada kegiatan massal dalam pelayanan imunisasi, Anda akan mendapatkan
IP vaksin lebih besar dari pada pelayanan imunisasi rutin.
3) Menghitung Kebutuhan Vaksin
a) Setelah menghitung jumlah sasaran, menentukan target dan menghitung IP
vaksin,makadata-datatersebutdapatdigunakanuntukmenghitungkebutuhan
vaksin.
b) Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke kabupaten/kota
untuk dilakukan kompilasi, kemudian diteruskan ke provinsi dan ke pusat
(perencanaan secara bottom up).
Rumus menghitung kebutuhan tiap jenis vaksin:
(1) Bayi
Vaksin BCG
BCG = Sasaran x Target BCG (95%) = ................ ampul
IP BCG
37
Penyelenggaraan imunisasi wajib
Vaksin Hepatitis B
Hep. B = Sasaran x Target Hep. B (80%) = ................ Sc
IP Hep. B
Vaksin Polio
Polio = Sasaran x Target (P.1 (95%) + P.2 (95%) + P.3 (90%) + P.490%)) = ................ vial
IP Polio
Vaksin DPT-HB-Hib
DPT-HB-Hib = Sasaran x target (DPT-HB-Hib1 (95%) + DPT-HB-Hib2 (90%) + DPT-HB-Hib 3 (90%)) = ................ vial
IP DPT-HB-Hib
Vaksin IPV
IPV = Sasaran x Target (IPV1 (95%) + IPV2 (90%) + IPV3 (90%) ) = ................ vial
IP IPV
Vaksin Campak
Campak = Sasaran x Target Campak (95%) = ................ vial
IP Campak
(2) Anak Batita
Vaksin DPT-HB-Hib
DPT/HB/Hib = Sasaran x Target DPT-HB-Hib Batita (90%) = ................ vial
IP DPT/HB/Hib
Vaksin Campak
Campak = Sasaran x Target Campak Batita (95%) = ................ vial
IP Campak
38
Bahan Ajar IMUNISASI
(3) Anak Sekolah Dasar
Vaksin Campak SD
Campak = Sasaran Kelas 1 SD x Target (95%) = ................ vial
IP Campak
Vaksin DT
DT = Sasaran Kelas 1 SD x Target (95%) = ................ vial
IP DT
Vaksin Td
Td = Sasaran Kelas 2 + Kelas 3 SD x Target (95%) = ................ vial
IP Td
(4) Wanita Usia Subur
Vaksin TT
TT = Sasaran WUS x Target TT1 & TT2 + Hasil Skrining (80%) = ................ vial
IP TT
b. Perencanaan Auto Disable Syringe
Alat suntik yang digunakan dalam pemberian imunisasi adalah alat suntik sekali
pemakaian (Auto Disable Syringe/ADS).
Tabel 3.2 Ukuran ADS dan Penggunaannya
No. Ukuran ADS Penggunaan
1. 0,05 ml Pemberian imunisasi BCG
2. 0,5 ml Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib, Campak, DT, Td, dan TT
3. 5 ml Untuk melarutkan vaksin BCG dan campak
Sumber: Depkes RI, 2009
39
Penyelenggaraan imunisasi wajib
c. Perencanaan Safety Box
Safety box digunakan untuk menampung alat suntik bekas pelayanan imunisasi
sebelum dimusnahkan. Safety box ukuran 2,5 liter mampu menampung 50 alat
suntik bekas, sedangkan ukuran 5 liter menampung 100 alat suntik bekas. Limbah
imunisasi selain alat suntik bekas tidak boleh dimasukkan ke dalam Safety box.
d. Perencanaan Kebutuhan Peralatan Cold Chain
Sesuaidengantingkatadministrasi,makasaranacoldchainyangdibutuhkanadalah
sebagai berikut.
1) Provinsi: Coldroom, freeze room, lemari es, dan freezer;
2) Kabupaten/kota: Coldroom, lemari es, dan freezer;
3) Puskesmas: Lemari es.
Cara perhitungan kebutuhan coldchain adalah dengan mengalikan jumlah
stok maksimal vaksin (semua jenis vaksin) dengan volume setiap jenis dan
membandingkannya dengan volume lemari es/freezer.
e.	Menghitung Kebutuhan Peralatan Rantai Vaksin
Vaksin harus disimpan pada suhu tertentu (pada suhu 2 s.d. 8 o
C untuk vaksin
sensitif beku atau pada suhu -15 s.d. -25 o
C untuk vaksin yang sensitif panas).
Tabel 3.3 Peralatan Rantai Vaksin di Puskesmas dan Perkiraan Jumlah Kebutuhan
No. Nama Barang Kebutuhan Minimal Keterangan
1. Lemari Es 1
2. Vaccine Carrier 3
3. Coolpack 20 4 untuk setiap vaksin carrier, 8 buah
untuk lemari es
4. Termometer 1
5. Indikator paparan suhu
beku
4 1 buah untuk lemari es, 1 buah
untuk setiap vaksin carrier
6. Indikator paparan
panas (VCCM)
4 1 buah untuk lemari es, 1 buah
untuk setiap vaksin carrier
					 Sumber: Depkes RI, 2009
40
Bahan Ajar IMUNISASI
B.Pendistribusian
Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke tingkat
provinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab pemerintah
daerah secara berjenjang dan untuk lebih jelasnya Anda dapat melihat gambar
berikut ini.
Gambar 3.1 Sistem Rantai Dingin
Seluruh proses distribusi vaksin dari pusat sampai ke tingkat pelayanan, harus
mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar mampu memberikan kekebalan
yang optimal kepada sasaran.
Distribusi dari Puskesmas ke Tempat Pelayanan
Vaksin dibawa dengan menggunakan vaksin carrier yang diisi cool pack dengan
jumlah yang sesuai.
41
Penyelenggaraan imunisasi wajib
 Cold / cool box disposable
 Cold / cool box reusable
Gambar 3.2 Cold/Cool Box
Gambar 3.3 Cold/Cool Pack
42
Bahan Ajar IMUNISASI
 Vaksin carrier
 Thermos
Gambar 3.4 Vaksin Carrier
C.PenyimpananVaksin
Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan
ketingkatberikutnya,vaksinharusselaludisimpanpadasuhuyangtelahditetapkan
dapat Anda lihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.3 Cara Penyimpanan Vaksin
Kabupaten/Kota Puskesmas
• Vaksin Polio disimpan pada suhu -15o
s.d.
-25o
C pada freeze room/freezer.
• Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2o
s.d.
8o
C pada coldroom atau lemari es.
• Semua vaksin disimpan pada suhu 2o
s.d.
8o
C pada lemari es.
• Khusus vaksin Hepatitis B, pada bidan
desa disimpan pada suhu ruangan,
terlindung dari sinar matahari langsung.
Sumber: Kemenkes RI, 2013
43
Penyelenggaraan imunisasi wajib
Tabel 3.4 Suhu Penyimpanan Jenis Vaksin
			 Sumber: Kemenkes RI, 2013
Anda wajib memperhatikan beberapa hal dalam pemakaian vaksin secara
berurutan, yaitu sebagai berikut.
1.	Keterpaparan Vaksin Terhadap Panas
Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih banyak (yang dinyatakan
dengan perubahan kondisi Vaksin Vial Monitor [VVM] VVM A ke kondisi B)
harus digunakan terlebih dahulu meskipun masa kedaluwarsanya masih lebih
panjang. Vaksin dengan kondisi VVM C dan D tidak boleh digunakan.
Pernahkah Anda membaca tentang VVM? Di dalam bahan ajar ini Anda
akan mempelajari tentang VVM. Jadi, yang dimaksud dengan VVM adalah alat
pemantau paparan suhu panas. Fungsi VVM untuk memantau suhu vaksin selama
dalam perjalanan maupun dalam penyimpanan. VVM ditempelkan pada setiap
vial vaksin berupa bentuk lingkungan dengan bentuk segi empat pada bagian
dalamnya. Diameter VVM sekitar 0,7 cm (7 mm). VVM mempunyai karakteristik
yang berbeda, spesifik untuk tiap jenis vaksin. VVM untuk vaksin polio tidak
dapat digunakan untuk vaksin HB, begitu juga sebaliknya. Setiap jenis vaksin
mempunyai VVM tersendiri. Semua vaksin dilengkapi VVM, kecuali BCG. Untuk
lebih jelasnya, Anda dapat melihat gambar berikut ini.
44
Bahan Ajar IMUNISASI
Gambar 3.5 Simbol VVM dalam kemasan vaksin Hepatitis B PID
Gambar 3.6 Alat pemantau vaksin (VVM) yang menunjukkan kondisi yang berbeda
2.	Masa Kadaluwarsa Vaksin
Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan vaksin yang lebih pendek
masa kadaluwarsanya (Early Expire First Out/EEFO).
3. Waktu Penerimaan Vaksin (First In First Out/FIFO)
Vaksin yang terlebih dahulu diterima sebaiknya dikeluarkan terlebih dahulu. Hal
ini dilakukan dengan asumsi bahwa vaksin yang diterima lebih awal mempunyai
jangka waktu pemakaian yang lebih pendek.
4. Pemakaian Vaksin Sisa
Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah Sakit, atau Praktik Swasta)
bisa digunakan pada pelayanan hari berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi adalah sebagai berikut.
45
Penyelenggaraan imunisasi wajib
a. Disimpan pada suhu 2o
s.d. 8o
C;
b. VVM dalam kondisi A atau B;
c. Belum kadaluwarsa;
d. Tidak terendam air selama penyimpanan;
e. Belum melampaui masa pemakaian.
Anda akan lebih mudah mengingat dengan menggunakan tabel berikut ini.
Tabel 3.5 Masa Pemakaian Vaksin Sisa
Jenis Vaksin Masa Pemakaian Keterangan
POLIO 2 Minggu Cantumkan tanggal pertama
kali vaksin digunakan
TT 4 Minggu
DT 4 Minggu
Td 4 Minggu
DPT-HB-Hib 4 Minggu
BCG 3 Jam Cantumkan waktu vaksin
dilarutkan
Campak 6 Jam
			 Sumber: Permenkes, 2013
Vaksin sisa pelayanan dinamis (posyandu, sekolah) tidak boleh digunakan
kembali pada pelayanan berikutnya, dan harus dibuang.
5. Monitoring Vaksin dan Logistik
Setiap akhir bulan, atasan langsung pengelola vaksin melakukan monitoring
administrasi dan fisik vaksin serta logistik lainnya. Hasil monitoring dicatat pada
kartu stok dan dilaporkan secara berjenjang bersamaan dengan laporan cakupan
imunisasi.
Sarana Penyimpanan
a.	Kamar Dingin dan Kamar Beku
Kamar dingin dan kamar beku (terdapat di tingkat provinsi). Untuk lebih jelasnya,
perhatikan gambar berikut ini.
46
Bahan Ajar IMUNISASI
Sistem penyimpanan vaksin
Provinsi
Kab/ Kota
Puskesmas
3 bulan + 1 bulan
2 bulan + 1 bulan
1 bulan + 1 minggu
Gambar 3.7 Sistem Penyimpanan Vaksin
b.	Lemari Es dan Freezer
Banyak model lemari es yang dapat digunakan, tetapi gambar berikut inilah yang
sudah terstandardisasi WHO/UNICEF.
Berikut ini lemari es tingkat Puskesmas yang sudah terdaftar di WHO/
UNICEF.
Gambar 3.8 Jenis lemari es di tingkat Puskesmas
Anda tentu sudah tahu fungsi lemari es dan freezer. Fungsi lemari es tempat
menyimpan vaksin BCG, Td, TT, DT, hepatitis B, Campak, dan DPT-HB-Hib, pada
suhu yang ditentukan 2o
s.d. 8o
C dapat juga difungsikan untuk membuat kotak
dingin cair (cool pack). Adapun fungsi freezer untuk menyimpan vaksin polio
pada suhu yang ditentukan antara -15o
s.d. -25o
C atau membuat kotak es beku
(cold pack).
47
Penyelenggaraan imunisasi wajib
Bagian yang sangat penting dari lemari es/freezer adalah termostat. Termostat
berfungsi untuk mengatur suhu bagian dalam pada lemari es atau freezer. Tahukah
Anda bahwa ada 2 macam termostat? Kedua macam termostat itu masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Perhatikan tabel berikut.
Tabel 3.6 Kelebihan dan Kekurangan jenis thermostat
Termostat Manual Termostat Digital
Kelebihan Kekurangan Kelebihan Kekurangan
• Tidak menggunakan
power listrik
• Harganya murah.
• Sulit dalam
pemasangan
• Sulit meriset suhu
yang sesuai.
• Diff dari off ke on
sulit untuk diatur.
• Suhu tidak dapat
dibaca.
• Sulit untuk
mendapatkan suhu
yang sesuai.
• Pengaturan suhu
harus menunggu
24 jam.
• Max power 6 Amp.
• Mudah dalam
pemasangan.
• Mudah dalam
meriset suhu.
• Diff dari off ke on
sudah diatur + 2O
C
• Suhu mudah terbaca
dengan layar LCD.
• Ketepatan suhu lebih
terjamin.
• Menggunakan relay
untuk ketepatan
kontak.
• Pengaturan
suhu tidak perlu
menungggu 24 jam.
• Max power 10 Amp.
• Harganya mahal.
• Saat listrik padam
suhu tidak dapat
terbaca.
Bentuk pintu lemari es/freezer
1) Bentuk buka dari depan (front opening)
Lemari es/freezer dengan bentuk pintu buka dari
depan banyak digunakan dalam rumah tangga
atau pertokoan, seperti untuk menyimpan
makanan, minuman, buah-buahan yang sifat
penyimpanannya sangat terbatas. Bentuk ini
tidak dianjurkan untuk penyimpanan vaksin.
Gambar 3.9 Jenis lemari es
48
Bahan Ajar IMUNISASI
2) Bentuk Buka ke Atas (Top Opening)
Bentuk top opening pada umumnya
adalah freezer yang biasanya digunakan
untuk menyimpan bahan makanan,
ice cream, daging, atau lemari es untuk
penyimpanan vaksin. Salah satu bentuk
lemari es top opening adalah ILR (Ice
Lined Refrigerator) yaitu Freezer yang
dimodifikasi menjadi lemari es dengan
suhu bagian dalam 2o
s.d. 8o
C. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
akan volume penyimpanan vaksin pada lemari es. Modifikasi dilakukan dengan
meletakkan kotak dingin cair (cool pack) pada sekeliling bagian dalam freezer
sebagai penahan dingin dan diberi pembatas berupa aluminium atau multiplex
atau acrylic plastic.
Tabel 3.7 Perbedaan antara bentuk pintu buka depan dan bentuk pintu buka ke atas
Bentuk Buka dari Depan Bentuk Buka dari Atas
Suhu tidak stabil. Suhu lebih stabil.
Pada saat pintu lemari dibuka ke depan maka
suhu dingin dari atas akan turun ke bawah dan
keluar.
Pada saat pintu lemari es dibuka ke atas maka
suhu dingin dari atas akan turun ke bawah dan
tertampung.
Apabila listrik padam relatif tidak dapat
bertahan lama.
Apabila listrik pada relatif suhu dapat bertahan
lama.
Jumlah vaksin yang dapat ditampung sedikit. Jumlah vaksin yang dapat ditampung lebih
banyak.
Susunan vaksin menjadi mudah dan vaksin
terlihat jelas dari samping depan.
Penyusunan vaksin agak sulit karena vaksin
bertumpuk dan tidak jelas dilihat dari atas.
				 Sumber: Kemenkes, 2013
c.	Alat Pembawa Vaksin
1) Cold box adalah suatu alat untuk menyimpan sementara dan membawa vaksin.
Pada umumnya memiliki volume kotor 40 liter dan 70 liter. Kotak dingin
(cold box) ada 2 macam yaitu terbuat dari plastik atau kardus dengan insulasi
poliuretan.
2) Vaccine carrier adalah alat untuk mengirim/membawa vaksin dari
Puskesmas ke Posyandu atau tempat pelayanan imunisasi lainnya yang dapat
mempertahankan suhu 2o
s.d. 8o
C.
Gambar 3.10 Jenis lemari es top opening
49
Penyelenggaraan imunisasi wajib
Gambar 3.11 Vaccine Carrier
d.	Alat untuk Mempertahankan Suhu
1) Kotak dingin beku (cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat
yang diisi dengan air yang dibekukan dalam freezer dengan suhu -15° s.d.
-25o
C selama minimal 24 jam.
2) Kotak dingin cair (cool pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang
diisi dengan air kemudian didinginkan dalam lemari es dengan suhu +2°s.d.
+8o
C selama minimal 24 jam.
Cold pack selain mempertahankan suhu untuk pengiriman vaksin juga
berfungsi sebagai stabilisator suhu apabila diletakkan dalam lemari es.
Gambar 3.12 Cold pack
50
Bahan Ajar IMUNISASI
e. Penempatan lemari es (LE)
1) Jarak minimal LE dengan dinding bagian belakang (± 10–15 cm).
2) Jarak minimal antara LE : ± 15 cm.
3) LE tidak terkena sinar matahari langsung.
4) Ada sirkulasi udara yang cukup dalam ruangan.
5) SetiapunitLEatauFreezerhanyamenggunakan1stopkontaklistrik,sebaiknya
menggunakan stabilisator untuk tiap unit.
Coba Anda perhatikan gambar tentang penataan vaksin berikut ini.
RCW 42 EK: suhu dekat evaporator bisa < 0° C. Jauh dari evaporator suhu
2° s.d. 8° C.
Gambar 3.13 Cara Penataan Vaksin RCW 42 EK
RCW 50 EK: kompartmen kanan dan kiri suhu 2° s.d. 8° C bagian tengah
freezer.
Gambar 3.14 Cara Penataan Vaksin RCW 50 EK
51
Penyelenggaraan imunisasi wajib
f. Pemeliharaan Sarana Cold Chain
Tabel 3.8 Cara Pemeliharaan Lemari Es
Pemeliharaan Harian Pemeliharaan Mingguan Pemeliharaan Bulanan
a. Melakukan pengecekan
suhu setiap pagi dan sore,
termasuk hari libur.
b. Memeriksa apakah terjadi
bunga es dan memeriksa
ketebalan bunga es.
Apabila bunga es lebih dari
0,5 cm lakukan defrosting
(pencairan bunga es).
c. Melakukan pencatatan
langsung setelah
pengecekan suhu pada
termometer atau pemantau
suhu di kartu pencatatan
suhu setiap pagi dan sore.
a. Memeriksa steker jangan
sampai kendor.
b. Melakukan pengamatan
terhadap tanda-tanda
steker hangus dengan
melihat perubahan warna
pada steker, jika itu terjadi
gantilah steker dengan yang
baru.
c. Agar tidak terjadi konsleting
saat membersihkan badan
lemari es, lepaskan steker
dari stop kontak.
d. Membersihkan badan
lemari es dengan lap basah,
kuas yang lembut/spons
busa dan sabun
e. Keringkan badan lemari es
dengan lap kering.
f. Membuka pintu lemari
es agar suhu tetap
terjaga 2°–80° C (selama
membersihkan)
g. Setelah selesai
membersihkan badan
lemari es colok kembali
steker.
h. Mencatat kegiatan
pemeliharaan mingguan
pada kartu pemeliharaan
lemari es.
a. Sehari sebelum melakukan
pemeliharaan bulanan,
kondisikan cool pack
(kotak dingin cair), vaccine
carrier atau cold box
dan pindahkan vaksin ke
dalamnya.
b. Lepaskan steker dari stop
kontak saat pencairan
bunga es (defrosting).
c. Membersihkan kondensor
pada lemari es model
terbuka menggunakan sikat
lembut atau tekanan udara.
Pada model tertutup hal ini
tidak perlu dilakukan.
d. Memeriksa kerapatan pintu
dengan menggunakan
selembar kertas, apabila
kertas sulit ditarik berarti
karet pintu masih baik.
Sebaliknya, apabila kertas
mudah ditarik berarti karet
sudah mengeras atau kaku.
Olesi karet pintu dengan
bedak atau minyak goreng
agar kembali lentur.
e. Memeriksa steker jangan
sampai kendor, apabila
kendor gunakan obeng
untuk mengencangkan
baut.
f. Selama membersihkan
badan lemari es, jangan
membuka pintu lemari es
agar suhu tetap terjaga 2°
s.d. 8° C.
g. Setelah selesai
membersihkan badan
lemari es colok kembali
steker.
h. Mencatat kegiatan
pemeliharaan bulanan pada
kartu pemeliharaan lemari
es.
52
Bahan Ajar IMUNISASI
Pencairan bunga es (defrosting)
a. Pencairan bunga es dilakukan minimal 1 bulan sekali atau ketika bunga es
mencapai ketebalan 0,5 cm.
b. Sehari sebelum pencairan bunga es, kondisikan cool pack (kotak dingin cair),
vaccine carrier atau cold box.
c. Memindahkan vaksin ke dalam vaccine carrier atau cold box yang telah berisi
cool pack (kotak dingin cair).
d. Mencabut steker saat ingin melakukan pencairan bunga es.
e. Melakukan pencairan bunga es dapat dilakukan dengan cara membiarkan
hingga mencair atau menyiram dengan air hangat.
f. Pergunakan lap kering untuk mengeringkan bagian dalam lemari es termasuk
evaporator saat bunga es mencair.
g. Memasang kembali steker dan jangan mengubah termostat hingga suhu lemari
es kembali stabil (2° s.d. 8° C).
h. Menyusun kembali vaksin dari dalam vaccine carrier atau cold box ke dalam
lemari es sesuai dengan ketentuan setelah suhu lemari telah mencapai 2° s.d.
8° C.
i. Mencatat kegiatan pemeliharaan bulanan pada kartu pemeliharaan lemari es.
D.Pelaksanaan Pelayanan ImunisasiWajib
Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi wajib, pelaksanaan imunisasi dibagi
menjadi:
1. Pelayanan imunisasi di dalam gedung (komponen statis), seperti puskesmas,
puskesmas pembantu, rumah sakit, bidan praktik, dokter praktik.
a. Kebutuhan logistik untuk unit pelayanan kesehatan swasta/UPKS
(vaksin dan pelarutnya, alat suntik/ADS, safety box) diperoleh dari Dinas
Kesehatan kabupaten/kota melalui puskesmas di wilayahnya.
b. Pemakaian logistik harus dilaporkan setiap bulan kepada puskesmas
setempat bersamaan dengan laporan cakupan pelayanan imunisasi.
c. Laporan imunisasi dibuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
(dalam buku KIA, rekam medis, dan atau kohort).
53
Penyelenggaraan imunisasi wajib
2. Pelayanan imunisasi di luar gedung (komponen dinamis), seperti posyandu,
di sekolah, atau melalui kunjungan rumah.
Dalam pemberian imunisasi di luar gedung harus diperhatikan dalam kualitas
vaksin, pemakaian alat suntik harus menggunakan ADS, dan hal-hal penting saat
pemberian imunisasi (dosis, cara dan tempat pemberian, interval pemberian,
tindakan antiseptik, dan kontra indikasi).
Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kualitas dan
keamanan vaksin:
a. Vaksin belum kadaluwarsa.
b. Vaksin sensitif beku belum pernah mengalami pembekuan.
c. Vaksin belum terpapar suhu panas yang berlebihan.
d. Vaksin belum melampaui batas waktu ketentuan pemakaian vaksin yang
telah dibuka.
e. Pencampuran vaksin dengan pelarut harus berasal dari pabrik yang
sama.
E. Penanganan Limbah Imunisasi
Pada tahun 2000, WHO mencatat kasus infeksi akibat tusukan jarum bekas yang
terkontaminasi, yaitu infeksi virus Hepatitis B sebanyak 21 juta (32% dari semua
infeksi baru), infeksi virus hepatitis C sebanyak 2 juta (40% dari semua infeksi
baru), dan infeksi HIV sebanyak 260 ribu (5% dari seluruh infeksi baru).
Berikut ini prinsip-prinsip penting dalam pelaksanaan pengelolaan limbah.
1. The “polluter” principle atau prinsip “pencemar yang membayar” bahwa
semua penghasil limbah secara hukum dan finansial bertanggung jawab untuk
menggunakan metode yang aman dan ramah lingkungan dalam pengelolaan
limbah.
2. The “precautionary” principle atau prinsip “pencegahan” merupakan prinsip
kunci yang mengatur perlindungan kesehatan dan keselamatan melalui upaya
penanganan yang secepat mungkin dengan asumsi risikonya dapat terjadi
cukup signifikan.
54
Bahan Ajar IMUNISASI
3. The “duty of care” principle atau prinsip “kewajiban untuk waspada” bagi yang
menangani atau mengelola limbah berbahaya karena secara etik bertanggung
jawab untuk menerapkan kewaspadaan tinggi.
4. The “proximity” principle atau prinsip “kedekatan” dalam penanganan limbah
berbahaya untuk meminimalkan risiko dalam pemindahan.
Limbah imunisasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut.
1.	Limbah Infeksius
Limbah infeksius kegiatan imunisasi merupakan limbah yang ditimbulkan setelah
pelayanan imunisasi yang mempunyai potensi menularkan penyakit kepada orang
lain, yaitu limbah medis tajam (berupa ADS yang telah dipakai, alat suntik untuk
pencampur vaksin, alat suntik yang telah kadaluwarsa) dan limbah farmasi berupa
sisa vaksin dalam botol atau ampul, kapas pembersih/usap, vaksin dalam botol
atau ampul yang telah rusak karena suhu atau kedaluwarsa.
a.	Limbah Infeksius Tajam
Pengelolaan limbah medis infeksius tajam dapat dilakukan dengan cara berikut.
1) Menggunakan Incinerator
2) Menggunakan bak beton
55
Penyelenggaraan imunisasi wajib
3) Pengelolaan jarum
4) Pengelolaan Syringe
Pengelolaan Syringe alternatif 1:
Pengelolaan Syringe alternatif 2:
b.	Limbah Infeksius Non-Tajam
Pemusnahan limbah farmasi (sisa vaksin) dapat dilakukan dengan cairan vaksin
tersebut didesinfeksi terlebih dahulu dalam killing tank (tangki desinfeksi) untuk
membunuh mikroorganisme yang terlibat dalam produksi.
Kegiatan Imunisasi
atau
Needle cutter
Box penampung
jarum Encapsulation Sharp pit
56
Bahan Ajar IMUNISASI
2. Pengelolaan Limbah Non-Infeksius
Limbah non-infeksius kegiatan imunisasi seperti limbah kertas pembungkus alat
suntik dan kardus pembungkus vaksin dimasukkan ke dalam kantong plastik
berwarna hitam. Limbah tersebut dapat disalurkan ke pemanfaat atau dapat
langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
F. Pemantauan dan Evaluasi
1. Pemantauan
Pemantauan merupakan fungsi penting dalam manajemen program agar kegiatan
sejalandenganketentuanprogram.Beberapaalatpemantauanyangdimilikiadalah
sebagai berikut.
a. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
Alat pemantauan ini untuk meningkatkan cakupan, sifatnya lebih memantau
kuantitas program.
Prinsip PWS:
1) Memanfaatkan data yang ada dari cakupan/laporan cakupan imunisasi.
2) Menggunakan indikator sederhana tidak terlalu banyak
Indikator PWS, untuk masing-masing antigen:
(a) Hepatitis B 0–7 hari: Jangkauan/aksesibilitas pelayanan;
(b) BCG: Jangkauan/aksesibilitas pelayanan;
(c) DPT-HB 1: Jangkauan/aksesibilitas pelayanan;
(d) Campak: Tingkat perlindungan (efektivitas program);
(e) Polio 4: Tingkat perlindungan (efektivitas program);
(f) Drop out DPT-HB1–Campak: efisiensi/manajemen program.
3) Dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan setempat.
4) Teratur dan tepat waktu (setiap bulan)
(a) Teratur untuk menghindari hilangnya informasi penting;
(b) Tepat waktu agar tidak terlambat dalam mengambil keputusan.
57
Penyelenggaraan imunisasi wajib
5) Lebih dimanfaatkan sendiri atau sebagai umpan balik untuk dapat mengambil
tindakan daripada dikirimkan laporan.
b. Data Quality Self Assessment (DQS)
DQS terdiri dari suatu perangkat alat bantu yang mudah dilaksanakan dan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan. DQS dirancang untuk pengelola imunisasi pada
tingkat nasional, provinsi atau kabupaten/kota untuk mengevaluasi aspek-aspek
yangberbedadalamrangkamenentukankeakuratanlaporanimunisasidankualitas
sistim pemantauan evaluasi.
Pemantauan mengacu pada pengukuran pencapaian cakupan imunisasi dan
indikator sistem lainnya. Misalnya, pemberian imunisasi yang aman, manajemen
vaksin, dan lain-lain. Pemantauan berkaitan dengan pelaporan karena melibatkan
kegiatan pengumpulan data dan prosesnya. DQS bertujuan untuk mendapatkan
masalah-masalah melalui analisis dan mengarah pada peningkatan kinerja
pemantauan kabupaten/kota dan data untuk perbaikan.
c. Effective Vaccine Management (EVM)
EVM adalah suatu cara untuk melakukan penilaian terhadap manajemen
penyimpanan vaksin, sehingga dapat mendorong suatu provinsi untuk memelihara
dan melaksanakan manajemen dalam melindungi vaksin.
EVM didasarkan pada prinsip jaga mutu. Kualitas vaksin hanya dapat
dipertahankan dan ditangani dengan tepat mulai dari pembuatan hingga
penggunaan. Manajer dan penilai luar hanya dapat menetapkan bahwa kualitas
terjaga apabila rincian data arsip dijaga dan dapat dipercaya. Jika arsip tidak
lengkap atau tidak akurat, sistem penilaian tidak dapat berjalan dengan baik.
Walaupun vaksin disimpan dan didistribusikan secara benar, sistem tidak dapat
dinilai. Dengan demikian, vaksin tidak terjamin mutunya dan tidak dapat dinilai
memuaskan dalam EVM.
d. Supervisi Suportif
Supervisi suportif merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara berkala
dan berkesinambungan, meliputi pemantauan, pembinaan, dan pemecahan
masalah, serta tindak lanjut. Kegiatan ini sangat berguna untuk melihat bagaimana
58
Bahan Ajar IMUNISASI
programataukegiatandilaksanakansesuaidenganstandardalamrangkamenjamin
tercapainya tujuan kegiatan imunisasi.
Supervisi suportif didorong untuk dilakukan dengan terbuka, komunikasi dua
arah, dan membangun pendekatan tim yang memfasilitasi pemecahan masalah.
Kegiatan supervisi dimanfaatkan untuk melaksanakan “on the job training”
terhadap petugas di lapangan. Supervisi diharapkan akan menimbulkan motivasi
untuk meningkatkan kinerja petugas lapangan.
2.	Evaluasi
Tujuandarievaluasiadalahuntukmengetahuihasilataupunproseskegiatanapabila
dibandingkan dengan target atau yang diharapkan. Berdasarkan sumber data, ada
2 macam evaluasi, yaitu evaluasi dengan data sekunder dan evaluasi dengan data
primer.
a.	Evaluasi dengan Data Sekunder
Angka-angka yang dikumpulkan oleh puskesmas, selain dilaporkan perlu pula
dianalisis.Caramenganalisisdataharusbaikdanteratursehinggaakanmemberikan
banyak informasi penting yang dapat menentukan kebijaksanaan program.
1) Stok Vaksin
Stok vaksin dilaporkan oleh petugas puskesmas, kabupaten dan provinsi ke
tingkat yang di atasnya untuk pengambilan atau distribusi vaksin. Grafik dibuat
menurut waktu, dapat dibandingkan dengan cakupan dan batas stok maksimum
dan minimum untuk menilai kesiapan stok vaksin menghadapi kegiatan program.
Data stok vaksin menghadapi kegiatan program. Data stok vaksin diambil dari
kartu stok.
2) Indeks Pemakaian Vaksin
Dari pencatatan stok vaksin setiap bulan diperoleh jumlah vial/ampul vaksin yang
digunakan. Untuk mengetahui berapa rata-rata jumlah dosis diberikan untuk
setiap vial/ampul, yang disebut indeks pemakaian vaksin (IP). Perhitungan IP
dilakukan untuk setiap jenis vaksin. Nilai IP biasanya lebih kecil dari jumlah dosis
per vial/ampul. Hasil perhitungan IP menentukan berapa jumlah vaksin yang
59
Penyelenggaraan imunisasi wajib
harus disediakan untuk tahun berikutnya. Apabila hasil perhitungan IP dari tahun
ke tahun untuk tiap-tiap vaksin divisualisasikan, pengelola program akan lebih
mudah menilai apakah strategi operasional yang diterapkan di puskesmas sudah
memperhatikan masalah efisiensi program tanpa mengurangi cakupan dan mutu
pelayanan.
3) Suhu Lemari Es
Pencatatan suhu lemari es atau freezer dilakukan setiap hari pada grafik suhu yang
tersedia untuk tiap-tiap unit. Pencatatan suhu dilakukan 2 kali setiap pagi dan
sore hari. Dengan menambah catatan saat terjadinya peristiwa penting pada grafik
tersebut, seperti sweeping, KLB, KIPI, penggantian suku cadang, grafik suhu ini
akan menjadi sumber informasi penting.
4) Cakupan per Tahun
Untuk setiap antigen grafik cakupan per tahun dapat memberikan gambaran secara
keseluruhan tentang adanya kecenderungan:
a) Tingkat pencapaian cakupan imunisasi;
b) Indikasi adanya masalah;
c) Acuan untuk memperbaiki kebijaksanaan atau strategi yang perlu diambil
untuk tahun berikutnya.
b.	Evaluasi dengan Data Primer
1) Survei Cakupan (Coverage Survey)
Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat cakupan imunisasi. Adapun
tujuan lainnya adalah untuk memperoleh informasi tentang distribusi umur saat
diimunisasi, mutu pencatatan dan pelaporan, sebab kegagalan imunisasi, dan
tempat memperoleh imunisasi.
Metodologi:
a) Jumlah sampel yang diperlukan 210 anak.
b) Cara pengambilan sampel adalah 30 cluster.
c) Lokasi cluster ditentukan secara acak/random, (2 stage cluster sampling).
60
Bahan Ajar IMUNISASI
d) Untuk tiap cluster diperlukan 210/30 = 7 sampel.
e) Periode cakupan yang akan di-cross-checkdengan surveiinimenentukan umur
responden.
f) Alat yang digunakan kuesioner standar.
2) Survei Dampak
Tujuanutamanyaadalahuntukmenilaikeberhasilanimunisasiterhadappenurunan
morbiditas penyakit tertentu, misalnya:
a) Pencapaian eliminasi tetanus neonatorum yang ditunjukkan oleh insidens
rate<1/1000 kelahiran hidup.
b) Pencapaian eradikasi polio yang ditunjukkan oleh insiden rate 0.
c) Pencapaian reduksi mortalitas campak sebesar 90% dan morbiditas sebesar
50% dari keadaan sebelum program.
Tujuan lainnya adalah untuk memperoleh gambaran epidemiologis PD3I,
seperti distribusi penyakit menurut umur, tempat tinggal, dan faktor-faktor
risiko.
3) Uji Potensi Vaksin
Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui potensi dan keamanan dari vaksin
serta untuk mengetahui kualitas cold chain/pengelolaan vaksin.
61
Penyelenggaraan imunisasi wajib
RANGKUMAN
1. Perencanaan imunisasi terdiri dari penentuan sasaran dan perencanaan
kebutuhanlogistik.Logistikimunisasiterdiridarivaksin,AutoDisableSyringe,
dan safety box.
2 Pengadaan vaksin untuk imunisasi wajib dilakukan oleh Pemerintah. Untuk
mengatasi keadaan tertentu (kejadian luar biasa, bencana), pengadaan vaksin
dapat dilakukan bekerja sama dengan mitra. Pemerintah daerah kabupaten/
kota bertanggung jawab terhadap pengadaan Auto Disable Syringe, safety box,
peralatan cold chain, emergency kit, dan dokumen pencatatan status imunisasi
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah.
3 Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke
tingkat provinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah secara berjenjang dengan mekanisme diantar oleh level
yang lebih atas atau diambil oleh level yang lebih bawah, bergantung kebijakan
tiap-tiap daerah.
4. Seluruh proses distribusi vaksin dari pusat sampai ke tingkat pelayanan,
harus mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar mampu memberikan
kekebalan yang optimal kepada sasaran.
5. Pelayanan imunisasi harus dapat menjamin bahwa sasaran memperoleh
kekebalan spesifik terhadap penyakit tertentu, serta tidak terjadi penularan
penyakit kepada petugas dan masyarakat sekitar dari limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan imunisasi.
6. Penanganan limbah yang tidak benar akan mengakibatkan berbagai macam
dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan.
7. Pemantauan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam
manajemen program imunisasi. Salah satunya adalah pemantauan wilayah
setempat (PWS).
8. Kegiatan evaluasi yang dilakukan secara berkala dalam imunisasi bertujuan
untuk mengetahui hasil ataupun proses kegiatan apabila dibandingkan dengan
target atau yang diharapkan.
62
Bahan Ajar IMUNISASI
TUGAS
Silakan Anda berlatih cara menggunakan alat suntik ADS dan PID secara
mandiri.
EVALUASI
1. Seorang Bidan yang bekerja di wilayah puskesmas x, memiliki 60 cakupan
imunisasi wajib. Jumlah vaksin yang dipakai bidan sebanyak 30 vaksin.
Berapakah indeks pemakaian vaksin pada kasus tersebut?
a. 2 vaksin d. 5 vaksin
b. 3 vaksin e. 6 vaksin
c. 4 vaksin
2. Seorang perempuan membawa bayinya kepada bidan, setelah dilakukan
pemeriksaankeadaanumumbaik,suhu36,50
C.Bidanmelakukanpenyuntikan
imunisasi Hep B dengan alat suntik PID. Setelah mengeluarkan PID dari
kemasan, tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh bidan adalah ....
a. Dorong dengan cepat penutup jarum kedalam port.
b. Suntikan PID pada paha bagian kanan.
c. Aspirasi PID lalu suntikan jarum pada paha.
d. Pegang PID pada port dan suntikan jarum ke pasien.
e. Lepas PID dari paha kanan bayi.
3. Seorang bidan melakukan pemisahan limbah imunisasi yang terdiri dari
limbah infeksius dan limbah infeksius non-tajam setelah pelayanan imunisasi.
Yang termasuk dalam limbah infeksius non-tajam adalah ....
a. Kapas pembersih/usap pada penyuntikan vaksin.
b. ADS yang telah dipakai dan alat suntik untuk pencampur vaksin.
c. Vaksin dalam botol atau ampul yang telah rusak karena suhu atau
kadaluwarsa.
d. Limbah kertas pembungkus alat suntik dan kardus pembungkus vaksin.
e. Sisa vaksin dalam botol atau ampul.
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu
1. Melakukan penyuluhan sebelum dan sesudah
pelayanan imunisasi.
2. Melakukan skrining dan pengisian register.
3. Melakukan konseling.
4. Melaksanakan prosedur pemberian imunisasi:
a. BCG
b. Polio
c. Hb 0
d. DPT-HB-Hib
e. Campak
f. DT
g. Td
h. TT
5. Melaksanakan prosedur tahap akhir setelah
pelaksanaan imunisasi.
BABIV
BABIV
PELAKSANAAN
PEMBERIAN
IMUNISASI
64
Bahan Ajar IMUNISASI
A.Penyuluhan Sebelum dan Sesudah
Pelayanan Imunisasi
Penyuluhan menjadi sangat penting untuk menurunkan, bahkan memberantas
kematian, khususnya pada bayi akibat tetanus, campak, TBC, dipteri, dan hepatitis.
Kesadaran orang dewasa, khususnya orangtua bayi terlebih lagi ibu dari bayi, untuk
membawa bayinya ke sarana pelayanan kesehatan terdekat, misalnya posyandu,
untuk memperoleh imunisasi yang lengkap. Penyuluhan yang diberikan berupa
manfaat imunisasi, efek samping dan cara penanggulangannya, serta kapan dan di
mana pelayanan imunisasi berikutnya dapat diperoleh.
Berbagai macam alat peraga untuk mendukung penyuluhan yang akan Anda
berikan terhadap sasaran, yaitu ibu yang memiliki bayi, salah satunya poster.
Poster bertujuan untuk memengaruhi seseorang atau kelompok agar tertarik pada
objek atau materi yang diinformasikan atau juga untuk memengaruhi seseorang
atau kelompok untuk mengambil suatu tindakan yang diharapkan. Poster dapat
diletakkan di ruang tunggu Puskesmas, digunakan sebagai alat bantu peragaan
saat melakukan ceramah atau penyuluhan, bahan diskusi kelompok, dan lainnya.
Berikut ini langkah-langkah dalam memberikan penyuluhan.
1. Pemberian Imunisasi kepada Bayi/Anak
a. Mengucapkan salam dan terima kasih kepada orangtua atas kedatangannya
dan kesabarannya menunggu.
b. Menjelaskan jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi.
c. Menjelaskan manfaat pemberian imunisasi.
d. Menjelaskan efek samping setelah pemberian imunisasi dan apa yang harus
dilakukan jika terjadi efek samping.
e. Menjelaskan kapan ibu perlu membawa bayinya ke pusat kesehatan atau RS
jika terjadi efek samping yang hebat.
f. Menjelaskan secara lengkap jika bayi harus mendapatkan imunisasi lengkap
secara berurutan.
65
Pelaksanaan pemberian imunisasi
g. MenuliskantanggaluntukpemberianimunisasiberikutnyapadabukuKIAdan
memberitahukan kepada orangtua kapan harus kembali untuk mendapatkan
imunisasi berikutnya.
h. Menjelaskan kepada orangtua tentang alternatif tanggal dan waktu jika tidak
bisa datang pada tanggal yang sudah dituliskan.
2. Pemberian Imunisasi kepada WUS
a. Memberitahukan kepada sasaran WUS tentang berapa kali, kapan, dan di
mana mereka harus kembali untuk mendapatkan imunisasi TT.
b. Mengingatkan agar selalu membawa kartu imunisasi TT setiap kali datang ke
tempat pelayanan imunisasi.
B.	Melakukan Skrining dan Pengisian Register
1. Pemeriksaan Sasaran
Setiap sasaran yang datang ke tempat pelayanan imunisasi, sebaiknya diperiksa
sebelum diberikan pelayanan imunisasi. Tentukan usia dan status imunisasi
terdahulu sebelum diputuskan vaksin mana yang akan diberikan, dengan langkah
sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi usia bayi;
b. Mengidentifikasi vaksin-vaksin mana yang telah diterima oleh bayi;
c. Menentukan jenis vaksin yang harus diberikan;
d. Imunisasi untuk bayi sakit atau mempunyai riwayat kejang demam sebaiknya
dikonsultasikan kepada dokter spesialis anak;
e. Kontraindikasi terhadap imunisasi.
Tabel 4.1 Kontraindikasi dan Bukan Merupakan kontraindikasi
Kontraindikasi Bukan Merupakan Kontraindikasi
Anafilaksis atau reaksi
hipersensitivitas yang hebat.
Alergi atau asma (kecuali jika ada alergi terhadap
komponen khusus dari vaksin).
Reaksi berlebihan seperti suhu
tinggi di atas 38,5o
C dengan
kejang.
Sakit ringan seperti infeksi saluran pernafasan atau diare
dengan suhu di bawah 38,5o
C.
66
Bahan Ajar IMUNISASI
Kontraindikasi Bukan Merupakan Kontraindikasi
Penurunan kesadaran, shock atau
reaksi anafilaktik lainnya, selain
imunisasi DPT/HB1, DPT/HB/Hib1.
Dugaan infeksi HIV atau positif terinfeksi HIV dengan tidak
menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS.
Dalam keadaan kejang demam dan
panas merupakan kontraindikasi
sementara pemberian sampai
anak sembuh.
Sakit kronis, seperti penyakit jantung kronis, paru-paru,
ginjal atau lever, kondisi saraf labil seperti kelumpuhan
otak, Down’s syndrome, prematur atau BBLR, kurang gizi,
dan riwayat sakit kuning.
