159
PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila
PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.
Use of Chitosan to Prevent Aeromonas hydrophila Infection on Catfish Clarias sp.
Sukenda, L. Jamal, D. Wahjuningrum dan A. Hasan
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor, Kampus Dramaga, Bogor (16680), Indonesia
ABSTRACT
Immunostimulation effect of chitosan against motile aeromonas septicemia caused by Aeromonas
hydrophila were examined in catfish (Clarias sp.). Experimental fish were injected with 2, 4 and 6 μg/g fish of
chitosan. All fish were subsequently challenged by 105
CFU/ml of live A. hydrophila by injection method.
Negative control injected with PBS and positive control injected with only A. hydrophila were included in the
experiment. Results showed that total count of eritrocyte, leucocyte, level of hematocrite, haemoglobin and
phagocytic index higher at fish injected with chitosan previously compared with control as well as lymphocyte,
neutrophile, monocyte, and trombocyte. Either survival rate or growth of fish injected with chitosan were
found to increase in accordance with dose of chitosan.
Kata Kunci : chitosan, Aeromonas hydrophila, immunostimulant, Clarias sp.
ABSTRAK
Efek imunostimulasi dari kitosan melawan Motile Aeromonad Septicemia yang disebabkan oleh A.
hydrophila dilihat pada ikan lele (Clarias sp.). Ikan uji disuntik dengan larutan kitosan dengan dosis 2, 4 and
6 μg/g, yang selanjutnya diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila 105
CFU/ml melalui penyuntikan
intramuskular. Kontrol negative disuntik dengan PBS dan control positif disuntik hanya dengan bakteri A.
hydrophila disertakan dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan bahwa jumlah eritrosit, lekosit, level
hematokrit, hemoglobin dan indeks fagositik lebih tinggi pada ikan-ikan yang diberi kitosan sebelumnya
dibandingkan dengan tanpa pemberian kitosan sebelumnya. Begitu pula dengan kadar limfosit, netrofil,
monosit dan trombosit. Sintasan dan pertumbuhan ikan yang diberi kitosan meningkat sejalan dengan dosis
kitosan yang diberikan.
Kata kunci: kitosan, Aeromonas hydrophila, immunostimulan, Clarias sp.
PENDAHULUAN
Penyakit Motile Aeromonad Septicemia
(MAS) adalah penyakit bakterial yang sering
menyerang ikan lele (Clarias sp.) dan jenis
ikan air tawar tropis lainnya. Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas
hydrophila dan dikenal sebagai penyakit
bercak merah (Angka et al., 2004). Ikan–ikan
dari golongan siluridae, ictaluridae, clariidae,
serta cyprinidae adalah ikan yang rentan
terhadap serangan penyakit ini (Plumb, 1999).
Pengendalian perluasan penyakit harus
dilakukan sedini mungkin untuk mencegah
berjangkitnya wabah penyakit yang
menyebabkan kerugian ekonomi.
Pengelolaan kesehatan ikan, terutama upaya
untuk mencegah penyakit merupakan
langkah bijaksana dalam penanggulangan
terjadinya penyakit karena lebih mudah dan
murah, dibandingkan kegiatan pengobatan
ketika ikan sudah mengalami sakit. Upaya
pengendalian penyakit MAS pada budidaya
ikan, sampai saat ini masih menggunakan
antibiotik. Namun, pemakaian antibiotik
untuk jangka panjang, tidak terkontrol dan
tidak tepat dosis dapat menimbulkan dampak
negatif. Dampak ini bukan saja
dikhawatirkan dengan munculnya strain-
strain bakteri resisten terhadap antibiotik
yang dapat membahayakan manusia
(zoonotik), tetapi juga dapat mencemari
Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 159–169 (2008) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai
http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id
160
lingkungan perairan, bahkan berdampak pada
kesehatan dengan adanya residu kimia dari
antibiotik pada produk perikanan yang
dikonsumsi. Antibiotik adalah obat yang
mahal, sehingga pada skala kolam
penggunaan antibiotik menyebabkan biaya
yang tinggi sehingga kurang efisien (Angka
et al., 2004).
Untuk menghindari dampak negatif dari
penggunaan antibiotik, sehingga perlu dicari
alternatif pengobatan yang efektif, murah,
aman terhadap manusia dan ramah
lingkungan. Upaya pencegahan dan
pengobatan penyakit ikan pada sistem
budidaya sedang diarahkan pada penggunaan
imunostimulan dari bahan alami yang
terbukti efektif dan aman untuk manusia dan
lingkungan.
Kitosan merupakan limbah hasil
perikanan yang berasal dari kulit krustasea
setelah mengalami demineralisasi,
deproteinasi, dan deasetilasi. Bahan dasar
kitosan ini mudah diperoleh, tersedia dalam
jumlah banyak, dan belum termanfaatkan
secara optimal. Kitosan sebagai polimer
alami yang memiliki berat molekul yang
tinggi, dan tidak beracun dapat merangsang
sistem imun, mempercepat penyembuhan
luka, dan bersifat antibakteri (Suptijah, 2006).
Pemberian kitosan melalui penyuntikan dan
perendaman dilaporkan dapat meningkatkan
ketahanan Salvelinus fontinalis terhadap
infeksi Aeromonas salmonicida (Anderson et
al., 1994). Sedangkan Sukenda et al. (2007)
melaporkan juga bahwa uji in vivo pada
udang putih, Litopenaeus vannamei,
menunjukkan bahwa penggunaan kitosan
sebagai imunostimulan mampu
meningkatkan total hemosit serta indeks
fagositosis (Sukenda et al., 2007). Sehingga
kitosan diharapkan mampu menjadi alternatif
bahan alami dalam pencegahan penyakit
Motile Aeromonad Septicaemia khususnya
pada ikan lele.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kitosan dalam
meningkatkan respon imun non-spesifik pada
ikan lele Clarias sp. yang diinfeksi bakteri
Aeromonas hydrophila.
BAHAN DAN METODE
Penyediaan Ikan uji dan bakteri
Aeromonas hydrophila
Ikan lele yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari sentra budidaya
ikan lele di Ciampea, Kabupaten Bogor.
Bobot ikan terpilih adalah 53,61 ± 1.36 gr
dan diadaptasikan terhadap pakan dan
lingkungan selama tiga hari sebelum
digunakan penelitian. Padat tebar tiap
akuarium (50x35x40 cm) adalah sepuluh
ekor dan pakan diberikan dua kali sehari.
Selama penelitian berlangsung, kualitas
lingkungan dijaga dalam kisaran optimal
untuk kehidupan ikan patin.
Biakan bakteri Aeromonas hydrophila
berasal dari Laboratorium Kesehatan Ikan,
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, IPB. Bakteri diinfeksikan ke
ikan lele untuk meningkatkan virulensinya.
Bakteri yang telah diinkubasi dalam agar
TSA (tryptic soy broth) diambil
menggunakan jarum ose dipindahkan ke
dalam TSB (tryptic soy broth) dan
diinkubasikan selama 18 jam sebelum
dilakukan penghitungan kepadatan bakteri
dengan spektrofotometer. Dengan
pengenceran berseri, selanjutnya kepadatan
bakteri disesuaikan menjadi menjadi 105
CFU/ml.
Pembuatan Larutan Kitosan
Kitosan dilarutkan dalam asam asetat, 1
– 2 %, kemudian distirer hingga larutan
menjadi transparan dan berbentuk gel.
Akuades steril ditambahkan ke dalam larutan
kitosan untuk mencapai konsentrasi 2.144
mg/ml, 4.289 mg/ml, dan 6.433 mg/ml.
Uji In vivo
Pemberian kitosan dengan
menggunakan 2 kontrol yaitu kontrol negatif
dan kontrol positif, dan 3 pemberian dosis
berbeda dari kitosan seperti tertera di bawah :
1. Kontrol negatif (ikan hanya disuntik
dengan PBS sebanyak 0,1 ml/ekor ikan)
2. Kontrol positif (ikan disuntik bakteri A.
hydrophila 105
CFU/ml)
161
3. Ikan disuntik kitosan 2 µg/g ikan, uji
tantang bakteri A. hydrophila 105
CFU/ml
4. Ikan disuntik kitosan 4 µg/g ikan, uji
tantang bakteri A. hydrophila 105
CFU/ml
5. Ikan disuntik kitosan 6 µg/g ikan, uji
tantang bakteri A. hydrophila 105
CFU/ml
Pemberian kitosan dilakukan dengan cara
penyuntikan intramuskular pada ikan, setiap
perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Setelah 7 hari penyuntikan kitosan maka
dilakukan uji tantang dengan menyuntikan
Aeromonas hydrophila pada ikan uji.
Pengambilan sampel darah akan
dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 pasca
uji tantang bakteri. Tiga contoh ikan dari
masing-masing perlakuan dan kontrol
diambil untuk melihat jumlah eritrosit,
jumlah leukosit, kadar hematokrit, kadar
hemoglobin, indeks fagositik, dan diferensial
leukosit berdasarkan Anderson and Sewicki
(1993) Blaxhall PC (1972) dan Wedemeyer
and Yasutake (1977).
Kelangsungan hidup ikan uji diamati
setiap hari pasca penyuntikan sampai akhir
penelitian. Tingkat kelangsungan hidup ikan
uji (survival rate) dihitung berdasarkan
Effendi (1979). Pengukuran bobot
rata-rata dilakukan pada awal dan akhir
perlakuan dengan timbangan digital.
Pertambahan bobot ikan dihitung
berdasarkan perhitungan Zonneveld et al.
(1991).
