Perlawanan Rakyat Mataram kepada Belanda 
Mataram pada masa Sultan Agung adalah satu kekuatan besar. Setelah masa Demak, 
kiranya Mataram inilah kerajaan terkuat di Jawa pada abad ke-17 itu. Seluruh Jawa Tengah, 
hampir seluruh Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat adalah takluk dan menjadi pendukung 
kekuatan Mataram. Pengaruh Mataram pada masa ini juga sampai ke Gowa-Tallo di Makasar, 
juga Palembang di Sumatra. Mataram juga melakukan hubungan perdagangan langsung sampai 
ke Malaka. Namun saat itu ada pula Cirebon dan Banten. Mataram menghormati Cirebon (meski 
Cirebon tidak terlalu kuat) karena Mataram menganggap bahwa Cirebon adalah penerus Sunan 
Gunung Jati. Namun terbukti dari keterangan dari beberapa sumber bahwa terhadap Banten, 
Mataram bersaing. Dalam pandangan masa kita kini anak bangsa Indonesia, dapat kita nilai 
bahwa persaingan Mataram-Banten ini, ketidakkompakan antara Mataram dan Banten ini adalah 
salah satu penyebab mengapa Kompeni Belanda di Jayakarta/Batavia tetap tidak dapat 
terkalahkan saat itu. Tidak ada persatuan di antara ‘sesama anak bangsa’. Visi nasionalisme 
Indonesia, nusantara, tentu memang belum terbentuk saat itu. Bila saja Mataram menyerang 
Kompeni dari timur, lalu Banten dari barat, bukan mustahil saat itu Kompeni kalah di Batavia. 
Sultan Agung 
Beberapa analis sejarah memberikan penilaian bahwa Sultan Agung terlalu berambisi 
untuk mengenyahkan Kompeni Belanda dari Batavia, padahal kenyataannya kekuatan yang 
disusun dimilikinya belum memadai untuk sampai dapat mengalahkan mereka. Persaingan-persaingan 
dagang dan pengaruh kekuasaan di antara semua aktor-aktor utama saat itu memang 
sungguh terasa. Selain Belanda, saat itu di Jawa juga masih ada perwakilan dagang Inggris,
sementara Portugis mengincar Malaka. Sementara itu, di antara sesama kerajaan-kerajaan 
nusantara sendiri juga saling bersaing. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Mataram 
meminta dukungan kerja sama dari sesama kerajaan nusantara untuk mengenyahkan Kompeni 
Belanda. Tidak ada riwayat yang menunjukkan bahwa Mataram telah melakukan upaya 
diplomasi itu. Mungkin Mataram sudah merasa paling kuat. Bila ada upaya minta bantuan, 
Mataram masa Sultan Agung justru malah mengupayakan untuk minta bantuan dari Portugis di 
Malaka. 
Antara Tahun 1602 -1628 M 
Keadaan bagi Kompeni menjelang tahun 1602 sangat gawat, sikap permusuhan dinyatakan 
oleh Mataram dan Banten. Pada tahun 1603 VOC memutuskan untuk mengangkat Jan 
Pieterszoon Coen sebagai kepala tata buku yang mempunyai wewenang atas kantor dagang di 
Banten dan Jakarta. 
Pada tahun 1613, tepatnya 22 September 1613 serombongan Utusan VOC, yang dipimpin 
Jan Pieterszoon Coen merapat di daerah Mataram yang telah menjadi pelabuhan penting 
Mataram yaitu, Jepara dan Kudus, utusan tersebut ingin menjalin kerjasama dengan Mataram 
dalam hal penyediaan beras karena Mataram terkenal sebagai penghasil beras. Dalam hal ini 
Sultan Agung menerima keinginan dan penawaran kerjasama dari pihak VOC, berdasarkan 
pertimbangan bahwa persahabatan itu nantinya akan berguna dalam rangka keinginan Mataram 
menguasai kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai jawa timur, terutama Surabaya yang terkenal 
kuat dalam hal pasukan. Maka didirikan lah Pos perdagangan VOC di Japara tahun 1615. Dalam 
perkembangan selanjutnya disamping konflik kepentingan dari kedua belah pihak, Sultan Agung 
dipengaruhi oleh saudagar inggris, Sultan Agung mulai menyadari bahwa kehadiran VOC di 
wilayah Mataram sangat berbahaya, seperti hal yang dialami oleh Jayakarta yang sepenuhnya 
telah berada di bawah kekuasaan VOC, hal ini tentu bertentangan dengan cita-cita Mataram 
dalam hal ini Sultan Agung sendiri untuk meluaskan pengaruhnya di seluruh tanah jawa.
Pada tanggal 18 Agustus 1618 tentara Mataram melakukan penyerbuan ke kantor dagang 
VOC di Jepara. Sebelum penyerbuan ini, pimpinan dari kantor dagang, yaitu Balthasar van 
Eynthoven dan Cornelis Maseuck dipanggil oleh raja Hulubalang (sebutan Belanda untuk 
raja/Adipati) dan kemudian ditahan. Alasannya adalah perampokan-perampokan yang telah 
dilakukan kapal-kapal Belanda terhadap jung-jung Jepara. Di samping itu juga karena kelakuan 
dan tindakan Balthasar van Eynthoven yang tidak senonoh. Kedua alasan tersebut adalah alasan 
yang jelas, namun alasan yang sebenarnya adalah karena janji-janji Belanda terhadap Mataram 
tidak ditepati dan sudah berlangsung empat tahun. Di pihak lain Belanda mencoba-coba untuk 
menuntut raja supaya memenuhi janji-janji yang telah disampaikan oleh utusan VOC pertama 
van Surck. VOC juga mencoba-coba membatalkan janji-janji yang telah diberikan van Surck 
kepada Mataram. 
