SlideShare a Scribd company logo
26
BAB II
LANDASAN TEORI
A. DEPRESI
1. Pengertian Depresi
Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan yaitu suatu perasaan
tidak ada harapan lagi. Individu yang mengalami depresi pada umumnya
menunjukkan gejala psikis, gejala fisik dan sosial yang khas, seperti murung,
sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi, dan menurunnya daya tahan
(Lubis, 2009).
Dalam Chaplin (2002) depresi didefinisikan pada dua keadaan, yaitu pada
orang normal dan pada kasus patologis. Pada orang normal, depresi merupakan
keadaan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan
tidak puas, menurunnya kegiatan, dan pesimis dalam menghadapi masa yang akan
datang. Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmampuan ekstrem untuk
bereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi
ketidakpastian, tidak mampu dan putus asa. Perbedaan depresi normal dengan
depresi klinis terletak pada tingkatannya, namun keduanya memiliki jenis simtom
yang sama. Tetapi depresi unipolar atau mayor depresi mempunyai simtom yang
lebih banyak, lebih berat (severely), lebih sering, dan terjadi dalam waktu yang
lebih lama. Namun batas antara gangguan depresif normal (‘normal’ depressive
Universitas Sumatera Utara
27
disturbance) dengan gangguan depresif klinis (clinically significant depressive
disorder) masih kabur (Rosenhan & Seligman, 1989).
Radloff (1977) telah mengembangkan sebuah skala CES-D untuk
mendeteksi simtom-simtom depresi pada populasi umum. Komponen utama
simtomatologi depresif yang digunakan dalam skala CES-D diidentifikasi dari
literatur klinis dan studi faktor analisis. Melalui skala CES-D individu dikatakan
mengalami simtom-simtom depresi melalui keempat faktor, yaitu: Depressed
effect/negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau suasana hati yang
dirasakan negatif seperti perasaan sedih, tertekan, kesepian, dan menangis,
Somatic symptoms merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan dengan
keadaan tubuh seperti merasa terganggu, berkurang atau bertambahnya nafsu
makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur,
dan sulit memulai sesuatu, Positive affect merupakan perasaan, emosi, suasana
hati yang dirasakan positif bagi individu dan memiliki harapan yang merupakan
kebalikan dari perasaan negatif, dan Interpersonal relation merupakan perasan
negatif yang dirasakan individu berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak
bersahabat dan merasa tidak disukai.
Berdasarkan berbagai definisi dari faktor-faktor yang disebutkan di atas,
maka dapat disimpulkan pengertian depresi adalah suatu keadaan dimana individu
mengalami simtom-simtom perasaan sedih, tertekan, kesepian, berkurang nafsu
makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur,
kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu, merasa tidak bersahabat, dan
merasa tidak disukai orang lain.
Universitas Sumatera Utara
28
2. Gejala Depresi
Dalam DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder fourth edition Text Revision) (American Psychiatric Association, 2000)
dituliskan kriteria depresi mayor yang ditetapkan apabila sedikitnya lima dari
gejala di bawah ini telah ditemukan dalam jangka waktu dua minggu yang sama
dan merupakan satu perubahan pola fungsi dari sebelumnya, paling tidak satu
gejalanya ialah salah satu dari mood tertekan atau hilangnya minat atau
kesenangan (tidak termasuk gejala-gejala yang jelas yang disebabkan kondisi
medis umum atau mood delusi atau halusinasi yang tidak kongruen).
a. Mood tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, sebagaimana
ditunjukkan oleh laporan subjektif atau pengamatan dari orang lain.
b. Ditandai dengan berkurangnya minat dan kesenangan dalam semua, atau
hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
(ditunjukkan oleh pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain).
c. Berkurangnya berat badan secara signifikan tanpa diet atau bertambahnya
berat badan (seperti perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan),
atau berkurangnya atau bertambahnya nafsu makan hampir setiap hari (pada
kanak-kanak, pertimbangkan juga kegagalan untuk mendapatkan tambahan
berat badan).
d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh
orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang kegelisahan atau rasa
terhambat)
Universitas Sumatera Utara
29
f. Lelah atau kehilangan tenaga hampir setiap hari
g. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai
(yang mencapai taraf delusional) hampir setiap hari (tidak hanya
menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah karena sakitnya).
h. Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, atau ragu-ragu hampir
setiap hari (baik atas pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang
lain)
i. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya takut akan kematian),
atau usaha bunuh diri atau adanya suatu rencana spesifik untuk bunuh diri.
Pada umumnya penelitian-penelitian mengenai depresi akan mendeteksi
depresi melalui simtom-simtomnya. Salah satu alat ukur yang umum dikenal
adalah CES-D (The Center for Epidemiological Studies-Depression Scale) yang
dikembangkan oleh Radloff (1977) melalui National Institute of Mental Health.
Komponen utama simtomatologi depresif yang digunakan dalam skala CES-D
diidentifikasi dari literatur klinis dan studi faktor analisis. CES-D terdiri dari 20
aitem dan disusun berdasarkan 4 faktor:
1. Depressed effect / negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau
suasana hati yang dirasakan negatif seperti perasaan sedih (blues), tertekan
(depressed), kesepian (lonely), dan menangis (cry sad).
2. Somatic symptoms merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan
dengan keadaan tubuh seperti merasa terganggu, berkurang atau
bertambahnya nafsu makan, membutuhkan usaha dalam melakukan sesuatu,
kesulitan tidur, dan sulit memulai sesuatu.
Universitas Sumatera Utara
30
3. Positive affect merupakan perasaan, emosi, suasana hati yang dirasakan
positif bagi individu dan memiliki harapan yang merupakan kebalikan dari
perasaan negatif.
4. Interpersonal relation merupakan perasan negatif yang dirasakan individu
berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak bersahabat dan merasa
tidak disukai.
3. Perkembangan Skala Center for Epidemiologic Studies Depression (CES-D)
Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D) adalah skala
yang didesain untuk menilai tingkat simtom depresi pada saat terkini (to assess
current level of depressive symtomp) pada populasi umum. CES-D menilai
berdasarkan frekuensi dan durasi simtom yang berhubungan dengan depresi.
Skala ini bertujuan untuk digunakan dalam studi epidemiologi pada populasi
umum (dalam Vingerhoets, 2001).
Alat ukur terdiri dari 20 item yang diseleksi dari sejumlah skala depresi
terdahulu yang sudah valid. Pernyataan-pernyataan dalam CES-D meliputi
depressed mood, perasaan bersalah dan tidak berharga, merasa putus asa dan tidak
berdaya, kemunduran psikomotor, kehilangan selera makan, dan gangguan tidur.
Desain skala CES-D lebih menekankan komponen afektif, yaitu depressed mood.
Responden diminta untuk merating frekuensi simtom selama minggu terakhir
dalam skala Likert 4 point dengan rentang dari jarang atau tidak pernah (kurang
dari satu hari) hingga sering atau setiap hari (5-7- hari). Jumlah skor dalam CES-
D dapat dijumlahkan, skor yang lebih tinggi mengindikasikan adanya simtom
depresif (Radloff, 1977).
Universitas Sumatera Utara
31
CES-D bukanlah merupakan alat diagnostik, tetapi merupakan alat tes
screening untuk mengidentifikasi individu atau kelompok yang berisiko depresi.
CES-D juga telah diadaptasi penggunaannya terhadap anak-anak. Skala ini juga
telah divalidasi untuk digunakan oleh remaja, lansia, dan sejumlah kelompok dari
etnis yang berbeda.