2. Skrining
Tabel 4.2 Skrining Imunisasi
Bagaimana Keadaan Anda dan Anak
Anda Hari Ini?
Tujuannya untuk Menjaring Penyakit yang Sedang
Diderita
Apakah anak Anda alergi terhadap
makanan atau obat tertentu?
Alergi yang serius terhadap vaksin merupakan
kontraindikasi untuk imunisasi.
Apakah ada masalah pada anak
Anda setelah pemberian imunisasi
yang lalu?
Pertanyaan ini untuk membuktikan ada tidaknya reaksi
setelah pemberian imunisasi yang lalu, dan untuk
mengetahui kondisi setelah suntikan pertusis untuk
pemberian lanjutan, misalnya demam tinggi atau
episode Hypotonic Hyporesponsive. Apabila terdapat
reaksi tidak diberikan lagi imunisasi tersebut.
Apakah anak mempunyai riwayat
penyakit keganasan atau mendapat
pengobatan steroid dalam waktu
lama?
Pertanyaan ini untuk menemukan anak-anak dengan
immunodefisiensi yang umumnya tidak boleh menerima
vaksin hidup, terutama OPV.
Apakah ada orang-orang di rumah
Anda yang bermasalah dengan
sistem kekebalan?
OPV tidak boleh diberikan kepada anak sehat apabila
tinggal serumah dengan orang-orang dengan
imunodefisiensi.
Apakah anak Anda pernah
menerima produk darah dalam tahun
terakhir, seperti transfusi darah atau
gammaglobulin?
Pertanyaan ini mengidentifikasi precaution untuk
pemberian vaksin yang hidup, seperti MMR atau vaksin
varicella, yang tidak harus diberikan kepada orang yang
telah menerima antibodi pasif dalam 3 bulan terakhir.
Pertanyaan ini juga untuk menemukan penyakit yang
diderita sebelumnya.
Apakah Anda hamil atau berencana
hamil?
Pertanyaan ini harus ditanyakan kepada semua wanita
dewasa. MMR/campak dan vaksin varicella, yang tidak
harus diberikan kepada wanita hamil atau 3 bulan
sebelum kehamilan.
3. Pemeriksaan Sasaran WUS
Ketentuan WUS untuk menerima imunisasi TT:
a. Jika sasaran memiliki kartu TT, berikan imunisasi lanjutan berdasarkan status
yang tercantum, sesuai dengan jadwal pemberian.
67
Pelaksanaan pemberian imunisasi
b. Jika sasaran tidak memiliki kartu TT, lakukan skrining untuk menentukan
statusnya. Kemudian, berikanlah imunisasi sesuai ketentuan.
4. Pengisian Buku Register
Dokumentasi setiap kegiatan sangatlah penting. Dalam pelayanan imunisasi,
instrumen yang digunakan untuk dokumentasi adalah buku register. Buku tersebut
akan membantu Anda dalam pelaksanaan imunisasi dan untuk memonitor
pelayananimunisasiyangdiberikankepadasasaran.BerikutinidapatAndapelajari
tentang bagan prosedur skrining penjaringan sasaran.
Sasaran datang di klinik/tempat pelayanan
Sehat
Status Imunisasi
Indikasi Kontra
Belum
Positif Negatif
Motivasi
Imunisasi
Belum
Lengkap
Tidak di-
Imunisasi
Lengkap
Sakit
Status Imunisasi
Indikasi Kontra
Belum
Positif Negatif
Motivasi
Imunisasi
Belum
Lengkap
Motivasi
untuk datang
pada periode
berikutnya
Lengkap
Gambar 4.1 Bagan Prosedur Skrining Penjaringan Sasaran
68
Bahan Ajar IMUNISASI
C.	Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan seseorang kepada orang lain dalam
membuat suatu keputusan atau memecahkan masalah melalui pemahaman
terhadap fakta-fakta, kebutuhan dan perasaan klien.
Klien mempunyai hak untuk menerima dan menolak pelayanan imunisasi.
Petugas klinik berkewajiban untuk membantu klien dalam membuat keputusan
secara arif dan benar. Semua informasi harus diberikan dengan menggunakan
bahasa dan istilah yang mudah dimengerti oleh klien.
Lingkup Konseling:
1. Konseling membantu klien agar dapat membuat keputusan tentang imunisasi
yang akan diterima.
2. Konseling mencakup komunikasi dua arah di antara klien dan konselor.
3. Dalam konseling memberikan informasi yang objektif, pemahaman isi
informasi dapat diimplementasikan oleh klien.
4. Empat pesan penting yang perlu disampaikan kepada orangtua, yaitu:
a. Manfaat dari vaksin yang diberikan
(contoh BCG untuk mencegah TBC).
b. Tanggalimunisasidanpentingnyabuku
KIA disimpan secara aman dan dibawa
pada saat kunjungan berikutnya.
c. Efek samping ringan yang dapat
dialami dan cara mengatasinya, serta
tidak perlu khawatir.
d. Lima imunisasi dasar lengkap untuk
melindungi si buah hati sebelum usia
1 tahun.
69
Pelaksanaan pemberian imunisasi
D.PemberianImunisasidenganMenggunakan
VaksinyangTepatdanAman
1. Vaccine Carrier
Vaccine carrier diletakkan di meja yang tidak terkena sinar matahari secara
langsung.
2. Sebelum Pelaksanaan Imunisasi:
a. Memeriksa label vaksin dan pelarut;
b. Memeriksa tanggal kadaluwarsa;
c. Memeriksa VVM;
d. Jangan gunakan jika vaksin tanpa label, kadaluwarsa, dan dengan status VVM
telah C atau D.
3. Penyuntikan yang Aman
Alat suntik yang bisa digunakan untuk menyuntikkan vaksin adalah sebagai
berikut.
a.	Menggunakan Alat Suntik Auto-Disable (AD)
Alat suntik auto-disable adalah alat suntik yang setelah satu kali digunakan secara
otomatis menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi.
Tabel 4.3 Langkah-Langkah Umum Penggunaan ADS
No. Kegiatan Gambar
1. Keluarkan syringe dari bungkus plastik
(lepaskan dan buka ujung piston syringe dari
paket) atau lepaskan tutup plastiknya.
2. Pasang jarum pada syringe jika belum
terpasang.
70
Bahan Ajar IMUNISASI
3. Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum.
4. Masukkan jarum ke dalam botol vaksin dan
arahkan ujung jarum ke bagian paling rendah
dari dasar botol (di bawah permukaan vaksin).
5. Tarik piston untuk mengisi syringe. Piston
secara otomatis akan berhenti setelah
melewati tanda 0,05 ml/0,50 ml dan Anda akan
mendengar bunyi “klik”.
6. Tekan/dorong piston hingga isi syringe
sesuai dosis 0,05 ml/0,5 ml. Lepaskan jarum
dari botol. Untuk menghilangkan gelembung
udara, pegang syringe tegak lurus dan buka
penyumbatnya. Kemudian tekan dengan hati-
hati ke tanda tutup.
7. Tentukan tempat suntikan.
8. Dorong piston ke depan dan suntikkan vaksin.
Setelah suntikan, piston secara otomatis akan
mengunci dan syringe tidak bisa digunakan
lagi. Jangan lagi menutup jarum setelah
digunakan.
71
Pelaksanaan pemberian imunisasi
9. Buang jarum dan syringe langsung ke dalam
safety box.
b. Cara Penggunaan Alat Suntik Prefilled Injection Device (PID)
Alat suntik prefilled injection device adalah jenis alat suntik yang hanya bisa
digunakan sekali pakai dan telah berisi vaksin dosis tunggal dari pabriknya. Alat
suntik ini digunakan terutama untuk hepatitis B pada bayi baru lahir.
			 Sumber: Depkes RI. 2009
Gambar 4.2 Cara Penggunaan PID
72
Bahan Ajar IMUNISASI
Keuntungan syringe PID:
1) Alat ini mencegah vaksin dari kontaminasi;
2) Alat ini memastikan dosis yang tepat;
3) Alat ini memberikan vaksin dan syringe bersama-sama dalam set yang sama;
4) Syringe dan vaksin merupakan satu kemasan;
5) Alat ini berisi sedikit plastik ketimbang syringe sehingga sampah bisa
dikurangi;
6) Alat suntik satu dosis mengurangi vaksin terbuang yang terjadi ketika
menggunakan botol multi-dosis.
c. Syringe Sekali Buang (Disposable)
Syringe yang hanya bisa dipakai sekali dan dibuang (disposable single-use) tidak
direkomendasikan untuk suntikan dalam imunisasi karena risiko penggunaan
kembali syringe disposable menyebabkan risiko infeksi yang tinggi.
4.	Melarutkan Vaksin dengan Pelarut
Andadapatbelajartentangcaramelarutkanvaksindenganmengacupadalangkah-
langkah berikut ini.
Tabel 4.4 Cara Melarutkan Vaksin
No. Langkah-langkah Gambar
1. Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir,
keringkan.
2. Gunakan sarung tangan.
73
Pelaksanaan pemberian imunisasi
3. Amati VVM dan masa kadaluwarsa yang tertera
pada vial vaksin.
4. Goyang vial atau ampul vaksin, pastikan semua
bubuk berada pada dasar vial.
5. Buka vial atau ampul vaksin, amati pelarut, dan
pastikan tidak retak.
6. Baca label pada botol pelarut, pastikan berasal
dari pabrik yang sama dengan vaksin dan tidak
kadaluwarsa.
7. Buka ampul kaca:
• Hisap pelarut ke dalam semprit pencampur.
Gunakan ADS yang baru untuk mencampur
vaksin dengan pelarut.
• Masukkan pelarut ke dalam vial atau ampul
vaksin. Lalu, dikocok pelan-pelan sehingga
campuran menjadi homogen.
8. Masukkan alat suntik dan jarum pencampur ke
dalam safety box setelah digunakan.
74
Bahan Ajar IMUNISASI
9. Membersihkan sarung tangan di larutan klorin dan
lepaskan secara terbalik.
10. Catat jam saat dilakukan pencampuran, untuk memastikan vaksin masih aman
digunakan.
11. Selama pelayanan, vaksin yang telah dilarutkan
disimpan di atas bantalan busa yang terdapat pada
vaccine carrier.
CATATAN:
1. Pelarut tidak boleh saling bertukar.
2. Gunakan pelarut dari pabrik yang sama dengan vaksin.
3. Pelarut harus sama suhunya sebelum dicampur dengan vaksin. Karena itu, pelarut harus
dimasukkan ke dalam lemari es minimal 12 jam sebelum digunakan, agar suhunya seimbang.
4. Jangan mencampur vaksin dengan pelarut sebelum sasaran datang.
5. Anda harus membuang vaksin yang telah dicampur dengan pelarut setelah 3 jam (untuk
vaksin BCG) atau setelah 6 jam (untuk vaksin campak) atau pada akhir pelayanan imunisasi.
6. Sewaktu pelayanan imunisasi, menyimpan vaksin yang telah dicampur dengan pelarut
ataupun vaksin yang sudah dibuka diletakkan di atas bantalan busa yang ada di dalam
vaccine carrier.
5.	Uji Kocok (Shake Test)
PembekuanmerusakpotensivaksindariDT,TT,HepatitisB,danDPT/HB.Apabila
dicurigai bahwa vaksin pernah beku, perlu dilakukan uji kocok (shake test) untuk
menentukan apakah vaksin tersebut layak dipakai atau tidak.
Anda dapat melakukan uji kocok dengan langkah-langkah berikut ini:
• Periksa freeze-tag atau pantau suhu lemaries untuk melihat tanda-tanda bahwa
suhu lemari es tersebut pernah turun di bawah titik beku.
75
Pelaksanaan pemberian imunisasi
• Freeze-tag: apakah tanda √ telah berubah jadi tanda X.
• Saat dilihat, termometer suhu turun hingga di bawah titik beku.
Apabila salah satu atau keduanya jawaban YA
Lakukan uji kocok (shake test)
a. Ambil satu contoh dari tiap jenis vaksin yang dicurigai pernah beku. Beri label
“Tersangka Beku”.
b. Sengaja bekukan 1 vaksin yang sama dengan tersangka beku hingga beku
padat seluruhnya dan diberi label “Dibekukan”.
c. Biarkan contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka Beku” sampai mencair
seluruhnya.
d. Kocok contoh “Dibekukan” dan vaksin
“Tersangka Beku” secara bersamaan.
e. Amati contoh “Dibekukan” dan vaksin
“Tersangka Beku” bersebelahan untuk
membandingkan waktu pengendapan
(umumnya 5–30 menit).
76
Bahan Ajar IMUNISASI
f. Apabila terjadi hal berikut:
• Pengendapan vaksin “Tersangka Beku”
lebih lambat dari contoh “Dibekukan”
vaksin dapat digunakan.
• Pengendapan Vaksin “Tersangka Beku”
sama atau lebih cepat dari pada contoh
“Dibekukan” jangan digunakan, vaksin
sudah rusak.
• Anda harus melakukan uji kocok untuk tiap vaksin yang berbeda batch dan
jenis vaksinnya dengan kontrol “Dibekukan” yang sesuai.
6. Cara Meningkatkan Keamanan Suntikan
a. Melakukan Bundling yaitu tersedianya suatu kondisi di mana
• Vaksin dengan mutu terjamin dan pelarut yang sesuai;
• Alat suntik Auto-Disable Syringe (ADS);
• Kotak pengaman limbah alat suntik.
Bundling tidak berarti sebagai sesuatu yang dikemas secara bersamaan, tidak
harus berasal dari satu pabrik, namun ketiganya harus tersedia saat diperlukan.
b. Menyiapkan lokasi suntikan dengan tepat dan bersih. Vaksin disiapkan hanya
apabila sasaran ada. Segera siapkan vaksin waktu akan memberikan suntikan.
Jangan mempersiapkan beberapa alat suntik vaksin terlebih dahulu sebelum
sasaran siap.
c. Jangan membiarkan jarum terpasang di
bagian paling atas tutup botol vaksin.
d. Ikuti petunjuk khusus tentang penggunaan,
penyimpanan, dan penanganan vaksin.
e. Ikuti prosedur yang aman untuk mencampur
vaksin.
1) Pastikan Anda memiliki pelarut yang
tepat untuk setiap vaksin beku kering-
Gambar 4.3 Jarum yang
terpasang ditutup botol
77
Pelaksanaan pemberian imunisasi
pelarut dan vaksin harus dari produsen yang sama. Periksa apakah pelarut
dan vaksin diproduksi oleh pabrik yang sama.
2) Saat mencampur vaksin dengan pelarut, baik vaksin kering maupun
pelarut harus berada pada suhu yang sama (antara 20
dan 80
C).
3) Hanya menggunakan satu alat suntik dan jarum untuk mencampur vaksin.
Setelah dipakai, masukkan alat suntik ke dalam kotak pembuangan.
4) Semua vaksin yang telah dicampur dengan pelarut harus dibuang pada
akhir pelayanan atau setelah batas waktu maksimum pemakaian, mana
saja yang lebih dulu.
f. Gunakan alat suntik dan jarum baru untuk setiap anak.
1) Gunakan alat suntik dan jarum ADS yang baru dan berkualitas.
2) Periksa pembungkus dengan hati-hati. Buang jarum atau alat suntik
jika terjadi kebocoran, sobek, atau kerusakan pada pembungkus dan
kadaluwarsa.
3) Jangan sentuh bagian apa pun dari jarum. Buang jarum yang telah
tersentuh oleh permukaan yang tidak steril.
g. Posisi anak harus benar, sesuai umur, lokasi penyuntikan. Antisipasi jika
terjadi gerakan mendadak selama dan setelah penyuntikan.
Gambar 4.4 Mengatur posisi anak
78
Bahan Ajar IMUNISASI
7. Prosedur Pemberian Imunisasi
a.	Teknik Pemberian Vaksin BCG
Tabel 4.5 Langkah-langkah Pemberian Vaksin BCG
No . Langkah-langkah Gambar
1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis:
- Spuit dispossible 5 cc
- Alat suntik ADS
- Vaksin BCG dan pelarutnya dalam termos es
- Kapas DTT dalam tempatnya
- Bengkok
- Safety Box
- Buku KIA
- Larutan klorin dalam tempatnya
- Tempat sampah
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada ibu
bayi mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Mencuci tangan menggunakan sabun di bawah
air mengalir.
4. Menggunakan sarung tangan.
79
Pelaksanaan pemberian imunisasi
5. Membuka tutup metal pada vaksin dengan
menggunakan pengait jika vaksin berbentuk vial.
6. Menghisap pelarut dengan menggunakan spuit
5 cc. Pastikan seluruhnya terisap.
7. Memasukkan pelarut ke dalam vial vaksin
BCG lalu dikocok sehingga campuran menjadi
homogen.
8. Memasukkan spuit yang digunakan untuk
melarutkan vaksin ke dalam safety box.
9. Mengambil spuit baru kemudian menghisap
vaksin dari vial sebanyak 0,05 cc untuk bayi dan
0,1 cc untuk anak.
80
Bahan Ajar IMUNISASI
10. Mengatur posisi bayi miring di atas pangkuan ibu
dan lepas baju bayi dari lengan dan bahu.
Ibu memegang bayi dekat dengan tubuhnya,
menyangga kepala bayi dan memegang lengan
dekat dengan tubuh.
11. Membersihkan area penyuntikan dengan kapas
DTT.
12. Memegang lengan bayi dengan tangan kiri dan
tangan kanan memegang syringe dengan lubang
jarum menghadap ke depan.
13. Memegang lengan sehingga permukaan kulit
mendatar dengan menggunakan ibu jari kiri dan
jari telunjuk, letakkan syringe dan jarum dengan
posisi hampir datar dengan kulit bayi.
14. Memasukkan ujung jarum di bawah permukaan
kulit, cukup masukkan bevel (lubang di ujung
jarum).
Untuk memegang jarum dengan posisi yang tepat,
letakkan ibu jari kiri Anda pada ujung bawah
alat suntik dekat jarum, tetapi jangan menyentuh
jarum.
81
Pelaksanaan pemberian imunisasi
15. Memegang ujung penyedot antara jari telunjuk
dan jari tengah tangan kanan Anda. Tekan
penyedot dengan ibu jari tangan Anda.
Menyuntikan 0,05 ml vaksin dan memastikan
semua vaksin sudah masuk ke dalam kulit. Lihat
apakah muncul gelembung.
16. Mencabut jarum suntik apabila vaksin sudah
habis.
17. Bereskan semua peralatan yang sudah digunakan.
18. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan
lepaskan secara terbalik, masukan dalam ember
berisi larutan klorin.
19. Mencuci tangan setelah melakukan tindakan.
20. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah
penyuntikan dan cara mengatasi reaksi tersebut.
82
Bahan Ajar IMUNISASI
21. Dokumentasikan dan beritahukan hasil pada ibu
bayi dan kunjungan ulang.
b.	Teknik Pemberian Imunisasi Polio
Tabel 4.6 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi Polio
No . Langkah-langkah Ilustrasi
1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis:
- Vaksin Polio dalam termos es
- Pipet (dropper)
- Bengkok
- Buku KIA
- Tempat sampah
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan
kepada ibu bayi mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
3 Mencuci tangan menggunakan sabun di
bawah air mengalir.
4 Membuka tutup metal pada vaksin dengan
menggunakan pengait dan memasang
dropper.
83
Pelaksanaan pemberian imunisasi
5 Mengatur posisi ibu dalam menggendong bayi
dengan meminta ibu untuk memegang bayi
dengan kepala disangga dan ditengadahkan
ke belakang.
6 Membuka mulut bayi secara berhati-hati
dengan ibu jari pada dagu (untuk bayi kecil)
atau menekan pipi bayi dengan jari-jari Anda.
7 Meneteskan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke
dalam lidah jangan sampai alat tetes (dropper)
menyentuh bayi.
8 Bereskan semua peralatan yang sudah
digunakan.
9 Mencuci tangan setelah melakukan tindakan.
10 Menjelaskan reaksi yang timbul setelah
penyuntikan dan cara mengatasi reaksi
tersebut.
84
Bahan Ajar IMUNISASI
11. Dokumentasikan dan beritahukan hasil kepada
ibu bayi dan kunjungan ulang.
Tugas
Setelah Anda mempelajari cara mencampur vaksin dan pemberian imunisasi
BCG dan polio, sekarang tibalah saatnya Anda untuk mencoba praktikum secara
mandiri.
c.	Teknik Pemberian Imunisasi Hb0
Tabel 4.7 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi HbO
No. Langkah-langkah Ilustrasi
1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis:
- Uniject
- Bengkok
- Bak instrumen
- Sarung tangan
- Safety Box
- Kapas DTT
- Buku KIA
- Tempat sampah
- Larutan klorin dalam tempatnya
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan
kepada ibu bayi mengenai prosedur yang
akan dilakukan.
85
Pelaksanaan pemberian imunisasi
3. Mencuci tangan menggunakan sabun di
bawah air mengalir.
4. Menggunakan sarung tangan.
5. Mengatur posisi bayi.
Bayi dapat dibaringkan di atas kasur, atau
didudukkan di pangkuan ibunya, kemudian
lengan kanan bayi dilipat di ketiak ibu,
tangan kiri ibu menopang kepala bayi, tangan
kanan ibu memegang erat tangan kiri bayi
bersamaan dengan kaki kanan bayi.
6. Membuka kotak wadah Uniject dan periksa:
- Label jenis vaksin untuk memastikan bahwa
Uniject tersebut memang benar berisi
vaksin hepatitis B.
- Tanggal kadaluwarsa.
- Warna pada tanda pemantau paparan
panas yang tertera atau menempel pada
pembungkus Uniject.
7. Membuka kantong aluminium/plastik uniject
dari bagian ujung atau sudut, kemudian
keluarkan Uniject.
8. Pegang Uniject pada bagian leher dan bagian
tutup jarum, bersamaan dengan itu aktifkan
uniject dengan cara mendorong tutup jarum
ke arah leher dengan tekanan dan gerakan
cepat.
86
Bahan Ajar IMUNISASI
9. Pastikan uniject telah aktif dan siap
digunakan.
Buka tutup jarum dan buang ke dalam tempat
yang telah disediakan (safety box).
Setelah jarum dibuka, usahakan tidak
menyentuh benda lain, untuk menjaga
kesterilannya.
10. Ambil kapas DTT, lakukan pembersihan pada
lokasi penyuntikan.
11. Tetap pegang Uniject pada bagian leher
dan tusukkan jarum pada pertengahan paha
secara Intra-Muskuler. Tidak perlu diaspirasi.
12. Pijit reservoir dengan kuat untuk
menyuntikkan vaksin Hepatitis B.
Saat menyuntikkan vaksin pastikan seluruh
isi vaksin tidak ada yang tersisa di dalam
reservoir.
13. Buang Uniject yang telah dipakai tersebut
ke dalam wadah alat suntik bekas yang telah
tersedia (safety box). Jangan memasang
kembali tutup jarum.
87
Pelaksanaan pemberian imunisasi
14. Bereskan semua peralatan yang sudah
digunakan.
15. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin
dan lepaskan secara terbalik, masukkan
dalam ember berisi larutan klorin.
16. Cuci tangan setelah melakukan tindakan.
17. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah
penyuntikan dan cara mengatasi reaksi
tersebut.
18. Dokumentasikan dan beritahukan hasil
kepada ibu bayi dan kunjungan ulang.
88
Bahan Ajar IMUNISASI
d.	Teknik Pemberian Imunisasi Campak
Tabel 4.8 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi Campak
No. Langkah-langkah Ilustrasi
1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis:
- Handschoon bersih 1 pasang (untuk
melindungi petugas)
- Vaksin campak dan pelarutnya
- Kapas DTT
- Bak Instrumen
- Gergaji ampul
- Spuit 5 cc
- Auto Disable Syringe (ADS)
- Bengkok
- Safety Box
- Tempat sampah
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan
kepada ibu bayi mengenai prosedur yang
akan dilakukan.
3. Mencuci tangan menggunakan sabun di
bawah air mengalir.
4. Menggunakan sarung tangan.
89
Pelaksanaan pemberian imunisasi
5. Membuka tutup metal pada vaksin
dengan menggunakan pengait.
6. Mengisap pelarut dengan menggunakan
spuit 5 cc. Pastikan seluruhnya terisap.
7. Memasukkan pelarut ke dalam vial vaksin
campak, kocok hingga campuran menjadi
homogen.
8. Masukkan semprit dan jarum pencampur
ke dalam safety box setelah digunakan.
90
Bahan Ajar IMUNISASI
9. Mengisap vaksin dari vial dengan
menggunakan spuit sebanyak 0,5 ml.
10. Mengatur posisi bayi:
- Bayi dipangku ibunya di sisi sebelah
kiri.
- Tangan kanan bayi melingkar ke badan
ibu.
- Tangan kiri ibu merangkul bayi,
menyangga kepala, bahu, dan
memegang sisi luar tangan kiri bayi.
- Tangan kanan ibu memegang kaki bayi
dengan kuat.
11. Menyiapkan bagian yang akan diinjeksi
musculus deltoideus (1/3 bagian lateral
lengan kiri atas).
12. Membersihkan daerah yang akan
diinjeksi dengan kapas DTT dari tengah
ke luar, secara melingkar sekitar 5 cm.
Tunggu hingga kering.
91
Pelaksanaan pemberian imunisasi
13. Mengangkat kulit daerah suntikan
dengan ibu jari dan telunjuk.
14. Menusukkan jarum ke dalam kulit dengan
sudut 45° (injeksi subkutan dalam).
15. Melakukan aspirasi kemudian mendorong
pangkal piston dengan ibu jari tangan
kanan dan memasukkan vaksin secara
perlahan.
16. Menarik jarum suntik dengan cepat
setelah semua vaksin masuk.
17. Menekan daerah suntikan dengan kapas
DTT.
18. Merapikan alat-alat dan membuang spuit
ke dalam safety box.
92
Bahan Ajar IMUNISASI
19. Mengevaluasi keadaan tubuh bayi dan
merapikan pakaian bayi.
20. Bersihkan sarung tangan dalam larutan
klorin dan lepaskan secara terbalik,
masukkan dalam ember berisi larutan
klorin.
21. Memberikan penjelasan kepada orangtua
sehubungan dengan hasil imunisasi, efek
samping, dan obat penurun panas untuk
mengantisipasi efek samping berupa
panas, serta kapan jadwal imunisasi
selanjutnya.
22. Mendokumentasikan (waktu, nama,
vaksin, dosis, rute pemberian, dan reaksi
pasien).
Tugas
Setelah belajar tentang pemberian imunisasi Hb0 dan campak, cobalah Anda
berlatih secara mandiri di laboratorium.
93
Pelaksanaan pemberian imunisasi
e.	Teknik Pemberian Imunisasi DTP-HB-Hib
Tabel 4.9 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi DTP-Hb-Hib
No . Langkah-langkah Ilustrasi Gambar
1. Menyiapkan alat-alat secara
ergonomis:
- Handschoon bersih 1 pasang
(untuk melindungi petugas)
- Vaksin DTP-HB-Hib
- Kapas DTT
- Bak Instrumen
- Gergaji ampul
- Auto Disable Syringe (ADS)
- Bengkok
- Safety Box
- Tempat sampah
- Larutan klorin dalam tempatnya
2. Memperkenalkan diri dan
menjelaskan kepada ibu bayi
mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
3. Mencuci tangan menggunakan
sabun di bawah air mengalir.
4. Menggunakan sarung tangan.
94
Bahan Ajar IMUNISASI
5. Membuka tutup metal pada vaksin
dengan menggunakan pengait.
6. Mengisap vaksin dari vial dengan
menggunakan spuit sebanyak 0,5 ml.
7. Meminta ibu untuk menggendong
bayi di atas pangkuan ibu dengan
posisi menghadap ke depan, seluruh
kaki telanjang. Ibu sebaiknya
memegang kaki bayi.
8. Bersihkan kulit dengan kapas DTT,
tunggu hingga kering.
9. Menentukan lokasi penyuntikan,
yaitu di paha anterolateral, pegang
paha bayi dengan ibu jari dan
jari telunjuk, suntikkan jarum
dengan sudut 90° (intra-muskulair).
Suntikkan pelan-pelan untuk
mengurangi rasa sakit.
95
Pelaksanaan pemberian imunisasi
10. Cabut jarum dengan cepat dan
tekan bekas suntikan dengan kapas
kering, jangan melakukan pemijatan
pada daerah bekas suntikan.
11. Masukkan alat suntik ke dalam
safety box tanpa ditutup kembali (no
recapping).
12. Bereskan semua peralatan yang
sudah digunakan.
13. Bersihkan sarung tangan dalam
larutan klorin dan lepaskan secara
terbalik, masukkan ke dalam ember
berisi larutan klorin.
14. Mencuci tangan setelah melakukan
tindakan.
96
Bahan Ajar IMUNISASI
15. Menjelaskan reaksi yang timbul
setelah penyuntikan dan cara
mengatasi reaksi tersebut.
16. Dokumentasikan dan beritahukan
hasil kepada ibu bayi dan kunjungan
ulang.
f.	Teknik Pemberian Imunisasi DT
Tabel 4.10 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi DT
No. Langkah-langkah
1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis:
- Vaksin DT dalam termos es
- Spuit ADS
- Kapas DTT
- Bak instrumen
- Perlak dan alasnya
- Bengkok
- Sarung tangan
- Safety box
- Buku pengobatan dan instruksi pengobatan
- Alat tulis
- Perlengkapan cuci tangan
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada ibu bayi mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
3. Mencuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir.
4. Menggunakan sarung tangan.
5. Membuka tutup metal pada vaksin dengan menggunakan pengait.
6. Mengisap vaksin dari vial dengan menggunakan spuit sebanyak 0,5 ml.
7. Mengatur pasien dan membuka pakaian pada daerah yang akan disuntik. Atur posisi
anak.
97
Pelaksanaan pemberian imunisasi
8. Menentukan daerah suntikan di daerah sepertiga bagian atas paha kanan bagian luar.
9. Membersihkan permukaan kulit yang akan disuntik dengan kapas DTT dari tengah ke
luar secara sirkular sekitar 5 cm.
10. Tunggu hingga daerah suntikan kering, kemudian lepaskan penutup spuit, suntikkan
jarum dengan perlahan-lahan secara intramuscular dengan sudut 90º.
11. Masukkan vaksin secara perlahan-lahan.
12. Menarik jarum suntik setelah vaksin masuk, sambil menekan daerah suntikan dengan
kapas DTT.
13. Merapikan alat-alat.
14. Merapikan pasien sambil melakukan observasi reaksi setelah penyuntikan.
15. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan lepaskan secara terbalik, masukkan
dalam ember berisi larutan klorin.
16. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi
tersebut.
17. Mendokumentasikan kegiatan (waktu, jenis vaksin, dosis, cara pemberian, dan reaksi
pasien).
g.	Teknik Pemberian Imunisasi Td
Tabel 4.11 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi Td
No. Langkah-langkah
1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis:
- Vaksin Td dalam termos es
- Spuit ADS
- Kapas DTT
- Bak instrumen
- Perlak dan alasnya
- Bengkok
- Sarung tangan
- Safety box
- Alat tulis
- Larutan klorin dalam tempatnya
2. Memperkenalkan diri dan memberitahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan.
3. Mencuci tangan di bawah air mengalir dan dikeringkan.
4. Memakai sarung tangan.
5. Mengambil vaksin dari vial dengan cara yang benar sebanyak 0,5 ml.
6. Mengatur pasien dan membuka pakaian pada daerah yang akan disuntik. Atur posisi
anak, diberikan kepada anak usia 8 tahun atau lebih.
7. Menentukan daerah suntikan di daerah sepertiga bagian atas paha kanan bagian luar.
98
Bahan Ajar IMUNISASI
8. Membersihkan permukaan kulit yang akan disuntik dengan kapas DTT dari tengah ke
luar secara sirkular sekitar 5 cm.
9. Tunggu hingga daerah suntikan kering kering, kemudian lepaskan penutup spuit,
suntikkan jarum dengan perlahan-lahan secara intramuscular dengan sudut 90º.
10. Masukkan vaksin secara perlahan-lahan.
11. Menarik jarum suntik setelah vaksin masuk, sambil menekan daerah suntikan dengan
kapas DTT.
12. Merapikan alat-alat.
13. Merapikan pasien, sambil melihat reaksi setelah penyuntikan.
14. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan lepaskan secara terbalik, masukkan
dalam ember berisi larutan klorin.
15. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi
tersebut.
16. Mendokumentasikan kegiatan (waktu, nama vaksin, dosis, rute pemberian, dan reaksi
pasien).
h.	Teknik Pemberian Imunisasi TT
Tabel 4.12 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi TT
No Langkah-langkah Ilustrasi
1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis:
- Vaksin TT dalam termos es
- Spuit ADS
- Kapas DTT
- Bak instrumen
- Perlak dan alasnya
- Bengkok
- Sarung tangan
- Safety box
- Alat tulis
- Larutan klorin dalam tempatnya
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada WUS mengenai prosedur yang akan
dilakukan.
3. Mencuci tangan dengan air mengalir,
kemudian dikeringkan.
99
Pelaksanaan pemberian imunisasi
4. Memakai sarung tangan.
5. Mengambil vaksin dari vial dengan cara yang
benar sebanyak 0,5 ml.
6. Mengatur pasien dan membuka pakaian
pada daerah yang akan disuntik. Menentukan
daerah suntikan di daerah sepertiga bagian
atas lengan kanan bagian luar atau bokong.
7. Membersihkan permukaan kulit yang akan
disuntik dengan kapas DTT dari tengah ke luar
secara sirkular sekitar 5 cm.
8. Tunggu hingga daerah suntikan kering kering,
kemudian lepaskan penutup spuit, suntikkan
jarum dengan perlahan-lahan secara intra-
muscular (IM) dengan sudut 90º atau sub-
cutan (SC).
100
Bahan Ajar IMUNISASI
9. Masukkan/suntikkan vaksin secara perlahan-
lahan.
10. Menarik jarum suntik setelah vaksin masuk,
sambil menekan daerah suntikan dengan
kapas DTT.
11. Merapikan alat-alat.
12. Merapikan pasien.
13. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin
dan lepaskan secara terbalik, masukkan dalam
ember berisi larutan klorin.
14. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi
tersebut.
101
Pelaksanaan pemberian imunisasi
15. Mendokumentasikan kegiatan (waktu, nama
obat, dosis, cara pemberian, dan reaksi
pasien).
Tugas
Setelahbelajartentangpemberianimunisasitersebut,cobalahAndaberlatihsecara
mandiri di laboratorium.
8.	Kegiatan Akhir Pelayanan Imunisasi
Setelah Anda mempelajari tentang langkah-langkah dalam pemberian imunisasi,
maka langkah akhir dalam pelayanan imunisasi adalah sebagai berikut:
a.	Menangani Sisa Vaksin
Padatempatpelayananstatis(yangmemilikilemariespenyimpananvaksin)vaksin
yang sudah dibuka masih dapat digunakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Vaksin tidak melewati tanggal kadaluwarsa;
2) Tetap disimpan dalam suhu +20
C s.d. +80
C;
3) Kemasan vaksin tidak pernah tercampur/terendam dengan air;
4) VVM masih berada pada kondisi A atau B;
5) Pada label agar ditulis tanggal dan jam saat pertama kali dipakai/dibuka.
Tabel 4.13 Pemakaian Vaksin yang Telah Dibuka
No. Jenis Vaksin Masa Pakai
1 BCG 3 Jam
2 Campak 6 Jam/< 2 minggu
3 Polio 2 Minggu/sebelum ada perubahan warna
4 DPT/HB 4 Minggu
5 TT 4 Minggu
6 DT 4 Minggu
7 Td 4 Minggu
Sumber: Depkes RI, 2009
102
Bahan Ajar IMUNISASI
b.	Membuang Alat-alat Suntik Bekas
1) Alat suntik bekas harus dibuang ke dalam kotak pengamanan(safety box)
tanpa menutup kembali (no reccapping).
2) Kotak pengaman hanya boleh diisi 3/4 bagian.
3) Kotak pengaman harus ditutup dan disimpan di tempat yang aman sampai
dimusnahkan.
4) Vial/ampul bekas serta sampah lainnya, sebaiknya dibuang di tempat yang
terpisah.
5) Hasil imunisasi setiap bulan dilaporkan ke Puskesmas tempat UPS berada.
c. Pada Tempat Pelayanan Lapangan
1) Membereskan Termos (Vaccine Carrier)
a) Semua sisa vaksin yang sudah dipergunakan pada komponen lapangan,
meliputiposyanduataupelayanandiluargedunglainnyaharusdimasukkan
kembali ke dalam termos.
b) Sisa vaksin yang belum dibuka diberi tanda khusus dan disimpan kembali
ke dalam lemari es vaksin untuk digunakan pada jadwal pelayanan
berikutnya.
c) Masukkan botol kosong dan botol terbuka dari vaksin-vaksin yang telah
dicampurdenganpelarutkedalamwadahterpisahuntukdibawaketempat
pembuangan.
2) Meninggalkan Tempat Pelayanan Keluar dengan Keadaan
Bersih dan Rapi
a) Tidak meninggalkan sesuatu yang bisa menjadi ancaman kesehatan bagi
masyarakat.
b) Mengumpulkan kotak keselamatan yang berisi alat suntik auto-disable
(AD) dan sampah-sampah lainnya, dan mengubur atau membakar benda-
benda ini jika memungkinkan. Jika tidak mungkin, Anda sebaiknya
mengembalikan kotak keselamatan dan sampah lainnya ke puskesmas.
c) Tidak meninggalkan tempat botol kosong atau terbuka.
103
Pelaksanaan pemberian imunisasi
d) Tidak meninggalkan semprit dan jarum di tempat pelayanan.
e) Mengembalikan meja, kursi, dan perlengkapan lainnya ke pemilik.
f) Menyampaikan rasa terima kasih kepada orang-orang setempat yang telah
membantu mengadakan pelayanan dan mengingatkan mereka kapan
Anda akan kembali lagi.
3) Mengembalikan Vaksin ke dalam Lemari Es
a) Kembalikan vaksin-vaksin yang masih baik ke dalam lemari es dan
masukkan ke dalam kotak “gunakan pertama” sehingga vaksin-vaksin
tersebut akan digunakan terlebih dahulu selama pelayanan berikutnya.
b) Masukkan kotak dingin cair dari termos ke dalam lemari es, dan periksa
serta catat suhu lemari es.
4) Membersihkan Termos
Membersihkan termos dengan kain basah dan memeriksa apakah terjadi
keretakanpadaalatini.Memperbaikikeretakandenganplesterdanmembiarkan
termos terbuka agar kering.
5) Pencatatan Hasil Imunisasi Setiap Bulan Dilaporkan ke
Puskesmas Tempat UPS Berada
Data yang terdapat pada kohort bayi dan ibu akan direkap oleh pengelola
imunisasi puskesmas.
104
Bahan Ajar IMUNISASI
RANGKUMAN
1. Memberikan informasi dengan penyuluhan tentang imunisasi sangat penting,
karena memberikan informasi merupakan hak klien untuk mendapatkan
penjelasan secara lengkap tentang tindakan yang akan dilakukan. Untuk
memperjelas informasi yang diberikan dapat menggunakan alat peraga
misalnya poster.
2. Setiapsasaranyangdatangketempatpelayananimunisasi,sebaiknyadiperiksa
sebelum diberikan pelayanan imunisasi. Tentukan usia dan status imunisasi
terdahulu sebelum diputuskan vaksin mana yang akan diberikan.
3. Bidan berkewajiban untuk membantu klien dalam membuat keputusan secara
arif dan benar. Semua informasi harus diberikan dengan menggunakan bahasa
dan istilah yang mudah dimengerti oleh klien. Empat pesan penting yang perlu
disampaikan kepada orangtua.
4. Prinsip dalam pemberian imunisasi adalah tepat sasaran, tepat dosis, tepat
cara, dan tepat waktu.
5. Setelah pemberian imunisasi dilakukan pencatatan setiap bulan dilaporkan ke
Puskesmas tempat UPS berada.
EVALUASI
Kasus 1 (soal nomor 1 s.d. nomor 3)
Bayi perempuan berumur 14 hari sudah mendapat imunisasi BCG 2 hari yang lalu,
Saat ini timbul bengkak dan merah (Scar) pada tempat penyuntikan.
1. Masalah yang terjadi pada bayi tersebut disebabkan oleh ....
a. Alergi terhadap vaksin d. Reaksi normal imunisasi BCG
b. Penyuntikan terlalu dalam e. Bayi tidak tahan dengan vaksin BCG
c. Dosis vaksin terlalu banyak
2. Dosis imunisasi BCG yang diberikan untuk bayi tersebut adalah .…
a. 0,1 ml d. 0,02 ml
b. 0,5 ml e. 0,05 ml
c. 0,01 ml
105
Pelaksanaan pemberian imunisasi
3. Tujuan pemberian imunisasi pada bayi tersebut adalah ….
a. Mencegah penyakit infeksi saluran pernapasan
b. Membuat kekebalan aktif terhadap penyakit TBC
c. Memberi kekebalan aktif terhadap penyakit difteri
d. Mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak
e. Membuat kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus
4. Seorang ibu membawa bayinya usia 2 bulan ke Posyandu. Dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik ditemukan data: bayi dalam keadaan sehat, BB 3 Kg,
ada bekas suntikan vaksin dilengan kanan atas, saat ini ibu setuju bayinya
dilakukan imunisasi.
Suntikan vaksin apakah yang Anda berikan pada bayi usia 2 bulan?
a. Hb Uniject d. Hb 2, Polio 3
b. BCG, Polio 1 e. Hb 3, polio 4
c. Hb 1, Polio 2
Kasus 2 (soal nomor 5 s.d. nomor 6)
Seorang bayi perempuan berusia 14 hari dibawa ibunya ke puskesmas untuk
mendapatkan pelayanan imunisasi. Bidan akan melakukan pemberian imunisasi
BCG pada bayi tersebut. Bidan telah menyiapkan alat dan bahan/vaksin.
5. Bagaimana teknik injeksi pada paparan di atas?
a. IC		 d. IV
b. SC		 e. Tetesan
c. IM
6. Berapa dosis vaksin yang akan diberikan kepada bayi tersebut di atas?
a 1 cc		 d. 0,05 cc
b 0,5 cc e. 0,01 cc
c 0,1 cc
106
Bahan Ajar IMUNISASI
Kasus 3 (untuk soal nomor 7 s.d. nomor 10)
Bayi laki-laki usia 3 bulan, dibawa ke puskesmas untuk mendapatkan imunisasi.
Bidan memberikan imunisasi DPT 1 dan polio 3. Setelah mendapat imunisasi,
pada malam harinya bayi tersebut mengalami demam tinggi (suhu 38,5o
C).
7. Demam tinggi yang terjadi pada bayi tersebut merupakan efek samping
dari ....
a. DPT d. BCG
b. Polio e. Hepatitis
c. Polio dan DPT
8. Teknik penyuntikan Imunisasi DPT pada bayi tersebut diberikan secara ....
a. Tetesan peroral d. Injeksi intracutan
b. Injeksi subcutan e. Injeksi intramuskuler
c. Injeksi intravena
c. Aktif alami
9. Seorang bidan sedang bertugas di puskesmas. Pada saat akan melakukan
imunisasi HB uniject, ternyata dijumpai kondisi VVM pada vaksin tersebut
dengan kondisi B.
Apakah tindakan yang tepat pada situasi tersebut?
a. Tidak menggunakan vaksin tersebut
b. Mengganti vaksin dengan VVM kondisi A
c. Tetap menggunakan vaksin apabila belum kadaluwarsa
d. Pasien dipulangkan dengan alasan vaksinnya rusak
e. Tetap menggunakan vaksin meskipun sudah kadaluwarsa
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu
1. Menjelaskan mengenai pengertian KIPI.
2. Membedakan penyebab KIPI.
3. Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi KIPI.