Dalam penyerbuan ke Jepara ini jatuh beberapa korban di pihak Kompeni; tiga orang 
terbunuh, beberapa luka-luka dan sisanya dijadikan tawanan. Sebelumnya Sultan Agung telah 
mensinyalir akan bahaya yang datang dari kantor dagang di Jepara, setelah mendengar bahwa 
kantor dagang Kompeni di Jakarta diperkuat. Kemungkinan kantor dagang di Jepara juga dapat 
membahayakan kerajaannya. Mataram mau berdagang dengan orang asing, asalkan saja orang 
asing itu tidak mencoba merebut daerah kekuasaannya. 
Dari pihak VOC Coen merasa bahwa Kompeni memerlukan beras akan tetapi kejadian di 
Jepara sangat mengganggu pikirannya. Oleh sebab itu ia mengirim utusan Jacob van der Marct 
ke Jepara untuk menemui raja Hulubalang. Jacob van der Marct diperintahkan untuk bertindak 
sebaik mungkin dalam usaha pembelian beras. Usaha pembelian beras ini berhasil. Tetapi setelah 
beras ini diterima ia mengadakan suatu balasan terhadap penyerbuan ke kantor dagang Kompeni 
di Jepara. Kantor dagang ini diserang oleh 160 orang Kompeni, rumah-rumah di sekitar kantor 
dagang ini dibakar, kira-kira tiga puluh orang Jawa terbunuh dalam serangan ini; jung-jung yang 
berada di sekitar Jepara dan Demak dibakar. Dalam penyerbuan ini mereka berhasil merebut 
beras yang terdapat di atas jung-jung. 
Pada tahun 1619 Coen yang belum puas dengan penyerangan ke Jepara telah mengerahkan 
400 orang-orang Kompeni. Keadaan pertahanan Jepara ternyata lebih baik, sehingga tidak 
mudah bagi Kompeni untuk menyerbu kota itu. Motif dari penyerangan Kompeni ini di samping
untuk membalas penyerangan orang-orang Mataram pada tahun 1618 terhadap kantor dagang 
VOC juga untuk merusakkan kantor dagang Inggris dan untuk membuat orang-orang Cina 
pindah ke Jakarta. Dalam penyerbuan ini, kantor dagang Inggris dibakar dan beberapa puluh 
orang Jawa terbunuh. Situasi antara Kompeni dan Mataram antara 1620 hingga 1628 dalam 
keadaan bermusuh-musuhan. Bagi raja-raja, Batavia merupakan suatu kota yang merugikan 
kerajaannya. Hubungan antara Mataram dan Malaka dipersukar oleh Batavia. Bagi Sultan 
Agung, hanya ada satu cara untuk melepaskan diri dari Batavia yaitu dengan menghancurkan 
kota tersebut. Sudah berkali-kali Sultan Agung mengirim utusan kepada VOC untuk mengirim 
wakil kepadanya tetapi hal ini tidak dilakukan Kompeni. 
Atas dasar ini Sultan Agung mengadakan persiapan untuk menyerbu Batavia. Pantai utara 
mulai tertutup bagi pedagang dari orang asing. Mereka yang datang ke Mataram ditahan bahkan 
kantor dagang Inggris ditutup. 
Pada bulan April 1628, Kyai Rangga dikirim ke Batavia dengan 14 perahu yang memuat 
beras. Rangga ini datang untuk meminta kepada VOC untuk membantu Mataram menyerbu 
Banten. Akan tetapi VOC menolak memberi bantuan atas dasar ditutupnya pelabuhan-pelabuhan 
di pantai utara. 
Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1628 M 
Pada tanggal 22 Agustus 1628, 50 kapal muncul di 
depan Batavia dengan perbekalan yang sangat banyak. Hal 
ini membuat Kompeni menjadi sangat prihatin. Setelah 2 
hari muncul lagi 7 buah perahu yang singgah untuk 
meminta ijin perjalanan ke malaka. VOC mencoba untuk 
tidak mempertemukan kapal-kapal yang tiba dahulu dan 
yang belakangan karena khawatir kapal-kapal yang baru 
datang akan memberi senjata-senjata pada perahu lainnya. 
Usaha ini gagal.
Pada pagi hari 20 buah perahu menyerang pasar dan benteng yang belum siap. Orang-orang 
Mataram yang datang dengan perahu-perahu itu naik ke darat. Mereka berhasil mencapai 
benteng. Penyerbuan ini berlangsung sampai pagi. Banyak korban jatuh. Tujuh perahu yang 
datang pada tanggal 24 Agustus 1628, ketika melihat hasil penyerbuan ke benteng yang 
mengakibatkan banyak korban, tidak mau mendekati Batavia tetapi mendekati Marunda di mana 
pada keesokan harinya suatu pasukan di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa mendarat. 