4. Depresi pada Remaja
Depresi tidak mengenal batasan umur dan bisa terjadi pada siapa saja, dari
kelompok sosial mana saja dan pada segala rentang usia. Hadi (2004) menemukan
bahwa depresi pada kelompok umur remaja ternyata relatif tinggi. Dengan kata
lain, remaja rentan terkena depresi. Menurut Blackman (dalam Lubis, 2009),
depresi pada remaja sebagian besar tidak terdiagnosis sampai akhirnya mereka
mengalami kesulitan yang serius dalam sekolah dan penyesuaian pribadi yang
sering kali berlanjut pada masa dewasa
Depresi bisa menjadi respon sementara terhadap situasi maupun stres.
Pada remaja, mood sedih adalah hal yang umum karena proses pendewasaan, stres
yang berhubungan dengan kedewasaan, pengaruh hormon seksual, dan konflik
kebebasan dengan orang tua. Walaupun normal bagi remaja untuk mengalami
perubahan suasana perasaan, tetapi hal tersebut menjadi tidak normal jika
berlarut-larut dengan kekacauan emosi yang luar biasa (Lubis, 2009).
Terdapat persamaan dan perbedaan dalam simtom-simtom depresi mayor
yang ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak dan remaja berusia
7 (tujuh) hingga 17 (tujuh belas) tahun memiliki kesamaan dengan orang dewasa
dalam mood depresi, ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan, fatik,
Universitas Sumatera Utara
32
masalah konsentrasi, dan pemikiran untuk bunuh diri. Simtom-simtom yang
berbeda adalah tingkat percobaan bunuh diri dan rasa bersalah yang lebih tinggi
pada anak-anak dan remaja, sedangkan pada orang dewasa lebih sering bangun
lebih awal di pagi hari, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, dan
depresi dini hari (Davison, 2006).
5. Teori Psikologi tentang Depresi
a. Teori Interpersonal Depresi
Dalam teori ini dibahas mengenai hubungan antara orang-orang yang
depresi dengan orang lain. Pada individu yang depresi cenderung memiliki sedikit
jaringan sosial dan menganggap jaringan sosial hanya memberikan sedikit
dukungan (Keltner & Kring, dalam Davison, 2006). Berkurangnya dukungan
sosial dapat melemahkan kemampuan individu untuk mengatasi berbagai
peristiwa hidup yang negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi (Billings
dkk dalam Davison, 2006).
Kurangnya dukungan sosial tersebut kemungkinan disebabkan oleh fakta
bahwa orang-orang yang depresi memicu reaksi negatif dari orang lain (Coyne,
dalam Davison, 2006). Data menunjukkan bahwa perilaku orang yang depresi
menimbulkan penolakan (Davison, 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa
perilaku non-verbal orang yang mengalami depresi dapat berperan penting dalam
hal ini. Contohnya, orang lain dapat menganggap hal-hal berikut ini sebagai
sesuatu yang menyebalkan: berbicara sangat lambat, dengan banyak jeda dan
keengganan, keterbukaan diri yang negatif, lebih banyak afek negaitf, jarang
Universitas Sumatera Utara
33
melakukan kontak mata, dan sedikitnya ekspresi wajah yang positif serta lebih
banyak ekspresi wajah yang negatif (Field dkk, dalam Davison, 2006).
Data yang ditemukan oleh Joiner dan Schmidt mengenai para mahasiswa
yang mengalami depresi ringan menunjukkan bahwa pola tidak konsisten dalam
mencari dukungan memprediksi semakin beratnya mood depresi. Hal yang
terpenting dalam teori interpersonal mengenai depresi adalah fakta bahwa
hubungan interpersonal bersifat bi-direksional. Dengan demikian, bila pada
individu yang depresi secara pasti dapat memicu reaksi negatif dari orang yang
berinteraksi dengan mereka, reaksi orang yang berinteraksi dengan mereka
tersebut kemungkinan memberikan dampak negatif timbal balik pada para
individu yang mengalami depresi. Memang hubungan sosial orang yang
menderita depresi lebih kompleks, lebih sulit untuk dikelola, dan lebih
memerlukan usaha dibanding hubungan sosial orang-orang yang tidak mengalami
depresi (Coyne dalam Davison, 2006). Kesulitan dan kurangnya hubungan
interpersonal dapat menjadi penyebab depresi dan juga menjadi konsekuensinya.
Secara singkat, perilaku interpersonal secara jelas berperan besar dalam depresi.
b. Teori Kognitif Depresi
Dalam teori ini dibahas mengenai berbagai pola berpikir dan keyakinan
dianggap sebagai faktor utama yang menyebabkan atau mempengaruhi kondisi
emosional. Aaron Beck mengatakan bahwa proses-proses berpikir adalah sebagai
faktor penyebab depresi. Aaron mengatakan bahwa orang-orang yang depresi
memiliki perasaan seperti pesimis terhadap diri sendiri, keyakinan bahwa tidak
ada seorangpun yang menyukai dirinya (Davison, 2006).
Universitas Sumatera Utara
34
Beck (dalam Lubis, 2009) berpendapat bahwa adanya gangguan depresi
adalah akibat dari cara berpikir seseorang terhadap dirinya. Penderita depresi
cenderung menyalahkan diri sendiri. Hal ini disebabkan karena adanya distorsi
kognitif terhadap diri sendiri dan lingkungan, sehingga dalam mengevaluasi diri
dan menginterpretasi hal-hal yang terjadi mereka cenderung mengambil
kesimpulan yang tidak cukup dan berpandangan negatif. Pada masa kanak-kanak
dan remaja, orang-orang yang depresi mengembangkan skema negatif, yaitu suatu
kecenderungan untuk melihat lingkungan secara negatif- melalui kehilangan
orang yang disayang, tragedi yang terjadi susul-menyusul, penolakan sosial oleh
teman sebaya.
B. DUKUNGAN SOSIAL
1. Pengertian Dukungan Sosial
Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai
pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya dengan
orang lain. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang-
orang yang akan membantu apabila terjadi suatu keadaan atau peristiwa yang
dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan dapat
menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga diri. Kondisi atau keadaan
psikologis ini dapat mempengaruhi respon-respon dan perilaku individu sehingga
berpengaruh terhadap kesejahteraan individu secara umum.
Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan,
perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok
lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial
Universitas Sumatera Utara
35
memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari
kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan.
Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial
adalah segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman,
perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi
dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain.
2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial
Sarafino (2006) membagi dukungan sosial kedalam 5 bentuk, yaitu:
a. Dukungan Emosional ( Emotional / Esteem Support )
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional
merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan
didengarkan. Kesediaan untuk mendengar keluhan seseorang akan
memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi
kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan,
serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka.
b. Dukungan Instrumental (Instrumental / Tangible Support )
Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa,
waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau menghibur
saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam
melaksanakan aktivitasnya.
c. Dukungan Informatif (Informational Support)
Universitas Sumatera Utara
36
Dukungan informatif mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk,
saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu
mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman
individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan
untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis.
Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan
karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat,
dan petunjuk.
d. Dukungan Persahabatan (Companionship Support)
Dukungan persahabatan mencakup kesediaan waktu orang lain untuk
menghabiskan waktu atau bersama dengan individu, dengan demikian
akan memberikan rasa keanggotaan dari suatu kelompok yang saling
berbagi minat dan melakukan aktivitas sosial bersama.
