BAB I
MANUSIA DAN AGAMA
A. HAKIKAT MANUSIA
1. Berbagai pandangan tentang manusia :
Dalam pandangan teori kognitif bahwa manusia adalah homo sapiens yaitu
makhluk berpikir. Tidak lagi manusia dipandang sebagai makhluk yang
melakukan reaksi terhadap lingkungannya secara pasif. Akan tetapi
merupakan makhluk yang berusaha memahami lingkungan dan makhluk
yang selalu berpikir. Di dalam al-qur’an banyak ayat yang mendorong
manusia untuk menggunakan akalnya dalam memahami alam, seperti afala
ta’qilun, afala tatafakkarun.
Manusia dalam pandangan teori behaviorisme adalah makhluk homo
mechanicu (manusia mesin). Aliran ini berpendapat bahwa segala tingkah
laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap
lingkungannya, tidak disebabkan oleh aspek rasional dan emosional.
Filosof Immanuel Kant menempatkan manusia pada tiga wujud : wujud
epistimologis yaitu apa yang mesti ia kenal, wujud etis yaitu apa yang
mesti ia lakukan dan wujud religius yaitu apa yang mesti ia harapkan.
Dalam pandangan Soren Kierkegaard bahwa manusia sebagai makhluk
memerlukan tiga kelengkapan hidup yaitu estetis. Dengan kemampuan estetis
itu manusia mampu menangkap dunia sekitarnya sebagai dunia yang
mengagumkan serta mengungkapkannya kembali melalui lukisan yang indah,
tarian yang mempesona. Kemudian kelengkapan etis. Dengan kelengkapan
etis manusia mampu meningkatkan estetis secara sempurna kearah yang
lebih manusiawi dan bertanggungjawab. Sedangkan kelengkapan religius
mengantarkan manusia mengenal yang transendental sehingga menusia
menyadari perlunya pendekatan kepada Tuhan yang semakin menuju
kesempurnaan yang akan melepaskan dirinya dari rasa kekuatiran.(Syamlan
Sulaiman, 1988 : 15).
Karl Marx berpandangan bahwa manusia adalah makhluk Homo faber yaitu
makhluk pekerja. Manusia bekerja memproduksi bahan alami menjadi
bahan yang ekonomis yang dipergunakannya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Maka untuk itu ia harus bekerja.
Dalam pandangan Aristotles bahwa manusia disebutnya sebagai Homo
Socius yaitu makhluk sosial. Karena manusia mempunyai kodrat untuk hidup
bermasyarakat.
Page 1
Dalam al-Qur’an disebut dengan hablum minannas hubungan manusia
dengan sesama manusia.
membentuk
Dalam pandangan Islam manusia dalah makhkuk ciptaan Allah yang terdiri dari
tubuh atau jasad dan ruh. Kedua insur ini senyawa, sehingga terwujud proses dan
mekanisme hidup. Terputusnya dua unsur ini berarti terjadinya kematian.
Dalam pandangan al-Qur‟an manusia disebut dengan berbagai aspek (Dep.Agama ,
2001 : 13) yaitu :
Dari aspek historis penciptaannya manusia disebut Bani Adam (Q. S Al-A‟araf :
31), dari aspek biologis kemanusiaannya disebut dengan Basyar yang
menggambarkan sifat kimia-biologisnya (Q.S Al-Mukminun : 33), dari aspek
kecerdasannya disebut dengan insan yaitu makhluk terbaik dengan kemampuan
akal menyerap ilmu pengetahuan (Q. S-Rahman : 3-4), dari segi sosiologisnya
disebut dengan istilah annas yang menunjukkan sifat manusia yang berkelompok
sesama jenisnya (Q.S Al-Baqarah : 21), dari segi posisinya manusia
disebut abdun yang menunjukkan kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus
patuh, tunduk dan merendahkan diri dihadapan Allah yang menciptanya (Q. S
Saba‟ : 9).
Dalam pandangan Islam manusia memiliki kelebihan dan kelemahan.
Adapun kelebihan manusia adalah : Manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaikbaiknya (Q.S 95:4), manusia dimuliakan Allah (17: 70), manusia mempunyai akal
dan ilmu pengetahuan (Q.S 2:31), manusia memiliki fungsi ibadah dan khalifah
(Q.S 51: 56), manusia sebagai makhluk beragama (Q.S 30 : 30), manusia
mempunyai program hidup (Q.S 2 : 201), manusia memiliki kehendak dan harus
bertanggungjawab (Q.S 52: 21) dan manusia memiliki kesadaran moral (Q.S 91: 78).
Kelemahan manusia adalah : Manusia adalah makhluk lemah, suka berbuat aniaya
dan mengingkari nikmat (Q.S 14 : 34), manusia bersifat tergesa-gesa (Q.S 21 : 37),
manusia keluh kesah, kikir dan gelisah (Q.S 70:19-21) manusia suka melampaui
batas (Q.S 96:6)), manusia bersifat pelupa (Q.S 2 :44), manusia cenderung
menuruti nafsu (Q.S 3: 14), manusia bersifat merugi (Q.S 103 :1), manusia suka
bermegah-megah (Q.S 102 :1 ), manusia suka berbantah-bantah(Q.S 102 :1
),manusia bersifat zalim dan bodoh (Q.S 33 : 72).

Dalam pandangan Murtadho Muthahhari (1984 ) bahwa manusia adalah makhluk
serba dimensi yaitu :
Page 2
a. Dimensi biologis. Secara fisik manusia memerlukan makan, minum, istirahat
dan menikah supaya manusia hidup tumbuh berkembang.
b. Dimensi etik. Manusia mempunyai sejumlah emosi yang bersifat etis yaitu ingin
memperoleh keuntungan dan menghindari kerugian.
c. Dimensi Aestetika. Manusia mempunyai perhatian terhadap keindahan.
d. Dimensi ketuhanan. Manusia mempunyai dorongan untuk menyembah
Tuhan(Q.S Al-A‟raf).
e. Dimensi potensial. Manusia memiliki kemampuan dan kekuatan berlipat ganda,
karena ia dikarunia akal dan kehendak bebas sehingga ia mampu menahan hawa
nafsu dan dapat menciptakan keseimbangan dalam hidupnya.
f. Dimensi pengenalan diri. Manusia mempunyai kemampuan mengenal dirinya
sendiri. Jika ia sudah mengenal dirinya, ia akan mencari dan ingin mengetahui
siapa penciptanya, mengapa ia diciptakan, dari apa ia diciptakan, bagaimana proses
penciptaannya dan untuk apa ia diciptakan ? (Man arafa nafsahu faqad arafa
rabbahu)
B. Fungsi manusia
Ada 4 fungsi manusia yaitu :
1. Fungsi manusia terhadap pribadi yaitu memenuhi kebutuhan jasmani dan ruhani
secara menyeluruh dan seimbang agar keutuhan pribadinya terjaga.
2. Fungsi manusia terhadap masyarakat yaitu memberikan pelayanan–pelayanan
fisik maupun moral seperti membantu orang lain baik berupa fisik maupun non
fisik.
3. Fungsi manusia terhadap alam yaitu memanfa‟atkan potensi alam untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia dan memelihara kelestariannhya agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup manusia sepanjang masa.
4. Fungsi manusia terhadap Allah SWT yaitu melakukan ibadah dengan sebaikbaiknya secara benar menurut tuntunan syariat Islam. (Q.S Adz-Dzariat: 56).
C. Peranan Agama Bagi Manusia
1. Agama sebagai dinamisator.
Agama berperan sebagai dinamisator artinya bahwa dengan agama mampu menggerakkan
umat untuk melakukan sesuatu perbuatan baik yang dilakukan secara terus-menerus. Karena
Page 3
agama memberikan jaminan bahwa apa yang diperbuat itu jika merupakan suatu kebaikan,
maka akibat dari perbuatan baik itu akan kembali kepada pelaku. Dengan dengan dinamisasi
kehidupan umat akan semakin menjadi produktif.
2. Agama sebagai Stabilisator
Agama berperan sebagai stabilisator artinya bahwa agama mampu menstabilkan
suatu keadaan yang mengalami ketidak pastian disebabkan oleh berbagai hal. Karena
agama merupakan ajaran yang penuh kedamaian, kesejahteraan dan ketenteraman.
Termasuk bagaimana agama mampu memberikan rasa aman dan ketenangan kepada
umatnya dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi ketidakpastian. Dalam Islam
terdapat konsep sabar yang dapat dijadikan sebagai penolong. Allah berfirman dalam alqur‟an” maka minta tolonglah dengan sabar dan shalat.
3. Agama sebagai Inspirator
Agama dapat menjadikan seorang muslim memperoleh berbagai inspirasi, sehingga ia menjadi
orang kreatif dan inovatif dengan berbagai karya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
4. Agama sebagai pencegah kemungkaran
Orang yang beragama akan mampu mengendalikan dirinya dari berbuat kemungkaran atau
kemaksiatan. Karena agama menuntut keta‟atan untuk melaksanakan berbagai kebaikan.
5. Agama menciptakan manusia kompetitif dan futuristik
Banyak ayat al-qur‟an yang mendorong manusia untuk mejadi orang yang kompetitif dalam
kebaikan
(Fastabiqul Khairat) dan agar mempersiapkan masa depan yang pasti (waltanzur maqaddamat
liqhad).
6. Agama menciptakan ketenangan jiwa manusia.
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia akan mengarahkan kemana manusia
menuju. Dengan demikian arah kehidupan manusia menjadi jelas dan pasti, sehingga ia
akan memerogramkan kegiatan untuk mengisi kehidupannya untuk mencapai tujuan
yang pasti. Hai orang yang beriman hendaklah setiap diri mempersiapkan hari esok (
Q.S Al-Hasyr)

Page 4
BAB II
KEIMANAN DAN KETAQWAAN
A. Pengertian
Aqidah berasal dari kata ‟aqada-ya‟qidu-‟aqidatan yang berati menghubungkan ujung yang
satu dengan ujung yang lainnya sehingga menjadi satu ikatan yang kuat dan suit dibuka
(Moh.Mansyur, 1997 : 17). Setelah terbentuk menjadi aqidatan (aqidah) blerarti kepercayaan
(keimanan) atau keyakinan.
Secara terminologi aqidah sebagaimana menurut Hasan Al-Banna adalah ‟Aqaid (bentuk
jama‟ dari ‟aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati,
mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakina yang tidak tercampur sedikitpun dengan
keragu-raguan. Manurut Abu Bakar Al-Jazairi dalam Kitab aqidah al-Mukmin bahwa aqiqdah
adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah Berdasarkan dua pengertian
tersebut di atas dapat diketahu bahwa dalam memahami akidah harus secara tepat yaitu :
oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati dan
ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu (Dep.Agama, 2001 : 102).
Pertama : Setiap manusia mempunyai fitrah untuk mengakui kebenaran dengan potensi yang
ia miliki untuk mencari dan menguji suatu kebenaran yang dapat dilakukan melalui indra dan
akalnya. Sedangkan wahyu digunakan sebagai pedoman untuk menentukan mana yang baik
dan mana yang buruk. Menempatkan alat tersebut pada fungsi masing–masing untuk
mendapatkan kebenaran menjadi sangat penting. Allah mengeluarkan manusia dari perut
ibunya dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu, kemudian Dia memberi pendengaran,
penglihatan dan hati agar manusia bersyukur (Al-An‟am : 78).
(Dep.Agama, 2001 : 102).
Ruang lingkup akidah Islam
Ruang lingkup akidah Islam menurut Hasan Al-Banna mencakup pembahasan tentang :
1. yaitu pembahasaan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan),
seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat Allah, perbuatan (af‟al) Allah dan
sebagainya.
2. Ilahiyah Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan nabi, rasul, mengenai kitab-kitab Allah, mu‟jizat dan sebagainya.
3. Ruhaniyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, syaithan dan ruh.
4. Sam‟iyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya dapat diketahui
melaui sam‟i yakni dalil naqli yaitu al-Qur‟an dan As-Sunnah, seperti alam barzah,
azab kubur, akhirat dan sebagainya. (Dep.Agama, 2001 : 106).
Page 5
Aqidah dalam pengertian keimanan oleh Sayid Sabiq (1978 : ) 16-17mencakup pembahasan
tentang perkara berikut :
1. Ma‟rifat kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-sifat-Nya yang
tinggi. Ma‟rifat dengan bukti-bukti wujud atau ada-Nya serta kenyataan sifat
keagungan-Nya dalam alam semesta ini.
2. Ma‟rifat dengan alam yang ada dibalik alam semesta ini yakni alam yang tidak dapat
dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang ada didalamnya yaitu yang
berbentuk malaikat. Demikian pula kekuatan jahat yang berbentuk iblis dan sekalian
tentaranya dari golongan syetan. Juga ma‟rifat dengan alam lain seperti jin dan ruh.
3. Ma‟rifat dengan kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul yang dijadikan
batas untuk mengetahui antara yang hak dan bathil, yang baik dan yang buruk, yang
halal dan yang haram.
4. Ma‟rifat dengan nabi-nabi dan rasul-rasul Allah SWT yang dipilih-Nya untuk menjadi
pembimbing yang memberi petunjuk serta memimpin seluruh makhluk menuju kepada
yang benar.
5. Ma‟rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada sa‟at itu, seperti
kebangkitan dari kubur, memperoleh balasan pahala atau siksa, surga atau neraka.
6. Ma‟rifat kepada takdir (qadha‟ dan qadar) yang di atas landasannya itulah berjalannya
peraturan segala yang ada dialam semesta ini, baik dalam penciptaannya maupun cara
mengaturnya.
Untuk membahas akidah Islamiyah ini marilah kita mulai dengan memperhatikan hadits
Nabi riwayat Muslim dari Umar yang artinya : Iman itu adalah percaya kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir dan percaya kepada qadar yang
baik dan buruk.
1.Iman kepada Allah
C. Ciri orang beriman
Ciri-ciri orang yang beriman sebagaimana digambarkan dalam al-Qur‟an dapat disarikan
sebagaiberikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Bergetar hatinya apabiala disebut nama Allah
Imannya makin bertambah apabila dibacakan ayat Al-qur‟an
Bertawakkal hanya kepada Allah
Orang yang mendirikan shalat
Orang yang menginfakkan rizki yang telah dikaruniakan Allah (Al-Anfal :2-3).
Orang yang khusu‟ dalam shalatnya
Orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak bermanfa‟at
Orang yang menunaikan zakat
Orang yang menjaga kemaluannya
Orang yang memelihara atau menepati amanat dan janji-janjinya
Page 6
11. Orang yang memelihara shalat-shalatnya (Al-Mukminun : 1-9)

D. Pengaruh Keimanan dalam kehidupan
Iman yang kuat dan tulus akan memberikan pengaruh positip dalam kehidupan sesorang
antara lain :
1. Kemerdekaan jiwa dari pengaruh orang lain
Keterikatan seseorang terhadap pengaruh atau kekuasaan orang lain menyebab ia tidak
bebas bergerak untuk mencapai kemajuan. Karena itulah orang beriman kepada Allah akan
melenyapkan keterikatannya pada kekuasaan orang lain yang dapat memerdekakan dirinya
untuk melakukan apa yang terbaik menurut tuntunan agama. Saya tidak berkuasa untuk
menarik kemanfa‟atan atau kemudaratan untuk diriku sendiri, kecuali apa yang telah
dikehendaki Allah SWT (Al-A‟raf : 188).
2.
3.
4.
5.
6.

Menimbulkan jiwa keberanian untuk membela kebenaran
Menimbulkan keyakinan kuat bahwa Allah sebagai pemberi rizki
Melahirkan jiwa yang tenteram dan hati yang tenang
Kehidupan yang baik dunia maupun akherat. ( Sayid Sabiq, 1978 :135)
Iman memberikan keberuntungan
Orang yang beriman adalah orang beruntung dalam kehidupannya karena ia selalu
mengikuti petunjuk dan bimbingan Allah untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki.
Mereka itulah orang yang tetap mendapat petunjuk dan orang –orang yang beruntung
(Q.S Al-Baqarah : 5).
7. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Konsekuen dalam melaksanakan perintah dan meninggalkan larang Allah merupakan
wujud dari pengaruh iman seseorang. Karena Iman memang menuntut sikap yang
konsisten terhadap apa yang telah diikrarkan sebagai pernyataan pengakuan Allah
sebagai Tuhan. Karena itu pula seorang muslim melaksanakan amal perbuatan baik
tanpa mengharap, kecuali hanya keredhaan Allah sebagai perwujudan keikhlasan.
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, tuhan
semesta alam (Al-An‟am : 162).
8. Orang yang beriman akan merasa selalu hidup bersama para nabi dan orang–orang
yang shaleh dalam segala zaman (An-Nisa : 69).
9. Keimanan seseorang akan membebaskan dirinya dari keraguan dalam menghadapi
kehidupan. orang beriman menampakkan jalan yang akan ditempuh untuk mencapai
tujuan (Al-Fath : 4).
10. Iman menimbulkan perasaan aman dan tidak khawatir terhadap akan datangnya
kematian. Karena kematian adalah suatu kepastian. Kematian yang kamu
menghindarkan diri darinya, sesungguhnya akan menemui kamu juga (Al-Jum‟ah : 8)

Page 7
E. Pengertian dan Fungsi Taqwa
Secara etimologi taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah yang berarti takut,
menjaga, memelihara dan melindungi. Dan takutlah (peliharalah) dirimu dari api neraka
yang disediakan untuk orang-orang kafir (Ali-Imran :131).
Menurut penelitian Al-Muqaddis sebagaimana dikutip M. Daud Ali (2000: 361)
bahwa didalam Al-Qur‟an terdapat 256 kata taqwa pada 251 ayat dalam berbagai
hubungan dan variasi makna.
Secara terminologi taqwa menurut H.Agussalim adalah sikap mental seseorang
yang selalu waspada terhadap sesuatu dalam upaya memelihara dirinya dari noda dan
dosa,selalu melakukan perbuatan–perbuatan baik dan benar menghindari berbuat salah
dan menghindari melakukan kejahatan terhadap diri sendiri,orang lain dan lingkungannya
(Sidi Gazalba, 1976 : 46).
Dengan demikian secara sederhana taqwa dapat diartikan adalah memelihara atau
menjaga diri dari siksa dan murka Allah dengan melaksanakan semua perintah-Nya
(berta‟at kepada-Nya) dan meninggalkan semua larangan-Nya baik dalam kehidupan
pribadi, keluarga, masyarakat maupun dalam bernegara.
F. Karakteristik orang bertaqwa
Karakteristik orang yang bertaqwa ini dijelaskan dalam al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 1-5
dan 177 :
1. Beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para nabi
Karakteristik ini melahirkan indikator bahwa orang yang bertaqwa itu mampu
memelihara fitrah iman.
2. Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, oranghorang yang terputus bekal diperjalanan ,orang-orang yang meminta-minta, orang-orang
yang tidak mampu memenuhi kewajibannya dan orang-orang memerdekaan hamba
sahaya. Karakteristik ini melahirkan indikator bahwa orang yang bertaqwa itu
mencintai sesama manusia yang diwujudkan dengan kesanggupan mengorbankan harta
yang dicintainya.
3. Mendirikan shalat untuk memelihara hablum minallah dan membayar zakat untuk
memelihara hablum minannas. Karakteristik ini melahirkan indikator kemampuan
memelihara ibadah formal.
4. Menepati janji yang dapat diartikan dengan memelihara kehormatan diri.
5. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan pada waktu perang atau dalam pengertian lain
mempunyai semangat perjuangan..
Berdasarkan karakteristik ini maka dapat dikelompokkan dalam dua kecenderungan sikap
yaitu :
Page 8
Pertama: Sikap konsisten memelihara hubungan secara vertikal dengan Allah SWT yang
diwujudkan melalui iktiqad dan keyakinan yang lurus, ketulusan dalam menjalankan ibadah
dan kepatuhan terhadap ketentuan dan aturan Allah SWT
Kedua: Memelihara hubungan secara horizontal yakni cinta dan kasih sayang kepada sesama
umat manusia yang diwujudkan dalam segala tindakan kebajikan (Dep.Agama RI,2001 :180181).
G. Implikasi orang bertaqwa dalam kehidupan
Dalam memelihara hubungan dengan Allah SWT adalah :
1. Beriman kepada-Nya dengan setulus hati dan sepenuh jiwa
2. Beribadah kepada-Nya dengan jalan melaksanakan shalat lima waktu, membayar
zakat, berpuasa Ramadhan dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
1. 3.Selalu berdo‟a kepada-Nya untuk keselamatan dalam menjalankan tugas didunia dan
keselamatan diakhirat.
2. 4.Selau mohon ampun atas segala dosa akibat kesalahan terhadap larangan Allah dan
bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan kedua sebagai wujud kesadaran bahwa
kesalahan itu tidak perlu diulangi.
6. Mensyukuri nikma-Nya dengan cara menerima, mengurus dan memanfa‟atkan semua
pemberian Allah dalam beribadah kepada-Nya.
7. Sabar menghadapi musibah, tidak putus asa karena musibah merupakan cobaan iman
seseorang dan sabar dalam menjalankan kehidupan yang penuh tantangan.
H. Fungsi Taqwa dalam kehidupan
Fungsi taqwa berarti manfa‟at atau kegunaan taqwa bagi seorang mukmin dalam
kehidupannya. Taqwa bagi soerang muslim adalah :

1.
2.

Taqwa berfungsi untuk memperoleh jalan keluar dari kesulitan.(At-Thalaq : 2).

3.

Taqwa berfungsi untuk memperoleh cara dalam menyelesaikan kesulitan dalam urusan
kehidupan ( At-Thalaq : 4).

4.

Taqwa berfungsi untuk menghapus kesalahan-kesalahan manusia muslim dan
melipatgandakan pahala baginya (At-Thalaq : 5).

5.

Taqwa berfungsi untuk memperoleh pahala yang dilipatgandakan Allah baginya ( AtThalaq : 5)

6.

Taqwa sebagai predikat muslim untuk memperoleh kemuliaan disisi Allah SWT ( AlHujurat : 13).

7.

Taqwa berfungsi untuk memperoleh surga yang dijanjikan Allah yang didalamnya ada
sungai-sungai yang airnya tidak berubah, sungai-sungai dari air susu yang tidak

Taqwa berfungsi sebagai cara untuk memperoleh rizki dari jalan yang tidak diduga
(At-Thalaq : 3).

Page 9
berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang segar bagi orang yang meminumnya
dan sungai-sungai dari madu yang telah disaring (Muhammad : 15).

BAB III
DEMOKRASI

1. Pengertian demokrasi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” yang berarti rakyat dan
“kratos/kratein” yang berarti kekuasaan. Dengan demikian pengertian demokrasi adalah
“rakyat berkuasa” atau kekuasaan ada di tangan rakyat. Demokrasi adalah gagasan atau
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang
sama bagi semua warga negara (KBBI, 1989 : 195). Menurut Abraham Lincoln, demokrasi
adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dengan
demikian secara singkat demokrasi adalah pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh
rakyat dan untuk rakyat.
2. Demokrasi Dalam Perspektif UUD 1945
Menurut Hasil Seminar Angkatan Darat II Agustus 1966 (Kaelan, 2002: 29) adalah:
a. Bidang Politik dan Konstitusional
Demokrasi Indonesia yang dimaksud dalam UUD 1945 berarti menegakkan kembali azasazas negara hukum, sehingga warganegara merasakan kepastian hukum, hak-hak azasi
manusia baik dalam aspek kolektif maupun dalam aspek perseorangan yang terjamin dan
penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara konstitusional. Dalam kaitan ini
diusahakan agar lembaga-lembaga dan tata kerja Orde Baru dilepaskan dari ikatan pribadi
dan lebih diperlembagakan.
b. Bidang Ekonomi
Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai
ekonomi dalam UUD 1945 yang hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua
warganegara yang mencakup antara lain: pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan
kekayaan dan keuangan negara, koperasi, pengakuan atas hak milik perseorangan dan
kepastian hukum dalam penggunaannya serta peranan pemerintah yang bersifat pembinaan,
penunjuk jalan serta pelindung.

Page 10
Sedangkan menurut hasil Munas Persahi pada Desember 1966, bahwa azas negara hukum
Pancasila mengandung prinsip (Kaelan, 2002: 29) yakni: (1).Pengakuan dan perlindungan
hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi,
kultural dan pendidikan (2). Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh
oleh sesuatu kekuasaan / kekuatan apapun (3). Jaminan kepastian hukum dalam semua
persoalan. Kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami,
dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya. Menurut hasil Simposium Hak
Azasi Manusia pada Juni 1967 bahwa predikat yang akan diberikan kepada demokrasi
Indonesia haruslah demokrasi yang bertanggung jawab, artinya demokrasi yang dijiwai
oleh rasa tanggungjawab terhadap Tuhan dan sesama manusia.
Demokrasi berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah suatu negara. Oleh karena itu
Komisi Internasional Ahli Hukum pada Konferensi di Bangkok tahun 1965 merumuskan
syarat-syarat dasar penyelenggaraan pemerintah yang demokratis dibawah Rule of
Law sebagai berikut :
(1).Perlindungan konstitusional yang menjamin hak-hak individu dan menentukan prosedur
untuk memperoleh perlindungan hak-hak yang dijamin (2). Badan kehakiman yang bebas
dan tidak memihak (3). Pemilihan umum yang bebas (4). Kebebasan untuk menyatakan
pendapat (5). Kebebasan berserikat dan beroposisi dan (6). Pendidikan kewarganegaraan
(Kaelan, 2002: 27).
3. Prinsip-Prinsip Demokrasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Adanya pemilihan umum yang bebas
Adanya kebebasan individu
Adanya pembagian kekuasaan antara ekskutif, legislatif dan yudikatif
Adanya peradilan yang bebas
Adanya pers yang bebas
Adanya pengakuan hak minoritas
Adanya pemeritahan yang berdasarkan hokum
Adanya partai politik
Adanya pers yang bebas
Adanya pemerintahan yang konstitusional

1.

Periode perkembangan Demokrasi di Indonesia Perkembangan demokrasi
di Indonesia melalui empat periode (Kaelan, 2002: 28) yaitu :

1.

Masa demokrasi parlementer (1945-1959) yang menonjolkan peran
parlemen dan partai-partai. Kelemahan demokrasi parlementer
memberi peluang dominasi partai-partai politik dan DPR yang
berakibat melemahnya persatuan yang telah digalang selama
perjuangan melawan musuh dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan
konstruktif.
Page 11
2.

Masa demokrasi Terpimpin (1959-1965) yang dalam banyak aspek
menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan
beberapa aspek demokrasi rakyat. Periode ini ditandai oleh dominasi
presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh
komunis dan semakin meluasnya peran ABRI sebagai kekuatan sosial
politik.

3.

Masa dekmokrasi Pancasila Era Erde Baru (1966-1998) yaitu
demokrasi konstitusional dengan menonjolkan sistem presidensial.
Demokrasi ini bertujuan untuk meluruskan penyelewengan terhadap
UUD 1945 yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin. Namun dalam
perkembanganya peran presiden semakin dominan terhadap lembagalembaga negara. Demokrasi konstitusional berlandaskan Pancasila,
UUD 1945 dan Ketetapan MPRS / MPR

4.

Masa demokrasi Pancasila Era Reformasi (1999-sekarang) yang
berakar pada kekuatan multi partai untuk mengembalikan perimbangan
kekuatan, antara lembaga negara, antara ekskutif, legislatif dan
yudikatif. Peran partai politik semakin dominan, sehingga iklim
demokrasi mendapat nafas baru.

Pengalaman pada tiga periode demokrasi sebelumnya memberikan kesan bahwa dominasi
salah satu kekuatan didalam penyelenggaraan negara telah mengurangi makna demokrasi
itu sendiri, sehingga lahirnya masa reformasi merupakan sebuah koreksi terhadap
penyelenggaraan negara kurun waktu tiga periode tersebut. Demokrasi yang berakar pada
kekuatan partai politik menunjukkan bahwa demokrasi telah kembali kepada makna yang
sesungguhnya yaitu bahwa dalam penyelenggaraan negara, kekuatan rakyat lah yang
seharusnya dominan. Kekuatan partai politik merupakan perwakilan rakyat yang berarti
bahwa rakyatlah yang berkuasa.
5. Macam-Macam Demokrasi
1. Demokrasi langsung yaitu paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga
negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijakan umum negara atau
undang-undang.
2. Demokrasi tidak langsung yaitu demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem
perwakilan atau demokrasi perwakilan.
3. Demokrasi konstitusional yaitu demokrasi yang didasarkan atas kebebasan atau
individualisme. Ciri khas pemerintahan demokrasi konstitusional adalah kekuasaan
pemerintahnya terbatas dan tidak diperbolehkan banyak campur tangan dan bertindak
sewenang-wenang terhadap warganya, kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi.
4. Demokrasi rakyat yaitu demokrasi yang mencita-citakan kehidupan yang tidak
mengenal kelas sosial. Manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada kepemilikan
pribadi tanpa penindasan dan paksaan, akan tetapi untuk mencapai masyarakat

Page 12
tersebut perlu dengan cara paksaan atau kekerasan. Demokrasi ini disebut juga
demokrasi proletar yang berhaluan Marxisme-Komunisme.
5. Demokrasi formal yaitu suatu demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam
bidang politik, tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan
kesenjangan dalam bidang ekonomi
6. Demokrasi materiil yaitu demokrasi yang menitikberatkan pada upaya-upaya
menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan bidang
politik kurang mendapat perhatian, bahkan kadang-kadang dihilangkan
7. Demokrasi gabungan yaitu demokrasi yang mengambil kebaikan serta membuang
keburukan dari demokrasi formal maupun materiil (Suprapto dkk, 2004: 6-7).
Prinsip-Prinsip demokrasi Pancasila yang dianut Negara Republik Indonesia adalah :
1. Demokrasi Pancasila tidak mengakui diktator mayoritas atas minoritas dan tirani atas

2.

3.

4.

5.

6.

mayoritas. Ini berati dalam demokrasi Pancasila mengedepankan semangat keadilan,
perlindungan hak-azasi manusia terhdap golongan minoritas maupun golongan
mayoritas dari minoritas yang berkuasa. Prinsip ini sesuai dengan pilar demokrasi
yang menjamin tegaknya keadilan dan adanya perlindungan hak azasi manusia.
Demokrasi Pancasila mengedepankan musyawarah mufakat dalam mengambil
keputusan, apabila dengan cara demikian tidak dapat dilakukan kemudian
menggunakan cara dengan suara terbanyak (voting). Prinsip ini sesuai dengan pilar
demokrasi yang berlaku universal yaitu kebebasan menyatakan pendapat dan adanya
partisipasi rakyat dalam pemerintahan
Demokrasi Pancasila menghormati adanya perbedaan pendapat. Prinsip ini sesuai
dengan pilar demokrasi yang berlaku universal yaitu adanya pengakuan terhadap
adanya perbedaan pendapat, kebinekaan maupun oposisi.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Ini berarti bahwa
demokrasi Pancasila bercorak menghendaki kekuasaan tertinggi di tangan rakyat,
bukan ditangan suatu golongan, partai politik apalagi perorangan. Prinsip ini sesuai
dengan pilar demokrasi yang berlaku universal yaitu lembaga pembuat kebijakan
yang berdasarkan suara rakyat, pemilu yang bebas dan adil, serta adanya perubahan
kepemimpinan secara teratur dan damai.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi dengan rule of law, yang mengandung makna
bahwa kekuasaan negara harus melindungi serta mengembangkan kebenaran hukum
dan keadilan. Prinsip ini sesuai dengan pilar demokrasi yaitu badan hukum dan
peradilan yang bebas, tidak memihak, formalisme dan hukum menjamin tegaknya
keadilan maupun menyelesaikan perselisihan dengan damai dan melembaga
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa
demokrasi Pancasila ditujukan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, mewujudkan kemakmuran bagi rakyat Indonesia, bukan keadilan atau
kemakmuran untuk sekelompok, golongan atau daerah tertentu saja. Dengan demikian
bahwa demokrasi Pancasila menjunjung tinggi hak azasi manusia, khususnya hak
sosial ekonomi. Hal ini telah sesuai dengan pilar demokrasi secara universal yaitu
menjamin tegaknya keadilan. (Suprapto dkk, 2004 : 15).
Page 13
Berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila tersebut maka terlihat bahwa
demokrasi Pancasila sangat lengkap karena telah memuat banyak hal yang
menyangkut kepentingan rakyat. Demokrasi yang berdasarkan nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa. Oleh karena itu sistem penyelenggaraan negara harus memahami dan
mana‟ati aturan hukum yang berlaku, konsisten dan sesuai dengan kaidah serta nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
BAB IV
HAK AZASI MANUSIA DALAM ISLAM
A. Pengertian HAM
Right dalam bahasa Inggris berarti hak, kebenaran, keadilan dan kanan (Echols, 1984:
486). Human Right berarti hak azasi manusia. Dalam bahasa Arab disebut Huquuqul Insan.
Hak dalam bahasa Arab berarti lawan kebatilan, keadilan, bagian, nasib, dan kepunyaan
(Yunus, 1989: 106 dan Louis, 1984: 144). Dalam Bahasa Indonesia, hak berarti benar; milik
(kepunyaan); kewenangan; kekuasaan untuk berbuat sesuatu; kekuasaan yang benar atas
sesuatu atau untuk menuntut sesuatu dan derajat atau martabat, hak azasi berarti hak yang
dasar atau pokok (KBBI, 1989: 292). Secara terminologi hak adalah wewenang untuk
meninggalkan, memiliki, mengerjakan, mempergunakan atau menuntut sesuatu bersifat
materi atau immateri (Zubair, 1990: 10). Oleh karena itu pengertian Hak azsai Manusia
menurut Levin adalah claim moral yang tidak dipaksakan dan melekat pada diri setiap orang
berdasarkan kebebasan manusia (Hamid, 2000: 11).
Jika disimpulkan dapatlah diartikan bahwa hak azasi manusia adalah kebenaran yang
melekat pada setiap individu sesuai dengan falsafat yang dianut yang diperjuangkan dan
dipertahankan baik bersifat m ateri maupun no materi.
B. Prinsip-Prinsip HAM Dalam Islam
1. Prinsip Persamaan
Persamaan berarti prihal mempersamakan atau keadaan yang sama atau serupa
dengan yang lain; persesuaian (KBBI, 1989: 774). Manusia lahir dalam fitrrah yang
sama dari satu keturunan Adam. Dalam pandangan Allah manusia tidak dibedakan atas
ras, kulit suku bangsa dan keturunan. Dihadapan Allah manusia setara. Perbedaan itu
baru nampak apabila manusia mempunyai kualitas yang dalam Islam disebut dengan
taqwa. Itulah manusia yang paling mulia dalam pandangan Allah, sebagaimana firman
Allah “Manusia diciptakan dari jenis laki-laki dan perempuan, kemudian dijadikan
manusia itu bersuku-suku, berkabilah-kabilah agar manusia saling mengenal.
Sesungguhnya manusia yang paling mulia diantara manusia lainnya disisi Allah
adalah yang paling bertaqwa (Q.S. Al-Hujurat : 13).

Page 14
(1). Persamaan Hak dalam Hukum
Wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian orang yang teguh dan bersaksi kepada
Allah dengan adil dan janganlah kalian menjadikan urusan satu kaum menyebabkan
kalian berlaku tidak adil. Maka berlaku adillah kalian sesungguhnya ia lebih dekat
kepada ketaqwaan dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha
mengetahui terhadap apa yang kalian perbuat (Q.S Al-Maidah : 8).
(2). Persamaan Hak memperoleh Keadilan
Janganlah sekali-kali kebencianmu pada orang lain mendorong kamu untuk bertindak
melampaui batas (Q.S. Al Maidah: 2). Seandainya Fatimah binti Muhammad
mencuri maka akan aku potong tangannya (HR.Bukhari-Muslim). Wahai orangorang yang beriman, jadilah engkau sebagai penegak keadilan hanya kerena Allah
sebagai saksi bagi (kebenaran) dan keadilan (QS An-Nisa‟:135)
(3). Persamaan Hak dalam memperotes penyelewengan Hukum
Setiap orang (sipil maupun penguasa) berhak memprotes penyelewengan hukum yang
dilakukan oleh para hakim. Tiadalah bagi orang zalim sahabat karib atau pembela
dapat diikuti (Q.S Al-Mukmin : 81). Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa seorang
Yahudi melapor kepada Umar bin Khattab karena Amr bin Ash (Gubernur Mesir)
telah menggusur tanahnya. Dengan keras Umar bin Khattab menegur Amr bin Ash,
sehingga ia mengembalikan tanah orang Yahudi tersebut.
(4). Persamaan kedudukan dalam Pemerintahan
Keikutsertaan wanita dalam berperang dengan kami dilakukan secara bergiliran
(Piagam Madinah ayat : 18).
2. Prinsip Toleransi (Tasamuh)
Toleransi adalah sikap atau sifat menenggang) menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan, kebiasaan dan sebagainya) yang
berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendirian sendiri (KBBI,1989: 955).
(a). Perdamaian
Perdamaian merupakan salah satu upaya untuk tidak melakukan suatu pertikaian atau
peperangan. Perdamaian adalah pilihan yang dilakukan oleh kedua pihak yang bertikai.
Perdamaian diawali dengan sebuah perjanjian untuk tidak melakukan pertikaian atau
peperangan. Dalam hal perjanjian para ahli fiqh membagi kepada dua bagian
yaitu Aam dan khas(Khudari Beik, 1965 : 64-66). Secara umum (Aam) umat Islam harus
Page 15
menghargai arti sebuah perjanjian, sebagaimana tergambar dalam Al-Qur‟an : Tepatilah
perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpahsumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai
saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (Q.S An-Nahl : 91). Secara
khusus (Khas) umat Islam dilarang melanggar perjanjian, kecuali apabila dilanggar maka
perjanjian itu hanya berlaku sampai batas waktu yang ditentukan, sebagaimana firman Allah:
Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka dan
mereka tidak mengurangi sesuatu dari perjanjian itu dan mereka tidak membantu seseorang
yang memusuhimu, maka terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas waktunya (QS At
-Taubah : 4).
(b). Peperangan
Peperangan suatu kenyataan yang sulit dihindari karena dilatar belakangi berbagai
kepentingan. Namun Islam mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perang seperti :

1.

Larangan menyiksa musuh dengan api “Hukuman dengan api tidak berhak
dilakukan oleh siapapun kecuali oleh Yang Maha Penguasa Api (HR. Abu
Dawud). Dengan demikian dapat dimaknai bahwa dalam peperangan kita
tidak dibolehkan membakar musuh secara hidup-hidup.

2.

Tawanan perang tidak boleh dibunuh

Tawanan perang sama sekali tidak boleh dibunuh (Hadits Nabi saw).
3. Prinsip Keadilan
Adil menurut Ibnu Maskawaih ialah sifat yang utama bagi setiap manusia, yang timbul dari
tiga sifat utama yaitu Al-Hikmah (Kebijaksanaan), Al-Iffah (memelihara diri dari ma‟siat)
dan Asy-Syaja‟ah (keberanian). Ketiga sifat itu saling berdampingan yang tunduk kepada
kekuatan pembeda sehingga tidak saling mengalahkan dan masing-masing tidak berjalan
sendiri. Yang dimaksud sifat adil ialah memberikan hak kepada yang berhak dengan tidak
membeda-bedakan antara orang-orang yang berhak itu, dan bertindak terhadap orang yang
salah sesuai dengan kejahatan dan kelalaiannya tanpa mempersukar dan pilih kasih (Ahmad
Muhammad Ali, 1978: 133).
Bentuk keadilan dalam kehidupan, misalnya adil dalam menetapkan hukum kepada
seseorang yang sedang berperkara, adil dalam pembagian harta sesuai dengan kapasitas,
tanggung jawab, jabatan, kepatutan dan sebagainya.
4. Prinsip Kebebasan (Al-Hurriyah)
Kebebasan yang dimiliki oleh setiap orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
yang dijamin oleh peraturan macam akebebasan manusia misalanya kebenbasan beragama
Page 16
yaitu setiapmanusia abebasa memilih dan memeluk suatu agama sesuai dengan
keyakinannya, tidak seorangpun berhak memaksa untuk memilih atau tidak memilih suatu
agama. Kebebasan bermusyawarah dan berkumpul untuk menyatakan pikiran dan kebebasan
berpindah tempat tinggal sesuai pilihan.
Untuk memperluas pemahaman tentang Hak Azasi Manusia, berikut ini disajikan tiga
buah piagam yaitu:
a. PIAGAM MADINAH
1. Ini adalah naskah perjanjian dari Muhammad, Nabi dan Rasul Allah, mewakili pihak
kaum muslimin yang terdiri dari warga Quraisy dan warga Yathrib serta para
pengikutnya yaitu mereka yang beriman dan ikut serta berjuang bersama mereka.
2. Kaum muslimin adalah umat yang bersatu utuh, mereka hidup berdampingan dengan
kelompok-kelompok masyarakat yang lain
3. Kelompok Muhajirin yang berasal dari warga Quraisy, dengan tetap memegang teguh
prinsip aqidah, mereka bahu membahu membayar denda yang perlu dibayarnya.
Mereka membayar dengan baik tebusan bagi pembebasan anggota yang ditawan
4. Bani “Auf dengan tetap memegang teguh prinsip aqidah, mereka bahu membahu
membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok dengan baik dan adil membayar
tebusan bagi pembebasan warganya yang ditawan.
5. Bani Al-Harits (dari warga Al-Khazraj) dengan teguh memegang prinsip aqidah,
mereka bahu membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok
membayar dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya yang ditawan.
6. Bani Sa‟idah dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu membahu
membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar denda dengan baik
dan adil tebusan bagi pembebasan warganya yang ditawan.
7. Bani Jusyam dengan memegang teguh prinsip aqidah, mereka bahu membahu
membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar denda dengan baik
dan adil tebusan bagi warganya yang ditawan.
8. Bani An-Najr dengan teguh memegang prinsip pertama mereka. Setiap kelompok
membayar dengan baik dan adil tebusan pembebasan bagi warga yang tertawan.
9. Bani Amir bin Auf dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu membahu
membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar dengan baik dan adil
tebusan bagi pembebasan warganya yang tertawan.
10. Bani An-Nabit dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu membahu
membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar denda dengan baik
dan adil bagi pembebasan tebusan warganya yang tertawan
11. Bani Al-Aus dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu membahu
membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar dengan baik dan adil
tebusan bagi pembebasan warganya yang tertawan
12. (a) Kaum Muslimin tidak membiarkan seseorang Muslim yang dibebani dengan utang
atau beban keluarga. Mereka memberi bantuan baik untuk keperluan membayar
tebusan atau denda.
Page 17
(b) Seorang Muslim tidak akan bertindak tidak senonoh terhadap sekutu (tuan atau
hamba sahaya) Muslim yang lain.
13. Kaum Muslim yang ta‟at (bertaqwa) memiliki wewenang sepenuhnya untuk
mengambill tindakan terhadap seseorang Muslim yang menyimpang dari kebenaran
atau berusaha menyebarkan dosa, permusuhan dan kerusakan dikalangan kaum
muslimin. Kaum muslimin berwewenang untuk bertindak terhadap yang bersangkutan
sungguhpun ia anak muslim sendiri.
14. Seorang muslim tidak diperbolehkan membunuh orang Muslim lain untuk
kepentingan orang Kafir, dan tidak diperboleh kan pula menolong orang Kafir dengan
merugikan orang Muslim.
15. Jaminan (Perlindungan) Allah hanya satu. Allah berada dipihak mereka yang lemah
dalam menghadapi yang kuat. Seorang Muslim dalam pergaulannya dengan pihak
lain, adalah pelindung bagi orang muslim yang lain.
16. Kaum Yahudi yang mengikuti kami akan memperoleh pertolongan dan hak
persamaan serta akan terhindar dari perbuatan aniaya dan perbuatan makar yang
merugikan
17. Perdamaian bagi kaum Muslimin adalah satu. Seorang Muslim tidak akan
mengadakan perdamaian dengan pihak luar Muslim dalam perjuangannya
menegakkan agama Allah kecuali atas dasar persamaan dan keadilan.
18. Keikutsertaan wanita dalam berperang dengan kami dilaksanakan secara bergiliran
19. Seorang muslim dalam rangka menegakkan agama Allah menjadi pelindung bagi
muslimin yang lain di sa‟at menghadapi hal-hal yang mengancam keselamatan
jiwanya.
20. (a) Kaum muslimin yang ta‟at berada dalam petunjuk yang paling baik dan benar.
(b) Seorang musyrik tidak diperbolehkan melindungi harta dan jiwa orang Quraisy
dan tidak diperbolehkan mencegahnya untuk berbuat sesuatu yang merugikan
seseorang Muslim.
21. Seorang yang berdasarkan bukti-bukti yang jelas membunuh seorang muslim, wajib
dikisas (dibunuh), kecuali bila wali terbunuh mema‟afkannya. Dan semua kaum
muslimin mengindahkan pendapat wali terbunuh. Mereka tidak diperkenankan
mengambil keputusan kecuali dengan mengindahkan pendapatnya.
22. Setiap muslin yang telah mengakui perjanjian yang tercantum dalam naskah
perjanjian ini dan ia beriman kepada Allah dan hari akherat, tidak diperkenankan
membela atau melindungi pelaku kejahatan (kriminal), dan barang siapa yang
membela atau melindungi orang tersebut, maka ia akan mendapat laknat dan murka
Allah pada hari Akhirat.Mereka tidak mendapat pertolongan dan tebusan tidak
dianggap sah.
23. Bila kami sekalian berbeda pendapat dalam sesuatu hal, hendaklah perkaranya
diserahkan kepada (ketentuan) Allah dan Muhammad
24. Kedua pihak: Kaum Muslimin dan kaum Yahudi bekerjasama dalam menaggung
pembiayaan di kala mereka melakukan perang bersama.
Page 18
25. Sebagai suatu kelompok, Yahudi Bani „Auf hidup berdampingan dengan kaum
Muslimin. Kedua pihak memiliki agama masing-masing. Demikian pula halnya
dengan sekutu dan diri masing-masing. Bila diantara mereka ada yang melakukan
aniaya dan dosa dalam hubungan ini, maka akibatnya akan ditanggung oleh diri dan
warganya sendiri.
26. Bagi Kaum Yahudi Bani An-Najjar berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi
kaum Yahudi Bani „Auf.
27. Bagi kaum Yahudi Bani Al-Harits berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi
kaum Yahudi Bani „Auf.
28. Bagi kaum Yahudi Bani Saidah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi
kaum Yahudi Bani „Auf.
29. Bagi kaum Yahudi Bani Jusyam berlaku ketentuan sebagaimana kaum Yahudi Bani
„Auf.
30. Bagi kaum Yahudi Bani Al-Aus berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi
kaum Yahudi Bani ‟Auf
31. Bagi kaum Yahudi Bani Tsa‟labah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi
kaum Yahudi Bani „Auf. Barang siapa yang melakukan aniaya atau dosa dalam
hubungan ini maka akibatnya akan ditanggung oleh diri dan warganya sendiri.
32. Bagi warga Jafnah, sebagai anggota warga Bani Tsa‟labah berlaku ketentuan
sebagaimana yang berlaku bagi Bani Tsa‟labah.
33. Bagi Bani Syuthaibah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi kaum
Yahudi Bani Auf. Dan bahwa kebajikan itu berbeda dengan perbuatan dosa.
34. Sekutu (hamba sahaya) Bani Tsa‟labah tidak berbeda dengan Bani Tsa‟labah itu
sendiri.
35. Kelompok-kelompok keturunan Yahudi tidak berbeda dengan Yahudi itu sendiri.
36. Tidak dibenarkan seseorang menyatakan keluar dari kelompok kecuali mendapat izin
dari Muhammad. Tidak diperbolehkan melukai (membalas) orang lain yang melebihi
kadar perbuatan jahat yang telah diperbuatnya. Barang siapa yang membunuh orang
lain sama dengan membunuh diri dan keluarganya sendiri, terkecuali bila orang itu
melakukan aniaya. Sesungguhnya Allah memperhatikan ketentuan yang paling baik
dalam hal ini.
37. Kaum Yahudi dan kaum Muslimin membiaya pihaknya masing-masing. Kedua belah
pihak akan membela satu dengan yang lain dalam menghadapi pihak yang memerangi
kelompok-kelompok masyarakat yang menyetujui piagam perjanjian ini. Kedua belah
pihak juga saling memberikan saran dan nasehat dalam kebaikan, tidak dalam
perbuatan dosa.
38. Seseorang tidak dipandang berdosa karena dosa sekutunya, dan orang yang teraniaya
akan mendapat pembelaan.
39. Daerah-daerah Yathrib terhalang perlu dilindungi dari setiap ancaman untuk
kepentingan penduduknya.
40. Tetangga itu sepertinya diri sendiri, selama tidak merugikan dan tidak berbuat dosa.
41. Sesuatu kehormatan tidak dilindungi kecuali atas izin yang berhak atas kehormatan
itu.
Page 19
42. Sesuatu peristiwa atau perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak yang menyetujui
piagam ini dan dikhawatirkan akan membahayakan kehidupan bersama harus
diselesaikan atas ajaran Allah dan Muhammad sebagai utusannya. Allah akan
memperhatikan isi perjanjian yang paling dapat memberikan perlindungan dan
kebajikan.
43. Dalam hubungan ini warga yang berasal dari Quraisy dan warga lain yang
mendukung tidak akan mendapat pembelaan.
44. Semua warga akan saling bahu membahu dalam menghadapi pihak lain yang
melancarkan serangan terhadap Yathrib
45. (a) Bila mereka (menyerang) diajak untuk berdamai dan memenuhi ajakan itu serta
melaksanakan perdamaian tersebut maka perdamaian tersebut dianggap sah. Bila
mereka mengajak berdamai seperti itu, maka kaum muslimin wajib memenuhi ajakan
serta melaksanakan perdamaian tersebut, selama serangan yang dilakukan tidak
menyangkut masalah agama.
(b) Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai dengan
fungsi dan tugasnya.
46. Kaum Yahudi Aus, sekutu (hamba sahaya) dan dirinya masing-masing memiliki hak
sebagaimana kelompok-kelompok lainnya yang menyetujui perjanjian ini dengan
perlakuan yang baik dan sesuai dengan semestinya dari kelompok-kelompok tersebut.
Sesungguhnya kebajikan itu berbeda dengan perbuatan dosa. Setiap orang harus
bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang dilakukannya. Dan Allah
memperhatikan isi perjanjian yang paling murni dan paling baik.
47. Surat perjanjian ini tidak mencegah (membela) orang yang berbuat aniaya dan dosa.
Setiap orang dijamin keamanannya, baik sedang berada di Madinah maupun sedang
berada di luar Madinah, kecuali orang yang berbuat aniaya dan dosa. Allah pelindung
orang yang berbuat kebajikan dan menghindari keburukan.
Muhammad Rasulullah S.A.W
(Dikutip dari Munawir Sjadzali, 1993 : 10-15)
b. DEKLARASI HAM ISLAM SE DUNIA
Pembukaan
Mengingat aspirasi umat manusia yang sudah berumur tua dan mendambakan suatu
perdamaian dunia yang adil dimana rakyat dapat hidup, berkembang, dan sejahtera dalam
suata lingkungan yang bebas dari rasa takut, aniaya, eksploitasi dan perampasan hak, masih
tetap belum terpenuhi.
Mengingat Allah swt telah menunjukkan umat manusia melalui firman-firman-Nya dalam Alqur‟an dan sunnah Rasul-Nya yang diberkati, yaitu Nabi Muhammad saw dan mena‟ati
Page 20
hukum serta kerangka moral yang bertujuan membentuk dan mengatur instruksi-instruksi dan
hubungan-hubungannya.
Mengingat HAM yang telah dideklarasikan dalam hukum Ilahi bertujuan untuk
menganugrahkan martabat dan kehormatan bagi umat manusia serta dicanangkan untuk
menghapus segala penganiayaan dan ketidak adilan.
Mengingat berdasarkan atas sumber dan sangsi itu bersifat Ilahi, maka hak-hak manusia ini
tidaklah dapat dibatasi, dicabut ataupun tidak dihargai oleh berbagai wewenang, kekuasaan
oleh majelis atau institusi-institusi lainnya, dan juga tidaklah dapat dilepaskan ataupun disita.
Oleh karenanya kami sebagai umat Islam yang percaya :
1. Pada Allah swt yang Maha Pengasih lagi Penyayang Maha Pencipta, Maha
Pemelihara, Maha Penguasa, satu-satunya yang memberikan petunjuk bagi umat
Islam manusia dan sebagai sumber segala hukum;
2. Pada kekhalifahan manusia yang diciptakan guna dapat memenuhi kehendak Allah di
muka bumi;
3. Pada kebijakan bimbingan Ilahi yang dibawa oleh para nabi dan Rasul yang missinya
telah sampai pada titik kulminasi dalam risalah Ilahi yang terakhir telah disampaikan
oleh Rasulullah Muhammad saw bagi seluruh umat manusia.
4. Bahwa rasionalitas yang lahir dengan sendirinya, yang tanpa hak pemberian wahyu
dari Allah, maka ia tidak akan menjadi bimbingan yang murni bagi urusan-urusan
manusia apapun, juga tidak akan dapat memberikan kesuburan spritual dalam jiwa
manusia dan dengan mengetahui bahwa ajaran-ajaran Islam mewakili kemuliaan
petunjuk Ilahi dalam bentuknya yang paling sempurna dan final, serta merasakan
terikat tanggungjawab untuk memperingatkan manusia akan status dan martabatnya
yang dianugrahkan kepadanya oleh Allah.
5. Pada usaha untuk mengajak seluruh umat manusia kepada risalah Islam.
6. Bahwa dengan syarat-syarat perjanjian kami mula-mula kepada Allah swt bahwa
tugas dan tanggung jawab kami mempunyai prioritas di atas hak-hak kami sendiri,
dan bahwa dari tiap-tiap kami adalah dibawah kewajiban yang terikat untuk
menyebarluaskan ajaran Islam baik itu dengan kata-kata, tingkah laku maupun dengan
semua cara lain yang benar-benar bijaksana serta menjadikan mereka efektif tidak
hanya pada kehidupan individu kami, tetapi juga dalam masyarakat sekeliling kami.
7. Merupakan kewajiban kami untuk mendirikan suatu o4rde Islam dimana:
1. Seluruh umat manusia adalah sama dan tidak ada yang menikmati suatu hak
istimewa atau sebaliknya menderita suatu ketidak beruntungan atau
diskrimanasi dengan alasan ras, warna kulit, jenis kelamin, asal mula, maupun
bahasa-nya.
2. Seluruh umat manusia dilahirkan merdeka
3. Perbudakan dan kerja paksa sangat dibenci.