4. Melakukan pemantauan KIPI.
5. Melakukan evaluasi kejadian KIPI.
6. Melakukan penanggulangan KIPI.
BABV
BABV
KEJADIANIKUTAN
PASCA-IMUNISASI
(KIPI)
108
Bahan Ajar IMUNISASI
Seiring dengan cakupan imunisasi yang tinggi maka penggunaan vaksin juga
meningkat dan sebagai akibatnya reaksi simpang yang berhubungan dengan
imunisasi juga meningkat. Reaksi simpang dikenal pula dengan istilah kejadian
ikutan pasca-imunisasi (KIPI) atau adverse event following immunization (AEFI).
Pada tahun 2012 diperoleh laporan sebanyak 190 kasus dari 19 provinsi (57,5%),
yang terdiri dari 100 kasus KIPI serius dan 90 kasus KIPI non-serius. Dari data
tersebut terlihat belum semua provinsi melaporkan. Diperkirakan kasus KIPI lebih
besar dari laporan yang ada. (Kemenkes RI, 2013)
Sejak tahun 2012 sudah dilaksanakan upaya penguatan surveilens KIPI
di 2 provinsi, yaitu Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
dengan total laporan KIPI sebesar 10.052 kasus. Surveilens KIPI tersebut
sangat membantu program imunisasi, khususnya memperkuat keyakinan
masyarakat akan pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit
yang paling efektif. (Kemenkes RI, 2013)
A.Pengertian
Tahukah Anda apa yang dimaksud dengan KIPI? KIPI adalah kejadian medik yang
berhubungan dengan imunisasi baik berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, efek
farmakologis, kesalahan prosedur, koinsiden atau hubungan kausal yang tidak
dapat ditentukan. (Akib, 2011; Kemenkes RI, 2013)
KIPI serius merupakan kejadian medis setelah imunisasi yang tak
diinginkan yang menyebabkan rawat inap atau perpanjangan rawat inap,
kecacatan yang menetap atau signifikan dan kematian, serta menimbulkan
keresahan di masyarakat. (Kemenkes, 2013)
B.Penyebab KIPI
Selama ini, persepsi awam dan juga kalangan petugas menganggap semua kelainan
dan kejadian yang dihubungkan dengan imunisasi sebagai reaksi alergi terhadap
vaksin. Akan tetapi, telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Comittee, Institute of
Medicine (IOM) United State of America (USA), menyatakan bahwa sebagian besar
109
Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI)
KIPI terjadi secara kebetulan saja (koinsidensi). Kejadian yang memang akibat
imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan
(programmatic errors). (Akib, 2011)
Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KomNas-PP) KIPI
mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 (dua) klasifikasi, yaitu klasifikasi
lapangan(untukpetugasdilapangan)danklasifikasikausalitas(untuktelaah
Komnas KIPI). (Kemenkes RI, 2013)
1.	Klasifikasi Lapangan
Sesuai dengan manfaat di lapangan maka Komnas PP-KIPI memakai kriteria
World Health Organization (WHO) Western Pacific (1999) yang memilah KIPI
dalam lima kelompok berikut.
a.	Kesalahan Prosedur (Program)/Teknik Pelaksanaan
(Programmatic Error)
Sebagian besar KIPI berhubungan dengan kesalahan prosedur yang meliputi
kesalahan prosedur penyimpanan, pengeloalaan dan tata laksana pemberian
vaksin.
Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi.
Misalnya, dosis antigen (terlalu banyak), lokasi dan cara penyuntikan, sterilisasi
syringe dan jarum suntik, jarum bekas pakai, tindakan aseptik dan antiseptik,
kontaminasi vaksin dan peralatan suntik, penyimpanan vaksin, pemakaian sisa
vaksin, jenis dan jumlah pelarut vaksin, tidak memperhatikan petunjuk produsen
(petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dan lain-lain). (Akib, 2011)
b.	Reaksi Suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik, baik langsung
maupuntidaklangsungharusdicatatsebagaireaksiKIPI.Reaksisuntikanlangsung,
meliputi rasa sakit, bengkak, dan kemerahan pada tempat suntikan. Adapun reaksi
tidak langsung, meliputi rasa takut, pusing, mual, sampai sinkop. Reaksi ini tidak
berhubungan dengan kandungan yang terdapat pada vaksin, yang sering terjadi
pada vaksinasi massal.
110
Bahan Ajar IMUNISASI
Pencegahan reaksi KIPI akibat reaksi suntikan bisa dilakukan dengan
menerapkanteknikpenyuntikanyangbenar,membuatsuasanatempatpenyuntikan
yang tenang dan mengatasi rasa takut pada anak. (Akib, 2011)
c.	Induksi Vaksin (Reaksi Vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi
terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang dan secara klinis biasanya
ringan. Walaupun demikian, dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi
anafilaksis sistemik dengan risiko kematian.
Tabel 5.1 Reaksi Vaksin
Reaksi lokal
Rasa nyeri di tempat suntikan, bengkak-kemerahan di tempat suntikan
(10%), bengkak pada daerah suntikan DPT dan tetanus (50%), BCG scar
terjadi minimal setelah 2 minggu kemudian ulserasi dan sembuh setelah
beberapa bulan.
Reaksi sistemik
Demam (10%), kecuali DPT (hampir 50%), iritabel, malaise, gejala
sistemik. Pada MMR dan campak reaksi sistemik disebabkan infeksi
virus vaksin. Terjadi demam dan atau ruam, konjungtivitis (5–15%), dan
lebih ringan dibandingkan infeksi campak, tetapi berat pada kasus
imunodefisiensi. Pada Mumps terjadi pembengkakan kelenjar parotis,
rubela terjadi rasa nyeri sendi (15%) dan pembengkakan limfe. Pada Oral
Polio Vaccine (OPV) diare (<1%), pusing, dan nyeri otot.
Reaksi vaksin
berat
Kejang, trombositopenia, hypotonic hyporesponsive episode (HHE),
persistent inconsolable srceaming bersifat self-imiting dan tidak
merupakan masalah jangka panjang, anafilaksis, potensial menjadi fatal
tetapi dapat di sembuhkan tanpa dampak jangka panjang. Enselofati
akibat imunisasi campak atau DTP.
						 Sumber: Akib, 2011
Pencegahan terhadap reaksi vaksin, di antaranya perhatikan indikasi
kontra, tidak memberikan vaksin hidup kepada anak defisiensi imunitas,
ajari orangtua menangani reaksi vaksin yang ringan dan anjurkan untuk
segera kembali apabila ada reaksi yang mencemaskan (paracetamol dapat
diberikan 4x sehari untuk mengurangi gejala demam dan rasa nyeri), kenali
dan atasi reaksi anafilaksis, siapkan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas
lengkap. (Akib, 2011)
111
Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI)
d. Faktor Kebetulan (Koinsiden)
Salah satu indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian
yang sama pada saat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan
karakteristik serupa, tetapi tidak mendapat imunisasi.
e. Penyebab Tidak Diketahui
Apabila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke
dalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok
ini. Biasanya, dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan
kelompok penyebab KIPI.
2.	Klasifikasi Kausalitas
Vaccine Safety Committe (1994) membuat klasifikasi KIPI yang sedikit berbeda
denganlaporanCommitteeInstituteofMedicine(1991)danmenjadidasarklasifikasi
saat ini, yaitu tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated), bukti tidak cukup
untuk menerima atau menolak hubungan kausal (unlikely), bukti memperkuat
penolakan hubungan kausal (possible), bukti memperkuat penerimaan hubungan
kausal (probable), dan bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain).
(Akib, 2011)
Pada tahun 2009, WHO merekomendasikan klasifikasi kausalitas baru
berdasarkan 2 aspek, yaitu waktu timbulnya gejala (onset time) dan penyebab lain
yang dapat menerangkan terjadinya KIPI (alternative explanation: no, maybe,
yes).
Possible
Klasifikasi
Kausalitas
Unlikely
Probable
Unrelated
Very
likely/certain
Unclassifiable
Gambar 5.1 Klasifikasi kausalitas KIPI
112
Bahan Ajar IMUNISASI
C.	Kelompok RisikoTinggi KIPI
HalyangharusdiperhatikanuntukmengurangirisikotimbulnyaKIPIyaituapakah
resipien termasuk dalam kelompok risiko. Kelompok risiko adalah anak yang
mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu dan bayi berat lahir rendah.
Jadwal imunisasi bayi pada bayi kurang bulan harus memperhatikan: titer
imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dari pada bayi cukup
bulan, apabila berat badan bayi kecil (<1.000 gram) imunisasi ditunda dan
diberikan setelah bayi mencapai berat 2.000 gram atau berumur 2 bulan; kecuali
untuk imunisasi hepatitis B pada bayi dengan ibu yang HBs Ag positif. Untuk lebih
jelasnya, Anda dapat melihat tabel berikut.
Tabel 5.2 Rekomendasi Imunisasi untuk pasien HIV anak
Vaksin Rekomendasi Keterangan
IPV Ya Pasien dan keluarga serumah
DPT Ya Pasien dan keluarga serumah
Hib Ya Pasien dan keluarga serumah
Hepatitis B* Ya Sesuai dengan jadwal anak sehat
Hepatitis A Ya Sesuai dengan jadwal anak sehat
MMR** Ya Diberikan umur 12 bulan
Influenza Ya Tiap tahun diulang
Pneumokok Ya Secepat mungkin
BCG*** Ya Dianjurkan untuk Indonesia
Keterangan: * Dianjurkan dosis Hepatitis B dilipatgandakan dua kali
		 ** Diberikan pada penderita HIV yang asimptomatik atau HIV dengan gejala ringan
		 *** Tidak diberikan apabila HIV berat
					 (Sumber: Kemenkes RI, 2013)
113
Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI)
D.Pemantauan KIPI
PenemuankasusKIPImerupakankegiatanpenemuankasusKIPIataudidugakasus
baik yang dilaporkan orangtua/pasien, masyarakat ataupun petugas kesehatan.
PemantauanKIPImerupakansuatukegiatanyangterdiridaripenemuan,
pelacakan, analisis kejadian, tindak lanjut, pelaporan dan evaluasi. (lihat
diagram skema D)
Tujuan utama pemantauan KIPI adalah untuk mendeteksi dini,
merespons KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif
imunisasi terhadap kesehatan individu dan terhadap imunisasi.
Bagian terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan
informasi KIPI secara lengkap agar dapat cepat dinilai dan dianalisis untuk
mengidentifikasi dan merespons suatu masalah. Respons merupakan tindak
lanjut yang penting dalam pemantauan KIPI.
Tabel 5.3 Langkah-langkah pelacakan KIPI
1. Pastikan informasi pada laporan: dapatkan catatan medis pasien.
2. Lacak dan kumpulkan data tentang pasien, kejadian, vaksin, dan orang yang
mendapat imunisasi dari vaksin yang sama dan menimbulkan penyakit atau
yang mempunyai penyakit sama.
3. Nilai pelayanan dengan menanyakan tentang: penyimpanan vaksin, pelarut,
pelarutanvaksin,penggunaandansterilisasidarisyringedanjarum,penjelasan
tentang praktik imunisasi, supervisi, dan pelaksanaan imunisasi, serta jumlah
imunisasi yang dilayani.
Amati pelayanan: lemari pendingin, prosedur imunisasi, adakah vial-vial
yang sudah terbuka tampak terkontaminasi.
4. Rumuskan suatu hipotesis kerja: kemungkinan besar/kemungkinan penyebab
dari kejadian.
5. Uji hipotesis kerja: apakah distribusi kasus cocok dengan hipotesis kerja?,
kadang-kadang diperlukan uji laboratorium.
6. Simpulkan pelacakan: buat kesimpulan penyebab kasus, lengkapi fomulir
investigasi KIPI, lakukan tindakan koreksi, rekomendasikan tindak lanjut.
Sumber: Kemenkes, 2013
114
Bahan Ajar IMUNISASI
Menteri Kesehatan
Komnas PP KIPI Ditjen PP & PL BB/BPOM
c.q. Subdit imunisasi
Produsen
vaksin
Komda PP KIPI Dinas Kesehatan Balai POM
Provinsi
Dinas Kesehatan Rumah sakit
Kabupaten/kota
UPS Puskesmas
Masyarakat
Keterangan:
Memberikan laporan
Pelacakan
Koordinasi
Sumber: Kemenkes, 2013
Gambar 5.2 Skema alur pelaporan dan pelacakan KIPI
Pada pelacakan KIPI berkelompok yang harus dilakukan adalah
menetapkandefinisiuntukkasustersebut,lacakoranglaindidaerahtersebut
yang mempunyai gejala penyakit yang serupa dengan definisi tersebut,
dapatkan riwayat imunisasi (kapan, di mana, jenis, dan batch vaksin yang
diberikan), tentukan persamaan di antara kasus-kasus tersebut.
Tabel 5.4 Kasus KIPI dan kemungkinan penyebab
Kasus KIPI Kemungkinan Besar Penyebab
Menerima imunisasi dari tenaga/fasilitas kesehatan
yang sama dan tidak ada kasus lain di masyarakat.
Kesalahan program
Menerima imunisasi dari vaksin dengan batch yang
sama dan tidak ada kasus yang serupa di masyarakat.
Vaksin
Kejadian diketahui disebabkan oleh reaksi vaksin,
tetapi terjadi peningkatan rasio.
Kesalahan program atau masalah
pada vaksin
Kejadian meliputi orang lain dari daerah yang sama
dalam kelompok umur yang sama dengan orang-orang
yang tidak mendapat imunisasi.
Kejadian yang kebetulan (koinsiden)
Sumber: Kemenkes, 2011
115
Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI)
1.	Kasus KIPI yang Harus Dilaporkan
Risiko KIPI selalu ada pada setiap tindakan imunisasi. Komda KIPI dibentuk
di provinsi guna menjalin kerja sama antara pakar terkait, instansi kesehatan,
dan pemerintah daerah setempat, sesuai dengan otonomi daerah. Apabila tidak
ditemukan kasus KIPI, maka setiap 6 bulan (Juli dan Desember) Dinas kesehatan
kabupaten/kota harus melapor nihil (zero report). (Menkes, 2005)
Daftar KIPI yang dilaporkan terdapat pada Tabel 2. Pelaporan KIPI juga harus
meliputisetiapkasusdirawat,meninggalatauKIPIberitayangdiyakinimasyarakat
atau tenaga kesehatan yang disebabkan oleh imunisasi.
Tabel 5.5 Kasus-kasus KIPI yang harus dilaporkan
Kurun Waktu Terjadi KIPI Gejala Klinis
Dalam 24 jam
Reaksi anafilaktoid (reaksi akut hipersensitif), syok
anafilaktik, menangis keras terus lebih dari 3 jam
(persistent inconsolable screaming), episode hipotonik-
hiporesponsif, Toxic shock syndrome (TSS).
Dalam 5 hari
Reaksi lokal yang berat, sepsis, abses di tempat suntikan
(bakteria/steril)
Dalam 15 hari
Kejang, termasuk kejang demam (6–12 hari untuk campak/
MMR; 0–2 hari untuk DPT), ensefalopati (6–12 hari untuk
campak/MMR; 0–2 hari untuk DPT).
Dalam 3 bulan
Acute flaccid paralysis/lumpuh layu (4–30 hari untuk
penerima OPV; 4–75 hari) untuk kontak, neuritis brakialis
(2–28 hari sesudah imunisasi tetanus), trombositopenia
(15–35 hari sesudah imunisasi campak/MMR).
Antara 1 hingga 12 bulan
sesudah imunisasi BCG
Limfadenitis, Infeksi BCG menyeluruh (Disseminated BCG
infection), Osteitis/osteomeolitis.
Tidak ada batas waktu
Setiap kematian, rawat inap, atau kejadian lain yang berat
dan kejadian yang tidak biasa, yang dianggap oleh tenaga
kesehatan atau masyarakat ada hubungannya dengan
imunisasi.
					 Sumber: Kemenkes, 2005
116
Bahan Ajar IMUNISASI
Untuk kasus KIPI dengan reaksi yang ringan, seperti reaksi lokal, demam, dan
gejala-gejala sistemis yang dapat sembuh sendiri, tidak perlu dilaporkan. Reaksi
lokal yang berat (seperti pembengkakan hingga ke sendi yang paling dekat; nyeri;
kemerahan pembengkakan lebih dari 3 hari; atau membutuhkan perawatan di
rumah sakit), terutama jika ditemukan kasus berkelompok sebaiknya dilaporkan.
Kejadian reaksi lokal yang mengalami peningkatan frekuensi, walaupun tidak
berat, juga sebaiknya dilaporkan. Kasus ini bisa menjadi pertanda kesalahan
program atau menjadi masalah untuk batch vaksin tertentu. (Kemenkes, 2005)
Jika ada keraguan apakah suatu kasus harus dilaporkan atau tidak, sebaiknya
dilaporkan, agar mendapat umpan balik positif apabila kasus tersebut dilaporkan.
2.	Kurun Waktu Pelaporan
Laporan seharusnya selalu dibuat secepatnya sehingga keputusan dapat dibuat
secepat mungkin untuk tindakan atau pelacakan.
Tabel 5.6 Kurun waktu pelaporan
Jenjang Administrasi Kurun Waktu Diterimanya Laporan
Dinas kesehatan kabupaten/kota 24 jam dari saat penemuan KIPI
Dinas Kesehatan provinsi/Komda PP-KIPI 24–72 jam dari saat penemuan KIPI
Sub-Direktorat Imunisasi/Komnas PP-KIPI 24 jam–7 hari dari saat penemuan KIPI
Sumber: Kemenkes RI, 2013
117
Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI)
3.	Tindak
Lanjut
Kasus
a.
Pengobatan
Tabel
5.7
Gejala
KIPI
dan
tindakan
yang
harus
di
lakukan
No.
KIPI
Gejala
Tindakan
Keterangan
1.
Vaksin
Reaksi
lokal
ringan
Nyeri,
eritema,
bengkak
di
daerah
bekas
suntikan
<
1
cm
Timbul
<48
jam
setelah
imunisasi.
Kompres
hangat,
jika
nyeri
mengganggu
beri
parasetamol
10
mg/kg
BB/kali
pemberian.
<
6
bulan:
60
mg/kali
pemberian,
6–12
bl:90
mg/kali
pemberian,
1–3
tahun:
120
mg/
kali
pemberian.
Pengobatan
dapat
dilakukan
oleh
guru
UKS
atau
orangtua.
Berikan
pengertian
kepada
ibu/
keluarga
bahwa
hal
ini
dapat
sembuh
sendiri
walaupun
tanpa
obat.
Reaksi
lokal
berat
(jarang
terjadi).
Eritema/indurasi
>8
cm,
nyeri,
bengkak
dan
manifestasi
sistemis.
Kompres
hangat,
parasetamol.
Jika
ada
perubahan,
hubungi
puskesmas.
Reaksia
Arthus
Nyeri,
bengkak,
indurasi
dan
edema.
Terjadi
reimunisasi
pada
pasien
dengan
kadar
antibodi
yang
masih
tinggi.
Timbul
beberapa
jam
dengan
puncaknya
12–36
jam
setelah
imunisasi.
Kompres
hangat
parasetamol.
118
Bahan Ajar IMUNISASI
No.
KIPI
Gejala
Tindakan
Keterangan
Reaksi
Umum
Demam,
lesu,
nyeri
otot,
nyeri
kepala,
dan
menggigil.
Berikan
minum
hangat
dan
selimut
Parasetamol.
Kolaps/
keadaan
seperti
syok.
Episode
hipotonik-hiporesponsif.
Anak
tetap
sadar,
tetapi
tidak
bereaksi
terhadap
rangsangan.
Pada
pemeriksaan
frekuensi,
amplitudo
nadi
serta
tekanan
darah
tetap
dalam
batas
normal.
Rangsangan
dengan
wewangian
atau
bau-bauan
yang
merangsang.
Apabila
belum
dapat
diatasi
dalam
waktu
30
menit,
segera
rujuk
ke
puskesmas
terdekat.
Reaksi
Khusus:
Sindrom
Guillain-Barre
(jarang
terjadi).
Lumpuh
layu,
asendens
(menjalar
ke
atas),
biasanya
tungkai,
ataksia,
penurunan
refleksi
tendon,
gangguan
menelan
dan
pernafasan,
parestasi,
meningismus,
tidak
demam,
peningkatan
protein
dalam
cairan
serebrospinal
tanpa
pleositosis.
Terjadi
antara
5
hari
s.d.
6
minggu
setelah
imunisasi,
perjalanan
penyakit
dari
1
s.d.
3–4
hari,
prognosis
umumnya
baik.
Rujuk
ke
rumah
sakit
untuk
perawatan
dan
pemeriksaan
lebih
lanjut.
Perlu
untuk
survei
AFP.
Nyeri
brakialis
(neuropati
pleksus
brakialis).
Nyeri
dalam
terus
menerus
pada
daerah
bahu
dan
lengan
atas.
Terjadi
7
jam
s.d.
3
minggu
setelah
imunisasi.
Parasetamol.
Apabila
gejala
menetap
rujuk
ke
rumah
sakit
untuk
fisioterapi.
119
Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI)
No.
KIPI
Gejala
Tindakan
Keterangan
Syok
anafilaktis
Terjadi
mendadak,
gejala
klasik:
kemerahan
merata,
edema,
urtikaria,
sembab
pada
kelopak
mata,
sesak,
nafas
berbunyi,
jantung
berdebar
kencang,
tekanan
darah
menurun,
anak
pingsan/tidak
sadar,
dapat
pula
terjadi
langsung
berupa
tekanan
darah
menurun
dan
pingsan
tanpa
didahului
oleh
gejala
lain.
Suntikan
adrenalin
1:1.000
dosis
0,1–0,3
ml,sk/im,
jika
pasien
membaik
dan
stabil
dilanjutkan
dengan
suntikan
deksametason
(1
ampul)
secara
intravena/
intramuskuler.
Segera
pasang
infus
NaCl
0,9%,
rujuk
ke
rumah
sakit
terdekat.
2.
Tata
Laksana
Program
Abses
dingin
Bengkak
dan
keras,
nyeri
daerah
bekas
suntikan,
terjadi
karena
vaksin
disuntikkan
masih
dingin.
Kompres
hangat
parasetamol.
Jika
tidak
ada
perubahan,
hubungi
puskesmas
terdekat
Pembengkak­
k
an
Bengkak
di
sekitar
suntikan,
terjadi
karena
penyuntikan
kurang
dalam.
Kompres
hangat.
Jika
tidak
ada
perubahan,
hubungi
puskesmas
terdekat.
Sepsis
Bengkak
di
sekitar
bekas
suntikan,
demam,
terjadi
karena
jarum
suntik
tidak
steril.
Gejala
timbul
1
minggu
atau
lebih
setelah
penyuntikan.
Kompres
hangat,
parasetamol,
rujuk
ke
rumah
sakit
terdekat.
Tetanus
Kejang,
dapat
disertai
dengan
demam,
anak
tetap
sadar.
Rujuk
ke
rumah
sakit
terdekat
120
Bahan Ajar IMUNISASI
No.
KIPI
Gejala
Tindakan
Keterangan
Kelumpuhan/
Kelemahan
otot
Lengan
sebelah
(daerah
yang
disuntik)
tidak
bisa
digerakkan,
terjadi
karena
daerah
penyuntikan
salah.
Rujuk
untuk
difisoterapi
3.
Faktor
penerima/
pejamu
Alergi
Pembengkakan
bibir
dan
tenggorokan,
sesak
nafas,
eritema,
papula,
terasa
gatal,
tekanan
darah
menurun.
Suntikkan
dexametason
1
ampul
im/iv,
jika
berlanjut
pasang
infus
NaCl
0,9%.
Tanyakan
kepada
orangtua,
adakah
penyakit
alergi.
Faktor
psikologis
Ketakutan,
berteriak,
pingsan.
Tenangkan
penderita.
Beri
minum
air
hangat,
beri
wewangian/
alkohol,
setelah
sadar
beri
minum
air
teh
manis
hangat.
Sebelum
penyuntikan,
guru
sekolah
dapat
memberikan
pengertian
dan
menenangkan
murid.
Apabila
berlanjut,
hubungi
Puskesmas.
4.
Koinsiden
(faktor
kebetulan)
Gejala
penyakit
terjadi
secara
kebetulan
bersamaan
dengan
waktu
imunisasi.
Gejala
dapat
berupa
salah
satu
gejala
KIPI
tersebut
di
atas
atau
bentuk
lain.
Tangani
penderita
sesuai
gejala.
Cari
informasi
di
sekitar
anak,
apakah
ada
kasus
lain
yang
mirip,
tetapi
anak
tidak
di-
imunisasi.
Kirim
ke
rumah
sakit
untuk
pemeriksaan
lebih
lanjut.
					
Sumber:
Kemenkes,
2005
121
Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI)
b.	Komunikasi
Tahukah Anda bahwa kepercayaan merupakan kunci utama komunikasi pada
setiap tingkat? Jika Anda terlalu cepat menyimpulkan penyebab kejadian KIPI,
dapat merusak kepercayaan masyarakat. Anda harus mengakui ketidakpastian,
melakukan investigasi menyeluruh, dan tetap memberi informasi kepada
masyarakat. Hindari membuat pernyataan yang terlalu dini tentang penyebab dari
kejadian sebelum pelacakan lengkap.
Dalamberkomukasidenganmasyarakat,akanbermanfaatapabilamembangun
jaringan dengan tokoh masyarakat, dan tenaga kesehatan di daerah agar informasi
tersebut bisa dengan cepat disebarkan. (Kemenkes, RI, 2013)
c. Perbaikan Mutu Layanan
SetelahdidapatkankesimpulanpenyebabdarihasilinvestigasiKIPImakadilakukan
tindak lanjut perbaikan seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 5.8 Tindak Lanjut Perbaikan
Reaksi vaksin Tarik batch, perubahan prosedur kontrol
Kesalahan program Perbaiki prosedur, pengawasan dan pelatihan
Koinsiden Komunikasi
Tidak diketahui Investigasi lanjutan
			 Sumber: Kemenkes RI, 2013
E.	Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan terdiri dari evaluasi rutin dan tahunan.
1.	Evaluasi Rutin
Evaluasi rutin dilakukan oleh Komda PP-KIPI/Dinkes provinsi minimal 6 bulan
sekali. Evaluasi rutin untuk menilai efektivitas pemantauan KIPI.
122
Bahan Ajar IMUNISASI
2.	Evaluasi Tahunan
Evaluasi tahunan dilakukan oleh Komda PP-KIPI/Dinas Kesehatan Provinsi untuk
tingkat provinsi dan Komnas PP-KIPI/sub-direktorat Imunisasi untuk tingkat
nasional. Perkembangan KIPI dapat dinilai dari data laporan tahunan di tingkat
propinsi dan nasional.
F. Penanggulangan KIPI
1. Pencegahan Primer
Tabel 5.9 Persiapan sebelum dan pada saat pelaksanaan imunisasi
1. Tempat
Ruangan khusus untuk penanggulangan KIPI, misalnya ruang
UKS atau ruangan lainnya.
2. Alat dan obat
Tensimeter, infus set, alat suntik steril.
Adrenalin 1:10.000, deksametason suntik, cairan infus NaCl 0,9%.
3. Fasilitas rujukan
Fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta yang sudah
dikoordinasi dalam jejaring fasilitas kesehatan.
4.
Penerima vaksin
(resipien)
Perhatikan kontra-indikasi dan hal-hal khusus terhadap imunisasi
tertentu.
5.
Mengenal gejala
klinik KIPI
Gejala lokal dan sistemis serta reaksi lainnya. Makin cepat
terjadinya KIPI, makin berat gejalanya.
6.
Prosedur
pelayanan
imunisasi
Mencuci tangan sebelum dan sesudah penyuntikan,
membersihkan kulit di daerah suntikan dengan air matang, jika
kotor harus menggunakan alkohol 70%, bacalah label pada
botol vaksin, kocoklah vaksin jika terdapat perubahan warna
atau gumpalan, gantilah dengan vaksin lain, tempat suntikan
yang dianjurkan pada bayi: bagian paha sebelah luar (di antara
garis tengah bagian depan paha dan tepi paha), pada anak: di
lengan kanan atas di daerah pertengahan muskulus deltoideus,
observasi pasca-imunisasi minimal 30 menit.
7. Pelaksana
Tenaga kesehatan yang terlatih dan ditunjuk oleh kepala
puskesmas serta dibekali surat tugas.
				 Sumber: Kemenkes RI, 2013
123
Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI)
2. Penanggulangan Medis KIPI
Penanggulangan kasus ringan dapat diselesaikan oleh puskesmas dan memberikan
pengobatan segera, Komda PP-KIPI hanya perlu diberikan laporan.
Jika kasus tergolong berat harus segera dirujuk. Kasus berat yang masih
dirawat, sembuh dengan gejala sisa, atau meninggal, perlu dilakukan evaluasi ketat
dan apabila diperlukan Komda PP-KIPI segera dilibatkan.
124
Bahan Ajar IMUNISASI
RANGKUMAN
1. KIPI adalah kejadian medis yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa
reaksi vaksin, reaksi suntikan, efek farmakologis, kesalahan prosedur ataupun
koinsiden.
2. Penyebab/etiologi KIPI dibagi dalam 2 (dua) klasifikasi, yaitu klasifikasi
lapangan dan klasifikasi kausalitas.
3. Pemantauan KIPI pada dasarnya terdiri dari penemuan, pelacakan, analisis
kejadian, tindak lanjut, pelaporan, dan evaluasi.
4. Tindak lanjut KIPI meliputi pengobatan dan komunikasi.
5. Evaluasi yang dilakukan meliputi evaluasi rutin dan tahuhan.
6. Penanggulangan KIPI terdiri dari pencegahan primer dan penanggulangan
medis KIPI.
TUGAS
Diskusikan secara berkelompok mengenai temuan kasus KIPI di Indonesia (pilih
salah satu provinsi), analisis apakah penanganan pada KIPI tersebut sudah tepat!
125
Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI)
EVALUASI
1. Seorang bayi perempuan usia 4 bulan, sehari yang lalu mendapatkan imunisasi
DPTdisebuahBPM.Bidanmelakukanpemeriksaan,hasil:ditemukanbengkak
di daerah bekas suntikan < 1 cm.
Apakah yang dialami bayi berdasarkan kasus di atas?
a. Reaksi lokal ringan d. Reaksi Umum
b. Reaks lokal berat e. Reaksi Khusus
c. Reaksi artrus
2. Seorang bayi usia 4 bulan dibawa oleh ibunya ke BPM dengan keluhan
mengalami bengkak setelah di-imunisasi. Hasil pemeriksaan didapatkan
Eritema/indurasi > 8 cm, nyeri, bengkak dan terdapat manifestasi sistemis.
Apakah yang dialami bayi berdasarkan kasus tersebut?
a. Reaksi lokal ringan d. Reaksi umum
b. Reaksi lokal berat e. Reaksi khusus
c. Reaksi artrus
3. Seorang perempuan membawa bayinya yang berusia 9 bulan ke BPM dengan
keluhan kejang demam. Bidan melakukan pengkajian, hasil: bayi baru
mendapatkan imunisasi campak 6 hari yang lalu.
Apakah yang harus dilakukan bidan berdasarkan kasus di atas?
a. Melaporkan ke balai POM
b. Melapor ke KomNas PP KIPI
c. Melaporkan ke Dinkes Provinsi
d. Melaporkan segera ke puskesmas
e. Melaporkan ke Ditjen PP dan PL
4. Kejadian yang meliputi orang lain dari daerah yang sama dalam kelompok
umur yang sama dengan orang-orang yang tidak mendapat imunisasi.
Apakah kemungkinan besar penyebab kasus di atas?
a. Masalah vaksin d. Koinsiden (kebetulan)
b. Reaksi suntikan e. Kesalahan tenaga kesehatan
c. Kesalahan program
126
Bahan Ajar IMUNISASI
5. Seorang ibu membawa anaknya berusia 2 tahun ke BPM, ibu mengatakan
anaknya mengalami HIV, dan rencana ingin mendapatkan imunisasi
influenza.
Apakah rekomendasi yang dianjurkan berdasarkan kasus di atas?
a. Sesuai dengan jadwal anak sehat
b. Diberikan secepat mungkin
c. Diberikan umur 12 bulan
d. Tidak boleh diberikan
e. Tiap tahun diulang
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu
1. Melakukan pencatatan hasil pelayanan imunisasi.
2. Menyusun pelaporan hasil pelayanan imunisasi.
BABVI
BABVI
PENCATATANDAN
PELAPORAN
128
Bahan Ajar IMUNISASI
Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang
peranan penting dan sangat menentukan. Selain menunjang pelayanan
imunisasi, hasil pencatatan dan pelaporan juga menjadi dasar untuk membuat
perencanaan maupun evaluasi. (Kemenkes, 2013)
Pencatatan dan pelaporan program imunisasi yaitu pencatatan dan pelaporan
data program imunisasi, yang meliputi hasil cakupan imunisasi, data logistik, data
inventaris peralatan imunisasi dan kasus diduga KIPI atau KIPI. (Kesma-Depkes,
2007). Pencatatan dan pelaporan ini menggunakan format-format standar dan
dapat dipadukan dengan format-format dari program terkait serta dilaporkan
secara lengkap, tepat dan tepat waktu, sehingga dapat bermanfaat untuk ditindak-
lanjuti segera.
Pencatatandanpelaporanimunisasimerupakanserangkaiankegiatanterhadap
pelaksanaan imunisasi, dengan menggunakan cara/metode yang seragam dan
secara periodik berdasarkan jenjang periodik berdasarkan jenjang administrasi.
(Kemenkes, 2009)
A.Pencatatan
Tahukah Anda bahwa pencatatan imunisasi terdiri dari macam-macam bentuk?
Pada bab ini kami sampaikan instrumen pencatat data dasar yang harus dimiliki
oleh puskesmas, RS/RB dan unit pelayanan swasta (dokter praktik dan bidan
praktik). (Kemenkes 2009 dan 2013).
Bentuk pencatatan di unit pelayanan:
1. Posyandu/Pustu/Puskesmas:
Buku kohort bayi/ibu, buku KIA, buku register WUS, format pelaporan vaksin,
ADS, dan lain-lain.
2. Unit Pelayanan Swasta/RS:
Kartu/buku imunisasi, buku register WUS/kohort ibu, format pelaporan
vaksin, dan lain-lain.
3. Sekolah:
Register anak sekolah, kartu tetanus seumur hidup.
129
pencatatan dan pelaporan
Apabila Anda bekerja di unit pelayanan swasta, lembar pertama dikirim ke
puskesmas sebagai laporan dan lembar kedua menjadi arsip di unit pelayanan.
AdapunapabilabekerjadiDinasKesehatanKota/Kabupaten,laporanhasilimunisasi
dari semua puskesmas dan RSU Kabupaten maupun Rumah Sakit swasta dicatat
di buku hasil imunisasi dan dibuat dalam rangkap dua. Lembar ke-2 dibawa ke
provinsi pada waktu mengambil vaksin/konsultasi. Begitu pun di tingkat provinsi,
kompilasi laporan hasil imunisasi semua kabupaten/kota dicatat dan lembar ke-2
dikirimkan ke pusat. Sebaiknya, Anda tidak menunda dan lakukanlah saat selesai
melaksanakan pelayanan imunisasi.
1.	Buku Pencatatan Hasil Imunisasi
Setelah melaksanakan pelayanan imunisasi, Anda harus mencatat atau
mendokumentasikan data sasaran dan hasil imunisasi dalam bentuk:
a. Pencatatan Hasil Imunisasi Bayi (Kohort Bayi)
Pencatatan hasil imunisasi bayi menggunakan kohort bayi (lihat lampiran 1).
Format ini dibuat rangkap dua dengan menggunakan kertas karbon dan berfungsi
sebagai format laporan bersama format pemakaian logistik dan laporan KIPI.
Gambar 6.1 Buku Pencatatan pelayanan imunisasi bayi
b. Pencatatan Hasil Imunisasi TT (Kohort Ibu)
PencatatanhasilimunisasiTTuntukWUStermasukibuhamildancalonpengantin
menggunakan catatan imunisasi WUS atau kohort ibu. Perlu Anda ingat, bahwa
sebelumpemberianimunisasiTTharusdilakukanskriningterlebihdahulutentang
status imunisasi TT.
130
Bahan Ajar IMUNISASI
Gambar 6.2 Buku Pencatatan imunisasi TT
c. Format Pencatatan Hasil Imunisasi Anak Sekolah
Untuk pencatatan imunisasi anak sekolah, imunisasi DT, campak atau Td yang
diberikan, dicatat pada format pencatatan BIAS dan 1 lembar salinan diberikan
kepada kepala sekolah. Anda perlu mengingat bahwa pemberian imunisasi DT
atau Td pada anak sekolah disesuaikan dengan status imunisasi sebelumnya.
2.	Kartu Imunisasi
a.	Buku KIA (Buku Pegangan Ibu Bayi/Balita)
SetelahAndamemberikanpelayananimunisasi,secepatnyacatatlahhasilpelayanan
Anda di buku KIA.
Diisi tanggal, bulan,tahun
pemberian imunisasi dasar
Diisi apabila diberikan
imunisasi tambahan
Diisi apabila diberikan vaksin
lainnya
Gambar 6.3 Pencatatan pelayanan imunisasi pada Buku KIA
131
pencatatan dan pelaporan
b.	Kartu TT
Bagi WUS yang mendapatkan imunisasi TT, mendapatkan kartu TT.
Gambar 6.4 Kartu pelayanan imunisasi TT
3.	Buku Stok Vaksin dan Logistik
Keluar masuknya vaksin terinci menurut jenis, jumlah, nomor batch dan tanggal
kadaluarsa serta status VVM saat diterima atau dikeluarkan, harus dicatat dalam
bukustokvaksindanpelarut.Sisaataustokvaksindanpelarutharusselaludihitung
pada setiap kali penerimaan atau pengeluaran vaksin dan pelarut. Tiap-tiap jenis
vaksin mempunyai kartu stok tersendiri.
Gambar 6.5 Buku Stok Vaksin
Selain itu, kondisi VVM sewaktu menerima dan mengeluarkan vaksin juga
perlu dicatat di SBBK (Surat Bukti Barang Keluar).
132
Bahan Ajar IMUNISASI
Keluar masuknya logistik imunisasi (ADS, safety box, peralatan ranti dingin)
termasuk vaksin dan pelarut harus dicatat di buku umum. Nomor seri sarana cold
chain (lemari es, freezer, vaccine carrier, container) harus dicatat dalam kolom
keterangan. Untuk peralatan seperti jarum, syringe dan peralatan rantai dingin
cukup dicatat jumlah dan jenisnya.
4. Format PWS
Dari hasil pencatatan, data direkapitulasi ke dalam buku rekapitulasi Puskesmas
dan dikelompokkan ke dalam format pengolahan data PWS tiap desa/kelurahan,
Format tersebut sudah tersedia dalam software PWS.
5.	Buku Pencatatan Suhu
Pencatatan suhu lemari es dilakukan dua kali setiap hari pada pagi dan sore hari
dalam grafik suhu yang tersedia untuk masing-masing unit. Dengan menambah
catatan saat terjadinya peristiwa penting pada grafik tersebut, seperti sweeping,
KLB, KIPI, penggantian suku cadang, grafik suhu ini akan menjadi sumber
informasi penting.
133
pencatatan dan pelaporan
Sumber:
Modul
Imunisasi,
Kemenkes
2013
Gambar
6.6
Contoh
Grafik
Suhu
Lemari
Es
Puskesmas
134
Bahan Ajar IMUNISASI
B.Pelaporan
Hasil pencatatan imunisasi yang dilakukan oleh setiap unit yang melakukan
kegiatan imunisasi disampaikan kepada pengelola program masing-masing tingkat
administrasidandilaporkansecaraberjenjangketingkatatasnyasesuaiwaktuyang
telah ditetapkan. Sebaliknya, umpan balik laporan dikirimkan secara berjenjang
dari tingkat atas ke tingkat lebih bawah. (Permenkes, 2013)
Laporandariunitpelayananswastakepuskesmasataukabupaten/kotameliputi
laporan hasil cakupan imunisasi pada bayi dan WUS serta laporan pemakaian
logistik dan laporan KIPI dengan menggunakan format yang sama dengan format
pencatatan hasil imunisasi. (Kemenkes, 2013)
1.	Hal-hal yang Dilaporkan
Hal-hal yang dilaporkan adalah sebagai berikut.
a. Cakupan Imunisasi rutin
Dalam melaporkan cakupan imunisasi, harus dipisahkan pemberian imunisasi
terhadap kelompok di luar umur sasaran. Pemisahan ini sebenarnya sudah
dilakukan mulai saat pencatatan, agar tidak mengacaukan perhitungan persen
cakupan (lihat Lampiran 6, 7, 8, 9)
b. Stok dan pemakaian vaksin
Penerimaan, pemakaian dan stok vaksin setiap bulan harus dilaporkan
bersama-sama dengan laporan cakupan imunisasi. (lihat Lampiran 11, 12, 13,
14).
c. Sarana peralatan cold chain di puskesmas dan unit pelayanan lainnya
diidentifikasi baik jumlah maupun kondisinya dilaporkan ke kabupaten/kota
minimal sekali setahun. (lihat Lampiran 15).
d. UCI desa dilaporkan dalam periode satu tahun mulai bulan Januari sampai
dengan Desember. (lihat Lampiran 10).
e. Cakupan imunisiasi dan pemakaian vaksin serta logistik kegiatan BIAS.
f. Laporan kasus KIPI atau diduga KIPI dengan mempergunakan format KIPI.
135
pencatatan dan pelaporan
2. Syarat-syarat Pelaporan
Syarat-syarat pelaporan yang baik adalah sebagai berikut.
a. Lengkap: Semua bagian dalam laporan telah lengkap tidak ada
yang dibiarkan kosong dan semua tempat pelayanan telah
mengirimkan laporan.
b. Tepat waktu: Laporan tepat waktu sesuai waktu yang telah ditetapkan. Jangan
terlambat
c. Akurat: Sebelum mengirim pelaporan, lakukan pemeriksaan ulang
terhadap semua data yang dilaporkan. Pastikan bahwa data
yang dilaporkan sesuai dengan data sasaran dan jumlah hasil
imunisasi berdasarkan pencatatan di tempat pelayanan.
3.	Alur Pelaporan
a.	Alur Laporan Imunisasi Rutin
Alur pelaporan dalam kegiatan berupa laporan cakupan dan laporan
pemakaian logistik, dari unit pelayanan kesehatan dilakukan seperti pada
bagan berikut ini.
Gambar 6.7 Alur Laporan Imunisasi Rutin
RS PEMERINTAH/
SWASTA
Dirjen PP & PL Depkes RI
DINKES PROVINSI
DINKES KAB/KOTA
PUSKESMAS
DESA/KEL
POSYANDU POSKESDES
PUSTU
Pelayanan dalam
Gedung Puskesmas
RB/KLINIK/DOKTER/
BIDANSWASTA
Alur Pelaporan
Alur Umpan Balik
Sumber: Kemenkes, 2009
136
Bahan Ajar IMUNISASI
LaporancakupanimunisasiyangdilaporkanolehPuskesmas,diperolehdengan
mengompilasi cakupan imunisasi dari tiap-tiap unit pelayanan imunisasi, yaitu:
Posyandu, Poskesdes, Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Rumah Sakit, dan Unit
Pelayanan Swasta (UPS). Hasil kegiatan pelayanan imunisasi dari tiap-tiap unit
pelayanan tersebut oleh koordinator imunisasi (korim) terlebih dahulu dilakukan
pemisahancakupanperdesa,korimjugamengembalikanhasilpelayananimunisasi
yang berasal dari desa asal sasaran (bayi dan WUS) sehingga pencapaian UCI di
setiap desa dapat menggambarkan data riil.
Hasil pelayanan imunisasi yang berasal dari luar wilayah Puskesmas, tidak
dilaporkan sebagian hasil Puskesmas, tetapi dimasukkan dalam hasil luar wilayah.
Setelahlaporandilaporkankekabupaten/kota,hasilpelayananluarwilayahtersebut
dikembalikan ke Puskesmas yang bersangkutan oleh kabupaten.