3. Teori Model Dukungan Sosial
Sarafino (2006) mengemukakan dua teori model untuk menjelaskan
bagaimana dukungan sosial berperan dalam mempengaruhi efek dari keadaan
stres, yaitu: teori buffering dan direct effect.
a. Buffering hypothesis
Dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dan well-being dengan
melindungi individu dari efek negatif tekanan tinggi yang dialami
individu. Proses buffering (penyanggaan) terjadi dalam dua cara, yaitu:
pertama, ketika individu menahan tekanan yang kuat, maka dengan tingkat
dukungan sosial yang tinggi individu tersebut akan mampu mengatasi
Universitas Sumatera Utara
37
situasi tersebut dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat
dukungan sosial yang rendah. Kedua, dukungan sosial mampu untuk
memodifikasi respon individu terhadap stresor setelah proses apraisal
pertama.
b. Direct effect hypothesis
Dukungan sosial memberi manfaat terhadap kesehatan dan well-being
tanpa memperhitungkan jumlah stres yang dialami individu, manfaat
dukungan sosial hampir sama ketika individu pada situasi stressor yang
tinggi dan rendah. Proses direct effect terjadi dengan proses sebagai
berikut: individu dengan dukungan sosial yang tinggi akan mempunyai
perasaan belongingness dan harga diri yang kuat.
C. BULLYING
1. Pengertian Bullying
Bullying menurut Olweus yaitu suatu perilaku negatif berulang yang
bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain oleh
satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu
melawannya (Olweus, 2006). Menurut Coloroso (2003), bullying adalah tindakan
bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk
menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror.
Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata
atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang,
Universitas Sumatera Utara
38
mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh
seorang anak atau kelompok anak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku
negatif yang dilakukan dengan secara sadar untuk menyakiti orang lain, yang bisa
menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain, termasuk juga tindakan yang
direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di
hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau
terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok
anak.
2. Tanda-Tanda Bullying
Olweus (1993) merumuskan adanya tiga unsur dasar bullying, yaitu
bersifat menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya
ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Coloroso (2003) juga
mengatakan bahwa bullying akan selalu mengandung tiga elemen, yaitu: kekuatan
yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti, ancaman akan dilakukannya
agresi. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban bullying bila dihadapkan
pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang dan
terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan
kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak
mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang
diterimanya (Olweus, dalam Krahe, 2005).
3. Jenis Perilaku Bullying
Ada tiga jenis bullying menurut Coloroso (2003), yaitu:
Universitas Sumatera Utara
39
1. Verbal bullying
Kata-kata bisa digunakan sebagai alat yang dapat mematahkan semangat
anak yang menerimanya. Verbal abuse adalah bentuk yang paling umum dari
bullying yang digunakan baik anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini dapat
terjadi pada orang dewasa dan teman sebaya tanpa terdeteksi. Verbal bullying
dapat berupa teriakan dan keriuhan yang terdengar. Hal ini berlangsung cepat dan
tanpa rasa sakit pada pelaku bullying dan dapat sangat menyakitkan pada target.
Jika verbal bullying dimaklumi, maka akan menjadi suatu yang normal dan target
menjadi dehumanized. Ketika seseorang menjadi dehumanized, maka seseorang
tersebut akan lebih mudah lagi untuk diserang tanpa mendapatkan panduan dari
orang di sekitar yang mendengarnya.
Verbal bullying dapat berbentuk name-calling (memberi nama julukan),
taunting (ejekan), belittling (meremehkan), cruel criticsm (kritikan yang kejam),
personal defamation (fitnah secara personal), racist slurs (menghina ras), sexually
suggestive (bermaksud/bersifat seksual) atau sexually abusive remark (ucapan
yang kasar). Hal ini juga meliputi pemerasan uang atau benda yang dimiliki,
panggilan telepon yang kasar, mengintimidasi lewat e-mail, catatan tanpa nama
yang berisi ancaman, tuduhan yang tidak benar, rumor yang jahat dan tidak benar.
Bentuk verbal bullying dapat berdiri sendiri.
2. Physical bullying
Bentuk bullying yang paling dapat terlihat dan yang paling dapat dengan
Universitas Sumatera Utara
40
mudah untuk diidentifikasi. Bentuk ini meliputi menampar, memukul, mencekik,
mencolek, meninju, menendang, menggigit, menggores, memelintir, meludahi,
merusak pakaian atau barang dari korban.
3. Relational bullying
Bentuk ini adalah yang paling sulit untuk dideteksi, relational bullying
adalah pengurangan perasaan ‘sense’ diri seseorang yang sistematis melalui
pengabaian, pengisolasian, pengeluaran, penghindaran. Penghindaran, sebagai
suatu perilaku penghilangan, dilakukan bersama romur adalah sebuah cara yang
paling kuat dalam melakukan bullying. Relational bullying paling sering terjadi
pada tahun-tahun pertengahan, dengan onset remaja yang disertai dengan
perubahan fisik, mental, emosional, dan seksual. Pada waktu inilah, remaja sering
menggambarkan siapa diri mereka dan mencoba menyesuaikan diri dengan teman
sebaya.
D. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Remaja (adolescence) diartikan sebagai individu yang sedang pada masa
perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup
perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Piaget (dalam
Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak
lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam
tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Universitas Sumatera Utara
41
Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara
seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Menurut
Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang
sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan
pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan
dan 18-21 tahun masa remaja akhir.
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Havighurst (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan tugas-tugas
perkembangan remaja bagi usia 12-18 tahun, yaitu:
a. Perkembangan aspek-aspek biologis
b. Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat
sendiri
c. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan/atau orang dewasa
lain
d. Mendapatkan pandangan hidup sendiri
e. Merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam
kebudayaan pemuda sendiri.
Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka
terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju
kedewasaan yaitu remaja awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18 tahun), dan
remaja akhir (18-21 tahun). Pada tahap remaja awal (12-15 tahun), remaja masih
merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
42
pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan
tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada
lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini
ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan
remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
3. Perkembangan Sosial Remaja
Percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan
pemasakan seksualitas juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan
sosial remaja. Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua
macam gerak, yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-
teman sebaya. Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berurutan
meskipun yang satu dapat terkait pada yang lain. Hal itu menyebabkan bahwa
adanya gerak yang pertama tanpa diikuti gerak yang kedua dapat menyebabkan
rasa kesepian. Hal ini kadang-kadang dijumpai dalam masa remaja, dalam
keadaan yang ekstrem hal ini dapat menyebabkan usaha-usaha untuk bunuh diri.
Kualitas hubungan dengan orang tua dalam hal ini memegang peranan yang
penting. Kelekatan yang tidak aman terhadap orang tua bila terjadi bersamaan
dengan kemandirian akan menimbulkan perhatian yang berlebihan pada
kepentingan sendiri, sedangkan kelekatan yang tidak aman bersamaan dengan
bersamaan dengan ketergantungan menimbulkan orientasi konformisitis atau
isolasi penuh kecemasan (Monks, 1999).
4. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja
Universitas Sumatera Utara
43
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan
tekanan (stress and storm), suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi
sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan pada tahun-tahun
awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat. Pertumbuhan
yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa
puber. Oleh karena itu, perlu dicari keterangan lain yang menjelaskan ketegangan
enmosi yang khas pada usia ini.