Page 21
4. Kondisi-kondisi dibentuk seperti kelembagaan keluarga yang dipelihara,
dilindungi dan dihormati sebagai dasar seluruh kehidupan sosial.
5. Para penguasa dan yang dikuasai (rakyat) sama-sama tunduk dan sederajat
persamaannya di muka hukum.
6. Kepatuhan dan keta‟atan hanya diberikan kepada perintah-perintah yang
dalam persesuaian dengan hukum.
7. Seluruh kekuasaan duniawi dianggap sebagai amanah yang suci yang
dilaksanakan dalam batas-batas yang telah digariskan oleh hukum dan dalam
sikap yang disetujui, serta dengan mengutamakan terhadap prioritas yang telah
ditetapkannya.
8. Seluruh sumber ekonomi diperlakukan sebagai karunia Allah yang
dianugrahkan kepada umat manusia, dapat dinikmati oleh semuanya sesuai
dengan aturan-aturan dan nilai-nilai yang diajarkan dalam Al-qur‟an dan AsSunnah.
9. Semua urusan umat ditetapkan dan dilaksanakan serta wewenang atau
kekuasaan untuk mengaturnya ditetapkan setelah saling bermusyawarah
(syura) di antara orong-orang mukmin yang memenuhi syarat untuk
memberikan suatu keputusan yang akan sesuai benar dengan hukum dan
kebaikan umum.
10. Setiap orang melaksanakan tanggung jawab yang diberikan sesuai dengan
kemampuan dan dijadikan bertanggung jawab atas segala tingkah laku
perbuatannya.
11. Setiap orang dapat mempertahankan diri dari pelanggaran atas hak-haknya dan
dijamin mendapatkan tindakan-tindakan yang layak dan sesuai dengan hukum.
12. Tidak seorang pun yang dapat dirampas hak-haknya yang telah dijamin oleh
hukum kecuali dilakukan oleh yang berwewenang dan sejauh diizinkan oleh
hukum itu.
13. Setiap individu mempunyai hak untuk mengajukan aksi legal terhadap
seseorang yang melakukan suatu kejahatan terhadap masyarakat secara
keseluruhan atau terhadap salah satu anggota masyarakat.
14. Segala usaha dibentuk dan diadakan guna:

1.

Menjamin pembebasan umat manusia dari setiap tipe tindak
eksploitasi, ketidakadilan dan aniaya.

2.

Memastikan keamanan bagi setiap orang, martabat, dan
kemerdekaannya menurut pola yang dibentuk dan metode yang
disetujui serta di dalam batas-batas yang telah digariskan oleh hukum.

Dengan ini kami sebagai para Khadim Allah dan sebagai anggota persaudaraan
Islam Universal pada permulaan abad 15 era Islam, menegaskan komitmen kami
untuk menegakkan HAM yang tidak dapat diganggu gugat.

Page 22
Berikut ini adalah yang kami anggap telah diperintahkan dan ditetapkan oleh Islam
:
a. Hak Hidup
1. Hidup manusia adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat serta segala bentuk usaha
diadakan untuk melindunginya. Dalam hal tertentu tidak seorangpun yang dapat
dilukai atau bahkan sampai meninggal dunia, kecuali di bawah wewenang hukum.
2. Sebagaimana waktu hidup dan juga setelah kematiannya, kesucian jenazah seseorang
tidak dapat diganggu gugat. Hal ini menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk
menjaga bahwa jenazah seseorang ditangani atau diperlukan dengan penuh khidmat.
b. Hak Kemerdekaan
1. Manusia dilahirkan merdeka. Tak ada seorangpun yang dapat melakukan sesuatu
terhadap haknya untuk mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan di bawah
wewenang dan menurut proses hukum.
2. Setiap individu dan setiap rakyat mempunyai hak kemerdekaan yang tidak dapat
dicabut dalam segala bentuknya, seperti fisik, kultural, ekonomi dan politik, serta
berhak untuk berjuang dengan segala alat perantara yang tersedia guna melawan
tindak pelanggaran atau pencabutan hak ini; dan setiap individu/rakyat yang ditekan
atau ditindas berhak menuntut secara hukum.
c. Hak Persamaan dan Larangan terhadap adanya Diskriminasi yang tidak diizinkan
1. Semua orang sama dimuka hukum dan berhak mendapatkan kesempatan dan
perlindungan yang sama
2. Semua orang berhak mendapatkan upah yang sama atas kerja sama
3. Tidak ada orang yang dapat ditolak kesempatannya untuk bekerja atau
didiskriminasikan dalam sikap apapun atau dikenakan resiko fisik yang besar dengan
alasan kepercayaan beragama, warna kulit, ras, asal mula, jenis kelamin dan bahasa
d. Hak Mendapatkan Keadilan
1. Setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan sesuai dengan hokum
2. Setiap orang bukan hanya mempunyai haknya namun juga berkewajiban untuk
memprotes terhadap ketidakadilan dan mencari jalan lain atau untuk menolong
perbaikan-perbaikan yang telah ditentukan oleh hukum yang berkenaan dengan
masalah yang menyebabkan luka-luka atau hilang milik pribadi seseorang tanpa
alasan; untuk mempertahankan diri dari tuntutan atau tuduhan yang diajukan
kepadanya dan mendapatkan keputusan hakim atau pengadilan yang adil dihadapan
majelis pengadilanyang independen dalam masalah persengketaan apapun, baik
dengan pegawai yang berwewenang ataupun dengan orang lain.
3. Adalah menjadi hak dan kewajiban bagi setiap orang untuk mempertahankan HAM
orang lain dan masyarakat pada umumnya (hisbah).
Page 23
4. Tidak ada seorangpun yang dapat didiskriminasikan dalam pencarian usaha-usaha
untuk mempertahankan hak-hak pripacy dan public
5. Adalah menjadi hak dan kewajiban bagi setiap muslim untuk menolak mematuhi
perintah yang bertentangan dengan hukum tanpa peduli oleh siapapun perintah itu
dikeluarkan
e. Hak mendapatkan Proses Hukum yang adil
1. Tidak seorangpun yang dapat diputuskan bersalah dan dikenakan hukuman kecuali
setelah terdapat bukti bersalah yang kuat di hadapan pengadilan hukum yang
independen.
2. Tidak seorangpun yang dapat dinyatakan bersalah kecuali setelah mendapatkan
pengadilan hukum yang adil dan telah mendapat kesempatan yang cukup untuk
mempertahankan diri yang desediakan baginya.
3. Hukum diberikan menurut dan sesuai dengan hukum, dengan proporsi tingkat
keseriusan pelanggaran serta sesuai dengan pertimbangan keadaan dan alasan dimana
pelanggaran itu dilakukan.
4. Tidak ada tindakan yang dapat dianggap sebagai suatu tindakan kejahatan atau
kriminal kecuali yang telah diisyaratkan dalam susunan kata yang jelas dalam hukum.
5. Setiap individu bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya sendiri. Tanggungjawab
atas suatu tindak kriminal tidak dapat diperluas terhadap orang lain dari anggota
keluarga atau kelompok yang tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam melakukan kriminal yang dipermasalahkan.
f. Hak mendapatkan Perlindungan dari Penyalahagunaaan Kekuasaan
Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan kasar oleh agen-agen
resmi pemerintah. Ia tidak dapat menjadi bertanggung jawab atas dirinya sendiri kecuali
untuk membela diri dari tuduhan yang diajukan terhadapnya, atau ketika ia ditemukan dalam
situasi dimana suatu persoalan yang berkenaan dengan masalah kecurigaan atas
keterlibatannya dalam suatru tindakan kriminal dikemukakan secara wajar.
g. Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyiksaan
Tidak seorangpun dapat dijadikan korban penyiksaan terhadap pkiran dan tubuhnya,
ataupun dihina dan diancam akan dilukai baik terhadap dirinya sendiri atau terhadap anggota
keluarganya, ataupun dipaksa mengaku atas suatu tindak kriminal ataupun dipaksa untuk
menyetujui atas suatu tindakan yang merugikan dan mengorbankan kepentingankepentingannya.
h. Hak Mendapatkan Perlindungan atau Kehormatan dan Nama Baik
Setiap orang memiliki hak untuk dapata amelaindungi kehormatan dan nama
baiknya(reputasi) dari aberbagai tindakan fitnah,tuduhan yang tidak beralasan dan tidak
Page 24
mendasar, ataupun dari usaha-usaha disengaja untuk mencemarkan nama baik dan
pemerasan.
i. Hak Memperoleh Suaka (Asylun)
1. Setiap orang yang ditindas atau dianiaya memiliki hak untuk mencari suaka dan
perlindungan. Hak ini dijamin bagi setiap insan tanpa memandang ras, agama, warna
kulit dan jenis kelamin.
2. Masjidil Haram (Rumah suci Allah) di Kota Suci Mekkah merupakan tempat
perlindungan bagi seluruh umat Islam.
j. Hak-hak Minoritas
1. Prinsip Al-Qur‟an ”Tidak ada paksaan dalam agama” akan mengatur hak-hak
beragama golongan minoritas non muslim.
2. Dalam negara Islam golongan minoritas agama lain mempunyai pilihan untuk diatur
dalam hal ususan-urusan sipil dan personal mereka dengan memakai hukum Islam
atau hukum-hukum mereka sendiri.
k. Hak dan Kewajibana untuk berpartisipasi dalam Pelaksanaan dan Manajemen
Urusan-urusan Publik

1.

Dengan tunduk terhadap hukum, maka setiap individu dalam masyarakat (umat)
berhak untuk dapat menjadi pegawai negeri.

2.

Proses musyawarah bebas (syura) merupakan dasar hubungan yang ada di antara
pemerintah dan rakyat. Rakyat juga memiliki hak untuk dapat memilih ataupun
mengganti para penguasa mereka sesuai dengan prinsip ini.

l. Hak Kebebasan Percaya, Berpikir dan berbicara

1.

Setiap orang memiliki hak untuk dapat mengekspresikan pikiran dan kepercayaannya
selama dia tetap dalam batas-batas yang digariskan hukum. Namun tidak ada
seorangpun yang berhak untuk menyebarluaskan kebohongan atau menyebarkan
laporan-laporan yang dapat menyakitkan adat kebiasaan publik atau menimbulkan
fitnah, sindiran ataupun menjelek-jelekkan dengan fitnah terhadap orang lain.

2.

Mengejar pengetahuan dan mencari kebenaran tidak hanya sebagai hak, namun juga
merupakan kewajiban bagi setiap muslim

3.

Adalah menjadi hak sekaligus kewajiban bagi setiap muslim untuk memprotes dan
menentang (dalam batas-batas yang ditentukan hukum terhadap suatu tindakan
meskipun hal itu melibatkan usaha menentang wewenang tertinggi dalam negara.

4.

Tidak ada halangan bagi penyebaran informasi asal ia tidak membahayakan keamanan
sosial dan negara dan dalam batas-batas yang diberlakukan hukum.

Page 25
5.

Tidak ada seorangpun yang boleh mencegah ataupun mengejek kepercayaan religius
orang lain dan menimbulkan permusuhan khalayak umum terhadap mereka karena
menghormati perasaan religius orang lain merupakan kewajiban bagi semua muslim.

m. Hak Kebebasan Beragama
Setiap orang memiliki hak atas kebebasan keyakinan dan beribadah menurut kepercyaan
religiusnya
n. Hak Berserikat Bebas

1.

Setiap orang berhak untuk dapat berpartisipasi secara individu maupun kolektif dalam
kehidupan religius, sosial, cultural, dan politik masyarakatnya serta untuk dapat
mendirikan institusi-institusi atau perwakilan yang dimaksud untuk tujuan
memerintahkan apa yang benar (ma‟ruf) dan mencegah yang salah (mungkar)

2.

Setiap orang berhak untuk dapat berusaha mendirikan institusi-institusi, dimana
pemanfa‟atan hak-hak ini dimungkinkan untuknya. Secara kolektif masyarakat harus
menciptakan kondisi-kondisi sehingga dapat menjadikan seluruh anggota masyarakat
leluasa bagi usaha pembangunan kepribadian-kepribadian mereka.

o. Hak Susunan Ekonomi dan Hak Berkembang

1.

Dalam usaha-usaha ekonomi mereka, semua orang berhak mendapatkan keuntungan
dan manfa‟at alam serta seluruh sumbernya, ini semua merupakan karunia dan nikmat
yang dianugrahkan Allah swt bagi kemanfa‟atan umat manusia secara keseluruhan.

2.

Semua insan berhak untuk mengusahakan mata pencaharian mereka yang sesuai
menurut hukum.

3.

Setiap orang berhak untuk memiliki harta benda secara individual maupun berserikat
bersama yang lainnya. Pemilikan negara atas beberapa sumber ekonomi tertentu bagi
maslahat dan kepentingan umum adalah sah.

4.

Orang-orang miskin memiliki hak atas suatu bagian yang telah ditentukan di dalam
harta kekayaan orang-orang kaya, seperti ditentukan oleh zakat, yang dikenakan dan
dikumpulkan sesuai dengan hukum.

5.

Semua alat produksi akan dipergunakan untuk kepentingan masyarakat (umat) secara
keseluruhan dan tidak boleh diabaikan ataupun disalahgunakan.

6.

Agar dapat meningkatkan pembangunan ekonomi yang seimbang dan untuk
melindungi masyarakat dari tindak eksploitasi, maka Islam melarang monopoli dan
oligopoli, praktik-praktik perdagangan yang membatasi secara tidak wajar, riba,
pemakaian paksaan dalam membuat kontrak dan perjanjian serta penerbitan iklaniklan yang menyesatkan.

Page 26
7.

Seluruh kegiatan ekonomi dapat diizinkan dengan syarat bahwa mereka tidak merusak
dan mengganggu kepentingan masyarakat (umat) dan tidak melanggar hukum dan
nilai-nilai Islam.

p. Hak Mendapatkan Perlindungan atas harta benda (tanah milik)
Tidak ada tanah milik yang dapat diambil alih kecuali untuk kepentingan publik dan
dalam hal ini ada pembayaran kompensasi yang adil dan cukup.
q. Status dan Martabat Pekerja dan Buruh
Islam menghormati kerja dan pekerjanya serta memerintahkan umat Islam untuk tidak
hanya memperlakukan pekerja dengan adil tetapi juga memperlakukannya dengan murah
hati. Pekerja atau buruh tidak hanya harus dibayar dengan tepat upah-upah yang patut mereka
peroleh, tetapi mereka juga berhak mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
r. Hak Membentuk Sebuah Keluarga dan Masalah- Masalahnya

1.

Setiap orang berhak untuk menikah dan mendirikan suatu rumah tangga dan mendidik
anak-anak sesuai dengan agama, tradisi, dan kebudayaannya. Setiap pasangan berhak
atas hak-hak khusus dan istimewa demikian ini serta untuk mengemban tanggung
jawab sebagimana yang telah disyaratkan oleh hukum.

2.

Masing-masing pasangan dalam perkawinan
penghormatan dan penghargaan dari yang lainnya.

3.
4.

Setiap suami wajib memelihara istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya.

5.

Jika ada orang tua dengan beberapa alasan tidak mampu melaksanakan kewajibankewajiban mereka atas seorang anak, maka menjadi kewajiban masyarakat untuk
memenuhi kewajiban–kewajiban ini dengan menggunakan biaya dari masyarakat.

6.

Setiap orang berhak mendapatkan sokongan materil dan juga perhatian serta
perlindungan dari keluarganya selama masa kanak-kanak, masa tua, atau ketika telah
tidak berdaya. Para orang tua berhak mendapatkan tunjangan meteril dan perhatian
serta perlindungan dari anak-anaknya.

7.

Kaum ibu berhak atas perlakuan khusus, perlindungan dan bantuan dari pihak
keluarga serta anggota masyarakat (umat).

8.

Dalam suatu rumah tangga pria dan wanita saling membagi tugas dan kewajiban
menurut jenis kelamin, berbagai karunia alamiah, bakat dan kecenderungan mereka
dengan memperhatikan tanggung jawab bersama mereka terhadap keturunan dan
kaum kerabatnya.

berhak

untuk

mendapatkan

Setiap anak memiliki hak untuk dipelihara dan didik dengan baik oleh kedua orang
tuanya; anak-anak dilarang untuk bekerja pada usia masih belia atau dibebani dengan
pekerjaan yang dapat merusak dan membahayakan perkembangan alami mereka.

Page 27
9.

Tidak ada seorangpun yang dapat dinikahi apabila bertentangan dengan kehendaknya,
atau kehilangan (dikurangi) hak pribadi yang legal dalam masalah perkawinan.

s. Hak-hak Wanita yang sudah Manikah
Setiap wanita yang sudah menikah berhak:

1.
2.

Hidup dalam rumah di tempat suaminya tinggal.

3.

Mencari dan mendapatkan terputusnya pernikahan (khulu‟) sesuai dengan syaratsyarat hukum hak ini merupakan tambahan bagi haknya untuk mencari perceraian
melalui pengadilan

4.
5.

Mewarisi dari suami, orang tua dan anak-anak serta keluarga yang lain sesuai hukum.

Menerima sarana-sarana penting guna memelihara dan menjaga standar hidup yang
tidak lebih rendah dari pasangannya, dan dalam kasus perceraian ia berhak untuk
menerima segala sarana pemeliharaan sesuai dengan sumber-sumber keuangan
suaminya selama periode menunggu menurut hukum (iddah) baik bagi dia sendiri
maupun bagi anak-anak yang ia pelihara dan asuh tanpa memandang status finansial,
penghasilan, dan harta bendanya sendiri yang ia pegang sebagai haknya sendiri.

Merahasiakan dengan ketat apa yang diketahui oleh suami atau bekas suami jika
dicerai, yang berkenaan dengan segala informasi yang mungkin telah suaminya
dapatkan darinya, penyingkapannya yang mungkin dapat terbukti merugikan dan
merusak kepentingan-kepentingannya. Kewajiban yang sama juga diembankan
baginya berkaitan dengan suami atau bekas suaminya.

t. Hak Mendapatkan Pendidikan

1.

Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan
kemampuan alaminya.

2.

Setiap orang berhak mendapatkan kebebasan memilih profesi dan kariernya serta
berhak memperoleh kesempatan guna mengembangkan sepenuhnya semua karunia
dan anugrah alami yang dimilikinya.

u. Hak Menikmati Keleluasaan Pribadi (pripacy)
Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan kekuasaan pribadi.
v. Hak Mendapatkan Kebebasan Berpindah dan Bertempat tinggal

1.

Dengan memandang fakta bahwa dunia Islam benar-benar merupakan umat
Islamiyah, maka setiap muslim memiliki hak untuk berpindah secara bebas ke dalam
maupun keluar suatu negara Islam.

Page 28
2.

Tidak ada seorangpun yang dapat dipaksa untuk meninggalkan segera kediamannya,
ataupun dideportasi secara semena-mena tanpa melalui jalan proses hukum yang
berlaku sebenarnya.

(Dikutip dari Shalahuddin Hamid, 2000: 218- 232).

c. DEKLARASI HAM INTERNASIONAL
(Pasal 1)
Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.
Mereka dikarunia akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan
(Pasal 2)
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum dalam
Deklarasi ini dengan tidak ada perkecualian apapun, seperti misalnya bangsa, warna kulit,
jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau
kemasyarakatan, milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
Selanjutnya tidak akan diadakan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau
kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari
negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwakilan, jajahan atau yang di
bawah pembatasan lain dari kedaulatan.
(Pasal 3)
Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang
(Pasal 4)
Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan
budak dalam bentuk apapun harus dilarang.
(Pasal 5)
Tidak seorangpun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam, dengan tidak mengingat
kemanusiaan atau pun jalan perlakuan atau hukum yang menghinakan
(Pasal 6)
Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi terhadap undang-undang
dimana saja ia berada
Page 29
(Pasal 7)
Sekalian orang adalah sama didepan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama
tak ada perbedaan. Sekalian orang berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap
perbedaan yang memperkosa Deklarasi ini dan terhadap segala hasutan yang ditujukan
kepada perbedaan semacam ini.
(Pasal 8)
Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif oleh hakim-hakim nasional yang kuasa
terhadap tindakan perkosaan hak-hak dasar, yang diberikan kepadanya oleh undang-undang
dasar negara atau undang-undang
(Pasal 9)
Tidak seorangpun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang.
(Pasal 10)
Setiap orang berhak dalam persamaan yang sepenuhnya didengar suaranya di muka umum
dan secara adil oleh pengadilan yang independen dan tak memihak, dalam hal menetapkan
hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dan dalam setiap tuntutan pidana yang ditujukan
terhadapnya.
(Pasal 11)
(1) Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran pidana
dianggap tadak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut undang-undang dalam
suatu pengadilan yang terbuka, dan ia di dalam sidang itu diberi segala jaminan yang perlu
untuk pembelaannya.
(2) Tidak seorangpun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran pidana karena perbuatan
atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran pidana menurut undang-undang
nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan
menjatuhkan hukuman lebih berat dari pada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika
pelanggaran pidana itu dilakukan
(Pasal 12)
Tidak seorangpun dapat diganggu dengan sewenang-wenang dalam urusan pribadinya,
keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat-menyurat, juga tidak diperkenankan
pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat
perlindungan hukum terhadap gangguan-gangguan atas pelanggaran-pelanggaran demikian.
(Pasal 13)
Page 30
(1) Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam lingkungan batasbatas tiap negara
(2) Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri dan berhak
kembali kenegerinya.
(Pasal 14)
(1) Setiap orang berhak mencari dan mendapatkan tempat pelarian di negeri-negeri lain untuk
menjauhi pengejaran.
(2) Hak ini tak dapat dipergunakan dalam pengejaran yang benar-benar timbul dari kejahatankejahatan yang tak berhubungan dengan politik atau dari perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan tujuan-tujuan dan dasar-dasar Perserikatan Bangsa-bangsa.
(Pasal 15)
(1) Setiap orang berhak mendapat kewarganegaraan. (2) Tidak seorangpun dengan semenamena dapat dikeluarkan dari kewarganegaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti
kewarganegaraannya.
(Pasal 16)
(1) Orang-orang dewasa baik pria maupun wanita, dengan tidak dibatasi kebangsaan,
kewarganegaraannya atau agama, berhak untuk mencari jodoh dan membentuk keluarga.
Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam perkawinan dan dikala
perceraian.
(2) Perkawinan harus dilakukan hanya dengan cara suka sama suka dari kedua mempelai
(3) Keluarga adalah kesatuan yang sewajarnya serta merupakan inti dari masyarakat dan
berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan negara.
(Pasal 17)
(1) Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang
lain.
(2) Seorangpun tidak boleh dirampas miliknya dengan semena-mena
(Pasal 18)
Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keinsyafan batin dan agama; dalam hak ini
termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan
agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya melakukannya, beribadah dan
Page 31
menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik ditempat umum
maupun secara sendiri.
(Pasal 19)
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini
termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan
untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapatpendapat dengan cara apapu juga dan dengan tidak memandang batas-batas.
(Pasal 20)
(1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan mengadakan rapat dengan
tak mendapat gangguan
(2) Tidak seorangpun dapat dipaksa memasuki satu perkumpulan
(Pasal 21)
(1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri, baik langsung
maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.
(2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan
pemerintahan negerinya
(3) Kedaulatan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kedaulatan ini harus
dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan umum berkala yang jujur dan dilakukan menurut
hak pilih yang bersifat umum dan tidak membeda-bedakan serta dengan pemungutan suara
yang rahasia atau umum menurut cara-cara lain yang juga menjamin kebebasan
mengeluarkan suara
(Pasal 22)
Setiap orang sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak
melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional dan
sesuai dengan organisasi-organisasi serta sumber-sumber kekayaan dari setiap negara, hakhak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang perlu guna martabatnya dan guna perkembangan
bebas pribadinya.

Page 32
(Pasal 23)
(1) Setiap orang berhak atas pekerjaan berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas
syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik dan atas perlindungan dari pengangguran.
(2) Setiap orang dengan tidak ada perbedaan, berhak atas upah yang sama untuk pekerjaan
yang sama.
(3) Setiap orang melakukan pekerjaan berhak atas upah yang adil dan baik yang menjamin
kehidupannya bersama dengan keluarganya, sepadan dengan martabat manusia, dan jika
perlu ditambah dengan bantuan-bantuan sosial lainnya.
(4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi
kepentingannya.
(Pasal 24)
Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk juga pembatasan-pembatasan jam
kerja yang layak dan hari-hari libur berkala, dengan tetap menerima upah.
(Pasal 25)
(1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan keadaan baik untuk
dirinya dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan
serta usha-usaha sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada waktu mengalami
pengangguran, menderita sakit, menjadi orang cacat, janda, mencapai usia lanjut atau
mengalami kekurangan nafkah lain-lain karena keadaan yang diluar kekuasaanya.
(2) Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anakanak baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat
perlindungan sosial yang sama.
(Pasal 26)
(1) Setiap orang berhak mendapat pengajaran. Pengajaran harus dengan cuma-cuma, setidaktidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan tingkat dasar. Pengajaran sekolah dasar harus
diwajibkan. Pengajaran tehnik dan jurusan harus terbuka bagi semua orang dan perguruan
tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan
kecerdasan.
(2) Pengajaran harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta
memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan fundamental.
Pengajaran harus mempertinggi rasa saling mengerti, saling menerima serta rasa
persahabatan antara semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan atau golongan penganut

Page 33
agama, serta harus memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam
memelihara perdamaian.
(3) Ibu Bapak mempunyai hak utama untuk memilih jenis pengajaran yang akan diberikan
kepada anak-anak mereka
(Pasal 27)
(1) Setiap orang berhak untuk turut serta dengan babas dalam hidup kebudayaan
masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan untuk turut serta dalam kemajuan
ilmu pengetahuan serta mendapat manfa‟atnya
(2) Setiap orang berhak untuk dilindungi kepentingan-kepentingan moril dan materiil yang
didapatnya sebagai hasil dari sesuatu produksi dan lapangan ilmu pengetahuan,
kesusastraan atau kesenian yang diciptakan sendiri
(Pasal 28)
Setiap orang berhak atas suatu susunan sosial dan internasional dimana hak-hak dan
kebebasan-kebebasan yang termaktub dalam Deklarasi ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.
(Pasal 29)
(1) Setiap orang mempunyai mewajibkan hanya terhadap suatui masyarakat tempat ia
mendapat kemungkinan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan leluasa.
(2) Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya setiap orang harus tunduk
hanya kepada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak bagi hakhak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat benar dari
kesusilaan, tertib umum serta keselamatan umum dalam suatu masyarakat demokrasi.
(3) Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini sekali-kali tidak boleh di jalan dengan cara yang
bertentangan dengan tujuan-tujuan dan dasar-dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
(Pasal 30)
Tidak sesuatupun dalam Deklarasi ini boleh diartikan memberikan kepada salah satu
negara, golongan ataupun seseorang, suatu hak untuk melakukan kegiatan atau sesuatu
perbuatan yang bertujuan untuk merusak salah satu hak dan kebebasan yang termaktub
dalam Deklarasi ini.
(Dikutip dari Shalahuddin Hamid, 2000: 209-217)

Page 34
BAB V
HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA

A. Pengertian
Hukum Islam didefinisikan sebagai seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan
Sunnah Rasul, tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat
untuk semua manusia yang beragama Islam (Amir Syarifuddin, 2000 : 5). Dalam Islam
dikenal dua aturan hukum yang berlaku bagi umat Islam yaitu Syari‟ah dan fiqh. Syari‟ah
menurut asal katanya berarti jalan menuju mata air. Berdasarkan makna kata itu syari‟at
Islam berati jalan yang harus ditempuh seorang muslim. Menurut istilah, syari‟ah berarti
aturan dan perundang-undangan yang diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia
dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan mengatur
hubungan antara manusia dengan alam semesta (Dep. Agama RI, 2001 : 141). Syari‟at Islam
merupakan jalan yang benar yang menjadi landasan bagi kehidupan umat manusia
sebagaimana firman Allah : “Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Qur‟an dengan
membawa kebenaran, membenarkan apa yang diturunkan sebelumnya, yaitu kitab-kitab
(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain, maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan jangan kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk
tiap-tiap umat di antara kamu Kami jadikan aturan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu ummat (saja), tetapi Allah hendak menguji
kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Hanya kepada Allahlah kembali kamu semua, lalu diberikannya kepadamu apa yang kamu
perselisihkan itu (Q. S al-Maidah : 48).
Sedangkan fiqih adalah pemahaman para Ulama terhadap syari‟at Islam yang
terkandung dalam sumber hukum Islam (Al-Qur‟an dan as-Sunnah) dan
mengkodifikasikannya secara sistematis dan praktis, sehingga lebih mudah dipahami. Oleh
karena itu fiqih merupakan hasil pemikiran manusia (para Ulama) maka bentuknya tidak
tetap, ia berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia. Selain itu, fiqih
dipengaruhi pula oleh pola pemikiran dan metode yang digunakan oleh para Ulama dalam
menyusunnya. Fiqih membahas dan memerinci atau mengoperasionalkan hukum-hukum
syari‟at yang masih bersifat global di dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah dan
bersifat fundamental (Dep. Agama RI, 2001 : 144).
Oleh karena itu menurut Muhammad Daud Ali (2000 : 237-238) di Indonesia dikenal
dua istilah yang menunjukkan perbedaan dalam hukum Islam yakni syari‟at Islam yang
dalam bahasa Inggris disebut Islamic law dan fiqih Islam disebut Islamic Jurisprudence. J.N.
D Anderson mengatakan bahwa hukum Islam merupakan hukum ciptaan Tuhan yang pada

Page 35
dasarnya tidak dapat diubah dan merupakan norma yang harus dita‟ati oleh kaum muslimin
(Tim Dosen PAI UGM, 2005 : 138).
Perbedaan antara syari‟ah dengan fiqih adalah sebagai berikut :
1. Syari‟ah terdapat dalam al-Qur‟an dan kitab Hadits. Jika berbicara tentang syari‟ah, maka
yang dimaksud adalah firman Allah dan Sunnah Nabi SAW. Sedangkan fiqih terdapat dalam
kitab-kitab fiqih. Jika berbicara tentang fiqih yang dimaksud adalah hasil pemahaman
manusia yang memenuhi syarat tentang syari‟ah.
2. Syari‟ah bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari fiqih. Fiqih
bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada apa yang disebut perbuatan hukum.
3. Syari‟ah adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul SAW karena itu berlaku abadi,
sedangkan fiqih adalah karya manusia yang dapat berubah atau diubah dari masa kemasa.
4. Syari‟ah hanya satu, sedangkan fiqih mungkin lebih dari satu seperti nampak pada aliranaliran hukum yang disebut mazhahib atau mazhab-mazhab itu.
5. Syari‟ah menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedangkan
keragamannya (Dikutip dari Muhammad Daud Ali, 2000 : 239).

fiqih

menunjukkan

B. Ciri-ciri Hukum Islam
Ciri-ciri hukum Islam (Tim Dosen PAI UGM, 2005 : 138) adalah :
1. Bagian dari ajaran Agama Islam dan dengan demikian ia bersumber dari Agama Islam.
2. Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari qidah dan akhlak Islam.
3. Mempunyai dua istilah kunci yaitu Syari‟ah terdiri dari wahyu Allah dan sunnah Nabi
SAW serta fiqih yang merupakan hasil pemahaman manusia muslim tentang Syari‟ah.
4.Susunannya berlapis yang terdiri dari (a). Al-Qur‟an (b). as-Sunnah (3) sirah nabawiyah,
(d). Hasil ijtihad manusia (9). Keputusan Hukum bebruap amalan-amalan umat Islam
5. Mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pada pahala.

C. Pembagian Hukum Islam
Syariah atau hukum Islam terdiri dari dua bagian utama yaitu : (a). Hukum ibadah yaitu tata
cara dan ritual sakral yang dilakukan oleh seorang muslim dalam hubungannya dengan Allah
SWT, yang ketentuan dan tata caranya sudah tetap tidak mengalami perubahan, seperti tata
Page 36
cara shalat, puasa dan sebagainya (b). Hukum muamalah dalam arti khusus yang bersifat
terbuka untuk dikembangkan oleh umat Islam. Adapun Hukum Mu‟amalah dalam Islam
dibagi kedalam :

1.

Hukum Keluarga (Ahkam al-Ahwal al-syakhsiyyah) yaitu hukum-hukum yang
mengatur hak dan kewajiban suami-istri dan anak. Hukum ini dimaksudkan untuk
memelihara dan membangun keluarga sebagai unit masyarakat terkecil.

2.

Hukum Perdata (al-ahkam al-maliyah) yaitu hukum tentang perbuatan usaha
perorangan seperti jual beli (al-ba‟ wal ijarah), pegadaian (rahn),
penanggungan (kafalah), persyarikatan (syirkah), utang piutang (udayanah),
perjanjian (uqud). Hukum perdata ini dimaksudkan untuk mengatur orang dalam
kaitannya dengan kekayaan dan pemeliharaan hak-haknya.

3.

Hukum Pidana (al-ahkam al-jinayah) yaitu hukum yang bertalian dengan tindak
kejahatan dan sanksi-sanksinya. Tujuan hukum ini untuk memelihara ketenteraman
hidup manusia dan harta kekayaannya, kehormatannya dan hak-haknya serta
membatasi hubungan antara pelaku tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.

4.

Hukum Acara (al-ahkam al-murafa‟ah) yaitu hukum yang berhubungan dengan
peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah), dan sumpah (al-yamin). Hukum ini
bertujuan untuk mengatur proses peradilan guna merealisasikan keadilan antara
manusia.

5.

Hukum Perundang-Undangan (al-ahkam al dusturiyah) yaitu hukum yang
berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan hakim dengan
terhukum (terpidana), serta menetapkan hak-hak perorangan dan kelompok.

6.

Hukum Kenegaraan (al-ahkam al-dauliyah) yaitu hukum yang berkaitan dengan
hubungan kelompok-kelompok masyarakat di dalam negara dan hubungan antar
negara. Tujuan hukum ini adalah untuk membatasi hubungan antar Negara dalam
masa damai dan masa perang, serta membatasi hubungan antara umat Islam dengan
lainnya dalam suatu Negara.

7.

Hukum Ekonomi dan Keuangan (al-ahkam al-iqtishadiyah wal maliyah) yaitu hukum
yang berhubungan dengan hak fakir miskin di dalam harta orang kaya, mengatur
sumber-sumber pendapatan dan masalah pembelanjaan negara. Tujuan hukum ini
adalah untuk mengatur hubungan ekonomi antara orang kaya dengan fakir miskin dan
antara hak-hak keuangan Negara dengan perseorangan ( Dep.Agama RI, 2001 : 159).

D. Tujuan Hukum Islam
Secara umum hukum Islam bertujuan untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di
dunia dan akherat dengan acara mengambil segala yang bermanfa‟at dan meninggalkan
segala yang mendatangkan mudarat yaitu segala sesuatu yang tidak bermanfa‟at bagi
kehidupan manusia. Dengan demikian hukum Islam bertujuan untuk kemaslahatan hidup
ruhani, jasmani dan akal baik bagi manusia secara individu maupun sosial.

Page 37
Secara khusus hukum Islam menurut Abu Ishaq al-Syatibi (Tim Dosen PAI UGM,
2005 : 141) mempunyai lima (Maqashid al-Khamsah) tujuan yaitu : (1). Memelihara Agama :
Agama merupakan pedoman hidup bagi manusia yang akan mengantarkannya kepada tujuan
yang hakiki. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap umat untuk memeliharanya, agar
terpelihara dari berbagai ancaman dari orang-orang yang akan merusak ajarannya, baik
akidah, syari‟ah maupun akhlak (2). Memelihara jiwa : Jiwa adalah penggerak kehidupan
manusia, maka menjadi kewajiban setiap manusia untuk memeliharanya dari kerusakan yang
dapat membawa manusia kepada kehancuran kehidupan, misalnya jiwa yang kosong dari
nilai-nilai agama akan membawa seseorang kejalan kebinasaan (3). Memelihara akal : akal
berfungsi untuk membedakan antara yang benar dengan yang salah. Karena itu akal
merupakan alat terpeting bagi setiap manusia untuk membawa hidup menjadikan hidupnya
bermanfa‟at baik bagi dirinya maupun orang lain. Dengan akal yang sehat dan cerdas setiap
orang bisa memanfa‟atkan segala yang ada untuk menghasilkan manfa‟at bagi kehidupan
manusia. Karena itu menjadi kewajiban setiap orang untuk memelihara akalnya agar jangan
dirusak. Karena itu Islam melarang perbuatan-perbuatan yang dapat merusak akal, seperti
minuman yang mamabukkan dan sebagainya (4). Memelihara keturunan : keturunan adalah
pelanjut generasi manusia, karena itu kemurnian darah agar dapat di jaga. Hal ini tercermin
dalam hubungan darah yang menjadi syarat untuk dapat saling mewarisi (Q.S 4 : 11),
larangan-larangan perkawinan yang secara rinci disebut dalam Al-Qur‟an (Q. S 4 : 23) dan
larangan berzina (Q. S 17 : 32) (5) Memelihara harta : Harta adalah pemberian Allah SWT
kepada manusia agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan
kehidupannya. Oleh karena itu manusia wajib memelihara harta yang ia peroleh dengan cara
yang halal, artinya sah menurut hukum dan benar menurut ukuran moral.
E. Prinsip Dasar Hukum Islam
Prinsip dasar Hukum Islam menurut M. Hasbi Ash-Shiddiqie (1975 : 282) ada lima
macam yaitu :
1. Mencegah segala yang memelaratkan
2. Membolehkan segala yang bermanfa‟at
3. Mewajibkan segala yang tidak boleh tidak
4. Membolehkan segala yang diharamkan oleh nash, apabila keadaan memaksa.
5. Membolehkan segala yang diharamkan untuk menyumbat kerusakan,
menyumbatkan jalan yang menyampaikan kepada kerusakan atau kemafsadan, apabila
adakemaslahatan.

Page 38
F. Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum Islam terdiri dari dua bagian yaitu Hukum perdata dan hukum pidana
Islam.
1. Hukum Perdata terdiri dari :
a. Munakahat yaitu hukum yang mengatur segala yang berhubungan dengan
perkawinan, perceraian dan akibat-akibatnya.
b. Hukum Mawarits yaitu hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan
dengan pewarits, ahli warits dan harta peninggalan serta pembagian warisan.
c. Mua‟amalat dalam pengertian khusus yaitu hukum yang mengatur masalah
kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam masalah jual-beli, sewa
menyewa dan lainya.
2. Hukum Pidana terdiri dari :
a. Jinayat yaitu hukum yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam
hukuman baik dalam jarimah hudud (perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan
batas hukumannya dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah) dan Jarimah ta‟zir (perbuatan pidana
yang bentuk dan ancamannya ditentukan oleh penguasa).
b.Al-Ahkam as-Sulthaniyah yaitu hukum yang membicarakan masalah-masalah yang
berhubungan dengan Kepala Negara, Negara, pemerintahan, baik pusat maupun daerah,
tentra dan pajak.
c.Siyar, yaitu hukum yang mengatur perang dan damai, tata hubungan dengan
pemeluk agama dan Negara lain.
d.Mukhasamat yaitu hukum yang mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum
acara (Tim Dosen PAI UGM, 2005 : 14).
G. Sumber Hukum Islam
Kata sumber terjemah dari “masdar” yang jama‟nya “mashaadir” dapat diartikan suatu
wadah yang dari wadah tersebut dapat ditemukan atau digali norma hukum (Amir
Syarifuddin, 2000: 43). Sumber dalam bahasa Indonesia berarti tempat keluar, asal sesuatu.
Maka jika dikatakan sumber hokum Islam dapat diartikan tempat keluar atau asal hukum
Islam. Dalam hal ini adalah Al-qur‟an dan As-Sunnah sebagai sumber pokok sebagai tempat
dikeluarnya yang diperlukan oleh kaum muslimin dalam menetepkan hukum serta sumber
hukum lainnya..

Page 39
Adapun macam-macam sumber hukum Islam adalah al-qur’an, as-sunnah, ijma’ dan
qiyas

BAB VI
AL-QUR’AN
A. Pengertian Al-Qur’an
Qara‟a berarti mengumpulkan dan menghimpun, qira‟ah berarti menghimpun huruf-huruf
dan kata-kata satu dengan lainnya dalam suatu ucapan yang tersusun rapi. Qur‟an pada
awalnya seperti qira‟ah yaitu masdar dari kata qara‟, qira‟atan, qur‟anan. Dalam AlQur‟an Allah berfirman “Inna „alaina jam‟ahu waqur‟anah, Faiza qara‟nahu fattabi‟
qur‟anahu (Q.S
Al-Qiyamah:
17-18). Qur‟anah dalam
ayat
ini
berarti qira‟atahu (bacaannya atau cara membacanya). Qur‟an dikhususkan sebagai nama
kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (Manna‟ Khalil Al-Qathan, 2000:
15-16). Sebagian ulama mengatakan Al-Qur‟an jika dibaca “Qur‟an” dengan tidak
membaca “Al”didepannya, maka adalah nama bagi segala yang dibaca. Tetapi apabila
dibaca “Al-Qur‟an” maka ia adalah Kalam Allah yang diturunkan dalam bahasa Arab itu.
Arti kata Al-Qur‟an ialah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang tidak dapat ditandingi oleh yang menantangnya, walaupun sekedar sesurat saja (AsSuyuthi: 52).
Untuk menjelaskan pengertian Al-Qur‟an ini baiklah dikutipkan pendapat para
Ulama sebagai berikut:

1.

Asy-Syafi‟y berpendapat bahwa lafadz “Al-Qur‟an “yang dita‟rifkan dengan
“Al”, tidak berhamzah (tidak berbunyi An) dan bukan diambil dari sesuatu kalimat
lain, tidak diambil dari qara‟atu, sama dengan aku telah membaca. Kalimat itu nama
resmi bagi Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Menurut ini
harus kita baca “Al-Qur‟an” dengan tidak membunyikan “a”. (M. Hasbi AshShiddiqi, 1992: 4).

2.

Al-Asy‟ary berpendapat bahwa lafaz “Qur‟an” diambil dari lafazh “qarana” yang
berarti menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dinamai Al-Qur‟an karena
surat, ayat dan huruf-hurufnya beriringan dan dihimpun dalam satu Mushaf (AzZarkasyi, 1957: 278).

3.

Al-Farra‟ berpendapat bahwa lafazh “Qur‟an”tidak pakai hamzah dan diambil dari
kata “qara-„in” jama‟ dari qarinah, yang artinya indikator (petunjuk). Hal ini
disebabkan oleh sebagian ayat-ayat al-Qur‟an itu serupa satu sama lainnya, maka
seolah-olah sebagian ayat-ayat itu merupakan indikator (petunjuk) dari apa yang
dimaksud oleh ayat lain yang serupa itu. (Masjfuk Zuhdi, 1980: 2).

4.

Menurut Al-Lihyany bahwa lafazh “Qur‟an” itu berma‟na “yang dibaca”. Karena AlQur‟an itu dibaca, maka dinamailah dia “Al-Qur‟an”. Inilah pendapat yang terkenal
Page 40
(M. Hasbi Ash-Shiddiqi, 1954: 4). Agar pengertian Al-Qur‟an berlandaskan dalil
yang qath‟i, maka harus diambil ma‟nanya dan memperhatikan cara Al-Qur‟an
sendiri menggunakan kalimat tersebut, sebagaimana tersebut dalam firman Allah
“Laatuharriq bihi, lisanaka lita‟jalabihi, inna alaina jam‟ahu waqur‟anahu, faiza
qara‟nahu, fattabi‟ qur‟anahu (Q. S. Al-Qiyamah: 16-18). Artinya: Janganlah engkau
gerakkan
lidahmu
bergegas-gegas
membacanya.
Bahwasanya
kami
mengumpulkannya dan membacanya. Maka apabila kami telah membacanya, ikutilah
akan bacaannya. Berdasarkan zahir ayat ini, lafaz “Qur‟an” diartikan “bacaan” yakni:
Qur‟an ialah Kalamullah yang dibaca berulang-ulang oleh manusia (M. Hasbi AshShiddiq, 1992 : 5).
Hakikat Al-Qur‟an ialah makna yang berdiri pada zat Allah. Al-Gazali mengatakan
bahwa hakikat Al-Qur‟an ialah kalam yang berdiri pada zat Allah yaitu suatu sifat yang qadim
dari antara sifat-sifat-Nya. Kalam itu lafad musytarak, dipergunakan untuk lafad yang
menunjuk kepada makna, sebagaimana dipergunakan untuk makna yang ditunjuk oleh lafad
(M. Hasbi Ash-Shiddiqie, 2000: 11).
Al-Qur‟an ialah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi
pedoman hidup untuk melemahkan bangsa Arab yang terkenal petah lidahnya dan tinggi
susunan bahasanya (M. Hasbi Ash-Shiddiqie, 2000: 11). Para ulama mendefinisikan bahwa
Al-Qur‟an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang pembacaannya merupakan ibadah (Manna Khalil al-Qattan, 2000: 17).
Menurut As-Suyuthi seperti dikutip Ahmad Von Denffer (1988: 18) berdasarkan
laporan dari Abdullah Ibn Abbas, Hakim, Baihaqi dan Nasa‟i, bahwa Al-Qur‟an diturunkan
melalui dua tahapan:

1. Dari Lauh al-Mahfudz”catatan yang terjaga”, menuju surga yang rendah (Bait al-Izza)
di dunia, secara bersama-sama, di waktu malam Lailatul qadar. Dalam hadits Hakim
dan Ibn Abi Syaibah disebutkan “Bahwa telah dipisahkan Al-Qur‟an dari az-Zikr, lalu
diletakkan di Baitul Izzah di langit dunia, kemudian Jibril menurunkannya kepada
Nabi SAW (Al-Qattan, 2000 : 42).
2. Dari langit ke bumi secara bertahap selama dua puluh tiga tahun masa kerasulan
Muhammad SAW dan pertama kali turun ketika lailatul qadar, lewat perantaraan
Malaikat Jibril. Cara turun yang kedua dari surga ke hati Rasul SAW.
2. Proses Pewahyuan Al-Qur’an
Proses pewahyuan Al-Qur‟an dari Allah hingga sampai kepada Nabi Muhammad
SAW melalui tahap sebagai berikut:

1. Cara wahyu Allah turun kepada Malaikat
1. Dialog (pembicaraan) Allah

dengan
Malaikat
tanpa
melalui
perantaraan. “Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Malaikat bahwa : Allah
Page 41
akan menjadikan khalifah di bumi, Mereka berkata mengapa Engkau hendak
menjadikan khalifah di bumi orang yang akan membuat kerusakan di
dalamnya (Q. S Al-Baqarah : 3). Dalam firman yang lain “ Ingatlah ketika
Tuhanmu mewahyukan kepada Malaikat sesungguhnya aku bersama kamu,
maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman (Q.S Al-Anfal: 12).
2. Al-Qur‟an tertulis di Lauhul mahfuz ”Bahkan ia adalah Al-Qur‟an yang mulia
tersimpan di lauhul mahfuz (Q. S Al-Buruj: 21-22).
Menurut para ulama bahwa yang benar mengenai cara Allah menurunkan
wahyu kepada malaikat ialah dengan cara Jibril menerimanya secara pendengaran dari
Allah dengan lafalnya yang khusus. Pendapat ini yang benar yang dijadikan pegangan
oleh Ahlus sunnah waljama‟ah (Manna Khalil al-Qattan: 42).
2. Cara wahyu Allah turun kepada Rasul
Proses pewahyuan yang diturunkan kepada para Rasul tanpa melalui perantaraan:

1. Mimpi yang benar dalam tidur
Berdasarkan hadits dari Aisyah r.a Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi
pada Rasulullah SAW adalah mimpi yang benar di waktu tidur, beliau tidaklah
melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya pagi hari (Mutafaq
alaih).

2. Kalam Ilahi dari balik tabir, seperti yang terjadi pada Musa as.” Dan tatkala Musa
datang untuk munajat dengan Kami di waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan
telah berfirman langsung kepadanya, Musa berkata: Wahai Tuhan, tampakkanlah
diri-Mu kepadaku agar aku dapat melihat Engkau (Q. S Al-A‟raf: 143).
Selanjutnya firman Allah “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara
langsung “ (Q. S al -Maidah: 64).
Hal yang demikianpun terjadi pada diri Rasul SAW bahwa Allah berbicara
secara langsung pada malam Isra‟ Mi‟raj (Manna Khalil al-Qattan, 2000 : 44).

3. Dihembuskan ke dalam jiwa Nabi perkataan yang dimaksudkan. Sebagaimana firman
Allah “Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia
kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir”(Q.S Asy-Syuura:
51). Menurut para ahli tafsir ayat ini maksudnya ialah Tuhan memasukkan ke dalam
jiwa Nabi wahyu yang dimaksudkan.
Sedangkan wahyu yang disampaikan dengan melalui perantaraan adalah:

Page 42
1. Datang kepadanya suara seperti gerincingan lonceng yang sangat keras. Cara inilah
yang dirasakan Nabi paling berat. “Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit,
maka para malaikat memukul-mukul sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya,
bagaikan gemerincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin (H. R Bukhari).
2. Malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia.
Jibril pernah datang kepada Nabi dalam rupa Dihyah ibn khalifah, seorang lelaki yang
sangat elok rupannya.
Kedua cara itu disebut dalam hadits riwayat Aisyah Ummul mukminin “kadangkadang ia datang kepadaku bagaikan dencingan lonceng, dan itulah yang paling berat
bagiku, lalu ia pergi dan aku telah menyadari apa yang dikatakannya. Dan terkadang
malaikat menjelma kepadaku sebagai seorang laki-laki, lalu dia berbicara kepadaku dan
akupun memahami apa yang dia katakan (Manna Khalil al-Qattan, 2000: 48).

3. Jibril memperlihatkan dirinya kepada Nabi dalam rupanya yang asli yang mempunyai
600 (enam ratus) sayap.
4. Israfil turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang membawa
wahyu qur‟an.
5. Wahyu datang seperti suara lebah
6. Paham yang dimasukkan ke dalam hati Nabi dikala beliau ber-ijtihad menetapkan
hukum (M. Hasbi Ash-Shiddiqi, 2000: 20).
Demikianlah cara wahyu diturunkan kepada para Rasul baik tanpa melalui
perantaraan (langsung) maupun melalui perantaraan dengan menggunakan delapan cara
yang menjadi keyakinan dan pengetahuan kaum muslimin tentang proses pewahyuan.
3. Sebab Sebab Turunya Al-Qur’an
a. Pengertian asbab-an-Nuzul
Asbabun nuzul terdiri dari dua kata yaitu asbab, jama‟ dari sabab yang berarti
sebab atau latar belakang dan nuzul yang berarti turun. M. Hasbi Ash-Shiddiqie (1992:
64) mengartikan asbab an-Nuzul ialah kejadian yang karenanya diturunkan Al-Qur‟an
untuk menerangkan hukum di hari timbulnya kejadian-kejadian itu dan suasana pada
sa‟at Al-Qur‟an diturunkan langsung setelah terjadinya sebab itu ataupun lantaran
karena sesuatu hikmah. Masjfuk Zuhdi (1980: 37) mengartikan Asbab an-Nuzul ialah
semua yang disebabkan olehnya diturunkan suatu ayat atau beberapa ayat yang
mengandung sebabnya atau memberi jawaban terhadap sebabnya atau menerangkan
hukumnya pada sa‟at terjadinya peristiwa itu.
Az-Zarkani (1988, I: 108) berpendapat bahwa asbabun nuzul adalah keterangan
mengenai suatu ayat atau rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab turunnya atau
menjelaskan hukum suatu kasus pada sa‟at kejadiannya.

Page 43
Asbabun nuzul menurut Subhi Shalih (1977: 160) adalah berkenaan dengan
sesuatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat, atau suatu
pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat, sebagai jawaban atau sebagai
penjelasan yang diturunkan pada waktu terjadinya suatu peristiwa.
Nurcholis Madjid seperti dikutip Muhammad Chirzin (2003: 23) menyatakan
bahwa asbabun nuzul adalah konsep, teori atau berita tantang adanya sebab-sebab
turunnnya wahyu tertentu dari Al-Qur‟an kepada Nabi Muhammad SAW, baik satu ayat,
satu rangkaian ayat ataupun satu surah.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa asbabun
nuzul itu pada hakikatnya adalah diturunkannya ayat Al-Qur‟an kepada para Rasul karena
ada sebab-sebabnya baik untuk menjawab persoalan yang muncul pada waktu itu, maupun
yang memerlukan penyelesaian berupa hukum tertentu dan juga merupakan pengetahuan
tentang sebab diturunkannya Al-Qur‟an. Dengan memahami asbabun nuzul kaum
muslimin akan mampu memahami Al-Qur‟an secara baik dan sempurna.
b. Urgensi memahami asbab an-Nuzul
Pentingnya memahami asbab an-Nuzul bagi seorang muslim terutama bagi seorang
mufassir dapat dilihat dari beberapa alasan berikut ini:

1. Tidak mungkin mengetahui tafsirnya ayat, tanpa mengetahui kisahnya dan keterangan
2.

3.

4.
5.

6.
7.

