1. A. KEPEMILIKAN
1. Pengertian Kepemilikan (Milkiyah)
Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk, yang secara etimologi berarti
penguasaan terhadap sesuatu. Al milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta).
Milk juga merupakan hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh
syara’, yang menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu,
sehingga ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta tersebut, kecuali
adanya kalangan syara’. Secara terminologi, al-milk adalah pengkhususan
seseorang terhadap pemilik sesuatu benda menurut syara’ untuk bertindak secara
bebas dan bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang yang
bersifat syara’.
2. Menurut Wahbah Az-Zuhayly, dari sekian banyak definisi yang diberikan
ulama mengenai kepemilikan, definisi yang terbaik adalah sebagai berikut:
“Keterkhususan terhadap sesuatu yang orang lain tidak boleh mengambilnya dan
menjadikan pemiliknya bisa melakukan pentasharrufan terhadapnya secara
mendasar kecuali adanya suatu penghalang yang ditetapkan oleh syara‟
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan hak milik
adalah hak untuk menggunakan atau mengambil keuntunggan dari suatu benda
yang berada dalam kekuasaan tanpa merugikan pihak lain dan dipertahankan
terhadap pihak manapun.
3. Dengan definisi demikian, dapat disimpulkan, bahwa setiap terjadi
kepemilikan, maka sebenarnya tidak ada ikatan apapun antara pemilik dan benda
yang dimiliki sebelum proses yang disebut “kepemilikan”. Baru setelah proses ini,
lahirlah pemilik (malik), dan bendanya disebut “mamluk” (Yang dimiliki) dan
otomatis terjadi hak milik.
2. Sebab-sebab Kepemilikan
Harta benda atau barang dan jasa dalam Islam harus jelas status
kepemilikannya, karena dalam kepemilikan itu terdapat hak-hak dan kewajiban
terhadap barang atau jasa, misalnya kewajiban zakat itu apabila barang dan jasa itu
telah menjadi miliknya dalam waktu tertentu. Kejelasan status kepemilikan dapat
dilihat melalui sebab-sebab berikut:
a. Barang atau harta itu belum ada pemiliknya secara sah (Ihrazul
Mubahat).
Contohnya : Ikan di sungai, ikan di laut, hewan buruan, Burung-burung di alam
bebas, air hujan dan lain-lain.
b. Barang atau harta itu dimiliki karena melalui akad (bil Uqud), contohnya: lewat
jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, hibah atau pemberian dan lain-lain.
4. c. Barang atau harta itu dimiliki karena warisan (bil Khala¿yah), contohnya:
mendapat bagian harta pusaka dari orang tua, mendapat barang dari wasiat ahli
waris.
d. Harta atau barang yang didapat dari perkembangbiakan ( minal mamluk).
Contohnya : Telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki dan
lain-lain.
3. Macam-macam Kepemilikan
Kepemilikan terhadap suatu harta ada tiga macam, yaitu :
a. Kepemilikan penuh (milk-ta m),
Ȑ yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap
benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang
terbatas kepada penguasaan materinya saja.
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang
terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum
untuk
menguasai harta itu.
5. Menurut Dr. Husain Abdullah kepemilikan dapat dibedakan menjadi :
a. Kepemilikan pribadi (Individu), yaitu suatu harta yang dimiliki seseorang atau
kelompok, namun bukan untuk umum, Contohnya: rumah, mobil, sawah dan
lain-lain.
b. Kepemilikan publik (umum), yaitu harta yang dimiliki oleh banyak orang.
Contohnya: Jalan Raya, laut, lapangan olah raga dan lain-lain.
c. Kepemilikan Negara Contohnya: Gedung Sekolah Negeri, Gedung Pemerintahan,
Hutan dan lain-lain.
4. Ihrazul Mubahat dan Khalafiyah
a. Ihrazul Mubahat
1)Pengertian Ihrazul Mubahat (Barang bebas), maksudnya adalah bolehnya
seseorang memiliki harta yang tidak bertuan (belum dimiliki oleh seseorang
atau kelompok).