Analisis Data
Dari hasil pengamatan parameter
meliputi gambaran darah (jumlah eritrosit,
jumlah leukosit, kadar hematokrit, nilai
hemoglobin, indeks fagositik, dan diferensial
leukosit), kelangsungan hidup ikan uji,
respon makan, pertambahan bobot, dan
kualitas air. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5
perlakuan dan masing-masing 3 kali ulangan
kemudian diuji lanjut menggunakan uji BNT
(Beda Nyata Terkecil).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Respon imun non-spesifik ikan lele
Jumlah eritrosit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jumlah eritrosit ikan perlakuan kitosan
dengan dosis 2 µg/g, 4 µg/g , dan 6 µg/g,
pada hari ke-0, sesaat sebelum uji tantang,
berturut-turut sebesar 4.37 x 106
, 4.53 x 106
,
dan 4.77 x 106
sel/mm3
, lebih tinggi
dibandingkan ikan kontrol yaitu sebesar 4.21
x 106
dan 4 x 106
sel/mm3
, hal ini
dikarenakan adanya penambahan kitosan
sebelumnya (Gambar 1).
Pada hari ke-2 setelah uji tantang
dengan bakteri A. hydrophila terjadi
penurunan jumlah eritrosit. Penurunan
jumlah eritrosit tertinggi terjadi pada
kelompok ikan kontrol positif yang hanya
diuji tantang dengan patogen tanpa
pemberian kitosan sebelumnya. Pada hari ke-
4 hingga hari ke-6 jumlah eritrosit
mengalami peningkatan pada semua
perlakuan pemberian kitosan (Gambar 1).
Hal ini menunjukkan bahwa kitosan dapat
menghambat bakteri dalam memproduksi
toksin dan mempercepat penyembuhan luka
pada ikan (Sandford, 1989).
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
KontrolNegatif KontrolPositif 2 μg/g 4 μg/g 6 μg/g
Dosis Kitosan
JumlahEritrosit(sel/mm3
)
0 hari 2 hari 4 hari 6 hari
a
aaba
aaa
bc acbb c abacacabacac
Gambar 1. Jumlah eritrosit ikan lele selama penelitian
162
Jumlah Leukosit
Tujuh hari setelah pemberian kitosan
(hari ke-0), jumlah leukosit lebih tinggi pada
perlakuan pemberian kitosan 2, 4, dan 6 µg/g
dibandingkan kontrol. Hari ke-2 pasca uji
tantang, jumlah leukosit dalam darah
mengalami kenaikan pada semua perlakuan.
Hal ini dikarenakan leukosit berfungsi
sebagai pertahanan dalam tubuh, yang
bereaksi dengan cepat terhadap masuknya
antigen ke dalam tubuh ikan. Jumlah leukosit
ikan perlakuan kitosan 4 µg/g yaitu 8.7x105
sel/mm3
lebih tinggi dibanding dengan
perlakuan yang lain. Pada hari ke-4 dan ke-6
terjadi penurunan kembali dengan total
leukosit tertinggi dihasilkan pada perlakuan
dengan dosis 2 µg/g sebesar 7.5 x 105
sel/mm3
, disebabkan pada hari ke 6 kondisi
ikan yang terinfeksi bakteri sudah
menunjukkan tanda-tanda penyembuhan.
Leukosit merupakan salah satu
komponen darah yang berfungsi sebagai
pertahanan non-spesifik yang akan
melokalisasi dan mengeliminir patogen
melalui proses fagositosis. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa pemberian kitosan
sebagai imunostimulan dapat meningkatkan
total leukosit.
Kadar Hematokrit
Kadar hematokrit adalah persentase
volume sel darah merah dalam darah yang
diperoleh dari sampel darah total yang ada di
tabung kapiler. Seiring meningkatnya jumlah
eritrosit maka nilai hematokrit ikut
meningkat pula.
0
200000
400000
600000
800000
1000000
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
2 μg/g 4 μg/g 6 μg/g
Dosis Kitosan
JumlahLeukosit(sel/mm3
)
0 hari 2 hari 4 hari 6 hari
a adbcbaaaa cab b bcbbb cccc
Gambar 2. Jumlah leukosit ikan lele selama penelitian
0
5
10
15
20
25
30
35
Kontrol Negatif Kontrol Positif 2 μg/g 4 μg/g 6 μg/g
Dosis Kitosan
NilaiHaematokrit(%)
0 hari 2 hari 4 hari 6 hari
a d
b
aaa aaa acbabb
acbacb ac ad
Gambar 3. Hematokrit ikan lele selama penelitian
163
Terjadinya penurunan nilai hematokrit
setelah pasca injeksi, disebabkan karena
infeksi bakteri A. hydrophila yang mampu
melisis sel-sel darah merah. Menurut
Amlacher (1970), selain dari infeksi bakteri
respon makan pun dapat memberi pengaruh
pada komposisi darah termasuk jumlah
eritrosit yang juga berpengaruh terhadap
hematokrit. Pada hari ke-4 hingga ke-6
terjadi kenaikan pada semua perlakuan.
Diduga dengan bertambahnya dosis kitosan
dapat meningkatkan sistem pertahanan pada
ikan lele dengan mempercepat
menyembuhan luka. Namun nilai hematokrit
pada dosis 6µg/g menunjukkan hasil yang
berbeda nyata (p>0.05) dan nilainya lebih
tinggi sebesar 31.09% dari perlakuan 2µg/g
dan 4µg/g (Gambar 3). Nilai hematokrit ikan
lele (Clarias batrachus) normal adalah 30.8 -
45,5% sedangkan ikan lele yang terserang
ulcer mempunyai kadar hematokrit sebesar
34.4 - 48,2% (Chinabut et al., 1991).
Anderson and Sewicki (1993) menyatakan
kandungan hematokrit menunjukkan kondisi
kesehatan ikan, apabila kandungan
hematokrit rendah menunjukkan kondisi ikan
anemia.
Kadar Hemoglobin
Menurut Lagler et al., (1977), kadar
hemoglobin dalam darah ikan berhubungan
dengan nilai hematokrit dan eritrosit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tujuh hari
pasca pemberian kitosan (hari ke-0), dosis
kitosan 6 µg/g ikan menunjukkan hasil yang
berbeda nyata (p>0.05) dan lebih tinggi dari
perlakuan yang lain sebesar 11.08%.
Sedangkan pada hari ke-2 pasca uji tantang
mengalami penurunan akibat terjadinya
hemolisis karena diinfeksi oleh bakteri
sehingga kadar hemoglobin rendah. Pada hari
ke-4 hingga ke-6 pasca uji tantang, kadar
hemoglobin mengalami peningkatan pada
kelompok ikan perlakuan, diduga sistem
imun ikan lele sudah mulai terbentuk dan
ikan mengalami pemulihan dari infeksi. Pada
hari ke-6 pasca uji tantang dapat dilihat kadar
hemoglobin dengan dosis 6 µg/g
menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(p>0.05) antar perlakuan dan kontrol
(Gambar 4). Kadar hemoglobin ikan lele
(Clarias batrachus) normal yaitu sebesar
10.3-13.5% dan ikan lele yang terserang
ulcer mempunyai kadar hemoglobin sebesar
10.9-13 % (Alifuddin, 1999).
Indeks Fagositik
Fagositosis adalah proses pemasukan
partikel asing yang kecil ke dalam individu
sel-sel fagosit seperti netrofil dan monosit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks
fagositik pada hari ke-0 terlihat indeks
fagositik ikan uji perlakuan dosis 2, 4, dan 6
µg/g terus mengalami kenaikan sampai hari
ke-7 pasca uji tantang. Indeks fagositik
tertinggi terjadi pada hari ke-7 pasca injeksi
pada ikan perlakuan kitosan 6 µg/g yaitu
sebesar 31.72% (Gambar 5). Peningkatan ini
terjadi seiring dengan peningkatan dosis
kitosan yang diberikan. Dengan demikian
kitosan mampu meningkatkan indeks
fagositik ikan yang merupakan salah satu
parameter untuk mengetahui tanggap kebal
ikan terhadap infeksi penyakit.
0
2
4
6
8
10
12
14
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
2 µg/g 4 µg/g 6 μg/g
Dosis Kitosan
KadarHemoglobin(%)
0 hari 2 hari 4 hari 6 hari
a abaaabaaaa cbbbaa ac abb
Gambar 4. Hemoglobin ikan lele selama penelitian
164
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
2 µg/g 4 μg/g 6 µg/g
Dosis Kitosan
IndeksFagositik(%)
0 hari 2 hari 4 hari 6 hari
a aaaaa baa b abb
abab
ababb c
abb
Gambar 5. Indeks fagositik ikan lele selama penelitian
Pada pengamatan indeks fagositik, sel
fagosit yang lebih banyak ditemukan
melakukan fagositosis adalah monosit.
Menurut Fujaya (2002), monosit lebih kuat
dibanding neutrofil dalam memfagositosis
bakteri, bahkan dapat memfagositosis
partikel yang lebih besar. Makrofag
merupakan monosit matang yang mampu
memfagosit 100 bakteri. Sedangkan satu
netrofil hanya dapat memfagosit 5 sampai 20
bakteri sebelum netrofil menjadi tidak aktif
dan mati. Affandi dan Tang (2002)
menyatakan bahwa peranan sel neutrofil ikan
dalam respon peradangan masih belum dapat
dimengerti dengan baik. Sel-sel neutrofil
nampaknya mempunyai fungsi fagositik,
namun beberapa laporan menunjukkan
bahwa fagositosis mungkin bukan
merupakan fungsi utama.
Diferensial Leukosit
Limfosit
Menurut Moyle dan Cech (1988)
menyatakan bahwa limfosit berfungsi
sebagai penghasil antibodi untuk kekebalan
tubuh dari gangguan penyakit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai rataan
total limfosit ikan yang diberi perlakuan
kitosan dengan dosis 6 µg/g lebih tinggi dan
berbeda nyata dengan perlakuan lain pada
awalnya. Nilai total limfosit dari perlakuan 2
µg/g , 4 µg/g , dan 6 µg/g yaitu 53.33, 53.33
dan 60.33%. Sedangkan total limfosit kontrol
negatif dan kontrol positif sebesar 53 dan
53.67%. Hari ke-2 pasca uji tantang total
limfosit mengalami peningkatan dosis 4 µg/g
dan 6 µg/g. Diduga bahwa peningkatan dosis
kitosan meningkatkan proliferasi dari sel-sel
limfosit. Sedangkan pada kontrol positif dan
dosis 2 µg/g jumlah limfosit yang dihasilkan
lebih rendah, diduga karena jumlah limfosit
yang diproduksi tidak sebanding dengan
limfosit yang dikirim ke jaringan tubuh yang
terinfeksi.
