3. Upaya Mencapai Final Goal
Kajian epidemiologi cakupan (insidens, kelompok
terbanyak)
Bagaimana perjalanan penyakit, komplikasi, dan
kematian
Keberhasilan program imunisasi (cakupan)
Perbaikan mutu (imunogenisitas) & keamanan
vaksin (reaktogenisitas)
Perbaikan pengelolaan vaksin
4. Imunisasi sesuai Kelompok Umur
Imunisasi ulangan
Catch-up immunization
Catch-up immunization
Catch up immunization
Persiapan masa dewasa & kehamilan
Imunisasi dasar
Bayi
Lahir-1 th
Balita
1-4th
Usia sekolah
5-12 th
Remaja
13-18 th
.
Mengurangi morbiditas
Lansia
6. Global Commitment
Program Pengembangan Imunisasi
Eradikasi polio (ERAPO)
Eliminasi tetanus neonatorum
Reduksi campak
Safety injection
Pengembangan iptek vaksin & alat suntik:
autodestruct, unijet, cold chain)
7. Usulan Jadwal Imunisasi Dasar
KEPMENKES No. 1611/MENKES/SK/XI/2005
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
UMUR VAKSIN
0 bulan HB-0, Polio-1, BCG,
2 bulan DPT/HB/, Polio-2
3 bulan DPT/HB/, Polio-3
4 bulan DPT/HB/, Polio-4
9 bulan Campak
8. Jadwal Imunisasi
Rekomendasi WHO (global)
Rekomendasi organisasi profesi yang
berhubungan dengan imunisasi
Ketersediaan vaksin yang efektif terhadap
penyakit tersebut
KIPI
Kemampuan pemerintah dalam menyediakan
vaksin tersebut
9. Others
13% Diarrhoea
28%
Pneumonia
20%
Meningitis/
encephalitis
9%
Causes of Mortality in Under-five Children
Causes of Mortality in Under-five Children
in Indonesia
in Indonesia
Basic Health Research
Septicemia
Drowning
Tetanus
Congenital heart anomaly
& hydrocephalus
Necroticans Entero Colitis
Malaria
Malnutrition
Leukemia
DHF
Measles
TB
GI disorder
DIARRHEA
28%
PNEUMONIA
20%
Estimated 50,400
deaths per year*
10. Hib EPIDEMIOLOGY:
Meningitis Worldwide Epidemiology of Hib
Hib meningitis
Hib meningitis
incidence 33 / 100,000 per year
incidence 33 / 100,000 per year
around the world
around the world
650 million children 0 to 4 years all round the
650 million children 0 to 4 years all round the
world
world
220,000 annual cases of Hib meningitis
220,000 annual cases of Hib meningitis
20% (44,000)
20% (44,000)
died
died
30% (66,000)
30% (66,000)
permanent sequelae
permanent sequelae
mostly hearing impairment
mostly hearing impairment
incidence in developing countries >> industrialized
incidence in developing countries >> industrialized
countries
countries
Peltola H., Hib Eurosud 1995
Peltola H., Hib Eurosud 1995
16. Trial Design and Methodology
This trial is a randomized, single blind, phase II, prospective
intervention study .
Total 220 infants, 6-11 weeks old will be involved in this
study. The subject will be divided to 2 groups, as follows:
Age (weeks) 6-11 10-15 14-19
Group A DPT/HB/Hib DPT/HB/Hib DPT/HB/Hib
Group B DPT/HB + Hib DPT/HB + Hib DPT/HB + Hib
22. Demographic characteristics
Description A B C Total
N included
Gender
Male n (%)
Female n (%)
Age (weeks)
Mean ± SD
Min ; max
201
114 (56.7)
87 (43.3)
8.3 ± 1.6
6-12
199
110 (55.3)
89 (44.7)
8.3 ± 1.5
6-12
200
97 (48.5)
103 (51.5)
8.4 ± 1.6
5-13
600 (100.0)
321 (53.5)
279 (46.5)
8.3 ± 1.6
5-13
SD: standard deviation
23. Percentage of infants with anti diphtheria titer and anti tetanus
titer 0.01 IU/ml, anti HbsAg titer 10 mIU/ml, and anti PRP-T
titer >0.15 g/ml 28 days after the last injection in DTP/HB/Hib
24. Antibody responses to PRP-T component,
pre and post-vaccination with DTP/HB/Hib
Pre-vaccination Pos-vaccination
GMT, g /ml
(95% CI)
Anti-PRP-T ≥ 1.0 g/ml
n
% SP
(95% CI)
Percentage of infants with
increasing antibody titer 4 times:
n (%SC)
Percentage of infants with
transition of seronegative to
seropositive: n (%SC)
0.0064
0.0050-0.0082
51
(8.9)
6.8-11.5
-
-
19.9834
17.8205-22.4089
552
(96.0)
94.1-97.3
550 (95.7)
575 (100.0)
25. Antibody responses to PRP-T titer >0.15 g/ml, pre and
pos-vaccination with 3 different batch DTP/HB/Hib vaccine
26. Describe of antibody titer between groups
No different of seroprotection and
seroconversion results among those three
batch’s numbers (p =0.05)
33. SAFETY
All vaccines were well tolerated.