Rumahsakit tipe A dan Bmendapatkan vaksin dan melaporkan hasil imunisasi
ke dinas kesehatan kota/kabupaten, kemudian hasil kegiatan pelayanan imunisasi
tersebut oleh kabupaten/kota dilakukan pemilahan per desa dan dikembalikan
(feed back) ke Puskesmas tempat desa tersebut berada. Adapun rumah sakit tipe
C dan D serta UPS lainnya mendapatkan vaksin dan melaporkan hasil pelayanan
imunisasinya ke Puskesmas. Rumah Sakit atau UPS sebaiknya tidak mengambil
vaksin langsung ke provinsi, tetapi sebaiknya mengambil vaksin ke kabupaten atau
Puskesmas di wilayah kerjanya.
Pengelola program imunisasi di kabupaten/kota merekapitulasi hasil cakupan
tiap-tiap Puskesmas untuk menjadi laporan kabupaten/kota ke provinsi. Pengelola
program imunisasi provinsi, juga merekapitulasi hasil cakupan dari tiap-tiap
kabupaten/kota untuk menjadi laporan provinsi ke subdit imunisasi, Ditjen PP &
PL.
4. Waktu Laporan
Unit pelayanan kesehatan sebaiknya melaporkan ke puskesmas sebelum tanggal 5,
karena puskesmas harus mengirimkan laporan bulanan ke kabupaten/kota paling
telat diterima kabupaten/kota setiap tanggal 5 (lima). Sementara itu, laporan
bulanan kabupaten/kota diterima provinsi paling telat setiap tanggal 10 (sepuluh).
Laporan bulanan provinsi paling telat diterima pusat (Kemenkes) setiap tanggal 15
(lima belas).
137
pencatatan dan pelaporan
5. Pelaporan KIPI
Laporanselaludibuatsecepatnyasehinggakeputusandapatdibuatsecepatmungkin
untuk tindakan atau pelacakan. Laporan adanya kasus KIPI dilaporkan oleh
masyarakat tempat pelaporan KIPI dilaksanakan secara bertahap dan bertingkat
melalui tahapan rutin sebagaimana gambar berikut ini.
Gambar 6.8 Tahapan Pelaporan KIPI
Pada keadaan tertentu ketika kasus atau diduga kasus KIPI menimbulkan
perhatian berlebihan dari masyarakat, laporan dapat dilaporkan langsung ke
Kemenkes c.q. Subdit Imunisasi/Komnas PP-KIPI, tanpa melalui tahapan rutin
sebagaimana keterangan di atas.
Dokterpraktikswastadanrumahsakitjugasebaiknyamelaporkankasus-kasus
KIPI kepada Komda KIPI setempat. Jika memungkinkan, melengkapi formulir
pelaporan tanpa bantuan dari kantor dinas kesehatan kabupaten/kota, namun bisa
meminta bantuan apabila membutuhkan.
138
Bahan Ajar IMUNISASI
RANGKUMAN
1. Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen imunisasi menunjang pelayanan
imunisasi serta sebagai dasar untuk membuat keputusan dalam perencanaan,
pelaksanaan, maupun evaluasi.
2. Bentuk pencatatan: format pencatatan hasil imunisasi (kohort bayi, kohort
ibu, dan format pencatatan imunisasi anak sekolah), kartu imunisasi (buku
KIA), Buku stok vaksin dan logistik, SBBK, Buku pencatatan suhu, formulir
pencatatan KIPI
3. Laporan hasil cakupan imunisasi pada bayi dan WUS serta laporan pemakaian
logistik dan laporan KIPI dengan menggunakan format yang sama dengan
format pencatatan hasil imunisasi.
4. Laporandisampaikankepadapengelolaprogramtiap-tiaptingkatadministrasi
dan dilaporkan secara berjenjang ke tingkat atasnya sesuai waktu yang telah
ditetapkan dan sebaliknya.
139
pencatatan dan pelaporan
TUGAS
Seorang bayi laki-laki lahir spontan pada 1 April 2014, mendapatkan imunisasi
HB-0 pada 2 April. Sebulan kemudian, pada 1 Mei 2014 mendapatkan imunisasi
Polio 1 dan BCG.
Buatlah pencatatan pelayanan imunisasi bayi sesuai dengan kasus tersebut di
dalam:
1. Buku KIA;
2. Format pencatatan pelayanan imunisasi.
EVALUASI
1. Sebutkan bentuk pencatatan yang dibuat setelah pelayanan imunisasi bayi!
2. Sebutkan bentuk pencatatan yang dibuat setelah pelayanan imunisasi TT pada
WUS/ibu hamil!
3. Jelaskan alur pelaporan pelayanan imunisasi rutin di unit pelayanan
kesehatan!
140
Bahan Ajar IMUNISASI
141
pencatatan dan pelaporan
Daftar Pustaka
Akib P.A., Purwanti A. 2011. Kejadian Ikutan pasca Imunisasi (KIPI) Adverse
Events Following Imumunization (AEFI). Dalam Pedoman Imunisasi di
Indonesia. Edisi keempat. Penyunting: Ranuh Gde, Suyitno H, Hadinegoro
S.R.S, Kartasasmita C.B, Ismoedijanto dkk. Jakarta: IDAI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Petunjuk Teknis Pencatatan dan
Pelaporan Program Imunisasi. Jakarta: Dirjen PP - PL dan Direktorat Sepim-
Kesma Depkes RI.
Depkes RI. 2009. Imunisasi Dasar Bagi Pelaksana Imunisasi di UPK Swasta. Jakarta:
Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1611/
Menkes/SK/ XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta:
Ditjen PP & PL Depkes RI.
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI. 2013.
Modul Pelatihan Imunisasi bagi petugas Puskesmas (Basic Health Worker’s
training module).
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI. 2013.
Petunjuk Teknis Introduksi Imunisasi DTP-HB-Hib (Pentavalen) Pada Bayi dan
Pelaksanaan Imunisasi Lanjutan Pada Anak Balita.
Ditjen PP & PL Depkes RI. 2005. Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas.
Jakarta: Ditjen PP & PL Depkes RI.
Kemenkes RI. 2013. Peraturan Pemerintah Kesehatan Republik Indonesia Nomor
42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pemantauan dan
Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.
Ranuh Gde, Suyitno H, Hadinegoro S.R.S.,Kartasasmita C.B., Ismoedijanto dkk.
2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi keempat. IDAI.
142
Bahan Ajar IMUNISASI
Satgas Imunisasi PP IDAI. 2011. Panduan Imunisasi Anak. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.
Satgas Imunisasi IDAI. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi Keempat.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
LAMPIRAN
144
Lampiran
1
Format
Pencatatan
Imunisasi
Bayi
(Kohort
Bayi)
145
Lampiran
2
Format
Pencatatan
imunisasi
TT
(kohort
Ibu)
146
Lampiran
3
Format
Pencatatan
Iimunisasi
TT
147
Lampiran
4
148
Lampiran
5
149
Lampiran
6
150
Lampiran
7
151
Lampiran
8
152
Lampiran
9
153
Lampiran 10
154
Lampiran
11
Laporan
ini
diisi
oleh
Pelaksana
/
koordinator
Imunisasi
di
Puskesmas
untuk
dilaporkan
kepada
Kadinkes
Kab
/Kasubdin
P2M
Kab
Puskesmas
/
Tujuan
(Penerima)
:
………………………………………….
Nomor
/
Tanggal
Surat
Bukti
Barang
Keluar
(SBBK)
:
:
………………………………………….
Sarana
Angkutan
:
Kend.Umum/Dinas/
Tgl.
Pemberitahuan
Kedatangan
Barang
:
…………………….(Telp/Surat/Fax)
Rencana
Kedatangan
Barang
Tgl.
:
…………
Pribadi/Truk/Pesawat
A
B
C
D
A
B
C
D
A
B
C
D
A
B
C
D
URAIAN
KEDATANGAN
Tanggal
Kedatangan
Vaksin
di
Provinsi
:
………………………………….*)
Nomor
Kendaraan/No.
Pol
:
……………………………………………….
Tanggal
Kedatangan
Vaksin
di
Kabupaten/Kota
:
………………………………….**)
Nama
Perusahaan
Pengantar
:
……………………………………………….
Tanggal
Kedatangan
Vaksin
di
Puskesmas
:
………………………………….***)
Komentar
:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………...***
……………………………,
…………………200…………..
Catatan
:
*)
Diisi
oleh
petugas
provinsi.
**)
Diisi
oleh
petugas
Kabupaten.
***)
Diisi
oleh
petugas
puskesmas
KONDISI
VVM
**
KONDISI
VCCM
**
(Warna
Biru
Pada
Jendela)
SAAT
DIKIRIM
DARI
KABUPATEN
Penerima,
(………………………………………………...)
Jumlah
(Vial/Amp/
Buah)
Jumlah
(Unit
/
Dosis)
No.
Batch,
Exp.
Date
KONDISI
VVM
**
Kondisi
Freeze
Tag
*
(√
/
X)
SAAT
DITERIMA
DI
PUSKESMAS
Kondisi
Freeze
Tag
*
(√
/
X)
KONDISI
VCCM
**
(Warna
Biru
Pada
Jendela)
LAPORAN
KEDATANGAN
VAKSIN
DI
PUSKESMAS
(VACCINE
ARRIVAL
REPORT/VAR)
(………………………………………………...)
Ka.PUSKESMAS
Mengetahui,
No
Nama
Barang
Kemasan
Jmlh
Box
/
Koli
Putih
:
PUSKESMAS
Merah
:
Dinkes
Kab/Kota
Hijau
:
Arsip
Pertinggal
di
Dinkes
Kab/Kota
155
Lampiran
12
156
Lampiran
13
157
Lampiran 14
158
Lampiran
15

More Related Content

PPT
Konsep imunisasi (anak)
PPT
Konsep berubah
PPT
Promosi Kesehatan
PPT
Teori keperawatan virginia handerson
PPTX
Konsep teori jean watson update
PPTX
KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI DAN IMMOBILISASI.pptx
PPTX
Dasar dasar anatomi
PPTX
Manajemen Nyeri Nonfarmakologi
Konsep imunisasi (anak)
Konsep berubah
Promosi Kesehatan
Teori keperawatan virginia handerson
Konsep teori jean watson update
KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI DAN IMMOBILISASI.pptx
Dasar dasar anatomi
Manajemen Nyeri Nonfarmakologi

What's hot (20)

DOCX
Percakapan konseling antar bidan dengan pasien tentang kb (alat kontrasepsi)
PDF
Obat tokolitik (1)
PPT
Konsep Dasar Terapi Komplementer (1) (1).ppt
PPT
04. slide adaptasi neonatus
DOCX
Nilai normal tanda tanda vital
PPT
Hipertensi
PPTX
Bab II Perhitungan dalam epidemiologi(part 1)
DOCX
Table jenis-jenis lochea
PPT
Promosi kesehatan kuliah kamis
DOCX
Kuesioner kelas ibu hamil tj.pati
PPTX
Prosedur penyuntikan imunisasi
PPTX
Kelompok 6 (kardiovaskuler)
DOCX
Macam2 dan cara penyuntikan
PPTX
Imunisasi LENGKAP
PPTX
Pembahasan Soal UKOM
PPTX
Infeksi Nosokomial
PPTX
Fetal distress dan asfiksia neonatorum
DOCX
askeb Bayi sehat dengan imunisasi campak
PPTX
Sistem perkemihan pada ibu hamil
PPT
KPSP & DDST
Percakapan konseling antar bidan dengan pasien tentang kb (alat kontrasepsi)
Obat tokolitik (1)
Konsep Dasar Terapi Komplementer (1) (1).ppt
04. slide adaptasi neonatus
Nilai normal tanda tanda vital
Hipertensi
Bab II Perhitungan dalam epidemiologi(part 1)
Table jenis-jenis lochea
Promosi kesehatan kuliah kamis
Kuesioner kelas ibu hamil tj.pati
Prosedur penyuntikan imunisasi
Kelompok 6 (kardiovaskuler)
Macam2 dan cara penyuntikan
Imunisasi LENGKAP
Pembahasan Soal UKOM
Infeksi Nosokomial
Fetal distress dan asfiksia neonatorum
askeb Bayi sehat dengan imunisasi campak
Sistem perkemihan pada ibu hamil
KPSP & DDST

Similar to BUKU AJAR IMUNISASI (20)

PDF
Buku Ajar Imunisasi
DOC
SAP Ilmu Kesehatan Anak tentang Imunisasi.doc
PPT
Imunisasi Masyarakat contoh materii ppt
DOCX
Makalah ilmu kesehatan masyarakat
DOCX
Makalah imunisasi
PDF
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
DOCX
Penkes imunisasi
PPTX
dr.-Ch.-Rini-PratiwiSp.A_IMUNISASI-DI-ERA-PANDEMI.pptx
DOCX
Progam imunisasii
PPTX
Sosialisasi vaksin baru untuk bayi dan balita.pptx
PDF
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
PPTX
Presentasi FIELD LAB Pemantauan Gizi Balita & Ibu Hamil FK UNS
PPTX
Materi imunisasi Untuk Nusan Tara Sehat
DOCX
Promkes imunisasi
PPTX
1. Kebijakan penyelenggaraan imunisasi new-1.pptx
PPTX
Kebijakan Imunisasi Antigen Baru_Sultra.pptx
DOCX
PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DAN ANAK.docx
DOCX
Konsep dasar imunisasi pada anak
PPTX
Kb 1 imunisasi
PPTX
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
Buku Ajar Imunisasi
SAP Ilmu Kesehatan Anak tentang Imunisasi.doc
Imunisasi Masyarakat contoh materii ppt
Makalah ilmu kesehatan masyarakat
Makalah imunisasi
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
Penkes imunisasi
dr.-Ch.-Rini-PratiwiSp.A_IMUNISASI-DI-ERA-PANDEMI.pptx
Progam imunisasii
Sosialisasi vaksin baru untuk bayi dan balita.pptx
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
Presentasi FIELD LAB Pemantauan Gizi Balita & Ibu Hamil FK UNS
Materi imunisasi Untuk Nusan Tara Sehat
Promkes imunisasi
1. Kebijakan penyelenggaraan imunisasi new-1.pptx
Kebijakan Imunisasi Antigen Baru_Sultra.pptx
PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DAN ANAK.docx
Konsep dasar imunisasi pada anak
Kb 1 imunisasi
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah

More from PUTRA ADI IRAWAN (19)

PDF
Bahan Ajar Mata Kuliah Urinalisis Edisi Tahun 2024
PDF
KORELASI KADAR GLUKOSA DARAH DAN KUALITAS TIDUR PADA REMAJA
PDF
Permenkes Nomor 20 Tahun 2017.pdf
PDF
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 91 tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah
PDF
Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Medik
PDF
KECELAKAAN KERJA BIDANG TLM
PDF
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik.pdf
PDF
Permenkes Nomor 66 Tahun 2016 tentang K3 di Rumah Sakit
PDF
Buku PLM_2017
PDF
5 teori korupsi
PDF
Optimalisasi Kampanye Aksi di Medsos_Materi.pdf
PDF
Tri (3) Strategi Pemberantasan Korupsi di Era Digitalisasi.pdf
PDF
Legionella Sp. Kajian Epidemiologi.pdf
PDF
Upgrade Diagnostik“Waspada Resurjensi” Malaria
PDF
GOLONGAN DARAH
PDF
WHAT IS DIABETES.pdf
PDF
UPDATE COVID.pdf
PDF
Metodologi Penelitian dan Statistik
PDF
Narasi RUU Kesehatan.pdf
Bahan Ajar Mata Kuliah Urinalisis Edisi Tahun 2024
KORELASI KADAR GLUKOSA DARAH DAN KUALITAS TIDUR PADA REMAJA
Permenkes Nomor 20 Tahun 2017.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 91 tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah
Standar Profesi Ahli Teknologi Laboratorium Medik
KECELAKAAN KERJA BIDANG TLM
Permenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik.pdf
Permenkes Nomor 66 Tahun 2016 tentang K3 di Rumah Sakit
Buku PLM_2017
5 teori korupsi
Optimalisasi Kampanye Aksi di Medsos_Materi.pdf
Tri (3) Strategi Pemberantasan Korupsi di Era Digitalisasi.pdf
Legionella Sp. Kajian Epidemiologi.pdf
Upgrade Diagnostik“Waspada Resurjensi” Malaria
GOLONGAN DARAH
WHAT IS DIABETES.pdf
UPDATE COVID.pdf
Metodologi Penelitian dan Statistik
Narasi RUU Kesehatan.pdf

Recently uploaded (20)

PDF
Ferizal : ilmuwan ASN Lhokseumawe PENEMU ANTI DISRUPSI AI untuk SASTRA KESEHA...
PDF
Materi Nak, Inilah Teladanmu (Parenting Sunnah).pdf
PPT
7. dr. Zahratul, M. Biomed - Five Stars Doctor Family Physician.ppt
PPTX
GURU PENGGERAK MATERI POWER POINYPPT PI2.pptx
PDF
Pengelolaan Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik
PPTX
Macam-macam Stoma Intestinal digestiv.pptx
PDF
REFERAT 3_Target Inflamasi Aterosklerosis.pdf
PDF
NOVEL GERAKAN SASTRA KESEHATAN INDONESIA : KEUNGGULAN NUSANTARA DI PENTAS DUN...
PPTX
PPT-CPOB_CPKB_CPOTB liquid semisolid.pptx
PPTX
Refreshing-Kader-Posyandu-Siklus-Hidup-and-Penguatan-Kompetensi (1).pptx
PPTX
MATERI GEMA CERMAT terbaru tahun 2025 terbaru
PPTX
5436_PEMBEKALAN PIDI 2020_era covid-19-new (2) (1).pptx
PPTX
Pengukuran tekanan darah dan meraba nadi sendiri
PPTX
PPT PROLANIS DM INSULIN SISTA PRONALIS .pptx
PPTX
Pembiayaan Kesehatan bagi rumah sakit dan puskesmas sekitar
PDF
Pengorganisasian AMPB-SR di RS.20122024.10.00.pdf
PPTX
Pertemuan 7 RANCANGAN PENELITIAN.pptx,univ
PPTX
Macam-macam Stoma Intestinal digestive.pptx
PPTX
SOSIALISASI PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI DAN P4K.pptx
PPTX
PENILAIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
Ferizal : ilmuwan ASN Lhokseumawe PENEMU ANTI DISRUPSI AI untuk SASTRA KESEHA...
Materi Nak, Inilah Teladanmu (Parenting Sunnah).pdf
7. dr. Zahratul, M. Biomed - Five Stars Doctor Family Physician.ppt
GURU PENGGERAK MATERI POWER POINYPPT PI2.pptx
Pengelolaan Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik
Macam-macam Stoma Intestinal digestiv.pptx
REFERAT 3_Target Inflamasi Aterosklerosis.pdf
NOVEL GERAKAN SASTRA KESEHATAN INDONESIA : KEUNGGULAN NUSANTARA DI PENTAS DUN...
PPT-CPOB_CPKB_CPOTB liquid semisolid.pptx
Refreshing-Kader-Posyandu-Siklus-Hidup-and-Penguatan-Kompetensi (1).pptx
MATERI GEMA CERMAT terbaru tahun 2025 terbaru
5436_PEMBEKALAN PIDI 2020_era covid-19-new (2) (1).pptx
Pengukuran tekanan darah dan meraba nadi sendiri
PPT PROLANIS DM INSULIN SISTA PRONALIS .pptx
Pembiayaan Kesehatan bagi rumah sakit dan puskesmas sekitar
Pengorganisasian AMPB-SR di RS.20122024.10.00.pdf
Pertemuan 7 RANCANGAN PENELITIAN.pptx,univ
Macam-macam Stoma Intestinal digestive.pptx
SOSIALISASI PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI DAN P4K.pptx
PENILAIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK

BUKU AJAR IMUNISASI

  • 2. BUKU AJAR IMUNISASI ©2014 oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Hak cipta dan hak penerbitan yang dilindungi Undang-undang ada pada Pusdiklatnakes Kementerian Kesehatan RI. Dilarang menggandakan sebagian atau seluruh isi buku dengan cara apa pun tanpa izin tertulis dari Penerbit. Pengarah : Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Penanggung Jawab : Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Penyusun : Dian Nur Hadianti, SST, M.Kes. Elis Mulyati, M.Keb. Ester Ratnaningsih, M.Keb. Fia Sofiati, SST, M.Keb. Hendro Saputro, S.Si., Apt. MKM Heni Sumastri, S.Pd., M.Kes. Herawati M., SST, M.Pd., M.Psi. Ida Farida Handayani, M.Keb. Pudji Suryani, MKM Siana Dondi, SKM., SST, M.Kes. Sudiyati, SST, M.Kes. Yopita Ratnasari, SST Editor : dr. Erna Mulati, M.Sc- CMFM Reza Isfan, SKM, M.Kes. Dra. Oos Fatimah Royati, M.Kes. Yuyun Widyaningsih, S.Kp., MKM Desain Layout : Bambang Trim Deden Sopandy Cetakan I, Juni 2014 Cetakan II, September 2015 ISBN 978-602-235-809-1 Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Jln. Hang Jebat III Blok F3, Kebayoran Baru Jakarta Selatan - 12120 Telepon (021) 726 0401; Faksimile (021) 726 0485 Email: [email protected] http://www.pdpersi.co.id/pusdiknakes/
  • 3. KEMENTERIAN KESEHATAN RI BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA M ANUSIA KESEHATAN Jl. Hang Jebat III/F/3 Kebayoran Baru Kotak Pos No. 6015/JKS/GN Jakarta 12120 Telepon: (021) 7245517-72797302 Fax.: (021) 72797508 Website: www.bppsdmk.depkes.go.id Telepon: Pusdiklat Nakes (021) 7256720 Pusrengun SDM Kes (021) 7258830 Pustanserdik SDM Kes. (021) 7257822 Pusdiklat Aparatur Fax. (021) 7262977 KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN NOMOR: HK.02.03/I/IV/2/9278/2015 TENTANG PENETAPAN BUKU AJAR IMUNISASI, BUKU AJAR KESEHATAN IBU DAN ANAK, DAN PEDOMAN IMPLEMENTASI BAHAN AJAR MATERI IMUNISASI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK SEBAGAI ACUAN DALAM PENGUATAN MATERI IMUNISASI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK PADA INSTITUSI PENDIDIKAN KEBIDANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN Menimbang : a. bahwa dalam rangka menghasilkan tenaga kesehatan yang berkualitas dan profesional perlu diselenggarakan pendidikan tenaga kesehatan; b. bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan perlu diselaraskan dengan perkembangan program upaya kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan; c. bahwa dalam rangka mengimplementasikan materi ajar imunisasi dan kesehatan ibu dan anak pada institusi pendidikan kebidanan perlu dasar keputusan pelaksanaannya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c di atas, perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301); 2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063); 3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5336); 4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5607); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500);
  • 4. M E M U T U S K A N Menetapkan : Pertama KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBERDAYA MANUSIA KESEHATAN TENTANG PENETAPAN BUKU AJAR IMUNISASI, BUKU AJAR KESEHATAN IBU DAN ANAK, DAN PEDOMAN IMPLEMENTASI BAHAN AJAR MATERI IMUNISASI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK SEBAGAI ACUAN DALAM PENGUATAN MATERI IMUNISASI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK PADA INSTITUSI PENDIDIKAN KEBIDANAN; Kedua : Buku Ajar Imunisasi, Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak, dan Pedoman Implementasi Bahan Ajar Materi Imunisasi dan Kesehatan Ibu dan Anak Pada Institusi Pendidikan Kebidanan sebagaimana tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini; Ketiga : Buku Ajar Imunisasi, Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak, dan Pedoman Implementasi Bahan Ajar Materi Imunisasi dan Kesehatan Ibu dan Anak Pada Institusi Pendidikan Kebidanan diberlakukan untuk institusi Pendidikan Diploma Tiga Kebidanan di seluruh Indonesia; Keempat : Buku Ajar Imunisasi, Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak, dan Pedoman Implementasi Bahan Ajar Materi Imunisasi dan Kesehatan Ibu dan Anak Pada Institusi Pendidikan Kebidanan dipergunakan sebagai acuan dalam penguatan materi imunisasi dan kesehatan ibu dan anak di institusi Pendidikan Diploma Tiga Kebidanan; Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 30 September 2015 Kepala, Usman Sumantri NIP. 195908121986111001 Tembusan disampaikan kepada Yth.: 1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan; 4. Para Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan; 5. Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan; 6. Sekretaris Badan PPSDM Kesehatan Kementerian Kesehatan; 7. Para Kepala Pusat di lingkungan Badan PPSDM Kesehatan; 8. Para Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan di seluruh Indonesia; 9. Pimpinan Institusi Pendidikan Diploma Tiga Kebidanan di seluruh Indonesia.
  • 5. Sambutan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan MenteriKesehatanRI,IbuNafsiahMboi,tanggal22Agustus2014mencanangkan penggunaan vaksin Pentavalen (DPT-HB-Hib) untuk imunisasi bayi dan batita. “Tidak boleh ada satu anak yang sakit, cacat, meninggal karena sakit yang biasa dicegah dengan imunisasi,” demikian amanat Ibu Menteri Kesehatan dalam sambutannya kala itu. Vaksi Pentavalen merupakan pengembangan vaksin Tetravalen (DPT-HB) dengan penambahan antigen Haemophilus influenzae type b (Hib). Kini kelima antigen tersebut diberikan dalam satu suntikan sehingga lebih efisien, tidak menambah jumlah suntikan walaupun dengan penambahan antigen, sehingga memberikan kenyamanan bagi bayi dan ibunya. Dengan digunakannya vaksin Pentavalen bersama vaksin Hepatitis B, BCG, Polio, dan Campak maka imunisasi yang semula untuk mencegah tujuh penyakit menular (difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, tuberkulosis, polio, dan campak) telahberkembangmenjadidelapanpenyakitmenular.AntigenHibdapatmencegah pneumonia dan meningitis, yaitu penyakit radang otak dan radang paru yang merupakan penyebab 17,2 persen kematian pada bayi. Dalam program imunisasi, pemberian Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) pada bayi,merupakansuatukeharusan.Segerasetelahlahir(sebelumberusiatujuhhari), bayi harus diberikan imunisasi hepatitis B 0–7 hari (HB 0) satu dosis. Kemudian, pada usia satu bulan, diberikan satu dosis imunisasi BCG dan imunisasi polio. Usia dua, tiga, dan empat bulan, diberikan imunisasi pentavalen dan imunisasi polio, masing-masing satu dosis. Imunisasi campak satu dosis diberikan pada usia sembilan bulan. Walaupun jadwalnya sudah ditetapkan seperti di atas, pada prinsipnyasemuaantigen(kecualiHB0)bolehdiberikanpadabayisebelumberusia satutahun,sehinggaterpenuhiImunisasiDasarLengkap.ImunisasiDasarLengkap tercapai jika bayi telah mendapat imunisasi HB 0, BCG, pentavalen sebanyak tiga dosis, polio sebanyak empat dosis, dan campak sebelum berusia satu tahun.
  • 6. vi Penerbitan Buku Ajar Imunisasi bagi mahasiswa Diploma III Kebidanan merupakan langkah inovatif dalam kerja sama dengan GAVI (Global Alliance for VaccineandImmunization).Bukuinidiharapkanmenjadipanduanbagimahasiswa Diloma III Kebidanan dalam memperkaya pengetahuan dan keterampilan, sehingga mampu melaksanakan tugas dengan baik. Kami menyadari bahwa bidan merupakan garda terdepan dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu dan anak, salah satunya melalui pemberian imunisasi. Oleh karena itu, bidan dituntut memiliki kompetensi yang memadai, di antaranya melalui proses pendidikan dan pembelajaran yang tepat. UcapanterimakasihkamisampaikankepadaKepalaBadanPPSDMKesehatan, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA, yang telah memfasisiltasi penyusunan Buku Ajar Imunisasi ini. Terima kasih dan penghargaan juga kami sampaikan kepada kontributor dan tim penyususn yang telah mendedikasikan tenaga, waktu, dan pikiran dalam mewujudkan buku ini. Semoga buku ini menjadi panduan dalam meningkatkan kompetensi bidan di Indonesia sehingga mampu memberikan pelayanan terbaik untuk bangsa. Jakarta, Oktober 2014 Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, dr. H. M. Subuh, MPPM
  • 7. Kata Pengantar KEPALABADANPENGEMBANGANDANPEMBERDAYAANSUMBER DAYAMANUSIAKESEHATAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan buku Buku Ajar Imunisasi ini. Seperti yang diketahui bersama, imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah penularan penyakit dan sangat berperan dalam menanggulangi masalah kesehatan. Dengan demikian, anak tidak mudah tertular infeksi, tidak mudah menderita sakit, pencegahan terjadinya wabah dan mencegah kemungkinan terjadinya kematian karena suatu penyakit. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran paradigma sehat bahwa upaya promotif dan preventif merupakan hal terpenting dalam peningkatan status kesehatan. Target imunisasi Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan (Millennium Development Goals/MDGs) telah tercapai, namun masih perlu cakupan imunisasi rutin. Peningkatan cakupan imunisasi rutin diperlukan karena masih terdapat 13 provinsi yang capaiannya masih di bawah rencana strategis untuk imunisasi dasar lengkap. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 cakupan pemberian imunisasi lengkap sebesar 59,2%, imunisasi tidak lengkap sebesar 32,1%, dan tidak pernah diimunisasi sebesar 8,7%. Salah satu upaya meningkatkan cakupan imunisasi rutin adalah melalui pelayanan imunisasi yang dilaksanakan oleh bidan, sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Permenkes 1464 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa kewenangan bidan dalam pelayanan kesehatan anak, yaitu bidan berwenang dalam pemberian imunisasi rutin sesuai dengan program pemerintah. Untuk meningkatkan kualitas bidan dalam pemberian imunisasi rutin diperlukan peningkatan kompetensi bidan pada preservice atau masa pendidikan, salah satunya melalui buku ajar imunisasi yang disusun ini. Pengenalan mengenai imunisasi, vaksin, penyelenggaraan dan tujuan pemberian, sasaran, jenis dan jadwal imunisasi, diuraikan dalam bagian pendahuluan untuk memberikan gambaran bagi mahasiswa akan pentingnya imunisasi sehingga dapat meningkatkan kesehatan. Adapun bagian 2, 3, 4, dan 5 menguraikan tentang penyelenggaraan imunisasi wajib, pelaksanaan pemberian
  • 8. viii imunisasi dan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI). Materi ini sebagai dasar pengetahuan bagi mahasiswa untuk mengetahui pelayanan imunisasi wajib yang dilaksanakan oleh bidan dan untuk mengantisipasi apabila ada reaksi yang ditimbulkan oleh imunisasi. Sebagaipengendalianmututerhadappelayananimunisasiyangtelahdilakukan perlu dipantau pelaksanaannya melalui pencatatan dan pelaporan. Dengan demikian,materi-materiinimenjadipeganganbagimahasiswauntukmemperkaya wawasan serta dapat membantu mahasiswa dalam mengasah keterampilan yang dibutuhkan pada pelayanan nanti. Buku Ajar Imunisasi yang telah disusun dan diterbitkan ini, diharapkan dapat diintegrasikan dalam kurikulum kebidanan yang sudah ada dan dijadikan acuan bagi mahasiswa dan dosen dalam melaksanakan pengajaran mata kuliah yang sesuai dengan materi-materi dalam buku ini di institusi pendidikan tenaga kesehatan. Selain itu, dengan menerapkan buku ini diharapkan lulusan yang dihasilkan akan memiliki keterampilan dalam pelayanan imunisasi yang memadai dan berkualitas sehingga pada akhirnya tujuan MDGs dan Post MDGs yaitu universal child immunization (UCI) dapat tercapai. Kami menyampaikan penghargaan serta terima kasih yang tulus kepada Tim Penyusun yang telah mencurahkan seluruh ide dan kreativitasnya sehingga buku ajar ini dapat terwujud. Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan mendampingi kami dalam penyusunan buku ajar Imunisasi, khususnya Project GAVI HSS yang telah mendukung baik materiil maupun nonmateriil. Khusus kepada Pusdiklatnakes, kami sampaikan apresiasi dan terima kasih atas penyusunan dan penerbitan buku ajar ini. Kami menyadari bahwa buku ini masih memerlukan penyempurnaan, seperti pepatah tak ada gading yang tak retak. Untuk itu, masukan dan saran demi penyempurnaan Buku Ajar Imunisasi ini pada masa yang akan datang, kami nantikan. Terima kasih dan Salam Sehat! Kepala Badan PPSDM Kesehatan, dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes. NIP 195810171984031004
  • 9. SAMBUTAN SEKRETARISDIREKTORATJENDERALBINAGIZIDANKIASELAKU PROGRAMMANAGERGLOBALALLIANCEFORVACCINESAND IMMUNIZATIONHEALTHSYSTEMSTRENGTHENING(GAVI–HSS) KEMENTERIANKESEHATANREPUBLIKINDONESIA Kegiatan imunisasi merupakan upaya yang paling cost effective dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang diharapkan akan berdampak pada penurunan angka kematian bayi dan balita. Universal Child Immunization (UCI) Desa/Kelurahan secara nasional setiap tahunnya selalu tidak mencapai target. Dalam upaya mengatasi penurunan cakupan pelayanan kesehatan dalam berbagai program termasuk program imunisasi. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan melakukan analisis berbagai kondisi yang terjadi di masyarakat. Beberapa permasalahan telah diidentifikasi dan di antaranya perlu mendapat perhatian dan penanganan secepatnya, yaitu: Dukungan masyarakat yang lemah dalam program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), termasuk imunisasi, kapasitas petugas kesehatan yang menurun, khususnya petugas di bidang KIA dan Imunisasi, kemitraan yang belum dikembangkan dengan institusi swasta dan nonpemerintah/masyarakat, dan keterbatasan jumlah tenaga dan motivasi petugas kesehatan menurun di beberapa lokasi tertentu. Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI) suatu organisasi kesehataninternasionalyangberkedudukandiGeneva,telahmemberikanbantuan hibah kepada Pemerintah Republik Indonesia sebesar USD40,100,000 melalui GAVI Phase I (2002–2006) untuk penguatan program imunisasi. Komponen dan kegiatan GAVI Phase I telah dilaksanakan dengan baik. Dengan keberhasilan ini, Sekretaris Eksekutif GAVI Jenewa memberikan kesempatan kepada beberapa negara termasuk Indonesia untuk mengajukan proposal baru dalam rangka GAVI Phase II. Kementerian Kesehatan mengajukan proposal phase II untuk 3 (tiga) komponen yaitu Immunization Service Support (ISS), Health System Strengthening (HSS), Civil Society Organization (CSO), dan disetujui GAVI Board melalui suratnya kepada Menteri Kesehatan No. GAVI/08/221/ir/sk tanggal 14 Agustus
  • 10. x 2008. Melalui proposal dimaksud, GAVI HSS segera melaksanakan kegiatan dan dimulai pada tahun 2009 dengan tahap persiapan di pusat dan tahun 2010 pelaksanaan kegiatan di daerah. Padatahun2012,GAVIGenevamemintaagarsemuanegarayangmemperoleh Hibah dari GAVI termasuk Indonesia untuk melaksanakan Reprogramming agar lebih fokus dalam peningkatan cakupan imunisasi. Sejalan dengan maksud di atas, kegiatanHealthSystemStrengthening(HSS)yangdifokuskanpada4(empat)tujuan sebelum reprogramming, diubah menjadi 3 tujuan utama setelah reprogramming yaitu: Kegiatan/tindakan khusus untuk kabupaten dengan cakupan desa UCI yang rendah, Penguatan data melalui penyempurnaan Reporting dan Recording/ Peningkatan kualitas data melalui Data Quality Self Assessment (DQS), Penguatan Implementasi Materi Imunisasi dan KIA pada program Pengajaran D3 Kebidanan. Untuk mendukung tujuan kegiatan tersebut, GAVI HSS menunjuk Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan BPPSDM karena berkaitan dengan kajian kurikulum pendidikan D3 Kebidanan. Salah satu kegiatan Penguatan Implementasi Materi Imunisasi dan KIA pada Program Pengajaran D3 Kebidanan adalah Kajian kurikulum pendidikan kebidanan dan dilanjutkan dengan kegiatan intervensi. Kegiatan terbagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu pertama, penyusunan bahan ajar imunisasi dan KIA (kesehatan Ibu dan Anak); kedua, pelatihan dosen dan instruktur klinik terkait materi imunisasi dan KIA; dan ketiga, implementasi bahan ajar imunisasi dan KIA di Institusi Pendidikan Kebidanan. Keberadaanbidanyangmemilikikompetensiyangmemadaisangatdiperlukan untuk menunjang pencapaian status kesehaatn ibu dan anak yang optimal serta peningkatan cakupan imunisasi. Penerbitan buku ajar imunisasi dan buku KIA bagi mahasiswa Diploma III Kebidanan ini merupakan langkah inovatif untuk meningkatkan kompetensi calon bidan. Kami menyadari bahwa tenaga bidan merupakan garda terdepan dalam pelayanan KIA dan upaya meningkatkan cakupan imunisasi di Indonesia. Dengan demikian tentunya, pendidikan calon bidan memiliki arti yang strategis dan perlu mendapat perhatian serius. Saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas kerja sama yang telah diberikan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan BPPSDM dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ajar Kesehatan Ibu dan Anak ini dan diharapkan buku ini dapat digunakan sebagai sumbangan
  • 11. xi untuk meningkatkan kualitas pendidikan kebidanan di Indonesia dalam rangka memperoleh luaran tenaga bidan yang kompeten dalam kewenangannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta memberi petunjuk kepada kita sekalian dalam melaksanakan pembangunan kesehatan hingga terwujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Jakarta, Juli 2014 Sekretaris Direktorat Jendral Bina Gizi dan KIA Selaku Program Manager GAVI – HSS. dr. Kuwat Sri Hudoyo, M.S.
  • 12. xii
  • 13. UCAPANTERIMA KASIH Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas terbitnya Buku Ajar Imunisasi ini. Buku ini bersama dengan Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak merupakan bagian dari rangkaian kegiatan GAVI yang dilaksanakan Pusdiklatnakes, dalam rangka “Penguatan Implementasi Materi Kajian Imunisasi danKIApadaProgramPengajaranInstitusiD3Kebidanan”sesuaidenganObjective 3 Reprogramming Plan GAVI HSS: Improve immunization staff competency through strengthening implementation of MCH-Immunization material for midwife institution. Kegiatan dimulai dengan pertemuan pada tahun 2012 dengan koordinasi dan konsolidasi dengan pemangku kepentingan terkait Imunisasi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Pada tahun 2013 telah dilakukan Kajian Materi Imunisasi dan KIA pada Program Pengajaran terhadap Institusi Diploma III Kebidanan yang merupakan kerja sama Badan PPSDM Kesehatan dan Badan Litbang Kesehatan di beberapa daerah yang menjadi lokus kegiatan GAVI HSS. Tahun 2014 dilakukan kegiatan intervensi terhadap institusi pendidikan kebidanan, salah satunya melalui penyusunan 2 (dua) buku ajar yaitu Buku Ajar Imunisasi dan Buku Ajar Kesehatan IbudanAnak(KIA).Padatahun2015ini,keduabukutersebutdilakukanperbaikan, menyesuaikandenganpelaksanaanprogramdanmaterikeilmuanterkaitimunisasi dan KIA. Tentu saja penulisan dan penerbitan buku ini tidak akan terlaksana tanpa dorongan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan penghargaan serta terima kasih yang tulus kepada: 1. dr. H.M. Subuh, MPPM, selaku Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, yang mendukung penyelenggaraan rangkaian kegiatan penguatan implementasi kurikulum terkait imunisasi di institusi kebidanan. 2. dr. Usman Sumantri, M.Sc., selaku Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan, yang selalu mendorong peningkatan penyelenggaraan pendidikan.
  • 14. xiv 3. dr.KuwatSriHudoyo,M.S.,selakuSekretarisDirektoratJenderalBinaGizidan KIA dan Program Manager GAVI-HSS dan Tim Sekretariat GAVI-HSS yang mendukung pendanaan dan memberikan masukan terhadap penyelenggaraan rangkaian kegiatan penguatan impementasi kurikulum terkait imunisasi dan KIA di institusi kebidanan. 4. Dra. Oos Fatimah Royati, M.Kes., dr. Erna Mulati, CMFM, dan Yuyun Widyaningsih, S.Kp., MKM selaku Tim Editor dan Tim Penyusun yang telah mencurahkan seluruh ide dan kreativitasnya. 5. Bambang Trim dan Tim Trim Komunikata yang telah mendesain dan memperbaiki tata penulisan buku ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan mendampingi kami dalam penyusunan buku ajar KIA, khususnya Project GAVI HSS yang telah mendukung, baik materiil maupun nonmateriil. Kami menyadari bahwa buku ini jauh dari kata sempurna, masukan dan saran diperlukan demi penyempurnaan pedoman ini pada masa yang akan datang. Jakarta, September 2015 dr. Kirana Pritasari, MQIH
  • 15. Daftar Isi Sambutan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan v Kata Pengantar KEPALA BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN vii SAMBUTAN SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KIA SELAKU PROGRAM MANAGER GLOBAL ALLIANCE FOR VACCINES AND IMMUNIZATION HEALTH SYSTEM STRENGTHENING (GAVI–HSS) KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA ix UCAPAN TERIMA KASIH xiii Daftar Singkatan xvii Glosarium xix BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II KONSEP DASAR IMUNISASI 7 A. Pengertian Imunisasi 8 B. Pengertian Vaksin 8 C. Penyelenggaraan Imunisasi 8 D. Tujuan Pemberian Imunisasi 9 E. Sasaran Imunisasi 9 F. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) 10 G. Imunologi PD3I 17 H. Jenis Imunisasi 19 I. Jadwal Imunisasi 27 BAB III PENYELENGGARAAN IMUNISASI WAJIB 33 A. Perencanaan Pelayanan Imunisasi Wajib 34 B. Pendistribusian 40
  • 16. xvi C. Penyimpanan Vaksin 42 D. Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi Wajib 52 E. Penanganan Limbah Imunisasi 53 F. Pemantauan dan Evaluasi 56 BAB IV PELAKSANAAN PEMBERIAN IMUNISASI 63 A. Penyuluhan Sebelum dan Sesudah Pelayanan Imunisasi 64 B. Melakukan Skrining dan Pengisian Register 65 C. Konseling 68 D. Pemberian Imunisasi dengan Menggunakan Vaksin yang Tepat dan Aman 69 BAB V KEJADIAN IKUTAN PASCA-IMUNISASI (KIPI) 107 A. Pengertian 108 B. Penyebab KIPI 108 C. Kelompok Risiko Tinggi KIPI 112 D. Pemantauan KIPI 113 E. Evaluasi 121 F. Penanggulangan KIPI 122 BAB VI PENCATATAN DAN PELAPORAN 127 A. Pencatatan 128 B. Pelaporan 134 Daftar Pustaka 141 LAMPIRAN 143
  • 17. Daftar Singkatan ADS : Auto Disable Syringe AEFI : Advers Events Following Immunization AFP : Acute Flaccid Paralysis BCG : Bacillus Calmette-Guerin BIAS : Bulan Imunisasi Anak Sekolah Ditjen PP & PL : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan DPT : Difteri, Pertusis, Tetanus DPT-HB : Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B DT : Difteri Tetanus DTT : Desinfektan Tingkat Tinggi DQS : Data Quality Self Assessment EPI : Expanded Programme on Immunization EVM : Effective Vaccine Management FS : Freeze Sensitive HB : Hepatitis B HBsAg : Hepatitis B Surface Antigen HB PID : Hepatitis B Previl Injection Device Hib : Haemophilus influenza type b HhHg : Homolog human hiperimun globulin Hhs : Heterolog hiperimun serum HPR : Hewan Penular Rabies HPV : Human Papilloma Virus HS : Heat Sensitive ICV : International Certificate of Vaccination Id : Immune deficiency igG : Immunoglobulin G IM : Intra Muskular IPV : Inactive Polio Vaccine KIA : Kesehatan Ibu dan Anak KIPI : Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi KLB : Kejadian Luar Biasa KOMNAS : Komite Nasional
  • 18. xviii MDGs : Millenium Development Goals MMR : Mumps Measles Rubella Na Cl : Natrium Clorida OPV : Oral Polio Vaccine ORI : Outbreak Response Immunization PCV : Pneumococcal Conjugate Vaccine PD3I : Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi PID : Prefilled Injection Device PIN : Pekan Imunisasi Nasional POM : Pengawasan Obat dan Makanan Poskesdes : Pos Kesehatan Desa Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu PP : Penanggulangan dan Pengkajian PPI : Program Pengembangan Imunisasi PP KIPI : Penanggulangan dan Pengkajian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi PPV : Pneumococcal Polysaccharide Vaccine Pustu : Puskesmas Pembantu PWS : Pemantauan Wilayah Setempat Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar RNA : Ribonucleic acid SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SC : Subcutan TBC : Tuberculosis Td : Tetanus difteri TSS : Toxic Shock Syndrome TT : Tetanus Toxoid UCI : Universal Childhood Immunization UPKS : Unit Pelayanan Kesehatan Swasta UPS : Unit Pelayanan Swasta VAR : Vaksin Anti Rabies VCCM : Vaccine Cold Chain Monitor VVM : Vaccine Vial Monitor WHO : World Health Organization WUS : Wanita Usia Subur
  • 19. Glosarium Abses: radang jaringan tubuh yang memungkinkan timbulnya rongga tempat nanah mengumpul. Acute flaccid Para: kelumpuhan atau paralisis secara fokal yang onsetnya akut tanpa penyebab lain yang nyata seperti trauma. Yang ditandai dengan flaccid dan mengenai anak kelompok < 15 tahun termasuk di dalamnya Sindrom Guillain-Barre. AFP disebabkan oleh beberapa agen termasuk enterovirus, echovirus, atau adenovirus hilangnya fungsi otot lengkap untuk satu atau lebih kelompok otot. Anafilaksis: reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Auto Disable Syringe (ADS): Syringe/alat suntik yang setelah digunakan mengunci sendiri dan hanya dapat dipakai sekali. BIAS: Bulan Imunisasi Anak Sekolah. Bentuk operasional dari imunisasi lanjutan pada anak sekolah yang dilaksanakan pada bulan tertentu setiap tahunnya dengan sasaran semua anak kelas 1, 2, dan 3 seluruh Indonesia. Bundling Policy: kebijakan tersedianya vaksin dengan mutu terjamin dan pelarut yang sesuai, alat suntik auto-disable Syringe (ADS) dan kotak pengaman limbah alat suntik. Cairanserebrospinal:cairanyangberadadiotakdansternasertaruangsubrachnoid yang mengelilingi otak dan medulla spinalis. Medula spinalis merupakan bagian utama dari sistem saraf pusat yang melakukan impuls saraf sensorik dan motorik dari dan ke otak. Cakupan: Coverrage. Suatu pengukuran, biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap semua orang atau rumah tangga yang memperoleh pelayanan dibandingkan dengan total orang atau rumah tangga yang seharusnya mendapatkannya, misalnya persentase bayi yang mendapat imunisasi lengkap DPT.