Dalam menghadapi kekuatan Mataram, Kompeni mengorbankan daerah sekitar benteng. 
Kampung di sekitarnya dibakar dan diratakan dengan tanah. Pada waktu tentara Mataram 
menarik diri ke daerah-daerah yang agak jauh yang berpohon, membuat benteng-benteng mereka 
dari bambu anyaman. Meskipun demikian mereka berhasil maju juga karena mereka menggali 
parit-parit dan membuat benteng seperti yang tersebut di atas. Taktik VOC untuk menghadapi 
pasukan yang telah maju sekali adalah dengan mengirim sejumlah tentara Kompeni ke parit-parit 
ini yang dilindungi oleh 150 penembak sehingga orang-orang ini berhasil mengusir tentara 
Mataram dari parit-parit ini. Dan korban yang tercatat pada peristiwa ini diperkirakan antara tiga 
puluh sampai empat puluh orang. 
Pada tanggal 21 September 1628 tentara Mataram menyerang benteng Hollandia. Mereka 
mencoba menaiki benteng tersebut dengan tangga. Sambil menjalankan penyerangan ini, di 
bagian lain mereka mereka membunyikan alarm untuk mengurangi perhatian pada penyerbuan 
atas benteng Hollandia. Akan tetapi orang Belanda dapat mencium bahwa tujuan tentara 
Mataram hanya benteng Hollandia, oleh sebab itu mereka merubah perhatian menjadi 
penyerangan. Dengan segala kekuatan mereka menyerang parit-parit dan pusat kanan tentara 
Mataram, sehingga banyak menimbulkan korban. Karenanya kerugian manusia terlalu banyak di 
pihak Mataram. Dari tawanan-tawanan yang ditahan Kompeni mereka dapat keterangan bahwa 
masih terdapat kira-kira 4.000 anggota tentara Mataram yang berkeliaran di hutan mencari 
makanan. Terhadap mereka Kompeni mengutus Jacques Lefebres untuk menyerang sisa-sisa 
laskar ini. Dengan jumlah yang tidak kecil yaitu 2.866 orang, Jacques Lefebres mengadakan 
penyerbuan. Ia memulai dengan menyusuri sungai di tepi mana terdapat Tumenggung Baureksa. 
Penyerbuan terhadap perkampungan laskar Mataram di mana Baureksa berada menemui 
perlawanan yang hebat dan pertempuran berlangsung satu lawan satu.
Kompeni pada akhirnya berhasil memusnahkan isi perkampungan ini, akan tetapi mereka 
lupa merusak benteng. Tumenggung Baureksa dan putranya gugur dalam pertempuran ini. 
Banyak perahu Mataram yang berlabuh di sungai Marunda dimusnahkan. Setelah penyerbuan ke 
perkampungan pasukan Mataram sepanjang sungai Marunda selesai, tentara Kompeni pulang. 
Api mesiu belum habis terbakar, ketika bantuan baru pasukan Mataram datang. Dengan segera 
pasukan Mataram dapat mempersiapkan diri lagi. Bilamana tak ada tembakan yang berasal dari 
dua perahu Kompeni Belanda dan bilamana kota Batavia tidak mempunyai tembok yang tinggi, 
maka pastilah seluruh kota Batavia sudah jatuh ke tangan laskar Mataram. Pimpinan dari bantuan 
yang baru adalah Tumenggung Sura Agul-Agul dan bersaudara Kyai Dipati Mandurareja dan 
Upasanta. Mereka menyangka bahwa pasukan yang pertama datang telah berhasil menguasai 
kota Batavia. Ketika ia melihat bahwa kota masih dalam tangan Kompeni, maka timbul suatu 
akal yaitu seperti telah pernah dilakukan terhadap Surabaya, yaitu dengan membendung sungai. 
Akan tetapi perbuatan ini hanya cocok untuk Surabaya, tapi tidak untuk Batavia. 
Suatu usaha untuk menyerbu benteng Hollandia gagal dan oleh sebab itu sebagai hukuman 
terhadap gagalnya usaha menundukkan musuh, Mandurareja dan Upasanta, bersama-sama 
dengan anak-buahnya dibunuh dengan ditusuk dengan keris atau tombak. Dengan kegagalan 
Mataram menduduki Batavia pada akhir tahun 1628, maka penyerbuan Mataram yang pertama 
berakhir pula. 
Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1629 M 
Meskipun Mataram tidak berhasil merebut benteng Batavia dan menundukkan Kompeni 
pada tahun 1628, mereka tidak begitu saja menyerah. Tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1629 
tentara Mataram berangkat lagi menuju Batavia dengan perlengkapan senjata-api. Keberangkatan 
mereka dari ibukota Mataram adalah pada bulan Juni. Pada akhir bulan Agustus 1629 penjaga-penjaga 
Kompeni yang ditempatkan beberapa kilometer di sungai Ciliwung telah melihat barisan 
depan. Sebagian pasukan Mataram mencoba mengusir ternak Kompeni akan tetapi hal itu dapat 
dicegah oleh Kompeni.
Pada tanggal 31 Agustus 1629 hampir 
keseluruhan pasukan tiba di daerah sekitar Batavia. 