8.

turunnya (Al-Wahidi dalam Masjfuk Zuhdi, 1981: 42).
Mengetahui sebab turunnya ayat Al-Qur‟an dapat menolong untuk memahami ayat,
karena sesungguhnya mengerti sebabnya dapat menghasilkan pengetahuan tentang
akibatnya (Ibnu Taimiyah dalam M. Ali Ash-Shabuni, 1987: 21).
Mengetahui sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami maksudmaksud Al-Qur‟an. Hal itu adalah suatu urusan yang diperoleh para sahabat karena
adakarinah-karinah yang mengelilingi kejadian itu (Ibnu Daqiqil „Id dalam M. Hasbi
Ash-Shiddiqie, 1972: 22).
Seseorang dapat mengetahui hikmah dibalik syari‟at yang diturunkan melalui sebab
tertentu (Az-Dzahabi, 109).
Seseorang dapat mengetahui bahwa Allah selalu memberi perhatian penuh kepada
Rasul SAW dan selalu bersama hamba-Nya (Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, t.t:
15).
Seseorang dapat mengetahui pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa yang
mendahului turunnya suatu ayat (M. Ali Ash-Shabuni, 1987: 20).
Seseorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum dan
dalam keadaan bagaimana ayat itu mesti diterapkan (Nurcholis Madjid dalam
Muhammad Chirzin, 2003: 28).
Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara‟ terhadap
kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa.
Page 44
9. Membatasi hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi apabila hukum itu
masih bersifat umum.
10. Apabila lafal yang diturunkan itu bersifat umum dan terdapat dalil atas
pengkhususannya, maka pengetahuan asbab an-Nuzul membatasi pengkhususan itu
hanya terhadap yang selain bentuk sebab. Dan bentuk sebab itu tidak dapat dikeluarkan
karena masuknya bentuk sebab ke dalam lafal yang umum, karena masuknya bentuk
sebab ke dalam lafal yang umum itu bersifat qat‟i (pasti).
11. Sebab nuzul dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat itu diturunkan, sehingga
ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain, karena dorongan permusuhan dan
perselisihan (Manna Khalil al-Qattan, 2000: 110-114).
D. Hikmah Al-Qur’an Turun Bertahap
Al-Qur‟an diturunkan secara bertahap menurut Manna Khalil al-Qattan (2000: 157159) mengandung hikmah sebagai berikut:

1. Menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah SAW.
Perjuangan dan dakwah Rasulullah mengalami tantangan dari kaum kafir
Qurays dengan berbagai gangguan dan ancaman kepada Rasulullah SAW. Oleh karena
itu, Allah SWT menurunkan Al-Qur‟an untuk meneguhkan hati Rasulullah SAW
terhadap kebenaran agama Islam yang ia sampaikan, sehingga dapat memperkuatnya
untuk terus melangkah melakukan dakwah tanpa menghiraukan perlakuan kasar dan
jahil masyarakatnya sendiri. “Sedemikian (Kami turunkan dia berangsur-angsur) untuk
Kami kuatkan dengan dia hati engkau (Q. S Al-Furqan : 32). Apabila Al-Qur‟an
diturunkan secara bertahap sesuai dengan kejadian, maka hati orang yang
menerimanya akan semakin teguh dan tidak merasa bosan.
c. Tantangan dan Mu‟jizat
Dengan tujuan untuk menguji kebenaran kenabian Rasulullah SAW,
melemahkan dan menentang ajaran yang di bawanya, maka orang-orang musyrik
sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dicerna oleh akal sehat,
seperti menanyakan tentang hari qiamat. “Mereka menanyakan kepadamu tentang hari
qiamat(Q.S. Al-A‟raf: 187) “Dan meminta kepadamu agar azab itu disegerakan (Q.S.
al -Hajj: 47).
Maka turunlah ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang kebenaran dan
memberikan jawaban atas pertanyaan mereka, misalnya firman Allah SWT “Dan
tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu dengan membawa sesuatu yang
ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling
baik penjelasannya (Q. S Al-Furqan: 33).

Page 45
3. Mempermudah hafalan dan pemahaman
Pada sa‟at Al-Qur‟an diturunkan, masyarakat Arab belum mempunyai cukup
pengetahuan tata tulis yang memungkinkan dapat membukukan Al-Qur‟an. karena
mereka dalam kondisi ummi yang tidak pandai membaca dan menulis. Kekuatan yang
mereka andalkan adalah hafalan dan daya ingat yang baik. Umat yang buta huruf tidak
mudah menghafal seluruh isi Al-Qur‟an apabila diturunkan sekaligus dan tidak pula
mudah untuk memahami seluruh isinya serta memikirkan makna-maknanya. Oleh
karena itu diturunkannya Al-Qur‟an secara bertahap untuk mempermudah hafalan dan
pemahaman mereka terhadap Al-Qur‟an.
Menurut Abu Nadah bahwa Abu Said al-Hudri mengajarkan Al-Qur‟an kepada
kami lima ayat di waktu pagi dan lima ayat diwaktu petang. Dia memberitahukan
bahwa Jibril menurunkan Al-Qur‟an lima ayat (HR. Ibnu „Asyakir).
Berdasarkan hadits dari Khalid bin Dinar dikatakan bahwa Abu Aliyah berkata
kepada kami: pelajarilah Al-Qur‟an itu lima ayat demi lima ayat; karena Nabi SAW
mengambilnya dari Jibril lima ayat demi lima ayat ( H.R. Baihaqi).
4. Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan dalam Penetapan Hukum.
Pada awalnya Al-Qur‟an meletakkan dasar keimanan kepada Allah, melaikat,
kitab, rasul dan hari qiamat. Kemudian Al-Qur‟an mengajarkan akhlak mulia yang
akan membersihkan jiwa, meluruskan kebengkokan dan mencegah perbuatan keji dan
mungkar. Selanjutnya Al-Qur‟an menetapkan hukum untuk menangani penyakit sosial
yang terjadi dalam masyarakat.
Sebagai contoh penetapan hukum secara berangsur-angsur sesuai dengan
turunnya Al-Qur‟an ialah : diharamkannya minuman keras, sebagaimana firman
Allah: “Dan dari buah kurma dan anggur kamu buat minuman yang memabukkan dan
rezki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan (Q. S An-Nahl: 67).
Kemudian turun ayat “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa‟at bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari pada manfa‟atnya (Q. S Al-Baqarah:
219).
5. Sebagai bukti yang pasti bahwa Al-Qur‟an diturunkan dari sisi Yang Maha Bijaksana dan
Maha Terpuji.
Sekalipun Al-Qur‟an diturunkan secara berangsur-angsur atau tidak dalam waktu
bersamaan sekaligus, tetapi antara satu ayat dengan ayat lainnya tetap berkesesuaian dan
tidak saling bertentangan satu sama lainya serta tetap terjadi keseimbangan. Hal ini
menunjukan bahwa Al-Qur‟an benar-benar memang bukan buatan manusia seperti
Page 46
Muhammad, tetapi ia diturunkan dari sisi Tuhan Yang Maha Esa dan Maha
Bijaksana. ”Kalau Al-Qur‟an itu bukan dari dari sisi Allah, tentulah mereka dapati
banyak ayat yang saling bertentangan di dalamnya (Q.S An-Nisa: 82).
Demikianlah hikmah yang terkandung di dalam turunnya Al-Qur‟an secara
bertahap, sehingga kekuatan Al-Qur‟an sebagai mu‟jizat dapat dibuktikan dan
dipertahankan yang dapat memantapkan keyakinan umat Islam terhadap kebenaran AlQur‟an yang mengandung ajaran ke-Tuhanan, kemanusian dan sebagainya.
E. Kodifikasi Al-Qur’an
Terdapat riwayat yang menyebutkan kata al-Jam‟ (pengumpulan) untuk
menerangkan tentang pengumpulan Al-Qur‟an. Hasil kajian yang berhubungan dengan
pengumpulan Al-Qur‟an menunjukkan bahwa istilah al-Jam‟ digunakan untuk pengertian:

1. Menghafal Al-Qur‟an di lubuk hati. Oleh karena itu para penghafal disebut
juga Jamma‟ al-Qur‟an. Aplikasi pengertian ini bahwa dada Rasulullah SAW dan
dada para sahabat merupakan lauh (tempat menulis) yang di dalamnya tertulis AlQur‟an.
2. Menuliskannya pada alat-alat yang tersedia, akan tetapi ayat-ayat dan surah-surahnya
terpisah-pisah. Masing-masing surah tertulis pada lembaran kulit. Pengumpulan dalam
pengertian ini terlaksana pada masa Rasulullah SAW dan masa sebagian sahabat.
3. Ayat-ayatnya ditulis secara bersambung dan surah-surahnya tersusun dalam satu mushhaf.
4. Memudahkan dan menuliskannya berdasarkan satu qira‟at yang mutawatir ke dalam
satu mush-haf. Kegiatan ini dilakukan pada masa khalifah Utsman bin Affan r.a. (AlAththar, 1994: 153).
Menurut Subhi As-Shalih (2001: 73), pengumpulan Al-Qur‟an mempunyai dua
pengertian yang keduanya disebut dalam nash, sebagaimana firman Allah SWT
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penghimpunan (di dalam dadamu) dan
(membuatmu) pandai membacanya (Q.S Al-Qiyamah: 17). Kata penghimpunannya
(jam‟ahu) bermakna
penghafalannya.
Orang-orang
yang
hafal
Al-Qur‟an
disebut Jumma‟ul Qur‟an atau Huffadzul Qur‟an.
Makna lain dari penghimpunannya (jam‟ahu) ialah penulisannya yakni penulisan
seluruh Al-Qur‟an yang memisahkan masing-masing ayat dan surah; atau hanya mengatur
susunan ayat-ayat Al-Qur‟an saja dan susunan tiap surah di dalam
suatu shahifah tersendiri; atau mengatur susunan semua ayat dan surah di dalam
beberapa shahifah yang kemudian di satukan sehingga menjadi suatu koleksi yang
merangkum semua surah yang sebelumnya telah di susun satu demi satu.
Menurut Ar-Rumi (1999: 99) upaya pengumpulan Al-Qur‟an mengandung tiga
pengertian yaitu:
Page 47
1. Pengumpulan dalam arti menghafal Al-Qur‟an secara kata-kata.
2. Pengumpulan dalam arti penulisan dan pembukuan seluruh isi Al-Qur‟an baik huruf,
kalimat, surah maupun ayat.
3. Pengumpulan dalam arti merekam suara bacaan Al-Qur‟an.
B. Pengumpulan dalam arti Menghafal.
Pengumpulan Al-Qur‟an dalam arti menghafal pada masa Rasulullah SAW, telah
dapat dibuktikan, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur‟an dan beberapa keterangan para
Ulama, sebagai berikut:

1. Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an surah Al-Qiyamah: 16-17: ”Janganlah kamu

2.

3.
4.
5.

gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur‟an, karena hendak cepat-cepat
menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan membuatmu pandai membacanya” dan firman Allah yang lain “Kami
akan membacakan (Al-Qur‟an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan
lupa (Q. S Al-„Ala: 6).
Pada sa‟at terjadi perang di Bir Ma‟unah telah menewaskan 70 jamma‟(penghafal) AlQur‟an, sehingga Nabi Muhammad SAW memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk
mengumpulkan Al-Qur‟an karena khawatir akan hilangnya Al-Qur‟an yang ada dalam
hafalan mereka (As-Suyuthi, t.t: 122)
Rasulullah SAW menyerahkan setiap orang yang baru hijrah kepada Huffadz untuk
diajari menghafal Al-Qur‟an.
Setelah Fathu Mekkah, Nabi Muhammad SAW meminta kepada Mu‟az bin Jabbal
untuk menetap di Mekkah guna mengajarkan Al-Qur‟an dan Islam kepada masyarakat.
Kepada sahabatnya di Kuffah, Abdullah bin Mas‟ud menyatakan bahwa ia telah
membaca tujuh puluh surat langsung dari Rasulullah SAW (Al-Aththar, 1994: 155157). Hafalan seluruh isi Al-Qur‟an adalah kewajiban umat Islam, dalam arti bahwa
harus ada umat Islam yang hafal Al-Qur‟an, untuk menjaga nilai mutawwatirnya.
Rasulullah selalu mengutamakan sahabat yang banyak hafal Al-Qur‟an, mendahulukan
orang yang banyak membaca Al-Qur‟an untuk menguburkan orang mati. Hal yang
demikian ini menunjukkan keutamaan menghafal Al-Qur‟an.

Sebagaimana diketahui bahwa Rasulullah hafal seluruh isi Al-Qur‟an, demikian pula para
sahabatnya. Pada bulan Ramadhan setiap tahun hafalan Rasulullah SAW diuji oleh Malaikat
Jibril, kecuali sa‟at menjelang wafatnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Aisyah
”Sesungguhnya Jibril menemaniku tadarrus Al-Qur‟an setiap tahun satu kali, pernah juga dua
kali dalam setahun, lalu aku tidak melihatnya lagi sampai datang ajalku (Shaheh Bukhari,
1979 : 183).
Dikalangan para sahabat terjadi perlombaan menghafal, membaca dan mengkaji Al-Qur‟an.
Demikian pula dalam hal mempelajari, menafsirkan dan mengamalkan ajaran yang terdapat
dalam Al-Qur‟an. Hal ini menunjukkan bahwa semangat menghafal sampai mengamalkan isi
Page 48
kandungan Al-Qur‟an dikalangan sahabat sangat tinggi yang didorong oleh hal-hal sebagai
berikut:

1. Ingatan mereka sangat kuat, instingnya tajam, dan hatinya bersih.
2. Karena keumian (tidak bisa baca tulis) mereka mengandalkan ingatan yang sangat
3.
4.
5.
6.

kuat.
Senangnya mereka menghafal Al-Qur‟an didorong oleh keimanan dan rasa cinta
kepada Allah SWT dan Rasulnya.
Balaghah yang termaktub dalam Al-Qur‟an sangat menarik perhatian mereka dan
dapat menikmati pembicaraan yang bagus.
Banyak nash yang mendorong mereka untuk menghafal Al-Qur‟an dan menakutnakuti, apabila mereka lupa atau membaca Al-Qur‟an seara sembarangan.
Mereka adalah ahli shalat, bangun malam dan ahli ibadah lainnya, karena membaca
Al-Qur‟an, shalat dan bangun malam telah disyari‟atkan (Ar-Rumi, 1999: 106).

C. Keistimewaan Menghafal Al-Qur‟an
Keistimewaan menghafal Al-Qur‟an menurut
mengandung ciri khas dan keutamaan di antaranya adalah:

Ar-Rumi

(1999:

108-109)

1. Pengumpulan Al-Qur‟an dengan cara menghafal adalah awal pertumbuhan ilmu
pengetahuan yang termasuk bagian dari Ulumul qur‟an.
2. Hafalan diluar kepala di khususkan terhadap Al-Qur‟an, tidak terhadap kitab selain AlQur‟an.
3. Surah Al-Fatihah yang merupakan bagian dari ayat Al-Qur‟an wajib dihafal oleh setiap
umat Islam, karena surat ini satu dari syarat syahnya shalat.
4. Upaya hafalan ini akan berlangsung secara terus-menerus. Rasulullah menghafal AlQur‟an diikuti oleh para sahabat, para tabi‟in dan masa sesudahnya. Demikian umat
Islam telah, sedang dan akan terus menghafal sampai hari qiamat.
D. Pengumpulan dalam Arti Penulisan dan Pembukuan (Kodifikasi)
1. Pengumpulan pertama pada masa Rasulullah SAW.
Bahwa pengumpulan pada masa Rasulullan SAW adalah upaya penulisan dan
pembukuan (penyusunan ayat dan surat secara sistematis). Pembukuan Al-Qur‟an telah
dimulai sejak masa Rasulullah SAW berdasarkan berbagai bukti berikut ini :

1. Sejak masa Nabi, Al-Qur‟an telah ditulis, walaupun dalam keadaan terpisah-pisah pada
pelepah-pelepah dan tulang-tulang unta.
2. Kata Zaid bin Tsabit, saya ikut terlibat dalam pengumpulan Al-Qur‟an pada pelepahpelapah kurma, batu tulis tipis yang halus dan dalam dada orang-orang terkemuka.

Page 49
3. Al-Qur‟an al-Karim diturunkan kepada Rasulullah SAW selama kurang lebih 23 tahun
dan selama waktu tersebut Rasulullah SAW memerintahkan sekretarisnya untuk
menulis.
4. Rasulullah meminta kepada Ali r.a untuk mengambil dan mengumpulkan Al-Qur‟an
yang tertulis dalam suhuf, sutera dan kertas.
5. Menurut riwayat Ath. Thabari ada enam orang dari kaum Anshar yang telah
mengumpulkan Al-Qur‟an pada masa Rasulullah SAW (Al-Aththar, 1994: 159-161).
(1). Para penulis Wahyu.
Setiap menerima wahyu Nabi segera memanggil beberapa sahabat dan memerintahkan
salah seorang di antara mereka untuk menulis dan membukukannya. Cara yang
demikian itu, sebagaimana dijelaskan oleh Utsman bin Affan. Ia berkata:”Bahwa kepada
Rasulullah SAW diturunkan surah-surah, yang masing-masing memiliki sejumlah ayat.
Apabila ada ayat yang diturunkan kepada beliau, lalu beliau memanggil diantara juru
tulis dan memerintahkan”Letakkanlah ayat-ayat ini dalam surah yang disana
diterangkan/disebutkan tentang sesuatu hal” (Nawawi, 1988: 119).
Para penulis wahyu yang disebut Kuttab al-Wahyi adalah: Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan, Ali ibnu Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka‟ab,
Mu‟awiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Abu Sofyan, Khalid bin Sa‟id al-Ash, Hamzah
bin Ar-Rabi‟, Zubair bin Al-Awwam, „Amir bin Furaihah, „Amr bin Al-Ash,,‟Abdullah
bin Arqam, Mughirah bin Syu‟bah, „Abdullah bin Rawahah, Khalid bin al- Walid,
Tsabit bin Qais, „Ala bin Al-Hadhramy, Abdullah bin Al-Hadhramy, Muhammad bin
Maslamah dan Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul (Ar-Rumi, 1999: 110 dan
Khudori, 1954: 13). Terhadap jumlah penulis wahyu ini terdapat beberapa versi, antara
lain seperti Blacher dalam Introduction of Qur‟an, yang mengatakan jumlah penulis
wahyu mencapai 40 orang (Zuhdi, 1989: 15). Sedangkan menurut Maulana Muhammad
Ali (1979: XLV: 45) ada sebanyak 42 orang sahabat yang diriwayatkan menjadi juru
tulis Nabi SAW.
(2). Pola Pengumpulan dan Alat yang digunakan.
Pola pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Rasulullah SAW, adalah mengurutkan ayat AlQur‟an secara tertib pada kulit kayu atau kulit daun. Alat tulis yang digunakan para
sahabat ialah: Al-“Usb (pelepah kurma), Al-Likhaf (batu-batu tipis), Ar-Riqa‟ (potongan
dari kulit kayu), Al-Karanif (kumpulan pelepah kurma yang lebar), Al-Aqtab yang jama‟
nya qatab,(kayu yang diletakkan dipunggung unta sebagai alat duduk), Al-Iktaf (tulangtulang
unta
dan
domba
yang
ditulis
sesudah
dikeringkan), AlAktaf, jama‟nya Katf (tulang kambing atau tulang u nta yang lebar). Para penulis wahyu
meletakkan hasilnya di rumah Rasulullah SAW dan masing-masing menyimpan satu
naskah (Ar-Rumi, 1999: 111 dan Al-Aththar, 1994: 154).

Page 50
(3). Keistimewaan Pengumpulan pada masa Rasulullah SAW
Keistimewaan penulisan Al-Qur‟an pada masa Rasulullah SAW, menurut Ar-Rumi
(1999: 109-112) adalah:

1. Penulisan Al-Qur‟an pada masa Rasulullah SAW terdiri atas tujuh dialek.
2. Pengumpulan Al-Qur‟an disusun berdasarkan ayat-ayat, sedangkan susunan suratnya
terdapat perbedaan pendapat di kalangan Ulama.
3. Sebagian yang ditulis pada masa Rasulullah SAW dimansukh (dihapus) bacaannya,
tetapi masih tertulis sampai Rasulullah SAW wafat.
4. Penulisan Al-Qur‟an pada masa Rasulullah SAW belum terkumpul menjadi satu
Mush-haf.
2. Pengumpulan kedua, pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.
Bahwa pengumpulan pada masa Abu Bakar adalah mengumpulkan tulisan-tulisan
Al-Qur‟an yang tersebar, ditulis kembali menjadi satu Mush-haf. Penulisan Al-Qur‟an
sudah dimulai sejak masa Nabi Muhammad SAW, karena Rasul pernah
memerintahkannya, hanya tulisannya masih terpencar-pencar pada pelepah kurma, batu
halus, kulit, tulang unta dan bantalan dari kayu. Kemudian Abu Bakar berinisiatif
mengumpulkan semuanya, demikian juga naskah Al-Qur‟an yang tertulis pada lembaranlembaran kulit yang terdapat di rumah Rasul SAW yang masih terpisah-pisah.,
dikumpulkan oleh seorang sahabat, lalu diikat dengan tali supaya tidak hilang (As-Suyuthi,
t.t: 60 dan Az-Zarkasyi, t.t: 51). Sesudah Rasulullah wafat, para sahabat, baik Anshar
maupun Muhajirin, sepakat mengangkat Abu Bakar menjadi Khalifah. Pada masa awal
pemerintahannya banyak di antara orang-orang Islam yang belum kuat imannya, terutama
di Nedjed dan Yaman banyak di antara mereka murtad dari agama Islam, dan banyak pula
yang menolak membayar zakat. Selain itu ada pula orang yang mengakui dirinya sebagai
Nabi. Keadaan yang demikian itu dihadapi Abu Bakar dengan tegas, sehingga beliau
berkata: ”Demi Allah kalau mereka menolak untuk menyerahkan seekor anak kambing
sebagai zakat (seperti) yang pernah mereka serahkan kepada Rasulullah SAW, niscaya
aku akan memerangi mereka‟. Maka terjadilah peperangan yang hebat antara lain di
Yamamah dan yang gugur dipihak pasukan Khalifah Abu Bakar di antaranya ada 70 orang
hafiz (penghafal) Al-Qur‟an. Bahkan sebelum itu (pada masa Rasulullah) telah gugur pula
para hufaz yang jumlahnya hampir sama banyaknya dalam peperangan di sumur Ma‟unah
dekat kota Madinah. Oleh karena itu Umar bin Khattab khawatir akan gugurnya para
sahabat penghafal Al-Qur‟an yang masih hidup. Maka Umar datang kepada Khalifah Abu
Bakar untuk memusyawarahkan hal ini. Umar berkata kepada Abu Bakar: Dalam
peperangan di Yamamah para sabahat penghafal Al-Qur‟an telah banyak yang gugur,
saya khawatir akan gugur lagi para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya,
sehingga banyak ayat-ayat Al-Qur‟an yang perlu dikumpulkan”Abu Bakar
menjawab:“Mengapa aku akan melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh Rasulullah
SAW? Umar menegaskan: ‟Demi Allah! Ini adalah perbuatan yang baik” Dan ia sering
kali memberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan Al-Qur‟an, sehingga Allah
Page 51
membukakan hati Abu Bakar untuk menerima pendapat Umar tersebut (Dep. Agama,
1999: 23).
a. Keistimewaan Pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Abu Bakar.
Keistimewaan pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Abu Bakar antara lain adalah:

1. Pengumpulan dilakukan dengan cara-cara pembahasan dan penelitian yang mendalam
2.
3.
4.
5.
6.

dan kokoh.
Nasikh (penghapusan) terhadap bacaan ayat-ayat tertentu dihilangkan.
Menggunakan 7 (tujuh) dialek Arab dalam pengumpulan Al-Qur‟an
Ada kesepakatan tentang urutan ayat, tetapi terdapat perbedaan para Ulama terhadap
masa/waktu mengurutkan surat, pada masa Abu Bakar atau pada masa Utsman.
Atas kesepakatan pada Ulama bahwa Al-Qur‟an ditulis dalam satu naskah dan
disimpan oleh Abu Bakar.
Oleh karena kesepakatan ummat dan kemutawwatirannya, maka pengumpulan AlQur‟an ini menjadi sukses (Ar-Rumi, 1999: 117-118, dan Ash-Shabuniy, 1987: 105).

b. Status Pengumpulan dan Nama Mush-haf.
Keberhasilan pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Abu Bakar dengan kesepakatan
para sahabat terhadap keshahihan dan penelitiannya serta atas tidak adanya pengurangan
maupun tambahan. Kesepakatan itu mereka terima dengan penuh kesungguhan serta
dengan menunjukkan peran aktif dalam hal-hal yang memang dibutuhkan, sampai-sampai
Ali r.a berkata : ”Abu Bakar adalah orang yang pertama mengumpulkan apa yang ada di
antara dua lauh (tulisan) sehingga dia adalah orang yang paling besar pahalanya dalam
Mush-haf ”.
Pada masa sebelum Abu Bakar, kata al-Mush-haf tidak identik dengan Al-Qur‟an.
Penggunaan istilah mush-haf dilakukan setelah Zaid menyelesaikan pengumpulan AlQur‟an. Ketika Al-Qur‟an ditulis pada daun, Abu Bakar menyuruh memberi nama. Ada
yang menyebutnya sifron, dan ada pula mushaf. Lalu Abu Bakarlah orang yang pertama
yang mengumpulkan kitab Allah dan menyebutnya dengan sebutan Mush-haf, demikian
As-Suyuthi meriwayatkan dari kitab Al-Musohib (Ar-Rumi, 1999: 118).
3. Pengumpulan Al-Qur‟an ketiga, masa Utsman bin Affan.
Bahwa pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Utsman bin Affan adalah menulis
beberapa mush-haf dan disebarkan kepada para sahabat yang menjadi gubernur di
propinsi-propinsi tertentu.
Ketika pembebasan Islam terhadap wilayah-wilayah lain semakin meluas, para sahabat Rasul
menyebar ke berbagai wilayah tersebut. Mereka mengajarkan Al-Qur‟an kepada para
penduduk. Setiap sahabat mengajarkan dengan 7 (tujuh) dialek yang diterima dari Nabi SAW.
Page 52
Oleh karena itu penduduk Syam, membaca Al-Qur‟an menggunakan bacaan Ubay bin Ka‟ab
dan mereka membawa hal yang belum pernah di dengar oleh penduduk Irak. Ketika penduduk
Irak membaca dengan bacaan Abdullah bin Mas‟ud, maka secara otomatis mereka
membawakan sesuatu yang belum pernah didengar oleh penduduk Syam, lalu mereka saling
mengkafirkan. Pada sa‟at pasukan muslim mulai mengarahkan konsentrasi kepada penaklukan
Armenia dan Azerbaijan, pasukan terdiri dari penduduk Syam dan Irak, maka terjadilah
pertentangan dan perpecahan di kalangan mereka. Hudzaifah al-Zamani melihat bahwa sebab
dari perselisihan tersebut adalah karena perbedaan bacaan (dialek), juga kebiasaan dan
keyakinan bahwa yang satu merasa benar dan yang lain dianggap salah dan sesat sampaisampai saling mengkafirkan. Keadaan ini dilaporkan Huzaifah al-Zamani kepada Khalifah
Utsman bin Affan. Di Madinah Utsman pun mengalami keadaan yang sama. Para guru AlQur‟an mengajarkan dengan bacaan masing-masing, sehingga mereka bertengkar. Ketika
Huzaifah pergi menemui Utsman bin Affan dan memberitahukan apa yang terjadi di Armenia
dan Azerbaijan, maka menjadi semakin jelaslah apa yang dikhawatirkan. Kemudian Khalifah
Utsman bin Affan membentuk Panitia dengan memilih empat orang untuk menyalin mushhaf-mush-haf yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman
bin Harits bin Al-Hisyam (Ar-Rumi, 1999: 121 lihat juga Ash-Shabuniy, 1999: 109).
Khalifah Utsman bin Affan meminta kepada Hafsah binti Umar agar menyerahkan
lembaran-lembaran Al-Qur‟an yang ditulis dimasa Khalifah Abu Bakar yang disimpan oleh
Hafsah untuk disalin. Tugas panitia adalah membukukan Al-Qur‟an, yakni menyalin dari
lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini Utsman
menasehatkan supaya: pertama, mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal AlQur‟an, kedua, kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah
dituliskan menurut dialek Quraisy, sebab Al-Qur‟an diturunkan menurut dialek mereka. AlQur‟an yang telah dibukukan dinamai „Al-Mushaf” dan oleh Panitia ditulis lima buah alMushaf.Empat buah diantaranya dikirim ke Mekkah, Syria, Basrah dan Kufah, agar di tempattempat itu disalin pula dari masing-masing Mushaf itu, dan satu buah ditinggalkan di
Madinah, untuk Utsman sendiri dan ditulis yang dinamai dengan “Mushaf Al-Imam”.
a. Keistimewaan Pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Utsman.
Beberapa keistimewaan pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Utsman adalah
sebagai berikut:

1. Adanya penyederhanaan dialek dari tujuh dialek menjadi satu dialek. Ibnu Qayyim alJauziyah (t.t: 16) mengatakan bahwa Utsman mengumpulkan manusia di atas satu
dialek dari yang semula tujuh dialek, yang telah dimutlakkan oleh Rasulullah SAW
sebagai bacaan ummatnya, ketika hal itu masih merupakan masalah.
2. Peringkasan terhadap apa yang ditetapkan pada pemeriksaan terakhir dan membuang
selainnya.
3. Mengembalikan bacaan yang telah dihapus.
4. Susunan ayat dari surat sama dengan yang ada sekarang ini.
Page 53
5. Peringkasan terhadap bacaan-bacaan yang telah kuat dan dikenal dari Rasulullah SAW
dan pembatalan terhadap hal-hal yang belum kuat (Ar-Rumi, 1999: 124-125).
Dengan demikian manfa‟at yang dapat diambil dari pembukuan Al-Qur‟an di masa
Utsman terutama ialah:

1. Menyatukan kaum muslimin kedalam satu macam Mushaf yang seragam ejaan
tulisannya.
2. Menyatukan bacaan, kendatipun masih ada berlainan bacaan, tetapi becaan itu tidak
berlawanan dengan ejaan mushaf-mushaf Utsman. Sedangkan bacaan-bacaan yang
tidak sesuai dengan mushaf-mushaf Utsman tidak dibolehkan lagi.
3. Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagaimana yang kelihatan
pada mushaf-mushaf sekarang (Dep. Agama, RI 1999: 25-26).
Untuk menjaga kemurnian Al-Qur‟an yang diterbitkan di Indonesia ataupun yang di
datangkan dari luar negeri, Pemerintah Indonesia c.q. Departemen Agama R.I telah
membentuk suatu panitia yang bertugas untuk memeriksa dan mentashehkan Al-Qur‟an yang
akan dicetak dan akan diedarkan yang dinamai “Lajnah Pentasheh Mushaf Al-Qur‟an” yang
ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 37 Tahun 1957.
b. Utsman membakar Mushaf.
Melalui Panitia empat Utsman berhasil menyalin dan menggandakan mushaf,
kemudian dikirim ke berbagai wilayah kekuasaannya. Sedangkan mushaf-mushaf yang
disalin bukan melalui Panitia Empat dibakar. Utsman memutuskan agar mushaf yang
beredar harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Terbukti mutawwatir, penulisannya tidak didasarkan riwayat Ahad.
2. Mengesampingkan ayat yang dinasakhkan bacaannya dan tidak diyakini bahwa ayat
tersebut dibaca kembali pada sa‟at-sa‟at terakhir kehidupan Rasulullah SAW.
3. Kronologi surat dan ayat yang ada sekarang berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang
susunan surahnya berbeda dengan mushaf Utsman.
4. Sistim penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakup qira‟at yang berbeda-beda
dengan lafaz Al-Qur‟an, ketika diturunkan.
5. Hal-hal yang bukan termasuk Al-Qur‟an dihilangkan, seperti penjelasan nasikhmansukh (Marzuki, 1992: 76).
E. Pengumpulan Al-Qur‟an melalui Rekaman.
Pengumpulan Al-Qur‟an melalui rekaman adalah pelestarian Al-Qur‟an dengan
cara merekam dalam pita suara. Kegiatan ini sudah dimulai sejak tahun 1379 H, yang telah
menyelesaikan cetakan pertama pada bulan Muharram 1381 H di Kairo. Di antara qari‟
yang terlibat dalam kegiatan rekaman tersebut antara lain ialah: Syeikh Mahmud Khalil al-

Page 54
Husheri yang membaca dengan riwayat Hafash dari Abu Amir dan Mushafa al-Mallawani
yang membaca dengan riwayat Khalaf dari Hamzah.
Beberapa pemikiran yang melandasi pengumpulan Al-Qur‟an melalui rekaman
adalah:

1. Tuntutan pelestarian Al-Qur‟an melalui cara-cara koreksi terhadap penerima Al-

2.
3.
4.
5.
6.

Qur‟an melalui lisan yang tidak terhitung oleh para penghafal Al-Qur‟an, sedangkan
yang lain tidak aman dalam mushaf, pelestarian terhadap bacaan-bacaan yang telah
disepakati oleh umat Islam.
Mempertahankan Al-Qur‟an untuk menghadapi orang-orang yang suka mencela AlQur‟an menjadi sangat penting.
Menolong al-Mushaf al-Utsmani yang telah mempersatukan umat Islam.
Penyebaran bahasa Al-Qur‟an dan memperkokoh persatuan umat Islam.
Memudahkan memahami Al-Qur‟an dan menghafalnya.
Menghindari berbagai penyimpangan terhadap Al-Qur‟an (Ar-Rumi, 1999: 138).

F. Tuduhan dan jawaban sekitar Pengumpulan Al-Qur‟an
Upaya untuk melemahkan kepercayaan terhadap Al-Qur‟an dan kecermatan dalam
pengumpulan, telah dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Berikut ini akan dikemukakan
bentuk tuduhan beserta jawabannya yaitu:

1. Mereka berkata bahwa sumber-sumber lama menunjukkan bahwa ada beberapa bagian
dari Al-Qur‟an yang tidak ditulis dalam mushaf-mushaf yang ada sekarang. Alasan
yang dikemukakan adalah: berdasarkan hadits Aisyah r. a ”Aisyah berkata: Rasulullah
pernah mendengar seseorang membaca Al-Qur‟an di masjid lalu katanya Semoga
Allah mengasihinya, ia telah mengingatkan aku akan ayat anu dan ayat anu dan surah
anu. Dalam riwayat lain dikatakan aku telah menggugurkan dari ayat ini dan ini, dan
ada lagi riwayat yang mengatakan aku telah dibuat lupa terhadapnya (Manna Khalil alQattan, 2000: 200-201). Terhadap alasan tersebut dapat dijawab bahwa teringatnya
Rasulullah SAW akan satu ayat atau dua ayat yang ia lupa atau ia gugurkan karena
lupa itu hendaknya tidak menimbulkan keraguan dalam pengumpulan Al-Qur‟an,
karena riwayat yang mengandung ungkapan‟menggugurkan” itu telah ditafsirkan oleh
riwayat lain ‟aku telah dibuat lupa terhadapnya‟ (kuntu unsituha), ini menunjukkan
bahwa yang dimaksud dengan „menggugurkannya‟ adalah „lupa‟, sebagaimana pula
kata-kata “telah mengingatkan aku”. Faktor kelupaan dapat saja terjadi pada diri
Rasulullah SAW dalam hal yang tidak merusak tabligh. Selain itu juga bahwa ayatayat yang diterima Rasulullah SAW itu telah dihafalnya, dicatat oleh para penulis
wahyu dan dihafal oleh para sahabat. Pencatatan dan penghafalan terhadap ayat-ayat
tersebut telah mencapai pada tingkat mutawatir. Dengan demikian lupa yang dialami
Rasulullah SAW itu tidak berpengaruh pada ketelitian (kecermatan) pengumpulan AlQur‟an. Inilah yang dimaksud hadits di atas. Firman Allah “Kami akan membacakan
(Al-Qur‟an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah
Page 55
menghendaki” (Q. S 87: 6-7). Pengecualian dalam ayat ini menunjukkan bahwa ada
beberapa ayat yang terlupakan oleh Rasulullah SAW. Mengenai hal ini dapatlah
dijawab bahwa Allah SWT telah berjanji kepada Rasul-Nya untuk membacakan AlQur‟an dan memeliharanya serta mengamankannya dari kelupaan, sebagaimana
ditegaskan dalam firman-Nya” Kami akan membacakan (Al-Qur‟an) kepadamu
(Muhammad), maka kamu tidak akan lupa”. Namun karena ayat ini mengesankan
seakan-akan hal itu merupakan suatu keharusan, padahal Allah berbuat menurut
kehendak-Nya secara bebas,‟ Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatnya dan
merekalah yang akan ditanya” (Q. S 21: 23), maka ayat ini segera disusul dengan
pengecualian,” kecuali kalau Allah menghendakinya, untuk menunjukkan bahwa
pemberitahuan mengenai pembacaan Al-Qur‟an kepada Rasulullah SAW dan
pengamanannya dari kelupaan itu tidak keluar dari kehendak-Nya pula. Sebab bagi
Allah tidak ada yang tidak dapat dilakukan. Syeikh Muhammad Abduh
mengemukakan dalam menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut: “Oleh karena janji
itu dituangkan dalam ungkapan yang menunjukkan keharusan dan kekal, sehingga
terkadang memberi kesan bahwa kekuasaan Allah tidak meliputi yang selain itu, dan
bahwa yang demikian itu dipandang telah keluar dari kehendakNya, maka
didatangkanlah pengecualian dengan firman-Nya : Kecuali kalau Allah menghendaki”.
Sebab jika Dia berkehendak membuatmu (Muhammad) lupa terhadap sesuatu, tak ada
sesuatupun yang dapat mengalahkan kehendak-Nya.
Dengan demikian yang dimaksud disini adalah „peniadaan kelupaan secara total‟. Mereka
mengatakan: pengertian demikian seperti halnya perkataan seseorang kepada sahabatnya:”
Engkau terbagi denganku dalam apa yang aku miliki, kecuali Allah menghendaki‟. Dengan
perkataan ini ia tidak bermaksud mengecualikan sesuatu, karena ungkapan demikian sedikit
sekali atau jarang dipergunakan untuk menunjukkan arti naïf (negatif). Seperti ini pula yang
dimaksud pengecualian dalam firman-Nya “Adapun orang-orang yang berbahagia, tempat
mereka dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika
Tuhan menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tiada putus-putusnya” (Q. S Hud:
108). Pengecualian seperti ini menunjukkan bahwa pengabdian dan pengekalan itu sematamata karena ada kemurahan dan keluasaan karunia Allah., bukan keharusan dan kewajiban
bagi-Nya. Dan apabila Ia berkehendak untuk mencabutnya, maka tidak ada seorangpun dapat
menghalanginya.
Mengenai riwayat bahwa Nabi telah melupakan sesuatu sehingga perlu diingatkan,
maka seandainya hal itu benar, tetapi ini tidaklah menyangkut kitab dan hukum-hukum Allah
yang diturunkan kepada Nabi, agar disampaikan kepada umat. Dengan demikian segala
pendapat yang dilontarkan orang selain dari yang kami kemukakan ini merupakan penyusupan
dari orang-orang Atheis yang merasuki pikiran orang-orang yang lalai, untuk menodai apa
yang sudah disucikan oleh Allah. Karena tidak pantas bagi orang yang mengenal kedudukan
Rasulullah SAW dan beriman kepada kitabullah berpendapat seperti pendapat ini (Manna
Khalil al-Qattan, 2000: 202-203).

Page 56
2. Mereka mengatakan dalam Al-Qur‟an terdapat sesuatu yang bukan Al-Qur‟an. Pendapat ini
didasarkan pada riwayat yang mengatakan bahwa Ibnu Mas‟ud mengingkari surah An-Nas
dan Al-Falaq termasuk bagian dari Al-Qur‟an. Untuk tuduhan ini dapat diajukan jawaban
bahwa riwayat yang diterima dari Ibnu Mas‟ud itu tidak benar, karena bertentangan
dengan kesepakatan umat. An-Nawawi mengatakan : Kaum muslimin sepakat bahwa
kedua surat An-Nas dan Al-Falaq itu dan surah Al-Fatihah, termasuk Al-Qur‟an, dan siapa
saja yang mengingkarinya, sedikitpun ia adalah kafir. Sedangkan riwayat yang diterima
dari Ibnu Mas‟ud adalah batil, tidak saheh. Ibnu Hazm berpendapat, riwayat tersebut
merupakan pendustaan dan pemalsuan atas nama (terhadap) Ibnu Mas‟ud.
Seandainya riwayat itu benar, maka yang dapat dipahami adalah bahwa Ibnu
Mas‟ud tidak pernah mendengar kedua surah mu‟awwizatain, yakni surah An-Nas dan
surah Al-Falaq itu secara langsung dari Nabi, sehingga ia berhenti, tidak memberikan
komentar mengenainya. Selain itu pengingkaran Ibnu Mas‟ud tersebut tidak dapat
membatalkan Konsensus (ijma‟) kaum muslimin bahwa kedua surah itu merupakan
bagian dari Al-Qur‟an yang mutawwatir. Argumentasi ini dapat pula dipergunakan untuk
menjawab isu yang menyatakan bahwa mushaf Ibnu Mas‟ud tidak memuat surah AlFatihah, sebab Al-Fatihah adalah Ummul Qur‟an, induk Al-Qur‟an, yang
status qur‟aniyah-nya tak seorangpun meragukannya. (Manna Khalil al-Qattan, 2000:
203).
3. Segolongan Syi‟ah Ekstrim menuduh bahwa Abu Bakar, Umar dan Utsman telah mengubah
Al-Qur‟an serta menggugurkan beberapa ayat dan surahnya. Mereka (Abu Bakar c.s) telah
mengganti dengan lafal “Ummatun hiya arba min ummatin” Satu golongan yang lebih
banyak jumlahnya dari golongan yang lain (Q. S. An-Nahl : 92) yang asalnya
adalahA‟immatun hiya azka min a‟immatikum“ Imam-imam yang lebih suci dari pada
imam-imam kamu”, mereka Abu Bakar sc, juga menggugurkan dari surah Al-Ahzab ayatayat mengenai keutamaan “Ahluil Bait” yang panjangnya sama dengan surah Al-An‟am,
dan menggugurkan pula surah mengenai kekuasaan (al-wilayah) secara total dari AlQur‟an.
Untuk membantah golongan ini dapat dikemukakan bahwa tuduhan tersebut
adalah batil, omong kosong yang tanpa dasar dan tuduhan yang tanpa bukti. Bahkan
membicarakannya merupakan suatu kebodohan. Selain itu, sebagian Ulama Syi‟ah sendiri
cuci tangan dari anggapan bodoh semacam ini. Dan apa yang diterima dari Ali, orang
yang mereka jadikan tumpuan (tasyayyu) bertentangan dengan hal tersebut dan bahkan
menunjukkan terjadinya kesepakatan (ijma”) mengenai kemutawwatiran Al-Qur‟an yang
tertulis dalam mushaf. Diriwiyatkan bahwa Ali mengatakan mengenai pengumpulan AlQur‟an oleh Abu Bakar: “Manusia yang paling berjasa bagi mushaf-mushaf Al-Qur‟an
adalah Abu Bakar, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya, karena dialah orang
pertama yang mengumpulkan Kitabullah. Ali juga mengatakan berkenaan dengan
pengumpulan Al-Qur‟an oleh Utsman:”Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada
Allah, jauhilah sikap berlebihan (bermusuhan) terhadap Utsman dan perkataanmu bahwa
dialah yang membakar mushaf. Demi Allah ia membakarnya berdasarkan persetujuan
Page 57
kami, sahabat-sahabat Rasulullah” Lebih lanjut ia mengatakan: “Seandainya yang
menjadi penguasa pada masa Utsman adalah aku, tentu akupun akan berbuat terhadap
mushaf-mushaf itu, seperti yang dilakukan Utsman,” (Manna Khalil al-Qattan, 2000:
204). Apa yang diriwayatkan dari Ali sendiri ini telah membungkam para pendusta yang
mengira bahwa mereka adalah para pembela Ali, sehingga mereka berani berperang untuk
sesuatu yang tidak mereka ketahui karena kefanatikan yang membabi buta kepada Ali,
sedangkan Ali sendiri lepas tangan dari mereka. (Az-Zarqani, t.t: 464).
Persoalan yang muncul sekitar pengumpulan Al-Qur‟an antara lain ialah:

1. Pada masa Nabi mengapa Al-Qur‟an tidak dibukukan dalam satu mushhaf? Untuk
menjelaskan persoalan ini, Ash-Shabuniy (1999: 106-107) mengemukakan alasan:
1. Bahwa Al-Qur‟an tidak mungkin dapat dibukukan dalam satu mushhaf, karena
ia diturunkan tidak sekaligus.
2. Ada sebagian ayat yang dimansukh. Apabila turun ayat yang menyatakan
nasakh, bagaimana mungkin dapat dibukukan dalam satu mush-haf.
3. Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan turunnya.
4. Jarak antara masa turunnya wahyu terakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW
adalah sangat berdekatan.
5. Tidak ada motivasi untuk mengumpulkan Al-Qur‟an kedalam satu mushhaf
sebagaimana yang terjadi pada masa Abu Bakar.
2. Perbedaan antara Mushhaf Utsman dengan Mushhaf Abu Bakar.
Pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan
penulisan Al-Qur‟an ke dalam satu Mush-haf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal
dari tulisan yang terdapat pada kepingan batu, pelepah kurma dan kulit-kulit binatang.
Latar belakang usaha ini adalah karena banyaknya hufaz yang gugur Karena perang.
Sedangkan pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Utsman adalah menyalin kembali Mushhaf yang telah berhasil disusun pada masa Abu Bakar. Latar belakangnya adalah terletak
pada perbedaan dalam membaca Al-Qur‟an, tujuannya untuk dikirim ke seluruh negara
Islam (Ash-Shabuniy, 1999: 110).
F. Sejarah Pencetakan Al-Qur’an
Pertama kali Al-Qur‟an dicetak dengan menggunakan mesin cetak yang dapat
digerakkan (berpindah-pindah) di buat di Hamburg, Jerman pada tahun 1694. Naskah
tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Mungkin untuk pertama kalinya orang
Islam mencetak naskah Al-Qur‟an yang disebut dengan “Edisi Mulay Usman” yang
dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia. Selanjutnya diikuti oleh
yang lain yang berasal dari Kazan pada tahun 1828, Persia tahun 1833 dan Istanbul tahun
1877 (Ahmad Von Denffer, 1988: 68). Pernah juga ada cetakan Al-Qur‟an dari masa
sebelumnya yaitu yang biasa disebut dengan bloc-print dan juga beberapa bagian dari

Page 58
awal abad kesepuluh, baik dalam bentuk ukiran kayu (pola cetakannya) maupun lembaranlembaran (Ahmad Von Denffer, 1988: 67).
Fluegel seorang orientalis Jerman menerbitkan Al-Qur‟an pada tahun 1858 yang
dilengkapi dengan pedoman, yang bermanfa‟at, dicetak dalam bahasa Arab yang terkenal
dengan “edisi Fluegel” yang dipergunakan para orientalis dari berbagai generasi. Namun
edisi Fluegel tersebut mempunyai cacat yang sangat mendasar, yaitu sistem penomoran
ayat Al-Qur‟an yang tidak sesuai dengan sistem yang biasa digunakan di dunia Muslim
(Ahmad Von Denffer, 1988 : 68).
Kemudian dikenal pula edisi Mesir, yaitu naskah Al-Qur‟an yang tercetak banyak
dipergunakan di dunia Muslim dan berkembang menjadi “versi standar” yang dikenal
dengan nama edisi “Mesir “ atau edisi Raja Fu‟ad, karena beliau yang
memperkenalkannya di Mesir. Edisi ini pertama kali dicetak di Kairo, Mesir pada tahun
1925/1344 H yang ditulis berdasarkan cara bacaan Imam Hafas, sebagaimana
diriwayatkan oleh Asim.
Selanjutnya di Turki juga dicetak Al-Qur‟an oleh para pengikut Said Nursi yang
merupakan kombinasi dari keindahan tulisan tangan dengan teknik cetak offset yang
canggih, ditulis oleh seorang ahli kaligrafi Turki terkemuka, yaitu Hamid al-Amidi.
Dicetak di Istanbul, Turki untuk pertama kalinya pada tahun 1947 dan sejak tahun 1976
dicetak dalam berbagai ukuran oleh pencetakan yang dioperasikan oleh para pengikut Said
Nursi di Berlin Barat (Ahmad Von Denffer, 1988: 69).
G. Pokok-Pokok Kandungan Al-Qur’an
Al-Qur‟an mengandung ajaran pokok sebagai berikut :

1.

Pokok-pokok keyakinan atau keimanan terhadap Allah SWT, Malaikat, Kitab-kitab,
Rasul-rasul dan hari Akhir. Berdasarkan pokok keyakinan inilah lahirnya ilmu kala

2.

Pokok-pokok peraturan atau hukum yaitu garis-garis besar aturan tentang hubungan
manusia dengan Allah, hubungan antara manusia dan hubungan manusia dengan
alam, yang melahirkan syari‟ah.

3.
4.

Pokok-pokok aturan tingkah laku atau nilai-nilai dasar etika tingkah laku

5.
6.

Kisah-kisah para Nabi dan umat masa lalu

Petunjuk dasar tentang tanda-tanda alam yang menunjukkan eksistensi dan kebesaran
Tuhan sebagai pencipta. Petunjuk dasar ini merupakan syarat-syarat ilmiah yang
melahirkan ilmu pengetahuan
Keterangan-keterangan tentang alam qhaib seperti adanya jin, hari qiamat, surga,
neraka dan sebagainya (Dep. Agam RI, 2001 : 61).

Page 59
Dalam Al-Qur‟an terdapat tiga macam hukum yaitu:

1.

Hukum „Itiqadiyah yang berhubungan dengan rukun iman yang wajib diyakini oleh
umat Islam yaitu iman kepada Allah, malaikat, kitabullah, rasulullah, hari qiamat dan
taqdir.

2.

Hukum moralitas yang berhubungan dengan suatu yang harus dijadikan perhiasan
oleh setiap mukallaf untuk berbuat keutamaan dan menghindari kehinaan.

3.

Hukum amaliyah yang
berkaitan
dengan
sesuatu
yang
timbul
dari mukallaf. Hukum amaliyah dalam Al-Qur‟an terdiri dari dua macam
yaitu pertama: hukum ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, nazar, sumpah, dan
ibadah-ibadah lainnya. Kedua: Hukum mu‟amalah yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara manusia (Abdul Wahhab Khallaf, 1973: 34-36).

Hukum amaliyah yang juga disebut hukum muamalah ini diklasifikasi sebagai
berikut:

1.

Hukum Keluarga (ahkaam al-ahwal al-syakhsiyyah) yaitu hukum-hukum yang
mengatur hak dan kewajiban suami-istri dan anak. Tujuan hukum ini adalah
untuk memelihara dan membangun keluarga.

2.

Hukum Perdata (al-ahkam al-maliyah) yaitu hukum tentang perbuatan usaha
perorangan seperti jual-beli (al-bai‟ wal ijarah), pengadilan (rahn),
penanggungan (kafalah), persyarikatan (syirkah), utang piutang (udayanah),
perjanjian („uqud). Tujuan hukum perdata ini adalah untuk mengatur orang
dalam hubungan nya dengan kekayaan dan pemeliharaan hak-haknya.

3.

Hukum Pidana (al-ahkam al-jinayah) yaitu hukum yang bertalian dengan
tindak kejahatan dan sanksi-sanksi. Hukum ini dimaksudkan untuk
memelihara ketenteraman hidup manusia dan harta kekayaannya,
kehormatannya dan hak-haknya, serta membatasi hubungan antara pelaku
tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.

4.

Hukum Acara (al-ahkam al-murafaah) yaitu hukum yang berkaitan dengan
peradilan (al-qada‟), persaksian (al-syahadah) dan sumpah (alyamin). Hukum ini bertujuan untuk mengatur proses peradilan untuk
merealisasikan keadilan di antara manusia.

5.

Hukum Perundang-Undangan (al-ahkam al-dusturiyah) yaitu hukum yang
berkaitan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan hakim
dengan terhukum serta menetapkan hak-hak perseorangan atau kelompok.

6.

Hukum Kenegaraan (al-ahkam al-dauliyah) yaitu hukum yang berhubungan
dengan kelompok masyarakat dalam sebuah negara dan hubungan antar
negara. Tujuan hukum ini adalah untuk membatasi hubungan antar negara
dalam masa damai, masa perang dan membatasi hubungan antar umat Islam
dengan yang bukan umat Islam dalam negara.

Page 60
7.

Hukum Ekonomi dan Keuangan (al-Ahkam al-iqtishadiyah wa al-maliyah)
yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir-miskin yang terdapat dalam
harta orang kaya, mengatur sumber-sumber pendapatan dan masalah
pembelanjaan negara. Hukum ini bertujuan untuk mengatur hubungan
ekonomi antara orang kaya dengan fakir-miskin dan antara hak-hak keuangan
negara dengan perseorangan (Dep. Agama RI, 2001 : 158, Amir Syarifuddin,
2000 : 72).

h. Fungsi Al-Qur’an
Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada manusia,
sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan ini, agar meraih kemaslahatan dan terhindar
dari kemadaratan. Dengan menela‟ah ayat-ayat Al-Qur‟an, dapat diketahui bahwa Al-Qur‟an
mempunyai berbagai fungsi antara lain adalah:
a).Sebagai hudan atau petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Terdapat lebih dari 79 ayat
yang menjelaskan fungsi hudan, satu diantaranya ialah: “Kitab Al-Qur‟an itu tidak ada
keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Q. S. Al-Baqarah: 2).
b).Sebagai busyra yaitu berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada Allah
dan sesama manusia. Fungsi busyra terdapat dalam sekitar 8 ayat Al-Qur‟an, misalnya
firman Allah: “Ini adalah ayat-ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan, untuk menjadi petunjuk
dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman (Q. S An-Naml: 1-2).
c). Sebagai mushaddiq atau pembenar terhadap kitab yang datang sebelumnya, yaitu
taurat, zabur dan injil yang berarti mengakui kebenaran kitab-kitab tersebut (sebelum
terjadi perubahan terhadap isi kitab tersebut). Fungsi ini terdapat dalam firman Allah
“Dia menurunkan al-Kitab (Al-Qur‟an) kepadamu dengan sebenarnya, membenarkan
kitab yang telah diturunkan sebelumnya (Q. S. Ali Imran: 3).
d). Sebagai mauizhah (nasehat) atau pengajaran. Dalam Al-qur‟an disebutkan bahwa ia
berfungsi sebagai nasehat bagi orang-orang bertaqwa”Al-qur‟an ini adalah penerangan
bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa (Q.
S .Ali Imran: 138).
e).Sebagai Tibyan yang berarti penjelasan terhadap segala sesuatu yang disampaikan
Allah sebagaimana firman Allah “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur‟an)
untuk menjelaskan segala sesuatu (Q. S. An-Nahl: 89).

6.

Sebagai nur atau cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia menuju jalan
keselamatan, seperti firman Allah “Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya (yang
menerangi) dan membenarkan kitab yang sebelumnya (Q. S. Al-Maidah: 46).

Page 61
g).Sebagai hakim yang berfungsi sebagai sumber untuk menetapkan kebijakan,
sebagaimana firman-Nya: “Inilah ayat-ayat Al-Qur‟an yang mengandung hikmah (Q. S.
Luqman: 2).
h). Sebagai furqan yaitu pembeda atau pemisah. Al-Qur‟an berfunsi sebagai pembeda,
bahkan pemisah antara yang hak (benar) dengan yang batil (salah), sebagaimana firmanNya “Ramadhan adalah bulan yang diturunkan Al-Qur‟an, sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dengan
yang batil (Q. S. Al-Baqarah: 185).
i). Sebagai rahmah yang diberikan Allah kepada manusia berupa kasih sayang. Lebih dari
15 ayat terdapat dalam Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang kasih sayang ini, misalnya
firman-Nya “Inilah ayat-ayat Al-Qur‟an yang mengandung rahmat bagi orang-orang
yang berbuat kebaikan (Q. S Luqman: 2-3).
j). Sebagai syifa‟ yaitu obat (penawar). Dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa Al-qur‟an
berfungsi sebagai obat penyakit-penyakit yang ada dalam dada manusia, sebagaimana
firman-Nya “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dadamu (Q. S
Yunus: 57)
k).
Sebagai tafsil yaitu
menjelaskan
secara
rinci
segala
sesuatu
yang
masih mujmal (umum), sehingga dapat dilaksanakan sesuai kehendak Allah, sebagaimana
firman-Nya: “Al-qur‟an itu bukan cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
kitab sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu (Q. S Yusuf: 111).
l). Sebagai az-zikra yaitu peringatan bagi orang yang lupa kepada Allah, agar mereka
melaksanakan perintah-Nya, karena akan dimintai pertanggungjawaban dihari
pembalasan, sebagaimana firman-Nya “Sesungguhnya Kami (Allah) turunkan Al-Qur‟an
sebagai peringatan bagi manusia (Q. S Hijr: 9).