Netrofil
Neutrofil merupakan sel-sel pertama
yang meninggalkan pembuluh darah yang
penting karena mengandung vakuola yang
berisi enzim untuk menghancurkan
organisme yang dihancurkannya (Chinabut et
al., 1991). Pada hari ke-0 jumlah neutrofil
ikan perlakuan kitosan 2 µg/g, 4µg/g, dan 6
µg/g berturut-turut 16.67, 19.33, dan 16.67%.
Sedangkan antara semua perlakuan tidak
memperlihatkan perbedaan yang nyata
(p>0.05). Pada hari ke-2 pasca injeksi
mengalami peningkatan jumlah neutrofil, hal
ini diduga karena dalam tubuh ikan telah
terbentuk sistem pertahanan tubuh sehingga
saat infeksi bakteri maka neutrofil diproduksi
oleh limfa untuk dikirim ke tempat infeksi.
Semakin hari jumlah neutrofil menurun
karena tubuh tidak memerlukan neutrofil lagi
dan perannya sudah banyak diambil alih oleh
sistem pertahanan spesifik. Jumlah neutrofil
yang tertinggi terdapat pada dosis 6 µg/g hari
ke-2 sebesar 23.33 sel/mm3
tapi tidak
menunjukkan hasil yang berbeda nyata
(P>0.05) dengan kontrol. Pada hari ke-4
perlakuan kitosan dengan dosis 2 µg/g dan 6
165
µg/g memperlihatkan perbedaan yang nyata
(p>0.05). Menurut Dellman dan Brown
(1989), pada saat terjadi infeksi bakteri,
biasanya jumlah neutrofil dalam darah
meningkat, hal ini disebabkan oleh limfoid
perlu melepas leukosit untuk melawan
infeksi.
Monosit
Moyle dan Cech (1988) menyatakan
bahwa monosit berfungsi sebagai fagosit
terhadap benda-benda asing, termasuk agen
penyakit. Prosentase monosit ikan perlakuan
kitosan 2 µg/g, 4 µg/g, dan 6 µg/g pada hari
ke-0 lebih tinggi dibanding kontrol sebesar
14.33, 16.33, dan 17.33 %, diduga pemberian
kitosan dapat meningkatkan jumlah monosit
pada hari ke-0. Akan tetapi, pada hari ke-2
pasca injeksi hingga akhir pengamatan terjadi
penurunan jumlah monosit, hal ini diduga
bahwa monosit meninggalkan pembuluh
darah menuju daerah yang terinfeksi dan
memfagosit bakteri. Selain itu, jumlah
neutrofil meningkat pada kedua jenis leukosit
ini karena monosit memiliki kemampuan
memfagosit lebih besar dari pada neutrofil
(Fujaya, 2004). Jumlah monosit pada hari ke-
0, 2, 4, dan 6 tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata (p>0.05) antar semua perlakuan.
Total monosit tertinggi dihasilkan pada
perlakuan dengan dosis 6 µg/g pada hari ke-0
sebesar 17.33%.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
2 μg/g 4 µg/g 6 μg/g
Dosis Kitosan
JumlahLimfosit(%)
0 hari 2 hari 4 hari 6 hari
a baaa abbbb abababab cbbbbb ac
Gambar 6. Jumlah limfosit ikan lele selama penelitian
0
5
10
15
20
25
30
Kontrol
Negatif
Kontrol Positif 2 μg/g 4 μg/g 6 μg/g
Dosis Kitosan
JumlahNeutrofil(%)
0 hari 2 Hari 4 Hari 6 Hari
a ababaaa cb ab b abcbb abababab
Gambar 7. Jumlah neutrofil ikan lele selama penelitian
166
0
5
10
15
20
25
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
2 μg/g 4 μg/g 6 μg/g
Dosis Kitosan
JumlahMonosit(%)
0 hari 2 hari 4 hari 6 hari
a ab bbbbbbbbbaaaaaa ab abab
Gambar 8. Jumlah monosit ikan lele selama penelitian
Trombosit
Trombosit berperan penting dalam
proses pembekuan darah dan juga berfungsi
untuk mencegah kehilangan cairan tubuh
pada kerusakan-kerusakan di permukaan.
Trombosit awal tertinggi dihasilkan oleh ikan
perlakuan kitosan 6 µg/g sebesar 15.33% dan
berbeda nyata bila dibandingkan dengan
perlakuan yang lainnya. Sedangkan total
trombosit ikan perlakuan kitosan 2 µg/g dan
4 µg/g yaitu 14.67 dan 15%, tidak berbeda
nyata dengan kontrol negatif dan kontrol
positif yaitu 12.67 dan 13.67%. Pada hari ke-
2 pasca injeksi jumlah trombosit mengalami
peningkatan, hal ini diduga ikan lele
mengalami infeksi yaitu penyuntikan bakteri
Aeromonas hydrophila sehingga trombosit
diproduksi untuk menjaga kebocoran
pembuluh darah (Fujaya, 2004). Trombosit
tertinggi pada perlakuan kontrol positif yaitu
35.67%. Saat ikan dalam fase penyembuhan
jumlah trombosit cenderung turun. Trombosit
meningkat karena hemoragi dan tukak,
trombosit diproduksi agar darah membeku
guna mencegah pendarahan lebih banyak
(Angka et al., 2004).
Respon Makan dan Perubahan Bobot
Ikan
Ikan uji mampu makan satu hari pasca
uji tantang A. hydrophila dan mengalami
respon makan yang kurang hingga akhir
pengamatan. Akan tetapi, pada hari ke-3
hingga hari ke-6 pasca tantang nafsu makan
ikan meningkat dan dosis tertinggi terdapat
pada dosis 6 µg/g. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi dosis kitosan yang
diberikan pada ikan dapat meningkatkan
nafsu makan pada ikan tersebut.
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa pertambahan bobot tubuh dari ikan uji
pada semua perlakuan berbeda. Peningkatan
bobot yang paling besar yaitu 2,86 gr terjadi
pada kontrol negatif sedangkan pertambahan
bobot ikan uji pada kontrol positif yaitu 0.53
gr (terendah). Perlakuan 6 µg/g menunjukkan
pertambahan bobot yang baik bila
dibandingkan dengan 2 µg/g dan 4 µg/g. Hal
ini disebabkan karena ikan uji masih
memiliki nafsu makan yang baik sedangkan
pada 2 µg/g dan 6 µg/g nafsu makannya
kurang baik. Rendahnya pertambahan bobot
pada kontrol positif dikarenakan menurunnya
respon makan ikan uji akibat penginfeksian
bakteri Aeromonas hydrophila terhadap ikan
uji. Plumb (1999) menyatakan ikan yang
terinfeksi oleh motile aeromonad
septicaemia akan kehilangan nafsu makan.
Begitu Kabata (1985) menyatakan bahwa
respon makan yang rendah merupakan salah
satu gejala infeksi bakteri A. hydrophila.
Bakteri A. hydrophila juga dapat
menyebabkan pendarahan pada organ hati
(Runnels et al., 1965). Cipriano et al. (1984)
menyatakan bahwa hati merupakan salah satu
organ target A. hydrophila dan terganggunya
hati berpengaruh terhadap proses
metabolisme.
167
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif
2 μg/g 2μg/g 6 μg/g
Dosis Kitosan
JumlahTrombosit(%)
0 hari 2 hari 4 hari 6 hari
a abbbaaaa b ac a b bb abac acab ab
Gambar 9. Jumlah trombosit ikan lele selama penelitian
Hati merupakan pusat metabolisme tubuh, di
dalam organ hati glikogen dan lemak
disimpan, menghasilkan cairan empedu
sebagai emulsifikator lemak yang berperan
penting dalam proses pencernaan makanan
sehingga lemak dapat diserap oleh dinding
usus dan berfungsi sebagai metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein (Lagler et al.,
1977). Kerusakan jaringan hati, ginjal dan
empedu pada kontrol positif mengakibatkan
ikan bertambah sakit serta kehilangan nafsu
makan sehingga menyebabkan berat badan
menurun. Jika kesehatan tubuh ikan uji
menurun maka ikan akan mengalami stres
sehingga menurunkan kemampuannya untuk
mempertahankan diri dari serangan penyakit.
Stres dapat mengganggu sistem imunitas
yang berdampak negatif pada pertumbuhan.
Kelangsungan Hidup Ikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kelangsungan hidup tertinggi dicapai pada
kontrol negatif yaitu 100%, hal ini
dikarenakan bahwa pada kontrol negatif ikan
disuntik dengan PBS tanpa diuji tantang
dengan bakteri A. hydrophila. Kelangsungan
hidup terendah terjadi pada kontrol positif
yaitu 53.33%, disebabkan bahwa kontrol
positif disuntik dengan bakteri A. hydrophila
tanpa disuntik dengan kitosan sebelumnya.
Pada perlakuan dengan dosis 2 µg/g, 4 µg/g,
dan 6 µg/g kelangsungan hidup ikan uji
berturut-turut sebesar 80%, 83.33% dan
93.33%. Kelangsungan hidup pada perlakuan
dosis 2 µg/g, 4 µg/g, dan 6 µg/g lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol positif
dikarenakan, adanya pemberian kitosan yang
dapat menghambat infeksi A. hydrophila
sehingga dapat mempertahankan
kelangsungan hidup ikan. Umumnya
kematian ikan uji karena kelainan klinis
berupa tukak, namun beberapa ikan uji juga
mengalami kematian karena radang,
hemoragi dan nekrosis. Hal ini menurut
Angka et al. (2000) karena A. hydrophila
menghasilkan produk yang bersifat toksin
sehingga menyebabkan darah mengalami
hemolisis, kemungkinan hemolisis ini yang
menyebabkan kematian walaupun kelainan
klinis yang terlihat dari luar karena
peradangan.
KESIMPULAN
Pemberian kitosan pada ikan lele
memberikan respon imun non-spesifik yang
lebih baik dibandingkan dengan kontrol.