Mereka datang berkuda membawa bendera, panji-panji 
dan mereka juga membawa gajah. Cara yang 
dipakai Mataram untuk membawa beras ke sekitar 
Batavia sebagai bekal bagi prajurit-prajurit adalah 
pengiriman seorang utusan yang bernama Warga, 
untuk pura-pura meminta maaf kepada Kompeni 
mengenai hal yang telah terjadi. Kompeni menerima 
warga dengan baik. Sementara itu orang-orang Mataram mengumpulkan padi di Tegal. Padi itu 
akan ditumbuk di Tegal untuk diperdagangkan ke Batavia. Siasat ini kemudian dibocorkan oleh 
seorang anak buah dari salah satu perahu warga, sehingga ketika Warga tiba di Batavia untuk 
kedua kalinya ia ditangkap dan ditanyai tentang kebenaran berita, bahwa Mataram hendak 
menyerang Batavia lagi. Hal ini dibenarkan oleh Warga dan rahasia bahwa Tegal menjadi 
gudang persediaan beras bagi tentara Mataram pun terbuka. Setelah mendapat keterangan ini 
Kompeni mengirimkan armadanya ke Tegal, di mana perahu-perahu Mataram, rumah-rumah dan 
gudang-gudang beras bagi tentara Mataram dibakar habis, setelah Tegal mendapat perusakan, 
Kompeni mengarahkan perhatiannya terhadap Cirebon. Kota ini juga mendapat gilirannya. 
Persediaan padi di sini pun habis dibakar oleh VOC. Akibat dari dimusnahkannya gudang beras 
Mataram, usaha pengepungan Batavia tidak berlangsung lama. Meskipun demikian mereka toh 
mendekati benteng Hollandia dengan mengadakan pendekatan melalui parit-parit. Benteng 
Hollandia dapat mereka rusakkan. Setelah berhasil, mereka menuju benteng Bommel, akan tetapi 
di sini mereka gagal. 
Pada hari-hari berikutnya Mataram maju ke Benteng dan pada tanggal 21 September 1629 
tembakan mulai terhadap benteng VOC. Mereka membiarkan menembak benteng hingga 
persediaan mesiu habis. Sementara tembakan-tembakan dilancarkan terhadap benteng Belanda, 
Jan Pieterszoon Coen mendadak meninggal diserang suatu penyakit. 
Dari beberapa tawanan diketahui bahwa pasukan Mataram menderita kelaparan, dan hal ini 
memang menyebabkan kelemahan mereka. Setelah berusaha untuk menyerang selama kurang
lebih 10 hari pada akhir bulan September 1629 mereka mulai menarik diri sambil banyak 
meninggalkan korban. 
Antara Tahun 1630-1645 
Setelah gagal menduduki Batavia, perundingan antara Mataram dan VOC dibuka kembali 
pada tahun 1630, akan tetapi utusan-utusan yang dikirim Kompeni tidak memenuhi syarat 
Mataram. Desas-desus bahwa Mataram akan melancarkan suatu serangan lagi terhadap Batavia 
terdengar oleh Kompeni. Dengan cepat mereka mengirim armada terdiri dari 8 buah kapal, 
awaknya berjumlah 693 orang. Mereka mendapat perintah untuk memusnahkan semua perahu-perahu 
Mataram dan memusnahkan gudang-gudang perbekalan sepanjang pantai utara Jawa. 
Pelayaran ke Timur tidak begitu berhasil. Tetapi sementara itu hubungan dengan Mataram 
diusahakan. 
Mataram antara tahun 1630-1634 sering mengadakan penyerbuan terhadap kapal-kapal 
Kompeni. Armada diperkuat dengan pembuatan perahu baru di Jepara. Dengan perahu-perahu 
ini mereka membuat perairan antara Banten dan Batavia tidak aman. Mereka sangat berhasil 
membuat Kompeni pusing dengan serangan-serangan kecil-kecilan yang dilancarkan Mataram 
terhadap kapal-kapal Kompeni setelah perang tahun 1629 M. 
Mataram terus menerus mencari bantuan dari Malaka yang ada di bawah kekuasaan 
Portugis. Harapan akan bantuan ini kemudian hilang, karena pada tahun 1641 VOC menguasai 
Malaka dan orang-orang Portugis kehilangan tempat berpijak di kepulauan Nusantara. 
Pemerintahan Mataram tahun 1641 mengadakan perpindahan penduduk dari Jawa Tengah 
ke Jawa Barat di daerah Sumedang yang ternyata sangat mengkhawatirkan VOC. Sebenarnya 
perpindahan ini adalah sebagai persiapan terhadap penyerangan terhadap Banten yang tidak mau 
tunduk kepada Mataram.
Hubungan antara Kompeni dan Mataram setelah tahun 1642, tidak begitu baik, karena 
tawanan-tawanan Belanda tidak dilepaskan oleh Mataram. Oleh sebab itu Kompeni selalu 
mencari jalan untuk mencoba memaksa Mataram untuk mengembalikan orang-orang Belanda 
itu. 
Keadaan menjadi tegang ketika Inggris menawarkan membawa seorang utusan Mataram ke 
Mekah, yang sebenarnya suatu kemungkinan bagi Belanda, untuk melepaskan tawanannya 
bilamana Sultan meminta kapal Belanda untuk membawa utusan ini. Oleh sebab itu kapal Inggris 
yang membawa utusan ini dicegat, utusan Mataram dan hadiah untuk ke Mekah ditahan oleh 
VOC dan dibawa ke Batavia. Peristiwa lain adalah ketika VOC merasa bahwa Jambi dan 
Palembang mengancam keamanan VOC, maka VOC mencegat suatu armada Mataram yang 
terjadi dari 80 perahu yang sedang menghantar kembali raja Palembang. Hubungan antara VOC 
dan Mataram hingga meninggalnya Sultan Agung pada tahun 1645 tidak mengalami perbaikan.