BAB VII
AS-SUNNAH
A. Pengertian As-Sunnah
Istilah al-Sunnah ditinjau dari segi bahasa berarti: pertama, cara yang diadakan.
Sunnah dalam pengertian yang demikian ini berarti kebiasaan yang dilakukan oleh
seseorang misalnya hadits Nabi “Barang siapa yang mengadakan sesuatu jalan
(sunnah) yang baik, maka baginya pahala sunnah itu (H. R Al-Bukhari dan
Muslim). Kedua, jalan yang telah dijalani. Pengertian sunnah seperti ini terlihat dalam
hadits: Nikah (kawin) itu merupakan sunnahku. Ketiga, sunnah berarti undang-undang
atau peraturan. Sunnah dalam arti demikian ini tampak dari firman Allah Swt. ”Sebagai
Page 62
sunnahku (peraturan) Allah yang berlaku atas orang-orang terdahulu sebelum kamu
dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah (Q. S AlAhzab: 62). As-Sunnah menurut Muhadditsin (ahli hadits) ialah segala yang dinukilkan
dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan,
perjalanan hidup baik sebelum diangkat menjadi Nabi maupun sesudahnya (M. Hasbi
Ash-Shiddiqi, 1980: 25). Sunnah menurut ahli ushul fiqh ialah segala yang dinukilkan
dari Nabi SAW baik perkataan, perbuatan, maupun taqrir yang mempunyai hubungan
dengan hukum (M. Hasbi Ash-Shiddiqi, 1980: 25). Sedangkan sunnah menurut ulama
fiqh adalah sifat hukum dari suatu perbuatan yang dituntut melaksanakannya dalam
bentuk tuntutan yang tidak pasti. Artinya bahwa bagi orang yang melakukannya akan
memperoleh pahala dan bagi orang yang tidak melakukannya tidak dikenai dosa (Amir
Syarifuddin, 2000: 75).
B. Fungsi As-Sunnah
Kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur‟an pada garis besarnya (Dep. Agama RI,
2001: 81-84) adalah sebagai berikut:
1. As-Sunnah sebagai penguat Al-Qur‟an.
Fungsi As-Sunnah sebagai penguat pesan-pesan atau peraturan yang tersurat dalam ayat-ayat
Al-Qur‟an, seperti disebutkan dalam Al-Qur‟an suatu kewajiban dan larangan, lalu
Rasul SAW menguatkan dengan sunnahnya. Dalam hal demikian As-Sunnah berperan
antara lain : menegaskan kedudukan hukum, seperti penyebutan hukum wajib,
menerangkan posisi kewajiban atau larangan dalam syari‟at dan menjelaskan sangsi
hukum bagi para pelanggarnya. Sebagai contoh dalam Al-Qur‟an surah An-Nisa‟
disebutkan “Hai orang-orang yang beriman, berimanlah dengan sungguh-sungguh
kepada Allah dan Rasul-Nya, kitab-Nya yang telah diturunkan atas Rasul-Nya dan
kitab-Nya yang telah diturunkan lebih dahulu. Barang siapa yang tidak beriman
kepada Allah, Malaikat, Kitab-Nya, Rasul-rasul dan hari qiamat, maka sesungguhnya
orang itu telah sesat. Terhadap ayat ini Rasul menguatkan melalui sunnahnya antara
lain bahwa “Iman itu ialah beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-Nya
hari qiamat dan percaya kepada qadar baik dan qadar buruk (H. R. Muslim dari Umar
bin Khattab).
2. As-Sunnah berfungsi sebagai pembuat hukum
Hukum-hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Qur‟an, ditetapkan oleh As-Sunnah, seperti
dalam Al-Qur‟an disebutkan empat macam makanan yang diharamkan, sebagaimna
firman Allah swt “Diharamkan memakan bangkai, darah, daging babi, daging yang
disembelih atas nama selain Allah, bintang yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, yang dimakan binatang buas, kecuali yang kamu sempat
menyembelihnya dan yang disembelih untuk berhala (Q. S Al-Maidah : 3). Kemudian
Rasul SAW menambah jumlah itu melalui hadits dari Ibnu Abbas “ bahwa Rasul Saw
Page 63
melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan burung yang berkaki
penyambar(H. R Muslim).
3. As-Sunnah berfungsi sebagai penjelas Al-Qur‟an. Terhadap bebarapa ayat Al-Qur‟an yang
rumit, yang belum jelas kandungan maknanya dan sebagainya, dijelaskan oleh AsSunnah, sehingga dapat diikuti dan diamalkan sesuai maksud ayat tersebut. Ayat-ayat
Al-Qur‟an yang perlu penjelasan As-Sunnah, antara lain :
1).Menjelaskan makna-makna yang rumit, misalnya firman Allah SWT “Peliharalah
semua shalatmu dan peliharalah salat wusta (Q. S Al-Baqarah: 238). Kemudian AsSunnah menjelaskan yang dimaksud shalat wusta ialah shalat ashar.
2)Mengkhususkan ketetapan-ketetapan yang disebutkan Al-Qur‟an secara umum (takhsis al„am,) seperti firman Allah swt: Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba(Q.S
Al-Baqarah: 275). Jual beli sebagaimana diterangkan Al-Qur‟an, masih bersifat umum,
kemudian Rasul mengkhususkannya, bahwa ada jual-beli yang diharamkan Allah, yaitu jualbeli yang belum ditentukan rupa, waktu dan tempatnya. Pengkhususan Rasul ini,
sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Hurairah “Bahwa Rasul Saw melarang jula-beli
dengan lempar batu dan jual-beli yang tidak tentu. (H.R Muslim).
3). Mengikat ma‟na-ma‟na yang bersifat lepas (taqyid al-mutlaqah) dari ayat-ayat Al-qur‟an,
misalnya firman Allah “Laki-laki dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya,
sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah (Q.S AlMaidah : 38). Pengertian tangan (yad) bersifat lepas, yang mengaburkan artinya tangan yang
dimaksud. Oleh karena itu As-Sunnah menjelaskan bahwa yang dimaksud tangan itu adalah
pergelangan tangan, sehingga penjelasan As-Sunnah mengikat ma‟na yang lepas dari ayat AlQur‟an tersebut.
4).Menjelaskan ruang lingkup masalah yang terkandung dalam Al-Qur‟an, misalnya firman
Allah “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang
sanggup mengadakan perjalanan kepadanya (Q. S Ali Imran: 97). Ayat ini tidak menjelaskan
berapa kali kewajiban seorang muslim menunaikan ibadah haji, kemudian Rasul menjelaskan
bahwa “Kewajiban itu hanya sekali. Barang siapa menambah, maka tambahan itu termasuk
suatu kebajikan (H.R Abu Daud, Ahmad, Hakim dan Ibnu Abbas).
Dengan demikian as-Sunnah menjadi sangat penting dalam kedudukannya sebagai
penjelas terhadap ayat Al-qur‟an atau melahirkan hukum yang tidak diperoleh dari AlQur‟an, sehingga dapat diperoleh hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur‟an secara
lebih jelas dan sempurna yang menjadi pegangan umat Islam untuk melakukan amaliyah
Islamiyah dalam kehidupan sehari-hari.

Page 64
C. Macam-Macam Sunnah
Ditinjau dari segi pembentukannya sunnah dibagi kepada:
1. Sunnah Qauliyah yaitu ucapan yang didengar sahabat kemudian disampaikan kepada orang
lain. Misalnya sahabat mendengar nabi bersabda “siapa yang tidak shalat karena tertidur
atau karena lupa, hendaklah ia mengerjakan shalat itu ketika ia telah ingat ingat”.
2.Sunnah fi‟liyah yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yang dilihat
atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang lain dengan ucapannya.
Misalnya sahabat berkata “Saya melihat Nabi Muhammad Saw melakukan shalat sunat
dua raka‟at sesudah shalat zuhur.”
3. Sunnah taqririyah yaitu perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang dilakukan
dihadapan Nabi atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau dicegah Nabi.
Diamnya Nabi itu disampaikan oleh sahabat yang menyaksikannya kepada orang lain.
Misalnya seorang sahabat memakan daging dhab di hadapan Nabi, sedangkan Nabi
mengetahui apa yang dimakan sahabat itu, tetapi Nabi tidak melarangnya. Kemudian kisah
tersebut disampaikan sahabat yang mengetahui melalui ucapannya “saya melihat seorang
sahabat memakan daging dhab di dekat Nabi, Nabi mengetahui tetapi tidak
melarangnya.”(Amir Syarifuddin, 2000: 76).
4. .Sunnah Hammiyah yaitu suatu perbuatan yang dicita-citakan atau diinginkan oleh Nabi
Muhammad SAW untuk melakukannya, tetapi belum sempat beliau mengerjakannya, beliau
telah wafat. Misalnya tentang keinginan Nabi berpuasa pada tanggal 9 (sembilan) pada bulan
Muharram. ”Apabila datang tahun depan insya Allah aku berpuasa pada hari kesembilan,
yakni tanggal sembilan bulan Muharram”(Hadits)
5. Sunnah tarkiyah yaitu segala sesuatu yang tidak pernah dikerjakan atau diperintahkan
oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengerjakannya, atau segala sesuatu yang
ditinggalkan oleh Nabi (Ajad Sudrajad, 1995: 58).
D. Ijtihad
Menurut bahasa ijtihad berarti pengarahan segala kesanggupan untuk
mengerjakan sesuatu yang sulit. Sedangkan menurut istilah ijtihad berarti
mencurahkan segenap kemampuan oleh seorang ahli fiqih atau mujtahid secara
maksimal untuk mendapatkan hukum syara‟ yang amali dari dalil-dalil yang tafsili.
Para sahabat telah menggunakan pengertian ijtihad sebagai penelitian dan pemikiran
untuk memperoleh sesuatu yang terdekat pada maksud al-Qur‟an dan sunnah Rasul
baik yang terdekat itu diperoleh dari nash atau yang terdekat itu diperoleh dari
maksud dan tujuan umum dari himat syari‟at (Ajat Sudrajat, 1995 : 63). Ijtihad dapat
dilakukan terhadap (1). masalah-masalah baru yang hukumnya belum jelas oleh nash
al-Qur‟an maupun sunnah (2). masalah-masalaha baru yang hukumnya belum diijma‟i atau disepakati oleh para ulama (3). nash-nashzanni dan dalil-dalil hukum yang
Page 65
diperselisihkan (4). hukm Islam yang kausalitas hukumnya atau illat-nya dapat
diketahui mujtahid (Ajat Sudrajat, 1995 : 64).
Dalam melakukan ijtihad para Ulama dapat menggunakan berbagai
metodologi ijtihad yaitu :
1.Ijma‟
Ijma‟ menurut Abdul Wahab Khallaf adalah konsensus semua Mujtahid
muslim pada suatu masa setelah Rasul SAW wafat atas suatu hukum syara‟ mengenai
suatu kasus (Amir Syarifuddin, 2000 : 115). Jumhur Ulama berpendapat bahwa ijma‟
merupakan salah satu sumber atau dalil hukum sesudah al-Qur‟an dan as-Sunnah.
Dengan demikian ijma‟ dapat menetapkan hukum yang mengikat dan wajib diikuti
oleh kaum muslimin apabila tidak terdapat hukum dalam al-Qur‟an maupun dalam asSunnah.
2. Qiyas yaitu
Secara bahasa qiyas berarti mengukur, membanding sesuatu dengan semisalnya. Dari
segi istilah qiyas menurut Muhammad Abu Zahrah adalah menghubungkan sesuatu perkara
yang tidak ada nash tentang hukumnya kepada perkara lain yang ada nash hukumnya, karena
keduanya berserikat dalam illat hukum (Amir Syarifuddin, 2000 : 147). Dengan demikian
qiyas dapat diartikan upaya menetapkan hukum terhadap suatu peristiwa yang mempunyai
dasar nash dengan cara membandingkannya dengan suatu peristiwa lain yang hukumnya
ditetapkan berdasarkan nash, karena terdapat persamaan illat antara keduanya.
Menurut Muhammad Abu Zahrah tiga kelompok Ulama yang dapat menerima
qiyas sebagai dalil hukum yaitu :
1). Kelompok Jumhur Ulama yang menjadikan qiyas sebagai dalil syara‟. Mereka
menggunakan qiyas dalam hal-hal yang tidak terdapat hukumnya dalam nash al-Qur‟an
atausunnah dan dalam ijma‟ ulama. Mereka menggunakan qiyas secara tidak berlebihan dan
tidak melampaui batas kewajaran.
2). Kelompok Ulama Zhahiriyah dan Syi‟ah Imamiyah yang menolak
penggunaan qiyas secara mutlak. Zhahiriyah juga menolak penemuan illat atas suatu hukum
dan menganggap tidak perlu mengetahui tujuan ditetapkannya suatu hukum syara‟.
3). Kelompok yang menggunakan qiyas secara luas dan mudah. Mereka
menggabungkan dua hal yang tidak tampak kesamaan illat-nya di antara keduanya ; kadangkadang memberi kekuatan yang lebih tinggi terhadap qiyas, sehingga qiyas itu dapat
membatasi keumuman sebagian ayat al-Qur‟an atau sunnah (Amir Syarifuddin, 2000 : 150).

Page 66
3.Istihsan yaitu
Istihsan ialah meninggalkan hukum yang telah di tetapkan atas suatu peristiwa
berdasarkan dalil syara‟ menuju hukum lain dari peristiwa itu karena terdapat dalil
syara‟ yang mengharuskan meninggalkannya. Jumhur Ulama Malikiyah dan
Hanabilah menetapkan bahwa Istihsan adalah suatu dalil syar‟iy yang dapat
dijadikan hujjah untuk menetapkan hukum terhadap sesuatu yang ditetapkan oleh
qiyas atau keumuman nash. Ulama Hanafiyah menyamakan berdalil dengan Istihsan
sama dengan berdalil denganqiyas khafy atau berdalil dengan Istishlah yang
kesemuanya dapat diterima. Sedangkan Syafi‟i mengatakan bahwa Istihsan bukanlah
dalil syar‟i. Ia menganggap Istihsan sama dengan menetapkan syari‟at berdasarkan
pendapat sendiri yang mungkin benar atau salah.
4. Maslahah mursalah (Istishlah)
Istishlah ialah menetapkan hukum terhadap suatu masalah yang tidak terdapat
nash dan ijma‟ ulama, tetapi semata di dasarkan atas kemaslahatan bagi manusia
(karena tidak dijelaskan oleh syara‟ untuk mengerjakannya atau meninggalkannya)
padahal ia akan mendatangkan kebaikan (kemaslahatan) bagi manusia.
Jumhur
ulama
berpendapat
bahwa Istishlah dapat
dijadikan
hujjah syar‟i, sekalipun dengan penyebutan yang tidak sama. Mereka beralasan
bahwa pertama, kemaslahatan yang diharapkan manusia itu tumbuh dan bertambah.
Sekiranya hukum tidak menampung untuk menetapkan kemaslahatan manusia yang
dapat diterima, berarti kurang sempurnalah syari‟ah itu, kedua,para Sahabat, Tabi‟i
serta para mujtahid telah menetapkan hukum dengan berdasarkan pada kemaslahatan
umat, misalnya Umar mengusulkan pembukuan al-Qur‟an adalah untuk kemaslahatan
umat Islam, juga tindakan Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak membayar
zakat adalah untuk kemaslahatan umat Islam (Ajat Sudrajat, 1995 : 70).
5.‟Urf
yaitu mengetahui kemudian digunakan dalam arti sesuatu yang diketahui,
dikenal dan dianggap baik serta diterima oleh akal sehat (bahasa). Menurut para ahli
ushul fiqh adalah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan dijadikan
sebagai tradisi, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun sikap meninggalkan sesuatu
yang disebut juga “kebiasaan”.
6.Syar‟un man qablana
Yaitu syari‟at yang diturunkan kepada umat terdahulu sebelum kita (bahasa).
Syari‟at yang diturunkan Allah melalui Nabi-Nabi atau Rasul-Nya sebelum nabi
Muhammad SAW. Para Ulama berpendapat tentang kedudukan nya sebagai dalil
hukum yaitu :
Page 67
a. Sebagian Ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi‟iyah berpendapat bahwa syari‟at
umat sebelum nabi Muhammad SAW merupakan syari‟at nabi Muhammad. Oleh karena itu
umat Islam wajib mengikutinya selama hukum itu diceritakan kepada umat Islam dan tidak
ada hukum yang menasakhkannya.
b. Sebagian Ulama berpedapat bahwa syari‟at Nabi Muhammad SAW adalah syari‟at
yang menasakhkan (menghapus) syari‟at-syari‟at terdahulu, kecuali apabila dalam syari‟at
yang dibawa Nabi Muhammad terdapat suatu dalil yang menetapkannya.
7.Saddu adza-Dzari‟ah
Menurut bahasa identik dengan wasilah (perantara). Jadi saddu adzDzari‟ah menghambat atau menyumbat sesuatu yang menjadi perantara. Menurut ahli ushul
fiqh adalah mencegah sesuatu yang menjadi perantara terjadi kerusakan, baik untuk menolak
kerusakan itu sendiri ataupun untuk menyumbat jalan atau sarana yang dapat menyampaikan
seseorang kepada kerusakan.
8.Istishab
Istishab adalah mencari sesuatu yang selalu menyertai (bahasa), sedangkan
menurut Ulama ushul fiqih ialah membiarkan berlangsungnya suatu hukum yang
sudah ditetapkan pada waktu yang lalu dan masih diperlukan sampai sekarang kecuali
apabila terdapat dalil yang merubahnya.
Menggunakan Istishab sebagai hujjah para ulama berbeda pendapat
Malikiyah, Hanabilah dan Dzahiriyah, Istishab dapat menjadi hujjah baik dalam
menetapkan hukum atau meniadakannya. Sedangkan golongan Hanafiyah menolak
istishab sebagai hujjah, yang beralasan bahwa adanya sesuatu pada masa lalu
memerlukan dalil, demikian pula adanya sesuatu pada masa sekarang diperlukan dalil.
9. Mazhab Sahabat
Semasa Rasul SAW masih hidup, setiap masalah yang muncul, dapat
ditanyakan langsung kepada Rasul dan memperoleh penjelasan. Kemudian
sepeninggal nabi para sahabat yang tergolong adil dalam mengistinbat-kan hukum
telah berusaha dengan sungguh-sungguh memecahkan berbagai persoalan sehingga
kaum muslimin dapat beramal sesuai dengan fatwa-fatwa sahabat itu.

Page 68
BAB VIII
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
F. Kerukunan Hidup Beragama
1. Pengertian Kerukunan beragama
2. Trilogi Kerukunan Beragama
3. Dialog Antar Umat Beragama
Dialog antar umat beragama (umat yang berbeda agama) merupakan upaya untuk
mengurangi atau bahkan menghilangkan ketegangan antar umat beragama yang muncul
disebabkan oleh faktor agama maupun faktor lain agama. Ada 5 model dialog yang
ditawarkan oleh Kimbal sebagaimana dikutip Faisal Ismail berikut ini :
a.
b.
c. Dialog Teologi. Model dialog ini bermaksud untuk membahas persoalan-persoalan teologis
–filosofis. Dialog ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang konsep teologi masingmasing agama, membangun pemahaman yang sesuai sebagaimana yang dikehendaki oleh
suatu agama tertentu dan menghindari pemahaman yang bersifat subjektif.
d.
e. Dialog Keruhanian. Model dialog ini untuk mengembangkan dan memperdalam kehidupan
spiritual diantara berbagai agama.
4. Kerukunan Umat Beragam di Indonesia
Faktor penyebab ketegangan antar umat beragama di Indonesia adalah :
a.
b.
c.
d.
e.

Sifat dari masing-masing agama yang mempunyai tugas dakwah atau missi
agama
Kurangnya pengetahuan para penganut agama terhadap agamanya sendiri dan
agama pihak lain
Kurang jelasnya batas antara sikap berpegang teguh kepada keyakinan agama
dan toleransi dalam kehidupan masyarakat.
Para penganut agama tidak mampu mengendalikan diri sehingga kurang
menghormati bahkan memandang rendah agama pihak lain.
Kecurigaan masing-masing pemeluk agama akan kejujuran pihak lain, baik
intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama
dengan pemerintah.
1

Page 69
5. Usaha Mengatasi Ketegangan Antar Umat Beragama
a.
b.
c.
d.

Meningkatkan pemahaman dan pengamalan terhadap ajaran agamanya
masing-masing
Memahami secara benar makna toleransi dalam beragama dan
menerapkannya secara tepat dalam kehidupan beragama
Menciptakan intensitas dialog antar umat beragama
Melaksanakan lima kesepakatan umat beragama yang dicetuskan pada tahun
1983 di Yogyakarta yaitu : tentang pendirian tempat ibadah, penyiaran agama,
penguburan jenazah, perkawinan antar agama dan Peringatan Hari Besar
Agama.

BAB IX
MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT
A. Pengertian
Masyarakat madani merupakan terjemah dari kata Civil society atau al-mujtamaal-madani.
Dalam filsafat politiknya Cicero untuk pertama kali memperkenalkan civil societydengan
istilah societies Civil yang kemudian mengalami perkembangan pengertian. Pemahaman
Cicero identik dengan negara, kini dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga masyarakat
madani sebagai”area tempat berbagai gerakan sosial” (seperti himpunan ketetanggaan,
kelompok wanita, kelompok keagamaan, dan kelompok intelektual) serta organisasi sipil dari
semua kelas (seperti ahli hukum, wartawan, serikat buruh dan usahawan) yang berusaha
menyatakan diri (Masykuri Abdillah dalam Sanaky, 1999: 51).
B. Ciri masyarakat Madani.
Antonio Rosmini dalam “The Philosophy of Right, Rights ini Civil Society” seperti dikutip
Mufid (dalam A. Sanaky,1999 : 52), menyebutkan sepuluh ciri masyarakat madani yaitu: (1)
Universalitas (2) Supremasi (3) Keabadian (4).Pemerataan kekuatan (5) Kebaikan dari dan
untuk semua (6) Masyarakat madani ditujukan untuk meraih kebajikan umum (7).Sebagai
perimbangan kebajikan umum,maka masyarakat madani juga memperhatikan kebajikan
perorangan dengan cara memberikan kesempatan kepada semua anggota untuk meraih
kebajikan itu (8).Masyarakat madani memerlukan “piranti eksternal” untuk mewujudkan
tujuannya. Piranti eksternal tersebut adalah masyarakat eksternal (9) Masyarakat madani
bukanlah sebuah kekuatan yang berorientasi pada keuntungan. Masyarakat madani lebih
merupakan kekuatan yang justru memberi manfa‟at (10) Kendati masyarakat madani
memberi kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya, tetapi tidak berarti
bahwa ia harus seragam, sebangun serta homogen (Mufid, 1999: 213).

Page 70
C. Karaktristik masyarakat madani
Karaktristik masyarakat madani (Tim ICCE, 2005: 247) yaitu:
1. Free public Sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai media dalam
2.
3.
4.
5.

mengemukakan pendapat
Demokratis adanya kebebasan penuh warga untuk menjalankan aktivitas
kesehariannya
Toleran, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati kegiatan yang dilakukan
orang lain
Pluralisme yaitu suatu kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan
dalam kehidupan sehari-hari
Keadilan sosial yaitu adanya pembagian yang seimbang antara hak dan kewajiban
warga negara.

Karaktristik masyarakat Madani sebagai masyarakat ideal itu menurut Akram Dhiyauddin
Umar seperti dikutip Mujilan (2003: 8) adalah:

1.

Bertuhan.Masyarakat Madani adalah masyarakat yang menganut agama, yang
mengakui adanya tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan mengatur
kehidupan sosial.

2.

Damai artinya dalam kehidupan individu dan bermasyarakat mereka hidup
berdampingan secara damai tidak mencul kecemburuan sosial dan kekerasan sesama
anggota masyarakat.

3.

Tolong menolong. Prinsip tolong-menolong yang berdasarkan atas kemanusiaan.
Tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan untuk memperbaiki kehidupan
anggota masyarakat yang lemah dalam berbagai bidang.

4.

Toleran artinya tidak mencampuri urusan pribadi orang lain yang telah diberikan
Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak pula merasa terganggu dengan kegiatan
orang lain yang berbeda. Masalah toleransi ini lebih dominan dalam kehidupan
beragama. Karena manusia memiliki kebebasan untuk menganut agama tertentu dan
bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakininya dan orang lain tidak mempunyai
hak untuk mencampurinya Kayakinan agama tidak dapat dipaksakan kepada
seseorang, karena ia timbul berdasarkan kesadaran untuk meyakini kebenaran suatu
agama.

5.

Berperadaban tinggi artinya bahwa masyarakat memiliki kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan dan memanfa‟atkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan
hidup umat manusia.

6.

Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. Setiap anggota masyarakat
mempunyai hak dan kewajiban seimbang untuk menciptakan kedamaian,
kesejahteraan dan keutuhan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi masingmasing.
Page 71
7.

Berakhlak mulia. Perilaku mulia atau akhlak mulia berdasarkan nilai-nilai ketuhanan
bukan perilaku atau akhlak yang semata-mata berdasarkan subjektivitas manusia yang
relatif. Masyarakat madani menunjukan perilaku mulia dalam kehidupan sehari-hari,
baik ketika sebagai individu maupun dalam pergaulan bermasyarakat.

D. Prinsip-Prinsip masyarakat Madani
Dalam kehidupan masyarakat madani setidak-tidaknya harus ditegakkan prinsip-prinsip (Sidi
Gazalba, 1976: 217) yaitu: (1) Persamaan antara sesama manusia (2) Keadilan sosial (3)
Penentuan nilai-nilai moral (4) Sikap tolong-menolong (5) Persaudaraan sesama muslim (6)
Toleransi sosial terhadap kelompok minoritas (7) Sikap damai (8) Amanah yang dimiliki oleh
setiap anggota masyarakat (9) Pandangan Rabbani atas milik (10). Kewajiban berdakwah
(amar makruf) (11) Kemerdekaan artinya setiap anggota masyarakat mempunyai
kemerdekaan untuk melakukan sesuatu asal tidak bertentangan dengan prinsip kebenaran (12)
Pembagian kekayaan secara adil (13) Mencegah kejahatan (nahi mungkar). (14) Prinsip
musyawarah, artinya dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan masyarakat Madani
dilakukan melalui musyawarah mufakat.

BAB X
SISTEM EKONOMI ISLAM
A. Pengertian
Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.
Ekonomi Islam adalah bangunan perekonomian yang didirikan atas landasan
Al-Qur‟an dan as-Sunnah (Ahmad Muhammad, 1980 : 11). Dengan demikian
ekonomi Islam pada dasarnya adalah sistem ekonomi yang dalam kegiatannya
berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-qur‟an dan as-Sunnah. Atau
dengan kata lain kegiatan ekonomi yang didasarkan pada prinsip-prinsip tauhid dan
Syari‟ah Islam.
B. Prinsip Ekonomi Islam
Prinsip ekonomi Islam merupakan landasan kegiatan ekonomi dalam Islam
yaitu :
1. Segala usaha ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia asalnya boleh,
kecuali usaha yang jelas dilarang agama. Prinsip ini dapat ditemukan dalam firman
Allah SWT ”Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah telah
menundukkan untuk (memenuhi kepentingan)-mu apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi serta menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin (Q. S
Page 72
Luqman : 20). Ayat ini tidak menunjukan jenis usaha kegiatan ekonomi, melainkan
segala yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia baik yang terdapat dibumi
maupun di langit merupakan bahan-bahan yang dipersilahkan untuk digali atau di
cari.
2. Hasil usaha setiap orang akan kembali kepada dirinya sendiri baik laki maupun
perempuan “Bagi orang laki-laki ada bagian dari hasil usaha mereka dan bagi
perempuan pun ada bagian dari hasil usaha mereka (Q.S An-Nisa : 32).
3. Dalam kegiatan ekonomi diharamkan menganiaya dengan menerjang hak atas harta
orang Islam lainnya sebagaimana hadits Nabi SAW “ Semua muslim atas muslim
lainya haram darahnya, kehormatannya dan hartanya (H.R. At-Tirmizi). Hadist ini
mengajak kaum muslimin dalam melakukan kegiatan ekonomi untuk tidak melakukan
penganiyaan dan usaha yang dapat menciderai hak, harta dan bahkan darah orang
muslim lainnya, demi untuk mencapai tujuan ekonominya. Karena perbuatan yang
demikian itu termasuk perbuatan haram. Jadi tidak semua cara boleh dilakukan untuk
memperoleh harta, termasuk dengan mengorbankan hak orang muslim lainnya.
4. Bahwa Allah SWT menghalalkan kegiatan jual beli dalam kegiatan ekonomi dan
mengharamkan riba. Prinsip ini ditemukan Al-Qur‟an “Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharankam riba (Q.S Al-Baqarah : 275).
5. Prinsip kelima ekonomi Islam adalah pemerataan peredaran harta dikalangan
masyarakat. Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di
antara kamu sekalian (Q.S Al-Hasy : 7). Berdasarkan prinsip ini, maka ada
kewajiban
bagi
para
pemimpin
(penguasa)
untuk
mengendalikan distribusi (peredaran) harta dalam masyarakat, sehingga setiap
anggota masyarakat dapat memperoleh harta yang diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Oleh karena itu pula Islam melarang penimbunan harta
dengan tujuan untuk menjual dengan harga lebih tinggi sehingga memperoleh
keuntungan yang besar. Dalam kaitannya dengan prinsip ekonomi Islam Goenawan
Muhammad dalam Ahmad Ramzy Tadjoedin (1992 : 61) menawarkan dasar sebagai
berikut :
1. Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan
digunakan untuk kegiatan yang halal.
2. Larangan menimbun harta sehingga menjadikannya terlantar.
3. Dalam harta benda terdapat hak orang miskin yang selalu meminta. Oleh karena itu
harus dinafkahkan sehingga tercipta pembagian rezki kepada umat.
4. Setiap hak milik pribadi sampai batas tertentu dikenai zakat
5. Membolehkan perniagaan dan melarang riba
6. Dalam bekerjasama tidak dibedakan suku dan keturunan karena yang menjadi ukuran
yang membedakannya adalah prestasi kerja.

Page 73
C.Ciri Ekonomi Islam
Ciri-ciri ekonomi Islam yang membedakan nya dengan sistem ekonomi lainya
adalah :
1.

Ekonomi Islam merupakan bagian dari system Islam. Karena ekonomi Islam
berhubungan erat dengan akidah maupun syari‟ah.
Dalam hubungan dengan akidah tercermin dalam pandangan Islam bahwa
seluruh alam dengan isinya ini dititahkan-Nya untuk patuh dan mengabdi kepada
kepentingan manusia. Kemudian dalam cara bermu‟amalah orang Islam menjiwai
masalah halal dan haram yang menjadi perhatian dalam bermuamalah. Dalam setiap
aktivitasnya termasuk kegiatan ekonomi orang Islam meyakini adanya pengawasan
oleh Allah SWT, sehingga dalam aktivitasnya terkendali untuk tidak melakukan
kecurangan misalnya dalam berjual beli, menipu dan sebagainya.

2.
3.
4.

Ekonomi Islam bersifat pengabdian.
Kegiatan ekonomi dalam Islam untuk mencapai cita-cita luhur
Ekonomi Islam memenuhi keseimbangan antara kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat.
6. Dalam kegiatan ekonomi Islam, syari‟at menjadi dasar/norma dalam pelaksanaannya
yang berlaku secara menyeluruh baik terhadap pribadi, keluarga, kelompok
masyarakat, maupun pengusaha.
7. Ekonomi Islam akan mencapai keuntungan di dunia dan di akherat, sebagaimana
dalam do‟a “Ya, Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat.

D.Tujuan Ekonomi Islam
Tujuan ekonomi Islam adalah :
1. Menerapkan azas efisiensi (penghematan) dan manfa‟at dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan.Artinya bahwa dalam kegiatan ekonomi Islam, tidak dibenarkan
memanfa‟atkan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dengan mengabaikan
kelestarian
lingkungan
serta
secara
berlebihan
mengeksploitir
dan
memanfa‟atkannya. ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan
manusia supaya mereka kembali kejalan yang benar (Q.S Ar-Rum : 41).
2. Mencapai masyarakat yang berkehidupan sejahtera di dunia dan di akherat.
Tujuan ekonomi Islam adalah : pertama, memenuhi kebutuhan hidup seseorang
secara sederhana,kedua, memenuhi kebutuhan keluarga ketiga, memenuhi kebutuhan jangka
panjang, keempat, menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan kelima, memberikan
bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan Allah (Muhammad Nejatullah Ash-Siddiqi,
1991 : 15)
Page 74
BAB XI
SISTEM POLITIK ISLAM
A.Pengertian
Politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan, segala usaha dan tindakan
mengenai pemerintahan Negara, kebijakan; cara bertindak dalam menghadapi suatu
masalah (KBBI, 1989 : 694). Dengan demkian politik berarti segala usaha dan siasat atau
strategi mengatur pemerintahan dan kekuasaan suatu negara atau cara bertindak dalam
memecahkan suatu masalah serta kebijakan menghadapi negara lain. Dalam ilmu
fiqih, siyasah atau politik merupakan ajaran Islam yang mengatur sistem kekuasaan dan
pemerintahan berdasarkan ajaran Islam. Garis besar fiqih siyasah meliputi : (1). Siyasah
Dusturiyah yang tata Negara dalam Islam (2) Siyasah Dauliyah yang berisi politik yang
mengatur hubungan antara suatu Negara Islam dengan negara Islam yang lain atau
dengan Negara lain (3). Siyasah Maaliyah yang mengatur sistem ekonomi Negara.
B. Prinsip-Prinsip Politik Dalam Islam
1. Prinsip Persamaan
Persamaan berarti prihal mempersamakan atau keadaan yang sama atau serupa
dengan yang lain; persesuaian (KBBI, 1989: 774). Manusia lahir dalam fitrrah yang
sama dari satu keturunan Adam. Dalam pandangan Allah manusia tidak dibedakan atas
ras, kulit suku bangsa dan keturunan. Dihadapan Allah manusia setara. Perbedaan itu
baru nampak apabila manusia mempunyai kualitas yang dalam Islam disebut dengan
taqwa. Itulah manusia yang paling mulia dalam pandangan Allah, sebagaimana firman
Allah “Manusia diciptakan dari jenis laki-laki dan perempuan, kemudian dijadikan
manusia itu bersuku-suku, berkabilah-kabilah agar manusia saling mengenal.
Sesungguhnya manusia yang paling mulia diantara manusia lainnya disisi Allah
adalah yang paling bertaqwa (Q.S. Al-Hujurat : 13).
(1). Persamaan Hak dalam Hukum
Wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian orang yang teguh dan bersaksi kepada
Allah dengan adil dan janganlah kalian menjadikan urusan satu kaum menyebabkan
kalian berlaku tidak adil. Maka berlaku adillah kalian sesungguhnya ia lebih dekat
kepada ketaqwaan dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha
mengetahui terhadap apa yang kalian perbuat (Q.S Al-Maidah : 8).
(2). Persamaan Hak memperoleh Keadilan
Janganlah sekali-kali kebencianmu pada orang lain mendorong kamu untuk bertindak
melampaui batas (Q.S. Al Maidah: 2). Seandainya Fatimah binti Muhammad
Page 75
mencuri maka akan aku potong tangannya (HR.Bukhari-Muslim). Wahai orangorang yang beriman, jadilah engkau sebagai penegak keadilan hanya kerena Allah
sebagai saksi bagi (kebenaran) dan keadilan (QS An-Nisa‟:135)
(3). Persamaan Hak memperotes penyelewengan Hukum
Setiap orang (sipil maupun penguasa) berhak memprotes penyelewengan hukum yang
dilakukan oleh para hakim. Tiadalah bagi orang zalim sahabat karib atau pembela
dapat diikuti (Q.S Al-Mukmin : 81). Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa seorang
Yahudi melapor kepada Umar bin Khattab karena Amr bin Ash (Gubernur Mesir)
telah menggusur tanahnya. Dengan keras Umar menegur Amr bin Ash, sehingga ia
mengembalikan tanah orang Yahudi tersebut.
(4). Persamaan kedudukan dalam Pemerintahan
Keikutsertaan wanita dalam berperang dengan kami dilakukan secara bergiliran.
2. Prinsip Toleransi (Tasamuh)
Toleransi adalah sikap atau sifat menenggang) menghargai, membiarkan, membolehkan)
pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan, kebiasaan dan sebagainya) yang
berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendirian sendiri (KBBI,1989 : 955).
(1). Perdamaian
Perdamaian merupakan salah satu upaya untuk tidak melakukan suatu pertikaian atau
peperangan. Perdamaian adalah pilihan yang dilakukan oleh kedua pihak yang bertikai.
Perdamaian diawali dengan sebuah perjanjian untuk tidak melakukan pertikaian atau
peperangan. Dalam hal perjanjian para ahli fiqh membagi kepada dua bagian
yaitu Aam dan khas(Khudari Beik, 1965 : 64-66). Secara umum (Aam) umat Islam harus
menghargai arti sebuah perjanjian, sebagaimana tergambar dalam Al-Qur‟an : Tepatilah
perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpahsumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai
saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (Q.S An-Nahl : 91). Secara
khusus (Khas) umat Islam dilarang melanggar perjanjian, kecuali apabila dilanggar maka
perjanjian itu hanya berlaku sampai batas waktu yang ditentukan, sebagaimana firman Allah:
Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka dan
mereka tidak mengurangi sesuatu dari perjanjian itu dan mereka tidak membantu seseorang
yang memusuhimu, maka terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas waktunya (QS At
-Taubah : 4).
(2). Peperangan
Peperangan suatu kenyataan yang sulit dihindari karena dilatar belakangi berbagai
kepentingan. Namun Islam mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perang seperti :
Page 76
1.

Larangan menyiksa musuh dengan api “Hukuman dengan api tidak berhak dilakukan
oleh siapapun kecuali oleh Yang Maha Penguasa Api (HR. Abu Dawud). Dengan
demikian dapat dimaknai bahwa dalam peperangan kita tidak dibolehkan membakar
musuh secara hidup-hidup.

2.

Tawanan perang tidak boleh dibunuh.

3. Prinsip Keadilan
Adil menurut Ibnu Maskawaih ialah sifat yang utama bagi setiap manusia, yang timbul dari
tiga sifat utama yaitu Al-Hikmah (Kebijaksanaan), Al-Iffah (memelihara diri dari ma‟siat)
dan Asy-Syaja‟ah (keberanian). Ketiga sifat itu saling berdampingan yang tunduk kepada
kekuatan pembeda sehingga tidak saling mengalahkan dan masing-masing tidak berjalan
sendiri. Yang dimaksud sifat adil ialah memberikan hak kepada yang berhak dengan tidak
membeda-bedakan antara orang-orang yang berhak itu, dan bertindak terhadap orang yang
salah sesuai dengan kejahatan dan kelalaiannya tanpa mempersukar dan pilih kasih (Ahmad
Muhammad al-Hufy, 1978 : 133).
Keadilan menurut al-Qur‟an meliputi :
a.
b.

c.

d.

e.

Keadilan Allah yang bersifat mutlak. Dalam al-Qur‟an dijelaskan bahwa Allah
adalah Dzat yang menegakkan keadilan (Q. S Ali Imran : 18).
Keadilan syari‟at-Nya yang dijelaskan oleh Rasul SAW. Al-Qur‟an menyatakan
bahwa agama Allah adalah agama yang dibawa oleh Muhammad SAW adalah
agama yang benar yang berasal dari agama nabi Ibrahim yang lurus (Q. S AlAn‟am : 161).
Keadilan firman-Nya atau ayat-ayat-Nya tertuang di dalam al-Qur‟an yang
dinyatakan bahwa Allah SWT telah menurunkan al-Kitab dalam neraca
keadilan, agar manusia dapat menegakkan kedilan (Q. S Al-Maidah : 25).
Keadilan yang ditetapkan untuk manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Allah
menyerukan agar orang-orang yang beriman dapat menegakkan keadilan hanya
karena Allah dan tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi.
Keadilan terhadap alam semesta ciptaan-Nya. Allah menciptakan manusia
dalam keseimbangan, keserasian yang sangat indah menjadikan alam semesta
serba berimbang (Q. S Ar-Ra‟ad : 2).

Bentuk keadilan dalam kehidupan, misalnya adil dalam menetapkan hukum kepada seseorang
yang sedang berperkara, adil dalam pembagian harta sesuai dengan kapasitas, tanggung
jawab, jabatan, kepatutan dan sebagainya.
4. Prinsip Kebebasan (Al-Hurriyah)
Kebebasan yang dimiliki oleh setiap orang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu yang dijamin oleh peraturan macam kebebasan manusia misalnya
kebebasan beragama yaitu setiap manusia bebas memilih dan memeluk suatu agama
Page 77
sesuai dengan keyakinannya, tidak seorangpun berhak memaksa untuk memilih atau
tidak memilih suatu agama. Kebebasan bermusyawarah dan berkumpul untuk
menyatakan pikiran dan kebebasan berpindah tempat tinggal sesuai pilihan.
5. Prinsip musyawarah
Al-Qur‟an menggunakan istilah syuura untuk menyebut musyawarah,
sebagaimana firman Allah “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau bersikap
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau berlaku kasar dan keras, niscaya
mereka akan menjauhkan diri darimu, karena itu ma‟afkanlah mereka dan mohonlah
ampun untuk mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka tentang urusan mereka.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah (Q. S Ali Imran : 159). Prinsip musyawarah dalam sistem pemerintahan Islam
telah dicontohkan melalui pergantian kepemimpinan Khulafa al-Rasyidin sepeninggal
nabi. Dalam pemilihan Abu Bakar telah melalui suatu proses yang cukup seru yang
melibatkan seluruh umat Islam secara langsung maupun tidak langsung.Umar
mendukung Abu Bakar yang sering saling silang pendapat dengannya yang
memerlukan penengah yaitu nabi sendiri. Proses ini berjalan cukup sehat, karena
ternyata yang terpilih adalah seorang tokoh yang menonjol bukan karena kekuatan
sukunya melainkan karena akhlaknya atau kepribadiannya.
C. Kebijakan Politik Luar Negeri.
Kebijakan politik luar negeri dalam Islam menurut Ali Anwar dalam (Tim Dosen PAI
UGM, 2005 : 172) antara lain adalah :
a.

b.

c.

d.

Saling menghormati fakta-fakta dan perjanjian, sebagaimana terdapat dalam
al-Qur‟an “Jika kamu khawatir suatu kelompok akan mengkhianati,
batalkanlah perjanjian itu, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berkhianat (Q. S at-Taubah : 47, An-Nahl : 91).
Kehormatan dan integrasi Nasional, sebagaimana firman Allah “Janganlah
kamu seperti perempuan yang mengurai-urai tenunan, dengan membuat
sumpahmu sebagai tipu muslihat, agar kamu dapat menjadi yang lebih kuat
dari pada yang lain. Sungguh Allah mengujimu dengan sumpahmu. Pada hari
qiamat akan Kami jelaskan kepadamu segala yang kamu perselisihkan (Q. S
An-Nahl : 92).
Keadilan universal Internasional, sebagaimana dinyatakan oleh al-Qur‟an
: ”Hai orang-orang yang beriman, tegakkanlah keadilan dalam menjadi saksi
yang adil, karena Allah. Janganlah kebencianmu kepada suatu kelompok
mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
sangat mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S Al-Maidah : 8).
Menjaga perdamaian abadi.

Page 78
e.
f.

g.

h.
i.

Menjaga ketenteraman Negara-negara lain, sebagaimana firman Allah Q. S
An-Nisa‟ : 89-90)
Memberi perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang hidup di
Negara lain, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur‟an “Orang-orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah
dan orang Anshar yang memberi tempat tinggal dan menolong Muhajirin,
mereka itu saling jadi penolong bagi yang lain. Tetapi orang beriman yang
tidak bersedia hijrah kamu tidak wajib melindunginya, sampai mereka
berhijrah. Kecuali jika mereka minta pertolongan dalam urusan agama, maka
kamu wajib memberi pertolongan, kecuali yang telah ada perjanjian
denganmu. Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan (Q. S. Al-Anfal : 72).
Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral. “Allah tidak melarang kamu
bergaul dengan orang yang tidak memerangi kamu karena agama. Dan tidak
mengusir kamu dari kampung halamanmu, untuk berbuat baik dan berlaku
adil. Sungguh Allah mencintai orang yang berlaku adil. “Allah hanya
melarang kamu berteman dengan orang yang memerangi kamu, karena
agama dan mengusir kamu dari tempat tinggalmu, serta membantu mereka
yang mengusir kamu. Siap yang menjadikan mereka sebagai kawan, dialah
orang yang zalim (Q. S Al-Mumtahanah : 8-9).
Kehormatan dalam hubungan Internasional ”Perbuatan yang baik dibalas
dengan baik (Q. S Ar-Rahman : 60).
Persamaan Keadilan untuk para penyerang, sebagaimana termuat dalam firman
Allah “Jika kamu membalas, lakukanlah dengan balasan setimpal, jika kamu
sabar, tindakan itu lebih baik (Q.S. An-Nahl : 126). “Kejahatan dibalas
dengan kejahatan yang setimpal, tetapi yang bersedia mema‟afkan dan damai
maka pahalanya pada sisi Allah, Allah sungguh tidak menyukai orang yang
berlaku zalim (Q. S Asyu-Syura : 4)

D. Prinsip-Prinsip Negara Islam
Prinsip yang akan dikemukakan disini menyangkut prinsip Undang-Undang Dasar
Negara Islam, Warga negara dan Pemerintahan Negara, yang dukutip dalam Abul „Ala alMaududi (1998 : 352-354) yaitu :
1.

Prinsip-prinsip Undang Undang Dasar Negara Islam mencakup :
a)
Kedaulatan tertinggi atas alam semesta dan hukum hanya berada ditangan
Allah semata.
b)
Hukum dan perundang-undangan Negara serta peraturan-peraturan yang
berada dibawahnya harus diundangkan berdasarkan al-Qur‟an dan asSunnah dan tidak diperkenankan diundangkan jika bertentangan dengan alQur‟an dan as-sunnah.
c)
Negara tidak didasarkan pada konsep geografi, rasial, bahasa dan yang
lainya, melainkan pada prinsip dan cita-cita ideologi Islam.

Page 79
d)

e)

f)

Negara wajib untuk mempertahankan serta menegakkan amar ma‟ruf nahi
mungkar, menghidupkan pola budaya Islam dan mengatur pendidikan
Islam.
Negara wajib memperkuat tali silaturrahim dikalangan kaum muslimin di
dunia untuk mencegaah timbulnya kecenderungan disebabkan ras,bahasa
ataupun wilayah serta memperkuat Millah Al-Islamiyah.
Negara akan menjamin kebutuhan pokok hidup, sandang, pangan, papan,
kesehatan pendidikan bagi semua warga Negara tanpa membedakan.

2. Prinsip Tentang hak-hak warga negara
a) Warga negara harus diberi semua hak yang ditetapkan oleh hukum Islam,
yaitu bahwa mereka akan dijamin, dengan batas-batas hukum tersebut,
keamanan hidup, kekayaan, kehormatan, kemerdekaan beragama,
kemerdekaan beribadah , kemerdekaan mengeluarkan pendapat, kemerdekaan
berserikat, kemerdekaan bekerja, kesamaan kesempatan dan haknya untuk
memanfa‟atkan semua pelayanan umum.
b) Tidak seorangpun yang berhak merampas hak warga Negara kecuali melalui
putusan hukum. Tidak seorangpun warga negara dapat divonis sebelum diberi
kesempatan membela diri.
c) Semua mazhab pemikiran muslim yang diakui berada dalam batas-batas
hukum, akan memperoleh kemerdekaan agama, semua berhak
menyebarluaskan perintah keagamaan kepada penganutnya dan berhak
mempropagandakan pandangan-pandangan mereka.
d) Warga negara non muslim dalam batas-batas hukum akan memiliki
kemerdekaan beragama dan beribadah, kemerdekaan menganut cara hidup
kebudayaan dan pendidikan agama, diberi hak untuk menyelenggarakan
hukum pribadi mereka sejalan dengan aturan agama, adat istiadat dan tradisi
masing-masing.
e) Semua kewajiban yang diemban negara ,dalam batas-batas hukum atas warga
Negara non Muslim akan sepenuhnya dihormati. Mereka akan diberi hak sama
dengan warga negara Muslim untuk memperoleh hak-hak kewarganegaraan.
f) Kepala Negara harus selalu seorang laki-laki Muslim yang ketaqwaan,
kearifan dan kesehatannya menjadi pertimbangan utama, dipercaya oleh
rakyat atau wakil-wakil yang dipilih.
g) Tanggungjawab penyelenggaraan Negara terutama akan berada ditangan
Kepala Negara, meskipun dia boleh mendelegasikan bagian-bagian
kekuasaannya kepada individu maupun lembaga manapun.
3. Prinsip Pemerintahan Negara
a. Kepala Negara jangan berfungsi secara otokratik, tetapi secara musyawarah,
yaitu dalam melaksanakan tugasnya selalu bermusyawarah dengan orang-

Page 80
b.

c.
d.

e.

f.

g.
h.

orang yang memegang tanggung jawa dalam pemerintahan dan wakil-wakil
yang dipilih .
Kepala Negara tidak mempunyai hak untuk mencabut UUD seluruhnya atau
sebagiannya, atau menyelenggarakan pemerintahan tanpa Majelis
Permusyawaratan.
Badan yang diberi wewenang untuk memilih Kepala Negara akan memiliki
kewenangan untuk memberhentikannya melalui suara mayoritas.
Mengenai hak-hak kewarga negaraan, Kepala Negara sama kedudukannya
dengan kaum muslimin lainnya dan tidak diperkenankan berada di atas
hukum.
Semua warga Negara apakah anggota pemerintahan, pejabat maupun pribadi,
akan berada dibawah hukum yang sama serta yurisdiksi pengadilan yang
sama.
Yudikatif harus terpisah dan indefenden dari pihak-pihak ekskutif, sehingga
lembaga ini tidak dapat dipengaruhi oleh pihak eksekutif dalam melaksanakan
tugasnya.
Penyebarluasan dan publikasi pandangan serta ideologi yang dianggap
mengancam prinsip dan cita-cita dasar Negara Islam akan dilarang.
Berbagai wilayah Negara harus dianggap sebagai unit-unit pemerintahan dari
satu Negara. Wilayah-wilayah ini tidak akan dijadikan wilayah yang sifatnya
rasial, linguistik atau kesukuan, tetapi hanya sebagai wilayah-wilayah
pemerintahan yang boleh diberi kekuasaan-kekuasaan di bawah supremasi
pusat, sebagaimana yang dianggap perlu untuk kemudahan administratif.

E. Kepala Negara dalam Islam
1. Syarat pengangkatan Kepala Negara
Ada enam syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Kepala Nagera dalam
Negara Islam yaitu :
a. Keseimbangan (adil) yang memenuhi semua kreteria.
b. Sempurna panca indra, sehat pendengaran, penglihatan, pengecapan dan
sebagainya, sehingga ia mampu menangkap dengan tepat dan benar apa yang
ditangkap oleh indranya itu.
c. Mempunyai ilmu pengetahuan, sehingga ia mampu membuat kebijakan hukum
dan melakukan ijtihad untuk menghadapi kejadian-kejadian yang timbul.
d. Mempunyai anggota tubuh yang lengkap sehingga ia dapat bergerak dengan
cepat dan tepat.
e. Mempunyai visi pemikiran yang baik sehingga ia dapat membuat kebijakan
untuk memenuhi kepentingan rakyatnya dalam mewujudkan kemaslahatan
mereka.
f. Mempunyai sifat keberanian menjaga rakyat dengan mempertahankan mereka
dari serangan musuh (Imam Al-Mawardi, 2000 : 18).
Page 81
2. Tugas Umum Kepala Negara
Kepala Negara dalam negara Islam mengemban tugas sebagai berikut :

a.

Menjaga agama agar tetap di atas pokoknya yang konstan dan sesuai dengan
pemahaman yang dipakai oleh generasi salaf umat Islam.Apabila timbul
pembuat bid‟ah atau pembuat kesesatan.ia berkewajiban untuk menjelaskan
hujjah kebenaran bagi Islam dan menjelaskan pemahaman yang benar kepada
mereka serta menuntutnya sesuai dengan hak-hak dan aturan hukum yang
berlaku, sehingga agama terjaga dari kecurangan dan pemahaman yang salah.

b.

Menjalan hukum antara pihak yang bertikai dan memutuskan permusuhan
antara pihak yang berselisih, sehingg keadilan dapat dirasakan oleh semua
orang. Tidak ada orang zalim yang berani berbuat aniaya dan tidak ada orang
yang dizalimi yang tidak mampu membela dirinya.

c.

Menjaga keamanan masyarakat sehingga manusia dapat hidup tenang dan
bepergian dengan aman tanpa takut mengalami penipuan dan ancaman atas
diri dan hartanya.

d.

Menjalankan hukum had sehingga larangan-larangan Allah tidak ada yang
melanggarnya dan menjaga hak-hak hamba-Nya agar tidak hilang binasa.

e.

Menjaga perbatasan negara dengan perangkat yang memadai dan kekuatan
yang dapat mempertahankan Negara, sehingga musuh-musuh Negara tidak
dapat menyerang Negara Islam dan tidak menembus pertahanannya serta tidak
dapat mencelakakan kaum muslimin atau kalangan kafir mu‟ahad (yang diikat
janjinya).

f.

Berjihad melawan pihak yang menentang Islam setelah disampaikan dakwah
kepada mereka sehingga ia masuk Islam atau masuh dalam jaminan Islam
atau dzimmah. Dengan demikian usaha untuk menjunjung tinggi agama Allah
di atas agama-agama seluruhnya dapat diwujudkan.

g.

Menarik fai-i dan memungut zakat sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh syari‟at Islam secara jelas dalam nash dan ijtihad.

h.

Menentukan gaji dan besarnya „atha kepada rakyat dan pihak yang
mempunyai bagian dari baitul-maal, tanpa berlebihan atau kekurangan dan
memberikannya pada waktunya tidak lebih dahulu dari waktunya dan tidak
pula menundanya hingga lewat waktunya.

i.

Mengangkat apejabat-pejabat yang terpeprcaya dan menghengkataorang-orang
yang kompeten untuk membantunya dalam menunaikan amanah dan
wewenang yang ia pegang dan mengatur harta ayangberada dibawah
wewenangnya sehaingga tugas-tugas dapat adikerjakan dengan sempurna dan
harta Negara terjaga dalam pengetauran aorang –orangf terpeprpcaya

j.