2)Syarat Ihrazul Mubahat, syarat untuk terpenuhinya ihrazul mubahat adalah
sebagai berikut :
a) Benda atau harta yang ditemukan itu belum ada yang memilikinya.
b)Benda atau harta yang ditemukan itu memang dimaksudkan untuk
dimilikinya. Contohnya : burung yang menyasar dan masuk ke rumah.
6. b. Khalafiyah
1)Pengertian Khala¿yah
Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat
yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai macam hak.
2)Macam-macam Khalafiyah
a) Khalafiyah Syakhsyun ’an syakhsyin( ) (seseorang terhadap seseorang)
adalah kepemilikan suatu harta dari harta yang ditinggalkan oleh
pewarisnya, sebatas memiliki harta bukan mewarisi hutang si pewaris.
b)Khalafiyah syai’un ‘an syai’in ( ) (sesuatu terhadap sesuatu) adalah
kewajiban seseorang untuk mengganti harta / barang milik orang lain yang
dipinjam karena rusak atau hilang sesuai harga dari barang tersebut.
5. Ihya ul
ȑ Mawa t
ȑ
a. Pengertian Ihyaul Mawa t
ȑ
Ihyaul Mawa t
ȑ ialah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah yang belum
ada pemiliknya. Misalnya, membuka hutan untuk lahan pertanian,
menghidupkan lahan tidur menjadi produktif yang berasal dari rawa-rawa yang
tidak produktif atau tanah tidur lainnya agar menjadi produktif.
7. b. Hukum Ihyaul Mawat
Menghidupkan lahan yang mati hukumnya boleh (mubah) berdasarkan hadits
Rasulullah Saw., sebagai berikut :
“Barang siapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi haknya,
orang yang mengalirkan air dengan dzalim tidak mempunyai haknya”
c. Syarat Membuka Lahan Baru
1)Tanah yang dibuka itu cukup hanya untuk keperluannya saja, apabila lebih
orang lain boleh mengambil sisanya.
2)Ada kesanggupan dan cukup alat untuk meneruskannya, bukan semata-mata
sekedar untuk menguasai tanahnya saja.
8. d. Hikmah Ihyaul Mawat
1)Mendorong manusia untuk bekerja keras dalam mencari rezeki.
2)Munculnya rasa kemandirian dan percaya diri bahwa di dalam jagad raya ini
terdapat potensi alam yang dapat dikembangkan untuk kemaslahatan hidup.
3)Termanfaatkannya potensi alam sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah
atas kemampuan manusia dalam bidang IPTEK.
6. Hikmah Kepemilikan
Ada beberapa hikmah disyariatkannya kepemilikan dalam Islam, antara lain:
a. Terciptanya rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindunginya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.
9. B. AKAD
1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad
Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut
istilah akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang
menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu
perbuatan. Contohnya : akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan.
Dasar hukum dilakukannya akad adalah :
2. Rukun akad dan Syarat akad
Adapun rukun akad adalah :
a. Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi) disebut Aqidain.
b. Sighat (Ijab dan Qabul).
c. Ma’qud ‘alaih (sesuatu yang diakadkan).
10. Sementara itu syarat akad adalah sebagai berikut :
a. Syarat orang yang bertransaksi antara lain : berakal, baligh, mumayis dan orang
yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad.
b. Syarat barang yang diakadkan antara lain : bersih, dapat dimanfaatkan, milik
orang yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.
c. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang
bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.
3. Macam-macam Akad
Ada beberapa macam akad, antara lain:
a. Akad lisan, yaitu akad yang dilakukan dengan cara pengucapan lisan.
b. Akad tulisan, yaitu akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada
kertas bersegel atau akad yang melalui akta notaris.
c. Akad perantara utusan (wakil), yaitu akad yang dilakukan dengan melalui utusan
atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberi mandat.
d. Akad isyarat, yaitu akad yang dilakukan dengan isyarat atau kode tertentu.
e. Akad Ta’ati (saling memberikan), akad yang sudah berjalan secara umum. Contoh:
beli makan di warung, harga dan pembayaran dihitung pembeli tanpa tawar
menawar.
11. 4. Hikmah Akad
Ada beberapa hikmah dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan material.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.