Perlawanan rakyat mataram kepada Belanda

  • 1.
    Perlawanan Rakyat Mataramkepada Belanda Mataram pada masa Sultan Agung adalah satu kekuatan besar. Setelah masa Demak, kiranya Mataram inilah kerajaan terkuat di Jawa pada abad ke-17 itu. Seluruh Jawa Tengah, hampir seluruh Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat adalah takluk dan menjadi pendukung kekuatan Mataram. Pengaruh Mataram pada masa ini juga sampai ke Gowa-Tallo di Makasar, juga Palembang di Sumatra. Mataram juga melakukan hubungan perdagangan langsung sampai ke Malaka. Namun saat itu ada pula Cirebon dan Banten. Mataram menghormati Cirebon (meski Cirebon tidak terlalu kuat) karena Mataram menganggap bahwa Cirebon adalah penerus Sunan Gunung Jati. Namun terbukti dari keterangan dari beberapa sumber bahwa terhadap Banten, Mataram bersaing. Dalam pandangan masa kita kini anak bangsa Indonesia, dapat kita nilai bahwa persaingan Mataram-Banten ini, ketidakkompakan antara Mataram dan Banten ini adalah salah satu penyebab mengapa Kompeni Belanda di Jayakarta/Batavia tetap tidak dapat terkalahkan saat itu. Tidak ada persatuan di antara ‘sesama anak bangsa’. Visi nasionalisme Indonesia, nusantara, tentu memang belum terbentuk saat itu. Bila saja Mataram menyerang Kompeni dari timur, lalu Banten dari barat, bukan mustahil saat itu Kompeni kalah di Batavia. Sultan Agung Beberapa analis sejarah memberikan penilaian bahwa Sultan Agung terlalu berambisi untuk mengenyahkan Kompeni Belanda dari Batavia, padahal kenyataannya kekuatan yang disusun dimilikinya belum memadai untuk sampai dapat mengalahkan mereka. Persaingan-persaingan dagang dan pengaruh kekuasaan di antara semua aktor-aktor utama saat itu memang sungguh terasa. Selain Belanda, saat itu di Jawa juga masih ada perwakilan dagang Inggris,
  • 2.
    sementara Portugis mengincarMalaka. Sementara itu, di antara sesama kerajaan-kerajaan nusantara sendiri juga saling bersaing. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Mataram meminta dukungan kerja sama dari sesama kerajaan nusantara untuk mengenyahkan Kompeni Belanda. Tidak ada riwayat yang menunjukkan bahwa Mataram telah melakukan upaya diplomasi itu. Mungkin Mataram sudah merasa paling kuat. Bila ada upaya minta bantuan, Mataram masa Sultan Agung justru malah mengupayakan untuk minta bantuan dari Portugis di Malaka. Antara Tahun 1602 -1628 M Keadaan bagi Kompeni menjelang tahun 1602 sangat gawat, sikap permusuhan dinyatakan oleh Mataram dan Banten. Pada tahun 1603 VOC memutuskan untuk mengangkat Jan Pieterszoon Coen sebagai kepala tata buku yang mempunyai wewenang atas kantor dagang di Banten dan Jakarta. Pada tahun 1613, tepatnya 22 September 1613 serombongan Utusan VOC, yang dipimpin Jan Pieterszoon Coen merapat di daerah Mataram yang telah menjadi pelabuhan penting Mataram yaitu, Jepara dan Kudus, utusan tersebut ingin menjalin kerjasama dengan Mataram dalam hal penyediaan beras karena Mataram terkenal sebagai penghasil beras. Dalam hal ini Sultan Agung menerima keinginan dan penawaran kerjasama dari pihak VOC, berdasarkan pertimbangan bahwa persahabatan itu nantinya akan berguna dalam rangka keinginan Mataram menguasai kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai jawa timur, terutama Surabaya yang terkenal kuat dalam hal pasukan. Maka didirikan lah Pos perdagangan VOC di Japara tahun 1615. Dalam perkembangan selanjutnya disamping konflik kepentingan dari kedua belah pihak, Sultan Agung dipengaruhi oleh saudagar inggris, Sultan Agung mulai menyadari bahwa kehadiran VOC di wilayah Mataram sangat berbahaya, seperti hal yang dialami oleh Jayakarta yang sepenuhnya telah berada di bawah kekuasaan VOC, hal ini tentu bertentangan dengan cita-cita Mataram dalam hal ini Sultan Agung sendiri untuk meluaskan pengaruhnya di seluruh tanah jawa.
  • 3.