No differences in rates of local and systemic
reactions were seen between batches vaccines. No
serious adverse events were considered to be related
to the vaccines
35. Program Imunisasi
1. Imunisasi rutin
a.imunisasi dasar
b.imunisasi lanjutan
- batita
- anak sekolah
- wanita usia subur
2. Khusus
(haji,berpergian)Meningococus,Rabies,JE
3. Pilihan
(PCV,Rotavirus,varicella,HepA,HPV,Influenza,MMR)
37. UMUR VAKSIN
0 bulan
1 bulan
HB-0
BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak
Imunisasi Dasar
18 bulan DPT-HB-Hib
24 bulan Campak
Imunisasi Lanjutan pada anak kurang dari 3 tahun
38. Sasaran Imunisasi Waktu Pelaksanaan
Kelas 1 SD Campak
DT
Agustus
November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November
Jadwal imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar
39. Imunisasi Lanjutan Pada Wanita Usia Subur (WUS)
Status Imunisasi Interval Minimal Pemberian Masa Perlindungan
T1
T2
T3
T4
T5
-
4 Minggu setelah T1
6 bulansetelah T2
1 tahun setelah T3
1 tahun setelah T4
-
3 tahun
5 tahun
10 tahun
> 25 tahun
40. The online version of this article, along with updated information and services,
is located on the World Wide Web at:
http://pediatrics.aappublications.org/content/131/6/e1716.full.html
41. Pediatrics 2013;131:e1716–e1722
We compared 138 PCR-positive cases with 899 PCR-negative and 54 339 KPNC-
matched controls.
Teenagers who had received 4 DTwPs were much less likely to be pertussis PCR-
positive than those who had received 4 DTaPs (odds ratio 5.63, 95% confidence
interval 2.55–12.46) or mixed DTwP/DTaP vaccines (odds ratio 3.77, 95%
confidence interval 1.57–9.07).
Decreasing number of DTwP doses was significantly associated with increased
pertussis risk (P: 0,0001)
Teenagers who received DTwP vaccines in childhood were more protected during a
pertussis outbreak than were those who received DTaP vaccines.
42. Percentage of pertussis PCR tests with a positive result in the study population by
pertussis vaccine type for the first 4 doses received between 1 and 24 months of age,
January 2010 to December 2011.
43. Simpulan
Program Imunisasi :
1.Program pemerintah
2.UUD Perlindungan anak
(anak wajib di lindungi)
3.Program imunisasi wajib
4.Para dokter : mendukung dan melakasankan
program imunisasi di Indonesia.
47. Respon imun tubuh
Kejadian yang komplek terhadap Ag
eliminasi Ag.
Terdiri dari :
- Primer: pajanan I x dengan Ag Ab : IgM
- Sekunder: Ig G
Pada imunisasi, respon imun sekunder yang diharapkan memberi
respon adekuat bila terpajan Ag serupa.
Sifat respon imun sekunder diterapkan dg memberikan vaksinasi
berulang (booster)
47
49. Vaksinasi
Berperan: menimbulkan memori imunologik
Sel B memori terbentuk di jar. Limfoid
Ag asing terikat dg Ab komplek Ag- Ab terikat dengan komplemen (C)
Komplek Ag-Ab-C - menempel sel dendrit folikel Karena terdapat
reseptor C di perm sel dendrit terjadi prolif dan diff sel limfosit B
terbentuk sel plasma yang menghasilkan Ab dan sel B memori afinitas Ag
tinggi kembali ke jar limfoid yang punya Ag serupa prolif dan diff
seperti semula menghasilkan Ab sbg akibat ulangan vaksinasi (boosting
effect) 49
50. Keberhasilan imunisasi
Status imun pejamu
Faktor genetik pejamu
Kualitas dan kuantitas vaksin
Maturitas imunologik
Obat imunosupresan
Defisiensi imun kongenital
Defisiensi imun sekunder
50
51. Vaksin
Produk biologis dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman yang
dilemahkan / dimatikan merangsang timbulnya kekebalan tubuh
(antigenisitasnya)
Kekebalan spesifik secara aktif thd penyakit
51
52. Berdasarkan Sensitiviti terhadap suhu
Vaksin sensitif beku (Freeze sensitive = FS): rusak thd suhu dingin
dibawah 0 °C Hepatitis B, DPT, DPT-HB, DT, TT
Vaksin sensitif panas (Heat Sensitive = HS) : vaksin rusak terhadap
paparan panas yang berlebih yaitu: BCG, Polio, Campak. Sementara
polio beberapa derajat celcius diatas suhu udara luar dapat bertahan
selama 2 hari sedangkan Campak dan BCG beberapa derajat celcius
diatas suhu udara luar dapat bertahan 7 hari.