Penjelasan diperoleh dari kondisi sosial yang mengelilingi masa remaja
kini. Adapun meningginya emosi terutama pada anak laki-laki dan perempuan
yang berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan
selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi
keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan.
Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari
waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola
perilaku baru dan harapan sosial yang baru.
Meskipun emosi remaja sering kali kuat, tidak terkendali dan tampaknya
irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku
emosional. Menurut Gessel dkk, remaja empat belas tahun sering kali mudah
marah, mudah tersinggung, dan emosinya cenderung meledak, tidak berusaha
mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja enam belas tahun mengatakan
bahwa mereka tidak punya keprihatinan. Jadi adanya badai dan tekanan dalam
periode ini berkurang menjelang berkahirnya awal masa remaja (Hurlock, 1999).
a. Pola emosi pada masa remaja
Universitas Sumatera Utara
44
Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa anak-
anak, yaitu timbulnya amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih,
dan kasih sayang. Perbedaannya adalah pada rangsangan yang membangkitkan
emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap
ungkapan emosi mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarah dengan cara
gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau
berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan
marah. Remaja juga iri hati terhadap orang yang memiliki benda lebih banyak. Ia
tidak mengeluh dan menyesali diri sendiri, seperti yang dilakukan anak-anak
(Hurlock, 1999).
b. Perubahan Sosial
Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang
berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan
lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya pernah ada dan harus
menyesuaikan dengan orang dewasa di lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk
mencapai tujuan pola sosiallisasi dewasa, remaja harus membuat banyak
penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan
meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial,
pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan,
nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam
seleksi pemimpin (Hurlock, 1999).
E. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP DEPRESI PADA
REMAJA AWAL KORBAN BULLYING
Universitas Sumatera Utara
45
Remaja (adolescence) adalah individu yang sedang berada pada masa
perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup
perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Dalam
perkembangan sosial remaja dapat dilihat dua macam gerak, yaitu: memisahkan
diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks, 2002). Salah
satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan dengan
penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku bullying yang merupakan
bentuk khusus agresi di kalangan teman sebaya. Kebanyakan perilaku bullying
terjadi secara tersembunyi (covert) dan sering tidak dilaporkan sehingga kurang
disadari oleh kebanyakan orang (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000).
Definisi bullying menurut Olweus yaitu suatu perilaku negatif berulang
yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain
oleh satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak
mampu melawannya (Olweus, 2006). Menurut Coloroso (2003), bullying adalah
tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan
untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan
teror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat
nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang,
mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh
seorang anak atau kelompok anak. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban
bullying bila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang
dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying
juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga
Universitas Sumatera Utara
46
korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara
efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Krahe,
2005).
Bullying menimbulkan berbagai dampak negatif dan dengan tingkat
keparahan yang bervariasi. Bagi korban bullying, sekolah dapat menjadi tempat
yang tidak menyenangkan dan berbahaya. Ketakutan yang mereka alami dapat
menimbulkan harga diri rendah, sering absen, dan depresi (Glew, Rivara, &
Feudtner, 2000). Penelitian pada korban bullying di Malaysia juga menyatakan
adanya hubungan positif yang signifikan antara bullying dan depresi pada
teenager (Uba dkk, 2010).
Menurut Blackman, depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan,
suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Dr. Jonathan Trisna mengatakan bahwa
depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan
diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari perasaan murung sedikit
sampai pada keadaan tidak berdaya. Depresi adalah gangguan perasaan (afek)
yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/ gairah) disertai
dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan
(dalam Lubis, 2009).
Penelitian mengenai bullying yang dilakukan Rigby menemukan bahwa
peer victimisation secara signifikan berhubungan dengan tingkat kesehatan mental
yang rendah. Dari peneltian tersebut juga diketahui bahwa dukungan sosial yang
dipersepsikan positif memprediksi tingkat kesejahteraan mental yang lebih tinggi
bagi para korban bullying. Dari penelitian Rigby disimpulkan bahwa tingkat
Universitas Sumatera Utara
47
dukungan sosial yang tinggi dapat mengurangi efek negatif dari peer victimisation
(dalam Rigby, 2005).
Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan,
perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok
lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial
memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari
kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan. Panzarella
dkk (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan berkebalikan antara dukungan
sosial dengan depresi. Panzarella juga menambahkan bahwa dukungan sosial yang
buruk mendukung meningkatnya faktor resiko depresi sekaligus menjadi
konsekuensi dari depresi. Berkurangnya dukungan sosial dapat melemahkan
kemampuan individu untuk mengatasi berbagai peristiwa hidup yang negatif dan
membuatnya rentan terhadap depresi (Billings dkk dalam Davison, 2006).
Dari gambaran hubungan resiprokal antara dukungan sosial dengan
depresi, peneliti lebih berfokus pada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi.
Hal ini berhubungan dengan fenomena bullying yang telah diteliti mempunyai
dampak negatif terhadap kesehatan mental, khususnya depresi. Dukungan sosial
yang dirasakan remaja dari orang-orang di sekitar diperlukan untuk mengurangi
depresi yang merupakan efek negatif bullying yang dialami remaja.
F. HIPOTESIS
Universitas Sumatera Utara
48
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh dukungan sosial
terhadap depresi pada remaja awal korban bullying.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Universitas Sumatera Utara

More Related Content

PPTX
ppt psikologi Depresi
PPTX
D e p r e s i
PPT
Depresi
DOCX
referat-depresi-docx
PPTX
Pp depresi
PPT
depresi
PDF
Mengenal Depresi (23.1)
PDF
Mengenal Skizofrenia (8.4, NIMH)
ppt psikologi Depresi
D e p r e s i
Depresi
referat-depresi-docx
Pp depresi
depresi
Mengenal Depresi (23.1)
Mengenal Skizofrenia (8.4, NIMH)

What's hot (18)

PDF
Depresi, Sebuah Panduan Ringkas (NIMH, v2, 6.0)
PPTX
Macam-Macam Gangguan Jiwa - oleh dr. Ida Rochmawati, SpKJ(K)
PDF
Informasi Obat-obatan Kesehatan Jiwa (Edisi ke-4)
DOCX
Kemurungan
PPTX
Mari mengenal dan mengatasi depresi