    Pada tanggal 18Agustus 1618 tentara Mataram melakukan penyerbuan ke kantor dagang VOC di Jepara. Sebelum penyerbuan ini, pimpinan dari kantor dagang, yaitu Balthasar van Eynthoven dan Cornelis Maseuck dipanggil oleh raja Hulubalang (sebutan Belanda untuk raja/Adipati) dan kemudian ditahan. Alasannya adalah perampokan-perampokan yang telah dilakukan kapal-kapal Belanda terhadap jung-jung Jepara. Di samping itu juga karena kelakuan dan tindakan Balthasar van Eynthoven yang tidak senonoh. Kedua alasan tersebut adalah alasan yang jelas, namun alasan yang sebenarnya adalah karena janji-janji Belanda terhadap Mataram tidak ditepati dan sudah berlangsung empat tahun. Di pihak lain Belanda mencoba-coba untuk menuntut raja supaya memenuhi janji-janji yang telah disampaikan oleh utusan VOC pertama van Surck. VOC juga mencoba-coba membatalkan janji-janji yang telah diberikan van Surck kepada Mataram. Dalam penyerbuan ke Jepara ini jatuh beberapa korban di pihak Kompeni; tiga orang terbunuh, beberapa luka-luka dan sisanya dijadikan tawanan. Sebelumnya Sultan Agung telah mensinyalir akan bahaya yang datang dari kantor dagang di Jepara, setelah mendengar bahwa kantor dagang Kompeni di Jakarta diperkuat. Kemungkinan kantor dagang di Jepara juga dapat membahayakan kerajaannya. Mataram mau berdagang dengan orang asing, asalkan saja orang asing itu tidak mencoba merebut daerah kekuasaannya. Dari pihak VOC Coen merasa bahwa Kompeni memerlukan beras akan tetapi kejadian di Jepara sangat mengganggu pikirannya. Oleh sebab itu ia mengirim utusan Jacob van der Marct ke Jepara untuk menemui raja Hulubalang. Jacob van der Marct diperintahkan untuk bertindak sebaik mungkin dalam usaha pembelian beras. Usaha pembelian beras ini berhasil. Tetapi setelah beras ini diterima ia mengadakan suatu balasan terhadap penyerbuan ke kantor dagang Kompeni di Jepara. Kantor dagang ini diserang oleh 160 orang Kompeni, rumah-rumah di sekitar kantor dagang ini dibakar, kira-kira tiga puluh orang Jawa terbunuh dalam serangan ini; jung-jung yang berada di sekitar Jepara dan Demak dibakar. Dalam penyerbuan ini mereka berhasil merebut beras yang terdapat di atas jung-jung. Pada tahun 1619 Coen yang belum puas dengan penyerangan ke Jepara telah mengerahkan 400 orang-orang Kompeni. Keadaan pertahanan Jepara ternyata lebih baik, sehingga tidak mudah bagi Kompeni untuk menyerbu kota itu. Motif dari penyerangan Kompeni ini di samping
  • 4.
    untuk membalas penyeranganorang-orang Mataram pada tahun 1618 terhadap kantor dagang VOC juga untuk merusakkan kantor dagang Inggris dan untuk membuat orang-orang Cina pindah ke Jakarta. Dalam penyerbuan ini, kantor dagang Inggris dibakar dan beberapa puluh orang Jawa terbunuh. Situasi antara Kompeni dan Mataram antara 1620 hingga 1628 dalam keadaan bermusuh-musuhan. Bagi raja-raja, Batavia merupakan suatu kota yang merugikan kerajaannya. Hubungan antara Mataram dan Malaka dipersukar oleh Batavia. Bagi Sultan Agung, hanya ada satu cara untuk melepaskan diri dari Batavia yaitu dengan menghancurkan kota tersebut. Sudah berkali-kali Sultan Agung mengirim utusan kepada VOC untuk mengirim wakil kepadanya tetapi hal ini tidak dilakukan Kompeni. Atas dasar ini Sultan Agung mengadakan persiapan untuk menyerbu Batavia. Pantai utara mulai tertutup bagi pedagang dari orang asing. Mereka yang datang ke Mataram ditahan bahkan kantor dagang Inggris ditutup. Pada bulan April 1628, Kyai Rangga dikirim ke Batavia dengan 14 perahu yang memuat beras. Rangga ini datang untuk meminta kepada VOC untuk membantu Mataram menyerbu Banten. Akan tetapi VOC menolak memberi bantuan atas dasar ditutupnya pelabuhan-pelabuhan di pantai utara. Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1628 M Pada tanggal 22 Agustus 1628, 50 kapal muncul di depan Batavia dengan perbekalan yang sangat banyak. Hal ini membuat Kompeni menjadi sangat prihatin. Setelah 2 hari muncul lagi 7 buah perahu yang singgah untuk meminta ijin perjalanan ke malaka. VOC mencoba untuk tidak mempertemukan kapal-kapal yang tiba dahulu dan yang belakangan karena khawatir kapal-kapal yang baru datang akan memberi senjata-senjata pada perahu lainnya. Usaha ini gagal.
  • 5.