Pemberian kitosan telah meningkatkan
jumlah eritrosit, leukosit dan kadar
hematokrit, hemaglobin dan indeks fagositik
ikan uji. Disamping itu prosentase limfosit,
netrofil, monosit dan trombosit pada lebih
baik pada ikan-ikan yang diberi kitosan
dibandingkan ikan kontrol dengan prosentase
tertinggi pada kelompokikan yang diberi
kitosan 6 µg/g.
Pemulihan nafsu makan ikan pasca uji
tantang dengan A. hydrophila lebih baik
pada kontrol negatif dan ikan yang diberi
168
kitosan sebelumnya yang ditandai dengan
penambahan bobot tubuh ikan lele hingga
akhir pengamatan. Sedangkan nafsu makan
terendah terjadi pada ikan kontrol positif
yang diuji tantang A. hydrophila, yang
ditandai dengan nilai perubahan bobot
terendah dari semua perlakuan. Sedangkan
kelangsungan hidup ikan selama penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan dosis
kitosan yang diberikan memberikan proteksi
yang lebih baik pada ikan ditandai dengan
peningkatan sintasan ikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alifuddin, M. 1999. Peran Imunostimulan
(Lipopolisakarida, Saccharomyces
cerevisiae dan Levamisol) Pada
Gambaran Respon Imunitas Ikan
Jambal Siam (Pangasius
hypophthalmus) Fowler. [Tesis].
Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Amlacher, E. 1970. Textbook of Fish Disease.
Conroy D.A., R.L. Herman (eds)
TFH Publ. Neptune. New York. 302p.
Anderson D.P, A.K. Siwicki. 1993. Basic
Haematology and Serology for Fish
Health Programs. Paper Presented in
Second Symposium on Diseases in
Asian Aquaculture “Aquatic Animal
Health and the Environment”. Phuket,
Thailand. 25-29 th Oktober 1993.
p185-202.
Anderson, D.P., A.K Siwicki. 1994. Duration
of Protection Againts Aeromonas
salmonicida in Brook Trout
Immunostimulated with Glucan or
Chitosan by Injection or Immersion.
The Progressive Fish-Culturist;
56:258-261p.
Anderson, D.P. 1974. Fish Immunology.
TFH Publication Ltd Hongkong. 239
p.
Angka, S.L, B.P. Priosoeryanto, B.W. Lay
dan E. Harris. 2004. Penyakit Motile
Aeromonas Septicaemia pada ikan
lele dumbo. Forum Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Blaxhall P.C. 1972. The Haematological
assesment of the health of fresh water
fish. A Review of Selected Literatur.
Journal Fish Biology. 4:593-604.
Chinabut, S, Limsuwan C, Kitsawat P. 1991.
Histology of The Walking Catfish
Clarias batrachus. Departement of
Fisheries Thailand. Thailand. 96p.
Cipriano R.C, G.L Bullock, S.W Pyle. 1984.
Aeromonas hydrophila and Motile
Aeromonad Septicemias of fish. Fish
Diseases Leaflet 68, US. Fish and
Wildlife Service. West Virginia. p20-
23.
Dellman, H.D. dan Brown, E.M. 1989. Buku
teks histologi veteriner. I. Hartono
(penerjemah). UI. Press. Jakarta.
Effendi, M.I. 1979. Metode biologi perikanan.
Yayasan Dewi Sri. Bogor. 128 hlm.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi ikan. Dasar
Penyembangan Teknologi Perikanan.
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Kabata Z. 1985. Parasites and disease of fish
cultured in the tropics. Taylor and
Francis Press, London and
Philadelphia. 318p.
Lagler, K. F., J. E. Bardach, R. R. Miller and
D. R. M. Passino. 1977. Ichthyology.
John Wiley and Sons Inc. New York.
506p.
Moyle, P.B dan Cech Jr, J.J 1988. Fishes. An
Introduction to Ichthyology. Prentice
Hall, Inc. USA. 559p.
Nabib, R dan Pasaribu FH. 1989. Patologi
dan penyakit ikan. Bogor : Pusat
Antar Universitas. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
169
Plumb, J.A. 1999. Health maintenance of
cultured fishes. CRC Press. London.
Sandford, P.A. 1989. Chitosan: Commercial
uses and potential application. In
Chitin and Chitosan: Sources,
Chemistry, Biochemistry, Physical
Properties and Application. Elsevier
Applied Science. New York.
Sukenda, Y.T. Trianggoro, D.
Wahyuningrum dan Rahman. 2007.
Penggunaan kitosan untuk
pengendalian infeksi vibrio harveyi
pada udang putih Litopenaeus
vannamei. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 6 (2): 205-209.
Suptijah, P. 2006. Deskriptif karakteristik
fungsional dan aplikasi kitin kitosan.
Prosiding Seminar Nasional Kitin
Kitosan. Departemen Teknologi Hasil
Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Stickney, R.R 1993. Principle of warm Water
aquaculture. A Wiley. Interscience
Publication. John and Sons. USA,
130p.
Wedemeyer G.A., W.T. Yasutake. 1977.
Clinical methods for the assessment
of the effect environment stress on
the fish health. Technical Papers of
the US Fish and Wildlife Service. US
Depart of the Interior Fish and
Wildlife Service. 89:1-17
Zonneveld, N. E., A. Huisman, J.H. Boon.
1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

More Related Content

PDF
RESISTENSI TERHADAP STRES DAN RESPONS IMUNITAS IKAN GURAMI (Osphronemus goura...
PDF
pengaruh vitamin c terhadap efikasi vaksin sel utuh pada ikan nila terhadap p...
PDF
PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 4...
PDF
EFEKTIFITAS REBUSAN CAMPURAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nes...
PDF
Dampak poly β-hydroxybutirate pada pemeliharaan larva udang galah macrobrachi...
PDF
Kajian respon kekebalan tubuh dan pertumbuhankakap putih
PDF
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
PDF
1299 2564-1-pb
RESISTENSI TERHADAP STRES DAN RESPONS IMUNITAS IKAN GURAMI (Osphronemus goura...
pengaruh vitamin c terhadap efikasi vaksin sel utuh pada ikan nila terhadap p...
PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 4...
EFEKTIFITAS REBUSAN CAMPURAN SAMBILOTO (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nes...
Dampak poly β-hydroxybutirate pada pemeliharaan larva udang galah macrobrachi...
Kajian respon kekebalan tubuh dan pertumbuhankakap putih
188527 id-pertumbuhan-dan-kelangsungan-hidup-benih
1299 2564-1-pb

What's hot (20)

PDF
2013 mirnawati-soedarwanto-surachmi-setiyaningsih
PDF
Terjemahan Jurnal
DOC
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
DOC
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
PDF
PROSPEK BUAH MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTIL...
DOCX
Budidaya lele
PDF
PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LE...
PDF
Pikp modul08 sub sistem pengolahan
PDF
PENGARUH PEMBERIAN SUKROSA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN PROBIOTIK TERHADAP DINAM...
PDF
PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHA...
PPTX
Meminimalkan ganti air dalam akuakultur
PPT
Romi novriadi pengendalian hama dan penyakit ikan
PPT
7. teknologi biofloc
PPT
Pengobatan ikan
PDF
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PDF
3 rofiq1
PPTX
Makanan dan Pertumbuhan pada Ikan
PPT
Penyakit lele
DOCX
Biologi Perikanan Kebiasaan Makan Ikan
2013 mirnawati-soedarwanto-surachmi-setiyaningsih
Terjemahan Jurnal
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
PENAMPILAN REPRODUKSI DAN KUALITAS LARVA RAJUNGAN DENGAN PEMBERIAN BIOMASS A...
PROSPEK BUAH MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa UNTUK PENCEGAHAN PENYAKIT MOTIL...
Budidaya lele
PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LE...
Pikp modul08 sub sistem pengolahan
PENGARUH PEMBERIAN SUKROSA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN PROBIOTIK TERHADAP DINAM...
PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHA...
Meminimalkan ganti air dalam akuakultur
Romi novriadi pengendalian hama dan penyakit ikan
7. teknologi biofloc
Pengobatan ikan
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
3 rofiq1
Makanan dan Pertumbuhan pada Ikan
Penyakit lele
Biologi Perikanan Kebiasaan Makan Ikan
Ad

Similar to PENGARUH BIOAKUMULASI ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN MAS (Cyprinus carpio LINN) (20)

PDF
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus...
PDF
Efikasi_Oxytetracycline_Terhadap_Kesehatan_Ikan_Le.pdf
PDF
Andrew hidayat 93209-id-kajian-perbedaan-konsentrasi-larutan-gar
PDF
PENCEGAHAN INFEKSI VIRUS WHITE SPOT SYNDROME VIRUS (WSSV) PADA UDANG WINDU Pe...
PDF
Aplikasi ekstrak temulawak_romi novriadi_bbl batam
PDF
Pipih suptijah kajianefekdayahambat
PPTX
Tugas kelompok Bioremediasi 2024 aa .pptx
PDF
BAB I.pdf
PPTX
tugas biofarmaka.pptx
PPTX
Bioteknologi dalam bidang pertanian
PPT
MEMBERANTAS HAMA DAN PENYAKIT IKAN AIR TAWAR.ppt
PDF
Kinerja pertumbuhan-juvenil-ikan-lele-dumbo-clarias-sp.-yang-diberi-pakan-den...
PPTX
Dasar Dasar Penyakit Ikan penyakit infeksi
DOCX
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
PPTX
ppt body.pptx
DOCX
231118-uji-mpn-coliform-dan-identifikasi-fungi-c34e5735.docx
PPT
Pembesaran ikan
PPTX
NUTRISI PADA IKAN Secara umum di indonesia.pptx
PPT
KAJIAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANAME DENGAN SISTEM PERGILIRAN PAKA...
PDF
PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...
PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LOBSTER CAPIT MERAH Cherax quadricarinatus...
Efikasi_Oxytetracycline_Terhadap_Kesehatan_Ikan_Le.pdf
Andrew hidayat 93209-id-kajian-perbedaan-konsentrasi-larutan-gar
PENCEGAHAN INFEKSI VIRUS WHITE SPOT SYNDROME VIRUS (WSSV) PADA UDANG WINDU Pe...