Melakukan sendiri inspeksi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh para
pembantunya dan mengevaluasi pelaksanaan proyek, sehingga ia sendiri dapat
Page 82
menentukan kebijakan politik umat Islam dengan baik dan menjaga Negara. Ia
tidak boleh menyerahkan tugas ini kepada orang lain, karena sibuk menikmati
kelezatan atau beribadah, karena orang yang terpercaya sekalipun dapat saja
menjadi pengkhianat dan orang yang baik dapat saja berubah menjadi penipu
(Imam Al-Mawardi, 2000 : 37-38).

Page 83

More Related Content

PPT
Suhu dan kalor
PPTX
PPT Suhu dan Kalor
DOCX
Makalah Konsep Manusia Menurut Islam
PDF
contoh Jadwal ronda
PPTX
Promosi, rotasi & demosi
PPTX
Diabetes Mellitus
PPTX
Hypertension
PPTX
Republic Act No. 11313 Safe Spaces Act (Bawal Bastos Law).pptx
Suhu dan kalor
PPT Suhu dan Kalor
Makalah Konsep Manusia Menurut Islam
contoh Jadwal ronda
Promosi, rotasi & demosi
Diabetes Mellitus
Hypertension
Republic Act No. 11313 Safe Spaces Act (Bawal Bastos Law).pptx

What's hot (20)

PPTX
IPTEK dalam Pandangan Islam
DOCX
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
DOCX
Tugas makalah agama
DOCX
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
PPTX
Studi islam dalam pendekatan historis
DOCX
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
DOCX
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
PPS
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
PPTX
Akhlak, Moral, dan Etika dalam Islam
PPTX
Presentasi Tauhid
DOCX
Makalah sejarah munculnya teologi islam
DOCX
Pertanyaan presentasi
PPTX
ruang lingkup ajaran agama Islam
PDF
Ciri-ciri Teks Akademik
DOC
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
PPTX
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
DOCX
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
PPSX
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
PPTX
Karakteristik islam
PPTX
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
IPTEK dalam Pandangan Islam
Kumpulan pertanyaan & jawaban mata kuliah filsafat ilmu
Tugas makalah agama
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Studi islam dalam pendekatan historis
Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
Akhlak, Moral, dan Etika dalam Islam
Presentasi Tauhid
Makalah sejarah munculnya teologi islam
Pertanyaan presentasi
ruang lingkup ajaran agama Islam
Ciri-ciri Teks Akademik
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Materi soal dan jawaban mata kuliah sejarah peradaban islam
Perbedaan antara Al-Qur'an, Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi
Karakteristik islam
Pengertian syari’ah dan ruang lingkup syari’ah
Ad

Similar to Materi kuliah pai (20)

PPTX
PPT.DIK AGAMA ISLAM.pptx
PPTX
PPT Studi Islam kelompok 10.pptx
DOC
Manusia dan-alam-semesta-new
DOCX
Modul 1 pai
PPT
Pai 3 kebutuhan agama 2003
PPT
Pai 3 kebutuhan agama 2003
DOCX
Konsep islam tentang manusia
PPTX
presentasi unisma 3 INTEGRSI ISLAM DAN SAINS
PPTX
Pai poltek bab 2
PPTX
Pai poltek bab 2
RTF
Hakikat manusia bab I
PPTX
1. MANUSIA DAhdidkfjjdkxkxkkxkxjxjN AGAMA.pptx
PPTX
Kuliah 2 Manusia dan agama Pengertian Agama. Subjek MPU 2024
PDF
American Piety : The Nature of Religious Commitment
PPTX
Ppt kons. agama
PDF
konsep manusia menurut islam
DOCX
bimbingan konseling.docx
PPTX
psikologi dalam islam
PPTX
Ilmu kalam
PPTX
Tugas pai 2
PPT.DIK AGAMA ISLAM.pptx
PPT Studi Islam kelompok 10.pptx
Manusia dan-alam-semesta-new
Modul 1 pai
Pai 3 kebutuhan agama 2003
Pai 3 kebutuhan agama 2003
Konsep islam tentang manusia
presentasi unisma 3 INTEGRSI ISLAM DAN SAINS
Pai poltek bab 2
Pai poltek bab 2
Hakikat manusia bab I
1. MANUSIA DAhdidkfjjdkxkxkkxkxjxjN AGAMA.pptx
Kuliah 2 Manusia dan agama Pengertian Agama. Subjek MPU 2024
American Piety : The Nature of Religious Commitment
Ppt kons. agama
konsep manusia menurut islam
bimbingan konseling.docx
psikologi dalam islam
Ilmu kalam
Tugas pai 2
Ad

Recently uploaded (20)

PDF
Panduan Praktikum Administrasi Sistem Jaringan Edisi 3 (Proxmox VE 9.0).pdf
PDF
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Indonesia Kelas 1 Kurikulum Merdeka
PDF
Modul Ajar Deep Learning Pendidikan Pancasila Kelas 5 Kurikulum Merdeka
PDF
Modul Ajar Deep Learning PJOK Kelas 5 Kurikulum Merdeka
PPTX
Kokurikuler dalam Pembelajaran Mendalam atau Deep Leaning
DOCX
Download Modul Ajar Kurikulum Berbasis Cinta ( KBC ) Fiqih Kelas 10 Terbaru 2025
PPTX
Bahan Ajar PAI 8 BAB 2 iman kepada kitab Allah.pptx
DOCX
Modul Ajar Deep Learning PKWU Kerajinan Kelas 11 SMA Terbaru 2025
PDF
Stop Bullying NO Bully in school SMA .pdf
DOCX
Power poit Rubrik Penilaian LK 8 KP 6.docx
DOCX
Modul Ajar Deep Learning Fisika Kelas 12 SMA Terbaru 2025
PPTX
PPT MODUL 3 PENYELARASAN VISI MISI DENGAN OEMBELAJARAN MENDALAM
DOCX
Download Modul Ajar Kurikulum Berbasis Cinta ( KBC ) SKI Kelas 7 MTs
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas XI SMA Terbaru 2025
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam Fisika Kelas XII SMA Terbaru 2025
PDF
Modul Ajar Deep Learning Matematika Kelas 4 Kurikulum Merdeka
PPT
Tugas Modul 1.Konsep Pola Pikir Bertumbuh.ppt
PPTX
Power Point Materi Tanda Baca Kelas III SD
PPTX
EFS (Modern Filing and Document Management)_Training *Effective E-Filing & Do...
PDF
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Inggris Kelas 1 Kurikulum Merdeka
Panduan Praktikum Administrasi Sistem Jaringan Edisi 3 (Proxmox VE 9.0).pdf
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Indonesia Kelas 1 Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Deep Learning Pendidikan Pancasila Kelas 5 Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Deep Learning PJOK Kelas 5 Kurikulum Merdeka
Kokurikuler dalam Pembelajaran Mendalam atau Deep Leaning
Download Modul Ajar Kurikulum Berbasis Cinta ( KBC ) Fiqih Kelas 10 Terbaru 2025
Bahan Ajar PAI 8 BAB 2 iman kepada kitab Allah.pptx
Modul Ajar Deep Learning PKWU Kerajinan Kelas 11 SMA Terbaru 2025
Stop Bullying NO Bully in school SMA .pdf
Power poit Rubrik Penilaian LK 8 KP 6.docx
Modul Ajar Deep Learning Fisika Kelas 12 SMA Terbaru 2025
PPT MODUL 3 PENYELARASAN VISI MISI DENGAN OEMBELAJARAN MENDALAM
Download Modul Ajar Kurikulum Berbasis Cinta ( KBC ) SKI Kelas 7 MTs
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas XI SMA Terbaru 2025
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam Fisika Kelas XII SMA Terbaru 2025
Modul Ajar Deep Learning Matematika Kelas 4 Kurikulum Merdeka
Tugas Modul 1.Konsep Pola Pikir Bertumbuh.ppt
Power Point Materi Tanda Baca Kelas III SD
EFS (Modern Filing and Document Management)_Training *Effective E-Filing & Do...
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Inggris Kelas 1 Kurikulum Merdeka