52
54. Vaksin
Vaksin Dosis
Dosis Cara
Cara Tempat
Tempat
BCG
BCG 0,05 ml i. k
i. k Bahu kanan
Hepatitis B
Hepatitis B 0,5 ml i. m.
i. m. Antero lat. paha
Polio
Polio 2 tetes oral
oral Mulut
DPT
DPT 0,5 ml s. k. / i.m.
s. k. / i.m. Antero lat. paha
Campak
Campak 0,5 ml s. k.
s. k. Lengan atas
MMR
MMR 0,5 ml s. k.
s. k. Lengan atas
Act Hib
Act Hib 0,5 ml i. m.
i. m. Antero lat. paha
Dosis, cara dan tempat pemberian
Dosis, cara dan tempat pemberian
57. KKA 172 57
Kontra indikasi
Umum
Permanen ( tetap ) : kuman hidup
– Penyakit keganasan
– Imumnodefisiensi
Temporer ( sementara )
– Pemakaian obat
Sitostatika
Kortikosteroid
58. KKA 172 58
Khusus ( menurut vaksin )
• BCG : sakit kulit di daerah suntikan
• DPT : - Demam ( >380
C )
- Riwayat kejang demam
- Usia > 7 tahun
• DPT 2 dan 3 : Reaksi berlebihan sesudah DPT 1 atau DPT 2
• Polio : Tidak ada
• Campak : - Demam (>380
C)
- Riwayat kejang demam
Hepatitis B : Tidak ada
59. KIPI
Reaksi lokal / sistemik tidak diinginkan pasca imunisasi
Ringan dan hilang sendiri
Kejadian medik berhub dengan imunisasi : efek vaksin maupun ES,
toksisitas, rx sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan program,
koinsidensi, reaksi suntikan
59
60. KKA 172 60
Efek Samping Imunisasi
Efek Samping Imunisasi
BCG
Reaksi normal
– Reaksi > 2 minggu
– Bengkak, warna merah, Ø 10 mm
– 2 – 3 minggu kemudian abses ulcus sembuh sendiri
parut ( scar )
Reaksi cepat
– Reaksi < 2 minggu
– Sudah pernah terinfeksi tbc
– Sudah pernah imunisasi BCG
62. KKA 172 62
Reaksi berat
Bengkak, merah, Ø >10 mm abses besar dan dalam :
– Strain vaksin / virulensi
– Suntikan subkutan
– Dosis lebih
– Infeksi sekunder
Pembengkakan kel. Limf regional
– Axilla, supraclavicular
– Ø < 2 cm, tidak melekat ke kulit tak perlu diobati
– Abses fistel ulcus parut (cicatrix)
63. DPT
Demam
– Pada hari diberi imunisasi
– Sembuh dalam 1-2 hari
– Th : antipiretik / kompres dingin / jangan dibungkus dengan
pakaian tebal
Sakit di tempat suntikan
Bengkak di tempat suntikan
Infeksi
– 1 minggu atau lebih sesudah suntikan
– Akibat jarum suntik yang tidak steril ( tersentuh tangan,
dipakai ber-ulang-ulang, sterilisasi kurang lama )
Kejang
64. KKA 172 64
Polio : Umumnya TIDAK ADA
Hepatitis B : Umumnya TIDAK ADA
Campak
Demam
– 1 minggu setelah suntikan
– berlangsung selama 1 – 3 hari
– Warna kemerahan di kulit ( Rash )
83. Vaksin Kombinasi Satu semprit
• DPT, DT
• DPT + Polio (ipv, Salk)
• DPT + Hepatitis B
• DPT + Hepatitis B + Hib
84. .
TD Ag adalah Ag kompleks seperti bakteri, virus dan bersifat hapten.
Sedangkan Ag yang tidak memerlukan sel T (TI = T Independent),
menghasilkan Ab dengan cara langsung merangsang sel limfosit B
misalnya Ag yang strukturnya sederhana dan berulang-ulang,
biasanya molekul besar dan menghasilkan lgM, lgG2, dan sel memori
yang lemah contohnya polisakarida komponen endotoksin yang
terdapat pada dinding sel bakteri.
84
85. Limfosit sel Th mengenal Ag bila dipresentasikan bersama molekul
produk MHC kelas I dan II yaitu molekul pada membran sel makrofag
Ag diproses sel makrofag dipresentasikan bersama MHC kepada
sel Th ikatan antara TCR –Ag
Terjadi diferensiasi : sel T efektor, sel Th memori
Sel Th memori mengaktivasi makrofag.