  • 20. xx Cold Chain: rantai dingin untuk mempertahankan potensi vaksin. Coldroom: ruangan dingin untuk penyimpanan vaksin dengan kapasitas yang lebih besar. Enselofati: istilah umum yang menggambarkan disfungsi otak. Contohnya termasuk ensefalitis, meningitis, kejang dan trauma kepala. Eradikasi: Pembasmian; Pemusnahan agen infeksi dalam upaya menghalangi penyebaran infeksi, misalnya eradikasi penyakit cacar di seluruh dunia dan eradikasi penyakit malaria diwilayah tertentu. Eradikasi Polio: Program global/dunia dalam rangka membasmi virus polio liar di seluruh dunia. Untuk melaksanakan ERAPO ini strateginya melalui imunisasi rutin, imunisasi tambahan (PIN,BIAS), surveilens AFP dan laboratorium containment. Eritema: peristiwa memerahnya kulit secara tidak normal. Imunologi: ilmu yang mempelajari tentang sistem kekebalan tubuh. Indurasi: proses menjadi sangat keras, atau memiliki fitur fisik keras. Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)/Advers Events Following Immunization (AEFI): kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, efek farmakologis, kesalahan prosedur, koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Koinsidensi: terjadinya dua peristiwa dalam waktu yang sama. Kontaminasi: pengotoran; pencemaran (khususnya karena kemasukan unsur luar). Limfadenitis: peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. NomorBatch/bets(lot):Penandaanyangterdiridariangkaatauhurufataugabungan keduanya, yang merupakan tanda pengenal suatu bets, yang memungkinkan penelusuran kembali riwayat lengkap pembuatan bets tersebut, termasuk seluruh tahap produksi, pengawasan dan distribusi. No Reccapping: tidak menutup kembali jarum suntik setelah melakukan penyuntikan.
  • 21. xxi Oral Polio Vaccine (OPV): Vaksin Polio yang terdiri dari suspense virus poliomyelitis yang sudah dilemahkan. Osteomeolitis: proses inflamasi akut atau kronik pada tulang dan struktur sekundernya karena infeksi oleh bakteri piogenik. Outbreak Response Immunization (ORI): Upaya penanggulangan KLB penyakit polio oral paling lambat 72 jam setelah ditemukan kasus polio dengan luas daerahselektifatauanalisisepidemiologiataumempertimbangkanpenyebaran virus polio liar tanpa memandang status imunisasi. Persistent Inconcable screaming: Menangis keras terus lebih dari 3 jam. Prefilled Injection Device (PID): jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali pakai dan telah berisi vaksin dosis tunggal dari pabriknya. PD3I: Adalah penyakit menular bisa diupayakan pencegahannya melalui program imunisasi KLB. Reaksi akut hipersensitif: reaksi berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu senisitifnya respons imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal) yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal. Reaksi anafilaktoid: suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen- antibodi kompleks. Safety box: Kotak yang terbuat dari bahan kardus yang tahan air dan tidak tembus jarum yang digunakan untuk penampungan sementara alat suntik yang sudah digunakan, sebelum dibuang ketempat pemusnahan. Sepsis: kondisi medis serius di mana terjadi peradangan di seluruh tubuh yang disebabkan oleh infeksi. Sinkop: suatu kondisi kehilangan kesadaran yang mendadak, dan biasanya sementara, yang disebabkan oleh kurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Surveilans: suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus dan sistematik dalambentukpengumpulandata,analisisdata,interpretasidatadandiseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan. Sweeping: melakukan imunisasi dengan mendatangi dan memobilisasi sasaran yang belum pernah mendapatkan imunisasi dasar.
  • 22. xxii Syok anafilaktik: reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Toxicshocksyndrome:suatukumpulangejalayangdapatmengancamjiwa,ditandai oleh demam tinggi, nyeri tenggorokan, eritema difus, hiperemia membran mukosa, mual/muntah, diare, dan gejala-gejala peyerta lainnya. Transmisi: penularan, penyebaran, penjangkitan penyakit. Universal Child Immunization (UCI): Tercapainya imunisasi dasar lengkap pada minimal 80% bayi (0–11 bulan) disetiap desa/kelurahan Imunisasi dasar lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 4 dosis hepatitis B, 1 dosis campak. Pada ibu hamil dan WUS meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT, 1 dosis campak dan 2 dosis TT. Ulserasi: proses atau fakta adanya luka terbuka yang mungkin sulit untuk sembuh. Urtikaria: dikenal juga dengan “hives, gatal-gatal, kaligata, atau biduran”) adalah kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi, yang mempunyai ciri- ciri berupa kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit oedem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan. Vaksin: Suatu produk biologik yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan dan berguna untuk merangsang kekebalan tubuh seseorang. Vaccine carrier: Suatu wadah yang digunakan untuk mengirim/membawa vaksin dari Puskesmas/Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten ke tempat pelayanan. VVM (Vaccine Vial Monitor): alat pemantau paparan suhu panas yang berfungsi untuk memantau suhu vaksin selama dalam perjalanan maupun dalam penyimpan.
  • 23. BABI BABI PENDAHULUAN Aku anak sehat tubuhku kuat, karena ibuku rajin dan cermat, selama aku bayi selalu diberi ASI, makanan bergizi dan imunisasi, berat badanku ditimbang selalu, posyandu menunggu setiap waktu, ….
  • 24. Penggalan lagu tentang layanan posyandu ini pernah sangat populer pada tahun 1980-an yang diperkenalkan idola anak-anak masa itu, Si Unyil dkk. Dengan syair yang sederhana, lagu itu menggugah masyarakat luas untuk membawa bayi dan anak balitanya ke posyandu. Di posyandu-lah bayi dan anak balita ditimbang berat badannya serta diberi imunisasi. Pernahkah Anda membaca Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009? Menurut undang-undang tersebut, imunisasi merupakan salah satu upaya prioritas Kementerian Kesehatan untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang dilakukan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk menurunkan angka kematian pada anak. Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian bayi (AKB) 34/1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita (AKBA) 44/1000 kelahiran hidup. Hasil survei Riskesdas tahun 2013 didapatkan data cakupan imunisasi HB-0 (79,1%), BCG (87,6%), DPT-HB-3 (75,6%), Polio-4 (77,0%), dan imunisasi campak (82,1%). Survei ini dilakukan pada anak usia 12– 23 bulan. Adapun cakupan kelengkapan pemberian imunisasi seperti pada gambar berikut. Sumber: Riskesdas 2013 Gambar 1.1 Cakupan pemberian imunisasi tahun 2013
  • 25. 3 PENDAHULUAN Seperti kita ketahui, bahwa di masyarakat masih ada pemahaman yang berbeda mengenai imunisasi, sehingga masih banyak bayi dan balita yang tidak mendapatkan pelayanan imunisasi. Alasan yang disampaikan orangtua mengenai hal tersebut, antara lain karena anaknya takut panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/ repot. Karena itu, pelayanan imunisasi harus ditingkatkan di berbagai tingkat unit pelayanan. Tahukah Anda bahwa imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang telah diselenggarakan di Indonesia sejak 1956? Program ini terbukti pula paling efektif dan efisien dalam pemberian layanan kesehatan. Lewat program ini pula Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1977, selanjutnya kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I), yaitu Tuberkolosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus, Hepatitis-B, serta Pneumonia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa program imunisasi ke dalam penyelenggaraan pelayanan yang bermutu dan efisien. Upaya tersebut didukung dengan kemajuan yang pesat dalam bidang penemuan vaksin baru (Rotavirus, Jappanese Encephalitis, dan lain-lain). Perkembangan teknologi lain adalah menggabungkan beberapa jenis vaksin sebagai vaksin kombinasi yang terbukti dapat meningkatkan cakupan imunisasi, mengurangi jumlah suntikan dan kontak dengan petugas. Untuk lebih mengenali perkembangan imunisasi, Anda dapat melihat tabel berikut.
  • 26. 4 Bahan Ajar IMUNISASI Tabel 1.1 Perkembangan Imunisasi Tahun Perkembangan Imunisasi 1956 Imunisasi Cacar 1973 Imunisasi BCG 1974 Imunisasi TT pada Ibu Hamil 1976 Imunisasi DPT untuk Bayi 1977 WHO mulai pelaksana program imunisasi sebagai upaya global (EPI-Expanded Programon Immunization) 1980 Imunisasi Polio 1982 Imunisasi Campak 1990 Indonesia mencapai UCI Nasional 1997 Imunisasi Hepatitis B 2004 Introduksi DPT-Hb 2007 DPT/Hb di seluruh Indonesia 2007 Pilot Project IPV (Inactive Polio Vaccine) di Provinsi DIY 2010 Imunisasi Td & BIAS Kelas 1 & 2 Penanggulangan KLB Difteri 2013 Introduksi Vaksin DPT, Hb, Hib (pentavalen) di empat propinsi (DIY, Jawa Barat, Bali, NTB) 2014 Introduksi Vaksin DPT, Hb, Hib (pentavalen) di seluruh provinsi Salah satu strategi pemerintah untuk menangani hal tersebut, diatur dalam Permenkes 1464 Tahun 2010 mengenai izin dan penyelenggaraan praktik bidan, pasal 11 ayat 2d, yang menyatakan bahwa kewenangan bidan dalam pelayanan kesehatan anak yaitu bidan berwenang dalam pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah. PelaksanaanpraktikbidanmengenaipelayananimunisasidiaturdalamStandar KompetensiBidanIndonesia,padaareakompetensi5mengenaiketerampilanklinis praktik kebidanan yaitu bahwa bidan mengidentifikasi upaya pencegahan penyakit pada bayi baru lahir, bayi dan balita termasuk imunisasi. Bidan juga memberikan Imunisasi pada perempuan sesuai kewenangan. Dari uraian tersebut, maka kami menyusun buku ini agar membantu Anda untuk mempelajari pelayanan imunisasi sesuai dengan Mata Kuliah yang dipelajari selamadalampendidikanD-3Kebidanan.Selainitu,penyusunanbukuinibertujuan agarmahasiswamampumemahamidanmemberikanpelayananimunisasiterhadap
  • 27. 5 PENDAHULUAN bayi, anak balita, dan wanita usia subur, serta mampu melakukan pengelolaan vaksin hingga melakukan pencatatan dan pelaporan. Bahan ajar ini merupakan gabungan tujuan pembelajaran dari beberapa mata kuliah, yaitu: Tabel 1.2 Distribusi Nama Mata Kuliah dan Jenis Imunisasi NAMA MATA KULIAH JENIS IMUNISASI Askeb Kehamilan Imunisasi TT Askeb Persalinan Imunisasi Hb0 Askeb Neonatus, Bayi, Balita, Prasekolah • Imunisasi dasar: - BCG - DPT-HB-Hib - polio/IPV - Campak • Imunisasi lanjutan: - Usia 1,5 tahun diberikan imunisasi DPT-HB-Hib - Usia 2 tahun diberikan imunisasi campak - Klas 1 SD diberikan DT, campak - Klas 2 SD diberikan Td KB dan Kespro • Imunisasi TT • Imunisasi HPV • Imunisasi khusus: - meningokokus - demam kuning - Anti rabies Askeb Komunitas Semua jenis imunisasi
  • 29. Tujuan Pembelajaran Setelah membaca dan mengikuti pembelajaran pada bab ini, Anda diharapkan mampu: 1. Menjelaskan pengertian imunisasi. 2. Menjelaskan pengertian vaksin. 3. Menjelaskan penyelenggaraan imunisasi. 4. Menjelaskan tujuan pemberian imunisasi. 5. Menyebutkan sasaran imunisasi. 6. Menjelaskan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). 7. Menjelaskan konsep imunologi. 8. Menyebutkan jenis imunisasi. BABII BABII KONSEPDASAR IMUNISASI
  • 30. Setelah Anda mempelajari tentang latar belakang mengapa Anda perlu mengetahui tentang imunisasi, sejarah imunisasi, dan pada matakuliah apa saja Anda akan mempelajari tentang imunisasi, maka pada materi selanjutnya Anda akan mempelajari tentang konsep imunisasi lebih luas lagi, meliputi: A.Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. B.PengertianVaksin Pada bagian sebelumnya Anda sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan imunisasi, sekarang Anda akan belajar apa yang dimaksud dengan vaksin. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. C.Penyelenggaraan Imunisasi Anda sudah banyak mendengar tentang imunisasi, tahukah Anda siapa sajakah yang bisa memberikan pelayanan imunisasi? Yang dapat melaksanakan pelayanan imunisasi adalah pemerintah, swasta, dan masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait. Penyelenggaraan imunisasi adalah serangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan imunisasi.
  • 31. 9 Konsep dasar imunisasi D. Tujuan Pemberian Imunisasi Mengapa imunisasi penting? Alasannya, secara umum imunisasi mempunyai dua tujuan berikut ini. 1. Tujuan Umum Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I). 2. Tujuan Khusus a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh desa/ kelurahan pada tahun 2014. b. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2013. c. Eradikasi polio pada tahun 2015. d. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015. e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah medis (safety injection practise and waste disposal management). E. Sasaran Imunisasi Sebagai seorang bidan, tahukah Anda siapa saja yang merupakan sasaran dalam imunisasi? Jadi, yang menjadi sasaran dalam pelayanan imunisasi rutin adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Sasaran Imunisasi pada Bayi Jenis Imunisasi Usia Pemberian Jumlah Pemberian Interval minimal Hepatitis B 0–7 hari 1 - BCG 1 bulan 1 - Polio / IPV 1, 2, 3,4 bulan 4 4 minggu DPT-HB-Hib 2, 3, 4 bulan 3 4 minggu Campak 9 bulan 1 - Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013
  • 32. 10 Bahan Ajar IMUNISASI Tabel 2.2 Sasaran Imunisasi pada Anak Balita Jenis Imunisasi Usia Pemberian Jumlah Pemberian DPT-HB-Hib 18 bulan 1 Campak 24 bulan 1 Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013 Tabel 2.3 Sasaran Imunisasi pada Anak Sekolah Dasar (SD/Sederajat) Sasaran Jenis Imunisasi Waktu Pemberian Keterangan Kelas 1 SD Campak Bulan Agustus Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) Kelas 1 SD DT Bulan November Kelas 2 & 3 SD Td Bulan November Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013 Tabel 2.4 Sasaran Imunisasi Wanita Usia Subur (WUS) Jenis Imunisasi Usia Pemberian Masa Perlindungan TT1 - - TT2 1 bulan setelah TT1 3 tahun TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun TT4 12 bulan setelah TT3 10 Tahun TT5 12 bulan setelah TT4 25 Tahun Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013 Pemberian imunisasi pada WUS disesuaikan dengan hasil skrining terhadap status T. F. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) Ada banyak penyakit menular di Indonesia yang dapat dicegah dengan imunisasi selanjutnyadisebutdenganPenyakityangDapatDicegahdenganImunisasi(PD3I). Dengan mempelajari konsep dalam tabel berikut ini, Anda dapat mengetahui jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain sebagai berikut.
  • 33. 11 Konsep dasar imunisasi Tabel 2.5 Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) No. Nama Penyakit Definisi dan Penyebab Penularan Gejala Komplikasi Gambar 1. Difteri Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Melalui kontak fisik dan pernafasan • Radang tenggorokan • Hilang nafsu makan • Demam ringan • Dalam 2–3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. gangguan pernafasan yang berakibat kematian. (Sumber: commonswikimedia. org) 2. Pertusis Penyakit pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. (batuk rejan) Melalui percikan ludah (droplet infection) dari batuk atau bersin • Pilek • Mata merah • Bersin • Demam • Batuk ringan yang lama-kelamaan menjadi parah dan menimbulkan batuk yang cepat dan keras. pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian (Sumber: nursingbook. blogspot.com)
  • 35. 13 Konsep dasar imunisasi No. Nama Penyakit Definisi dan Penyebab Penularan Gejala Komplikasi Gambar 4. Tuberculosis (TBC) Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa disebut juga batuk darah. • Melalui pernafasan • Lewat bersin atau batuk • Gejala awal: lemah badan, penurunan berat badan, demam, dan keluar keringat pada malam hari. • Gejala selanjutnya: batuk terus-menerus, nyeri dada dan (mungkin) batuk darah. • Gejala lain: tergantung pada organ yang diserang. Kelemahan dan kematian. (Sumber: inharmonyclinic.com) 5. Campak Penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus viridae measles. Melalui udara (percikan ludah) dari bersin atau batuk penderita • Gejala awal: demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjunctivitis (mata merah) dan koplik spots. • Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. • Diare hebat • Peradangan pada telinga • Infeksi saluran napas (pneumonia) (Sumber: Modul pelatihan imunisasibagi petugas kesehatan)
  • 36. 14 Bahan Ajar IMUNISASI No. Nama Penyakit Definisi dan Penyebab Penularan Gejala Komplikasi Gambar 6. Poliomielitis Penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus polio tipe 1, 2, atau 3. Secara klinis menyerang anak di bawah umur 15 tahun dan menderita lumpuh layu akut (acute flaccid paralysis = AFP). Melalui kotoran manusia (tinja) yang terkontaminasi • Demam • Nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu pertama Bisa menyebabkan kematian jika otot pernafasan terinfeksi dan tidak segera ditangani. (Sumber: Modul pelatihan imunisasi bagi petugas kesehatan) 7. Hepatitis B Penyakit yang disebab- kan oleh virus hepatitis B yang merusak hati (penyakit kuning). Penularan secara horizontal: • dari darah dan produknya • Suntikan yang tidak aman • Transfusi darah • Melalui hubungan sek- sual Penularan secara vertical: • Dari ibu ke bayi selama proses persalinan • Merasa lemah • Gangguan perut • Gejala lain seperti flu, urin menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. • Warna kuning bisa terlihat pada mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis yang menimbulkan pengerasan hati (Cirrhosis Hepatis), kanker hati (Hepato Cellular Carsinoma) dan menimbulkan kematian. (Sumber: Modul pelati- han imunisasibagi petugas kesehatan)
  • 37. 15 Konsep dasar imunisasi No. Nama Penyakit Definisi dan Penyebab Penularan Gejala Komplikasi Gambar 8. Hemofilus Influenza tipe b (Hib) Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi dibeberapa organ, seperti meningitis, epiglotitis, pneumonia, artritis, dan selulitis. Banyak menye­ r ang anak di bawah usia 5 tahun, terutama pada usia 6 bulan–1 tahun. • Droplet melalui nasofaring. • Pada selaput otak akan timbul gejala menigitis (demam, kaku kuduk, kehilangan kesadaran), • Pada paru menyebabkan pneumonia (demam, sesak, retraksi otot pernafasan), terkadang menimbulkan gejala sisa berupa kerusakan alat pendengaran. (Sumber: Modul pelati- han imunisasibagi petugas kesehatan) 9. HPV (Human papiloma Virus) Virus yang menyerang kulit dan membran mukosa manusia dan hewan. Penularan melalui hubungan kulit ke kulit, HPV menular dengan mudah. Beberapa menyebabkan kutil, sedangkan lainnya dapat menyebabkan infeksi yang menimbulkan munculnya lesi, ca servik juga disebabkan oleh virus HPV melalui hubungan seks. (Sumber: caramengobati.com)
  • 39. 17 Konsep dasar imunisasi G. Imunologi PD3I Imunologi adalah ilmu yang sangat kompleks mempelajari tentang sistem kekebalan tubuh. Perlindungan terhadap penyakit infeksi dihubungkan dengan suatu kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. 1. Sistem Kekebalan Sistem kekebalan adalah suatu sistem yang rumit dari interaksi sel yang tujuan utamanya adalah mengenali adanya antigen. Antigen dapat berupa virus atau bakteri yang hidup atau yang sudah diinaktifkan. Jenis kekebalan terbagi menjadi kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Kekebalan Aktif Perlindungan yang dihasilkan oleh sistem kekebalan seseorang sendiri dan menetap seumur hidup. Aktif Alamiah didapatkan ketika seseorang menderita suatu penyakit. Pasif Alamiah • Kekebalan yang didapat dari ibu melalui plasenta saat masih berada dalam kandungan • Kekebalan yang diperoleh dengan pemberian air susu pertama (colostrom). Aktif Buatan didapatkan dari pemberian vaksinasi. Kekebalan Pasif Buatan diperoleh dengan cara menyuntikkan antibodi yang diekstrak dari satu individu ke tubuh orang lain sebagai serum. Contoh: pemberian serum antibisa ular kepada orang yang dipatuk ular berbisa. Kekebalan Pasif Kekebalan atau perlindungan yang diperoleh dari luar tubuh bukan dibuat oleh tubuh itu sendiri. Sumber: Depkes RI, 2009 Gambar 2.1 Skema Sistem Kekebalan
  • 40. 18 Bahan Ajar IMUNISASI 2. Klasifikasi Vaksin Tabel 2.6. Klasifikasi Vaksin Live Attenuated Inactivated • Derivat dari virus atau bakteri liar (wild) yang dilemahkan. • Tidak boleh diberikan kepada orang yang defisiensi imun. • Sangat labil dan dapat rusak oleh suhu tinggi dan cahaya. • Dari organisme yang diambil, dihasilkan dari menumbuhkan bakteri atau virus pada media kultur, kemudian diinaktifkan. Biasanya, hanya sebagian (fraksional). • Selalu memerlukan dosis ulang. Virus Campak, mumps, rubella, polio, yellow fever, dan cacar air • Virus inaktif utuh: influenza, polio, rabies, hepatitis A. • Virus inaktif fraksional: sub-unit (hepatitis B, influenza, acellular pertussis, typhoid injeksi), toxoid (DT botulinum), polisakarida murni (pneumococcal, meningococcal, Hib), dan polisakarida konjungasi (Hib dan pneumococcal). Bakteri BCG dan tifoid oral • Bakteri inaktif utuh (pertussis, typhoid, cholera, pes) 3. Penggolongan Vaksin Ada 2 jenis vaksin berdasarkan sensitivitasnya terhadap suhu, yaitu vaksin yang sensitif terhadap beku dan sensitif terhadap panas. Vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze Sensive/FS)  Vaksin DT, TT, Td, Hepatitis B, dan DPT/HB/Hib Vaksin yang sensitif terhadap panas (Heat Sensitive/HS)  Vaksin Campak, Polio, dan BCG Gambar 2.2 Skema Penggolongan Vaksin
  • 41. 19 Konsep dasar imunisasi H. Jenis Imunisasi Setelahmempelajaritentangpenyakityangbisadicegahdenganimunisasi,sekarang Anda akan mempelajari jenis imunisasi berdasarkan sifat penyelenggaraannya di Indonesia. Berikut ini bagan pembagian jenis imunisasi. Imunisasi Wajib Pilihan Rutin Tambahan Crash Program, PIN, Sub-PIN Khusus Calon Haji/Umrah, KLB Dasar Bayi Umur 0–1 Tahun Lanjutan Anak Usia SD Batita WUS Gambar 2.3 Skema Jenis Imunisasi Berdasarkan Sifat Penyelenggaraan Pada bagian selanjutnya akan diuraikan satu persatu tentang jenis imunisasi. 1. Imunisasi Wajib Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutandanmasyarakatsekitarnyadaripenyakitmenulartertentu.Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. a. Imunisasi Rutin Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus-menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Tahukah Anda mengenai jenis vaksin imunisasi rutin yang ada di Indonesia? Berikut akan diuraikan macam vaksin imunisasi rutin meliputi deskripsi, indikasi, cara pemberian dan dosis, kontraindikasi, efek samping, serta penanganan efek samping.
  • 42. 20 Bahan Ajar IMUNISASI 1) Imunisasi Dasar Tabel 2.7 Imunisasi dasar Vaksin BCG Vaksin BCG & pelarut (Sumber: www.biofarma.co.id) Deskripsi: Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain paris. Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis. Cara pemberian dan dosis: • Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanyak 1 kali. • Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05 ml. Efek samping: 2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul bisul kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan jaringan parut dengan diameter 2–10 mm. Penanganan efek samping: • Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan cairan antiseptik. • Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar anjurkan orangtua membawa bayi ke ke tenaga kesehatan. Vaksin DPT – HB – HIB Vaksin DPT-HB-HIB (Sumber: www.biofarma.co.id) Deskripsi: Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus influenzae tipe b secara simultan.
  • 43. 21 Konsep dasar imunisasi Cara pemberian dan dosis: • Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral paha atas. • Satu dosis anak adalah 0,5 ml. Kontra indikasi: Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius . Efek samping: Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada lokasi suntikan, disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel), dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian. Penanganan efek samping: • Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah). • Jika demam, kenakan pakaian yang tipis. • Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. • Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam). • Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. • Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter. Vaksin Hepatitis B Vaksin Hepatitis B (Sumber: www.biofarma.co.id) Deskripsi: Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-infecious, berasal dari HBsAg. Cara pemberian dan dosis: • Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha. • Pemberian sebanyak 3 dosis. • Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4 minggu (1 bulan). Kontra indikasi: Penderita infeksi berat yang disertai kejang. Efek Samping: Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
  • 44. 22 Bahan Ajar IMUNISASI Penanganan Efek samping: • Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI). • Jika demam, kenakan pakaian yang tipis. • Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. • Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam). • Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Vaksin Polio Oral (Oral Polio Vaccine [OPV]) Vaksin Polio dan droplet (Sumber: www.biofarma.co.id) Deskripsi: Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan. Indikasi: Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis. Cara pemberian dan dosis: Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu. Kontra indikasi: Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Efek Samping: Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah mendapat vaksin polio oral bayi boleh makan minum seperti biasa. Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi dosis ulang. Penanganan efek samping: Orangtua tidak perlu melakukan tindakan apa pun.
  • 45. 23 Konsep dasar imunisasi Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV) Vaksin Polio IPV (Sumber: www.vaxserve.com) Deskripsi: Bentuk suspensi injeksi. Indikasi: Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak immunocompromised, kontak di lingkungan keluarga dan pada individu di mana vaksin polio oral menjadi kontra indikasi. Cara pemberian dan dosis: • Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml. • Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval satu atau dua bulan. • IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan rekomendasi dari WHO. • Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan berturut-turut dengan interval satu atau dua bulan. Kontra indikasi: • Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif. • Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya. • Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh. • Alergi terhadap Streptomycin. Efek samping: Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua hari. Penanganan efek samping: • Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI). • Jika demam, kenakan pakaian yang tipis. • Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. • Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam) • Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
  • 46. 24 Bahan Ajar IMUNISASI Vaksin Campak Vaksin campak dan pelarut (Sumber: www.biofarma.co.id) Deskripsi: Vaksin virus hidup yang dilemahkan. Indikasi: Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Cara pemberian dan dosis: 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas atau anterolateral paha, pada usia 9–11 bulan. Kontra indikasi: Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma. Efek samping: Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi. Penanganan efek samping: • Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari buah). • Jika demam kenakan pakaian yang tipis. • Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. • Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam). • Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. • Jika reaksi tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter. 2) Imunisasi Lanjutan Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan diberikan kepada anak usia bawah tiga tahun (Batita), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur.
  • 47. 25 Konsep dasar imunisasi Tabel 2.8 Jenis Imunisasi Lanjutan Vaksin DT Vaksin DT (Sumber: www.biofarma.co.id) Deskripsi: Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat. Indikasi: Pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus pada anak-anak. Cara pemberian dan dosis: Secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun. Kontra indikasi: Hipersensitif terhadap komponen dari vaksin. Efek Samping: Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam. Penanganan Efek samping: • Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum anak lebih banyak. • Jika demam, kenakan pakaian yang tipis • Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin • Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali dalam 24 jam) • Anak boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat. Vaksin Td Vaksin Td (Sumber: www.biofarma.co.id) Deskripsi: Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke dalam alumunium fosfat. Indikasi: Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada individu mulai usia 7 tahun. Cara pemberian dan dosis: Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
  • 48. 26 Bahan Ajar IMUNISASI Kontra indikasi: Individu yang menderita reaksi berat terhadap dosis sebelumnya. Efek samping: Pada uji klinis dilaporkan terdapat kasus nyeri pada lokasi penyuntikan (20–30%) serta demam (4,7%) Vaksin TT Vaksin TT (Sumber: www.biofarma.co.id) Deskripsi: Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu dalam vial gelas, mengandung toksoid tetanus murni, terabsorpsi ke dalam aluminium fosfat. Indikasi: Perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia subur. Cara pemberian dan dosis: secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis 0,5 ml. Kontra indikasi: • Gejala-gejala berat karena dosis TT sebelumnya. • Hipersensitif terhadap komponen vaksin. • Demam atau infeksi akut. Efek samping: Jarang terjadi dan bersifat ringan seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam. Penanganan efek samping: • Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin. • Anjurkan ibu minum lebih banyak. b. Imunisasi Tambahan Imunisasi tambahan diberikan kepada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Yang termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah Backlog fighting, Crash program, PIN (Pekan Imunisasi Nasional), Sub-PIN, Catch up Campaign campak dan Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response Immunization/ORI).
  • 49. 27 Konsep dasar imunisasi c. Imunisasi Khusus Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umrah, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa. Jenis imunisasi khusus, antara lain terdiri atas Imunisasi Meningitis Meningokokus, Imunisasi Demam Kuning, dan Imunisasi Anti-Rabies. 2. Imunisasi Pilihan Setelah mempelajari tentang macam vaksin imunisasi dasar, sekarang kita akan mempelajari macam vaksin imunisasi pilihan yang sudah beredar di Indonesia. Imunisasipilihanmerupakanimunisasiyangdapatdiberikankepadaseseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular tertentu, yaitu vaksin MMR, Hib, Tifoid, Varisela, Hepatitis A, Influenza, Pneumokokus, Rotavirus, Japanese Ensephalitis, dan HPV. I. Jadwal Imunisasi Perlu Anda ketahui bahwa saat ini imunisasi yang diberikan kepada bayi dan anak cukup banyak jumlahnya. Untuk itu, perlu diatur urutan pemberian vaksin dalam jadwal imunisasi. Berikut ini jadwal pemberian imunisasi pada bayi di bawah 1 tahun, usia Batita, anak usia SD, dan WUS. 1. Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Hep B O (HB O) 0–7 hari 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 9 bulan CAMPAK • BCG • Polio 1 • DPT-HB-Hib 1 • Polio 2 • DPT-HB-Hib 2 • Polio 3 • DPT-HB-Hib 3 • Polio 4 • IPV Gambar 2.1 Jadwal imunisasi dasar (untuk bayi usia 0–11 bulan)
  • 50. 28 Bahan Ajar IMUNISASI 2. Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Batita Gambar 2.2 Jadwal imunisasi lanjutan pada Batita 3. Jadwal Imunisasi Lanjutan pada Usia Sekolah Gambar 2.3 Jadwal imunisasi lanjutan pada Anak usia Sekolah
  • 51. 29 Konsep dasar imunisasi 4. Jadwal Imunisasi Lanjutan Tetanus Toksoid ( TT ) Gambar 2.4 Jadwal imunisasi lanjutan Tetanus Neonatorum
  • 52. 30 Bahan Ajar IMUNISASI Rangkuman 1. Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. 2. Sasaran imunisasi yaitu bayi, Batita, anak usia SD kelas 1, 2, 3, dan wanita usia subur. 3. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi: diphteri, pertusis, tetanus, tuberkulosis, hepatitis B, poliomyelitis, dan campak. 4. Sistem kekebalan tubuh terdiri dari kekebalan aktif dan pasif. 5. Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tetapidilemahkan,masihutuhataubagiannya,yangtelahdiolah,berupatoksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. 6. Jenis imunisasi di Indonesia adalah sebagai berikut: Imunisasi Wajib Pilihan Rutin Tambahan Crash Program, PIN, Sub-PIN Khusus Calon Haji/Umrah, KLB Dasar Bayi Umur 0– 1 Tahun Lanjutan Anak Usia SD Batita WUS Tugas Silakan Anda mencari macam-macam label vaksin dan buatlah menjadi sebuah kliping tentang macam-macam vaksin.
  • 53. 31 Konsep dasar imunisasi Evaluasi 1. Seorang anak usia 3 tahun, baru saja sembuh dari sakit campak, maka anak tersebut telah mendapatkan .... a. Kekebalan aktif alamiah d. Kekebalan pasif buatan b. Kekebalan aktif buatan e. Kekebalan dari serum c. Kekebalan pasif alamiah 2. Seorang bayi lahir di dukun, setelah pulang ke rumah, didapatkan gejala tali pusat berbau, keluar pus, anak tidak mau menetek, mulut mencucu, dan terdapat kejang. Kemungkinan gejala penyakit tersebut adalah .... a. Pertusis d. Campak b. Tetanus e. Influenza c. Dipheria 3. Kemungkinan penyebab kasus di atas adalah .... a. Neissera gonorrhoe d. Virus rubella b. Mycobacterium tuberculosa e. Clostridium botulinum c. Clostridium tetani 4. Seorang bayi perempuan baru lahir di dukun 3 hari yang lalu, datang ke bidan dengan ibunya mengaku belum mendapatkan suntikan imunisasi apapun, sebagai seorang bidan imunisasi yang perlu diberikan pertama kali adalah .... a. Vitamin K d. Hepatitis b. Hepatitis B0 e. BCG c. DPT 5. Bayi perempuan usia satu bulan datang bersama ibunya ke bidan untuk mendapatkan pelayanan imunisasi. Imunisasi yang selanjutnya diberikan adalah .... a. DPT Combo d. Campak b. DPT Polio e. Hepatitis 1 c. BCG
  • 54. 32 Bahan Ajar IMUNISASI 6. Seoranganakperempuanusia10tahun,tiba-tibamendadakpanastinggi,nyeri otot, terjadi kelumpuhan. Kemungkinan anak tersebut menderita penyakit .... a. Poliomyelitis d. Campak b. Diptheria e. Rabies c. Hepatitis 7. Seorangbayi perempuanlahir1jamyanglalu.Bayibarulahirakanmendapatkan kekebalan dari ibunya, maka bayi perempuan tersebut mendapat .... a. Kekebalan aktif alamiah d. Kekebalan pasif buatan b. Kekebalan aktif buatan e. Kekebalan dari serum c. Kekebalan pasif alamiah 8. Seoranganakperempuankelas1SD,ketikadisekolahadapemberianimunisasi bulan November. Anak tersebut akan mendapat imunisasi .... a. DPT d. TT b. Campak e. Hepatitis A c. DT 9. Seorang anak kelas 3 SD, ketika di sekolah ada pemberian imunisasi bulan November. Anak tersebut kemungkinan mendapat imunisasi .... a. Td d. TT b. Campak e. Hepatitis A c. DT 10. Seorang ibu datang ke Posyandu ingin mengimunisasikan anaknya yang saat ini berusia 9 bulan. Berat badan bayi sekarang 8 kg, kondisi sehat. Apakah jenis imunisasi yang diberikan? a. DPT d. BCG b. Polio e. DT c. Campak
  • 55. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu 1. Merencanakan kebutuhan dalam penyelenggaraan imunisasi. 2. Menjelaskan cara pengadaan logistik. 3. Menjelaskan cara pendistribusian. 4. Melakukan penyimpanan vaksin dengan benar dan tepat. 5. Menyebutkan tempat pelayanan imunisasi wajib. 6. Menjelaskan cara penanganan limbah imunisasi. 7. Melakukan pemantauan dan evaluasi. BABIII BABIII PENYELENGGARAAN IMUNISASIWAJIB
  • 56. 34 Bahan Ajar IMUNISASI Jika Anda akan melakukan sesuatu sebaiknya diawali dengan perencanaan yang matang, sehingga tujuan akan tercapai, demikian juga halnya dengan pelayanan imunisasi perlu ada perencanaan. Anda perlu menyusun perencanaan pemberian imunisasi meliputi: A.Perencanaan Pelayanan ImunisasiWajib Perencanaan imunisasi merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan oleh petugas yang profesional. Perencanaan disusun secara berjenjang mulai dari puskesmas, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat (bottom up). Perencanaan imunisasi wajib meliputi: 1. Penentuan Sasaran Imunisasi Rutin Wajib a. Bayi pada Imunisasi Dasar Jumlah bayi baru lahir dihitung/ditentukan berdasarkan angka yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) atau sumber resmi yang lain. Dapat juga dihitung dengan rumus: Bayi = CBR x Jumlah Penduduk. Sasaran ini digunakan untuk menghitung imunisasi HB 0, BCG, dan Polio 1. Jumlah bayi yang bertahan hidup (surviving infant) dihitung/ditentukan dengan rumus: Surviving Infant (SI) = Jumlah bayi – (IMR x Jumlah bayi). Sasaran ini digunakan untuk menghitung imunisasi yang diberikan pada bayi usia 2–11 bulan. Jumlah batita dihitung berdasarkan jumlah Surviving Infant (SI). b. Anak Sekolah Dasar pada Imunisasi Lanjutan Jumlah sasaran anak sekolah didapatkan dari data yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan atau Kementerian Agama (untuk siswa MI) atau pendataan langsung pada sekolah. c. Wanita Usia Subur (WUS) pada Imunisasi Lanjutan Batasan Wanita Usia Subur (WUS) adalah antara 15–49 tahun. Rumus untuk menghitung jumlah sasaran WUS = 21,9% x Jumlah Penduduk. Wanita Usia Subur terdiri dari WUS hamil dan tidak hamil.
  • 57. 35 Penyelenggaraan imunisasi wajib 2. Sasaran Imunisasi Tambahan Sasaran imunisasi tambahan adalah kelompok risiko (golongan umur) yang paling berisiko terkenanya kasus. Jumlah sasaran didapatkan berdasarkan pendataan langsung. 3. Sasaran Imunisasi Khusus Sasaran imunisasi khusus ditetapkan dengan keputusan tersendiri (misalnya: jemaah haji, masyarakat yang akan pergi ke negara tertentu). 4. Perencanaan kebutuhan Logistik Logistik imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe dan safety box. Ketiga kebutuhan tersebut direncanakan secara bersamaan dalam jumlah yang berimbang (system bundling). a. Perencanaan Vaksin 1) Menentukan Target Cakupan Menentukan target cakupan adalah menetapkan berapa besar cakupan yang akan dicapai pada tahun yang direncanakan untuk mengetahui kebutuhan vaksin yang akan dibutuhkan. Penetapan target cakupan berdasarkan tingkat pencapaian di tiap-tiap wilayah kerja. 2) Menghitung Indeks Pemakaian Vaksin Indeks pemakaian (IP) vaksin adalah dosis riil setiap kemasan vaksin. Dalammenghitungjumlahkebutuhanvaksinharusdiperhatikanbeberapahal, yaitu jumlah sasaran, jumlah pemberian, target cakupan dan indeks pemakaian vaksin dengan memperhitungkan sisa vaksin (stok) sebelumnya. Kebutuhan  {Jumlah Sasaran x Jumlah Pemberian x Target Cakupan}  Sisa Stok IP Vaksin Indeks pemakaian vaksin (IP) adalah pemakaian rata-rata setiap kemasan vaksin. Cara menghitung IP adalah dengan membagi jumlah cakupan dengan jumlah vaksin yang dipakai.