Aplikasi ekstrak temulawak_romi novriadi_bbl batam
Pipih suptijah kajianefekdayahambat
Tugas kelompok Bioremediasi 2024 aa .pptx
BAB I.pdf
tugas biofarmaka.pptx
Bioteknologi dalam bidang pertanian
MEMBERANTAS HAMA DAN PENYAKIT IKAN AIR TAWAR.ppt
Kinerja pertumbuhan-juvenil-ikan-lele-dumbo-clarias-sp.-yang-diberi-pakan-den...
Dasar Dasar Penyakit Ikan penyakit infeksi
Residu oksitetrasiklin dalam tubuh ikan dan sedimen kolam
ppt body.pptx
231118-uji-mpn-coliform-dan-identifikasi-fungi-c34e5735.docx
Pembesaran ikan
NUTRISI PADA IKAN Secara umum di indonesia.pptx
KAJIAN KUALITAS AIR PADA BUDIDAYA UDANG VANAME DENGAN SISTEM PERGILIRAN PAKA...
PRODUKSI TOKOLAN UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DALAM HAPA DENGAN PADAT...
Ad

More from Repository Ipb (20)

PDF
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
PDF
Peta ipb
PDF
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
PDF
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
PDF
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
PDF
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
PDF
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
PDF
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
PDF
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
PDF
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
PDF
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
PDF
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
PDF
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
PDF
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
PDF
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
PDF
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
PDF
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
PDF
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
PDF
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
PDF
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
Peta ipb
Proceedings icaia 2015_yandra_367-373
SUPERABSORBEN HASIL PENCANGKOKAN DAN PENAUTAN SILANG FRAKSI ONGGOK DENGAN AKR...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
TEKNOLOGI SEPARASI BAHAN AKTIF TEMULA W AK MENGGUNAKAN BIOPOLIMER TERMODIFIKA...
PEMBUATAN ARANG DARI SAMPAH ORGANIK DENGAN CARA KARBONISASI MENGGUNAKAN REAKT...
IDENTIFIKASI SENYAWABIOAKTIFANTIFEEDANT DARIASAPCAIRHASILPIROLISISSAMPAHORGAN...
THERMAL EFFECT ON APATITE CRYSTAL SYNTHESIZED FROM EGGSHELL’S CALCIUM
STUDI PRODUKSI PEKTIN ASETAT SEBAGAI BAHAN BAKU LEMBARAN BIOPLASTIK
THERMOGAVIMETRIC-DIFFERENTIAL ANALYSIS PADA MINERAL TULANG MANUSIA
SINTESIS POLIOL SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBENTUK POLIURETAN BERBASIS MINY AK JAR...
EKSTRAK SAPOGENIN AKAR KUNING SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA MENCIT YANG DIINDU...
PENGARUH EKSTRAK BANGLE (Zingiber cassumunar Roxb.) TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ...
BRlKET AMPAS SAGU SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
STUDI IN VIVO KHASIAT ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SURUHAN (PEPEROMIA PELLUCID...
POTENSI MINYAK ATSIRI DAUN Cinnamomum multiflorum SEBAGAI INSEKTISIDA NAB A T...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN FLAVONOID DAUN DANDANG GENDIS (Clinacanthus...
Metode Spektrofotometri UV-Vis Untuk Penentuan Barium dalam Tanah Liat dengan...
HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY PROFilE OF TEMPUYUNG Sonchus arvensis ...

Recently uploaded (20)

DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam Biologi Kelas X Terbaru 2025
PPTX
ppt_bola_basket_kelas x sma mata pelajaran pjok.pptx
PDF
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Inggris Kelas 6 Kurikulum Merdeka
PDF
RPP PEMBELAJARAN MENDALAM BAHASA INDONESIA _SariIndah_DEWI SINTA (1).pdf
DOCX
Lembar Kerja 02 analisis studi kasus Inkuiri Kolaboratif.docx
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PAI & BP Kelas XII Terbaru 2025
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKN Kelas X Terbaru 2025
PDF
AI-Driven Intelligence and Cyber Security: Strategi Stabilitas Keamanan untuk...
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas XII SMA Terbaru 2025
PPTX
Pedoman & Kewajiban Penggunaan Produksi Dalam Negeri _Pelatihan "Ketentuan T...
PDF
RPP Pelajaran Mendalam deep learning IPA
PDF
Laktasi dan Menyusui (MK Askeb Esensial Nifas, Neonatus, Bayi, Balita dan Ana...
PDF
Materi PPT Seminar #AITalks: AI dan Iman
PDF
Konsep Dasar Nifas, Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.pdf
PDF
RPP PEMBELAJARAN MENDALAM BAHASA INDONESIA _SariIndah_DEWI SINTA (1).pdf
PPT
KOMITMEN MENULIS DI BLOG IGTIK PB PGRI.ppt
PPTX
Pengimbasan pembelajaran mendalam (deep learning
PDF
RPM BAHASA INDONESIA KELAS 7 TEKS DESKRIPSI.pdf
DOCX
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Rekayasa Kelas XII SMA Terbaru 2025
PDF
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Indonesia Kelas 6 Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam Biologi Kelas X Terbaru 2025
ppt_bola_basket_kelas x sma mata pelajaran pjok.pptx
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Inggris Kelas 6 Kurikulum Merdeka
RPP PEMBELAJARAN MENDALAM BAHASA INDONESIA _SariIndah_DEWI SINTA (1).pdf
Lembar Kerja 02 analisis studi kasus Inkuiri Kolaboratif.docx
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PAI & BP Kelas XII Terbaru 2025
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKN Kelas X Terbaru 2025
AI-Driven Intelligence and Cyber Security: Strategi Stabilitas Keamanan untuk...
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Kerajinan Kelas XII SMA Terbaru 2025
Pedoman & Kewajiban Penggunaan Produksi Dalam Negeri _Pelatihan "Ketentuan T...
RPP Pelajaran Mendalam deep learning IPA
Laktasi dan Menyusui (MK Askeb Esensial Nifas, Neonatus, Bayi, Balita dan Ana...
Materi PPT Seminar #AITalks: AI dan Iman
Konsep Dasar Nifas, Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.pdf
RPP PEMBELAJARAN MENDALAM BAHASA INDONESIA _SariIndah_DEWI SINTA (1).pdf
KOMITMEN MENULIS DI BLOG IGTIK PB PGRI.ppt
Pengimbasan pembelajaran mendalam (deep learning
RPM BAHASA INDONESIA KELAS 7 TEKS DESKRIPSI.pdf
Modul Ajar Pembelajaran Mendalam PKWU Rekayasa Kelas XII SMA Terbaru 2025
Modul Ajar Deep Learning Bahasa Indonesia Kelas 6 Kurikulum Merdeka

PENGARUH BIOAKUMULASI ENDOSULFAN TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN MAS (Cyprinus carpio LINN)

  • 1. 159 PENGGUNAAN KITOSAN UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. Use of Chitosan to Prevent Aeromonas hydrophila Infection on Catfish Clarias sp. Sukenda, L. Jamal, D. Wahjuningrum dan A. Hasan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Kampus Dramaga, Bogor (16680), Indonesia ABSTRACT Immunostimulation effect of chitosan against motile aeromonas septicemia caused by Aeromonas hydrophila were examined in catfish (Clarias sp.). Experimental fish were injected with 2, 4 and 6 μg/g fish of chitosan. All fish were subsequently challenged by 105 CFU/ml of live A. hydrophila by injection method. Negative control injected with PBS and positive control injected with only A. hydrophila were included in the experiment. Results showed that total count of eritrocyte, leucocyte, level of hematocrite, haemoglobin and phagocytic index higher at fish injected with chitosan previously compared with control as well as lymphocyte, neutrophile, monocyte, and trombocyte. Either survival rate or growth of fish injected with chitosan were found to increase in accordance with dose of chitosan. Kata Kunci : chitosan, Aeromonas hydrophila, immunostimulant, Clarias sp. ABSTRAK Efek imunostimulasi dari kitosan melawan Motile Aeromonad Septicemia yang disebabkan oleh A. hydrophila dilihat pada ikan lele (Clarias sp.). Ikan uji disuntik dengan larutan kitosan dengan dosis 2, 4 and 6 μg/g, yang selanjutnya diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila 105 CFU/ml melalui penyuntikan intramuskular. Kontrol negative disuntik dengan PBS dan control positif disuntik hanya dengan bakteri A. hydrophila disertakan dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan bahwa jumlah eritrosit, lekosit, level hematokrit, hemoglobin dan indeks fagositik lebih tinggi pada ikan-ikan yang diberi kitosan sebelumnya dibandingkan dengan tanpa pemberian kitosan sebelumnya. Begitu pula dengan kadar limfosit, netrofil, monosit dan trombosit. Sintasan dan pertumbuhan ikan yang diberi kitosan meningkat sejalan dengan dosis kitosan yang diberikan. Kata kunci: kitosan, Aeromonas hydrophila, immunostimulan, Clarias sp. PENDAHULUAN Penyakit Motile Aeromonad Septicemia (MAS) adalah penyakit bakterial yang sering menyerang ikan lele (Clarias sp.) dan jenis ikan air tawar tropis lainnya. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan dikenal sebagai penyakit bercak merah (Angka et al., 2004). Ikan–ikan dari golongan siluridae, ictaluridae, clariidae, serta cyprinidae adalah ikan yang rentan terhadap serangan penyakit ini (Plumb, 1999). Pengendalian perluasan penyakit harus dilakukan sedini mungkin untuk mencegah berjangkitnya wabah penyakit yang menyebabkan kerugian ekonomi. Pengelolaan kesehatan ikan, terutama upaya untuk mencegah penyakit merupakan langkah bijaksana dalam penanggulangan terjadinya penyakit karena lebih mudah dan murah, dibandingkan kegiatan pengobatan ketika ikan sudah mengalami sakit. Upaya pengendalian penyakit MAS pada budidaya ikan, sampai saat ini masih menggunakan antibiotik. Namun, pemakaian antibiotik untuk jangka panjang, tidak terkontrol dan tidak tepat dosis dapat menimbulkan dampak negatif. Dampak ini bukan saja dikhawatirkan dengan munculnya strain- strain bakteri resisten terhadap antibiotik yang dapat membahayakan manusia (zoonotik), tetapi juga dapat mencemari Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(2): 159–169 (2008) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id