Materi kuliah pai

  • 1. BAB I MANUSIA DAN AGAMA A. HAKIKAT MANUSIA 1. Berbagai pandangan tentang manusia : Dalam pandangan teori kognitif bahwa manusia adalah homo sapiens yaitu makhluk berpikir. Tidak lagi manusia dipandang sebagai makhluk yang melakukan reaksi terhadap lingkungannya secara pasif. Akan tetapi merupakan makhluk yang berusaha memahami lingkungan dan makhluk yang selalu berpikir. Di dalam al-qur’an banyak ayat yang mendorong manusia untuk menggunakan akalnya dalam memahami alam, seperti afala ta’qilun, afala tatafakkarun. Manusia dalam pandangan teori behaviorisme adalah makhluk homo mechanicu (manusia mesin). Aliran ini berpendapat bahwa segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan oleh aspek rasional dan emosional. Filosof Immanuel Kant menempatkan manusia pada tiga wujud : wujud epistimologis yaitu apa yang mesti ia kenal, wujud etis yaitu apa yang mesti ia lakukan dan wujud religius yaitu apa yang mesti ia harapkan. Dalam pandangan Soren Kierkegaard bahwa manusia sebagai makhluk memerlukan tiga kelengkapan hidup yaitu estetis. Dengan kemampuan estetis itu manusia mampu menangkap dunia sekitarnya sebagai dunia yang mengagumkan serta mengungkapkannya kembali melalui lukisan yang indah, tarian yang mempesona. Kemudian kelengkapan etis. Dengan kelengkapan etis manusia mampu meningkatkan estetis secara sempurna kearah yang lebih manusiawi dan bertanggungjawab. Sedangkan kelengkapan religius mengantarkan manusia mengenal yang transendental sehingga menusia menyadari perlunya pendekatan kepada Tuhan yang semakin menuju kesempurnaan yang akan melepaskan dirinya dari rasa kekuatiran.(Syamlan Sulaiman, 1988 : 15). Karl Marx berpandangan bahwa manusia adalah makhluk Homo faber yaitu makhluk pekerja. Manusia bekerja memproduksi bahan alami menjadi bahan yang ekonomis yang dipergunakannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka untuk itu ia harus bekerja. Dalam pandangan Aristotles bahwa manusia disebutnya sebagai Homo Socius yaitu makhluk sosial. Karena manusia mempunyai kodrat untuk hidup bermasyarakat. Page 1
  • 2. Dalam al-Qur’an disebut dengan hablum minannas hubungan manusia dengan sesama manusia. membentuk Dalam pandangan Islam manusia dalah makhkuk ciptaan Allah yang terdiri dari tubuh atau jasad dan ruh. Kedua insur ini senyawa, sehingga terwujud proses dan mekanisme hidup. Terputusnya dua unsur ini berarti terjadinya kematian. Dalam pandangan al-Qur‟an manusia disebut dengan berbagai aspek (Dep.Agama , 2001 : 13) yaitu : Dari aspek historis penciptaannya manusia disebut Bani Adam (Q. S Al-A‟araf : 31), dari aspek biologis kemanusiaannya disebut dengan Basyar yang menggambarkan sifat kimia-biologisnya (Q.S Al-Mukminun : 33), dari aspek kecerdasannya disebut dengan insan yaitu makhluk terbaik dengan kemampuan akal menyerap ilmu pengetahuan (Q. S-Rahman : 3-4), dari segi sosiologisnya disebut dengan istilah annas yang menunjukkan sifat manusia yang berkelompok sesama jenisnya (Q.S Al-Baqarah : 21), dari segi posisinya manusia disebut abdun yang menunjukkan kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus patuh, tunduk dan merendahkan diri dihadapan Allah yang menciptanya (Q. S Saba‟ : 9). Dalam pandangan Islam manusia memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan manusia adalah : Manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaikbaiknya (Q.S 95:4), manusia dimuliakan Allah (17: 70), manusia mempunyai akal dan ilmu pengetahuan (Q.S 2:31), manusia memiliki fungsi ibadah dan khalifah (Q.S 51: 56), manusia sebagai makhluk beragama (Q.S 30 : 30), manusia mempunyai program hidup (Q.S 2 : 201), manusia memiliki kehendak dan harus bertanggungjawab (Q.S 52: 21) dan manusia memiliki kesadaran moral (Q.S 91: 78). Kelemahan manusia adalah : Manusia adalah makhluk lemah, suka berbuat aniaya dan mengingkari nikmat (Q.S 14 : 34), manusia bersifat tergesa-gesa (Q.S 21 : 37), manusia keluh kesah, kikir dan gelisah (Q.S 70:19-21) manusia suka melampaui batas (Q.S 96:6)), manusia bersifat pelupa (Q.S 2 :44), manusia cenderung menuruti nafsu (Q.S 3: 14), manusia bersifat merugi (Q.S 103 :1), manusia suka bermegah-megah (Q.S 102 :1 ), manusia suka berbantah-bantah(Q.S 102 :1 ),manusia bersifat zalim dan bodoh (Q.S 33 : 72). Dalam pandangan Murtadho Muthahhari (1984 ) bahwa manusia adalah makhluk serba dimensi yaitu : Page 2
  • 3. a. Dimensi biologis. Secara fisik manusia memerlukan makan, minum, istirahat dan menikah supaya manusia hidup tumbuh berkembang. b. Dimensi etik. Manusia mempunyai sejumlah emosi yang bersifat etis yaitu ingin memperoleh keuntungan dan menghindari kerugian. c. Dimensi Aestetika. Manusia mempunyai perhatian terhadap keindahan. d. Dimensi ketuhanan. Manusia mempunyai dorongan untuk menyembah Tuhan(Q.S Al-A‟raf). e. Dimensi potensial. Manusia memiliki kemampuan dan kekuatan berlipat ganda, karena ia dikarunia akal dan kehendak bebas sehingga ia mampu menahan hawa nafsu dan dapat menciptakan keseimbangan dalam hidupnya. f. Dimensi pengenalan diri. Manusia mempunyai kemampuan mengenal dirinya sendiri. Jika ia sudah mengenal dirinya, ia akan mencari dan ingin mengetahui siapa penciptanya, mengapa ia diciptakan, dari apa ia diciptakan, bagaimana proses penciptaannya dan untuk apa ia diciptakan ? (Man arafa nafsahu faqad arafa rabbahu) B. Fungsi manusia Ada 4 fungsi manusia yaitu : 1. Fungsi manusia terhadap pribadi yaitu memenuhi kebutuhan jasmani dan ruhani secara menyeluruh dan seimbang agar keutuhan pribadinya terjaga. 2. Fungsi manusia terhadap masyarakat yaitu memberikan pelayanan–pelayanan fisik maupun moral seperti membantu orang lain baik berupa fisik maupun non fisik. 3. Fungsi manusia terhadap alam yaitu memanfa‟atkan potensi alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan memelihara kelestariannhya agar dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia sepanjang masa. 4. Fungsi manusia terhadap Allah SWT yaitu melakukan ibadah dengan sebaikbaiknya secara benar menurut tuntunan syariat Islam. (Q.S Adz-Dzariat: 56). C. Peranan Agama Bagi Manusia 1. Agama sebagai dinamisator. Agama berperan sebagai dinamisator artinya bahwa dengan agama mampu menggerakkan umat untuk melakukan sesuatu perbuatan baik yang dilakukan secara terus-menerus. Karena Page 3
  • 4. agama memberikan jaminan bahwa apa yang diperbuat itu jika merupakan suatu kebaikan, maka akibat dari perbuatan baik itu akan kembali kepada pelaku. Dengan dengan dinamisasi kehidupan umat akan semakin menjadi produktif. 2. Agama sebagai Stabilisator Agama berperan sebagai stabilisator artinya bahwa agama mampu menstabilkan suatu keadaan yang mengalami ketidak pastian disebabkan oleh berbagai hal. Karena agama merupakan ajaran yang penuh kedamaian, kesejahteraan dan ketenteraman. Termasuk bagaimana agama mampu memberikan rasa aman dan ketenangan kepada umatnya dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi ketidakpastian. Dalam Islam terdapat konsep sabar yang dapat dijadikan sebagai penolong. Allah berfirman dalam alqur‟an” maka minta tolonglah dengan sabar dan shalat. 3. Agama sebagai Inspirator Agama dapat menjadikan seorang muslim memperoleh berbagai inspirasi, sehingga ia menjadi orang kreatif dan inovatif dengan berbagai karya yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. 4. Agama sebagai pencegah kemungkaran Orang yang beragama akan mampu mengendalikan dirinya dari berbuat kemungkaran atau kemaksiatan. Karena agama menuntut keta‟atan untuk melaksanakan berbagai kebaikan. 5. Agama menciptakan manusia kompetitif dan futuristik Banyak ayat al-qur‟an yang mendorong manusia untuk mejadi orang yang kompetitif dalam kebaikan (Fastabiqul Khairat) dan agar mempersiapkan masa depan yang pasti (waltanzur maqaddamat liqhad). 6. Agama menciptakan ketenangan jiwa manusia. Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia akan mengarahkan kemana manusia menuju. Dengan demikian arah kehidupan manusia menjadi jelas dan pasti, sehingga ia akan memerogramkan kegiatan untuk mengisi kehidupannya untuk mencapai tujuan yang pasti. Hai orang yang beriman hendaklah setiap diri mempersiapkan hari esok ( Q.S Al-Hasyr) Page 4
  • 5. BAB II KEIMANAN DAN KETAQWAAN A. Pengertian Aqidah berasal dari kata ‟aqada-ya‟qidu-‟aqidatan yang berati menghubungkan ujung yang satu dengan ujung yang lainnya sehingga menjadi satu ikatan yang kuat dan suit dibuka (Moh.Mansyur, 1997 : 17). Setelah terbentuk menjadi aqidatan (aqidah) blerarti kepercayaan (keimanan) atau keyakinan. Secara terminologi aqidah sebagaimana menurut Hasan Al-Banna adalah ‟Aqaid (bentuk jama‟ dari ‟aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakina yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan. Manurut Abu Bakar Al-Jazairi dalam Kitab aqidah al-Mukmin bahwa aqiqdah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara mudah Berdasarkan dua pengertian tersebut di atas dapat diketahu bahwa dalam memahami akidah harus secara tepat yaitu : oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan dalam hati dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu (Dep.Agama, 2001 : 102). Pertama : Setiap manusia mempunyai fitrah untuk mengakui kebenaran dengan potensi yang ia miliki untuk mencari dan menguji suatu kebenaran yang dapat dilakukan melalui indra dan akalnya. Sedangkan wahyu digunakan sebagai pedoman untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Menempatkan alat tersebut pada fungsi masing–masing untuk mendapatkan kebenaran menjadi sangat penting. Allah mengeluarkan manusia dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu, kemudian Dia memberi pendengaran, penglihatan dan hati agar manusia bersyukur (Al-An‟am : 78). (Dep.Agama, 2001 : 102). Ruang lingkup akidah Islam Ruang lingkup akidah Islam menurut Hasan Al-Banna mencakup pembahasan tentang : 1. yaitu pembahasaan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan), seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat Allah, perbuatan (af‟al) Allah dan sebagainya. 2. Ilahiyah Nubuwwah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi, rasul, mengenai kitab-kitab Allah, mu‟jizat dan sebagainya. 3. Ruhaniyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, syaithan dan ruh. 4. Sam‟iyah, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya dapat diketahui melaui sam‟i yakni dalil naqli yaitu al-Qur‟an dan As-Sunnah, seperti alam barzah, azab kubur, akhirat dan sebagainya. (Dep.Agama, 2001 : 106). Page 5
  • 6. Aqidah dalam pengertian keimanan oleh Sayid Sabiq (1978 : ) 16-17mencakup pembahasan tentang perkara berikut : 1. Ma‟rifat kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-sifat-Nya yang tinggi. Ma‟rifat dengan bukti-bukti wujud atau ada-Nya serta kenyataan sifat keagungan-Nya dalam alam semesta ini. 2. Ma‟rifat dengan alam yang ada dibalik alam semesta ini yakni alam yang tidak dapat dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang ada didalamnya yaitu yang berbentuk malaikat. Demikian pula kekuatan jahat yang berbentuk iblis dan sekalian tentaranya dari golongan syetan. Juga ma‟rifat dengan alam lain seperti jin dan ruh. 3. Ma‟rifat dengan kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul yang dijadikan batas untuk mengetahui antara yang hak dan bathil, yang baik dan yang buruk, yang halal dan yang haram. 4. Ma‟rifat dengan nabi-nabi dan rasul-rasul Allah SWT yang dipilih-Nya untuk menjadi pembimbing yang memberi petunjuk serta memimpin seluruh makhluk menuju kepada yang benar. 5. Ma‟rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada sa‟at itu, seperti kebangkitan dari kubur, memperoleh balasan pahala atau siksa, surga atau neraka. 6. Ma‟rifat kepada takdir (qadha‟ dan qadar) yang di atas landasannya itulah berjalannya peraturan segala yang ada dialam semesta ini, baik dalam penciptaannya maupun cara mengaturnya. Untuk membahas akidah Islamiyah ini marilah kita mulai dengan memperhatikan hadits Nabi riwayat Muslim dari Umar yang artinya : Iman itu adalah percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir dan percaya kepada qadar yang baik dan buruk. 1.Iman kepada Allah C. Ciri orang beriman Ciri-ciri orang yang beriman sebagaimana digambarkan dalam al-Qur‟an dapat disarikan sebagaiberikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Bergetar hatinya apabiala disebut nama Allah Imannya makin bertambah apabila dibacakan ayat Al-qur‟an Bertawakkal hanya kepada Allah Orang yang mendirikan shalat Orang yang menginfakkan rizki yang telah dikaruniakan Allah (Al-Anfal :2-3). Orang yang khusu‟ dalam shalatnya Orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak bermanfa‟at Orang yang menunaikan zakat Orang yang menjaga kemaluannya Orang yang memelihara atau menepati amanat dan janji-janjinya Page 6
  • 7. 11. Orang yang memelihara shalat-shalatnya (Al-Mukminun : 1-9) D. Pengaruh Keimanan dalam kehidupan Iman yang kuat dan tulus akan memberikan pengaruh positip dalam kehidupan sesorang antara lain : 1. Kemerdekaan jiwa dari pengaruh orang lain Keterikatan seseorang terhadap pengaruh atau kekuasaan orang lain menyebab ia tidak bebas bergerak untuk mencapai kemajuan. Karena itulah orang beriman kepada Allah akan melenyapkan keterikatannya pada kekuasaan orang lain yang dapat memerdekakan dirinya untuk melakukan apa yang terbaik menurut tuntunan agama. Saya tidak berkuasa untuk menarik kemanfa‟atan atau kemudaratan untuk diriku sendiri, kecuali apa yang telah dikehendaki Allah SWT (Al-A‟raf : 188). 2. 3. 4. 5. 6. Menimbulkan jiwa keberanian untuk membela kebenaran Menimbulkan keyakinan kuat bahwa Allah sebagai pemberi rizki Melahirkan jiwa yang tenteram dan hati yang tenang Kehidupan yang baik dunia maupun akherat. ( Sayid Sabiq, 1978 :135) Iman memberikan keberuntungan Orang yang beriman adalah orang beruntung dalam kehidupannya karena ia selalu mengikuti petunjuk dan bimbingan Allah untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki. Mereka itulah orang yang tetap mendapat petunjuk dan orang –orang yang beruntung (Q.S Al-Baqarah : 5). 7. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen Konsekuen dalam melaksanakan perintah dan meninggalkan larang Allah merupakan wujud dari pengaruh iman seseorang. Karena Iman memang menuntut sikap yang konsisten terhadap apa yang telah diikrarkan sebagai pernyataan pengakuan Allah sebagai Tuhan. Karena itu pula seorang muslim melaksanakan amal perbuatan baik tanpa mengharap, kecuali hanya keredhaan Allah sebagai perwujudan keikhlasan. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, tuhan semesta alam (Al-An‟am : 162). 8. Orang yang beriman akan merasa selalu hidup bersama para nabi dan orang–orang yang shaleh dalam segala zaman (An-Nisa : 69). 9. Keimanan seseorang akan membebaskan dirinya dari keraguan dalam menghadapi kehidupan. orang beriman menampakkan jalan yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan (Al-Fath : 4). 10. Iman menimbulkan perasaan aman dan tidak khawatir terhadap akan datangnya kematian. Karena kematian adalah suatu kepastian. Kematian yang kamu menghindarkan diri darinya, sesungguhnya akan menemui kamu juga (Al-Jum‟ah : 8) Page 7
  • 8. E. Pengertian dan Fungsi Taqwa Secara etimologi taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Dan takutlah (peliharalah) dirimu dari api neraka yang disediakan untuk orang-orang kafir (Ali-Imran :131). Menurut penelitian Al-Muqaddis sebagaimana dikutip M. Daud Ali (2000: 361) bahwa didalam Al-Qur‟an terdapat 256 kata taqwa pada 251 ayat dalam berbagai hubungan dan variasi makna. Secara terminologi taqwa menurut H.Agussalim adalah sikap mental seseorang yang selalu waspada terhadap sesuatu dalam upaya memelihara dirinya dari noda dan dosa,selalu melakukan perbuatan–perbuatan baik dan benar menghindari berbuat salah dan menghindari melakukan kejahatan terhadap diri sendiri,orang lain dan lingkungannya (Sidi Gazalba, 1976 : 46). Dengan demikian secara sederhana taqwa dapat diartikan adalah memelihara atau menjaga diri dari siksa dan murka Allah dengan melaksanakan semua perintah-Nya (berta‟at kepada-Nya) dan meninggalkan semua larangan-Nya baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat maupun dalam bernegara. F. Karakteristik orang bertaqwa Karakteristik orang yang bertaqwa ini dijelaskan dalam al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 1-5 dan 177 : 1. Beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para nabi Karakteristik ini melahirkan indikator bahwa orang yang bertaqwa itu mampu memelihara fitrah iman. 2. Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, oranghorang yang terputus bekal diperjalanan ,orang-orang yang meminta-minta, orang-orang yang tidak mampu memenuhi kewajibannya dan orang-orang memerdekaan hamba sahaya. Karakteristik ini melahirkan indikator bahwa orang yang bertaqwa itu mencintai sesama manusia yang diwujudkan dengan kesanggupan mengorbankan harta yang dicintainya. 3. Mendirikan shalat untuk memelihara hablum minallah dan membayar zakat untuk memelihara hablum minannas. Karakteristik ini melahirkan indikator kemampuan memelihara ibadah formal. 4. Menepati janji yang dapat diartikan dengan memelihara kehormatan diri. 5. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan pada waktu perang atau dalam pengertian lain mempunyai semangat perjuangan.. Berdasarkan karakteristik ini maka dapat dikelompokkan dalam dua kecenderungan sikap yaitu : Page 8
  • 9. Pertama: Sikap konsisten memelihara hubungan secara vertikal dengan Allah SWT yang diwujudkan melalui iktiqad dan keyakinan yang lurus, ketulusan dalam menjalankan ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan dan aturan Allah SWT Kedua: Memelihara hubungan secara horizontal yakni cinta dan kasih sayang kepada sesama umat manusia yang diwujudkan dalam segala tindakan kebajikan (Dep.Agama RI,2001 :180181). G. Implikasi orang bertaqwa dalam kehidupan Dalam memelihara hubungan dengan Allah SWT adalah : 1. Beriman kepada-Nya dengan setulus hati dan sepenuh jiwa 2. Beribadah kepada-Nya dengan jalan melaksanakan shalat lima waktu, membayar zakat, berpuasa Ramadhan dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu. 1. 3.Selalu berdo‟a kepada-Nya untuk keselamatan dalam menjalankan tugas didunia dan keselamatan diakhirat. 2. 4.Selau mohon ampun atas segala dosa akibat kesalahan terhadap larangan Allah dan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan kedua sebagai wujud kesadaran bahwa kesalahan itu tidak perlu diulangi. 6. Mensyukuri nikma-Nya dengan cara menerima, mengurus dan memanfa‟atkan semua pemberian Allah dalam beribadah kepada-Nya. 7. Sabar menghadapi musibah, tidak putus asa karena musibah merupakan cobaan iman seseorang dan sabar dalam menjalankan kehidupan yang penuh tantangan. H. Fungsi Taqwa dalam kehidupan Fungsi taqwa berarti manfa‟at atau kegunaan taqwa bagi seorang mukmin dalam kehidupannya. Taqwa bagi soerang muslim adalah : 1. 2. Taqwa berfungsi untuk memperoleh jalan keluar dari kesulitan.(At-Thalaq : 2). 3. Taqwa berfungsi untuk memperoleh cara dalam menyelesaikan kesulitan dalam urusan kehidupan ( At-Thalaq : 4). 4. Taqwa berfungsi untuk menghapus kesalahan-kesalahan manusia muslim dan melipatgandakan pahala baginya (At-Thalaq : 5). 5. Taqwa berfungsi untuk memperoleh pahala yang dilipatgandakan Allah baginya ( AtThalaq : 5) 6. Taqwa sebagai predikat muslim untuk memperoleh kemuliaan disisi Allah SWT ( AlHujurat : 13). 7. Taqwa berfungsi untuk memperoleh surga yang dijanjikan Allah yang didalamnya ada sungai-sungai yang airnya tidak berubah, sungai-sungai dari air susu yang tidak Taqwa berfungsi sebagai cara untuk memperoleh rizki dari jalan yang tidak diduga (At-Thalaq : 3). Page 9
  • 10. berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang segar bagi orang yang meminumnya dan sungai-sungai dari madu yang telah disaring (Muhammad : 15). BAB III DEMOKRASI 1. Pengertian demokrasi Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” yang berarti rakyat dan “kratos/kratein” yang berarti kekuasaan. Dengan demikian pengertian demokrasi adalah “rakyat berkuasa” atau kekuasaan ada di tangan rakyat. Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara (KBBI, 1989 : 195). Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dengan demikian secara singkat demokrasi adalah pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. 2. Demokrasi Dalam Perspektif UUD 1945 Menurut Hasil Seminar Angkatan Darat II Agustus 1966 (Kaelan, 2002: 29) adalah: a. Bidang Politik dan Konstitusional Demokrasi Indonesia yang dimaksud dalam UUD 1945 berarti menegakkan kembali azasazas negara hukum, sehingga warganegara merasakan kepastian hukum, hak-hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun dalam aspek perseorangan yang terjamin dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara konstitusional. Dalam kaitan ini diusahakan agar lembaga-lembaga dan tata kerja Orde Baru dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan. b. Bidang Ekonomi Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai ekonomi dalam UUD 1945 yang hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warganegara yang mencakup antara lain: pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara, koperasi, pengakuan atas hak milik perseorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya serta peranan pemerintah yang bersifat pembinaan, penunjuk jalan serta pelindung. Page 10
  • 11. Sedangkan menurut hasil Munas Persahi pada Desember 1966, bahwa azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip (Kaelan, 2002: 29) yakni: (1).Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan (2). Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan / kekuatan apapun (3). Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Kepastian hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya. Menurut hasil Simposium Hak Azasi Manusia pada Juni 1967 bahwa predikat yang akan diberikan kepada demokrasi Indonesia haruslah demokrasi yang bertanggung jawab, artinya demokrasi yang dijiwai oleh rasa tanggungjawab terhadap Tuhan dan sesama manusia. Demokrasi berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah suatu negara. Oleh karena itu Komisi Internasional Ahli Hukum pada Konferensi di Bangkok tahun 1965 merumuskan syarat-syarat dasar penyelenggaraan pemerintah yang demokratis dibawah Rule of Law sebagai berikut : (1).Perlindungan konstitusional yang menjamin hak-hak individu dan menentukan prosedur untuk memperoleh perlindungan hak-hak yang dijamin (2). Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (3). Pemilihan umum yang bebas (4). Kebebasan untuk menyatakan pendapat (5). Kebebasan berserikat dan beroposisi dan (6). Pendidikan kewarganegaraan (Kaelan, 2002: 27). 3. Prinsip-Prinsip Demokrasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Adanya pemilihan umum yang bebas Adanya kebebasan individu Adanya pembagian kekuasaan antara ekskutif, legislatif dan yudikatif Adanya peradilan yang bebas Adanya pers yang bebas Adanya pengakuan hak minoritas Adanya pemeritahan yang berdasarkan hokum Adanya partai politik Adanya pers yang bebas Adanya pemerintahan yang konstitusional 1. Periode perkembangan Demokrasi di Indonesia Perkembangan demokrasi di Indonesia melalui empat periode (Kaelan, 2002: 28) yaitu : 1. Masa demokrasi parlementer (1945-1959) yang menonjolkan peran parlemen dan partai-partai. Kelemahan demokrasi parlementer memberi peluang dominasi partai-partai politik dan DPR yang berakibat melemahnya persatuan yang telah digalang selama perjuangan melawan musuh dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif. Page 11
  • 12. 2. Masa demokrasi Terpimpin (1959-1965) yang dalam banyak aspek menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek demokrasi rakyat. Periode ini ditandai oleh dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh komunis dan semakin meluasnya peran ABRI sebagai kekuatan sosial politik. 3. Masa dekmokrasi Pancasila Era Erde Baru (1966-1998) yaitu demokrasi konstitusional dengan menonjolkan sistem presidensial. Demokrasi ini bertujuan untuk meluruskan penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin. Namun dalam perkembanganya peran presiden semakin dominan terhadap lembagalembaga negara. Demokrasi konstitusional berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan Ketetapan MPRS / MPR 4. Masa demokrasi Pancasila Era Reformasi (1999-sekarang) yang berakar pada kekuatan multi partai untuk mengembalikan perimbangan kekuatan, antara lembaga negara, antara ekskutif, legislatif dan yudikatif. Peran partai politik semakin dominan, sehingga iklim demokrasi mendapat nafas baru. Pengalaman pada tiga periode demokrasi sebelumnya memberikan kesan bahwa dominasi salah satu kekuatan didalam penyelenggaraan negara telah mengurangi makna demokrasi itu sendiri, sehingga lahirnya masa reformasi merupakan sebuah koreksi terhadap penyelenggaraan negara kurun waktu tiga periode tersebut. Demokrasi yang berakar pada kekuatan partai politik menunjukkan bahwa demokrasi telah kembali kepada makna yang sesungguhnya yaitu bahwa dalam penyelenggaraan negara, kekuatan rakyat lah yang seharusnya dominan. Kekuatan partai politik merupakan perwakilan rakyat yang berarti bahwa rakyatlah yang berkuasa. 5. Macam-Macam Demokrasi 1. Demokrasi langsung yaitu paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijakan umum negara atau undang-undang. 2. Demokrasi tidak langsung yaitu demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem perwakilan atau demokrasi perwakilan. 3. Demokrasi konstitusional yaitu demokrasi yang didasarkan atas kebebasan atau individualisme. Ciri khas pemerintahan demokrasi konstitusional adalah kekuasaan pemerintahnya terbatas dan tidak diperbolehkan banyak campur tangan dan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya, kekuasaan pemerintah dibatasi oleh konstitusi. 4. Demokrasi rakyat yaitu demokrasi yang mencita-citakan kehidupan yang tidak mengenal kelas sosial. Manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada kepemilikan pribadi tanpa penindasan dan paksaan, akan tetapi untuk mencapai masyarakat Page 12
  • 13. tersebut perlu dengan cara paksaan atau kekerasan. Demokrasi ini disebut juga demokrasi proletar yang berhaluan Marxisme-Komunisme. 5. Demokrasi formal yaitu suatu demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi 6. Demokrasi materiil yaitu demokrasi yang menitikberatkan pada upaya-upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan bidang politik kurang mendapat perhatian, bahkan kadang-kadang dihilangkan 7. Demokrasi gabungan yaitu demokrasi yang mengambil kebaikan serta membuang keburukan dari demokrasi formal maupun materiil (Suprapto dkk, 2004: 6-7). Prinsip-Prinsip demokrasi Pancasila yang dianut Negara Republik Indonesia adalah : 1. Demokrasi Pancasila tidak mengakui diktator mayoritas atas minoritas dan tirani atas 2. 3. 4. 5. 6. mayoritas. Ini berati dalam demokrasi Pancasila mengedepankan semangat keadilan, perlindungan hak-azasi manusia terhdap golongan minoritas maupun golongan mayoritas dari minoritas yang berkuasa. Prinsip ini sesuai dengan pilar demokrasi yang menjamin tegaknya keadilan dan adanya perlindungan hak azasi manusia. Demokrasi Pancasila mengedepankan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan, apabila dengan cara demikian tidak dapat dilakukan kemudian menggunakan cara dengan suara terbanyak (voting). Prinsip ini sesuai dengan pilar demokrasi yang berlaku universal yaitu kebebasan menyatakan pendapat dan adanya partisipasi rakyat dalam pemerintahan Demokrasi Pancasila menghormati adanya perbedaan pendapat. Prinsip ini sesuai dengan pilar demokrasi yang berlaku universal yaitu adanya pengakuan terhadap adanya perbedaan pendapat, kebinekaan maupun oposisi. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berkedaulatan rakyat. Ini berarti bahwa demokrasi Pancasila bercorak menghendaki kekuasaan tertinggi di tangan rakyat, bukan ditangan suatu golongan, partai politik apalagi perorangan. Prinsip ini sesuai dengan pilar demokrasi yang berlaku universal yaitu lembaga pembuat kebijakan yang berdasarkan suara rakyat, pemilu yang bebas dan adil, serta adanya perubahan kepemimpinan secara teratur dan damai. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi dengan rule of law, yang mengandung makna bahwa kekuasaan negara harus melindungi serta mengembangkan kebenaran hukum dan keadilan. Prinsip ini sesuai dengan pilar demokrasi yaitu badan hukum dan peradilan yang bebas, tidak memihak, formalisme dan hukum menjamin tegaknya keadilan maupun menyelesaikan perselisihan dengan damai dan melembaga Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa demokrasi Pancasila ditujukan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mewujudkan kemakmuran bagi rakyat Indonesia, bukan keadilan atau kemakmuran untuk sekelompok, golongan atau daerah tertentu saja. Dengan demikian bahwa demokrasi Pancasila menjunjung tinggi hak azasi manusia, khususnya hak sosial ekonomi. Hal ini telah sesuai dengan pilar demokrasi secara universal yaitu menjamin tegaknya keadilan. (Suprapto dkk, 2004 : 15). Page 13
  • 14. Berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila tersebut maka terlihat bahwa demokrasi Pancasila sangat lengkap karena telah memuat banyak hal yang menyangkut kepentingan rakyat. Demokrasi yang berdasarkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu sistem penyelenggaraan negara harus memahami dan mana‟ati aturan hukum yang berlaku, konsisten dan sesuai dengan kaidah serta nilai yang terkandung dalam Pancasila. BAB IV HAK AZASI MANUSIA DALAM ISLAM A. Pengertian HAM Right dalam bahasa Inggris berarti hak, kebenaran, keadilan dan kanan (Echols, 1984: 486). Human Right berarti hak azasi manusia. Dalam bahasa Arab disebut Huquuqul Insan. Hak dalam bahasa Arab berarti lawan kebatilan, keadilan, bagian, nasib, dan kepunyaan (Yunus, 1989: 106 dan Louis, 1984: 144). Dalam Bahasa Indonesia, hak berarti benar; milik (kepunyaan); kewenangan; kekuasaan untuk berbuat sesuatu; kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu dan derajat atau martabat, hak azasi berarti hak yang dasar atau pokok (KBBI, 1989: 292). Secara terminologi hak adalah wewenang untuk meninggalkan, memiliki, mengerjakan, mempergunakan atau menuntut sesuatu bersifat materi atau immateri (Zubair, 1990: 10). Oleh karena itu pengertian Hak azsai Manusia menurut Levin adalah claim moral yang tidak dipaksakan dan melekat pada diri setiap orang berdasarkan kebebasan manusia (Hamid, 2000: 11). Jika disimpulkan dapatlah diartikan bahwa hak azasi manusia adalah kebenaran yang melekat pada setiap individu sesuai dengan falsafat yang dianut yang diperjuangkan dan dipertahankan baik bersifat m ateri maupun no materi. B. Prinsip-Prinsip HAM Dalam Islam 1. Prinsip Persamaan Persamaan berarti prihal mempersamakan atau keadaan yang sama atau serupa dengan yang lain; persesuaian (KBBI, 1989: 774). Manusia lahir dalam fitrrah yang sama dari satu keturunan Adam. Dalam pandangan Allah manusia tidak dibedakan atas ras, kulit suku bangsa dan keturunan. Dihadapan Allah manusia setara. Perbedaan itu baru nampak apabila manusia mempunyai kualitas yang dalam Islam disebut dengan taqwa. Itulah manusia yang paling mulia dalam pandangan Allah, sebagaimana firman Allah “Manusia diciptakan dari jenis laki-laki dan perempuan, kemudian dijadikan manusia itu bersuku-suku, berkabilah-kabilah agar manusia saling mengenal. Sesungguhnya manusia yang paling mulia diantara manusia lainnya disisi Allah adalah yang paling bertaqwa (Q.S. Al-Hujurat : 13). Page 14
  • 15. (1). Persamaan Hak dalam Hukum Wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian orang yang teguh dan bersaksi kepada Allah dengan adil dan janganlah kalian menjadikan urusan satu kaum menyebabkan kalian berlaku tidak adil. Maka berlaku adillah kalian sesungguhnya ia lebih dekat kepada ketaqwaan dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui terhadap apa yang kalian perbuat (Q.S Al-Maidah : 8). (2). Persamaan Hak memperoleh Keadilan Janganlah sekali-kali kebencianmu pada orang lain mendorong kamu untuk bertindak melampaui batas (Q.S. Al Maidah: 2). Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya (HR.Bukhari-Muslim). Wahai orangorang yang beriman, jadilah engkau sebagai penegak keadilan hanya kerena Allah sebagai saksi bagi (kebenaran) dan keadilan (QS An-Nisa‟:135) (3). Persamaan Hak dalam memperotes penyelewengan Hukum Setiap orang (sipil maupun penguasa) berhak memprotes penyelewengan hukum yang dilakukan oleh para hakim. Tiadalah bagi orang zalim sahabat karib atau pembela dapat diikuti (Q.S Al-Mukmin : 81). Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa seorang Yahudi melapor kepada Umar bin Khattab karena Amr bin Ash (Gubernur Mesir) telah menggusur tanahnya. Dengan keras Umar bin Khattab menegur Amr bin Ash, sehingga ia mengembalikan tanah orang Yahudi tersebut. (4). Persamaan kedudukan dalam Pemerintahan Keikutsertaan wanita dalam berperang dengan kami dilakukan secara bergiliran (Piagam Madinah ayat : 18). 2. Prinsip Toleransi (Tasamuh) Toleransi adalah sikap atau sifat menenggang) menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan, kebiasaan dan sebagainya) yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendirian sendiri (KBBI,1989: 955). (a). Perdamaian Perdamaian merupakan salah satu upaya untuk tidak melakukan suatu pertikaian atau peperangan. Perdamaian adalah pilihan yang dilakukan oleh kedua pihak yang bertikai. Perdamaian diawali dengan sebuah perjanjian untuk tidak melakukan pertikaian atau peperangan. Dalam hal perjanjian para ahli fiqh membagi kepada dua bagian yaitu Aam dan khas(Khudari Beik, 1965 : 64-66). Secara umum (Aam) umat Islam harus Page 15
  • 16. menghargai arti sebuah perjanjian, sebagaimana tergambar dalam Al-Qur‟an : Tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpahsumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (Q.S An-Nahl : 91). Secara khusus (Khas) umat Islam dilarang melanggar perjanjian, kecuali apabila dilanggar maka perjanjian itu hanya berlaku sampai batas waktu yang ditentukan, sebagaimana firman Allah: Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka dan mereka tidak mengurangi sesuatu dari perjanjian itu dan mereka tidak membantu seseorang yang memusuhimu, maka terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas waktunya (QS At -Taubah : 4). (b). Peperangan Peperangan suatu kenyataan yang sulit dihindari karena dilatar belakangi berbagai kepentingan. Namun Islam mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perang seperti : 1. Larangan menyiksa musuh dengan api “Hukuman dengan api tidak berhak dilakukan oleh siapapun kecuali oleh Yang Maha Penguasa Api (HR. Abu Dawud). Dengan demikian dapat dimaknai bahwa dalam peperangan kita tidak dibolehkan membakar musuh secara hidup-hidup. 2. Tawanan perang tidak boleh dibunuh Tawanan perang sama sekali tidak boleh dibunuh (Hadits Nabi saw). 3. Prinsip Keadilan Adil menurut Ibnu Maskawaih ialah sifat yang utama bagi setiap manusia, yang timbul dari tiga sifat utama yaitu Al-Hikmah (Kebijaksanaan), Al-Iffah (memelihara diri dari ma‟siat) dan Asy-Syaja‟ah (keberanian). Ketiga sifat itu saling berdampingan yang tunduk kepada kekuatan pembeda sehingga tidak saling mengalahkan dan masing-masing tidak berjalan sendiri. Yang dimaksud sifat adil ialah memberikan hak kepada yang berhak dengan tidak membeda-bedakan antara orang-orang yang berhak itu, dan bertindak terhadap orang yang salah sesuai dengan kejahatan dan kelalaiannya tanpa mempersukar dan pilih kasih (Ahmad Muhammad Ali, 1978: 133). Bentuk keadilan dalam kehidupan, misalnya adil dalam menetapkan hukum kepada seseorang yang sedang berperkara, adil dalam pembagian harta sesuai dengan kapasitas, tanggung jawab, jabatan, kepatutan dan sebagainya. 4. Prinsip Kebebasan (Al-Hurriyah) Kebebasan yang dimiliki oleh setiap orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang dijamin oleh peraturan macam akebebasan manusia misalanya kebenbasan beragama Page 16
  • 17. yaitu setiapmanusia abebasa memilih dan memeluk suatu agama sesuai dengan keyakinannya, tidak seorangpun berhak memaksa untuk memilih atau tidak memilih suatu agama. Kebebasan bermusyawarah dan berkumpul untuk menyatakan pikiran dan kebebasan berpindah tempat tinggal sesuai pilihan. Untuk memperluas pemahaman tentang Hak Azasi Manusia, berikut ini disajikan tiga buah piagam yaitu: a. PIAGAM MADINAH 1. Ini adalah naskah perjanjian dari Muhammad, Nabi dan Rasul Allah, mewakili pihak kaum muslimin yang terdiri dari warga Quraisy dan warga Yathrib serta para pengikutnya yaitu mereka yang beriman dan ikut serta berjuang bersama mereka. 2. Kaum muslimin adalah umat yang bersatu utuh, mereka hidup berdampingan dengan kelompok-kelompok masyarakat yang lain 3. Kelompok Muhajirin yang berasal dari warga Quraisy, dengan tetap memegang teguh prinsip aqidah, mereka bahu membahu membayar denda yang perlu dibayarnya. Mereka membayar dengan baik tebusan bagi pembebasan anggota yang ditawan 4. Bani “Auf dengan tetap memegang teguh prinsip aqidah, mereka bahu membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok dengan baik dan adil membayar tebusan bagi pembebasan warganya yang ditawan. 5. Bani Al-Harits (dari warga Al-Khazraj) dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya yang ditawan. 6. Bani Sa‟idah dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar denda dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya yang ditawan. 7. Bani Jusyam dengan memegang teguh prinsip aqidah, mereka bahu membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar denda dengan baik dan adil tebusan bagi warganya yang ditawan. 8. Bani An-Najr dengan teguh memegang prinsip pertama mereka. Setiap kelompok membayar dengan baik dan adil tebusan pembebasan bagi warga yang tertawan. 9. Bani Amir bin Auf dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya yang tertawan. 10. Bani An-Nabit dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar denda dengan baik dan adil bagi pembebasan tebusan warganya yang tertawan 11. Bani Al-Aus dengan teguh memegang prinsip aqidah, mereka bahu membahu membayar denda pertama mereka. Setiap kelompok membayar dengan baik dan adil tebusan bagi pembebasan warganya yang tertawan 12. (a) Kaum Muslimin tidak membiarkan seseorang Muslim yang dibebani dengan utang atau beban keluarga. Mereka memberi bantuan baik untuk keperluan membayar tebusan atau denda. Page 17
  • 18. (b) Seorang Muslim tidak akan bertindak tidak senonoh terhadap sekutu (tuan atau hamba sahaya) Muslim yang lain. 13. Kaum Muslim yang ta‟at (bertaqwa) memiliki wewenang sepenuhnya untuk mengambill tindakan terhadap seseorang Muslim yang menyimpang dari kebenaran atau berusaha menyebarkan dosa, permusuhan dan kerusakan dikalangan kaum muslimin. Kaum muslimin berwewenang untuk bertindak terhadap yang bersangkutan sungguhpun ia anak muslim sendiri. 14. Seorang muslim tidak diperbolehkan membunuh orang Muslim lain untuk kepentingan orang Kafir, dan tidak diperboleh kan pula menolong orang Kafir dengan merugikan orang Muslim. 15. Jaminan (Perlindungan) Allah hanya satu. Allah berada dipihak mereka yang lemah dalam menghadapi yang kuat. Seorang Muslim dalam pergaulannya dengan pihak lain, adalah pelindung bagi orang muslim yang lain. 16. Kaum Yahudi yang mengikuti kami akan memperoleh pertolongan dan hak persamaan serta akan terhindar dari perbuatan aniaya dan perbuatan makar yang merugikan 17. Perdamaian bagi kaum Muslimin adalah satu. Seorang Muslim tidak akan mengadakan perdamaian dengan pihak luar Muslim dalam perjuangannya menegakkan agama Allah kecuali atas dasar persamaan dan keadilan. 18. Keikutsertaan wanita dalam berperang dengan kami dilaksanakan secara bergiliran 19. Seorang muslim dalam rangka menegakkan agama Allah menjadi pelindung bagi muslimin yang lain di sa‟at menghadapi hal-hal yang mengancam keselamatan jiwanya. 20. (a) Kaum muslimin yang ta‟at berada dalam petunjuk yang paling baik dan benar. (b) Seorang musyrik tidak diperbolehkan melindungi harta dan jiwa orang Quraisy dan tidak diperbolehkan mencegahnya untuk berbuat sesuatu yang merugikan seseorang Muslim. 21. Seorang yang berdasarkan bukti-bukti yang jelas membunuh seorang muslim, wajib dikisas (dibunuh), kecuali bila wali terbunuh mema‟afkannya. Dan semua kaum muslimin mengindahkan pendapat wali terbunuh. Mereka tidak diperkenankan mengambil keputusan kecuali dengan mengindahkan pendapatnya. 22. Setiap muslin yang telah mengakui perjanjian yang tercantum dalam naskah perjanjian ini dan ia beriman kepada Allah dan hari akherat, tidak diperkenankan membela atau melindungi pelaku kejahatan (kriminal), dan barang siapa yang membela atau melindungi orang tersebut, maka ia akan mendapat laknat dan murka Allah pada hari Akhirat.Mereka tidak mendapat pertolongan dan tebusan tidak dianggap sah. 23. Bila kami sekalian berbeda pendapat dalam sesuatu hal, hendaklah perkaranya diserahkan kepada (ketentuan) Allah dan Muhammad 24. Kedua pihak: Kaum Muslimin dan kaum Yahudi bekerjasama dalam menaggung pembiayaan di kala mereka melakukan perang bersama. Page 18
  • 19. 25. Sebagai suatu kelompok, Yahudi Bani „Auf hidup berdampingan dengan kaum Muslimin. Kedua pihak memiliki agama masing-masing. Demikian pula halnya dengan sekutu dan diri masing-masing. Bila diantara mereka ada yang melakukan aniaya dan dosa dalam hubungan ini, maka akibatnya akan ditanggung oleh diri dan warganya sendiri. 26. Bagi Kaum Yahudi Bani An-Najjar berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi kaum Yahudi Bani „Auf. 27. Bagi kaum Yahudi Bani Al-Harits berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi kaum Yahudi Bani „Auf. 28. Bagi kaum Yahudi Bani Saidah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi kaum Yahudi Bani „Auf. 29. Bagi kaum Yahudi Bani Jusyam berlaku ketentuan sebagaimana kaum Yahudi Bani „Auf. 30. Bagi kaum Yahudi Bani Al-Aus berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi kaum Yahudi Bani ‟Auf 31. Bagi kaum Yahudi Bani Tsa‟labah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi kaum Yahudi Bani „Auf. Barang siapa yang melakukan aniaya atau dosa dalam hubungan ini maka akibatnya akan ditanggung oleh diri dan warganya sendiri. 32. Bagi warga Jafnah, sebagai anggota warga Bani Tsa‟labah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi Bani Tsa‟labah. 33. Bagi Bani Syuthaibah berlaku ketentuan sebagaimana yang berlaku bagi kaum Yahudi Bani Auf. Dan bahwa kebajikan itu berbeda dengan perbuatan dosa. 34. Sekutu (hamba sahaya) Bani Tsa‟labah tidak berbeda dengan Bani Tsa‟labah itu sendiri. 35. Kelompok-kelompok keturunan Yahudi tidak berbeda dengan Yahudi itu sendiri. 36. Tidak dibenarkan seseorang menyatakan keluar dari kelompok kecuali mendapat izin dari Muhammad. Tidak diperbolehkan melukai (membalas) orang lain yang melebihi kadar perbuatan jahat yang telah diperbuatnya. Barang siapa yang membunuh orang lain sama dengan membunuh diri dan keluarganya sendiri, terkecuali bila orang itu melakukan aniaya. Sesungguhnya Allah memperhatikan ketentuan yang paling baik dalam hal ini. 37. Kaum Yahudi dan kaum Muslimin membiaya pihaknya masing-masing. Kedua belah pihak akan membela satu dengan yang lain dalam menghadapi pihak yang memerangi kelompok-kelompok masyarakat yang menyetujui piagam perjanjian ini. Kedua belah pihak juga saling memberikan saran dan nasehat dalam kebaikan, tidak dalam perbuatan dosa. 38. Seseorang tidak dipandang berdosa karena dosa sekutunya, dan orang yang teraniaya akan mendapat pembelaan. 39. Daerah-daerah Yathrib terhalang perlu dilindungi dari setiap ancaman untuk kepentingan penduduknya. 40. Tetangga itu sepertinya diri sendiri, selama tidak merugikan dan tidak berbuat dosa. 41. Sesuatu kehormatan tidak dilindungi kecuali atas izin yang berhak atas kehormatan itu. Page 19
  • 20. 42. Sesuatu peristiwa atau perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak yang menyetujui piagam ini dan dikhawatirkan akan membahayakan kehidupan bersama harus diselesaikan atas ajaran Allah dan Muhammad sebagai utusannya. Allah akan memperhatikan isi perjanjian yang paling dapat memberikan perlindungan dan kebajikan. 43. Dalam hubungan ini warga yang berasal dari Quraisy dan warga lain yang mendukung tidak akan mendapat pembelaan. 44. Semua warga akan saling bahu membahu dalam menghadapi pihak lain yang melancarkan serangan terhadap Yathrib 45. (a) Bila mereka (menyerang) diajak untuk berdamai dan memenuhi ajakan itu serta melaksanakan perdamaian tersebut maka perdamaian tersebut dianggap sah. Bila mereka mengajak berdamai seperti itu, maka kaum muslimin wajib memenuhi ajakan serta melaksanakan perdamaian tersebut, selama serangan yang dilakukan tidak menyangkut masalah agama. (b) Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai dengan fungsi dan tugasnya. 46. Kaum Yahudi Aus, sekutu (hamba sahaya) dan dirinya masing-masing memiliki hak sebagaimana kelompok-kelompok lainnya yang menyetujui perjanjian ini dengan perlakuan yang baik dan sesuai dengan semestinya dari kelompok-kelompok tersebut. Sesungguhnya kebajikan itu berbeda dengan perbuatan dosa. Setiap orang harus bertanggung jawab atas setiap perbuatan yang dilakukannya. Dan Allah memperhatikan isi perjanjian yang paling murni dan paling baik. 47. Surat perjanjian ini tidak mencegah (membela) orang yang berbuat aniaya dan dosa. Setiap orang dijamin keamanannya, baik sedang berada di Madinah maupun sedang berada di luar Madinah, kecuali orang yang berbuat aniaya dan dosa. Allah pelindung orang yang berbuat kebajikan dan menghindari keburukan. Muhammad Rasulullah S.A.W (Dikutip dari Munawir Sjadzali, 1993 : 10-15) b. DEKLARASI HAM ISLAM SE DUNIA Pembukaan Mengingat aspirasi umat manusia yang sudah berumur tua dan mendambakan suatu perdamaian dunia yang adil dimana rakyat dapat hidup, berkembang, dan sejahtera dalam suata lingkungan yang bebas dari rasa takut, aniaya, eksploitasi dan perampasan hak, masih tetap belum terpenuhi. Mengingat Allah swt telah menunjukkan umat manusia melalui firman-firman-Nya dalam Alqur‟an dan sunnah Rasul-Nya yang diberkati, yaitu Nabi Muhammad saw dan mena‟ati Page 20
  • 21. hukum serta kerangka moral yang bertujuan membentuk dan mengatur instruksi-instruksi dan hubungan-hubungannya. Mengingat HAM yang telah dideklarasikan dalam hukum Ilahi bertujuan untuk menganugrahkan martabat dan kehormatan bagi umat manusia serta dicanangkan untuk menghapus segala penganiayaan dan ketidak adilan. Mengingat berdasarkan atas sumber dan sangsi itu bersifat Ilahi, maka hak-hak manusia ini tidaklah dapat dibatasi, dicabut ataupun tidak dihargai oleh berbagai wewenang, kekuasaan oleh majelis atau institusi-institusi lainnya, dan juga tidaklah dapat dilepaskan ataupun disita. Oleh karenanya kami sebagai umat Islam yang percaya : 1. Pada Allah swt yang Maha Pengasih lagi Penyayang Maha Pencipta, Maha Pemelihara, Maha Penguasa, satu-satunya yang memberikan petunjuk bagi umat Islam manusia dan sebagai sumber segala hukum; 2. Pada kekhalifahan manusia yang diciptakan guna dapat memenuhi kehendak Allah di muka bumi; 3. Pada kebijakan bimbingan Ilahi yang dibawa oleh para nabi dan Rasul yang missinya telah sampai pada titik kulminasi dalam risalah Ilahi yang terakhir telah disampaikan oleh Rasulullah Muhammad saw bagi seluruh umat manusia. 4. Bahwa rasionalitas yang lahir dengan sendirinya, yang tanpa hak pemberian wahyu dari Allah, maka ia tidak akan menjadi bimbingan yang murni bagi urusan-urusan manusia apapun, juga tidak akan dapat memberikan kesuburan spritual dalam jiwa manusia dan dengan mengetahui bahwa ajaran-ajaran Islam mewakili kemuliaan petunjuk Ilahi dalam bentuknya yang paling sempurna dan final, serta merasakan terikat tanggungjawab untuk memperingatkan manusia akan status dan martabatnya yang dianugrahkan kepadanya oleh Allah. 5. Pada usaha untuk mengajak seluruh umat manusia kepada risalah Islam. 6. Bahwa dengan syarat-syarat perjanjian kami mula-mula kepada Allah swt bahwa tugas dan tanggung jawab kami mempunyai prioritas di atas hak-hak kami sendiri, dan bahwa dari tiap-tiap kami adalah dibawah kewajiban yang terikat untuk menyebarluaskan ajaran Islam baik itu dengan kata-kata, tingkah laku maupun dengan semua cara lain yang benar-benar bijaksana serta menjadikan mereka efektif tidak hanya pada kehidupan individu kami, tetapi juga dalam masyarakat sekeliling kami. 7. Merupakan kewajiban kami untuk mendirikan suatu o4rde Islam dimana: 1. Seluruh umat manusia adalah sama dan tidak ada yang menikmati suatu hak istimewa atau sebaliknya menderita suatu ketidak beruntungan atau diskrimanasi dengan alasan ras, warna kulit, jenis kelamin, asal mula, maupun bahasa-nya. 2. Seluruh umat manusia dilahirkan merdeka 3. Perbudakan dan kerja paksa sangat dibenci. Page 21
  • 22. 4. Kondisi-kondisi dibentuk seperti kelembagaan keluarga yang dipelihara, dilindungi dan dihormati sebagai dasar seluruh kehidupan sosial. 5. Para penguasa dan yang dikuasai (rakyat) sama-sama tunduk dan sederajat persamaannya di muka hukum. 6. Kepatuhan dan keta‟atan hanya diberikan kepada perintah-perintah yang dalam persesuaian dengan hukum. 7. Seluruh kekuasaan duniawi dianggap sebagai amanah yang suci yang dilaksanakan dalam batas-batas yang telah digariskan oleh hukum dan dalam sikap yang disetujui, serta dengan mengutamakan terhadap prioritas yang telah ditetapkannya. 8. Seluruh sumber ekonomi diperlakukan sebagai karunia Allah yang dianugrahkan kepada umat manusia, dapat dinikmati oleh semuanya sesuai dengan aturan-aturan dan nilai-nilai yang diajarkan dalam Al-qur‟an dan AsSunnah. 9. Semua urusan umat ditetapkan dan dilaksanakan serta wewenang atau kekuasaan untuk mengaturnya ditetapkan setelah saling bermusyawarah (syura) di antara orong-orang mukmin yang memenuhi syarat untuk memberikan suatu keputusan yang akan sesuai benar dengan hukum dan kebaikan umum. 10. Setiap orang melaksanakan tanggung jawab yang diberikan sesuai dengan kemampuan dan dijadikan bertanggung jawab atas segala tingkah laku perbuatannya. 11. Setiap orang dapat mempertahankan diri dari pelanggaran atas hak-haknya dan dijamin mendapatkan tindakan-tindakan yang layak dan sesuai dengan hukum. 12. Tidak seorang pun yang dapat dirampas hak-haknya yang telah dijamin oleh hukum kecuali dilakukan oleh yang berwewenang dan sejauh diizinkan oleh hukum itu. 13. Setiap individu mempunyai hak untuk mengajukan aksi legal terhadap seseorang yang melakukan suatu kejahatan terhadap masyarakat secara keseluruhan atau terhadap salah satu anggota masyarakat. 14. Segala usaha dibentuk dan diadakan guna: 1. Menjamin pembebasan umat manusia dari setiap tipe tindak eksploitasi, ketidakadilan dan aniaya. 2. Memastikan keamanan bagi setiap orang, martabat, dan kemerdekaannya menurut pola yang dibentuk dan metode yang disetujui serta di dalam batas-batas yang telah digariskan oleh hukum. Dengan ini kami sebagai para Khadim Allah dan sebagai anggota persaudaraan Islam Universal pada permulaan abad 15 era Islam, menegaskan komitmen kami untuk menegakkan HAM yang tidak dapat diganggu gugat. Page 22
  • 23. Berikut ini adalah yang kami anggap telah diperintahkan dan ditetapkan oleh Islam : a. Hak Hidup 1. Hidup manusia adalah suci dan tidak dapat diganggu gugat serta segala bentuk usaha diadakan untuk melindunginya. Dalam hal tertentu tidak seorangpun yang dapat dilukai atau bahkan sampai meninggal dunia, kecuali di bawah wewenang hukum. 2. Sebagaimana waktu hidup dan juga setelah kematiannya, kesucian jenazah seseorang tidak dapat diganggu gugat. Hal ini menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk menjaga bahwa jenazah seseorang ditangani atau diperlukan dengan penuh khidmat. b. Hak Kemerdekaan 1. Manusia dilahirkan merdeka. Tak ada seorangpun yang dapat melakukan sesuatu terhadap haknya untuk mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan di bawah wewenang dan menurut proses hukum. 2. Setiap individu dan setiap rakyat mempunyai hak kemerdekaan yang tidak dapat dicabut dalam segala bentuknya, seperti fisik, kultural, ekonomi dan politik, serta berhak untuk berjuang dengan segala alat perantara yang tersedia guna melawan tindak pelanggaran atau pencabutan hak ini; dan setiap individu/rakyat yang ditekan atau ditindas berhak menuntut secara hukum. c. Hak Persamaan dan Larangan terhadap adanya Diskriminasi yang tidak diizinkan 1. Semua orang sama dimuka hukum dan berhak mendapatkan kesempatan dan perlindungan yang sama 2. Semua orang berhak mendapatkan upah yang sama atas kerja sama 3. Tidak ada orang yang dapat ditolak kesempatannya untuk bekerja atau didiskriminasikan dalam sikap apapun atau dikenakan resiko fisik yang besar dengan alasan kepercayaan beragama, warna kulit, ras, asal mula, jenis kelamin dan bahasa d. Hak Mendapatkan Keadilan 1. Setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan sesuai dengan hokum 2. Setiap orang bukan hanya mempunyai haknya namun juga berkewajiban untuk memprotes terhadap ketidakadilan dan mencari jalan lain atau untuk menolong perbaikan-perbaikan yang telah ditentukan oleh hukum yang berkenaan dengan masalah yang menyebabkan luka-luka atau hilang milik pribadi seseorang tanpa alasan; untuk mempertahankan diri dari tuntutan atau tuduhan yang diajukan kepadanya dan mendapatkan keputusan hakim atau pengadilan yang adil dihadapan majelis pengadilanyang independen dalam masalah persengketaan apapun, baik dengan pegawai yang berwewenang ataupun dengan orang lain. 3. Adalah menjadi hak dan kewajiban bagi setiap orang untuk mempertahankan HAM orang lain dan masyarakat pada umumnya (hisbah). Page 23
  • 24. 4. Tidak ada seorangpun yang dapat didiskriminasikan dalam pencarian usaha-usaha untuk mempertahankan hak-hak pripacy dan public 5. Adalah menjadi hak dan kewajiban bagi setiap muslim untuk menolak mematuhi perintah yang bertentangan dengan hukum tanpa peduli oleh siapapun perintah itu dikeluarkan e. Hak mendapatkan Proses Hukum yang adil 1. Tidak seorangpun yang dapat diputuskan bersalah dan dikenakan hukuman kecuali setelah terdapat bukti bersalah yang kuat di hadapan pengadilan hukum yang independen. 2. Tidak seorangpun yang dapat dinyatakan bersalah kecuali setelah mendapatkan pengadilan hukum yang adil dan telah mendapat kesempatan yang cukup untuk mempertahankan diri yang desediakan baginya. 3. Hukum diberikan menurut dan sesuai dengan hukum, dengan proporsi tingkat keseriusan pelanggaran serta sesuai dengan pertimbangan keadaan dan alasan dimana pelanggaran itu dilakukan. 4. Tidak ada tindakan yang dapat dianggap sebagai suatu tindakan kejahatan atau kriminal kecuali yang telah diisyaratkan dalam susunan kata yang jelas dalam hukum. 5. Setiap individu bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya sendiri. Tanggungjawab atas suatu tindak kriminal tidak dapat diperluas terhadap orang lain dari anggota keluarga atau kelompok yang tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam melakukan kriminal yang dipermasalahkan. f. Hak mendapatkan Perlindungan dari Penyalahagunaaan Kekuasaan Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan kasar oleh agen-agen resmi pemerintah. Ia tidak dapat menjadi bertanggung jawab atas dirinya sendiri kecuali untuk membela diri dari tuduhan yang diajukan terhadapnya, atau ketika ia ditemukan dalam situasi dimana suatu persoalan yang berkenaan dengan masalah kecurigaan atas keterlibatannya dalam suatru tindakan kriminal dikemukakan secara wajar. g. Hak Mendapatkan Perlindungan dari Penyiksaan Tidak seorangpun dapat dijadikan korban penyiksaan terhadap pkiran dan tubuhnya, ataupun dihina dan diancam akan dilukai baik terhadap dirinya sendiri atau terhadap anggota keluarganya, ataupun dipaksa mengaku atas suatu tindak kriminal ataupun dipaksa untuk menyetujui atas suatu tindakan yang merugikan dan mengorbankan kepentingankepentingannya. h. Hak Mendapatkan Perlindungan atau Kehormatan dan Nama Baik Setiap orang memiliki hak untuk dapata amelaindungi kehormatan dan nama baiknya(reputasi) dari aberbagai tindakan fitnah,tuduhan yang tidak beralasan dan tidak Page 24
  • 25. mendasar, ataupun dari usaha-usaha disengaja untuk mencemarkan nama baik dan pemerasan. i. Hak Memperoleh Suaka (Asylun) 1. Setiap orang yang ditindas atau dianiaya memiliki hak untuk mencari suaka dan perlindungan. Hak ini dijamin bagi setiap insan tanpa memandang ras, agama, warna kulit dan jenis kelamin. 2. Masjidil Haram (Rumah suci Allah) di Kota Suci Mekkah merupakan tempat perlindungan bagi seluruh umat Islam. j. Hak-hak Minoritas 1. Prinsip Al-Qur‟an ”Tidak ada paksaan dalam agama” akan mengatur hak-hak beragama golongan minoritas non muslim. 2. Dalam negara Islam golongan minoritas agama lain mempunyai pilihan untuk diatur dalam hal ususan-urusan sipil dan personal mereka dengan memakai hukum Islam atau hukum-hukum mereka sendiri. k. Hak dan Kewajibana untuk berpartisipasi dalam Pelaksanaan dan Manajemen Urusan-urusan Publik 1. Dengan tunduk terhadap hukum, maka setiap individu dalam masyarakat (umat) berhak untuk dapat menjadi pegawai negeri. 2. Proses musyawarah bebas (syura) merupakan dasar hubungan yang ada di antara pemerintah dan rakyat. Rakyat juga memiliki hak untuk dapat memilih ataupun mengganti para penguasa mereka sesuai dengan prinsip ini. l. Hak Kebebasan Percaya, Berpikir dan berbicara 1. Setiap orang memiliki hak untuk dapat mengekspresikan pikiran dan kepercayaannya selama dia tetap dalam batas-batas yang digariskan hukum. Namun tidak ada seorangpun yang berhak untuk menyebarluaskan kebohongan atau menyebarkan laporan-laporan yang dapat menyakitkan adat kebiasaan publik atau menimbulkan fitnah, sindiran ataupun menjelek-jelekkan dengan fitnah terhadap orang lain. 2. Mengejar pengetahuan dan mencari kebenaran tidak hanya sebagai hak, namun juga merupakan kewajiban bagi setiap muslim 3. Adalah menjadi hak sekaligus kewajiban bagi setiap muslim untuk memprotes dan menentang (dalam batas-batas yang ditentukan hukum terhadap suatu tindakan meskipun hal itu melibatkan usaha menentang wewenang tertinggi dalam negara. 4. Tidak ada halangan bagi penyebaran informasi asal ia tidak membahayakan keamanan sosial dan negara dan dalam batas-batas yang diberlakukan hukum. Page 25
  • 26. 5. Tidak ada seorangpun yang boleh mencegah ataupun mengejek kepercayaan religius orang lain dan menimbulkan permusuhan khalayak umum terhadap mereka karena menghormati perasaan religius orang lain merupakan kewajiban bagi semua muslim. m. Hak Kebebasan Beragama Setiap orang memiliki hak atas kebebasan keyakinan dan beribadah menurut kepercyaan religiusnya n. Hak Berserikat Bebas 1. Setiap orang berhak untuk dapat berpartisipasi secara individu maupun kolektif dalam kehidupan religius, sosial, cultural, dan politik masyarakatnya serta untuk dapat mendirikan institusi-institusi atau perwakilan yang dimaksud untuk tujuan memerintahkan apa yang benar (ma‟ruf) dan mencegah yang salah (mungkar) 2. Setiap orang berhak untuk dapat berusaha mendirikan institusi-institusi, dimana pemanfa‟atan hak-hak ini dimungkinkan untuknya. Secara kolektif masyarakat harus menciptakan kondisi-kondisi sehingga dapat menjadikan seluruh anggota masyarakat leluasa bagi usaha pembangunan kepribadian-kepribadian mereka. o. Hak Susunan Ekonomi dan Hak Berkembang 1. Dalam usaha-usaha ekonomi mereka, semua orang berhak mendapatkan keuntungan dan manfa‟at alam serta seluruh sumbernya, ini semua merupakan karunia dan nikmat yang dianugrahkan Allah swt bagi kemanfa‟atan umat manusia secara keseluruhan. 2. Semua insan berhak untuk mengusahakan mata pencaharian mereka yang sesuai menurut hukum. 3. Setiap orang berhak untuk memiliki harta benda secara individual maupun berserikat bersama yang lainnya. Pemilikan negara atas beberapa sumber ekonomi tertentu bagi maslahat dan kepentingan umum adalah sah. 4. Orang-orang miskin memiliki hak atas suatu bagian yang telah ditentukan di dalam harta kekayaan orang-orang kaya, seperti ditentukan oleh zakat, yang dikenakan dan dikumpulkan sesuai dengan hukum. 5. Semua alat produksi akan dipergunakan untuk kepentingan masyarakat (umat) secara keseluruhan dan tidak boleh diabaikan ataupun disalahgunakan. 6. Agar dapat meningkatkan pembangunan ekonomi yang seimbang dan untuk melindungi masyarakat dari tindak eksploitasi, maka Islam melarang monopoli dan oligopoli, praktik-praktik perdagangan yang membatasi secara tidak wajar, riba, pemakaian paksaan dalam membuat kontrak dan perjanjian serta penerbitan iklaniklan yang menyesatkan. Page 26
  • 27. 7. Seluruh kegiatan ekonomi dapat diizinkan dengan syarat bahwa mereka tidak merusak dan mengganggu kepentingan masyarakat (umat) dan tidak melanggar hukum dan nilai-nilai Islam. p. Hak Mendapatkan Perlindungan atas harta benda (tanah milik) Tidak ada tanah milik yang dapat diambil alih kecuali untuk kepentingan publik dan dalam hal ini ada pembayaran kompensasi yang adil dan cukup. q. Status dan Martabat Pekerja dan Buruh Islam menghormati kerja dan pekerjanya serta memerintahkan umat Islam untuk tidak hanya memperlakukan pekerja dengan adil tetapi juga memperlakukannya dengan murah hati. Pekerja atau buruh tidak hanya harus dibayar dengan tepat upah-upah yang patut mereka peroleh, tetapi mereka juga berhak mendapatkan waktu istirahat yang cukup. r. Hak Membentuk Sebuah Keluarga dan Masalah- Masalahnya 1. Setiap orang berhak untuk menikah dan mendirikan suatu rumah tangga dan mendidik anak-anak sesuai dengan agama, tradisi, dan kebudayaannya. Setiap pasangan berhak atas hak-hak khusus dan istimewa demikian ini serta untuk mengemban tanggung jawab sebagimana yang telah disyaratkan oleh hukum. 2. Masing-masing pasangan dalam perkawinan penghormatan dan penghargaan dari yang lainnya. 3. 4. Setiap suami wajib memelihara istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya. 5. Jika ada orang tua dengan beberapa alasan tidak mampu melaksanakan kewajibankewajiban mereka atas seorang anak, maka menjadi kewajiban masyarakat untuk memenuhi kewajiban–kewajiban ini dengan menggunakan biaya dari masyarakat. 6. Setiap orang berhak mendapatkan sokongan materil dan juga perhatian serta perlindungan dari keluarganya selama masa kanak-kanak, masa tua, atau ketika telah tidak berdaya. Para orang tua berhak mendapatkan tunjangan meteril dan perhatian serta perlindungan dari anak-anaknya. 7. Kaum ibu berhak atas perlakuan khusus, perlindungan dan bantuan dari pihak keluarga serta anggota masyarakat (umat). 8. Dalam suatu rumah tangga pria dan wanita saling membagi tugas dan kewajiban menurut jenis kelamin, berbagai karunia alamiah, bakat dan kecenderungan mereka dengan memperhatikan tanggung jawab bersama mereka terhadap keturunan dan kaum kerabatnya. berhak untuk mendapatkan Setiap anak memiliki hak untuk dipelihara dan didik dengan baik oleh kedua orang tuanya; anak-anak dilarang untuk bekerja pada usia masih belia atau dibebani dengan pekerjaan yang dapat merusak dan membahayakan perkembangan alami mereka. Page 27
  • 28. 9. Tidak ada seorangpun yang dapat dinikahi apabila bertentangan dengan kehendaknya, atau kehilangan (dikurangi) hak pribadi yang legal dalam masalah perkawinan. s. Hak-hak Wanita yang sudah Manikah Setiap wanita yang sudah menikah berhak: 1. 2. Hidup dalam rumah di tempat suaminya tinggal. 3. Mencari dan mendapatkan terputusnya pernikahan (khulu‟) sesuai dengan syaratsyarat hukum hak ini merupakan tambahan bagi haknya untuk mencari perceraian melalui pengadilan 4. 5. Mewarisi dari suami, orang tua dan anak-anak serta keluarga yang lain sesuai hukum. Menerima sarana-sarana penting guna memelihara dan menjaga standar hidup yang tidak lebih rendah dari pasangannya, dan dalam kasus perceraian ia berhak untuk menerima segala sarana pemeliharaan sesuai dengan sumber-sumber keuangan suaminya selama periode menunggu menurut hukum (iddah) baik bagi dia sendiri maupun bagi anak-anak yang ia pelihara dan asuh tanpa memandang status finansial, penghasilan, dan harta bendanya sendiri yang ia pegang sebagai haknya sendiri. Merahasiakan dengan ketat apa yang diketahui oleh suami atau bekas suami jika dicerai, yang berkenaan dengan segala informasi yang mungkin telah suaminya dapatkan darinya, penyingkapannya yang mungkin dapat terbukti merugikan dan merusak kepentingan-kepentingannya. Kewajiban yang sama juga diembankan baginya berkaitan dengan suami atau bekas suaminya. t. Hak Mendapatkan Pendidikan 1. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan kemampuan alaminya. 2. Setiap orang berhak mendapatkan kebebasan memilih profesi dan kariernya serta berhak memperoleh kesempatan guna mengembangkan sepenuhnya semua karunia dan anugrah alami yang dimilikinya. u. Hak Menikmati Keleluasaan Pribadi (pripacy) Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan kekuasaan pribadi. v. Hak Mendapatkan Kebebasan Berpindah dan Bertempat tinggal 1. Dengan memandang fakta bahwa dunia Islam benar-benar merupakan umat Islamiyah, maka setiap muslim memiliki hak untuk berpindah secara bebas ke dalam maupun keluar suatu negara Islam. Page 28