  • 58. 36 Bahan Ajar IMUNISASI Rumus: IP Vaksin = Jumlah Cakupan / Jumlah Vaksin yang dipakai Tabel 3.1. Dosis kemasan vaksin dan IP No. Jenis Vaksin Jumlah Dosis/Vial IP 1. Hepatitis B 1 1 2. Polio 10 6 3. Campak 10 4 4. BCG 20 4 5. DPT/HB 5 3,5 6. DPT/HB/Hib 5 3,5 7. IPV 10 8 8. DT 10 8 9. td 10 8 10 TT 10 6 Sumber: Kemenkes RI, 2013 Jika ada kegiatan massal dalam pelayanan imunisasi, Anda akan mendapatkan IP vaksin lebih besar dari pada pelayanan imunisasi rutin. 3) Menghitung Kebutuhan Vaksin a) Setelah menghitung jumlah sasaran, menentukan target dan menghitung IP vaksin,makadata-datatersebutdapatdigunakanuntukmenghitungkebutuhan vaksin. b) Puskesmas mengirimkan rencana kebutuhan vaksin ke kabupaten/kota untuk dilakukan kompilasi, kemudian diteruskan ke provinsi dan ke pusat (perencanaan secara bottom up). Rumus menghitung kebutuhan tiap jenis vaksin: (1) Bayi Vaksin BCG BCG = Sasaran x Target BCG (95%) = ................ ampul IP BCG
  • 59. 37 Penyelenggaraan imunisasi wajib Vaksin Hepatitis B Hep. B = Sasaran x Target Hep. B (80%) = ................ Sc IP Hep. B Vaksin Polio Polio = Sasaran x Target (P.1 (95%) + P.2 (95%) + P.3 (90%) + P.490%)) = ................ vial IP Polio Vaksin DPT-HB-Hib DPT-HB-Hib = Sasaran x target (DPT-HB-Hib1 (95%) + DPT-HB-Hib2 (90%) + DPT-HB-Hib 3 (90%)) = ................ vial IP DPT-HB-Hib Vaksin IPV IPV = Sasaran x Target (IPV1 (95%) + IPV2 (90%) + IPV3 (90%) ) = ................ vial IP IPV Vaksin Campak Campak = Sasaran x Target Campak (95%) = ................ vial IP Campak (2) Anak Batita Vaksin DPT-HB-Hib DPT/HB/Hib = Sasaran x Target DPT-HB-Hib Batita (90%) = ................ vial IP DPT/HB/Hib Vaksin Campak Campak = Sasaran x Target Campak Batita (95%) = ................ vial IP Campak
  • 60. 38 Bahan Ajar IMUNISASI (3) Anak Sekolah Dasar Vaksin Campak SD Campak = Sasaran Kelas 1 SD x Target (95%) = ................ vial IP Campak Vaksin DT DT = Sasaran Kelas 1 SD x Target (95%) = ................ vial IP DT Vaksin Td Td = Sasaran Kelas 2 + Kelas 3 SD x Target (95%) = ................ vial IP Td (4) Wanita Usia Subur Vaksin TT TT = Sasaran WUS x Target TT1 & TT2 + Hasil Skrining (80%) = ................ vial IP TT b. Perencanaan Auto Disable Syringe Alat suntik yang digunakan dalam pemberian imunisasi adalah alat suntik sekali pemakaian (Auto Disable Syringe/ADS). Tabel 3.2 Ukuran ADS dan Penggunaannya No. Ukuran ADS Penggunaan 1. 0,05 ml Pemberian imunisasi BCG 2. 0,5 ml Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib, Campak, DT, Td, dan TT 3. 5 ml Untuk melarutkan vaksin BCG dan campak Sumber: Depkes RI, 2009
  • 61. 39 Penyelenggaraan imunisasi wajib c. Perencanaan Safety Box Safety box digunakan untuk menampung alat suntik bekas pelayanan imunisasi sebelum dimusnahkan. Safety box ukuran 2,5 liter mampu menampung 50 alat suntik bekas, sedangkan ukuran 5 liter menampung 100 alat suntik bekas. Limbah imunisasi selain alat suntik bekas tidak boleh dimasukkan ke dalam Safety box. d. Perencanaan Kebutuhan Peralatan Cold Chain Sesuaidengantingkatadministrasi,makasaranacoldchainyangdibutuhkanadalah sebagai berikut. 1) Provinsi: Coldroom, freeze room, lemari es, dan freezer; 2) Kabupaten/kota: Coldroom, lemari es, dan freezer; 3) Puskesmas: Lemari es. Cara perhitungan kebutuhan coldchain adalah dengan mengalikan jumlah stok maksimal vaksin (semua jenis vaksin) dengan volume setiap jenis dan membandingkannya dengan volume lemari es/freezer. e. Menghitung Kebutuhan Peralatan Rantai Vaksin Vaksin harus disimpan pada suhu tertentu (pada suhu 2 s.d. 8 o C untuk vaksin sensitif beku atau pada suhu -15 s.d. -25 o C untuk vaksin yang sensitif panas). Tabel 3.3 Peralatan Rantai Vaksin di Puskesmas dan Perkiraan Jumlah Kebutuhan No. Nama Barang Kebutuhan Minimal Keterangan 1. Lemari Es 1 2. Vaccine Carrier 3 3. Coolpack 20 4 untuk setiap vaksin carrier, 8 buah untuk lemari es 4. Termometer 1 5. Indikator paparan suhu beku 4 1 buah untuk lemari es, 1 buah untuk setiap vaksin carrier 6. Indikator paparan panas (VCCM) 4 1 buah untuk lemari es, 1 buah untuk setiap vaksin carrier Sumber: Depkes RI, 2009
  • 62. 40 Bahan Ajar IMUNISASI B.Pendistribusian Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke tingkat provinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah secara berjenjang dan untuk lebih jelasnya Anda dapat melihat gambar berikut ini. Gambar 3.1 Sistem Rantai Dingin Seluruh proses distribusi vaksin dari pusat sampai ke tingkat pelayanan, harus mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar mampu memberikan kekebalan yang optimal kepada sasaran. Distribusi dari Puskesmas ke Tempat Pelayanan Vaksin dibawa dengan menggunakan vaksin carrier yang diisi cool pack dengan jumlah yang sesuai.
  • 63. 41 Penyelenggaraan imunisasi wajib  Cold / cool box disposable  Cold / cool box reusable Gambar 3.2 Cold/Cool Box Gambar 3.3 Cold/Cool Pack
  • 64. 42 Bahan Ajar IMUNISASI  Vaksin carrier  Thermos Gambar 3.4 Vaksin Carrier C.PenyimpananVaksin Untuk menjaga kualitas vaksin tetap tinggi sejak diterima sampai didistribusikan ketingkatberikutnya,vaksinharusselaludisimpanpadasuhuyangtelahditetapkan dapat Anda lihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.3 Cara Penyimpanan Vaksin Kabupaten/Kota Puskesmas • Vaksin Polio disimpan pada suhu -15o s.d. -25o C pada freeze room/freezer. • Vaksin lainnya disimpan pada suhu 2o s.d. 8o C pada coldroom atau lemari es. • Semua vaksin disimpan pada suhu 2o s.d. 8o C pada lemari es. • Khusus vaksin Hepatitis B, pada bidan desa disimpan pada suhu ruangan, terlindung dari sinar matahari langsung. Sumber: Kemenkes RI, 2013
  • 65. 43 Penyelenggaraan imunisasi wajib Tabel 3.4 Suhu Penyimpanan Jenis Vaksin Sumber: Kemenkes RI, 2013 Anda wajib memperhatikan beberapa hal dalam pemakaian vaksin secara berurutan, yaitu sebagai berikut. 1. Keterpaparan Vaksin Terhadap Panas Vaksin yang telah mendapatkan paparan panas lebih banyak (yang dinyatakan dengan perubahan kondisi Vaksin Vial Monitor [VVM] VVM A ke kondisi B) harus digunakan terlebih dahulu meskipun masa kedaluwarsanya masih lebih panjang. Vaksin dengan kondisi VVM C dan D tidak boleh digunakan. Pernahkah Anda membaca tentang VVM? Di dalam bahan ajar ini Anda akan mempelajari tentang VVM. Jadi, yang dimaksud dengan VVM adalah alat pemantau paparan suhu panas. Fungsi VVM untuk memantau suhu vaksin selama dalam perjalanan maupun dalam penyimpanan. VVM ditempelkan pada setiap vial vaksin berupa bentuk lingkungan dengan bentuk segi empat pada bagian dalamnya. Diameter VVM sekitar 0,7 cm (7 mm). VVM mempunyai karakteristik yang berbeda, spesifik untuk tiap jenis vaksin. VVM untuk vaksin polio tidak dapat digunakan untuk vaksin HB, begitu juga sebaliknya. Setiap jenis vaksin mempunyai VVM tersendiri. Semua vaksin dilengkapi VVM, kecuali BCG. Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat gambar berikut ini.
  • 66. 44 Bahan Ajar IMUNISASI Gambar 3.5 Simbol VVM dalam kemasan vaksin Hepatitis B PID Gambar 3.6 Alat pemantau vaksin (VVM) yang menunjukkan kondisi yang berbeda 2. Masa Kadaluwarsa Vaksin Apabila kondisi VVM vaksin sama, maka digunakan vaksin yang lebih pendek masa kadaluwarsanya (Early Expire First Out/EEFO). 3. Waktu Penerimaan Vaksin (First In First Out/FIFO) Vaksin yang terlebih dahulu diterima sebaiknya dikeluarkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa vaksin yang diterima lebih awal mempunyai jangka waktu pemakaian yang lebih pendek. 4. Pemakaian Vaksin Sisa Vaksin sisa pada pelayanan statis (Puskesmas, Rumah Sakit, atau Praktik Swasta) bisa digunakan pada pelayanan hari berikutnya. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
  • 67. 45 Penyelenggaraan imunisasi wajib a. Disimpan pada suhu 2o s.d. 8o C; b. VVM dalam kondisi A atau B; c. Belum kadaluwarsa; d. Tidak terendam air selama penyimpanan; e. Belum melampaui masa pemakaian. Anda akan lebih mudah mengingat dengan menggunakan tabel berikut ini. Tabel 3.5 Masa Pemakaian Vaksin Sisa Jenis Vaksin Masa Pemakaian Keterangan POLIO 2 Minggu Cantumkan tanggal pertama kali vaksin digunakan TT 4 Minggu DT 4 Minggu Td 4 Minggu DPT-HB-Hib 4 Minggu BCG 3 Jam Cantumkan waktu vaksin dilarutkan Campak 6 Jam Sumber: Permenkes, 2013 Vaksin sisa pelayanan dinamis (posyandu, sekolah) tidak boleh digunakan kembali pada pelayanan berikutnya, dan harus dibuang. 5. Monitoring Vaksin dan Logistik Setiap akhir bulan, atasan langsung pengelola vaksin melakukan monitoring administrasi dan fisik vaksin serta logistik lainnya. Hasil monitoring dicatat pada kartu stok dan dilaporkan secara berjenjang bersamaan dengan laporan cakupan imunisasi. Sarana Penyimpanan a. Kamar Dingin dan Kamar Beku Kamar dingin dan kamar beku (terdapat di tingkat provinsi). Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut ini.
  • 68. 46 Bahan Ajar IMUNISASI Sistem penyimpanan vaksin Provinsi Kab/ Kota Puskesmas 3 bulan + 1 bulan 2 bulan + 1 bulan 1 bulan + 1 minggu Gambar 3.7 Sistem Penyimpanan Vaksin b. Lemari Es dan Freezer Banyak model lemari es yang dapat digunakan, tetapi gambar berikut inilah yang sudah terstandardisasi WHO/UNICEF. Berikut ini lemari es tingkat Puskesmas yang sudah terdaftar di WHO/ UNICEF. Gambar 3.8 Jenis lemari es di tingkat Puskesmas Anda tentu sudah tahu fungsi lemari es dan freezer. Fungsi lemari es tempat menyimpan vaksin BCG, Td, TT, DT, hepatitis B, Campak, dan DPT-HB-Hib, pada suhu yang ditentukan 2o s.d. 8o C dapat juga difungsikan untuk membuat kotak dingin cair (cool pack). Adapun fungsi freezer untuk menyimpan vaksin polio pada suhu yang ditentukan antara -15o s.d. -25o C atau membuat kotak es beku (cold pack).
  • 69. 47 Penyelenggaraan imunisasi wajib Bagian yang sangat penting dari lemari es/freezer adalah termostat. Termostat berfungsi untuk mengatur suhu bagian dalam pada lemari es atau freezer. Tahukah Anda bahwa ada 2 macam termostat? Kedua macam termostat itu masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Perhatikan tabel berikut. Tabel 3.6 Kelebihan dan Kekurangan jenis thermostat Termostat Manual Termostat Digital Kelebihan Kekurangan Kelebihan Kekurangan • Tidak menggunakan power listrik • Harganya murah. • Sulit dalam pemasangan • Sulit meriset suhu yang sesuai. • Diff dari off ke on sulit untuk diatur. • Suhu tidak dapat dibaca. • Sulit untuk mendapatkan suhu yang sesuai. • Pengaturan suhu harus menunggu 24 jam. • Max power 6 Amp. • Mudah dalam pemasangan. • Mudah dalam meriset suhu. • Diff dari off ke on sudah diatur + 2O C • Suhu mudah terbaca dengan layar LCD. • Ketepatan suhu lebih terjamin. • Menggunakan relay untuk ketepatan kontak. • Pengaturan suhu tidak perlu menungggu 24 jam. • Max power 10 Amp. • Harganya mahal. • Saat listrik padam suhu tidak dapat terbaca. Bentuk pintu lemari es/freezer 1) Bentuk buka dari depan (front opening) Lemari es/freezer dengan bentuk pintu buka dari depan banyak digunakan dalam rumah tangga atau pertokoan, seperti untuk menyimpan makanan, minuman, buah-buahan yang sifat penyimpanannya sangat terbatas. Bentuk ini tidak dianjurkan untuk penyimpanan vaksin. Gambar 3.9 Jenis lemari es
  • 70. 48 Bahan Ajar IMUNISASI 2) Bentuk Buka ke Atas (Top Opening) Bentuk top opening pada umumnya adalah freezer yang biasanya digunakan untuk menyimpan bahan makanan, ice cream, daging, atau lemari es untuk penyimpanan vaksin. Salah satu bentuk lemari es top opening adalah ILR (Ice Lined Refrigerator) yaitu Freezer yang dimodifikasi menjadi lemari es dengan suhu bagian dalam 2o s.d. 8o C. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan volume penyimpanan vaksin pada lemari es. Modifikasi dilakukan dengan meletakkan kotak dingin cair (cool pack) pada sekeliling bagian dalam freezer sebagai penahan dingin dan diberi pembatas berupa aluminium atau multiplex atau acrylic plastic. Tabel 3.7 Perbedaan antara bentuk pintu buka depan dan bentuk pintu buka ke atas Bentuk Buka dari Depan Bentuk Buka dari Atas Suhu tidak stabil. Suhu lebih stabil. Pada saat pintu lemari dibuka ke depan maka suhu dingin dari atas akan turun ke bawah dan keluar. Pada saat pintu lemari es dibuka ke atas maka suhu dingin dari atas akan turun ke bawah dan tertampung. Apabila listrik padam relatif tidak dapat bertahan lama. Apabila listrik pada relatif suhu dapat bertahan lama. Jumlah vaksin yang dapat ditampung sedikit. Jumlah vaksin yang dapat ditampung lebih banyak. Susunan vaksin menjadi mudah dan vaksin terlihat jelas dari samping depan. Penyusunan vaksin agak sulit karena vaksin bertumpuk dan tidak jelas dilihat dari atas. Sumber: Kemenkes, 2013 c. Alat Pembawa Vaksin 1) Cold box adalah suatu alat untuk menyimpan sementara dan membawa vaksin. Pada umumnya memiliki volume kotor 40 liter dan 70 liter. Kotak dingin (cold box) ada 2 macam yaitu terbuat dari plastik atau kardus dengan insulasi poliuretan. 2) Vaccine carrier adalah alat untuk mengirim/membawa vaksin dari Puskesmas ke Posyandu atau tempat pelayanan imunisasi lainnya yang dapat mempertahankan suhu 2o s.d. 8o C. Gambar 3.10 Jenis lemari es top opening
  • 71. 49 Penyelenggaraan imunisasi wajib Gambar 3.11 Vaccine Carrier d. Alat untuk Mempertahankan Suhu 1) Kotak dingin beku (cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air yang dibekukan dalam freezer dengan suhu -15° s.d. -25o C selama minimal 24 jam. 2) Kotak dingin cair (cool pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat yang diisi dengan air kemudian didinginkan dalam lemari es dengan suhu +2°s.d. +8o C selama minimal 24 jam. Cold pack selain mempertahankan suhu untuk pengiriman vaksin juga berfungsi sebagai stabilisator suhu apabila diletakkan dalam lemari es. Gambar 3.12 Cold pack
  • 72. 50 Bahan Ajar IMUNISASI e. Penempatan lemari es (LE) 1) Jarak minimal LE dengan dinding bagian belakang (± 10–15 cm). 2) Jarak minimal antara LE : ± 15 cm. 3) LE tidak terkena sinar matahari langsung. 4) Ada sirkulasi udara yang cukup dalam ruangan. 5) SetiapunitLEatauFreezerhanyamenggunakan1stopkontaklistrik,sebaiknya menggunakan stabilisator untuk tiap unit. Coba Anda perhatikan gambar tentang penataan vaksin berikut ini. RCW 42 EK: suhu dekat evaporator bisa < 0° C. Jauh dari evaporator suhu 2° s.d. 8° C. Gambar 3.13 Cara Penataan Vaksin RCW 42 EK RCW 50 EK: kompartmen kanan dan kiri suhu 2° s.d. 8° C bagian tengah freezer. Gambar 3.14 Cara Penataan Vaksin RCW 50 EK
  • 73. 51 Penyelenggaraan imunisasi wajib f. Pemeliharaan Sarana Cold Chain Tabel 3.8 Cara Pemeliharaan Lemari Es Pemeliharaan Harian Pemeliharaan Mingguan Pemeliharaan Bulanan a. Melakukan pengecekan suhu setiap pagi dan sore, termasuk hari libur. b. Memeriksa apakah terjadi bunga es dan memeriksa ketebalan bunga es. Apabila bunga es lebih dari 0,5 cm lakukan defrosting (pencairan bunga es). c. Melakukan pencatatan langsung setelah pengecekan suhu pada termometer atau pemantau suhu di kartu pencatatan suhu setiap pagi dan sore. a. Memeriksa steker jangan sampai kendor. b. Melakukan pengamatan terhadap tanda-tanda steker hangus dengan melihat perubahan warna pada steker, jika itu terjadi gantilah steker dengan yang baru. c. Agar tidak terjadi konsleting saat membersihkan badan lemari es, lepaskan steker dari stop kontak. d. Membersihkan badan lemari es dengan lap basah, kuas yang lembut/spons busa dan sabun e. Keringkan badan lemari es dengan lap kering. f. Membuka pintu lemari es agar suhu tetap terjaga 2°–80° C (selama membersihkan) g. Setelah selesai membersihkan badan lemari es colok kembali steker. h. Mencatat kegiatan pemeliharaan mingguan pada kartu pemeliharaan lemari es. a. Sehari sebelum melakukan pemeliharaan bulanan, kondisikan cool pack (kotak dingin cair), vaccine carrier atau cold box dan pindahkan vaksin ke dalamnya. b. Lepaskan steker dari stop kontak saat pencairan bunga es (defrosting). c. Membersihkan kondensor pada lemari es model terbuka menggunakan sikat lembut atau tekanan udara. Pada model tertutup hal ini tidak perlu dilakukan. d. Memeriksa kerapatan pintu dengan menggunakan selembar kertas, apabila kertas sulit ditarik berarti karet pintu masih baik. Sebaliknya, apabila kertas mudah ditarik berarti karet sudah mengeras atau kaku. Olesi karet pintu dengan bedak atau minyak goreng agar kembali lentur. e. Memeriksa steker jangan sampai kendor, apabila kendor gunakan obeng untuk mengencangkan baut. f. Selama membersihkan badan lemari es, jangan membuka pintu lemari es agar suhu tetap terjaga 2° s.d. 8° C. g. Setelah selesai membersihkan badan lemari es colok kembali steker. h. Mencatat kegiatan pemeliharaan bulanan pada kartu pemeliharaan lemari es.
  • 74. 52 Bahan Ajar IMUNISASI Pencairan bunga es (defrosting) a. Pencairan bunga es dilakukan minimal 1 bulan sekali atau ketika bunga es mencapai ketebalan 0,5 cm. b. Sehari sebelum pencairan bunga es, kondisikan cool pack (kotak dingin cair), vaccine carrier atau cold box. c. Memindahkan vaksin ke dalam vaccine carrier atau cold box yang telah berisi cool pack (kotak dingin cair). d. Mencabut steker saat ingin melakukan pencairan bunga es. e. Melakukan pencairan bunga es dapat dilakukan dengan cara membiarkan hingga mencair atau menyiram dengan air hangat. f. Pergunakan lap kering untuk mengeringkan bagian dalam lemari es termasuk evaporator saat bunga es mencair. g. Memasang kembali steker dan jangan mengubah termostat hingga suhu lemari es kembali stabil (2° s.d. 8° C). h. Menyusun kembali vaksin dari dalam vaccine carrier atau cold box ke dalam lemari es sesuai dengan ketentuan setelah suhu lemari telah mencapai 2° s.d. 8° C. i. Mencatat kegiatan pemeliharaan bulanan pada kartu pemeliharaan lemari es. D.Pelaksanaan Pelayanan ImunisasiWajib Berdasarkan tempat pelayanan imunisasi wajib, pelaksanaan imunisasi dibagi menjadi: 1. Pelayanan imunisasi di dalam gedung (komponen statis), seperti puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, bidan praktik, dokter praktik. a. Kebutuhan logistik untuk unit pelayanan kesehatan swasta/UPKS (vaksin dan pelarutnya, alat suntik/ADS, safety box) diperoleh dari Dinas Kesehatan kabupaten/kota melalui puskesmas di wilayahnya. b. Pemakaian logistik harus dilaporkan setiap bulan kepada puskesmas setempat bersamaan dengan laporan cakupan pelayanan imunisasi. c. Laporan imunisasi dibuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (dalam buku KIA, rekam medis, dan atau kohort).
  • 75. 53 Penyelenggaraan imunisasi wajib 2. Pelayanan imunisasi di luar gedung (komponen dinamis), seperti posyandu, di sekolah, atau melalui kunjungan rumah. Dalam pemberian imunisasi di luar gedung harus diperhatikan dalam kualitas vaksin, pemakaian alat suntik harus menggunakan ADS, dan hal-hal penting saat pemberian imunisasi (dosis, cara dan tempat pemberian, interval pemberian, tindakan antiseptik, dan kontra indikasi). Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kualitas dan keamanan vaksin: a. Vaksin belum kadaluwarsa. b. Vaksin sensitif beku belum pernah mengalami pembekuan. c. Vaksin belum terpapar suhu panas yang berlebihan. d. Vaksin belum melampaui batas waktu ketentuan pemakaian vaksin yang telah dibuka. e. Pencampuran vaksin dengan pelarut harus berasal dari pabrik yang sama. E. Penanganan Limbah Imunisasi Pada tahun 2000, WHO mencatat kasus infeksi akibat tusukan jarum bekas yang terkontaminasi, yaitu infeksi virus Hepatitis B sebanyak 21 juta (32% dari semua infeksi baru), infeksi virus hepatitis C sebanyak 2 juta (40% dari semua infeksi baru), dan infeksi HIV sebanyak 260 ribu (5% dari seluruh infeksi baru). Berikut ini prinsip-prinsip penting dalam pelaksanaan pengelolaan limbah. 1. The “polluter” principle atau prinsip “pencemar yang membayar” bahwa semua penghasil limbah secara hukum dan finansial bertanggung jawab untuk menggunakan metode yang aman dan ramah lingkungan dalam pengelolaan limbah. 2. The “precautionary” principle atau prinsip “pencegahan” merupakan prinsip kunci yang mengatur perlindungan kesehatan dan keselamatan melalui upaya penanganan yang secepat mungkin dengan asumsi risikonya dapat terjadi cukup signifikan.
  • 76. 54 Bahan Ajar IMUNISASI 3. The “duty of care” principle atau prinsip “kewajiban untuk waspada” bagi yang menangani atau mengelola limbah berbahaya karena secara etik bertanggung jawab untuk menerapkan kewaspadaan tinggi. 4. The “proximity” principle atau prinsip “kedekatan” dalam penanganan limbah berbahaya untuk meminimalkan risiko dalam pemindahan. Limbah imunisasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut. 1. Limbah Infeksius Limbah infeksius kegiatan imunisasi merupakan limbah yang ditimbulkan setelah pelayanan imunisasi yang mempunyai potensi menularkan penyakit kepada orang lain, yaitu limbah medis tajam (berupa ADS yang telah dipakai, alat suntik untuk pencampur vaksin, alat suntik yang telah kadaluwarsa) dan limbah farmasi berupa sisa vaksin dalam botol atau ampul, kapas pembersih/usap, vaksin dalam botol atau ampul yang telah rusak karena suhu atau kedaluwarsa. a. Limbah Infeksius Tajam Pengelolaan limbah medis infeksius tajam dapat dilakukan dengan cara berikut. 1) Menggunakan Incinerator 2) Menggunakan bak beton
  • 77. 55 Penyelenggaraan imunisasi wajib 3) Pengelolaan jarum 4) Pengelolaan Syringe Pengelolaan Syringe alternatif 1: Pengelolaan Syringe alternatif 2: b. Limbah Infeksius Non-Tajam Pemusnahan limbah farmasi (sisa vaksin) dapat dilakukan dengan cairan vaksin tersebut didesinfeksi terlebih dahulu dalam killing tank (tangki desinfeksi) untuk membunuh mikroorganisme yang terlibat dalam produksi. Kegiatan Imunisasi atau Needle cutter Box penampung jarum Encapsulation Sharp pit
  • 78. 56 Bahan Ajar IMUNISASI 2. Pengelolaan Limbah Non-Infeksius Limbah non-infeksius kegiatan imunisasi seperti limbah kertas pembungkus alat suntik dan kardus pembungkus vaksin dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam. Limbah tersebut dapat disalurkan ke pemanfaat atau dapat langsung dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). F. Pemantauan dan Evaluasi 1. Pemantauan Pemantauan merupakan fungsi penting dalam manajemen program agar kegiatan sejalandenganketentuanprogram.Beberapaalatpemantauanyangdimilikiadalah sebagai berikut. a. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Alat pemantauan ini untuk meningkatkan cakupan, sifatnya lebih memantau kuantitas program. Prinsip PWS: 1) Memanfaatkan data yang ada dari cakupan/laporan cakupan imunisasi. 2) Menggunakan indikator sederhana tidak terlalu banyak Indikator PWS, untuk masing-masing antigen: (a) Hepatitis B 0–7 hari: Jangkauan/aksesibilitas pelayanan; (b) BCG: Jangkauan/aksesibilitas pelayanan; (c) DPT-HB 1: Jangkauan/aksesibilitas pelayanan; (d) Campak: Tingkat perlindungan (efektivitas program); (e) Polio 4: Tingkat perlindungan (efektivitas program); (f) Drop out DPT-HB1–Campak: efisiensi/manajemen program. 3) Dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan setempat. 4) Teratur dan tepat waktu (setiap bulan) (a) Teratur untuk menghindari hilangnya informasi penting; (b) Tepat waktu agar tidak terlambat dalam mengambil keputusan.
  • 79. 57 Penyelenggaraan imunisasi wajib 5) Lebih dimanfaatkan sendiri atau sebagai umpan balik untuk dapat mengambil tindakan daripada dikirimkan laporan. b. Data Quality Self Assessment (DQS) DQS terdiri dari suatu perangkat alat bantu yang mudah dilaksanakan dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan. DQS dirancang untuk pengelola imunisasi pada tingkat nasional, provinsi atau kabupaten/kota untuk mengevaluasi aspek-aspek yangberbedadalamrangkamenentukankeakuratanlaporanimunisasidankualitas sistim pemantauan evaluasi. Pemantauan mengacu pada pengukuran pencapaian cakupan imunisasi dan indikator sistem lainnya. Misalnya, pemberian imunisasi yang aman, manajemen vaksin, dan lain-lain. Pemantauan berkaitan dengan pelaporan karena melibatkan kegiatan pengumpulan data dan prosesnya. DQS bertujuan untuk mendapatkan masalah-masalah melalui analisis dan mengarah pada peningkatan kinerja pemantauan kabupaten/kota dan data untuk perbaikan. c. Effective Vaccine Management (EVM) EVM adalah suatu cara untuk melakukan penilaian terhadap manajemen penyimpanan vaksin, sehingga dapat mendorong suatu provinsi untuk memelihara dan melaksanakan manajemen dalam melindungi vaksin. EVM didasarkan pada prinsip jaga mutu. Kualitas vaksin hanya dapat dipertahankan dan ditangani dengan tepat mulai dari pembuatan hingga penggunaan. Manajer dan penilai luar hanya dapat menetapkan bahwa kualitas terjaga apabila rincian data arsip dijaga dan dapat dipercaya. Jika arsip tidak lengkap atau tidak akurat, sistem penilaian tidak dapat berjalan dengan baik. Walaupun vaksin disimpan dan didistribusikan secara benar, sistem tidak dapat dinilai. Dengan demikian, vaksin tidak terjamin mutunya dan tidak dapat dinilai memuaskan dalam EVM. d. Supervisi Suportif Supervisi suportif merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara berkala dan berkesinambungan, meliputi pemantauan, pembinaan, dan pemecahan masalah, serta tindak lanjut. Kegiatan ini sangat berguna untuk melihat bagaimana
  • 80. 58 Bahan Ajar IMUNISASI programataukegiatandilaksanakansesuaidenganstandardalamrangkamenjamin tercapainya tujuan kegiatan imunisasi. Supervisi suportif didorong untuk dilakukan dengan terbuka, komunikasi dua arah, dan membangun pendekatan tim yang memfasilitasi pemecahan masalah. Kegiatan supervisi dimanfaatkan untuk melaksanakan “on the job training” terhadap petugas di lapangan. Supervisi diharapkan akan menimbulkan motivasi untuk meningkatkan kinerja petugas lapangan. 2. Evaluasi Tujuandarievaluasiadalahuntukmengetahuihasilataupunproseskegiatanapabila dibandingkan dengan target atau yang diharapkan. Berdasarkan sumber data, ada 2 macam evaluasi, yaitu evaluasi dengan data sekunder dan evaluasi dengan data primer. a. Evaluasi dengan Data Sekunder Angka-angka yang dikumpulkan oleh puskesmas, selain dilaporkan perlu pula dianalisis.Caramenganalisisdataharusbaikdanteratursehinggaakanmemberikan banyak informasi penting yang dapat menentukan kebijaksanaan program. 1) Stok Vaksin Stok vaksin dilaporkan oleh petugas puskesmas, kabupaten dan provinsi ke tingkat yang di atasnya untuk pengambilan atau distribusi vaksin. Grafik dibuat menurut waktu, dapat dibandingkan dengan cakupan dan batas stok maksimum dan minimum untuk menilai kesiapan stok vaksin menghadapi kegiatan program. Data stok vaksin menghadapi kegiatan program. Data stok vaksin diambil dari kartu stok. 2) Indeks Pemakaian Vaksin Dari pencatatan stok vaksin setiap bulan diperoleh jumlah vial/ampul vaksin yang digunakan. Untuk mengetahui berapa rata-rata jumlah dosis diberikan untuk setiap vial/ampul, yang disebut indeks pemakaian vaksin (IP). Perhitungan IP dilakukan untuk setiap jenis vaksin. Nilai IP biasanya lebih kecil dari jumlah dosis per vial/ampul. Hasil perhitungan IP menentukan berapa jumlah vaksin yang
  • 81. 59 Penyelenggaraan imunisasi wajib harus disediakan untuk tahun berikutnya. Apabila hasil perhitungan IP dari tahun ke tahun untuk tiap-tiap vaksin divisualisasikan, pengelola program akan lebih mudah menilai apakah strategi operasional yang diterapkan di puskesmas sudah memperhatikan masalah efisiensi program tanpa mengurangi cakupan dan mutu pelayanan. 3) Suhu Lemari Es Pencatatan suhu lemari es atau freezer dilakukan setiap hari pada grafik suhu yang tersedia untuk tiap-tiap unit. Pencatatan suhu dilakukan 2 kali setiap pagi dan sore hari. Dengan menambah catatan saat terjadinya peristiwa penting pada grafik tersebut, seperti sweeping, KLB, KIPI, penggantian suku cadang, grafik suhu ini akan menjadi sumber informasi penting. 4) Cakupan per Tahun Untuk setiap antigen grafik cakupan per tahun dapat memberikan gambaran secara keseluruhan tentang adanya kecenderungan: a) Tingkat pencapaian cakupan imunisasi; b) Indikasi adanya masalah; c) Acuan untuk memperbaiki kebijaksanaan atau strategi yang perlu diambil untuk tahun berikutnya. b. Evaluasi dengan Data Primer 1) Survei Cakupan (Coverage Survey) Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat cakupan imunisasi. Adapun tujuan lainnya adalah untuk memperoleh informasi tentang distribusi umur saat diimunisasi, mutu pencatatan dan pelaporan, sebab kegagalan imunisasi, dan tempat memperoleh imunisasi. Metodologi: a) Jumlah sampel yang diperlukan 210 anak. b) Cara pengambilan sampel adalah 30 cluster. c) Lokasi cluster ditentukan secara acak/random, (2 stage cluster sampling).
  • 82. 60 Bahan Ajar IMUNISASI d) Untuk tiap cluster diperlukan 210/30 = 7 sampel. e) Periode cakupan yang akan di-cross-checkdengan surveiinimenentukan umur responden. f) Alat yang digunakan kuesioner standar. 2) Survei Dampak Tujuanutamanyaadalahuntukmenilaikeberhasilanimunisasiterhadappenurunan morbiditas penyakit tertentu, misalnya: a) Pencapaian eliminasi tetanus neonatorum yang ditunjukkan oleh insidens rate<1/1000 kelahiran hidup. b) Pencapaian eradikasi polio yang ditunjukkan oleh insiden rate 0. c) Pencapaian reduksi mortalitas campak sebesar 90% dan morbiditas sebesar 50% dari keadaan sebelum program. Tujuan lainnya adalah untuk memperoleh gambaran epidemiologis PD3I, seperti distribusi penyakit menurut umur, tempat tinggal, dan faktor-faktor risiko. 3) Uji Potensi Vaksin Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui potensi dan keamanan dari vaksin serta untuk mengetahui kualitas cold chain/pengelolaan vaksin.
  • 83. 61 Penyelenggaraan imunisasi wajib RANGKUMAN 1. Perencanaan imunisasi terdiri dari penentuan sasaran dan perencanaan kebutuhanlogistik.Logistikimunisasiterdiridarivaksin,AutoDisableSyringe, dan safety box. 2 Pengadaan vaksin untuk imunisasi wajib dilakukan oleh Pemerintah. Untuk mengatasi keadaan tertentu (kejadian luar biasa, bencana), pengadaan vaksin dapat dilakukan bekerja sama dengan mitra. Pemerintah daerah kabupaten/ kota bertanggung jawab terhadap pengadaan Auto Disable Syringe, safety box, peralatan cold chain, emergency kit, dan dokumen pencatatan status imunisasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah. 3 Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke tingkat provinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab pemerintah daerah secara berjenjang dengan mekanisme diantar oleh level yang lebih atas atau diambil oleh level yang lebih bawah, bergantung kebijakan tiap-tiap daerah. 4. Seluruh proses distribusi vaksin dari pusat sampai ke tingkat pelayanan, harus mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar mampu memberikan kekebalan yang optimal kepada sasaran. 5. Pelayanan imunisasi harus dapat menjamin bahwa sasaran memperoleh kekebalan spesifik terhadap penyakit tertentu, serta tidak terjadi penularan penyakit kepada petugas dan masyarakat sekitar dari limbah yang dihasilkan oleh kegiatan imunisasi. 6. Penanganan limbah yang tidak benar akan mengakibatkan berbagai macam dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan. 7. Pemantauan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen program imunisasi. Salah satunya adalah pemantauan wilayah setempat (PWS). 8. Kegiatan evaluasi yang dilakukan secara berkala dalam imunisasi bertujuan untuk mengetahui hasil ataupun proses kegiatan apabila dibandingkan dengan target atau yang diharapkan.
  • 84. 62 Bahan Ajar IMUNISASI TUGAS Silakan Anda berlatih cara menggunakan alat suntik ADS dan PID secara mandiri. EVALUASI 1. Seorang Bidan yang bekerja di wilayah puskesmas x, memiliki 60 cakupan imunisasi wajib. Jumlah vaksin yang dipakai bidan sebanyak 30 vaksin. Berapakah indeks pemakaian vaksin pada kasus tersebut? a. 2 vaksin d. 5 vaksin b. 3 vaksin e. 6 vaksin c. 4 vaksin 2. Seorang perempuan membawa bayinya kepada bidan, setelah dilakukan pemeriksaankeadaanumumbaik,suhu36,50 C.Bidanmelakukanpenyuntikan imunisasi Hep B dengan alat suntik PID. Setelah mengeluarkan PID dari kemasan, tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh bidan adalah .... a. Dorong dengan cepat penutup jarum kedalam port. b. Suntikan PID pada paha bagian kanan. c. Aspirasi PID lalu suntikan jarum pada paha. d. Pegang PID pada port dan suntikan jarum ke pasien. e. Lepas PID dari paha kanan bayi. 3. Seorang bidan melakukan pemisahan limbah imunisasi yang terdiri dari limbah infeksius dan limbah infeksius non-tajam setelah pelayanan imunisasi. Yang termasuk dalam limbah infeksius non-tajam adalah .... a. Kapas pembersih/usap pada penyuntikan vaksin. b. ADS yang telah dipakai dan alat suntik untuk pencampur vaksin. c. Vaksin dalam botol atau ampul yang telah rusak karena suhu atau kadaluwarsa. d. Limbah kertas pembungkus alat suntik dan kardus pembungkus vaksin. e. Sisa vaksin dalam botol atau ampul.
  • 85. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu 1. Melakukan penyuluhan sebelum dan sesudah pelayanan imunisasi. 2. Melakukan skrining dan pengisian register. 3. Melakukan konseling. 4. Melaksanakan prosedur pemberian imunisasi: a. BCG b. Polio c. Hb 0 d. DPT-HB-Hib e. Campak f. DT g. Td h. TT 5. Melaksanakan prosedur tahap akhir setelah pelaksanaan imunisasi. BABIV BABIV PELAKSANAAN PEMBERIAN IMUNISASI
  • 86. 64 Bahan Ajar IMUNISASI A.Penyuluhan Sebelum dan Sesudah Pelayanan Imunisasi Penyuluhan menjadi sangat penting untuk menurunkan, bahkan memberantas kematian, khususnya pada bayi akibat tetanus, campak, TBC, dipteri, dan hepatitis. Kesadaran orang dewasa, khususnya orangtua bayi terlebih lagi ibu dari bayi, untuk membawa bayinya ke sarana pelayanan kesehatan terdekat, misalnya posyandu, untuk memperoleh imunisasi yang lengkap. Penyuluhan yang diberikan berupa manfaat imunisasi, efek samping dan cara penanggulangannya, serta kapan dan di mana pelayanan imunisasi berikutnya dapat diperoleh. Berbagai macam alat peraga untuk mendukung penyuluhan yang akan Anda berikan terhadap sasaran, yaitu ibu yang memiliki bayi, salah satunya poster. Poster bertujuan untuk memengaruhi seseorang atau kelompok agar tertarik pada objek atau materi yang diinformasikan atau juga untuk memengaruhi seseorang atau kelompok untuk mengambil suatu tindakan yang diharapkan. Poster dapat diletakkan di ruang tunggu Puskesmas, digunakan sebagai alat bantu peragaan saat melakukan ceramah atau penyuluhan, bahan diskusi kelompok, dan lainnya. Berikut ini langkah-langkah dalam memberikan penyuluhan. 1. Pemberian Imunisasi kepada Bayi/Anak a. Mengucapkan salam dan terima kasih kepada orangtua atas kedatangannya dan kesabarannya menunggu. b. Menjelaskan jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. c. Menjelaskan manfaat pemberian imunisasi. d. Menjelaskan efek samping setelah pemberian imunisasi dan apa yang harus dilakukan jika terjadi efek samping. e. Menjelaskan kapan ibu perlu membawa bayinya ke pusat kesehatan atau RS jika terjadi efek samping yang hebat. f. Menjelaskan secara lengkap jika bayi harus mendapatkan imunisasi lengkap secara berurutan.
  • 87. 65 Pelaksanaan pemberian imunisasi g. MenuliskantanggaluntukpemberianimunisasiberikutnyapadabukuKIAdan memberitahukan kepada orangtua kapan harus kembali untuk mendapatkan imunisasi berikutnya. h. Menjelaskan kepada orangtua tentang alternatif tanggal dan waktu jika tidak bisa datang pada tanggal yang sudah dituliskan. 2. Pemberian Imunisasi kepada WUS a. Memberitahukan kepada sasaran WUS tentang berapa kali, kapan, dan di mana mereka harus kembali untuk mendapatkan imunisasi TT. b. Mengingatkan agar selalu membawa kartu imunisasi TT setiap kali datang ke tempat pelayanan imunisasi. B. Melakukan Skrining dan Pengisian Register 1. Pemeriksaan Sasaran Setiap sasaran yang datang ke tempat pelayanan imunisasi, sebaiknya diperiksa sebelum diberikan pelayanan imunisasi. Tentukan usia dan status imunisasi terdahulu sebelum diputuskan vaksin mana yang akan diberikan, dengan langkah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi usia bayi; b. Mengidentifikasi vaksin-vaksin mana yang telah diterima oleh bayi; c. Menentukan jenis vaksin yang harus diberikan; d. Imunisasi untuk bayi sakit atau mempunyai riwayat kejang demam sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter spesialis anak; e. Kontraindikasi terhadap imunisasi. Tabel 4.1 Kontraindikasi dan Bukan Merupakan kontraindikasi Kontraindikasi Bukan Merupakan Kontraindikasi Anafilaksis atau reaksi hipersensitivitas yang hebat. Alergi atau asma (kecuali jika ada alergi terhadap komponen khusus dari vaksin). Reaksi berlebihan seperti suhu tinggi di atas 38,5o C dengan kejang. Sakit ringan seperti infeksi saluran pernafasan atau diare dengan suhu di bawah 38,5o C.
  • 88. 66 Bahan Ajar IMUNISASI Kontraindikasi Bukan Merupakan Kontraindikasi Penurunan kesadaran, shock atau reaksi anafilaktik lainnya, selain imunisasi DPT/HB1, DPT/HB/Hib1. Dugaan infeksi HIV atau positif terinfeksi HIV dengan tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS. Dalam keadaan kejang demam dan panas merupakan kontraindikasi sementara pemberian sampai anak sembuh. Sakit kronis, seperti penyakit jantung kronis, paru-paru, ginjal atau lever, kondisi saraf labil seperti kelumpuhan otak, Down’s syndrome, prematur atau BBLR, kurang gizi, dan riwayat sakit kuning. 2. Skrining Tabel 4.2 Skrining Imunisasi Bagaimana Keadaan Anda dan Anak Anda Hari Ini? Tujuannya untuk Menjaring Penyakit yang Sedang Diderita Apakah anak Anda alergi terhadap makanan atau obat tertentu? Alergi yang serius terhadap vaksin merupakan kontraindikasi untuk imunisasi. Apakah ada masalah pada anak Anda setelah pemberian imunisasi yang lalu? Pertanyaan ini untuk membuktikan ada tidaknya reaksi setelah pemberian imunisasi yang lalu, dan untuk mengetahui kondisi setelah suntikan pertusis untuk pemberian lanjutan, misalnya demam tinggi atau episode Hypotonic Hyporesponsive. Apabila terdapat reaksi tidak diberikan lagi imunisasi tersebut. Apakah anak mempunyai riwayat penyakit keganasan atau mendapat pengobatan steroid dalam waktu lama? Pertanyaan ini untuk menemukan anak-anak dengan immunodefisiensi yang umumnya tidak boleh menerima vaksin hidup, terutama OPV. Apakah ada orang-orang di rumah Anda yang bermasalah dengan sistem kekebalan? OPV tidak boleh diberikan kepada anak sehat apabila tinggal serumah dengan orang-orang dengan imunodefisiensi. Apakah anak Anda pernah menerima produk darah dalam tahun terakhir, seperti transfusi darah atau gammaglobulin? Pertanyaan ini mengidentifikasi precaution untuk pemberian vaksin yang hidup, seperti MMR atau vaksin varicella, yang tidak harus diberikan kepada orang yang telah menerima antibodi pasif dalam 3 bulan terakhir. Pertanyaan ini juga untuk menemukan penyakit yang diderita sebelumnya. Apakah Anda hamil atau berencana hamil? Pertanyaan ini harus ditanyakan kepada semua wanita dewasa. MMR/campak dan vaksin varicella, yang tidak harus diberikan kepada wanita hamil atau 3 bulan sebelum kehamilan. 3. Pemeriksaan Sasaran WUS Ketentuan WUS untuk menerima imunisasi TT: a. Jika sasaran memiliki kartu TT, berikan imunisasi lanjutan berdasarkan status yang tercantum, sesuai dengan jadwal pemberian.