  • 2. 160 lingkungan perairan, bahkan berdampak pada kesehatan dengan adanya residu kimia dari antibiotik pada produk perikanan yang dikonsumsi. Antibiotik adalah obat yang mahal, sehingga pada skala kolam penggunaan antibiotik menyebabkan biaya yang tinggi sehingga kurang efisien (Angka et al., 2004). Untuk menghindari dampak negatif dari penggunaan antibiotik, sehingga perlu dicari alternatif pengobatan yang efektif, murah, aman terhadap manusia dan ramah lingkungan. Upaya pencegahan dan pengobatan penyakit ikan pada sistem budidaya sedang diarahkan pada penggunaan imunostimulan dari bahan alami yang terbukti efektif dan aman untuk manusia dan lingkungan. Kitosan merupakan limbah hasil perikanan yang berasal dari kulit krustasea setelah mengalami demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi. Bahan dasar kitosan ini mudah diperoleh, tersedia dalam jumlah banyak, dan belum termanfaatkan secara optimal. Kitosan sebagai polimer alami yang memiliki berat molekul yang tinggi, dan tidak beracun dapat merangsang sistem imun, mempercepat penyembuhan luka, dan bersifat antibakteri (Suptijah, 2006). Pemberian kitosan melalui penyuntikan dan perendaman dilaporkan dapat meningkatkan ketahanan Salvelinus fontinalis terhadap infeksi Aeromonas salmonicida (Anderson et al., 1994). Sedangkan Sukenda et al. (2007) melaporkan juga bahwa uji in vivo pada udang putih, Litopenaeus vannamei, menunjukkan bahwa penggunaan kitosan sebagai imunostimulan mampu meningkatkan total hemosit serta indeks fagositosis (Sukenda et al., 2007). Sehingga kitosan diharapkan mampu menjadi alternatif bahan alami dalam pencegahan penyakit Motile Aeromonad Septicaemia khususnya pada ikan lele. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kitosan dalam meningkatkan respon imun non-spesifik pada ikan lele Clarias sp. yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. BAHAN DAN METODE Penyediaan Ikan uji dan bakteri Aeromonas hydrophila Ikan lele yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sentra budidaya ikan lele di Ciampea, Kabupaten Bogor. Bobot ikan terpilih adalah 53,61 ± 1.36 gr dan diadaptasikan terhadap pakan dan lingkungan selama tiga hari sebelum digunakan penelitian. Padat tebar tiap akuarium (50x35x40 cm) adalah sepuluh ekor dan pakan diberikan dua kali sehari. Selama penelitian berlangsung, kualitas lingkungan dijaga dalam kisaran optimal untuk kehidupan ikan patin. Biakan bakteri Aeromonas hydrophila berasal dari Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bakteri diinfeksikan ke ikan lele untuk meningkatkan virulensinya. Bakteri yang telah diinkubasi dalam agar TSA (tryptic soy broth) diambil menggunakan jarum ose dipindahkan ke dalam TSB (tryptic soy broth) dan diinkubasikan selama 18 jam sebelum dilakukan penghitungan kepadatan bakteri dengan spektrofotometer. Dengan pengenceran berseri, selanjutnya kepadatan bakteri disesuaikan menjadi menjadi 105 CFU/ml. Pembuatan Larutan Kitosan Kitosan dilarutkan dalam asam asetat, 1 – 2 %, kemudian distirer hingga larutan menjadi transparan dan berbentuk gel. Akuades steril ditambahkan ke dalam larutan kitosan untuk mencapai konsentrasi 2.144 mg/ml, 4.289 mg/ml, dan 6.433 mg/ml. Uji In vivo Pemberian kitosan dengan menggunakan 2 kontrol yaitu kontrol negatif dan kontrol positif, dan 3 pemberian dosis berbeda dari kitosan seperti tertera di bawah : 1. Kontrol negatif (ikan hanya disuntik dengan PBS sebanyak 0,1 ml/ekor ikan) 2. Kontrol positif (ikan disuntik bakteri A. hydrophila 105 CFU/ml)
  • 3. 161 3. Ikan disuntik kitosan 2 µg/g ikan, uji tantang bakteri A. hydrophila 105 CFU/ml 4. Ikan disuntik kitosan 4 µg/g ikan, uji tantang bakteri A. hydrophila 105 CFU/ml 5. Ikan disuntik kitosan 6 µg/g ikan, uji tantang bakteri A. hydrophila 105 CFU/ml Pemberian kitosan dilakukan dengan cara penyuntikan intramuskular pada ikan, setiap perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Setelah 7 hari penyuntikan kitosan maka dilakukan uji tantang dengan menyuntikan Aeromonas hydrophila pada ikan uji. Pengambilan sampel darah akan dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 pasca uji tantang bakteri. Tiga contoh ikan dari masing-masing perlakuan dan kontrol diambil untuk melihat jumlah eritrosit, jumlah leukosit, kadar hematokrit, kadar hemoglobin, indeks fagositik, dan diferensial leukosit berdasarkan Anderson and Sewicki (1993) Blaxhall PC (1972) dan Wedemeyer and Yasutake (1977). Kelangsungan hidup ikan uji diamati setiap hari pasca penyuntikan sampai akhir penelitian. Tingkat kelangsungan hidup ikan uji (survival rate) dihitung berdasarkan Effendi (1979). Pengukuran bobot rata-rata dilakukan pada awal dan akhir perlakuan dengan timbangan digital. Pertambahan bobot ikan dihitung berdasarkan perhitungan Zonneveld et al. (1991). Analisis Data Dari hasil pengamatan parameter meliputi gambaran darah (jumlah eritrosit, jumlah leukosit, kadar hematokrit, nilai hemoglobin, indeks fagositik, dan diferensial leukosit), kelangsungan hidup ikan uji, respon makan, pertambahan bobot, dan kualitas air. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan masing-masing 3 kali ulangan kemudian diuji lanjut menggunakan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). HASIL DAN PEMBAHASAN Respon imun non-spesifik ikan lele Jumlah eritrosit Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah eritrosit ikan perlakuan kitosan dengan dosis 2 µg/g, 4 µg/g , dan 6 µg/g, pada hari ke-0, sesaat sebelum uji tantang, berturut-turut sebesar 4.37 x 106 , 4.53 x 106 , dan 4.77 x 106 sel/mm3 , lebih tinggi dibandingkan ikan kontrol yaitu sebesar 4.21 x 106 dan 4 x 106 sel/mm3 , hal ini dikarenakan adanya penambahan kitosan sebelumnya (Gambar 1). Pada hari ke-2 setelah uji tantang dengan bakteri A. hydrophila terjadi penurunan jumlah eritrosit. Penurunan jumlah eritrosit tertinggi terjadi pada kelompok ikan kontrol positif yang hanya diuji tantang dengan patogen tanpa pemberian kitosan sebelumnya. Pada hari ke- 4 hingga hari ke-6 jumlah eritrosit mengalami peningkatan pada semua perlakuan pemberian kitosan (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa kitosan dapat menghambat bakteri dalam memproduksi toksin dan mempercepat penyembuhan luka pada ikan (Sandford, 1989). 0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 KontrolNegatif KontrolPositif 2 μg/g 4 μg/g 6 μg/g Dosis Kitosan JumlahEritrosit(sel/mm3 ) 0 hari 2 hari 4 hari 6 hari a aaba aaa bc acbb c abacacabacac Gambar 1. Jumlah eritrosit ikan lele selama penelitian
  • 4. 162 Jumlah Leukosit Tujuh hari setelah pemberian kitosan (hari ke-0), jumlah leukosit lebih tinggi pada perlakuan pemberian kitosan 2, 4, dan 6 µg/g dibandingkan kontrol. Hari ke-2 pasca uji tantang, jumlah leukosit dalam darah mengalami kenaikan pada semua perlakuan. Hal ini dikarenakan leukosit berfungsi sebagai pertahanan dalam tubuh, yang bereaksi dengan cepat terhadap masuknya antigen ke dalam tubuh ikan. Jumlah leukosit ikan perlakuan kitosan 4 µg/g yaitu 8.7x105 sel/mm3 lebih tinggi dibanding dengan perlakuan yang lain. Pada hari ke-4 dan ke-6 terjadi penurunan kembali dengan total leukosit tertinggi dihasilkan pada perlakuan dengan dosis 2 µg/g sebesar 7.5 x 105 sel/mm3 , disebabkan pada hari ke 6 kondisi ikan yang terinfeksi bakteri sudah menunjukkan tanda-tanda penyembuhan. Leukosit merupakan salah satu komponen darah yang berfungsi sebagai pertahanan non-spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui proses fagositosis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kitosan sebagai imunostimulan dapat meningkatkan total leukosit. Kadar Hematokrit Kadar hematokrit adalah persentase volume sel darah merah dalam darah yang diperoleh dari sampel darah total yang ada di tabung kapiler. Seiring meningkatnya jumlah eritrosit maka nilai hematokrit ikut meningkat pula. 0 200000 400000 600000 800000 1000000 Kontrol Negatif Kontrol Positif 2 μg/g 4 μg/g 6 μg/g Dosis Kitosan JumlahLeukosit(sel/mm3 ) 0 hari 2 hari 4 hari 6 hari a adbcbaaaa cab b bcbbb cccc Gambar 2. Jumlah leukosit ikan lele selama penelitian 0 5 10 15 20 25 30 35 Kontrol Negatif Kontrol Positif 2 μg/g 4 μg/g 6 μg/g Dosis Kitosan NilaiHaematokrit(%) 0 hari 2 hari 4 hari 6 hari a d b aaa aaa acbabb acbacb ac ad Gambar 3. Hematokrit ikan lele selama penelitian