    Pada pagi hari20 buah perahu menyerang pasar dan benteng yang belum siap. Orang-orang Mataram yang datang dengan perahu-perahu itu naik ke darat. Mereka berhasil mencapai benteng. Penyerbuan ini berlangsung sampai pagi. Banyak korban jatuh. Tujuh perahu yang datang pada tanggal 24 Agustus 1628, ketika melihat hasil penyerbuan ke benteng yang mengakibatkan banyak korban, tidak mau mendekati Batavia tetapi mendekati Marunda di mana pada keesokan harinya suatu pasukan di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa mendarat. Dalam menghadapi kekuatan Mataram, Kompeni mengorbankan daerah sekitar benteng. Kampung di sekitarnya dibakar dan diratakan dengan tanah. Pada waktu tentara Mataram menarik diri ke daerah-daerah yang agak jauh yang berpohon, membuat benteng-benteng mereka dari bambu anyaman. Meskipun demikian mereka berhasil maju juga karena mereka menggali parit-parit dan membuat benteng seperti yang tersebut di atas. Taktik VOC untuk menghadapi pasukan yang telah maju sekali adalah dengan mengirim sejumlah tentara Kompeni ke parit-parit ini yang dilindungi oleh 150 penembak sehingga orang-orang ini berhasil mengusir tentara Mataram dari parit-parit ini. Dan korban yang tercatat pada peristiwa ini diperkirakan antara tiga puluh sampai empat puluh orang. Pada tanggal 21 September 1628 tentara Mataram menyerang benteng Hollandia. Mereka mencoba menaiki benteng tersebut dengan tangga. Sambil menjalankan penyerangan ini, di bagian lain mereka mereka membunyikan alarm untuk mengurangi perhatian pada penyerbuan atas benteng Hollandia. Akan tetapi orang Belanda dapat mencium bahwa tujuan tentara Mataram hanya benteng Hollandia, oleh sebab itu mereka merubah perhatian menjadi penyerangan. Dengan segala kekuatan mereka menyerang parit-parit dan pusat kanan tentara Mataram, sehingga banyak menimbulkan korban. Karenanya kerugian manusia terlalu banyak di pihak Mataram. Dari tawanan-tawanan yang ditahan Kompeni mereka dapat keterangan bahwa masih terdapat kira-kira 4.000 anggota tentara Mataram yang berkeliaran di hutan mencari makanan. Terhadap mereka Kompeni mengutus Jacques Lefebres untuk menyerang sisa-sisa laskar ini. Dengan jumlah yang tidak kecil yaitu 2.866 orang, Jacques Lefebres mengadakan penyerbuan. Ia memulai dengan menyusuri sungai di tepi mana terdapat Tumenggung Baureksa. Penyerbuan terhadap perkampungan laskar Mataram di mana Baureksa berada menemui perlawanan yang hebat dan pertempuran berlangsung satu lawan satu.
  • 6.
    Kompeni pada akhirnyaberhasil memusnahkan isi perkampungan ini, akan tetapi mereka lupa merusak benteng. Tumenggung Baureksa dan putranya gugur dalam pertempuran ini. Banyak perahu Mataram yang berlabuh di sungai Marunda dimusnahkan. Setelah penyerbuan ke perkampungan pasukan Mataram sepanjang sungai Marunda selesai, tentara Kompeni pulang. Api mesiu belum habis terbakar, ketika bantuan baru pasukan Mataram datang. Dengan segera pasukan Mataram dapat mempersiapkan diri lagi. Bilamana tak ada tembakan yang berasal dari dua perahu Kompeni Belanda dan bilamana kota Batavia tidak mempunyai tembok yang tinggi, maka pastilah seluruh kota Batavia sudah jatuh ke tangan laskar Mataram. Pimpinan dari bantuan yang baru adalah Tumenggung Sura Agul-Agul dan bersaudara Kyai Dipati Mandurareja dan Upasanta. Mereka menyangka bahwa pasukan yang pertama datang telah berhasil menguasai kota Batavia. Ketika ia melihat bahwa kota masih dalam tangan Kompeni, maka timbul suatu akal yaitu seperti telah pernah dilakukan terhadap Surabaya, yaitu dengan membendung sungai. Akan tetapi perbuatan ini hanya cocok untuk Surabaya, tapi tidak untuk Batavia. Suatu usaha untuk menyerbu benteng Hollandia gagal dan oleh sebab itu sebagai hukuman terhadap gagalnya usaha menundukkan musuh, Mandurareja dan Upasanta, bersama-sama dengan anak-buahnya dibunuh dengan ditusuk dengan keris atau tombak. Dengan kegagalan Mataram menduduki Batavia pada akhir tahun 1628, maka penyerbuan Mataram yang pertama berakhir pula. Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1629 M Meskipun Mataram tidak berhasil merebut benteng Batavia dan menundukkan Kompeni pada tahun 1628, mereka tidak begitu saja menyerah. Tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1629 tentara Mataram berangkat lagi menuju Batavia dengan perlengkapan senjata-api. Keberangkatan mereka dari ibukota Mataram adalah pada bulan Juni. Pada akhir bulan Agustus 1629 penjaga-penjaga Kompeni yang ditempatkan beberapa kilometer di sungai Ciliwung telah melihat barisan depan. Sebagian pasukan Mataram mencoba mengusir ternak Kompeni akan tetapi hal itu dapat dicegah oleh Kompeni.
  • 7.