  • 89. 67 Pelaksanaan pemberian imunisasi b. Jika sasaran tidak memiliki kartu TT, lakukan skrining untuk menentukan statusnya. Kemudian, berikanlah imunisasi sesuai ketentuan. 4. Pengisian Buku Register Dokumentasi setiap kegiatan sangatlah penting. Dalam pelayanan imunisasi, instrumen yang digunakan untuk dokumentasi adalah buku register. Buku tersebut akan membantu Anda dalam pelaksanaan imunisasi dan untuk memonitor pelayananimunisasiyangdiberikankepadasasaran.BerikutinidapatAndapelajari tentang bagan prosedur skrining penjaringan sasaran. Sasaran datang di klinik/tempat pelayanan Sehat Status Imunisasi Indikasi Kontra Belum Positif Negatif Motivasi Imunisasi Belum Lengkap Tidak di- Imunisasi Lengkap Sakit Status Imunisasi Indikasi Kontra Belum Positif Negatif Motivasi Imunisasi Belum Lengkap Motivasi untuk datang pada periode berikutnya Lengkap Gambar 4.1 Bagan Prosedur Skrining Penjaringan Sasaran
  • 90. 68 Bahan Ajar IMUNISASI C. Konseling Konseling adalah proses pemberian bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan masalah melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, kebutuhan dan perasaan klien. Klien mempunyai hak untuk menerima dan menolak pelayanan imunisasi. Petugas klinik berkewajiban untuk membantu klien dalam membuat keputusan secara arif dan benar. Semua informasi harus diberikan dengan menggunakan bahasa dan istilah yang mudah dimengerti oleh klien. Lingkup Konseling: 1. Konseling membantu klien agar dapat membuat keputusan tentang imunisasi yang akan diterima. 2. Konseling mencakup komunikasi dua arah di antara klien dan konselor. 3. Dalam konseling memberikan informasi yang objektif, pemahaman isi informasi dapat diimplementasikan oleh klien. 4. Empat pesan penting yang perlu disampaikan kepada orangtua, yaitu: a. Manfaat dari vaksin yang diberikan (contoh BCG untuk mencegah TBC). b. Tanggalimunisasidanpentingnyabuku KIA disimpan secara aman dan dibawa pada saat kunjungan berikutnya. c. Efek samping ringan yang dapat dialami dan cara mengatasinya, serta tidak perlu khawatir. d. Lima imunisasi dasar lengkap untuk melindungi si buah hati sebelum usia 1 tahun.
  • 91. 69 Pelaksanaan pemberian imunisasi D.PemberianImunisasidenganMenggunakan VaksinyangTepatdanAman 1. Vaccine Carrier Vaccine carrier diletakkan di meja yang tidak terkena sinar matahari secara langsung. 2. Sebelum Pelaksanaan Imunisasi: a. Memeriksa label vaksin dan pelarut; b. Memeriksa tanggal kadaluwarsa; c. Memeriksa VVM; d. Jangan gunakan jika vaksin tanpa label, kadaluwarsa, dan dengan status VVM telah C atau D. 3. Penyuntikan yang Aman Alat suntik yang bisa digunakan untuk menyuntikkan vaksin adalah sebagai berikut. a. Menggunakan Alat Suntik Auto-Disable (AD) Alat suntik auto-disable adalah alat suntik yang setelah satu kali digunakan secara otomatis menjadi rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Tabel 4.3 Langkah-Langkah Umum Penggunaan ADS No. Kegiatan Gambar 1. Keluarkan syringe dari bungkus plastik (lepaskan dan buka ujung piston syringe dari paket) atau lepaskan tutup plastiknya. 2. Pasang jarum pada syringe jika belum terpasang.
  • 92. 70 Bahan Ajar IMUNISASI 3. Lepaskan tutup jarum tanpa menyentuh jarum. 4. Masukkan jarum ke dalam botol vaksin dan arahkan ujung jarum ke bagian paling rendah dari dasar botol (di bawah permukaan vaksin). 5. Tarik piston untuk mengisi syringe. Piston secara otomatis akan berhenti setelah melewati tanda 0,05 ml/0,50 ml dan Anda akan mendengar bunyi “klik”. 6. Tekan/dorong piston hingga isi syringe sesuai dosis 0,05 ml/0,5 ml. Lepaskan jarum dari botol. Untuk menghilangkan gelembung udara, pegang syringe tegak lurus dan buka penyumbatnya. Kemudian tekan dengan hati- hati ke tanda tutup. 7. Tentukan tempat suntikan. 8. Dorong piston ke depan dan suntikkan vaksin. Setelah suntikan, piston secara otomatis akan mengunci dan syringe tidak bisa digunakan lagi. Jangan lagi menutup jarum setelah digunakan.
  • 93. 71 Pelaksanaan pemberian imunisasi 9. Buang jarum dan syringe langsung ke dalam safety box. b. Cara Penggunaan Alat Suntik Prefilled Injection Device (PID) Alat suntik prefilled injection device adalah jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali pakai dan telah berisi vaksin dosis tunggal dari pabriknya. Alat suntik ini digunakan terutama untuk hepatitis B pada bayi baru lahir. Sumber: Depkes RI. 2009 Gambar 4.2 Cara Penggunaan PID
  • 94. 72 Bahan Ajar IMUNISASI Keuntungan syringe PID: 1) Alat ini mencegah vaksin dari kontaminasi; 2) Alat ini memastikan dosis yang tepat; 3) Alat ini memberikan vaksin dan syringe bersama-sama dalam set yang sama; 4) Syringe dan vaksin merupakan satu kemasan; 5) Alat ini berisi sedikit plastik ketimbang syringe sehingga sampah bisa dikurangi; 6) Alat suntik satu dosis mengurangi vaksin terbuang yang terjadi ketika menggunakan botol multi-dosis. c. Syringe Sekali Buang (Disposable) Syringe yang hanya bisa dipakai sekali dan dibuang (disposable single-use) tidak direkomendasikan untuk suntikan dalam imunisasi karena risiko penggunaan kembali syringe disposable menyebabkan risiko infeksi yang tinggi. 4. Melarutkan Vaksin dengan Pelarut Andadapatbelajartentangcaramelarutkanvaksindenganmengacupadalangkah- langkah berikut ini. Tabel 4.4 Cara Melarutkan Vaksin No. Langkah-langkah Gambar 1. Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir, keringkan. 2. Gunakan sarung tangan.
  • 95. 73 Pelaksanaan pemberian imunisasi 3. Amati VVM dan masa kadaluwarsa yang tertera pada vial vaksin. 4. Goyang vial atau ampul vaksin, pastikan semua bubuk berada pada dasar vial. 5. Buka vial atau ampul vaksin, amati pelarut, dan pastikan tidak retak. 6. Baca label pada botol pelarut, pastikan berasal dari pabrik yang sama dengan vaksin dan tidak kadaluwarsa. 7. Buka ampul kaca: • Hisap pelarut ke dalam semprit pencampur. Gunakan ADS yang baru untuk mencampur vaksin dengan pelarut. • Masukkan pelarut ke dalam vial atau ampul vaksin. Lalu, dikocok pelan-pelan sehingga campuran menjadi homogen. 8. Masukkan alat suntik dan jarum pencampur ke dalam safety box setelah digunakan.
  • 96. 74 Bahan Ajar IMUNISASI 9. Membersihkan sarung tangan di larutan klorin dan lepaskan secara terbalik. 10. Catat jam saat dilakukan pencampuran, untuk memastikan vaksin masih aman digunakan. 11. Selama pelayanan, vaksin yang telah dilarutkan disimpan di atas bantalan busa yang terdapat pada vaccine carrier. CATATAN: 1. Pelarut tidak boleh saling bertukar. 2. Gunakan pelarut dari pabrik yang sama dengan vaksin. 3. Pelarut harus sama suhunya sebelum dicampur dengan vaksin. Karena itu, pelarut harus dimasukkan ke dalam lemari es minimal 12 jam sebelum digunakan, agar suhunya seimbang. 4. Jangan mencampur vaksin dengan pelarut sebelum sasaran datang. 5. Anda harus membuang vaksin yang telah dicampur dengan pelarut setelah 3 jam (untuk vaksin BCG) atau setelah 6 jam (untuk vaksin campak) atau pada akhir pelayanan imunisasi. 6. Sewaktu pelayanan imunisasi, menyimpan vaksin yang telah dicampur dengan pelarut ataupun vaksin yang sudah dibuka diletakkan di atas bantalan busa yang ada di dalam vaccine carrier. 5. Uji Kocok (Shake Test) PembekuanmerusakpotensivaksindariDT,TT,HepatitisB,danDPT/HB.Apabila dicurigai bahwa vaksin pernah beku, perlu dilakukan uji kocok (shake test) untuk menentukan apakah vaksin tersebut layak dipakai atau tidak. Anda dapat melakukan uji kocok dengan langkah-langkah berikut ini: • Periksa freeze-tag atau pantau suhu lemaries untuk melihat tanda-tanda bahwa suhu lemari es tersebut pernah turun di bawah titik beku.
  • 97. 75 Pelaksanaan pemberian imunisasi • Freeze-tag: apakah tanda √ telah berubah jadi tanda X. • Saat dilihat, termometer suhu turun hingga di bawah titik beku. Apabila salah satu atau keduanya jawaban YA Lakukan uji kocok (shake test) a. Ambil satu contoh dari tiap jenis vaksin yang dicurigai pernah beku. Beri label “Tersangka Beku”. b. Sengaja bekukan 1 vaksin yang sama dengan tersangka beku hingga beku padat seluruhnya dan diberi label “Dibekukan”. c. Biarkan contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka Beku” sampai mencair seluruhnya. d. Kocok contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka Beku” secara bersamaan. e. Amati contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka Beku” bersebelahan untuk membandingkan waktu pengendapan (umumnya 5–30 menit).
  • 98. 76 Bahan Ajar IMUNISASI f. Apabila terjadi hal berikut: • Pengendapan vaksin “Tersangka Beku” lebih lambat dari contoh “Dibekukan” vaksin dapat digunakan. • Pengendapan Vaksin “Tersangka Beku” sama atau lebih cepat dari pada contoh “Dibekukan” jangan digunakan, vaksin sudah rusak. • Anda harus melakukan uji kocok untuk tiap vaksin yang berbeda batch dan jenis vaksinnya dengan kontrol “Dibekukan” yang sesuai. 6. Cara Meningkatkan Keamanan Suntikan a. Melakukan Bundling yaitu tersedianya suatu kondisi di mana • Vaksin dengan mutu terjamin dan pelarut yang sesuai; • Alat suntik Auto-Disable Syringe (ADS); • Kotak pengaman limbah alat suntik. Bundling tidak berarti sebagai sesuatu yang dikemas secara bersamaan, tidak harus berasal dari satu pabrik, namun ketiganya harus tersedia saat diperlukan. b. Menyiapkan lokasi suntikan dengan tepat dan bersih. Vaksin disiapkan hanya apabila sasaran ada. Segera siapkan vaksin waktu akan memberikan suntikan. Jangan mempersiapkan beberapa alat suntik vaksin terlebih dahulu sebelum sasaran siap. c. Jangan membiarkan jarum terpasang di bagian paling atas tutup botol vaksin. d. Ikuti petunjuk khusus tentang penggunaan, penyimpanan, dan penanganan vaksin. e. Ikuti prosedur yang aman untuk mencampur vaksin. 1) Pastikan Anda memiliki pelarut yang tepat untuk setiap vaksin beku kering- Gambar 4.3 Jarum yang terpasang ditutup botol
  • 99. 77 Pelaksanaan pemberian imunisasi pelarut dan vaksin harus dari produsen yang sama. Periksa apakah pelarut dan vaksin diproduksi oleh pabrik yang sama. 2) Saat mencampur vaksin dengan pelarut, baik vaksin kering maupun pelarut harus berada pada suhu yang sama (antara 20 dan 80 C). 3) Hanya menggunakan satu alat suntik dan jarum untuk mencampur vaksin. Setelah dipakai, masukkan alat suntik ke dalam kotak pembuangan. 4) Semua vaksin yang telah dicampur dengan pelarut harus dibuang pada akhir pelayanan atau setelah batas waktu maksimum pemakaian, mana saja yang lebih dulu. f. Gunakan alat suntik dan jarum baru untuk setiap anak. 1) Gunakan alat suntik dan jarum ADS yang baru dan berkualitas. 2) Periksa pembungkus dengan hati-hati. Buang jarum atau alat suntik jika terjadi kebocoran, sobek, atau kerusakan pada pembungkus dan kadaluwarsa. 3) Jangan sentuh bagian apa pun dari jarum. Buang jarum yang telah tersentuh oleh permukaan yang tidak steril. g. Posisi anak harus benar, sesuai umur, lokasi penyuntikan. Antisipasi jika terjadi gerakan mendadak selama dan setelah penyuntikan. Gambar 4.4 Mengatur posisi anak
  • 100. 78 Bahan Ajar IMUNISASI 7. Prosedur Pemberian Imunisasi a. Teknik Pemberian Vaksin BCG Tabel 4.5 Langkah-langkah Pemberian Vaksin BCG No . Langkah-langkah Gambar 1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis: - Spuit dispossible 5 cc - Alat suntik ADS - Vaksin BCG dan pelarutnya dalam termos es - Kapas DTT dalam tempatnya - Bengkok - Safety Box - Buku KIA - Larutan klorin dalam tempatnya - Tempat sampah 2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada ibu bayi mengenai prosedur yang akan dilakukan. 3. Mencuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir. 4. Menggunakan sarung tangan.
  • 101. 79 Pelaksanaan pemberian imunisasi 5. Membuka tutup metal pada vaksin dengan menggunakan pengait jika vaksin berbentuk vial. 6. Menghisap pelarut dengan menggunakan spuit 5 cc. Pastikan seluruhnya terisap. 7. Memasukkan pelarut ke dalam vial vaksin BCG lalu dikocok sehingga campuran menjadi homogen. 8. Memasukkan spuit yang digunakan untuk melarutkan vaksin ke dalam safety box. 9. Mengambil spuit baru kemudian menghisap vaksin dari vial sebanyak 0,05 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak.
  • 102. 80 Bahan Ajar IMUNISASI 10. Mengatur posisi bayi miring di atas pangkuan ibu dan lepas baju bayi dari lengan dan bahu. Ibu memegang bayi dekat dengan tubuhnya, menyangga kepala bayi dan memegang lengan dekat dengan tubuh. 11. Membersihkan area penyuntikan dengan kapas DTT. 12. Memegang lengan bayi dengan tangan kiri dan tangan kanan memegang syringe dengan lubang jarum menghadap ke depan. 13. Memegang lengan sehingga permukaan kulit mendatar dengan menggunakan ibu jari kiri dan jari telunjuk, letakkan syringe dan jarum dengan posisi hampir datar dengan kulit bayi. 14. Memasukkan ujung jarum di bawah permukaan kulit, cukup masukkan bevel (lubang di ujung jarum). Untuk memegang jarum dengan posisi yang tepat, letakkan ibu jari kiri Anda pada ujung bawah alat suntik dekat jarum, tetapi jangan menyentuh jarum.
  • 103. 81 Pelaksanaan pemberian imunisasi 15. Memegang ujung penyedot antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan Anda. Tekan penyedot dengan ibu jari tangan Anda. Menyuntikan 0,05 ml vaksin dan memastikan semua vaksin sudah masuk ke dalam kulit. Lihat apakah muncul gelembung. 16. Mencabut jarum suntik apabila vaksin sudah habis. 17. Bereskan semua peralatan yang sudah digunakan. 18. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan lepaskan secara terbalik, masukan dalam ember berisi larutan klorin. 19. Mencuci tangan setelah melakukan tindakan. 20. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi tersebut.
  • 104. 82 Bahan Ajar IMUNISASI 21. Dokumentasikan dan beritahukan hasil pada ibu bayi dan kunjungan ulang. b. Teknik Pemberian Imunisasi Polio Tabel 4.6 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi Polio No . Langkah-langkah Ilustrasi 1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis: - Vaksin Polio dalam termos es - Pipet (dropper) - Bengkok - Buku KIA - Tempat sampah 2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada ibu bayi mengenai prosedur yang akan dilakukan. 3 Mencuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir. 4 Membuka tutup metal pada vaksin dengan menggunakan pengait dan memasang dropper.
  • 105. 83 Pelaksanaan pemberian imunisasi 5 Mengatur posisi ibu dalam menggendong bayi dengan meminta ibu untuk memegang bayi dengan kepala disangga dan ditengadahkan ke belakang. 6 Membuka mulut bayi secara berhati-hati dengan ibu jari pada dagu (untuk bayi kecil) atau menekan pipi bayi dengan jari-jari Anda. 7 Meneteskan 2 tetes vaksin dari alat tetes ke dalam lidah jangan sampai alat tetes (dropper) menyentuh bayi. 8 Bereskan semua peralatan yang sudah digunakan. 9 Mencuci tangan setelah melakukan tindakan. 10 Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi tersebut.
  • 106. 84 Bahan Ajar IMUNISASI 11. Dokumentasikan dan beritahukan hasil kepada ibu bayi dan kunjungan ulang. Tugas Setelah Anda mempelajari cara mencampur vaksin dan pemberian imunisasi BCG dan polio, sekarang tibalah saatnya Anda untuk mencoba praktikum secara mandiri. c. Teknik Pemberian Imunisasi Hb0 Tabel 4.7 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi HbO No. Langkah-langkah Ilustrasi 1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis: - Uniject - Bengkok - Bak instrumen - Sarung tangan - Safety Box - Kapas DTT - Buku KIA - Tempat sampah - Larutan klorin dalam tempatnya 2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada ibu bayi mengenai prosedur yang akan dilakukan.
  • 107. 85 Pelaksanaan pemberian imunisasi 3. Mencuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir. 4. Menggunakan sarung tangan. 5. Mengatur posisi bayi. Bayi dapat dibaringkan di atas kasur, atau didudukkan di pangkuan ibunya, kemudian lengan kanan bayi dilipat di ketiak ibu, tangan kiri ibu menopang kepala bayi, tangan kanan ibu memegang erat tangan kiri bayi bersamaan dengan kaki kanan bayi. 6. Membuka kotak wadah Uniject dan periksa: - Label jenis vaksin untuk memastikan bahwa Uniject tersebut memang benar berisi vaksin hepatitis B. - Tanggal kadaluwarsa. - Warna pada tanda pemantau paparan panas yang tertera atau menempel pada pembungkus Uniject. 7. Membuka kantong aluminium/plastik uniject dari bagian ujung atau sudut, kemudian keluarkan Uniject. 8. Pegang Uniject pada bagian leher dan bagian tutup jarum, bersamaan dengan itu aktifkan uniject dengan cara mendorong tutup jarum ke arah leher dengan tekanan dan gerakan cepat.
  • 108. 86 Bahan Ajar IMUNISASI 9. Pastikan uniject telah aktif dan siap digunakan. Buka tutup jarum dan buang ke dalam tempat yang telah disediakan (safety box). Setelah jarum dibuka, usahakan tidak menyentuh benda lain, untuk menjaga kesterilannya. 10. Ambil kapas DTT, lakukan pembersihan pada lokasi penyuntikan. 11. Tetap pegang Uniject pada bagian leher dan tusukkan jarum pada pertengahan paha secara Intra-Muskuler. Tidak perlu diaspirasi. 12. Pijit reservoir dengan kuat untuk menyuntikkan vaksin Hepatitis B. Saat menyuntikkan vaksin pastikan seluruh isi vaksin tidak ada yang tersisa di dalam reservoir. 13. Buang Uniject yang telah dipakai tersebut ke dalam wadah alat suntik bekas yang telah tersedia (safety box). Jangan memasang kembali tutup jarum.
  • 109. 87 Pelaksanaan pemberian imunisasi 14. Bereskan semua peralatan yang sudah digunakan. 15. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan lepaskan secara terbalik, masukkan dalam ember berisi larutan klorin. 16. Cuci tangan setelah melakukan tindakan. 17. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi tersebut. 18. Dokumentasikan dan beritahukan hasil kepada ibu bayi dan kunjungan ulang.
  • 110. 88 Bahan Ajar IMUNISASI d. Teknik Pemberian Imunisasi Campak Tabel 4.8 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi Campak No. Langkah-langkah Ilustrasi 1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis: - Handschoon bersih 1 pasang (untuk melindungi petugas) - Vaksin campak dan pelarutnya - Kapas DTT - Bak Instrumen - Gergaji ampul - Spuit 5 cc - Auto Disable Syringe (ADS) - Bengkok - Safety Box - Tempat sampah 2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada ibu bayi mengenai prosedur yang akan dilakukan. 3. Mencuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir. 4. Menggunakan sarung tangan.
  • 111. 89 Pelaksanaan pemberian imunisasi 5. Membuka tutup metal pada vaksin dengan menggunakan pengait. 6. Mengisap pelarut dengan menggunakan spuit 5 cc. Pastikan seluruhnya terisap. 7. Memasukkan pelarut ke dalam vial vaksin campak, kocok hingga campuran menjadi homogen. 8. Masukkan semprit dan jarum pencampur ke dalam safety box setelah digunakan.
  • 112. 90 Bahan Ajar IMUNISASI 9. Mengisap vaksin dari vial dengan menggunakan spuit sebanyak 0,5 ml. 10. Mengatur posisi bayi: - Bayi dipangku ibunya di sisi sebelah kiri. - Tangan kanan bayi melingkar ke badan ibu. - Tangan kiri ibu merangkul bayi, menyangga kepala, bahu, dan memegang sisi luar tangan kiri bayi. - Tangan kanan ibu memegang kaki bayi dengan kuat. 11. Menyiapkan bagian yang akan diinjeksi musculus deltoideus (1/3 bagian lateral lengan kiri atas). 12. Membersihkan daerah yang akan diinjeksi dengan kapas DTT dari tengah ke luar, secara melingkar sekitar 5 cm. Tunggu hingga kering.
  • 113. 91 Pelaksanaan pemberian imunisasi 13. Mengangkat kulit daerah suntikan dengan ibu jari dan telunjuk. 14. Menusukkan jarum ke dalam kulit dengan sudut 45° (injeksi subkutan dalam). 15. Melakukan aspirasi kemudian mendorong pangkal piston dengan ibu jari tangan kanan dan memasukkan vaksin secara perlahan. 16. Menarik jarum suntik dengan cepat setelah semua vaksin masuk. 17. Menekan daerah suntikan dengan kapas DTT. 18. Merapikan alat-alat dan membuang spuit ke dalam safety box.
  • 114. 92 Bahan Ajar IMUNISASI 19. Mengevaluasi keadaan tubuh bayi dan merapikan pakaian bayi. 20. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan lepaskan secara terbalik, masukkan dalam ember berisi larutan klorin. 21. Memberikan penjelasan kepada orangtua sehubungan dengan hasil imunisasi, efek samping, dan obat penurun panas untuk mengantisipasi efek samping berupa panas, serta kapan jadwal imunisasi selanjutnya. 22. Mendokumentasikan (waktu, nama, vaksin, dosis, rute pemberian, dan reaksi pasien). Tugas Setelah belajar tentang pemberian imunisasi Hb0 dan campak, cobalah Anda berlatih secara mandiri di laboratorium.
  • 115. 93 Pelaksanaan pemberian imunisasi e. Teknik Pemberian Imunisasi DTP-HB-Hib Tabel 4.9 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi DTP-Hb-Hib No . Langkah-langkah Ilustrasi Gambar 1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis: - Handschoon bersih 1 pasang (untuk melindungi petugas) - Vaksin DTP-HB-Hib - Kapas DTT - Bak Instrumen - Gergaji ampul - Auto Disable Syringe (ADS) - Bengkok - Safety Box - Tempat sampah - Larutan klorin dalam tempatnya 2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada ibu bayi mengenai prosedur yang akan dilakukan. 3. Mencuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir. 4. Menggunakan sarung tangan.
  • 116. 94 Bahan Ajar IMUNISASI 5. Membuka tutup metal pada vaksin dengan menggunakan pengait. 6. Mengisap vaksin dari vial dengan menggunakan spuit sebanyak 0,5 ml. 7. Meminta ibu untuk menggendong bayi di atas pangkuan ibu dengan posisi menghadap ke depan, seluruh kaki telanjang. Ibu sebaiknya memegang kaki bayi. 8. Bersihkan kulit dengan kapas DTT, tunggu hingga kering. 9. Menentukan lokasi penyuntikan, yaitu di paha anterolateral, pegang paha bayi dengan ibu jari dan jari telunjuk, suntikkan jarum dengan sudut 90° (intra-muskulair). Suntikkan pelan-pelan untuk mengurangi rasa sakit.
  • 117. 95 Pelaksanaan pemberian imunisasi 10. Cabut jarum dengan cepat dan tekan bekas suntikan dengan kapas kering, jangan melakukan pemijatan pada daerah bekas suntikan. 11. Masukkan alat suntik ke dalam safety box tanpa ditutup kembali (no recapping). 12. Bereskan semua peralatan yang sudah digunakan. 13. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan lepaskan secara terbalik, masukkan ke dalam ember berisi larutan klorin. 14. Mencuci tangan setelah melakukan tindakan.
  • 118. 96 Bahan Ajar IMUNISASI 15. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi tersebut. 16. Dokumentasikan dan beritahukan hasil kepada ibu bayi dan kunjungan ulang. f. Teknik Pemberian Imunisasi DT Tabel 4.10 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi DT No. Langkah-langkah 1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis: - Vaksin DT dalam termos es - Spuit ADS - Kapas DTT - Bak instrumen - Perlak dan alasnya - Bengkok - Sarung tangan - Safety box - Buku pengobatan dan instruksi pengobatan - Alat tulis - Perlengkapan cuci tangan 2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada ibu bayi mengenai prosedur yang akan dilakukan. 3. Mencuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir. 4. Menggunakan sarung tangan. 5. Membuka tutup metal pada vaksin dengan menggunakan pengait. 6. Mengisap vaksin dari vial dengan menggunakan spuit sebanyak 0,5 ml. 7. Mengatur pasien dan membuka pakaian pada daerah yang akan disuntik. Atur posisi anak.
  • 119. 97 Pelaksanaan pemberian imunisasi 8. Menentukan daerah suntikan di daerah sepertiga bagian atas paha kanan bagian luar. 9. Membersihkan permukaan kulit yang akan disuntik dengan kapas DTT dari tengah ke luar secara sirkular sekitar 5 cm. 10. Tunggu hingga daerah suntikan kering, kemudian lepaskan penutup spuit, suntikkan jarum dengan perlahan-lahan secara intramuscular dengan sudut 90º. 11. Masukkan vaksin secara perlahan-lahan. 12. Menarik jarum suntik setelah vaksin masuk, sambil menekan daerah suntikan dengan kapas DTT. 13. Merapikan alat-alat. 14. Merapikan pasien sambil melakukan observasi reaksi setelah penyuntikan. 15. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan lepaskan secara terbalik, masukkan dalam ember berisi larutan klorin. 16. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi tersebut. 17. Mendokumentasikan kegiatan (waktu, jenis vaksin, dosis, cara pemberian, dan reaksi pasien). g. Teknik Pemberian Imunisasi Td Tabel 4.11 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi Td No. Langkah-langkah 1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis: - Vaksin Td dalam termos es - Spuit ADS - Kapas DTT - Bak instrumen - Perlak dan alasnya - Bengkok - Sarung tangan - Safety box - Alat tulis - Larutan klorin dalam tempatnya 2. Memperkenalkan diri dan memberitahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan. 3. Mencuci tangan di bawah air mengalir dan dikeringkan. 4. Memakai sarung tangan. 5. Mengambil vaksin dari vial dengan cara yang benar sebanyak 0,5 ml. 6. Mengatur pasien dan membuka pakaian pada daerah yang akan disuntik. Atur posisi anak, diberikan kepada anak usia 8 tahun atau lebih. 7. Menentukan daerah suntikan di daerah sepertiga bagian atas paha kanan bagian luar.
  • 120. 98 Bahan Ajar IMUNISASI 8. Membersihkan permukaan kulit yang akan disuntik dengan kapas DTT dari tengah ke luar secara sirkular sekitar 5 cm. 9. Tunggu hingga daerah suntikan kering kering, kemudian lepaskan penutup spuit, suntikkan jarum dengan perlahan-lahan secara intramuscular dengan sudut 90º. 10. Masukkan vaksin secara perlahan-lahan. 11. Menarik jarum suntik setelah vaksin masuk, sambil menekan daerah suntikan dengan kapas DTT. 12. Merapikan alat-alat. 13. Merapikan pasien, sambil melihat reaksi setelah penyuntikan. 14. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan lepaskan secara terbalik, masukkan dalam ember berisi larutan klorin. 15. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi tersebut. 16. Mendokumentasikan kegiatan (waktu, nama vaksin, dosis, rute pemberian, dan reaksi pasien). h. Teknik Pemberian Imunisasi TT Tabel 4.12 Langkah-langkah Pemberian Imunisasi TT No Langkah-langkah Ilustrasi 1. Menyiapkan alat-alat secara ergonomis: - Vaksin TT dalam termos es - Spuit ADS - Kapas DTT - Bak instrumen - Perlak dan alasnya - Bengkok - Sarung tangan - Safety box - Alat tulis - Larutan klorin dalam tempatnya 2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan kepada WUS mengenai prosedur yang akan dilakukan. 3. Mencuci tangan dengan air mengalir, kemudian dikeringkan.
  • 121. 99 Pelaksanaan pemberian imunisasi 4. Memakai sarung tangan. 5. Mengambil vaksin dari vial dengan cara yang benar sebanyak 0,5 ml. 6. Mengatur pasien dan membuka pakaian pada daerah yang akan disuntik. Menentukan daerah suntikan di daerah sepertiga bagian atas lengan kanan bagian luar atau bokong. 7. Membersihkan permukaan kulit yang akan disuntik dengan kapas DTT dari tengah ke luar secara sirkular sekitar 5 cm. 8. Tunggu hingga daerah suntikan kering kering, kemudian lepaskan penutup spuit, suntikkan jarum dengan perlahan-lahan secara intra- muscular (IM) dengan sudut 90º atau sub- cutan (SC).
  • 122. 100 Bahan Ajar IMUNISASI 9. Masukkan/suntikkan vaksin secara perlahan- lahan. 10. Menarik jarum suntik setelah vaksin masuk, sambil menekan daerah suntikan dengan kapas DTT. 11. Merapikan alat-alat. 12. Merapikan pasien. 13. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin dan lepaskan secara terbalik, masukkan dalam ember berisi larutan klorin. 14. Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi tersebut.
  • 123. 101 Pelaksanaan pemberian imunisasi 15. Mendokumentasikan kegiatan (waktu, nama obat, dosis, cara pemberian, dan reaksi pasien). Tugas Setelahbelajartentangpemberianimunisasitersebut,cobalahAndaberlatihsecara mandiri di laboratorium. 8. Kegiatan Akhir Pelayanan Imunisasi Setelah Anda mempelajari tentang langkah-langkah dalam pemberian imunisasi, maka langkah akhir dalam pelayanan imunisasi adalah sebagai berikut: a. Menangani Sisa Vaksin Padatempatpelayananstatis(yangmemilikilemariespenyimpananvaksin)vaksin yang sudah dibuka masih dapat digunakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Vaksin tidak melewati tanggal kadaluwarsa; 2) Tetap disimpan dalam suhu +20 C s.d. +80 C; 3) Kemasan vaksin tidak pernah tercampur/terendam dengan air; 4) VVM masih berada pada kondisi A atau B; 5) Pada label agar ditulis tanggal dan jam saat pertama kali dipakai/dibuka. Tabel 4.13 Pemakaian Vaksin yang Telah Dibuka No. Jenis Vaksin Masa Pakai 1 BCG 3 Jam 2 Campak 6 Jam/< 2 minggu 3 Polio 2 Minggu/sebelum ada perubahan warna 4 DPT/HB 4 Minggu 5 TT 4 Minggu 6 DT 4 Minggu 7 Td 4 Minggu Sumber: Depkes RI, 2009
  • 124. 102 Bahan Ajar IMUNISASI b. Membuang Alat-alat Suntik Bekas 1) Alat suntik bekas harus dibuang ke dalam kotak pengamanan(safety box) tanpa menutup kembali (no reccapping). 2) Kotak pengaman hanya boleh diisi 3/4 bagian. 3) Kotak pengaman harus ditutup dan disimpan di tempat yang aman sampai dimusnahkan. 4) Vial/ampul bekas serta sampah lainnya, sebaiknya dibuang di tempat yang terpisah. 5) Hasil imunisasi setiap bulan dilaporkan ke Puskesmas tempat UPS berada. c. Pada Tempat Pelayanan Lapangan 1) Membereskan Termos (Vaccine Carrier) a) Semua sisa vaksin yang sudah dipergunakan pada komponen lapangan, meliputiposyanduataupelayanandiluargedunglainnyaharusdimasukkan kembali ke dalam termos. b) Sisa vaksin yang belum dibuka diberi tanda khusus dan disimpan kembali ke dalam lemari es vaksin untuk digunakan pada jadwal pelayanan berikutnya. c) Masukkan botol kosong dan botol terbuka dari vaksin-vaksin yang telah dicampurdenganpelarutkedalamwadahterpisahuntukdibawaketempat pembuangan. 2) Meninggalkan Tempat Pelayanan Keluar dengan Keadaan Bersih dan Rapi a) Tidak meninggalkan sesuatu yang bisa menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat. b) Mengumpulkan kotak keselamatan yang berisi alat suntik auto-disable (AD) dan sampah-sampah lainnya, dan mengubur atau membakar benda- benda ini jika memungkinkan. Jika tidak mungkin, Anda sebaiknya mengembalikan kotak keselamatan dan sampah lainnya ke puskesmas. c) Tidak meninggalkan tempat botol kosong atau terbuka.
  • 125. 103 Pelaksanaan pemberian imunisasi d) Tidak meninggalkan semprit dan jarum di tempat pelayanan. e) Mengembalikan meja, kursi, dan perlengkapan lainnya ke pemilik. f) Menyampaikan rasa terima kasih kepada orang-orang setempat yang telah membantu mengadakan pelayanan dan mengingatkan mereka kapan Anda akan kembali lagi. 3) Mengembalikan Vaksin ke dalam Lemari Es a) Kembalikan vaksin-vaksin yang masih baik ke dalam lemari es dan masukkan ke dalam kotak “gunakan pertama” sehingga vaksin-vaksin tersebut akan digunakan terlebih dahulu selama pelayanan berikutnya. b) Masukkan kotak dingin cair dari termos ke dalam lemari es, dan periksa serta catat suhu lemari es. 4) Membersihkan Termos Membersihkan termos dengan kain basah dan memeriksa apakah terjadi keretakanpadaalatini.Memperbaikikeretakandenganplesterdanmembiarkan termos terbuka agar kering. 5) Pencatatan Hasil Imunisasi Setiap Bulan Dilaporkan ke Puskesmas Tempat UPS Berada Data yang terdapat pada kohort bayi dan ibu akan direkap oleh pengelola imunisasi puskesmas.
  • 126. 104 Bahan Ajar IMUNISASI RANGKUMAN 1. Memberikan informasi dengan penyuluhan tentang imunisasi sangat penting, karena memberikan informasi merupakan hak klien untuk mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan yang akan dilakukan. Untuk memperjelas informasi yang diberikan dapat menggunakan alat peraga misalnya poster. 2. Setiapsasaranyangdatangketempatpelayananimunisasi,sebaiknyadiperiksa sebelum diberikan pelayanan imunisasi. Tentukan usia dan status imunisasi terdahulu sebelum diputuskan vaksin mana yang akan diberikan. 3. Bidan berkewajiban untuk membantu klien dalam membuat keputusan secara arif dan benar. Semua informasi harus diberikan dengan menggunakan bahasa dan istilah yang mudah dimengerti oleh klien. Empat pesan penting yang perlu disampaikan kepada orangtua. 4. Prinsip dalam pemberian imunisasi adalah tepat sasaran, tepat dosis, tepat cara, dan tepat waktu. 5. Setelah pemberian imunisasi dilakukan pencatatan setiap bulan dilaporkan ke Puskesmas tempat UPS berada. EVALUASI Kasus 1 (soal nomor 1 s.d. nomor 3) Bayi perempuan berumur 14 hari sudah mendapat imunisasi BCG 2 hari yang lalu, Saat ini timbul bengkak dan merah (Scar) pada tempat penyuntikan. 1. Masalah yang terjadi pada bayi tersebut disebabkan oleh .... a. Alergi terhadap vaksin d. Reaksi normal imunisasi BCG b. Penyuntikan terlalu dalam e. Bayi tidak tahan dengan vaksin BCG c. Dosis vaksin terlalu banyak 2. Dosis imunisasi BCG yang diberikan untuk bayi tersebut adalah .… a. 0,1 ml d. 0,02 ml b. 0,5 ml e. 0,05 ml c. 0,01 ml
  • 127. 105 Pelaksanaan pemberian imunisasi 3. Tujuan pemberian imunisasi pada bayi tersebut adalah …. a. Mencegah penyakit infeksi saluran pernapasan b. Membuat kekebalan aktif terhadap penyakit TBC c. Memberi kekebalan aktif terhadap penyakit difteri d. Mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak e. Membuat kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus 4. Seorang ibu membawa bayinya usia 2 bulan ke Posyandu. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan data: bayi dalam keadaan sehat, BB 3 Kg, ada bekas suntikan vaksin dilengan kanan atas, saat ini ibu setuju bayinya dilakukan imunisasi. Suntikan vaksin apakah yang Anda berikan pada bayi usia 2 bulan? a. Hb Uniject d. Hb 2, Polio 3 b. BCG, Polio 1 e. Hb 3, polio 4 c. Hb 1, Polio 2 Kasus 2 (soal nomor 5 s.d. nomor 6) Seorang bayi perempuan berusia 14 hari dibawa ibunya ke puskesmas untuk mendapatkan pelayanan imunisasi. Bidan akan melakukan pemberian imunisasi BCG pada bayi tersebut. Bidan telah menyiapkan alat dan bahan/vaksin. 5. Bagaimana teknik injeksi pada paparan di atas? a. IC d. IV b. SC e. Tetesan c. IM 6. Berapa dosis vaksin yang akan diberikan kepada bayi tersebut di atas? a 1 cc d. 0,05 cc b 0,5 cc e. 0,01 cc c 0,1 cc
  • 128. 106 Bahan Ajar IMUNISASI Kasus 3 (untuk soal nomor 7 s.d. nomor 10) Bayi laki-laki usia 3 bulan, dibawa ke puskesmas untuk mendapatkan imunisasi. Bidan memberikan imunisasi DPT 1 dan polio 3. Setelah mendapat imunisasi, pada malam harinya bayi tersebut mengalami demam tinggi (suhu 38,5o C). 7. Demam tinggi yang terjadi pada bayi tersebut merupakan efek samping dari .... a. DPT d. BCG b. Polio e. Hepatitis c. Polio dan DPT 8. Teknik penyuntikan Imunisasi DPT pada bayi tersebut diberikan secara .... a. Tetesan peroral d. Injeksi intracutan b. Injeksi subcutan e. Injeksi intramuskuler c. Injeksi intravena c. Aktif alami 9. Seorang bidan sedang bertugas di puskesmas. Pada saat akan melakukan imunisasi HB uniject, ternyata dijumpai kondisi VVM pada vaksin tersebut dengan kondisi B. Apakah tindakan yang tepat pada situasi tersebut? a. Tidak menggunakan vaksin tersebut b. Mengganti vaksin dengan VVM kondisi A c. Tetap menggunakan vaksin apabila belum kadaluwarsa d. Pasien dipulangkan dengan alasan vaksinnya rusak e. Tetap menggunakan vaksin meskipun sudah kadaluwarsa
  • 129. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu 1. Menjelaskan mengenai pengertian KIPI. 2. Membedakan penyebab KIPI. 3. Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi KIPI. 4. Melakukan pemantauan KIPI. 5. Melakukan evaluasi kejadian KIPI. 6. Melakukan penanggulangan KIPI. BABV BABV KEJADIANIKUTAN PASCA-IMUNISASI (KIPI)
  • 130. 108 Bahan Ajar IMUNISASI Seiring dengan cakupan imunisasi yang tinggi maka penggunaan vaksin juga meningkat dan sebagai akibatnya reaksi simpang yang berhubungan dengan imunisasi juga meningkat. Reaksi simpang dikenal pula dengan istilah kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) atau adverse event following immunization (AEFI). Pada tahun 2012 diperoleh laporan sebanyak 190 kasus dari 19 provinsi (57,5%), yang terdiri dari 100 kasus KIPI serius dan 90 kasus KIPI non-serius. Dari data tersebut terlihat belum semua provinsi melaporkan. Diperkirakan kasus KIPI lebih besar dari laporan yang ada. (Kemenkes RI, 2013) Sejak tahun 2012 sudah dilaksanakan upaya penguatan surveilens KIPI di 2 provinsi, yaitu Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan total laporan KIPI sebesar 10.052 kasus. Surveilens KIPI tersebut sangat membantu program imunisasi, khususnya memperkuat keyakinan masyarakat akan pentingnya imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling efektif. (Kemenkes RI, 2013) A.Pengertian Tahukah Anda apa yang dimaksud dengan KIPI? KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, efek farmakologis, kesalahan prosedur, koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. (Akib, 2011; Kemenkes RI, 2013) KIPI serius merupakan kejadian medis setelah imunisasi yang tak diinginkan yang menyebabkan rawat inap atau perpanjangan rawat inap, kecacatan yang menetap atau signifikan dan kematian, serta menimbulkan keresahan di masyarakat. (Kemenkes, 2013) B.Penyebab KIPI Selama ini, persepsi awam dan juga kalangan petugas menganggap semua kelainan dan kejadian yang dihubungkan dengan imunisasi sebagai reaksi alergi terhadap vaksin. Akan tetapi, telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Comittee, Institute of Medicine (IOM) United State of America (USA), menyatakan bahwa sebagian besar
  • 131. 109 Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) KIPI terjadi secara kebetulan saja (koinsidensi). Kejadian yang memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan (programmatic errors). (Akib, 2011) Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KomNas-PP) KIPI mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 (dua) klasifikasi, yaitu klasifikasi lapangan(untukpetugasdilapangan)danklasifikasikausalitas(untuktelaah Komnas KIPI). (Kemenkes RI, 2013) 1. Klasifikasi Lapangan Sesuai dengan manfaat di lapangan maka Komnas PP-KIPI memakai kriteria World Health Organization (WHO) Western Pacific (1999) yang memilah KIPI dalam lima kelompok berikut. a. Kesalahan Prosedur (Program)/Teknik Pelaksanaan (Programmatic Error) Sebagian besar KIPI berhubungan dengan kesalahan prosedur yang meliputi kesalahan prosedur penyimpanan, pengeloalaan dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi. Misalnya, dosis antigen (terlalu banyak), lokasi dan cara penyuntikan, sterilisasi syringe dan jarum suntik, jarum bekas pakai, tindakan aseptik dan antiseptik, kontaminasi vaksin dan peralatan suntik, penyimpanan vaksin, pemakaian sisa vaksin, jenis dan jumlah pelarut vaksin, tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian, indikasi kontra, dan lain-lain). (Akib, 2011) b. Reaksi Suntikan Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik, baik langsung maupuntidaklangsungharusdicatatsebagaireaksiKIPI.Reaksisuntikanlangsung, meliputi rasa sakit, bengkak, dan kemerahan pada tempat suntikan. Adapun reaksi tidak langsung, meliputi rasa takut, pusing, mual, sampai sinkop. Reaksi ini tidak berhubungan dengan kandungan yang terdapat pada vaksin, yang sering terjadi pada vaksinasi massal.