PDF
Mengenal Kecemasan dan Serangan Panik (9.0, fr Mind UK Booklet)
PDF
Adakah kemurungan satu penyakit
PDF
Mengenal Gangguan Bipolar (v2, 15.0)
PPTX
Mengenal Gangguan Bipolar [dr. Lahargo Kembaren, SpKJ]
DOCX
Apa itu kemurungan
DOCX
PPTX
Mengenal Lebih Dalam Masalah dan Gangguan Jiwa
PPTX
Askep depresi AKPER PEMDA MUNA
PPTX
Mengenal Gangguan Jiwa (4.0, Final)
PPT
Ciri-ciri gangguan jiwa yang beresiko bunuh diri
DOCX
Tugas jiwaku mimi
PDF
Kemurungan
Depresi, Sebuah Panduan Ringkas (NIMH, v2, 6.0)
Macam-Macam Gangguan Jiwa - oleh dr. Ida Rochmawati, SpKJ(K)
Informasi Obat-obatan Kesehatan Jiwa (Edisi ke-4)
Kemurungan
Mari mengenal dan mengatasi depresi
Mengenal Kecemasan dan Serangan Panik (9.0, fr Mind UK Booklet)
Adakah kemurungan satu penyakit
Mengenal Gangguan Bipolar (v2, 15.0)
Mengenal Gangguan Bipolar [dr. Lahargo Kembaren, SpKJ]
Apa itu kemurungan
Mengenal Lebih Dalam Masalah dan Gangguan Jiwa
Askep depresi AKPER PEMDA MUNA
Mengenal Gangguan Jiwa (4.0, Final)
Ciri-ciri gangguan jiwa yang beresiko bunuh diri
Tugas jiwaku mimi
Kemurungan
Ad

Viewers also liked (20)

PPT
Slide depresi bag puji
PPTX
Lawan dan musuh
PPTX
Sahabat yang menyenangkan
PDF
Musuh dan kawan syetan
DOCX
Stres pekerjaan kelompok 7 akuntansi
PPTX
Sifat sifat penghuni surga
PPTX
Teman yang baik
PPTX
Indahnya kebersamaan
PPTX
Mood Disorders
PPTX
Renungan Untuk Bidadari Dunia
PPTX
Menemukan Arah Kehidupan
PDF
Mm002064
KEY
Major depressive disorder
PPS
Sahabat
DOCX
Naskah drama arti sahabat
PPTX
Seks bebas
PPTX
Diagnosis and management of major depressive disorder
PPTX
Ppt eka seks bebas
PPTX
Antidepresi
Slide depresi bag puji
Lawan dan musuh
Sahabat yang menyenangkan
Musuh dan kawan syetan
Stres pekerjaan kelompok 7 akuntansi
Sifat sifat penghuni surga
Teman yang baik
Indahnya kebersamaan
Mood Disorders
Renungan Untuk Bidadari Dunia
Menemukan Arah Kehidupan
Mm002064
Major depressive disorder
Sahabat
Naskah drama arti sahabat
Seks bebas
Diagnosis and management of major depressive disorder
Ppt eka seks bebas
Antidepresi
Ad

Similar to Depresi (20)

DOC
Depresi remaja
DOCX
Keperawatan jiwa askep gangguan alam perasaan (mood)
DOCX
Reply AKPER PEMKAB MUNA
PPTX
Materi tentang Depressive Disorder materi seputar gangguan depresi.pptx
DOCX
Tugas jiwaku mimi AKPER PEMKAB MUNA
PPTX
Depresi point AKPER PEMKAB MUNA
DOCX
Depresi makalah
PPTX
Membahas apa itu depresi dan kecemasandan dampak yang ditimbulkan
DOCX
Askep gangguan alam perasaa1
DOCX
Askep gangguan alam perasaa1
DOCX
Depresi AKPER PEMKAB MUNA
DOCX
DOCX
Depresi makalah
DOCX
Askep depresi AKPER PEMDA MUNA
DOCX
Makalah depresi
DOCX
Makalah depresi (2)
DOCX
Makalah depresi
DOCX
Makalah depresi (5)
PPTX
bahan kuliah untuk Gangguan Jiwa Rifki.pptx
Depresi remaja
Keperawatan jiwa askep gangguan alam perasaan (mood)
Reply AKPER PEMKAB MUNA
Materi tentang Depressive Disorder materi seputar gangguan depresi.pptx
Tugas jiwaku mimi AKPER PEMKAB MUNA
Depresi point AKPER PEMKAB MUNA
Depresi makalah
Membahas apa itu depresi dan kecemasandan dampak yang ditimbulkan
Askep gangguan alam perasaa1
Askep gangguan alam perasaa1
Depresi AKPER PEMKAB MUNA
Depresi makalah
Askep depresi AKPER PEMDA MUNA
Makalah depresi
Makalah depresi (2)
Makalah depresi
Makalah depresi (5)
bahan kuliah untuk Gangguan Jiwa Rifki.pptx

Depresi

  • 1. 26 BAB II LANDASAN TEORI A. DEPRESI 1. Pengertian Depresi Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan yaitu suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Individu yang mengalami depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik dan sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilang semangat, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi, dan menurunnya daya tahan (Lubis, 2009). Dalam Chaplin (2002) depresi didefinisikan pada dua keadaan, yaitu pada orang normal dan pada kasus patologis. Pada orang normal, depresi merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak puas, menurunnya kegiatan, dan pesimis dalam menghadapi masa yang akan datang. Pada kasus patologis, depresi merupakan ketidakmampuan ekstrem untuk bereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpastian, tidak mampu dan putus asa. Perbedaan depresi normal dengan depresi klinis terletak pada tingkatannya, namun keduanya memiliki jenis simtom yang sama. Tetapi depresi unipolar atau mayor depresi mempunyai simtom yang lebih banyak, lebih berat (severely), lebih sering, dan terjadi dalam waktu yang lebih lama. Namun batas antara gangguan depresif normal (‘normal’ depressive Universitas Sumatera Utara
  • 2. 27 disturbance) dengan gangguan depresif klinis (clinically significant depressive disorder) masih kabur (Rosenhan & Seligman, 1989). Radloff (1977) telah mengembangkan sebuah skala CES-D untuk mendeteksi simtom-simtom depresi pada populasi umum. Komponen utama simtomatologi depresif yang digunakan dalam skala CES-D diidentifikasi dari literatur klinis dan studi faktor analisis. Melalui skala CES-D individu dikatakan mengalami simtom-simtom depresi melalui keempat faktor, yaitu: Depressed effect/negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau suasana hati yang dirasakan negatif seperti perasaan sedih, tertekan, kesepian, dan menangis, Somatic symptoms merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan dengan keadaan tubuh seperti merasa terganggu, berkurang atau bertambahnya nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, dan sulit memulai sesuatu, Positive affect merupakan perasaan, emosi, suasana hati yang dirasakan positif bagi individu dan memiliki harapan yang merupakan kebalikan dari perasaan negatif, dan Interpersonal relation merupakan perasan negatif yang dirasakan individu berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak bersahabat dan merasa tidak disukai. Berdasarkan berbagai definisi dari faktor-faktor yang disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan pengertian depresi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami simtom-simtom perasaan sedih, tertekan, kesepian, berkurang nafsu makan, membutuhkan usaha lebih besar dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu, merasa tidak bersahabat, dan merasa tidak disukai orang lain. Universitas Sumatera Utara
  • 3. 28 2. Gejala Depresi Dalam DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder fourth edition Text Revision) (American Psychiatric Association, 2000) dituliskan kriteria depresi mayor yang ditetapkan apabila sedikitnya lima dari gejala di bawah ini telah ditemukan dalam jangka waktu dua minggu yang sama dan merupakan satu perubahan pola fungsi dari sebelumnya, paling tidak satu gejalanya ialah salah satu dari mood tertekan atau hilangnya minat atau kesenangan (tidak termasuk gejala-gejala yang jelas yang disebabkan kondisi medis umum atau mood delusi atau halusinasi yang tidak kongruen). a. Mood tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, sebagaimana ditunjukkan oleh laporan subjektif atau pengamatan dari orang lain. b. Ditandai dengan berkurangnya minat dan kesenangan dalam semua, atau hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (ditunjukkan oleh pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain). c. Berkurangnya berat badan secara signifikan tanpa diet atau bertambahnya berat badan (seperti perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), atau berkurangnya atau bertambahnya nafsu makan hampir setiap hari (pada kanak-kanak, pertimbangkan juga kegagalan untuk mendapatkan tambahan berat badan). d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang kegelisahan atau rasa terhambat) Universitas Sumatera Utara