Peran utama sel Th : membantu sel limfosit B menghasilkan antibodi
85
86. 2 jenis sel T helper
Th1 : sekresi sitokin IL 2, IL 3, TNF
Th2 : sekresi Il 4, IL 5, IL 6, IL 10, IL 13
86
87. Imunisasi pada keadaan tertentu
Imunokompromais
1. infeksi HIV
Risiko lebih besar thd infeksi imunisasi, walaupun respon thd imunisasi tidak
akan optimal atau kurang
Vaksin kuman mati :
a. Vaksin pneumokokus dan vaksin Haemophilus influenza tipe B (Hib)
penderita HIV diberikan vaksin secepatnya
b. Vaksin influenza
penderita HIV yang lanjut tidak berguna diimunisasi dengan vaksin ini
87
88. c. Vaksin toksoid tetanus, difteri dan polio virus mati (IPV)
Respon imun yang dihasilkan = anak normal bila diberikan pada
stadium dini walaupun terhadap vaksin difteri kurang
Diperlukan booster daerah endemik atau bila penderita HIV
berkunjung ke daerah endemis difteri.
d. Vaksin Hepatitis B
Penderita HIV dari ibu penderita HIV tidak akan mendapatkan
respons imun yang baik bila diberikan imunisasi hepatitis B tetapi bila
belum terinfeksi HIV, mempunyai antibodi HIV berespon lebih baik
vaksinasi hepatitis B.
88
89. Vaksin kuman hidup:
a. Vaksin campak
Penderita HIV campak : prognosis buruk dan fatal.
b. Vaksin BCG
Penderita HIV berisiko terhadap infeksi Tb
vaksin BCG inf Tb dikemudian hari, efek perlindungan vaksin masih
diragukan
c. Vaksin polio oral (OPV), vaksin varicella zoster, yellow fever
Tidak diperbolehkan untuk memberikan OPV, vaksin varisela dan
yellow fever pada penderita HIV karena OPV dapat melumpuhkan
89
90. Status imunokompromais
90
Vaksin varicella zoster : diberikan
secepatnya
Vaksin campak tidak boleh diberikan
Sedang pengobatan kanker
diberikan 3 bulan setelah thy/.
Vaksin MMR, BCG tidak dianjurkan
Vaksin kuman hidup Vaksin kuman
mati
Vaksin pneumokokus,
Haemophillus influenza tipe B
diberikan spt : Hodgkin, non
Hodgkin limfoma, leukemia, dan
kanker daerah muka dan kepala
sebelum kemoterapi dimulai.
Penyakit keganasan
91. Pengobatan kortikosteroid
Tidak diberikan vaksinasi dengan vaksin kuman hidup
Vaksin kuman mati atau yang dilemahkan dapat diberikan
hepatitis B,A,DPT, Hib, hanya respon yang timbul kurang, sehingga
dianjurkan untuk memeriksakan titer antibodi sebelum pengulangan
vaksin.
91
92. Kontra indikasi dan pencegahan vaksinasi BCG :
1. Penerima vaksin yang respon imunologiknya terganggu karena
infeksi HIV, defisiensi imun kongenital, leukemia atau
penderita keganasan.
2. Penerima vaksin yang respon imunologiknya tertekan karena
kortikosteroid, obat-obat alkilating antimetabolit atau
radiasi
3. Penerima vaksin yang hamil
93. Kontra indikasi penggunaan vaksin hidup dilemahkan:
Gangguan respon imun humoral, seluler ataupun keduanya
Mendapat pengobatan menekan sistem imun: penyakit keganasan, leukemia,
limpoma, atau penyakit Hodgkin
Pengobatan masif dengan kortikosteroid, obat-obat alkilating, obat-obat
antimetabolit atau sedang menerima radiasi
Penderita malnutrisi energi-protein berat seperti kwashiorkor
94. Kontra indikasi vaksinasi campak :
Keadaan imunitas yang berbahaya seperti pada keadaan
defisiensi imun dan imunitas yang tertekan akibat
penyakit dan pengobatan
Editor's Notes
#9:Last report from Basic health Research in Indon, diarrhea is even much higher compared to the others cause of death in U5
#10:slide 14: WORLDWIDE SEVERITY OF Hib DISEASE
- There are 650 million children 0 - 4 years in the world.
- The estimated world-wide mean incidence for Hib meningitis is estimated 33 / 100 000 children< 5 years of age.
- This represents 220 000 cases of meningitis due to Hib (as meningitis accounts for 50 % of Hib diseases, it can be inferred that more than
400 000 children are affected by Hib every year.
- 40 000 children will die
- 66 000 will remain with permanent sequelae
Compl :
The information for this slide was taken from an abstract of H. PELTOLA (Rome, 4 & 5 May 1995) - Ongoing publication