    Pada tanggal 31Agustus 1629 hampir keseluruhan pasukan tiba di daerah sekitar Batavia. Mereka datang berkuda membawa bendera, panji-panji dan mereka juga membawa gajah. Cara yang dipakai Mataram untuk membawa beras ke sekitar Batavia sebagai bekal bagi prajurit-prajurit adalah pengiriman seorang utusan yang bernama Warga, untuk pura-pura meminta maaf kepada Kompeni mengenai hal yang telah terjadi. Kompeni menerima warga dengan baik. Sementara itu orang-orang Mataram mengumpulkan padi di Tegal. Padi itu akan ditumbuk di Tegal untuk diperdagangkan ke Batavia. Siasat ini kemudian dibocorkan oleh seorang anak buah dari salah satu perahu warga, sehingga ketika Warga tiba di Batavia untuk kedua kalinya ia ditangkap dan ditanyai tentang kebenaran berita, bahwa Mataram hendak menyerang Batavia lagi. Hal ini dibenarkan oleh Warga dan rahasia bahwa Tegal menjadi gudang persediaan beras bagi tentara Mataram pun terbuka. Setelah mendapat keterangan ini Kompeni mengirimkan armadanya ke Tegal, di mana perahu-perahu Mataram, rumah-rumah dan gudang-gudang beras bagi tentara Mataram dibakar habis, setelah Tegal mendapat perusakan, Kompeni mengarahkan perhatiannya terhadap Cirebon. Kota ini juga mendapat gilirannya. Persediaan padi di sini pun habis dibakar oleh VOC. Akibat dari dimusnahkannya gudang beras Mataram, usaha pengepungan Batavia tidak berlangsung lama. Meskipun demikian mereka toh mendekati benteng Hollandia dengan mengadakan pendekatan melalui parit-parit. Benteng Hollandia dapat mereka rusakkan. Setelah berhasil, mereka menuju benteng Bommel, akan tetapi di sini mereka gagal. Pada hari-hari berikutnya Mataram maju ke Benteng dan pada tanggal 21 September 1629 tembakan mulai terhadap benteng VOC. Mereka membiarkan menembak benteng hingga persediaan mesiu habis. Sementara tembakan-tembakan dilancarkan terhadap benteng Belanda, Jan Pieterszoon Coen mendadak meninggal diserang suatu penyakit. Dari beberapa tawanan diketahui bahwa pasukan Mataram menderita kelaparan, dan hal ini memang menyebabkan kelemahan mereka. Setelah berusaha untuk menyerang selama kurang
  • 8.
    lebih 10 haripada akhir bulan September 1629 mereka mulai menarik diri sambil banyak meninggalkan korban. Antara Tahun 1630-1645 Setelah gagal menduduki Batavia, perundingan antara Mataram dan VOC dibuka kembali pada tahun 1630, akan tetapi utusan-utusan yang dikirim Kompeni tidak memenuhi syarat Mataram. Desas-desus bahwa Mataram akan melancarkan suatu serangan lagi terhadap Batavia terdengar oleh Kompeni. Dengan cepat mereka mengirim armada terdiri dari 8 buah kapal, awaknya berjumlah 693 orang. Mereka mendapat perintah untuk memusnahkan semua perahu-perahu Mataram dan memusnahkan gudang-gudang perbekalan sepanjang pantai utara Jawa. Pelayaran ke Timur tidak begitu berhasil. Tetapi sementara itu hubungan dengan Mataram diusahakan. Mataram antara tahun 1630-1634 sering mengadakan penyerbuan terhadap kapal-kapal Kompeni. Armada diperkuat dengan pembuatan perahu baru di Jepara. Dengan perahu-perahu ini mereka membuat perairan antara Banten dan Batavia tidak aman. Mereka sangat berhasil membuat Kompeni pusing dengan serangan-serangan kecil-kecilan yang dilancarkan Mataram terhadap kapal-kapal Kompeni setelah perang tahun 1629 M. Mataram terus menerus mencari bantuan dari Malaka yang ada di bawah kekuasaan Portugis. Harapan akan bantuan ini kemudian hilang, karena pada tahun 1641 VOC menguasai Malaka dan orang-orang Portugis kehilangan tempat berpijak di kepulauan Nusantara. Pemerintahan Mataram tahun 1641 mengadakan perpindahan penduduk dari Jawa Tengah ke Jawa Barat di daerah Sumedang yang ternyata sangat mengkhawatirkan VOC. Sebenarnya perpindahan ini adalah sebagai persiapan terhadap penyerangan terhadap Banten yang tidak mau tunduk kepada Mataram.
  • 9.
    Hubungan antara Kompenidan Mataram setelah tahun 1642, tidak begitu baik, karena tawanan-tawanan Belanda tidak dilepaskan oleh Mataram. Oleh sebab itu Kompeni selalu mencari jalan untuk mencoba memaksa Mataram untuk mengembalikan orang-orang Belanda itu. Keadaan menjadi tegang ketika Inggris menawarkan membawa seorang utusan Mataram ke Mekah, yang sebenarnya suatu kemungkinan bagi Belanda, untuk melepaskan tawanannya bilamana Sultan meminta kapal Belanda untuk membawa utusan ini. Oleh sebab itu kapal Inggris yang membawa utusan ini dicegat, utusan Mataram dan hadiah untuk ke Mekah ditahan oleh VOC dan dibawa ke Batavia. Peristiwa lain adalah ketika VOC merasa bahwa Jambi dan Palembang mengancam keamanan VOC, maka VOC mencegat suatu armada Mataram yang terjadi dari 80 perahu yang sedang menghantar kembali raja Palembang. Hubungan antara VOC dan Mataram hingga meninggalnya Sultan Agung pada tahun 1645 tidak mengalami perbaikan.