  • 29. 2. Tidak ada seorangpun yang dapat dipaksa untuk meninggalkan segera kediamannya, ataupun dideportasi secara semena-mena tanpa melalui jalan proses hukum yang berlaku sebenarnya. (Dikutip dari Shalahuddin Hamid, 2000: 218- 232). c. DEKLARASI HAM INTERNASIONAL (Pasal 1) Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikarunia akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan (Pasal 2) Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini dengan tidak ada perkecualian apapun, seperti misalnya bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. Selanjutnya tidak akan diadakan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwakilan, jajahan atau yang di bawah pembatasan lain dari kedaulatan. (Pasal 3) Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang (Pasal 4) Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun harus dilarang. (Pasal 5) Tidak seorangpun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam, dengan tidak mengingat kemanusiaan atau pun jalan perlakuan atau hukum yang menghinakan (Pasal 6) Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi terhadap undang-undang dimana saja ia berada Page 29
  • 30. (Pasal 7) Sekalian orang adalah sama didepan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tak ada perbedaan. Sekalian orang berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaan yang memperkosa Deklarasi ini dan terhadap segala hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam ini. (Pasal 8) Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif oleh hakim-hakim nasional yang kuasa terhadap tindakan perkosaan hak-hak dasar, yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar negara atau undang-undang (Pasal 9) Tidak seorangpun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang. (Pasal 10) Setiap orang berhak dalam persamaan yang sepenuhnya didengar suaranya di muka umum dan secara adil oleh pengadilan yang independen dan tak memihak, dalam hal menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dan dalam setiap tuntutan pidana yang ditujukan terhadapnya. (Pasal 11) (1) Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran pidana dianggap tadak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut undang-undang dalam suatu pengadilan yang terbuka, dan ia di dalam sidang itu diberi segala jaminan yang perlu untuk pembelaannya. (2) Tidak seorangpun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran pidana menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman lebih berat dari pada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran pidana itu dilakukan (Pasal 12) Tidak seorangpun dapat diganggu dengan sewenang-wenang dalam urusan pribadinya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat-menyurat, juga tidak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan-gangguan atas pelanggaran-pelanggaran demikian. (Pasal 13) Page 30
  • 31. (1) Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam lingkungan batasbatas tiap negara (2) Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri dan berhak kembali kenegerinya. (Pasal 14) (1) Setiap orang berhak mencari dan mendapatkan tempat pelarian di negeri-negeri lain untuk menjauhi pengejaran. (2) Hak ini tak dapat dipergunakan dalam pengejaran yang benar-benar timbul dari kejahatankejahatan yang tak berhubungan dengan politik atau dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan-tujuan dan dasar-dasar Perserikatan Bangsa-bangsa. (Pasal 15) (1) Setiap orang berhak mendapat kewarganegaraan. (2) Tidak seorangpun dengan semenamena dapat dikeluarkan dari kewarganegaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarganegaraannya. (Pasal 16) (1) Orang-orang dewasa baik pria maupun wanita, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraannya atau agama, berhak untuk mencari jodoh dan membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam perkawinan dan dikala perceraian. (2) Perkawinan harus dilakukan hanya dengan cara suka sama suka dari kedua mempelai (3) Keluarga adalah kesatuan yang sewajarnya serta merupakan inti dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan negara. (Pasal 17) (1) Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. (2) Seorangpun tidak boleh dirampas miliknya dengan semena-mena (Pasal 18) Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keinsyafan batin dan agama; dalam hak ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya melakukannya, beribadah dan Page 31
  • 32. menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik ditempat umum maupun secara sendiri. (Pasal 19) Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapatpendapat dengan cara apapu juga dan dengan tidak memandang batas-batas. (Pasal 20) (1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan mengadakan rapat dengan tak mendapat gangguan (2) Tidak seorangpun dapat dipaksa memasuki satu perkumpulan (Pasal 21) (1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri, baik langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas. (2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya (3) Kedaulatan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kedaulatan ini harus dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan umum berkala yang jujur dan dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan tidak membeda-bedakan serta dengan pemungutan suara yang rahasia atau umum menurut cara-cara lain yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara (Pasal 22) Setiap orang sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional dan sesuai dengan organisasi-organisasi serta sumber-sumber kekayaan dari setiap negara, hakhak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang perlu guna martabatnya dan guna perkembangan bebas pribadinya. Page 32
  • 33. (Pasal 23) (1) Setiap orang berhak atas pekerjaan berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik dan atas perlindungan dari pengangguran. (2) Setiap orang dengan tidak ada perbedaan, berhak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. (3) Setiap orang melakukan pekerjaan berhak atas upah yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya, sepadan dengan martabat manusia, dan jika perlu ditambah dengan bantuan-bantuan sosial lainnya. (4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya. (Pasal 24) Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk juga pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari-hari libur berkala, dengan tetap menerima upah. (Pasal 25) (1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan keadaan baik untuk dirinya dan keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta usha-usaha sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada waktu mengalami pengangguran, menderita sakit, menjadi orang cacat, janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan nafkah lain-lain karena keadaan yang diluar kekuasaanya. (2) Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anakanak baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama. (Pasal 26) (1) Setiap orang berhak mendapat pengajaran. Pengajaran harus dengan cuma-cuma, setidaktidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan tingkat dasar. Pengajaran sekolah dasar harus diwajibkan. Pengajaran tehnik dan jurusan harus terbuka bagi semua orang dan perguruan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kecerdasan. (2) Pengajaran harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan fundamental. Pengajaran harus mempertinggi rasa saling mengerti, saling menerima serta rasa persahabatan antara semua bangsa, golongan-golongan kebangsaan atau golongan penganut Page 33
  • 34. agama, serta harus memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian. (3) Ibu Bapak mempunyai hak utama untuk memilih jenis pengajaran yang akan diberikan kepada anak-anak mereka (Pasal 27) (1) Setiap orang berhak untuk turut serta dengan babas dalam hidup kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan untuk turut serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan serta mendapat manfa‟atnya (2) Setiap orang berhak untuk dilindungi kepentingan-kepentingan moril dan materiil yang didapatnya sebagai hasil dari sesuatu produksi dan lapangan ilmu pengetahuan, kesusastraan atau kesenian yang diciptakan sendiri (Pasal 28) Setiap orang berhak atas suatu susunan sosial dan internasional dimana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub dalam Deklarasi ini dapat dilaksanakan sepenuhnya. (Pasal 29) (1) Setiap orang mempunyai mewajibkan hanya terhadap suatui masyarakat tempat ia mendapat kemungkinan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan leluasa. (2) Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya setiap orang harus tunduk hanya kepada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak bagi hakhak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat benar dari kesusilaan, tertib umum serta keselamatan umum dalam suatu masyarakat demokrasi. (3) Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini sekali-kali tidak boleh di jalan dengan cara yang bertentangan dengan tujuan-tujuan dan dasar-dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa. (Pasal 30) Tidak sesuatupun dalam Deklarasi ini boleh diartikan memberikan kepada salah satu negara, golongan ataupun seseorang, suatu hak untuk melakukan kegiatan atau sesuatu perbuatan yang bertujuan untuk merusak salah satu hak dan kebebasan yang termaktub dalam Deklarasi ini. (Dikutip dari Shalahuddin Hamid, 2000: 209-217) Page 34
  • 35. BAB V HUKUM ISLAM DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM INDONESIA A. Pengertian Hukum Islam didefinisikan sebagai seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul, tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua manusia yang beragama Islam (Amir Syarifuddin, 2000 : 5). Dalam Islam dikenal dua aturan hukum yang berlaku bagi umat Islam yaitu Syari‟ah dan fiqh. Syari‟ah menurut asal katanya berarti jalan menuju mata air. Berdasarkan makna kata itu syari‟at Islam berati jalan yang harus ditempuh seorang muslim. Menurut istilah, syari‟ah berarti aturan dan perundang-undangan yang diturunkan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan mengatur hubungan antara manusia dengan alam semesta (Dep. Agama RI, 2001 : 141). Syari‟at Islam merupakan jalan yang benar yang menjadi landasan bagi kehidupan umat manusia sebagaimana firman Allah : “Dan Kami telah menurunkan kepadamu Al-Qur‟an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang diturunkan sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan, dan jangan kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami jadikan aturan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikan-Nya satu ummat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semua, lalu diberikannya kepadamu apa yang kamu perselisihkan itu (Q. S al-Maidah : 48). Sedangkan fiqih adalah pemahaman para Ulama terhadap syari‟at Islam yang terkandung dalam sumber hukum Islam (Al-Qur‟an dan as-Sunnah) dan mengkodifikasikannya secara sistematis dan praktis, sehingga lebih mudah dipahami. Oleh karena itu fiqih merupakan hasil pemikiran manusia (para Ulama) maka bentuknya tidak tetap, ia berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia. Selain itu, fiqih dipengaruhi pula oleh pola pemikiran dan metode yang digunakan oleh para Ulama dalam menyusunnya. Fiqih membahas dan memerinci atau mengoperasionalkan hukum-hukum syari‟at yang masih bersifat global di dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah dan bersifat fundamental (Dep. Agama RI, 2001 : 144). Oleh karena itu menurut Muhammad Daud Ali (2000 : 237-238) di Indonesia dikenal dua istilah yang menunjukkan perbedaan dalam hukum Islam yakni syari‟at Islam yang dalam bahasa Inggris disebut Islamic law dan fiqih Islam disebut Islamic Jurisprudence. J.N. D Anderson mengatakan bahwa hukum Islam merupakan hukum ciptaan Tuhan yang pada Page 35
  • 36. dasarnya tidak dapat diubah dan merupakan norma yang harus dita‟ati oleh kaum muslimin (Tim Dosen PAI UGM, 2005 : 138). Perbedaan antara syari‟ah dengan fiqih adalah sebagai berikut : 1. Syari‟ah terdapat dalam al-Qur‟an dan kitab Hadits. Jika berbicara tentang syari‟ah, maka yang dimaksud adalah firman Allah dan Sunnah Nabi SAW. Sedangkan fiqih terdapat dalam kitab-kitab fiqih. Jika berbicara tentang fiqih yang dimaksud adalah hasil pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syari‟ah. 2. Syari‟ah bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari fiqih. Fiqih bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada apa yang disebut perbuatan hukum. 3. Syari‟ah adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul SAW karena itu berlaku abadi, sedangkan fiqih adalah karya manusia yang dapat berubah atau diubah dari masa kemasa. 4. Syari‟ah hanya satu, sedangkan fiqih mungkin lebih dari satu seperti nampak pada aliranaliran hukum yang disebut mazhahib atau mazhab-mazhab itu. 5. Syari‟ah menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedangkan keragamannya (Dikutip dari Muhammad Daud Ali, 2000 : 239). fiqih menunjukkan B. Ciri-ciri Hukum Islam Ciri-ciri hukum Islam (Tim Dosen PAI UGM, 2005 : 138) adalah : 1. Bagian dari ajaran Agama Islam dan dengan demikian ia bersumber dari Agama Islam. 2. Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari qidah dan akhlak Islam. 3. Mempunyai dua istilah kunci yaitu Syari‟ah terdiri dari wahyu Allah dan sunnah Nabi SAW serta fiqih yang merupakan hasil pemahaman manusia muslim tentang Syari‟ah. 4.Susunannya berlapis yang terdiri dari (a). Al-Qur‟an (b). as-Sunnah (3) sirah nabawiyah, (d). Hasil ijtihad manusia (9). Keputusan Hukum bebruap amalan-amalan umat Islam 5. Mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pada pahala. C. Pembagian Hukum Islam Syariah atau hukum Islam terdiri dari dua bagian utama yaitu : (a). Hukum ibadah yaitu tata cara dan ritual sakral yang dilakukan oleh seorang muslim dalam hubungannya dengan Allah SWT, yang ketentuan dan tata caranya sudah tetap tidak mengalami perubahan, seperti tata Page 36
  • 37. cara shalat, puasa dan sebagainya (b). Hukum muamalah dalam arti khusus yang bersifat terbuka untuk dikembangkan oleh umat Islam. Adapun Hukum Mu‟amalah dalam Islam dibagi kedalam : 1. Hukum Keluarga (Ahkam al-Ahwal al-syakhsiyyah) yaitu hukum-hukum yang mengatur hak dan kewajiban suami-istri dan anak. Hukum ini dimaksudkan untuk memelihara dan membangun keluarga sebagai unit masyarakat terkecil. 2. Hukum Perdata (al-ahkam al-maliyah) yaitu hukum tentang perbuatan usaha perorangan seperti jual beli (al-ba‟ wal ijarah), pegadaian (rahn), penanggungan (kafalah), persyarikatan (syirkah), utang piutang (udayanah), perjanjian (uqud). Hukum perdata ini dimaksudkan untuk mengatur orang dalam kaitannya dengan kekayaan dan pemeliharaan hak-haknya. 3. Hukum Pidana (al-ahkam al-jinayah) yaitu hukum yang bertalian dengan tindak kejahatan dan sanksi-sanksinya. Tujuan hukum ini untuk memelihara ketenteraman hidup manusia dan harta kekayaannya, kehormatannya dan hak-haknya serta membatasi hubungan antara pelaku tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat. 4. Hukum Acara (al-ahkam al-murafa‟ah) yaitu hukum yang berhubungan dengan peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah), dan sumpah (al-yamin). Hukum ini bertujuan untuk mengatur proses peradilan guna merealisasikan keadilan antara manusia. 5. Hukum Perundang-Undangan (al-ahkam al dusturiyah) yaitu hukum yang berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan hakim dengan terhukum (terpidana), serta menetapkan hak-hak perorangan dan kelompok. 6. Hukum Kenegaraan (al-ahkam al-dauliyah) yaitu hukum yang berkaitan dengan hubungan kelompok-kelompok masyarakat di dalam negara dan hubungan antar negara. Tujuan hukum ini adalah untuk membatasi hubungan antar Negara dalam masa damai dan masa perang, serta membatasi hubungan antara umat Islam dengan lainnya dalam suatu Negara. 7. Hukum Ekonomi dan Keuangan (al-ahkam al-iqtishadiyah wal maliyah) yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin di dalam harta orang kaya, mengatur sumber-sumber pendapatan dan masalah pembelanjaan negara. Tujuan hukum ini adalah untuk mengatur hubungan ekonomi antara orang kaya dengan fakir miskin dan antara hak-hak keuangan Negara dengan perseorangan ( Dep.Agama RI, 2001 : 159). D. Tujuan Hukum Islam Secara umum hukum Islam bertujuan untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akherat dengan acara mengambil segala yang bermanfa‟at dan meninggalkan segala yang mendatangkan mudarat yaitu segala sesuatu yang tidak bermanfa‟at bagi kehidupan manusia. Dengan demikian hukum Islam bertujuan untuk kemaslahatan hidup ruhani, jasmani dan akal baik bagi manusia secara individu maupun sosial. Page 37
  • 38. Secara khusus hukum Islam menurut Abu Ishaq al-Syatibi (Tim Dosen PAI UGM, 2005 : 141) mempunyai lima (Maqashid al-Khamsah) tujuan yaitu : (1). Memelihara Agama : Agama merupakan pedoman hidup bagi manusia yang akan mengantarkannya kepada tujuan yang hakiki. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap umat untuk memeliharanya, agar terpelihara dari berbagai ancaman dari orang-orang yang akan merusak ajarannya, baik akidah, syari‟ah maupun akhlak (2). Memelihara jiwa : Jiwa adalah penggerak kehidupan manusia, maka menjadi kewajiban setiap manusia untuk memeliharanya dari kerusakan yang dapat membawa manusia kepada kehancuran kehidupan, misalnya jiwa yang kosong dari nilai-nilai agama akan membawa seseorang kejalan kebinasaan (3). Memelihara akal : akal berfungsi untuk membedakan antara yang benar dengan yang salah. Karena itu akal merupakan alat terpeting bagi setiap manusia untuk membawa hidup menjadikan hidupnya bermanfa‟at baik bagi dirinya maupun orang lain. Dengan akal yang sehat dan cerdas setiap orang bisa memanfa‟atkan segala yang ada untuk menghasilkan manfa‟at bagi kehidupan manusia. Karena itu menjadi kewajiban setiap orang untuk memelihara akalnya agar jangan dirusak. Karena itu Islam melarang perbuatan-perbuatan yang dapat merusak akal, seperti minuman yang mamabukkan dan sebagainya (4). Memelihara keturunan : keturunan adalah pelanjut generasi manusia, karena itu kemurnian darah agar dapat di jaga. Hal ini tercermin dalam hubungan darah yang menjadi syarat untuk dapat saling mewarisi (Q.S 4 : 11), larangan-larangan perkawinan yang secara rinci disebut dalam Al-Qur‟an (Q. S 4 : 23) dan larangan berzina (Q. S 17 : 32) (5) Memelihara harta : Harta adalah pemberian Allah SWT kepada manusia agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu manusia wajib memelihara harta yang ia peroleh dengan cara yang halal, artinya sah menurut hukum dan benar menurut ukuran moral. E. Prinsip Dasar Hukum Islam Prinsip dasar Hukum Islam menurut M. Hasbi Ash-Shiddiqie (1975 : 282) ada lima macam yaitu : 1. Mencegah segala yang memelaratkan 2. Membolehkan segala yang bermanfa‟at 3. Mewajibkan segala yang tidak boleh tidak 4. Membolehkan segala yang diharamkan oleh nash, apabila keadaan memaksa. 5. Membolehkan segala yang diharamkan untuk menyumbat kerusakan, menyumbatkan jalan yang menyampaikan kepada kerusakan atau kemafsadan, apabila adakemaslahatan. Page 38
  • 39. F. Ruang Lingkup Hukum Islam Hukum Islam terdiri dari dua bagian yaitu Hukum perdata dan hukum pidana Islam. 1. Hukum Perdata terdiri dari : a. Munakahat yaitu hukum yang mengatur segala yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian dan akibat-akibatnya. b. Hukum Mawarits yaitu hukum yang mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewarits, ahli warits dan harta peninggalan serta pembagian warisan. c. Mua‟amalat dalam pengertian khusus yaitu hukum yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam masalah jual-beli, sewa menyewa dan lainya. 2. Hukum Pidana terdiri dari : a. Jinayat yaitu hukum yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan yang diancam hukuman baik dalam jarimah hudud (perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah) dan Jarimah ta‟zir (perbuatan pidana yang bentuk dan ancamannya ditentukan oleh penguasa). b.Al-Ahkam as-Sulthaniyah yaitu hukum yang membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan Kepala Negara, Negara, pemerintahan, baik pusat maupun daerah, tentra dan pajak. c.Siyar, yaitu hukum yang mengatur perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan Negara lain. d.Mukhasamat yaitu hukum yang mengatur soal peradilan, kehakiman dan hukum acara (Tim Dosen PAI UGM, 2005 : 14). G. Sumber Hukum Islam Kata sumber terjemah dari “masdar” yang jama‟nya “mashaadir” dapat diartikan suatu wadah yang dari wadah tersebut dapat ditemukan atau digali norma hukum (Amir Syarifuddin, 2000: 43). Sumber dalam bahasa Indonesia berarti tempat keluar, asal sesuatu. Maka jika dikatakan sumber hokum Islam dapat diartikan tempat keluar atau asal hukum Islam. Dalam hal ini adalah Al-qur‟an dan As-Sunnah sebagai sumber pokok sebagai tempat dikeluarnya yang diperlukan oleh kaum muslimin dalam menetepkan hukum serta sumber hukum lainnya.. Page 39
  • 40. Adapun macam-macam sumber hukum Islam adalah al-qur’an, as-sunnah, ijma’ dan qiyas BAB VI AL-QUR’AN A. Pengertian Al-Qur’an Qara‟a berarti mengumpulkan dan menghimpun, qira‟ah berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan lainnya dalam suatu ucapan yang tersusun rapi. Qur‟an pada awalnya seperti qira‟ah yaitu masdar dari kata qara‟, qira‟atan, qur‟anan. Dalam AlQur‟an Allah berfirman “Inna „alaina jam‟ahu waqur‟anah, Faiza qara‟nahu fattabi‟ qur‟anahu (Q.S Al-Qiyamah: 17-18). Qur‟anah dalam ayat ini berarti qira‟atahu (bacaannya atau cara membacanya). Qur‟an dikhususkan sebagai nama kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW (Manna‟ Khalil Al-Qathan, 2000: 15-16). Sebagian ulama mengatakan Al-Qur‟an jika dibaca “Qur‟an” dengan tidak membaca “Al”didepannya, maka adalah nama bagi segala yang dibaca. Tetapi apabila dibaca “Al-Qur‟an” maka ia adalah Kalam Allah yang diturunkan dalam bahasa Arab itu. Arti kata Al-Qur‟an ialah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang tidak dapat ditandingi oleh yang menantangnya, walaupun sekedar sesurat saja (AsSuyuthi: 52). Untuk menjelaskan pengertian Al-Qur‟an ini baiklah dikutipkan pendapat para Ulama sebagai berikut: 1. Asy-Syafi‟y berpendapat bahwa lafadz “Al-Qur‟an “yang dita‟rifkan dengan “Al”, tidak berhamzah (tidak berbunyi An) dan bukan diambil dari sesuatu kalimat lain, tidak diambil dari qara‟atu, sama dengan aku telah membaca. Kalimat itu nama resmi bagi Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Menurut ini harus kita baca “Al-Qur‟an” dengan tidak membunyikan “a”. (M. Hasbi AshShiddiqi, 1992: 4). 2. Al-Asy‟ary berpendapat bahwa lafaz “Qur‟an” diambil dari lafazh “qarana” yang berarti menggabungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dinamai Al-Qur‟an karena surat, ayat dan huruf-hurufnya beriringan dan dihimpun dalam satu Mushaf (AzZarkasyi, 1957: 278). 3. Al-Farra‟ berpendapat bahwa lafazh “Qur‟an”tidak pakai hamzah dan diambil dari kata “qara-„in” jama‟ dari qarinah, yang artinya indikator (petunjuk). Hal ini disebabkan oleh sebagian ayat-ayat al-Qur‟an itu serupa satu sama lainnya, maka seolah-olah sebagian ayat-ayat itu merupakan indikator (petunjuk) dari apa yang dimaksud oleh ayat lain yang serupa itu. (Masjfuk Zuhdi, 1980: 2). 4. Menurut Al-Lihyany bahwa lafazh “Qur‟an” itu berma‟na “yang dibaca”. Karena AlQur‟an itu dibaca, maka dinamailah dia “Al-Qur‟an”. Inilah pendapat yang terkenal Page 40
  • 41. (M. Hasbi Ash-Shiddiqi, 1954: 4). Agar pengertian Al-Qur‟an berlandaskan dalil yang qath‟i, maka harus diambil ma‟nanya dan memperhatikan cara Al-Qur‟an sendiri menggunakan kalimat tersebut, sebagaimana tersebut dalam firman Allah “Laatuharriq bihi, lisanaka lita‟jalabihi, inna alaina jam‟ahu waqur‟anahu, faiza qara‟nahu, fattabi‟ qur‟anahu (Q. S. Al-Qiyamah: 16-18). Artinya: Janganlah engkau gerakkan lidahmu bergegas-gegas membacanya. Bahwasanya kami mengumpulkannya dan membacanya. Maka apabila kami telah membacanya, ikutilah akan bacaannya. Berdasarkan zahir ayat ini, lafaz “Qur‟an” diartikan “bacaan” yakni: Qur‟an ialah Kalamullah yang dibaca berulang-ulang oleh manusia (M. Hasbi AshShiddiq, 1992 : 5). Hakikat Al-Qur‟an ialah makna yang berdiri pada zat Allah. Al-Gazali mengatakan bahwa hakikat Al-Qur‟an ialah kalam yang berdiri pada zat Allah yaitu suatu sifat yang qadim dari antara sifat-sifat-Nya. Kalam itu lafad musytarak, dipergunakan untuk lafad yang menunjuk kepada makna, sebagaimana dipergunakan untuk makna yang ditunjuk oleh lafad (M. Hasbi Ash-Shiddiqie, 2000: 11). Al-Qur‟an ialah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjadi pedoman hidup untuk melemahkan bangsa Arab yang terkenal petah lidahnya dan tinggi susunan bahasanya (M. Hasbi Ash-Shiddiqie, 2000: 11). Para ulama mendefinisikan bahwa Al-Qur‟an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang pembacaannya merupakan ibadah (Manna Khalil al-Qattan, 2000: 17). Menurut As-Suyuthi seperti dikutip Ahmad Von Denffer (1988: 18) berdasarkan laporan dari Abdullah Ibn Abbas, Hakim, Baihaqi dan Nasa‟i, bahwa Al-Qur‟an diturunkan melalui dua tahapan: 1. Dari Lauh al-Mahfudz”catatan yang terjaga”, menuju surga yang rendah (Bait al-Izza) di dunia, secara bersama-sama, di waktu malam Lailatul qadar. Dalam hadits Hakim dan Ibn Abi Syaibah disebutkan “Bahwa telah dipisahkan Al-Qur‟an dari az-Zikr, lalu diletakkan di Baitul Izzah di langit dunia, kemudian Jibril menurunkannya kepada Nabi SAW (Al-Qattan, 2000 : 42). 2. Dari langit ke bumi secara bertahap selama dua puluh tiga tahun masa kerasulan Muhammad SAW dan pertama kali turun ketika lailatul qadar, lewat perantaraan Malaikat Jibril. Cara turun yang kedua dari surga ke hati Rasul SAW. 2. Proses Pewahyuan Al-Qur’an Proses pewahyuan Al-Qur‟an dari Allah hingga sampai kepada Nabi Muhammad SAW melalui tahap sebagai berikut: 1. Cara wahyu Allah turun kepada Malaikat 1. Dialog (pembicaraan) Allah dengan Malaikat tanpa melalui perantaraan. “Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Malaikat bahwa : Allah Page 41
  • 42. akan menjadikan khalifah di bumi, Mereka berkata mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya (Q. S Al-Baqarah : 3). Dalam firman yang lain “ Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada Malaikat sesungguhnya aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman (Q.S Al-Anfal: 12). 2. Al-Qur‟an tertulis di Lauhul mahfuz ”Bahkan ia adalah Al-Qur‟an yang mulia tersimpan di lauhul mahfuz (Q. S Al-Buruj: 21-22). Menurut para ulama bahwa yang benar mengenai cara Allah menurunkan wahyu kepada malaikat ialah dengan cara Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafalnya yang khusus. Pendapat ini yang benar yang dijadikan pegangan oleh Ahlus sunnah waljama‟ah (Manna Khalil al-Qattan: 42). 2. Cara wahyu Allah turun kepada Rasul Proses pewahyuan yang diturunkan kepada para Rasul tanpa melalui perantaraan: 1. Mimpi yang benar dalam tidur Berdasarkan hadits dari Aisyah r.a Sesungguhnya apa yang mula-mula terjadi pada Rasulullah SAW adalah mimpi yang benar di waktu tidur, beliau tidaklah melihat mimpi kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya pagi hari (Mutafaq alaih). 2. Kalam Ilahi dari balik tabir, seperti yang terjadi pada Musa as.” Dan tatkala Musa datang untuk munajat dengan Kami di waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman langsung kepadanya, Musa berkata: Wahai Tuhan, tampakkanlah diri-Mu kepadaku agar aku dapat melihat Engkau (Q. S Al-A‟raf: 143). Selanjutnya firman Allah “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung “ (Q. S al -Maidah: 64). Hal yang demikianpun terjadi pada diri Rasul SAW bahwa Allah berbicara secara langsung pada malam Isra‟ Mi‟raj (Manna Khalil al-Qattan, 2000 : 44). 3. Dihembuskan ke dalam jiwa Nabi perkataan yang dimaksudkan. Sebagaimana firman Allah “Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir”(Q.S Asy-Syuura: 51). Menurut para ahli tafsir ayat ini maksudnya ialah Tuhan memasukkan ke dalam jiwa Nabi wahyu yang dimaksudkan. Sedangkan wahyu yang disampaikan dengan melalui perantaraan adalah: Page 42
  • 43. 1. Datang kepadanya suara seperti gerincingan lonceng yang sangat keras. Cara inilah yang dirasakan Nabi paling berat. “Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat memukul-mukul sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya, bagaikan gemerincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin (H. R Bukhari). 2. Malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk manusia. Jibril pernah datang kepada Nabi dalam rupa Dihyah ibn khalifah, seorang lelaki yang sangat elok rupannya. Kedua cara itu disebut dalam hadits riwayat Aisyah Ummul mukminin “kadangkadang ia datang kepadaku bagaikan dencingan lonceng, dan itulah yang paling berat bagiku, lalu ia pergi dan aku telah menyadari apa yang dikatakannya. Dan terkadang malaikat menjelma kepadaku sebagai seorang laki-laki, lalu dia berbicara kepadaku dan akupun memahami apa yang dia katakan (Manna Khalil al-Qattan, 2000: 48). 3. Jibril memperlihatkan dirinya kepada Nabi dalam rupanya yang asli yang mempunyai 600 (enam ratus) sayap. 4. Israfil turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang membawa wahyu qur‟an. 5. Wahyu datang seperti suara lebah 6. Paham yang dimasukkan ke dalam hati Nabi dikala beliau ber-ijtihad menetapkan hukum (M. Hasbi Ash-Shiddiqi, 2000: 20). Demikianlah cara wahyu diturunkan kepada para Rasul baik tanpa melalui perantaraan (langsung) maupun melalui perantaraan dengan menggunakan delapan cara yang menjadi keyakinan dan pengetahuan kaum muslimin tentang proses pewahyuan. 3. Sebab Sebab Turunya Al-Qur’an a. Pengertian asbab-an-Nuzul Asbabun nuzul terdiri dari dua kata yaitu asbab, jama‟ dari sabab yang berarti sebab atau latar belakang dan nuzul yang berarti turun. M. Hasbi Ash-Shiddiqie (1992: 64) mengartikan asbab an-Nuzul ialah kejadian yang karenanya diturunkan Al-Qur‟an untuk menerangkan hukum di hari timbulnya kejadian-kejadian itu dan suasana pada sa‟at Al-Qur‟an diturunkan langsung setelah terjadinya sebab itu ataupun lantaran karena sesuatu hikmah. Masjfuk Zuhdi (1980: 37) mengartikan Asbab an-Nuzul ialah semua yang disebabkan olehnya diturunkan suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebabnya atau memberi jawaban terhadap sebabnya atau menerangkan hukumnya pada sa‟at terjadinya peristiwa itu. Az-Zarkani (1988, I: 108) berpendapat bahwa asbabun nuzul adalah keterangan mengenai suatu ayat atau rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab turunnya atau menjelaskan hukum suatu kasus pada sa‟at kejadiannya. Page 43
  • 44. Asbabun nuzul menurut Subhi Shalih (1977: 160) adalah berkenaan dengan sesuatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa ayat, atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat, sebagai jawaban atau sebagai penjelasan yang diturunkan pada waktu terjadinya suatu peristiwa. Nurcholis Madjid seperti dikutip Muhammad Chirzin (2003: 23) menyatakan bahwa asbabun nuzul adalah konsep, teori atau berita tantang adanya sebab-sebab turunnnya wahyu tertentu dari Al-Qur‟an kepada Nabi Muhammad SAW, baik satu ayat, satu rangkaian ayat ataupun satu surah. Berdasarkan pengertian tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa asbabun nuzul itu pada hakikatnya adalah diturunkannya ayat Al-Qur‟an kepada para Rasul karena ada sebab-sebabnya baik untuk menjawab persoalan yang muncul pada waktu itu, maupun yang memerlukan penyelesaian berupa hukum tertentu dan juga merupakan pengetahuan tentang sebab diturunkannya Al-Qur‟an. Dengan memahami asbabun nuzul kaum muslimin akan mampu memahami Al-Qur‟an secara baik dan sempurna. b. Urgensi memahami asbab an-Nuzul Pentingnya memahami asbab an-Nuzul bagi seorang muslim terutama bagi seorang mufassir dapat dilihat dari beberapa alasan berikut ini: 1. Tidak mungkin mengetahui tafsirnya ayat, tanpa mengetahui kisahnya dan keterangan 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. turunnya (Al-Wahidi dalam Masjfuk Zuhdi, 1981: 42). Mengetahui sebab turunnya ayat Al-Qur‟an dapat menolong untuk memahami ayat, karena sesungguhnya mengerti sebabnya dapat menghasilkan pengetahuan tentang akibatnya (Ibnu Taimiyah dalam M. Ali Ash-Shabuni, 1987: 21). Mengetahui sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami maksudmaksud Al-Qur‟an. Hal itu adalah suatu urusan yang diperoleh para sahabat karena adakarinah-karinah yang mengelilingi kejadian itu (Ibnu Daqiqil „Id dalam M. Hasbi Ash-Shiddiqie, 1972: 22). Seseorang dapat mengetahui hikmah dibalik syari‟at yang diturunkan melalui sebab tertentu (Az-Dzahabi, 109). Seseorang dapat mengetahui bahwa Allah selalu memberi perhatian penuh kepada Rasul SAW dan selalu bersama hamba-Nya (Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, t.t: 15). Seseorang dapat mengetahui pelaku atau orang yang terlibat dalam peristiwa yang mendahului turunnya suatu ayat (M. Ali Ash-Shabuni, 1987: 20). Seseorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum dan dalam keadaan bagaimana ayat itu mesti diterapkan (Nurcholis Madjid dalam Muhammad Chirzin, 2003: 28). Mengetahui hikmah diundangkannya suatu hukum dan perhatian syara‟ terhadap kepentingan umum dalam menghadapi segala peristiwa. Page 44
  • 45. 9. Membatasi hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi apabila hukum itu masih bersifat umum. 10. Apabila lafal yang diturunkan itu bersifat umum dan terdapat dalil atas pengkhususannya, maka pengetahuan asbab an-Nuzul membatasi pengkhususan itu hanya terhadap yang selain bentuk sebab. Dan bentuk sebab itu tidak dapat dikeluarkan karena masuknya bentuk sebab ke dalam lafal yang umum, karena masuknya bentuk sebab ke dalam lafal yang umum itu bersifat qat‟i (pasti). 11. Sebab nuzul dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat itu diturunkan, sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain, karena dorongan permusuhan dan perselisihan (Manna Khalil al-Qattan, 2000: 110-114). D. Hikmah Al-Qur’an Turun Bertahap Al-Qur‟an diturunkan secara bertahap menurut Manna Khalil al-Qattan (2000: 157159) mengandung hikmah sebagai berikut: 1. Menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah SAW. Perjuangan dan dakwah Rasulullah mengalami tantangan dari kaum kafir Qurays dengan berbagai gangguan dan ancaman kepada Rasulullah SAW. Oleh karena itu, Allah SWT menurunkan Al-Qur‟an untuk meneguhkan hati Rasulullah SAW terhadap kebenaran agama Islam yang ia sampaikan, sehingga dapat memperkuatnya untuk terus melangkah melakukan dakwah tanpa menghiraukan perlakuan kasar dan jahil masyarakatnya sendiri. “Sedemikian (Kami turunkan dia berangsur-angsur) untuk Kami kuatkan dengan dia hati engkau (Q. S Al-Furqan : 32). Apabila Al-Qur‟an diturunkan secara bertahap sesuai dengan kejadian, maka hati orang yang menerimanya akan semakin teguh dan tidak merasa bosan. c. Tantangan dan Mu‟jizat Dengan tujuan untuk menguji kebenaran kenabian Rasulullah SAW, melemahkan dan menentang ajaran yang di bawanya, maka orang-orang musyrik sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dicerna oleh akal sehat, seperti menanyakan tentang hari qiamat. “Mereka menanyakan kepadamu tentang hari qiamat(Q.S. Al-A‟raf: 187) “Dan meminta kepadamu agar azab itu disegerakan (Q.S. al -Hajj: 47). Maka turunlah ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang kebenaran dan memberikan jawaban atas pertanyaan mereka, misalnya firman Allah SWT “Dan tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu dengan membawa sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya (Q. S Al-Furqan: 33). Page 45
  • 46. 3. Mempermudah hafalan dan pemahaman Pada sa‟at Al-Qur‟an diturunkan, masyarakat Arab belum mempunyai cukup pengetahuan tata tulis yang memungkinkan dapat membukukan Al-Qur‟an. karena mereka dalam kondisi ummi yang tidak pandai membaca dan menulis. Kekuatan yang mereka andalkan adalah hafalan dan daya ingat yang baik. Umat yang buta huruf tidak mudah menghafal seluruh isi Al-Qur‟an apabila diturunkan sekaligus dan tidak pula mudah untuk memahami seluruh isinya serta memikirkan makna-maknanya. Oleh karena itu diturunkannya Al-Qur‟an secara bertahap untuk mempermudah hafalan dan pemahaman mereka terhadap Al-Qur‟an. Menurut Abu Nadah bahwa Abu Said al-Hudri mengajarkan Al-Qur‟an kepada kami lima ayat di waktu pagi dan lima ayat diwaktu petang. Dia memberitahukan bahwa Jibril menurunkan Al-Qur‟an lima ayat (HR. Ibnu „Asyakir). Berdasarkan hadits dari Khalid bin Dinar dikatakan bahwa Abu Aliyah berkata kepada kami: pelajarilah Al-Qur‟an itu lima ayat demi lima ayat; karena Nabi SAW mengambilnya dari Jibril lima ayat demi lima ayat ( H.R. Baihaqi). 4. Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa dan pentahapan dalam Penetapan Hukum. Pada awalnya Al-Qur‟an meletakkan dasar keimanan kepada Allah, melaikat, kitab, rasul dan hari qiamat. Kemudian Al-Qur‟an mengajarkan akhlak mulia yang akan membersihkan jiwa, meluruskan kebengkokan dan mencegah perbuatan keji dan mungkar. Selanjutnya Al-Qur‟an menetapkan hukum untuk menangani penyakit sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sebagai contoh penetapan hukum secara berangsur-angsur sesuai dengan turunnya Al-Qur‟an ialah : diharamkannya minuman keras, sebagaimana firman Allah: “Dan dari buah kurma dan anggur kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memikirkan (Q. S An-Nahl: 67). Kemudian turun ayat “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa‟at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari pada manfa‟atnya (Q. S Al-Baqarah: 219). 5. Sebagai bukti yang pasti bahwa Al-Qur‟an diturunkan dari sisi Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji. Sekalipun Al-Qur‟an diturunkan secara berangsur-angsur atau tidak dalam waktu bersamaan sekaligus, tetapi antara satu ayat dengan ayat lainnya tetap berkesesuaian dan tidak saling bertentangan satu sama lainya serta tetap terjadi keseimbangan. Hal ini menunjukan bahwa Al-Qur‟an benar-benar memang bukan buatan manusia seperti Page 46
  • 47. Muhammad, tetapi ia diturunkan dari sisi Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Bijaksana. ”Kalau Al-Qur‟an itu bukan dari dari sisi Allah, tentulah mereka dapati banyak ayat yang saling bertentangan di dalamnya (Q.S An-Nisa: 82). Demikianlah hikmah yang terkandung di dalam turunnya Al-Qur‟an secara bertahap, sehingga kekuatan Al-Qur‟an sebagai mu‟jizat dapat dibuktikan dan dipertahankan yang dapat memantapkan keyakinan umat Islam terhadap kebenaran AlQur‟an yang mengandung ajaran ke-Tuhanan, kemanusian dan sebagainya. E. Kodifikasi Al-Qur’an Terdapat riwayat yang menyebutkan kata al-Jam‟ (pengumpulan) untuk menerangkan tentang pengumpulan Al-Qur‟an. Hasil kajian yang berhubungan dengan pengumpulan Al-Qur‟an menunjukkan bahwa istilah al-Jam‟ digunakan untuk pengertian: 1. Menghafal Al-Qur‟an di lubuk hati. Oleh karena itu para penghafal disebut juga Jamma‟ al-Qur‟an. Aplikasi pengertian ini bahwa dada Rasulullah SAW dan dada para sahabat merupakan lauh (tempat menulis) yang di dalamnya tertulis AlQur‟an. 2. Menuliskannya pada alat-alat yang tersedia, akan tetapi ayat-ayat dan surah-surahnya terpisah-pisah. Masing-masing surah tertulis pada lembaran kulit. Pengumpulan dalam pengertian ini terlaksana pada masa Rasulullah SAW dan masa sebagian sahabat. 3. Ayat-ayatnya ditulis secara bersambung dan surah-surahnya tersusun dalam satu mushhaf. 4. Memudahkan dan menuliskannya berdasarkan satu qira‟at yang mutawatir ke dalam satu mush-haf. Kegiatan ini dilakukan pada masa khalifah Utsman bin Affan r.a. (AlAththar, 1994: 153). Menurut Subhi As-Shalih (2001: 73), pengumpulan Al-Qur‟an mempunyai dua pengertian yang keduanya disebut dalam nash, sebagaimana firman Allah SWT “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penghimpunan (di dalam dadamu) dan (membuatmu) pandai membacanya (Q.S Al-Qiyamah: 17). Kata penghimpunannya (jam‟ahu) bermakna penghafalannya. Orang-orang yang hafal Al-Qur‟an disebut Jumma‟ul Qur‟an atau Huffadzul Qur‟an. Makna lain dari penghimpunannya (jam‟ahu) ialah penulisannya yakni penulisan seluruh Al-Qur‟an yang memisahkan masing-masing ayat dan surah; atau hanya mengatur susunan ayat-ayat Al-Qur‟an saja dan susunan tiap surah di dalam suatu shahifah tersendiri; atau mengatur susunan semua ayat dan surah di dalam beberapa shahifah yang kemudian di satukan sehingga menjadi suatu koleksi yang merangkum semua surah yang sebelumnya telah di susun satu demi satu. Menurut Ar-Rumi (1999: 99) upaya pengumpulan Al-Qur‟an mengandung tiga pengertian yaitu: Page 47
  • 48. 1. Pengumpulan dalam arti menghafal Al-Qur‟an secara kata-kata. 2. Pengumpulan dalam arti penulisan dan pembukuan seluruh isi Al-Qur‟an baik huruf, kalimat, surah maupun ayat. 3. Pengumpulan dalam arti merekam suara bacaan Al-Qur‟an. B. Pengumpulan dalam arti Menghafal. Pengumpulan Al-Qur‟an dalam arti menghafal pada masa Rasulullah SAW, telah dapat dibuktikan, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur‟an dan beberapa keterangan para Ulama, sebagai berikut: 1. Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an surah Al-Qiyamah: 16-17: ”Janganlah kamu 2. 3. 4. 5. gerakkan lidahmu untuk membaca Al-Qur‟an, karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan membuatmu pandai membacanya” dan firman Allah yang lain “Kami akan membacakan (Al-Qur‟an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa (Q. S Al-„Ala: 6). Pada sa‟at terjadi perang di Bir Ma‟unah telah menewaskan 70 jamma‟(penghafal) AlQur‟an, sehingga Nabi Muhammad SAW memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk mengumpulkan Al-Qur‟an karena khawatir akan hilangnya Al-Qur‟an yang ada dalam hafalan mereka (As-Suyuthi, t.t: 122) Rasulullah SAW menyerahkan setiap orang yang baru hijrah kepada Huffadz untuk diajari menghafal Al-Qur‟an. Setelah Fathu Mekkah, Nabi Muhammad SAW meminta kepada Mu‟az bin Jabbal untuk menetap di Mekkah guna mengajarkan Al-Qur‟an dan Islam kepada masyarakat. Kepada sahabatnya di Kuffah, Abdullah bin Mas‟ud menyatakan bahwa ia telah membaca tujuh puluh surat langsung dari Rasulullah SAW (Al-Aththar, 1994: 155157). Hafalan seluruh isi Al-Qur‟an adalah kewajiban umat Islam, dalam arti bahwa harus ada umat Islam yang hafal Al-Qur‟an, untuk menjaga nilai mutawwatirnya. Rasulullah selalu mengutamakan sahabat yang banyak hafal Al-Qur‟an, mendahulukan orang yang banyak membaca Al-Qur‟an untuk menguburkan orang mati. Hal yang demikian ini menunjukkan keutamaan menghafal Al-Qur‟an. Sebagaimana diketahui bahwa Rasulullah hafal seluruh isi Al-Qur‟an, demikian pula para sahabatnya. Pada bulan Ramadhan setiap tahun hafalan Rasulullah SAW diuji oleh Malaikat Jibril, kecuali sa‟at menjelang wafatnya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Aisyah ”Sesungguhnya Jibril menemaniku tadarrus Al-Qur‟an setiap tahun satu kali, pernah juga dua kali dalam setahun, lalu aku tidak melihatnya lagi sampai datang ajalku (Shaheh Bukhari, 1979 : 183). Dikalangan para sahabat terjadi perlombaan menghafal, membaca dan mengkaji Al-Qur‟an. Demikian pula dalam hal mempelajari, menafsirkan dan mengamalkan ajaran yang terdapat dalam Al-Qur‟an. Hal ini menunjukkan bahwa semangat menghafal sampai mengamalkan isi Page 48
  • 49. kandungan Al-Qur‟an dikalangan sahabat sangat tinggi yang didorong oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Ingatan mereka sangat kuat, instingnya tajam, dan hatinya bersih. 2. Karena keumian (tidak bisa baca tulis) mereka mengandalkan ingatan yang sangat 3. 4. 5. 6. kuat. Senangnya mereka menghafal Al-Qur‟an didorong oleh keimanan dan rasa cinta kepada Allah SWT dan Rasulnya. Balaghah yang termaktub dalam Al-Qur‟an sangat menarik perhatian mereka dan dapat menikmati pembicaraan yang bagus. Banyak nash yang mendorong mereka untuk menghafal Al-Qur‟an dan menakutnakuti, apabila mereka lupa atau membaca Al-Qur‟an seara sembarangan. Mereka adalah ahli shalat, bangun malam dan ahli ibadah lainnya, karena membaca Al-Qur‟an, shalat dan bangun malam telah disyari‟atkan (Ar-Rumi, 1999: 106). C. Keistimewaan Menghafal Al-Qur‟an Keistimewaan menghafal Al-Qur‟an menurut mengandung ciri khas dan keutamaan di antaranya adalah: Ar-Rumi (1999: 108-109) 1. Pengumpulan Al-Qur‟an dengan cara menghafal adalah awal pertumbuhan ilmu pengetahuan yang termasuk bagian dari Ulumul qur‟an. 2. Hafalan diluar kepala di khususkan terhadap Al-Qur‟an, tidak terhadap kitab selain AlQur‟an. 3. Surah Al-Fatihah yang merupakan bagian dari ayat Al-Qur‟an wajib dihafal oleh setiap umat Islam, karena surat ini satu dari syarat syahnya shalat. 4. Upaya hafalan ini akan berlangsung secara terus-menerus. Rasulullah menghafal AlQur‟an diikuti oleh para sahabat, para tabi‟in dan masa sesudahnya. Demikian umat Islam telah, sedang dan akan terus menghafal sampai hari qiamat. D. Pengumpulan dalam Arti Penulisan dan Pembukuan (Kodifikasi) 1. Pengumpulan pertama pada masa Rasulullah SAW. Bahwa pengumpulan pada masa Rasulullan SAW adalah upaya penulisan dan pembukuan (penyusunan ayat dan surat secara sistematis). Pembukuan Al-Qur‟an telah dimulai sejak masa Rasulullah SAW berdasarkan berbagai bukti berikut ini : 1. Sejak masa Nabi, Al-Qur‟an telah ditulis, walaupun dalam keadaan terpisah-pisah pada pelepah-pelepah dan tulang-tulang unta. 2. Kata Zaid bin Tsabit, saya ikut terlibat dalam pengumpulan Al-Qur‟an pada pelepahpelapah kurma, batu tulis tipis yang halus dan dalam dada orang-orang terkemuka. Page 49
  • 50. 3. Al-Qur‟an al-Karim diturunkan kepada Rasulullah SAW selama kurang lebih 23 tahun dan selama waktu tersebut Rasulullah SAW memerintahkan sekretarisnya untuk menulis. 4. Rasulullah meminta kepada Ali r.a untuk mengambil dan mengumpulkan Al-Qur‟an yang tertulis dalam suhuf, sutera dan kertas. 5. Menurut riwayat Ath. Thabari ada enam orang dari kaum Anshar yang telah mengumpulkan Al-Qur‟an pada masa Rasulullah SAW (Al-Aththar, 1994: 159-161). (1). Para penulis Wahyu. Setiap menerima wahyu Nabi segera memanggil beberapa sahabat dan memerintahkan salah seorang di antara mereka untuk menulis dan membukukannya. Cara yang demikian itu, sebagaimana dijelaskan oleh Utsman bin Affan. Ia berkata:”Bahwa kepada Rasulullah SAW diturunkan surah-surah, yang masing-masing memiliki sejumlah ayat. Apabila ada ayat yang diturunkan kepada beliau, lalu beliau memanggil diantara juru tulis dan memerintahkan”Letakkanlah ayat-ayat ini dalam surah yang disana diterangkan/disebutkan tentang sesuatu hal” (Nawawi, 1988: 119). Para penulis wahyu yang disebut Kuttab al-Wahyi adalah: Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali ibnu Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka‟ab, Mu‟awiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Abu Sofyan, Khalid bin Sa‟id al-Ash, Hamzah bin Ar-Rabi‟, Zubair bin Al-Awwam, „Amir bin Furaihah, „Amr bin Al-Ash,,‟Abdullah bin Arqam, Mughirah bin Syu‟bah, „Abdullah bin Rawahah, Khalid bin al- Walid, Tsabit bin Qais, „Ala bin Al-Hadhramy, Abdullah bin Al-Hadhramy, Muhammad bin Maslamah dan Abdullah bin Abdullah bin Ubay bin Salul (Ar-Rumi, 1999: 110 dan Khudori, 1954: 13). Terhadap jumlah penulis wahyu ini terdapat beberapa versi, antara lain seperti Blacher dalam Introduction of Qur‟an, yang mengatakan jumlah penulis wahyu mencapai 40 orang (Zuhdi, 1989: 15). Sedangkan menurut Maulana Muhammad Ali (1979: XLV: 45) ada sebanyak 42 orang sahabat yang diriwayatkan menjadi juru tulis Nabi SAW. (2). Pola Pengumpulan dan Alat yang digunakan. Pola pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Rasulullah SAW, adalah mengurutkan ayat AlQur‟an secara tertib pada kulit kayu atau kulit daun. Alat tulis yang digunakan para sahabat ialah: Al-“Usb (pelepah kurma), Al-Likhaf (batu-batu tipis), Ar-Riqa‟ (potongan dari kulit kayu), Al-Karanif (kumpulan pelepah kurma yang lebar), Al-Aqtab yang jama‟ nya qatab,(kayu yang diletakkan dipunggung unta sebagai alat duduk), Al-Iktaf (tulangtulang unta dan domba yang ditulis sesudah dikeringkan), AlAktaf, jama‟nya Katf (tulang kambing atau tulang u nta yang lebar). Para penulis wahyu meletakkan hasilnya di rumah Rasulullah SAW dan masing-masing menyimpan satu naskah (Ar-Rumi, 1999: 111 dan Al-Aththar, 1994: 154). Page 50
  • 51. (3). Keistimewaan Pengumpulan pada masa Rasulullah SAW Keistimewaan penulisan Al-Qur‟an pada masa Rasulullah SAW, menurut Ar-Rumi (1999: 109-112) adalah: 1. Penulisan Al-Qur‟an pada masa Rasulullah SAW terdiri atas tujuh dialek. 2. Pengumpulan Al-Qur‟an disusun berdasarkan ayat-ayat, sedangkan susunan suratnya terdapat perbedaan pendapat di kalangan Ulama. 3. Sebagian yang ditulis pada masa Rasulullah SAW dimansukh (dihapus) bacaannya, tetapi masih tertulis sampai Rasulullah SAW wafat. 4. Penulisan Al-Qur‟an pada masa Rasulullah SAW belum terkumpul menjadi satu Mush-haf. 2. Pengumpulan kedua, pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. Bahwa pengumpulan pada masa Abu Bakar adalah mengumpulkan tulisan-tulisan Al-Qur‟an yang tersebar, ditulis kembali menjadi satu Mush-haf. Penulisan Al-Qur‟an sudah dimulai sejak masa Nabi Muhammad SAW, karena Rasul pernah memerintahkannya, hanya tulisannya masih terpencar-pencar pada pelepah kurma, batu halus, kulit, tulang unta dan bantalan dari kayu. Kemudian Abu Bakar berinisiatif mengumpulkan semuanya, demikian juga naskah Al-Qur‟an yang tertulis pada lembaranlembaran kulit yang terdapat di rumah Rasul SAW yang masih terpisah-pisah., dikumpulkan oleh seorang sahabat, lalu diikat dengan tali supaya tidak hilang (As-Suyuthi, t.t: 60 dan Az-Zarkasyi, t.t: 51). Sesudah Rasulullah wafat, para sahabat, baik Anshar maupun Muhajirin, sepakat mengangkat Abu Bakar menjadi Khalifah. Pada masa awal pemerintahannya banyak di antara orang-orang Islam yang belum kuat imannya, terutama di Nedjed dan Yaman banyak di antara mereka murtad dari agama Islam, dan banyak pula yang menolak membayar zakat. Selain itu ada pula orang yang mengakui dirinya sebagai Nabi. Keadaan yang demikian itu dihadapi Abu Bakar dengan tegas, sehingga beliau berkata: ”Demi Allah kalau mereka menolak untuk menyerahkan seekor anak kambing sebagai zakat (seperti) yang pernah mereka serahkan kepada Rasulullah SAW, niscaya aku akan memerangi mereka‟. Maka terjadilah peperangan yang hebat antara lain di Yamamah dan yang gugur dipihak pasukan Khalifah Abu Bakar di antaranya ada 70 orang hafiz (penghafal) Al-Qur‟an. Bahkan sebelum itu (pada masa Rasulullah) telah gugur pula para hufaz yang jumlahnya hampir sama banyaknya dalam peperangan di sumur Ma‟unah dekat kota Madinah. Oleh karena itu Umar bin Khattab khawatir akan gugurnya para sahabat penghafal Al-Qur‟an yang masih hidup. Maka Umar datang kepada Khalifah Abu Bakar untuk memusyawarahkan hal ini. Umar berkata kepada Abu Bakar: Dalam peperangan di Yamamah para sabahat penghafal Al-Qur‟an telah banyak yang gugur, saya khawatir akan gugur lagi para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya, sehingga banyak ayat-ayat Al-Qur‟an yang perlu dikumpulkan”Abu Bakar menjawab:“Mengapa aku akan melakukan sesuatu yang tidak diperbuat oleh Rasulullah SAW? Umar menegaskan: ‟Demi Allah! Ini adalah perbuatan yang baik” Dan ia sering kali memberikan alasan-alasan kebaikan mengumpulkan Al-Qur‟an, sehingga Allah Page 51
  • 52. membukakan hati Abu Bakar untuk menerima pendapat Umar tersebut (Dep. Agama, 1999: 23). a. Keistimewaan Pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Abu Bakar. Keistimewaan pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Abu Bakar antara lain adalah: 1. Pengumpulan dilakukan dengan cara-cara pembahasan dan penelitian yang mendalam 2. 3. 4. 5. 6. dan kokoh. Nasikh (penghapusan) terhadap bacaan ayat-ayat tertentu dihilangkan. Menggunakan 7 (tujuh) dialek Arab dalam pengumpulan Al-Qur‟an Ada kesepakatan tentang urutan ayat, tetapi terdapat perbedaan para Ulama terhadap masa/waktu mengurutkan surat, pada masa Abu Bakar atau pada masa Utsman. Atas kesepakatan pada Ulama bahwa Al-Qur‟an ditulis dalam satu naskah dan disimpan oleh Abu Bakar. Oleh karena kesepakatan ummat dan kemutawwatirannya, maka pengumpulan AlQur‟an ini menjadi sukses (Ar-Rumi, 1999: 117-118, dan Ash-Shabuniy, 1987: 105). b. Status Pengumpulan dan Nama Mush-haf. Keberhasilan pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Abu Bakar dengan kesepakatan para sahabat terhadap keshahihan dan penelitiannya serta atas tidak adanya pengurangan maupun tambahan. Kesepakatan itu mereka terima dengan penuh kesungguhan serta dengan menunjukkan peran aktif dalam hal-hal yang memang dibutuhkan, sampai-sampai Ali r.a berkata : ”Abu Bakar adalah orang yang pertama mengumpulkan apa yang ada di antara dua lauh (tulisan) sehingga dia adalah orang yang paling besar pahalanya dalam Mush-haf ”. Pada masa sebelum Abu Bakar, kata al-Mush-haf tidak identik dengan Al-Qur‟an. Penggunaan istilah mush-haf dilakukan setelah Zaid menyelesaikan pengumpulan AlQur‟an. Ketika Al-Qur‟an ditulis pada daun, Abu Bakar menyuruh memberi nama. Ada yang menyebutnya sifron, dan ada pula mushaf. Lalu Abu Bakarlah orang yang pertama yang mengumpulkan kitab Allah dan menyebutnya dengan sebutan Mush-haf, demikian As-Suyuthi meriwayatkan dari kitab Al-Musohib (Ar-Rumi, 1999: 118). 3. Pengumpulan Al-Qur‟an ketiga, masa Utsman bin Affan. Bahwa pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Utsman bin Affan adalah menulis beberapa mush-haf dan disebarkan kepada para sahabat yang menjadi gubernur di propinsi-propinsi tertentu. Ketika pembebasan Islam terhadap wilayah-wilayah lain semakin meluas, para sahabat Rasul menyebar ke berbagai wilayah tersebut. Mereka mengajarkan Al-Qur‟an kepada para penduduk. Setiap sahabat mengajarkan dengan 7 (tujuh) dialek yang diterima dari Nabi SAW. Page 52
  • 53. Oleh karena itu penduduk Syam, membaca Al-Qur‟an menggunakan bacaan Ubay bin Ka‟ab dan mereka membawa hal yang belum pernah di dengar oleh penduduk Irak. Ketika penduduk Irak membaca dengan bacaan Abdullah bin Mas‟ud, maka secara otomatis mereka membawakan sesuatu yang belum pernah didengar oleh penduduk Syam, lalu mereka saling mengkafirkan. Pada sa‟at pasukan muslim mulai mengarahkan konsentrasi kepada penaklukan Armenia dan Azerbaijan, pasukan terdiri dari penduduk Syam dan Irak, maka terjadilah pertentangan dan perpecahan di kalangan mereka. Hudzaifah al-Zamani melihat bahwa sebab dari perselisihan tersebut adalah karena perbedaan bacaan (dialek), juga kebiasaan dan keyakinan bahwa yang satu merasa benar dan yang lain dianggap salah dan sesat sampaisampai saling mengkafirkan. Keadaan ini dilaporkan Huzaifah al-Zamani kepada Khalifah Utsman bin Affan. Di Madinah Utsman pun mengalami keadaan yang sama. Para guru AlQur‟an mengajarkan dengan bacaan masing-masing, sehingga mereka bertengkar. Ketika Huzaifah pergi menemui Utsman bin Affan dan memberitahukan apa yang terjadi di Armenia dan Azerbaijan, maka menjadi semakin jelaslah apa yang dikhawatirkan. Kemudian Khalifah Utsman bin Affan membentuk Panitia dengan memilih empat orang untuk menyalin mushhaf-mush-haf yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Harits bin Al-Hisyam (Ar-Rumi, 1999: 121 lihat juga Ash-Shabuniy, 1999: 109). Khalifah Utsman bin Affan meminta kepada Hafsah binti Umar agar menyerahkan lembaran-lembaran Al-Qur‟an yang ditulis dimasa Khalifah Abu Bakar yang disimpan oleh Hafsah untuk disalin. Tugas panitia adalah membukukan Al-Qur‟an, yakni menyalin dari lembaran-lembaran tersebut menjadi buku. Dalam pelaksanaan tugas ini Utsman menasehatkan supaya: pertama, mengambil pedoman kepada bacaan mereka yang hafal AlQur‟an, kedua, kalau ada pertikaian antara mereka tentang bahasa (bacaan), maka haruslah dituliskan menurut dialek Quraisy, sebab Al-Qur‟an diturunkan menurut dialek mereka. AlQur‟an yang telah dibukukan dinamai „Al-Mushaf” dan oleh Panitia ditulis lima buah alMushaf.Empat buah diantaranya dikirim ke Mekkah, Syria, Basrah dan Kufah, agar di tempattempat itu disalin pula dari masing-masing Mushaf itu, dan satu buah ditinggalkan di Madinah, untuk Utsman sendiri dan ditulis yang dinamai dengan “Mushaf Al-Imam”. a. Keistimewaan Pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Utsman. Beberapa keistimewaan pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Utsman adalah sebagai berikut: 1. Adanya penyederhanaan dialek dari tujuh dialek menjadi satu dialek. Ibnu Qayyim alJauziyah (t.t: 16) mengatakan bahwa Utsman mengumpulkan manusia di atas satu dialek dari yang semula tujuh dialek, yang telah dimutlakkan oleh Rasulullah SAW sebagai bacaan ummatnya, ketika hal itu masih merupakan masalah. 2. Peringkasan terhadap apa yang ditetapkan pada pemeriksaan terakhir dan membuang selainnya. 3. Mengembalikan bacaan yang telah dihapus. 4. Susunan ayat dari surat sama dengan yang ada sekarang ini. Page 53
  • 54. 5. Peringkasan terhadap bacaan-bacaan yang telah kuat dan dikenal dari Rasulullah SAW dan pembatalan terhadap hal-hal yang belum kuat (Ar-Rumi, 1999: 124-125). Dengan demikian manfa‟at yang dapat diambil dari pembukuan Al-Qur‟an di masa Utsman terutama ialah: 1. Menyatukan kaum muslimin kedalam satu macam Mushaf yang seragam ejaan tulisannya. 2. Menyatukan bacaan, kendatipun masih ada berlainan bacaan, tetapi becaan itu tidak berlawanan dengan ejaan mushaf-mushaf Utsman. Sedangkan bacaan-bacaan yang tidak sesuai dengan mushaf-mushaf Utsman tidak dibolehkan lagi. 3. Menyatukan tertib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagaimana yang kelihatan pada mushaf-mushaf sekarang (Dep. Agama, RI 1999: 25-26). Untuk menjaga kemurnian Al-Qur‟an yang diterbitkan di Indonesia ataupun yang di datangkan dari luar negeri, Pemerintah Indonesia c.q. Departemen Agama R.I telah membentuk suatu panitia yang bertugas untuk memeriksa dan mentashehkan Al-Qur‟an yang akan dicetak dan akan diedarkan yang dinamai “Lajnah Pentasheh Mushaf Al-Qur‟an” yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 37 Tahun 1957. b. Utsman membakar Mushaf. Melalui Panitia empat Utsman berhasil menyalin dan menggandakan mushaf, kemudian dikirim ke berbagai wilayah kekuasaannya. Sedangkan mushaf-mushaf yang disalin bukan melalui Panitia Empat dibakar. Utsman memutuskan agar mushaf yang beredar harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Terbukti mutawwatir, penulisannya tidak didasarkan riwayat Ahad. 2. Mengesampingkan ayat yang dinasakhkan bacaannya dan tidak diyakini bahwa ayat tersebut dibaca kembali pada sa‟at-sa‟at terakhir kehidupan Rasulullah SAW. 3. Kronologi surat dan ayat yang ada sekarang berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang susunan surahnya berbeda dengan mushaf Utsman. 4. Sistim penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakup qira‟at yang berbeda-beda dengan lafaz Al-Qur‟an, ketika diturunkan. 5. Hal-hal yang bukan termasuk Al-Qur‟an dihilangkan, seperti penjelasan nasikhmansukh (Marzuki, 1992: 76). E. Pengumpulan Al-Qur‟an melalui Rekaman. Pengumpulan Al-Qur‟an melalui rekaman adalah pelestarian Al-Qur‟an dengan cara merekam dalam pita suara. Kegiatan ini sudah dimulai sejak tahun 1379 H, yang telah menyelesaikan cetakan pertama pada bulan Muharram 1381 H di Kairo. Di antara qari‟ yang terlibat dalam kegiatan rekaman tersebut antara lain ialah: Syeikh Mahmud Khalil al- Page 54
  • 55. Husheri yang membaca dengan riwayat Hafash dari Abu Amir dan Mushafa al-Mallawani yang membaca dengan riwayat Khalaf dari Hamzah. Beberapa pemikiran yang melandasi pengumpulan Al-Qur‟an melalui rekaman adalah: 1. Tuntutan pelestarian Al-Qur‟an melalui cara-cara koreksi terhadap penerima Al- 2. 3. 4. 5. 6. Qur‟an melalui lisan yang tidak terhitung oleh para penghafal Al-Qur‟an, sedangkan yang lain tidak aman dalam mushaf, pelestarian terhadap bacaan-bacaan yang telah disepakati oleh umat Islam. Mempertahankan Al-Qur‟an untuk menghadapi orang-orang yang suka mencela AlQur‟an menjadi sangat penting. Menolong al-Mushaf al-Utsmani yang telah mempersatukan umat Islam. Penyebaran bahasa Al-Qur‟an dan memperkokoh persatuan umat Islam. Memudahkan memahami Al-Qur‟an dan menghafalnya. Menghindari berbagai penyimpangan terhadap Al-Qur‟an (Ar-Rumi, 1999: 138). F. Tuduhan dan jawaban sekitar Pengumpulan Al-Qur‟an Upaya untuk melemahkan kepercayaan terhadap Al-Qur‟an dan kecermatan dalam pengumpulan, telah dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Berikut ini akan dikemukakan bentuk tuduhan beserta jawabannya yaitu: 1. Mereka berkata bahwa sumber-sumber lama menunjukkan bahwa ada beberapa bagian dari Al-Qur‟an yang tidak ditulis dalam mushaf-mushaf yang ada sekarang. Alasan yang dikemukakan adalah: berdasarkan hadits Aisyah r. a ”Aisyah berkata: Rasulullah pernah mendengar seseorang membaca Al-Qur‟an di masjid lalu katanya Semoga Allah mengasihinya, ia telah mengingatkan aku akan ayat anu dan ayat anu dan surah anu. Dalam riwayat lain dikatakan aku telah menggugurkan dari ayat ini dan ini, dan ada lagi riwayat yang mengatakan aku telah dibuat lupa terhadapnya (Manna Khalil alQattan, 2000: 200-201). Terhadap alasan tersebut dapat dijawab bahwa teringatnya Rasulullah SAW akan satu ayat atau dua ayat yang ia lupa atau ia gugurkan karena lupa itu hendaknya tidak menimbulkan keraguan dalam pengumpulan Al-Qur‟an, karena riwayat yang mengandung ungkapan‟menggugurkan” itu telah ditafsirkan oleh riwayat lain ‟aku telah dibuat lupa terhadapnya‟ (kuntu unsituha), ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan „menggugurkannya‟ adalah „lupa‟, sebagaimana pula kata-kata “telah mengingatkan aku”. Faktor kelupaan dapat saja terjadi pada diri Rasulullah SAW dalam hal yang tidak merusak tabligh. Selain itu juga bahwa ayatayat yang diterima Rasulullah SAW itu telah dihafalnya, dicatat oleh para penulis wahyu dan dihafal oleh para sahabat. Pencatatan dan penghafalan terhadap ayat-ayat tersebut telah mencapai pada tingkat mutawatir. Dengan demikian lupa yang dialami Rasulullah SAW itu tidak berpengaruh pada ketelitian (kecermatan) pengumpulan AlQur‟an. Inilah yang dimaksud hadits di atas. Firman Allah “Kami akan membacakan (Al-Qur‟an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah Page 55
  • 56. menghendaki” (Q. S 87: 6-7). Pengecualian dalam ayat ini menunjukkan bahwa ada beberapa ayat yang terlupakan oleh Rasulullah SAW. Mengenai hal ini dapatlah dijawab bahwa Allah SWT telah berjanji kepada Rasul-Nya untuk membacakan AlQur‟an dan memeliharanya serta mengamankannya dari kelupaan, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya” Kami akan membacakan (Al-Qur‟an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak akan lupa”. Namun karena ayat ini mengesankan seakan-akan hal itu merupakan suatu keharusan, padahal Allah berbuat menurut kehendak-Nya secara bebas,‟ Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatnya dan merekalah yang akan ditanya” (Q. S 21: 23), maka ayat ini segera disusul dengan pengecualian,” kecuali kalau Allah menghendakinya, untuk menunjukkan bahwa pemberitahuan mengenai pembacaan Al-Qur‟an kepada Rasulullah SAW dan pengamanannya dari kelupaan itu tidak keluar dari kehendak-Nya pula. Sebab bagi Allah tidak ada yang tidak dapat dilakukan. Syeikh Muhammad Abduh mengemukakan dalam menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut: “Oleh karena janji itu dituangkan dalam ungkapan yang menunjukkan keharusan dan kekal, sehingga terkadang memberi kesan bahwa kekuasaan Allah tidak meliputi yang selain itu, dan bahwa yang demikian itu dipandang telah keluar dari kehendakNya, maka didatangkanlah pengecualian dengan firman-Nya : Kecuali kalau Allah menghendaki”. Sebab jika Dia berkehendak membuatmu (Muhammad) lupa terhadap sesuatu, tak ada sesuatupun yang dapat mengalahkan kehendak-Nya. Dengan demikian yang dimaksud disini adalah „peniadaan kelupaan secara total‟. Mereka mengatakan: pengertian demikian seperti halnya perkataan seseorang kepada sahabatnya:” Engkau terbagi denganku dalam apa yang aku miliki, kecuali Allah menghendaki‟. Dengan perkataan ini ia tidak bermaksud mengecualikan sesuatu, karena ungkapan demikian sedikit sekali atau jarang dipergunakan untuk menunjukkan arti naïf (negatif). Seperti ini pula yang dimaksud pengecualian dalam firman-Nya “Adapun orang-orang yang berbahagia, tempat mereka dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhan menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tiada putus-putusnya” (Q. S Hud: 108). Pengecualian seperti ini menunjukkan bahwa pengabdian dan pengekalan itu sematamata karena ada kemurahan dan keluasaan karunia Allah., bukan keharusan dan kewajiban bagi-Nya. Dan apabila Ia berkehendak untuk mencabutnya, maka tidak ada seorangpun dapat menghalanginya. Mengenai riwayat bahwa Nabi telah melupakan sesuatu sehingga perlu diingatkan, maka seandainya hal itu benar, tetapi ini tidaklah menyangkut kitab dan hukum-hukum Allah yang diturunkan kepada Nabi, agar disampaikan kepada umat. Dengan demikian segala pendapat yang dilontarkan orang selain dari yang kami kemukakan ini merupakan penyusupan dari orang-orang Atheis yang merasuki pikiran orang-orang yang lalai, untuk menodai apa yang sudah disucikan oleh Allah. Karena tidak pantas bagi orang yang mengenal kedudukan Rasulullah SAW dan beriman kepada kitabullah berpendapat seperti pendapat ini (Manna Khalil al-Qattan, 2000: 202-203). Page 56