  • 132. 110 Bahan Ajar IMUNISASI Pencegahan reaksi KIPI akibat reaksi suntikan bisa dilakukan dengan menerapkanteknikpenyuntikanyangbenar,membuatsuasanatempatpenyuntikan yang tenang dan mengatasi rasa takut pada anak. (Akib, 2011) c. Induksi Vaksin (Reaksi Vaksin) Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun demikian, dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan risiko kematian. Tabel 5.1 Reaksi Vaksin Reaksi lokal Rasa nyeri di tempat suntikan, bengkak-kemerahan di tempat suntikan (10%), bengkak pada daerah suntikan DPT dan tetanus (50%), BCG scar terjadi minimal setelah 2 minggu kemudian ulserasi dan sembuh setelah beberapa bulan. Reaksi sistemik Demam (10%), kecuali DPT (hampir 50%), iritabel, malaise, gejala sistemik. Pada MMR dan campak reaksi sistemik disebabkan infeksi virus vaksin. Terjadi demam dan atau ruam, konjungtivitis (5–15%), dan lebih ringan dibandingkan infeksi campak, tetapi berat pada kasus imunodefisiensi. Pada Mumps terjadi pembengkakan kelenjar parotis, rubela terjadi rasa nyeri sendi (15%) dan pembengkakan limfe. Pada Oral Polio Vaccine (OPV) diare (<1%), pusing, dan nyeri otot. Reaksi vaksin berat Kejang, trombositopenia, hypotonic hyporesponsive episode (HHE), persistent inconsolable srceaming bersifat self-imiting dan tidak merupakan masalah jangka panjang, anafilaksis, potensial menjadi fatal tetapi dapat di sembuhkan tanpa dampak jangka panjang. Enselofati akibat imunisasi campak atau DTP. Sumber: Akib, 2011 Pencegahan terhadap reaksi vaksin, di antaranya perhatikan indikasi kontra, tidak memberikan vaksin hidup kepada anak defisiensi imunitas, ajari orangtua menangani reaksi vaksin yang ringan dan anjurkan untuk segera kembali apabila ada reaksi yang mencemaskan (paracetamol dapat diberikan 4x sehari untuk mengurangi gejala demam dan rasa nyeri), kenali dan atasi reaksi anafilaksis, siapkan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas lengkap. (Akib, 2011)
  • 133. 111 Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) d. Faktor Kebetulan (Koinsiden) Salah satu indikator faktor kebetulan ini ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama pada saat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakteristik serupa, tetapi tidak mendapat imunisasi. e. Penyebab Tidak Diketahui Apabila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini. Biasanya, dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI. 2. Klasifikasi Kausalitas Vaccine Safety Committe (1994) membuat klasifikasi KIPI yang sedikit berbeda denganlaporanCommitteeInstituteofMedicine(1991)danmenjadidasarklasifikasi saat ini, yaitu tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated), bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak hubungan kausal (unlikely), bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (possible), bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal (probable), dan bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain). (Akib, 2011) Pada tahun 2009, WHO merekomendasikan klasifikasi kausalitas baru berdasarkan 2 aspek, yaitu waktu timbulnya gejala (onset time) dan penyebab lain yang dapat menerangkan terjadinya KIPI (alternative explanation: no, maybe, yes). Possible Klasifikasi Kausalitas Unlikely Probable Unrelated Very likely/certain Unclassifiable Gambar 5.1 Klasifikasi kausalitas KIPI
  • 134. 112 Bahan Ajar IMUNISASI C. Kelompok RisikoTinggi KIPI HalyangharusdiperhatikanuntukmengurangirisikotimbulnyaKIPIyaituapakah resipien termasuk dalam kelompok risiko. Kelompok risiko adalah anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu dan bayi berat lahir rendah. Jadwal imunisasi bayi pada bayi kurang bulan harus memperhatikan: titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dari pada bayi cukup bulan, apabila berat badan bayi kecil (<1.000 gram) imunisasi ditunda dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2.000 gram atau berumur 2 bulan; kecuali untuk imunisasi hepatitis B pada bayi dengan ibu yang HBs Ag positif. Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat tabel berikut. Tabel 5.2 Rekomendasi Imunisasi untuk pasien HIV anak Vaksin Rekomendasi Keterangan IPV Ya Pasien dan keluarga serumah DPT Ya Pasien dan keluarga serumah Hib Ya Pasien dan keluarga serumah Hepatitis B* Ya Sesuai dengan jadwal anak sehat Hepatitis A Ya Sesuai dengan jadwal anak sehat MMR** Ya Diberikan umur 12 bulan Influenza Ya Tiap tahun diulang Pneumokok Ya Secepat mungkin BCG*** Ya Dianjurkan untuk Indonesia Keterangan: * Dianjurkan dosis Hepatitis B dilipatgandakan dua kali ** Diberikan pada penderita HIV yang asimptomatik atau HIV dengan gejala ringan *** Tidak diberikan apabila HIV berat (Sumber: Kemenkes RI, 2013)
  • 135. 113 Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) D.Pemantauan KIPI PenemuankasusKIPImerupakankegiatanpenemuankasusKIPIataudidugakasus baik yang dilaporkan orangtua/pasien, masyarakat ataupun petugas kesehatan. PemantauanKIPImerupakansuatukegiatanyangterdiridaripenemuan, pelacakan, analisis kejadian, tindak lanjut, pelaporan dan evaluasi. (lihat diagram skema D) Tujuan utama pemantauan KIPI adalah untuk mendeteksi dini, merespons KIPI dengan cepat dan tepat, mengurangi dampak negatif imunisasi terhadap kesehatan individu dan terhadap imunisasi. Bagian terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan informasi KIPI secara lengkap agar dapat cepat dinilai dan dianalisis untuk mengidentifikasi dan merespons suatu masalah. Respons merupakan tindak lanjut yang penting dalam pemantauan KIPI. Tabel 5.3 Langkah-langkah pelacakan KIPI 1. Pastikan informasi pada laporan: dapatkan catatan medis pasien. 2. Lacak dan kumpulkan data tentang pasien, kejadian, vaksin, dan orang yang mendapat imunisasi dari vaksin yang sama dan menimbulkan penyakit atau yang mempunyai penyakit sama. 3. Nilai pelayanan dengan menanyakan tentang: penyimpanan vaksin, pelarut, pelarutanvaksin,penggunaandansterilisasidarisyringedanjarum,penjelasan tentang praktik imunisasi, supervisi, dan pelaksanaan imunisasi, serta jumlah imunisasi yang dilayani. Amati pelayanan: lemari pendingin, prosedur imunisasi, adakah vial-vial yang sudah terbuka tampak terkontaminasi. 4. Rumuskan suatu hipotesis kerja: kemungkinan besar/kemungkinan penyebab dari kejadian. 5. Uji hipotesis kerja: apakah distribusi kasus cocok dengan hipotesis kerja?, kadang-kadang diperlukan uji laboratorium. 6. Simpulkan pelacakan: buat kesimpulan penyebab kasus, lengkapi fomulir investigasi KIPI, lakukan tindakan koreksi, rekomendasikan tindak lanjut. Sumber: Kemenkes, 2013
  • 136. 114 Bahan Ajar IMUNISASI Menteri Kesehatan Komnas PP KIPI Ditjen PP & PL BB/BPOM c.q. Subdit imunisasi Produsen vaksin Komda PP KIPI Dinas Kesehatan Balai POM Provinsi Dinas Kesehatan Rumah sakit Kabupaten/kota UPS Puskesmas Masyarakat Keterangan: Memberikan laporan Pelacakan Koordinasi Sumber: Kemenkes, 2013 Gambar 5.2 Skema alur pelaporan dan pelacakan KIPI Pada pelacakan KIPI berkelompok yang harus dilakukan adalah menetapkandefinisiuntukkasustersebut,lacakoranglaindidaerahtersebut yang mempunyai gejala penyakit yang serupa dengan definisi tersebut, dapatkan riwayat imunisasi (kapan, di mana, jenis, dan batch vaksin yang diberikan), tentukan persamaan di antara kasus-kasus tersebut. Tabel 5.4 Kasus KIPI dan kemungkinan penyebab Kasus KIPI Kemungkinan Besar Penyebab Menerima imunisasi dari tenaga/fasilitas kesehatan yang sama dan tidak ada kasus lain di masyarakat. Kesalahan program Menerima imunisasi dari vaksin dengan batch yang sama dan tidak ada kasus yang serupa di masyarakat. Vaksin Kejadian diketahui disebabkan oleh reaksi vaksin, tetapi terjadi peningkatan rasio. Kesalahan program atau masalah pada vaksin Kejadian meliputi orang lain dari daerah yang sama dalam kelompok umur yang sama dengan orang-orang yang tidak mendapat imunisasi. Kejadian yang kebetulan (koinsiden) Sumber: Kemenkes, 2011
  • 137. 115 Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) 1. Kasus KIPI yang Harus Dilaporkan Risiko KIPI selalu ada pada setiap tindakan imunisasi. Komda KIPI dibentuk di provinsi guna menjalin kerja sama antara pakar terkait, instansi kesehatan, dan pemerintah daerah setempat, sesuai dengan otonomi daerah. Apabila tidak ditemukan kasus KIPI, maka setiap 6 bulan (Juli dan Desember) Dinas kesehatan kabupaten/kota harus melapor nihil (zero report). (Menkes, 2005) Daftar KIPI yang dilaporkan terdapat pada Tabel 2. Pelaporan KIPI juga harus meliputisetiapkasusdirawat,meninggalatauKIPIberitayangdiyakinimasyarakat atau tenaga kesehatan yang disebabkan oleh imunisasi. Tabel 5.5 Kasus-kasus KIPI yang harus dilaporkan Kurun Waktu Terjadi KIPI Gejala Klinis Dalam 24 jam Reaksi anafilaktoid (reaksi akut hipersensitif), syok anafilaktik, menangis keras terus lebih dari 3 jam (persistent inconsolable screaming), episode hipotonik- hiporesponsif, Toxic shock syndrome (TSS). Dalam 5 hari Reaksi lokal yang berat, sepsis, abses di tempat suntikan (bakteria/steril) Dalam 15 hari Kejang, termasuk kejang demam (6–12 hari untuk campak/ MMR; 0–2 hari untuk DPT), ensefalopati (6–12 hari untuk campak/MMR; 0–2 hari untuk DPT). Dalam 3 bulan Acute flaccid paralysis/lumpuh layu (4–30 hari untuk penerima OPV; 4–75 hari) untuk kontak, neuritis brakialis (2–28 hari sesudah imunisasi tetanus), trombositopenia (15–35 hari sesudah imunisasi campak/MMR). Antara 1 hingga 12 bulan sesudah imunisasi BCG Limfadenitis, Infeksi BCG menyeluruh (Disseminated BCG infection), Osteitis/osteomeolitis. Tidak ada batas waktu Setiap kematian, rawat inap, atau kejadian lain yang berat dan kejadian yang tidak biasa, yang dianggap oleh tenaga kesehatan atau masyarakat ada hubungannya dengan imunisasi. Sumber: Kemenkes, 2005
  • 138. 116 Bahan Ajar IMUNISASI Untuk kasus KIPI dengan reaksi yang ringan, seperti reaksi lokal, demam, dan gejala-gejala sistemis yang dapat sembuh sendiri, tidak perlu dilaporkan. Reaksi lokal yang berat (seperti pembengkakan hingga ke sendi yang paling dekat; nyeri; kemerahan pembengkakan lebih dari 3 hari; atau membutuhkan perawatan di rumah sakit), terutama jika ditemukan kasus berkelompok sebaiknya dilaporkan. Kejadian reaksi lokal yang mengalami peningkatan frekuensi, walaupun tidak berat, juga sebaiknya dilaporkan. Kasus ini bisa menjadi pertanda kesalahan program atau menjadi masalah untuk batch vaksin tertentu. (Kemenkes, 2005) Jika ada keraguan apakah suatu kasus harus dilaporkan atau tidak, sebaiknya dilaporkan, agar mendapat umpan balik positif apabila kasus tersebut dilaporkan. 2. Kurun Waktu Pelaporan Laporan seharusnya selalu dibuat secepatnya sehingga keputusan dapat dibuat secepat mungkin untuk tindakan atau pelacakan. Tabel 5.6 Kurun waktu pelaporan Jenjang Administrasi Kurun Waktu Diterimanya Laporan Dinas kesehatan kabupaten/kota 24 jam dari saat penemuan KIPI Dinas Kesehatan provinsi/Komda PP-KIPI 24–72 jam dari saat penemuan KIPI Sub-Direktorat Imunisasi/Komnas PP-KIPI 24 jam–7 hari dari saat penemuan KIPI Sumber: Kemenkes RI, 2013
  • 139. 117 Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) 3. Tindak Lanjut Kasus a. Pengobatan Tabel 5.7 Gejala KIPI dan tindakan yang harus di lakukan No. KIPI Gejala Tindakan Keterangan 1. Vaksin Reaksi lokal ringan Nyeri, eritema, bengkak di daerah bekas suntikan < 1 cm Timbul <48 jam setelah imunisasi. Kompres hangat, jika nyeri mengganggu beri parasetamol 10 mg/kg BB/kali pemberian. < 6 bulan: 60 mg/kali pemberian, 6–12 bl:90 mg/kali pemberian, 1–3 tahun: 120 mg/ kali pemberian. Pengobatan dapat dilakukan oleh guru UKS atau orangtua. Berikan pengertian kepada ibu/ keluarga bahwa hal ini dapat sembuh sendiri walaupun tanpa obat. Reaksi lokal berat (jarang terjadi). Eritema/indurasi >8 cm, nyeri, bengkak dan manifestasi sistemis. Kompres hangat, parasetamol. Jika ada perubahan, hubungi puskesmas. Reaksia Arthus Nyeri, bengkak, indurasi dan edema. Terjadi reimunisasi pada pasien dengan kadar antibodi yang masih tinggi. Timbul beberapa jam dengan puncaknya 12–36 jam setelah imunisasi. Kompres hangat parasetamol.
  • 140. 118 Bahan Ajar IMUNISASI No. KIPI Gejala Tindakan Keterangan Reaksi Umum Demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala, dan menggigil. Berikan minum hangat dan selimut Parasetamol. Kolaps/ keadaan seperti syok. Episode hipotonik-hiporesponsif. Anak tetap sadar, tetapi tidak bereaksi terhadap rangsangan. Pada pemeriksaan frekuensi, amplitudo nadi serta tekanan darah tetap dalam batas normal. Rangsangan dengan wewangian atau bau-bauan yang merangsang. Apabila belum dapat diatasi dalam waktu 30 menit, segera rujuk ke puskesmas terdekat. Reaksi Khusus: Sindrom Guillain-Barre (jarang terjadi). Lumpuh layu, asendens (menjalar ke atas), biasanya tungkai, ataksia, penurunan refleksi tendon, gangguan menelan dan pernafasan, parestasi, meningismus, tidak demam, peningkatan protein dalam cairan serebrospinal tanpa pleositosis. Terjadi antara 5 hari s.d. 6 minggu setelah imunisasi, perjalanan penyakit dari 1 s.d. 3–4 hari, prognosis umumnya baik. Rujuk ke rumah sakit untuk perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut. Perlu untuk survei AFP. Nyeri brakialis (neuropati pleksus brakialis). Nyeri dalam terus menerus pada daerah bahu dan lengan atas. Terjadi 7 jam s.d. 3 minggu setelah imunisasi. Parasetamol. Apabila gejala menetap rujuk ke rumah sakit untuk fisioterapi.
  • 141. 119 Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) No. KIPI Gejala Tindakan Keterangan Syok anafilaktis Terjadi mendadak, gejala klasik: kemerahan merata, edema, urtikaria, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi, jantung berdebar kencang, tekanan darah menurun, anak pingsan/tidak sadar, dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa didahului oleh gejala lain. Suntikan adrenalin 1:1.000 dosis 0,1–0,3 ml,sk/im, jika pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1 ampul) secara intravena/ intramuskuler. Segera pasang infus NaCl 0,9%, rujuk ke rumah sakit terdekat. 2. Tata Laksana Program Abses dingin Bengkak dan keras, nyeri daerah bekas suntikan, terjadi karena vaksin disuntikkan masih dingin. Kompres hangat parasetamol. Jika tidak ada perubahan, hubungi puskesmas terdekat Pembengkak­ k an Bengkak di sekitar suntikan, terjadi karena penyuntikan kurang dalam. Kompres hangat. Jika tidak ada perubahan, hubungi puskesmas terdekat. Sepsis Bengkak di sekitar bekas suntikan, demam, terjadi karena jarum suntik tidak steril. Gejala timbul 1 minggu atau lebih setelah penyuntikan. Kompres hangat, parasetamol, rujuk ke rumah sakit terdekat. Tetanus Kejang, dapat disertai dengan demam, anak tetap sadar. Rujuk ke rumah sakit terdekat
  • 142. 120 Bahan Ajar IMUNISASI No. KIPI Gejala Tindakan Keterangan Kelumpuhan/ Kelemahan otot Lengan sebelah (daerah yang disuntik) tidak bisa digerakkan, terjadi karena daerah penyuntikan salah. Rujuk untuk difisoterapi 3. Faktor penerima/ pejamu Alergi Pembengkakan bibir dan tenggorokan, sesak nafas, eritema, papula, terasa gatal, tekanan darah menurun. Suntikkan dexametason 1 ampul im/iv, jika berlanjut pasang infus NaCl 0,9%. Tanyakan kepada orangtua, adakah penyakit alergi. Faktor psikologis Ketakutan, berteriak, pingsan. Tenangkan penderita. Beri minum air hangat, beri wewangian/ alkohol, setelah sadar beri minum air teh manis hangat. Sebelum penyuntikan, guru sekolah dapat memberikan pengertian dan menenangkan murid. Apabila berlanjut, hubungi Puskesmas. 4. Koinsiden (faktor kebetulan) Gejala penyakit terjadi secara kebetulan bersamaan dengan waktu imunisasi. Gejala dapat berupa salah satu gejala KIPI tersebut di atas atau bentuk lain. Tangani penderita sesuai gejala. Cari informasi di sekitar anak, apakah ada kasus lain yang mirip, tetapi anak tidak di- imunisasi. Kirim ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Sumber: Kemenkes, 2005
  • 143. 121 Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) b. Komunikasi Tahukah Anda bahwa kepercayaan merupakan kunci utama komunikasi pada setiap tingkat? Jika Anda terlalu cepat menyimpulkan penyebab kejadian KIPI, dapat merusak kepercayaan masyarakat. Anda harus mengakui ketidakpastian, melakukan investigasi menyeluruh, dan tetap memberi informasi kepada masyarakat. Hindari membuat pernyataan yang terlalu dini tentang penyebab dari kejadian sebelum pelacakan lengkap. Dalamberkomukasidenganmasyarakat,akanbermanfaatapabilamembangun jaringan dengan tokoh masyarakat, dan tenaga kesehatan di daerah agar informasi tersebut bisa dengan cepat disebarkan. (Kemenkes, RI, 2013) c. Perbaikan Mutu Layanan SetelahdidapatkankesimpulanpenyebabdarihasilinvestigasiKIPImakadilakukan tindak lanjut perbaikan seperti pada tabel berikut ini: Tabel 5.8 Tindak Lanjut Perbaikan Reaksi vaksin Tarik batch, perubahan prosedur kontrol Kesalahan program Perbaiki prosedur, pengawasan dan pelatihan Koinsiden Komunikasi Tidak diketahui Investigasi lanjutan Sumber: Kemenkes RI, 2013 E. Evaluasi Evaluasi yang dilakukan terdiri dari evaluasi rutin dan tahunan. 1. Evaluasi Rutin Evaluasi rutin dilakukan oleh Komda PP-KIPI/Dinkes provinsi minimal 6 bulan sekali. Evaluasi rutin untuk menilai efektivitas pemantauan KIPI.
  • 144. 122 Bahan Ajar IMUNISASI 2. Evaluasi Tahunan Evaluasi tahunan dilakukan oleh Komda PP-KIPI/Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan Komnas PP-KIPI/sub-direktorat Imunisasi untuk tingkat nasional. Perkembangan KIPI dapat dinilai dari data laporan tahunan di tingkat propinsi dan nasional. F. Penanggulangan KIPI 1. Pencegahan Primer Tabel 5.9 Persiapan sebelum dan pada saat pelaksanaan imunisasi 1. Tempat Ruangan khusus untuk penanggulangan KIPI, misalnya ruang UKS atau ruangan lainnya. 2. Alat dan obat Tensimeter, infus set, alat suntik steril. Adrenalin 1:10.000, deksametason suntik, cairan infus NaCl 0,9%. 3. Fasilitas rujukan Fasilitas kesehatan milik pemerintah dan swasta yang sudah dikoordinasi dalam jejaring fasilitas kesehatan. 4. Penerima vaksin (resipien) Perhatikan kontra-indikasi dan hal-hal khusus terhadap imunisasi tertentu. 5. Mengenal gejala klinik KIPI Gejala lokal dan sistemis serta reaksi lainnya. Makin cepat terjadinya KIPI, makin berat gejalanya. 6. Prosedur pelayanan imunisasi Mencuci tangan sebelum dan sesudah penyuntikan, membersihkan kulit di daerah suntikan dengan air matang, jika kotor harus menggunakan alkohol 70%, bacalah label pada botol vaksin, kocoklah vaksin jika terdapat perubahan warna atau gumpalan, gantilah dengan vaksin lain, tempat suntikan yang dianjurkan pada bayi: bagian paha sebelah luar (di antara garis tengah bagian depan paha dan tepi paha), pada anak: di lengan kanan atas di daerah pertengahan muskulus deltoideus, observasi pasca-imunisasi minimal 30 menit. 7. Pelaksana Tenaga kesehatan yang terlatih dan ditunjuk oleh kepala puskesmas serta dibekali surat tugas. Sumber: Kemenkes RI, 2013
  • 145. 123 Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) 2. Penanggulangan Medis KIPI Penanggulangan kasus ringan dapat diselesaikan oleh puskesmas dan memberikan pengobatan segera, Komda PP-KIPI hanya perlu diberikan laporan. Jika kasus tergolong berat harus segera dirujuk. Kasus berat yang masih dirawat, sembuh dengan gejala sisa, atau meninggal, perlu dilakukan evaluasi ketat dan apabila diperlukan Komda PP-KIPI segera dilibatkan.
  • 146. 124 Bahan Ajar IMUNISASI RANGKUMAN 1. KIPI adalah kejadian medis yang berhubungan dengan imunisasi, baik berupa reaksi vaksin, reaksi suntikan, efek farmakologis, kesalahan prosedur ataupun koinsiden. 2. Penyebab/etiologi KIPI dibagi dalam 2 (dua) klasifikasi, yaitu klasifikasi lapangan dan klasifikasi kausalitas. 3. Pemantauan KIPI pada dasarnya terdiri dari penemuan, pelacakan, analisis kejadian, tindak lanjut, pelaporan, dan evaluasi. 4. Tindak lanjut KIPI meliputi pengobatan dan komunikasi. 5. Evaluasi yang dilakukan meliputi evaluasi rutin dan tahuhan. 6. Penanggulangan KIPI terdiri dari pencegahan primer dan penanggulangan medis KIPI. TUGAS Diskusikan secara berkelompok mengenai temuan kasus KIPI di Indonesia (pilih salah satu provinsi), analisis apakah penanganan pada KIPI tersebut sudah tepat!
  • 147. 125 Kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) EVALUASI 1. Seorang bayi perempuan usia 4 bulan, sehari yang lalu mendapatkan imunisasi DPTdisebuahBPM.Bidanmelakukanpemeriksaan,hasil:ditemukanbengkak di daerah bekas suntikan < 1 cm. Apakah yang dialami bayi berdasarkan kasus di atas? a. Reaksi lokal ringan d. Reaksi Umum b. Reaks lokal berat e. Reaksi Khusus c. Reaksi artrus 2. Seorang bayi usia 4 bulan dibawa oleh ibunya ke BPM dengan keluhan mengalami bengkak setelah di-imunisasi. Hasil pemeriksaan didapatkan Eritema/indurasi > 8 cm, nyeri, bengkak dan terdapat manifestasi sistemis. Apakah yang dialami bayi berdasarkan kasus tersebut? a. Reaksi lokal ringan d. Reaksi umum b. Reaksi lokal berat e. Reaksi khusus c. Reaksi artrus 3. Seorang perempuan membawa bayinya yang berusia 9 bulan ke BPM dengan keluhan kejang demam. Bidan melakukan pengkajian, hasil: bayi baru mendapatkan imunisasi campak 6 hari yang lalu. Apakah yang harus dilakukan bidan berdasarkan kasus di atas? a. Melaporkan ke balai POM b. Melapor ke KomNas PP KIPI c. Melaporkan ke Dinkes Provinsi d. Melaporkan segera ke puskesmas e. Melaporkan ke Ditjen PP dan PL 4. Kejadian yang meliputi orang lain dari daerah yang sama dalam kelompok umur yang sama dengan orang-orang yang tidak mendapat imunisasi. Apakah kemungkinan besar penyebab kasus di atas? a. Masalah vaksin d. Koinsiden (kebetulan) b. Reaksi suntikan e. Kesalahan tenaga kesehatan c. Kesalahan program
  • 148. 126 Bahan Ajar IMUNISASI 5. Seorang ibu membawa anaknya berusia 2 tahun ke BPM, ibu mengatakan anaknya mengalami HIV, dan rencana ingin mendapatkan imunisasi influenza. Apakah rekomendasi yang dianjurkan berdasarkan kasus di atas? a. Sesuai dengan jadwal anak sehat b. Diberikan secepat mungkin c. Diberikan umur 12 bulan d. Tidak boleh diberikan e. Tiap tahun diulang
  • 149. Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu 1. Melakukan pencatatan hasil pelayanan imunisasi. 2. Menyusun pelaporan hasil pelayanan imunisasi. BABVI BABVI PENCATATANDAN PELAPORAN
  • 150. 128 Bahan Ajar IMUNISASI Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen program imunisasi memegang peranan penting dan sangat menentukan. Selain menunjang pelayanan imunisasi, hasil pencatatan dan pelaporan juga menjadi dasar untuk membuat perencanaan maupun evaluasi. (Kemenkes, 2013) Pencatatan dan pelaporan program imunisasi yaitu pencatatan dan pelaporan data program imunisasi, yang meliputi hasil cakupan imunisasi, data logistik, data inventaris peralatan imunisasi dan kasus diduga KIPI atau KIPI. (Kesma-Depkes, 2007). Pencatatan dan pelaporan ini menggunakan format-format standar dan dapat dipadukan dengan format-format dari program terkait serta dilaporkan secara lengkap, tepat dan tepat waktu, sehingga dapat bermanfaat untuk ditindak- lanjuti segera. Pencatatandanpelaporanimunisasimerupakanserangkaiankegiatanterhadap pelaksanaan imunisasi, dengan menggunakan cara/metode yang seragam dan secara periodik berdasarkan jenjang periodik berdasarkan jenjang administrasi. (Kemenkes, 2009) A.Pencatatan Tahukah Anda bahwa pencatatan imunisasi terdiri dari macam-macam bentuk? Pada bab ini kami sampaikan instrumen pencatat data dasar yang harus dimiliki oleh puskesmas, RS/RB dan unit pelayanan swasta (dokter praktik dan bidan praktik). (Kemenkes 2009 dan 2013). Bentuk pencatatan di unit pelayanan: 1. Posyandu/Pustu/Puskesmas: Buku kohort bayi/ibu, buku KIA, buku register WUS, format pelaporan vaksin, ADS, dan lain-lain. 2. Unit Pelayanan Swasta/RS: Kartu/buku imunisasi, buku register WUS/kohort ibu, format pelaporan vaksin, dan lain-lain. 3. Sekolah: Register anak sekolah, kartu tetanus seumur hidup.
  • 151. 129 pencatatan dan pelaporan Apabila Anda bekerja di unit pelayanan swasta, lembar pertama dikirim ke puskesmas sebagai laporan dan lembar kedua menjadi arsip di unit pelayanan. AdapunapabilabekerjadiDinasKesehatanKota/Kabupaten,laporanhasilimunisasi dari semua puskesmas dan RSU Kabupaten maupun Rumah Sakit swasta dicatat di buku hasil imunisasi dan dibuat dalam rangkap dua. Lembar ke-2 dibawa ke provinsi pada waktu mengambil vaksin/konsultasi. Begitu pun di tingkat provinsi, kompilasi laporan hasil imunisasi semua kabupaten/kota dicatat dan lembar ke-2 dikirimkan ke pusat. Sebaiknya, Anda tidak menunda dan lakukanlah saat selesai melaksanakan pelayanan imunisasi. 1. Buku Pencatatan Hasil Imunisasi Setelah melaksanakan pelayanan imunisasi, Anda harus mencatat atau mendokumentasikan data sasaran dan hasil imunisasi dalam bentuk: a. Pencatatan Hasil Imunisasi Bayi (Kohort Bayi) Pencatatan hasil imunisasi bayi menggunakan kohort bayi (lihat lampiran 1). Format ini dibuat rangkap dua dengan menggunakan kertas karbon dan berfungsi sebagai format laporan bersama format pemakaian logistik dan laporan KIPI. Gambar 6.1 Buku Pencatatan pelayanan imunisasi bayi b. Pencatatan Hasil Imunisasi TT (Kohort Ibu) PencatatanhasilimunisasiTTuntukWUStermasukibuhamildancalonpengantin menggunakan catatan imunisasi WUS atau kohort ibu. Perlu Anda ingat, bahwa sebelumpemberianimunisasiTTharusdilakukanskriningterlebihdahulutentang status imunisasi TT.
  • 152. 130 Bahan Ajar IMUNISASI Gambar 6.2 Buku Pencatatan imunisasi TT c. Format Pencatatan Hasil Imunisasi Anak Sekolah Untuk pencatatan imunisasi anak sekolah, imunisasi DT, campak atau Td yang diberikan, dicatat pada format pencatatan BIAS dan 1 lembar salinan diberikan kepada kepala sekolah. Anda perlu mengingat bahwa pemberian imunisasi DT atau Td pada anak sekolah disesuaikan dengan status imunisasi sebelumnya. 2. Kartu Imunisasi a. Buku KIA (Buku Pegangan Ibu Bayi/Balita) SetelahAndamemberikanpelayananimunisasi,secepatnyacatatlahhasilpelayanan Anda di buku KIA. Diisi tanggal, bulan,tahun pemberian imunisasi dasar Diisi apabila diberikan imunisasi tambahan Diisi apabila diberikan vaksin lainnya Gambar 6.3 Pencatatan pelayanan imunisasi pada Buku KIA
  • 153. 131 pencatatan dan pelaporan b. Kartu TT Bagi WUS yang mendapatkan imunisasi TT, mendapatkan kartu TT. Gambar 6.4 Kartu pelayanan imunisasi TT 3. Buku Stok Vaksin dan Logistik Keluar masuknya vaksin terinci menurut jenis, jumlah, nomor batch dan tanggal kadaluarsa serta status VVM saat diterima atau dikeluarkan, harus dicatat dalam bukustokvaksindanpelarut.Sisaataustokvaksindanpelarutharusselaludihitung pada setiap kali penerimaan atau pengeluaran vaksin dan pelarut. Tiap-tiap jenis vaksin mempunyai kartu stok tersendiri. Gambar 6.5 Buku Stok Vaksin Selain itu, kondisi VVM sewaktu menerima dan mengeluarkan vaksin juga perlu dicatat di SBBK (Surat Bukti Barang Keluar).
  • 154. 132 Bahan Ajar IMUNISASI Keluar masuknya logistik imunisasi (ADS, safety box, peralatan ranti dingin) termasuk vaksin dan pelarut harus dicatat di buku umum. Nomor seri sarana cold chain (lemari es, freezer, vaccine carrier, container) harus dicatat dalam kolom keterangan. Untuk peralatan seperti jarum, syringe dan peralatan rantai dingin cukup dicatat jumlah dan jenisnya. 4. Format PWS Dari hasil pencatatan, data direkapitulasi ke dalam buku rekapitulasi Puskesmas dan dikelompokkan ke dalam format pengolahan data PWS tiap desa/kelurahan, Format tersebut sudah tersedia dalam software PWS. 5. Buku Pencatatan Suhu Pencatatan suhu lemari es dilakukan dua kali setiap hari pada pagi dan sore hari dalam grafik suhu yang tersedia untuk masing-masing unit. Dengan menambah catatan saat terjadinya peristiwa penting pada grafik tersebut, seperti sweeping, KLB, KIPI, penggantian suku cadang, grafik suhu ini akan menjadi sumber informasi penting.
  • 156. 134 Bahan Ajar IMUNISASI B.Pelaporan Hasil pencatatan imunisasi yang dilakukan oleh setiap unit yang melakukan kegiatan imunisasi disampaikan kepada pengelola program masing-masing tingkat administrasidandilaporkansecaraberjenjangketingkatatasnyasesuaiwaktuyang telah ditetapkan. Sebaliknya, umpan balik laporan dikirimkan secara berjenjang dari tingkat atas ke tingkat lebih bawah. (Permenkes, 2013) Laporandariunitpelayananswastakepuskesmasataukabupaten/kotameliputi laporan hasil cakupan imunisasi pada bayi dan WUS serta laporan pemakaian logistik dan laporan KIPI dengan menggunakan format yang sama dengan format pencatatan hasil imunisasi. (Kemenkes, 2013) 1. Hal-hal yang Dilaporkan Hal-hal yang dilaporkan adalah sebagai berikut. a. Cakupan Imunisasi rutin Dalam melaporkan cakupan imunisasi, harus dipisahkan pemberian imunisasi terhadap kelompok di luar umur sasaran. Pemisahan ini sebenarnya sudah dilakukan mulai saat pencatatan, agar tidak mengacaukan perhitungan persen cakupan (lihat Lampiran 6, 7, 8, 9) b. Stok dan pemakaian vaksin Penerimaan, pemakaian dan stok vaksin setiap bulan harus dilaporkan bersama-sama dengan laporan cakupan imunisasi. (lihat Lampiran 11, 12, 13, 14). c. Sarana peralatan cold chain di puskesmas dan unit pelayanan lainnya diidentifikasi baik jumlah maupun kondisinya dilaporkan ke kabupaten/kota minimal sekali setahun. (lihat Lampiran 15). d. UCI desa dilaporkan dalam periode satu tahun mulai bulan Januari sampai dengan Desember. (lihat Lampiran 10). e. Cakupan imunisiasi dan pemakaian vaksin serta logistik kegiatan BIAS. f. Laporan kasus KIPI atau diduga KIPI dengan mempergunakan format KIPI.
  • 157. 135 pencatatan dan pelaporan 2. Syarat-syarat Pelaporan Syarat-syarat pelaporan yang baik adalah sebagai berikut. a. Lengkap: Semua bagian dalam laporan telah lengkap tidak ada yang dibiarkan kosong dan semua tempat pelayanan telah mengirimkan laporan. b. Tepat waktu: Laporan tepat waktu sesuai waktu yang telah ditetapkan. Jangan terlambat c. Akurat: Sebelum mengirim pelaporan, lakukan pemeriksaan ulang terhadap semua data yang dilaporkan. Pastikan bahwa data yang dilaporkan sesuai dengan data sasaran dan jumlah hasil imunisasi berdasarkan pencatatan di tempat pelayanan. 3. Alur Pelaporan a. Alur Laporan Imunisasi Rutin Alur pelaporan dalam kegiatan berupa laporan cakupan dan laporan pemakaian logistik, dari unit pelayanan kesehatan dilakukan seperti pada bagan berikut ini. Gambar 6.7 Alur Laporan Imunisasi Rutin RS PEMERINTAH/ SWASTA Dirjen PP & PL Depkes RI DINKES PROVINSI DINKES KAB/KOTA PUSKESMAS DESA/KEL POSYANDU POSKESDES PUSTU Pelayanan dalam Gedung Puskesmas RB/KLINIK/DOKTER/ BIDANSWASTA Alur Pelaporan Alur Umpan Balik Sumber: Kemenkes, 2009
  • 158. 136 Bahan Ajar IMUNISASI LaporancakupanimunisasiyangdilaporkanolehPuskesmas,diperolehdengan mengompilasi cakupan imunisasi dari tiap-tiap unit pelayanan imunisasi, yaitu: Posyandu, Poskesdes, Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Rumah Sakit, dan Unit Pelayanan Swasta (UPS). Hasil kegiatan pelayanan imunisasi dari tiap-tiap unit pelayanan tersebut oleh koordinator imunisasi (korim) terlebih dahulu dilakukan pemisahancakupanperdesa,korimjugamengembalikanhasilpelayananimunisasi yang berasal dari desa asal sasaran (bayi dan WUS) sehingga pencapaian UCI di setiap desa dapat menggambarkan data riil. Hasil pelayanan imunisasi yang berasal dari luar wilayah Puskesmas, tidak dilaporkan sebagian hasil Puskesmas, tetapi dimasukkan dalam hasil luar wilayah. Setelahlaporandilaporkankekabupaten/kota,hasilpelayananluarwilayahtersebut dikembalikan ke Puskesmas yang bersangkutan oleh kabupaten. Rumahsakit tipe A dan Bmendapatkan vaksin dan melaporkan hasil imunisasi ke dinas kesehatan kota/kabupaten, kemudian hasil kegiatan pelayanan imunisasi tersebut oleh kabupaten/kota dilakukan pemilahan per desa dan dikembalikan (feed back) ke Puskesmas tempat desa tersebut berada. Adapun rumah sakit tipe C dan D serta UPS lainnya mendapatkan vaksin dan melaporkan hasil pelayanan imunisasinya ke Puskesmas. Rumah Sakit atau UPS sebaiknya tidak mengambil vaksin langsung ke provinsi, tetapi sebaiknya mengambil vaksin ke kabupaten atau Puskesmas di wilayah kerjanya. Pengelola program imunisasi di kabupaten/kota merekapitulasi hasil cakupan tiap-tiap Puskesmas untuk menjadi laporan kabupaten/kota ke provinsi. Pengelola program imunisasi provinsi, juga merekapitulasi hasil cakupan dari tiap-tiap kabupaten/kota untuk menjadi laporan provinsi ke subdit imunisasi, Ditjen PP & PL. 4. Waktu Laporan Unit pelayanan kesehatan sebaiknya melaporkan ke puskesmas sebelum tanggal 5, karena puskesmas harus mengirimkan laporan bulanan ke kabupaten/kota paling telat diterima kabupaten/kota setiap tanggal 5 (lima). Sementara itu, laporan bulanan kabupaten/kota diterima provinsi paling telat setiap tanggal 10 (sepuluh). Laporan bulanan provinsi paling telat diterima pusat (Kemenkes) setiap tanggal 15 (lima belas).
  • 159. 137 pencatatan dan pelaporan 5. Pelaporan KIPI Laporanselaludibuatsecepatnyasehinggakeputusandapatdibuatsecepatmungkin untuk tindakan atau pelacakan. Laporan adanya kasus KIPI dilaporkan oleh masyarakat tempat pelaporan KIPI dilaksanakan secara bertahap dan bertingkat melalui tahapan rutin sebagaimana gambar berikut ini. Gambar 6.8 Tahapan Pelaporan KIPI Pada keadaan tertentu ketika kasus atau diduga kasus KIPI menimbulkan perhatian berlebihan dari masyarakat, laporan dapat dilaporkan langsung ke Kemenkes c.q. Subdit Imunisasi/Komnas PP-KIPI, tanpa melalui tahapan rutin sebagaimana keterangan di atas. Dokterpraktikswastadanrumahsakitjugasebaiknyamelaporkankasus-kasus KIPI kepada Komda KIPI setempat. Jika memungkinkan, melengkapi formulir pelaporan tanpa bantuan dari kantor dinas kesehatan kabupaten/kota, namun bisa meminta bantuan apabila membutuhkan.
  • 160. 138 Bahan Ajar IMUNISASI RANGKUMAN 1. Pencatatan dan pelaporan dalam manajemen imunisasi menunjang pelayanan imunisasi serta sebagai dasar untuk membuat keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi. 2. Bentuk pencatatan: format pencatatan hasil imunisasi (kohort bayi, kohort ibu, dan format pencatatan imunisasi anak sekolah), kartu imunisasi (buku KIA), Buku stok vaksin dan logistik, SBBK, Buku pencatatan suhu, formulir pencatatan KIPI 3. Laporan hasil cakupan imunisasi pada bayi dan WUS serta laporan pemakaian logistik dan laporan KIPI dengan menggunakan format yang sama dengan format pencatatan hasil imunisasi. 4. Laporandisampaikankepadapengelolaprogramtiap-tiaptingkatadministrasi dan dilaporkan secara berjenjang ke tingkat atasnya sesuai waktu yang telah ditetapkan dan sebaliknya.
  • 161. 139 pencatatan dan pelaporan TUGAS Seorang bayi laki-laki lahir spontan pada 1 April 2014, mendapatkan imunisasi HB-0 pada 2 April. Sebulan kemudian, pada 1 Mei 2014 mendapatkan imunisasi Polio 1 dan BCG. Buatlah pencatatan pelayanan imunisasi bayi sesuai dengan kasus tersebut di dalam: 1. Buku KIA; 2. Format pencatatan pelayanan imunisasi. EVALUASI 1. Sebutkan bentuk pencatatan yang dibuat setelah pelayanan imunisasi bayi! 2. Sebutkan bentuk pencatatan yang dibuat setelah pelayanan imunisasi TT pada WUS/ibu hamil! 3. Jelaskan alur pelaporan pelayanan imunisasi rutin di unit pelayanan kesehatan!
  • 163. 141 pencatatan dan pelaporan Daftar Pustaka Akib P.A., Purwanti A. 2011. Kejadian Ikutan pasca Imunisasi (KIPI) Adverse Events Following Imumunization (AEFI). Dalam Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi keempat. Penyunting: Ranuh Gde, Suyitno H, Hadinegoro S.R.S, Kartasasmita C.B, Ismoedijanto dkk. Jakarta: IDAI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Petunjuk Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi. Jakarta: Dirjen PP - PL dan Direktorat Sepim- Kesma Depkes RI. Depkes RI. 2009. Imunisasi Dasar Bagi Pelaksana Imunisasi di UPK Swasta. Jakarta: Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. 2005. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1611/ Menkes/SK/ XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Ditjen PP & PL Depkes RI. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI. 2013. Modul Pelatihan Imunisasi bagi petugas Puskesmas (Basic Health Worker’s training module). Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kemenkes RI. 2013. Petunjuk Teknis Introduksi Imunisasi DTP-HB-Hib (Pentavalen) Pada Bayi dan Pelaksanaan Imunisasi Lanjutan Pada Anak Balita. Ditjen PP & PL Depkes RI. 2005. Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Jakarta: Ditjen PP & PL Depkes RI. Kemenkes RI. 2013. Peraturan Pemerintah Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi. Jakarta: Depkes RI. Ranuh Gde, Suyitno H, Hadinegoro S.R.S.,Kartasasmita C.B., Ismoedijanto dkk. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi keempat. IDAI.
  • 164. 142 Bahan Ajar IMUNISASI Satgas Imunisasi PP IDAI. 2011. Panduan Imunisasi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Satgas Imunisasi IDAI. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
  • 176. 154 Lampiran 11 Laporan ini diisi oleh Pelaksana / koordinator Imunisasi di Puskesmas untuk dilaporkan kepada Kadinkes Kab /Kasubdin P2M Kab Puskesmas / Tujuan (Penerima) : …………………………………………. Nomor / Tanggal Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) : : …………………………………………. Sarana Angkutan : Kend.Umum/Dinas/ Tgl. Pemberitahuan Kedatangan Barang : …………………….(Telp/Surat/Fax) Rencana Kedatangan Barang Tgl. : ………… Pribadi/Truk/Pesawat A B C D A B C D A B C D A B C D URAIAN KEDATANGAN Tanggal Kedatangan Vaksin di Provinsi : ………………………………….*) Nomor Kendaraan/No. Pol : ………………………………………………. Tanggal Kedatangan Vaksin di Kabupaten/Kota : ………………………………….**) Nama Perusahaan Pengantar : ………………………………………………. Tanggal Kedatangan Vaksin di Puskesmas : ………………………………….***) Komentar : ……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………...*** ……………………………, …………………200………….. Catatan : *) Diisi oleh petugas provinsi. **) Diisi oleh petugas Kabupaten. ***) Diisi oleh petugas puskesmas KONDISI VVM ** KONDISI VCCM ** (Warna Biru Pada Jendela) SAAT DIKIRIM DARI KABUPATEN Penerima, (………………………………………………...) Jumlah (Vial/Amp/ Buah) Jumlah (Unit / Dosis) No. Batch, Exp. Date KONDISI VVM ** Kondisi Freeze Tag * (√ / X) SAAT DITERIMA DI PUSKESMAS Kondisi Freeze Tag * (√ / X) KONDISI VCCM ** (Warna Biru Pada Jendela) LAPORAN KEDATANGAN VAKSIN DI PUSKESMAS (VACCINE ARRIVAL REPORT/VAR) (………………………………………………...) Ka.PUSKESMAS Mengetahui, No Nama Barang Kemasan Jmlh Box / Koli Putih : PUSKESMAS Merah : Dinkes Kab/Kota Hijau : Arsip Pertinggal di Dinkes Kab/Kota