  • 4. 29 f. Lelah atau kehilangan tenaga hampir setiap hari g. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai (yang mencapai taraf delusional) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah karena sakitnya). h. Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, atau ragu-ragu hampir setiap hari (baik atas pertimbangan subjektif atau pengamatan dari orang lain) i. Pikiran tentang kematian yang berulang (tidak hanya takut akan kematian), atau usaha bunuh diri atau adanya suatu rencana spesifik untuk bunuh diri. Pada umumnya penelitian-penelitian mengenai depresi akan mendeteksi depresi melalui simtom-simtomnya. Salah satu alat ukur yang umum dikenal adalah CES-D (The Center for Epidemiological Studies-Depression Scale) yang dikembangkan oleh Radloff (1977) melalui National Institute of Mental Health. Komponen utama simtomatologi depresif yang digunakan dalam skala CES-D diidentifikasi dari literatur klinis dan studi faktor analisis. CES-D terdiri dari 20 aitem dan disusun berdasarkan 4 faktor: 1. Depressed effect / negative affect merupakan perasaan-perasaan, emosi, atau suasana hati yang dirasakan negatif seperti perasaan sedih (blues), tertekan (depressed), kesepian (lonely), dan menangis (cry sad). 2. Somatic symptoms merupakan gejala psikologis yang dirasakan berkaitan dengan keadaan tubuh seperti merasa terganggu, berkurang atau bertambahnya nafsu makan, membutuhkan usaha dalam melakukan sesuatu, kesulitan tidur, dan sulit memulai sesuatu. Universitas Sumatera Utara
  • 5. 30 3. Positive affect merupakan perasaan, emosi, suasana hati yang dirasakan positif bagi individu dan memiliki harapan yang merupakan kebalikan dari perasaan negatif. 4. Interpersonal relation merupakan perasan negatif yang dirasakan individu berkaitan dengan perilaku orang lain seperti tidak bersahabat dan merasa tidak disukai. 3. Perkembangan Skala Center for Epidemiologic Studies Depression (CES-D) Center for Epidemiologic Studies Depression Scale (CES-D) adalah skala yang didesain untuk menilai tingkat simtom depresi pada saat terkini (to assess current level of depressive symtomp) pada populasi umum. CES-D menilai berdasarkan frekuensi dan durasi simtom yang berhubungan dengan depresi. Skala ini bertujuan untuk digunakan dalam studi epidemiologi pada populasi umum (dalam Vingerhoets, 2001). Alat ukur terdiri dari 20 item yang diseleksi dari sejumlah skala depresi terdahulu yang sudah valid. Pernyataan-pernyataan dalam CES-D meliputi depressed mood, perasaan bersalah dan tidak berharga, merasa putus asa dan tidak berdaya, kemunduran psikomotor, kehilangan selera makan, dan gangguan tidur. Desain skala CES-D lebih menekankan komponen afektif, yaitu depressed mood. Responden diminta untuk merating frekuensi simtom selama minggu terakhir dalam skala Likert 4 point dengan rentang dari jarang atau tidak pernah (kurang dari satu hari) hingga sering atau setiap hari (5-7- hari). Jumlah skor dalam CES- D dapat dijumlahkan, skor yang lebih tinggi mengindikasikan adanya simtom depresif (Radloff, 1977). Universitas Sumatera Utara
  • 6. 31 CES-D bukanlah merupakan alat diagnostik, tetapi merupakan alat tes screening untuk mengidentifikasi individu atau kelompok yang berisiko depresi. CES-D juga telah diadaptasi penggunaannya terhadap anak-anak. Skala ini juga telah divalidasi untuk digunakan oleh remaja, lansia, dan sejumlah kelompok dari etnis yang berbeda. 4. Depresi pada Remaja Depresi tidak mengenal batasan umur dan bisa terjadi pada siapa saja, dari kelompok sosial mana saja dan pada segala rentang usia. Hadi (2004) menemukan bahwa depresi pada kelompok umur remaja ternyata relatif tinggi. Dengan kata lain, remaja rentan terkena depresi. Menurut Blackman (dalam Lubis, 2009), depresi pada remaja sebagian besar tidak terdiagnosis sampai akhirnya mereka mengalami kesulitan yang serius dalam sekolah dan penyesuaian pribadi yang sering kali berlanjut pada masa dewasa Depresi bisa menjadi respon sementara terhadap situasi maupun stres. Pada remaja, mood sedih adalah hal yang umum karena proses pendewasaan, stres yang berhubungan dengan kedewasaan, pengaruh hormon seksual, dan konflik kebebasan dengan orang tua. Walaupun normal bagi remaja untuk mengalami perubahan suasana perasaan, tetapi hal tersebut menjadi tidak normal jika berlarut-larut dengan kekacauan emosi yang luar biasa (Lubis, 2009). Terdapat persamaan dan perbedaan dalam simtom-simtom depresi mayor yang ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak dan remaja berusia 7 (tujuh) hingga 17 (tujuh belas) tahun memiliki kesamaan dengan orang dewasa dalam mood depresi, ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan, fatik, Universitas Sumatera Utara
  • 7. 32 masalah konsentrasi, dan pemikiran untuk bunuh diri. Simtom-simtom yang berbeda adalah tingkat percobaan bunuh diri dan rasa bersalah yang lebih tinggi pada anak-anak dan remaja, sedangkan pada orang dewasa lebih sering bangun lebih awal di pagi hari, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, dan depresi dini hari (Davison, 2006). 5. Teori Psikologi tentang Depresi a. Teori Interpersonal Depresi Dalam teori ini dibahas mengenai hubungan antara orang-orang yang depresi dengan orang lain. Pada individu yang depresi cenderung memiliki sedikit jaringan sosial dan menganggap jaringan sosial hanya memberikan sedikit dukungan (Keltner & Kring, dalam Davison, 2006). Berkurangnya dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan individu untuk mengatasi berbagai peristiwa hidup yang negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi (Billings dkk dalam Davison, 2006). Kurangnya dukungan sosial tersebut kemungkinan disebabkan oleh fakta bahwa orang-orang yang depresi memicu reaksi negatif dari orang lain (Coyne, dalam Davison, 2006). Data menunjukkan bahwa perilaku orang yang depresi menimbulkan penolakan (Davison, 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa perilaku non-verbal orang yang mengalami depresi dapat berperan penting dalam hal ini. Contohnya, orang lain dapat menganggap hal-hal berikut ini sebagai sesuatu yang menyebalkan: berbicara sangat lambat, dengan banyak jeda dan keengganan, keterbukaan diri yang negatif, lebih banyak afek negaitf, jarang Universitas Sumatera Utara
  • 8. 33 melakukan kontak mata, dan sedikitnya ekspresi wajah yang positif serta lebih banyak ekspresi wajah yang negatif (Field dkk, dalam Davison, 2006). Data yang ditemukan oleh Joiner dan Schmidt mengenai para mahasiswa yang mengalami depresi ringan menunjukkan bahwa pola tidak konsisten dalam mencari dukungan memprediksi semakin beratnya mood depresi. Hal yang terpenting dalam teori interpersonal mengenai depresi adalah fakta bahwa hubungan interpersonal bersifat bi-direksional. Dengan demikian, bila pada individu yang depresi secara pasti dapat memicu reaksi negatif dari orang yang berinteraksi dengan mereka, reaksi orang yang berinteraksi dengan mereka tersebut kemungkinan memberikan dampak negatif timbal balik pada para individu yang mengalami depresi. Memang hubungan sosial orang yang menderita depresi lebih kompleks, lebih sulit untuk dikelola, dan lebih memerlukan usaha dibanding hubungan sosial orang-orang yang tidak mengalami depresi (Coyne dalam Davison, 2006). Kesulitan dan kurangnya hubungan interpersonal dapat menjadi penyebab depresi dan juga menjadi konsekuensinya. Secara singkat, perilaku interpersonal secara jelas berperan besar dalam depresi. b. Teori Kognitif Depresi Dalam teori ini dibahas mengenai berbagai pola berpikir dan keyakinan dianggap sebagai faktor utama yang menyebabkan atau mempengaruhi kondisi emosional. Aaron Beck mengatakan bahwa proses-proses berpikir adalah sebagai faktor penyebab depresi. Aaron mengatakan bahwa orang-orang yang depresi memiliki perasaan seperti pesimis terhadap diri sendiri, keyakinan bahwa tidak ada seorangpun yang menyukai dirinya (Davison, 2006). Universitas Sumatera Utara