  • 57. 2. Mereka mengatakan dalam Al-Qur‟an terdapat sesuatu yang bukan Al-Qur‟an. Pendapat ini didasarkan pada riwayat yang mengatakan bahwa Ibnu Mas‟ud mengingkari surah An-Nas dan Al-Falaq termasuk bagian dari Al-Qur‟an. Untuk tuduhan ini dapat diajukan jawaban bahwa riwayat yang diterima dari Ibnu Mas‟ud itu tidak benar, karena bertentangan dengan kesepakatan umat. An-Nawawi mengatakan : Kaum muslimin sepakat bahwa kedua surat An-Nas dan Al-Falaq itu dan surah Al-Fatihah, termasuk Al-Qur‟an, dan siapa saja yang mengingkarinya, sedikitpun ia adalah kafir. Sedangkan riwayat yang diterima dari Ibnu Mas‟ud adalah batil, tidak saheh. Ibnu Hazm berpendapat, riwayat tersebut merupakan pendustaan dan pemalsuan atas nama (terhadap) Ibnu Mas‟ud. Seandainya riwayat itu benar, maka yang dapat dipahami adalah bahwa Ibnu Mas‟ud tidak pernah mendengar kedua surah mu‟awwizatain, yakni surah An-Nas dan surah Al-Falaq itu secara langsung dari Nabi, sehingga ia berhenti, tidak memberikan komentar mengenainya. Selain itu pengingkaran Ibnu Mas‟ud tersebut tidak dapat membatalkan Konsensus (ijma‟) kaum muslimin bahwa kedua surah itu merupakan bagian dari Al-Qur‟an yang mutawwatir. Argumentasi ini dapat pula dipergunakan untuk menjawab isu yang menyatakan bahwa mushaf Ibnu Mas‟ud tidak memuat surah AlFatihah, sebab Al-Fatihah adalah Ummul Qur‟an, induk Al-Qur‟an, yang status qur‟aniyah-nya tak seorangpun meragukannya. (Manna Khalil al-Qattan, 2000: 203). 3. Segolongan Syi‟ah Ekstrim menuduh bahwa Abu Bakar, Umar dan Utsman telah mengubah Al-Qur‟an serta menggugurkan beberapa ayat dan surahnya. Mereka (Abu Bakar c.s) telah mengganti dengan lafal “Ummatun hiya arba min ummatin” Satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain (Q. S. An-Nahl : 92) yang asalnya adalahA‟immatun hiya azka min a‟immatikum“ Imam-imam yang lebih suci dari pada imam-imam kamu”, mereka Abu Bakar sc, juga menggugurkan dari surah Al-Ahzab ayatayat mengenai keutamaan “Ahluil Bait” yang panjangnya sama dengan surah Al-An‟am, dan menggugurkan pula surah mengenai kekuasaan (al-wilayah) secara total dari AlQur‟an. Untuk membantah golongan ini dapat dikemukakan bahwa tuduhan tersebut adalah batil, omong kosong yang tanpa dasar dan tuduhan yang tanpa bukti. Bahkan membicarakannya merupakan suatu kebodohan. Selain itu, sebagian Ulama Syi‟ah sendiri cuci tangan dari anggapan bodoh semacam ini. Dan apa yang diterima dari Ali, orang yang mereka jadikan tumpuan (tasyayyu) bertentangan dengan hal tersebut dan bahkan menunjukkan terjadinya kesepakatan (ijma”) mengenai kemutawwatiran Al-Qur‟an yang tertulis dalam mushaf. Diriwiyatkan bahwa Ali mengatakan mengenai pengumpulan AlQur‟an oleh Abu Bakar: “Manusia yang paling berjasa bagi mushaf-mushaf Al-Qur‟an adalah Abu Bakar, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya, karena dialah orang pertama yang mengumpulkan Kitabullah. Ali juga mengatakan berkenaan dengan pengumpulan Al-Qur‟an oleh Utsman:”Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Allah, jauhilah sikap berlebihan (bermusuhan) terhadap Utsman dan perkataanmu bahwa dialah yang membakar mushaf. Demi Allah ia membakarnya berdasarkan persetujuan Page 57
  • 58. kami, sahabat-sahabat Rasulullah” Lebih lanjut ia mengatakan: “Seandainya yang menjadi penguasa pada masa Utsman adalah aku, tentu akupun akan berbuat terhadap mushaf-mushaf itu, seperti yang dilakukan Utsman,” (Manna Khalil al-Qattan, 2000: 204). Apa yang diriwayatkan dari Ali sendiri ini telah membungkam para pendusta yang mengira bahwa mereka adalah para pembela Ali, sehingga mereka berani berperang untuk sesuatu yang tidak mereka ketahui karena kefanatikan yang membabi buta kepada Ali, sedangkan Ali sendiri lepas tangan dari mereka. (Az-Zarqani, t.t: 464). Persoalan yang muncul sekitar pengumpulan Al-Qur‟an antara lain ialah: 1. Pada masa Nabi mengapa Al-Qur‟an tidak dibukukan dalam satu mushhaf? Untuk menjelaskan persoalan ini, Ash-Shabuniy (1999: 106-107) mengemukakan alasan: 1. Bahwa Al-Qur‟an tidak mungkin dapat dibukukan dalam satu mushhaf, karena ia diturunkan tidak sekaligus. 2. Ada sebagian ayat yang dimansukh. Apabila turun ayat yang menyatakan nasakh, bagaimana mungkin dapat dibukukan dalam satu mush-haf. 3. Susunan ayat dan surat tidaklah berdasarkan urutan turunnya. 4. Jarak antara masa turunnya wahyu terakhir dengan wafatnya Rasulullah SAW adalah sangat berdekatan. 5. Tidak ada motivasi untuk mengumpulkan Al-Qur‟an kedalam satu mushhaf sebagaimana yang terjadi pada masa Abu Bakar. 2. Perbedaan antara Mushhaf Utsman dengan Mushhaf Abu Bakar. Pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Abu Bakar adalah bentuk pemindahan dan penulisan Al-Qur‟an ke dalam satu Mush-haf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terdapat pada kepingan batu, pelepah kurma dan kulit-kulit binatang. Latar belakang usaha ini adalah karena banyaknya hufaz yang gugur Karena perang. Sedangkan pengumpulan Al-Qur‟an pada masa Utsman adalah menyalin kembali Mushhaf yang telah berhasil disusun pada masa Abu Bakar. Latar belakangnya adalah terletak pada perbedaan dalam membaca Al-Qur‟an, tujuannya untuk dikirim ke seluruh negara Islam (Ash-Shabuniy, 1999: 110). F. Sejarah Pencetakan Al-Qur’an Pertama kali Al-Qur‟an dicetak dengan menggunakan mesin cetak yang dapat digerakkan (berpindah-pindah) di buat di Hamburg, Jerman pada tahun 1694. Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Mungkin untuk pertama kalinya orang Islam mencetak naskah Al-Qur‟an yang disebut dengan “Edisi Mulay Usman” yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Petersburg, Rusia. Selanjutnya diikuti oleh yang lain yang berasal dari Kazan pada tahun 1828, Persia tahun 1833 dan Istanbul tahun 1877 (Ahmad Von Denffer, 1988: 68). Pernah juga ada cetakan Al-Qur‟an dari masa sebelumnya yaitu yang biasa disebut dengan bloc-print dan juga beberapa bagian dari Page 58
  • 59. awal abad kesepuluh, baik dalam bentuk ukiran kayu (pola cetakannya) maupun lembaranlembaran (Ahmad Von Denffer, 1988: 67). Fluegel seorang orientalis Jerman menerbitkan Al-Qur‟an pada tahun 1858 yang dilengkapi dengan pedoman, yang bermanfa‟at, dicetak dalam bahasa Arab yang terkenal dengan “edisi Fluegel” yang dipergunakan para orientalis dari berbagai generasi. Namun edisi Fluegel tersebut mempunyai cacat yang sangat mendasar, yaitu sistem penomoran ayat Al-Qur‟an yang tidak sesuai dengan sistem yang biasa digunakan di dunia Muslim (Ahmad Von Denffer, 1988 : 68). Kemudian dikenal pula edisi Mesir, yaitu naskah Al-Qur‟an yang tercetak banyak dipergunakan di dunia Muslim dan berkembang menjadi “versi standar” yang dikenal dengan nama edisi “Mesir “ atau edisi Raja Fu‟ad, karena beliau yang memperkenalkannya di Mesir. Edisi ini pertama kali dicetak di Kairo, Mesir pada tahun 1925/1344 H yang ditulis berdasarkan cara bacaan Imam Hafas, sebagaimana diriwayatkan oleh Asim. Selanjutnya di Turki juga dicetak Al-Qur‟an oleh para pengikut Said Nursi yang merupakan kombinasi dari keindahan tulisan tangan dengan teknik cetak offset yang canggih, ditulis oleh seorang ahli kaligrafi Turki terkemuka, yaitu Hamid al-Amidi. Dicetak di Istanbul, Turki untuk pertama kalinya pada tahun 1947 dan sejak tahun 1976 dicetak dalam berbagai ukuran oleh pencetakan yang dioperasikan oleh para pengikut Said Nursi di Berlin Barat (Ahmad Von Denffer, 1988: 69). G. Pokok-Pokok Kandungan Al-Qur’an Al-Qur‟an mengandung ajaran pokok sebagai berikut : 1. Pokok-pokok keyakinan atau keimanan terhadap Allah SWT, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul dan hari Akhir. Berdasarkan pokok keyakinan inilah lahirnya ilmu kala 2. Pokok-pokok peraturan atau hukum yaitu garis-garis besar aturan tentang hubungan manusia dengan Allah, hubungan antara manusia dan hubungan manusia dengan alam, yang melahirkan syari‟ah. 3. 4. Pokok-pokok aturan tingkah laku atau nilai-nilai dasar etika tingkah laku 5. 6. Kisah-kisah para Nabi dan umat masa lalu Petunjuk dasar tentang tanda-tanda alam yang menunjukkan eksistensi dan kebesaran Tuhan sebagai pencipta. Petunjuk dasar ini merupakan syarat-syarat ilmiah yang melahirkan ilmu pengetahuan Keterangan-keterangan tentang alam qhaib seperti adanya jin, hari qiamat, surga, neraka dan sebagainya (Dep. Agam RI, 2001 : 61). Page 59
  • 60. Dalam Al-Qur‟an terdapat tiga macam hukum yaitu: 1. Hukum „Itiqadiyah yang berhubungan dengan rukun iman yang wajib diyakini oleh umat Islam yaitu iman kepada Allah, malaikat, kitabullah, rasulullah, hari qiamat dan taqdir. 2. Hukum moralitas yang berhubungan dengan suatu yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf untuk berbuat keutamaan dan menghindari kehinaan. 3. Hukum amaliyah yang berkaitan dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf. Hukum amaliyah dalam Al-Qur‟an terdiri dari dua macam yaitu pertama: hukum ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, nazar, sumpah, dan ibadah-ibadah lainnya. Kedua: Hukum mu‟amalah yaitu hukum yang mengatur hubungan antara manusia (Abdul Wahhab Khallaf, 1973: 34-36). Hukum amaliyah yang juga disebut hukum muamalah ini diklasifikasi sebagai berikut: 1. Hukum Keluarga (ahkaam al-ahwal al-syakhsiyyah) yaitu hukum-hukum yang mengatur hak dan kewajiban suami-istri dan anak. Tujuan hukum ini adalah untuk memelihara dan membangun keluarga. 2. Hukum Perdata (al-ahkam al-maliyah) yaitu hukum tentang perbuatan usaha perorangan seperti jual-beli (al-bai‟ wal ijarah), pengadilan (rahn), penanggungan (kafalah), persyarikatan (syirkah), utang piutang (udayanah), perjanjian („uqud). Tujuan hukum perdata ini adalah untuk mengatur orang dalam hubungan nya dengan kekayaan dan pemeliharaan hak-haknya. 3. Hukum Pidana (al-ahkam al-jinayah) yaitu hukum yang bertalian dengan tindak kejahatan dan sanksi-sanksi. Hukum ini dimaksudkan untuk memelihara ketenteraman hidup manusia dan harta kekayaannya, kehormatannya dan hak-haknya, serta membatasi hubungan antara pelaku tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat. 4. Hukum Acara (al-ahkam al-murafaah) yaitu hukum yang berkaitan dengan peradilan (al-qada‟), persaksian (al-syahadah) dan sumpah (alyamin). Hukum ini bertujuan untuk mengatur proses peradilan untuk merealisasikan keadilan di antara manusia. 5. Hukum Perundang-Undangan (al-ahkam al-dusturiyah) yaitu hukum yang berkaitan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan hakim dengan terhukum serta menetapkan hak-hak perseorangan atau kelompok. 6. Hukum Kenegaraan (al-ahkam al-dauliyah) yaitu hukum yang berhubungan dengan kelompok masyarakat dalam sebuah negara dan hubungan antar negara. Tujuan hukum ini adalah untuk membatasi hubungan antar negara dalam masa damai, masa perang dan membatasi hubungan antar umat Islam dengan yang bukan umat Islam dalam negara. Page 60
  • 61. 7. Hukum Ekonomi dan Keuangan (al-Ahkam al-iqtishadiyah wa al-maliyah) yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir-miskin yang terdapat dalam harta orang kaya, mengatur sumber-sumber pendapatan dan masalah pembelanjaan negara. Hukum ini bertujuan untuk mengatur hubungan ekonomi antara orang kaya dengan fakir-miskin dan antara hak-hak keuangan negara dengan perseorangan (Dep. Agama RI, 2001 : 158, Amir Syarifuddin, 2000 : 72). h. Fungsi Al-Qur’an Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada manusia, sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan ini, agar meraih kemaslahatan dan terhindar dari kemadaratan. Dengan menela‟ah ayat-ayat Al-Qur‟an, dapat diketahui bahwa Al-Qur‟an mempunyai berbagai fungsi antara lain adalah: a).Sebagai hudan atau petunjuk bagi kehidupan umat manusia. Terdapat lebih dari 79 ayat yang menjelaskan fungsi hudan, satu diantaranya ialah: “Kitab Al-Qur‟an itu tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Q. S. Al-Baqarah: 2). b).Sebagai busyra yaitu berita gembira bagi orang yang telah berbuat baik kepada Allah dan sesama manusia. Fungsi busyra terdapat dalam sekitar 8 ayat Al-Qur‟an, misalnya firman Allah: “Ini adalah ayat-ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan, untuk menjadi petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman (Q. S An-Naml: 1-2). c). Sebagai mushaddiq atau pembenar terhadap kitab yang datang sebelumnya, yaitu taurat, zabur dan injil yang berarti mengakui kebenaran kitab-kitab tersebut (sebelum terjadi perubahan terhadap isi kitab tersebut). Fungsi ini terdapat dalam firman Allah “Dia menurunkan al-Kitab (Al-Qur‟an) kepadamu dengan sebenarnya, membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya (Q. S. Ali Imran: 3). d). Sebagai mauizhah (nasehat) atau pengajaran. Dalam Al-qur‟an disebutkan bahwa ia berfungsi sebagai nasehat bagi orang-orang bertaqwa”Al-qur‟an ini adalah penerangan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa (Q. S .Ali Imran: 138). e).Sebagai Tibyan yang berarti penjelasan terhadap segala sesuatu yang disampaikan Allah sebagaimana firman Allah “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur‟an) untuk menjelaskan segala sesuatu (Q. S. An-Nahl: 89). 6. Sebagai nur atau cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia menuju jalan keselamatan, seperti firman Allah “Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya (yang menerangi) dan membenarkan kitab yang sebelumnya (Q. S. Al-Maidah: 46). Page 61
  • 62. g).Sebagai hakim yang berfungsi sebagai sumber untuk menetapkan kebijakan, sebagaimana firman-Nya: “Inilah ayat-ayat Al-Qur‟an yang mengandung hikmah (Q. S. Luqman: 2). h). Sebagai furqan yaitu pembeda atau pemisah. Al-Qur‟an berfunsi sebagai pembeda, bahkan pemisah antara yang hak (benar) dengan yang batil (salah), sebagaimana firmanNya “Ramadhan adalah bulan yang diturunkan Al-Qur‟an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dengan yang batil (Q. S. Al-Baqarah: 185). i). Sebagai rahmah yang diberikan Allah kepada manusia berupa kasih sayang. Lebih dari 15 ayat terdapat dalam Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang kasih sayang ini, misalnya firman-Nya “Inilah ayat-ayat Al-Qur‟an yang mengandung rahmat bagi orang-orang yang berbuat kebaikan (Q. S Luqman: 2-3). j). Sebagai syifa‟ yaitu obat (penawar). Dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa Al-qur‟an berfungsi sebagai obat penyakit-penyakit yang ada dalam dada manusia, sebagaimana firman-Nya “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit yang berada dalam dadamu (Q. S Yunus: 57) k). Sebagai tafsil yaitu menjelaskan secara rinci segala sesuatu yang masih mujmal (umum), sehingga dapat dilaksanakan sesuai kehendak Allah, sebagaimana firman-Nya: “Al-qur‟an itu bukan cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu (Q. S Yusuf: 111). l). Sebagai az-zikra yaitu peringatan bagi orang yang lupa kepada Allah, agar mereka melaksanakan perintah-Nya, karena akan dimintai pertanggungjawaban dihari pembalasan, sebagaimana firman-Nya “Sesungguhnya Kami (Allah) turunkan Al-Qur‟an sebagai peringatan bagi manusia (Q. S Hijr: 9). BAB VII AS-SUNNAH A. Pengertian As-Sunnah Istilah al-Sunnah ditinjau dari segi bahasa berarti: pertama, cara yang diadakan. Sunnah dalam pengertian yang demikian ini berarti kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang misalnya hadits Nabi “Barang siapa yang mengadakan sesuatu jalan (sunnah) yang baik, maka baginya pahala sunnah itu (H. R Al-Bukhari dan Muslim). Kedua, jalan yang telah dijalani. Pengertian sunnah seperti ini terlihat dalam hadits: Nikah (kawin) itu merupakan sunnahku. Ketiga, sunnah berarti undang-undang atau peraturan. Sunnah dalam arti demikian ini tampak dari firman Allah Swt. ”Sebagai Page 62
  • 63. sunnahku (peraturan) Allah yang berlaku atas orang-orang terdahulu sebelum kamu dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah (Q. S AlAhzab: 62). As-Sunnah menurut Muhadditsin (ahli hadits) ialah segala yang dinukilkan dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik sebelum diangkat menjadi Nabi maupun sesudahnya (M. Hasbi Ash-Shiddiqi, 1980: 25). Sunnah menurut ahli ushul fiqh ialah segala yang dinukilkan dari Nabi SAW baik perkataan, perbuatan, maupun taqrir yang mempunyai hubungan dengan hukum (M. Hasbi Ash-Shiddiqi, 1980: 25). Sedangkan sunnah menurut ulama fiqh adalah sifat hukum dari suatu perbuatan yang dituntut melaksanakannya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti. Artinya bahwa bagi orang yang melakukannya akan memperoleh pahala dan bagi orang yang tidak melakukannya tidak dikenai dosa (Amir Syarifuddin, 2000: 75). B. Fungsi As-Sunnah Kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur‟an pada garis besarnya (Dep. Agama RI, 2001: 81-84) adalah sebagai berikut: 1. As-Sunnah sebagai penguat Al-Qur‟an. Fungsi As-Sunnah sebagai penguat pesan-pesan atau peraturan yang tersurat dalam ayat-ayat Al-Qur‟an, seperti disebutkan dalam Al-Qur‟an suatu kewajiban dan larangan, lalu Rasul SAW menguatkan dengan sunnahnya. Dalam hal demikian As-Sunnah berperan antara lain : menegaskan kedudukan hukum, seperti penyebutan hukum wajib, menerangkan posisi kewajiban atau larangan dalam syari‟at dan menjelaskan sangsi hukum bagi para pelanggarnya. Sebagai contoh dalam Al-Qur‟an surah An-Nisa‟ disebutkan “Hai orang-orang yang beriman, berimanlah dengan sungguh-sungguh kepada Allah dan Rasul-Nya, kitab-Nya yang telah diturunkan atas Rasul-Nya dan kitab-Nya yang telah diturunkan lebih dahulu. Barang siapa yang tidak beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab-Nya, Rasul-rasul dan hari qiamat, maka sesungguhnya orang itu telah sesat. Terhadap ayat ini Rasul menguatkan melalui sunnahnya antara lain bahwa “Iman itu ialah beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-Nya hari qiamat dan percaya kepada qadar baik dan qadar buruk (H. R. Muslim dari Umar bin Khattab). 2. As-Sunnah berfungsi sebagai pembuat hukum Hukum-hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Qur‟an, ditetapkan oleh As-Sunnah, seperti dalam Al-Qur‟an disebutkan empat macam makanan yang diharamkan, sebagaimna firman Allah swt “Diharamkan memakan bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, bintang yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas, kecuali yang kamu sempat menyembelihnya dan yang disembelih untuk berhala (Q. S Al-Maidah : 3). Kemudian Rasul SAW menambah jumlah itu melalui hadits dari Ibnu Abbas “ bahwa Rasul Saw Page 63
  • 64. melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan burung yang berkaki penyambar(H. R Muslim). 3. As-Sunnah berfungsi sebagai penjelas Al-Qur‟an. Terhadap bebarapa ayat Al-Qur‟an yang rumit, yang belum jelas kandungan maknanya dan sebagainya, dijelaskan oleh AsSunnah, sehingga dapat diikuti dan diamalkan sesuai maksud ayat tersebut. Ayat-ayat Al-Qur‟an yang perlu penjelasan As-Sunnah, antara lain : 1).Menjelaskan makna-makna yang rumit, misalnya firman Allah SWT “Peliharalah semua shalatmu dan peliharalah salat wusta (Q. S Al-Baqarah: 238). Kemudian AsSunnah menjelaskan yang dimaksud shalat wusta ialah shalat ashar. 2)Mengkhususkan ketetapan-ketetapan yang disebutkan Al-Qur‟an secara umum (takhsis al„am,) seperti firman Allah swt: Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba(Q.S Al-Baqarah: 275). Jual beli sebagaimana diterangkan Al-Qur‟an, masih bersifat umum, kemudian Rasul mengkhususkannya, bahwa ada jual-beli yang diharamkan Allah, yaitu jualbeli yang belum ditentukan rupa, waktu dan tempatnya. Pengkhususan Rasul ini, sebagaimana terdapat dalam hadits Abu Hurairah “Bahwa Rasul Saw melarang jula-beli dengan lempar batu dan jual-beli yang tidak tentu. (H.R Muslim). 3). Mengikat ma‟na-ma‟na yang bersifat lepas (taqyid al-mutlaqah) dari ayat-ayat Al-qur‟an, misalnya firman Allah “Laki-laki dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya, sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah (Q.S AlMaidah : 38). Pengertian tangan (yad) bersifat lepas, yang mengaburkan artinya tangan yang dimaksud. Oleh karena itu As-Sunnah menjelaskan bahwa yang dimaksud tangan itu adalah pergelangan tangan, sehingga penjelasan As-Sunnah mengikat ma‟na yang lepas dari ayat AlQur‟an tersebut. 4).Menjelaskan ruang lingkup masalah yang terkandung dalam Al-Qur‟an, misalnya firman Allah “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan kepadanya (Q. S Ali Imran: 97). Ayat ini tidak menjelaskan berapa kali kewajiban seorang muslim menunaikan ibadah haji, kemudian Rasul menjelaskan bahwa “Kewajiban itu hanya sekali. Barang siapa menambah, maka tambahan itu termasuk suatu kebajikan (H.R Abu Daud, Ahmad, Hakim dan Ibnu Abbas). Dengan demikian as-Sunnah menjadi sangat penting dalam kedudukannya sebagai penjelas terhadap ayat Al-qur‟an atau melahirkan hukum yang tidak diperoleh dari AlQur‟an, sehingga dapat diperoleh hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur‟an secara lebih jelas dan sempurna yang menjadi pegangan umat Islam untuk melakukan amaliyah Islamiyah dalam kehidupan sehari-hari. Page 64
  • 65. C. Macam-Macam Sunnah Ditinjau dari segi pembentukannya sunnah dibagi kepada: 1. Sunnah Qauliyah yaitu ucapan yang didengar sahabat kemudian disampaikan kepada orang lain. Misalnya sahabat mendengar nabi bersabda “siapa yang tidak shalat karena tertidur atau karena lupa, hendaklah ia mengerjakan shalat itu ketika ia telah ingat ingat”. 2.Sunnah fi‟liyah yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang lain dengan ucapannya. Misalnya sahabat berkata “Saya melihat Nabi Muhammad Saw melakukan shalat sunat dua raka‟at sesudah shalat zuhur.” 3. Sunnah taqririyah yaitu perbuatan seorang sahabat atau ucapannya yang dilakukan dihadapan Nabi atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau dicegah Nabi. Diamnya Nabi itu disampaikan oleh sahabat yang menyaksikannya kepada orang lain. Misalnya seorang sahabat memakan daging dhab di hadapan Nabi, sedangkan Nabi mengetahui apa yang dimakan sahabat itu, tetapi Nabi tidak melarangnya. Kemudian kisah tersebut disampaikan sahabat yang mengetahui melalui ucapannya “saya melihat seorang sahabat memakan daging dhab di dekat Nabi, Nabi mengetahui tetapi tidak melarangnya.”(Amir Syarifuddin, 2000: 76). 4. .Sunnah Hammiyah yaitu suatu perbuatan yang dicita-citakan atau diinginkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk melakukannya, tetapi belum sempat beliau mengerjakannya, beliau telah wafat. Misalnya tentang keinginan Nabi berpuasa pada tanggal 9 (sembilan) pada bulan Muharram. ”Apabila datang tahun depan insya Allah aku berpuasa pada hari kesembilan, yakni tanggal sembilan bulan Muharram”(Hadits) 5. Sunnah tarkiyah yaitu segala sesuatu yang tidak pernah dikerjakan atau diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengerjakannya, atau segala sesuatu yang ditinggalkan oleh Nabi (Ajad Sudrajad, 1995: 58). D. Ijtihad Menurut bahasa ijtihad berarti pengarahan segala kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit. Sedangkan menurut istilah ijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan oleh seorang ahli fiqih atau mujtahid secara maksimal untuk mendapatkan hukum syara‟ yang amali dari dalil-dalil yang tafsili. Para sahabat telah menggunakan pengertian ijtihad sebagai penelitian dan pemikiran untuk memperoleh sesuatu yang terdekat pada maksud al-Qur‟an dan sunnah Rasul baik yang terdekat itu diperoleh dari nash atau yang terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari himat syari‟at (Ajat Sudrajat, 1995 : 63). Ijtihad dapat dilakukan terhadap (1). masalah-masalah baru yang hukumnya belum jelas oleh nash al-Qur‟an maupun sunnah (2). masalah-masalaha baru yang hukumnya belum diijma‟i atau disepakati oleh para ulama (3). nash-nashzanni dan dalil-dalil hukum yang Page 65
  • 66. diperselisihkan (4). hukm Islam yang kausalitas hukumnya atau illat-nya dapat diketahui mujtahid (Ajat Sudrajat, 1995 : 64). Dalam melakukan ijtihad para Ulama dapat menggunakan berbagai metodologi ijtihad yaitu : 1.Ijma‟ Ijma‟ menurut Abdul Wahab Khallaf adalah konsensus semua Mujtahid muslim pada suatu masa setelah Rasul SAW wafat atas suatu hukum syara‟ mengenai suatu kasus (Amir Syarifuddin, 2000 : 115). Jumhur Ulama berpendapat bahwa ijma‟ merupakan salah satu sumber atau dalil hukum sesudah al-Qur‟an dan as-Sunnah. Dengan demikian ijma‟ dapat menetapkan hukum yang mengikat dan wajib diikuti oleh kaum muslimin apabila tidak terdapat hukum dalam al-Qur‟an maupun dalam asSunnah. 2. Qiyas yaitu Secara bahasa qiyas berarti mengukur, membanding sesuatu dengan semisalnya. Dari segi istilah qiyas menurut Muhammad Abu Zahrah adalah menghubungkan sesuatu perkara yang tidak ada nash tentang hukumnya kepada perkara lain yang ada nash hukumnya, karena keduanya berserikat dalam illat hukum (Amir Syarifuddin, 2000 : 147). Dengan demikian qiyas dapat diartikan upaya menetapkan hukum terhadap suatu peristiwa yang mempunyai dasar nash dengan cara membandingkannya dengan suatu peristiwa lain yang hukumnya ditetapkan berdasarkan nash, karena terdapat persamaan illat antara keduanya. Menurut Muhammad Abu Zahrah tiga kelompok Ulama yang dapat menerima qiyas sebagai dalil hukum yaitu : 1). Kelompok Jumhur Ulama yang menjadikan qiyas sebagai dalil syara‟. Mereka menggunakan qiyas dalam hal-hal yang tidak terdapat hukumnya dalam nash al-Qur‟an atausunnah dan dalam ijma‟ ulama. Mereka menggunakan qiyas secara tidak berlebihan dan tidak melampaui batas kewajaran. 2). Kelompok Ulama Zhahiriyah dan Syi‟ah Imamiyah yang menolak penggunaan qiyas secara mutlak. Zhahiriyah juga menolak penemuan illat atas suatu hukum dan menganggap tidak perlu mengetahui tujuan ditetapkannya suatu hukum syara‟. 3). Kelompok yang menggunakan qiyas secara luas dan mudah. Mereka menggabungkan dua hal yang tidak tampak kesamaan illat-nya di antara keduanya ; kadangkadang memberi kekuatan yang lebih tinggi terhadap qiyas, sehingga qiyas itu dapat membatasi keumuman sebagian ayat al-Qur‟an atau sunnah (Amir Syarifuddin, 2000 : 150). Page 66
  • 67. 3.Istihsan yaitu Istihsan ialah meninggalkan hukum yang telah di tetapkan atas suatu peristiwa berdasarkan dalil syara‟ menuju hukum lain dari peristiwa itu karena terdapat dalil syara‟ yang mengharuskan meninggalkannya. Jumhur Ulama Malikiyah dan Hanabilah menetapkan bahwa Istihsan adalah suatu dalil syar‟iy yang dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan hukum terhadap sesuatu yang ditetapkan oleh qiyas atau keumuman nash. Ulama Hanafiyah menyamakan berdalil dengan Istihsan sama dengan berdalil denganqiyas khafy atau berdalil dengan Istishlah yang kesemuanya dapat diterima. Sedangkan Syafi‟i mengatakan bahwa Istihsan bukanlah dalil syar‟i. Ia menganggap Istihsan sama dengan menetapkan syari‟at berdasarkan pendapat sendiri yang mungkin benar atau salah. 4. Maslahah mursalah (Istishlah) Istishlah ialah menetapkan hukum terhadap suatu masalah yang tidak terdapat nash dan ijma‟ ulama, tetapi semata di dasarkan atas kemaslahatan bagi manusia (karena tidak dijelaskan oleh syara‟ untuk mengerjakannya atau meninggalkannya) padahal ia akan mendatangkan kebaikan (kemaslahatan) bagi manusia. Jumhur ulama berpendapat bahwa Istishlah dapat dijadikan hujjah syar‟i, sekalipun dengan penyebutan yang tidak sama. Mereka beralasan bahwa pertama, kemaslahatan yang diharapkan manusia itu tumbuh dan bertambah. Sekiranya hukum tidak menampung untuk menetapkan kemaslahatan manusia yang dapat diterima, berarti kurang sempurnalah syari‟ah itu, kedua,para Sahabat, Tabi‟i serta para mujtahid telah menetapkan hukum dengan berdasarkan pada kemaslahatan umat, misalnya Umar mengusulkan pembukuan al-Qur‟an adalah untuk kemaslahatan umat Islam, juga tindakan Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak membayar zakat adalah untuk kemaslahatan umat Islam (Ajat Sudrajat, 1995 : 70). 5.‟Urf yaitu mengetahui kemudian digunakan dalam arti sesuatu yang diketahui, dikenal dan dianggap baik serta diterima oleh akal sehat (bahasa). Menurut para ahli ushul fiqh adalah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan dijadikan sebagai tradisi, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun sikap meninggalkan sesuatu yang disebut juga “kebiasaan”. 6.Syar‟un man qablana Yaitu syari‟at yang diturunkan kepada umat terdahulu sebelum kita (bahasa). Syari‟at yang diturunkan Allah melalui Nabi-Nabi atau Rasul-Nya sebelum nabi Muhammad SAW. Para Ulama berpendapat tentang kedudukan nya sebagai dalil hukum yaitu : Page 67
  • 68. a. Sebagian Ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi‟iyah berpendapat bahwa syari‟at umat sebelum nabi Muhammad SAW merupakan syari‟at nabi Muhammad. Oleh karena itu umat Islam wajib mengikutinya selama hukum itu diceritakan kepada umat Islam dan tidak ada hukum yang menasakhkannya. b. Sebagian Ulama berpedapat bahwa syari‟at Nabi Muhammad SAW adalah syari‟at yang menasakhkan (menghapus) syari‟at-syari‟at terdahulu, kecuali apabila dalam syari‟at yang dibawa Nabi Muhammad terdapat suatu dalil yang menetapkannya. 7.Saddu adza-Dzari‟ah Menurut bahasa identik dengan wasilah (perantara). Jadi saddu adzDzari‟ah menghambat atau menyumbat sesuatu yang menjadi perantara. Menurut ahli ushul fiqh adalah mencegah sesuatu yang menjadi perantara terjadi kerusakan, baik untuk menolak kerusakan itu sendiri ataupun untuk menyumbat jalan atau sarana yang dapat menyampaikan seseorang kepada kerusakan. 8.Istishab Istishab adalah mencari sesuatu yang selalu menyertai (bahasa), sedangkan menurut Ulama ushul fiqih ialah membiarkan berlangsungnya suatu hukum yang sudah ditetapkan pada waktu yang lalu dan masih diperlukan sampai sekarang kecuali apabila terdapat dalil yang merubahnya. Menggunakan Istishab sebagai hujjah para ulama berbeda pendapat Malikiyah, Hanabilah dan Dzahiriyah, Istishab dapat menjadi hujjah baik dalam menetapkan hukum atau meniadakannya. Sedangkan golongan Hanafiyah menolak istishab sebagai hujjah, yang beralasan bahwa adanya sesuatu pada masa lalu memerlukan dalil, demikian pula adanya sesuatu pada masa sekarang diperlukan dalil. 9. Mazhab Sahabat Semasa Rasul SAW masih hidup, setiap masalah yang muncul, dapat ditanyakan langsung kepada Rasul dan memperoleh penjelasan. Kemudian sepeninggal nabi para sahabat yang tergolong adil dalam mengistinbat-kan hukum telah berusaha dengan sungguh-sungguh memecahkan berbagai persoalan sehingga kaum muslimin dapat beramal sesuai dengan fatwa-fatwa sahabat itu. Page 68
  • 69. BAB VIII KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA F. Kerukunan Hidup Beragama 1. Pengertian Kerukunan beragama 2. Trilogi Kerukunan Beragama 3. Dialog Antar Umat Beragama Dialog antar umat beragama (umat yang berbeda agama) merupakan upaya untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan ketegangan antar umat beragama yang muncul disebabkan oleh faktor agama maupun faktor lain agama. Ada 5 model dialog yang ditawarkan oleh Kimbal sebagaimana dikutip Faisal Ismail berikut ini : a. b. c. Dialog Teologi. Model dialog ini bermaksud untuk membahas persoalan-persoalan teologis –filosofis. Dialog ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang konsep teologi masingmasing agama, membangun pemahaman yang sesuai sebagaimana yang dikehendaki oleh suatu agama tertentu dan menghindari pemahaman yang bersifat subjektif. d. e. Dialog Keruhanian. Model dialog ini untuk mengembangkan dan memperdalam kehidupan spiritual diantara berbagai agama. 4. Kerukunan Umat Beragam di Indonesia Faktor penyebab ketegangan antar umat beragama di Indonesia adalah : a. b. c. d. e. Sifat dari masing-masing agama yang mempunyai tugas dakwah atau missi agama Kurangnya pengetahuan para penganut agama terhadap agamanya sendiri dan agama pihak lain Kurang jelasnya batas antara sikap berpegang teguh kepada keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan masyarakat. Para penganut agama tidak mampu mengendalikan diri sehingga kurang menghormati bahkan memandang rendah agama pihak lain. Kecurigaan masing-masing pemeluk agama akan kejujuran pihak lain, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragama dengan pemerintah. 1 Page 69
  • 70. 5. Usaha Mengatasi Ketegangan Antar Umat Beragama a. b. c. d. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan terhadap ajaran agamanya masing-masing Memahami secara benar makna toleransi dalam beragama dan menerapkannya secara tepat dalam kehidupan beragama Menciptakan intensitas dialog antar umat beragama Melaksanakan lima kesepakatan umat beragama yang dicetuskan pada tahun 1983 di Yogyakarta yaitu : tentang pendirian tempat ibadah, penyiaran agama, penguburan jenazah, perkawinan antar agama dan Peringatan Hari Besar Agama. BAB IX MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT A. Pengertian Masyarakat madani merupakan terjemah dari kata Civil society atau al-mujtamaal-madani. Dalam filsafat politiknya Cicero untuk pertama kali memperkenalkan civil societydengan istilah societies Civil yang kemudian mengalami perkembangan pengertian. Pemahaman Cicero identik dengan negara, kini dipahami sebagai kemandirian aktivitas warga masyarakat madani sebagai”area tempat berbagai gerakan sosial” (seperti himpunan ketetanggaan, kelompok wanita, kelompok keagamaan, dan kelompok intelektual) serta organisasi sipil dari semua kelas (seperti ahli hukum, wartawan, serikat buruh dan usahawan) yang berusaha menyatakan diri (Masykuri Abdillah dalam Sanaky, 1999: 51). B. Ciri masyarakat Madani. Antonio Rosmini dalam “The Philosophy of Right, Rights ini Civil Society” seperti dikutip Mufid (dalam A. Sanaky,1999 : 52), menyebutkan sepuluh ciri masyarakat madani yaitu: (1) Universalitas (2) Supremasi (3) Keabadian (4).Pemerataan kekuatan (5) Kebaikan dari dan untuk semua (6) Masyarakat madani ditujukan untuk meraih kebajikan umum (7).Sebagai perimbangan kebajikan umum,maka masyarakat madani juga memperhatikan kebajikan perorangan dengan cara memberikan kesempatan kepada semua anggota untuk meraih kebajikan itu (8).Masyarakat madani memerlukan “piranti eksternal” untuk mewujudkan tujuannya. Piranti eksternal tersebut adalah masyarakat eksternal (9) Masyarakat madani bukanlah sebuah kekuatan yang berorientasi pada keuntungan. Masyarakat madani lebih merupakan kekuatan yang justru memberi manfa‟at (10) Kendati masyarakat madani memberi kesempatan yang sama dan merata kepada setiap warganya, tetapi tidak berarti bahwa ia harus seragam, sebangun serta homogen (Mufid, 1999: 213). Page 70
  • 71. C. Karaktristik masyarakat madani Karaktristik masyarakat madani (Tim ICCE, 2005: 247) yaitu: 1. Free public Sphere adalah ruang publik yang bebas sebagai media dalam 2. 3. 4. 5. mengemukakan pendapat Demokratis adanya kebebasan penuh warga untuk menjalankan aktivitas kesehariannya Toleran, yaitu sikap saling menghargai dan menghormati kegiatan yang dilakukan orang lain Pluralisme yaitu suatu kehidupan yang menghargai dan menerima kemajemukan dalam kehidupan sehari-hari Keadilan sosial yaitu adanya pembagian yang seimbang antara hak dan kewajiban warga negara. Karaktristik masyarakat Madani sebagai masyarakat ideal itu menurut Akram Dhiyauddin Umar seperti dikutip Mujilan (2003: 8) adalah: 1. Bertuhan.Masyarakat Madani adalah masyarakat yang menganut agama, yang mengakui adanya tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan mengatur kehidupan sosial. 2. Damai artinya dalam kehidupan individu dan bermasyarakat mereka hidup berdampingan secara damai tidak mencul kecemburuan sosial dan kekerasan sesama anggota masyarakat. 3. Tolong menolong. Prinsip tolong-menolong yang berdasarkan atas kemanusiaan. Tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan untuk memperbaiki kehidupan anggota masyarakat yang lemah dalam berbagai bidang. 4. Toleran artinya tidak mencampuri urusan pribadi orang lain yang telah diberikan Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak pula merasa terganggu dengan kegiatan orang lain yang berbeda. Masalah toleransi ini lebih dominan dalam kehidupan beragama. Karena manusia memiliki kebebasan untuk menganut agama tertentu dan bebas melaksanakan ajaran agama yang diyakininya dan orang lain tidak mempunyai hak untuk mencampurinya Kayakinan agama tidak dapat dipaksakan kepada seseorang, karena ia timbul berdasarkan kesadaran untuk meyakini kebenaran suatu agama. 5. Berperadaban tinggi artinya bahwa masyarakat memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfa‟atkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan hidup umat manusia. 6. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. Setiap anggota masyarakat mempunyai hak dan kewajiban seimbang untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan dan keutuhan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi masingmasing. Page 71
  • 72. 7. Berakhlak mulia. Perilaku mulia atau akhlak mulia berdasarkan nilai-nilai ketuhanan bukan perilaku atau akhlak yang semata-mata berdasarkan subjektivitas manusia yang relatif. Masyarakat madani menunjukan perilaku mulia dalam kehidupan sehari-hari, baik ketika sebagai individu maupun dalam pergaulan bermasyarakat. D. Prinsip-Prinsip masyarakat Madani Dalam kehidupan masyarakat madani setidak-tidaknya harus ditegakkan prinsip-prinsip (Sidi Gazalba, 1976: 217) yaitu: (1) Persamaan antara sesama manusia (2) Keadilan sosial (3) Penentuan nilai-nilai moral (4) Sikap tolong-menolong (5) Persaudaraan sesama muslim (6) Toleransi sosial terhadap kelompok minoritas (7) Sikap damai (8) Amanah yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat (9) Pandangan Rabbani atas milik (10). Kewajiban berdakwah (amar makruf) (11) Kemerdekaan artinya setiap anggota masyarakat mempunyai kemerdekaan untuk melakukan sesuatu asal tidak bertentangan dengan prinsip kebenaran (12) Pembagian kekayaan secara adil (13) Mencegah kejahatan (nahi mungkar). (14) Prinsip musyawarah, artinya dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan masyarakat Madani dilakukan melalui musyawarah mufakat. BAB X SISTEM EKONOMI ISLAM A. Pengertian Ilmu ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi Islam adalah bangunan perekonomian yang didirikan atas landasan Al-Qur‟an dan as-Sunnah (Ahmad Muhammad, 1980 : 11). Dengan demikian ekonomi Islam pada dasarnya adalah sistem ekonomi yang dalam kegiatannya berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-qur‟an dan as-Sunnah. Atau dengan kata lain kegiatan ekonomi yang didasarkan pada prinsip-prinsip tauhid dan Syari‟ah Islam. B. Prinsip Ekonomi Islam Prinsip ekonomi Islam merupakan landasan kegiatan ekonomi dalam Islam yaitu : 1. Segala usaha ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia asalnya boleh, kecuali usaha yang jelas dilarang agama. Prinsip ini dapat ditemukan dalam firman Allah SWT ”Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (memenuhi kepentingan)-mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi serta menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir dan batin (Q. S Page 72
  • 73. Luqman : 20). Ayat ini tidak menunjukan jenis usaha kegiatan ekonomi, melainkan segala yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia baik yang terdapat dibumi maupun di langit merupakan bahan-bahan yang dipersilahkan untuk digali atau di cari. 2. Hasil usaha setiap orang akan kembali kepada dirinya sendiri baik laki maupun perempuan “Bagi orang laki-laki ada bagian dari hasil usaha mereka dan bagi perempuan pun ada bagian dari hasil usaha mereka (Q.S An-Nisa : 32). 3. Dalam kegiatan ekonomi diharamkan menganiaya dengan menerjang hak atas harta orang Islam lainnya sebagaimana hadits Nabi SAW “ Semua muslim atas muslim lainya haram darahnya, kehormatannya dan hartanya (H.R. At-Tirmizi). Hadist ini mengajak kaum muslimin dalam melakukan kegiatan ekonomi untuk tidak melakukan penganiyaan dan usaha yang dapat menciderai hak, harta dan bahkan darah orang muslim lainnya, demi untuk mencapai tujuan ekonominya. Karena perbuatan yang demikian itu termasuk perbuatan haram. Jadi tidak semua cara boleh dilakukan untuk memperoleh harta, termasuk dengan mengorbankan hak orang muslim lainnya. 4. Bahwa Allah SWT menghalalkan kegiatan jual beli dalam kegiatan ekonomi dan mengharamkan riba. Prinsip ini ditemukan Al-Qur‟an “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharankam riba (Q.S Al-Baqarah : 275). 5. Prinsip kelima ekonomi Islam adalah pemerataan peredaran harta dikalangan masyarakat. Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu sekalian (Q.S Al-Hasy : 7). Berdasarkan prinsip ini, maka ada kewajiban bagi para pemimpin (penguasa) untuk mengendalikan distribusi (peredaran) harta dalam masyarakat, sehingga setiap anggota masyarakat dapat memperoleh harta yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Oleh karena itu pula Islam melarang penimbunan harta dengan tujuan untuk menjual dengan harga lebih tinggi sehingga memperoleh keuntungan yang besar. Dalam kaitannya dengan prinsip ekonomi Islam Goenawan Muhammad dalam Ahmad Ramzy Tadjoedin (1992 : 61) menawarkan dasar sebagai berikut : 1. Hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan digunakan untuk kegiatan yang halal. 2. Larangan menimbun harta sehingga menjadikannya terlantar. 3. Dalam harta benda terdapat hak orang miskin yang selalu meminta. Oleh karena itu harus dinafkahkan sehingga tercipta pembagian rezki kepada umat. 4. Setiap hak milik pribadi sampai batas tertentu dikenai zakat 5. Membolehkan perniagaan dan melarang riba 6. Dalam bekerjasama tidak dibedakan suku dan keturunan karena yang menjadi ukuran yang membedakannya adalah prestasi kerja. Page 73
  • 74. C.Ciri Ekonomi Islam Ciri-ciri ekonomi Islam yang membedakan nya dengan sistem ekonomi lainya adalah : 1. Ekonomi Islam merupakan bagian dari system Islam. Karena ekonomi Islam berhubungan erat dengan akidah maupun syari‟ah. Dalam hubungan dengan akidah tercermin dalam pandangan Islam bahwa seluruh alam dengan isinya ini dititahkan-Nya untuk patuh dan mengabdi kepada kepentingan manusia. Kemudian dalam cara bermu‟amalah orang Islam menjiwai masalah halal dan haram yang menjadi perhatian dalam bermuamalah. Dalam setiap aktivitasnya termasuk kegiatan ekonomi orang Islam meyakini adanya pengawasan oleh Allah SWT, sehingga dalam aktivitasnya terkendali untuk tidak melakukan kecurangan misalnya dalam berjual beli, menipu dan sebagainya. 2. 3. 4. Ekonomi Islam bersifat pengabdian. Kegiatan ekonomi dalam Islam untuk mencapai cita-cita luhur Ekonomi Islam memenuhi keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat. 6. Dalam kegiatan ekonomi Islam, syari‟at menjadi dasar/norma dalam pelaksanaannya yang berlaku secara menyeluruh baik terhadap pribadi, keluarga, kelompok masyarakat, maupun pengusaha. 7. Ekonomi Islam akan mencapai keuntungan di dunia dan di akherat, sebagaimana dalam do‟a “Ya, Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat. D.Tujuan Ekonomi Islam Tujuan ekonomi Islam adalah : 1. Menerapkan azas efisiensi (penghematan) dan manfa‟at dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.Artinya bahwa dalam kegiatan ekonomi Islam, tidak dibenarkan memanfa‟atkan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dengan mengabaikan kelestarian lingkungan serta secara berlebihan mengeksploitir dan memanfa‟atkannya. ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia supaya mereka kembali kejalan yang benar (Q.S Ar-Rum : 41). 2. Mencapai masyarakat yang berkehidupan sejahtera di dunia dan di akherat. Tujuan ekonomi Islam adalah : pertama, memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana,kedua, memenuhi kebutuhan keluarga ketiga, memenuhi kebutuhan jangka panjang, keempat, menyediakan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan kelima, memberikan bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan Allah (Muhammad Nejatullah Ash-Siddiqi, 1991 : 15) Page 74
  • 75. BAB XI SISTEM POLITIK ISLAM A.Pengertian Politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan, segala usaha dan tindakan mengenai pemerintahan Negara, kebijakan; cara bertindak dalam menghadapi suatu masalah (KBBI, 1989 : 694). Dengan demkian politik berarti segala usaha dan siasat atau strategi mengatur pemerintahan dan kekuasaan suatu negara atau cara bertindak dalam memecahkan suatu masalah serta kebijakan menghadapi negara lain. Dalam ilmu fiqih, siyasah atau politik merupakan ajaran Islam yang mengatur sistem kekuasaan dan pemerintahan berdasarkan ajaran Islam. Garis besar fiqih siyasah meliputi : (1). Siyasah Dusturiyah yang tata Negara dalam Islam (2) Siyasah Dauliyah yang berisi politik yang mengatur hubungan antara suatu Negara Islam dengan negara Islam yang lain atau dengan Negara lain (3). Siyasah Maaliyah yang mengatur sistem ekonomi Negara. B. Prinsip-Prinsip Politik Dalam Islam 1. Prinsip Persamaan Persamaan berarti prihal mempersamakan atau keadaan yang sama atau serupa dengan yang lain; persesuaian (KBBI, 1989: 774). Manusia lahir dalam fitrrah yang sama dari satu keturunan Adam. Dalam pandangan Allah manusia tidak dibedakan atas ras, kulit suku bangsa dan keturunan. Dihadapan Allah manusia setara. Perbedaan itu baru nampak apabila manusia mempunyai kualitas yang dalam Islam disebut dengan taqwa. Itulah manusia yang paling mulia dalam pandangan Allah, sebagaimana firman Allah “Manusia diciptakan dari jenis laki-laki dan perempuan, kemudian dijadikan manusia itu bersuku-suku, berkabilah-kabilah agar manusia saling mengenal. Sesungguhnya manusia yang paling mulia diantara manusia lainnya disisi Allah adalah yang paling bertaqwa (Q.S. Al-Hujurat : 13). (1). Persamaan Hak dalam Hukum Wahai orang-orang yang beriman jadilah kalian orang yang teguh dan bersaksi kepada Allah dengan adil dan janganlah kalian menjadikan urusan satu kaum menyebabkan kalian berlaku tidak adil. Maka berlaku adillah kalian sesungguhnya ia lebih dekat kepada ketaqwaan dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah maha mengetahui terhadap apa yang kalian perbuat (Q.S Al-Maidah : 8). (2). Persamaan Hak memperoleh Keadilan Janganlah sekali-kali kebencianmu pada orang lain mendorong kamu untuk bertindak melampaui batas (Q.S. Al Maidah: 2). Seandainya Fatimah binti Muhammad Page 75
  • 76. mencuri maka akan aku potong tangannya (HR.Bukhari-Muslim). Wahai orangorang yang beriman, jadilah engkau sebagai penegak keadilan hanya kerena Allah sebagai saksi bagi (kebenaran) dan keadilan (QS An-Nisa‟:135) (3). Persamaan Hak memperotes penyelewengan Hukum Setiap orang (sipil maupun penguasa) berhak memprotes penyelewengan hukum yang dilakukan oleh para hakim. Tiadalah bagi orang zalim sahabat karib atau pembela dapat diikuti (Q.S Al-Mukmin : 81). Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa seorang Yahudi melapor kepada Umar bin Khattab karena Amr bin Ash (Gubernur Mesir) telah menggusur tanahnya. Dengan keras Umar menegur Amr bin Ash, sehingga ia mengembalikan tanah orang Yahudi tersebut. (4). Persamaan kedudukan dalam Pemerintahan Keikutsertaan wanita dalam berperang dengan kami dilakukan secara bergiliran. 2. Prinsip Toleransi (Tasamuh) Toleransi adalah sikap atau sifat menenggang) menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan, kebiasaan dan sebagainya) yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan pendirian sendiri (KBBI,1989 : 955). (1). Perdamaian Perdamaian merupakan salah satu upaya untuk tidak melakukan suatu pertikaian atau peperangan. Perdamaian adalah pilihan yang dilakukan oleh kedua pihak yang bertikai. Perdamaian diawali dengan sebuah perjanjian untuk tidak melakukan pertikaian atau peperangan. Dalam hal perjanjian para ahli fiqh membagi kepada dua bagian yaitu Aam dan khas(Khudari Beik, 1965 : 64-66). Secara umum (Aam) umat Islam harus menghargai arti sebuah perjanjian, sebagaimana tergambar dalam Al-Qur‟an : Tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpahsumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (Q.S An-Nahl : 91). Secara khusus (Khas) umat Islam dilarang melanggar perjanjian, kecuali apabila dilanggar maka perjanjian itu hanya berlaku sampai batas waktu yang ditentukan, sebagaimana firman Allah: Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka dan mereka tidak mengurangi sesuatu dari perjanjian itu dan mereka tidak membantu seseorang yang memusuhimu, maka terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas waktunya (QS At -Taubah : 4). (2). Peperangan Peperangan suatu kenyataan yang sulit dihindari karena dilatar belakangi berbagai kepentingan. Namun Islam mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perang seperti : Page 76
  • 77. 1. Larangan menyiksa musuh dengan api “Hukuman dengan api tidak berhak dilakukan oleh siapapun kecuali oleh Yang Maha Penguasa Api (HR. Abu Dawud). Dengan demikian dapat dimaknai bahwa dalam peperangan kita tidak dibolehkan membakar musuh secara hidup-hidup. 2. Tawanan perang tidak boleh dibunuh. 3. Prinsip Keadilan Adil menurut Ibnu Maskawaih ialah sifat yang utama bagi setiap manusia, yang timbul dari tiga sifat utama yaitu Al-Hikmah (Kebijaksanaan), Al-Iffah (memelihara diri dari ma‟siat) dan Asy-Syaja‟ah (keberanian). Ketiga sifat itu saling berdampingan yang tunduk kepada kekuatan pembeda sehingga tidak saling mengalahkan dan masing-masing tidak berjalan sendiri. Yang dimaksud sifat adil ialah memberikan hak kepada yang berhak dengan tidak membeda-bedakan antara orang-orang yang berhak itu, dan bertindak terhadap orang yang salah sesuai dengan kejahatan dan kelalaiannya tanpa mempersukar dan pilih kasih (Ahmad Muhammad al-Hufy, 1978 : 133). Keadilan menurut al-Qur‟an meliputi : a. b. c. d. e. Keadilan Allah yang bersifat mutlak. Dalam al-Qur‟an dijelaskan bahwa Allah adalah Dzat yang menegakkan keadilan (Q. S Ali Imran : 18). Keadilan syari‟at-Nya yang dijelaskan oleh Rasul SAW. Al-Qur‟an menyatakan bahwa agama Allah adalah agama yang dibawa oleh Muhammad SAW adalah agama yang benar yang berasal dari agama nabi Ibrahim yang lurus (Q. S AlAn‟am : 161). Keadilan firman-Nya atau ayat-ayat-Nya tertuang di dalam al-Qur‟an yang dinyatakan bahwa Allah SWT telah menurunkan al-Kitab dalam neraca keadilan, agar manusia dapat menegakkan kedilan (Q. S Al-Maidah : 25). Keadilan yang ditetapkan untuk manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Allah menyerukan agar orang-orang yang beriman dapat menegakkan keadilan hanya karena Allah dan tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi. Keadilan terhadap alam semesta ciptaan-Nya. Allah menciptakan manusia dalam keseimbangan, keserasian yang sangat indah menjadikan alam semesta serba berimbang (Q. S Ar-Ra‟ad : 2). Bentuk keadilan dalam kehidupan, misalnya adil dalam menetapkan hukum kepada seseorang yang sedang berperkara, adil dalam pembagian harta sesuai dengan kapasitas, tanggung jawab, jabatan, kepatutan dan sebagainya. 4. Prinsip Kebebasan (Al-Hurriyah) Kebebasan yang dimiliki oleh setiap orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang dijamin oleh peraturan macam kebebasan manusia misalnya kebebasan beragama yaitu setiap manusia bebas memilih dan memeluk suatu agama Page 77
  • 78. sesuai dengan keyakinannya, tidak seorangpun berhak memaksa untuk memilih atau tidak memilih suatu agama. Kebebasan bermusyawarah dan berkumpul untuk menyatakan pikiran dan kebebasan berpindah tempat tinggal sesuai pilihan. 5. Prinsip musyawarah Al-Qur‟an menggunakan istilah syuura untuk menyebut musyawarah, sebagaimana firman Allah “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau berlaku kasar dan keras, niscaya mereka akan menjauhkan diri darimu, karena itu ma‟afkanlah mereka dan mohonlah ampun untuk mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka tentang urusan mereka. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah (Q. S Ali Imran : 159). Prinsip musyawarah dalam sistem pemerintahan Islam telah dicontohkan melalui pergantian kepemimpinan Khulafa al-Rasyidin sepeninggal nabi. Dalam pemilihan Abu Bakar telah melalui suatu proses yang cukup seru yang melibatkan seluruh umat Islam secara langsung maupun tidak langsung.Umar mendukung Abu Bakar yang sering saling silang pendapat dengannya yang memerlukan penengah yaitu nabi sendiri. Proses ini berjalan cukup sehat, karena ternyata yang terpilih adalah seorang tokoh yang menonjol bukan karena kekuatan sukunya melainkan karena akhlaknya atau kepribadiannya. C. Kebijakan Politik Luar Negeri. Kebijakan politik luar negeri dalam Islam menurut Ali Anwar dalam (Tim Dosen PAI UGM, 2005 : 172) antara lain adalah : a. b. c. d. Saling menghormati fakta-fakta dan perjanjian, sebagaimana terdapat dalam al-Qur‟an “Jika kamu khawatir suatu kelompok akan mengkhianati, batalkanlah perjanjian itu, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat (Q. S at-Taubah : 47, An-Nahl : 91). Kehormatan dan integrasi Nasional, sebagaimana firman Allah “Janganlah kamu seperti perempuan yang mengurai-urai tenunan, dengan membuat sumpahmu sebagai tipu muslihat, agar kamu dapat menjadi yang lebih kuat dari pada yang lain. Sungguh Allah mengujimu dengan sumpahmu. Pada hari qiamat akan Kami jelaskan kepadamu segala yang kamu perselisihkan (Q. S An-Nahl : 92). Keadilan universal Internasional, sebagaimana dinyatakan oleh al-Qur‟an : ”Hai orang-orang yang beriman, tegakkanlah keadilan dalam menjadi saksi yang adil, karena Allah. Janganlah kebencianmu kepada suatu kelompok mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S Al-Maidah : 8). Menjaga perdamaian abadi. Page 78
  • 79. e. f. g. h. i. Menjaga ketenteraman Negara-negara lain, sebagaimana firman Allah Q. S An-Nisa‟ : 89-90) Memberi perlindungan dan dukungan kepada orang-orang Islam yang hidup di Negara lain, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur‟an “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah dan orang Anshar yang memberi tempat tinggal dan menolong Muhajirin, mereka itu saling jadi penolong bagi yang lain. Tetapi orang beriman yang tidak bersedia hijrah kamu tidak wajib melindunginya, sampai mereka berhijrah. Kecuali jika mereka minta pertolongan dalam urusan agama, maka kamu wajib memberi pertolongan, kecuali yang telah ada perjanjian denganmu. Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan (Q. S. Al-Anfal : 72). Bersahabat dengan kekuasaan-kekuasaan netral. “Allah tidak melarang kamu bergaul dengan orang yang tidak memerangi kamu karena agama. Dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu, untuk berbuat baik dan berlaku adil. Sungguh Allah mencintai orang yang berlaku adil. “Allah hanya melarang kamu berteman dengan orang yang memerangi kamu, karena agama dan mengusir kamu dari tempat tinggalmu, serta membantu mereka yang mengusir kamu. Siap yang menjadikan mereka sebagai kawan, dialah orang yang zalim (Q. S Al-Mumtahanah : 8-9). Kehormatan dalam hubungan Internasional ”Perbuatan yang baik dibalas dengan baik (Q. S Ar-Rahman : 60). Persamaan Keadilan untuk para penyerang, sebagaimana termuat dalam firman Allah “Jika kamu membalas, lakukanlah dengan balasan setimpal, jika kamu sabar, tindakan itu lebih baik (Q.S. An-Nahl : 126). “Kejahatan dibalas dengan kejahatan yang setimpal, tetapi yang bersedia mema‟afkan dan damai maka pahalanya pada sisi Allah, Allah sungguh tidak menyukai orang yang berlaku zalim (Q. S Asyu-Syura : 4) D. Prinsip-Prinsip Negara Islam Prinsip yang akan dikemukakan disini menyangkut prinsip Undang-Undang Dasar Negara Islam, Warga negara dan Pemerintahan Negara, yang dukutip dalam Abul „Ala alMaududi (1998 : 352-354) yaitu : 1. Prinsip-prinsip Undang Undang Dasar Negara Islam mencakup : a) Kedaulatan tertinggi atas alam semesta dan hukum hanya berada ditangan Allah semata. b) Hukum dan perundang-undangan Negara serta peraturan-peraturan yang berada dibawahnya harus diundangkan berdasarkan al-Qur‟an dan asSunnah dan tidak diperkenankan diundangkan jika bertentangan dengan alQur‟an dan as-sunnah. c) Negara tidak didasarkan pada konsep geografi, rasial, bahasa dan yang lainya, melainkan pada prinsip dan cita-cita ideologi Islam. Page 79
  • 80. d) e) f) Negara wajib untuk mempertahankan serta menegakkan amar ma‟ruf nahi mungkar, menghidupkan pola budaya Islam dan mengatur pendidikan Islam. Negara wajib memperkuat tali silaturrahim dikalangan kaum muslimin di dunia untuk mencegaah timbulnya kecenderungan disebabkan ras,bahasa ataupun wilayah serta memperkuat Millah Al-Islamiyah. Negara akan menjamin kebutuhan pokok hidup, sandang, pangan, papan, kesehatan pendidikan bagi semua warga Negara tanpa membedakan. 2. Prinsip Tentang hak-hak warga negara a) Warga negara harus diberi semua hak yang ditetapkan oleh hukum Islam, yaitu bahwa mereka akan dijamin, dengan batas-batas hukum tersebut, keamanan hidup, kekayaan, kehormatan, kemerdekaan beragama, kemerdekaan beribadah , kemerdekaan mengeluarkan pendapat, kemerdekaan berserikat, kemerdekaan bekerja, kesamaan kesempatan dan haknya untuk memanfa‟atkan semua pelayanan umum. b) Tidak seorangpun yang berhak merampas hak warga Negara kecuali melalui putusan hukum. Tidak seorangpun warga negara dapat divonis sebelum diberi kesempatan membela diri. c) Semua mazhab pemikiran muslim yang diakui berada dalam batas-batas hukum, akan memperoleh kemerdekaan agama, semua berhak menyebarluaskan perintah keagamaan kepada penganutnya dan berhak mempropagandakan pandangan-pandangan mereka. d) Warga negara non muslim dalam batas-batas hukum akan memiliki kemerdekaan beragama dan beribadah, kemerdekaan menganut cara hidup kebudayaan dan pendidikan agama, diberi hak untuk menyelenggarakan hukum pribadi mereka sejalan dengan aturan agama, adat istiadat dan tradisi masing-masing. e) Semua kewajiban yang diemban negara ,dalam batas-batas hukum atas warga Negara non Muslim akan sepenuhnya dihormati. Mereka akan diberi hak sama dengan warga negara Muslim untuk memperoleh hak-hak kewarganegaraan. f) Kepala Negara harus selalu seorang laki-laki Muslim yang ketaqwaan, kearifan dan kesehatannya menjadi pertimbangan utama, dipercaya oleh rakyat atau wakil-wakil yang dipilih. g) Tanggungjawab penyelenggaraan Negara terutama akan berada ditangan Kepala Negara, meskipun dia boleh mendelegasikan bagian-bagian kekuasaannya kepada individu maupun lembaga manapun. 3. Prinsip Pemerintahan Negara a. Kepala Negara jangan berfungsi secara otokratik, tetapi secara musyawarah, yaitu dalam melaksanakan tugasnya selalu bermusyawarah dengan orang- Page 80
  • 81. b. c. d. e. f. g. h. orang yang memegang tanggung jawa dalam pemerintahan dan wakil-wakil yang dipilih . Kepala Negara tidak mempunyai hak untuk mencabut UUD seluruhnya atau sebagiannya, atau menyelenggarakan pemerintahan tanpa Majelis Permusyawaratan. Badan yang diberi wewenang untuk memilih Kepala Negara akan memiliki kewenangan untuk memberhentikannya melalui suara mayoritas. Mengenai hak-hak kewarga negaraan, Kepala Negara sama kedudukannya dengan kaum muslimin lainnya dan tidak diperkenankan berada di atas hukum. Semua warga Negara apakah anggota pemerintahan, pejabat maupun pribadi, akan berada dibawah hukum yang sama serta yurisdiksi pengadilan yang sama. Yudikatif harus terpisah dan indefenden dari pihak-pihak ekskutif, sehingga lembaga ini tidak dapat dipengaruhi oleh pihak eksekutif dalam melaksanakan tugasnya. Penyebarluasan dan publikasi pandangan serta ideologi yang dianggap mengancam prinsip dan cita-cita dasar Negara Islam akan dilarang. Berbagai wilayah Negara harus dianggap sebagai unit-unit pemerintahan dari satu Negara. Wilayah-wilayah ini tidak akan dijadikan wilayah yang sifatnya rasial, linguistik atau kesukuan, tetapi hanya sebagai wilayah-wilayah pemerintahan yang boleh diberi kekuasaan-kekuasaan di bawah supremasi pusat, sebagaimana yang dianggap perlu untuk kemudahan administratif. E. Kepala Negara dalam Islam 1. Syarat pengangkatan Kepala Negara Ada enam syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Kepala Nagera dalam Negara Islam yaitu : a. Keseimbangan (adil) yang memenuhi semua kreteria. b. Sempurna panca indra, sehat pendengaran, penglihatan, pengecapan dan sebagainya, sehingga ia mampu menangkap dengan tepat dan benar apa yang ditangkap oleh indranya itu. c. Mempunyai ilmu pengetahuan, sehingga ia mampu membuat kebijakan hukum dan melakukan ijtihad untuk menghadapi kejadian-kejadian yang timbul. d. Mempunyai anggota tubuh yang lengkap sehingga ia dapat bergerak dengan cepat dan tepat. e. Mempunyai visi pemikiran yang baik sehingga ia dapat membuat kebijakan untuk memenuhi kepentingan rakyatnya dalam mewujudkan kemaslahatan mereka. f. Mempunyai sifat keberanian menjaga rakyat dengan mempertahankan mereka dari serangan musuh (Imam Al-Mawardi, 2000 : 18). Page 81
  • 82. 2. Tugas Umum Kepala Negara Kepala Negara dalam negara Islam mengemban tugas sebagai berikut : a. Menjaga agama agar tetap di atas pokoknya yang konstan dan sesuai dengan pemahaman yang dipakai oleh generasi salaf umat Islam.Apabila timbul pembuat bid‟ah atau pembuat kesesatan.ia berkewajiban untuk menjelaskan hujjah kebenaran bagi Islam dan menjelaskan pemahaman yang benar kepada mereka serta menuntutnya sesuai dengan hak-hak dan aturan hukum yang berlaku, sehingga agama terjaga dari kecurangan dan pemahaman yang salah. b. Menjalan hukum antara pihak yang bertikai dan memutuskan permusuhan antara pihak yang berselisih, sehingg keadilan dapat dirasakan oleh semua orang. Tidak ada orang zalim yang berani berbuat aniaya dan tidak ada orang yang dizalimi yang tidak mampu membela dirinya. c. Menjaga keamanan masyarakat sehingga manusia dapat hidup tenang dan bepergian dengan aman tanpa takut mengalami penipuan dan ancaman atas diri dan hartanya. d. Menjalankan hukum had sehingga larangan-larangan Allah tidak ada yang melanggarnya dan menjaga hak-hak hamba-Nya agar tidak hilang binasa. e. Menjaga perbatasan negara dengan perangkat yang memadai dan kekuatan yang dapat mempertahankan Negara, sehingga musuh-musuh Negara tidak dapat menyerang Negara Islam dan tidak menembus pertahanannya serta tidak dapat mencelakakan kaum muslimin atau kalangan kafir mu‟ahad (yang diikat janjinya). f. Berjihad melawan pihak yang menentang Islam setelah disampaikan dakwah kepada mereka sehingga ia masuk Islam atau masuh dalam jaminan Islam atau dzimmah. Dengan demikian usaha untuk menjunjung tinggi agama Allah di atas agama-agama seluruhnya dapat diwujudkan. g. Menarik fai-i dan memungut zakat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syari‟at Islam secara jelas dalam nash dan ijtihad. h. Menentukan gaji dan besarnya „atha kepada rakyat dan pihak yang mempunyai bagian dari baitul-maal, tanpa berlebihan atau kekurangan dan memberikannya pada waktunya tidak lebih dahulu dari waktunya dan tidak pula menundanya hingga lewat waktunya. i. Mengangkat apejabat-pejabat yang terpeprcaya dan menghengkataorang-orang yang kompeten untuk membantunya dalam menunaikan amanah dan wewenang yang ia pegang dan mengatur harta ayangberada dibawah wewenangnya sehaingga tugas-tugas dapat adikerjakan dengan sempurna dan harta Negara terjaga dalam pengetauran aorang –orangf terpeprpcaya j. Melakukan sendiri inspeksi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh para pembantunya dan mengevaluasi pelaksanaan proyek, sehingga ia sendiri dapat Page 82
  • 83. menentukan kebijakan politik umat Islam dengan baik dan menjaga Negara. Ia tidak boleh menyerahkan tugas ini kepada orang lain, karena sibuk menikmati kelezatan atau beribadah, karena orang yang terpercaya sekalipun dapat saja menjadi pengkhianat dan orang yang baik dapat saja berubah menjadi penipu (Imam Al-Mawardi, 2000 : 37-38). Page 83