  • 5. 163 Terjadinya penurunan nilai hematokrit setelah pasca injeksi, disebabkan karena infeksi bakteri A. hydrophila yang mampu melisis sel-sel darah merah. Menurut Amlacher (1970), selain dari infeksi bakteri respon makan pun dapat memberi pengaruh pada komposisi darah termasuk jumlah eritrosit yang juga berpengaruh terhadap hematokrit. Pada hari ke-4 hingga ke-6 terjadi kenaikan pada semua perlakuan. Diduga dengan bertambahnya dosis kitosan dapat meningkatkan sistem pertahanan pada ikan lele dengan mempercepat menyembuhan luka. Namun nilai hematokrit pada dosis 6µg/g menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p>0.05) dan nilainya lebih tinggi sebesar 31.09% dari perlakuan 2µg/g dan 4µg/g (Gambar 3). Nilai hematokrit ikan lele (Clarias batrachus) normal adalah 30.8 - 45,5% sedangkan ikan lele yang terserang ulcer mempunyai kadar hematokrit sebesar 34.4 - 48,2% (Chinabut et al., 1991). Anderson and Sewicki (1993) menyatakan kandungan hematokrit menunjukkan kondisi kesehatan ikan, apabila kandungan hematokrit rendah menunjukkan kondisi ikan anemia. Kadar Hemoglobin Menurut Lagler et al., (1977), kadar hemoglobin dalam darah ikan berhubungan dengan nilai hematokrit dan eritrosit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuh hari pasca pemberian kitosan (hari ke-0), dosis kitosan 6 µg/g ikan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p>0.05) dan lebih tinggi dari perlakuan yang lain sebesar 11.08%. Sedangkan pada hari ke-2 pasca uji tantang mengalami penurunan akibat terjadinya hemolisis karena diinfeksi oleh bakteri sehingga kadar hemoglobin rendah. Pada hari ke-4 hingga ke-6 pasca uji tantang, kadar hemoglobin mengalami peningkatan pada kelompok ikan perlakuan, diduga sistem imun ikan lele sudah mulai terbentuk dan ikan mengalami pemulihan dari infeksi. Pada hari ke-6 pasca uji tantang dapat dilihat kadar hemoglobin dengan dosis 6 µg/g menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p>0.05) antar perlakuan dan kontrol (Gambar 4). Kadar hemoglobin ikan lele (Clarias batrachus) normal yaitu sebesar 10.3-13.5% dan ikan lele yang terserang ulcer mempunyai kadar hemoglobin sebesar 10.9-13 % (Alifuddin, 1999). Indeks Fagositik Fagositosis adalah proses pemasukan partikel asing yang kecil ke dalam individu sel-sel fagosit seperti netrofil dan monosit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks fagositik pada hari ke-0 terlihat indeks fagositik ikan uji perlakuan dosis 2, 4, dan 6 µg/g terus mengalami kenaikan sampai hari ke-7 pasca uji tantang. Indeks fagositik tertinggi terjadi pada hari ke-7 pasca injeksi pada ikan perlakuan kitosan 6 µg/g yaitu sebesar 31.72% (Gambar 5). Peningkatan ini terjadi seiring dengan peningkatan dosis kitosan yang diberikan. Dengan demikian kitosan mampu meningkatkan indeks fagositik ikan yang merupakan salah satu parameter untuk mengetahui tanggap kebal ikan terhadap infeksi penyakit. 0 2 4 6 8 10 12 14 Kontrol Negatif Kontrol Positif 2 µg/g 4 µg/g 6 μg/g Dosis Kitosan KadarHemoglobin(%) 0 hari 2 hari 4 hari 6 hari a abaaabaaaa cbbbaa ac abb Gambar 4. Hemoglobin ikan lele selama penelitian
  • 6. 164 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Kontrol Negatif Kontrol Positif 2 µg/g 4 μg/g 6 µg/g Dosis Kitosan IndeksFagositik(%) 0 hari 2 hari 4 hari 6 hari a aaaaa baa b abb abab ababb c abb Gambar 5. Indeks fagositik ikan lele selama penelitian Pada pengamatan indeks fagositik, sel fagosit yang lebih banyak ditemukan melakukan fagositosis adalah monosit. Menurut Fujaya (2002), monosit lebih kuat dibanding neutrofil dalam memfagositosis bakteri, bahkan dapat memfagositosis partikel yang lebih besar. Makrofag merupakan monosit matang yang mampu memfagosit 100 bakteri. Sedangkan satu netrofil hanya dapat memfagosit 5 sampai 20 bakteri sebelum netrofil menjadi tidak aktif dan mati. Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa peranan sel neutrofil ikan dalam respon peradangan masih belum dapat dimengerti dengan baik. Sel-sel neutrofil nampaknya mempunyai fungsi fagositik, namun beberapa laporan menunjukkan bahwa fagositosis mungkin bukan merupakan fungsi utama. Diferensial Leukosit Limfosit Menurut Moyle dan Cech (1988) menyatakan bahwa limfosit berfungsi sebagai penghasil antibodi untuk kekebalan tubuh dari gangguan penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rataan total limfosit ikan yang diberi perlakuan kitosan dengan dosis 6 µg/g lebih tinggi dan berbeda nyata dengan perlakuan lain pada awalnya. Nilai total limfosit dari perlakuan 2 µg/g , 4 µg/g , dan 6 µg/g yaitu 53.33, 53.33 dan 60.33%. Sedangkan total limfosit kontrol negatif dan kontrol positif sebesar 53 dan 53.67%. Hari ke-2 pasca uji tantang total limfosit mengalami peningkatan dosis 4 µg/g dan 6 µg/g. Diduga bahwa peningkatan dosis kitosan meningkatkan proliferasi dari sel-sel limfosit. Sedangkan pada kontrol positif dan dosis 2 µg/g jumlah limfosit yang dihasilkan lebih rendah, diduga karena jumlah limfosit yang diproduksi tidak sebanding dengan limfosit yang dikirim ke jaringan tubuh yang terinfeksi. Netrofil Neutrofil merupakan sel-sel pertama yang meninggalkan pembuluh darah yang penting karena mengandung vakuola yang berisi enzim untuk menghancurkan organisme yang dihancurkannya (Chinabut et al., 1991). Pada hari ke-0 jumlah neutrofil ikan perlakuan kitosan 2 µg/g, 4µg/g, dan 6 µg/g berturut-turut 16.67, 19.33, dan 16.67%. Sedangkan antara semua perlakuan tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (p>0.05). Pada hari ke-2 pasca injeksi mengalami peningkatan jumlah neutrofil, hal ini diduga karena dalam tubuh ikan telah terbentuk sistem pertahanan tubuh sehingga saat infeksi bakteri maka neutrofil diproduksi oleh limfa untuk dikirim ke tempat infeksi. Semakin hari jumlah neutrofil menurun karena tubuh tidak memerlukan neutrofil lagi dan perannya sudah banyak diambil alih oleh sistem pertahanan spesifik. Jumlah neutrofil yang tertinggi terdapat pada dosis 6 µg/g hari ke-2 sebesar 23.33 sel/mm3 tapi tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0.05) dengan kontrol. Pada hari ke-4 perlakuan kitosan dengan dosis 2 µg/g dan 6
  • 7. 165 µg/g memperlihatkan perbedaan yang nyata (p>0.05). Menurut Dellman dan Brown (1989), pada saat terjadi infeksi bakteri, biasanya jumlah neutrofil dalam darah meningkat, hal ini disebabkan oleh limfoid perlu melepas leukosit untuk melawan infeksi. Monosit Moyle dan Cech (1988) menyatakan bahwa monosit berfungsi sebagai fagosit terhadap benda-benda asing, termasuk agen penyakit. Prosentase monosit ikan perlakuan kitosan 2 µg/g, 4 µg/g, dan 6 µg/g pada hari ke-0 lebih tinggi dibanding kontrol sebesar 14.33, 16.33, dan 17.33 %, diduga pemberian kitosan dapat meningkatkan jumlah monosit pada hari ke-0. Akan tetapi, pada hari ke-2 pasca injeksi hingga akhir pengamatan terjadi penurunan jumlah monosit, hal ini diduga bahwa monosit meninggalkan pembuluh darah menuju daerah yang terinfeksi dan memfagosit bakteri. Selain itu, jumlah neutrofil meningkat pada kedua jenis leukosit ini karena monosit memiliki kemampuan memfagosit lebih besar dari pada neutrofil (Fujaya, 2004). Jumlah monosit pada hari ke- 0, 2, 4, dan 6 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0.05) antar semua perlakuan. Total monosit tertinggi dihasilkan pada perlakuan dengan dosis 6 µg/g pada hari ke-0 sebesar 17.33%. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Kontrol Negatif Kontrol Positif 2 μg/g 4 µg/g 6 μg/g Dosis Kitosan JumlahLimfosit(%) 0 hari 2 hari 4 hari 6 hari a baaa abbbb abababab cbbbbb ac Gambar 6. Jumlah limfosit ikan lele selama penelitian 0 5 10 15 20 25 30 Kontrol Negatif Kontrol Positif 2 μg/g 4 μg/g 6 μg/g Dosis Kitosan JumlahNeutrofil(%) 0 hari 2 Hari 4 Hari 6 Hari a ababaaa cb ab b abcbb abababab Gambar 7. Jumlah neutrofil ikan lele selama penelitian
  • 8. 166 0 5 10 15 20 25 Kontrol Negatif Kontrol Positif 2 μg/g 4 μg/g 6 μg/g Dosis Kitosan JumlahMonosit(%) 0 hari 2 hari 4 hari 6 hari a ab bbbbbbbbbaaaaaa ab abab Gambar 8. Jumlah monosit ikan lele selama penelitian Trombosit Trombosit berperan penting dalam proses pembekuan darah dan juga berfungsi untuk mencegah kehilangan cairan tubuh pada kerusakan-kerusakan di permukaan. Trombosit awal tertinggi dihasilkan oleh ikan perlakuan kitosan 6 µg/g sebesar 15.33% dan berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Sedangkan total trombosit ikan perlakuan kitosan 2 µg/g dan 4 µg/g yaitu 14.67 dan 15%, tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif dan kontrol positif yaitu 12.67 dan 13.67%. Pada hari ke- 2 pasca injeksi jumlah trombosit mengalami peningkatan, hal ini diduga ikan lele mengalami infeksi yaitu penyuntikan bakteri Aeromonas hydrophila sehingga trombosit diproduksi untuk menjaga kebocoran pembuluh darah (Fujaya, 2004). Trombosit tertinggi pada perlakuan kontrol positif yaitu 35.67%. Saat ikan dalam fase penyembuhan jumlah trombosit cenderung turun. Trombosit meningkat karena hemoragi dan tukak, trombosit diproduksi agar darah membeku guna mencegah pendarahan lebih banyak (Angka et al., 2004). Respon Makan dan Perubahan Bobot Ikan Ikan uji mampu makan satu hari pasca uji tantang A. hydrophila dan mengalami respon makan yang kurang hingga akhir pengamatan. Akan tetapi, pada hari ke-3 hingga hari ke-6 pasca tantang nafsu makan ikan meningkat dan dosis tertinggi terdapat pada dosis 6 µg/g. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis kitosan yang diberikan pada ikan dapat meningkatkan nafsu makan pada ikan tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pertambahan bobot tubuh dari ikan uji pada semua perlakuan berbeda. Peningkatan bobot yang paling besar yaitu 2,86 gr terjadi pada kontrol negatif sedangkan pertambahan bobot ikan uji pada kontrol positif yaitu 0.53 gr (terendah). Perlakuan 6 µg/g menunjukkan pertambahan bobot yang baik bila dibandingkan dengan 2 µg/g dan 4 µg/g. Hal ini disebabkan karena ikan uji masih memiliki nafsu makan yang baik sedangkan pada 2 µg/g dan 6 µg/g nafsu makannya kurang baik. Rendahnya pertambahan bobot pada kontrol positif dikarenakan menurunnya respon makan ikan uji akibat penginfeksian bakteri Aeromonas hydrophila terhadap ikan uji. Plumb (1999) menyatakan ikan yang terinfeksi oleh motile aeromonad septicaemia akan kehilangan nafsu makan. Begitu Kabata (1985) menyatakan bahwa respon makan yang rendah merupakan salah satu gejala infeksi bakteri A. hydrophila. Bakteri A. hydrophila juga dapat menyebabkan pendarahan pada organ hati (Runnels et al., 1965). Cipriano et al. (1984) menyatakan bahwa hati merupakan salah satu organ target A. hydrophila dan terganggunya hati berpengaruh terhadap proses metabolisme.