  • 9. 34 Beck (dalam Lubis, 2009) berpendapat bahwa adanya gangguan depresi adalah akibat dari cara berpikir seseorang terhadap dirinya. Penderita depresi cenderung menyalahkan diri sendiri. Hal ini disebabkan karena adanya distorsi kognitif terhadap diri sendiri dan lingkungan, sehingga dalam mengevaluasi diri dan menginterpretasi hal-hal yang terjadi mereka cenderung mengambil kesimpulan yang tidak cukup dan berpandangan negatif. Pada masa kanak-kanak dan remaja, orang-orang yang depresi mengembangkan skema negatif, yaitu suatu kecenderungan untuk melihat lingkungan secara negatif- melalui kehilangan orang yang disayang, tragedi yang terjadi susul-menyusul, penolakan sosial oleh teman sebaya. B. DUKUNGAN SOSIAL 1. Pengertian Dukungan Sosial Cohen dan Wills (1985) mendefinisikan dukungan sosial sebagai pertolongan dan dukungan yang diperoleh seseorang dari interaksinya dengan orang lain. Dukungan sosial timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang- orang yang akan membantu apabila terjadi suatu keadaan atau peristiwa yang dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan dapat menaikkan perasaan positif serta mengangkat harga diri. Kondisi atau keadaan psikologis ini dapat mempengaruhi respon-respon dan perilaku individu sehingga berpengaruh terhadap kesejahteraan individu secara umum. Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial Universitas Sumatera Utara
  • 10. 35 memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan. Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain. 2. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial Sarafino (2006) membagi dukungan sosial kedalam 5 bentuk, yaitu: a. Dukungan Emosional ( Emotional / Esteem Support ) Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengar keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka. b. Dukungan Instrumental (Instrumental / Tangible Support ) Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau menghibur saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam melaksanakan aktivitasnya. c. Dukungan Informatif (Informational Support) Universitas Sumatera Utara
  • 11. 36 Dukungan informatif mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat, dan petunjuk. d. Dukungan Persahabatan (Companionship Support) Dukungan persahabatan mencakup kesediaan waktu orang lain untuk menghabiskan waktu atau bersama dengan individu, dengan demikian akan memberikan rasa keanggotaan dari suatu kelompok yang saling berbagi minat dan melakukan aktivitas sosial bersama. 3. Teori Model Dukungan Sosial Sarafino (2006) mengemukakan dua teori model untuk menjelaskan bagaimana dukungan sosial berperan dalam mempengaruhi efek dari keadaan stres, yaitu: teori buffering dan direct effect. a. Buffering hypothesis Dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dan well-being dengan melindungi individu dari efek negatif tekanan tinggi yang dialami individu. Proses buffering (penyanggaan) terjadi dalam dua cara, yaitu: pertama, ketika individu menahan tekanan yang kuat, maka dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi individu tersebut akan mampu mengatasi Universitas Sumatera Utara
  • 12. 37 situasi tersebut dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat dukungan sosial yang rendah. Kedua, dukungan sosial mampu untuk memodifikasi respon individu terhadap stresor setelah proses apraisal pertama. b. Direct effect hypothesis Dukungan sosial memberi manfaat terhadap kesehatan dan well-being tanpa memperhitungkan jumlah stres yang dialami individu, manfaat dukungan sosial hampir sama ketika individu pada situasi stressor yang tinggi dan rendah. Proses direct effect terjadi dengan proses sebagai berikut: individu dengan dukungan sosial yang tinggi akan mempunyai perasaan belongingness dan harga diri yang kuat. C. BULLYING 1. Pengertian Bullying Bullying menurut Olweus yaitu suatu perilaku negatif berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain oleh satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya (Olweus, 2006). Menurut Coloroso (2003), bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, Universitas Sumatera Utara
  • 13. 38 mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku negatif yang dilakukan dengan secara sadar untuk menyakiti orang lain, yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain, termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak. 2. Tanda-Tanda Bullying Olweus (1993) merumuskan adanya tiga unsur dasar bullying, yaitu bersifat menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat. Coloroso (2003) juga mengatakan bahwa bullying akan selalu mengandung tiga elemen, yaitu: kekuatan yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti, ancaman akan dilakukannya agresi. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban bullying bila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Krahe, 2005). 3. Jenis Perilaku Bullying Ada tiga jenis bullying menurut Coloroso (2003), yaitu: Universitas Sumatera Utara
  • 14. 39 1. Verbal bullying Kata-kata bisa digunakan sebagai alat yang dapat mematahkan semangat anak yang menerimanya. Verbal abuse adalah bentuk yang paling umum dari bullying yang digunakan baik anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini dapat terjadi pada orang dewasa dan teman sebaya tanpa terdeteksi. Verbal bullying dapat berupa teriakan dan keriuhan yang terdengar. Hal ini berlangsung cepat dan tanpa rasa sakit pada pelaku bullying dan dapat sangat menyakitkan pada target. Jika verbal bullying dimaklumi, maka akan menjadi suatu yang normal dan target menjadi dehumanized. Ketika seseorang menjadi dehumanized, maka seseorang tersebut akan lebih mudah lagi untuk diserang tanpa mendapatkan panduan dari orang di sekitar yang mendengarnya. Verbal bullying dapat berbentuk name-calling (memberi nama julukan), taunting (ejekan), belittling (meremehkan), cruel criticsm (kritikan yang kejam), personal defamation (fitnah secara personal), racist slurs (menghina ras), sexually suggestive (bermaksud/bersifat seksual) atau sexually abusive remark (ucapan yang kasar). Hal ini juga meliputi pemerasan uang atau benda yang dimiliki, panggilan telepon yang kasar, mengintimidasi lewat e-mail, catatan tanpa nama yang berisi ancaman, tuduhan yang tidak benar, rumor yang jahat dan tidak benar. Bentuk verbal bullying dapat berdiri sendiri. 2. Physical bullying Bentuk bullying yang paling dapat terlihat dan yang paling dapat dengan Universitas Sumatera Utara
  • 15. 40 mudah untuk diidentifikasi. Bentuk ini meliputi menampar, memukul, mencekik, mencolek, meninju, menendang, menggigit, menggores, memelintir, meludahi, merusak pakaian atau barang dari korban. 3. Relational bullying Bentuk ini adalah yang paling sulit untuk dideteksi, relational bullying adalah pengurangan perasaan ‘sense’ diri seseorang yang sistematis melalui pengabaian, pengisolasian, pengeluaran, penghindaran. Penghindaran, sebagai suatu perilaku penghilangan, dilakukan bersama romur adalah sebuah cara yang paling kuat dalam melakukan bullying. Relational bullying paling sering terjadi pada tahun-tahun pertengahan, dengan onset remaja yang disertai dengan perubahan fisik, mental, emosional, dan seksual. Pada waktu inilah, remaja sering menggambarkan siapa diri mereka dan mencoba menyesuaikan diri dengan teman sebaya. D. REMAJA 1. Pengertian Remaja Remaja (adolescence) diartikan sebagai individu yang sedang pada masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Universitas Sumatera Utara
  • 16. 41 Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Menurut Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir. 2. Ciri-ciri Masa Remaja Havighurst (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja bagi usia 12-18 tahun, yaitu: a. Perkembangan aspek-aspek biologis b. Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat sendiri c. Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan/atau orang dewasa lain d. Mendapatkan pandangan hidup sendiri e. Merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri. Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan yaitu remaja awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun). Pada tahap remaja awal (12-15 tahun), remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi Universitas Sumatera Utara
  • 17. 42 pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa. 3. Perkembangan Sosial Remaja Percepatan perkembangan dalam masa remaja yang berhubungan dengan pemasakan seksualitas juga mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial remaja. Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak, yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman- teman sebaya. Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berurutan meskipun yang satu dapat terkait pada yang lain. Hal itu menyebabkan bahwa adanya gerak yang pertama tanpa diikuti gerak yang kedua dapat menyebabkan rasa kesepian. Hal ini kadang-kadang dijumpai dalam masa remaja, dalam keadaan yang ekstrem hal ini dapat menyebabkan usaha-usaha untuk bunuh diri. Kualitas hubungan dengan orang tua dalam hal ini memegang peranan yang penting. Kelekatan yang tidak aman terhadap orang tua bila terjadi bersamaan dengan kemandirian akan menimbulkan perhatian yang berlebihan pada kepentingan sendiri, sedangkan kelekatan yang tidak aman bersamaan dengan bersamaan dengan ketergantungan menimbulkan orientasi konformisitis atau isolasi penuh kecemasan (Monks, 1999). 4. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja Universitas Sumatera Utara
  • 18. 43 Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan (stress and storm), suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan pada tahun-tahun awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat. Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Oleh karena itu, perlu dicari keterangan lain yang menjelaskan ketegangan enmosi yang khas pada usia ini. Penjelasan diperoleh dari kondisi sosial yang mengelilingi masa remaja kini. Adapun meningginya emosi terutama pada anak laki-laki dan perempuan yang berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru. Meskipun emosi remaja sering kali kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional. Menurut Gessel dkk, remaja empat belas tahun sering kali mudah marah, mudah tersinggung, dan emosinya cenderung meledak, tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja enam belas tahun mengatakan bahwa mereka tidak punya keprihatinan. Jadi adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berkahirnya awal masa remaja (Hurlock, 1999). a. Pola emosi pada masa remaja Universitas Sumatera Utara
  • 19. 44 Pola emosi pada masa remaja sama dengan pola emosi pada masa anak- anak, yaitu timbulnya amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang. Perbedaannya adalah pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarah dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan marah. Remaja juga iri hati terhadap orang yang memiliki benda lebih banyak. Ia tidak mengeluh dan menyesali diri sendiri, seperti yang dilakukan anak-anak (Hurlock, 1999). b. Perubahan Sosial Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mencapai tujuan pola sosiallisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1999). E. PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP DEPRESI PADA REMAJA AWAL KORBAN BULLYING Universitas Sumatera Utara
  • 20. 45 Remaja (adolescence) adalah individu yang sedang berada pada masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2003). Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat dua macam gerak, yaitu: memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya (Monks, 2002). Salah satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku bullying yang merupakan bentuk khusus agresi di kalangan teman sebaya. Kebanyakan perilaku bullying terjadi secara tersembunyi (covert) dan sering tidak dilaporkan sehingga kurang disadari oleh kebanyakan orang (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000). Definisi bullying menurut Olweus yaitu suatu perilaku negatif berulang yang bermaksud menyebabkan ketidaksenangan atau menyakitkan oleh orang lain oleh satu atau beberapa orang secara langsung terhadap seseorang yang tidak mampu melawannya (Olweus, 2006). Menurut Coloroso (2003), bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan teror. Termasuk juga tindakan yang direncakan maupun yang spontan, bersifat nyata atau hampir tidak kentara, di hadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak. Sehingga seseorang dianggap menjadi korban bullying bila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu, bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang, sehingga Universitas Sumatera Utara
  • 21. 46 korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterimanya (Olweus, dalam Krahe, 2005). Bullying menimbulkan berbagai dampak negatif dan dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Bagi korban bullying, sekolah dapat menjadi tempat yang tidak menyenangkan dan berbahaya. Ketakutan yang mereka alami dapat menimbulkan harga diri rendah, sering absen, dan depresi (Glew, Rivara, & Feudtner, 2000). Penelitian pada korban bullying di Malaysia juga menyatakan adanya hubungan positif yang signifikan antara bullying dan depresi pada teenager (Uba dkk, 2010). Menurut Blackman, depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Dr. Jonathan Trisna mengatakan bahwa depresi adalah suatu perasaan sendu atau sedih yang biasanya disertai dengan diperlambatnya gerak dan fungsi tubuh, mulai dari perasaan murung sedikit sampai pada keadaan tidak berdaya. Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek disforik (kehilangan kegembiraan/ gairah) disertai dengan gejala-gejala lain, seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan (dalam Lubis, 2009). Penelitian mengenai bullying yang dilakukan Rigby menemukan bahwa peer victimisation secara signifikan berhubungan dengan tingkat kesehatan mental yang rendah. Dari peneltian tersebut juga diketahui bahwa dukungan sosial yang dipersepsikan positif memprediksi tingkat kesejahteraan mental yang lebih tinggi bagi para korban bullying. Dari penelitian Rigby disimpulkan bahwa tingkat Universitas Sumatera Utara
  • 22. 47 dukungan sosial yang tinggi dapat mengurangi efek negatif dari peer victimisation (dalam Rigby, 2005). Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan. Panzarella dkk (2006) menyatakan bahwa terdapat hubungan berkebalikan antara dukungan sosial dengan depresi. Panzarella juga menambahkan bahwa dukungan sosial yang buruk mendukung meningkatnya faktor resiko depresi sekaligus menjadi konsekuensi dari depresi. Berkurangnya dukungan sosial dapat melemahkan kemampuan individu untuk mengatasi berbagai peristiwa hidup yang negatif dan membuatnya rentan terhadap depresi (Billings dkk dalam Davison, 2006). Dari gambaran hubungan resiprokal antara dukungan sosial dengan depresi, peneliti lebih berfokus pada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi. Hal ini berhubungan dengan fenomena bullying yang telah diteliti mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan mental, khususnya depresi. Dukungan sosial yang dirasakan remaja dari orang-orang di sekitar diperlukan untuk mengurangi depresi yang merupakan efek negatif bullying yang dialami remaja. F. HIPOTESIS Universitas Sumatera Utara
  • 23. 48 Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada pengaruh dukungan sosial terhadap depresi pada remaja awal korban bullying. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Universitas Sumatera Utara