  • 9. 167 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Kontrol Negatif Kontrol Positif 2 μg/g 2μg/g 6 μg/g Dosis Kitosan JumlahTrombosit(%) 0 hari 2 hari 4 hari 6 hari a abbbaaaa b ac a b bb abac acab ab Gambar 9. Jumlah trombosit ikan lele selama penelitian Hati merupakan pusat metabolisme tubuh, di dalam organ hati glikogen dan lemak disimpan, menghasilkan cairan empedu sebagai emulsifikator lemak yang berperan penting dalam proses pencernaan makanan sehingga lemak dapat diserap oleh dinding usus dan berfungsi sebagai metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Lagler et al., 1977). Kerusakan jaringan hati, ginjal dan empedu pada kontrol positif mengakibatkan ikan bertambah sakit serta kehilangan nafsu makan sehingga menyebabkan berat badan menurun. Jika kesehatan tubuh ikan uji menurun maka ikan akan mengalami stres sehingga menurunkan kemampuannya untuk mempertahankan diri dari serangan penyakit. Stres dapat mengganggu sistem imunitas yang berdampak negatif pada pertumbuhan. Kelangsungan Hidup Ikan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup tertinggi dicapai pada kontrol negatif yaitu 100%, hal ini dikarenakan bahwa pada kontrol negatif ikan disuntik dengan PBS tanpa diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila. Kelangsungan hidup terendah terjadi pada kontrol positif yaitu 53.33%, disebabkan bahwa kontrol positif disuntik dengan bakteri A. hydrophila tanpa disuntik dengan kitosan sebelumnya. Pada perlakuan dengan dosis 2 µg/g, 4 µg/g, dan 6 µg/g kelangsungan hidup ikan uji berturut-turut sebesar 80%, 83.33% dan 93.33%. Kelangsungan hidup pada perlakuan dosis 2 µg/g, 4 µg/g, dan 6 µg/g lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol positif dikarenakan, adanya pemberian kitosan yang dapat menghambat infeksi A. hydrophila sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidup ikan. Umumnya kematian ikan uji karena kelainan klinis berupa tukak, namun beberapa ikan uji juga mengalami kematian karena radang, hemoragi dan nekrosis. Hal ini menurut Angka et al. (2000) karena A. hydrophila menghasilkan produk yang bersifat toksin sehingga menyebabkan darah mengalami hemolisis, kemungkinan hemolisis ini yang menyebabkan kematian walaupun kelainan klinis yang terlihat dari luar karena peradangan. KESIMPULAN Pemberian kitosan pada ikan lele memberikan respon imun non-spesifik yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Pemberian kitosan telah meningkatkan jumlah eritrosit, leukosit dan kadar hematokrit, hemaglobin dan indeks fagositik ikan uji. Disamping itu prosentase limfosit, netrofil, monosit dan trombosit pada lebih baik pada ikan-ikan yang diberi kitosan dibandingkan ikan kontrol dengan prosentase tertinggi pada kelompokikan yang diberi kitosan 6 µg/g. Pemulihan nafsu makan ikan pasca uji tantang dengan A. hydrophila lebih baik pada kontrol negatif dan ikan yang diberi
  • 10. 168 kitosan sebelumnya yang ditandai dengan penambahan bobot tubuh ikan lele hingga akhir pengamatan. Sedangkan nafsu makan terendah terjadi pada ikan kontrol positif yang diuji tantang A. hydrophila, yang ditandai dengan nilai perubahan bobot terendah dari semua perlakuan. Sedangkan kelangsungan hidup ikan selama penelitian menunjukkan bahwa peningkatan dosis kitosan yang diberikan memberikan proteksi yang lebih baik pada ikan ditandai dengan peningkatan sintasan ikan. DAFTAR PUSTAKA Alifuddin, M. 1999. Peran Imunostimulan (Lipopolisakarida, Saccharomyces cerevisiae dan Levamisol) Pada Gambaran Respon Imunitas Ikan Jambal Siam (Pangasius hypophthalmus) Fowler. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Amlacher, E. 1970. Textbook of Fish Disease. Conroy D.A., R.L. Herman (eds) TFH Publ. Neptune. New York. 302p. Anderson D.P, A.K. Siwicki. 1993. Basic Haematology and Serology for Fish Health Programs. Paper Presented in Second Symposium on Diseases in Asian Aquaculture “Aquatic Animal Health and the Environment”. Phuket, Thailand. 25-29 th Oktober 1993. p185-202. Anderson, D.P., A.K Siwicki. 1994. Duration of Protection Againts Aeromonas salmonicida in Brook Trout Immunostimulated with Glucan or Chitosan by Injection or Immersion. The Progressive Fish-Culturist; 56:258-261p. Anderson, D.P. 1974. Fish Immunology. TFH Publication Ltd Hongkong. 239 p. Angka, S.L, B.P. Priosoeryanto, B.W. Lay dan E. Harris. 2004. Penyakit Motile Aeromonas Septicaemia pada ikan lele dumbo. Forum Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Blaxhall P.C. 1972. The Haematological assesment of the health of fresh water fish. A Review of Selected Literatur. Journal Fish Biology. 4:593-604. Chinabut, S, Limsuwan C, Kitsawat P. 1991. Histology of The Walking Catfish Clarias batrachus. Departement of Fisheries Thailand. Thailand. 96p. Cipriano R.C, G.L Bullock, S.W Pyle. 1984. Aeromonas hydrophila and Motile Aeromonad Septicemias of fish. Fish Diseases Leaflet 68, US. Fish and Wildlife Service. West Virginia. p20- 23. Dellman, H.D. dan Brown, E.M. 1989. Buku teks histologi veteriner. I. Hartono (penerjemah). UI. Press. Jakarta. Effendi, M.I. 1979. Metode biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 128 hlm. Fujaya, Y. 2004. Fisiologi ikan. Dasar Penyembangan Teknologi Perikanan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Kabata Z. 1985. Parasites and disease of fish cultured in the tropics. Taylor and Francis Press, London and Philadelphia. 318p. Lagler, K. F., J. E. Bardach, R. R. Miller and D. R. M. Passino. 1977. Ichthyology. John Wiley and Sons Inc. New York. 506p. Moyle, P.B dan Cech Jr, J.J 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Prentice Hall, Inc. USA. 559p. Nabib, R dan Pasaribu FH. 1989. Patologi dan penyakit ikan. Bogor : Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
  • 11. 169 Plumb, J.A. 1999. Health maintenance of cultured fishes. CRC Press. London. Sandford, P.A. 1989. Chitosan: Commercial uses and potential application. In Chitin and Chitosan: Sources, Chemistry, Biochemistry, Physical Properties and Application. Elsevier Applied Science. New York. Sukenda, Y.T. Trianggoro, D. Wahyuningrum dan Rahman. 2007. Penggunaan kitosan untuk pengendalian infeksi vibrio harveyi pada udang putih Litopenaeus vannamei. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6 (2): 205-209. Suptijah, P. 2006. Deskriptif karakteristik fungsional dan aplikasi kitin kitosan. Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Departemen Teknologi Hasil Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Stickney, R.R 1993. Principle of warm Water aquaculture. A Wiley. Interscience Publication. John and Sons. USA, 130p. Wedemeyer G.A., W.T. Yasutake. 1977. Clinical methods for the assessment of the effect environment stress on the fish health. Technical Papers of the US Fish and Wildlife Service. US Depart of the Interior Fish and Wildlife Service. 89:1-17 Zonneveld, N. E., A. Huisman, J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.